Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MANAJEMEN STRATEGIK

“KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA”

Oleh:

1. Rudy Hariyanto (B31112140)

2. Rahmat Karyadi (B31112133)

3. Moparizal (B31111011)

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TANJUNGPURA

TAHUN AJARAN 2014


Kepemimpinan dan Budaya
I. Kepemimpinan
Kata “pemimpin” berasal dari kata asing “leader” dan “kepemimpinan” dari
“leadership”. Menurut Robbins dan Coulter (2005:128), pemimpin adalah orang yang
mampu mempengaruhi orang lain. Sejalan dengan pendapat Robbins dan Coulter, menurut
Sudriamunawar (2006:1), pemimpin adalah seseorang yang memiliki kecakapan tertentu yang
dapat mempengaruhi para pengikutnya untuk melakukan kerja sama ke arah pencapaian
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan menurut Nawawi (2004:9), pemimpin adalah orang yang memimpin. Rivai
(2004:65), mengatakan pemimpin adalah anggota dari suatu perkumpulan yang diberi
kedudukan tertentu dan diharapkan dapat bertindak sesuai dengan kedudukan. Hal ini berarti
pemimpin adalah seorang dalam suatu perkumpulan yang diharapkan dapat menggunakan
pengaruhnya untuk mencapai tujuan perkumpulan tersebut.
Green (2001) dalam Brent (2007:15) mendefinisikan seorang pemimpin sebagai
“sebagai seorang individu yang memiliki kapasitas untuk mempengaruhi orang lain untuk
menggunakan keterampilan dan keahlian mereka ke arah tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Definisi pemimpin dari Brent ini lebih menekankan pada kualitas personal
pemimpin. Kualitas-kualitas ini antara lain termasuk antusias, integritas, keberanian dan
kemanusiaan. Pemimpin dituntut untuk mempunyai pemikiran yang terbuka, memiliki
kualitas komunikasi yang manusiawi, dan kualitas untuk menciptakan hubungan personal
dengan orang lain. Kualitas-kualitas personal yang dimiliki seorang pemimpin ini sangat
berpengaruh dalam mencapai tujuan organisasi.

I.1 Definisi Kepemimpinan


Konsep kepemimpinan pada dasarnya berasal dari kata “pimpin” yang artinya
bimbing atau tuntun. Dari kata “pimpin” melahirkan kata kerja “memimpin” yang artinya
membimbing atau menuntun dan kata benda “pemimpin” yaitu orang yang berfungsi
memimpin, atau orang yang membimbing atau menuntun. Sedangkan kepemimpinan yaitu
kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan.
Definisi kepemimpinan telah dikemukakan oleh beberapa pakar kepemimpinan,
namun definisi yang dikemukakan tersebut berbeda-beda tergantung dari perspektif unit
analisis masing-masing.
Agar dapat memahami konsep kepemimpinan dengan utuh dan menyeluruh maka
berikut diuraikan tentang beberapa definisi dari pendapat pakar kepemimpinan.
Pendapat Beberapa Pakar Mengenai Definisi Kepemimpinan
No Kepemimpinan Pendapat

1. Kepemimpinan merupakan “hubungan interpersonal dimana kekuasaan dan Fiedler (1967)


pengaruh tidak sama rata terdistribusi sehingga seseorang dapat dalam Brent
mengarahkan dan mengontrol tindakan dan perilaku yang lainnya ke tingkat (2007:15)
yang lebih tinggi”.

2. Kepemimpinan adalah “interaksi antara para anggota dari suatu kelompok Bass
yang memprakarsai dan mempertahankan meningkatnya harapan-harapan
dan kemampuan dari kelompok untuk menyelesaikan masalah atau (1990)
mencapai tujuan.

3. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di (Joseph C. Rost,


antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan 1993 dalam
nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Safaria, 2004:3)

4. Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas Stoner dan


yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Freeman(1994:5)

5. Kepemimpinan merupakan suatu usaha menggunakan suatu gaya Gibson,


mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam Ivancevich, and
mencapai tujuan. Donnelly
(1997:5)

6. Kepemimpinan sebagai suatu proses dimana seorang bawahan dibujuk Bennis dan
untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu, untuk membantu mendapatkan Nannus (1997)
pemahaman. dalam Brent
(2007:15)

7. Kepemimpinan adalah “sebuah proses dari pengaruh sosial dimana Chemers (1997)
seseorang dapat memperoleh bantuan dan dukungan dari yang lainnya dalam Brent
dalam menyelesaikan tugas-tugas bersama”. (2007:16)

8. Kepemimpinan merupakan “proses mempengaruhi yang lainnya untuk Yukl (1998)


memahami dan menyetujui tentang apa yang perlu dilakukan dan
bagaimana hal ini dapat dilakukan secara efektif dan proses memfasilitasi
secara individual dan usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama”.

9. Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang-orang yang Mc Shane and


memberi mereka suatu lingkungan untuk mencapai tujuan tim atau tujuan Von Glinow
organisasi.
(2003:416)

10. Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok Robbins


kearah tercapainya tujuan (2008:432)
Dari beberapa definisi kepemimpinan dapat disimpulkan bahwa: Pertama, sebagian
besar definisi kepemimpinan mencerminkan bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah
proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja dilakukan oleh seseorang
terhadap orang lain untuk melakukan aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam
sebuah kelompok atau organisasi. Kedua, dalam definisi kepemimpinan melibatkan
pentingnya menjadi agen bagi perubahan, mampu mempengaruhi perilaku dan kinerja
bawahannya. Ketiga, definisi ini memusatkan pada pencapaian tujuan. Pemimpin yang efektif
harus memusatkan pada tujuan-tujuan individu, kelompok, dan organisasi. Keefektifan
pemimpin secara khusus diukur dengan pencapaian dari suatu atau beberapa kombinasi
tujuan-tujuan ini. Individu dapat memandang pemimpinnya efektif atau tidak, berdasarkan
kepuasan yang mereka dapatkan dari pengalaman kerja keseluruhan. Pada kenyataannya,
diterimanya arahan atau permintaan sang pemimpin sebagian besar tergantung pada harapan
pengikutnya bahwa suatu respon dapat mengarah pada hasil akhir yang menarik.
I.2 Kepemimpinan Formal dan Informal
Dalam organisasi selalu terdapat hubungan formal dan hubungan informal.
Hubungan formal melahirkan organisasi formal dan hubungan informal melahirkan
organisasi informal.
Kepemimpinan formal adalah kepemimpinan yang resmi yang ada pada organisasi
dan diangkat dalam jabatan kepemimpinan. Pola kepemimpinan tersebut terlihat pada
berbagai ketentuan yang mengatur hirarki dalam suatu organisasi. Kepemimpinan formal
tidak secara otomatis merupakan jaminan akan diterima menjadi kepemimpinan yang
“sebenarnya” oleh bawahan. Penerimaan atas pimpinan formal masih harus diuji dalam
praktek yang hasilnya akan terlihat dalam kehidupan organisasi apakah kepemimpinan formal
tersebut sekaligus menjadi kepemimpinan nyata.
Kepemimpinan Informal tidak didasarkan pada pengangkatan. Jenis kepemimpinan
ini tidak terlihat pada struktur organisasi. Efektivitas kepemimpinan informal terlihat pada
pengakuan nyata dan penerimaan dalam praktek atas kepemimpinan seseorang. Biasanya
kepemimpinan informal didasarkan pada beberapa kriteria diantaranya adalah:
a) Kemampuan “memikat” hati orang lain.
b) Kemampuan dalam membina hubungan yang serasi dengan orang lain.
c) Penguasaan atas makna tujuan organisasi yang hendak dicapai.
d) Penguasaan tentang implikasi-implikasi pencapaian dalam kegiatan operasional.
e) Pemilihan atas keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.
II.1 Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan
secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

II.2 Budaya Dalam Organisasi


Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang
diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga,
organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain
dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat
anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan
keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti
terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi
bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berperilaku dan harus
menjadi patokan dalam setiap program pengembangan organisasi dan kebijakan yang
diambil. Hal ini terkait dengan bagaimana budaya  itu mempengaruhi organisasi dan
bagaimana suatu budaya itu dapat dikelola oleh organisasi. Berikut ini dikemukakan beberapa
pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :
a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya
organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi
dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya
organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola
tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh
organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu
harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar
dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai
organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan
berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang
kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.
f. Schein (1992) memandang budaya organisasi sebagai suatu pola asumsi-asumsi mendasar
yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama dalam memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan disosialisasikan
kepada anggota-anggota baru dalam organisasi. Lebih jauh lagi Schein menggambarkan
adanya tiga tingkatan atau lapisan budaya organisasi, yaitu :
1. Artifak (Artifacts)
Artifak merupakan tingkat budaya yang tampak dipermukaan. Termasuk dalam
artifak adalah semua fenomena yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan Ketika
seseorang memasuki sebuah kelompok dengan budaya yang masin asing baginya.
Termasuk dalam artifak juga adalah produk yang tampak (visible products) dari
organisasi seperti rancangan lingkungan fisik, bahasa, teknologi, produk, kreasi
artistik, gaya dalam berbusana, pengungkapan emosi, mitos dan cerita tentang
organisasi, nilai-nilai organisasi yang dipublikasikan, ritual, perayaan-perayaan.
2. Nilai-nilai yang diyakini (expoused values)
Dalam organisasi terdapat nilai-nilai tertentu yang umumnya dicanangkan oleh
tokoh-tokoh seperti pendiri dan pemimpinnya, yang menjadi pegangan dalam
menekankan ketidakpastian pada bidang-bidang yang kritis. Nilai-nilai itu menjadi
sesuatu yang tidak lagi didiskusikan dan didukung oleh perangkat keyakinan,
norma serta aturan-aturan operasional mengenai perilaku dalam organisasi Hal-hal
tersebut membentuk suatu kesadaran dan secara eksplisit diucapkan serta dilakukan
karena telah berfungsi sebagai norma atau moral yang memandu anggota
organisasi dalam menghadapi situasi tertentu dan melatih anggota Baru.
3. Asumsi-asumsi dasar (basic assumptions)
Merupakan asumsi-asumsi dasar yang telah ada sebelumnya (taken for granted)
dan menjadi panduan perilaku bagi anggota organisasi dalam memandang suatu
permasalahan. Jika asumsi dasar dipegang teguh, maka anggota organisasi akan
merumuskan perilaku berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang berlaku.
Asumsi-asumsi dasar cenderung untuk tidak dipertentangkan atau diperdebatkan
dan cenderung sangat sulit diubah.

III.3 Fungsi Budaya Organisasi


Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
a. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
b. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan diri individual seseorang.
c. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu
dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
d. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Analisis Kasus
Kasus 1
Drs. Hartoyo telah menjadi manajer tingkat menengah dalam departemen produksi suatu
perusahaan kurang lebih 6 bulan. Hartoyo bekerja pada perusahaan setelah dia pensiun dari
tentara. Semangat kerja departemennya rendah sejak dia bergabung dalam perusahaan.
Beberapa dari karyawan menunjukkan sikap tidak puas dan agresif.
     Pada jam istirahat makan siang, Hartoyo bertanya pada Drs. Abdul Hakim, ak, manajer
departemen keuangan, apakah dia mengetahui tentang semangat kerja yang rendah dalam
departemen produksi. Abdul Hakim, menjawab bahwa dua telah mendengar secara informal
melalui komunikasi "grapevine", bahwa para karyawan Hartoyo merasa tidak senang dengan
pengambilan semua keputusan yang dibuat sendiri olehnya. Dia (Hartoyo) menyatakan,
"dalam tentara, saya membuat semua keputusan untuk bagian saya, dan semua bawahan
mengharapkan saya berbuat seperti itu."

Pertanyaan kasus :
1. Gaya kepemimpinan macam apa yang digunakan oleh Hartoyo ? Bagaimana
keuntungan dan kelemahannya ? Bandingkan motivasi bawahan Hartoyo sekarang
dan dulu sewaktu ditentara.
2. Konsekuensinya apa, bila Hartoyo tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya ? Apa
saran saudara bagi perusahaan untuk merubah keadaan ?
Jawab :
1. Gaya kepemimpinan yang digunakan Hartoyo adalah militeristik. Keuntungan
menggunakan gaya militeristik adalah kedisiplinannya yang tinggi, sehingga
pekerjaan tidak akan terbengkalai. Sedangkan kelemahannya adalah segala
sesuatunya bersifat formal, bahkan untuk berkomunikasi pun dengan cara formal. Hal
itu membuat para bawahan merasa tidak nyaman karena akan kesulitan untuk bergaul
dengan atasan. Motivasi bawahan Hartoyo yang sekarang akan sangat berbeda dengan
yang dulu. Bawahan yang dulu mempunyai semangat dalam bekerja karena diberikan
kebebasan, sedangkan yang sekarang semangat tersebut akan luntur karena sifat
pemimpin yang kaku dan terpatok pada kemiliteran.
2. Konsekuensi yang didapat Hartoyo bila tidak merubah gaya kepemimpinan adalah
akan banyak para bawahan yang mengundurkan diri dari pekerjaan karena merasa
tidak nyaman dan kebebasannya yang dibatasi, dan Hartoyo akan dicap sebagai
pemimpin yang kejam. Saran saya bagi perusahaan untuk merubah keadaan adalah
dengan memberi teguran dan pengertian kepada Hartoyo bahwa tujuan perusahaan
bukanlah seperti waktu ditentara dulu, atau memindahkan Hartoyo ke departemen lain
yang lebih membutuhkan jiwa seorang pemimpin yang militeristik.

Kasus 2
Budaya Organisasi Lion Air

Maskapai penerbangan ini dibentuk oleh dua kakak beradik. Dengan modal keinginan

tinggi, akhirnya pada Oktober 1999, Kusnan dan Rusdi Kirana selaku dua kakak beradik

tersebut berhasil mendaftarkan maskapai penerbangan yang dimilikinya ke badan hukum.

Pada saat itu, maskapai penerbangan ini hanya memiliki satu armada pesawat terbang. Rusdi

Kirana. Kelahiran 17 Agustus 1963 ini mampu menepis segala keraguan dengan menjadikan

Lion Air sebagai salah satu armada terbesar saat ini. Berbekal pengetahuan menjadi sales

agent sebuah biro perjalanan, ia nekad mendirikan Lion Air. Ia menyebut modalnya saat itu

hanya kepercayaan. ""Dari mana saya punya uang, modal airline itu kan bukan cuma 1-2

milyar? Ini karena kepercayaan," tegasnya.

Budaya keterbukaan dibangun Lion Air, Rusdi Kirana sering melakukan pertemuan

informal dengan bawahannya dan meminta ide-ide untuk pengembangan perusahaannya,

Gaya dan tingkah laku keduanya menjadi inspirasi bagi karyawannya dan menjadikannya

cerita yang dibicarakan berulang-ulang diantara karyawannya. Mereka seolah menjadi model

yang dijadikan panutan bersama. Kepedulian terhadap karyawan sangat tinggi dan tidak

terlalu mengedepankan formalitas, ini memperbolehkan sesama karyawan menikah tanpa ada

rasa khawatir akan penyelewengan. Kondisi ini yang memudahkan kultur terbentuk dengan

baik diantara staf Indonesia Lion Air.

Lion Air sangat fokus terhadap skill karyawan dibuktikan dengan membangun

fasilitas training dan simulator untuk pilot dan staffnya, dalam hal rekrutmenpun Lion Air

berani untuk membayar Transfer Fee lebih mahal untuk membajak Pilot-pilot yang
berkualitas, strategi outsourcingpun dilakukan kepada beberapa pekerjaan yang bersifat core

untuk memudahkan retensinya.

Lion Air mengingat keselamatan adalah hal utama dalam industry dan menjadi

kewajiban yang diembankan oleh departemen perhubungan. Lion Air membentuk Safety

Management System yang merupakan salah satu program safety yang harus dilaksanakan oleh

serluruh operator  penerbangan di seluruh dunia sesuai instruksi Organisasi Penerbangan

Sipil (International Civil Aviation Organization/ICAO) melalui Document 8959 sejak 1

Januari 2009 , program SMS ini telah disosialisasikan kepada seluruh karyawan Lion Air

yang bertugas di kantor pusat dan di daerah tempat kegiatan operasional Lion Air.
Kesimpulan:
1. Dalam membangun sebuah perusahaan diperlukan kerjasama antara pemimpin dengan
bawahan. Semua gaya kepemimpinan memiliki kelebihan dan kekurangan, organisasi
akan berhasil apabila memiliki pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang tepat
dengan budaya yang ada dalam suatu organisasi. Seperti contoh kasus diatas, bawahan
hartoyo sewaktu di tentara merupakan anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi
komitmennya tinggi. Sehingga mereka membutuhkan tipe kepemimpinan yang otoriter.
2. Setiap organisasi mempunyai budaya yang berbeda-beda. Tidak aka nada dua
organisasi yang mempunyai budaya yang sama persis. Ini biasanya sangat berpengaruh
pada siapa pendirinya. Contohnya organisasi yang sedang saya bahas, yaitu Lion Air.
Kerena pendirinya adalah orang yang mempunyai keinginan yang besar maka dia
menerapkan kepada diri karyawannya seperti apa yang dia harapkan. Itupun berhasil
dan Lion Air sekarang menjadi sebuah organisasi atau perusahaan yang besar.

Anda mungkin juga menyukai