Anda di halaman 1dari 55

Nur Sempoko Bimantaka S.

2021 – 11 – 187

1. Analisa Modul 1
• Program 1
t =-pi:pi/10:pi;
y=sin(t);
plot (t,y);
title(‘Grafik Sinus’);
xlabel(‘t’);
ylabel(‘y’);
legend(‘y=sin(t)’);

Pada percobaan program 1 modul I sistem kontrol di atas.. Kita melakukan percobaan
dengan memprogram codingan pada aplikasi matlab sesuai dengan codingan yang terdapat di
modul. Dari codingan tersebut dapat dianalisa bahwa ‘t’ adalah variable untuk menentukan batas
nilai grafik pada sumbu x, yang pada program satu kita beri nilai -pi-pi, artinya batas grafik pada
sumbu x sebesar -3,14 sampai 3,14, ‘y’ adalah variable yang membentuk gelombang sinusoidal,
‘plot’ adalah fungsi untuk membuat plot dimana plot adalah fungsi yang digunakan untuk
memvisualisasi data vector x dan vector y dengan nilai nilai tertentu, ‘tittle’ adalah fungsi untuk
membuat judul. Grafik keluaran, ‘xlable’ adalah fungsi untuk membuat penamaan pada sumbu
x, sedaangkan ‘ylable’ merupakan fungsi yang digunakan untuk penamaan sumbu y, ‘legend’
adalah fungsi yang digunakan untuk penanda nama grafik.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

• Program 2
t=-pi:pi/10:pi
y=sin (t);
plot(t,y);
title('Grafik sinus');
xlabel('t');
ylabel('y');
legend('y=sin(t)');
plot(t,y,'--gx','LineWidth',1)

Pada percobaan program 2 modul I sistem kontrol di atas.. Kita melakukan percobaan
dengan memprogram codingan pada aplikasi matlab sesuai dengan codingan yang terdapat di
modul. Dari codingan tersebut dapat dianalisa bahwa ‘t’ adalah variable untuk menentukan batas
nilai grafik pada sumbu x, yang pada program dua kita beri nilai -pi-pi, artinya batas grafik pada
sumbu x sebesar -3,14 sampai 3,14, ‘y’ adalah variable yang membentuk gelombang sinusoidal,
‘plot’ adalah fungsi untuk membuat plot dimana plot adalah fungsi yang digunakan untuk
memvisualisasi data vector x dan vector y dengan nilai nilai tertentu, Pada grafik program dua
terlihat title, xlable, ylable dan legend tidak tampil. Hal tersebut diakibatkan karena terdapat dua
plot/ plotnya tertumpuk, ‘tittle’ adalah fungsi untuk membuat judul. Grafik keluaran, ‘xlable’
adalah fungsi untuk membuat penamaan pada sumbu x, sedaangkan ‘ylable’ merupakan fungsi
yang digunakan untuk penamaan sumbu y, ‘legend’ adalah fungsi yang digunakan untuk penanda
nama grafik.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

• Sistem Orde 1
a) Plot 1.1
R= 20;
C=0.01;
num=[0 1];
denum=[R*C 1];
v=tf(num,denum)
impulse (v);
ylabel('V3 (volt)');
grid on

Pada percobaan sistem orde satu plot 1.1 modul I sistem kontrol di atas.. Kita melakukan
percobaan dengan memprogram codingan pada aplikasi matlab sesuai dengan codingan yang
terdapat di modul. Dari codingan tersebut kita akan membuat plot respon transien sistem orde
satu dengan input impuls (grafik menuju ke 0) untuk nilai R sama dengan 20 Ohm dan nilai C
sama dengan 0,01 Farad. ‘R’ dan ‘C’ merupakan parameter yang nilainya telah ditentukan.
Selanjutnya membuat fungsi alih dengan num=[0 1] sebagai outputan atau pembilang fungsi alih
dan denum=[R*C 1] sebagai inputan atau sebagai penyebut fungsi alih, ‘ylable’ merupakan
fungsi yang digunakan untuk penamaan sumbu y yang kita namai V3 (Volt). Kemudian fungsi
grid on berfungsi untuk memberi kotak-kotak dalam plot

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

b) Plot 1.2
R= 100;
C=0.1;
num=[0 1];
denum=[R*C 1];
v=tf(num,denum)
impulse (v);
ylabel('V3 (volt)');
grid on

Pada percobaan sistem orde satu plot 1.2 modul I sistem kontrol di atas.. Kita melakukan
percobaan dengan memprogram codingan pada aplikasi matlab sesuai dengan codingan yang
terdapat di modul. Dari codingan tersebut kita akan membuat plot respon transien sistem orde
satu dengan input impuls yang berarti grafik keluaran menuju 0. ‘R’ dan ‘C’ merupakan
parameter, untuk R kita beri nilai 100 dan untuk C kita beri nilai 0,1. Selanjutnya membuat fungsi
alih dengan num=[0 1] sebagai outputan atau pembilang fungsi alih dan denum=[R*C 1] sebagai
inputan atau sebagai penyebut fungsi alih, ‘ylable’ merupakan fungsi yang digunakan untuk
penamaan sumbu y yang kita namai V3 (Volt). Kemudian fungsi grid on berfungsi untuk
memberi kotak-kotak dalam plot. Perbedaan plot 1.1 dan plot 1.2 yaitu nilai dari parameternya

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

c) Plot 1.3
R= 20;
C=0.01;
num=[0 1];
denum=[R*C 1];
v=tf(num,denum)
step (v);
ylabel('V3 (volt)');
grid on

Pada percobaan sistem orde satu plot 1.3 modul I sistem kontrol di atas.. Kita melakukan
percobaan dengan memprogram codingan pada aplikasi matlab sesuai dengan codingan yang
terdapat di modul. Dari codingan tersebut kita membuat plot respon transien sistem orde satu
dengan input step (grafik outputan bergerak menuju 1), untuk nilai R sama dengan 20 Ohm dan
nilai C sama dengan 0,01 Farad. ‘R’ dan ‘C’ merupakan parameter yang nilainya telah ditentukan.
Selanjutnya membuat fungsi alih dengan num=[0 1] sebagai outputan atau pembilang fungsi alih
dan denum=[R*C 1] sebagai inputan atau sebagai penyebut fungsi alih, ‘ylable’ merupakan
fungsi yang digunakan untuk penamaan sumbu y yang kita namai V3 (Volt). Kemudian fungsi
grid on berfungsi untuk memberi kotak-kotak dalam plot. Time constant pada grafik tersebut
sebesar 0,2 second, settling time sebesar 0,782 second, dengan nilai akhir nya satu. Perbedaan
plot 1.1 dengan plot 1.3 yaitu pada plot 1.1 gambar grafik outputan menuju ke 0 (impuls)
sedangkan pada plot 1.3 gambar grafik outputannya menuju ke 1 (step)

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

d) Plot 1.4
R= 100;
C=0.1;
num=[0 1];
denum=[R*C 1];
v=tf(num,denum)
step (v);
ylabel('V3 (volt)');
grid on

Pada percobaan sistem orde satu plot 1.4 modul I sistem kontrol di atas.. Kita melakukan
percobaan dengan memprogram codingan pada aplikasi matlab sesuai dengan codingan yang
terdapat di modul. Dari codingan tersebut dapat kita analisa dimana ‘r’ adalah variable dengan
nilai parameter sebesar 100, ‘c’ adalah variable dengan nilai parameternya sebesar 0.1, lalu
terdapat fungsi ‘num’ yang sebagai pembilang fungsi alih, fungsi ‘denum’ sebagai penyebut
fungsi alih, ‘v’ berfungsi untuk membentuk fungsi num dan denum ke transfer function, fungsi
‘step’ disini sebagai plot respon, ‘ylabel’ berfungsi untuk memebri label pada sumbu y, dan
fungsi grid disini berfungsi untuk memberi grid atau kotak kotak dalam plot. Pada sistem orde
satu plot 1.4 ini, kita akan membuat plot respon transien sistem orde satu dengan input step untuk
nilai R sama dengan 100 Ohm dan nilai C sama dengan 0,1 Farad. Selanjutnya membuat fungsi
alih dengan num= [0 1] sebagai pembilang fungsi alih dan denum=[R*C 1] sebagai penyebut
fungsi alih. Hasil outputnya akan diberi label “V3 (volt)”. Input pada plot 1.4 menggunakan input
step, di mana set point nya adalah 1 dan kurvanya naik. Time constant pada grafik tersebut sebesar
9,99 second settling time sebesar 39,1 second dengan nilai akhir nya satu.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

e) Program Plot 1.5


Simulink plot 1.5

Pada percobaan program plot 1.5 modul I praktikan melakukan percobaan dengan
menyusun diagram blok di Simulink pada aplikasi matlab. Kemudian praktikan Menyusun
diagram blok sesuai dengan aturan, yang pertama yaitu klik kanan lalu cari step kemudian blok
step lalu blok transfer function, dan selanjutnya blok scope. Setelah itu menarik jalur seperti yang
ada di dalam modul. Pada blok transfer function praktikan memukan persamaan 1/0.2s+1, lalu
dirun. Sehingga diagram blok tersebut menghasilkan grafik seperti diatas

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

• Sistem Orde 2
a) Program Plot 1.6
m=2;
k=1.25;
b=1.5;
num=[0 0 1];
denum=[m b k];
sys=tf(num,denum)
impulse(sys,20);
ylabel ('simpangan y(meter)');
grid on

Pada percobaan sistem orde dua plot 1.6 modul I sistem kontrol di atas.. Kita melakukan
percobaan dengan memprogram codingan pada aplikasi matlab sesuai dengan codingan yang
terdapat di modul. Dari hasil codingan tersebut kita membuat plot respon transien sistem orde
dua dengan input impuls (grafik outputan menuju ke 0) untuk nilai m sama dengan 2 kg, nilai k
sama dengan 1,25 N/m, dan nilai b sama dengan 1,5 Nm/s. Selanjutnya membuat fungsi alih
dengan num=[0 0 1] sebagai pembilang fungsi alih dan denum=[m b k] sebagai penyebut fungsi
alih. Plot respon yang dihasilkan hingga time 20 sekon, dengan label output yaitu “simpangan y
label”. Karena menggunakan input impuls maka kurva yang dihasilkan akan turun dengan set
point nya 0.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

b) Program Plot 1.7


m=2;
k=1.25;
b=3;
num=[0 0 1];
denum=[m k b];
sys=tf(num,denum)
impulse(sys,20);
ylabel ('simpangan y(meter)');
grid on

Pada percobaan program plot 1.7 modul I praktikan melakukan percobaan dengan
memprogram codingan yang sudah disediakan, sesuai dengan codingan pada modul ini dimana
‘m’ adalah variable dengan nilai parameternya 2, ‘k’ adalah variable dengan nilai parameternya
1, ‘b’ adalah variable dengan nilai parameter 3, lalu terdapat fungsi ‘num’ yang sebagai
pembilang fungsi alih, fungsi ‘denum’ sebagai penyebut fungsi alih. Pada sistem orde dua plot
1.7 ini, kita akan membuat plot respon transien sistem orde dua dengan input impuls untuk nilai
m sama dengan 2 kg, nilai k sama dengan 1,25 N/m, dan nilai b sama dengan 3 Nm/s. Selanjutnya
membuat fungsi alih dengan num=[0 0 1] sebagai pembilang fungsi alih dan denum=[m b k]
sebagai penyebut fungsi alih. Plot respon yang dihasilkan hingga time 20 sekon, dengan label
output yaitu “simpangan y label”. Karena menggunakan input impuls maka kurva yang dihasilkan
akan turun dengan set point nya 0.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

c) Program Plot 1.8


m=2;
k=1;
b=1.5;
num=[0 0 1];
denum=[m b k];
sys=tf(num,denum)
impulse(sys,20);
ylabel('simpangan y(meter)');
grid on

Pada program plot 1.8 ini, kita akan menjalankan sebuah source code yang telah ditentukan
dengan menggunakan tools dasar pada MATLAB. Pada sistem orde dua plot 1.8 ini, kita akan
membuat plot respon transien sistem orde dua dengan input step untuk nilai m sama dengan 2 kg,
nilai k sama dengan 1,25 N/m, dan nilai b sama dengan 1,5 Nm/s. Selanjutnya membuat fungsi
alih dengan num=[0 0 1] sebagai pembilang fungsi alih dan denum=[m b k] sebagai penyebut
fungsi alih. Plot respon yang dihasilkan hingga time 20 sekon, dengan label output yaitu
“simpangan y label”. Karena menggunakan input step maka kurva yang dihasilkan akan naik
dengan set point nya 1. Dari grafik tersebut juga didapat bahwa nilai sttling time sebesar 8,17
sekon, delay time 1,86 sekon, rise time sebesar 2,41 sekon, peak time sebesar 5,23 sekon.
Overshoot yang terbentuk sebesar 14% dan tidak memiliki nilai error steady state. Redaman
sistemnya adalah underdamped, karena mempunyai nilai overshoot namun tidak memiliki nilai
error steady state.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

d) Program Plot 1.9


m=2;
k=10;
b=10;
num=[0 0 1];
denum=[m k b];
sys=tf(num,denum)
impulse(sys,20);
ylabel ('simpangan y(meter)');
grid on

Pada percoban program plot 1.9 modul I praktikan melakukan percobaan dengan
memprogram codingan yang sudah disediakan, sesuai dengan codingan pada modul dimana ‘m’
adalah variable dengan nilai parameternya 2, ‘k’ adalah variable dengan nilai parameternya 10,
‘b’ adalah variable dengan nilai parameter 10 , lalu terdapat fungsi ‘num’ yang sebagai pembilang
fungsi alih, fungsi ‘denum’ sebagai penyebut fungsi alih, fungsi ‘sys=tf’ adalah untuk
membentuk ke transfer function, lalu ada fungsi step dengan sys,20 yang artinya plot respon
hingga t=20, fungus ‘ylabel’ berfungsi untuk memberikan label pada sumbu y, dan fungsi grid
untuk memberikan grid atau kotak kotak pada plot. Program tersebut menghasilkan grafik seperti
diatas. Grafik ini termasuk dalam grafik step, dimana step adalah keluarannya dari 0 menuju 1.
Pada grafik ini terdapat kriteria performansi dimana settling time nya bernilai 3.18 detik, delay
time nya bernilai 0.802 detik, rise time nya bernilai 1,77 detik, peaktime nya bernilai 0,1 detik,
max overshoot sebesar 0% dan eror nya sebesar 0.9.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

e) Program Plot 1.10


Simulink plot 1.10

Pada percobaan program plot 1.10 modul praktikan melakukan percobaan dengan
Menyusun diagram blok di Simulink pada aplikasi matlab. Lalu praktikan Menyusun diagram
blok yang pertama blok step lalu blok transfer function, dan selanjutnya blok scope. Sesudah itu
menarik jalur seperti yang ada di dalam modul. Pada blok transfer function praktikan memukan
persamaan 1/0.2s^2+4s+10, lalu dirun. Sehingga diagram blok tersebut menghasilkan grafik
seperti diatas

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

2. Analisa Modul 2
Metode Root Locus
m=2;
b=5;
k=-2;
num=[0 0 1];
denum=[m b k];
sys=tf(num,denum)

figure(1)
step(sys,40);
title('respon open loop sistem'); ylabel('simpangan y (meter)');
grid on

Pada percobaan figure 1 modul II sistem kontrol di atas.. Kita melakukan percobaan dengan
memprogram codingan pada aplikasi matlab sesuai dengan codingan yang terdapat di modul.
Dari codingan tersebut dapat kita analisa ‘m’,’b’ dan ‘k’ merupakan parameter yang nilainya
telah ditentukan. Selanjutnya membuat fungsi alih dengan num=[0 0 1] sebagai outputan atau
pembilang fungsi alih dan denum=[m b k] sebagai inputan atau sebagai penyebut fungsi alih,
‘ylable’ merupakan fungsi yang digunakan untuk penamaan sumbu y . Kemudian fungsi grid on
berfungsi untuk memberi kotak-kotak dalam plot. Pada grafik outputan terlihat masih belum
stabil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

figure(2)
rlocus(sys);
title('Root locus sistem');
grid on

Pada figure dua kita membuat plot dalam bentuk root locus dengan menggunakan fungsi
rlocus(sys). Dari hasil grafik Figure 2 kita melihat suatu plot dari sistem analisis root locus
sebuah nilai m = 2 yang merupakan massa blok, k = 2 yang merupakan konstanta dan b = 5 yang
merupakan konstanta redaman. Pada figure 2 ini sudah memakai root locus tetapi belum stabil
dikarenakan belum memiliki penguatan K. Poles-poles pada grafik root locus figure 2 ini
menunjukan bahwa kurang stabil dikarenakan sumbu X zero berada pada sebelah kiri simetris,
Pole ditandakan dengan lambang X secara horizontal.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

figure(3)
rlocus(sys);
grid on
[K, poles]=rlocfind(sys)
newsys=feedback(sys*K,1)
step(newsys,40);
title('
respon sistem dengan K');
ylabel('simpangan y (meter)');
grid on

Pada percobaan yang ke ketiga pada modul ini dengan system Root Locus. hasil grafik
Figure 3 berfungsi agar kita dapat melihat suatu plot dari sistem analisis root locus sebuah nilai
m = 2 yang merupakan massa blok, k = 2 yang merupakan konstanta dan b = 5 yang merupakan
konstanta redaman. Pada figure 3 ini sudah memakai root locus dan sudah memasukan nilai
penguat agar systemnya stabil. Poles-poles pada grafik root locus figure 3 ini menunjukan bahwa
sudah stabil dikarenakan sudah memakai penguat K. Simbol K disini berfungsi untuk
memberikan penguatan. Newsys pada program ini merupakan figure yang baru. Pada figure 3 ini
system sudah stabil.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Metode Diagram Bode


m=2;
b=5;
k=-2;
num=[0 0 1];
denum=[m b k];
sys=tf(num,denum
figure(1)
bode(sys);
grid on

Pada percobaan figure 1 merupakan analisis system control orde dua dengan
menggunakan metode blode plot. Bode plot sendiri merupakan metode untuk menganalisa
kestabilan suatu sistem menggunakan parameter frekuensi (perbandingan besaran dan fasa)
antara input dan output. Pada bode plot ini kita dikenalkan dengan apa itu Gain Margin dan Fase
Margin. Fase Margin adalah beda fase antara kurva fase frekuensi. Grafik yang dihasilkan pada
percobaan ini memiliki dua grafik, besaran (dB) dan grafik fase (derajat). Pada percobaan ini
menggunakan nilai parameter m=2, k=2 dan b=5.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

figure (2)
K=1000;
margin(K*sys);
grid on

Pada metode Diagram Bode figure 2. Gain margin didefinisikan sebagai perubahan dalam
penguatan. Sedangkan, fase margin didefinisikan sebagai perubahan dalam pergeseran. Jika GM
dan PM bernilai positif maka sistem tersebut stabil. Sebaliknya, jika GM dan PM bernilai negatif
maka sistem tersebut tidak stabil. Dimana nilai Gm pada bode pot ini -54 desibel sedangkan Pm
adalah sama dengan 6.39 deg pada 22.3 rad/s sehingga dapat digolongkan kedalam sistem yang
tidak stabil. Untuk mencari gain margin kita menarik garis dari 0 kemudian ketika bersingungan
dgn garis output kemudian ditarik garis ke -180, untuk mencari phase margin kita menarik garis
dari -180 kemudian ketika bersingungan dgn garis output kemudian ditarik garis ke 0

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

3. Analisa Modul 3
A. Kontroller Proporsional
P=1

Pada grafik yang pertama yaitu pada kondisi setpoint 90 derajat dengan nilai propotional
(P) adalah 1, Integral sebesar 0, Derrivative sebesar 0 dan N sebesar 0. Kontrol proporsional dapat
memperbaiki dan mempercepat respon transien terutama nilai rise time, namun dapat
menimbulkan overshoot. Garis biru pada grafik merupakan setpoint dan garis kuning merupakan
respon sistem. Grafik menunjukkan rise time masih buruk atau masih lambat, karena nilai
proportional 1 yang dimana, guna dari proportional untuk memperbaiki rise time.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

P=10

pada grafik yang kedua dimana kondisi setpoint 90 derajat, nilai propotional (P) sebesar 10
Integral sebesar 0, Derivative (D) sebesar 0 dan N sebesar 0. Kontrol proporsional dapat
memperbaiki dan mempercepat respon transien terutama nilai rise time, namun dapat
menimbulkan overshoot. Garis biru pada grafik merupakan setpoint dan garis. Garis biru pada
grafik merupakan setpoint dan garis kuning merupakan respon sistem. Dari grafik dapat kita lihat
bahwa penambahan nilai Kp dapat mengurangi error steady state dan rise time terlihat lebih cepat

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

B.Kontroller PI
SetPoint = 120°
P = 10
I=5

Selanjutnya masuk pada program control propotional integral. Kontrol proporsional


integral dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady state, namun pemilihan Ki
yang tidak tepat dapat menimbulkan overshoot pada sistem. Pemilihan Ki yang terlalu tinggi
justru dapat meyebabkan ketidakstabilan pada sistem dan menyebabkan output terus berosilasi.
Kondisi setpoint pada grafik tersebut adalah 120 derajat. Dengan nilai Kp yang diberikan sebesar
10 dan nilai Ki yang diberikan sebesar 5. Dari grafik terlihat error steadystate sudah sangat kecil
dan risetime lebih cepat

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

SetPoint = 120°
P = 10
I = 20

Selanjutnya masuk pada ragkaian propotional integral dengan nilai setpoint 120 derajat,
propotional sebesar 10, dan nilai integral sebesar 20 menyebabkan timbulnya overshoot yang
diakibatkan oleh penambahan Ki yang terlalu besar. Kontrol proporsional integral dapat
memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady state atau error steady state (selisih antara
nilai akhir dengan set point), namun pemilihan Ki yang tidak tepat dapat menimbulkan overshoot
pada sistem. Pemilihan Ki yang terlalu tinggi justru dapat meyebabkan ketidakstabilan pada
sistem dan menyebabkan output terus berosilasi.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Kontroller PID
SetPoint = 120°
P = 10
I = 20
D = 10

Selanjutnya masuk pada rangkaian controller PID dengan nilai setpoint sebesar
120 derajat, nilai propotional sebesar 10, nilai integral sebesar 20 dan nilai dari derivative
sebesar 10. Kontrol derivative dapat digunakan untuk memperbaiki overshoot yang
ditimbukan dari penggunaan kontrol integral. Dengan menggunakan controller derivate
dapat mengurangi overshoot dan waktu turun tetapi error steady state tidak mengalami
perubahan berarti. Dari grafik keluaran dapat kita lihat masih terdapat overshoot karena
penambahan nilai ki yang terlalu besar dan kd tidak mampu untuk meredam overshoot
tersebut

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

SetPoint = 120°
P = 10
I=7
D = 0.01

Terakhir program PID dengan setpoint 120 derajat, nilai propotional sebesar 10, nilai
Integral sebesar 7, nilai Derrivative sebesar 0,01. Kontrol derivative dapat digunakan untuk
memperbaiki overshoot yang ditimbukan dari penggunaan kontrol integral. Dengan
menggunakan controller derivate dapat mengurangi overshoot dan waktu turun tetapi error steady
state tidak mengalami perubahan berarti. Dari grafik keluaran di atas dapat kita lihat bahwa sudah
tidak terdapat overshoot karena sudah diredam oleh kd, tampak error steady state sudah hilang
akibat penambahan ki dan grafik di atas merupakan grafik yang paling stabil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

4. Analisa Modul 4
Set Point 2V, R 10k

P1 10k
𝐾𝑃 = = =1
R 5 10K
Pada percobaan Kontrol Proporsional di atas.. Kita melakukan percobaan dengan
memasukkan nilai setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut
dapat dianalisa bahwa ketika diberi nilai potensio sebesar 10k ohm maka nilai kp nya adalah
1 karena untuk mencari nilai kp yaitu membagi nilai potensonya (10k) dengan nilai resistor
(10k) yang akan didapatkan hasil sebesar satu kemudian dapat kita lihat nilai errornya
sebesar 268 dan nilai proses valuenya sebesar 143. Pada grafik terlihat error steady state yang
cukup besar karena nilai kontrol proporsional terlalu kecil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 2V, R 50k

P1 50k
𝐾𝑃 = = =5
R 5 10K
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa ketika diberi nilai potensio sebesar 50k ohm maka nilai kp nya sebesar 5 karena untuk
mencari nilai kp yaitu membagi nilai potensionya (50k) dengan nilai resistor (10k) yang akan
didapatkan hasil sebesar satu kemudian dapat kita lihat nilai errornya sebesar 92 dan nilai
proses valuenya sebesar 317. Pada grafik terlihat error steady state nya mengecil dan timbul
overshoot

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 2V, R 90k

P1 90k
𝐾𝑃 = = =9
R 5 10K
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa ketika diberi nilai potensio sebesar 90k ohm maka nilai kp nya sebesar 9 karena untuk
mencari nilai kp yaitu membagi nilai potensionya (90k) dengan nilai resistor (10k) yang akan
didapatkan hasil sebesar satu kemudian dapat kita lihat nilai errornya sebesar 69 dan nilai
proses valuenya sebesar 340. Pada grafik terlihat error steady state nya lebih kecil daripada
menggunakan resistor 50k dikarenakan nilai kp nya lebih besar dan nilai overshootnya
bertambah

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 5V, R 10k

P1 10k
𝐾𝑃 = = =1
R 5 10K
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa ketika diberi nilai potensio sebesar 10k ohm maka nilai kp nya adalah 1 karena untuk
mencari nilai kp yaitu membagi nilai potensonya (10k) dengan nilai resistor (10k) yang akan
didapatkan hasil sebesar satu kemudian dapat kita lihat nilai errornya sebesar 665 dan nilai
proses valuenya sebesar 358. Pada grafik terlihat error steady state yang cukup besar karena
nilai kontrol proporsional terlalu kecil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 5V, R 50k

P1 50k
𝐾𝑃 = = =5
R 5 10K
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa ketika diberi nilai potensio sebesar 50k ohm maka nilai kp nya sebesar 5 karena untuk
mencari nilai kp yaitu membagi nilai potensionya (50k) dengan nilai resistor (10k) yang akan
didapatkan hasil sebesar satu kemudian dapat kita lihat nilai errornya sebesar 207 dan nilai
proses valuenya sebesar 816. Pada grafik terlihat error steady state nya mengecil namun tidak
menimbulkan overshoot

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 5V, R 90k

P1 90k
𝐾𝑃 = = =9
R 5 10K
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa ketika diberi nilai potensio sebesar 90k ohm maka nilai kp nya sebesar 9 karena untuk
mencari nilai kp yaitu membagi nilai potensionya (90k) dengan nilai resistor (10k) yang akan
didapatkan hasil sebesar satu kemudian dapat kita lihat nilai errornya sebesar 154 dan nilai
proses valuenya sebesar 869. Pada grafik terlihat error steady state nya lebih kecil daripada
menggunakan resistor 50k dikarenakan nilai kp nya lebih besar dan tidak nampak overshoot

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

5. Analisa Modul 5
Set Point 2V, Rab 50k, Rcd 10k

P1 50k
𝐾𝑃 = = =5
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,001
𝑃2 C1 (10k)(100N)
Pada percobaan PI di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai setpoint,
resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa ketika
diberi nilai potensio rab sebesar 50k ohm maka nilai kp nya adalah 5 karena untuk mencari
nilai kp yaitu membagi nilai potensionya (50k) dengan nilai resistor (10k) yang akan
didapatkan hasil sebesar 5 kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat membagi satu
dengan hasil perkalian potensio rcd (10k) dengan kapasitor (100N) yang hasilnya 0,001.
Dapat kita lihat errornya sebesar 27 dan nilai proses valuenya sebesar 380. Pada grafik
terlihat grafik tidak stabil karena terbentuk osilasi

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 2V, Rab 50k, Rcd 50k

P1 50k
𝐾𝑃 = = =5
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,0002
𝑃2 C1 (50k)(100N)
Pada percobaan PI di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai setpoint,
resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa ketika
diberi nilai potenso rab sebesar 50k ohm maka nilai kp nya adalah 5 karena untuk mencari
nilai kp yaitu membagi nilai potensonya (50k) dengan nilai resistor (10k) yang akan
didapatkan hasil sebesar 5 kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat membagi satu
dengan hasil perkalian potensio rcd (50k) dengan kapasitor (100N) yang hasilnya 0,0002.
Dapat kita lihat errornya sebesar -14 dan nilai proses valuenya sebesar 423. Pada grafik
terlihat grafik tidak stabil karena terbentuk osilasi namun ketika diberi penambahan kontrol
integral terlihat overshoot yang muncul berkurang

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 2V, Rab 90k, Rcd 10k

P1 90k
𝐾𝑃 = = =9
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,001
𝑃2 C1 (10k)(100N)
Pada percobaan PI di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai setpoint,
resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa ketika
diberi nilai potensio rab sebesar 90k ohm maka nilai kp nya adalah 9 karena untuk mencari
nilai kp yaitu membagi nilai potensio rab (90k) dengan nilai resistor (10k) yang akan
didapatkan hasil sebesar 9 kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat membagi satu
dengan hasil perkalian potensio rcd (10k) dengan kapasitor (100N) yang hasilnya 0,001.
Dapat kita lihat errornya sebesar -80 dan nilai proses valuenya sebesar 489. Pada grafik
terlihat grafik tidak stabil karena terbentuk osilasi

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 2V, Rab 90k, Rcd 50k

P1 90k
𝐾𝑃 = = =9
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,0002
𝑃2 C1 (50k)(100N)
Pada percobaan PI di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai setpoint,
resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa nilai
kp yang didapat sebesar 9 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai potensio rab
(90k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat membagi
satu dengan hasil perkalian potensio rcd (50k) dengan kapasitor (100N) yang hasilnya
0,0002. Dapat kita lihat errornya sebesar 0 dan nilai proses valuenya sebesar 409. Pada mula
mula grafik terlihat masih terdapat overshoot namun ketika kontrol integral dinyalakan
grafik mencapai kestabilan dan tidak ada error steadystate

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 5V, Rab 50k, Rcd 10k

P1 50k
𝐾𝑃 = = =5
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,001
𝑃2 C1 (10k)(100N)
Pada percobaan PI di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai setpoint,
resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa nilai
kp yang didapat sebesar 5 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai potensio rab
(50k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat membagi
satu dengan hasil perkalian potensio rcd (10k) dengan kapasitor (100N) yang hasilnya 0,001.
Dapat kita lihat errornya sebesar 39 dan nilai proses valuenya sebesar 984. Ketika kontrol
proporsional dinyalakan masih terlihat error steadystate yang cukup besar namun ketika
ditambahkan kontrol integral nampak error steadystate mengecil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 5V, Rab 50k, Rcd 50k

P1 50k
𝐾𝑃 = = =5
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,0002
𝑃2 C1 (50k)(100N)
Pada percobaan PI di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai setpoint,
resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa nilai
kp yang didapat sebesar 5 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai potensio rab
(50k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat membagi
satu dengan hasil perkalian potensio rcd (50k) dengan kapasitor (100N) yang hasilnya
0,0002. Dapat kita lihat errornya sebesar 39 dan nilai proses valuenya sebesar 984. Ketika
kontrol proporsional dinyalakan masih terlihat error steadystate yang cukup besar namun
ketika ditambahkan kontrol integral nampak error steadystate mengecil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 5V, Rab 90k, Rcd 10k

P1 90k
𝐾𝑃 = = =9
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,001
𝑃2 C1 (10k)(100N)
Pada percobaan PI di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai setpoint,
resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa nilai
kp yang didapat sebesar 9 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai potensio rab
(90k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat membagi
satu dengan hasil perkalian potensio rcd (10k) dengan kapasitor (100N) yang hasilnya 0,001
Dapat kita lihat errornya sebesar 38 dan nilai proses valuenya sebesar 985. Ketika kontrol
proporsional dinyalakan masih terlihat error steadystate yang cukup besar namun ketika
ditambahkan kontrol integral nampak error steadystate mengecil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 5V, Rab 90k, Rcd 50k

P1 90k
𝐾𝑃 = = =9
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,0002
𝑃2 C1 (50k)(100N)
Pada percobaan PI di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai setpoint,
resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa bahwa nilai
kp yang didapat sebesar 9 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai potensio rab
(90k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat membagi
satu dengan hasil perkalian potensio rcd (50k) dengan kapasitor (100N) yang hasilnya
0,0002. Dapat kita lihat errornya sebesar 39 dan nilai proses valuenya sebesar 984. Ketika
kontrol proporsional dinyalakan masih terlihat error steadystate yang cukup besar namun
ketika ditambahkan kontrol integral nampak error steadystate mengecil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

6. Analisa Modul 6
Set Point 2V, Rab 50k, Rcd 10k, Ref 10k

P1 50k
𝐾𝑃 = = =5
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,001
𝑃2 C1 (10k)(100N)
𝐾𝐷 = P3 C2 = 10k × (10N) = 100
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa nilai kp yang didapat sebesar 5 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai
potensio rab (50k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat
membagi satu dengan hasil perkalian potensio rcd (10k) dengan kapasitor (100N) yang
hasilnya 0,001, kemudian untuk mencari nilai Kd kita mengkalikan nilai potensio ref (10k)
dengan kapasitor2 (10N) yang hasilnya 100. Dapat kita lihat errornya sebesar -186 dan nilai
proses valuenya sebesar 595. Ketika kontrol proporsional diberikan nampak grafik keluaran
memiliki overshoot yang kecil dan error steadystate yang cukup besar, namun ketika
diberikan kontrol integral pada gambar grafik keluaran nampak overshoot yang semakin
besar dan errorsteadystatenya mengecil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 2V, Rab 50k, Rcd 50k, Ref 10k

P1 50k
𝐾𝑃 = = =5
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,0002
𝑃2 C1 (50k)(100N)
𝐾𝐷 = P3 C2 = 10k × (10N) = 100
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa nilai kp yang didapat sebesar 5 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai
potensio rab (50k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat
membagi satu dengan hasil perkalian potensio rcd (50k) dengan kapasitor (100N) yang
hasilnya 0,0002, kemudian untuk mencari nilai Kd kita mengkalikan nilai potensio ref (10k)
dengan kapasitor2 (10N) yang hasilnya 100. Dapat kita lihat errornya sebesar 4 dan nilai
proses valuenya sebesar 405. Ketika kontrol proporsional dinyalakan grafik keluaran
mengalami overshoot dan errorsteadystate cukup besar, kemudian ketika kontrol integral
dinyalakan errorsteady state mengecil dan overshoot bertambah besar, ketika diberi kontrol
derivatif overshoot mengecil, sehingga grafik menjadi stabil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 2V, Rab 90k, Rcd 10k, Ref 10k

P1 90k
𝐾𝑃 = = =9
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,001
𝑃2 C1 (10k)(100N)
𝐾𝐷 = P3 C2 = 10k × (10N) = 100
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa nilai kp yang didapat sebesar 9 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai
potensio rab (90k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat
membagi satu dengan hasil perkalian potensio rcd (10k) dengan kapasitor (100N) yang
hasilnya 0,001, kemudian untuk mencari nilai Kd kita mengkalikan nilai potensio ref (10k)
dengan kapasitor2 (10N) yang hasilnya 100. Dapat kita lihat errornya sebesar -147 dan nilai
proses valuenya sebesar 556. Dari grafik keluaran terlihat bahwa nilai errornya tidak sebesar
seperti grafik keluaran yang memiliki kp sebesar 5, hal tersebut menunjukkan nilai Kp
berfungsi mengurangi nilai error steadystate namun hanya sedikit.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 2V, Rab 90k, Rcd 50k, Ref 10k

P1 90k
𝐾𝑃 = = =9
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0.0002
𝑃2 C1 (50k)(100N)
𝐾𝐷 = P3 C2 = 10k × (10N) = 100
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa nilai kp yang didapat sebesar 9 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai
potensio rab (90k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat
membagi satu dengan hasil perkalian potensio rcd (50k) dengan kapasitor (100N) yang
hasilnya 0,0002, kemudian untuk mencari nilai Kd kita mengkalikan nilai potensio ref (10k)
dengan kapasitor2 (10N) yang hasilnya 100. Dapat kita lihat errornya sebesar -3 dan nilai
proses valuenya sebesar 412. Ketika kontrol proporsional dinyalakan grafik keluaran
mengalami overshoot, kemudian ketika kontrol integral dinyalakan errorsteady state
menghilang, ketika diberi kontrol derivatif overshoot sangat kecil, sehingga grafik menjadi
stabil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 5V, Rab 50k, Rcd 10k, Ref 10k

P1 50k
𝐾𝑃 = = =5
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,001
𝑃2 C1 (10k)(100N)
𝐾𝐷 = P3 C2 = 10k × (10N) = 100
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa nilai kp yang didapat sebesar 5 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai
potensio rab (50k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat
membagi satu dengan hasil perkalian potensio rcd (10k) dengan kapasitor (100N) yang
hasilnya 0,001, kemudian untuk mencari nilai Kd kita mengkalikan nilai potensio ref (10k)
dengan kapasitor2 (10N) yang hasilnya 100. Dapat kita lihat errornya sebesar 35 dan nilai
proses valuenya sebesar 988. Ketika kontrol proporsional dinyalakan errorsteadystate
berkurang, kemudian ketika kontrol integral dinyalakan errorsteady state menjadi lebih kecil
lagi. Jika ingin menghilangkan errorsteadystate maka harus ada penambahan nilai Kp & Ki
dan juga penambahan Kd untuk mengurangi overshoot dan menjadikan grafik menjadi stabil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 5V, Rab 50k, Rcd 50k, Ref 10k

P1 50k
𝐾𝑃 = = =5
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,0002
𝑃2 C1 (50k)(100N)
𝐾𝐷 = P3 C2 = 10k × (10N) = 100
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa nilai kp yang didapat sebesar 5 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai
potensio rab (50k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat
membagi satu dengan hasil perkalian potensio rcd (50k) dengan kapasitor (100N) yang
hasilnya 0,0002, kemudian untuk mencari nilai Kd kita mengkalikan nilai potensio ref (10k)
dengan kapasitor2 (10N) yang hasilnya 100. Dapat kita lihat errornya sebesar 37 dan nilai
proses valuenya sebesar 986. Ketika kontrol proporsional dinyalakan errorsteadystate
berkurang, kemudian ketika kontrol integral dinyalakan errorsteady state menjadi lebih keci.
Pada set point 5v diperlukan Kp, Ki dan Kd yang lebih besar dari pada set point 2v untuk
mencapai kestabilan

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 5V, Rab 90k, Rcd 10k, Ref 10k

P1 90k
𝐾𝑃 = = =9
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,001
𝑃2 C1 (10k)(100N)
𝐾𝐷 = P3 C2 = 10k × (10N) = 100
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa nilai kp yang didapat sebesar 9 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai
potensio rab (90k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat
membagi satu dengan hasil perkalian potensio rcd (10k) dengan kapasitor (100N) yang
hasilnya 0,001, kemudian untuk mencari nilai Kd kita mengkalikan nilai potensio ref (10k)
dengan kapasitor2 (10N) yang hasilnya 100. Dapat kita lihat errornya sebesar 35 dan nilai
proses valuenya sebesar 988. Ketika kontrol proporsional dinyalakan errorsteadystate
berkurang, kemudian ketika kontrol integral dinyalakan errorsteady state menjadi lebih kecil
lagi. Jika ingin menghilangkan errorsteadystate maka harus ada penambahan nilai Kp & Ki
dan juga penambahan Kd untuk mengurangi overshoot dan menjadikan grafik menjadi stabil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

Set Point 5V, Rab 90k, Rcd 50k, Ref 10k

P1 90k
𝐾𝑃 = = =9
R 5 10K
1 1
𝐾𝐼 = = = 0,0002
𝑃2 C1 (50k)(100N)
𝐾𝐷 = P3 C2 = 10k × (10N) = 100
Pada percobaan PID di atas.. Kita melakukan percobaan dengan memasukkan nilai
setpoint, resistor dan potensio seperti di modul. Dari percobaan tersebut dapat dianalisa
bahwa nilai kp yang didapat sebesar 9 karena untuk mencari nilai kp kita membagi nilai
potensio rab (90k) dengan nilai resistor (10k) kemudian untuk mencari nilai Ki nya kita dapat
membagi satu dengan hasil perkalian potensio rcd (10k) dengan kapasitor (100N) yang
hasilnya 0,001, kemudian untuk mencari nilai Kd kita mengkalikan nilai potensio ref (10k)
dengan kapasitor2 (10N) yang hasilnya 100. Dapat kita lihat errornya sebesar 35 dan nilai
proses valuenya sebesar 988. Ketika kontrol proporsional dinyalakan errorsteadystate
berkurang, kemudian ketika kontrol integral dinyalakan errorsteady state menjadi lebih kecil
lagi. Jika ingin menghilangkan errorsteadystate maka harus ada penambahan nilai Kp & Ki
dan juga penambahan Kd untuk mengurangi overshoot dan menjadikan grafik menjadi stabil

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

7. Analisa Modul 7
Praktikum modul tujuh berjudul Dasar Programma Logi Control Rangkaian Latch
Pengunci. PLC merupakan suatu peralatan kontrol digital yang dapat diprogram untuk
mengendalikan proses output berdasarkan pada input pada suatu sistem. Rangkaian
pengunci (latch) merupakan rangkaian yang dapat mempertahankan kondisi keluarannya
meskipun terjadi perubahan pada kondisi masukan. Pada rangkaian digital, pengunci dapat
berupa flip-flop. Kombinasi flip-flop dalam jumlah yang sangat banyak kemudian dapat
membentuk memori. Pada industri, rangkaian pengunci dapat dibuat dengan menggunakan
komponen utama berupa relai atau kontaktor. Pada modul kali ini memiliki beberapa
tujuan, berikut ini merupakan tujuan pada modul tujuh. Tujuan yang pertama yaitu
praktikan diharapkan mengetahui dan mempelajari sistem kerja PLC. Tujuan selanjutnya
yaitu praktian diharapkan mengetahui cara memprogram PLC. Tujuan yang terahir yaitu
praktikan diharapkan mampu mengetahui rangkaian pengunci pada PLC.
Agar praktikum dapat berjalan dengan lancar kita memerlukan beberapa alat dan bahan.
Alat yang pertama yaitu komputer yang berfungsi sebagai media untuk melaksanakan
praktikum. Lalu terdapat modul PLC Omron CP2E. Bahan yang terakhir yaitu Aplikasi
CX- Programmer yang berfungsi membuat Rangkaian ladder.
Pada saat melaksanakan praktikum rangkaian pengunci kita diperkenalkan beberapa bagian
toolbar. Diantaranya yaitu Normally Open (NO), Normally Close (NC), Wire dan Coil.
Push button (tombol) merupakan saklar yang berfungsi untuk menghubungkan atau
memisahkan satu terminal dengan terminal yang lain pada instalasi listrik. Push button
memiliki kontak tipe Normally Open (NO) dan Normally Close (NC). Normally Open
pada kondisi awalnya tidak dapat mengalirkan arus, namun ketika kita beri logika 1 maka
arus akan dapat mengalir, ketika kita beri logika 0 maka arus akan kembali terputus.
Kebalikan dari Normally Open, Normally Close pada kondisi awalnya dapat mengalirkan
arus, namun ketika kita beri logika 1 maka arus akan terputus, ketika kita beri logika 0
maka arus akan dapat kembali mengalir. Ketika kita menghubungkan dua Normally Open
pada inputan yang kita namai START dan L1 lalu dihubungkan dengan Normally Close
yang kita namai STOP dan untuk outputan kita hubungkan dengan Coil/lampu, ketika kita
beri logika 1 untuk Normally Open, maka arus dapat mengalir dan lampu dapat menyala,
namun ketika Normally Open START kita beri logika 0, maka terlihat arus akan tetap
mengalir. Hal tersebut dikarenakan rangkaian yang telah kita buat merupakan rangkaian
pengunci sehingga rangkaian dapat mempertahankan kondisi keluarannya (lampu tetap
menyala) meskipun terjadi perubahan kondisi masukan (Normally Open START diberi

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

logika 0). Pada saat melakukan simulasi lain pada saat praktikum ketika terdapat lebih dari
satu Normally Close yang memiliki alamat yang sama, jika salah satu Normally Close
diberi logika 1 maka Normally Close lainnya yang memiliki alamat yang sama akan ikut
berubah menjadi logika 1. Ketika terdapat warna merah pada room hal tersebut terjadi
dikarenakan rangkaian belum mencapai output, ketika mencapai output akan berubah
menjadi warna hijau.
Dalam melaksanakan praktikum kita diberi pemaparan teori. Berikut merupakan teori pada
saat praktikum. PLC merupakan suatu alat yang memprogram dengan konsep logika untuk
mengendalikan suatu sistem. PLC terdiri dari CPU yang berfungsi memeriksa status input,
menjalankan program dan memperbarui output, kemudian terdapat memory yang berfungsi
menyimpan program dan data pada PLC, lalu terdapat Power Suppy yang berfungsi sebagai
sumber energi, kemudian terdapat Input yang berfungsi memonitor perubahan status dari
perangkat input yang tersambung ke PLC, lalu terdapat Output yang berfungsi
menghasilkan sinyal yang akan dikirim ke perangkat output. Jenis-jenis kabel komunikasi
pada PLC yaitu kebel USB dan kabel ethernet. Rangkaian pengunci (latch) merupakan
rangkaian yang dapat mempertahankan kondisi keluarannya meskipun terjadi perubahan
pada kondisi masukan. Pada rangkaian digital, pengunci dapat berupa flip-flop. Kombinasi
flip-flop dalam jumlah yang sangat banyak kemudian dapat membentuk memori.
Rangkaian latch juga dapat disusun dengan menggunakan gerbang NOR dengan
masukannya, Set (S) dan Reset (R), digunakan untuk mengubah state/keadaan,Q, dari
rangkaian, dan rangkaian tersebut membentuk Latch SR. Jika R=S=0, maka state tidak
berubah (terkunci), Jika R=1 (S=0 atau S=1), maka state Q=0, Jika R=0 dan S=1, maka
Q=1.
Pada saat melaksanakan praktikum terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kesalahan praktikum. Berikut ini merupakan pembahasan mengenai faktor kesalahan.
Faktor kesalahan yang pertama yaitu kesalahan dalam merangkai rangkaian sehingga kita
tidak dapat memperoleh hasil yang kita inginkan, faktor kesalahan selanjutnya yaitu
kesalahan dalam pemberian logika pada push button sehingga arus tidak dapat mengalir
dan lampu tidak dapat menyala, faktor kesalahan lainnya yaitu pemberian spasi pada nama
file, yang nantinya menyebabkan file tidak dapat terbaca pada CX- Supervisor, Faktor
kesalahan yang terakhir yaitu kesalahan dalam pemberian alamat pada push button.
Penerapan PLC sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini merupakan
contoh penerapan PLC dalam kehidupan sehari-hari. Pertama yaitu eskalator otomatis yang
bekerja otomatis nyala ketika ada orang yang menaikinya dan juga akan otomatis mati jika

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

tidak ada orang yang menaikinya dalam rentang waktu yang telah ditentukan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

8. Analisa Sub Modul 7


Sub Modul tujuh praktikum sistem kontrol berjudul sistem SCADA. sistem SCADA
adalah suatu kesatuan dari beberapa peralatan yang saling berkomunikasi untuk
menjalankan fungsi pengawasan, pengontrolan dan pengumpulan data dari suatu proses.
Pada Sub Modul tujuh ini memiliki beberapa tujuan. Tujuan yang pertama yaitu praktikan
diharapkan mampu memahami fungsi SCADA, tujuan yang terakhir yaitu praktikan
diharapkan mampu mengetahui cara penggunaan CX Supervisor untuk dasar pemrograman
SCADA.
Agar praktikum dapat berjalan dengan lancar kita memerlukan beberapa alat dan
bahan. Berikut ini merupakan pembahasan mengenai alat dan bahan yang digunakan pada
saat melaksanakan praktikum. Alat yang pertama yaitu komputer yang berfungsi sebagai
media dilaksanakannya praktikum. Bahan selanjutnya yaitu CX-Programmer yang
digunakan untuk membuat rangkaian ladder. Bahan yang terakhir yaitu CX-Supervisor
yang berfungsi sebagai membuat animasi dari rangkaian ladder yang telah kita buat di CX-
Programmer.
Setelah kita membuat rangkaian ladder pada percobaan modul tujuh, pada percobaan kali
ini kita mencoba menganimasikan visual dari rangkaian ladder pada percobaan modul
tujuh. Pertama buka aplikasi CX Supervisor, pilih New Project kemudian CX Supervisor
Plus Project. Lalu save project terlebih dahulu lalu kita mengisi nama di device name sesuai
dengan nama file pada aplikasi CX Programmer dan Device Type nya sesuai dengan device
type pada CX Programer. Selanjutnya pilih point editor lalu klik sebelah kanan lalu add,
sesuaikan semua parameter. Pada bagian I/O tekan setup dan pastikan lagi PLC Name dan
Type sesuai yang ada pada aplikasi CX Programer dan masukkan data location sebagai
input dari PB ON yaitu 0.00. Pada langkah ini akan membuat PB ON. Selanjutnya kita
membuat PB OFF. Lalu kita buat alamat untuk indicator sama aja tapi pada bagian I/O type
diganti dengan input dan I/O update pada on interval dalam waktu 50 mS lalu pilih Toogle
Button pada Button Style pilih colour button lalu klik browser lalu pilih button on karna
kita ingin membuat agar animasi dari PB ON, lalu untuk inducatir kita klik ellipse dua kali.
Pilih animasi colour change lalu tekan browse. Jalankan aplikasi CX programmer dan buka
aplikasi CX supervisor sebelum dirun kita rebuild all terlebih dahulu sebelum di run.
Dalam melaksanakan praktikum kita mendapat pemaparan teori. Berikut ini merupakan
pembahasan mengenai pemaparan teori sub modul tujuh. SCADA (Supervisory Control and
Data Acquisition) Sistem yang dapat memonitor dan mengontrol suatu
peralatan/proses/sistem dari jarak jauh secara real time. Atau bisa diartikan juga SCADA

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

adalah singkatan Pengawasan Kontrol dan akuisisi Data. Analisis sistem SCADA bertujuan
untuk memastikan kinerja yang optimal, keamanan yang memadai, dan pemenuhan tujuan
operasional. Dengan pemahaman yang baik tentang sistem SCADA, dapat dilakukan
perbaikan dan pengembangan yang tepat guna untuk mengoptimalkan operasi industri.
Penerapan sistem SCADA pada kelistrikan, merupakan sistem pengendalian yang berkerja
secara real time, yang dapat dikendalikan dari jarak jauh sehingga mampu dijadikan solusi
dari permasalahan yang terjadi dalam sistem ketenaga listrik, agar penanganan terhadap
gangguan dapat dilakukan dengan cepat. Salah satu kelebihan Scada yang paling utama
adalah dapat memonitor proses industri berskala besar dalam banyak lokasi di satu tempat.
Karena seperti yang sudah disinggung sebelumnya, sistem ini memang dikembangkan agar
operator bisa mengawasi di 1 lokasi HMI untuk semua proses industri dengan
memanfaatkan remote access. Seluruh sistem, mesin, sensor, alarm, dan peralatan sambung
dalam 1 jaringan yang sama. Sehingga HMI bisa memonitor seluruh kinerja dan status dari
semua komponen yang digunakan dalam industri tersebut. Dispatcher juga bisa melakukan
pemantauan tanpa harus datang ke lapangan. Sehingga sangat efektif untuk industri kelas
besar yang terdiri dari banyak cabang dan lokasi. Sebab pengontrolan bisa dilakukan di satu
tempat, baik itu kantor pusat maupun lokasi tertentu yang sudah ditentukan oleh pemimpin
perusahaan dan karena Scada kebanyakan digunakan untuk industri berskala besar, seluruh
data log yang terjadi akan disimpan dalam server utama dan server cadangan. Scada sendiri
didesain agar memiliki sistem yang bisa terhubung dengan banyak perangkat, mudah
diperbaiki, dan bisa dioperasikan dari jarak jauh. Sistem ini bukanlah yang nomor satu bila
kita berbicara tentang keamanan. Ditambah lagi, sistem Scada mdoern yang digunakan saat
ini sudah memanfaatkan internet sebagai landasan koneksinya. SCADA merupakan
Supervisory (pengawasan), Control (Kontrol), Data Acquisition (Permintaan Pengirimin
Data). Jadi, sistem SCADA adalah suatu kesatuan dari beberapa peralatan yang saling
berkomunikasi untuk menjalankan fungsi pengawasan, pengontrolan dan pengumpulan
data dari suatu proses.
Dalam melaksanakan praktikum terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kesalahan
dalam praktikum. Berikut ini pembahasan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan
kesalahan. Faktor yang pertama yaitu salah dalam menuliskan nama sesuai nama file pada
aplikasi cx programmer, faktor kesalahan selanjutnya yaitu kesalahan dalam menentukan
tipe device dengan tipe device pada program cx cupervisor, faktor kesalahan selanjutnya
yaitu pemberian spasi pada nama file, faktor kesalahan lainnya yaitu kesalahan dalam

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

menentukan lokasi data pada inputan sehingga kita tidak memperoleh hasil yang kita
inginkan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

9. Analisa Modul 8
Pada percobaan praktikum sistem kontrol modul delapan kali ini yaitu Star Delta
Pada Sistem Scada. Tujuan dari percobaan kali ini yaitu untuk memahami fungsi star delta
pada sistem scada dan mengetahui cara penggunaan CX Supervisor untuk dasar
pemrograman star delta pada sistem SCADA. Alat yang kita gunakan untuk melakukan
percobaan star delta pada sistem scada yaitu ada komputer, CX Supervisor, CX
Programer, Scada electrical power monitoring system training kit, Kabel banana, Mesin
induksi 3 fasa 5,5 kW, dan kabel HDMI.
Star Delta pada sistem SCADA yang dimana star itu adalah salah satu konfigurasi
koneksi atau rangkaian listrik yang umum digunakan dalam sistem tenaga listrik tiga fasa.
Konfigurasi Wye menghubungkan tiga fase listrik dan netral ke tiga titik koneksi,
membentuk suatu bentuk seperti huruf Y. Sedangkan delta dalah salah satu konfigurasi
koneksi atau rangkaian listrik yang umum digunakan pada sistem tenaga listrik tiga fasa.
Konfigurasi Delta menghubungkan tiga fase listrik secara seri membentuk suatu bentuk
seperti segitiga. Dan SCADA adalah Sistem yang dapat memonitor dan mengontrol suatu
peralatan/proses/sistem dari jarak jauh secara real time. Atau bisa diartikan juga SCADA
adalah singkatan Pengawasan Kontrol dan akuisisi Data. Keuntungan penggunaan
konfigurasi Wye adalah tegangan fase ke netral lebih rendah. Dalam konfigurasi Wye,
tegangan fase ke netral lebih rendah daripada tegangan antar fase. Hal ini mengurangi
resiko kejutan listrik dan mempermudah pemasangan peralatan listrik yang membutuhkan
tegangan rendah. Memudahkan pengukuran tegangan. Pada konfigurasi Wye, tegangan
fase dapat diukur secara individu tanpa harus memutus sambungan listrik, karena titik
netral yang terhubung pada tengah pembentuk huruf Y. dan Stabilitas tegangan.
Konfigurasi Wye juga dapat memberikan stabilitas tegangan yang lebih baik, karena
setiap fase terhubung ke satu ujung dari pembentuk huruf Y. Dan Keuntungan dari
penggunaan konfigurasi Delta adalah, Tegangan antar fase yang lebih tinggi, Pada
konfigurasi Delta, tegangan antar fase lebih tinggi daripada pada konfigurasi Wye. Hal
ini memungkinkan penggunaan motor listrik tiga fasa yang lebih besar dan memiliki daya
output yang lebih tinggi. Dan Arus netral yang lebih rendah: Karena tidak ada titik netral
pada konfigurasi Delta, maka arus netral pada konfigurasi Delta lebih rendah daripada
arus pada konfigurasi Wye. Adapun prinsip kerja pengontrolan motor induksi 3 fasa
dengan menggunakan SCADA pada rangkaian star delta yaitu Pada saat start motor
membutuhkan torsi awal yang besar untuk mengangkat beban. Oleh karena itu, arus mula
yang diperlukan juga besar. Untuk mengurangi arus mula jalan digunakan pengasutan star

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

delta. Pada mula jalan, kumparan stator disambung secara star, setelah motor berputar,
kumparan stator diubah menjadi sambungan delta. Pada motor listrik tiga fasa yang
digunakan adalah motor induksi yang menggunakan rrangkaian pengasutan star delta atau
bintang segitiga. PLC adalah akat kendali computer yang merupakan bentuk khusus
pengontrol berbasis mikroprosesor yang bisa digunakan pada control pengendali star delta
pada motor tiga fasa. PLC terdapat input dan output yang dimana pada input sebagai pb
limitch dan switch sensor dan pada output sebagai medan induksi, relay kontaktor, dam
selenoid. Kontaktor daya dalam rangkaian daya memiliki tiga titik input yang berfungsi
sebagai penerima aliran arus R, arus S, dan arus T. Kontaktor 1 yang ditandai dengan K1
merupakan kontaktor utama yang terhubung langsung dengan motor listrik 3 fasa.
Kontaktor 2 yang ditandai dengan K2 merupakan kontaktor delta yang akan aktif apabila
motor listrik 3 fasa akan berputar secara delta atau segitiga. Kontaktor 3 yang ditandai
dengan K3 merupakan kontak star yang akan aktif apabila motor listrik 3 fasa akan
berputar secara star atau bintang. Rangkaian kontrol merupakan rangkaian penting yang
berfungsi sebagai pengendali rangkaian daya, dan Rangkaian kontrol ini dapat beroperasi
setelah dialiri arus satu fasa dengan tegangan 220 Volt. Rangkaian daya merupakan
rangkaian yang terhubung langsung dengan motor listrik 3 fasa yang mana dalam hal ini
rangkaian daya dikendalikan oleh rangkaian kontrol. Rangkaian daya dapat beroperasi
dengan baik apabila telah dialiri arus bolak-balik atau arus AC dengan tegangan 380 V.

Adapun kesalahan-kesalahan pada percobaan praktikum modul kali ini bisa


terjadi factor alat dan factor pada praktikannya, factor pada alat bisa saja alat yang kita
yang gunakan sudah tidak layak digunakan atau tidak berfungsi, dan pada praktikan
bisa saja saat merangkai rangkaian praktikan tidak sesuai dengan pemasangan kabel
nya yang sudah di tentukan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

10. Analisa Sub Modul 10


Pada percobaan praktikum sistem kontrol sub modul delapan kali ini yaitu Variable
Speed Drive (VSD) Pada Sistem Scada. Adapun tujuan dari percobaan kali ini yaitu untuk
memahami fungsi star delta pada sistem scada dan mengetahui cara penggunaan CX
Supervisor untuk dasar pemrograman star delta pada sistem SCADA. Alat yang kita
gunakan untuk melakukan percobaan star delta pada sistem scada yaitu ada komputer, CX
Supervisor, CX Programer, Scada electrical power monitoring system training kit, Kabel
banana, Mesin induksi 3 fasa 5,5 kW, dan kabel HDMI.
VSD digunakan untuk aplikasi di mana kontrol kecepatan sangat penting karena
perubahan beban di mana kecepatan perlu ditingkatkan atau dikurangi. Metode tradisional
yang ada telah mengatasi masalah ini, masingmasing dengan kekurangannya sendiri seperti
arus start motor yang tinggi, faktor daya yang lebih rendah, rugi-rugi energi, dll. Untuk
mengatasi masalah ini, VSD menyediakan pendekatan yang fleksibel dibandingkan dengan
metode tradisional kontrol kecepatan terutama untuk aplikasi tertentu yang tidak
memerlukan kecepatan konstan setiap saat. Penggerak kecepatan variabel adalah peralatan
yang mengatur kecepatan dan torsi putaran keluaran dari sebuah motor listrik. VSD
menggerakkan berbagai sistem dan mesin, seperti pompa limbah dan irigasi, mesin kertas,
pembangkit listrik kipas angin, konveyor penggergajian kayu dan sistem ventilasi rumah
sakit. Faktanya, lebih dari 65 persen energi listrik industri dikonsumsi oleh motor. Dalam
banyak kasus, arus motor pompa yang digerakkan dikendalikan melalui katup yang
mengatur aliran bahan bakar atau baling- baling yang mengontrol aliran udara, sedangkan
kecepatan motor itu sendiri tetap tidak berubah. Metode lainnya, seperti menggunakan
motor dua kecepatan atau mengendalikannya dengan menyalakan atau mematikan, tidak
efisien dari sudut pandang energi. Salah satu alasan utama mengapa VSD menghemat
energi karena dapat mengubah kecepatan motor listrik dengan mengontrol daya yang
diumpankan ke mesin [8]. Dalam penelitian ini, VSD digunakan untuk memasok daya
terkontrol ke motor. VSD akan menerima setting poin untuk arus relatif terhadap torsi dan
referensi kecepatan dari PLC.VSD bekerja dengan mengubah arus listrik DC menjadi
sinyal AC dengan frekuensi yang dapat diatur. Sinyal AC ini kemudian diberikan pada
motor induksi 3 fasa untuk mengontrol kecepatannya. Dengan mengubah frekuensi input
listrik, VSD dapat mengatur kecepatan motor sesuai dengan kebutuhan. Semakin tinggi
frekuensi input listrik yang diberikan pada motor, maka kecepatan motor juga akan semakin
tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah frekuensi input listrik yang diberikan pada
motor, maka kecepatan motor juga akan semakin rendah. Prinsip kerja VSD

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN
Nur Sempoko Bimantaka S.
2021 – 11 – 187

memungkinkan pengguna untuk mengontrol kecepatan motor secara presisi dan efisien,
sehingga dapat menghasilkan produktivitas dan efisiensi yang lebih baik pada sistem yang
digunakan. Rectifier (Penyearah Gelombang) adalah suatu bagian dari rangkaian catu daya
atau power supply yang berfungsi sebagai pengubah sinyal AC menjadi sinyal DC.
Rangkaian rectifier atau penyearah gelombang ini pada umumnya menggunakan dioda
sebagai komponen utamanya. dikarenakan dioda memiliki karakteristik yang hanya
melewatkan arus listrik ke satu arah dan menghambat arus listrik dari arah sebaliknya.
Motor induksi banyak digunakan di industri dan rumah tangga karena motor induksi
tersebut mempunyai konstruksi sederhana, mudah dioperasikan, relatif lebih murah dalam
perawatannya, diperkirakan lebih dari 50% energi listrik dunia yang dihasilkan dikonsumsi
oleh mesin listrik. Adapun jenis motor induksi saat pengoperasiannya dengan sumber
tegangan yang diberikan salah satunya adalah jenis motor induksi tiga phasa. Motor induksi
tiga phasa sering digunakan sebagai penggerak pada peralatan dengan kecepatan penuh
atau kecepatan yang relatif konstan. Konsumsi daya pada motor induksi dengan kecepatan
konstan lebih besar dan hal tersebut dapat menyebabkan pemborosan energi listrik. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan suatu cara untuk menghemat energi
listrik, khususnya dalam pengoperasian motor listrik. Salah satu upaya adalah dengan
menggunakan Variable Speed Drive (VSD) atau dapat disebut juga dengan Variable
Frequency Drive (VFD). Variable speed drive atau variable frekuensi drive adalah suatu
alat yang digunakan untuk mengendalikan kecepatan motor listrik (AC) dengan mengontrol
frekuensi daya listrik yang dipasok ke motor. Pada perangkat tersebut terdapat rectifier,
inverter dan microcontroller [1]. Selain itu, penggunaan motor induksi saat ini masih
banyak menggunakan cara konvensional yaitu menggunakan sistem starting secara
langsung (direct-on-line) atau langsung dihubungkan pada sumber listrik. Penggunaan cara
ini akan menimbulkan arus start yang tinggi pada motor induksi sehingga dapat juga
menyebabkan pemborosan energi listrik. Prinsip kerja SCADA dalam pengendalian proses
industri adalah dengan memantau dan mengontrol parameter-parameter proses secara terus-
menerus, serta memberikan informasi yang akurat dan real-time kepada operator.
Adapun kesalahan-kesalahan pada percobaan praktikum modul kali ini bisa terjadi
factor alat dan factor pada praktikannya, factor pada alat bisa saja alat yang kita yang
gunakan sudah tidak layak digunakan atau tidak berfungsi, dan pada praktikan bisa saja
saat merangkai rangkaian praktikan tidak sesuai dengan pemasangan kabel nya yang sudah
di tentukan.

Laboratorium Sistem Kontrol


IT-PLN

Anda mungkin juga menyukai