Anda di halaman 1dari 2

ANALISA DATA

Percobaan kali ini adalah penentuan kondisi pengendapan optimum dari koagulasi
dan flokulasi. Tujuan dari percobaan ini yaitu menentukan kondisi optimum
tersebut dengan menggunakan metode jar test. Koagulasi itu sendiri merupakan
suatu proses penambahan bahan kimia (koagulan) sehingga terjadi penggumpulan
koloid karena adanya gaya gravitasi sehingga gumpalan tersebut mengendap ke
bawah. Sedangkan proses terbentuknya flok – flok dinamakan flokulasi. Flokulasi
adalah proses pembentukan dan penggabungan flok dari partikel – partikel tersebut
menjadikan ukuran dan beratnya lebih besar sehingga mudah menguap. Metode jar
test merupakan metode pengadukan.
Proses koagulasi dan flokulasi ini dipengaruhi oleh bentuk koagulan. Secara
ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektif jika koagulan diberikan pada
keadaan cair dibandingkan dalam bentuk padat. Oleh karena itu pada percobaan
yang dilakukan tawas yang merupakan koagulan dilarutkan terlebih dahulu dalam
200 ml aquadest dengan konsentrasi 1%. Pemberian tawas divariasikan, yaitu 10
ml, 25 ml, 50 ml, dan 75 ml untuk masing – masing sampel.

Pada percobaan ini sampel yang digunakan yaitu sampel air tanah liat. Warna dari
air tanah liat ini cokelat susu yang memiliki nilai pH 6,6, nilai turbidity 86,65 ppm.
Sampel air tanah liat ditambahkan tawas sehingga warna air pun cokelat keruh dan
sifat fisiknya pun ikut berubah bentuknya. Semakin banyak tawas yang diberikan
semakin keruh sampel air tersebut. Lalu dilakukan pengadukan dengan
seperangkat alat jar test. Untuk mempercepat proses koagulasi dalam sampel,
maka dilakukan pengadukan. Pengadukan dilakukan dengan 1 cara yaitu
pengadukan dengan cepat. Pengadukan cepat dilakukan dengan 120 rpm selama 10
menit yang bertujuan untuk mengumpulkan partikel – partiekl terkoagulasi
berukuran mikro menjadi partikel – partikel flok yang lebih besar. Kemudian flok
– flok akan terdegredasi dengan partikel – partikel terkoagulasi berukuran mikro
menjadi partikel – partikel flok yang lebih besar. Kemudian flok – flok akan
terdegredasi dengan partikel – partikel tersuspensi lainnya, selanjutnya akan
mengendap.

Hasil dari pratikum dapat dilihat bahwa kadar turbiditas dan pH air baku tiap
sampel berbeda - beda. Serta penggunaan dosis koagulannya juga berbeda - beda.
Dapat dilihat bahwa penggunaan dosis tawas yang berbeda -- beda menghasilkan
penaikan turbiditas yang berbeda pula.

Unit pengukuran disebut Nephelometric Turbidity Unit (NTU) atau satuan


kekeruhan lainnya (seperti FAU, FNU, dll). Semakin besar hamburan cahaya,
maka semakin tinggi kekeruhan. Nilai kekeruhan rendah menunjukkan tinggi
kejernihan air dan nilai yang tinggi menunjukkan kejernihan air yang rendah.

Dari data yang didapat pada pratikum menjelaskan bahwa hubungan tawas yaitu
dimana semakin banyak dosis tawas yang digunakan membuat nilai pH semakin
menurun karena sifat dari tawas adalah asam lemah sehingga penambahan bahan
koagulan harus sesuai dosis yang diperlukan.

Hasil dari pratikum menunukkan bahwa nilai turbidity naik dikarenakan


penambahan bahan koagulannya terlalu banyak ataupun terlalu sedikit sehingga
menyebabkan turbiditas air akan kembali naik (air akan tetap dalam keadaan
keruh). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Rusdi, dkk (2014), yang menyatakan
bahwa pada konsentrasi yang melebihi dosis optimum turbiditas kembali naik
karena koloid telah di netralkan semuanya mengendap dengan konsentrasi
koagulan yang optimum, sehingga kelebihan koagulan akan menyebabkan
kekeruhan karena tidak berinteraksi dengan partikel koloid lain yang berbeda
muatan.

Sehingga jika nilai turbiditasnya bagus namun nilai pH nya rendah maka jar test
tersebut dapat dikatakan gagal. Maka harus dilakukan pengujian jar test ulang agar
mendapatkan hasil yang lebih baik dan sesuai untuk diaplikasikan pada proses
pengolahan air sehingga air hasil olahan sesuai dengan standar baku mutu.

Anda mungkin juga menyukai