Anda di halaman 1dari 1

PERMASALAHAN PERTANIAN DI SUMATERA SELATAN

 Petani enggan menanam pada musim tanam kedua karena pada masa itu sebagian besar lahan
pertanian di Sumsel yang berjenis lahan rawa lebak dan pasang surut, tidak bisa ditanami
lantaran tergenang air.
 Pendataan lahan baku sawah yang masih belum optimal. Akibatnya, penyaluran kuota pupuk
bersubsidi dari pemerintah pusat ke petani masih timpang.
 Peningkatan produktivitas lahan pertanian di Sumsel sangat bergantung pada ketersediaan
bahan penunjang pertanian seperti pupuk, bibit padi, dan pestisida yang berkualitas dan bisa
dijangkau petani. “Selama ini petani kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Itu karena jumlah
pupuk tidak pernah sebanding dengan luas lahan yang tersedia,” ungkapnya.
 Sulitnya memperoleh bibit yang berkualitas karena penentuan bibit tidak disesuaikan dengan
kondisi lahan pertanian. “Setiap lahan pertanian memiliki karakteristik yang berbeda. Karena itu
pemberian bibit tidak bisa digeneralisasi,” ucap Zain.
 Infrastruktur dari daerah sentra produksi menuju ke pabrik pengolahan atau pasar kurang
memadai. Banyak petani yang tinggal di daerah perairan masih kesulitan untuk menyalurkan
hasil komoditasnya. “Mereka harus menyewa kapal yang tentu membutuhkan biaya angkut yang
tidak sedikit.
 Perbedaan budaya tanam antara petani di Lampung dan Sumsel. Petani Sumsel sudah terbiasa
dengan sistem penanaman satu kali tanam per tahun karena kondisi lingkungan yang tidak
memadai untuk melakukan lebih dari itu. Berbeda dengan petani di Lampung yang telah terbiasa
memanfaatkan lahan lebih dari satu kali tanam per tahun.
 produktivitas padi sangat ditentukan oleh metode penanaman petani di lapangan.
“Apabila sarana sudah baik, alsintan (alat dan mesin pertanian) sudah ada, tinggal
bagaimana petani melakukan pertanaman yang baik,” katanya. Menurutnya, petani
harus betul-betul menerapkan pemberian pupuk secara tepat dosis, perlindungan
serangan hama, hingga penanganan panen.
 Pemprov Sumsel sebetulnya sudah menyadari masalah luasan lahan yang memengaruhi kuota
pupuk bersubdisi. Pasalnya, Sumsel tercatat sempat kehilangan luas tanam seluas 250 hektare
pada 2017, lantaran tidak terdata di Kementerian ATR/BPN.
 petani hanya dijadikan alat dalam proses produksi pertanian. Kecenderungan korporasi
menguasai ketersediaan bibit, pupuk, pestisida, dan peralatan pertanian. Penanganan setelah
panen pun korporasi yang memegang kuasa. Padahal, segala yang dikuasai korporasi itu paling
banyak mendapat nilai tambah. Sedangkan, proses produksi yang paling berisiko. Maka, peran
korporasi dalam food estate hanya menambah pelik petani untuk mencapai kesejahteraan.

https://www.disrupto.co.id/journal/jepang-gencarkan-digital-farming-untuk-jaga-ketahanan-pangan

Anda mungkin juga menyukai