3.5.4. Kegiatan Survei dan Koordinasi Awal oleh Balai PPW ............................. 30
3.5.5. Pemastian Komitmen LPK dan Penyampaian Daftar Usulan Lokasi ......... 30
3.5.6. Proses Verifikasi dan Penetapan Lokasi ................................................ 30
BA : Berita Acara
D3 : Diploma 3
KK : Kepala Keluarga
S1 : Sarjana Strata 1
Masyarakat
SK : Surat Keputusan
WC : Water Closet
Daftar Gambar
Gambar 6.1. Alur Pengisian dan Pelaporan Data SIM IBM Sanitasi ........................... 83
BAB I
Pendahuluan
Sehubungan dengan arahan Wakil Presiden dalam Rapat Terbatas tanggal 10 Juni 2020
terkait bantuan untuk Institusi Pendidikan Keagamaan di masa pandemi Covid-19,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Sanitasi
akan membangun sarana dan prasarana sanitasi di Lingkungan Pendidikan Keagamaan
(LPK) berupa fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK). Kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
sanitasi di Lingkungan Pendidikan Keagamaan (LPK) dilaksanakan dengan pendekatan
partisipatif.
Pada Tahun Anggaran (TA) 2020 sudah dilaksanakan pembangunan MCK sebanyak 100
lokasi di 10 provinsi prioritas, sementara pada TA 2021 dilakukan pembangunan MCK
sebanyak 5.417 unit di 34 provinsi. Pada TA 2022 telah dilakukan pembangunan sebanyak
1.381 unit di 33 provinsi. Untuk TA 2023 rencananya akan dilakukan pembangunan sebanyak
1.550 unit. Pembangunan pada TA 2023 dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme
pelaksanaan swakelola (berbasis masyarakat) atau dengan mekanisme pelaksanaan
kontraktual, dengan memperhatikan kesanggupan dari pihak LPK sebagai Kelompok
Masyarakat Penyelenggara (KMP).
Secara prinsip jika dilakukan dengan metode swakelola, kegiatan pembangunan dan
pengelolaan dilaksanakan oleh LPK. Sedangkan tenaga kerja pada proses pembangunan
diutamakan berasal dari masyarakat di lingkungan sekitar LPK, untuk turut menyediakan
lapangan kerja sementara. Jika metode kegiatan akan dilaksanakan dengan metode
kontraktual maka terdapat 2 (dua) opsi yaitu menggunakan Pengadaan Langsung atau
1
Tender Umum. Pelaksanaan dengan menggunakan metode kontraktual akan melibatkan
penyedia jasa dalam pelaksanaan konstruksinya.
Dengan terbangunnya prasarana dan sarana sanitasi yang baik di LPK, diharapkan dapat
menciptakan lingkungan belajar mengajar yang aman, nyaman, bersih dan sehat. Selain itu,
kegiatan ini juga diharapkan dapat menggerakkan perekonomian masyarakat setempat
sehingga dapat mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Adapun yang menjadi dasar hukum pemberian bantuan pemerintah untuk kegiatan
penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di Lembaga Pendidikan Keagamaan (LPK) adalah:
2
10. Surat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor
R.578/SES/SID.00.01/06/2020 tanggal 16 Juni 2020 perihal Risalah Rapat Koordinasi
Terbatas Tingkat Menteri (RTM) terkait Kebijakan Afirmasi kepada Pendidikan
Keagamaan di Masa Pandemi COVID-19;
11. Keputusan Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Model Dokumen
Swakelola.
12. Surat Edaran Dirjen Cipta Karya Nomor: 05/SE/DC/2023 tentang Pedoman Teknis
Pelaksanaan Kegiatan Infrastruktur Berbasis Masyarakat Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Maksud pelaksanaan kegiatan ini adalah terbangunnya sarana dan prasarana sanitasi yang
layak di LPK agar tercipta lingkungan belajar mengajar juga lingkungan sekitar yang aman,
nyaman, bersih, dan sehat.
1.4. Sasaran
Sasaran kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi adalah warga di Lembaga
Pendidikan Keagamaan muslim dan non-muslim yang memiliki sarana dan prasarana sanitasi
yang tidak layak dengan minimal jumlah siswa bermukim sebanyak 30 (tiga puluh) orang
untuk masing-masing gender yang diusulkan sebagai jumlah minimal pemanfaat.
1. Partisipatif
3
2. Kesetaraan gender
Pelibatan yang sama antara perempuan dan laki-laki dan mengakomodasi kebutuhan
terhadap pengguna berkebutuhan khusus (disabilitas) dalam penyelenggaraan Kegiatan
IBM.
3. Tanggap kebutuhan
Kegiatan dilakukan dengan mengutamakan prinsip transparan dan akuntabel baik secara
moral, teknis, legal maupun administratif kepada semua pihak.
6. Berketahanan
4
BAB II
Ketentuan Umum
Kriteria lokasi penerima kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi adalah:
Telah memiliki Izin Operasional/Nomor Statistik Pesantren (NSP) yang masih berlaku dan
teregistrasi dalam Sistem Informasi Kementerian Agama yaitu Education Management
Information System (EMIS) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam atau sedang melakukan
proses pengurusan NSP yang dibuktikan dengan surat pengajuan izin operasional.
2. Untuk LPK non-muslim: terdaftar di Kementerian Agama atau sedang melakukan proses
pengurusan registrasi yang dibuktikan dengan surat pengajuan izin operasional.
3. Untuk LPK Muslim dan non-muslim, minimal jumlah siswa bermukim sebanyak 30 (tiga
puluh) orang untuk masing-masing gender yang diusulkan sebagai jumlah minimal
pemanfaat.
4. Membutuhkan sarana dan prasarana sanitasi, yaitu:
• LPK yang tidak memiliki sarana dan prasarana sanitasi (masih melakukan Buang Air
Besar Sembarangan (BABS);atau
• LPK yang sudah memiliki fasilitas MCK namun dengan jumlah bilik yang tidak
mencukupi atau dengan kondisi yang tidak layak digunakan.
1. Melakukan verifikasi NSP/Ijin Operasional LPK melalui Kanwil Agama Provinsi dan/atau
Kantor Kemenag Kabupaten/Kota.
5
2. Melakukan survei lokasi untuk memastikan pemenuhan kriteria lokasi penerima kegiatan.
3. Melakukan koordinasi dengan pihak LPK untuk melengkapi surat pernyataan yang berisi
kesanggupan memenuhi ketentuan dalam pelaksanaan kegiatan penyediaan sarana dan
prasarana sanitasi di LPK (detail surat pernyataan terdapat dalam lampiran).
4. Menyusun prioritas lokasi berdasarkan tingkat kebutuhan sarana dan prasarana sanitasi
di LPK.
5. Mengusulkan lokasi prioritas kepada Direktorat Sanitasi untuk ditetapkan melalui Surat
Keputusan (SK) Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Metode pelaksanaan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK dapat
dilaksanakan secara swakelola berbasis masyarakat maupun kontraktual. Dalam hal pihak
LPK sanggup dan bersedia membentuk KMP serta melaksanakan kegiatan penyediaan
sarana dan prasarana sanitasi di LPK, maka metode pelaksanaan dapat dilakukan secara
swakelola berbasis masyarakat. Sedangkan apabila pihak LPK tidak sanggup dan tidak
bersedia membentuk KMP, maka pelaksanaan dilakukan secara kontraktual yang terdiri dari
Tender Umum dan Pengadaan Langsung.
6
Apabila berdasarkan hasil survei dapat dibangunkan 2 (dua) unit untuk 1 (satu) lokasi LPK,
maka pelaksanaannya dilakukan melalui tender umum. Namun apabila tidak memungkinkan,
maka pelaksanaannya melalui pengadaan langsung dengan pembangunan dibatasi 1 unit.
Dalam pelaksanaan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK, diutamakan
dengan metode swakelola berbasis masyarakat. Adapun untuk pilihan metode pelaksanaan
kegiatan manapun, pihak LPK harus menyampaikan surat pernyataan untuk siap menerima
barang/jasa sarana dan prasarana sanitasi, serta mengutamakan penyerapan tenaga kerja
dan material setempat semaksimal mungkin.
Pemilihan mekanisme pelaksanaan pengadaan dapat dilakukan melalui skema di bawah ini:
- Kontribusi dana tunai (incash) dari pengurus LPK untuk peningkatan kualitas dan
penambahan sarana dan prasarana serta dipergunakan untuk alokasi biaya operasional
dan pemeliharaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK;
7
- Kontribusi nontunai (inkind) juga dimungkinkan untuk didapatkan dari pengurus LPK;
- Kontribusi dari masyarakat sekitarnya yang bisa berupa tenaga, lahan, barang/material,
konsumsi dan lain-lain; dan
- Sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan operasional, keberlanjutan dan pengembangan sarana dan prasarana sanitasi di
LPK.
Penggunaan dana bantuan yang bersumber dari APBN digunakan untuk kegiatan penyediaan
sarana dan prasarana sanitasi di LPK meliputi:
1. Bangunan MCK yang dirancang sesuai SNI 03-2399-2022 tentang Tata Cara
Perencanaan Bangunan MCK Umum terdiri dari 1 (satu) bilik kakus, 2 (dua) bilik mandi, 3
(tiga) bilik mandi dan kakus. Untuk LPK muslim dilengkapi dengan tempat wudhu dan
tempat cuci tangan dengan kapasitas maksimal untuk 100 pengguna. Untuk LPK
nonmuslim pembangunan tempat wudhu dapat ditiadakan menyesuaikan dengan
kebutuhan dan kesepakatan dengan pihak LPK.
2. Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPALD) dengan kapasitas 10m3/hari.
Alokasi anggaran bantuan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK
sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)/unit. Untuk Provinsi di Papua, Papua Barat
dan Maluku Utara alokasi anggaran sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)/unit,
sedangkan Provinsi di Papua Tengah dan Papua Selatan alokasi anggaran sebesar
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)/unit sesuai hasil analisa Direktorat Bina Penataan
Bangunan.
8
2.6. Desain Sarana dan Prasarana Sanitasi LPK
2.6.1. Desain Sarana dan Prasarana MCK yang Dibangun
1. Desain MCK merujuk kepada prototipe (model contoh) sebagaimana yang dilampirkan
dalam juknis ini.
2. Dalam hal kondisi lahan tidak sesuai dengan model contoh maka dapat dilakukan
penyesuaian desain oleh TFL/Konsultan Individu (KI) Pelaksanaan. Perubahan desain
dilengkapi dengan justifikasi teknis beserta usulan desain baru untuk proses verifikasi
Koordinator Fasilitator dan Tim Teknis Sanitasi LPK dengan persetujuan PPK Sanitasi
untuk dilaporkan kepada Direktorat Sanitasi.
3. Dalam hal spesifikasi material yang dipersyaratkan dalam desain prototipe tidak tersedia
di wilayah lokasi pembangunan maka, spesifikasi material dapat diganti dengan
spesifikasi yang setara atau lebih baik.
1. Desain IPALD merujuk kepada prototipe (model contoh) sebagaimana yang dilampirkan
dalam juknis ini.
2. Desain IPALD dapat menggunakan produk pabrikasi yang telah memiliki sertifikasi dari
Balai Teknologi Sanitasi Direktorat Jenderal Cipta Karya (DJCK), Kementerian PUPR atau
Puslitbang Permukiman Kementerian PUPR yang masih aktif masa berlakunya.
3. IPALD pabrikasi dilengkapi dengan SOP (Standard Operational Procedure) Operasional
dan Pemeliharaan yang disiapkan oleh perusahaan penyedia barang.
9
10
BAB III
Metode Pelaksanaan Swakelola
Unsur KMP terdiri dari pengurus, pengajar atau siswa berusia minimal 17 (tujuh belas) tahun
di lingkungan LPK. Keterlibatan KMP dalam mewujudkan kegiatan penyediaan sarana dan
prasarana sanitasi adalah sebagai subyek (pelaku utama kegiatan). KMP yang menjadi
pelaksana kegiatan didampingi oleh TFL dalam melakukan pembangunan di lokasi terpilih.
Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan terdiri dari tahap persiapan, tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan, dan tahap pascakonstruksi yang digambarkan pada skema berikut ini:
11
Gambar 3.1. Skema Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Metode Swakelola
12
3.2.1. Organisasi Pelaksana Tingkat Pusat
A. Direktorat Sanitasi
Dalam penyelenggaraan kegiatan sarana dan prasarana sanitasi di LPK Direktorat Sanitasi
dibantu oleh Konsultan Manajemen Teknis (KMT) dengan tugas sebagai berikut:
13
b. Melakukan reviu minimal 1 (satu) dokumen Rencana Kerja Masyarakat (RKM) dan
Prosedur Operasional Standar (POS) Operasional dan Pemeliharaan di masing-
masing provinsi;
c. Mengkoordinir Fasilitator melakukan pengisian data serta pemutakhiran progres SIM
IBM Sanitasi;
d. Menyusun justifikasi (teknis dan non teknis) jika terdapat permasalahan dalam
pelaksanaan Kegiatan Penyediaan Sarana dan Prasarana Sanitasi di LPK.
4. Pelaporan
a. Menyusun laporan rencana kegiatan, laporan kemajuan fisik dan keuangan, laporan
mingguan dan laporan bulanan sesuai dengan format-format yang telah ditetapkan,
dan laporan lainnya yang disepakati dalam kontrak, dengan mengacu data SIM IBM
Sanitasi;
b. Membuat laporan hasil monitoring dan evaluasi;
c. Mengumpulkan profil seluruh lokasi kegiatan IBM Sanitasi.
1. Menyusun desain prototipe kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK
berkoordinasi dengan Direktorat Sanitasi;
2. Memberikan rekomendasi terhadap penyesuaian desain prototipe apabila diperlukan
pada tahap perencanaan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK.
14
C. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Pendidikan
Kristen, Direktorat Pendidikan Katolik, Direktorat Pendidikan Hindu, Direktorat
Urusan Dan Pendidikan Buddha (Kementerian Agama)
1. Menyediakan dan memberikan pemutakhiran data daftar LPK sebagai calon lokasi
kegiatan penyediaan sarana dan prasarana di LPK; dan
2. Menerbitkan NSP/Ijin Operasional bagi LPK yang sedang mengajukan legalitas LPK.
Kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK di tingkat provinsi dilakukan oleh
Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW), Satuan Kerja Pelaksanaan Prasarana
Permukiman sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) sebagai pelaksana kegiatan. Untuk pelaksanaan di lapangan PPK Sanitasi dibantu oleh
Tim Teknis Sanitasi LPK.
Tugas dari masing-masing pihak dapat dilihat pada uraian di bawah ini:
15
10. Mengkoordinir dan melaporkan penyelesaian tindak lanjut pengaduan dan temuan hasil
audit kegiatan sanitasi di LPK di wilayahnya ke Direktorat Sanitasi.
16
16. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;
17. Melakukan pengendalian dan pengambilan keputusan dalam setiap penyelesaian
permasalahan yang terjadi di lapangan bersama dengan KPA;
18. Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi
di LPK yang terbangun serta melaporkannya kepada Kasatker PPP;
19. Melakukan evaluasi kinerja Korfas dan TFL;
20. Melakukan proses penyelesaian tindak lanjut pengaduan dan temuan hasil audit kegiatan
di wilayahnya serta melaporkan ke Kasatker PPP.
Dalam penyelenggaraan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK, PPK
Sanitasi dibantu oleh Koordinator Fasilitator (Korfas) dan Tenaga Fasilitator Lapangan
(TFL).
1. Melakukan verifikasi Detailed Engineering Design (DED) terdiri dari: gambar teknis,
spesifikasi teknis dan perhitungan RAB yang dibuat oleh TFL;
2. Melakukan verifikasi dokumen Rencana Kerja Masyarakat (RKM), dokumen pencairan
dan laporan pertanggungjawaban maupun addendum kegiatan;
3. Melakukan monitoring pelaksanaan program dengan memberikan dukungan teknis dan
manajemen program;
4. Mengawal pelaksanaan tahap perencanaan, konstruksi dan operasional sesuai dengan
jadwal yang disepakati dalam dokumen Rencana Kerja Masyarakat (RKM);
5. Menyampaikan dan meminta saran kelengkapan dokumen perencanaan, pelaksanaan
dan pemantauan pelaksanaan kegiatan ke Konsultan Manajemen Teknis;
6. Bersama dengan TFL melakukan penginputan data seluruh kegiatan pada aplikasi Sistem
Informasi Manajemen (SIM) IBM Sanitasi secara berkala;
7. Menyusun laporan rencana kegiatan, laporan kemajuan pelaksanaan (mingguan dan
bulanan), serta melaporkannya kepada PPK Sanitasi, Tim Teknis Sanitasi LPK, serta
Konsultan Manajemen Teknis;
8. Memberikan saran penanganan pengaduan dari masyarakat atau pihak luar, serta
alternatif tindak lanjut penanganannya kepada PPK Sanitasi;
9. Memantau kinerja TFL dalam penyelenggaraan kegiatan penyediaan sarana dan
prasarana sanitasi di LPK;
10. Mengumpulkan profil lokasi dampingan yang dibuat oleh TFL;
11. Mendampingi TFL dan KMP melakukan uji coba terhadap semua fungsi prasarana dan
sarana sanitasi terbangun;
12. Melakukan evaluasi kinerja TFL; dan
17
13. Tugas lain yang disepakati dalam kontrak kerja Korfas.
Dalam pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK, Balai PPW perlu
membentuk Tim Teknis Sanitasi LPK untuk memberikan dukungan terhadap manajemen
pelaporan dan pengawasan teknis yang berasal dari perwakilan Balai PPW, Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) teknis terkait, Kanwil Agama Provinsi dan Kantor Kemenag
Kab./Kota, sehingga pelaksanaan kegiatan dapat dijalankan sesuai dengan rencana. Tim
Teknis Sanitasi LPK akan mendampingi pada saat kegiatan berjalan sehingga dapat
mengontrol mutu pekerjaan. Tim Teknis Sanitasi LPK berkoordinasi dengan Konsultan
Manajemen Teknis dalam melakukan pendampingan program.
1. Membantu Balai PPW dalam melakukan verifikasi usulan kegiatan terkait legalitas LPK;
2. Membantu PPK Sanitasi dalam pelaksanaan sosialisasi terkait kegiatan penyediaan
sarana dan prasarana sanitasi di LPK;
18
3. Melakukan monitoring dan evaluasi keberlanjutan kegiatan penyediaan sarana dan
prasarana sanitasi di LPK;
4. Memberikan pembinaan kepada LPK terkait keberfungsian sarana dan prasarana
terbangun.
Kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK di tingkat kabupaten melibatkan
Kantor Kemenag Kab./Kota dan OPD teknis terkait, dengan tugas sebagai berikut:
1. Membantu Balai PPW dalam melakukan verifikasi usulan kegiatan terkait legalitas LPK;
2. Membantu PPK Sanitasi dalam pelaksanaan sosialisasi terkait kegiatan penyediaan
sarana dan prasarana sanitasi di LPK;
3. Mengetahui proses serah terima pengelolaan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
sanitasi di LPK;
4. Melakukan pemantauan dan evaluasi keberlanjutan kegiatan penyediaan sarana dan
prasarana sanitasi di LPK;
5. Memberikan pembinaan kepada LPK terkait keberfungsian sarana dan prasarana
terbangun.
Kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK pada tingkat masyarakat
melibatkan LPK, KMP dengan tugas sebagai berikut:
19
A. Lembaga Pendidikan Keagamaan (LPK)
1. Menyusun Rencana Kerja Masyarakat (RKM) kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
sanitasi dibantu oleh TFL;
2. Membuka rekening bersama atas nama KMP dengan spesimen ketua dan bendahara;
3. Menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS)/kontrak dengan PPK Sanitasi;
4. Menyusun rencana pendanaan operasi dan pemeliharaan sebelum pelaksanaan kegiatan
dimulai;
5. Menyusun Rencana Penggunaan Dana (RPD) dan Rencana Penarikan Dana Bank
(RPDB) yang akan digunakan dalam proses kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
sanitasi di LPK;
6. Menyusun Laporan Penggunaan Dana (LPD) setiap termin;
7. Menyusun laporan kemajuan pelaksanaan pekerjaan fisik pembangunan sarana dan
prasarana sanitasi setiap minggu;
8. Melakukan koordinasi dengan PPK Sanitasi terkait pelaksanaan kegiatan;
9. Melakukan uji kebocoran IPALD dan uji fungsi sarana dan prasarana sanitasi terbangun;
10. Menyusun Laporan Pertanggungjawaban (LPj) setiap tahapan dan laporan akhir
(termasuk di dalamnya As Built Drawing) dibantu oleh TFL; dan
11. Melakukan serah terima pekerjaan kepada PPK Sanitasi.
Setelah proses serah terima pekerjaan dilakukan, KMP bertugas untuk melakukan
pengelolaan sarana dan prasarana sanitasi yang terbangun. Adapun tugas KMP sebagai
pengelola sarana dan prasarana adalah sebagai berikut:
20
a. Mengoperasikan dan memelihara sarana dan prasarana terbangun;
b. Melakukan pemeriksaan semua komponen sarana dan prasarana terbangun secara rutin;
c. Melakukan kampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); dan
d. Menyusun dan melakukan sosialisasi SOP Operasi dan Pemeliharaan bersama dengan
TFL.
Dalam penyelenggaraan kegiatan sarana dan prasarana sanitasi di LPK, KMP didampingi
oleh Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) dengan tugas sebagai berikut:
1. Melakukan sosialisasi kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK dan
PHBS;
2. Memfasilitasi pembentukan KMP dan mendampingi proses pembentukan Tim Persiapan,
Tim Pelaksana, dan Tim Pengawas;
3. Mendampingi Tim Persiapan untuk menyusun Dokumen RKM termasuk melakukan
penyesuaian terhadap DED (gambar teknis, spesifikasi teknis dan perhitungan RAB)
sebagai dasar pembangunan sesuai dengan kondisi tapak yang sudah disepakati
bersama dengan pihak LPK;
4. Mendampingi KMP dalam melakukan survei toko/pemasok material;
5. Memfasilitasi kegiatan musyawarah di LPK sesuai dengan kebutuhan;
6. Mendampingi KMP menyusun Laporan Pertanggungjawaban (LPj) setiap tahapan;
7. Mendampingi KMP menyusun Laporan Akhir Kegiatan;
8. Melakukan koordinasi dengan KMP;
9. Melakukan pengawasan pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK;
10. Melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihak LPK dan PPK Sanitasi dalam
penyelenggaraan kegiatan pada setiap tahapannya;
11. Memberikan masukan dan arahan aspek teknis kepada pengelola kegiatan dalam
pengendalian dan pelaporan pelaksanaan;
12. Bersama Korfas melakukan input data kegiatan pada aplikasi Sistem Informasi
Manajemen (SIM) secara berkala sesuai dengan progres di lapangan untuk diverifikasi
oleh Korfas;
13. Mendokumentasikan seluruh tahapan kegiatan dan melaporkannya kepada Korfas, Tim
Teknis Sanitasi LPK, serta PPK Sanitasi;
14. Menyusun profil lokasi dampingan;
15. Menyusun dan menyampaikan laporan progres mingguan dan bulanan kepada Korfas,
Tim Teknis Sanitasi LPK, serta PPK Sanitasi;
16. Bersama dengan KMP dan/atau Korfas dan/atau Tim Teknis Sanitasi LPK melakukan uji
kebocoran IPALD dan uji fungsi sarana dan prasarana sanitasi terbangun;
21
17. Membantu KMP dalam penyusunan dan sosialisasi SOP operasional dan pemeliharaan;
dan
18. Memberikan penguatan kapasitas kepada KMP dan tenaga kerja; serta
19. Memberikan penguatan kapasitas kepada KMP terkait operasional dan pemeliharaan
sarana dan prasarana terbangun.
Bantuan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK diberikan dalam bentuk
uang yang diserahkan melalui mekanisme transfer langsung ke rekening KMP. Apabila dalam
satu lokasi pada tahun anggaran yang sama terdapat pembangunan 2 (dua) unit MCK, maka
wajib dibentuk 2 (dua) KMP dengan 2 (dua) rekening berbeda.
1. Minimal 65% dari total dana bantuan untuk biaya bahan/material dan peralatan kerja;
2. Maksimal 30% dari total dana bantuan untuk upah tenaga kerja; dan
3. Maksimal 5% dari total dana bantuan untuk operasional KMP/kegiatan non fisik (jumlah
dan jenis disepakati melalui musyawarah), dengan perincian antara lain:
22
Biaya Operasional 5% hanya digunakan untuk membiayai kegiatan setelah dana ditransfer ke
rekening KMP (proses pelaksanaan konstruksi dan pascakonstruksi). Pengeluaran BOP
maksimal 5% harus mendapat persetujuan PPK Sanitasi selaku pemegang kontrak kerja
dengan KMP.
Adapun mekanisme pengelolaan dana bantuan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Dana bantuan yang dialokasikan pada DIPA Satker PPP Provinsi disalurkan ke rekening
KMP. Penyaluran dana bantuan Kegiatan Penyediaan Sarana dan Prasarana Sanitasi di LPK
dilakukan secara bertahap yaitu Tahap I (70%) dan Tahap II (30%) dari nilai bantuan.
Sebelum pembuatan Kontrak Kerja atau Perjanjian Kerjasama oleh PPK Sanitasi maka KMP
diwajibkan melakukan pembukaan rekening (rekening bersama) pada bank yang mudah
diakses. Dana untuk pembukaan rekening bersumber dari swadaya tunai dari pihak LPK.
23
Untuk memudahkan proses pembukaan rekening disarankan agar Balai PPW dapat
memfasilitasi pembukaan rekening yang dimaksud dengan pihak bank. Adapun kesepakatan
yang perlu dibuat terkait prosedur penarikan dana bantuan antara lain:
- Pada saat penarikan dana dari bank, KMP harus membawa surat rekomendasi dari PPK
Sanitasi dan lampiran RPDB;
- 2 (dua) pemegang spesimen yaitu ketua dan bendahara harus hadir di bank pada saat
penarikan dana.
Penyaluran dana dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) ke rekening KMP
dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu:
1. Tahap I sebesar 70% dari nilai kontrak, dapat diproses apabila Rencana Kerja
Masyarakat (RKM) sudah diverifikasi dan disetujui oleh PPK Sanitasi;
2. Tahap II sebesar 30% dari nilai kontrak, dapat diproses apabila:
a. Progres fisik minimal 60%; dan
b. Laporan pertanggungjawaban (LPj) tahap I sudah diverifikasi dan disetujui oleh PPK
Sanitasi.
Berkas penyaluran dana yang disiapkan oleh PPK Sanitasi antara lain:
1. Rekening atas nama KMP yang ditandatangani dengan 2 (dua) spesimen yaitu: Ketua dan
Bendahara
2. Surat permohonan penyaluran Dana Bantuan;
3. Rencana Penggunaan Dana (RPD) Tahap I dan II;
4. Laporan Pertanggungjawaban;
5. Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lapangan.
24
3.4.2. Penarikan Dana Bantuan oleh KMP
3.4.2.1. Rencana Penarikan Dana dari Bank (RPDB)
Setelah dana bantuan dari KPPN disalurkan ke rekening KMP maka Penarikan dana dari
Bank dapat dilakukan. Penarikan dana harus mengacu kepada Rencana Penarikan Dana
Bank (RPDB) yang telah disusun sesuai kebutuhan. RPDB berfungsi sebagai pengendalian
penggunaan dana bantuan oleh KMP. Setiap melakukan penarikan dana dari bank, KMP
diwajibkan untuk membawa surat rekomendasi pencairan dana dari PPK Sanitasi dilampiri
dengan RPDB. RPDB disusun oleh KMP bersama dengan TFL, dan diverifikasi oleh
Koordinator Fasilitator.
Agar uang kas ditangan bendahara tidak mengendap terlalu banyak dan lama, maka
penyusunan RPDB harus memperkirakan periode/waktu kebutuhan untuk
belanja/pembayaran. Batas maksimal cash on hand (kas di tangan) bendahara adalah 10% -
20% dari nilai total RPDB yang diusulkan dan berlaku maksimal 1 minggu (7 hari kalender).
Besaran dana cash on hand tersebut digunakan untuk pembayaran operasional KMP dan
upah tenaga kerja. Khusus untuk lokasi dengan akses transportasi sulit/terbatas dimana KMP
tidak dapat memenuhi ketentuan cash on hand (kas di tangan) tersebut diatas maka
diwajibkan ada justifikasi secara tertulis dari KMP kepada PPK Sanitasi.
Langkah-langkah dalam penarikan dana ke bank oleh KMP adalah sebagai berikut:
1. KMP didampingi TFL menyusun Rencana Penarikan Dana Bank (RPDB) sesuai dengan
kebutuhan dengan memperkirakan jangka waktu penggunaannya;
2. Koordinator Fasilitator melakukan verifikasi RPDB untuk melakukan fungsi pengendalian
dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut:
• Kesiapan KMP dalam pelaksanaan kegiatan (lahan, material, tenaga kerja, dan
sebagainya);
• Laporan pertanggungjawaban dana yang sudah digunakan
3. Setelah dana ditarik kemudian dana tersebut diserahkan kepada bendahara sebagai
pemegang kas;
4. Pembayaran material kepada supplier/toko disarankan menggunakan mekanisme transfer
untuk meminimalisir resiko kehilangan.
Penarikan dana tahap I (70%) dilakukan minimal 2 (dua) kali dan tahap II (30%) atau dengan
kata lain tidak bisa dilakukan 1 (satu) kali penarikan.
25
3.4.2.2. Pencatatan Penerimaan dan Pengeluaran Kas
Buku kas umum harus dicatat secara real time dan sesuai dengan bukti penerimaan ataupun
pengeluaran. Bendahara wajib mempunyai buku kas umum yang ditulis tangan. Dan
selanjutnya untuk keperluan pelaporan maka buku kas umum dapat diketik ulang. Selain
buku kas umum diatas, KMP juga perlu untuk membuat pencatatan di buku bantu, yang terdiri
dari:
Buku operasional adalah buku yang digunakan untuk mencatat rincian pengeluaran dana
khusus untuk kegiatan nonfisik (operasional KMP), karena pencatatan transaksi dibuku kas
umum dibuat secara umum/global, maka buku operasional dibuat dengan tujuan untuk
mempermudah identifikasi terhadap rincian pengeluaran dana operasional KMP. Buku
operasional tidak wajib tulis tangan, untuk keperluan laporan diperbolehkan diketik.
2. Buku Swadaya
Buku swadaya adalah buku bantu yang digunakan untuk mencatat penerimaan swadaya
baik dalam bentuk uang tunai (incash) maupun nontunai (inkind) (misalkan: swadaya
dalam bentuk material/bahan, alat, tenaga kerja, konsumsi dan bentuk barang lainnya).
3. Buku Upah
Buku upah adalah buku bantu yang digunakan untuk mencatat pembayaran upah tenaga
kerja.
4. Buku Material
Buku material adalah buku bantu yang digunakan untuk mencatat setiap material yang
masuk dan keluar.
26
3.4.2.3. Laporan Penggunaan Dana (LPD)
Laporan Penggunaan Dana (LPD) adalah laporan realisasi penggunaan dana yang disusun
setiap termin penarikan dana dari bank. Laporan ini memuat nilai kumulatif dari realisasi
penggunaan dana untuk kebutuhan material/bahan, alat, upah, dan operasional.
LPD dibuat oleh KMP bersama dengan TFL dan diverifikasi oleh Korfas. KMP wajib
menyampaikan LPD setiap termin penarikan dana bantuan kepada PPK Sanitasi melalui
Korfas. Atau dengan kata lain setiap melakukan penarikan dana dari bank, selanjutnya wajib
disusun LPD sebagai syarat penarikan dana pada RPDB berikutnya.
Kesesuaian progres fisik dengan laporan pertanggungjawaban dana yang diberikan dan telah
digunakan akan menjadi bahan evaluasi untuk pengambilan keputusan jika nantinya terdapat
sisa dana. Sisa dana dari efisiensi dan penurunan harga yang terjadi di lapangan bisa
dipergunakan untuk kegiatan pengembangan dengan menambah volume pekerjaan atau
melakukan optimalisasi untuk kegiatan yang sejenis sesuai jenis pekerjaan yang sesuai dalam
RAB, yang penggunaannya diputuskan melalui mekanisme musyawarah dan harus disetujui
oleh PPK Sanitasi.
Jika pekerjaan telah selesai 100%, maka pihak KMP wajib menyusun laporan akhir pekerjaan
kepada PPK Sanitasi dengan dilampiri:
a. Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan ditandatangani oleh KMP dan PPK Sanitasi;
b. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP);
c. Berita Acara Commisioning Test ditandatangani oleh KMP, TFL, dan Korfas mengetahui
PPK Sanitasi;
d. Berita Acara Serah Terima yang ditandatangani oleh pihak LPK dan disaksikan oleh TFL.
Serah terima dilaksanakan langsung ke pihak LPK (Pimpinan Pondok Pesantren) selaku
pengguna barang;
e. Dokumentasi fisik terbangun (0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%);
f. As build drawing/gambar akhir hasil pekerjaan
g. Daftar perhitungan dana awal, penggunaan, dan sisa dana;
27
h. Bukti setor rekening kas Negara jika terdapat sisa bantuan.
Isi laporan pertanggungjawaban mengacu pada outline dalam lampiran petunjuk teknis
pelaksanaan yang terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu:
a. Pengenaan Pajak
Pengenaan pajak untuk kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK mengacu
kepada ketentuan pajak yang berlaku dan surat Direktur Peraturan Perpajakan I, Direktorat
Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Nomor S-171/PJ.02/2018 tanggal 21 Mei 2018
perihal penjelasan mengenai ketentuan perpajakan atas bantuan pemerintah.
Bukti Pembayaran (kuitansi pengeluaran yang dibuat oleh Bendahara harus dibubuhi materai
sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Materai sebagai
berikut:
a. Untuk pembayaran yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah) tidak dikenakan bea materai;
b. Untuk pembayaran yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (Lima Juta
Rupiah) dikenakan bea materai dengan tarif sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).
3.4.2.6. Sanksi
Sanksi dalam kegiatan pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK
dimaksudkan sebagai upaya untuk pengendalian dan pembinaan kegiatan kepada pelaksana
maupun penerima sarana dan prasarana sanitasi. Adapun sanksi yang diberikan antara lain:
1. PPK Sanitasi dapat melakukan penangguhan terhadap pencairan dana bantuan tahap II
jika terjadi penyimpangan di dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan dan/atau terjadi
penyimpangan dalam penggunaan dana, sampai dengan permasalahan diselesaikan oleh
KMP didampingi oleh TFL dan Korfas, serta diketahui oleh Ketua KMP dan pengelola LPK
yang dinyatakan dalam berita acara;
28
2. Apabila di dalam pelaksanaan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi terjadi
atau ditemui penyelewengan dan penyalahgunaan dana oleh KMP, maka pengurus KMP
yang bersangkutan dibebastugaskan dan dilakukan pemilihan pengurus baru berdasarkan
keputusan pihak pengelola LPK yang tertuang dalam berita acara;
3. Apabila di dalam pelaksanaan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi terjadi
atau ditemui penyelewengan dan penyalahgunaan dana KMP yang mengakibatkan tidak
terselesaikannya atau terbengkalainya pekerjaan, KMP yang bersangkutan wajib
menyelesaikan pekerjaan tersebut;
4. Untuk lokasi yang batal atau mundur, maka dana bantuan pemerintah yang sudah
dicairkan dialihkan ke lokasi lain yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan atau
dikembalikan ke Kas Negara.
Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan dalam persiapan pelaksanaan penyediaan
sarana dan prasarana sanitasi di LPK mulai dari pengusulan kegiatan, pelaksanaan survei
dan koordinasi awal oleh Balai PPW, pemastian komitmen LPK, penyampaian daftar usulan
lokasi dari Balai PPW ke Direktorat Sanitasi, proses verifikasi hasil survei oleh Direktorat
Sanitasi, penetapan daftar lokasi TA. 2023, Penyiapan KMT, Koordinator Fasilitator dan TFL,
penyiapan Tim Teknis Sanitasi LPK serta kegiatan lainnya yang menunjang proses
penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK.
Tahapan persiapan diawali dengan adanya pemutakhiran Petunjuk Teknis kegiatan dengan
melakukan reviu terhadap petunjuk teknis yang ada. Reviu dilaksanakan berdasarkan hasil
evaluasi pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya dan hasil evaluasi proses pendampingan
pelaksanaan sehingga diharapkan adanya panduan yang lebih baik terhadap proses
persiapan, perencanaan, konstruksi, dan pascakonstruksi.
Usulan kegiatan penyediaan sarana dan prasana sanitasi di LPK dapat berasal dari
perseorangan, kelompok masyarakat, atau lembaga pemerintah/nonpemerintah berdasarkan
Peraturan Menteri PUPR Nomor 25 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 24/PRT/M/2016 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah di Direktorat Jenderal Cipta Karya.
29
3.5.3. Penyiapan Tim Teknis Sanitasi LPK
Tim Teknis Sanitasi LPK dibentuk melalui SK Kepala Balai PPW, yang bertugas memberikan
dukungan terhadap pelaporan dan pengawasan teknis sehingga pelaksanaan kegiatan dapat
dijalankan sesuai dengan rencana. Tim Teknis Sanitasi LPK akan mendampingi pada saat
kegiatan berjalan sehingga dapat membantu pengendalian penyelenggaran kegiatan.
Kegiatan survei dan koordinasi awal dilaksanakan setelah adanya usulan calon lokasi
kegiatan. Tujuan dari survei adalah untuk melakukan verifikasi calon lokasi kegiatan sesuai
dengan Readiness Criteria. Sedangkan koordinasi awal dilaksanakan untuk memberikan
gambaran umum terkait kegiatan penyediaan sarana prasana sanitasi di LPK kepada pihak
LPK.
Usulan lokasi yang dinyatakan memenuhi kriteria teknis berdasarkan hasil survei Balai PPW
akan menjadi daftar usulan lokasi yang disampaikan ke Direktorat Sanitasi. Pihak LPK harus
membuat surat pernyataan untuk memastikan pilihan metode pelaksanaan kegiatan,
kesiapan menerima barang, kesiapan lahan, kesediaan membentuk KMP, kesediaan
menyiapkan biaya operasional dan pemeliharaan.
Proses verifikasi ini bertujuan untuk memeriksa kembali terkait hasil survei yang dilakukan
oleh Balai PPW dan memastikan bahwa lokasi yang diusulkan sesuai kriteria teknis.
Selanjutnya Direktorat Sanitasi akan mengusulkan penetapan lokasi kegiatan penyediaan
sarana dan prasarana sanitasi di LPK melalui Surat Keputusan Menteri PUPR.
Konsultan Manajemen Teknis (KMT) direkrut oleh Direktorat Sanitasi melalui proses
pengadaan penyedia jasa konsultansi. Struktur KMT terdiri dari tenaga ahli yang dipimpin oleh
Team Leader. Secara umum KMT bertugas melakukan pendampingan teknis, kelembagaan
dan pemberdayaan pada penyelenggaraan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
sanitasi di LPK.
30
3.5.8. Perekrutan Koordinator Fasilitator (Korfas)
Koordinator Fasilitator (Korfas) adalah tenaga pendamping tingkat provinsi yang direkrut
melalui proses seleksi oleh Balai PPW. Dalam satu provinsi terdapat 1 (satu) orang Korfas
atau lebih, sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan anggaran. Adapun kualifikasi Korfas
adalah sebagai berikut:
31
3.5.9. Perekrutan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL)
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) adalah tenaga pendamping masyarakat, dalam hal ini
pihak LPK dalam pelaksanaan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK.
Satu TFL bertugas untuk mendampingi pelaksanaan pembangunan maksimal 2 (dua) unit
sarana dan prasarana sanitasi. Adapun kualifikasi dan kriteria calon TFL sebagai berikut:
32
3.5.10. Peningkatan Kapasitas Korfas dan TFL
Sebelum dimobilisasi Korfas dan TFL akan menandatangani kontrak kerja dengan PPK
Sanitasi, dimana kontrak kerja ini menjadi dasar dalam proses pendampingan kegiatan
penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK.
Tahapan perencanaan terdiri dari beberapa kegiatan seperti sosialisasi di lingkungan LPK,
pembentukan KMP, penyesuaian desain oleh TFL, penyusunan Rencana Kerja Masyarakat
(RKM) dan penandatangan kontrak antara PPK Sanitasi dengan KMP.
Sosialisasi awal dilakukan oleh TFL untuk menginformasikan lebih lanjut tentang kegiatan
penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK kepada pihak LPK. Keluaran dari sosialisasi
di lingkungan LPK adalah pengurus memahami maksud dan tujuan kegiatan, serta siap
menerima dan melaksanakan kegiatan. Kesiapan LPK dalam mendukung pelaksanaan
kegiatan dituangkan kedalam pakta integritas.
33
Pada saat sosialisasi awal, TFL juga perlu menyampaikan kepada pihak LPK terkait upaya
untuk menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan kegiatan terutama
pengelolaan dana bantuan. Pihak LPK perlu memfasilitasi pengadaan media publikasi berupa
papan informasi. Papan informasi yang dimaksud dapat menggunakan papan informasi yang
sudah tersedia di lingkungan LPK dan masih memadai untuk memuat informasi tentang
kegiatan LPK.
1. Agar masyarakat di lingkungan LPK, terutama seluruh pengurus KMP lebih mudah
memperoleh informasi mengenai perkembangan pelaksanaan Kegiatan Penyediaan
Sarana dan Prasarana Sanitasi di LPK; dan
2. Agar masyarakat di lingkungan LPK dapat berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan
kegiatan, mulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap opersional dan pemeliharaan.
Desain papan informasi terdapat dalam lampiran Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan
Penyediaan Sarana dan Prasarana Sanitas di LPK.
KMP merupakan kelompok masyarakat yang dibentuk melalui musyawarah di lingkungan LPK
sebagai pelaksana kegiatan swakelola. Ketentuan mengenai pembentukan dan penetapan
KMP adalah sebagai berikut:
34
Struktur organisasi KMP adalah sebagai berikut:
1. Ketua
35
a. Menerima, menyimpan, melakukan pembayaran, membuat Laporan
Pertanggungjawaban (LPj), dan mengarsipkan seluruh dokumen
pertanggungjawaban; serta
b. Melakukan pengelolaan administrasi keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan
dengan melakukan pencatatan pada tahap konstruksi antara lain:
3. Seksi Pelaksana
RKM adalah dokumen resmi berisi rencana kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
sanitasi di LPK dengan rincian sebagaimana diatur dalam lampiran juknis. RKM disusun oleh
Tim Persiapan yang dibantu oleh TFL.
36
Tahapan penyusunan RKM adalah sebagai berikut:
1. Penetapan area pembangunan sarana dan prasarana berdasarkan survei bersama TFL
dengan Tim Persiapan dengan mempertimbangkan:
2. Survei LPK tentang kondisi eksisting, ketersediaan material dan tenaga kerja
a. Survei eksisting
Survei dilakukan untuk dapat menggambarkan kondisi LPK sebelum adanya kegiatan
berupa gambaran kondisi eksisting sanitasi, sarana prasarana, rencana penerima
manfaat, gambaran perilaku BABS, perilaku hidup bersih dan sehat serta beberapa
penyakit yang umum terjadi di LPK.
Penyesuaian Rencana Teknik Rinci (RTR)/DED dilakukan oleh Tim Persiapan dibantu
TFL setelah dilakukan identifikasi lahan sesuai kondisi eksisting dengan memperhatikan:
• Layout lahan
• Ketersediaan material setempat
• Spesifikasi teknis
37
• Harga satuan material setempat
• Volume pekerjaan
• Harga satuan tenaga kerja setempat
Berdasar hasil survei material dibuat rencana pengadaan barang dan jasa yang
memperhatikan, jarak, ketersediaan material selama kegiatan, pemanfaatan material
setempat.
• Opsi teknologi dan sarana sanitasi (memuat alasan dan pilihan Desain Teknologi
dan sarana yang dipilih)
• Kelebihan dan kelemahan teknologi yang dipilih sebagai dasar penetapan
penggunaan IPALD pabrikasi atau nonpabrikasi
• Uraian spesifikasi teknis/bahan yang akan digunakan atau penyesuainnya dengan
ketersediaan di lokasi
• Tahap persiapan yang dilakukan sebelum konstruksi (rencana pelatihan KMP,
pelatihan tenaga kerja)
38
• Rencana pelaksanaan kampanye PHBS; dan
• Rencana kegiatan pemeliharaan serta rencana pembiayaan
Skema mekanisme penyusunan RKM dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Dokumen RKM yang telah tersusun selanjutnya diverifikasi oleh Korfas dan Tim Teknis
Sanitasi LPK, yang meliputi:
Dilakukan dengan melihat kesesuaian dengan spesifikasi dalam prototipe, atau apabila
ada penggantian/ penyesuaian masih memenuhi standar kualitas yang setara;
2. Reviu RAB
3. Reviu Desain
Reviu desain dilaksanakan berdasarkan desain prototipe yang telah ditetapkan, apabila
ada penyesuaian/perubahan maka harus dibuat justifikasi dengan persetujuan PPK
Sanitasi; serta
39
4. Data dan dokumen lainnya sesuai dengan lembar verifikasi RKM pada lampiran Petunjuk
Teknis.
Setelah dokumen RKM dinilai layak oleh Korfas dan Tim Teknis Sanitasi LPK dengan
ditandatanganinya lembar verifikasi, maka selanjutnya diajukan kepada PPK Sanitasi untuk
dapat disahkan. Dokumen RKM merupakan persyaratan untuk pembuatan dokumen
perjanjian kerja sama/kontrak antara PPK Sanitasi dengan Ketua KMP.
40
3.7. Tahap Konstruksi
Setelah seluruh kegiatan persiapan dan perencanaan selesai dilaksanakan, maka kegiatan
selanjutnya yaitu tahap konstruksi. Kegiatan ini dilaksanakan berdasarkan Rencana Kerja
Masyarakat (RKM) serta kesepakatan perjanjian kontrak antara PPK Sanitasi dengan KMP
dalam melaksanakan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK.
Tahap persiapan konstruksi meliputi pengadaan barang dan jasa di tingkat masyarakat,
peningkatan kapasitas (pelatihan pekerja, peningkatan kapasitas KMP) dan pencairan dana
bantuan, penyiapan lahan mulai dari pembersihan lahan, pemasangan bouwplank dan
penyiapan lainnya. Saat proses penyiapan konstruksi perlu dipastikan tempat untuk peletakan
material yang aman dan tidak mengganggu akses pada saat proses pelaksanaan.
Mengacu pada peraturan di atas, kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK
masuk ke dalam penyelenggaraan swakelola tipe IV yang direncanakan oleh
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan/atau
berdasarkan usulan kelompok masyarakat dan dilaksanakan serta diawasi oleh kelompok
masyarakat pelaksana swakelola.
Proses pengadaan barang/jasa pada kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di
LPK dilakukan oleh KMP yaitu Tim Pelaksana. Proses ini dilakukan setelah RKM, khususnya
setelah Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan spesifikasi teknis disetujui oleh PPK Sanitasi.
Dalam pelaksanaan di lapangan pengadaan barang/jasa perlu memperhatikan kontribusi
terhadap Pendapatan Dalam Negeri (PDN).
41
Adapun metode pemilihan penyedia barang yang digunakan adalah metode pengadaan
langsung dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dengan
tahapan sebagai berikut:
1. KMP khususnya Tim Pelaksana harus memahami RKM, terutama RAB yang menjadi
acuan dalam melakukan perencanaan pemaketan pengadaan (material, alat dan tenaga
kerja).
2. Tim Pelaksana mengidentifikasi jenis barang/jasa dan pekerjaan sesuai spesifikasi
teknisnya;
3. Tim Pelaksana melakukan musyawarah pengadaan di lingkungan LPK untuk
memberitahukan rencana pembelian barang/jasa termasuk rencana paket pengadaan
berdasarkan HPS di dalam RKM yang telah ditetapkan oleh PPK;
4. Proses pengadaan dilakukan hanya 1 (satu) kali sebelum proses penyaluran dana tahap
pertama;
5. Tim Pelaksana melakukan survei pemasok/toko, minimal 2 (dua) toko material/pemasok
(survei dapat dilakukan dengan mendatangi langsung toko/pemasok, atau melalui media
elektronik);
6. Tim Pelaksana melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi harga untuk mendapatkan
penyedia dengan harga yang wajar serta dapat dipertanggungjawabkan. Negosiasi harga
dilakukan berdasarkan HPS;
7. Tim Pelaksana memastikan kualitas barang/jasa sesuai dengan spesifikasi yang
dibutuhkan dan mendapatkan harga yang termurah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Harga dari setiap pemasok/toko merupakan harga yang sudah memperhitungkan harga
material sampai di lokasi;
8. Tim Pelaksana membuat administrasi pengadaan barang/jasa, yang terdiri dari:
42
3.7.1.2. Peningkatan Kapasitas KMP dan Tenaga Kerja
Peningkatan kapasitas KMP dan tenaga kerja dilakukan oleh TFL sementara menunggu
proses pencairan dana. Tenaga kerja dalam kegiatan ini dapat berasal dari masyarakat di
sekitar LPK (terutama untuk tenaga kerja terampil dan memiliki keahlian khusus) dalam
rangka menggerakkan perekonomian masyarakat setempat.
Tujuan peningkatan kapasitas ini untuk memberikan pemahaman dan keterampilan dalam hal
pelaksanaan konstruksi penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK. Penguatan
kapasitas dilakukan oleh TFL selaku tenaga pendamping. Materi kegiatan peningkatan
kapasitas disesuaikan dengan tugas dan fungsi KMP dan tenaga kerja.
Penyaluran dan penarikan dana bantuan mengacu pada penjelasan di subbab 3.4.1 Penyaluran
Dana Bantuan oleh PPK Sanitasi dan subbab 3.4.2 Penarikan Dana Bantuan oleh KMP.
1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran
kelancaran dan ketetapan tercapainya tujuan dalam pelaksanaan pengadaan barang;
2. Bekerja secara profesional, mandiri atas dasar kejujuran dan mencegah terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan;
3. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan dalam rapat lapangan sesuai
kesepakatan dengan pihak terkait;
4. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dalam pelaksanaan pekerjaan;
5. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau melakukan kegiatan
bersama dengan tujuan keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan negara;
6. Menghindari dan mencegah pertentangan dengan pihak terkait, baik langsung maupun
tidak langsung;
43
7. Tidak menerima, tidak menawarkan dan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau
menerima hadiah/imbalan berupa apapun kepada siapa saja yang diketahui patut diduga
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
KMP dan pihak LPK dengan dukungan PPK Sanitasi secara terus menerus melakukan
monitoring kemajuan pembangunan selama pelaksanaan pekerjaan, seperti pembelian
material, kualitas pekerjaan, periode pembayaran, administrasi keuangan, dan lain
sebagainya sebagai percepatan langkah awal yang harus diambil jika terjadi pelanggaran
dalam RKM.
Untuk dapat mengetahui progres pelaksanaan pekerjaan, perlu dilaksanakan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Rapat mingguan beserta dengan TFL, KMP, dan Korfas yang dapat dilakukan melalui
daring atau di lokasi LPK.
b. Melaporkan progres kegiatan Sanitasi LPK melalui SIM IBM dan Konsultan Manajemen
Teknis setiap minggu.
Hal-hal tersebut wajib untuk diperhatikan demi menjaga kelancaran kegiatan konstruksi
penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK. Adapun pelaksanaan konstruksi mengacu
pada Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) yang terdapat pada lampiran buku ini.
Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan
gambar dan/atau spesifikasi teknis/KAK yang ditentukan dalam dokumen RKM bagian dari
kontrak, PPK Sanitasi bersama KMP dapat melakukan perubahan kontrak yang meliputi:
44
Apabila KMP belum dapat menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan kontrak
berakhir, maka KMP dapat mengajukan perpanjangan waktu berdasarkan reviu yang
dilakukan oleh PPK Sanitasi. Perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan dituangkan dalam
perubahan kontrak (Adendum).
Terkait perubahan dan perpanjangan waktu pelaksanaan, maka KMP perlu melakukan
penyesuaian dokumen pertanggungjawaban kegiatan dengan menyusun dokumen
perubahan kontrak (Adendum) beserta justifikasi teknis yang disetujui oleh PPK. Adapun
dasar hukum pelaksanaan perubahan kontrak (Adendum) adalah Perpres Nomor 12 tahun
tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan peraturan turunannya, yaitu:
Peraturan Lembaga LKPP Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Swakelola dan Keputusan
Deputi Bidang Pengembangan Strategi Dan Kebijakan Lembanga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Model Dokumen Swakelola.
Commissioning test adalah tahapan penilaian kinerja keandalan infrastruktur yang baru
dibangun sesuai dengan perencanaan, menilai fleksibilitas kerja instalasi, memberikan
rekomendasi dan perbaikan apabila terdapat ketidaksesuaian untuk operasi dan
pemeliharaan berdasar perencanaan.
1. Dilakukan sebelum serah terima pekerjaan dari Ketua KMP kepada PPK Sanitasi;
2. Dilaksanakan oleh TFL dan Korfas/Tim Teknis Sanitasi LPK untuk memastikan bahwa
seluruh pekerjaan terselesaikan dengan baik sesuai dengan PKS/kontrak;
3. Jika pekerjaan selesai 100% sesuai dengan PKS/kontrak dan dapat berfungsi dengan baik,
maka KMP segera melaporkan kepada PPK Sanitasi untuk menjadwalkan kegiatan serah
terima pekerjaan;
4. Jika sarana belum dapat berfungsi dengan baik, maka KMP segera memperbaiki sarana
tersebut;
5. Kegiatan commissioning test dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh
TFL, Korfas/Tim Teknis Sanitasi LPK, Ketua KMP diketahui oleh PPK Sanitasi.
1. Uji fungsi aliran untuk bangunan atas dapat dilakukan pada saat bangunan sudah selesai
100%. Uji fungsi aliran ini dilakukan untuk memastikan aliran air yang dimulai dari menara
45
air ke kran air di bangunan atas sampai dengan aliran air dari floor drain kamar mandi,
kloset, tempat wudhu, tempat cuci dan cuci tangan, mengalir sampai dengan inlet IPALD;
2. Uji fungsi untuk bangunan bawah (IPALD) meliputi uji kebocoran dan aliran air dalam IPAL
sebelum pemasangan filter dan pemasangan penutup IPALD.
Salah satu tugas KMP adalah melakukan kampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Adapun hal-hal yang perlu disampaikan meliputi:
Materi PHBS diatas dapat disesuaikan dengan kebutuhan di LPK, mengacu pada peraturan
Menteri Kesehatan nomor 2269/MENKES/PER/XI/2011 tentang Pedoman Pembinaan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang dapat diakses di
https://promkes.kemkes.go.id/phbs
Dalam melaksanakan sosialisasi dan kampanye PHBS, Pihak LPK dapat melibatkan
Sanitarian dan/atau tenaga kesehatan setempat dan/atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
46
3.7.7. Serah Terima Kegiatan
Setelah pekerjaan konstruksi selesai maka selanjutnya adalah proses serah terima kegiatan.
Serah terima ini terdiri dari serah terima pekerjaan dan serah terima barang.
1. Kegiatan serah terima pekerjaan dilakukan dengan penandatanganan Berita Acara serah
terima yang ditandatangani antara Ketua KMP (selaku perwakilan penerima dana
bantuan) dan PPK Sanitasi selaku pemberi pekerjaan;
2. Pada saat serah terima pekerjaan status rekening bank KMP sudah harus ditutup. Oleh
karena itu, saat KMP melakukan penarikan dana bantuan termin terakhir (RPDB terakhir)
agar seluruh sisa dana di rekening ditarik dan dilakukan penutupan buku rekening. Apabila
terdapat selisih dari nilai RPDB termin terakhir (dana pembukaan rekening dan dan bunga
jika ada) dengan total dana yang ditarik, maka dana tersebut dapat digunakan untuk
operasional dan pemeliharaan;
3. Pada saat serah terima pekerjaan, KMP harus menyerahkan laporan akhir kepada PPK
Sanitasi;
4. Serah terima pekerjaan wajib dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kalender
setelah pekerjaan fisik 100%.
Setelah serah terima pekerjaan, selanjutnya dilakukan serah terima barang berupa sarana
dan prasarana sanitasi terbangun. Adapun tujuan dilakukan serah terima barang adalah agar
sarana dan prasarana sanitasi terbangun dapat segera difungsikan. Serah terima barang
diserahkan oleh KPA kepada pihak LPK, dengan diketahui dan ditandatangani oleh Kepala
Balai PPW dan Kepala Kantor Kemenag Kab/Kota.
47
48
BAB IV
Metode Pelaksanaan Kontraktual
Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan dengan metode kontraktual (pengadaan langsung dan
tender umum) tertera pada gambar berikut ini:
49
Gambar 4.1. Skema Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Metode Kontraktual
50
4.2.1. Organisasi Pelaksana Tingkat Pusat
A. Direktorat Sanitasi
Dalam penyelenggaraan kegiatan sarana dan prasarana sanitasi di LPK Direktorat Sanitasi
dibantu oleh Konsultan Manajemen Teknis (KMT) dengan tugas sebagai berikut:
51
b. Mengkoordinir KI Pelaksanaan melakukan pengisian data serta pemutakhiran
progres SIM IBM Sanitasi;
c. Menyusun justifikasi (teknis dan non teknis) jika terdapat permasalahan dalam
pelaksanaan Kegiatan Penyediaan Sarana dan Prasarana Sanitasi di LPK.
4. Pelaporan
a. Menyusun laporan rencana kegiatan, laporan kemajuan fisik dan keuangan, laporan
mingguan dan laporan bulanan sesuai dengan format-format yang telah ditetapkan,
dan laporan lainnya yang disepakati dalam kontrak, dengan mengacu data SIM IBM
Sanitasi;
b. Membuat laporan hasil monitoring dan evaluasi;
c. Mengumpulkan profil seluruh lokasi kegiatan IBM Sanitasi.
1. Menyusun desain prototipe kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK
berkoordinasi dengan Direktorat Sanitasi;
2. Memberikan rekomendasi terhadap penyesuaian desain prototipe apabila diperlukan
pada tahap perencanaan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK.
52
1. Menyediakan dan memberikan pemutakhiran data daftar LPK sebagai calon lokasi
kegiatan penyediaan sarana dan prasarana di LPK; dan
2. Menerbitkan NSP/Ijin Operasional bagi LPK yang sedang mengajukan legalitas LPK.
Kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK di tingkat provinsi dilakukan oleh
Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW), Satuan Kerja Pelaksanaan Prasarana
Permukiman sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) sebagai pelaksana kegiatan. Untuk pelaksanaan di lapangan PPK Sanitasi dibantu oleh
Tim Teknis Sanitasi LPK.
Tugas dari masing-masing pihak dapat dilihat pada uraian di bawah ini:
53
2. Kasatker selaku Kuasa Pengguna Anggaran memiliki wewenang, antara lain:
3. Melakukan serah terima sarana dan prasarana sanitasi terbangun kepada LPK;
4. Menyampaikan laporan bulanan pelaksanaan dan pengendalian kegiatan sarana dan
prasarana sanitasi di LPK kepada Direktorat Sanitasi melalui Balai PPW.
4. Melakukan survei terhadap usulan lokasi untuk melihat pemenuhan kriteria teknis
serta melengkapi administrasi terkait dengan Surat Pernyataan dari LPK;
6. Menyetujui gambar desain dan RAB yang telah dibuat oleh KI Pelaksanaan;
54
7. Menetapkan spesifikasi teknis/KAK, menetapkan rancangan Kontrak, dan
menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS);
12. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia
Barang/Jasa Konstruksi;
14. Memeriksa dokumen Laporan Progres Fisik dari KI Supervisi dan Penyedia Jasa;
15. Menyetujui dan menerima hasil uji kebocoran IPALD dan uji coba terhadap semua
fungsi sarana dan prasarana sanitasi terbangun;
19. Memeriksa kelengkapan dokumen serah terima hasil penyelesaian pekerjaan fisik;
22. Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
sanitasi di LPK yang terbangun serta melaporkannya kepada Kasatker PPP;
24. Melakukan penilaian Penyedia yang terpilih sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR
Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi
Melalui Penyedia dan Peraturan LKPP Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pembinaan
Pelaku Usaha Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
25. Melakukan proses penyelesaian tindak lanjut pengaduan dan temuan hasil audit
kegiatan di wilayahnya serta melaporkan ke Kasatker PPP.
55
E. Tim Teknis Sanitasi LPK
Dalam pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK, Balai PPW perlu
membentuk Tim Teknis Sanitasi LPK untuk memberikan dukungan terhadap manajemen
pelaporan dan pengawasan teknis yang berasal dari perwakilan Balai PPW, Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) teknis terkait, Kanwil Agama Provinsi, dan Kantor Kemenag
Kab./Kota, sehingga pelaksanaan kegiatan dapat dijalankan sesuai dengan rencana. Tim
Teknis Sanitasi LPK akan mendampingi pada saat kegiatan berjalan sehingga dapat
mengontrol mutu pekerjaan. Tim Teknis Sanitasi LPK berkoordinasi dengan Konsultan
Manajemen Teknis dalam melakukan pendampingan program.
Penyelenggaraan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK, pada tingkat
provinsi dibantu oleh Konsultan Individu Pelaksanaan, dengan tugas sebagai berikut:
56
1. Membuat Detailed Engineering Design (DED) terdiri dari: gambar teknis, spesifikasi teknis
dan perhitungan RAB;
2. Membantu PPK Sanitasi melakukan sosialisasi terkait kegiatan penyediaan sarana dan
prasarana sanitasi di LPK kepada Penyedia Jasa Konstruksi, Konsultan Supervisi dan
pihak LPK;
3. Melakukan monitoring pelaksanaan program dengan memberikan dukungan teknis dan
manajemen program;
4. Bersama Konsultan Supervisi melakukan penginputan data seluruh kegiatan pada aplikasi
Sistem Informasi Manajemen (SIM) IBM Sanitasi sesuai jadwal yang telah ditentukan;
5. Menerima dan memverifikasi laporan harian, mingguan dan bulanan serta laporan
permasalahan yang dibuat oleh Konsultan Supervisi dan Penyedia Jasa Konstruksi;
6. Menyusun laporan rencana kegiatan, laporan kemajuan pelaksanaan (mingguan dan
bulanan), serta melaporkannya kepada PPK Sanitasi Satker Pelaksana Prasarana
Permukiman Wilayah, Tim Teknis Sanitasi LPK, serta Konsultan Manajemen Teknis;
7. Mengumpulkan profil lokasi dampingan yang dibuat oleh Konsultan Supervisi;
8. Memantau kinerja Konsultan Supervisi dalam penyelenggaraan kegiatan penyediaan
sarana dan prasarana sanitasi di LPK;
9. Mendampingi KMP dalam penyusunan SOP serta biaya operasi dan pemeliharaan;
10. Bersama dengan Konsultan Supervisi, mendampingi Penyedia Barang/Jasa melakukan
uji kebocoran IPALD dan uji coba terhadap semua fungsi prasarana dan sarana sanitasi
terbangun;
11. Memfasilitasi pembentukan KMP; dan
12. Tugas lain yang disepakati dalam kontrak kerja KI Pelaksanaan.
1. Membantu Balai PPW dalam melakukan verifikasi usulan kegiatan terkait legalitas LPK;
2. Membantu PPK Sanitasi dalam pelaksanaan sosialisasi terkait kegiatan penyediaan
sarana dan prasarana sanitasi di LPK;
3. Melakukan monitoring dan evaluasi keberlanjutan kegiatan penyediaan sarana dan
prasarana sanitasi di LPK;
4. Memberikan pembinaan kepada LPK terkait keberfungsian sarana dan prasarana
terbangun.
57
1. Membantu Balai PPW dalam melakukan verifikasi usulan kegiatan terkait legalitas LPK;
2. Membantu PPK Sanitasi dalam pelaksanaan sosialisasi terkait kegiatan penyediaan
sarana dan prasarana sanitasi di LPK;
3. Mengetahui proses serah terima pengelolaan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
sanitasi di LPK;
4. Melakukan pemantauan dan evaluasi keberlanjutan kegiatan penyediaan sarana dan
prasarana sanitasi di LPK;
5. Memberikan pembinaan kepada LPK terkait keberfungsian sarana dan prasarana
terbangun.
58
4. Bersama dengan Tim Teknis Sanitasi LPK/KI Pelaksanaan/Konsultan Supervisi
menfasilitasi pembentukan KMP; dan
5. Menerapkan prinsip sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat kepada seluruh penghuni
LPK.
Penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi
yaitu pelaku usaha yang menyediakan jasa konstruksi berdasarkan kontrak kerja dengan PPK
Sanitasi. Sedangkan pengawasan dan pelaporan dilakukan oleh penyedia jasa konsultansi
konstruksi (konsultan supervisi). Konsultan supervisi dapat berupa perseorangan dan/atau
badan usaha.
59
6. Menyusun dan menyampaikan laporan progress harian, mingguan dan bulanan serta
laporan permasalahan kepada KI Pelaksanaan dan PPK Sanitasi;
7. Menyusun profil lokasi dampingan;
8. Bersama dengan Penyedia Barang/Jasa dan/atau KI Pelaksanaan dan/atau Tim Teknis
Sanitasi LPK melakukan uji kebocoran IPALD dan uji coba terhadap semua fungsi sarana
dan prasarana sanitasi terbangun;
9. Melakukan konsultasi kepada KI Pelaksanaan terhadap permasalahan dan
ketidaksesuaian pelaksanaan pekerjaan; dan
10. Tugas lain yang disepakati dalam kontrak kerja Konsultan Supervisi.
Mekanisme pendanaan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK dengan
metode kontraktual dilaksanakan dengan beberapa ketentuan sebagai berikut:
Salah satu ketentuan pemaketan pekerjaan konstruksi adalah ditetapkan Harga Perkiraan
Sendiri (HPS). Nilai HPS mempertimbangkan beberapa hal yaitu hasil perkiraan biaya atau
RAB yang telah disusun pada tahap perencanaan, pagu anggaran dan hasil reviu perkiraan
biaya/RAB. Ketentuan pemaketan mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun
2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia.
Dalam kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK, penentuan jenis kontrak
dalam dokumen rancangan kontrak dapat berupa: kontrak lumsum, kontrak harga satuan dan
kontrak gabungan lumsum dan harga satuan. Namun untuk kontrak gabungan lumsum dan
harga satuan diperkecualikan untuk Pengadaan Langsung.
60
4.3.3. Ketentuan Uang Muka
Penyedia Jasa wajib melakukan penarikan uang muka sesuai dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Paling rendah 50% (lima puluh persen) dari nilai kontrak untuk Penyedia Jasa Pekerjaan
Konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil;
b. Paling rendah 30% (tiga puluh persen) dari nilai kontrak untuk Penyedia Jasa Pekerjaan
Konstruksi dengan kualifikasi usaha menengah atau besar;
c. Ketentuan lain terkait pemberian uang muka sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, dan jaminan pemeliharaan bersifat tidak
bersyarat dan mudah dicairkan. Untuk jaminan tersebut harus segera dicairkan oleh penerbit
jaminan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat perintah pencairan dari
PPK Sanitasi atau pihak yang diberi kuasa oleh PPK Sanitasi diterbitkan.
a. Jaminan uang muka diserahkan Penyedia kepada PPK Sanitasi senilai uang muka;
b. Jaminan pelaksanaan untuk nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh
persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai HPS, ditentukan sebesar 5%
(lima persen) dari nilai Kontrak;
c. Jaminan pelaksanaan untuk nilai penawaran terkoreksi di bawah 80% (delapan puluh
persen) dari nilai HPS, ditentukan sebesar 5% (lima persen) dari nilai total HPS; dan
d. Jaminan pemeliharaan ditentukan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Kontrak.
Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan dalam persiapan pelaksanaan penyediaan
sarana dan prasarana sanitasi di LPK mulai dari pengusulan kegiatan, pelaksanaan survei
dan koordinasi awal oleh Balai PPW, pemastian komitmen LPK, penyampaian daftar usulan
lokasi dari Balai PPW ke Direktorat Sanitasi, proses verifikasi hasil survei oleh Direktorat
Sanitasi, penetapan daftar lokasi TA. 2023, Penyiapan KMT, KI Pelaksanaan, penyiapan Tim
Teknis Sanitasi LPK, penyiapan dokumen pengadaan serta kegiatan lainnya yang menunjang
proses penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK.
61
4.4.1. Pemutakhiran Petunjuk Teknis Kegiatan
Tahapan persiapan diawali dengan adanya pemutakhiran Petunjuk Teknis kegiatan dengan
melakukan reviu terhadap petunjuk teknis yang ada. Reviu dilaksanakan berdasarkan hasil
evaluasi pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya dan hasil evaluasi proses pendampingan
pelaksanaan sehingga diharapkan adanya panduan yang lebih baik terhadap proses
persiapan, perencanaan, konstruksi, dan pascakonstruksi.
Usulan kegiatan penyediaan sarana dan prasana sanitasi di LPK dapat berasal dari
perseorangan, kelompok masyarakat, atau lembaga pemerintah/nonpemerintah berdasarkan
Peraturan Menteri PUPR Nomor 25 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 24/PRT/M/2016 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah di Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Tim Teknis Sanitasi LPK dibentuk melalui SK Kepala Balai PPW, yang bertugas memberikan
dukungan terhadap pelaporan dan pengawasan teknis sehingga pelaksanaan kegiatan dapat
dijalankan sesuai dengan rencana. Tim Teknis Sanitasi LPK akan mendampingi pada saat
kegiatan berjalan sehingga dapat membantu pengendalian penyelenggaraan kegiatan.
Kegiatan survei dan koordinasi awal dilaksanakan setelah adanya usulan calon lokasi
kegiatan. Tujuan dari survei adalah untuk melakukan verifikasi calon lokasi kegiatan sesuai
dengan Readiness Criteria. Sedangkan koordinasi awal dilaksanakan untuk memberikan
gambaran umum terkait kegiatan penyediaan sarana prasana sanitasi di LPK kepada pihak
LPK.
4.4.5. Pemastian Komitmen dari LPK dan Penyampaian Daftar Usulan Lokasi
Usulan lokasi yang dinyatakan memenuhi kriteria teknis berdasarkan hasil survei Balai PPW
akan menjadi daftar usulan lokasi yang disampaikan ke Direktorat Sanitasi. Pihak LPK harus
membuat surat pernyataan untuk memastikan pilihan metode pelaksanaan kegiatan,
kesiapan menerima barang, kesiapan lahan, kesediaan membentuk KMP, kesediaan
menyiapkan biaya operasional dan pemeliharaan.
62
4.4.6. Proses Verifikasi dan Penetapan Lokasi
Proses verifikasi ini bertujuan untuk memeriksa kembali terkait hasil survei yang dilakukan
oleh Balai PPW dan memastikan bahwa lokasi yang diusulkan sesuai kriteria teknis.
Selanjutnya Direktorat Sanitasi akan mengusulkan penetapan lokasi kegiatan penyediaan
sarana dan prasarana sanitasi di LPK melalui Surat Keputusan Menteri PUPR.
Konsultan Manajemen Teknis (KMT) direkrut oleh Direktorat Sanitasi melalui proses
pengadaan penyedia jasa konsultansi. Struktur KMT terdiri dari tenaga ahli yang dipimpin oleh
Team Leader. Secara umum KMT bertugas melakukan pendampingan teknis, kelembagaan
dan pemberdayaan pada penyelenggaraan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
sanitasi di LPK.
KI Pelaksanaan adalah tenaga tingkat provinsi yang bertugas untuk membantu PPK Sanitasi
dalam penyelenggaraan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK dan
menyampaikan laporan ke Konsultan Tingkat Pusat (Konsultan Manajemen Teknis) dan PPK
Sanitasi. Dalam satu provinsi terdapat 1 (satu) orang KI Pelaksanaan atau lebih, sesuai
dengan kebutuhan dan ketersediaan anggaran. Adapun kualifikasi KI Pelaksanaan adalah
sebagai berikut:
63
11. Bersedia ditempatkan dan bekerja penuh waktu di lokasi dampingan;
12. Mampu mengoperasikan komputer minimal program Ms. Office dan sistem aplikasi
berbasis online;
13. Memiliki pengalaman dalam bidang perencanaan bangunan sederhana minimal 3 (tiga)
tahun;
14. Diutamakan memahami konsep dasar pengolahan limbah domestik/rumah tangga;
15. Memiliki kemampuan penyusunan Rencana Teknik Rinci (RTR) termasuk gambar teknis,
Rencana Anggaran Biaya (RAB), menyusun analisis dan spesifikasi teknis aspek struktur,
plumbing, mekanikal, dan arsitektur;
16. Memiliki kemampuan identifikasi, analisis dan pemecahan permasalahan;
17. Memiliki kemampuan menyusun laporan fisik, laporan administrasi & keuangan.
Dalam tahap persiapan pemilihan penyedia jasa, PPK Sanitasi melaksanakan persiapan
pengadaan yang meliputi:
Tahapan perencanaan terdiri dari sosialisasi, penyesuaian DED dan RAB, pemilihan penyedia
jasa, pemilihan konsultan supervisi hingga penandatangan kontrak dan Surat Perintah Kerja
(SPK).
64
4.5.1. Sosialisasi
Sosialisasi awal dilakukan oleh PPK Sanitasi/Tim Teknis Sanitasi LPK/KI Pelaksanaan untuk
menginformasikan lebih lanjut tentang kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di
LPK kepada pihak LPK. Materi sosialisasi paling tidak memuat:
Proses pemilihan penyedia jasa konstruksi yang akan melaksanakan pembangunan sarana
dan prasarana sanitasi di LPK mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2020
tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia, dimana dalam
peraturan tersebut telah dijelaskan tentang pemilihan melalui metode pengadaan langsung,
tender terbatas, dan tender umum. Dalam kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
sanitasi di LPK, PPK Sanitasi khususnya di wilayah Pulau Jawa dapat memilih penyedia jasa
yang terdapat pada e-katalog: https://e-katalog.lkpp.go.id.
Pengadaan langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan penyedia dengan nilai
tertentu. Pelaksanaan pemilihan penyedia dengan menggunakan metode pengadaan
langsung dilakukan mulai dari tahap persiapan, kelengkapan dokumen hingga tahap
pemilihan penyedia jasa dan diakhiri dengan penandatanganan surat perintah kerja sebagai
tanda kontrak terhadap penyedia jasa terpilih.
65
a) Persyaratan Kualifikasi Penyedia Jasa untuk Pengadaan Langsung
Persyaratan kualifikasi penyedia jasa untuk Pengadaan Langsung Jasa Konstruksi meliputi:
Isi dokumen pengadaan langsung mengacu pada Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 tentang
Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia terdiri dari:
- Dokumen Penawaran Teknis berupa Daftar Peralatan dan juga Daftar Personel yang
dilengkapi dengan daftar riwayat pengalaman kerja atau referensi kerja dari pengguna
jasa. Kriteria personel tidak mensyaratkan Tenaga Ahli, namun hanya disyaratkan 1
(satu) sertifikat kompetensi kerja untuk setiap personel yang disyaratkan.
- Dokumen Penawaran Harga yang terdiri dari harga penawaran sesuai dengan surat
penawaran dalam dokumen administrasi dan daftar kuantitas dan harga/daftar
keluaran.
c) Rancangan Kontrak
Penyusunan rancangan Kontrak untuk Pengadaan Langsung berisikan surat perintah kerja
dan syarat-syarat umum kontrak. Rancangan surat perintah kerja dipilih berdasarkan standar
kontrak dengan mempertimbangkan beberapa karakteristik pekerjaan minimal berupa:
• Jenis kontrak;
• Lingkup pekerjaan;
• Keluaran hasil pekerjaan;
66
• Kesulitan dan risiko pekerjaan;
• Masa pelaksanaan;
• Masa pemeliharaan, untuk pekerjaan konstruksi;
• Cara pembayaran;
• Sistem perhitungan hasil pekerjaan;
• Besaran uang muka;
• Bentuk dan ketentuan jaminan;
• Besaran denda; dan
• Pilihan penyelesaian sengketa kontrak.
Jika nantinya terdapat perubahan pada SPK dan syarat umum kontrak hanya dapat dilakukan
perubahan dengan persetujuan PPK Sanitasi.
Selanjutnya pejabat pengadaan akan menyampaikan berita acara hasil pengadaan langsung
beserta dokumen penawarannnya dan data kualifikasi kepada PPK Sanitasi.
Pokja pemilihan melakukan persiapan pemilihan melalui tender atau seleksi meliputi:
67
• Penetapan persyaratan penyedia;
• Penetapan metode evaluasi penawaran;
• Penetapan metode penyampaian dokumen penawaran;
• Penyusunan dan penetapan jadwal pemilihan;
• Penyusunan dokumen pemilihan; dan
• Penetapan jaminan penawaran dan jaminan sanggah banding.
b) Rancangan Kontrak
• Jenis kontrak;
• Lingkup pekerjaan;
• Keluaran/output hasil pekerjaan;
• Kesulitan dan risiko pekerjaan;
• Masa pelaksanaan;
• Masa pemeliharaan, untuk pekerjaan konstruksi;
• Cara pembayaran;
• Sistem perhitungan hasil pekerjaan;
• Umur konstruksi dan pertanggungan terhadap kegagalan bangunan;
• Besaran uang muka;
• Bentuk dan ketentuan jaminan;
• Ketentuan penyesuaian harga;
• Besaran denda;
• Keterlibatan subpenyedia; dan
• Pilihan penyelesaian sengketa kontrak.
Metode evaluasi penawaran untuk Tender/Seleksi meliputi sistem nilai dan harga terendah.
Metode evaluasi sistem nilai digunakan untuk pengadaan yang harga penawarannya
dipengaruhi oleh kualitas teknis. Sedangkan untuk metode evaluasi dengan harga terendah
sistem gugur atau harga terendah ambang batas.
68
Metode penyampaian dokumen penawaran untuk Tender Pekerjaan Konstruksi terdiri atas 1
(satu) file atau 2 (dua) file. Metode 1 (satu) file digunakan untuk Tender yang menggunakan
metode evaluasi harga terendah sistem gugur. Metode 2 (dua) file sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Tender yang menggunakan metode evaluasi sistem
nilai atau metode evaluasi harga terendah ambang batas.
e) Dokumen Tender/Seleksi
• Undangan/pengumuman;
• Instruksi kepada peserta;
• Lembar data pemilihan;
• Bentuk dokumen penawaran;
• Rancangan kontrak terdiri dari:
• surat perjanjian;
• syarat-syarat umum Kontrak; dan
• syarat-syarat khusus Kontrak;
• Daftar kuantitas dan harga/daftar keluaran dan harga;
• Spesifikasi teknis; dan
• Detailed Engineering Design (DED).
Untuk mekanisme kontraktual tender umum, proses pemilihan penyedia jasa konsultansi
supervisi yang akan mengawasi pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di
LPK berdasarkan pada Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia.
69
Konsultan Supervisi dengan badan usaha, untuk 1 (satu) badan usaha mengawasi minimal 6
(enam) unit dengan jumlah tenaga konsultan maksimal 3 (tiga) orang terdiri dari 1 (satu) Ketua
Tim dan 2 (dua) Pengawas. Apabila lokasi lebih dari 6 (enam) unit, maka jumlah tenaga
pengawas dapat menyesuaikan.
Setelah Penyedia Jasa terpilih, maka dilakukan Penandatanganan Kontrak Kerja antara PPK
Sanitasi dengan Penyedia Jasa maupun dengan konsultan supervisi.
70
gambar kerja (shop darawing), yang dibuat oleh KI Pelaksanaan dan disetujui oleh
PPK Sanitasi;
2. Dimungkinkan adanya reviu dan penyempurnaan terhadap jadwal kerja yang harus
sesuai dengan target volume, waktu dan mutu, (dalam bentuk S-Curve dan/atau
Critical Path Method (CPM) termasuk metode kerja) yang harus sesuai dengan target
volume, waktu dan mutu;
3. Sistem pelaporan (harian, mingguan, bulanan, back up data, dan final Quantity) sesuai
dengan petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan;
4. Serah terima sementara (Provisional Hand Over) dan Serah Terima Akhir (Final Hand
Over);
5. Amandemen/addendum kontrak;
6. Pemberian sanksi dan pemutusan kontrak;
7. Kendala-kendala yang nanti dihadapi pada periode berkontrak;
8. Masa Kritis Kontrak;
9. Metode pengawasan dan pelaporan, sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan
kegiatan;
10. Jadwal rapat lapangan (site meeting) dilakukan di lokasi pekerjaan/lapangan dalam
rangka koordinasi kegiatan pelaksanaan yang dapat diadakan setiap minggu, bulan
atau sesuai dengan kebutuhan.
Setelah seluruh kegiatan persiapan diawal telah selesai maka kegiatan pekerjaan konstruksi
dapat dilaksanakan. Penyedia jasa terpilih akan memulai untuk melakukan persiapan
konstruksi di lapangan dan dilanjutkan dengan tahapan pembangunan.
Tahapan persiapan konstruksi meliputi penyiapan lahan mulai dari pembersihan lahan,
pemasangan bouwplank dan penyiapan lainnya. Saat proses penyiapan turut dipastikan
tempat untuk peletakan material yang aman dan tidak mengganggu akses pada saat proses
pelaksanaan. Ketersediaan material baik di lapangan ataupun di daerah yang akan dilakukan
pembangunan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan mengingat pelaksanaan
71
konstruksi tidak akan berjalan apabila material belum tersedia, diharapkan seluruh material
telah tersedia di lokasi.
Sebelum pelaksanaan konstruksi, perlu dilakukan rapat persiapan oleh Penyedia Jasa
Konstruksi, konsultan supervisi dan/atau KI Pelaksanaan dan/atau Tim Teknis Sanitasi LPK
serta pihak LPK.
Tahap konstruksi adalah pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana sanitasi di LPK
yang dilaksanakan oleh penyedia jasa terpilih. Saat proses pelaksanaan konstruksi,
Konsultan Supervisi bertugas untuk mendampingi pelaksanaan pekerjaan konstruksi agar
dapat berjalan sesuai dengan rencana. Secara garis besar, tahapan konstruksi terdiri dari
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian konstruksi dan pelaporan.
Setelah proses persiapan konstruksi telah selesai dilaksanakan, maka selanjutnya adalah
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Baik penyedia barang/jasa (pemasok) maupun pengguna
barang harus memenuhi etika pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang terdiri dari:
1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran
kelancaran dan ketetapan tercapainya tujuan dalam pelaksanaan pengadaan barang;
2. Melibatkan tenaga kerja lokal dari LPK dan atau masyarakat sekitar LPK;
3. Wajib untuk mengambil uang muka dan memenuhi alur pelaksanaan sesuai dengan
petunjuk teknis maupun syarat-syarat dalam kontrak;
72
4. Bekerja secara profesional, mandiri atas dasar kejujuran dan mencegah terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan;
5. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan dalam rapat lapangan sesuai
kesepakatan dengan pihak terkait;
6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dalam pelaksanaan pekerjaan;
7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau melakukan kegiatan
bersama dengan tujuan keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan negara;
8. Menghindari dan mencegah pertentangan dengan pihak terkait, baik langsung maupun
tidak langsung;
9. Tidak menerima, tidak menawarkan dan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau
menerima hadiah/imbalan berupa apapun kepada siapa saja yang diketahui patut diduga
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Sebelum pelaksanaan konstruksi, Penyedia Jasa Konstruksi perlu membuat papan kegiatan
(informasi pelaksanaan konstruksi). Desain papan kegiatan terdapat pada lampiran Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Kegiatan Penyediaan Sarana dan Prasarana Sanitasi di LPK.
Administrasi dan pelaporan menjadi hal yang penting dalam pelaksanaan penyediaan sarana
dan prasarana sanitasi di LPK, ketentuan terkait administrasi dan pelaporan, yaitu:
• Seluruh laporan kemajuan fisik perlu untuk dilaporkan dalam format laporan yang seragam
dan kontinu (menggunakan format laporan progres pada lampiran juknis) mulai dari 0%,
25%, 50%, 75%, dan 100% serta wajib disampaikan kepada Kasatker dan PPK Sanitasi;
• Pekerjaan opname dilakukan oleh Konsultan Supervisi dan dilaporkan kepada PPK
Sanitasi melalui KI Pelaksanaan dan Tim Teknis Sanitasi LPK, untuk mengetahui progres
pelaksanaan di lapangan. Perhitungan opname dilakukan minimal 4 (empat) kali atau
menyesuaikan dengan kebutuhan;
• Seluruh catatan dan dokumen pendukung penggunaan dana tersebut harus tersedia pada
waktu diadakan pemeriksaan;
• Catatan atau dokumen pendukung harus dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun pelaksanaan konstruksi mengacu pada Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) yang
terdapat pada lampiran Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Penyediaan Sarana dan
Prasarana Sanitasi di LPK.
73
4.6.3. Perubahan Kontrak (Adendum)
Dalam hal tidak terjadi perubahan kondisi lapangan seperti yang dimaksud diatas, namun ada
perintah perubahan dari PPK Sanitasi, PPK Sanitasi dan Penyedia dapat menyepakati
perubahan pekerjaan sebagaimana meliputi perubahan pada poin a sampai dengan d.
Perintah perubahan pekerjaan dibuat oleh PPK Sanitasi secara tertulis kepada Penyedia
kemudian dilanjutkan dengan negosiasi teknis dan harga dengan tetap mengacu pada
ketentuan yang tercantum dalam kontrak awal. Hasil negosiasi tersebut dituangkan dalam
berita acara sebagai dasar penyusunan adendum kontrak.
Adendum/perubahan Kontrak juga dapat dilakukan untuk hal-hal yang disebabkan masalah
administrasi, antara lain pergantian Pejabat Penandatangan Kontrak, perubahan rekening
Penyedia, dan sebagainya. Adapun acuan untuk pelaksanaan perubahan kontrak/addendum
adalah Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun
2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Penyedia
dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia.
Jika terjadi perubahan desain dan RAB, maka penyesuaian desain dilakukan oleh penyedia jasa
yang dilengkapi dengan justifikasi teknis, diperiksa oleh konsultan supervisi yang diverifikasi oleh KI
Pelaksanaan dan disetujui oleh PPK Sanitasi. Terkait perubahan tersebut maka penyedia jasa
melakukan penyesuaian-penyesuaian terkait pertanggungjawaban kegiatan dengan penyusunan
dokumen perubahan kontrak (Adendum) yang disetujui oleh PPK Sanitasi.
Dalam hal diperkirakan Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan
kontrak berakhir, namun PPK Sanitasi menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan
pekerjaan, maka PPK Sanitasi dapat memberikan kesempatan Penyedia untuk
74
menyelesaikan pekerjaan. Pemberian kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan dimuat
dalam adendum SPK yang didalamnya mengatur:
Pembentukan KMP difasilitasi oleh KI Pelaksanaan/Tim Teknis Sanitasi LPK yang dilakukan
pada tahap pelaksanaan paling lambat sebelum serah terima barang (sarana dan prasarana
sanitasi terbangun). KMP merupakan pihak yang ditunjuk oleh pimpinan LPK, disahkan
melalui SK penetapan oleh pimpinan LPK, struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan
operasional dan pemeliharaan di LPK. KMP bertugas untuk mengelola sarana dan prasarana
sanitasi terbangun dari dana bantuan APBN serta mengelola sarana dan prasarana lainnya
yang berada di lingkungan LPK.
Commissioning test adalah tahapan penilaian kinerja keandalan infrastruktur yang baru
dibangun sesuai dengan perencanaan, menilai fleksibilitas kerja instalasi, memberikan
rekomendasi dan perbaikan apabila terdapat ketidaksesuaian untuk operasi dan
pemeliharaan berdasar perencanaan.
1. Dilakukan sebelum serah terima pekerjaan dari Penyedia kepada PPK Sanitasi;
2. Dilaksanakan oleh KI Supervisi dan KI Pelaksanaan/Tim Teknis Sanitasi LPK untuk
memastikan bahwa seluruh pekerjaan terselesaikan dengan baik sesuai dengan kontrak;
3. Jika pekerjaan selesai 100% sesuai dengan ketentuan yang tertuang didalam SPK dan
berfungsi dengan baik, maka Penyedia Jasa Konstruksi melaporkan kepada PPK Sanitasi
untuk menjadwalkan kegiatan serah terima pekerjaan;
75
4. Jika sarana belum dapat berfungsi dengan baik, maka Penyedia segera memperbaiki
sarana tersebut;
5. Kegiatan commissioning test dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh
Konsultan Supervisi, KI Pelaksanaan/Tim Teknis Sanitasi LPK, Penyedia Jasa Konstruksi
diketahui oleh PPK Sanitasi.
1. Uji fungsi aliran untuk bangunan atas dapat dilakukan pada saat bangunan sudah selesai
100%. Uji fungsi aliran ini dilakukan untuk memastikan aliran air yang dimulai dari menara
air ke kran air di bangunan atas sampai dengan aliran air dari floor drain kamar mandi,
kloset, tempat wudhu, tempat cuci dan cuci tangan mengalir sampai dengan inlet IPALD;
2. Uji fungsi untuk bangunan bawah (IPALD) meliputi uji kebocoran dan aliran air dalam
IPALD sebelum pemasangan filter dan pemasangan penutup IPALD.
Salah satu tugas KMP adalah melakukan kampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Adapun hal-hal yang perlu disampaikan meliputi:
76
9. Gotong royong menciptakan lingkungan bersih, sehat dan nyaman;
10. Hemat air; dan
11. Kampanye Anti Narkoba dan Edukasi Anti Pelecehan Seksual.
Materi PHBS diatas dapat disesuaikan dengan kebutuhan di LPK, serta mengacu pada
peraturan Menteri Kesehatan nomor 2269/MENKES/PER/XI/2011 tentang Pedoman
Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang dapat diakses di
https://promkes.kemkes.go.id/phbs
Dalam melaksanakan sosialisasi dan kampanye PHBS, Pihak LPK dapat melibatkan
Sanitarian dan/atau tenaga kesehatan setempat dan/atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Serah terima kegiatan dilakukan setelah pekerjaan konstruksi selesai. Serah terima kegiatan
yang dimaksud terdiri dari serah terima pekerjaan dan serah terima barang (sarana dan
prasarana sanitasi yang terbangun).
Kegiatan serah terima pekerjaan atau Provisional Hand Over (PHO) dilakukan dengan
penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang ditandatangani antara Penyedia
Jasa (selaku pelaksana kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK) dan PPK
Sanitasi selaku pemberi pekerjaan, diketahui oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan
Kerja Pelaksanaan Prasarana Permukiman.
Serah terima barang dilakukan setelah serah terima pekerjaan. Tujuan dilakukan serah terima
barang adalah agar sarana dan prasarana sanitasi terbangun dapat segera difungsikan. Pada
masa pemeliharaan sampai dengan Final Hand Over (FHO), kegiatan perbaikan sarana dan
77
prasarana sanitasi terbangun masih merupakan tanggung jawab penyedia jasa. Selain itu,
Tim Teknis Sanitasi LPK juga masih memiliki kewajiban untuk mengawasi masa pemeliharaan
tersebut.
Serah terima barang dilakukan oleh KPA kepada pihak LPK, dengan diketahui oleh Kemenag
Agama Kab/Kota. Adapun mekanisme serah terima kegiatan dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
78
BAB V
Pasca Konstruksi
Tahap pengelolaan, pemantauan dan evaluasi keberlanjutan menjadi bagian yang tidak kalah
penting dalam keberhasilan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK,
karena pada tahap ini sarana dan prasarana sanitasi terbangun mulai dimanfaatkan, sehingga
dibutuhkan peran seluruh pihak terkait untuk turut melakukan pemeliharaan serta
pemantauan dan evaluasi.
Sarana dan prasarana sanitasi terbangun diharapkan segera digunakan maksimal 1 (satu)
minggu setelah serah terima barang dari KPA ke pihak LPK. Pengelolaan sarana dan
prasarana sanitasi terbangun dengan pelaksanaan yang menggunakan metode swakelola
maupun kontraktual dilakukan oleh KMP.
Untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK perlu
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
79
3. Melakukan pemantauan rutin/berkala untuk mengetahui dan memastikan kondisi
prasarana dan sarana berfungsi dengan baik;
4. Mengajukan kebutuhan dana untuk operasional dan pemeliharaan kepada pihak LPK;
5. Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat dilakukan perbaikan tepat waktu;
6. Hal-hal lainnya yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan pengelolaan sanitasi di
LPK.
Pemantauan dan evaluasi keberlanjutan dilakukan untuk memastikan sarana dan prasarana
sanitasi terbangun masih berfungsi dengan baik dan dimanfaatkan oleh pengelola kegiatan.
Pemantauan dan evaluasi dapat dilakukan oleh Direktorat Sanitasi/Balai PPW/Kanwil Agama
Provinsi/Kemenag Kab./Kota/OPD teknis terkait, disesuaikan dengan ketersediaan anggaran
pada masing-masing instansi.
80
BAB VI
Pelaporan
Pelaporan merupakan bentuk penyampaian informasi yang berisi fakta mengenai suatu
kegiatan, baik secara lisan maupun tulisan. Informasi yang disampaikan antara lain berupa
profil kegiatan, progres fisik dan keuangan, permasalahan yang terjadi di lapangan, serta
laporan pertanggungjawaban.
Adapun pelaporan progres pada program IBM Sanitasi dilakukan dengan memanfaatkan
sistem informasi yang tersedia, yaitu Integrated electronic Monitoring dan SIM IBM Sanitasi.
Perbedaan antara Integrated electronic Monitoring dan SIM IBM Sanitasi berada pada tingkat
perincian data, dimana untuk Integrated electronic Monitoring fokus pada pemenuhan data
terkait progres fisik dan pencairan keuangan, sementara itu untuk SIM IBM Sanitasi fokus
pada pemenuhan semua data pada setiap tahapan pelaksanaan kegiatan. SIM IBM Sanitasi
dikembangkan agar dapat menjadi sumber data pelaporan kegiatan penyediaan sarana dan
prasarana sanitasi di LPK, baik dari Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL), Konsultan Supervisi,
Koordinator Fasilitator (Korfas)/KI Pelaksanaan serta Konsultan Pendamping tingkat pusat,
maupun Direktorat Sanitasi untuk mendukung kebutuhan pelaporan.
Pelaksanaan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK harus dilaporkan
melalui Integrated electronic Monitoring, atau yang disebut i-eMonitoring, oleh PPK Sanitasi,
khususnya untuk progres data penyerapan keuangan dan progres fisik pekerjaan.
Pemutakhiran data pada sistem i-eMonitoring dilakukan oleh petugas i-eMonitoring pada
masing-masing Balai PPW. Sumber data diperoleh dari laporan yang disampaikan oleh
Korfas/KI Pelaksanaan maupun dari hasil pemantauan langsung oleh Tim Teknis Sanitasi
LPK dan/atau PPK Sanitasi. Perkembangan progres pada sistem i-eMonitoring dipantau
secara berjenjang dari provinsi hingga tingkat pusat dan dijadikan sumber informasi mengenai
progres capaian pelaksanaan kegiatan.
Sistem Informasi Manajemen Infrastruktur Berbasis Masyarakat Sanitasi (SIM IBM Sanitasi)
adalah alat bantu berupa aplikasi berbasis website yang digunakan untuk pemenuhan semua
81
data pada setiap tahapan pelaksanaan kegiatan serta memantau dan melakukan evaluasi
program Infrastruktur Berbasis Masyarakat yang termasuk didalamnya adalah kegiatan
penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK. SIM IBM Sanitasi menampilkan data
capaian pelaksanaan dari kegiatan di lapangan mulai dari tahap perencanaan, konstruksi, dan
pascakonstruksi melalui mekanisme pengelolaan data dan informasi terpadu. Pengisian dan
pemutakhiran data SIM IBM Sanitasi dilakukan oleh TFL bersama Korfas atau Konsultan
Supervisi bersama KI Pelaksanaan (data bersumber dari lapangan). Tujuan dan manfaat yang
diharapkan dari pelaporan melalui SIM IBM Sanitasi adalah sebagai berikut:
2. Menyediakan kebutuhan data dan informasi untuk penyusunan pelaporan dan integrasi
data pada sistem informasi lain yang membutuhkan;
5. Menjamin kebijakan satu data, agar tidak dijumpai perbedaan data; dan
6. Sebagai sumber data untuk melakukan penilaian evaluasi kinerja bagi TFL, Korfas, dan
KI Pelaksanaan.
82
Alur pengisian dan pelaporan data SIM IBM Sanitasi adalah sebagai berikut:
Tim IT
Dit. Sanitasi Melakukan verifikasi data, pengembangan
sistem, tindak lanjut Error system.
Penyediaan Sarana
& Prasarana Sanitasi
di LPK (Lapor Error, Bugs, Server Down, dll)
Membantu TFL dalam kendala pengisian Input data SIM IBM Sanitasi
SIM IBM Sanitasi Verifikasi data dari hasil pengimputan
Melakukan umpan balik dari hasil KORFAS/KI data oleh TFL di SIM IBM Sanitasi
verifikasi data kepada TFL PELAKSANAAN SIM IBM
Mengumpulkan data kegiatan dan Sanitasi
dokumentasi Foto Kegiatan. (Backup
data)
Gambar 6.1. Alur Pengisian dan Pelaporan Data SIM IBM Sanitasi
Dalam pengisian atau pemutakhiran data SIM IBM Sanitasi khususnya yang menggunakan
metode swakelola dilakukan pembagian tugas antara TFL dan Korfas. Sedangkan untuk
metode kontraktual pengisian atau pemutakhiran data dilakukan oleh KI
Pelaksanaan/Konsultan Supervisi. Rincian pembagian tugas antara TFL dan Korfas untuk
dapat dilihat pada tabel berikut:
83
Tabel 6.1. Rincian Pembagian Tugas Pengisian Data SIM IBM Sanitasi
Keterangan
Pengisian/ Data dan Petugas
No
Pemutakhiran
(Jumlah Input)
Korfas TFL
Data
● Data fasilitator
Diinput 1 (satu)
1 Data Fasilitator lapangan -
kali
● Data profil
Diinput 1 (satu)
2 Data Profil LPK ● Verifikasi data (database)
kali
● Sosialisasi
● Penyesuaian desain ● Pembentukan
● Penandatangan KMP
Data Tahap Diinput 1 (satu)
3 kontrak ● Penyusunan RKM
Perencanaan kali
● Verifikasi data ● Pembukaan
rekening
● Peningkatan
kapasitas KMP dan
tenaga kerja Diinput 1 (satu)
● Progres kali. Kecuali foto
Data Tahap pelaksanaan dokumentasi
● Commisioning test
Konstruksi pembangunan progres
4 ● Serah terima
● Commisioning test pelaksanaan
● Verifikasi data
● Penutupan rekening pembangunan
● SK Pengukuhan diinput 5 (lima)
KMP kali.
● Serah terima
84
Uraian Tugas Pengisian/Pemutakhiran
Keterangan
Pengisian/ Data dan Petugas
No
Pemutakhiran
(Jumlah Input)
Korfas TFL
Data
kampanye PHBS
● Data pelaku
Data Kontrak dan ● Data Kontrak Diinput 1 (satu)
7 program
Pelaku Program ● Verifikasi data kali
Pengisian dan
● Pengaduan & ● Pengaduan &
pemutakhiran
Data Pengaduan & Penanganannya penanganannya
10 sesuai dengan
Penanganannya (Status (pengaduan)
permasalahan
penyelesaian)
dilapangan
Pengisian dan
Data Laporan ● Laporan bulanan pemutakhiran
11 ● Verifikasi data
Bulanan periodik per
bulan
85
1. Data fasilitator: Pengisian data TFL dilakukan oleh Korfas yang berisi data diri dan lokasi
dampingan;
2. Data Profil LPK: yang berisi kondisi eksisting LPK sebelum pelaksanaan kegiatan;
3. Tahap perencanaan: berisi tentang proses perencanaan mulai dari sosialisasi sampai
dengan penandatangan kontrak yang dilampiri dengan dokumen pendukung (berita
acara, foto pelaksanaan dan dokumen perencanaan lainnya);
4. Tahap konstruksi: berisi tentang proses pelaksanaan konstruksi/pelaksanaan fisik mulai
dari peningkatan kapasitas sampai dengan serah terima kegiatan/infrastruktur yang
dilampiri dengan dokumen pendukung (berita acara, foto pelaksanaan fisik, video uji
fungsi dan dokumen pelaksanaan lainnya);
5. Tahap pascakonstruksi: sosialisasi OP dan kampanye PHBS yang dilampiri dokumen
pendukung (berita acara serah terima, foto kegiatan pascakonstruksi dan dokumen
pascakonstruksi lainnya);
6. Lahan dan pemanfaat: berisi tentang realisasi lokasi titik lokasi dan pengguna
infrastruktur yang terbangun;
7. Data Kontrak dan pelaku kegiatan/program: berisi tentang rencana pelaksanaan serta
susunan pengurus KMP;
8. Pencairan dana: berisi tentang data pencairan dana dan penggunaan dana yang
dilampiri dokumen pendukung (SPM, SP2D dan dokumen pendukung lainnya);
9. Progres fisik dan keuangan: berisi tentang realisasi penggunaan dana, tenaga kerja dan
HOK serta realisasi progres fisik sampai dengan minggu berjalan yang dilengkapi
dengan dokumentasi fisik untuk di-update setiap 1 (satu) minggu sekali terhitung
mulai penandatangan kontrak KMP/Penyedia Jasa;
10. Pengaduan dan penanganan masalah: berisi tentang kronologis dan status
penyelesaian permasalahan dilapangan; dan
11. Laporan bulanan: berisi laporan pelaksanaan kegiatan perlokasi yang disusun setiap
bulan terhitung sejak penandatangan kontrak TFL/Konsultan Supervisi.
Laporan Program IBM Sanitasi khususnya kegiatan penyediaan sarana dan prasarana
sanitasi di LPK disusun secara berjenjang mulai TFL/Konsultan Supervisi dilaporkan kepada
Korfas atau KI Pelaksanaan untuk disusun sebagai laporan dan diserahkan kepada PPK
Sanitasi dan KMT. Berdasarkan laporan yang diterima, KMT akan menyusun laporan sebagai
gambaran pelaksanaan kegiatan secara nasional.
86
6.3.1. Laporan Mingguan
Laporan mingguan berisi gambaran tahapan kegiatan, progres fisik dan keuangan,
dokumentasi dan permasalahan dari kegiatan penyediaan sarana dan prasarana Sanitasi di
LPK yang disusun setiap minggu oleh KMT, KI Pelaksanaan, Korfas, TFL dan Konsultan
Supervisi. Data dalam laporan mingguan ini harus di input ke dalam SIM IBM Sanitasi.
Data lapangan disampaikan oleh TFL/Konsultan Supervisi untuk dilaporkan kepada Korfas
atau KI Pelaksanaan, kemudian Korfas dan KI Pelaksanaan merekapitulasi dan melaporkan
kepada KMT melalui pengisian dan pemutakhiran data pada SIM IBM Sanitasi. Hasil
rekapitulasi yang dihimpun dari SIM IBM Sanitasi kemudian dikirimkan oleh KMT kepada
Direktorat Sanitasi ke dalam format yang disepakati.
Laporan bulanan merupakan laporan progres per bulan program IBM Sanitasi yang harus
disampaikan secara terjadwal oleh pelaksana kegiatan yaitu TFL, Konsultan Supervisi,
Korfas, KI Pelaksanaan dan KMT. Data yang disajikan bersumber dari data yang dihimpun
dari laporan mingguan dengan dilampiri data output SIM IBM Sanitasi. Format dari laporan
bulanan dapat dilihat pada Lampiran Petunjuk Teknis Pelaksanaan.
87
Tabel 6.2. Penyusunan dan Penyerahan Pelaporan di SIM IBM Sanitasi
4. TFL
KMT
Hari Rabu pukul 12.00
SIM IBM Sanitasi Korfas/KI
WIB setiap minggunya
Pelaksanaan
88
6.3.4. Laporan Pemantauan dan Evaluasi Keberlanjutan Kegiatan Sanitasi di LPK
Laporan ini merupakan hasil pemantauan dan evaluasi keberlanjutan yang dapat dilakukan
oleh Direktorat Sanitasi/Balai PPW/Kanwil Agama Provinsi/Kemenag Kab./Kota/OPD teknis
terkait, disesuaikan dengan ketersediaan anggaran pada masing-masing instansi. Apabila
pelaksanaan pemantauan dan evaluasi keberlanjutan dilakukan oleh Kanwil Agama
Provinsi/Kemenag Kab./Kota/OPD teknis terkait maka hasil pemantuan dan evaluasi
keberlanjutan disampaikan ke Balai PPW.
Pemantauan dan evaluasi keberlanjutan kegiatan sanitasi di LPK ini dilakukan setelah proses
serah terima dengan menggunakan format pemantauan dan evaluasi keberlanjutan pada
lampiran petunjuk pelaksanaan. Seluruh hasil pemantauan dan evaluasi keberlanjutan
kegiatan sanitasi di LPK selanjutnya diinput ke dalam SIM IBM Sanitasi oleh Balai PPW atau
Direktorat Sanitasi dan pihak lain yang melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi
keberlanjutan.
89
90
BAB VII
Penutup
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Penyediaan Sarana dan Prasarana Sanitasi di LPK
T.A 2023 menjadi acuan dan wajib dilaksanakan oleh seluruh pelaksana kegiatan dan pihak
terkait. Apabila dalam pelaksanaannya terdapat ketikdaksesuaian dengan Petunjuk Teknis
Pelaksanaan ini, maka Balai PPW harus melaporkan kepada Direktorat Sanitasi melalui surat
resmi dilengkapi dengan justifikasi.
91
Daftar Pustaka
1. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6628);
2. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
3. Peraturan Menteri PUPR Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Perkiraan
Biaya Pekerjaan Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
4. Peraturan Menteri PUPR Nomor 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem
Pengelolaan Air Limbah Domestik;
5. Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia;
6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 132/PMK.05/2021 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian
Negara/Lembaga;
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25 Tahun 2021
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 24/PRT/M/2016 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan
Pemerintah Di Direktorat Jenderal Cipta Karya;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2269/MENKES/PER/XI/2011 tentang Pedoman
Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);
9. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Nomor 3 Tahun 2021 tentang
Pedoman Swakelola;
10. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun
2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui
Penyedia;
11. Surat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor
R.578/SES/SID.00.01/06/2020 tanggal 16 Juni 2020 perihal Risalah Rapat Koordinasi
Terbatas Tingkat Menteri (RTM) terkait Kebijakan Afirmasi kepada Pendidikan
Keagamaan di Masa Pandemi COVID-19;
12. Keputusan Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Model Dokumen
Swakelola;
92
13. Surat Edaran Dirjen Cipta Karya Nomor: 05/SE/DC/2023 tentang Pedoman Teknis
Pelaksanaan Kegiatan Infrastruktur Berbasis Masyarakat Direktorat Jenderal Cipta
Karya;
14. Standar Nasional Indonesia 03-2399-2022 tentang Tata Cara Perencanaan Bangunan
MCK Umum, Badan Standardisasi Nasional;
15. Standar Nasional Indonesia 8153:2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan
Gedung, Badan Standardisasi Nasional;
16. Standar Nasional Indonesia 6728.1:2015 tentang Penyusunan Neraca Spasial Sumber
Daya Alam – Bagian 1: Sumber Daya Air, Badan Standardisasi Nasional.
93
PENYUSUN
Penanggung Jawab:
Pengarah:
Pelaksana:
94
95