Al-Ghaasyiyah
Surah Al-Ghaasyiyah termasuk golongan surah Makkiyah. Terdiri dari 26 ayat, turun setelah
surah Adz-Dzariyat. Bersama surah Al-A’la, surah ini sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam Shalat Id dan Shalat Jum’at, sebagaimana disebutkan dalam hadits dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma dan dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu anhuma,
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam shalat ‘Id (dua hari raya) dan
Jum’at biasa membaca surat al-A’laa dan al-Ghaasyiyah.” (HR. Muslim)
Al-Ghaasyiyah merupakan salah satu nama-nama hari kiamat. Demikian yang dikatakan oleh
Ibnu Abbas, Qatadah, dan Ibnu Zaid, karena hari kiamat itu meliputi dan mengenai seluruh
manusia.[1] Begitu pun Al-Baghawy menyebutkan bahwa yang dimaksud Al- Ghaasyiyah
adalah hari kiamat; dimana segala sesuatu yang ada diliputi kengerian dan kegentingan, taghsya
kullu sya’in bil ahwal.[2]
Kata ghassya dalam bahasa Arab artinya menutup/melapisi. Sedangkan kata ghusiya berarti
pingsan atau hilang kesadaran.
Al-Maraghi menyebutkan, dikatakan demikian (Al-Ghaasiyah) sebab pada hari itu—oleh sebab
kengerian dan kesengsaraannya—akal manusia menjadi hilang atau tertutup. Sayyid Qutb
mengatakan: “Dinamainya hari kiamat dengan nama baru Al-Ghaasyiyah, yakni bencana besar
yang menghilangkan kesadaran manusia karena peristiwa-peristiwa didalamnya.” [3]
ٌاش َعة
ِ ُو ُجوهٌ يَ ْو َمِئ ٍذ َخ
“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina” (Ayat 2)
Pada hari pembalasan itu tampak wajah-wajah penuh kehinaan dan kenistaan. Pada hakikatnya
rasa hina dan nista itu itu terdapat dalam jiwa seseorang, namun dalam ayat ini perasaan tersebut
diungkapkan lewat wajah. Hal ini tiada lain karena—biasanya—wajah seseorang
menggambarkan perasaan yang ada dalam jiwanya. Sehingga rasa hina dan nistanya pun tampak
dari roman mukanya.
“Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa)
hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata:
‘Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka
sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada Hari Kiamat. Ingatlah, sesungguhnya orang-
orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal’”. (QS. As-Syuura: 45)
ٌاصبَة
ِ َعَا ِملَةٌ ن
“Bekerja keras lagi kepayahan.” (Ayat 3)
Mengenai ayat ini Al-Baghawy berkata: “Mereka bekerja dan beramal di dunia bukan di atas
landasan agama Islam. Mereka adalah penyembah berhala, orang-orang kafir dari ahli kitab—
seperti rahib dan lainnya. Allah tidak menerima kesungguhan (ibadah) mereka dalam
kesesatannya itu; maka mereka dimasukkan ke dalam neraka pada hari kiamat. Sedangkan
makna an-nashabu adalah da’bu fil amal (tekun, sungguh-sungguh, rajin, dan gigih) bit-ta’bi
(disertai kelelahan).” [4]
Penjelasan semakna disebutkan oleh Ibnu Katsir: “Yakni telah mengerjakan amal yang sangat
banyak sehingga menuai kepayahan, namun pada hari kiamat kelak akan dicampakkan ke
dalam neraka.” Ibnu Abbas mengatakan: “ Yaitu orang-orang nasrani.”.
Sedangkan Ikrimah dan As-Suddy berkata tentang maksud ayat ini: “Yakni bekerja keras di
dunia dengan berbagai macam maksiat sehingga mereka merasakan kepayahan di dalam
neraka dengan azab dan kebinasaan.”.
Adapun As-Sa’dy memahami ayat ini—”Bekerja keras lagi kepayahan.” yakni kepayahan
ketika diazab; diseret wajahnya dan dibenamkan dalam neraka. Ulama terdahulu yang memaknai
seperti ini adalah At-Thabary, menurutnya ayat ini maknanya adalah: “Bekerja dan berpayah-
payah di dalam neraka.” Menurut tafsir dari Al-Qasyani, setelah orang-orang itu dimasukkan ke
dalam neraka, bekerja keraslah dia, berpayah lelah, berusaha hendak naik dari dalamnya.
Hendak melepaskan diri karena sakitnya azab. Namun usahanya itu hanya mendatangkan lelah
saja, karena dia tidak akan dapat keluar, sebelum azab siksaannya selesai.
Mengenai ayat ini ‘Aidh Al-Qarny menjelaskan: “Lalu mereka akan dibakar dengan api yang
menyala-nyala yang bisa menghanguskan kulit mereka dan melelehkan seluruh anggota tubuh
mereka. Dan siksaan kepada mereka yang demikian itu tidak akan diringankan dan tidak pula
mereka akan dikeluarkan dari siksaan tersebut.”
“Diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.” (Ayat 5)
Ibnu Abbas, Mujahid, al-Hasan, dan as-Suddi mengatakan: “Maksudnya, panas dan mendidih
sampai puncaknya.” Al-Qarny mengatakan: “Mereka diberi minuman yang berasal dari mata
air yang sangat panas dan airnya bisa menghancurkan usus mereka serta mengelupaskan
daging yang membungkus wajah-wajah mereka karena saking panasnya.”
“Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi
yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi: 29)
يع َ س لَ ُه ْم
َ ْط َعا ٌم ِإاَّل ِمن
ٍ ض ِر َ لَ ْي
“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri.” (Ayat 6)
Mengenai dhari’ Ibnu Abbas berkata: “Yaitu pohon dari neraka.” Menurut Sa’id bin Jubair:
“Yakni pohon Zaqqum.” Menurut Mujahid: “Tumbuhan asy-Syibriq, yang oleh penduduk Hijaz
diberi nama ad-dharii’ jika sudah mengering; pohon ini beracun.” Menurut Al-Qarny: “dahan-
dahan berduri yang sudah kering lagi sangat pahit dan sangat panas.”
Bagaimana tidak? Sungguh minuman dan makanan ahli neraka ini adalah minuman dan
makanan yang paling buruk, menjijikkan, dan sangat menyengsarakan. Dalam surah yang lain
dijelaskan,
ين
ٍ ِ سل َ َواَل
ْ ط َعا ٌم ِإاَّل ِمنْ ِغ
“Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah.” (Q.S. Al-
Haqqah: 36)
ِ ون َك َغ ْل ِي ا ْل َح ِم
يم ِ ِوم طَ َعا ُم اَأْلث
ِ ُيم َكا ْل ُم ْه ِل يَ ْغلِي فِي ا ْلبُط ِ ُِّإنَّ ش ََج َرةَ ال َّزق
“Sesungguhnya pohon zaqqum itu makanan orang yang banyak berdosa. sebagai kotoran
minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang amat panas.” (Ad-Dukhan:
43 – 46)
Mengenai ayat ini As-Sa’dy berkata: “Di wajah mereka nampak tanda-tanda kesenangan,
wajah mereka bersinar dan amat bergembira.”
Makna na’imah menurut Al-Maraghy: “Berwajah cerah dan sedap dipandang.” Sedangkan
menurut Al-Baghawy maknanya: “Berada dalam kenikmatan dan kemuliaan.”.
ٌاضيَة
ِ س ْعيِ َها َر
َ ِل
Orang-orang mu’min, mereka merasa senang melihat hasil usaha mereka yang mendapat
keridaan Tuhannya yang kemudian mendapat ganjaran surga yang diidam-idamkannya.[5]
“Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.” (Ayat 11)
Ibnu Katsir berkata: “Di dalam surga yang menjadi tempat tinggal mereka itu engkau tidak
akan mendengar ucapan yang tidak membawa manfaat.”
Di dalam surga terdapat mata air yang airnya bersih, segar, dan mengalir deras untuk
memuliakan orang-orang mukmin.[6]
Tempatnya sungguh tinggi, dan jika seorang mu’min duduk di atasnya—tampak olehnya
kenikmatan yang telah dianugerahkan kepadanya, dan tampak pula olehnya para penghuni surga
yang bergelimang dengan kenikmatan.[7]
Gelas-gelas yang berisi berbagai minuman yang lezat diletakkan di hadapan mereka. Itu semua
dipersiapkan untuk mereka, selalu tersedia kapan pun mereka meminta dan menginginkannya.
[8]
Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan ‘Abd bin Humaid meriwayatkan dari Qatadah, ia berkata :
Ketika Allah menyebutkan sifat-sifat yang ada dalam surga, orang-orang yang sesat merasa
aneh. Maka Allah menurunkan ayat ini,
Orang-orang yang merasa heran dan tidak percaya terhadap gambaran surga diajak berpikir oleh
Allah Ta’ala tentang berbagai macam keajaiban yang bisa mereka lihat di dunia. Mereka diajak
untuk memperhatikan dan memikirkan keajaiban unta yang ada di sekitar mereka.
Unta mampu bertahan hidup tanpa makanan dan air selama delapan hari; mampu mengkonsumsi
air hingga 50 – 100 liter sekali minum; mampu melahap makanan 30 – 50 kg dalam sekali
makan.
Para peneliti modern menemukan bahwa unta memiliki struktur selaput lendir dalam hidungnya
yang 100 kali lebih besar dibandingkan milik manusia, maka ia mampu menyerap sekitar 66%
kelembapan yang ada di udara. Ia mampu menghemat penggunaan air dengan memaksimalkan
pengaliran urea ke dalam tubuhnya secara berulang-ulang. Sedangkan pada makhluk lainnya
urea akan menyebabkan keracunan. Selain itu, unta memiliki dua lapisan bulu mata yang lengket
yang berfungsi melindungi matanya dari terpaan air. Begitu pun lubang hidungnya, yang dapat
ditutup olehnya. Ia bisa bertahan dari badai pasir.
َّ وَِإلَى ال
ْس َما ِء َكيْفَ ُرفِ َعت
Orang-orang pun diajak untuk memperhatikan keajaiban langit. Di surah lainnya Allah Ta’ala
berfirman,
“Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun?”
(QS. Qaf: 6)
ِ َوَِإلَى ا ْل ِجب
ِ ُال َكيْفَ ن
ْصبَت
Orang-orang itu diajak pula untuk memikirkan gunung-gunung. Yakni dengan bentuknya yang
menakjubkan sehingga bumi bisa kokoh, tidak goyah ketika ada goncangan. Bagi musafir
gunung bisa menjadi patokan dalam mengarungi gurun sahara yang luas. Selain itu, dari gunung
tersebut mengalir air yang mendatangkan manfaat bagi kehidupan tanaman dan binatang.
Ia sangat cocok untuk kebutuhan para penghuninya. Bisa memanfaatkan apa-apa yang ada di
permukaan bumi dan apa-apa yang ada di dalam perut bumi berupa jenis aneka tambang dan
mineral yang memberi faedah bagi kehidupan manusia.[9]
Jika orang-orang itu mau memikirkan keajaiban ayat-ayat Allah Ta’ala itu, maka mereka tak
akan heran dengan penjelasan sifat-sifat surga yang dijelaskan di surah ini. Tuhan yang
menciptakan keajaiban di surga kelak adalah Tuhan yang menciptakan keajaiban di alam dunia
ini.
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya agar memberi peringatan dan petunjuk
serta menyampaikan agama-Nya kepada umat manusia, karena tugasnya tidak lain hanyalah
memberi peringatan dengan menyampaikan kabar gembira dan kabar yang menakutkan.
Dalam ayat-ayat ini Allah menerangkan bahwa Nabi-Nya tidak berkuasa menjadikan seorang
beriman akan tetapi Allah-lah yang berkuasa menjadikan manusia beriman.
“Tetapi orang yang berpaling dan kafir, maka Allah akan mengadzabnya dengan adzab yang
besar.” (Ayat 23 – 24)
Al-Qarny berkata tentang makna ayat ini: “Ketahuilah, sesungguhnya orang yang menghindar
dari hidayah, mengingkari risalah, mengabaikan petunjuk, menentang dalil-dalil, dan
mengingkari kebenaran itu kelak akan mendapat azab yang besar.”
As-Sa’dy berkata: “Yakni kembalinya seluruh makhluk dan dikumpulkannya mereka nanti pada
hari kiamat.”
Dalam ayat-ayat ini Allah menerangkan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. Tidak ada
jalan bagi mereka untuk lari dari pada-Nya.
Ialah yang akan menghisab mereka atas perbuatan yang telah mereka perbuat di dunia dan
kemudian menjatuhkan hukuman-Nya.
Ayat-ayat ini adalah penghibur hati bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
sebagai obat kesedihan dan kepedihan hatinya atas keingkaran orang-orang kafir.
Wallahu A’lam….