Anda di halaman 1dari 2

SEJARAH ATAU LATAR BELAKANG MUNCULNYA ADABUL IJTIMA’I

Mengenai latar belakang munculnya corak tafsir adabi ijtimai pastilah tidak lepas dari tokoh
pembaharu di Mesir, yakni Jamaluddin al-Afgani. Hal ini wajar kiranya mengingat bahwa beliau
adalah tokoh Islam yang dianggap pertama kali bersikap tegas terhadap tantangan modernitas,
beliau menyatakan kembali kepada tradisi Islam dengan cara yang sesuai untuk menjawab
berbagai problem penting yang muncul akibat “Barat” dengan klaim modernitasnya yang
semakin mengusik “Timur Tengah” dengan tradisi Islam tradisionalnya. Tema besar yang
diperjuangkan Jamaluddin al-Afgani adalah bahwa Islam merupakan kekuatan yang sangat
penting untuk menangkal “Barat”. Pemikiran lain yang dimunculkan oleh Jamaluddin al-afgani
adalah tentang adanya persamaan antara pria dan wanita. Wanita dan pria sama dalam
pandangannya, keduanya mempunyai akal untuk berpikir.
Semangat pembaharuan jamaluddin al-Afgani yang berangkat dari respon sosial politik itu
diikuti oleh para muridnya. Muhammad Abduh adalah salah satu murid al-Afgani yang sejalan
dengan pemikirannya dalam mengadakan reformasi dengan cara menyadarkan umat akan
pentingnya mengusir penjajah, serta mengejar ketertinggalan-ketertinggalan dunia Islam
terhadap dunia barat. Gerakan nyata dari reformasi keagamaan dan politikal-Afgani dan Abduh
adalah majalah al-Urwah al-Wusqa yang mampu memberikan kesadaran kolektif terhadap
negara-negara Arab dan Islam lainnya untuk bangkit menuju kemajuan dalam arti luas.1
Banyak ulama dan ilmuan Islam yang terpanggil dan mengikuti jejak mereka, termasuk
Muhammad Rasyid Ridha yang telah menyaksikan penderitaan umat dan makin merosotnya
keadaan sosial keagamaan. Sehingga dari kondisi sosial politik Timur Tengah tersebut,
dirumuskanlah Tafsir al-Manar oleh Muhammad Abduh beserta Rasyid Ridha. Disebutkan oleh
Harun Nasution dalam bukunya Pembaharuan dalam Islam mengutip pendapat Muhammad
Abduh dalam bukunya al-Islam Din al-‘Ilm wa al-Madaniah, menyebutkan bahwa “kondisi
sebagian umat Islam pada saat dituliskannya tafsir al-Manar itu adalah kondisi jumud, statis dan
tidak berkembang karena tradisi Islam saat itu diwarnai oleh animisme dan masyarakatnya
enggan memakai akal”. Kondisi masyarakat yang seperti itu diperparah oleh sistem
pemerintahan Mesir yang seolah sengaja membiarkan rakyat menjadi bodoh.2
Karena itulah usaha pertama Abduh dalam gerak pembaharunya adalah memperbaiki sistem
pendidikan sebagai jantung umat Islam. Setelah munculnya putri-putri Mesir yang terdidik dan
terpelajar, baik dari pendidikan lokal maupun pendidikan Barat, maka mulailah ada gelombang-
gelombang reformasi dan pembaharuan sebagaimana yang diharapkan oleh Abduh. Dalam
kondisi politik dan masyarakat yang seperti itu, sebuah respon politik yang belum pernah terjadi
pada zaman mufassir sebelumnya lahir. Majalah al-Manar yang nantinya menjadi tafsir al-Manar
ditulis dengan corak baru dalam tafsir sebagai usaha menjawab tantangan zamannya. Corak tafsir
yang dikembangkan oleh Abduh dan Rasyid Ridha itu kemudian dikenal corak adabi ijtima’i.
1
Muhammad imrah, “Corak Tafsir Adabi Ijtima’i” dalam
http://khazanahquranhadits.wordpress.com/2013/12/20/corak-tafsir-adabi-ijtimai, diakses tanggal 21 November
2014.
2
Dikutip dari Harun Nasution dalam Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan oleh Kukuh
Budiman dalam skripsi Term Di’afan (Lemah) dalam Surat an-Nisa ayat 9 (Studi Tematik Kitab Tafsir al-Manar Karya
Rasyid Ridha), Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011, hlm. 31-32.

Anda mungkin juga menyukai