Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS SEMIOTIKA DALAM FILM FILOSOFI KOPI

PROPOSAL

DI SUSUN OLEH :

NAMA : MOHAMMAD FAISAL

NIM : A 111 19 054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

2023
ABSTRAK

Film Filosofi Kopi menunjukan opini masyarakat mengenai perjuangan dua orang


sahabat berjuang untuk mempertahankan kedai kopi yang mereka cita-citakan sejak
kecil. Pengorbanan yang mereka lakukan untuk melewati segala halangan dan
rintangan yang datang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan
pada film Filosofi Kopi dengan melihat makna denotatif, makna konotatif dan
mitos.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan pendekatan analisis semiotika Roland Barthes. Teori yang digunakan yaitu
teori semiotika dari Roland Barthes. Objek penelitian ini adalah film  Filosofi Kopi.
Proses pengumpulan data diperoleh dengan teknik studi kepustakaan, observasi dan
dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti melakukan observasi dengan
menganalisis scene yang memiliki tanda semiotika. Kemudian peneliti melakukan
wawancara dengan seorang pengamat dalam bidang perfilman untuk menanyai
mengenai pendapat seorang pengamat tentang hasil analisis peneliti. Hasil dari
penelitian menunjukkan adanya makna denotatif, makna konotatif dan mitos dibalik
film Filosofi Kopi. Makna denotatif ditunjukkan dengan kerja keras yang dilakukan
oleh Ben dan Jody dalam berjuang mempertahankan kedai filosofi kopi. Makna
konotatif pada film Filosofi Kopi adalah berupa tekad mereka sehingga mereka 
mampu melewati semua hambatan karena komitment yang mereka punya. Mitos pada
film Filosofi Kopi adalah perjuangan Perjuangan adalah proses dalam meraih suatu
tujuan dengan rela berkoban melalui halangan dan rintangan, sehingga dapat
mencapai suatu titik kesuksesan.

Kata kunci: makna, perjuangan, film Filosofi Kopi, Roland Barthes


DAFTAR ISI

SAMPUL
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------

1.1.--------------------------------------------------------------------------------------Lat
ar Belakang------------------------------------------------------------------------
1.2.--------------------------------------------------------------------------------------Ru
musan Masalah--------------------------------------------------------------------
1.3.--------------------------------------------------------------------------------------Tu
juan penelitian---------------------------------------------------------------------
1.4.--------------------------------------------------------------------------------------Ma
nfaat Penelitian--------------------------------------------------------------------
1.5.--------------------------------------------------------------------------------------Ba
tasan Istilah------------------------------------------------------------------------
BAB II KAJIAN DAN KERANGKA BERPIKIR--------------------------------------
2.1. Penelitian Relevan---------------------------------------------------------------
2.2. Kajian Pustaka--------------------------------------------------------------------
2.2.1. Definisi Semiotika ------------------------------------------------------------
2.2.2. Jenis-jenis Semiotika----------------------------------------------------------
2.2.3. Pengertian Film----------------------------------------------------------------
2.2.4. Analisis Film Filosofi Kopi--------------------------------------------------
2.2.5. Sejarah Singkat Semiotika----------------------------------------------------
BAB III METODE PENELITIAN---------------------------------------------------------
3.1. Jenis Penelitian-------------------------------------------------------------------
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian--------------------------------------------------
3.3. Teknik Analisis Data------------------------------------------------------------
3.4. Teknik Pengumpulan Data-----------------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA------------------------------------------------------------------------

ii

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Latar belakang proposal pendidikan sastra dan bahasa Indonesia tentang

semiotika visual dalam film “Filosofi Kopi” berkaitan dengan kebutuhan akan

pemahaman yang lebih baik terhadap bahasa visual dalam film, terutama dalam

konteks karya sastra. Dalam era digital seperti sekarang, visualisasi menjadi

semakin penting dalam menyampaikan pesan dalam bentuk teks, gambar, dan

suara. Film adalah salah satu media visual yang mampu menyampaikan pesan

secara komprehensif melalui elemen-elemennya seperti gambar, suara, dan

gerak.

Dalam konteks film “Filosofi Kopi”, semiotika visual menjadi topik

yang relevan untuk dikaji. Film ini diadaptasi dari novel karya Dewi Lestari

dengan judul yang sama dan disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko.

Film ini menceritakan tentang perjalanan dua sahabat, Ben dan Jody, dalam
menjalankan bisnis kopi mereka. Di samping cerita yang menarik, film ini

juga menawarkan elemen visual yang menarik, seperti pencahayaan yang

indah, penggunaan warna yang menonjolkan suasana, dan simbol-simbol

yang dipakai untuk menceritakan karakter dan cerita.

Oleh karena itu, proposal ini akan membahas pentingnya memahami

semiotika visual dalam film “Filosofi Kopi” sebagai bentuk kearifan lokal

yang kaya dan dapat menjadi inspirasi untuk mengembangkan literasi visual.

Melalui pemahaman semiotika visual, kita dapat mengenali elemen-elemen

dalam film yang tidak hanya berfungsi sebagai hiasan tetapi juga sebagai

bagian dari pesan dan cerita yang disampaikan. Selain itu, pengetahuan

tentang semiotika visual juga akan membantu meningkatkan kemampuan

analisis dan kritis kita dalam memahami karya sastra dan visual.

Dalam hal ini, pembahasan tentang semiotika visual dalam film “Filosofi

Kopi" diharapkan dapat menjadi bahan ajar yang berguna bagi mahasiswa

atau siswa di bidang sastra dan bahasa Indonesia. Dengan pemahaman yang

baik tentang semiotika visual, diharapkan kita dapat lebih menghargai

keindahan dan kekayaan sastra Indonesia serta meningkatkan apresiasi

terhadap karya seni visual.

Alasan saya mengambil judul Film “Filosofi Kopi” adalah karna film

tersebut memiliki banyak elemen simbolik yang kuat. Dalam analisis


semiotika, simbol-simbol ini dapat dipelajari dan ditafsirkan untuk

memahami makna yang lebih dalam di balik cerita. Misalnya, kopi dapat

menjadi simbol kehidupan, perjalanan, atau refleksi diri. Analisis semiotika

dapat membantu mengungkapkan simbol-simbol ini dan bagaimana mereka

berkontribusi pada pesan dan tema film.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana definisi semiotika dalam film filosofi kopi ?

Apa saja tanda-tanda semiotika yg digunakan dalam film "Filosofi Kopi"


untuk menyampaikan pesan-pesan filosofis?

1.3. Tujuan penelitian

Untuk menghindari kesimpang siuran dalam memahami istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, maka perlu adanya definisi istilah. Adapun

istilah-istilah yang perlu didefinisikan sebagai berikut:

 Menjelaskan definisi semiotika yang terkait dengan konsep filosofi, kopi,

dan elemen-elemen lain yang muncul dalam film.

 Menjelaskan tanda dan makna pesan filosofis yang disampaikan oleh

film”Filosofi Kopi” terhadap pemirsa.


Menganalisis tanda dan makna Film “Filosofi Kopi” dikenal karena

penggunaan simbol yang kaya. Penelitian semiotika dapat membantu

mengidentifikasi dan menganalisis simbol-simbol ini, baik yang eksplisit

maupun yang tersirat, serta memahami makna yang ingin disampaikan

oleh sutradara melalui penggunaan simbol tersebut.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis yang

berguna bagi mahasiswa dan peneliti lainnya.

1.4.1. Bagi Mahasiswa

Peningkatan pemahaman tentang semiotika visual: Melalui penelitian ini,


mahasiswa dapat memperdalam pemahaman mereka tentang semiotika
visual dan bagaimana elemen-elemen visual dalam film dapat digunakan
untuk menyampaikan pesan dan makna yang lebih dalam.

1.4.2. Bagi Peneliti

Pemahaman yang lebih baik tentang semiotika visual: Penelitian ini akan
membantu peneliti untuk memahami konsep-konsep semiotika visual
dengan lebih baik dan mengaplikasikannya dalam konteks film.
Selain itu Peneliti akan mendapatkan pengalaman dalam menganalisis
elemen visual dalam sebuah film dan memahami bagaimana elemen ini
dapat membantu untuk membentuk pesan dan makna.

1.4. Batasan Istilah

Semiotika adalah Studi tentang tanda-tanda dan makna mereka. Dalam


konteks analisis semiotika visual, semiotika melibatkan identifikasi, analisis,
dan interpretasi tanda-tanda visual yang digunakan dalam film, adapun jenis –
jenis batasan istilah adalah sebaagai berikut :

 Tanda: Representasi yang menghubungkan suatu objek atau konsep


dengan makna tertentu. Tanda dalam konteks analisis semiotika visual
dapat berupa gambar, objek, gerakan, simbol, warna, dan elemen
visual lainnya yang hadir dalam film.
 Makna: Interpretasi yang diberikan pada tanda. Dalam analisis
semiotika visual, makna merujuk pada pemahaman yang dibangun
oleh penonton melalui tanda-tanda visual dalam film.
 Simbol: Representasi visual, objek, tindakan, atau konsep yang
memiliki makna lebih dalam daripada makna literalnya. Simbol dalam
konteks film "Filosofi Kopi" adalah elemen-elemen yang digunakan
untuk menyampaikan ide, tema, atau pesan tertentu.
 Filosofi Kopi: Merujuk pada film yang menjadi objek analisis.
"Filosofi Kopi" adalah film Indonesia yang disutradarai oleh Angga
Dwimas Sasongko, yang didasarkan pada novel dengan judul yang
sama karya Dee Lestari.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

2.1. Penelitian Relevan

Adapun Perbedaan semiotika antara film filosofi kopi dengan film cek
toko sebelah sebagai berikut :

"Filosofi Kopi" menggunakan semiotika yang berkaitan


dengan dunia kopi dan budaya kafe. Misalnya, gelas kopi, mesin kopi,
atau proses menyeduh kopi dapat menjadi simbol yang digunakan
untuk menyampaikan pesan-pesan filosofis.
Sementara itu, "Cek Toko Sebelah" menggunakan semiotika
yang berkaitan dengan dunia toko dan bisnis keluarga. Toko dan
produk yang dijual di dalamnya, seperti baju dan peralatan rumah
tangga, dapat menjadi simbol yang menggambarkan hubungan antara
anggota keluarga dan konflik yang terjadi.
Persamaan semiotika nya yaitu penggunaan simbol tanda dan
makna dalam analisis semiotika visual dapat mengidentifikasi simbol-
simbol dan tanda-tanda yang digunakan dalam kedua film tersebut.
Misalnya, dalam "Filosofi Kopi", simbol-simbol seperti cangkir kopi,
biji kopi, atau steam dari secangkir kopi dapat menggambarkan
filosofi hidup atau kehidupan kafe. Sedangkan dalam Film "Cek Toko
Sebelah", simbol-simbol seperti toko, produk-produk di toko, atau
tanda-tanda harga dapat membawa makna tentang kehidupan bisnis
keluarga atau konflik sosial.

2.2. Kajian Pustaka

Kata semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti tanda.
Maka semiotika berarti ilmu tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang
berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan tanda seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi
penggunaan tanda (Zoest, 1993:1). Semiotika memiliki dua tokoh, yakni
Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-
1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara
terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce
di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan adalah linguistik, sedangkan
Peirce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi
(semiology), sedangkan Pierce menyebutnya semiotika. Baik istilah
semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk kepada ilmu
tentang tanda-tanda (the science of signs) tanpa adanya perbedaan
pengertian yang terlalu tajam (Budiman, 2011:3). Hal tersebut seperti
yang dikemukakan oleh Zoest (1993:2) bahwa Saussure menampilkan
semiotik dengan membawa latar belakang ciri-ciri linguistik yang
diistilahkan dengan semiologi, sedangkan Peirce menampilkan latar
belakang logika yang diistilahkan dengan semiotik. Peirce mendudukkan
semiotika pada berbagai kajian ilmiah.

Pada tahun 1956, Roland Barthes yang membaca karya Saussure:


Cours de linguistique générale melihat adanya kemungkinan menerapkan
semiotik ke bidang-bidang lain. Ia mempunyai pandangan yang bertolak
belakang dengan Saussure mengenai kedudukan linguistik sebagai bagian
dari semiotik. Menurutnya, sebaliknya, semiotik merupakan bagian dari
linguistik karena tanda- tanda dalam bidang lain tersebut dapat dipandang
sebagai bahasa, yang mengungkapkan gagasan (artinya, bermakna),
merupakan unsur yang terbentuk dari penanda-petanda, dan terdapat di
dalam sebuah struktur. Di dalam semiologi Barthes, denotasi merupakan
sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat
kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasi dengan ketertutupan
makna. Sebagai reaksi untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat
opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya
yang ada hanyalah konotasi, la lebih lanjut mengatakan bahwa makna
"harfiah" merupakan sesuatu yang bersifat alami yang dikenal dengan
teori signifikasi.

Teori ini berlandaskan teori tentang tanda yang dikemukakan oleh


Ferdinand de Saussure, hanya saja dilakukan perluasan makna dengan
adanya pemaknaan yang berlangsung dalam dua tahap. sebagaimana
tampak dalam bagan berikut :

Bagian Perluasan Makna


Berdasarkan bagan itu, pemaknaan terjadi dalam dua tahap. Tanda (penanda
dan petanda) pada tahap pertama dan menyatu sehingga dapat membentuk
penanda pada tahap kedua, kemudian pada tahap berikutnya penanda dan
petanda yang yang telah menyatu ini dapat membentuk petanda baru yang
merupakan perluasan makna. Contoh, penanda (imaji bunyi), mawar
mempunyai hubungan RI (relasi) dengan petanda (konsep) "bunga yang
berkelopak susun dan harum". Setelah penanda dan petanda ini menyatu,
timbul pemaknaan tahap kedua yang berupa perluasan makna. Petanda pada
tahap kedua disebutnya konotasi, sedangkan makna tahap pertama disebut
denotasi. Barthes tidak hanya mengemukakan perluasan makna, melainkan
juga menampilkan adanya perluasan bentuk yang disebutnya metabahasa.
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa terjadi proses yang sama tetapi ada
perbedaannya, yaitu bahwa setelah penanda dan petanda ini menyatu, yang
muncul adalah tahap kedua yang berupa perluasan bentuk. Penanda pada
tahap kedua ini menjadi "ros". Penanda ini disebutnya metabahasa.
Sebenarnya istilah denotasi dan konotasi telah lama dikenal. Jasa Barthes
adalah memperlihatkan proses terjadinya kedua istilah tersebut sehingga
menjadi jelas darimana datangnya perluasan makna itu.

Dengan demikian, semiologi Barthes tersusun atas tingkatan-tingkatan


sistem bahasa dalam dua tingkatan bahasa. Bahasa pada tingkat pertama
adalah bahasa sebagai objek dan bahasa tingkat kedua yang disebutnya
metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang berisi penanda
dan petanda. Sistem tanda kedua terbangun dengan menjadikan penanda dan
petanda tingkat pertama sebagai petanda baru yang kemudian memiliki
penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf yang lebih
tinggi. Sistem tanda pertama disebutnya dengan istilah denotosi atau sistem
terminologis, sedang sistem tanda tingkat kedua disebutnya sebagai konotasi
atau sistem retoris atau mitologi. Konotasi dan metabahasa adalah cermin
yang berlawanan satu sama lain. Metabahasa adalah operasi-operasi yang
membentuk mayoritas bahasa-bahasa ilmiah yang berperan untuk menerapkan
sistem riil, dan dipahami sebagai petanda, di luar kesatuan penanda-penanda
asli, di luar alam deskriptif. Sementara itu, konotasi meliputi bahasa-bahasa
yang utamanya bersifat sosial dalam hal pesan literal memberi dukungan bagi
makna kedua dari sebuah tatanan artifisial atau ideologis secara umum.
Dalam kajian tekstual khususnya karya sastra, Barthes menggunakan
naratif struktural (structural analisis of narrative) yang analisis
dikembangkannya. Dengan menggunakan metode ini, Barthes menganalisis
berbagai bentuk naskah, seperti novel Sarrasine karya Balzac, naskah karya
Edgar Alan Poe dan ayat-ayat dari kitab injil.

2.2.1. Definisi Semiotika

Semiotika mempelajari relasi elemen-elemen tanda di dalam sebuah


sistem berdasarkan aturan main dan konvensi tertentu, serta mengkaji
peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Semiotika teks adalah
cabang semiotika, yang secara khusus mengkaji teks dalam berbagai
bentuk dan tingkatannya. Analisis teks adalah cabang dari semiotika teks,
yang secara khusus mengkaji teks sebagai sebuah ‘produk penggunaan
bahasa’berupa kumpulan atau kombinasi tanda-tanda. Teks didefinisikan
sebagai pesan-pesan—baik yang menggunakan tanda verbal maupun
visual; dan secara lebih spesifik, ia adalah pesan-pesan tertulis, yaitu
produk bahasa dalam bentuk tulisan. Tanda merupakan bagian dari
kehidupan sosial. Melalui konvensi sosial, ia menjadi punya makna dan
nilai sosial. Menurut Saussure,‘tanda’merupakan kesatuan yang tak dapat
dipisahkan dari dua bidang, yaitu bidang penanda (signifier) untuk
menjelaskan ‘bentuk’atau ‘ekspresi’; dan bidang petanda (signified),
untuk menjelaskan ‘konsep’atau ‘makna’.
Sementara itu, Charles Sander Peirce mengelompokkan tipe tanda ke
dalam tiga jenis, yaitu indeks, ikon, dan simbol. Indeks adalah tanda di
mana hubungan penanda (signifier) dan petanda (signified) di dalamnya
bersifat kausal, seperti hubungan antara asap dan api; ikon adalah tanda di
mana hubungan antara penanda dan petandanya bersifat keserupaan
(similitude); dan simbol adalah tanda yang hubungan penanda dan
petandanya bersifat arbitrer atau konvensional. Analisis teks beroperasi
pada dua jenjang: Pertama, analisis tanda secara individual, seperti jenis
tanda, mekanisme atau struktur tanda, dan makna tanda secara individual.
Kedua, analisis tanda sebagai sebuah kelompok atau kombinasi, yaitu
kumpulan tanda-tanda yang membentuk apa yang disebut sebagai ‘teks’.
Analisis teks, menurut Roland Barthes, akan menghasilkan makna
denotatif, yakni makna tanda yang bersifat eksplisit, dan makna konotatif,
yaitu makna tanda lapis kedua yang bersifat implisit. penggunaan
bahasa’berupa kumpulan atau kombinasi tanda-tanda, khususnya yang
menyangkut sistem tanda (sintaktik/paradigmatik), tingkatan tanda
(denotasi/konotasi), relasi antartanda (metafora/metonim), muatan mitos,
dan ideologi di baliknya. Piliang, Y. A. (2004)

2.2.2. Jenis-jenis Semiotika

Sampai saat ini, sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam


semiotik yang kita kenal sekarang (Pateda, dalam Sobur, 2004). Jenis-
jenis semiotik ini antara lain semiotik analitik, diskriptif, faunal
zoosemiotic, kultural, naratif, natural, normatif, sosial, struktural.
Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda.
Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan
menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat dikatakan
sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam
lambang yang mengacu pada obyek tertentu.

Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda


yang dapat kita alami sekarang meskipun ada tanda yang sejak dahulu
tetap seperti yang disaksikan sekarang. Semiotik faunal zoosemiotic
merupakan semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang
dihasilkan oleh hewan. Semiotik kultural merupakan semiotik yang
khusus menelaah sistem tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat.
Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas sistem tanda dalam
narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). Semiotik natural
atau semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh
alam. Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus membahas
sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma.
Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang kata
maupun lambang rangkaian kata berupa kalimat. Semiotik struktural
adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

2.2.3. Pengertian Film


Istilah film pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plastic
yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering
disebut selluloid. Dalam bidang fotografi film ini menjadi media yang
dominant digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap
lensa. Pada generasi berikutnya fotografi bergeser pada penggunanaan
media digital elektronik sebagai penyimpan gambar.

Dalam bidang sinematografi perihal media penyimpan ini telah


mengalami perkembangan yang pesat. Berturut-turut dikenal media
penyimpan selluloid (film), pita analog, dan yang terakhir media digital
(pita, cakram, memori chip). Bertolak dari pengertian ini maka film pada
awalnya adalah karya sinematografi yang memanfaatkan media selluloid
sebagai penyimpannya. Sejalan dengan media penyimpan dalam bidang
sinematografi, maka pengertian film telah bergeser. Sebuah film cerita
dapat diproduksi tanpa menggunakan selluloid (media film). Bahkan saat
ini sudah semakin sedikit film yang menggunakan media selluloid pada
tahap pengambilan gambar.

Pada tahap pasca produksi gambar yang telah diedit dari media analog
maupun digital dapat disimpan pada media yang fleksibel. Hasil akhir
karya sinematografi dapat disimpan pada media selluloid, analog maupun
digital. Perkembangan teknologi media penyimpan ini telah mengubah
pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan ke istilah yang
mengacu pada bentuk karya seni audio-visual. Singkatnya film kini
diartikan sebagai suatu genre (cabang) seni yang menggunakan audio
(suara) dan visual (gambar) sebagai medianya.

Kini kita berada dalam titik nadir. Sebagai media, apa yang disebut
sinema seperti juga radio telah berhasil menyelamatkan dirinya dari
bulldozer komunikasi massa elektronik yang begitu fenomenal, yakni TV.
Bioskop tetap menjadi kuil gelap yang diziarahi dengan penuh
kepercayaan, dan makin kukuh dengan segenap spektakel audio-visual
serba spektakuler, yang tak akan pernah layer gelas seajaib apa pun. Jadi,
medianya memang selamat, begitu juga film Amerika.
2.2.4. Analisis Film

Penelitian ini menggunakan studi analisis semiotika


melalui pendekatan semiotika Roland Barthes. Semiotika
adalah studi yang mempelajari bidang mengenai suatu objek,
suatu peristiwa atau kejadian dan suatu budaya sebagai sebuah
tanda. Bermula dari Bahasa Yunani yaitu semion, semiotika
mempunyai arti yaitu penanda. Penanda tersebut adalah
sesuatu yang berdasarkan kebiasaan sosial yang disadari pada
awalnya dan dianggap dapat mewakili dari suatu hal lain.
Secara istilah, semiotika dapat dikenalkan sebagai suatu bidang
yang mempelajari serangkaian luas objek, suatu kejadian,
seluruh budaya sebagai suatu tanda (Wibowo,
2013:4).Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis semiotika Roland Barthes yang mana sebuah
petanda (Sign) sebagai salah satu sistem yang tersusun dari (E)
suatu ekspresi atau signifier dalam hubungannya (R) dengan
konten (Wibowo, 2013:21).

2.2.5. Sejarah Singkat Semiotika

Dalam definisi Saussure (Sobur 2003), semiologi merupakan


"sebuah yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah
masyarakat dan dengan demikian menjadi bagian dari disiplin
psikologi sosial. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana
terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang
mengaturnya. Sementara istilah semiotika, yang dimunculkan pada
akhir abad 19 oleh filsuf aliran pragmatik Amerika Charles Sander
Peirce, merujuk kepada "doktrin formal tentang tanda-tanda".
Yang menjadi dasar semiotika adalah konsep tentang tanda: tak
hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-
tanda, melainkan dunia itu sendiri pun-sejauh terkait dengan
pikiran manusia-seluruhnya terdiri atas tanda-tanda, karena jika
tidak begitu, manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya
dengan realitas

Semiotika merupakan suatu studi ilmu atau metode analysis


untuk mengkaji tanda dalam suatu konteks skenario, gambar, teks,
dan adegan di film menjadi sesuatu yang dapat dimaknai.
Sedangkan, kata "semiotika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani,
semeion yang berarti "tanda" atau seme yang berarti "penafsir
tanda", Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni
logika, retorika, dan etika Tanda-tanda adalah perangkat yang kita
pakai dalam upaya mencari jalan di dunia, di tengah-tengah
manusia, dan bersama-sama manusia, Semiotika, atau dalam istilah
Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to
signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa
obyek-obyek tidak hanya membawa informasi, dalam hal ini
obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi
sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988; 179 dalam
Kurniawan, 2001) Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh
komunikasi. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya
sendiri.dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu obyek
atau idea dan suatu tanda"

Charles Sanders Pierce terkenal dengan teori tandanya.


Berdasarkan obyeknya, Pierce membagi tanda atas icon (ikon),
indekx (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang
hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan
bentuk alamiah. Atau dengan kata lain,ikon adalah hubungan
antara tanda dan obyek atau acuan yang bersifat kemiripan,
misalnya,potret dan peta Indeks adalah tanda yang menunjukkan
adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat
kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung
mengacu pada kenyataan. Simbol adalah tanda yang menunjukkan
hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungan
diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan
konvensi (perjanjian) masyarakat

Teori Saussure adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa itu


adalah sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun atas dua bagian,
yakni signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut
Saussure, bahasa merupakan suatu sistem tanda, dan setiap tanda
kebahasaan, menurutnya pada dasamya menyatakan sebuah konsep
dan suatu citra suara (sound image), bukan menyatakan sesuatu
dengan sebuah nama. Suara yang muncul dari sebuah kata yang
diucapkan merupakan penanda (signifer), sedang konsepnya
adalah petanda (signified) Dua unsur tersebut tidak dapat
dipisahkan sama sekali. Jika hal itu terjadi maka akan
menghancurkan kata itu sendiri.

Sementara itu Barthes melihat signifikasi sebagai sebuah


proses yang total dengan suatu susunan yang sudah terstruktur.
Signifikasi itu itu tak terbatas pada bahasa,tetapi terdapat pula pada
hal-hal yang bukan bahasa. Pada akhirnya Barthes menanggap
kehidupan sosial sendiri merupakan suatu bentuk dari signifikasi.
Dengan kata lain, kehidupan sosial, apapun bentuknya merupakan
suatu sistem tanda tersendiri pula". Kehidupan sosial seringkali
digambarkan dalam tayangan film. Dengan demikian simbol yang
tersirat dalam film dapat ditransfer oleh penonton ke dalam
kehidupannya.

Hal-hal yang memiliki arti simbolis tak terhitung jumlahnya.


Dalam kebanyakan film setting, memiliki arti simbolik yang penting
sekali, karena tokoh-tokoh sering dipergunakan secara simbolik.
Dalam setiap bentuk cerita. sebuah simbol adalah sesuatu yang
kongkret (sebuah obyek khusus, citra, pribadi, bunyi, kejadian atau
tempat) yang mewakili atau melambangkan suatu kompleks, ide,
sikap-sikap, atau rasa sehingga memperoleh arti yang lebih besar dari
yang tersimpan dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu sebuah simbol
adalah suatu macam satuan komunikasi yang memiliki beban yang
khusus sifatnya.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1 Penelitian Deskriptif

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengidentifikasi


simbol dan tanda dalam film "Filosofi Kopi". Analisis semiotika
digunakan untuk memetakan dan menjelaskan berbagai elemen
semiotik yang terkandung dalam film tersebut.

3.1.2. Penelitian Interpretatif

Penelitian ini fokus pada interpretasi makna simbol dan tanda dalam
film "Filosofi Kopi". Analisis semiotika digunakan untuk menggali
makna yang tersembunyi atau mendalam dari simbol dan tanda yang
muncul dalam film tersebut, dan bagaimana makna tersebut dapat
berkontribusi pada pemahaman naratif atau tema film.

3.2. Lokasi dan Waktu penelitian


Desa Dolago, Kecamatan Parigi Selatan 07 Juni 2023.

3.3. Teknik Analisis Data

Analisis dalam data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen


merupakan upaya "mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola. mensistensikannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain" (Moleong, 2015:248).

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah bagian penelitian sangat penting


untuk mendpatkan data-data yang dibutuhkan. Penelitian ini
menggunakan teknik penghimpunan data yang dualakukan
peneliti yaitu:

1. Studi perpustakaan, yakni Teknik dalam. penghimpunan data


menggunakan Teknik penelitian kepustakaan pengumpulan
data-data menelaah denagan dan teori, buku-buku, pendapat-
pendapat. dan dokumentasi Adapun website yang telah
diperoleh oleh peneliti dengan melakukan penelitian yang akan
digunakan.

2. Observasi, peneliti memakai observasi dalam melihat dan


mempelajari film Filosofi Kopi, oleh karna itu bisa didapati
makna dalam film tersebut, dan kemudian menggarap
informasi yang diperoleh menjadi informasi yang berkaitan
dengan penelitian.

3. Dokumentasi, melakukan dengan cara men-screenshoot scene


dari film Filosofi Kopi. Teknik ini adalah Teknik pengambilan
data dari berbagai sumber. Unit analisis penelitian ini memakai
dialog dan visual pada film Filosofi Kopi. dokumen yang di
screenshot adalah dokumen yang dapat mewakili dari makna
dari perjuangan menurut peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

Lantowa, J., Marahayu, N. M., & Khairussibyan, M. (2017). Semiotika: Teori,

Metode, dan Penerapannya dalam Penelitian Sastra. Deepublish.

Lustyantie, N. (2012, December). Pendekatan semiotik model Roland Barthes dalam

karya sastra Prancis. In Seminar Nasional Fib Ui (pp. 1-15).

Mudjiono, Y. (2020). Kajian Semiotika dalam film. Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(1),

125-138.

Piliang, Y. A. (2004). Semiotika teks: Sebuah pendekatan analisis teks. Mediator:

Jurnal Komunikasi, 5(2), 189-198.

Sartini, N. W. (2007). Tinjauan teoritik tentang semiotik. Jurnal Unair: Masyarakat

Kebudayaan Dan Politik, 20(1), 1-10.


Diahloka, C. (2012). Pengaruh Sinetron Televisi Dan Film Terhadap Perekmbangan

Moral Remaja. Reformasi, 2(1).

Sya'dian, T. (2015). Analisis Semiotika pada Film Laskar Pelangi. PROPORSI:

Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(1), 51-63.

Utama, R. P., & Salim, R. F. (2021). Makna Perjuangan pada Film Filosofi Kopi.

Dialog, 6(2), 102-113.

Anda mungkin juga menyukai