LAMBANG
Lambang adalah sesuatu seperti tanda (lukisan, lencana, dan sebagainya) yang menyatakan suatu
hal atau mengandung maksud tertentu.
Lambang adalah tanda pengenal yang tetap (menyatakan sifat, keadaan, dan sebagainya)
contoh: 'peci putih dan serban ialah lambang haji'
Lambang adalah huruf atau tanda yang digunakan untuk menyatakan unsur, senyawa, sifat, atau
satuan matematika.
Contoh :
2. lambang struktur : Gambar yang menunjukkan susunan atom dalam suatu senyawa organic
BUNYI
Bunyi adalah sesuatu yang terdengar (didengar) atau ditangkap oleh telinga
contoh: 'bunyi meriam bunyi burung'
Nada adalah laras (pada alat musik atau nyanyian dan sebagainya).
contoh: 'bunyi piano bunyi gamelan'
Bunyi adalah Kesan pada pusat saraf sebagai akibat getaran gendangan telinga yang bereaksi
karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara (Linguistik)
contoh: 'dalam bahasa Jepang bunyi "n" dan "ng" pada akhir kata hampir tidak berbeda'
Ucapan apa yang tertulis (surat, huruf, dan sebagainya)
contoh: 'bagaimana bunyi surat itu'
ARTIKULASI
Artikulasi adalah bagian dari bunyi Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan
pengertian artikulasi adalah perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk
menghasilkan bunyi bahasa.
Dalam kajian teori penelitian yang diterbitkkan Universitas Negeri Semarang (UNNES),
pengertian artikulasi adalah cara mengucapkan kata-kata sambil bersuara. Meningkatkan
artikulasi adalah meningkatkan cara pengucapan kata-kata agar mudah dimengerti.
Pahami bahwa artikulasi adalah berbeda dengan intonasi. Apabila artikulasi adalah berhubungan
dengan cara mengucapkan kata-kata, intonasi adalah berhubungan dengan tinggi rendahnya
pelafalan sebuah kalimat saat berbicara.
Pengertian Artikulasi
Memahami artikulasi adalah bagian dari seni suara atau berbicara. KBBI menjelaskan pengertian
artikulasi adalah bagian dari lafal atau pengucapan kata. Lebih mendalam, pengertian artikulasi
adalah perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi bahasa.
Artikulasi adalah tercipta ketika kata-kata yang keluar selaras dengan suaranya. Dalam kajian
teori penelitian yang diterbitkkan Universitas Negeri Semarang, pengertian artikulasi adalah cara
mengucapkan kata-kata sambil bersuara. Meningkatkan artikulasi adalah meningkatkan cara
pengucapan kata-kata agar mudah dimengerti.
Apabila dipahami dari asal-usul katanya, pengertian artikulasi adalah berasal dari kata bahasa
Inggris “articulation” yang artinya pengucapan. Hal ini dijelaskan dalam modul berjudul Konsep
Dasar Artikulasi dan Optimalisasi Fungsi Pendengaran (AOFP) yang dipublikasikan Universitas
Pendidikan Indonesia.
Pengertian artikulasi adalah bagian dari pengucapan, maksudnya pengucapan lambang bunyi
bahasa sesuai dengan pola-pola standar sehingga dipahami oleh orang lain. Pengertian artikulasi
adalah gerakan-gerakan otot bicara yang digunakan untuk mengucapkan lambang-lambang bunyi
bahasa sehingga bisa dipahami orang lain.
Memahami artikulasi adalah berbeda dengan intonasi. Apabila artikulasi adalah berhubungan
dengan cara mengucapkan kata-kata, intonasi adalah berhubungan dengan tinggi rendahnya
pelafalan sebuah kalimat saat berbicara.
Hakikat Bahasa
Dari beberapa keterangan yang diambil dari berbagai sumber, maka penulis akan menjelaskan
tentang hakikat bahasa tersebut secara sederhana dan hal-hal yang akan dijelaskan kemudian
merupakan beberapa dari poin inti dari hakikat bahasa. Berikut paparan dari sifat-sifat tersebut
secara rinci :
Pyles dan algeo (1993) menyebutkan bahwa terdapat dua tingkatan dalam sistem
bahasa yang mereka sebut sebagai duality of patterning yang jika diterjemahkan menjadi
kaidah ganda sistem bahasa. Kedua tingkatan ini mencakup komponen makna dan bentuk.
Komponen bentuk yang berupa bunyi dipelajari oleh cabang linguistik yaitu fonetik atau
fonologi sedangkan komponen makna ditelaah oleh semantik dan tata bahasa.
Lebih jauh, Chaer (2007) menjelaskan, sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus
bersifat sistemis. Dengan sistemis, artinya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola dan tidak
tersusun secara acak atau secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan
merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-sub sitem atau sistem bawaan. Dapat
disebutkan sistem bawaan tersebut antara lain: subsistem fonologi, morfologi, sintaksis dan
subsistem semantik.
Dalam kehidupannya, manusia selalu menggunakan lambang. Oleh karena itu, Earns
Cassirer menyatakan bahwa manusia adalah makhluk bersimbol (animal
symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas dari lambang, termasuk alat
komunikasi verbal yang disebut dengan bahasa.
Contoh pengertian arbitrer tersebut dapat kita lihat sehari-hari dalam kehidupan kita, hal tersebut
terbukti antra rangkaian bunyi-bunyi dengan makna yang dikandungnya. Mengapa bahan bakar
sepeda motor disebut dengan bensin tidak kecap, binatang tertentu di Indonesia disebut kuda, di
Inggris horse, di Arab faras dan akan terus berbeda diwilayah-wilayah lain tentang
penyebutannya.
Itulah yang disebut dengan arbitrer atau manasuka yang tidak akan bisa ditemukan alsan
penyebutannya yang berbeda-beda dikarenakan sifat ke-arbitreran-nya. Andaikata bahasa itu
tidak arbitrer, sudah barang tentu dapat kita pastikan bahwa sebutan untuk kuda hanya akan ada
satu kata dalam bahasa manusia, tidak ada lagi penyebutan kuda, horse, faras dan lain
sebagainya, hanya akan ada satu penyebutan.
Contohnya adalah lambang bahasa yang berwujud bunyi “kuda”; lambang ini mengacu pada
konsep “sejenis binatang berkaki empat yang dapat dikendarai”, kemudian konsep tersebut
dihubungkan dengan benda yang ada didalam dunia nyata. Jadi, secara sederhana dapat
dikatakan bahwa “kuda” merupakan lambang bunyi, “sejenis binatang berkaki empat yang dapat
dikendarai” merupakan konsep dan “kuda” yang ada didalam dunia nyata merupakan wujud dari
lambang bunyi tersebut.
Contohnya adalah, adanya kesepakatan dalam masyarakat bahasa Indonesia untuk menyebut
suatu benda beroda dua yang dapat dikendarai dengan dikayuh, yang secara arbitrer
dilambangkan dengan bunyi “sepeda”, maka anggota masyarakat bahasa Indonesia “seluruhnya”
harus mematuhinya. Jika tidak diapatuhi dan kemudian diganti dengan dengan lambang lain,
maka komunikasi antar masyarakat akan terhambat.
Oleh karena itu, jika ke-arbitreran bahasa terletak pada antara lambang-lambang bunyi dengan
konsep yang dilambangkannya, maka ke-konvensionalan bahasa terletak pada kepatuhan para
penutur bahasa untuk menggunakan lambang-lambang itu sesuai dengan konsep yang
dilambangkan.
Karena keterkaitan dan keterikatan manusia dengan bahasa, dan kehidupan manusiapun akan
terus berubah dan tidak tetap, maka bahasa-pun menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, tidak
statis. Karena itulah bahasa itu disebut dinamis.
Perubahan bahasa dapat terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik
maupun leksikon. Namun perubahan yang paling terlihat dan paling sering terjadi adalah pada
tataran leksikon dan semantik. Hampir setiap saat terdapat kata-kata baru muncul sebagai akibat
dari perubahan budaya dan ilmu, atau terdapat kata-kata lama muncul dengan makna baru.
Dengan terjadinya perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, tentu secara
otomatis akan bermunculan konsep-konsep baru yang tentunya disertai wadah penampungnya,
yaitu kata-kata atau istilah-istilah baru. Kalau-pun kelahiran konsep tersebut belum disertai
dengan wadahnya, maka manusia sendiri yang akan meciptakan istilahnya.
Anggota mayarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status
sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama, baik dari segi pendidikan, profesi,
usia dan lain-lain. Oleh karena latar belakang dan lingkungan yang tidak sama, maka bahasa
yang digunakan beragam atau bervariasi, dimana antara variasi atau ragam yang satu dengan
yang lain seringkali memiliki perbedaan yang besar.
Mengenai variasi bahasa, terdapat tiga istilah yang dipandang perlu untuk diketahui, yaitu
idiolek, dialek dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan.
Artinya setiap orang memiliki ciri khas bahasa masing-masing, contohnya adalah bahasa-bahasa
penulis seperti Hamka, Andrea Hirata dan lain-lain yang tentu berbeda satu sama lain.
Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu
tempat atau suatu waktu. Contohnya adalah dialek Banyumas, dialek Surabaya, bahasa Indonesia
zaman Balai Pustaka dan sebagainya.
Adapun ragam atau ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan
atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal, digunakan ragam bahasa yang disebu dengan
ragam baku, untuk situasi yang tidak formal, digunakan ragam yang tidak baku. Begitu pula
dapat dilihat dari sisi sarana, terdapat ragam tulisan dan lisan dan masih banyak lagi ragam-
ragam lainnya.
Sistematik
bahasa itu tersusun secara teratur dan mempunyai arti. kata-kata yang tersusun itu menjadi
frasa. Bila frasa itu digabung dengan kata lain,akan menjadi klausa,ketika klausa diberi intonasi
atau diikuti klausa lain, akan menjadi kalimat.
Arbitter
bahasa memiliki hubungan dengan kenyataan.Antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain
mempunyai hubungan dan dilambangkan dengan kata yang berbeda. misalnya, kata Matahari,
merujuk pada benda langit yang ada ditata surya dan sangat panas, memiliki sebutan lain
yaitu : sun,son,serengenge, dan panonpoe . bahasa memungkinkan semua orang dalam suatu
kebudayaan untuk berinteraksi/berkomunikasi.
Vokal
Bahasa didasari oleh bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. bunyi tersebut
divisualisasikan dalam bentuk tulisan yang disebut huruf. Dalam sistem tulisan, gabungan huruf
membentuk suku kata dan kata.
Bermakna
bahasa memiliki makna. webber (dalam New Collegiate Dictionary, 1981) mengatakan bahwa
bahasa merupakan alat yang sistematik untuk menyampaikan gagasan dengan memakai tanda-
tanda, bunyi-bunyi, isyarat atau ciri konvensional yang memiliki arti dan dimengerti.
Komunikatif
Ada di masyarakat
bahasa tampil dalam banyak model, idiotek, dialek dan bahasa itu sendiri. di samping itu, ada
orang yang dapat menguasai lebih dari satu bahasa.
Fungsi Bahasa
Berikut ini terdapat beberapa fungsi bahasa, terdiri atas:
1. Bahasa sebagai sarana komunikasi
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat. Fungsi tersebut
digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam,
misalnya : komunikasi ilmiah, komunikasi bisnis, komunikasi kerja, dan komunikasi sosial, dan
komunikasi budaya.
Dengan bahasa orang dapat menyatakan hidup bersama dalam suatu ikatan. Misalnya : integritas
kerja dalam sebuah institusi, integritas karyawan dalam sebuah departemen, integritas keluarga,
integritas kerja sama dalam bidang bisnis, integritas berbangsa dan bernegara.
Bahasa sebagai kontrol sosial berfungsi untuk mengendalikan komunikasi agar orang yang
terlibat dalam komunikasi dapat saling memahami. Masing-masing mengamati ucapan, perilaku,
dan simbol-simbol lain yang menunjukan arah komunikasi. Bahasa kontrol ini dapat diwujudkan
dalam bentuk : aturan, anggaran dasar, undang-undang dan lain-lain.
Dalam membangun karakter seseorang harus dapat memahami dan mengidentifikasi kondisi
dirinya terlebih dahulu. Ia harus dapat menyebutkan potensi dirinya, kelemahan dirinya,
kekuatan dirinya, bakat, kecerdasan, kemampuan intelektualnya, kemauannya, tempramennya,
dan sebagainya. Pemahaman ini mencakup kemampuan fisik, emosi, inteligensi, kecerdasan,
psikis, karakternya, psikososial, dan lain-lain. Dari pemahaman yang cermat atas dirinya,
seseorang akan mampu membangun karakternya dan mengorbitkan-nya ke arah pengembangan
potensi dan kemampuannya menciptakan suatu kreativitas baru.
Untuk menjamin efektifitas komunikasi, seseorang perlu memahami orang lain, seperti dalam
memahami dirinya. Dengan pemahaman terhadap seseorang, pemakaian bahasa dapat mengenali
berbagai hal mencakup kondisi pribadinya: potensi biologis, intelektual, emosional, kecerdasan,
karakter, paradigma, yang melandasi pemikirannya, tipologi dasar tempramennya (sanguines,
melankolis, kholeris, flagmatis), bakatnya, kemampuan kreativitasnya, kemempuan inovasinya,
motifasi pengembangan dirinya, dan lain-lain.
Bahasa sebagai alat untuk mengamati masalah tersebut harus diupayakan kepastian konsep,
kepastian makna, dan kepastian proses berfikir sehingga dapat mengekspresikan hasil
pengamatan tersebut secara pasti. Misalnya apa yang melatar belakangi pengamatan, bagaimana
pemecahan masalahnya, mengidentifikasi objek yang diamati, menjelaskan bagaimana cara
(metode) mengamati, apa tujuan mengamati, bagaimana hasil pengamatan,. dan apa kesimpulan.
Kemampuan berfikir logis memungkinkan seseorang dapat berfikir logis induktif, deduktif,
sebab – akibat, atau kronologis sehingga dapat menyusun konsep atau pemikiran secara jelas,
utuh dan konseptual. Melalui proses berfikir logis, seseorang dapat menentukan tindakan tepat
yang harus dilakukan. Proses berfikir logis merupakn hal yang abstrak. Untuk itu, diperlukan
bahasa yang efektif, sistematis, dengan ketepatan makna sehingga mampu melambangkan
konsep yang abstrak tersebut menjadi konkret.
Kecerdasan berbahasa terkait dengan kemampuan menggunakan sistem dan fungsi bahasa dalam
mengolah kata, kalimat, paragraf, wacana argumentasi, narasi, persuasi, deskripsi, analisis atau
pemaparan, dan kemampuan mengunakan ragam bahasa secara tepat sehingga menghasilkan
kreativitas yang baru dalam berbagai bentuk dan fungsi kebahasaan.
Bahasa sebagai sarana berekspresi dan komunikasi berkembang menjadi suatu pemikiran yang
logis dimungkinkan untuk mengembangkan segala potensinya. Perkembangan itu sejalan dengan
potensi akademik yang dikembangkannya. Melalui pendidikan yang kemudian berkembang
menjadi suatu bakat intelektual. Bakat alam dan bakat intelektual ini dapat berkembang spontan
menghasilkan suatu kretifitas yang baru.
Prinsip terpadu
Di dalam kurikulum tingkat pendidikan(KTSP), standar kopetensi (SK) dan kopetensi dasar(KD)
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dipilih menjadi empat aspek keterampilan bahasa, yaitu
menyimak, beerbicara, membaca dan menulis.
Prinsip apresiatif
Prisip apresiasi dalam kegiatan berbahasa merupakan wujud perhatian dan penghargaan antar
pelaku komunikasi, sehingga terbentuk kegiatan komunikasi yang harmonis.
Daftar Pustaka:
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai
pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang
satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia
merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia
dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus
1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa
negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa
bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari
bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua
franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang
menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M
(Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686
M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan
huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada
zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832
M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa
Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku
pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di
Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun
sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara
lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-
Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana,
1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan
dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di
Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan
Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh,
berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah
Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di
wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa
perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena
bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan
bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara
dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap
kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan
bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai
variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya
rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit
pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam
perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia,
yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan
kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan
bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah
mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa
negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di
tingkat pusat maupun daerah.