Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN ANALISIS KASUS PERKEMBANGAN

TAWURAN ANTAR PELAJAR


Dosen pengampu : Muhimmatul Hasanah, S.Psi., M.A.

Disusun oleh :

Adinda Rasita Dewi (220701028)

Fitria Ningrum (220701029)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2022-2023
KASUS
Tawuran antar pelajar yang menewaskan remaja berusia 16 tahun di Tanjung Pasir, Teluknaga,
Kabupaten Tangerang, bermula saat korban dan rekan-rekannya rampung mengikuti ujian sekolah.
Tawuran yang menewaskan pelajar berinisial NR itu terjadi pada Senin (28/3/2022). Polisi telah
menetapkan tiga tersangka terkait tawuran tersebut, yakni MA, SG, dan S. Kepala Kepolisian Resor
Metro Tangerang Kota, Komisaris Besar Komarudin mengatakan, seusai mengikuti ujian sekolah, NR
dan teman satu sekolahnya melakukan konvoi ke dermaga di Tanjung Pasir.
"Awalnya siswa MTS Negeri 6 Tangerang (sekolah korban) selesai melaksanakan ujian akhir, lalu
mereka melaksanakan konvoi menuju ke dermaga di Tanjung Pasir," ujar Komarudin, saat
memberikan keterangan, Rabu (30/3/2022). Ketika pulang dari dermaga, NR dan teman-temannya
diikuti oleh sekelompok siswa dari sekolah lain. Saat itulah NR dibacok menggunakan senjata tajam
jenis samurai. "Di sana konvoi mereka diikuti oleh kelompok siswa lain, kemudian dilakukan
pengejaran, lalu dipepet dan korban dibacok," kata Komarudin. Setelah dibacok, korban sempat
dibawa ke rumah sakit. Namun, nyawa NR tak dapat diselamatkan. Menurut Komarudin, aksi
tawuran yang terjadi secara tiba-tiba merupakan pola kekerasan antarpelajar yang sudah lama
terjadi. "Ini pola lama. Kerap kali terjadi pada saat mereka konvoi-konvoi, berkumpul, bertemu
dengan kelompok lain, saling ejek, maka terjadi tawuran," tutur dia. Sebagai informasi, tersangka MA
sudah berusia 18 tahun sedangkan SG dan S masih berusia 17 tahun ke bawah. Akibat aksinya, SG,
S, dan MA disangkakan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan dan terancam hukuman penjara
maksimal 7 tahun.

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi
perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial (Hurlock, 1980), maupun lingkungan sekitarnya, dan
apabila konflik tersebut tidak dapat diatasi dengan baik, maka dapat membawa dampak negatif dalam
perkembangannya. Contoh konflik yang terjadi pada remaja saat ini salah satunya adalah tawuran. Kata
tawuran mengandung pengertian berkelahinya dua kelompok siswa atau pelajar secara massal yang
disertai dengan kata-kata yang merendahkan dan perilaku yang di tunjukan untuk melukai lawannya
(Kurniawan & Rois, 2009).Tawuran merupakan salah satu jenis kenakalan remaja.

Kenakalan remaja merupakan tingkah laku yang yang melampaui batas toleransi orang lain atau
lingkungan sekitar serta suatu tindakan yang dapat melanggar norma-norma dan hukum. Secara sosial
kenakalan remaja ini dapat disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga remaja ini dapat
mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Hurlock (1999), menyatakan kenakalan remaja
adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat
membuat seseorang atau remaja yang melakukannya masuk kedalam penjara. Gunarsa (2004),
mendefinisikan kenakalan remaja itu terjadi pada remaja yang mempunyai konsep diri lebih negatif
dibandingkan dengan remaja yang tidak bermasalah. Remaja yang dibesarkan dalam keluarga kurang
harmonis dan memiliki kecenderungan yang lebih besar menjadi remaja yang nakal dibandingkan
remaja yang dibesarkan dalam keluarga harmonis dan memiliki konsep diri yang positif. Berdasarkan
beberapa pendapat dari para tokoh diatas, jadi yang dimaksud dengan kenakalan remaja adalah
kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan
kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.
Karakteristik Kenakalan Remaja

Conger (dalam Monks dkk, 1999), menyatakan bahwa remaja nakal mempunyai sifat memberontak,
mendendam, curiga, implusif, dan menunjukkan kontrol batin yang kurang dan hal ini mendukung
perkembangan konsep diri yang negatif. Kartono (2003), mengatakan bahwa remaja nakal mempunyai
karakteristik umum yang sangat berbeda dengan remaja yang tidak nakal, perbedaan kenakalan remaja
itu melingkupi :

a. Struktur intelektual. Fungsi-fungsi kognitif pada remaja yang nakal akan mendapatkan nilai lebih tinggi
untuk tugas-tugas prestasi daripada nilai untuk keterampilan verbal. Remaja yang nakal kurang toleran
terhadap hal-hal yang ambisius dan kurang mampu memperhitungkan tingkah laku orang lain serta
menganggap orang lain sebagai cerminan dari diri sendiri.

b. Fisik dan psikis. Remaja yang nakal lebih ”idiot secara moral” dan memiliki karekteristik yang berbeda
secara jasmania (fisik) sejak lahir jika dibandingkan remaja yang normal. Bentuk tubuhnya lebih kekar,
berotot, kuat, dan bersikap lebih agresif. Fungsi fisiologis dan dan neurologis yang khas pada remaja
nakal adalah kurang bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan menunjukkan ketidakmatangan
jasmaniah.
c. Karakteristik individual. Remaja yang nakal mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang,
seperti : berorientasi pada masa sekarang, bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan
masa depan; terganggu secara emosional; kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga
tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab secara sosial; sangat
impulsif, suka tantangan serta bahaya; dan kurang memiliki disiplin diri serta kontrol diri.

Faktor-Faktor Penyebab Tawuran Dan Pemicunya

Biasanya tawuran antar pelajar dimulai dari masalah yang sangat sepele. Bisa dari sebuah
pertandingan atau nonton konser yang berakhir dengan kerusuhan, bersenggolan di bis, saling ejek,
rebutan wanita, bahkan tidak jarang saling menatap antar sesama pelajar dan perkataan yang dianggap
sebagai candaan mampu mengawali sebuah tindakan tawuran, karena mereka menanggapinya sebagai
sebuah tantangan. Dan masih banyak lagi sebab-sebab lainnya. Selain alasan-alasan yang spontan, ada
juga tawuran antar-pelajar yang sudah menjadi tradisi. Biasanya ini terkait permusuhan antar sekolah
yang sudah turun temurun, menjadi dendam kesumat, sehingga sewaktu-waktu mudah sekali terjadi
tawuran. Biasanya diperkuat oleh rasa kesetiakawanan dan solidaritas yang tinggi, sehingga para pelajar
tersebut akan membalas perlakuan yang diterima oleh temannya walaupun itu merupakan masalah
pribadi. Berbagai faktor pemicu terjadinya tawuran antar pelajar tersebut, dapat dikategorikan menjadi
empat, yakni faktor internal, Faktor Keluarga, Faktor Sekolah, Faktor Lingkungan,

Faktor Internal

Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan
yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi,
dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya
menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang
mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka
biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada
setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada
remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi,
memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri
yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.

Faktor Keluarga

Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan ( antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada
anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga
adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi
anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani
mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan
menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang
dibangunnya.

Faktor Sekolah

Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi
sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan
sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton,
peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan
menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru
setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru
lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya
juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.

Faktor Lingkungan

Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak
terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota
lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang
sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya
itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional
yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.

Faktor pemicu dari kasus tawuran

Berawal dari pada saat mereka konvoi-konvoi, berkumpul, lalu bertemu dengan kelompok lain, dan
terjadilah saling ejek yang menimbulkan terjadinya tawuran dengan menggunakan senjata yang
dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Dikarenakan dari faktor tidak terima ejekan sehingga
memunculkan rasa untuk tawuran itu terjadi sampai menewaskan seseorang.

Akibat dari tawuran pelajar itu sendiri, antara lain :

1. Kematian dan luka berat bagi para siswa, pelaku dan masyarakat.

2. Kerusakan yang parah pada kendaraan dan kaca gedung atau rumah yang terkena lemparan batu.

3. Trauma pada para siswa dan masyarakat yang menjadi korban.


4. Rusaknya mental para generasi muda.

5. Turunnya kualitas pendidikan di Indonesia

Analisis dari teori yang mendukung kasus

1.Theory Of Psychosocial Development (teori perkembangan psikososial)

Erik H. Erikson mendifinisikan psikososial yaitu perkembangan yang berkaitan dengan emosi, motivasi
dan perkembangan pribadi manusia yang berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir
sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu sosial organism yang
menjadi matang secara fisik dan psikologis. Serta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan
dengan orang lain.

Berikut adalah delapan tahapan perkembangan psikososial menurut Erik Erikson : Tahap 1 : Trust vs
Mistrust (0-1 tahun), Tahap 2 : Autonomy vs Shame and Doubt (18 blan-3 tahun), Tahap 3 ; Initiative vs
Guilt (3-6 tahun), Tahap 4 : Industry vs Inferiority (6-12 tahun), Tahap 5 : Identity vs Role Cunfusion (12-
18 tahun), Tahap 6 ; Intimac vs Isolation (18-35 tahun), Tahap 7 ; Generativity vs Stagnation (35-64
tahun), Tahap 8 : Integrity vs Despair (65 tahun keatas).

Dari kasus diatas memiliki keterlibatan dengan teori psikososial erikson dimana teori tersebut
membahas tahapan perkembangan salah satunya indentity vs role confusion yang artinya remaja
mencari jati diri yang akan berpengaruh pada hidupnya dalam jangka panjang. Dimana dalam kasus
diatas dijelaskan bahwa remaja yang terlibat dalam kasus tawuran ini masih mengalami kebingungan
dalam mencari identitas jatinya dirinya. Sehingga saat terprovokasi oleh temannya yang mengakibatkan
dia ikut terlibat dalam kasus tawuran.

2. Teori Ekologi Perkembangan

Teori ekologi memandang bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh konteks lingkungan.
Hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungan yang akan membentuk tingkah laku individu
tersebut. Informasi lingkungan tempat tinggal anak untuk menggambarkan, mengorganisasi dan
mengklarifikasi efek dari lingkungan yang bervariasi teori ekologi memandang perkembangan anak dari
tiga sistem lingkungan yaitu mikrosistem, eksosistem, dan makrosistem. Mikrosistem adalah lingkungan
dimana individu tinggal, konteksi ini meliputi keluarga individu, teman sebaya, sekolah dan lingkungan
tampat tinggl. Dalam sistem mikro terjadi banyak interaksi secara langsung dengan agen sosial, yaitu
orang tua, teman dan guru.

Dari kasus diatas memiliki keterlibatan dengan teori ekologi dimana teori tersebut membahas tentang
perkembangan anak dari tiga system salah satunya yaitu mikrosistem. Dalam kasus ini termasuk dalam
pengaruh teman sebaya.Dimana pengaruh ini berawal dari perkumpulan yang dilanjutkan dengan
adanya konvoi-konvoi yang mengakibatkan terjadinya provokasi untuk melakukan tawuran.

3. Teori Psikoanalisis Sigmund Freud

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya,
sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya
dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga “psikoanalisis” dan “psikoanalisis Freud”
sama artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan
menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama
baru untuk menunjukan ajaran mereka. Teori Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud.
Psikoanalisis dapat dipandang sebagai teknik terapi dan sebagai aliran psikologi. Sebagai aliran psikologi,
psikoanalisis banyak berbicara mengenai kepribadian, khususnya dari segi struktur, dinamika, dan
perkembangannya. Freud berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3
unsur, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan the Id, the Ego,
dan the Super Ego), yang masing memiliki asal, aspek, fungsi, prinsip operasi, dan perlengkapan sendiri.

Dari kasus diatas memiliki keterkaitan dengan teori psikoanalisis dimana teori tersebut membahas
tentang struktur kepribadian. Dimana dalam kasus diatas dijelaskan bahwa para remaja lebih
mementingkan hasrat memperoleh kesenangan dan menghindari kesakitan. Sehingga mengakibatkan
dampak yang fatal bagi mereka.

Pencegahan
Pencegahan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan untuk mencegah tingkat permasalahan remaja
yang akan terjadi. Sasaran kegiatan pencegahan adalah:

1) Remaja rentan yaitu remaja yang mengalami beberapa masalah sosial dan lingkungannya seperti;
tawuran, putus sekolah, keterlantaran, jalanan, perlindungan khusus dan remaja yang berminat
mengembangkan bakat dan kreativitasnya.

2) Keluarga yang mempunyai anak remaja; Keluarga merupakan basis utama dan pertama
perkembangan anak, awal proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian seorang anak. Kepribadian
seorang anak akan terbentuk dengan baik apabila ia lahir dan tumbuh berkembang dalam lingkungan
keluarga yang baik begitu juga sebaliknya.

3) Lingkungan tempat tinggal dan teman sepermainan; Lingkungan tempat tinggal juga dapat
mempengaruhi kepribadian seseorang untuk melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang
ada.

Kegiatan pencegahan berupa;

1) Penyebaran informasi dilakukan dengan cara menggunakan berbagai media seperti; media elektronik,
media cetak, brosur, dan leaflet.

2) Kampanye sosial dan penyuluhan. Adapun materi yang disampaikan meliputi: Bahaya tawuran,
promosi tentang penyebarluasan informasi yang bersifat mendidik, mencerahkan, dan memberdayakan
remaja sehingga mau mengakses program tersebut.

Peranan Orang Tua Mencegah Tawuran

Pendidikan dalam keluarga sangat penting sebagai landasan dasar yang membentuk karakter anak
sejak awal. Peran orang tua tidak hanya sebatas menanamkan norma-norma kehidupan sejak dini.
Mereka harus terus berperan aktif, terutama pada saat anak-anak menginjak usia remaja, di mana anak-
anak ini mulai mencari jati diri. Bagaimana orang tua dapat berperan aktif? Orang tua mesti senantiasa
menjaga komunikasi, keharmonisan keluarga serta membentengi mereka dengan pendidikan agama
yang benar. Melalui tiga cara ini, orang tua dapat memberikan contoh teladan yang baik bagi anaknya.
Dengan adanya teladan yang baik di rumah, mereka akan lebih tidak mudah terpengaruh untuk terlibat
dengan aktivitas yang bersifat anarkis. Pada hakekatnya awal kehidupan seorang bayi atau seorang anak
belum bermoral. Jadi tidak dapat dinilai tingkah lakunya sebagai bermoral atau tidak bermoral, ia belum
memiliki pengetahuan dan pengertian akan apa yang diharapkan oleh kelompok sosial dimana ia hidup.
Aspek moral seorang anak merupakan sesuatu yang berkembang dan diperkembangkan. Perkembangan
moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia hidup. Jadi bagaimana kelak ia akan
bertingkah laku sesuai atau tidak sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku, semua itu banyak
dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan anak yang ikut memperkembangkan secara langsung ataupun
tidak langsung aspek moral ini. Tanpa masyarakat (lingkungan), kepribadian seorang individu tidak dapat
berkemgbang, demikian pula dengan aspek moral pada anak. Nilai-nilai moral yang dimiliki seorang anak
lebih merupakan sesuatu yang diperoleh anak dari luar. Anak belajar dan diajar oleh lingkungan
mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan yang tidak baik atau dikatakan salah.

Upaya Terhindar Dari Tawuran Pelajar :

Bekali diri dengan pengetahuan agama sebanyak-banyaknya.

Di sekolah memang kita diajarkan juga pelajaran Agama, tapi paling lama 2 jam seminggu, dan juga
pelajaran Agama disekolah lebih terfokus ke Nilai akhir ketika ujian (ahlak mah jauh), mungkin karna
faktor inilah (kurangnya kesadaran beragama para siswa ) yang membuat para pelajar tidak punya
pegangan untuk bisa menahan diri dalam pergaulan antar siswa. Ini juga bisa menjadi pesan serius untuk
para orang tua, untuk itu jangan hanya mengarahkan anak anak mereka untuk berprestasi dalam
pelajaran-pelajaran dunia saja, akan tetapi harus diimbangi dengan prestasi ahlak dan budi pekerti
dengan mengarahkan anak anak mereka untuk belajar agama di luar waktu sekolah.

Pengawasan orang Tua.

Tidak perlu menyewa intelegen khusus untuk melakukan tugas ini. Dengan menjalin komonikasi yang
baik dengan anak, sudah cukup membentengi anak dari pengaruh negatif lingkungannya.

Mengikuti kegiatan tambahan di sekolah.

Mengikuti kegiatan kegiatan luar sekolah, sangat ampuh untuk menyalurkan energi berlebih pada diri
siswa, masukkan anakanak anda ke kegiatan luar sekolah seperti bela diri, bukan untuk mengajar
mereka berkelahi (walaupun sebenarnya wajib diajarkan), akan tetapi, semakin pinter seseorang
berkelahi, semakin ingin mereka menjauhi perkelahian tersebut.

Jangan mudah terprovokasi

teliti, cermati dan gali setiap informasi yang kita dengar, dan kita lihat, sebelum mengambil tindakan
terhadap permasalahan tersebu, orang tua harus ikut berperan dalam mengajak anak untuk mengambil
tindakan .

Pengawasan sekolah.

Sekolah bisa saja membuat aturan aturan khusus kepada siswanya untuk bisa meminimalisir terjadinya
ketegangan siswa antar sekolah, Terutama buat sekolah sekolah yang jaraknya berdekatan.

Hindari nongkrong habis pulang sekolah.


Nongkrong habis pulang sekolah sering menjadi pemicu awal terjadinya pertikaian antar sekolah. Jika
suatu kelompok siswa bertemu dengan kelompok siswa dari sekolah lainnya, rentan sekali terjadi
gesekan gesekan yang bisa memicu tawuran antar pelajar.

Jalin silaturrahmi antar sekolah

bisa dengan cara mengadakan pertandingan pertandingan olah raga antar sekolah dan pentas seni
antar sekolah.

Awasi kendaraan yang digunakan Siswa

Pengalaman kenalpot motor siwa banyak yang suaranya membludak memekakkan telinga dan ketika
yang punya motor melewati kawanan siswa dari sekolah lain, sering ada yang tersinggung (padahal
cuman lewat) dan dari sana juga sering timbul pertikain. Jadi pihak sekolah juga memberi tata tertib
kenderaan yang baik untuk digunakan anak pelajar.
DAFTAR PUSTAKA
Kronologi Tawuran Antarpelajar di Tangerang yang Menewaskan Remaja 16 Tahun (kompas.com)

Basri, A. H. (2017, January 2). FENOMENA TAWURAN ANTAR PELAJAR DAN


INTERVENSINYA. Retrieved from media.neliti:
https://media.neliti.com/media/publications/80303-ID-none.pdf
Ingtyas, F. T. (2017). PERANAN ORANG TUA DALAM MENCEGAH TAWURAN. Jurnal
Keluarga Sehat Sejahtera Vol. 15 (2) Desember 2017, 15, 1-13.
Khair, U., & Aviani, Y. I. (2019, Oktober 2). INTENSI PERILAKU TAWURAN DITINJAU
DARI THEORY OF PLANNED BEHAVIOR. Retrieved from ejournal.unp:
http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/psi/article/download/6888/3363
Widyanti, R. (2013, oktober 2). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tawuran .
Retrieved from Journal.uajy: http://e-journal.uajy.ac.id/4528/2/1HK09838.pdf

Anda mungkin juga menyukai