Anda di halaman 1dari 10

3.1.

Kriteria Penentuan Lahan Kritis


Berdasarkan hasil lokakarya Penetapan Kriteria Lahan Kritis yang dilaksanakan oleh Direktotar
Rehabilitasi dan Konservasi Tanah pada 17 Juni 1997 dan 23 Juli 1997 yang dimaksud dengan
lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang
fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan. Dengan demikian penilaian
lahan kritis di setiap tempat harus mengacu pada kriteria yang ditetapkan dan sesuai dengan
fungsi tempat tersebut. Besaran nilai bobot tingkat kekritisan lahan diperoleh dari hasil
perkalian antara bobot dan nilai skor.

Parameter fisik lahan berupa kelas lereng, jenis tanah, geologi, curah hujan serta karakteristik
DAS menentukan peran yang sangat penting. Hal ini berkaitan erat dengan penentuan kriteria
lahan kritis sebagai sasaran utama dari arahan RTL RLKT. Metode yang dilakukan adalah
melakukan tumpang susun (overlay) secara spatial masing-masing data tersebut untuk
kemudian dilakukan pembobotan ( skoring). Adapun parameter yang akan dilakukan
pembobotan adalah sebagai berikut :
1) Tipe Iklim (Curah Hujan)

a. Tipe iklim, dianalisis berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson. Data
hujan bulanan selama 10 tahun terakhir dikelompokkan dalam bulan kering (curah hujan
bulanan < 60 mm), bulan lembab (curah hujan bulanan antara 60-100 mm) dan bulan basah
(curah hujan bulanan > 100 mm). Penentuan tipe iklim didasarkan pada nilai Q yang dihitung
dengan rumus :

Q = (BK / BB) x 100%

Keterangan:
BK = Jumlah bulan kering dalam satu periode analisis (bulan)
BB = Jumlah bulan basah dalam satu periode analisis (bulan)
Selanjutnya penentuan tipe iklim didasarkan pada kriteria Schmidt & Ferguson.

b. Intensitas Hujan, Intensitas hujan (I) dihitung berdasarkan curah hujan rata-rata dalam
satu tahun dan hari hujannya, sebagai berikut :

I = CH / HH

Keterangan :

CH = Curah hujan rata-rata dalam satu tahun


HH = Hari hujan rata-rata dalam satu tahun
Tabel 3.2
Klasifikasi Intensitas Curah Hujan
Kelas Intensitas Intensitas Curah hujan Klasifikasi CH
Curah hujan (mm/hari)
1 < 13,6 Sangat rendah
2 13,6 – 20,7 Rendah
3 20,7 – 27,7 Sedang
4 27,7 – 34,8 Tinggi
5 > 34,8 Sangat Tinggi

2). Kelas Lereng

Bentuk lahan dan ketinggian tempat dianalisis secara deskriptif berdasarkan Peta Topografi
dengan memperhatikan pola dan ketinggian garis kontur. Kelas lereng diklasifikasikan sesuai
dengan kerapatan garis kontur. Pada bagian yang berbukit/bergunung selain dengan analisis
kerapatan kontur, penetapan kelas lereng juga dilakukan secara sistematis dengan melihat
puncak atau punggung bukit/gunung. Panjang lereng ditentukan berdasarkan pengamatan di
lapangan dengan memprediksi rata-ratanya pada masing-masing kelas lereng dan lokasinya.

Tabel. 3.3.
Klasifikasi Kelas Lereng
Kondisi
Kelas Lereng Klasifikasi lereng
Di Peta Di Lapangan
1 Jarak kontur > 6,25 mm 0%-8% Datar
2 Jarak kontur 3,33 - 6,25 mm 8 % - 15 % Landai
3 Jarak kontur 2,00 - 3,32 mm 15 % - 25 % Agak curam
4 Jarak kontur 1,25 – 1,99 mm 25 % - 40 % Curam
5 Jarak kontur < 1,25 mm > 40 % Sangat Curam

3). Jenis Tanah

Pengolahan data jenis tanah adalah dengan pendekatan terhadap kepekaan jenis tanah
tertentu terhadap tingkat laju erosi. Tanah memiliki struktur dan porositas yang mampu
menahan laju aliran permukaan ( surface run off) yang berbeda antara jenis tanah satu dengan
lainnya. Semakin kuat jenis tanah menahan laju aliran permukaan maka kepekaannya semakin
rendah, sebaliknya semakin rendah jenis tanah akan tingkat laju erosi maka kepekaannya
semakin tinggi. Berikut adalah klasifikasi jenis tanah berdasarkan kepekaan terhadap erosi.

Tabel 3.4.
Klasifikasi Kepekaan Jenis Tanah terhadap Erosi
Kelas Tanah Jenis tanah Klasifikasi kepekaan
1 Aluvial, glei planosol, hidomorf kelabu, laterita air tanah Tidak peka
2 Latosol Aga peka
3 Brown forest soil, noncalsic brown, mediteran Kurang peka
4 Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podsolik Peka
5 Regosol,Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka

Ketiga parameter fisik lahan tersebut digunakan sebagai dasar penentuan kriteria lahan kritis,
untuk kemudian ditentukan skala prioritas dalam penanganan program yang akan dilaksanakan.
Penentuan kriteria lahan kritis tersebut disajikan pada diagram alir berikut :
Peta Kelas Lereng (Bobot 20%) Peta Erosi (Bobot 20%)
KelasSkor KelasSkor
Datar5 Ringan5
Landai4 Sedang4
Agak Curam3 Berat3
Curam2 Sangat Berat2
Sangat Curam1

Overlay

Peta Liputan Lahan (Bobot 50%) Peta Manajemen (Bobot 10%)


KelasSkor Kelas Skor
Sangat Baik5 Baik5
Baik4 Sedang3
Sedang3 Buruk1
Buruk2
Sangat Buruk1

Peta Tingkat Kekritisan


Lahan

Gambar 3.3. Diagram Alur Penentuan Klasifikasi Lahan Kritis

4). Penutupan Lahan

Data penutupan lahan dari hasil penafsiran citra Alos Prism 2.5 m tersebut, penutupan lahan di
bedakan menjadi tiga kelas penutupan lahan yaitu kelas penutupan I (kawasan lindung), Kelas
penutupan II ( kawasan konservasi), Kelas penutupan II (kawasan budidaya).

Hasil penafsiran tersebut terdiri dari 23 kelas penutupan lahan yang selanjutnya dikelompokkan
menjadi 3 kelompok penutupan lahan, berdasarkan tingkat penutupan vegetasinya, yaitu:
a. Kelompok Penutupan I : terdiri dari jenis penutupan tanah terbuka, semak/belukar,
pertanian, lahan kering bercampur semak. Kegiatan yang dapat diarahkan pada kelompok
ini adalah kegiatan reboisasi dan penghijauan.

b. Kelompok Penutupan II : terdiri dari jenis penutupan hutan lahan kering sekunder, hutan
rawa sekunder. Kegiatan yang dapat diarahkan pada kelompok ini adalah kegiatan
pengayaan tanaman.

c. Kelompok Penutupan III : terdiri dari jenis penutupan savana, pertanian lahan kering,
sawah, pertambangan dan pemukiman. Kegiatan diasumsikan tidak dilakukan pada
seluruh areal dan dapat dilakukan melalui kegiatan teknik konservasi tanah.

Data hasil penafsiran citra tersebut dilakukan pengecekan lapangan untuk mengoreksi
beberapa kesalahan penafsiran, sehingga sesuai dengan kondisi riil dan perubahan terkini di
lapangan.

5). Karakteristik DAS

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung bukit yang mampu
menerima, menyimpan aliran air, sedimen serta unsur hara tanah serta mengalirkannya ke satu
titik pertemuan aliran sungai. Ditinjau dari aspek hidrologi, DAS dapat dipandang sebagai suatu
sistem yang mampu mempengaruhi kondisi suatu lahan atau kawasan. Adapun parameter fisik
DAS yang secara signifikan mampengaruhi karakteristik lahan adalah bentuk DAS, kerapatan
aliran, dan kemiringan DAS (Seyhan, 1977). Ketiga parameter fisik DAS tersebut berpengaruh
terdapat kondisi aliran permukaan dan erosi, yang kemudian berpengaruh terhadap distribusi
aliran dan kualitas air suatu kawasan DAS. Masing-masing parameter fisik ( morfometri) DAS
dikelompokkan dan diklasifikasikan berdasarkan pengaruhnya terhadap aliran permukaan.
Tabel 3.5.
Bentuk DAS yang Mempengaruhi Aliran Permukaan
Bentuk DAS karakteristik Kode
Melebar Bentuk DAS melintang arah aliran, sungai melebar, I
pengaruh erosi semakin kecil
Bulat/bujur sangkar Panjang dan lebar lebih kurang sama II
Memanjang Bentuk DAS memanjan searah aliran sungai, pengaruh III
erosi semakin besar

Tabel 3.6.
Kerapatan Aliran Sungai yang Mempengaruhi Aliran Permukaan dan Erosi
Kerapatan Karakteristik kode
Rapat Kerapatan aliran tinggi, ada banyak cabang sungai selain I
sungai utama, pengaruh erosi semakin kecil
Agak rapat Kerapatan aliran kurang, sungai agak rapat dan hanya II
terdapat satu sungai utama
Jarang Kerapatan aliran sungai jarang, pengaruh aliran III
permukaan dan erosi menjadi besar.

Tabel 3.7.
Kemiringan DAS yang Mempengaruhi Aliran Permukaan
Kemiringan Karakteristik DAS Kode
Datar Pengaruh terhadap aliran permukaan kecil I
Sedang Pengaruh terhadap aliran permukaan sedang II
Curam Pengaruh terhadap aliran permukaan besar III

3.6.1 Penetapan Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan lindung pada umunya dapat berupa cagar alam, suaka margasatwa, taman
hutan raya, daerah resapan air, daerah pelestarian plasma nutfah. Kawasan hutan lindung
dianggap sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian sumberdaya tanah, hutan dan air,
bukan sebagai daerah produksi. Parameter penilaian kekritisan lahan Kawasan Hutan Lindung
dikonsentrasikan pada parameter penilaian kekritisan yang berkaitan dengan fungsi
perlindungan pada sumberdaya hutan (vegetasi), tanah dan air, faktor kemiringan lereng,
Tingkat erosi dan manajemen pengelolaan yang dilakukan. Kriteria penetapan lahan kritis
untuk kawasan Hutan Lindung disajikan pada Tabel 3-8 di bawah ini.
Tabel 3.8.
Kriteria Penetapan Lahan Kritis untuk Kawasan Hutan Lindung
No Kriteria (% Bobot) Kelas Besaran/Deskripsi Skor Keterangan
1. Penutupan Lahan 1. Sangat baik >80 % 5 Dihitung
(50) 2. Baik 61-80 % 4 berdasarkan
3. Sedang 41-60 % 3 prosentase
4. Buruk 21-40 % 2 penutupan
5. Sangat buruk < 20 % 1 tajuk
2 Lereng (20) 1. Datar <8% 5
2. Landai 8- 15 % 4
3. Agak Curam 16-25 % 3
4. Curam 25-40 % 2
5. Sangat curam > 40 % 1
3 Erosi (20) 1. Ringan -Tanah dalam: Kurang dari 25 5
% lapisan tanah atas hilang
dan atau erosi alur pada
jarak 20-50 m

-Tanah dangkal: Kurang dari


25 % lapisan tanah atas
hilang dan atau erosi alur
pada jarak > 50 m
2. Sedang - Tanah dalam: 25-75 % 4
lapisan tanah atas hilang dan
atau erosi alur pada jarak 20
m

- Tanah dangkal: 25-50 %


lapisan tanah atas hilang dan
atau erosi alur dengan jarak
< 20-50 m
3. Berat - Tanah dalam: lebih dari 75 3
% lapisan tanah atas hilang
dan atau erosi alur pada
jarak 20-50 m
- Tanah dangkal: 25-75 %
lapisan tanah atas hilang
4. Sangat Berat - Tanah dalam: Semua 2
lapisan tanah atas hilang
lebih dari 25 % lapisan tanah
bawah hilang dan atau erosi
alur pada jarak kurang dari
20 m

- Tanah dangkal: > 75 %


lapisan tanah atas telah
hilang dan sebagian lapisan
tanah bawah tererosi
4. Manajemen 1. Baik Lengkap *) 5 *) Tata batas
(10) 2. Sedang Tidak lengkap 3 ada
3. Buruk Tidak ada 1 - Penyuluhan
dilaksana-
kan
Tabel 3.9
Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung
No Tingkat Kekritisan Lahan Besaran Nilai
1. Sangat Kritis 120-180
2. Kritis 181-270
3. Agak Kritis 271-360
4. Potensi Kritis 361-450
5. Tidak Kritis 451-500

3.6.2 Tingkat kekritisan di Kawasan Budidaya untuk Usaha Pertanian

Kawasan budidaya untuk pertanian adalah kawasan yang diusahakan agar berproduksi secera
lestari. Pada prinsipnya kawasan ini fungsi utamanya adalah sebagai daerah produksi. Oleh
sebab itu penilaian kekritisan lahan di daerah produksi dikaitkan dengan fungsi produksi dan
pelestarian sumberdaya tanah, vegetasi, dan air untuk produktivitas. Selain itu faktor lereng,
tingkat ersosi, batu-batuan, dan pengelolaan yang dilakukan dijadikan faktor yang
mempengaruhi tingkat kekritisan lahan.

Tabel 3.10
Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Budidaya untuk Usaha Pertanian
No Kriteria (% Bobot) Kelas Besaran/Deskripsi Skor Keterangan
1. Sangat tinggi >80 % 5 Dinilai berdasarkan rasio
terhadapproduksi
1. Produktivitas (30) 2. Tinggi 61-80 % 4 umumoptimal pada
3. Sedang 41-60 % 3 pengelolaan tradisional
4. Rendah 21-40 % 2
5. Sangat rendah < 20 % 1
2 Lereng (20) 1. Datar <8% 5
2. Landai . 8- 15 % 4
3. Agak Curam 16-25 % 3
4. Curam 25-40 % 2
5. Sangat curam > 40 % 1

Erosi (20) 1. Ringan Tanah dalam: Kurang dari 25 5


% lapisan tanah atas hilang
dan atau erosi alur pada jarak
20-50 m
Tanah dangkal: Kurang dari 25
% lapisan tanah atas hilang
dan atau erosi alur pada jarak
> 50 m
2. Sedang Tanah dalam: 25-75 % 4
lapisan tanah atas hilang dan
atau erosi alur pada jarak 20 m
Tanah dangkal: 25-50 %
lapisan tanah atas hilang dan
atau erosi alur dengan jarak <
20-50 m
3. Berat Tanah dalam: lebih dari 75 % 3
lapisan tanah atas hilang dan
atau erosi alur pada jarak 20-
50 m
Tanah dangkal: 25-75 %
lapisan tanah atas hilang
4. Sangat Berat Tanah dalam: Semua lapisan 2
tanah atas hilang lebih dari 25
% lapisan tanah bawah hilang
dan atau erosi alur pada jarak
kurang dari 20 m
Tanah dangkal: > 75 % lapisan
tanah atas telah hilang dan
sebagian lapisan tanah bawah
tererosi
4. Batuan 1. Sedikit < 10 % 5
(5) 2. Sedang 10-30 % 3
3. Banyak > 30 % 1
5. Manajemen 1. Baik Penerapan teknologi konservasi 5
(30) 2. Sedang tanah lengkap dan sesuai 3
dengan petunjuk teknis
3. Buruk 1
Tidak lengkap dan tidak
dipelihara
Tidak ada

Tabel 3.11
Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Budidaya untuk Usaha Pertanian
No Tingkat Kekritisan Lahan Besaran Nilai
1. Sangat Kritis 115-200
2. Kritis 201-275
3. Agak Kritis 276-350
4. Potensi Kritis 351-425
5. Tidak Kritis 426-500

3.6.3 Penetapan Kekritisan Lahan di Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan adalah kawasan yang sudah ditetapkan sebagai
kawasan lindung tetapi kawasan tersebut tidak lagi sebagai hutan, pada umumnya daerah
tersebut sudah diusahakan sebagai daerah produksi. Namun secara prinsip daerah ini masih
tetap berfungsi sebagai daerah perlindungan/pelestarian sumberdaya tanah, hutan, dan air.
Oleh sebab itu parameter penilaian peniliaian kekritisan lahan di daerah ini harus dikaitkan
dengan fungsi sumberdaya tanah, vegetasi yang permanen, air, kemiringan lereng, tingkat
erosi dan tingkat pengelolaan.
Tabel 3.12
Kriteria Lahan Kritis Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan
No Kriteria (% Bobot) Kelas Besaran/Deskripsi Skor Keterangan
1. Vegetasi permanen 1. Sangat baik >40 % 5 Dinilai
(50) 2. Baik 31-40 % 4 berdasarkan
3. Sedang 21-30 % 3 prosentase
4. Buruk 10-20 % 2 penutupan tajuk
5. Sangat buruk < 10 % 1 pohon

2 Lereng (10) 1. Datar <8% 5


2. Landai 8- 15 % 4
3. Agak Curam 16-25 % 3
4. Curam 26-40 % 2
5. Sangat curam >40 % 1
3 Erosi (10) 1. Ringan Tanah dalam: Kurang dari 25 % 5
lapisan tanah atas hilang dan atau
erosi alur pada jarak 20-50 m
Tanah dangkal: Kurang dari 25 %
lapisan tanah atas hilang dan atau
erosi alur pada jarak > 50 m
2. Sedang Tanah dalam: 25-75 % lapisan 4
tanah atas hilang dan atau erosi
alur pada jarak 20 m
Tanah dangkal: 25-50 % lapisan
tanah atas hilang dan atau erosi
alur dengan jarak < 20-50 m
3. Berat Tanah dalam: lebih dari 75 % 3
lapisan tanah atas hilang dan atau
erosi alur pada jarak 20-50 m
Tanah dangkal: 25-75 % lapisan
tanah atas hilang
4. Sangat Berat Tanah dalam: Semua lapisan tanah 2
atas hilang lebih dari 25 % lapisan
tanah bawah hilang dan atau erosi
alur pada jarak kurang dari 20 m
Tanah dangkal: > 75 % lapisan
tanah atas telah hilang dan
sebagian lapisan tanah bawah
tererosi

5. Manajemen (10) 1. Baik Penerapan teknologi konservasi 5


tanah lengkap sesuai petunjuk
teknis
2. Sedang Tidak lengkap atau tidak 3
terpelihara
3. Buruk Tidak ada 1

Anda mungkin juga menyukai