Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS SEMIOTIKA VISUAL DALAM FILM FILOSOFI KOPI

PROPOSAL

MOHAMMAD FAISAL
A 111 19 054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2023

1
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL

“ANALISIS SEMIOTIKA VISUAL DALAM FILM FILOSOFI KOPI”

MOHAMMAD FAISAL

A11119054

Telah diperiksa dan disetujui untuk melakukan seminar proposal

Pembimbing

Dr. Moh. Tahir, M.Hum

NIP. 19620512 198702 1001

Mengetahui,

Koordinator Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. Ulinsa, M.Hum

NIP. 19780405 200501 2 002

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL............................................................................................................. i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------1

1.1.--------------------------------------------------------------------------------------Latar
Belakang---------------------------------------------------------------------------1
1.2.--------------------------------------------------------------------------------------Rumusan
Masalah----------------------------------------------------------------------------2
1.3.--------------------------------------------------------------------------------------Tujuan
penelitian---------------------------------------------------------------------------2
1.4.--------------------------------------------------------------------------------------Manfaat
Penelitian--------------------------------------------------------------------------3
1.5.--------------------------------------------------------------------------------------Batasan
Istilah-------------------------------------------------------------------------------3
BAB II KAJIAN DAN KERANGKA BERPIKIR-----------------------------------4
2.1. Penelitian Relevan---------------------------------------------------------------5
2.2. Kajian Pustaka--------------------------------------------------------------------5
2.2.1. Definisi Semiotika ------------------------------------------------------------6
2.2.2. Jenis-jenis Semiotika----------------------------------------------------------10
2.2.3. Pengertian Film----------------------------------------------------------------10
2.2.4. Analisis Film Filosofi Kopi--------------------------------------------------11
2.2.5. Sejarah Singkat Semiotika----------------------------------------------------12
BAB III METODE PENELITIAN-------------------------------------------------------13
3.1. Jenis Penelitian-------------------------------------------------------------------13
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian--------------------------------------------------14
3.3. Teknik Analisis Data-------------------------------------------------------------14
3.4. Teknik Pengumpulan Data------------------------------------------------------14

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Latar belakang proposal pendidikan sastra dan bahasa Indonesia tentang semiotika

visual dalam film “Filosofi Kopi” berkaitan dengan kebutuhan akan pemahaman yang

lebih baik terhadap bahasa visual dalam film, terutama dalam konteks karya sastra.

Dalam era digital seperti sekarang, visualisasi menjadi semakin penting dalam

menyampaikan pesan dalam bentuk teks, gambar, dan suara. Film adalah salah satu

media visual yang mampu menyampaikan pesan secara komprehensif melalui elemen-

elemennya seperti gambar, suara, dan gerak.

Dalam konteks film “Filosofi Kopi”, semiotika visual menjadi topik yang

relevan untuk dikaji. Film ini diadaptasi dari novel karya Dewi Lestari dengan judul

yang sama dan disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko. Film ini menceritakan

tentang perjalanan dua sahabat, Ben dan Jody, dalam menjalankan bisnis kopi

mereka. Di samping cerita yang menarik, film ini juga menawarkan elemen visual

yang menarik, seperti pencahayaan yang indah, penggunaan warna yang

menonjolkan suasana, dan simbol-simbol yang dipakai untuk menceritakan karakter

dan cerita.

Oleh karena itu, proposal ini akan membahas pentingnya memahami semiotika

visual dalam film “Filosofi Kopi” sebagai bentuk kearifan lokal yang kaya dan

dapat menjadi inspirasi untuk mengembangkan literasi visual. Melalui pemahaman

semiotika visual, kita dapat mengenali elemen-elemen dalam film yang tidak hanya

berfungsi sebagai hiasan tetapi juga sebagai bagian dari pesan dan cerita yang

1
2

disampaikan. Selain itu, pengetahuan tentang semiotika visual juga akan membantu

meningkatkan kemampuan analisis dan kritis kita dalam memahami karya sastra

dan visual.

Dalam hal ini, pembahasan tentang semiotika visual dalam film “Filosofi Kopi"

diharapkan dapat menjadi bahan ajar yang berguna bagi mahasiswa atau siswa di

bidang sastra dan bahasa Indonesia. Dengan pemahaman yang baik tentang

semiotika visual, diharapkan kita dapat lebih menghargai keindahan dan kekayaan

sastra Indonesia serta meningkatkan apresiasi terhadap karya seni visual.

Alasan saya mengambil judul Film “Filosofi Kopi” adalah karna film tersebut

memiliki banyak elemen simbolik yang kuat. Dalam analisis semiotika, simbol-

simbol ini dapat dipelajari dan ditafsirkan untuk memahami makna yang lebih

dalam di balik cerita. Misalnya, kopi dapat menjadi simbol kehidupan, perjalanan,

atau refleksi diri. Analisis semiotika dapat membantu mengungkapkan simbol-

simbol ini dan bagaimana mereka berkontribusi pada pesan dan tema film.

1.2. Rumusan Masalah

 Bagaimana definisi semiotika dalam film filosofi kopi ?

 Apa saja tanda-tanda semiotika yg digunakan dalam film "Filosofi Kopi" untuk

menyampaikan pesan-pesan filosofis.

1.3. Tujuan penelitian

Untuk menghindari kesimpang siuran dalam memahami istilah yang digunakan dalam

penelitian ini, maka perlu adanya definisi istilah. Adapun istilah-istilah yang perlu

didefinisikan sebagai berikut:

1. Menjelaskan definisi semiotika yang terkait dengan konsep filosofi, kopi, dan elemen
3

lain yang muncul dalam film.

2. Menjelaskan tanda dan makna pesan filosofis yang disampaikan oleh film”Filosofi

Kopi” terhadap pemirsa.

Menganalisis tanda dan makna Film “Filosofi Kopi” dikenal karena penggunaan

simbol yang kaya. Penelitian semiotika dapat membantu mengidentifikasi dan

menganalisis simbol-simbol ini, baik yang eksplisit maupun yang tersirat, serta

memahami makna yang ingin disampaikan oleh sutradara melalui penggunaan

simbol tersebut.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis yang berguna bagi

mahasiswa dan peneliti lainnya.

1.4.1. Bagi Mahasiswa

Peningkatan pemahaman tentang semiotika visual melalui peneliti ini,

mahasiswa memperdalam pemahaman mereka tentang semiotika visual bagaimana

elemen-elemen visual dalam film dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dan

makna yang dalam.

1.4.2. Bagi Peneliti

Pemahaman yang lebih baik tentang semiotika visual. Penelitian ini akan

membantu peneliti untuk memahami konsep-konsep semiotika visual dengan baik

dan mengaplikasikannya dalam konteks film.

1.5 Batasan Istilah

Semiotika adalah studi tentang tanda-tanda dan makna mereka, dalam konteks analisis

semiotika visual, semiotika melibatkan identifikasi, analisis, dan interpretasi tanda-tanda

visual yang digunakan dalam film, adapun jenis-jenis batasan istilah adalah sebagai berikut :

1. Tanda : Representasi yang menghubungkan suatu objek atau konsep dengan makna
4

tertentu, Tanda dalam konteks analisis semiotika visual dapat berupa gambar, objek,

gerakan, simbol, warna, dan elemen visual lainnya yang hadir dalam film.

2. Makna : Interpretasi yang diberikan pada tanda. Dalam analisis semiotika visual, makna

merujuk pada pemahaman yang dibangun oleh penonton melalui tanda-tanda visual

dalam film

3. Simbol : Representasi visual, objek, tindakan, atau konsep yang memiliki makna lebih

dalam daripada makna literalnya. Simbol dalam konteks film “Filosofi Kopi” adalah

elemen-elemen yang digunakan untuk menyampaikan ide, tema, atau pesan tertentu.

4. Filososi Kopi : Merujuk pada film yang menjadi objek analisis. “Filosofi Kopi” adalah

film Indonesia yang disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko, yang didasarkan pada

novel dengan judul yang sama karya Dee Lestari.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Penelitian Relevan

Adapun Perbedaan semiotika antara film filosofi kopi dengan film cek toko sebelah sebagai

berikut :

“Filosofi Kopi” menggunakan semiotika yang berkaitan dengan dunia kopi dan

budaya kafe. Misalnya, gelas kopi, mesin kopi, atau proses yang menyeduh kopi dapat

menjadi simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan filosofis.

Sementara itu, “Cek Toko Sebelah” menggunakan semiotika yang berkaitan dengan

dunia toko dan bisnis keluarga. Toko dan produk yang dijual di dalamnya, seperti baju

dan peralatan rumah tangga. Dapat menjadi simbol yang menggambarkan hubungan

antara anggota keluarga dan konflik yang terjadi.

Persamaan semiotika nya yaitu penggunaan simbol tanda dan makna dalam analisis

semiotika visual dapat mengidentifikasikan simbol-simbol dan tanda-tanda yang

digunakan dalam kedua film tersebut. Misalnya, dalam “Filosofi Kopi” simbol-simbol

seperti cangkir kopi, biji kopi, atau steam dari secangkir kopi dapat menggambarkan

filosofi hidup atau kehidupan kafe. Sedangkan dalam Film “Cek Toko Sebelah” simbol-

simbol seperti toko, produk-produk di toko, atau tanda-tanda harga dapat membawa

makna tentang kehidupan bisnis keluarga atau konflik sosial.

2.2. Kajian Pustaka

Kata semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti tanda. Maka semiotika

berarti ilmu tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian

tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda seperti sistem tanda dan proses

5
6

yang berlaku bagi penggunaan tanda (Zoest, 1993:1). Semiotika memiliki dua tokoh, yakni

Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh

tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama

lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan adalah

linguistik, sedangkan Peirce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya

semiologi (semiology), sedangkan Pierce menyebutnya semiotika. Baik istilah semiotika

maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda (the

science of signs) tanpa adanya perbedaan pengertian yang terlalu tajam (Budiman,

2011:3). Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Zoest (1993:2) bahwa Saussure

menampilkan semiotik dengan membawa latar belakang ciri-ciri linguistik yang

diistilahkan dengan semiologi, sedangkan Peirce menampilkan latar belakang logika yang

diistilahkan dengan semiotik. Peirce mendudukkan semiotika pada berbagai kajian

ilmiah.

Pada tahun 1956, Roland Barthes yang membaca karya Saussure: Cours de

linguistique générale melihat adanya kemungkinan menerapkan semiotik ke bidang-

bidang lain. Ia mempunyai pandangan yang bertolak belakang dengan Saussure mengenai

kedudukan linguistik sebagai bagian dari semiotik. Menurutnya, sebaliknya, semiotik

merupakan bagian dari linguistik karena tanda- tanda dalam bidang lain tersebut dapat

dipandang sebagai bahasa, yang mengungkapkan gagasan (artinya, bermakna),

merupakan unsur yang terbentuk dari penanda-petanda, dan terdapat di dalam sebuah

struktur. Di dalam semiologi Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat

pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih

diasosiasi dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi untuk melawan keharfiahan

denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya.
7

Baginya yang ada hanyalah konotasi, la lebih lanjut mengatakan bahwa makna "harfiah"

merupakan sesuatu yang bersifat alami yang dikenal dengan teori signifikasi.

Teori ini berlandaskan teori tentang tanda yang dikemukakan oleh Ferdinand de

Saussure, hanya saja dilakukan perluasan makna dengan adanya pemaknaan yang

berlangsung dalam dua tahap. sebagaimana tampak dalam bagan berikut :

Bagian Perluasan Makna

Berdasarkan bagan itu, pemaknaan terjadi dalam dua tahap. Tanda (penanda dan

petanda) pada tahap pertama dan menyatu sehingga dapat membentuk penanda pada tahap

kedua, kemudian pada tahap berikutnya penanda dan petanda yang yang telah menyatu ini

dapat membentuk petanda baru yang merupakan perluasan makna. Contoh, penanda (imaji

bunyi), mawar mempunyai hubungan RI (relasi) dengan petanda (konsep) "bunga yang

berkelopak susun dan harum". Setelah penanda dan petanda ini menyatu, timbul pemaknaan

tahap kedua yang berupa perluasan makna. Petanda pada tahap kedua disebutnya konotasi,

sedangkan makna tahap pertama disebut denotasi. Barthes tidak hanya mengemukakan

perluasan makna, melainkan juga menampilkan adanya perluasan bentuk yang disebutnya

metabahasa. Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa terjadi proses yang sama tetapi ada

perbedaannya, yaitu bahwa setelah penanda dan petanda ini menyatu, yang muncul adalah

tahap kedua yang berupa perluasan bentuk. Penanda pada tahap kedua ini menjadi "ros".

Penanda ini disebutnya metabahasa. Sebenarnya istilah denotasi dan konotasi telah lama
8

dikenal. Jasa Barthes adalah memperlihatkan proses terjadinya kedua istilah tersebut

sehingga menjadi jelas darimana datangnya perluasan makna itu.

Dengan demikian, semiologi Barthes tersusun atas tingkatan-tingkatan sistem bahasa

dalam dua tingkatan bahasa. Bahasa pada tingkat pertama adalah bahasa sebagai objek dan

bahasa tingkat kedua yang disebutnya metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda

yang berisi penanda dan petanda. Sistem tanda kedua terbangun dengan menjadikan

penanda dan petanda tingkat pertama sebagai petanda baru yang kemudian memiliki

penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf yang lebih tinggi. Sistem

tanda pertama disebutnya dengan istilah denotosi atau sistem terminologis, sedang sistem

tanda tingkat kedua disebutnya sebagai konotasi atau sistem retoris atau mitologi. Konotasi

dan metabahasa adalah cermin yang berlawanan satu sama lain. Metabahasa adalah operasi-

operasi yang membentuk mayoritas bahasa-bahasa ilmiah yang berperan untuk menerapkan

sistem riil, dan dipahami sebagai petanda, di luar kesatuan penanda-penanda asli, di luar

alam deskriptif. Sementara itu, konotasi meliputi bahasa-bahasa yang utamanya bersifat

sosial dalam hal pesan literal memberi dukungan bagi makna kedua dari sebuah tatanan

artifisial atau ideologis secara umum.

Dalam kajian tekstual khususnya karya sastra, Barthes menggunakan naratif

struktural (structural analisis of narrative) yang analisis dikembangkannya. Dengan

menggunakan metode ini, Barthes menganalisis berbagai bentuk naskah, seperti novel

Sarrasine karya Balzac, naskah karya Edgar Alan Poe dan ayat-ayat dari kitab injil.

2.2.2. Definisi Semiotika

Semiotika mempelajari relasi elemen-elemen tanda di dalam sebuah sistem berdasarkan

aturan main dan konvensi tertentu, serta mengkaji peran tanda sebagai bagian dari

kehidupan sosial. Semiotika teks adalah cabang semiotika, yang secara khusus mengkaji
9

teks dalam berbagai bentuk dan tingkatannya. Analisis teks adalah cabang dari semiotika

teks, yang secara khusus mengkaji teks sebagai sebuah ‘produk penggunaan bahasa’berupa

kumpulan atau kombinasi tanda-tanda. Teks didefinisikan sebagai pesan-pesan—baik yang

menggunakan tanda verbal maupun visual; dan secara lebih spesifik, ia adalah pesan-pesan

tertulis, yaitu produk bahasa dalam bentuk tulisan. Tanda merupakan bagian dari kehidupan

sosial. Melalui konvensi sosial, ia menjadi punya makna dan nilai sosial. Menurut

Saussure,‘tanda’merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari dua bidang, yaitu

bidang penanda (signifier) untuk menjelaskan ‘bentuk’atau ‘ekspresi’; dan bidang petanda

(signified), untuk menjelaskan ‘konsep’atau ‘makna’.

Sementara itu, Charles Sander Peirce mengelompokkan tipe tanda ke dalam tiga jenis,

yaitu indeks, ikon, dan simbol. Indeks adalah tanda di mana hubungan penanda (signifier)

dan petanda (signified) di dalamnya bersifat kausal, seperti hubungan antara asap dan api;

ikon adalah tanda di mana hubungan antara penanda dan petandanya bersifat keserupaan

(similitude); dan simbol adalah tanda yang hubungan penanda dan petandanya bersifat

arbitrer atau konvensional. Analisis teks beroperasi pada dua jenjang: Pertama, analisis tanda

secara individual, seperti jenis tanda, mekanisme atau struktur tanda, dan makna tanda

secara individual. Kedua, analisis tanda sebagai sebuah kelompok atau kombinasi, yaitu

kumpulan tanda-tanda yang membentuk apa yang disebut sebagai ‘teks’.

Analisis teks, menurut Roland Barthes, akan menghasilkan makna denotatif, yakni

makna tanda yang bersifat eksplisit, dan makna konotatif, yaitu makna tanda lapis kedua

yang bersifat implisit. penggunaan bahasa’berupa kumpulan atau kombinasi tanda-tanda,

khususnya yang menyangkut sistem tanda (sintaktik/paradigmatik), tingkatan tanda

(denotasi/konotasi), relasi antartanda (metafora/metonim), muatan mitos, dan ideologi di

baliknya. Piliang, Y. A. (2004)


10

2.2.3. Jenis-jenis Semiotika

Sampai saat ini, sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotik yang kita kenal

sekarang (Pateda, dalam Sobur, 2004). Jenis-jenis semiotik ini antara lain semiotik analitik,

diskriptif, faunal zoosemiotic, kultural, naratif, natural, normatif, sosial, struktural. Semiotik

analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa

semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat

dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang

yang mengacu pada obyek tertentu.

Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat

kita alami sekarang meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan

sekarang. Semiotik faunal zoosemiotic merupakan semiotik yang khusus memperhatikan

sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Semiotik kultural merupakan semiotik yang

khusus menelaah sistem tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat. Semiotik naratif

adalah semiotik yang membahas sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita

lisan (folklore). Semiotik natural atau semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang

dihasilkan oleh alam. Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus membahas sistem

tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma. Semiotik sosial merupakan

semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud

lambang, baik lambang kata maupun lambang rangkaian kata berupa kalimat. Semiotik

struktural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan

melalui struktur bahasa.

2.2.4. Pengertian Film

Istilah film pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plastic yang dilapisi dengan

zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam bidang fotografi film

ini menjadi media yang dominant digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang
11

tertangkap lensa. Pada generasi berikutnya fotografi bergeser pada penggunanaan media

digital elektronik sebagai penyimpan gambar.

Dalam bidang sinematografi perihal media penyimpan ini telah mengalami

perkembangan yang pesat. Berturut-turut dikenal media penyimpan selluloid (film), pita

analog, dan yang terakhir media digital (pita, cakram, memori chip). Bertolak dari

pengertian ini maka film pada awalnya adalah karya sinematografi yang memanfaatkan

media selluloid sebagai penyimpannya. Sejalan dengan media penyimpan dalam bidang

sinematografi, maka pengertian film telah bergeser. Sebuah film cerita dapat diproduksi

tanpa menggunakan selluloid (media film). Bahkan saat ini sudah semakin sedikit film yang

menggunakan media selluloid pada tahap pengambilan gambar.

Pada tahap pasca produksi gambar yang telah diedit dari media analog maupun digital

dapat disimpan pada media yang fleksibel. Hasil akhir karya sinematografi dapat disimpan

pada media selluloid, analog maupun digital. Perkembangan teknologi media penyimpan ini

telah mengubah pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan ke istilah yang

mengacu pada bentuk karya seni audio-visual. Singkatnya film kini diartikan sebagai suatu

genre (cabang) seni yang menggunakan audio (suara) dan visual (gambar) sebagai

medianya.

Kini kita berada dalam titik nadir. Sebagai media, apa yang disebut sinema seperti juga

radio telah berhasil menyelamatkan dirinya dari bulldozer komunikasi massa elektronik

yang begitu fenomenal, yakni TV. Bioskop tetap menjadi kuil gelap yang diziarahi dengan

penuh kepercayaan, dan makin kukuh dengan segenap spektakel audio-visual serba

spektakuler, yang tak akan pernah layer gelas seajaib apa pun. Jadi, medianya memang

selamat, begitu juga film Amerika.

2.2.5. Analisis Film


12

Penelitian ini menggunakan studi analisis semiotika melalui pendekatan semiotika

Roland Barthes. Semiotika adalah studi yang mempelajari bidang mengenai suatu objek,

suatu peristiwa atau kejadian dan suatu budaya sebagai sebuah tanda. Bermula dari Bahasa

Yunani yaitu semion, semiotika mempunyai arti yaitu penanda. Penanda tersebut adalah

sesuatu yang berdasarkan kebiasaan sosial yang disadari pada awalnya dan dianggap dapat

mewakili dari suatu hal lain. Secara istilah, semiotika dapat dikenalkan sebagai suatu bidang

yang mempelajari serangkaian luas objek, suatu kejadian, seluruh budaya sebagai suatu

tanda (Wibowo, 2013:4).Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

semiotika Roland Barthes yang mana sebuah petanda (Sign) sebagai salah satu sistem yang

tersusun dari (E) suatu ekspresi atau signifier dalam hubungannya (R) dengan konten

(Wibowo, 2013:21).

Dalam definisi Saussure (Sobur 2003), semiologi merupakan “sebuah yang mengkaji

kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat dan dengan demikian menjadi bagian dari

disiplin psikologi sosial. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya

tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya. Sementara istilah semiotika, yang

dimunculkan pada akhir abad 19 oleh filsuf aliran pragmatik Amerika Charles Sander Peirce,

merujuk kepada “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Yang menjadi dasar semiotika adalah

konsep tentang tanda: tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-

tanda, melainkan dunia itu sendiri pun-sejauh terkait dengan pikiran manusia-seluruhnya

terdiri atas tanda-tanda, karena jika tidak begitu, manusia tidak akan bisa menjalin

hubungannya dengan realitas


13

2.2.5 Sejarah Singkat Semiotika

Semiotika merupakan suatu studi ilmu atau metode analysis untuk mengkaji tanda dalam

suatu konteks skenario, gambar, teks, dan adegan di film menjadi sesuatu yang dapat

dimaknai. Sedangkan, kata “semiotika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang

berarti “tanda” atau seme yang berarti “penafsir tanda”, Semiotika berakar dari studi klasik

dan skolastik atas seni logika, retorika, dan etika Tanda-tanda adalah perangkat yang kita

pakai dalam upaya mencari jalan di dunia, di tengah-tengah manusia, dan bersama-sama

manusia, Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak

mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to

signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to

communicate). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa informasi,

dalam hal ini obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem

terstruktur dari tanda (Barthes, 1988; 179 dalam Kurniawan, 2001) Tanda-tanda (signs)

adalah basis dari seluruh komunikasi. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya

sendiri.dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu obyek atau idea dan suatu tanda”

Charles Sanders Pierce terkenal dengan teori tandanya. Berdasarkan obyeknya, Pierce

membagi tanda atas icon (ikon), indekx (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda

yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau
14

dengan kata lain,ikon adalah hubungan antara tanda dan obyek atau acuan yang bersifat

kemiripan, misalnya,potret dan peta Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya

hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat,

atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Simbol adalah tanda yang menunjukkan

hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungan diantaranya bersifat arbitrer

atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat

Teori Saussure adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa itu adalah sistem tanda, dan

setiap tanda itu tersusun atas dua bagian, yakni signifier (penanda) dan signified (petanda).

Menurut Saussure, bahasa merupakan suatu sistem tanda, dan setiap tanda kebahasaan,

menurutnya pada dasamya menyatakan sebuah konsep dan suatu citra suara (sound image),

bukan menyatakan sesuatu dengan sebuah nama. Suara yang muncul dari sebuah kata yang

diucapkan merupakan penanda (signifer), sedang konsepnya adalah petanda (signified) Dua

unsur tersebut tidak dapat dipisahkan sama sekali. Jika hal itu terjadi maka akan

menghancurkan kata itu sendiri.

Sementara itu Barthes melihat signifikasi sebagai sebuah proses yang total dengan suatu

susunan yang sudah terstruktur. Signifikasi itu itu tak terbatas pada bahasa,tetapi terdapat

pula pada hal-hal yang bukan bahasa. Pada akhirnya Barthes menanggap kehidupan sosial

sendiri merupakan suatu bentuk dari signifikasi. Dengan kata lain, kehidupan sosial, apapun

bentuknya merupakan suatu sistem tanda tersendiri pula”. Kehidupan sosial seringkali
15

digambarkan dalam tayangan film. Dengan demikian simbol yang tersirat dalam film dapat

ditransfer oleh penonton ke dalam kehidupannya.

Hal-hal yang memiliki arti simbolis tak terhitung jumlahnya. Dalam kebanyakan film setting,

memiliki arti simbolik yang penting sekali, karena tokoh-tokoh sering dipergunakan secara

simbolik. Dalam setiap bentuk cerita. Sebuah simbol adalah sesuatu yang kongkret (sebuah

obyek khusus, citra, pribadi, bunyi, kejadian atau tempat) yang mewakili atau melambangkan

suatu kompleks, ide, sikap-sikap, atau rasa sehingga memperoleh arti yang lebih besar dari

yang tersimpan dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu sebuah simbol adalah suatu macam

satuan komunikasi yang memiliki beban yang khusus sifatnya.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi analisis semiotika melalui pendekatan semiotika

Roland Barthes. Semiotika adalah studi yang mempelajari bidang mengenai suatu objek,

suatu peristiwa atau kejadian dan suatu budaya sebagai sebuah tanda. Bermula dari Bahasa

Yunani yaitu semion, semiotika mempunyai arti yaitu penanda. Penanda tersebut adalah

sesuatu yang berdasarkan kebiasaan sosial yang disadari pada awalnya dan dianggap dapat

mewakili dari suatu hal lain. Secara istilah, semiotika dapat dikenalkan sebagai suatu bidang

yang mempelajari serangkaian luas objek, suatu kejadian, seluruh budaya sebagai suatu tanda

(Wibowo, 2013:4).Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotika

Roland Barthes yang mana sebuah petanda (Sign) sebagai salah satu sistem yang tersusun

dari (E) suatu ekspresi atau signifier dalam hubungannya (R) dengan konten (Wibowo,

2013:21).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Analisa dalam penelitian ini adalah Filosofi Kopi yang di rilis pada tanggal 9 April

2015 di Indonesia. Film Filosofi Kopi ini memiliki durasi film 117 menit. Disutradarai Angga

Dwimas sasongko dan ditulis oleh Dewi Lestari.

16
17

3.3. Teknik Analisis Data

Analisis dalam data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen merupakan upaya

“mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola.

Mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa

yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain” (Moleong,

2015:248).

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah bagian penelitian sangat penting untuk mendapatkan data-

data yang dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan teknik penghimpunan data yang di

lakukan peneliti yaitu:

1. Studi perpustakaan, yakni Teknik dalam. Penghimpunan data menggunakan

Teknik penelitian kepustakaan pengumpulan data-data menelaah denagan dan

teori, buku-buku, pendapat-pendapat. Dan dokumentasi Adapun website yang

telah diperoleh oleh peneliti dengan melakukan penelitian yang akan digunakan.

2. Observasi, peneliti memakai observasi dalam melihat dan mempelajari film

Filosofi Kopi, oleh karna itu bisa didapati makna dalam film tersebut, dan

kemudian menggarap informasi yang diperoleh menjadi informasi yang berkaitan

dengan penelitian.
18

3. Dokumentasi, melakukan dengan cara men-screenshoot scene dari film Filosofi

Kopi. Teknik ini adalah Teknik pengambilan data dari berbagai sumber. Unit

analisis penelitian ini memakai dialog dan visual pada film Filosofi Kopi.

Dokumen yang di screenshot adalah dokumen yang dapat mewakili dari makna

dari perjuangan menurut peneliti.


DAFTAR PUSTAKA

Lantowa, J., Marahayu, N. M., & Khairussibyan, M. (2017). Semiotika: Teori, Metode, dan
Penerapannya dalam Penelitian Sastra. Deepublish.

Lustyantie, N. (2012, December). Pendekatan semiotik model Roland Barthes dalam karya
sastra Prancis. In Seminar Nasional Fib Ui (pp. 1-15).

Mudjiono, Y. (2020). Kajian Semiotika dalam film. Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(1), 125-138.

Piliang, Y. A. (2004). Semiotika teks: Sebuah pendekatan analisis teks. Mediator: Jurnal
Komunikasi, 5(2), 189-198.

Sartini, N. W. (2007). Tinjauan teoritik tentang semiotik. Jurnal Unair: Masyarakat


Kebudayaan Dan Politik, 20(1), 1-10.

Diahloka, C. (2012). Pengaruh Sinetron Televisi Dan Film Terhadap Perekmbangan Moral
Remaja. Reformasi, 2(1).

Sya'dian, T. (2015). Analisis Semiotika pada Film Laskar Pelangi. PROPORSI: Jurnal


Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(1), 51-63.

Utama, R. P., & Salim, R. F. (2021). Makna Perjuangan pada Film Filosofi Kopi. Dialog,
6(2), 102-113.

Anda mungkin juga menyukai