Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS WILAYAH

ANALISIS FUNGSI KAWASAN DAN KEMAMPUAN LAHAN

Disusun Oleh:

Kelompok 1
Yulia Nanda 15136046/2015
Afifu Rahman 15136074/2015
Rezki Tri Ananda Putri 15136099/2015

Dosen Pembimbing Mata Kuliah:


Rery Novio S.Pd, M.Pd

PRODI GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
A. ANALISIS FUNGSI KAWASAN

1. KONSEP

a. Pengertian Kawasan
Kawasan adalah suatu area di permukaan bumi yang relative homogen dan
berbeda dengan sekelilingnya berdasarkan kriteria tertentu. “geografi kawasan
adalah bagian yang vital dan tidak terpisahkan dari pokok bahasan bagi pembaca
pada umumnya merupakan geografi par excellence” (Wooldridge dan East
1958:141). Fungsi kawasan terbagi menjadi tiga yaitu kawasan lindung, kawasan
penyangga dan kawasan budidaya.
Kawasan merupakan wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya (UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Bab 1 Ketentuan
Umum Pasal 1 point 20, 21, dan 22). Kawasan lindung adalah wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sedangkan kawasan
budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi untuk dibudidayakan atas
dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber
daya buatan. Selain kawasan lindung dan kawasan budidaya terdapat pula kawasan
penyangga. Kawasan penyangga adalah kawasan yang ditetapkan untuk menopang
keberadaan kawasan lindung sehingga fungsi lindungnya tetap terjaga (Nugraha,
dkk 2006: 62). Kawasan penyangga ini merupakan batas antara kawasan lindung
dan kawasan budidaya. Penggunaan lahan yang diperbolehkan hutan tanaman
rakyat atau kebun dengan sistem wanatani (agroforestry) dengan pengelolaan lahan
sangat minim (minimum tillage).
Berdasarkan fungsinya tersebut maka peggunaan lahan yang diperbolehkan
adalah pengolahan lahan dengan tanpa pengolahan tanah (zero tillage) dan dilarang
melakukan penebangan vegetasi hutan (Nugraha, dkk 2006) dalam Muryono
(2008:8). Sehingga jika disimpulkan bahwa fungsi kawasan dapat dilihat dari
karakteristik fisiknya berupa lereng, jenis tanah, dan curah hujan harian rata-rata
menjadi kawasan lindung, penyangga, budidaya tanaman tahunan dan budidaya
tanaman semusim, dimana setiap kawasan mempunyai fungsi utama yang spesifik.

1
b. Jenis Fungsi Kawasan
Jenis Fungsi Kawasan ditetapkan berdasarkan besarnya nilai skor
kemampuan lahan dan kriteria khusus lainnya, sebagaimana kriteria dan tat acara
yang ditetapkan dalam Buku Petunjuk Penyusunan Pola RLKT. Fungsi kawasan
berdasarkan kriteria tersebut dibagi menjadi:
- Kawasan Lindung ( Kode A)
- Kawasan Penyangga (Kode B)
- Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan (Kode C)
- Kawasan Budidaya Tanaman Semusim (Kode D)
1. Kawasan Fungsi Lindung (A)
Kawasan fungsi lindung adalah suatu wilayah yang keadaan sumberdaya
alam air, flora dan fauna seperti hutan lindung, hutan suaka, hutan wisata, daerah
sekitar sumber mata air, alur sungai, dan kawasan lindung lainnya sebagaimana
diatur dalam Kepres 32 Tahun 1990
Suatu lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindung, apabila besarnya
skor kemampuan lahannya ≥175, atau memenuhi salah satu/beberapa syarat
berikut:
a. Mempunyai kemiringan lahan lebih dari 40%.
b. Jenis tanahnya sangat peka terhadap erosi (regosol, latosol, organosol, dan
renzina) dengan kemiringan lapangan lebih dari 15%.
c. Merupakan jalur pengaman aliran air/sungai yaitu sekurang-kurangnya 100
meter di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter kiri-kanan anak sungai.
d. Merupakan perlindungan mata air, yaitu sekurang-kurangnya radius 200
meter di sekeliling mata air.
e. Merupakan perlindungan danau/waduk, yaitu 50-100 meter sekeliling
danau/waduk.
f. Mempunyai ketinggian 2.000 meter atau lebih di atas permukaan laut.
g. Mempunyai kawasan Taman Nasional yang lokasinya telah ditetapkan oleh
pemerintah.
h. Guna keperluan/kepentingan khusus dan ditetapkan sebagai kawasan
lindung.

2
2. Kawasan Fungsi Penyangga (B)
Kawasan fungsi penyangga adalah suatu wilayah yang dapat berfungsi
lindung dan berfungsi budidaya, letaknya diantara kawasan fungsi lindung dan
kawasan fungsi budidaya seperti hutan produksi terbatas, perkebunan (tanaman
keras), kebun campur dan lainnya yang sejenis.
Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi penyangga apabila
besarnya nilai skor kemampuan lahannya sebesar 125-174 atau memenuhi kriteria
umum sbb:
a. Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara
ekonomis.
b. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga.
c. Tidak merugikan dilihat dari segi ekologi/lingkungan hidup bila dikembangkan
sebagai kawasan penyangga.
3. Kawasan fungsi Budidaya Tanaman Tahunan (C)
Kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan adalah kawasan budidaya yang
diusahakan dengan tanaman tahunan seperti Hutan Produksi Tetap, Hutan Tanaman
Industri, Hutan Rakyat, Perkebunan (tanaman keras), dan tanaman buah-buahan.
Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan dengan fungsi budidaya
tanaman tahunan apabila besarnya nilai skor kemampuan lahannya ≤ 124 serta
mempunyai tingkat kemiringan lahan 15-40% dan memenuhi kriteria umum seperti
pada kawasan fungsi penyangga.
4. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Semusim (D)
Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim adalah kawasan yang
mempunyai fungsi budidaya dan diusahakan dengan tanaman semusim terutama
tanaman pangan atau untuk pemukiman. Untuk memelihara kelestarian kawasan
fungsi budidaya tanaman semusim, pemilihan jenis komoditi harus
mempertimbangkan kesesuaian fisik terhadap komoditi yang akan dikembangkan.
Untuk kawasan pemukiman, selain memiliki nilai kemampuan lahan
maksimal 124 dan memenuhi kriteria tersebut di atas, secara mikro lahannya
mempunyai kemiringan tidak lebih dari 8%.

3
c. Kriteria Penetapan Fungsi Kawasan
Tiga factor yang dinilai sebagai penentu kemampuan lahan, yaitu:
1. Kelerengan lapangan
2. Jenis tanah menurut kepekaan terhadap erosi
3. Intensitas hujan harian rata-rata
Informasi tersebut didapatkan dari hasil pengolahan peta topografi, peta
tanah, dan data hujan.
Klasifikasi dan nilai skor dari ketiga factor di atas berturut-turut adalah
seperti Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 1. Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Kemiringan Lereng

NO Kelas Kelerengan (%) Klasifikasi Skor


1 I 0-8 Datar 20
2 II 8 - 15 Landai 40
3 III 15 - 25 Agak Curam 60
4 IV 25 - 45 Curam 80
5 V > 45 Sangat Curam 100

Tabel 2. Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Jenis Tanah

NO Kelas Jenis Tanah Klasifikasi Skor


Aluvial, Glei, Planosol,
1 I Tidak Peka 15
Hidromoft, laterik, air tanah
Kurang
2 II Latosol 30
Peka
Brown forest soil, non calcic
3 III Agak Peka 45
brown mediteran, Kambisol
Andosol, Laterit, Grumosol,
4 IV Peka 60
Podsol, Podsolic
Regosol, Litosol, Organosol,
5 V Sangat Peka 75
Rensina

4
Tabel 3. Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Intensitas Hujan Harian Rata-Rata

NO Kelas Intensitas Hujan (mm/hr) Klasifikasi Skor


1 I 0 - 13,6 Sangat rendah 10
2 II 13,6 - 20,7 Rendah 20
3 III 20,7 - 27,7 Sedang 30
4 IV 27,7 - 34,8 Tinggi 40
5 V > 34,8 Sangat Tinggi 50

Melalui overlay peta masing-masing factor di atas, akan didapatkan satuan-


satuan lahan menurut klasifikasi dan nilai skor dari ketiga tersebut. Penetapan
fungsi kawasan dilakukan dengan menjumlahkan nilai skor dari ketiga factor yang
dinilai pada setiap satuan lahan. Besarnya jumlah nilai skor tersebut merupakan
nilai skor kemampuan lahan untuk masing-masing satuan lahan.

Tabel 4. Skor Kriteria Penetapan Kawasan Lindung dan Budidaya

NO Fungsi Kawasan Skor


1 Kawasan Lindung ≥ 175
2 Kawasan Penyangga 125-174
3 Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan < 124
< 124 dan lereng
4 Kawasan Tanaman Semusim dan Permukiman < 8%

2. JENIS DATA
Data yang dibutuhkan untuk analisis Fungsi Kawasan yakni:
1. Peta Topografi
2. Peta Tanah
3. Data Hujan
4. Buku Tanah Kab. Tanah Datar

3. METODE
1. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam analisis
2. Petakan batas administrasi kecamatan yang ada dalam peta topografi pada kertas
minyak
3. Setelah didapatkan peta administrasi kecamatan,Overlay ketiga peta dasar
4. Langkah yang perlu dilakukan adalah overlay peta jenis tanah dan peta kelas lereng
terlebih dahulu.

5
5. Kemudian lakukan pemberian skor pada masing-asing kelas lereng dan jenis tanah
berdasarkan Kriteria Fungsi Kawasan SK Menteri Pertanian No.
837/Kpts/Um/11/1980 dan No.683/Kpts/Um/1981 tentang kriteia dan tata cara
penetapan hutan lindung dan hutan produksi
6. Untuk klasifikasi dan nilai skor jenis tanah berdasarkan factor kepekaan terhadap
erosi. Sedangkan untuk skor kelerengan berdasarkan faktor kelerengan lapangan
7. Setelah didapatkan skor kedua peta, kemudian overlay dengan peta Curah Hujan
dengan langkah yang sama, yaitu lakukan pemberian skor curah hujan dengan
klasifikasi dan nilai skor faktor intensitas curah hujan rata-rata.
8. Melalui overlay peta masing-masing faktor diatas akan didapatkan satuan lahan
menurut klasifikasi dan nilai skor dari ketiga tersebut.
9. Penetapan fungsi kawasan dilakukan dengan menjumlahkan nilai skor dari ketiga
faktor yang dinilai pada setiap satuan lahan
10. Besarnya jumlah nilai skor merupakan nilai skor fungsi kawasan untuk masing-
masing satuan lahan.

Formula pembuatan peta arahan fungsi Kawasan:


AFK = KL + JT + CH
Keterangan:
AFK = Skor Total Arahan Fungsi Kawasan
KL = Skor Kemiringan Lereng
JT = Skor Jenis Tanah
CH = Skor Curah Hujan

6
11. BAGAN ALUR

Peta
Peta Lereng
Topografi

Penskoran Overlay Pengumpulan


Peta Tanah
ketiga peta Ketiga Peta Data

PETA
Peta Curah
FUNGSI Data Hujan
Hujan
KAWASAN

7
B. ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN

1. KONSEP

a. Pengertian Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah kemampuan suatu lahan untuk digunakan


sebagai usaha pertanian yang paling intensif yang termasuk juga tindakan
pengelolaannya tanpa menyebabkan tanahnya menjadi rusak dalam jangka waktu
yang terbatas. Lahan yang mempunyai kemampuan yang baik memiliki sifat fisik
dan kimia yang sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga akan mampu
mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman secara optimal dan
berkesinambungan.
b. Klafisikasi Kemampuan Lahan

Yaitu tingkat kecocokan pola penggunaan lahan. Berdasarkan kelas


kemampuannya lahan dikelompokkan dalam delapan kelas. Lahan kelas I sampai
IV merupakan lahan yang sesuai bagi usaha pertanian, sedangkan lahan kelas V
sampai VIII merupakan lahan yang tidak sesuai untuk usaha pertanian.
Ketidaksesuaian ini bisa jadi karena biaya pengolahan lebih tinggi dibandingkan
hasil yang bisa dicapai. Secara lebih terperinci, kelas-kelas kemampuan lahan dapat
dideskripsikan sebagai berikut:

1. Kelas I
Lahan Kelas kemampuan I mempunyai sedikit penghambat yang
membatasi penggunaannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai penggunaan
pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya),
tanaman rumput, padang rumputm hutan produksi, dan cagar alam. Tanah-tanah
dalam kelas kemampuan I mempunyai salah satu atau kombinasi sifat dan kualitas
sebagai berikut: (1) terletak pada topografi datar (kemiringan lereng < 3%), (2)
kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah, (3) tidak mengalami erosi, (4)
mempunyai kedalaman efektif yang dalam, (5) umumnya berdrainase baik, (6)
mudah diolah, (7) kapasitas menahan air baik, (8) subur atau responsif terhadap

8
pemupukan, (9) tidak terancam banjir, (10) di bawah iklim setempat yang sesuai
bagi pertumbuhan tanaman umumnya.
2. Kelas II
Tanah-tanah dalam lahan kelas kemampuan II memiliki beberapa hambatan
atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau
mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Lahan kelas II
memerlukan pengelolaan yang hati-hati, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan
konservasi untuk mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara
jika tanah diusahakan untuk pertanian tanaman semusim. Hambatan pada lahan
kelas II sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah diterapkan. Tanah-tanah ini
sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput, padang
penggembalaan, hutan produksi dan cagar alam.
Hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas II adalah salah satu
atau kombinasi dari faktor berikut: (1) lereng yang landai atau berombak (>3 % –
8 %), (2) kepekaan erosi atau tingkat erosi sedang, (3) kedalaman efetif sedang (4)
struktur tanah dan daya olah kurang baik, (5) salinitas sedikit sampai sedang atau
terdapat garam Natrium yang mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinabn
timbul kembali, (6) kadang-kadang terkena banjir yang merusak, (7) kelebihan air
dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai pembatas yang
sedang tingkatannya, atau (8) keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman atau
pengelolannya.
3. Kelas III
Tanah-tanah dalam kelas III mempunyai hambatan yang berat yang
mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau
keduanya. Tanah-tanah dalam lahan kelas III mempunyai pembatas yang lebih
berat dari tanah-tanah kelas II dan jika digunakan bagi tanaman yang memerlukan
pengolahan tanah, tindakan konservasi yang diperlukan biasanya lebih sulit
diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas III dapat digunakan untuk tanaman semusim
dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang
rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka marga satwa.

9
Hambatan yang terdapat pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama
penggunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau
kombinasi pembatas-pembatas tersebut. Hambatan atau ancaman kerusakan
mungkin disebabkan oleh salah satu atau beberapa hal berikut: (1) lereng yang
agak miring atau bergelombang (>8 – 15%), (2) kepekaan erosi agak tinggi sampai
tinggi atau telah mengalami erosi sedang, (3) selama satu bulan setiap tahun dilanda
banjir selama waktu lebih dari 24 jam, (4) lapisan bawah tanah yang
permeabilitasnya agak cepat, (5) kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan
padas keras (hardpan), lapisan padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat
(claypan) yang membatasi perakaran dan kapasitas simpanan air, (6) terlalu
basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase, (7) kapasitas menahan air
rendah, (8) salinitas atau kandungan natrium sedang, (9) kerikil dan batuan di
permukaan sedang, atau (1) hambatan iklim yang agak besar.
4. Kelas IV
Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas
IV lebih besar dari pada tanah-tanah di dalam kelas III, dan pilihan tanaman juga
lebih terbatas. Jika digunakan untuk tanaman semusim diperlukan pengelolaan
yang lebih hati-hati dan tindakan konservasi yang lebih sulit diterapkan dan
dipelihara, seperti teras bangku, saluran bervegatasi dan dam penghambat,
disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik
tanah. Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman semusim dan
tanaman pertanian dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang
penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam.
Hambatan atau ancaman kerusakan tanah-tanah di dalam kelas IV
disebabkan oleh salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut: (1) lereng yang
miring atau berbukit (> 15% – 30%), (2) kepekaan erosi yang sangat tinggi, (3)
pengaruh bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi, (4) tanahnya dangkal, (5)
kapasitas menahan air yang rendah, (6) selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun
dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam, (7) kelebihan air bebas dan ancaman
penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk), (8)
terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah, (9) salinitas atau

10
kandungan Natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat), dan/atau (1) keadaan iklim
yang kurang menguntungkan.
5. Kelas V
Tanah-tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetapi
mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang membatasi
pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang
penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan cagar alam. Tanah-tanah di
dalam kelas V mempunyai hambatan yang membatasi pilihan macam penggunaan
dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi tanaman semusim. Tanah-
tanah ini terletak pada topografi datar tetapi tergenang air, selalu terlanda banjir,
atau berbatu-batu (lebih dari 90 % permukaan tanah tertutup kerikil atau batuan)
atau iklim yang kurang sesuai, atau mempunyai kombinasi hambatan tersebut.
Contoh tanah kelas V adalah: (1) tanah-tanah yang sering dilanda banjir
sehingga sulit digunakan untuk penanaman tanaman semusim secara normal, (2)
tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim yang tidak memungknlah produksi
tanaman secara normal, (3) tanah datar atau hampir datar yang > 90%
permukaannya tertutup batuan atau kerikil, dan atau (4) tanah-tanah yang tergenang
yang tidak layak didrainase untuk tanaman semusim, tetapi dapat ditumbuhi rumput
atau pohon-pohonan.
6. Kelas VI
Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang
menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian.
Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan
produksi, hutan lindung, atau cagar alam. Tanah-tanah dalam lahan kelas VI
mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangkan,
berupa salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut: (1) terletak pada lereng
agak curam (>30% – 45%), (2) telah tererosi berat, (3) kedalaman tanah sangat
dangkal, (4) mengandung garam laut atau Natrium (berpengaruh hebat), (5) daerah
perakaran sangat dangkal, atau (6) iklim yang tidak sesuai.
Tanah-tanah kelas VI yang terletak pada lereng agak curam jika digunakan
untuk penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola dengan baik untuk

11
menghindari erosi. Beberapa tanah di dalam lahan kelas VI yang daerah
perakarannya dalam, tetapi terletak pada lereng agak curam dapat digunakan untuk
tanaman semusim dengan tindakan konservasi yang berat seperti, pembuatan teras
bangku yang baik.
7. Kelas VII
Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan
untuk padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha
pencegahan erosi yang berat. Tanah-tanah dalam lahan kelas VII yang dalam dan
tidak peka erosi jika digunakan unuk tanaman pertaniah harus dibuat teras bangku
yang ditunjang dengan cara-ceara vegetatif untuk konserbvasi tanah , disamping
yindkan pemupukan. Tanah-tanah kelas VII mempunuaio bebetapa hambatan atyai
ancaman kerusakan yang berat da tidak dapatdihiangkan seperti (1) terletak pada
lereng yang curam (>45 % – 65%), dan / atau (2) telah tererosi sangat berat berupa
erosi parit yang sulit diperbaiki.
8. Kelas VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai
untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan
lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau ancaman kerusakan pada
lahan kelas VIII dapat berupa: (1) terletak pada lereng yuang sangat curam (>65%),
atau (2) berbatu atau kerikil (lebih dari 90% volume tanah terdiri dari batu atau
kerikil atau lebih dari 90% permukaan lahan tertutup batuan), dan (3) kapasitas
menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas VIII adalah puncak gunung, tanah
mati, batu terungkap, dan pantai pasir.

c. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan

Metode analisis menggunakan Teknik weight factor matching. Metode ini


didasarkan pada pencocokan antara kriteria kesesuaian lahan dengan data kualitas
lahan yang mempertimbangkan factor pembatas yang paling berat.

12
Tabel 5. Kriteria klasifikasi kemampuan lahan

Faktor Kelas Kemampuan Lahan


Penghambat/Pembatas I II III IV V VI VII VIII
Lereng Permukaan (I) A B C D A E F G
Kepekaan Erosi (KE) KE1-2 KE3 KE4-5 KE6 (*) (*) (*) (*)
Tingkat Erosi ( e) e0 e1 e2 e3 (**) e4 e5 (*)
Kedalaman Tanah (k) k0 k1 k2 k2 (*) k3 (*) (*)
Tekstur Lapisan Atas (t) t1-3 t1-3 t1-4 t1-4 (*) t1-4 t1-4 t5
Tekstur Lapisan Bawah (t) t1-3 t1-3 t1-4 t1-4 (*) t1-4 t1-4 t5
Permeabilitas Tanah (P) P2-3 P2-3 P2-4 P1 (*) (*) (*) P5
Drainase (d) d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) d0
Kerikil/Batuan (b) b0 b0 b1 b2 b3 (*) (*) B4
Ancaman Banjir (o) o0 o1 o2 o3 o4 (**) (**) (*)
Garam/Salinitas (g) (***) g0 g1 g2 g3 (**) g3 (*) (*)
Sumber : Arsyad, 2000

Kelompok Parameter:
1. Lereng Permukaan (peta topografi)

l0 = (A) = 0-3% : datar.

l1 = (B) = 3-8% : landai/berombak.

l2 = (C) = 8-15% : agak miring/bergelombang.

l3 = (D) = 15-30% : miring berbukit.

l4 = (E) = 30-45% : agak curam.

l5 = (F) = 45-65% : curam.

l6 = (G) = > 65% : sangat curam.

2. Kepekaan Erosi (uji laboratorium sampel tanah)

KE1 = 0,00-0,10 : sangat rendah

KE2 = 0,11-0,20 : rendah

KE3 = 0,21-0,32 : sedang

KE4 = 0,33-0,43 : agak tinggi

KE5 = 0,44-0,55 : tinggi

13
KE6 = 0,56-0,64 : sangat tinggi

3. Tingkat Erosi (perhitungan)

e0 = tidak ada erosi.

e1 = ringan : < 25% lapisan atas hilang.

e2 = sedang : 25-75% lapisan atas hilang,

< 25% lapisan bawah hilang.

e3 = agak berat : > 75% lapisan atas hilang,

< 25% lapisan bawah hilang.

e4 = berat : sampai lebih dari 25% lapisan bawah hilang.

e5 = sangat berat : erosi parit

4. Kedalaman sampai Kerikil, Padas (pengukuran lapangan)

k0 = dalam : > 90 cm.


k1 = sedang : 90-50 cm.
k2 = dangkal : 50-25 cm.
k3 = sangat dangkal : < 25 cm.
5. Tekstur tanah (uji laboratorium sampel tanah)

t1 = halus : liat, liat berdebu.


t2 = agak halus : liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat,
lempung liat berpasir.
t3 = sedang : debu, lempung berdebu, lempung.
t4 = agak kasar : lempung berpasir.
t5 = kasar : pasir berlempung, pasir.
6. Permeabilitas (uji laboratorium sampel tanah)

p1 = lambat : < 0.5 cm/jam.


p2 = agak lambat : 0.5 – 2.0 cm/jam.
p3 = sedang : 2.0 – 6.25 cm/jam.
p4 = agak cepat : 6,25 – 12,5 cm/jam
p5 = cepat : >12,5 cm/jam

14
7. Drainase Tanah (pengukuran/pengamatan lapangan)

d0 = berlebihan : air lebih segera keluar dari tanah dan sangat


sedikit air yang ditahan oleh tanah sehingga tanaman akan segera
mengalami kekurangan air
d1 = baik : tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh
profil tanah dari atas sampai lapisan bawah berwarna terang yang
seragam dan tidak terdapat bercak-bercak.
d2 = agak baik : tanah mempunyai peredaran udara baik. Tidak
terdapat bercak-bercak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan
atas dan bagian atas lapisan bawah.
d3 = agak buruk : lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara
baik. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu, atau coklat.
Terdapat bercak-bercak pada saluran bagian lapisan bawah.
d4 = buruk : bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan)
terdapat warna atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat dan
kekuningan.
d5 = sangat buruk : seluruh lapisan permukaan tanah berwarna kelabu
dan tanah bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak kelabu,
coklat dan kekuningan.
8. Ancaman Banjir/Genangan (data sekunder)

o0 = tidak pernah : dalam periode satu tahun tanah tidak pernah


tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam.
o1 = kadang-kadang : banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam
terjadinya tidak teratur dalam periode kurang dari satu bulan.
o2 = selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur tertutup
banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam.
o3 = selama waktu 2-5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu dilanda
banjir lamanya lebih dari 24 jam.
o4 = selama waktu enam bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir secara
teratur yang lamanya lebih dari 24 jam.

15
9. Garam/Salinitas (uji lab sampel tanah, umumnya di daerah beriklim
kering)

g0 = bebas, 0-15% garam larut pada suhu 25o


g1 = terpengaruh sedikit, 0,15-0,35 garam larut pada suhu 25o
g2 = terpengaruh sedang, 0,35-0,65% garam larut pada suhu 25o
g3 = terengaruh hebat, >65% garam larut pada suhu 25o
10. Kerikil/Batuan (pengukuran/pengamatan lapangan)

Batuan Kerikil diameter 2-7,5 mm jika berbentuk bulat atau sampai 15


cm sumbu panjang jika berbentuk gepeng). Batuan Kecil (diameter 7,5-25 mm
jika berbentuk bulat atau sampai 15-40 cm sumbu panjang jika berbentuk
gepeng. Dalam lapisan 20 cm:
b0 = tidak ada atau sedikit: 0-15% volume tanah.
b1 = sedang : 15-50% volume tanah. b2 = banyak: 50-
90% volume tanah.
b3 = sangat banyak : > 90 % volume tanah.
Batuan Lepas (diameter lebih besar dari 25 cm jika berbentuk bulat atau
bersumbu memanjang lebih dari 40 cm jika berbentuk gepeng)
b0 = tidak ada : kurang dari 0.01% luas areal.
b1 = sedikit : 0.01%-3% permukaan tanah tertutup.
b2 = sedang : 3%-15% permukaan tanah tertutup.
b3 = banyak : 15%-90% permukaan tanah tertutup.
b4 = sangat banyak: lebih dari 90% permukaan tanah tertutup; tanah
sama sekali tidak dapat digunakan untuk produksi pertanian.
Batuan terungkap merupakan batuan yang tersingkap di atas
permukaan tanah, yang merupakan bagian dari satuan besar yang terbenam di
dalam tanah (batuan tertutup)
b0 = tidak ada: kurang dari 2% permukaan tanah tertutup.
b1 = sedikit : 2% - 10% permukaan tanah tertutup.
b2 = sedang : 10% - 50% permukaan tanah tertutup.
b3 = banyak : 50% - 90% permukaan tanah tertutup.

16
b4 = sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah tertutup; tanah
sama sekali tidak dapat digarap.

2. DATA
Data yang dibutuhkan untuk analisis Kemampuan Lahan yakni:
1. Peta Topografi
2. Peta Tanah
3. Data Hujan
4. Buku Tanah Kab. Tanah Datar

3. METODE
1. Pengumpulan data berupa peta topografi, peta tanah, dan data hujan.
2. Membuat peta lereng dengan melakukan pengklasifikasian lereng dari peta
topografi sesuai klasifikasi yang telah ditentukan.
3. Membuat peta curah hujan.
4. Melakukan overlay peta masing-masing factor di atas (peta lereng, peta tanah, dan
peta curah hujan)
5. Melakukan pengklasifikasian kelas kemampuan lahan menggunakan Teknik
matching dengan mempertimbangkan factor pembatas.

4. BAGAN ALUR

Peta Peta
Lereng Topografi

Teknik Overlay Peta Satuan


& Matching Lahan
Peta Kelas
dengan Peta Pengumpulan
Kemampuan
mempertim- Tanah Data
Lahan
bangkan faktor
pembatas
Peta
Curah Data Hujan
Hujan

17
DAFTAR PUSTAKA

SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan 683/Kpts/Um/8/1981 tentang


kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi.

Ritung,Sofyan.,Wahyunto.,Agus, Fahmuddin.,Hidayat, Hapid.,(2007), Panduan


Evaluasi Kesesuian Lahan dengan Contoh Arahan Penggunaan Lahan, Kabupaten Aceh
Barat, Badan Penelitian Tanah dan Agroferestry Center
SK Menteri Kehutanan No. 20/Kpts-II/2001 (Dokumen Standar dan Kriteria RHL)

18

Anda mungkin juga menyukai