Anda di halaman 1dari 18

Terima Kasih Bapak/Ibu Dosen Pembimbing

1. Hakikat Bahasa

Bahasa adalah sebuah sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu

masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada

budaya yang mereka miliki bersama (Djardjowidjojo, 2008: 10). Sejalan dengan pendapat

tersebut Chaer dan Leonie (2010: 15) menyatakan bahwa bahasa adalah sebuah sistem, artinya,

bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.

Bloch dan Trater menyatakan bahwa aspek terpenting dalam bahasa adalah sistem, lambang,

vokal, dan arbitrer (Lubis, 1994: 1).

Dapat disimpulkan jika bahasa merupakan alat yang sistematis untuk menyampaikan

gagasan / perasaan dengan memakai tanda – tanda, bunyi – bunyi, gesture yang berkaitan dengan

mimic atau tanda – tanda yang disepakati dan mengandung makna yang dapat dipahami.

Bahasa merupakan sebuah sistem yang bersifat sistematis. Selain bersifat sistematis, juga

bersifat sistemis. Dengan sistematis maksudnya bahasa itu tersusun menurut pola tertentu, tidak

tersusun secara acak atau sembarangan. Sistemis artinya sistem bahasa itu bukan merupakan

suatu sistem tunggal, melainkan terdiri dari sebuah subsistem, yakni subsistem fonologi,

subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsistem leksikon. Menurut sistem bahasa

Indonesia baik bentuk kata maupun urutan kata sama-sama penting, dan kepentingannya itu

berimbang. Oleh karena itu, lazim juga disebut bahwa bahasa itu bersifat unik, meskipun juga

bersifat universal. Unik artinya memiliki ciri atau sifat khas yang tidak dimiliki oleh bahasa lain,

dan universal berarti memiliki ciri yang sama pada semua bahasa. Sistem-sistem bahasa yang

dibicarakan di atas adalah berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi, yang lazim disebut
bunyi ujar atau bunyi bahasa. Setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna

atau konsep. Menurut Chaer dan Leonie, (2010: 16-18), Lambang bunyi bahasa dapat

digolongkan berdasarkan sifat-sifatnya, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Lambang bunyi bahasa yang bersifat arbitrer. Artinya, hubungan antar lambang dengan yang

dilambangkannya tidak bersifat wajib, bisa berubah, dan tidak dapat dijelaskan mengapa

lambang tersebut mengonsepsi makna tertentu.

2. Lambang bunyi bahasa bersifat konvensional. Artinya, setiap penutur suatu bahasa akan

mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya.

3. Lambang bunyi bahasa itu bersifat produktif. Artinya, dengan sejumlah unsur yang terbatas,

namun dapat dibuat satu-satuan ujaran yang hampir tak terbatas.

4. Lambang bunyi bahasa itu bersifat dinamis. Artinya, bahasa itu tidak terlepas dari berbagai

kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubagan itu dapat terjadi pada

tataran apa saja, baik pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikon. Yang

tampak jelas biasanya pada tataran leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja ada kosakata baru

10 yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.

5. Lambang bunyi bahasa itu sifatnya beragam. Artinya, meskipun sebuah bahasa mempunyai

kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang

heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan berbeda, maka bahasa itu

menjadi beragam.

6. Lambang bahasa bersifat manusiawi. Artinya, bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya

dimiliki manusia.
2. Karakteristk Bahasa

Bahasa mempunyai karakter sebagai berikut. Bahasa merupakan (1) suatu sistem, (2)

suatu lambang, (3) suatu bunyi, (4) bermakna, (5) arbitrer, (6) konvensional, (7) produktif, (8)

dinamis, (9) unik, (10) universal, (11) manusiawi, (12) bervariasi. Masing-masing ciri akan

dipaparkan dalam uraian berikut.

A. Bahasa sebagai Sistem

Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang

bermakna atau berfungsi. Suatu sistem dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu

dengan lainnya berhubungan secara fungsional. Sebagai contoh, kita dapat mengamati yang

terdapat dalam tubuh kita. Tubuh manusia sebagai suatu sistem terdiri atas bagian-bagian yang

saling berhubungan. Ketika salah satu bagian mengalami suatu gangguan, hal tersebut akan

mengganggu kinerja sistem. Suatu contoh ketika kepala kita pusing karena migrain atau karena

flu yang berat, hal tersebut akan mengganggu keseluruhan kinerja tubuh kita. Tubuh menjadi

lemas dan tidak bersemangat. Demikian pula yang terjadi dengan sistem yang bekerja pada

sebuah sepeda motor misalnya, ketika ban sepeda motor kempes, sepeda motor tersebut tidak

dapat berfungsi secara maksimal.

Seperti halnya, tubuh manusia dan sepeda motor. Sebagai suatu sistem, bahasa terdiri atas

komponen-komponen yang membangun dan saling berhubungan. Dalam bahasa terdapat

komponen bunyi, morfem, kata, kalimat, dan makna. Komponen-komponen tersebut

dihubungkan sehingga terbentuk suatu ujaran yang bermakna. Sebagai contoh dapat kita amati

bentuk berikut.

- Anak kecil itu lucu sekali.


- *Kecil itu lucu anak sekali.

Dua konstruksi tersebut sama-sama terdiri atas lima kata. Konstruksi pertama dapat

diterima sebagai ujaran yang sesuai dengan sistem bahasa Indonesia, sedangkan ujaran yang

kedua tidak dapat berterima karena tidak sesuai dengan sistem bahasa Indonesia. Dalam suatu

sistem, terdapat kaidah-kaidah yang menata sehingga hubungan antara satu unsur yang satu

dengan unsur yang lain dalam suatu bahasa dapat berterima. Terdapat kaidah yang mengatur

hubungan antarunsur secara linear (mendatar) yang mengatur hubungan unsur yang hadir dengan

unsur yang mendaha\ului atau yang menyertai. Kaidah ini disebut sebagai kaidah sintagmatik.

Misalnya hubungan antara bunyi /a/, /u/, /k/, dan /t/. Empat unsur bunyi tersebut dapat bergabung

membentuk suatu konstruksi sebagai berikut.

- /takut/ - */aukt/

- /kuta/ - */uakt/

- /kuat/ - */ktua/

- /akut/ - */tkua/

- */tkau/

Deretan bunyi sebelah kiri dapat berterima karena sesuai dengan kaidah sistagmatik

bahasa Indonesia. Sedangkan deretan bunyi sebelah kanan yang diberi tanda asterik (*) tidak

dapat berterima karena tidak sesuai dengan kaidah sintagmatik bahasa Indonesia.

Berbeda dengan kaidah sintagmatik, kaidah paradigmatik mengatur hubungan antara

unsur yang ada dengan unsur yang belum ada. Misalnya dari konstruksi /kuta/ dapat berubah
menjadi /kita/. Bunyi /u/ pada kuta diganti dengan bunyi /i/. Demikian pula dari /kita/ dapat

diubah menjadi /kota/ dengan menggantikan bunyi /i/ dengn bunyi /o/.

Dari paparan tersebut dapat diketahui sebagai sebuah sistem, bahasa sekaligus bersifat

sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola; tidak tersusun

secara acak dan secara sembarangan. Sedangkan sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan

sistem tunggal, tetapi terdiri atas subsistem atau sistem bawahan. Terdapat subsistem fonologi,

morfologi, sintaksis, leksikon dan semantik. Subsistem fonologi, morfologi, dan sintaksis

bersifat hierarkial, dan terkait dengan subsistem semantik. Subsistem leksikon berada di luar

subsistem struktural namun tetap terkait dengan subsistem semantik. Sistem bahasa yang bersifat

hierarkial inilah yang membedakannya dengan sistem yang lain. Sistem lain umumnya tidak

mempunyai sifat tersebut.

Dalam sistem bahasa yang hierarkis, tataran paling kecil adalah bunyi. Bunyi bergabung

dengan bunyi membentuk morfem. Morfem bergabung dengan morfem membentuk kata. Kata

bergabung dengan kata membentuk frase. Frase dengan frase membentuk konstruksi klausa. Satu

klausa atau beberapa kalimat dapat bergabung membentuk suatu kalimat. Kalimat yang satu

dirangkai dengan kalimat yang lain membangun konstruksi wacana.

B. Bahasa sebagai Lambang

Dalam studi semiotik (ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan

manusia), tanda dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu tanda (sign), lambang (symbol),

isyarat/sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode (code), indeks (index),

dan ikon (icon).

1) Tanda
Tanda adalah suatu atau sesuatu yang dapat menandai atau mewakili ide, pikiran,

perasaan, benda, dan tindakan secara langsung dan alamiah. Tanda bisa dianggap sebagai istilah

umum dalam studi semiotik. Misalnya ketika kita melihat adanya pecahan kaca berserakan di

jalan, hal itu secara langsung dapat menjadi tanda kalau baru saja terjadi kecelakaan. Contoh

lain ketika kita melihat banyak lumpur di jalan dan bahkan masuk ke dalam rumah, hal tersebut

dapat menjadi tanda kalau baru saja terjadi banjir. Ketika banyak dahan berjatuhan dan beberapa

pohon roboh, hal tersebut dapat menjadi tanda kalau baru terjadi angin ribut.

2) Lambang atau simbol

Lambang atau simbol adalah suatu atau sesuatu yang menandai hal lain tidak secara

langsung dan alamiah, tetapi bersifat konvensional. Misalnya warna merah secara

konvensional dianggap melambangkan keberanian, sedangkan warna putih

melambangkan kesucian. Tetapi dalam dunia perpolitikan di Indonesia, warna merah dianggap

melambangkan PDI Perjuangan, warna hijau identik dengan PKB atau partai Islam, warna biru

melambangkan Partai Amanat Nasional, dan warna kuning identik dengan Partai GOLKAR.

Bunyi-bunyi suatu bahasa dilambangkan dengan menggunakan huruf-huruf

tertentu. Setiap bahasa mempunyai konvensi tersendiri berkaitan dengan sistem huruf yang

digunakan untuk melambangkan bunyi bahasanya. Bunyi-bunyi bahasa Indonesia dilambangkan

dengan menggunakan huruf latin. Bahasa Jawa menggunakan huruf Jawa. Bahasa Arab

menggunakan huruf Arab. Bahasa Jepang menggunakan huruf hiragana dan katakana.

3) Sinyal atau isyarat

Sinyal atau isyarat adalah tanda yang sengaja dibuat oleh pemberi sinyal agar si

penerima sinyal melakukan sesuatu. Sinyal bersifat imperatif, memberikan suatu perintah kepada
penerima sinyal untuk melakukan sesuatu. Misalnya ketika memberangkatkan lomba gerak jalan,

ketua panitia memberi isyarat dengan melambaikan bendera. Seorang guru meniup peluit untuk

memberi aba-aba muridnya lari 100 meter. Lampu lalulintas (traffic light) juga merupakan suatu

perintah bagi pengguna jalan. Merah sebagai aba-aba berhenti; kuning sebagai aba-aba untuk

mengurangi kecepatan; dan hijau sebagai aba-aba untuk jalan.

4) Gerak isyarat (gesture)

Gerak isyarat adalah tanda yang dilakukan dengan gerakan anggota badan dan tidak

bersifat imperatif. Gerak isyarat ini juga merupakan sebuah konvensi. Misalnya gerakan

mengangguk pada suatu masyarakat tertentu digunakan untuk menyatakan tanda setuju tetapi

pada masyarakat lain justru sebaliknya digunakan untuk menyatakan ketidaksetujuan. Demikian

juga dengan gerakan menggeleng, pada masyarakat tertentu untuk menyatakan tanda tidak

setuju, tetapi pada masyarakat lain justru untuk menyatakan setuju.

5) Gejala

Gejala adalah suatu tanda yang tidak disengaja, yang dihasilkan tanpa maksud tetapi

secara almiah menunjukkan atau mengungkapkan bahwa sesuatu akan terjadi. Misalnya ketika

seseorang bersin-bersin. Hal itu menunjukkan gejala flu; panas yang tinggi merupakan gejala

penyakit tipus.

6) Kode

Kode adalah tanda baik berupa simbol, sinyal, maupun gerak isyarat yang dapat

mewakili pikiran, perasaan, ide, benda, tindakan yang disepakati untuk maksud tertentu. Kode

bersifat sistematis yang dipahami oleh mereka yang sudah sepakat menggunakannya. Karena
untuk menjaga kerahasiaan, sekelompok penutur tertentu menggunakan kode-kode agar tidak

dipahami oleh orang lain.

7) Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya sesuatu yang lain. Misalnya adanya asap

menunjukkan adanya api; suara gemuruh air menunjukkan adanya suatu air terjun atau

datangnya banjir bandang.

8) Ikon

Ikon adalah gambar/patung dari wujud yang diwakilinya. Misalnya: denah jalan, gambar

monumen, patung pahlawan.

C. Bahasa adalah bunyi

Bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang

bereaksi karena perubahan-perubahan tekanan udara. Bunyi bahasa dihasilkan oleh alat ucap

manusia (bersifat artikulatoris). Tetapi tidak semua bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia

adalah bunyi bahasa (speech sound). Bunyi yang dihasilkan oleh seseorang yang sedang bersin

atau sedang batuk bukan bunyi bahasa. Bunyi bahasa dapat dilambangkan dengan tanda-tanda

tertentu yang disepakati oleh penutur bahasa tersebut. Setiap bahasa mempunyai kekhasan

tersendiri berkaitan dengan bunyi-bunyi bahasa yang dimilikinya. Bunyi tertentu bisa jadi

bersifat universal, ada dalam setiap bahasa. Tetapi, bunyi-bunyi tertentu hanya ditemukan dalam

bahasa tersebut.

D. Bahasa itu bermakna


Dalam suatu bahasa, ujaran atau kata-kata itu mempunyai makna. Ujaran sebagai

lambang (A) mempunyai makna (B) dan dalam realita kehidupan ditemukan rujukannya

(C). Hubungan ketiganya dapat digambarkan sebagai berikut.

A ------------------------------ C

A : lambang

B : makna

C : acuan / referen

Sebagai contoh kata kuda dilambangkan dengan deretan bunyi /k u d a/ (A). Deretan

bunyi tersebut mempunyai makna B : ‘kuda’ yang merujuk pada binatang yang biasanya

digunakan untuk tunggangan atau menarik sado (C). Kebermaknaan bahasa tersebut tidak hanya

pada tataran kata, tetapi juga pada tataran bunyi, morfem, frase, klausa, kalimat, dan wacana.

Pada tataran kalimat misalnya, urutan kata dapat mempengaruhi makna yang dihasilkan.

Misalnya pada kalimat berikut.

- Adik sedang membacakan temannya puisi.

- Temannya sedang membacakan adik puisi.

Kedua kalimat tersebut mempunyai unsur pembentuk yang sama, tetapi karena perbedaan

urutan kata, makna kalimatnya jadi berbeda. Meskipun berbeda, kedua kalimat tersebut masih

berterima dalam bahasa Indonesia.


E. Bahasa itu arbitrer

Arbitrer berarti sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka. Istilah arbitrer

berarti tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi) dengan acuan,

konsep atau pengertian yang dimaksud. Misalnya mengapa harus /kuda/ bukan /akud/ atau

/kadu/. Dalam bahasa Indonesia, kita menyebutnya dengan /kuda/, dalam bahasa Inggris disebut

/horse/, dalam bahasa Jepang disebut /uma/, dan dalam bahasa Jawa disebut /jaran/. Perbedaan

dalam menyebutkan tersebut menunjukkan bahwa bahasa itu bersifat arbitrer.

Namun demikian, kita juga menemukan beberapa kata yang antara lambang bunyi

dengan rujukannya seolah-olah mempunyai hubungan. Misalnya pada bunyi-bunyi onomatope

(kata yang berasal dari tiruan bunyi). Kucing disebut meong karena dalam telinga kita kucing

mengeluarkan bunyi seperti itu. Seekor binatang dinamakan tokek karena mengeluarkan bunyi

tokek, tokek, tokek. Dalam bahasa Jawa misalnya ditemukan kata-kata yang jika diotak-atik

mempunyai hubungan dengan rujukannya. Misalnya kata kodok, tebu, kathok,

cangkir. Kodok diartikan sebagai teko-teko ndodok; tebu, antebing kalbu; kathok, ngangkate

sitok-sithok, dan cangkir diartikan sebagai panyancanging pikir.

F. Bahasa itu konvensional

Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan bersifat arbitrer,

tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep bersifat konvensional, artinya semua

anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk

mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya dalam bahasa Indonesia terdapat kata saya yang

sudah disepakati oleh penutur bahasa Indonesia. Kata tersebut tidak bisa diubah menjadi ayas.
Dalam masyakarat tutur tertentu karena untuk suatu kepentingan kadang-kadang kata-

kata ang sudah disepakati tersebut diubah. Misalnya bahasa balikan yang dilakukan oleh

kelompok tutur dari Malang, atau kelompok tutur tertentu yang tidak ingin ujarannya diketahui

oleh orang lain. Para waria misalnya, menciptakan kata-kata tertentu agar ujarannya hanya

dipahami oleh komunitas tuturnya saja. Jika sudah diketahui banyak orang, maka mereka akan

melakukan inovasi lagi.

G. Bahasa itu produktif

Bahasa memiliki unsur yang terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas

itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif sesuai

dengan sistem yang berlaku dalam bahasa tersebut. Bahasa Indonesia hanya mempunyai lima

vokal dan sejumlah konsonan tetapi dengan jumlah bunyi yang terbatas tersebut penutur bahasa

Indonesia dapat berbahasa dalam waktu yang sangat lama dan mereka tidak pernah kehabisan

kata dalam bahasa Indonesia. Karena dengan jumlah unsur yang terbatas dapat dihasilkan ujaran

yang tidak terbatas inilah bahasa dikatakatan bersifat produktif.

H. Bahasa itu unik

Setiap bahasa mempunyai ciri khas yang spesifik tidak dimiliki oleh bahasa yang lain.

Ciri khas tersebut dapat menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem

pembentukan kalimat, dan sistem lainnya. Dalam sistem bunyi misalnya, penutur bahasa

Indonesia dari Bali akan kesulitan melafalkan /t/, mereka biasa melafalkannya sebagai /th/. Itulah

keunikan lafal dalam bahasa Bali yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Dalam bidang kalimat,

kalimat bahasa Indonesia mempunyai struktur S-P-O yang berbeda dengan kalimat bahasa

Jepang yang berstruktur S-O-P.


I. Bahasa itu universal

Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya ada ciri-ciri yang sama yang

dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya semua bahasa mempunyai bunyi

vokal dan konsonan, setiap bahasa mempunyai satuan-satuan yang bermakna baik berupa

leksikon, frase, klausa, kalimat, dan wacana.

J. Bahasa itu dinamis

Bahasa itu mengalami perubahan karena keterkaitan bahasa dengan manusia dan

kehidupannya. Ketika kehidupan berubahan, bahasa pun ikut berubah. Perubahan tersebut bisa

terjadai pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon.

Misalnya: /f/ - /p/ : faham – paham; /kh/ - /k/: - khabar – kabar; memper – kan, diper – kan,

diber – kan; sarjana, berlayar, saudara, bapak, ibu (kata-kata tersebut mengalami perubahan

makna).

K. Bahasa itu manusiawi

Bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia. Manusia

adalah homo sapien ‘mahkluk yang berpikir’, homo sosio ‘ mahkluk yang bermasyarakat’; homo

faber ‘mahkluk pencipta alat-alat’; animal rationale ‘makhluk rasional yang berakal budi’.

Semua karakteristik manusia tersebut tidak bisa dilepaskan dari bahasa. Selain manusia,

simpanse juga memiliki kemampuan untuk mengingat dan melafalkan sejumlah kata tetapi

binatang tersebut tidak mampu menggunakan apa yang dilafalkannya itu untuk berkomunikasi.

Dengan demikian semakin mempertegas bahwa bahasa benar-benar hanya milik manusia.

Binatang mempunyai alat komunikasinya sendiri dan itu bukan bahasa seperti bahasa yang

dimiliki oleh manusia.


L. Bahasa itu bervariasi

Bahasa digunakan oleh suatu masyarakat tutur. Anggota masyarakat tutur tersebut berasal

dari berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang berbeda. Hal tersebut menyebabkan

terjadi variasi bahasa. Berkaitan dengan ini terdapat berbagai istilah idiolek, dialek, dan ragam.

Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Dialek adalah variasi

bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat dan suatu

waktu. Ragam adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau untuk

kepentingan tertentu. Dengan mencermati cara berbahasa Indonesia seseorang misalnya, kita

dapat menduga orang tersebut berasal dari mana. Hal ini sangat dimungkinkan karena penutur

bahasa Indonesia sering dipengaruhi oleh bahasa daerahnya. Kelompok etnis tertentu memiliki

karakteristik yang kuat sehingga dapat menunjukkan dialeknya. Misalnya etnis Batak, Bali,

Madura. Pada kelompok masyarakat tutur tersebut pemakaian bahasa Indonesia memiliki

kekhasan tersendiri.

Ragam bahasa juga menunjukkan kebervariasian suatu bahasa. Ragam bahasa tersebut

dapat dilihat dari pemakai dan pemakaiannya. Dilihat dari pemakainya dapat dibedakan bahasa

Indonesia ragam dokter, pengacara, pejabat, guru, politikus, insiyur, pramuniaga, dan lain-lain.

Dari pemakainya tersebut memunculkan ragam bahasa berdasarkan pemakaiannya, yaitu ragam

bahasa kedokteran, hukum, politik, teknik, perdagangan, pendidikan, dan lain-lain.

3. Fungsi Bahasa

Secara umum sudah jelas bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa

sebagai wahana komunikasi bagi manusia, baik komunikasi lisan maupun tulis. Fungsi ini adalah
dasar bahasa yang belum dikaitkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Dalam kehidupan sehari-

hari, bahasa tidak dapat dilepaskan dari kegiatan hidup masyarakat, yang di dalamnya

sebenarnya terdapat status dan niali-nilai sosial. Bahasa selalu mengikuti dan mewarnai

kehidupan manusia sehari-hari, baik manusia sebagai anggota suku maupun bangsa.

Terkait hal itu, Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi

memiliki fungsi sebagai berikut:

1) Fungsi informasi, yaitu untuk menyampaikan informasi timbal-balik antaranggota

keluarga ataupun anggota-anggota masyarakat.

2) Fungsi ekspresi diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi atau

tekanan-tekanan perasaan pembaca. Bahasa sebagai alat mengekspresikan diri ini dapat menjadi

media untuk menyatakan eksistensi (keberadaan) diri, membebaskan diri dari tekanan emosi dan

untuk menarik perhatian orang.

3) Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri dengan

anggota masyarakat, melalui bahasa seorang anggota masyarakat sedikit demi sedikit belajar adat

istiadat, kebudayaan, pola hidup, perilaku, dan etika masyarakatnya. Mereka menyesuaikan diri

dengan semua ketentuan yang berlaku dalam masyarakat melalui bahasa.

4) Fungsi kontrol sosial, bahasa berfungsi untuk mempengaruhi sikap dan pendapat

orang lain. Bila fungsi ini berlaku dengan baik, maka semua kegiatan sosial akan berlangsung

dengan baik pula. Dengan bahasa seseorang dapat mengembangkan kepribadian dan nilai-nilai

sosial kepada tingkat yang lebih berkualitas.


Fungsi bahasa menurut Hallyday (1992) sebagai alat komunikasi untuk berbagai keperluan

sebagai berikut:

1) Fungsi instrumental, yakni bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu. Bahasa

berfungsi menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-

peristiwa tertentu. Kalimat-kalimat berikut ini mengandung fungsi instrumental dan merupakan

tindakan-tindakan komunikatif yang menghasilkan kondisi-kondisi tertentu.

Contoh :

Cepat, pergi!

Sampaikan salam hormat saya kepada Beliau!

Silakan Anda berangkat sekarang!

2) Fungsi regulatoris, yaitu bahasa digunakan untuk mengendalikan perilaku orang lain.

Contoh :

Kalau Anda tekun belajar maka Anda akan lulus dengan baik.

Kalau kamu mencuri maka kamu pasti dihukum.

Sekali berbohong maka kamu akan ditinggalkan kawan-kawanmu.

3) Fungsi intraksional, yaitu bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Contoh :

Penyapa hendaknya menyapa dengan sapaan yang tepat dan hormat.


Penutur sangat perlu mempertimbangkan siapa mitra tutumya dan bagaimana adat-istiadat serta

budaya lokal yang berlaku pada suatu daerah tertentu.

4) Fungsi personal, yaitu bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Dari bahasa yang dipakai oleh seseorang maka akan diketahui apakah dia sedang marah, jengkel,

sedih, gembira, dan sebagainya.

5) Fungsi heuristik, yaitu bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu.

Contoh :

Mengapa di dunia ini ada matahari?

Mengapa matahari bersinar?

Mengapa jika matahari tenggelam hari menjadi gelap?

6) Fungsi imajinatif, yakni bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi.

Fungsi ini biasanya untuk mengisahkan cerita·cerita, dongeng-dongeng, membacakan lelucon,

atau menuliskan cerpen, novel, dan sebagainya.

7) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi.

Contoh :

Gula manis.

Bulan bersinar.

Jalan ke Tawangmangu naik turun dan berkelok-kelok.


Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus yang sesuai dengan

kepentingan bangsa Indonesia. Fungsi itu adalah sebagai:

1) Bahasa resmi kenegaraan. Fungsi ini bahasa Indonesia dipergunakan dalam

administrasi kenegaraan, upacara atau peristiwa kenegaraan, komunikasi timbal balik antara

pemerintah dengan masyarakat.

2) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Sebagai bahasa pengantar, bahasa

Indonesia digunakan di lembaga-lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal, dari

tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.

3) Sebagai alat pemersatu berbagai suku di Indonesia. Indonesia terdiri dari berbagai

macam suku yang masing-masing memiliki bahasa dan dialeknya sendiri. Maka dalam

mengintegrasikan semua suku tersebut, bahasa Indonesia memainkan peranan yang sangat

penting.

4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia

adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina serta mengembangkan kebudayaan

nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki identitasnya sendiri, yang membedakannya

dengan bahasa daerah. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, baik dalam

bentuk penyajian pelajaran, penulisan buku atau penerjemahan , dilakukan dalam bahasa

Indonesia.

5) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional

serta kepentingan pemerintah. Dalam hubungannya dengan fungsi ini, bahasa Indonesia tidak

hanya dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dengan masyarakat luas
atau antar suku, tetapi juga sebagai alat berhubungan di dalam masyarakat yang keadaan sosial

budaya dan bahasanya sama.

Anda mungkin juga menyukai