Anda di halaman 1dari 15

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 

(KBBI), sistem adalah perangkat unsur yang secara


teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Sistem juga diartikan sebagai
susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dan sebagainya. KBBI juga
mendefinisikan pengertian sistem sebagai sebuah metode.

LAMBANG

Lambang adalah sesuatu seperti tanda (lukisan, lencana, dan sebagainya) yang menyatakan suatu
hal atau mengandung maksud tertentu.

contoh: 'gambar tunas kelapa lambang Pramuka warna biru ialah lambang kesetiaan'

Lambang adalah tanda pengenal yang tetap (menyatakan sifat, keadaan, dan sebagainya)
contoh: 'peci putih dan serban ialah lambang haji'

Lambang adalah huruf atau tanda yang digunakan untuk menyatakan unsur, senyawa, sifat, atau
satuan matematika.

Contoh :

1. Lambang Negara : Simbol resmi suatu Negara

2. lambang struktur : Gambar yang menunjukkan susunan atom dalam suatu senyawa organic

BUNYI

Bunyi adalah sesuatu yang terdengar (didengar) atau ditangkap oleh telinga
contoh: 'bunyi meriam bunyi burung'
Nada adalah laras (pada alat musik atau nyanyian dan sebagainya).
contoh: 'bunyi piano bunyi gamelan'
Bunyi adalah Kesan pada pusat saraf sebagai akibat getaran gendangan telinga yang bereaksi
karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara (Linguistik)
contoh: 'dalam bahasa Jepang bunyi "n" dan "ng" pada akhir kata hampir tidak berbeda'
Ucapan apa yang tertulis (surat, huruf, dan sebagainya)
contoh: 'bagaimana bunyi surat itu'

 
ARTIKULASI
Artikulasi adalah bagian dari bunyi Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan
pengertian artikulasi adalah perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk
menghasilkan bunyi bahasa.
Dalam kajian teori penelitian yang diterbitkkan Universitas Negeri Semarang (UNNES),
pengertian artikulasi adalah cara mengucapkan kata-kata sambil bersuara. Meningkatkan
artikulasi adalah meningkatkan cara pengucapan kata-kata agar mudah dimengerti.
Pahami bahwa artikulasi adalah berbeda dengan intonasi. Apabila artikulasi adalah berhubungan
dengan cara mengucapkan kata-kata, intonasi adalah berhubungan dengan tinggi rendahnya
pelafalan sebuah kalimat saat berbicara.

Pengertian Artikulasi
Memahami artikulasi adalah bagian dari seni suara atau berbicara. KBBI menjelaskan pengertian
artikulasi adalah bagian dari lafal atau pengucapan kata. Lebih mendalam, pengertian artikulasi
adalah perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi bahasa.
Artikulasi adalah tercipta ketika kata-kata yang keluar selaras dengan suaranya. Dalam kajian
teori penelitian yang diterbitkkan Universitas Negeri Semarang, pengertian artikulasi adalah cara
mengucapkan kata-kata sambil bersuara. Meningkatkan artikulasi adalah meningkatkan cara
pengucapan kata-kata agar mudah dimengerti.
Apabila dipahami dari asal-usul katanya, pengertian artikulasi adalah berasal dari kata bahasa
Inggris “articulation” yang artinya pengucapan. Hal ini dijelaskan dalam modul berjudul Konsep
Dasar Artikulasi dan Optimalisasi Fungsi Pendengaran (AOFP) yang dipublikasikan Universitas
Pendidikan Indonesia.
Pengertian artikulasi adalah bagian dari pengucapan, maksudnya pengucapan lambang bunyi
bahasa sesuai dengan pola-pola standar sehingga dipahami oleh orang lain. Pengertian artikulasi
adalah gerakan-gerakan otot bicara yang digunakan untuk mengucapkan lambang-lambang bunyi
bahasa sehingga bisa dipahami orang lain.
Memahami artikulasi adalah berbeda dengan intonasi. Apabila artikulasi adalah berhubungan
dengan cara mengucapkan kata-kata, intonasi adalah berhubungan dengan tinggi rendahnya
pelafalan sebuah kalimat saat berbicara.
Hakikat Bahasa
Dari beberapa keterangan yang diambil dari berbagai sumber, maka penulis akan menjelaskan
tentang hakikat bahasa tersebut secara sederhana dan hal-hal yang akan dijelaskan kemudian
merupakan beberapa dari poin inti dari hakikat bahasa. Berikut paparan dari sifat-sifat tersebut
secara rinci :

1. Bahasa Sebagai Sistem


Sistem sangat identik dengan pengertian cara atau aturan. Sistem juga berarti
susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi.
Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan lainnya yang
berhubungan secara fungsional.

Begitupun dengan bahasa, sebagai sebuah sistem, bahasa memiliki komponen-


komponen dan aturan-aturan. Dalam pengertian ini, bahasa memiliki dua aspek penting yaitu
unsur-unsur dan hubungan-hubungan yang dirajut oleh unsur-unsur tersebut. Satuan-satuan
bahasa tersebut selalu terkait satu dengan yang lain sehingga membentuk kepaduan yang erat
dan saling mendukung.

Pyles dan algeo (1993) menyebutkan bahwa terdapat dua tingkatan dalam sistem
bahasa yang mereka sebut sebagai duality of patterning yang jika diterjemahkan menjadi
kaidah ganda sistem bahasa. Kedua tingkatan ini mencakup komponen makna dan bentuk.
Komponen bentuk yang berupa bunyi dipelajari oleh cabang linguistik yaitu fonetik atau
fonologi sedangkan komponen makna ditelaah oleh semantik dan tata bahasa.

Lebih jauh, Chaer (2007) menjelaskan, sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus
bersifat sistemis. Dengan sistemis, artinya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola dan tidak
tersusun secara acak atau secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan
merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-sub sitem atau sistem bawaan. Dapat
disebutkan sistem bawaan tersebut antara lain: subsistem fonologi, morfologi, sintaksis dan
subsistem semantik.

Dalam linguistik, terutama subsistem fonologi, morfologi dan sintaksis tersusun


secara hierarkial. Artinya, subsistem yang satu terletak dibawah subsistem yang lain, lalu
subsistem yang lain tersebut terletak pula dibawah subsistem lainnya. Selanjutnya, ketiga
subsistem tersebut- pun terkait dengan subsistem semantik. Dengan kata lain, bahasa sebagai
sistem merupakan kerjasama antara subsistem yang lain dengan subsistem lainnya yang
terjalin dan membentuk bahasa.

2. Bahasa Sebagai Lambang


Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol yang diartikan dengan
pengertian yang sama. Lebih rinci, Chaedar Alwasilah (1993) menjelaskan bahwa lambang
atau simbol mengacu pada suatu obyek dan hubungan antara simbol dan obyek itu bersifat
manasuka. Lambang dapat dibuat dari bahasa apa saja, ia bisa terbuat hari suatu benda seperti
piramid yang melambangkan keagungan, atau dari kain seperti warna putih atau hitam atau
juga dalam bentuk ujaran. Lambang dengan segala seluk beluknya dikaji dalam kegiatan
ilmiah dalam satu bidang kajian yang disebut dengan ilmu semiotika atau semiologi, yaitu
ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang terdapat didalam kehidupan manusia termasuk
bahasa.

Dalam kehidupannya, manusia selalu menggunakan lambang. Oleh karena itu, Earns
Cassirer menyatakan bahwa manusia adalah makhluk bersimbol (animal
symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas dari lambang, termasuk alat
komunikasi verbal yang disebut dengan bahasa.

Jika ide atau konsep keadilan sosial dilambangkan dengan gambar padi dan kapas,


maka wujud bahasa dilambangkan dalam bentuk bunyi yang berupa satuan-satuan bahasa
seperti kata atau gabungan kata. Mengapa kata disebut sebagai lambang dalam satuan
bahasa? sekali lagi, karena lambang bersifat manasuka, yaitu tidak adanya hubungan
langsung yang bersifat wajib antara lambang dan dengan yang dilambangkannya.

3. Bahasa Berupa Bunyi


Bahasa adalah bunyi, maka sepenuhnya dapat dikatakan bahwa bahasa adalah sistem
lambang bunyi. Yaitu, sistem bahasa itu adalah berupa lambang yang wujudnya berupa
bunyi. Kemudian, yang perlu dipertegas disini adalah tentang bunyi itu sendiri menurut
pandangan bahasa, apakah itu bunyi seperti yang dikenal secara umum? Apakah semua bunyi
disebut bahasa? dan lain sebagainya. Bunyi yang dimaksud dalam bahasa disebut juga denga
“speech sound” adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang didalam
fonetik diamati sebagai “fon” dan didalam fonemik sebagai “fonem” yang keduanya dibahas
dalam bidang lingusitik.

4. Bahasa Itu Bersifat Arbitrer


Arbitrary berarti selected at random and without reason, dipilih secara acak dan tanpa alasan.
Ringkasnya, manasuka atau seenaknya, asal bunyi, tidak ada hubungan logis antara kata-kata
sebagi simbol atau lambang dengan yang dilambangkannya. Atau, dengan bahasa lain, Chaer
(2007) menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan arbitrer adalah tidak adanya hubungan
wajib antara lambang bahasa dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang
tersebut.

Contoh pengertian arbitrer tersebut dapat kita lihat sehari-hari dalam kehidupan kita, hal tersebut
terbukti antra rangkaian bunyi-bunyi dengan makna yang dikandungnya. Mengapa bahan bakar
sepeda motor disebut dengan bensin tidak kecap, binatang tertentu di Indonesia disebut kuda, di
Inggris horse, di Arab faras dan akan terus berbeda diwilayah-wilayah lain tentang
penyebutannya.
Itulah yang disebut dengan arbitrer atau manasuka yang tidak akan bisa ditemukan alsan
penyebutannya yang berbeda-beda dikarenakan sifat ke-arbitreran-nya. Andaikata bahasa itu
tidak arbitrer, sudah barang tentu dapat kita pastikan bahwa sebutan untuk kuda hanya akan ada
satu kata dalam bahasa manusia, tidak ada lagi penyebutan kuda, horse, faras dan lain
sebagainya, hanya akan ada satu penyebutan.

5. Bahasa Itu Bermakna


Bahasa, sebagai sistem lambang yang berwujud bunyi sudah pasti melambangkan suatu
pengertian tertentu. Maka, yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu
ide atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi tersebut. Karena lambang-
lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa
itu memiliki makna.

Contohnya adalah lambang bahasa yang berwujud bunyi “kuda”; lambang ini mengacu pada
konsep “sejenis binatang berkaki empat yang dapat dikendarai”, kemudian konsep tersebut
dihubungkan dengan benda yang ada didalam dunia nyata. Jadi, secara sederhana dapat
dikatakan bahwa “kuda” merupakan lambang bunyi, “sejenis binatang berkaki empat yang dapat
dikendarai” merupakan konsep dan “kuda” yang ada didalam dunia nyata merupakan wujud dari
lambang bunyi tersebut.

6. Bahasa Itu Konvensional


Meskipun hubungan antara lambang bunyi dan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi
penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua
anggota masyarakat bahasa harus mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan
untuk mewakili konsep yang diwakilinya.

Contohnya adalah, adanya kesepakatan dalam masyarakat bahasa Indonesia untuk menyebut
suatu benda beroda dua yang dapat dikendarai dengan dikayuh, yang secara arbitrer
dilambangkan dengan bunyi “sepeda”, maka anggota masyarakat bahasa Indonesia “seluruhnya”
harus mematuhinya. Jika tidak diapatuhi dan kemudian diganti dengan dengan lambang lain,
maka komunikasi antar masyarakat akan terhambat.
Oleh karena itu, jika ke-arbitreran bahasa terletak pada antara lambang-lambang bunyi dengan
konsep yang dilambangkannya, maka ke-konvensionalan bahasa terletak pada kepatuhan para
penutur bahasa untuk menggunakan lambang-lambang itu sesuai dengan konsep yang
dilambangkan.

7. Bahasa Itu Dinamis


Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan
gerak manusia, sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan
bermasyarakat.

Karena keterkaitan dan keterikatan manusia dengan bahasa, dan kehidupan manusiapun akan
terus berubah dan tidak tetap, maka bahasa-pun menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, tidak
statis. Karena itulah bahasa itu disebut dinamis.

Perubahan bahasa dapat terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik
maupun leksikon. Namun perubahan yang paling terlihat dan paling sering terjadi adalah pada
tataran leksikon dan semantik. Hampir setiap saat terdapat kata-kata baru muncul sebagai akibat
dari perubahan budaya dan ilmu, atau terdapat kata-kata lama muncul dengan makna baru.

Dengan terjadinya perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, tentu secara
otomatis akan bermunculan konsep-konsep baru yang tentunya disertai wadah penampungnya,
yaitu kata-kata atau istilah-istilah baru. Kalau-pun kelahiran konsep tersebut belum disertai
dengan wadahnya, maka manusia sendiri yang akan meciptakan istilahnya.

8. Bahasa itu Bervariasi


Setiap bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat
bahasa, dan adapun yang masuk dalam satu masyarakat bahasa adalah mereka yang merasa
menggunakan bahasa yang sama. Jadi, jika disebut masyarakat bahasa Indonesia adalah semua
orang yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia. Yang termasuk anggota
masyarakat sunda adalah orang-orang yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa sunda
dan seterusnya. Jadi, dapat ditarik sedikit konklusi bahwa banyak orang Indonesia yang menjadi
lebih dari satu anggota masyarakat bahasa, karena disamping dia sebagai orang Indonesia, dia
juga menjadi pemilik dan pengguna bahasa daerahnya.

Anggota mayarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status
sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama, baik dari segi pendidikan, profesi,
usia dan lain-lain. Oleh karena latar belakang dan lingkungan yang tidak sama, maka bahasa
yang digunakan beragam atau bervariasi, dimana antara variasi atau ragam yang satu dengan
yang lain seringkali memiliki perbedaan yang besar.

Mengenai variasi bahasa, terdapat tiga istilah yang dipandang perlu untuk diketahui, yaitu
idiolek, dialek dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan.
Artinya setiap orang memiliki ciri khas bahasa masing-masing, contohnya adalah bahasa-bahasa
penulis seperti Hamka, Andrea Hirata dan lain-lain yang tentu berbeda satu sama lain.

Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu
tempat atau suatu waktu. Contohnya adalah dialek Banyumas, dialek Surabaya, bahasa Indonesia
zaman Balai Pustaka dan sebagainya.

Adapun ragam atau ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan
atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal, digunakan ragam bahasa yang disebu dengan
ragam baku, untuk situasi yang tidak formal, digunakan ragam yang tidak baku. Begitu pula
dapat dilihat dari sisi sarana, terdapat ragam tulisan dan lisan dan masih banyak lagi ragam-
ragam lainnya.

9. Bahasa Itu Manusiawi


Bahasa itu manusiawi dalam pengertian bahwa apa-apa yang sudah dipaparkan sebelumnya
adalah suatu kekayaan yang hanya dimiliki umat manusia. Ringkasnya bahwa manusia-lah yang
berbahasa sedangkan hewan-hewan lain tidak berbahasa.
Ciri-Ciri Bahasa
Berikut ini terdapat beberapa ciri-ciri bahasa, terdiri atas:

 Sistematik

bahasa itu tersusun secara teratur dan mempunyai arti. kata-kata yang tersusun itu menjadi
frasa. Bila frasa itu digabung dengan kata lain,akan menjadi klausa,ketika klausa diberi intonasi
atau diikuti klausa lain, akan menjadi kalimat.

 Arbitter

bahasa memiliki hubungan dengan kenyataan.Antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain
mempunyai hubungan dan dilambangkan dengan kata yang berbeda. misalnya, kata  Matahari,
merujuk pada benda langit yang ada ditata surya dan sangat panas, memiliki sebutan lain
yaitu :  sun,son,serengenge, dan panonpoe . bahasa memungkinkan semua orang dalam suatu
kebudayaan untuk berinteraksi/berkomunikasi.

 Vokal

Bahasa didasari oleh bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. bunyi tersebut
divisualisasikan dalam bentuk tulisan yang disebut huruf. Dalam sistem tulisan, gabungan huruf
membentuk suku kata dan kata.

 Bermakna

bahasa memiliki makna. webber (dalam New Collegiate Dictionary, 1981) mengatakan bahwa
bahasa merupakan alat yang sistematik untuk menyampaikan gagasan dengan memakai tanda-
tanda, bunyi-bunyi, isyarat atau ciri konvensional yang memiliki arti dan dimengerti.

 Komunikatif

bahasa merupakan sistem komunikasi, yaitu berinteraksinya pembicara dengan pendengar.

 Ada di masyarakat

bahasa tampil dalam banyak model, idiotek, dialek dan bahasa itu sendiri. di samping itu, ada
orang yang dapat menguasai lebih dari satu bahasa.

Fungsi Bahasa
Berikut ini terdapat beberapa fungsi bahasa, terdiri atas:
1. Bahasa sebagai sarana komunikasi

Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat. Fungsi tersebut
digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam,
misalnya : komunikasi ilmiah, komunikasi bisnis, komunikasi kerja, dan komunikasi sosial, dan
komunikasi budaya.

2. Bahasa sebagai sarana integrasi dan adaptasi

Dengan bahasa orang dapat menyatakan hidup bersama dalam suatu ikatan. Misalnya : integritas
kerja dalam sebuah institusi, integritas karyawan dalam sebuah departemen, integritas keluarga,
integritas kerja sama dalam bidang bisnis, integritas berbangsa dan bernegara.

3. Bahasa sebagai sarana kontrol sosial

Bahasa sebagai kontrol sosial berfungsi untuk mengendalikan komunikasi agar orang yang
terlibat dalam komunikasi dapat saling memahami. Masing-masing mengamati ucapan, perilaku,
dan simbol-simbol lain yang menunjukan arah komunikasi. Bahasa kontrol ini dapat diwujudkan
dalam bentuk : aturan, anggaran dasar, undang-undang dan lain-lain.

4. Bahasa sebagai sarana memahami diri

Dalam membangun karakter seseorang harus dapat memahami dan mengidentifikasi kondisi
dirinya terlebih dahulu. Ia harus dapat menyebutkan potensi dirinya, kelemahan dirinya,
kekuatan dirinya, bakat, kecerdasan, kemampuan intelektualnya, kemauannya, tempramennya,
dan sebagainya. Pemahaman ini mencakup kemampuan fisik, emosi, inteligensi, kecerdasan,
psikis, karakternya, psikososial, dan lain-lain. Dari pemahaman yang cermat atas dirinya,
seseorang akan mampu membangun karakternya dan mengorbitkan-nya ke arah pengembangan
potensi dan kemampuannya menciptakan suatu kreativitas baru.

5. Bahasa sebagai sarana ekspresi diri


Bahasa sebagai ekspresi diri dapat dilakukan dari tingkat yang paling sederhana sampai yang
paling kompleks atau tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Ekspresi sederhana, misalnya, untuk
menyatakan cinta (saya akan senatiasa setia, bangga dan prihatin kepadamu), lapar (sudah
saatnya kita makan siang).

6. Bahasa sebagai sarana memahami orang lain

Untuk menjamin efektifitas komunikasi, seseorang perlu memahami orang lain, seperti dalam
memahami dirinya. Dengan pemahaman terhadap seseorang, pemakaian bahasa dapat mengenali
berbagai hal mencakup kondisi pribadinya: potensi biologis, intelektual, emosional, kecerdasan,
karakter, paradigma, yang melandasi pemikirannya, tipologi dasar tempramennya (sanguines,
melankolis, kholeris, flagmatis), bakatnya, kemampuan kreativitasnya, kemempuan inovasinya,
motifasi pengembangan dirinya, dan lain-lain.

7. Bahasa sebagai sarana mengamati lingkungan sekitar

Bahasa sebagai alat untuk mengamati masalah tersebut harus diupayakan kepastian konsep,
kepastian makna, dan kepastian proses berfikir sehingga dapat mengekspresikan hasil
pengamatan tersebut secara pasti. Misalnya apa yang melatar belakangi pengamatan, bagaimana
pemecahan masalahnya, mengidentifikasi objek yang diamati, menjelaskan bagaimana cara
(metode) mengamati, apa tujuan mengamati, bagaimana hasil pengamatan,. dan apa kesimpulan.

8. Bahasa sebagai sarana berfikir logis

Kemampuan berfikir logis memungkinkan seseorang dapat berfikir logis induktif, deduktif,
sebab – akibat, atau kronologis sehingga dapat menyusun konsep atau pemikiran secara jelas,
utuh dan konseptual. Melalui proses berfikir logis, seseorang dapat menentukan tindakan tepat
yang harus dilakukan. Proses berfikir logis merupakn hal yang abstrak. Untuk itu, diperlukan
bahasa yang efektif, sistematis, dengan ketepatan makna sehingga mampu melambangkan
konsep yang abstrak tersebut menjadi konkret.

9. Bahasa membangun kecerdasan

Kecerdasan berbahasa terkait dengan kemampuan menggunakan sistem dan fungsi bahasa dalam
mengolah kata, kalimat, paragraf, wacana argumentasi, narasi, persuasi, deskripsi, analisis atau
pemaparan, dan kemampuan mengunakan ragam bahasa secara tepat sehingga menghasilkan
kreativitas yang baru dalam berbagai bentuk dan fungsi kebahasaan.

10. Bahasa mengembangkan kecerdasan ganda

Selain kecerdasan berbahasa, seseorang dimungkinkan memiliki beberapa kecerdasan sekaligus.


Kecerdasan – kecerdasan tersebut dapat berkembang secara bersamaan. Selain memiliki
kecerdasan berbahasa, orang yang tekun dan mendalami bidang studinya secara serius
dimungkinkan memiliki kecerdasan yang produktif. Misalnya, seorang ahli program yang
mendalami bahasa, ia dapat membuat kamus elektronik, atau membuat mesin penerjemah yang
lebih akurat dibandingkan yang sudah ada.

11. Bahasa membangun karakter

Kecerdasan berbahasa memungkinkan seseorang dapat mengembangkan karakternya lebih baik.


Dengan kecerdasan bahasanya, seseorang dapat mengidentifikasi kemampuan diri dan potensi
diri. Dalam bentuk sederhana misalnya : rasa lapar, rasa cinta. Pada tingkat yang lebih
kompleks , misalnya : membuat proposal yang menyatakan dirinya akan menbuat suatu proyek,
kemampuan untuk menulis suatu laporan.

12. Bahasa Mengembangkan profesi

Proses pengembangan profesi diawali dengan pembelajaran dilanjutkan dengan pengembangan


diri (kecerdasan) yang tidak diperoleh selama proses pembelajaran, tetapi bertumpu pada
pengalaman barunya. Proses berlanjut menuju pendakian puncak karier / profesi. Puncak
pendakian karier tidak akan tercapai tanpa komunikasi atau interaksi dengan mitra, pesaing dan
sumber pegangan ilmunya. Untuk itu semua kaum profesional memerlukan ketajaman,
kecermatan, dan keefektifan dalam berbahasa sehingga mempu menciptakan kreatifitas baru
dalam profesinya.

13. Bahasa sarana menciptakan kreatifitas baru

Bahasa sebagai sarana berekspresi dan komunikasi berkembang menjadi suatu pemikiran yang
logis dimungkinkan untuk mengembangkan segala potensinya. Perkembangan itu sejalan dengan
potensi akademik yang dikembangkannya. Melalui pendidikan yang kemudian berkembang
menjadi suatu bakat intelektual. Bakat alam dan bakat intelektual ini dapat berkembang spontan
menghasilkan suatu kretifitas yang baru.

Jenis Ragam Bahasa


Terdiri atas:

1. Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan antara lain atas:

1. Ragam bahasa undang-undang


2. Ragam bahasa jurnalistik
3. Ragam bahasa ilmiah
4. Ragam bahasa sastra

2. Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas:

1. Ragam lisan yang antara lain meliputi:


1. Ragam bahasa cakapan
2. Ragam bahasa pidato
3. Ragam bahasa kuliah
4. Ragam bahasa panggung
2. Ragam tulis yang antara lain meliputi:
1. Ragam bahasa teknis
2. Ragam bahasa undang-undang
3. Ragam bahasa catatan
4. Ragam bahasa surat

3. Ragam bahasa menurut hubungan antarpembiacra dibedakan menurut akrab tidaknya


pembicara

1. Ragam bahasa resmi


2. Ragam bahasa akrab
3. Ragam bahasa agak resmi
4. Ragam bahasa santai
5. dan sebagainya
Prinsip Bahasa
Terdiri atas:

 Prinsip terpadu

Di dalam kurikulum tingkat pendidikan(KTSP), standar kopetensi (SK) dan kopetensi dasar(KD)
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dipilih menjadi empat aspek   keterampilan bahasa, yaitu
menyimak, beerbicara, membaca dan menulis.

 Prinsip apresiatif

Prisip apresiasi dalam kegiatan berbahasa merupakan wujud perhatian dan penghargaan antar
pelaku komunikasi, sehingga terbentuk kegiatan komunikasi yang harmonis.

Daftar Pustaka:

1. Chaer, Abdul. 2003. LinguistikUmum. Jakarta: RinekaCipta


2. Alieva, N.F. dkk. 1991. Bahasa Indonesia: DeskripsidanTeori. Yogyakarta: Kanisius
3. Al-Kasimi, Ali M. 1997. Linguistic and Bilingual Dictionary, Leiden: E.J. Brill
4. Aitchison, Jean. 1972. General Linguistics. London: The English Universities Press
Ltd
5. Allan, Keith. 1986. Linguistic Meaning. Jilid I dan II. London: Routledge and
Kegan Paul
6. Barber, C.L. 1972. The Story of Language. London: The Causer Press
7. Bolinger, Dwight L. 1975. Aspects of Language. New York: Harcourt, Brace and
Word Inc
SEJARAH BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai
pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang
satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
 
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia
merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia
dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.

Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus
1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa
negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa
bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari
bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua
franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
 
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang
menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M
(Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686
M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan
huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada
zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832
M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa
Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku
pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di
Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun
sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
 
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara
lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-
Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana,
1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan
dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di
Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan
Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh,
berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah
Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
 
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di
wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa
perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena
bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan
bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara
dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap
kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan
bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai
variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya
rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit
pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam
perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia,
yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928).
 
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan
kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan
bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah
mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa
negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di
tingkat pusat maupun daerah.

Anda mungkin juga menyukai