Oleh:
3. Moparizal (B31111011)
JURUSAN MANAJEMEN
2. Kepemimpinan adalah “interaksi antara para anggota dari suatu kelompok Bass
yang memprakarsai dan mempertahankan meningkatnya harapan-harapan
dan kemampuan dari kelompok untuk menyelesaikan masalah atau (1990)
mencapai tujuan.
6. Kepemimpinan sebagai suatu proses dimana seorang bawahan dibujuk Bennis dan
untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu, untuk membantu mendapatkan Nannus (1997)
pemahaman. dalam Brent
(2007:15)
7. Kepemimpinan adalah “sebuah proses dari pengaruh sosial dimana Chemers (1997)
seseorang dapat memperoleh bantuan dan dukungan dari yang lainnya dalam Brent
dalam menyelesaikan tugas-tugas bersama”. (2007:16)
Pertanyaan kasus :
1. Gaya kepemimpinan macam apa yang digunakan oleh Hartoyo ? Bagaimana
keuntungan dan kelemahannya ? Bandingkan motivasi bawahan Hartoyo sekarang
dan dulu sewaktu ditentara.
2. Konsekuensinya apa, bila Hartoyo tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya ? Apa
saran saudara bagi perusahaan untuk merubah keadaan ?
Jawab :
1. Gaya kepemimpinan yang digunakan Hartoyo adalah militeristik. Keuntungan
menggunakan gaya militeristik adalah kedisiplinannya yang tinggi, sehingga
pekerjaan tidak akan terbengkalai. Sedangkan kelemahannya adalah segala
sesuatunya bersifat formal, bahkan untuk berkomunikasi pun dengan cara formal. Hal
itu membuat para bawahan merasa tidak nyaman karena akan kesulitan untuk bergaul
dengan atasan. Motivasi bawahan Hartoyo yang sekarang akan sangat berbeda dengan
yang dulu. Bawahan yang dulu mempunyai semangat dalam bekerja karena diberikan
kebebasan, sedangkan yang sekarang semangat tersebut akan luntur karena sifat
pemimpin yang kaku dan terpatok pada kemiliteran.
2. Konsekuensi yang didapat Hartoyo bila tidak merubah gaya kepemimpinan adalah
akan banyak para bawahan yang mengundurkan diri dari pekerjaan karena merasa
tidak nyaman dan kebebasannya yang dibatasi, dan Hartoyo akan dicap sebagai
pemimpin yang kejam. Saran saya bagi perusahaan untuk merubah keadaan adalah
dengan memberi teguran dan pengertian kepada Hartoyo bahwa tujuan perusahaan
bukanlah seperti waktu ditentara dulu, atau memindahkan Hartoyo ke departemen lain
yang lebih membutuhkan jiwa seorang pemimpin yang militeristik.
Kasus 2
Budaya Organisasi Lion Air
Maskapai penerbangan ini dibentuk oleh dua kakak beradik. Dengan modal keinginan
tinggi, akhirnya pada Oktober 1999, Kusnan dan Rusdi Kirana selaku dua kakak beradik
Pada saat itu, maskapai penerbangan ini hanya memiliki satu armada pesawat terbang. Rusdi
Kirana. Kelahiran 17 Agustus 1963 ini mampu menepis segala keraguan dengan menjadikan
Lion Air sebagai salah satu armada terbesar saat ini. Berbekal pengetahuan menjadi sales
agent sebuah biro perjalanan, ia nekad mendirikan Lion Air. Ia menyebut modalnya saat itu
hanya kepercayaan. ""Dari mana saya punya uang, modal airline itu kan bukan cuma 1-2
Budaya keterbukaan dibangun Lion Air, Rusdi Kirana sering melakukan pertemuan
Gaya dan tingkah laku keduanya menjadi inspirasi bagi karyawannya dan menjadikannya
cerita yang dibicarakan berulang-ulang diantara karyawannya. Mereka seolah menjadi model
yang dijadikan panutan bersama. Kepedulian terhadap karyawan sangat tinggi dan tidak
terlalu mengedepankan formalitas, ini memperbolehkan sesama karyawan menikah tanpa ada
rasa khawatir akan penyelewengan. Kondisi ini yang memudahkan kultur terbentuk dengan
Lion Air sangat fokus terhadap skill karyawan dibuktikan dengan membangun
fasilitas training dan simulator untuk pilot dan staffnya, dalam hal rekrutmenpun Lion Air
berani untuk membayar Transfer Fee lebih mahal untuk membajak Pilot-pilot yang
berkualitas, strategi outsourcingpun dilakukan kepada beberapa pekerjaan yang bersifat core
Lion Air mengingat keselamatan adalah hal utama dalam industry dan menjadi
kewajiban yang diembankan oleh departemen perhubungan. Lion Air membentuk Safety
Management System yang merupakan salah satu program safety yang harus dilaksanakan oleh
Januari 2009 , program SMS ini telah disosialisasikan kepada seluruh karyawan Lion Air
yang bertugas di kantor pusat dan di daerah tempat kegiatan operasional Lion Air.
Kesimpulan:
1. Dalam membangun sebuah perusahaan diperlukan kerjasama antara pemimpin dengan
bawahan. Semua gaya kepemimpinan memiliki kelebihan dan kekurangan, organisasi
akan berhasil apabila memiliki pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang tepat
dengan budaya yang ada dalam suatu organisasi. Seperti contoh kasus diatas, bawahan
hartoyo sewaktu di tentara merupakan anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi
komitmennya tinggi. Sehingga mereka membutuhkan tipe kepemimpinan yang otoriter.
2. Setiap organisasi mempunyai budaya yang berbeda-beda. Tidak aka nada dua
organisasi yang mempunyai budaya yang sama persis. Ini biasanya sangat berpengaruh
pada siapa pendirinya. Contohnya organisasi yang sedang saya bahas, yaitu Lion Air.
Kerena pendirinya adalah orang yang mempunyai keinginan yang besar maka dia
menerapkan kepada diri karyawannya seperti apa yang dia harapkan. Itupun berhasil
dan Lion Air sekarang menjadi sebuah organisasi atau perusahaan yang besar.