Anda di halaman 1dari 182

PT.

Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

DOKUMEN LAPORAN
PEMERIKSAAN KELAIKAN FUNGSI BANGUNAN GEDUNG
PT. Acme Indonesia
:JL.Greenland IV AB.15, Greenland Industrial Park, Deltamas, Desa/Kelurahan Sukamahi, Kec.
Cikarang Pusat, Kab.Bekasi, Provinsi Jawa Barat

Disusun oleh:

Tim Pengkaji Teknis Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung


PT. Geospasial Insan Mulia
2023
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang diberikan sehingga setelah
melalui berbagai tahap pelaksanaan dan pemeriksaan baik dari dokumen yang diberikan
(dokumen administratif dan teknis) maupun dari hasil uji/pemeriksaan di lapangan, kami dari
Tim Kajian Teknis Bangunan Gedung dapat melakukan penyusunan dan menyelesaikan laporan
Uji/Pemeriksaan Kelaikan pada Bangunan Gedung PT. Acme Indonesia.

Laporan ini memuat hasil uji/pemeriksaan dokumen administratif dan dokumen teknis
atas Bangunan Gedung PT. Acme Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 27/PRT/M/2018 Tanggal 27 Desember 2018 Tentang SERTIFIKAT LAIK FUNGSI
BANGUNAN GEDUNG. Hasil-hasil pemeriksaan yang meliputi parameter-parameter atas
subjek bangunan telah dilakukan.Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut hampir semua
parameter dan item telah memenuhi syarat kelaikan bangunan gedung.

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap dokumen data/fakta meliputi persyaratan


administratif dan teknis dapat disimpulkan bahwa secara umum desain struktur, arsitektur,
mekanikal elektrikal, kesehatan dan lingkungan bangunan gedung PT. Acme Indonesia yang
terletak di :JL.Greenland IV AB.15, Greenland Industrial Park, Deltamas, Desa/Kelurahan
Sukamahi, Kec. Cikarang Pusat, Kab.Bekasi, Provinsi Jawa Barat, telah sesuai dengan
Pedoman/Syarat dan pelaksanaannya telah sesuai dengan parameter pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor: 29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.

Demikian laporan ini kami sampaikan. Semoga dapat dipergunakan sebagaimana


mestinya

Bekasi, Maret 2023

PT. GEOSPASIAL INSAN MULIA

Direktur Utama

ii
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I : PENDAHULUAN 1
1.1 GAMBARAN UMUM SUBYEK PEMERIKSAAN ...................................................... 1
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN .............................................................................................. 2
1.2.1 MAKSUD 2
1.2.2 TUJUAN 3
1.2.3 SASARAN 3
1.3 LANDASAN PELAKSANAAN KERJA ........................................................................ 3
1.3.1 LANDASAN HUKUM 3
1.3.2 LANDASAN ADMINISTRATIF DAN TEKNIS 4
1.4 LINGKUP PEKERJAAN ................................................................................................ 7
1.4.1 PEMERIKSAAN PERSYARATAN ADMINISTRASI 7
1.4.2 PEMERIKSAAN PERSYARATAN TEKNIS 7
1.5 KELUARAN PEKERJAAN ............................................................................................ 7
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN .................................................................... 7
BAB II : PARAMETER DAN METODE 9
2.1 PARAMETER PEMERIKSAAN .................................................................................... 9
2.1.1 PARAMETER ADMINISTRATIF 11
2.1.2 PARAMETER TEKNIS 11
2.1.3 ANALISIS PEMBEBANAN 108
2.2 METODE PEMERIKSAAN ........................................................................................... 110
2.2.1 ON DESK EVALUATION 110
2.2.2 ON SITE EVALUATION/TEST 110
2.2.3 ON SITE TEST 110
BAB III : PEMERIKSAAN PERSYARATAN TATA BANGUNAN 113
3.1 PEMERIKSAAN BIDANG ARSITEKTUR ............................................................... 113
3.1.1. PEMERIKSAAN PERSYARATAN TATA BANGUNAN GEDUNG 114
3.1.2. PEMERIKSAAN PERSYARATAN PERUNTUKAN BANGUNAN GEDUNG
117
3.1.3. PEMERIKSAAN PERSYARATAN KEMUDAHAN BANGUNAN GEDUNG
123
3.1.4. PEMERIKSAAN PERSYARATAN PEMERIKSAAN KESEHATAN BANGUNAN
GEDUNG Error! Bookmark not defined.
iii
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

3.1.5. PEMERIKSAAN KELENGKAPAN PRASARANA DAN SARANA PEMANFAATAN


BANGUNAN GEDUNG 142
3.2 PEMERIKSAAN PERSYARATAN KEANDALAN BANGUNAN GEDUNG ........ 148
3.2.1 PEMERIKSAAN PERSYARATAN KESELAMATAN BANGUNAN GEDUNG 148
BAB IV MECHANICAL 160
4.1 PEMERIKSAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH........ Error! Bookmark not
defined.
4.2 PEMERIKSAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR KOTOR DAN AIR LIMBAH
Error! Bookmark not defined.
4.3 PEMERIKSAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR HUJAN ..... Error! Bookmark not
defined.
4.4 KLASIFIKASI BAHAYA KEBAKARAN TERHADAP FUNGSI BANGUNAN
Error! Bookmark not defined.
4.5 PROTEKSI KEBAKARAN ........................................ Error! Bookmark not defined.
4.6 PEMERIKSAAN SISTEM FIRE DETECTOR, HYDRANT DAN PIPA
KEBAKARAN ...................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB V ELECTRICAL 160
5.1 PEMERIKSAAN SISTEM KELISTRIKAN .............. Error! Bookmark not defined.
5.2 PENANGKAL PETIR. ............................................... Error! Bookmark not defined.
BAB VI : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 174
6.1 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ASPEK STRUKTUR Error! Bookmark not
defined.
6.1.1 KESIMPULAN Error! Bookmark not defined.
6.1.2 REKOMENDASI Error! Bookmark not defined.
6.2 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ASPEK ARSITEKTURAL ........................ 176
6.2.1 KESIMPULAN 176
6.2.2 REKOMENDASI 176
6.3 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI MEKANIKAL ELEKTRIKAL ............ Error!
Bookmark not defined.
6.3.1 KESIMPULAN Error! Bookmark not defined.
6.3.2 REKOMENDASI Error! Bookmark not defined.

iv
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 GAMBARAN UMUM SUBYEK PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Dokumen Administratif dan Teknis atas Bangunan Gedung PT. Acme Indonesia
didasarkan atas surat perintah kerja dari Manajemen PT. Acme Indonesia tentang permohonan
uji Kelayakan Bangunan Gedung kepada PT. Geospasial Insan Mulia.

Subyek pemeriksaan adalah hasil lapangan dan laporan dari pelaksanaan pembangunan PT.
Acme Indonesia yang beralamatkan di :JL.Greenland IV AB.15, Greenland Industrial Park,
Deltamas, Desa/Kelurahan Sukamahi, Kec. Cikarang Pusat, Kab.Bekasi, Provinsi Jawa Barat

Secara umum lokasi bangunan berada seperti yang tampak pada citra satelit melalui google earth
pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi Bangunan PT. Acme Indonesia


Sumber: google earth

1| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 90 Gambar Bangunan Gudang PT. Acme Indonesia


Sumber: Foto Dokumentasi

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN


1.2.1 MAKSUD
Maksud Kegiatan Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan adalah untuk melakukan
pemeriksaan awal terhadap teknis kelaikan dan keandalan bangunan gedung untuk selanjutnya
dapat ditindaklanjuti dalam melakukan pemeriksaan/audit kelaikan bangunan gedung yang lebih
lengkap dan terperinci guna mendukung pemberlakuan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bangunan
gedung sesuai amanat UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Laik fungsi adalah
suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis
sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan.

2| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

1.2.2 TUJUAN
Tujuan kegiatan pemeriksaan kelaikan bangunan gedung adalah :
1. Terlaksananya pemeriksaan kelaikan fisik bangunan gedung dengan cara pengamatan
visual dan laboratoris serta kajian keilmuan.
2. Mengetahui tingkat keandalan fisik bangunan gedung dalam rangka memenuhi laik fungsi
bangunan gedung tersebut sehingga dapat ditindaklanjuti proses penerbitan Sertifikat Laik
Fungsi (SLF) bangunan gedung.
3. Memberikan hasil rekomendasi upaya perbaikan terhadap fisik bangunan gedung dalam
rangka memenuhi laik fungsi bangunan gedung tersebut sehingga dapat ditindaklanjuti
proses penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bangunan gedung.
4. Terciptanya bangunan gedung yang laik fungsi dan andal sesuai yang diamanatkan dalam
UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

1.2.3 SASARAN
Sasaran yang diharapkan dari kegiatan Pemeriksaaan Kelaikan Fisik Bangunan PT. Acme
Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Obyek bangunan gedung yang diperiksa adalah seluruh bangunan gedung di PT. Acme
Indonesia
2. Pemeriksaan bangunan gedung diprioritaskan kepada bangunan yang sudah memiliki
IMB dan memiliki kelengkapan gambar terbangun as built drawings.
3. Menilai keandalan bangunan gedung PT. Acme Indonesia.
4. Membuat rekomendasi perbaikan secepatnya bila mendeteksi adanya
kelemahan/permasalahan pada aspek struktur bangunan, lingkungan, utilitas dan
arsitektur bangunan sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya atau hal buruk
lainnya.

1.3 LANDASAN PELAKSANAAN KERJA


1.3.1 LANDASAN HUKUM
Untuk dapat melakukan pemeriksaan dokumen maka Tim Kerja harus mempunyai landasan
hukum sebagai dasar untuk melakukan pekerjaan. Landasan yang dipakai untuk melakukan
pemeriksaan dokumen Administratif dan dokumen teknis atas Bangunan Gedung PT. Acme
Indonesia adalah:

3| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 3/PRT/M/2020 Tanggal 31 Januari 2020


Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 27/PRT/M/2018 Tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 27/PRT/M/2018 Tanggal 28 Desember
2018 Tentang SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG.
3. UU Bangunan Gedung no 28/2002 dan PP no 36/2006 tentang Pelaksanaan UU
Bangunan Gedung.
4. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No 10 Tahun 2014 Tentang Bangunan Gedung.

1.3.2 LANDASAN ADMINISTRATIF DAN TEKNIS


Landasan administratif dan teknis dipakai agar secara teknis pekerjaan dapat
dilaksanakan.Landasan yang dimaksud juga dapat disebut sebagai suatu dokumen untuk dapat
melakukan benchmarking pelaksanaan pekerjaan pembangunan atas subjek bangunan yang
diajukan oleh pemohon.

A. Landasan Pemeriksaan Teknis Kelaikan Aspek Arsitektur


Dokumen yang dipakai sebagai landasan pemeriksaan teknis Kelaikan Arsitektur adalah
sebagai berikut ini :
1. Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan
Gedung (SNI 6572-2001)
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1405/MENKES/SK/XI/2002.
3. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung (SNI 2396-
2001)
4. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung (SNI 6575-
2001)
5. Spesifikasi Matra ruang untuk Rumah dan Gedung dan SPM Terkait dengan
Kenyamanan Gerak dan Hubungan Antar ruang (SNI 1979-1990).
6. Standar Minimum Kebutuhan Ruang, Neufert Data Arsitek.
7. Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan
Perumahan (SNI 6383-2000)
8. Tata cara perancangan pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem peringatan bahaya
pada bangunan gedung (SNI 6574-2001)

4| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

9. Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung (SNI 1735 - 2000)
10. Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap
bahaya kebakaran pada bangunan (SNI 1746 - 2000)
11. Tata Cara perancangan sistem transportasi vertikal dalam gedung (lift)
12. (SNI 6573 - 2001)
13. Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, Permen PU No:
29/PRT/M/2006.
14. Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan, Permen PU No: 30/PRT/M/2006.
15. Tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung, Permen PU No : 14/PRT/M/2017
16. Dokumen As Built Drawing.

B. Landasan Pemeriksaan Teknis Kelaikan Aspek Struktur


Dokumen yang dipakai sebagai landasan pemeriksaan teknis Kelaikan Struktur adalah
sebagai berikut :
1. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung/TCPKGU
Bangunan (SNI 1726 : 2012)
2. Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 1727 : 2013)
3. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 2847 : 2013)
4. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 1729 : 2015)
5. Tata cara perencanaan struktur bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan rumah dan gedung (SNI 6197 : 2000)
6. Spesifikasi beton struktural (SNI 6880:2016)
7. Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, Permen PU No:
29/PRT/M/2006.
8. Dokumen Perhitungan Struktur.
9. Dokumen As Built Drawing.
10. Hasil Uji Bahan.

C. Landasan Pemeriksaan Teknis Kelaikan Kesehatan dan Lingkungan


Dokumen yang dipakai sebagai landasan pemeriksaan teknis Kelaikan Kesehatan dan
Lingkungan adalah sebagai berikut ini :
5| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

1. Per. Men.Kes. RI No 492/Men.Kes/Per/IV/2010. Peraturan ini terkait dengan standar


kualitas air minum di Indonesia.
2. Per. Men.Kes. RI No 416/Men.Kes/Per/IX/1990. Peraturan ini terkait dengan standar
kualitas air tanah di Indonesia.

D. Landasan Pemeriksaan Teknis Kelaikan Aspek Utilitas Bangunan (Mekanikal Elektrikal


Plumbing)
Dokumen yang dipakai sebagai landasan pemeriksaan teknis KelaikanUtilitas Bangunan
(Mekanikal Elektrikal Plumbing)adalah sebagai berikut ini :
1. Peraturan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011).
2. Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir.
3. Permenakertran No.Per.04/Men/1980 tentang Syarat - syarat Pemasangan Dan
Pemeliharan Alat Pemadam Api Ringan
4. Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
Pada Bangunan Rumah dan Gedung (SNI 1736 : 2000)
5. Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Selang Untuk Pencegahan
Bahaya Kebakaran Pada Bangunan atau Gedung (SNI 1745 : 2000)
6. Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem sprinkler otomatik untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung (SNI 3989 : 2000)
7. Instalasi Pompa Yang Dipasang Tetap Untuk Proteksi Kebakaran (SNI 6570 : 2001)
8. Pengendalian Asap Kebakaran Pada Bangunan Gedung (SNI 6571 : 2001)
9. Sistem manajemen asap di dalam mal, atrium dan ruangan bervolume besar (SNI 6571
: 2001)
10. Permen PU No. 26/PRT/M/2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
11. Tegangan Standar, (SNI 04-0227-2003)
12. Sistem Plambing 2015 ( 8153 : 2015)
13. Dokumen As Built Drawing

6| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

1.4 LINGKUP PEKERJAAN


Lingkup pemeriksaan subjek bangunan atau Uji/Pemeriksaan Kelaikan Bangunan Gedung PT.
Acme Indonesia meliputi :

1.4.1 PEMERIKSAAN PERSYARATAN ADMINISTRASI


Pemeriksaan syarat administrasi yang dimaksud meliputi:
1. Pemeriksaan kesesuaian data aktual (terakhir) dengan data dalam dokumen status hak
atas tanah.
2. Pemeriksaan kesesuaian data aktual (terakhir) dengan data dalam IMB dan/atau dokumen
status kepemilikan bangunan gedung.
3. Pemeriksaan kepemilikan IMB.
4. Pemeriksaan Dokumen Konstruksi
5. Pemeriksaan Dokumen Penunjang

1.4.2 PEMERIKSAAN PERSYARATAN TEKNIS


Pemeriksaan persyaratan teknis mempunyai tujuan untuk
1. Memeriksa kesesuaian antara data aktual (terakhir), ketentuan/syarat-syarat sebagaimana
disampaikan pada 1.2.2) dengan data dalam dokumen pelaksanaan struktur bangunan
termasuk as built drawing.
2. Pengujian/test lapangan (on site) dan/atau di laboratorium pada aspek-aspek pengujian
sesuai daftar simak dari Permen PU No 27/PRT/M/2018 Lampiran 2

1.5 KELUARAN PEKERJAAN


Hasil dari Pekerjaan Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung PT. Acme
Indonesiaadalah berupa Laporan Kelaikan Bangunan Gedung PT. Acme Indonesiaguna
pengurusan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN


Sistematika penyusunan Laporan Pemeriksaan Kelaikan Bangunan Gedung PT. Acme
Indonesia ini disusun menjadi 4 (empat) bab sebagai berikut.

7| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada Bab 1 ini dibahas tentang latar belakang, gambaran umum subyek pemeriksaan,
maksud, tujuan, keluaran, dan, sistematika pembahasan.

BAB 2 PARAMETER DAN METODOLOGI

Pada Bab 2 akan dibahas tentang parameter pemeriksaan dan metodologi pelaksanaan
pekerjaan Pemeriksaan Kelaikan Bangunan Gedung PT. Acme Indonesia

BAB 3 ANALISIS HASIL PENGUJIAN

Pada Bab 3 akan dibahas mengenai hasil pemeriksaan dan hasil penilaian kelaikan bangunan
yang telah dilakukan terhadap bangunan gedung PT. Acme Indonesia berdasarkan aspek
teknis arsitektur, struktur dan utilitas bangunan (mekanikal elektrikal dan plumbing).

BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada Bab 4 akan dibahas mengenai kesimpulan dan rekomendasi terhadap hasil survey dan
analisa, rekomendasi dinas/instansi terkait serta penilaian kelaikan bangunan gedung PT.
Acme Indonesia

8| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

BAB II : PARAMETER DAN METODE


2.1 PARAMETER PEMERIKSAAN
Dokumen administratif dan dokumen teknis pelaksanaan suatu bangunan dapat
diinterpretasikan sebagai suatu data yang tersebar mulai dari awal saat bangunan mulai
direncanakan, pada saat proses perencanaan dan pada saat bangunan dilaksanakan. Agar
bangunan yang dibangun menjadi bangunan yang laik pakai maka mulai dari perencanaan
sampai pada pelaksanaan harus memenuhi kaidah, prinsip dasar, pedoman dan syarat-syarat.
Kaidah, prinsip dasar, syarat-syarat yang dimaksud kesemuanya secara kolektif sudah tercantum
di dalam Landasan Administratif dan Teknis sebagaimana disajikan pada Bab I Butir 1.2.1.B
Kaidah Teknis secara umum juga bisa disimpulkan dari landasan hukum UU Bangunan Gedung
No 28 Tahun 2002 sebagaimana disajikan pada Gambar di bawah ini.

Gambar 2Matriks Keandalan Bangunan menurut UU Bangunan Gedung No 28/2002


Sumber: diolah oleh Penyusun

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2002 Tentang Bangunan


Gedung bahwa penyelenggaraan bangunan gedung berdasarkan asas kemanfaatan, keselamatan,
keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya. Untuk memenuhi asas
diatas maka pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk:

9| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

1. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung
yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis
bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;
3. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Tabel 1 Aspek Keandalan Bangunan

Aspek Keterangan

Keselamatan ● kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan,

● kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi


bahaya kebakaran dan bahaya petir.

Kesehatan ● Penghawaan

● Pencahayaan

● Sanitasi

● Bahan bangunan

Kenyamanan ● Ruang gerak

● Hubungan antar ruang

● Kondisi udara dalam ruangan

● Pandangan

● Getaran

● Kebisingan

Kemudahan ● Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam ruang (kemudahan


hubungan horizontal, hubungan vertikal, jalur evakuasi serta
tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan
nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia)

● Kelengkapan prasarana dan sarana (penyediaan fasilitas yang cukup


untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir,
tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.

10| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Agar pemeriksaan terhadap kualitas penyediaan bangunan dapat dilakukan maka


disusunlah parameter-parameter berdasarkan standar dan peraturan yang sudah disebutkan
sebelumnya pada Bab I. Dengan parameter-parameter tersebut maka kualitas pelaksanaan
bangunan dari aspek keselamatan struktur dapat dinilai yaitu dengan membandingkan antara
ketentuan/syarat tiap-tiap parameter dengan data pelaksanaan pekerjaan sebagai berikut

2.1.1 PARAMETER ADMINISTRATIF


A. Data Umum
1. Nama Bangunan
2. Lokasi/Alamat
3. Data Pemilik Bangunan Gedung atau Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung
4. Data Status Kepemilikan Tanah : Bukti Status Hak atas tanah atau Izin pemanfaatan Tanah
dari pemegang Hak atas tanah
5. Data Status Kepemilikan Bangunan Gedung : Hak atas Gedung dan atau Izin pemanfaatan
dari pemegang Hak atas Gedung
6. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
7. SLF terdahulu bila perpanjangan
8. Keterangan Rencana Kota (KRK) bila belum memiliki IMB
9. Gambar Perencanaan Teknis
B. Data Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Gedung
1. Tahun Pembangunan
2. Sejarah kepemilikan, kerusakan, dan fungsi bangunan gedung
3. Data Perencana
4. Data Kontraktor
5. Data Pengawas
6. Gambar Sesuai Terbangun (As Built Drawing)
7. Dokumen Pendukung Lainnya:
a. Dokumentasi setiap Tahap Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Gedung
b. Laporan Inspeksi berkala pelaksanaan konstruksi bangunan gedung
c. Dokumen Ikatan Kerja
d. Laporan Pengawasan Konstruksi Bangunan Gedung
e. Rekomendasi Teknis dari Perangkat Daerah terkait
f. Manual Pengoperasian, Pemeliharaan, dan Perawatan

11| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

C. Kesesuaian Tata Bangunan dan Lingkungan


1. Peruntukan Lokasi : Mengidentifikasi kesesuaian peruntukan lokasi berdasarkan tata ruang
yang ada (RTRW, RDTR, RTBL dll)
2. Intensitas Bangunan Gedung: Mengidentifikasi kesesuaian intensitas bangunan gedung
yang ada
a. KDB
b. KLB
c. GSB
d. Jarak Bebas Bangunan Gedung
e. Pemisah di Sepanjang Halaman Depan/Samping/ Belakang Gedung

2.1.2 PARAMETER TEKNIS


Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan
keandalan bangunan gedung.Persyaratan tata bangunan dan lingkungan meliputi persyaratan
peruntukan, intensitas, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak
lingkungan.Sedangkan persyaratan keandalan meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan.

A. Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan


1. Peruntukan Lokasi

a. Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur
dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan dari lokasi yang bersangkutan.
b. Ketentuan tata ruang dan tata bangunan ditetapkan melalui:
- Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah;
- Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR); dan
- Peraturan bangunan setempat dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
c. Peruntukan lokasi merupakan peruntukan utama sedangkan peruntukan penunjangnya
sebagaimana ditetapkan di dalam ketentuan tata bangunan yang ada di daerah setempat
atau berdasarkan pertimbangan teknis dinas yang menangani bangunan gedung.
d. Setiap pihak yang memerlukan keterangan atau ketentuan tata ruang dan tata bangunan
dapat memperolehnya secara terbuka melalui dinas yang terkait.

12| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

e. Keterangan atau ketentuan mengenai ketentuan tata ruang dan tata bangunan meliputi
keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas bangunan, seperti kepadatan
bangunan, ketinggian bangunan, dan garis sempadan bangunan.
f. Dalam hal rencana-rencana tata ruang dan tata bangunan belum ada, Kepala Daerah
dapat memberikan pertimbangan atas ketentuan yang diperlukan, dengan tetap
mengadakan peninjauan seperlunya terhadap rencana tata ruang dan tata bangunan
yang ada di daerah.
g. Bagi daerah yang belum memiliki RTRW, RRTR, ataupun peraturan bangunan
setempat dan RTBL, maka Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan membangun
bangunan gedung dengan pertimbangan:
1) Persetujuan membangun tersebut bersifat sementara sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan tata ruang yang lebih makro, kaidah perencanaan kota
dan penataan bangunan;
2) Kepala Daerah segera menyusun dan menetapkan RRTR, peraturan bangunan
setempat dan RTBL berdasarkan rencana tata ruang yang lebih makro;
3) Apabila persetujuan yang telah diberikan terdapat ketidaksesuaian dengan rencana
tata ruang dan tata bangunan yang ditetapkan kemudian, maka perlu diadakan
penyesuaian dengan resiko ditanggung oleh pemohon/pemilik bangunan;
4) Bagi daerah yang belum memiliki RTRW Daerah, Kepala Daerah dapat memberikan
persetujuan membangun bangunan pada daerah tersebut untuk jangka waktu
sementara;
5) Apabila di kemudian hari terdapat penetapan RTRW daerah yang bersangkutan,
maka bangunan tersebut harus disesuaikan dengan rencana tata ruang yang
ditetapkan.

h. Pembangunan bangunan gedung diatas jalan umum, saluran, atau sarana lain perlu
mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan daerah;
- Tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas kendaraan, orang, maupun barang;
- Tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada dibawah dan/atau diatas
tanah; dan
- Tetap memperhatikan keserasian bangunan terhadap lingkungannya.

13| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

i. Pembangunan bangunan gedung dibawah tanah yang melintasi sarana dan prasarana
jaringan kota perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan
sebagai berikut:
- Tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan Daerah;
- Tidak untuk fungsi hunian atau tempat tinggal;
- Tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada dibawah tanah;
- Penghawaan dan pencahayaan bangunan telah memenuhi persyaratan kesehatan
sesuai fungsi bangunan; dan
- Memiliki sarana khusus untuk kepentingan keamanan dan keselamatan bagi
pengguna bangunan.

j. Pembangunan bangunan gedung dibawah atau diatas air perlu mendapatkan


persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan daerah;
- Tidak mengganggu keseimbangan lingkungan, dan fungsi lindung kawasan;
- Tidak menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkungan;
- Tidak menimbulkan pencemaran; dan
- Telah mempertimbangkan faktor keamanan, kenyamanan, kesehatan, dan
aksesibilitas bagi pengguna bangunan.

k. Pembangunan bangunan gedung pada daerah hantaran udara (transmisi) tegangan


tinggi perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai
berikut:
- Tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan daerah;
- Letak bangunan minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari as (proyeksi) jalur tegangan
tinggi terluar;
- Letak bangunan tidak boleh melebihi atau melampaui garis sudut 45° (empat puluh
lima derajat) diukur dari as (proyeksi) jalur tegangan tinggi terluar;
- Setelah mendapat pertimbangan teknis dari para ahli terkait.

2. Intensitas Bangunan Gedung


a. Kepadatan dan Ketinggian Bangunan Gedung

14| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

1) Bangunan gedung yang didirikan harus memenuhi persyaratan kepadatan dan


ketinggian bangunan gedung berdasarkan rencana tata ruang wilayah daerah yang
bersangkutan, rencana tata bangunan dan lingkungan yang ditetapkan, dan peraturan
bangunan setempat.
2) Kepadatan bangunan meliputi ketentuan tentang Koefisien Dasar Bangunan (KDB),
yang dibedakan dalam tingkatan KDB padat, sedang, dan renggang.
3) Ketinggian bangunan, meliputi ketentuan tentang Jumlah Lantai Bangunan (JLB),
dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang dibedakan dalam tingkatan KLB tinggi,
sedang, dan rendah.
4) Persyaratan kinerja dari ketentuan kepadatan dan ketinggian bangunan ditentukan
oleh:
• kemampuannya dalam menjaga keseimbangan daya dukung lahan dan
optimalnya intensitas pembangunan;
• kemampuannya dalam mencerminkan keserasian bangunan dengan lingkungan;
• kemampuannya dalam menjamin kesehatan dan kenyamanan pengguna serta
masyarakat pada umumnya.
5) Untuk suatu kawasan atau lingkungan tertentu, seperti kawasan wisata, pelestarian
dan lain-lain, dengan pertimbangan kepentingan umum dan dengan persetujuan
Kepala Daerah, dapat diberikan kelonggaran atau pembatasan terhadap ketentuan
kepadatan, ketinggian bangunan dan ketentuan tata bangunan lainnya dengan tetap
memperhatikan keserasian dan kelestarian lingkungan.
6) Ketinggian bangunan pada kawasan atau lingkungan tertentu diatas tidak
diperkenankan mengganggu lalu-lintas udara.

b. Penetapan KDB dan Jumlah Lantai/KLB

1) Penetapan besarnya kepadatan dan ketinggian bangunan gedung di atas ditetapkan


dengan mempertimbangkan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas
pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian
lingkungan.

2) Apabila KDB dan JLB/KLB belum ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana tata
bangunan dan lingkungan, peraturan bangunan setempat, maka Kepala Daerah dapat

15| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

menetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan dan setelah mendengarkan pendapat


teknis para ahli terkait.

3) Ketentuan besarnya KDB dan JLB/KLB dapat diperbarui sejalan dengan


pertimbangan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya
dukung lahan/lingkungan, dan setelah mendengarkan pendapat teknis para ahli
terkait.

4) Dengan pertimbangan kepentingan umum dan ketertiban pembangunan, Kepala


Daerah dapat menetapkan rencana perpetakan dalam suatu kawasan/lingkungan
dengan persyaratan:

- Setiap bangunan yang didirikan harus sesuai dengan rencana perpetakan yang telah
diatur di dalam rencana tata ruang;
- Apabila perpetakan tidak ditetapkan, maka KDB dan KLB diperhitungkan
berdasarkan luas tanah di belakang garis sempadan jalan (GSJ) yang dimiliki;
- Untuk persil-persil sudut bilamana sudut persil tersebut dilengkungkan atau
disikukan, untuk memudahkan lalu lintas, maka lebar dan panjang persil tersebut
diukur dari titik pertemuan garis perpanjangan pada sudut tersebut dan luas persil
diperhitungkan berdasarkan lebar dan panjangnya;
- Penggabungan atau pemecahan perpetakan dimungkinkan dengan ketentuan KDB
dan KLB tidak dilampaui, dan dengan memperhitungkan keadaan lapangan,
keserasian dan keamanan lingkungan serta memenuhi persyaratan teknis yang telah
ditetapkan;
- Dimungkinkan adanya pemberian dan penerimaan besaran KDB/KLB diantara
perpetakan yang berdekatan, dengan tetap menjaga keseimbangan daya dukung
lahan dan keserasian lingkungan.
5) Dimungkinkan adanya kompensasi berupa penambahan besarnya KDB. JLB/KLB
bagi perpetakan tanah yang memberikan sebagian luas tanahnya untuk kepentingan
umum.
6) Penetapan besarnya KDB, JLB/KLB untuk pembangunan bangunan gedung di atas
fasilitas umum adalah setelah mempertimbangkan keserasian, keseimbangan dan
persyaratan teknis serta mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait.

16| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

c. Perhitungan KDB dan KLB Perhitungan KDB maupun KLB ditentukan dengan
pertimbangan sebagai berikut:
1) Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan
sampai batas dinding terluar;
2) Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya
lebih dari 1,20m di atas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100 %;
3) Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi oleh
dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan dihitung 50 %, selama tidak
melebihi 10 % dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang
ditetapkan;
4) Overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya tersebut
dianggap sebagai luas lantai denah;
5) Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas
lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;
6) Luas lantai bangunan yang diperhitungkan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam
perhitungan KLB, asal tidak melebihi 50 % dari KLB yang ditetapkan, selebihnya
diperhitungkan 50 % terhadap KLB;
7) Ram dan tangga terbuka dihitung 50 %, selama tidak melebihi 10 % dari luas lantai
dasar yang diperkenankan;
8) Dalam perhitungan KDB dan KLB, luas tapak yang diperhitungkan adalah yang
dibelakang GSJ;
9) Batasan perhitungan luas ruang bawah tanah (besmen) ditetapkan oleh Kepala
Daerah dengan pertimbangan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan pendapat
teknis para ahli terkait;
10) Untuk pembangunan yang berskala kawasan (superblock), perhitungan KDB dan
KLB adalah dihitung terhadap total seluruh lantai dasar bangunan, dan total
keseluruhan luas lantai bangunan dalam kawasan tersebut terhadap total keseluruhan
luas kawasan;
11) Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh
ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 m, maka ketinggian bangunan tersebut
dianggap sebagai dua lantai;
12) Mezanin yang luasnya melebihi 50 % dari luas lantai dasar dianggap sebagai
lantai penuh.
17| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

d. Garis Sempadan (Muka) Bangunan Gedung


1) Garis Sempadan Bangunan ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana tata
bangunan dan lingkungan, serta peraturan bangunan setempat.
2) Dalam mendirikan atau memperbarui seluruhnya atau sebagian dari suatu bangunan,
Garis Sempadan Bangunan yang telah ditetapkan tidak boleh dilanggar.
3) Apabila Garis Sempadan Bangunan sebagaimana dimaksud pada butir a. tersebut
belum ditetapkan, maka Kepala Daerah dapat menetapkan GSB yang bersifat
sementara untuk lokasi tersebut pada setiap permohonan perizinan mendirikan
bangunan.
4) Penetapan Garis Sempadan Bangunan didasarkan pada pertimbangan keamanan,
kesehatan, kenyamanan, dan keserasian dengan lingkungan serta ketinggian
bangunan.
5) Daerah menentukan garis-garis sempadan pagar, garis sempadan muka bangunan,
garis sempadan loteng, garis sempadan podium, garis sempadan menara, begitu pula
garis-garis sempadan untuk pantai, sungai, danau, jaringan umum dan lapangan
umum.
6) Pada suatu kawasan/lingkungan yang diperkenankan adanya beberapa klas bangunan
dan di dalam kawasan peruntukan campuran, untuk tiap-tiap klas bangunan dapat
ditetapkan garis-garis sempadannya masing-masing.
7) Dalam hal garis sempadan pagar dan garis sempadan muka bangunan berimpit (GSB
sama dengan nol), maka bagian muka bangunan harus ditempatkan pada garis
tersebut.
8) Daerah berwenang untuk memberikan pembebasan dari ketentuan dalam butir g,
sepanjang penempatan bangunan tidak mengganggu jalan dan penataan bangunan
sekitarnya.
9) Ketentuan besarnya GSB dapat diperbarui dengan pertimbangan perkembangan kota,
kepentingan umum, keserasian dengan lingkungan, maupun pertimbangan lain
dengan mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait.

e. Garis Sempadan (Samping Dan Belakang) Bangunan Gedung


1) Kepala Daerah dengan pertimbangan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan, juga
menetapkan garis sempadan samping kiri dan kanan, serta belakang bangunan

18| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

terhadap batas persil, yang diatur di dalam rencana tata ruang, rencana tata bangunan
dan lingkungan, dan peraturan bangunan setempat.
2) Sepanjang tidak ada jarak bebas samping maupun belakang bangunan yang ditetapkan,
maka Kepala Daerah menetapkan besarnya garis sempadan tersebut dengan setelah
mempertimbangkan keamanan, kesehatan dan kenyamanan, yang ditetapkan pada
setiap permohonan perizinan mendirikan bangunan.

3) Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan/benda-


benda yang mudah terbakar dan/atau bahan berbahaya, maka Kepala Daerah dapat
menetapkan syarat-syarat lebih lanjut mengenai jarak-jarak yang harus dipatuhi, diluar
yang diatur dalam butir a.
4) Pada daerah intensitas bangunan padat/rapat, maka garis sempadan samping dan
belakang bangunan harus memenuhi persyaratan:
• Bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan;
• Struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 cm
kearah dalam dari batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal;
• Untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan
bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan
untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu;
• Pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan
jarak bebas belakang ditentukan minimal setengah dari besarnya garis sempadan
muka bangunan.

f. Jarak Bebas Bangunan Gedung


1) Pada daerah intensitas bangunan rendah/renggang, maka jarak bebas samping dan
belakang bangunan harus memenuhi persyaratan:
• Jarak bebas samping dan jarak bebas belakang ditetapkan minimum 4 m pada lantai
dasar, dan pada setiap penambahan lantai/tingkat bangunan, jarak bebas di atasnya
ditambah 0,50 m dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai jarak bebas
terjauh 12,5 m, kecuali untuk bangunan rumah tinggal, dan sedangkan untuk
bangunan gudang serta industri dapat diatur tersendiri;

19| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

• Sisi bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak dibangun
pada kedua sisi samping kiri dan kanan serta bagian belakang yang berbatasan
dengan pekarangan.
2) Pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun.
3) Jarak bebas antara dua bangunan dalam suatu tapak diatur sebagai berikut:
• Dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan, maka jarak
antara dinding atau bidang tersebut minimal dua kali jarak bebas yang ditetapkan;
• Dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok tertutup
dan yang lain merupakan bidang terbuka dan/atau berlubang, maka jarak antara
dinding tersebut minimal satu kali jarak bebas yang ditetapkan;
• Dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan, maka jarak
dinding terluar minimal setengah kali jarak bebas yang ditetapkan.

g. Pemisah di Sepanjang Halaman Depan/Samping/ Belakang Gedung


1) Halaman muka dari suatu bangunan harus dipisahkan dari jalan menurut cara yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah, dengan memperhatikan keamanan, kenyamanan, serta
keserasian lingkungan.
2) Kepala Daerah menetapkan ketinggian maksimum pemisah halaman muka.
3) Untuk sepanjang jalan atau kawasan tertentu, Kepala Daerah dapat menerapkan desain
standar pemisah halaman yang dimaksudkan dalam butir i.
4) Dalam hal yang khusus Kepala Daerah dapat memberikan pembebasan dari ketentuan-
ketentuan dalam butir i dan ii, dengan setelah mempertimbangkan hal teknis terkait.
5) Dalam hal pemisah berbentuk pagar, maka tinggi pagar pada GSJ dan antara GSJ
dengan GSB pada bangunan rumah tinggal maksimal 1,50 m di atas permukaan tanah,
dan untuk bangunan bukan rumah tinggal termasuk untuk bangunan industri maksimal
2 m di atas permukaan tanah pekarangan.
6) Pagar harus tembus pandang, dengan bagian bawahnya dapat tidak tembus pandang
maksimal setinggi 1 m di atas permukaan tanah pekarangan.
7) Untuk bangunan-bangunan tertentu, Kepala Daerah dapat menetapkan lain terhadap
ketentuan.
8) Penggunaan kawat berduri sebagai pemisah disepanjang jalan-jalan umum tidak
diperkenankan.

20| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

9) Tinggi pagar batas pekarangan sepanjang pekarangan samping dan belakang untuk
bangunan renggang maksimal 3 m di atas permukaan tanah pekarangan, dan apabila
pagar tersebut merupakan dinding bangunan rumah tinggal bertingkat tembok
maksimal 7 m dari permukaan tanah pekarangan, atau ditetapkan lebih rendah setelah
mempertimbangkan kenyamanan dan kesehatan lingkungan.
10) Antara halaman belakang dan jalur-jalur jaringan umum kota harus diadakan
pemagaran. Pada pemagaran ini tidak boleh diadakan pintu-pintu masuk, kecuali jika
jalur-jalur jaringan umum kota direncanakan sebagai jalur jalan belakang untuk umum
.
11) Kepala Daerah berwenang untuk menetapkan syarat-syarat lebih lanjut yang berkaitan
dengan desain dan spesifikasi teknis pemisah di sepanjang halaman depan, samping,
dan belakang bangunan.
12) Kepala Daerah dapat menetapkan tanpa adanya pagar pemisah halaman depan,
samping maupun belakang bangunan pada ruas-ruas jalan atau kawasan tertentu,
dengan pertimbangan kepentingan kenyamanan, kemudahan hubungan (aksesibilitas),
keserasian lingkungan, dan penataan bangunan dan lingkungan yang diharapkan.

3. Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung


a. Persyaratan Penampilan Bangunan Gedung
1) Ketentuan Umum

a) Bentuk denah bangunan gedung sedapat mungkin simetris dan sederhana, guna
mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa.

Gambar 3 Bentuk Denah Bangunan Gedung

21| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

b) Dalam hal denah bangunan gedung berbentuk T, L, atau U, maka harus dilakukan
pemisahan struktur atau dilatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat gempa
atau penurunan tanah.
c) Denah bangunan gedung berbentuk sentris (bujur sangkar, segi banyak, atau
lingkaran) lebih baik daripada denah bangunan yang berbentuk memanjang dalam
mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa.
d) Atap bangunan gedung harus dibuat dari konstruksi dan bahan yang ringan untuk
mengurangi intensitas kerusakan akibat gempa.

Gambar 4 Atap Bangunan Gedung

e) Penempatan bangunan gedung tidak boleh mengganggu fungsi prasarana kota, lalu
lintas dan ketertiban umum.
f) Pada lokasi-lokasi tertentu Kepala Daerah dapat menetapkan secara khusus arahan
rencana tata bangunan dan lingkungan.
g) Pada jalan-jalan tertentu, perlu ditetapkan penampang-penampang (profil) bangunan
untuk memperoleh pemandangan jalan yang memenuhi syarat keindahan dan
keserasian.
h) Bilamana dianggap perlu, persyaratan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan ini dapat
ditetapkan pelaksanaannya oleh Kepala Daerah dengan membentuk suatu panitia
khusus yang bertugas memberi nasehat teknis mengenai ketentuan tata bangunan dan
lingkungan.

22| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

i) Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan memperhatikan bentuk dan


karakteristik arsitektur lingkungan yang ada di sekitarnya, atau yang mampu sebagai
pedoman arsitektur atau panutan bagi lingkungannya.
j) Setiap bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan yang
dilestarikan, harus serasi dengan bangunan yang dilestarikan tersebut.
k) Bangunan yang didirikan sampai pada batas samping persil, tampak bangunannya
harus bersambungan secara serasi dengan tampak bangunan atau dinding yang telah
ada di sebelahnya.
l) Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan terciptanya
ruang luar bangunan yang nyaman dan serasi terhadap lingkungannya.
m) Bentuk, tampak, profil, detail, material maupun warna bangunan harus dirancang
memenuhi syarat keindahan dan keserasian lingkungan yang telah ada dan/atau yang
direncanakan kemudian, dengan tidak menyimpang dari persyaratan fungsinya.
n) Bentuk bangunan gedung sesuai kondisi daerahnya harus dirancang dengan
mempertimbangkan kestabilan struktur dan ketahanan nya terhadap gempa.
o) Syarat-syarat lebih lanjut mengenai tinggi/tingkat dan segala sesuatunya ditetapkan
berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam rencana tata ruang, dan/atau rencana tata
bangunan dan lingkungan yang ditetapkan untuk daerah/lokasi tersebut.

2) Tapak Bangunan
a) Tinggi rendah (peil) pekarangan harus dibuat dengan tetap menjaga keserasian
lingkungan serta tidak merugikan pihak lain.
b) Penambahan lantai atau tingkat suatu bangunan gedung diperkenankan apabila masih
memenuhi batas ketinggian yang ditetapkan dalam rencana tata ruang kota, dengan
ketentuan tidak melebihi KLB, harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku dan
keserasian lingkungan.
c) Penambahan lantai/tingkat harus memenuhi persyaratan keamanan struktur.
d) Pada daerah/lingkungan tertentu dapat ditetapkan:
• Ketentuan khusus tentang pemagaran suatu pekarangan kosong atau sedang
dibangun, pemasangan nama proyek dan sejenisnya dengan memperhatikan
keamanan, keselamatan, keindahan dan keserasian lingkungan;
• Larangan membuat batas fisik atau pagar pekarangan;

23| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

• Ketentuan penataan bangunan yang harus diikuti dengan memperhatikan


keamanan, keselamatan, keindahan dan keserasian lingkungan;
• Perkecualian kelonggaran terhadap ketentuan butir (2) di atas dapat diberikan untuk
bangunan perumahan dan bangunan sosial dengan memperhatikan keserasian dan
arsitektur lingkungan.

3) Bentuk Bangunan

a) Bentuk bangunan gedung harus dirancang sedemikian rupa sehingga setiap ruang-
dalam dimungkinkan menggunakan pencahayaan dan penghawaan alami.
b) Ketentuan pencahayaan dan penghawaan alami di atas tidak berlaku apabila sesuai
fungsi bangunan diperlukan sistem pencahayaan dan penghawaan buatan.
c) Ketentuan pencahayaan dan penghawaan buatan harus tetap mengacu pada prinsip-
prinsip konservasi energi.
d) Untuk bangunan dengan lantai banyak, kulit atau selubung bangunan harus
memenuhi persyaratan konservasi energi.
e) Aksesibilitas bangunan harus mempertimbangkan kemudahan bagi semua orang,
termasuk para penyandang cacat dan lansia.
f) Suatu bangunan gedung tertentu berdasarkan letak, ketinggian dan penggunaannya,
harus dilengkapi dengan perlengkapan yang berfungsi sebagai pengaman terhadap
lalu lintas udara dan/atau lalu lintas laut.

b. Persyaratan Tata Ruang - Dalam Bangunan Gedung


1) Ketentuan Umum

a) Penempatan dinding-dinding penyekat dan lubang-lubang pintu/jendela diusahakan


sedapat mungkin simetris terhadap sumbu-sumbu denah bangunan mengantisipasi
terjadinya kerusakan akibat gempa.

Gambar 5 Penempatan Dinding-Dinding Penyekat dan Lubang-Lubang Pintu/ Jendela

24| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

b) Bidang-bidang dinding sebaiknya membentuk kotak-kotak tertutup untuk


mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa.

Gambar 6 Bidang-bidang dinding sebaiknya membentuk kotak-kotak tertutup

c) Tinggi ruang adalah jarak terpendek dalam ruang diukur dari permukaan bawah
langit-langit ke permukaan lantai.
d) Ruangan dalam bangunan harus mempunyai tinggi yang cukup untuk fungsi yang
diharapkan.
e) Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi ruang dan arsitektur
bangunannya.
f) Dalam hal tidak ada langit-langit, tinggi ruang diukur dari permukaan atas lantai
sampai permukaan bawah dari lantai di atasnya atau sampai permukaan bawah kaso-
kaso.
g) Bangunan atau bagian bangunan yang mengalami perubahan perbaikan, perluasan,
penambahan, tidak boleh menyebabkan berubahnya fungsi/penggunaan utama,
karakter arsitektur bangunan dan bagian-bagian bangunan serta tidak boleh
mengurangi atau mengganggu fungsi sarana jalan keluar/masuk.
h) Perubahan fungsi dan penggunaan ruang suatu bangunan atau bagian bangunan dapat
diizinkan apabila masih memenuhi ketentuan penggunaan jenis bangunan dan dapat
menjamin keamanan dan keselamatan bangunan serta penghuninya.
i) Ruang penunjang dapat ditambahkan dengan tujuan memenuhi kebutuhan kegiatan
bangunan, sepanjang tidak menyimpang dari penggunaan utama bangunan.
j) Jenis dan jumlah kebutuhan fasilitas penunjang yang harus disediakan pada setiap
jenis penggunaan bangunan ditetapkan oleh Kepala Daerah.
k) Tata ruang-dalam untuk bangunan tempat ibadah, bangunan monumental, gedung
serbaguna, gedung pertemuan, gedung pertunjukan, gedung sekolah, gedung olah
raga, serta gedung sejenis lainnya diatur secara khusus.
2) Perancangan Ruang-dalam

25| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

a) Bangunan tempat tinggal sekurang-kurangnya memiliki ruang-ruang fungsi utama


yang mewadahi kegiatan pribadi, kegiatan keluarga/bersama dan kegiatan pelayanan.
b) Bangunan kantor sekurang-kurangnya memiliki ruang-ruang fungsi utama yang
mewadahi kegiatan kerja, ruang umum dan ruang pelayanan.
c) Bangunan toko sekurang-kurang memiliki ruang-ruang fungsi utama yang mewadahi
kegiatan toko, kegiatan umum dan pelayanan.
d) Suatu bangunan gudang sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan kamar mandi
dan kakus serta ruang kebutuhan karyawan.
e) Suatu bangunan pabrik sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan fasilitas kamar
mandi dan kakus, ruang ganti pakaian karyawan, ruang makan, ruang istirahat, serta
ruang pelayanan kesehatan yang memadai.
f) Perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke lantai
penuh berikutnya lebih dari 5 meter, maka ketinggian bangunan dianggap sebagai
dua lantai, kecuali untuk penggunaan ruang lobby, atau ruang pertemuan dalam
bangunan komersial (antara lain hotel, perkantoran, dan pertokoan).
g) Mezanin yang luasnya melebihi 50% dari luas lantai dasar, dianggap sebagai lantai
penuh.
h) Penempatan fasilitas kamar mandi dan kakus untuk pria dan wanita harus terpisah.
i) Ruang rongga atap hanya dapat diizinkan apabila penggunaannya tidak menyimpang
dari fungsi utama bangunan serta memperhatikan segi kesehatan, keamanan dan
keselamatan bangunan dan lingkungan.
j) Ruang rongga atap untuk rumah tinggal harus mempunyai penghawaan dan
pencahayaan alami yang memadai.
k) Ruang rongga atap dilarang dipergunakan sebagai dapur atau kegiatan lain yang
potensial menimbulkan kecelakaan/ kebakaran.
l) Setiap penggunaan ruang rongga atap yang luasnya tidak lebih dari 50% dari luas
lantai di bawahnya, tidak dianggap sebagai penambahan tingkat bangunan.
m) Setiap bukaan pada ruang atap, tidak boleh mengubah sifat dan karakter arsitektur
bangunannya.
n) Pada ruang yang penggunaannya menghasilkan asap dan/atau gas, harus disediakan
lobang hawa dan/atau cerobong hawa secukupnya, kecuali menggunakan alat bantu
mekanis.

26| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

o) Cerobong asap dan/atau gas harus dirancang memenuhi persyaratan pencegahan


kebakaran.
p) Tinggi ruang-dalam bangunan tidak boleh kurang dari ketentuan minimum yang
ditetapkan.
q) Tinggi lantai dasar suatu bangunan diperkenankan mencapai maksimal 1,20 m di atas
tinggi rata-rata tanah pekarangan atau tinggi rata-rata jalan, dengan memperhatikan
keserasian lingkungan.
r) Apabila tinggi tanah pekarangan berada di bawah titik ketinggian (peil) bebas banjir
atau terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi yang besar pada tanah
asli suatu perpetakan, maka tinggi maksimal lantai dasar ditetapkan tersendiri.
s) Tinggi Lantai Denah: Permukaan atas dari lantai denah (dasar) harus:
• Sekurang-kurangnya 15 cm di atas titik tertinggi dari pekarangan yang sudah
dipersiapkan;
• Sekurang-kurangnya 25 cm di atas titik tertinggi dari sumbu jalan yang
berbatasan.
Dalam hal-hal yang luar biasa, ketentuan dalam butir (1) tersebut, tidak berlaku jika
letak lantai-lantai itu lebih tinggi dari 60 cm di atas tanah yang ada di sekelilingnya,
atau untuk tanah-tanah yang miring.
t) Lantai tanah atau tanah dibawah lantai panggung harus ditempatkan sekurang-
kurangnya 15 cm di atas tanah pekarangan serta dibuat kemiringan supaya air dapat
mengalir.

c. Keseimbangan, Keserasian dan Keselarasan dengan Lingkungan


1) Ketentuan Umum Keseimbangan, keserasian dan keselarasan dengan lingkungan
bangunan gedung adalah perlakuan terhadap lingkungan di sekitar bangunan gedung
yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan gedung baik dari segi sosial,
budaya, maupun dari segi ekosistem.
2) Persyaratan Ruang Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP)
a) Ruang Terbuka Hijau (RTH) secara makro berfungsi untuk kepentingan ekologis,
sosial, ekonomi maupun estetika dari suatu kota. Secara ekologis dimaksudkan
sebagai upaya konservasi air tanah, paru-paru kota, dan dapat menjadi tempat hidup
dan berkembangnya plasma nutfah (flora fauna dan ekosistemnya).

27| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

b) Ruang Terbuka Hijau yang berhubungan langsung dengan bangunan gedung dan
terletak pada persil yang sama disebut Ruang Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP).
c) RTHP berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman, peresapan air, sirkulasi, unsur-
unsur estetik, baik sebagai ruang kegiatan dan maupun sebagai ruang amenity.
d) Sebagai ruang transisi, RTHP merupakan bagian integral dari penataan bangunan
gedung dan sub-sistem dari penataan lansekap kota.
e) Syarat-syarat RTHP ditetapkan dalam rencana tata ruang dan tata bangunan baik
langsung maupun tidak langsung, dalam bentuk ketetapan GSB, KDB, KDH, KLB,
parkir dan ketetapan lainnya.
f) RTHP yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang dan tata bangunan tidak boleh
dilanggar dalam mendirikan atau memperbaharui seluruhnya atau sebagian dari
bangunan.
g) Apabila RTHP belum ditetapkan dalam rencana tata ruang dan tata bangunan, maka
dapat dibuat ketetapan yang bersifat sementara untuk lokasi/lingkungan yang terkait
dengan setiap permohonan bangunan.
h) Ketentuan RTHP dapat dipertimbangkan dan disesuaikan untuk bangunan
perumahan dan bangunan sosial dengan memperhatikan keserasian dan arsitektur
lingkungan.
i) Setiap perencanaan bangunan baru harus memperhatikan potensi unsur-unsur alami
yang ada dalam tapak seperti danau, sungai, pohon-pohon menahun, tanah dan
permukaan tanah.
j) Dalam hal terdapat makro lansekap yang dominan seperti laut, sungai besar, gunung
dan sebagainya, terhadap suatu kawasan/daerah dapat diterapkan pengaturan khusus
untuk orientasi tata letak bangunan yang mempertimbangkan potensi arsitektural
lansekap yang ada.
k) Sebagai perlindungan atas sumber-sumber daya alam yang ada, dapat ditetapkan
persyaratan khusus bagi permohonan IMB dengan mempertimbangkan hal-hal
pencagaran sumber daya alam, keselamatan pemakai dan kepentingan umum.
l) Ketinggian maksimum/minimum lantai dasar bangunan dari muka jalan ditentukan
untuk pengendalian keselamatan bangunan, seperti dari bahaya banjir, pengendalian
bentuk estetika bangunan secara keseluruhan/ kesatuan lingkungan, dan aspek
aksesibilitas, serta tergantung pada kondisi lahan.

28| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

3) Persyaratan Ruang Sempadan Bangunan Gedung


a) Pemanfaatan Ruang Sempadan Depan Bangunan harus mengindahkan keserasian
lansekap pada ruas jalan yang terkait sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang dan
tata bangunan yang ada. Keserasian tersebut antara lain mencakup pagar dan
gerbang, vegetasi besar/pohon, bangunan penunjang seperti pos jaga, tiang bendera,
bak sampah dan papan nama bangunan.
b) Bila diperlukan dapat ditetapkan karakteristik lansekap jalan atau ruas jalan dengan
mempertimbangkan keserasian tampak depan bangunan, ruang sempadan depan
bangunan, pagar, jalur pejalan kaki, jalur kendaraan dan jalur hijau median jalan
berikut utilitas jalan lainnya seperti tiang listrik, tiang telepon di kedua sisi jalan/ruas
jalan yang dimaksud.
c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) ditetapkan sesuai dengan peruntukan dalam rencana
tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. KDH minimal 10% pada daerah sangat
padat/ padat. KDH ditetapkan meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan
dan berkurangnya kepadatan wilayah.
d) Ruang terbuka hijau pekarangan sebanyak mungkin diperuntukkan bagi
penghijauan/penanaman di atas tanah. Dengan demikian area parkir dengan lantai
perkerasan masih tergolong RTHP sejauh ditanami pohon peneduh yang ditanam di
atas tanah, tidak di dalam wadah/ kontainer yang kedap air.
e) KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap klas bangunan dalam kawasan-
kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa klas bangunan dan kawasan campuran.

4) Persyaratan Tapak Besmen Terhadap Lingkungan


a) Kebutuhan besmen dan besaran koefisien tapak besmen (KTB) ditetapkan
berdasarkan rencana peruntukan lahan, ketentuan teknis, dan kebijaksanaan daerah
setempat.
b) Untuk keperluan penyediaan RTHP yang memadai, lantai besmen pertama (B-1)
tidak dibenarkan keluar dari tapak bangunan (di atas tanah) dan atap besmen kedua
(B-2) yang di luar tapak bangunan harus berkedalaman sekurangnya 2 (dua) meter
dari permukaan tanah tempat penanaman.

5) Hijau Pada Bangunan

29| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

a) Daerah Hijau Bangunan (DHB) dapat berupa taman-atap (roof-garden) maupun


penanaman pada sisi-sisi bangunan seperti pada balkon dan cara-cara peletakan
tanaman lainnya pada dinding bangunan.
b) DHB merupakan bagian dari kewajiban pemohon bangunan untuk menyediakan
RTHP. Luas DHB diperhitungkan sebagai luas RTHP namun tidak lebih dari 25%
luas RTHP.

6) Tata Tanaman
a) Pemilihan dan penggunaan tanaman harus memperhitungkan karakter tanaman
sampai pertumbuhannya optimal yang berkaitan dengan bahaya yang mungkin
ditimbulkan. Potensi bahaya terdapat pada jenis-jenis tertentu yang sistem
perakarannya destruktif, batang dan cabangnya rapuh, mudah terbakar serta bagian-
bagian lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
b) Penempatan tanaman harus memperhitungkan pengaruh angin, air, kestabilan
tanah/wadah sehingga memenuhi syarat-syarat keselamatan pemakai.
c) Untuk memenuhi fungsi ekologis khususnya di perkotaan, tanaman dengan struktur
daun yang rapat besar seperti pohon menahun harus lebih diutamakan.
d) Untuk pelaksanaan kepentingan tersebut pada butir i dan butir ii, Kepala Daerah
dapat membentuk tim penasehat untuk mengkaji rencana pemanfaatan jenis-jenis
tanaman yang layak tanam di RTHP berikut standar perlakuannya yang memenuhi
syarat keselamatan pemakai.

7) Sirkulasi dan Fasilitas Parkir


a) Sistem sirkulasi yang direncanakan harus saling mendukung, antara sirkulasi
eksternal dengan internal bangunan, serta antara individu pemakai bangunan dengan
sarana transportasinya. Sirkulasi harus memberikan pencapaian yang mudah dan
jelas, baik yang bersifat pelayanan publik maupun pribadi.
b) Sistem sirkulasi yang direncanakan harus telah memperhatikan kepentingan bagi
aksesibilitas pejalan kaki.
c) Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak vertikal (clearance) dan lebar
jalan yang sesuai untuk pencapaian darurat oleh kendaraan pemadam kebakaran, dan
kendaraan pelayanan lainnya.

30| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

d) Sirkulasi perlu diberi perlengkapan seperti tanda penunjuk jalan, rambu-rambu,


papan informasi sirkulasi, elemen pengarah sirkulasi (dapat berupa elemen
perkerasan maupun tanaman), guna mendukung sistem sirkulasi yang jelas dan
efisien serta memperhatikan unsur estetika.
e) Penataan jalan tidak dapat terpisahkan dari penataan pedestrian, penghijauan, dan
ruang terbuka umum.
f) Penataan ruang jalan dapat sekaligus mencakup ruang-ruang antar bangunan yang
tidak hanya terbatas dalam Rumija, dan termasuk untuk penataan elemen lingkungan,
penghijauan, dll.
g) Pemilihan bahan pelapis jalan dapat mendukung pembentukan identitas lingkungan
yang dikehendaki, dan kejelasan kontinuitas pedestrian.
h) Jalur utama pedestrian harus telah mempertimbangkan sistem pedestrian secara
keseluruhan, aksesibilitas terhadap subsistem pedestrian dalam lingkungan, dan
aksesibilitas dengan lingkungan sekitarnya.
i) Jalur pedestrian harus berhasil menciptakan pergerakan manusia yang tidak
terganggu oleh lalu lintas kendaraan.
j) Penataan pedestrian harus mampu merangsang terciptanya ruang yang layak
digunakan/manusiawi, aman, nyaman, dan memberikan pemandangan yang menarik.
k) Elemen pedestrian (street furniture) harus berorientasi pada kepentingan pejalan
kaki.
l) Setiap bangunan bukan rumah hunian diwajibkan menyediakan area parkir
kendaraan sesuai dengan jumlah area parkir yang proporsional dengan jumlah luas
lantai bangunan.
m) Penyediaan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah penghijauan yang
telah ditetapkan.
n) Prasarana parkir untuk suatu rumah atau bangunan tidak diperkenankan mengganggu
kelancaran lalu lintas, atau mengganggu lingkungan di sekitarnya.
o) Jumlah kebutuhan parkir menurut jenis bangunan ditetapkan sesuai dengan standar
teknis yang berlaku.
p) Penataan parkir harus berorientasi kepada kepentingan pejalan kaki, memudahkan
aksesibilitas, dan tidak terganggu oleh sirkulasi kendaraan.

31| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

q) Luas, distribusi dan perletakan fasilitas parkir diupayakan tidak mengganggu


kegiatan bangunan dan lingkungannya, serta disesuaikan dengan daya tampung
lahan.
r) Penataan parkir tidak terpisahkan dengan penataan lainnya seperti untuk jalan,
pedestrian dan penghijauan.

8) Pertandaan (Signage)
a) Penempatan pertandaan (signage), termasuk papan iklan/reklame, harus membantu
orientasi tetapi tidak mengganggu karakter lingkungan yang ingin
diciptakan/dipertahankan, baik yang penempatannya pada bangunan, kaveling, pagar,
atau ruang publik.
b) Untuk penataan bangunan dan lingkungan yang baik untuk lingkungan/kawasan
tertentu, Kepala Daerah dapat mengatur pembatasan-pembatasan ukuran, bahan,
motif, dan lokasi dari signage.

9) Pencahayaan Ruang Luar Bangunan Gedung


a) Pencahayaan ruang luar bangunan harus disediakan dengan memperhatikan karakter
lingkungan, fungsi dan arsitektur bangunan, estetika amenity, dan komponen
promosi.
b) Pencahayaan yang dihasilkan harus memenuhi keserasian dengan pencahayaan dari
dalam bangunan dan pencahayaan dari jalan umum.
c) Pencahayaan yang dihasilkan dengan telah menghindari penerangan ruang luar yang
berlebihan, silau, visual yang tidak menarik, dan telah memperhatikan aspek operasi
dan pemeliharaan.
4. Pengendalian Dampak Lingkungan
a. Dampak Penting
1) Setiap kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yang mengganggu dan
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus dilengkapi dengan AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sesuai ketentuan yang berlaku.
2) Setiap kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yang menimbulkan dampak
tidak penting terhadap lingkungan, atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak
pentingnya, tidak perlu dilengkapi dengan AMDAL, tetapi diharuskan melakukan

32| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)


sesuai ketentuan yang berlaku.
3) Kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan adalah
bila rencana kegiatan tersebut akan:
a) menyebabkan perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau hayati lingkungan, yang
melampaui baku mutu lingkungan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b) menyebabkan perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang melampaui
kriteria yang diakui, berdasarkan pertimbangan ilmiah;
c) mengakibatkan spesies-spesies yang langka dan/atau endemik, dan/atau dilindungi
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku terancam punah; atau habitat
alaminya mengalami kerusakan;
d) menimbulkan kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung (hutan lindung,
cagar alam, taman nasional, suaka margasatwa, dan sebagainya) yang telah
ditetapkan menurut peraturan perundang-undangan;
e) merusak atau memusnahkan benda-benda dan bangunan peninggalan sejarah yang
bernilai tinggi;
f) mengubah atau memodifikasi areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang
tinggi;
g) mengakibatkan/ menimbulkan konflik atau kontroversi dengan masyarakat, dan/atau
pemerintah.
4) Kegiatan yang dimaksud pada butir 3) merupakan kegiatan yang berdasarkan
pengalaman dan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai
potensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup.

b. Ketentuan Pengelolaan Dampak Lingkungan


Jenis-jenis kegiatan pada pembangunan bangunan gedung dan/atau lingkungannya yang
wajib AMDAL, adalah sesuai ketentuan pengelolaan dampak lingkungan yang berlaku.

c. Ketentuan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan


Lingkungan (UPL)

33| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Jenis-jenis kegiatan pada pembangunan bangunan gedung dan/atau lingkungannya yang


harus melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL) adalah sesuai ketentuan yang berlaku.
B. Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung
1. Persyaratan Keselamatan Bangunan Gedung
Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan bangunan
gedung terhadap beban muatan, persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya
kebakaran, dan persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya petir dan bahaya
kelistrikan.
a. Persyaratan Struktur Bangunan Gedung
1) Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat,
kokoh, dan stabil dalam memikul beban/ kombinasi beban dan memenuhi persyaratan
keselamatan (safety) serta memenuhi persyaratan pelayanan (seviceability) selama umur
layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi,
keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksi.
2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai
akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban
muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh
korosi, jamur dan serangga perusak.
3) Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh gempa, semua unsur
struktur bangunan gedung baik bagian dari sub struktur maupun struktur gedung harus
diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.
4) Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi
pembebanan maksimal yang direncanakan apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya
masih dapat memungkinkan pengguna bangunan gedung menyelamatkan diri.
5) Apabila bangunan gedung terletak pada lokasi tanah yang dapat terjadi likuifaksi, maka
struktur bawah bangunan gedung harus direncanakan mampu menahan gayalikuifaksi tanah
tersebut.
6) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan harus dilakukan pemeriksaan
keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman/petunjuk
Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung.

34| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

7) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera di1akukan sesuai rekomendasi
hasil pemeriksaan keandalan gedung, sehingga bangunan gedung selalu memenuhi
persyaratan keselamatan struktur.
8) Perencanaan dan pelaksanaan perawatan struktur bangunan gedung seperti halnya
Penambahan struktur dan/atau penggantian struktur, harus mempertimbangkan persyaratan
keselamatan struktur sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku.
9) Pembongkaran bangunan gedung dilakukan apabila bangunan gedung sudah tidak laik dan
setiap pembongkaran, bangunan gedung harus dilaksanakan secara tertib dengan
mempertimbangkan keselamatan masyarakat dan lingkungannya.
10) Pemeriksaan keandalan bangunan gedung dilaksanakan secara berkala sesuai klasifikasi
bangunan dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
11) Untuk mencegah, terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan pemeriksaan
keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan pedoman/ petunjuk
teknis yang berlaku.

b. Pembebanan pada Bangunan Gedung


1) Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban
yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur termasuk beban tetap, beban
sementara (angin dan gempa) dan beban khusus.

2) Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus mengikuti
• SNI 03-1726-2002 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan
gedung, atau edisi terbaru; dan
• SNI 03-1727-1989 Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung,
atau edisi terbaru.
• SNI 1727-2013 Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan
Struktur lainnya.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

c. Struktur Atas Bangunan Gedung


1) Konstruksi beton

35| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Perencanaan konstruksi beton harus mengikuti:


• SNI 03-1734-1989 tata 3’ perencanaan beton dan struktur dinding bertulang untuk
rumah dan gedung. atau edisi terbaru;
• SNI 03-2847-1992 Tata cara penghitungan struktur beton untuk bangunan gedung,
atau edisi terbaru
• SNI 03-3430-1994 Tata cara perencanaan dinding struktur pasangan blok beton
berongga bertulang untuk bangunan rumah dan gedung, atau edisi terbaru;
• SNI 03-3976-1995 atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan pengecoran beton.
• SNI 03-2834-2000 Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal, atau edisi
terbaru; dan
• SNI 03-3449-2002 Tata cara rencana pembuatan campuran beton ringan dengan
agregat ringan, atau edisi terbaru.
• SNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktur untuk Bangunan Gedung
• Sedangkan untuk perencanaan dan pelaksanaan konstruksi beton pracetak dan pra
tegang harus mengikuti:
• Tata Cara Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi Beton Pracetak dan Pra tegang
untuk Bangunan Gedung;
• Metoda Pengujian dan Penentuan Parameter Perencanaan Tahan Gempa Konstruksi
Beton Pracetak dan Pra tegang untuk Bangunan Gedung; dan
• Spesifikasi Sistem dan Material Konstruksi Beton Pracetak dan Pra tegang untuk
Bangunan Gedung.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/ atau pedoman teknis.

2) Konstruksi Baja
Perencanaan konstruksi baja harus mengikuti:
• SNI 03-1729-2002 Tata cara perencanaan bangunan baja untuk gedung, atau edisi
terbaru
• SNI 1729 2015 Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural
• Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi
baja;
• Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja; dan

36| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

• Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan Konstruksi.


Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan atau pedoman teknis.

d. Struktur Bawah Bangunan Gedung


a) Pondasi Langsung
• Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dasarnya
terletak di atas lapisan tanah yang mantap dengan daya dukung tanah yang cukup kuat
dan selama berfungsinya bangunan tidak mengalami penurunan yang melampaui batas.
• Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah
yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dan
penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan
parameter tanah yang lain.
• Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dan rencana dan spesifikasi
teknik yang berlaku atau ditentukan oleh perencana ahi yang memilki sertifikasi sesuai
• Pondasi langsung dapat dibuat dan pasangan batu atau konstruksi beton bertulang
b) Pondasi Dalam
• Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan daya dukung
yang cukup terletak jauh di bawah permukaan tanah, sehingga penggunaan pondasi
langsung dapat menyebabkan penurunan yang berlebihan atau ketidakstabilan
konstruksi.
• Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah
yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dan
penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan
parameter tanah yang lain.
• Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi dengan percobaan
pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam direncanakan dengan faktor keamanan
yang jauh lebih besar dan faktor keamanan yang lazim.
• Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan dengan berdasarkan tata
cara yang lazim dan hasilnya harus dievaluasi oleh perencana ahli yang memiliki
sertifikasi sesuai.

37| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

• Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1 % dari jumlah titik
pondasi yang akan dilaksanakan dengan penentuan titik secara random, kecuali
ditentukan lain oleh perencana ahli serta disetujui oleh Dinas Bangunan.
• Pelaksanaan konstruksi bangunan gedung harus memperhatikan gangguan yang
mungkin ditimbulkan terhadap lingkungan pada masa pelaksanaan konstruksi.
• Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah tepi laut yang dapat
mengakibatkan korosif harus memperhatikan pengamanan baja terhadap korosi.
• Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan menggunakan pondasi yang belum
diatur dalam SNI dan/atau mempunyai paten dengan metode konstruksi yang belum
dikenal, harus mempunyai sertifikat yang dikeluarkan instansi yang berwenang.
• Apabila perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak, harus menggunakan
perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi terkait.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan atau pedoman teknis.
e. Keselamatan Struktur
1) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan pemeriksaan
keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman/Petunjuk
Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung.
2) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi
hasil pemeriksaan keandalan bangunan gedung, sehingga bangunan gedung selalu
memenuhi persyaratan keselamatan struktur.
3) Pemeriksaan keandalan bangunan gedung dilaksanakan secara berkala sesuai klasifikasi
bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi
sesuai.
• Keruntuhan Struktur
Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan, pemeriksaan
keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan pedoman/ petunjuk
teknis yang berlaku.
• Persyaratan Bahan
- Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua persyaratan
keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna bangunan,
serta sesuai standar teknis (SNI) yang terkait.

38| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus diproses sesuai dengan
standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud.
- Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem hubungan
yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang dihubungkan,
serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat pemasangan/pelaksanaan
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan atau pedoman teknis.

2. Persyaratan Kemampuan Bangunan Gedung Terhadap Bahaya Kebakaran

a. Sistem Proteksi Pasif


Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah sederhana, harus
mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang memproteksi harta milik
berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur bangunan
gedung sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dan kerusakan fisik saat terjadi
kebakaran.
Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran,
geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam
bangunan gedung.
Pada sistem proteksi pasif yang perlu diperhatikan meliputi: persyaratan kinerja, ketahanan
api dan stabilitas, tipe konstruksi tahan api, tipe konstruksi yang diwajibkan,
kompartemenisasi dan pemisahan, dan perlindungan pada bukaan.
Sistem proteksi pasif tersebut harus mengikuti:
1) SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung; dan
2) SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk
penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI digunakan standar baku dan atau pedoman teknis.

b. Sistem Proteksi Aktif


Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana, harus
dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan proteksi aktif.

39| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian,
volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung.
Pada sistem proteksi aktif yang perlu diperhatikan meliputi:
1) Sistem Pemadam Kebakaran;
2) Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran;
3) Sistem Pengendalian Asap Kebakaran; dan
4) Pusat Pengendali Kebakaran
Pusat Pengendali Kebakaran adalah sebuah ruang untuk pengendalian dan pengarahan
selama berlangsungnya operasi penanggungan kebakaran atau penanganan kondisi
darurat lainnya, dengan persyaratan sebagai berikut:
a) Dilengkapi sarana alat pengendali, panel kontrol, telepon, mebel, peralatan dan
sarana lainnya yang diperlukan dalam penanganan kondisi kebakaran;
b) Tidak digunakan bagi keperluan lain, selain:
• kegiatan pengendalian kebakaran
• kegiatan lain yang berkaitan dengan unsur keselamatan atau keamanan bagi penghuni
bangunan.
c) Konstruksi
Ruang Pusat Pengendali Kebakaran pada bangunan gedung yang tinggi efektifnya lebih
dari 50 meter harus merupakan ruang terpisah, dimana:
• konstruksi penutupnya dari beton, dinding atu sejenisnya mempunyai kekokohan
yang cukup terhadap keruntuhan akibat kebakaran dan dengan nilai TKA tidak
kurang dari 120/120/120;
• bahan lapis penutup, pembungkus atau sejenisnya harus memenuhi persyaratan
terhadap kebakaran;
• peralatan utilitas, pipa, saluran udara dan sejenisnya, yang tidak diperlukan untuk berfungsinya
ruang pengendali, tidak boleh lewat ruang tersebut;
• bukaan pada dinding, lantai atau langit-langit yang memisahkan ruang pengendali
dengan ruang-dalam bangunan dibatasi hanya untuk pintu, ventilasi dan lubang
perawatan lainnya, yang khusus untuk melayani fungsi ruang pengendali tersebut.
d) Proteksi pada bukaan

40| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Setiap bukaan pada ruang pengendali kebakaran, seperti pada lantai, langit-langit dan
dinding dalam, untuk jendela pintu, ventilasi, saluran, dan sejenisnya harus
mengikuti persyaratan teknis proteksi bukaan.
.
e) Pintu Keluar
• Pintu yang menuju ruang pengendali harus membuka ke arah dalam ruang tersebut,
dapat dikunci dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga orang yang menggunakan rute
evakuasi dan dalam bangunan tidak menghalangi atau menutupi jalan masuk ke ruang
pengendali tersebut.
• Ruang pengendali haruslah dapat dimasuki dari dua arah, yaitu:
- arah pintu masuk di depan bangunan; dan
- arah langsung dan tempat umum atau melalui jalan terusan yang dilindungi
terhadap api, menuju ke tempat umum dan mempunyai nilai TKA tidak kurang
dari -/120/30.
f) Ukuran dan sarana
• Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya:
- Panel indikator kebakaran, sakelar kontrol dan indikator visual yang diperlukan
untuk semua pompa kebakaran, kipas pengendali asap, dan peralatan pengamanan
kebakaran lainnya yang dipasang di dalam bangunan;
- Telepon sambungan langsung;
- Sebuah papan tulis dan sebuah papan tempel (pin-up board) berukuran cukup;
- Sebuah meja berukuran cukup untuk menggelar gambar dan rencana taktis, dan
- Rencana taktis penanggulangan kebakaran.
• Sebagai tambahan, di ruang pengendali dapat disediakan:
- Panel pengendali utama, panel indikator lift, sakelar pengendali jarak jauh untuk
gas atau satu daya listrik, genset darurat; dan
- Sistem keamanan bangunan, sistem pengamatan, dan sistem manajemen, jika
dikehendaki terpisah total dari sistem lainnya.
• Ruang pengendali harus:
- Mempunyai luas lantai tidak kurang dan 10 m2, dan salah satu panjangnya dan
sisi bagian dalam tidak kurang dan 2,50 m;

41| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- Jika hanya menampung peralatan minimum, luas lantai bersih tidak kurang dan 8
m2 dan luas ruang bebas di depan panel indikator tidak kurang dan 1,50 m2;
- Jika dipasang peralatan tambahan, luas lantai bersih daerah tambahan adalah 2 m2
untuk setiap penambahan alat, ruang bebas di depan panel indikator tidak kurang
dari 1,50 m2 dan ruang untuk tiap rute evakuasi penyelamatan dan ruang
pengendali ke ruang lainnya harus disediakan sebagai tambahan persyaratan (2)
dan (3) di atas.

• Ventilasi dan pemasok daya


Ruang pengendali harus diberi ventilasi dengan cara:
- Ventilasi alami dan jendela atau pintu pada dinding luar bangunan yang membuka
langsung ke ruang pengendali; atau
- Sistem udara bertekanan yang hanya melayani ruang pengendali, dan dipasang
sesuai ketentuan yang berlaku seperti untuk tangga kebakaran yang dilindungi;
- beroperasi otomatis melalui aktivitas sistem alarm atau sistem sprinkler yang
dipasang pada bangunan;
- mengalirkan udara segar ke ruangan tidak kurang dan 30 kali pertukaran udara per
jamnya pada waktu sistem beroperasi dengan dan salah satu pintu angin terbuka;
- mempunyai kipas, motor dan pipa-pipa saluran udara yang membentuk bagian dan
sistem tetapi tidak berada di dalam ruang pengendali dan diproteksi oleh dinding
yang mempunyai TKA tidak lebih kecil dan 120/120/120;
- mempunyai satu daya listrik ke ruang pengendali atau peralatan penting bagi
beroperasinya ruang pengendali.

g) Pencahayaan darurat sesuai ketentuan yang berlaku harus dipasang dalam ruang pusat
pengendali, dan tingkat iluminasi diatas meja kerja tak kurang dan 400 Lux.
h) Beberapa peralatan seperti motor bakar, pompa pengendali sprinkler, pemipaan dan
sambungan-sambungan pipa tidak boleh dipasang dalam ruang pengendali, tetapi
boleh dipasang di ruangan yang dapat dicapai dari ruang pengendali tersebut.
i) Tingkat suara (ambient) dalam ruang pengendali kebakaran yang diukur pada saat
semua peralatan penanggulangan kebakaran beroperasi ketika kondisi darurat

42| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

berlangsung tidak melebihi 65 dbA bila ditentukan berdasarkan ketentuan tingkat


kebisingan didalam bangunan.

Sistem proteksi aktif tersebut harus mengikuti:


• SNI 03-1745-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan selang
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung;
• SNI 03-3985-2000 Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan
alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung;
• SNI 03-3989-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem sprinkler otomatis untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung;
• SNI 03-6571-2001 Sistem pengendalian asap kebakaran pada bangunan gedung;
• SNI 03-0712-2004 Sistem manajemen asap dalam mal, atrium, dan ruangan bervolume
besar.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dari atau pedoman teknis.

c. Sistem Evakuasi Darurat


Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran meliputi
perencanaan akses bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung, dan perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk
penyelamatan terhadap bahaya kebakaran.
Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran tersebut harus
mengikuti:
- SNI 03-1735-2000 Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung; dan
- SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk
penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada gedung.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

1) Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar/Exit, dan Sistem Peringatan


Bahaya

43| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah keluar/exit, dan sistem peringatan bahaya
dimaksudkan untuk memberikan arahan yang jelas bagi pengguna bangunan gedung
dalam keadaan darurat untuk dapat menyelamatkan diri, yang meliputi:
- Sistem pencahayaan darurat;
- Tanda arah keluar/exit; dan
- Sistem Peringatan Bahaya.
Pencahayaan darurat, tanda arah keluar dan sistem peringatan bahaya dalam gedung
harus mengikuti SNI 03-6573-2001 Tata cara perancangan pencahayaan darurat, tanda
dan sistem peringatan bahaya ada bangunan gedung.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

2) Persyaratan Komunikasi Dalam Bangunan Gedung


Persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung dimaksudkan sebagai penyediaan
sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun untuk hubungan
keluar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya. Termasuk antara
lain: sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice evacuation, dan lain-lain.
Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan asal
memenuhi pedoman dan standar teknis yang berlaku.

a) Perencanaan Komunikasi dalam Gedung


- Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komunikasi gedung dan lain-
lainnya, penempatannya harus mudah diamati, dioperasikan, dipelihara, tidak
membahayakan, mengganggu dan merugikan lingkungan dan bagian bangunan serta
sistem instalasi lainnya, serta direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan standar,
normalisasi teknik dan peraturan yang berlaku.
- Peralatan dan instalasi sistem komunikasi barus tidak memberi dampak, dan harus
diamankan terhadap gangguan seperti interferensi gelombang elektro magnetik, dan
lain-lain.
- Secara berkala dilakukan pengukuran/ pengujian terhadap EMC (Electro Magnetic
Campatability). Apabila hasil pengukuran terhadap EMC melampaui ambang batas
yang ditentukan, maka langkah penanggulangan dan pengamanan harus dilakukan.

44| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

b) Instalasi Telepon
(1) Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi persyaratan:
- Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada genangan air, aman dan
mudah dikerjakan.
- Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk ke dalam gedung
untuk instalasi telepon minimal berukuran 1,50 m x 0,80 m dan harus diamankan
agar tidak menjadi jalan air masuk ke bangunan gedung pada saat hujan dll.
- Diupayakan dekat dengan kabel catu di kantor telepon dan dekat dengan jalan besar.
(2) Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal berjarak 0,10 m
atau sesuai ketentuan yang berlaku.

c) Instalasi Tata Suara


(1) Setiap bangunan dengan ketinggian 4 lantai atau 14 m keatas, harus dipasang sistem tata suara
yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengumuman dan instruksi apabila terjadi
kebakaran atau keadaan darurat lainnya.
(2) Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada butir di atas harus
menggunakan sistem khusus, sehingga apabila sistem tata suara umum rusak, maka sistem
telepon darurat tetap dapat bekerja.
(3) Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dan instalasi lainnya, dan dilindungi terhadap
bahaya kebakaran, atau terdiri dan kabel tahan api.
(4) Harus dilengkapi dengan sumber/pasokan daya listrik untuk kondisi normal maupun pada
kondisi daya listrik utama menangani gangguan, dengan kapasitas dan dapat melayani dalam
waktu yang cukup sesuai ketentuan yang berlaku.
(5) Persyaratan sistem komunikasi dalam gedung harus memenuhi:
- Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 1999, tentang Telekomunikasi; dan
- Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000, tentang Telekomunikasi Indonesia;
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

d. Manajemen Penanggulangan Kebakaran


Setiap bangunan gedung dengan fungsi, klasifikasi, luas, jumlah lantai, dan/atau dengan
jumlah penghuni tertentu harus memiliki unit manajemen penanganan kebakaran.

45| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung.atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

3. Persyaratan Kemampuan Bangunan Gedung Terhadap Bahaya Petir dan Bahaya


Kelistrikan
Persyaratan proteksi petir ini memberikan petunjuk untuk perancangan, instalasi, dan
pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir terhadap bangunan gedung secara efektif untuk
proteksi terhadap petir serta inspeksi, dalam upaya untuk mengurangi secara nyata risiko
kerusakan yang disebabkan oleh petir terhadap bangunan gedung yang diproteksi, termasuk
di dalamnya manusia serta perlengkapan bangunan lainnya.
Persyaratan proteksi petir harus memperhatikan sebagai berikut:
- Perencanaan sistem proteksi petir;
- Instalasi Proteksi Petir; dan
- Pemeriksaan dan Pemeliharaan
Persyaratan sistem proteksi petir harus memenuhi SNI 03-7015-2004 Sistem proteksi petir
pada bangunan gedung.

4. Persyaratan Sistem Kelistrikan


Persyaratan sistem kelistrikan meliputi sumber daya listrik, panel hubung bagi, jaringan
distribusi listrik, perlengkapan serta instalasi listrik untuk memenuhi kebutuhan bangunan
gedung yang terjamin terhadap aspek keselamatan manusia dan bahaya listrik, keamanan
instalasi listrik beserta perlengkapannya, keamanan gedung serta isinya dan bahaya
kebakaran akibat listrik, dan perlindungan lingkungan.
Persyaratan sistem kelistrikan memperhatikan:
- Perencanaan instalasi listrik;
- Jaringan distribusi listrik;
- Beban listrik;
- Sumber daya listrik;
- Transformator distribusi;
- Pemeriksaan dan pengujian; dan Pemeliharaan

46| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

C. Persyaratan Kesehatan Bangunan Gedung


Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan sistem penghawaan,
pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung.
1. Persyaratan Sistem Penghawaan
a. Untuk memenuhi persyaratan sistem penghawaan, setiap bangunan gedung harus
mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.
b. Bangunan gedung tempat tinggal, bangunan gedung pelayanan kesehatan khususnya ruang
perawatan, bangunan gedung pendidikan khususnya ruang kelas, dan bangunan pelayanan
umum lainnya harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela
dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.
c. Ventilasi alami harus memenuhi ketentuan bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan
jendela, sarana lain yang dapat dibuka dan/atau dapat berasal dari ruangan yang
bersebelahan untuk memberikan sirkulasi udara yang sehat.
d. Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat memenuhi
syarat.
e. Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
penghematan energi dalam bangunan gedung.

2. Persyaratan Sistem Pencahayaan


Persyaratan sistem pencahayaan pada bangunan gedung meliputi:
a. Setiap bangunan gedung untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus
mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan
darurat sesuai dengan fungsinya.
b. Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan
pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.
c. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung dan fungsi
masing-masing ruang di dalam bangunan gedung,
d. Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan
sesuai fungsi ruang-dalam bangunan gedung dengan mempertimbangkan efisiensi,
penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau
atau pantulan.

47| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

e. Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada
bangunan gedung dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan
mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
f. Semua sistem pencahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat,
harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada
tempat yang mudah dicapai dan dibaca oleh pengguna ruang
g. Pencahayaan alami dan buatan diterapkan pada ruangan baik di dalam bangunan maupun
di luar bangunan gedung.
h. Persyaratan pencahayaan harus mengikuti:
- SNI 03-6197-2000 Konservasi energi sistem pencahayaan buatan pada bangunan
gedung, atau edisi terbaru;
- SNI 03-2396-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan
gedung, atau edisi terbaru;
- SNI 03-6575-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan
gedung, atau edisi terbaru.
3. Persyaratan Sistem Penyediaan Air bersih/ Minum
Persyaratan Penyediaan Air bersih/ Minum Dalam Bangunan Gedung mencakup:
a. Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber
air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi, dan penampungannya.
b. Sumber air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air
lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai pedoman dan standar teknis yang
berlaku.
c. Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan gedung harus memenuhi debit
air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
d. Penampungan air minum dalam bangunan gedung diupayakan sedemikian rupa agar
menjamin kualitas air.
Kualitas air minum mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang
Sistem Penyediaan Air Minum dan Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:
492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
e. Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan kelayakan fungsi bangunan
gedung.
Persyaratan plumbing dalam bangunan gedung harus mengikuti peraturan berikut:

48| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- instalasi perpipaannya mengikuti Pedoman Plumbing;


- SNI 8153 : 2015 Sistem Plumbing 2015, atau edisi terbaru.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

4. Sistem Pengolahan dan Pembuangan Air Kotor /Air Limbah(Black Water)


a. Sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
b. Pertimbangan jenis air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk pemilihan
sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan.
c. Pertimbangan tingkat bahaya air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk
sistem pengolahan dan pembuangannya.
d. Air limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya tidak boleh digabung dengan
air limbah domestik.
e. Air limbah yang berisi bahan beracun dan berbahaya (B3) harus diproses sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
f. Air limbah domestik sebelum dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai dengan
pedoman dan standar teknis yang berlaku.

g. Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti:


- SNI 8153 : 2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan Gedung;
- SNI 2398 : 2017 tentang Tata cara perencanaan tangki septik dengan pengolahan lanjutan
(sumur resapan, bidang resapan, up flow filter, kolam sanita);
- SNI 03-6379-2000 Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau, atau edisi terbaru;
- Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pembuangan air limbah dan
air kotor pada bangunan gedung mengikuti standar baku serta ketentuan teknis yang
berlaku.

49| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

5. Persyaratan Fasilitasi Sanitasi Dalam Bangunan Gedung (Saluran Pembuangan Air


Kotor, Tempat Sampah, Penampungan Sampah, dan/atau Pengolahan Sampah)
a. Sistem pembuangan sampah padat direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan
fasilitas penampungan dan jenisnya.
b. Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat
penampungan kotoran dan sampah pada masing-masing bangunan gedung, yang
diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan
sampah.
c. Pertimbangan jenis sampah padat diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan
dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan
lingkungannya.
d. Ketentuan pengelolaan sampah padat
• Sumber sampah padat permukiman berasal dan: perumahan, toko, ruko, pasar, sekolah,
tempat ibadah, jalan, hotel, rumah makan dan fasilitas umum lainnya.
• Setiap bangunan baru dan/atau perluasan bangunan dilengkapi dengan fasilitas
pewadahan yang memadai, sehingga tidak mengganggu kesehatan dan kenyamanan bagi
penghuni, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
• Bagi pengembang perumahan wajib menyediakan wadah sampah dan alat pengumpul,
tempat pembuangan sampah sementara, sedangkan pengangkutan dan pembuangan akhir
sampah bergabung dengan sistem yang sudah ada.
• Potensi reduksi sampah padat dapat dilakukan dengan mendaur ulang, memanfaatkan
kembali beberapa jenis sampah seperti botol bekas, kertas, kertas koran, kardus,
alumunium, kaleng, wadah plastik dan sebagainya.
• Sampah padat kecuali sampah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) yang berasal dan
rumah sakit, laboratorium penelitian, atau fasilitas pelayanan kesehatan harus dibakar
dengan insinerator yang tidak mengganggu lingkungan.
• Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/ atau pedoman teknis.

50| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

6. Persyaratan Penyaluran Air Hujan( Grey Water )


Umum
a) Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan
ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.
b) Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran
air hujan.
c) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan
dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainage lingkungan
kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku
d) Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.
e) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka
penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang
berwenang.
f) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan
penyumbatan pada saluran.
Persyaratan penyaluran air hujan harus mengikuti:
- SNI 8153 : 2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan Gedung;
- SNI 8456 : 2017 tentang Sumur dan Parit Resapan Air Hujan;
- Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem penyaluran
air hujan pada bangunan gedung;
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/dari pedoman teknis

7. Persyaratan Penggunaan Bahan bangunan Gedung


a. Bahan bangunan gedung yang digunakan harus aman bagi kesehatan pengguna bangunan
gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
b. Penggunaan lahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung
harus tidak mengandung bahan-bahan berbahaya/beracun bagi kesehatan, aman bagi
pengguna bangunan gedung.
c. Penggunaan bahan bangunan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan harus:

51| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

1) Menghindari timbulnya efek silau dan pantulan bagi pengguna bangunan gedung lain,
masyarakat, dan lingkungan sekitarnya;
2) Menghindari timbulnya efek peningkatan temperatur lingkungan di sekitarnya;
3) Mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi; dan
4) Menggunakan bahan-bahan bangunan yang ramah lingkungan.
d. Harus menggunakan bahan bangunan yang menunjang pelestarian lingkungan.
D. Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung
Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan
antar ruang, kenyamanan termal dalam ruang, kenyamanan pandangan (visual), serta
kenyamanan terhadap tingkat getaran dan kebisingan.
1. Persyaratan Kenyamanan Ruang Gerak dan Hubungan Antar ruang
Untuk mendapatkan kenyamanan ruang gerak dalam bangunan gedung, harus
mempertimbangkan:
a) Fungsi ruang, jumlah pengguna, perabot/peralatan, aksesibilitas ruang, di dalam bangunan
gedung; dan
b) Persyaratan keselamatan dan kesehatan.
Untuk mendapatkan kenyamanan hubungan antar ruang harus mempertimbangkan:
- Fungsi ruang, aksesibilitas ruang, dan jumlah pengguna dan perabot/peralatan di dalam
bangunan gedung;
- Sirkulasi antar ruang horizontal dan vertikal; dan
- Persyaratan keselamatan dan kesehatan.
2. Persyaratan Kenyamanan Kondisi Udara/Termal Dalam Ruang
a. Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan gedung harus
mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.
b. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat
dilakukan dengan alat pengkondisian udara yang mempertimbangkan:
1) Fungsi bangunan gedung/ruang, jumlah pengguna, letak geografis, orientasi bangunan,
volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan;
2) Kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan
3) Prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan.
Persyaratan kenyamanan termal dalam ruang harus mengikuti:

52| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

• SNI 03-6389-2000 Konservasi energi selubung bangunan pada bangunan gedung, atau
edisi terbaru;
• SNI 03-6390-2000 Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung, atau edisi
terbaru;
• SNI 03-6196-2000 Prosedur audit energi pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;
• SNI 03-6572-2001 Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada
bangunan gedung, atau edisi terbaru.
3. Persyaratan Kenyamanan Pandangan (Visual)
a. Untuk mendapatkan kenyamanan pandangan (visual) harus mempertimbangkan
kenyamanan pandangan dari dalam bangunan ke luar dan dari luar bangunan, ruang-ruang
tertentu dalam bangunan gedung.
b. Kenyamanan pandangan (visual) dan dalam bangunan ke luar harus mempertimbangkan:
- Gubahan massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang-dalam dan luar bangunan, dan
rancangan bentuk luar bangunan;
- Pemanfaatan potensi ruang luar bangunan gedung dan penyediaan RTH;
c. Kenyamanan pandangan (visual) dan luar ke dalam bangunan harus mempertimbangkan:
- Rancangan bukaan, tata ruang-dalam dan luar bangunan, dan rancangan bentuk luar
bangunan gedung;
- Keberadaan bangunan gedung yang ada/atau yang akan ada di sekitarnya; dan
- Pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan sinar.
d. Untuk kenyamanan pandangan (visual) pada bangunan gedung harus dipenuhi persyaratan
teknis, yaitu Standar kenyamanan pandangan (visual) pada bangunan gedung.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai
SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

4. Persyaratan Kenyamanan Terhadap Tingkat Getaran dan Kebisingan


a. Persyaratan Getaran
1) Umum
• Persyaratan ini menyangkut paparan manusia terhadap getaran dan kejut dan seluruh
badan pada bangunan gedung berkenaan dengan kenyamanan dan gangguan terhadap
penghuninya.
• Respon dasar manusia terhadap getaran dalam bangunan gedung adalah keluhan.

53| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

• Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat getaran yang tidak
menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan seseorang dalam melakukan
kegiatannya. Getaran dapat berupa getaran kejut, getaran mekanik atau seismik baik yang
berasal dan dalam bangunan maupun dan luar bangunan.
2) Sifat getaran
Respon subyektif juga merupakan fungsi dan sifat getaran. Sifatnya dapat ditentukan sesuai
dengan sifat getaran yang diukur:
• Getaran dapat menerus, dengan magnituda yang berubah, atau tetap terhadap waktu;
• Getaran dapat terputus-putus, dengan magnituda tiap kejadian yang berubah maupun
tetap terhadap waktu.
• Getaran dapat bersifat imulsif seperti dalam kejut.
3) Waktu paparan
Waktu paparan pada penghuni yang terpengaruh mungkin juga perlu dievaluasi.Waktu
penghunian bangunan gedung harus dicatat.
• Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan dan getaran pada
bangunan gedung harus mengikuti persyaratan teknis, yaitu Standar tata cara
perencanaan kenyamanan terhadap getaran pada bangunan gedung.
• Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
b. Persyaratan Kebisingan
1) Umum
Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan yang tidak
menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan bagi seseorang dalam
melakukan kegiatan.
Gangguan kebisingan pada bangunan gedung dapat berisiko cacat pendengaran.Untuk
memproteksi gangguan tersebut perlu dirancang lingkungan akustik di tempat kegiatan
dalam bangunan yang sudah ada dan bangunan baru.

2) Pertimbangan
Pertimbangan perancangan harus memasukkan seleksi dan penilaian terhadap:
• Bahan bangunan dan pelayanan yang digunakan di tempat ini;
• Komponen bangunan yang dapat menahan kebisingan eksternal ke dalam bangunan;

54| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

• Komponen bangunan yang dapat mencegah kebisingan di dalam bangunan;


• Tingkat bunyi perancangan dan kualitas yang diharapkan.
Tingkat bunyi yang diharapkan tidak selalu cocok dalam semua keadaan.Secara khusus,
tingkat kebisingan yang lebih rendah diperlukan dalam lingkungan yang sunyi atau ketika
kualitas yang dituntut adalah tinggi.

E. Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung


Setiap Bangunan Gedung dan Lingkungan termasuk ruang terbuka wajib memenuhi
persyaratan kemudahan sesuai dengan fungsi dan klasifikasi Bangunan Gedung.
Pemenuhan persyaratan kemudahan Bangunan Gedung dilaksanakan melalui penerapan
prinsip Desain Universal dalam tahap pembangunan Bangunan Gedung dan penggunaan
ukuran dasar ruang yang memadai.
1. Ukuran Dasar Ruang
Dalam pemenuhan persyaratan kemudahan Bangunan Gedung memerlukan ukuran
dasar ruang yang memadai yang ditentukan berdasarkan:
- dimensi peralatan; dan
- sirkulasi.
- kebutuhan ruang gerak Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan
Gedung;
Dalam hal kondisi bangunan gedung tidak dapat memenuhi ukuran dasar ruang yang
memadai, maka perencana konstruksi dapat melakukan penyesuaian ukuran dasar
ruang sepanjang prinsip Desain Universal terpenuhi serta mendapat persetujuan
TABG dan pemerintah daerah sehingga setiap Pengguna Bangunan Gedung dan
Pengunjung Bangunan Gedung masih dapat beraktivitas secara mudah, aman,
nyaman, dan mandiri.
a. Dimensi peralatan
Dimensi peralatan disesuaikan dengan kebutuhan ruang.
b. Sirkulasi
Sirkulasi yang dibutuhkan dalam pemenuhan persyaratan kemudahan ditentukan
minimal 30% dari total kebutuhan ruang gerak pengguna dan dimensi peralatan
dengan mempertimbangkan fungsi dan klasifikasi Bangunan Gedung.
c. Ukuran Kebutuhan Ruang Gerak

55| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 7 Berdiri jangkauan ke samping 1 (satu) tangan

Gambar 8 Berdiri jangkauan ke samping 2 (dua) tangan

Gambar 9 Duduk Jangkauan ke Samping dan Kedepan

Gambar 10 Jangkauan ke depan satu tangan

2. Penyediaan Fasilitas dan Aksesibilitas Hubungan Ke, Dari, dan di Dalam


Bangunan Gedung
a. Hubungan Horizontal Antar ruang/Antar bangunan

56| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedungnya
harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan horizontal antarruang/antar bangunan
untuk menunjang terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung.
Sarana hubungan horizontal antarruang/antar bangunan meliputi:
- Pintu;
- Selasar;
- Koridor;
- Jalur pedestrian;
- Jalur pemandu; dan/atau
- Jembatan penghubung antarruang/antar bangunan.
Persyaratan teknis, gambar, dan ukuran sarana hubungan horizontal antarruang/antar
bangunan adalah sebagai berikut:
1) Persyaratan Teknis Pintu

Obyek Persyaratan Teknis Keterangan


Pintu Utama Keluar/masuk 80 cm - 90 cm
Pintu Ayun Untuk Bangunan Gedung dengan pengguna dalam terbuka keluar
(swing door) jumlah besar
1 Arah dan 2
Arah
Pada area publik harus visibilitas terhadap keadaan di Kombinasi dengan
balik pintu kaca

Terbuka penuh 90° 1 arah

Kaca pada Pintu Jarak pemasangan kaca Min 75cm dari permukaan
Ayun lantai
Ruang bebas Perabot tidak boleh diletakan pada ruang bebas di Pada luar ruang
Dengan bukaan depan pintu ayun atau minimal berjarak 75 cm dari min. 170 cm x 170
pintu keluar bukaan pintu cm
Pada ruang dalam
min. 152,5 cm x
152,5 cm
Jika terdapat pintu yang berdekatan atau berhadapan
dengan tangga, maka antara ujung daun pintu dan
anak tangga perlu diberi jarak paling sedikit 80 cm
atau mengubah bukaan daun pintu tidak mengarah ke
anak tangga.

57| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Jika terdapat beberapa pintu yang berdekatan (posisi


siku) maka harus diberi jarak dan/atau tidak boleh
membuka ke arah ruang yang sama
Pintu Kaca diberi tanda dengan warna kontras atau penanda lain
yang dipasang setinggi mata untuk menjamin
keamanan Pengguna Bangunan Gedung dan
Pengunjung Bangunan Gedung terutama yang
memiliki gangguan penglihatan
Penutup Lantai Disekitar pintu harus menggunakan material dengan
tekstur permukaan yang tidak licin
Kelengkapan Pegangan Pintu, Kait, dan kunci Pintu dapat Tinggi Maks. 110
Pintu dioperasionalkan dengan satu kepalan tangan tertutup. cm dari permukaan
Tidak licin , disarankan menggunakan Tipe lantai
dorong/tarik atau tipe tuas dengan ujung melengkung
ke arah dalam.

Gambar 11Ketinggian perletakan pegangan pintu dan jendela

Gambar 12 Jenis pegangan pintu harus tidak berupa tuas putar dan tidak licin

58| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

b. Peganganpintutipe c. Peganganpintutipe
dorong/tarik tuasdenganujungtuas
melengkungkedalam

Gambar 13 Jenis pegangan pintu yang direkomendasikan

Gambar 14Contoh warna kontras atau penanda lain pada pintu kaca

2) Persyaratan Teknis Selasar


- Selasar harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh pengguna kursi
roda atau 2 orang berpapasan paling sedikit 140 cm.
- Selasar dilengkapi dengan penanda atau penunjuk arah yang informatif dan mudah
terlihat terutama menuju pintu keluar dan pintu keluar darurat/eksit.
- Selasar jalan keluar dapat berupa balkon terbuka di luar Bangunan Gedung yang
terlindung dari hujan dan tempias.
- Selasar dilengkapi dengan pencahayaan/iluminasi alami atau artifisial, sensor
otomatis hemat energi, dan pencahayaan/iluminasi darurat yang otomatis berfungsi
pada keadaan darurat.
- Selasar yang digunakan sebagai jalur evakuasi harus bebas dari segala macam
penghalang yang mengganggu pergerakan Pengguna Bangunan Gedung dan
Pengunjung Bangunan Gedung.
- Selasar tidak diperbolehkan menggunakan material penutup lantai yang licin.
- Bangunan Gedung yang digunakan oleh penyandang disabilitas dan lansia seperti
panti jompo/wreda/lansia, dan fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah
sakit, harus dilengkapi dengan pegangan rambat (railing) paling sedikit pada pada
salah satu sisi selasar.
- Selasar pada Bangunan Gedung dengan kriteria tertentu seperti rumah sakit dan
bandaramengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

59| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- Selasar yang berfungsi sebagai jalur evakuasi mengikuti ketentuan peraturan-


perundangan tentang kebakaran.

Gambar 15Contohselasartanpadindingpembatas

3) Persyaratan Teknis Koridor


- Koridor harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh 1 orang
pengguna kursi roda paling sedikit 92 cm.
- Koridor harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh 2 orang
pengguna kursi roda paling sedikit 184 cm.
- Koridor harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk sirkulasi 1 orang
penyandang disabilitas dan 1 orang pejalan kaki paling sedikit 152 cm.
- Koridor dengan railing harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh
1 orang pengguna kursi roda paling sedikit 112 cm.
- Koridor dengan railing harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh
2 orang pengguna kursi roda yang berpapasan paling sedikit 204 cm.
- Koridor dilengkapi dengan penanda atau penunjuk arah yang informatif dan mudah
terlihat terutama menuju pintu keluar dan pintu keluar darurat/eksit.
- Koridor jalan keluar dapat berupa balkon terbuka di luar Bangunan Gedung yang
terlindung dari hujan dan tempias.
- Koridor dilengkapi dengan pencahayaan/iluminasi alami atau artifisial, sensor
otomatis hemat energi, dan pencahayaan/iluminasi darurat yang otomatis berfungsi
pada keadaan darurat.
- Koridor yang digunakan sebagai jalur evakuasi harus bebas dari segala macam
penghalang yang mengganggu pergerakan Pengguna Bangunan Gedung dan
Pengunjung Bangunan Gedung.
- Koridor pada hunian, jalan buntu dan rute penyelamatan harus diberikan proteksi
terhadap kebakaran dan pada selasar penyelamatan harus mampu mengantisipasi
penyebaran asap pada tahap awal kebakaran.

60| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- Proteksi kebakaran pada koridor harus menerus dari titik masuk hingga keluar dan
tidak terputus oleh ruang lainnya.
- Koridor yang berfungsi sebagai akses eksit harus dirancang tanpa jalan buntu yang
panjangnya lebih dari 6 m.
- Jika diperlukan akses terpisah pada koridor maka diperlukan kompartemenisasi
yang dirancang sesuai dengan kebutuhan.
- Bangunan Gedung yang digunakan oleh penyandang disabilitas dan lansia seperti
panti jompo/wreda/lansia, dan fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah
sakit, harus dilengkapi dengan pegangan rambat (railing) paling sedikit pada salah
satu sisi koridor.
- Koridor pada Bangunan Gedung dengan kriteria tertentu seperti rumah sakit dan
bandara mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
- Koridor yang berfungsi sebagai jalur evakuasi mengikuti ketentuan peraturan-
perundangan tentang kebakaran.

Gambar 16Lebarefektifkoridortanpapintuakses

Gambar 17 Lebarefektifkoridordenganpintuakses

61| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

b. Hubungan Vertikal Antar lantai dalam Bangunan Gedung


SetiapBangunanGedungbertingkat harusmenyediakansarana hubunganvertikalantar
lantai yangmemadaiuntukmenunjang terselenggaranya fungsi BangunanGedung.
Sarana hubungan vertikal antar lantai meliputi:
- Tangga;
- Ram
- Lif;
- Lif tangga;
- Tangga berjalan/eskalator; dan/atau
- Lantai berjalan (moving walk).
Persyaratan teknis, gambar, dan ukuran sarana hubungan vertikal antar lantai adalah
sebagai berikut:
1) Persyaratan TeknisTangga
a) Berdasarkan bentuk dan fungsinya, tangga dibedakan menjadi:
- Tangga umum;
- Tangga monumental;
- Tangga lengkung;
- Tangga putar;
- Tangga kipas;dan
- Tangga gunting.
b) Penempatan tangga harus memperhatikan jarak koridor dan kompartemen antarruang.
c) Jika disediakan lebih dari 1 tangga umum, maka jarak antar tangga diperhitungkan
sesuai dengan jumlah Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan
Gedung paling jauh 40 m.
d) Tinggi anak tangga (optride/riser) tidak lebih dari 18 cm dan tidak kurang dari 15 cm.
e) Lebar anak tangga (antride/tread) paling sedikit 30 cm.
f) Tangga dengan anak tangga yang terbuka (open riser) tidak disarankan untuk
digunakan.
g) Anak tangga menggunakan material yang tidak licin dan pada bagian tepinya diberi
material anti slip (step nosing).
h) Kemiringan tangga umum tidak boleh melebihi sudut 35o.

62| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

i) Tangga dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang menerus dan pagar
tangga untuk keselamatan dan pada tiap bagian ujung (puncak dan bagian bawah)
pegangan rambat dilebihkan paling sedikit 30 cm.
j) Pegangan rambat (handrail) harus memenuhi standar ergonomis yang aman, nyaman
untuk digenggam dan bebas dari permukaan tajam dan kasar.
k) Tangga yang berhimpitan dengan dinding harus dilengkapi dengan 2 lapis pegangan
rambat (handrail) dengan ketinggian 65 cm - 80 cm yang menerus paling sedikit pada
1 sisi dinding.
l) Jarak bebas antara dinding dengan pegangan rambat pada tangga yang berhimpitan
dengan dinding paling besar 8 cm.
m) Tangga dengan lebar lebih dari 220 cm harus dilengkapi dengan pegangan rambat
tambahan di bagian tengah tangga.
n) Tangga yang berfungsi sebagai koridor di antara tempat duduk misalnya pada gedung
pertunjukan tidak berlaku keharusan menyediakan pegangan rambat (handrail).
o) Tangga pada Bangunan Gedung yang juga digunakan oleh penyandang disabilitas
netra harus dilengkapi dengan penanda huruf braille pada sisi atas pegangan rambat
yang diletakkan paling sedikit pada kedua ujung pegangan rambat untuk
menunjukkan posisi dan arah tangga.
p) Bentuk profil pegangan rambat (handrail) harus mudah digenggam dengan diameter
penampang paling sedikit 5 cm.
q) Pada setiap ketinggian tertentu tangga harus dilengkapi dengan bordes (landing)
sebagai tempat beristirahat.
r) Jumlah anak tangga sampai dengan bordes (landing) paling banyak 12 anak tangga.
s) Setiap sisi tangga yang tidak dibatasi oleh dinding harus diberi pagar tangga
(baluster).
t) Pagar tangga (baluster) yang terdiri dari kisi-kisi harus dibuat cukup rapat untuk
menghindari risiko kecelakaan terutama pada anak-anak.
u) Tinggi anak tangga putar (optride/riser) direkomendasikan antara 15 cm – 22 cm atau
sesuai dengan klasifikasi tangga putar.
v) Lebar anak tangga putar (antride/tread) bagian dalam direkomendasikan antara 12 cm
– 15 cm, sedangkan lebar anak tangga putar bagian luar direkomendasikan antara 35
cm – 45 cm.

63| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

w) Tangga perlu diberikan pencahayaan/iluminasi artifisial yang memadai untuk


keselamatan dan kenyamanan pengguna dan pengunjung Bangunan Gedung, terutama
pada tangga yang dipergunakan sebagai area sirkulasi publik dengan tingkat
pencahayaan/iluminasi paling sedikit 100 lux.
x) Tangga perlu dilengkapi dengan pencahayaan/iluminasi darurat artifisial dengan
tingkat pencahayaan/iluminasi 0,2 lux atau menggunakan lapisan photoluminescent
untuk menandai jalur evakuasi.
1) Tangga Umum

Gambar 18Detailtanggayangdirekomendasikan

Gambar 19Potonganvertikaltanggayangdirekomendasikan

Gambar 20Contohpenerapanpagartangga(baluster)pada sisitanggayangtidakdibatasiolehdinding

64| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 21Contohdetailpegangantangga

Gambar 22Peganganrambatan(handrail)yangdirekomendasikan

Gambar 23Anaktanggayangdirekomendasikan

Gambar 24Akhiranaktanggayangmenempeldengandindingharussejajar dengandindinguntukmengurangirisikokecelakaan

65| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 25Tanggayangdilengkapidenganhurufbraille disisiataspegangan


rambatanpadaintervaltertentuyangmenunjukkanposisianaktangga

Gambar 26Profilpegangan rambatan (handrail)

3) Persyaratan Teknis Sarana Evakuasi


Setiap Bangunan Gedung kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret
sederhana harus menyediakan sarana evakuasi yang dibutuhkan terutama pada
saat bencana atau situasi darurat lainnya untuk:
- evakuasi Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung ke
luar Bangunan Gedung; dan/atau
- akses petugas evakuasi.
Sarana evakuasi merupakan suatu jalan lintasan yang menerus dan tidak
terhambat dari titik manapun dalam Bangunan Gedung menuju ke jalan,
halaman, lapangan, atau ruang terbuka lainnya yang memberikan akses aman ke
jalan umum.
Sarana evakuasi dapat mencakup jalur perjalanan vertikal atau horizontal, ruang,
pintu, lorong, koridor, balkon, ram, tangga, lobi, eskalator, lapangan dan
halaman.
Sarana evakuasi terdiri atas 3 bagian utama meliputi:
a) akses eksit (exit access);
b) eksit (exit);

66| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

c) eksit pelepasan (exit discharge);

Gambar 27Bagian-bagianutamasaranaevakuasi

Sarana evakuasi perlu dilengkapi dengan sarana pendukung lainnya seperti:


a) rencana evakuasi;
b) sistem peringatan bahaya;
c) pencahayaan eksit dan tanda arah;
d) area tempat berlindung (refuge area);
e) titik berkumpul; dan
f) lif kebakaran.
Persyaratan teknis, gambar, dan ukuran sarana evakuasi adalah sebagai berikut:
Tabel Evaluasi Akses Eksit Bangunan Gedung (Permen PUPR No.14 Tahun 2017).

No. Persyaratan Teknis

1. Akses eksit harus terproteksi dari bahaya kebakaran.


2. Akses eksit harus bebas dari segala hambatan/halangan seperti pagar penghalang,
gerbang, furnitur, dekorasi, atau benda yang menghalangi pintu keluar, akses ke dalam,
jalan keluar darinya, atau visibilitas daripadanya.

3. Akses eksit harus diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan
dikenali.
4. Akses eksit 1 arah menuju ke 1 eksit, lebar minimal akses eksit harus paling sedikit bisa
dilalui oleh kursi roda.
5. Akses eksit lebih dari 2 arah menuju ke 1 eksit, masing masing akses eksit harus
memiliki lebar yang cukup untuk jumlah orang yang dilayaninya.

6. Lebar akses eksit diukur dari titik tersempit dalam hal akses eksit memiliki lebar yang
tidak seragam.

67| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

7. Akses eksit di luar ruangan dapat melalui balkon, serambi atau atap.

8. Akses eksit di luar ruangan harus dilengkapi dengan kantilever, dinding pengaman dan
menggunakan material penutup lantai yang lembut dan solid.

9. Pintu akses eksit dapat dipasang di sepanjang jalur


penyelamatan menuju eksit atau sebagai akses ke ruangan atau ruang selain toilet,
kamar tidur, gudang, ruang utilitas, pantri dan sejenisnya.

10. Pintu akses eksit harus secara jelas mudah dikenali.

11. Pintu akses eksit dari ruangan berkapasitas lebih dari 50 (lima puluh) orang yang
terbuka ke arah koridor umum tidak boleh melebihi setengah dari lebar koridor.

12. Jarak ayunan pintu akses ke tangga eksit tidak boleh melebihi setengah dari lebar
bordes tangga.

Gambar 28Jarakstandarkepintueksit

Gambar 29Contohpenerapanakseseksitpadakoridorbuntu

Gambar 30Contohpenerapanakseseksitpadakoridorterbuka

68| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

a) Persyaratan Teknis Eksit


- Bangunan Gedung dengan ketinggian sedang dan tinggi serta Bangunan Gedung
Umum di atas 1 lantai harus dilengkapi dengan eksit berupa tangga eksit yang
tertutup dan terlindung dari api, asap kebakaran, dan rintangan lainnya.
- Tangga putar tidak boleh digunakan sebagai tangga eksit.
- Lebar tangga eksit dan bordes sesuai dengan perhitungan kapasitas pengguna.
- Lebar tangga eksit dan bordes untuk kapasitas sampai dengan 50 orang paling
sedikit 90 cm.
- Lebar tangga eksit dan bordes untuk kapasitas lebih dari 50 orang paling sedikit 112
cm.
- Tangga eksit harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) setinggi 110 cm
dan mempunyai lebar anak tangga paling sedikit 30 cm dengan ketinggian paling
besar 18 cm.
- Tangga eksit terbuka yang terletak di luar bangunan harus berjarak paling sedikit 1
meter dari bukaan dinding yang berdekatan dengan tangga tersebut.
- Bangunan Gedung selain tempat parkir dengan sisi terbuka dan luas lantai Bangunan
Gedung 600 m2 atau lebih, yang bagian atas lantai tersebut tingginya 7,5 m di atas
level akses, harus dilengkapi dengan saf untuk tangga eksit dan tidak perlu
dilengkapi dengan lif kebakaran.
- Bangunan Gedung dengan 2 atau lebih lantai besmen yang luasnya lebih dari 900
m2 harus dilengkapi dengan saf untuk tangga eksit dan tidak perlu dilengkapi
dengan lif kebakaran.
- BangunanGedung dengan ketinggian sampai dengan 3 lantai, eksit harus terlindungi
dengan tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 1 jam.
- Bangunan Gedung dengan ketinggian mulai dari 4 lantai, eksit harus terlindungi
dengan tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 2 jam.
- Jika terdapat lebih dari 1 eksit pada 1 lantai, sedikitnya harus tersedia 2 eksit yang
terpisah untuk meminimalkan kemungkinan keduanya terhalang oleh api atau
keadaan darurat lainnya.
- Tidak disarankan melewati area dengan tingkat bahaya tinggi untuk menuju eksit
terdekat kecuali jalur perjalanan diproteksi dengan partisi yang sesuai atau
penghalang fisik lainnya.

69| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- Pintu eksit harus diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukenali.
- Penanda eksit harus memiliki warna khusus dan kontras dengan dekorasi,
penyelesaian interior, dan penanda lainnya.
- Perletakan dekorasi, perabotan, dan penanda lain yang diberi pencahayaan tidak
boleh mengurangi visibilitas Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung
Bangunan Gedung terhadap penanda eksit.
- Penanda eksit harus mengandung kata “EKSIT” yang mudah dibaca dengan tinggi
huruf paling kurang 15 cm dan lebar huruf paling kurang 1,875 cm.
- Penanda eksit bertuliskan “EKSIT” atau penanda sejenis dengan anak panah yang
menunjukkan arah eksit, harus ditempatkan pada akses eksit untuk mengarahkan
pada eksit terdekat.
- Pintu eksit harus menggunakan jenis pintu ayun (swinging door) yang dapat
menutup otomatis.
- Pintu eksit harus membuka ke arah perjalanan keluar untuk ruang yang dihuni oleh
lebih dari 50 orang atau digunakan untuk hunian dengan tingkat bahaya tinggi.
- Pintu eksit yang membuka ke arah lorong atau jalan terusan yang berfungsi sebagai
akses eksit tidak boleh membatasi lebar efektif akses eksit tersebut.
- Pintu eksit tidak diperbolehkan dilengkapi/berhadapan dengan cermin atau ditutup
dengan tirai/gorden.
- Untuk eksit yang melayani lebih dari 1 lantai, beban Pengguna Bangunan Gedung
dan Pengunjung Bangunan Gedung di setiap lantai dipertimbangkan secara
individual untuk menghitung kapasitas eksit di setiap lantai tersebut sehingga
kapasitas eksit tidak akan berkurang sepanjang arah perjalanan keluar.
- Jika terdapat pintu, bagian, atau tangga yang bukan sebagai eksit dan dapat
disalahtafsirkan sebagai sebuah eksit, perlu
- diberikan identifikasi dengan penanda “bukan jalan keluar” atau sesuai dengan
fungsi ruang sebenarnya seperti “menuju basement”.
- Beberapa perangkat deteksi seperti alarm dapat dipasang untuk membatasi
penyalahgunaan eksit yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi eksit,
menghambat atau menghalangi proses evakuasi Pengguna Bangunan Gedung dan
Pengunjung Bangunan Gedung.

70| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- Eksit harus memiliki ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda saat terjadi
kebakaran atau keadaan darurat lainnya.

Gambar 31 Tangga eksit dalam

Gambar 32 Tangga eksit luar

Gambar 33 Contoh pintu keluar darurat

Gambar 34 Contoh Rambu-rambu menuju pintu keluar darurat

71| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 35 Tinggi pegangan pintu keluar darurat

Gambar 36 Ruang Bebas Pintu Keluar

d) Sarana dan Prasarana Pendukung Evakuasi Lainnya


a. Rencana Evakuasi
1) Persyaratan Teknis
a) Gambar dan tulisan harus dapat terbaca dengan jelas.
b) Harus menunjukkan tata letak lantai terhadap orientasi bangunan yang benar
dan menekankan pada jalur penyelamatan (dalam kaitannya dengan lokasi
pembaca), koridor penyelamatan dan eksit menggunakan kata, warna, dan
tanda arah yang tepat.
c) Informasi lain yang dapat dilengkapi pada rencana penyelamatan kebakaran
meliputi:
i. lif kebakaran;
ii. slang kebakaran;
iii. alat pemadam api ringan (APAR);
iv. pipa tegak kering dan/atau pipa tegak basah;
v. papan indikator api/kebakaran; dan
vi. titik panggil alarm manual.
2) Gambar detail dan ukuran

72| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 37 Contoh rencana evakuasi alternatif 1

Gambar 38Contoh rencana evakuasi alternatif 2

b. SistemPeringatan Bahaya BagiPengguna


1) Persyaratan Teknis
a) Sistem peringatan bahaya pada Bangunan Gedung berupa sistem alarm bencana
(kebakaran, gempa, tsunami) dan/atau sistem peringatan menggunakan audio/tata
suara dan visual (cahaya berpendar dalam gelap dan waktu berpendar paling
sedikit 2 jam dapat menyala tanpa sumber daya cadangan).
b) Sistem alarm bencana (kebakaran, gempa, tsunami) dan/atau sistem peringatan
bahaya dipasang sesuai SNI 0225: 2011 atau edisi terbaru tentang “Persyaratan
Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011)”, dan SNI 3985: 2000 atau edisi
terbaru tentang “Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Deteksi dan
Alarm Kebakaran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan
Gedung”.
c) Sistem pencahayaan darurat dipasang sesuai SNI 6574: 2001 tentang “Tata Cara
Perancangan Pencahayaan Darurat.

73| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

d) Sarana jalan keluar dipasang sesuai SNI 1746: 2000 tentang “Tata Cara
Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan terhadap
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung”.
e) Jalur evakuasi pada saat terjadi tsunami dipasang sesuai SNI 7766: 2012 tentang
“Jalur Evakuasi Tsunami”.
f) Jenis-jenis sensor yang dapat digunakan pada alarm kebakaran antara lain:

(1) Sensor asap (Smoke Detector)


Sensor asap akan mendeteksi intensitas asap pada suatu ruangan.
(2) Sensor panas (Heat Detector)
Sensor panas akan mendeteksi perubahan panas di suatu ruangan dengan
perubahan bentuk atau konduktivitas benda pada sensor karena perubahan
panas tersebut.
(3) Sensor percikan api (Flame Detector)
Sensor percikan api akan bekerja untuk mendeteksi bila terjadi percikan api
di suatu area pantauannya.
(4) Sensor gas (Gas Detector)
Sensor gas akan untuk mendeteksi kehadiran sebuah gas dalam area tertentu
yang berpotensi menimbulkan kebakaran atau pun menyebabkan gangguan
keselamatan bagi manusia.
(5) Sensor warna/citra (Images sensor)
Sensor warna/citra menganalisa spektrum warna yang dihasilkan dari suatu
objek yang berpotensi menghasilkan ledakan kebakaran.

Gambar 39 Contoh sensor panas

74| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 40 Contoh sensor percikan api

Gambar 41 Contoh sensor gas

Gambar 42Contoh spektrum warna pada sensor warna/citra

Gambar 43 Contoh sensor asap

Gambar 44 Sistem peringatan kebakaran

75| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 45 Contoh lampu peringatan bahaya

Gambar 46Contohtombolperingatanbahaya

c. Pencahayaan Eksit dan Tanda Arah


1) Persyaratan Teknis
a) Penggunaan penandaan photoluminescent/pita ditempatkan di sepanjang jalur
evakuasi eksit pada:
(1) sepanjang dinding internal;
(2) sepanjang koridor;
(3) pintu asap;
(4) lobi pemadam lobi bebas kebakaran; dan
(5) tangga eksit.
b) Penandaan photoluminescent/pita dapat dihilangkan dengan ketentuan sebagai
berikut:
(1) sumber daya listrik darurat pada pencahayaan eksit, tanda arah eksit dan
tanda-tanda arah di lokasi di atas dilengkapi dengan baterai terpisah (sistem
titik tunggal) sesuai ketentuan yang berlaku atau pasokan baterai sentral yang
didukung oleh generator siaga;
(2) terdapat paling sedikit 2 pencahayaan darurat dalam lobi bebas asap, lobi
pemadam kebakaran dan koridor dengan tanda arah eksit sehingga tidak
terdapat bagian yang gelap akibat gangguan pencahayaan darurat; dan
(3) harus terdapat paling sedikit 1 pencahayaan darurat di setiap bordes tangga
eksit.

76| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

c) Lebar penandaan photoluminescent/pita paling sedikit 50 mm yang ditempatkan


pada level terendah.
d) Bagian bawah tanda pada level rendah tidak boleh kurang dari 150 mm atau
tidak lebih dari 400 mm di atas level lantai.

Gambar 47 Contoh pencahayaan arah

Gambar 48 Contoh pencahayaan Eksit

d. Persyaratan Teknis TitikBerkumpul


1) Jarak minimum titik berkumpul dari Bangunan Gedung adalah 20 m untuk
melindungi Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung
dari keruntuhan atau bahaya lainnya.
2) Titik berkumpul dapat berupa jalan atau ruang terbuka.
3) Lokasi titik berkumpul tidak boleh menghalangi akses dan manuver mobil
pemadam kebakaran.
4) Memiliki akses menuju ke tempat yang lebih aman, tidak menghalangi dan
mudah dijangkau oleh kendaraan atau tim medis.

77| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

5) Persyaratan lain mengenai titik berkumpul mengikuti ketentuan peraturan


perundang-undangan tentang sistem proteksi kebakaran pada Bangunan
Gedung dan lingkungan.

Gambar 49 Contoh penanda titik berkumpul

Gambar 50Contoh Penerapan penanda titik berkumpul

3. Kelengkapan Prasarana dan Sarana Pemanfaatan Bangunan Gedung


Setiap Bangunan Gedung Umum sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan
gedungnya harus menyediakan kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan
Bangunan Gedung untuk memberikan kemudahan bagi Pengguna Bangunan Gedung
dan Pengunjung Bangunan Gedung dalam menjalankan aktivitasnya. Penyediaan
kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan Bangunan Gedung umum meliputi:
1) Ruang ibadah;
2) Ruang ganti;
3) Ruang laktasi;
4) Taman penitipan anak (tpa)
5) Toilet;
6) Bak cuci tangan;
7) Pancuran;
8) Urinal;
9) Tempat sampah;
10) Fasilitas komunikasi dan informasi;
11)Ruang tunggu;
12) Perlengkapan dan peralatan kontrol;
13)Rambu dan marka;

78| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

14) Titik pertemuan;


15) Tempat parkir;
16) Sistem parkir otomatis; dan
17)Sistem kamera pengawas.
Persyaratan teknis, gambar, dan ukuran kelengkapan prasarana dan sarana
pemanfaatan Bangunan Gedung adalah sebagai berikut:
1) Persyaratan Teknis Ruang Ibadah
a) Ruang ibadah harus ditempatkan menjadi 1 dengan Bangunan Gedung atau secara
khusus terpisah pada lokasi yang layak, suci, mudah dilihat dan dicapai dilengkapi
dengan penunjuk arah dan penanda yang informatif.
b) Ruang ibadah dapat berupa mushola, masjid atau praying room pada Bangunan
Gedung Umum atau ruang meditasi untuk fasilitas internasional.
c) Ruang ibadah untuk laki-laki dan perempuan dapat disediakan secara terpisah atau
disatukan dan dilengkapi dengan fasilitas peribadatan.
d) Pintu masuk mushola atau masjid disarankan tidak langsung berhadapan dengan
arah kiblat.
e) Mushola atau masjid dilengkapi dengan ruang wudhu dengan ketentuan:
- Ruang wudhu laki-laki dan perempuan harus terpisah;
- Ruang wudhu dengan toilet atau kamar mandi harus terpisah;
- Lantai ruang wudhu harus menggunakan material bertekstur kasar, tidak licin
dan mudah dibersihkan;
- Ruang wudhu harus dapat diakses secara mudah dan aman oleh Pengguna
Bangunan Gedung Dan Pengunjung Bangunan Gedung;
- Jarak antar kran pada ruang wudhu 80 cm – 100 cm dengan ketinggian kran 80
cm – 100 cm; dan
- Ruang wudhu harus memiliki sistem pencahayaan dan penghawaan yang
memadai.
f) Kelengkapan yang dapat disediakan di ruang wudhu, antara lain:
- bangku;
- pijakan kaki;
- tempat meletakkan barang pribadi selama berwudhu;
- gantungan; dan/atau
- cermin.

79| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

g) Jika terdapat perbedaan ketinggian lantai antara ruang wudhu dan ruang ibadah
dapat disediakan ram untuk pengguna kursi roda.
h) Pada ruang ibadah perlu disediakan loker untuk menyimpan sepatu atau barang
bawaan penggunanya.
i) Persentase rata-rata kebutuhan luasan ruang ibadah berdasarkan fungsi Bangunan
Gedung adalah sebagai berikut:
- Bangunan Gedung Fungsi Hunian Rumah susun/apartemen sebesar 5% dari luas
lantai Bangunan Gedung.
- Bangunan Gedung Fungsi Usaha sebesar 5% dari luas lantai Bangunan Gedung
kecuali gudang penyimpanan sebesar 3% dari luas lantai Bangunan Gedung.
- Bangunan Gedung Fungsi Sosial Budaya sebesar 5% dari luas Bangunan
Gedung kecuali tempat praktik dokter sebesar 2% dari luas lantai Bangunan
Gedung.
- Bangunan Gedung Fungsi Khusus sebesar 2% dari luas lantai Bangunan
Gedung.
- Bangunan Gedung yang memiliki lebih dari 1 fungsi sebesar 3% dari luas lantai
Bangunan Gedung.

Gambar 51 Contoh desain mushola/ruang shalat

1) Tempat wudhu berdiri

80| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 52Dimensi tempat wudhu berdiri (Denah, Tampak, dan Potongan)

2) Tempat wudhu duduk

Gambar 53 Dimensi tempat wudhu duduk (denah, tampak, dan potongan)

81| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

2) Persyaratan Teknis Ruang Ganti


a) Ruang ganti perlu disediakan terutama pada Bangunan Gedung yang aktivitas
didalamnya mempersyaratkan penggunaan pakaian/seragam tertentu seperti
pabrik dan rumah sakit.
b) Lampu pada ruang ganti dengan luas ruang sampai dengan 30 m2 diletakkan pada
ketinggian paling rendah 2,3 m sedangkan untuk ruang ganti dengan luas ruang
lebih dari 30 m2, lampu diletakkan pada ketinggian paling rendah 2,5 m.
c) Luas ruang ganti paling sedikit berukuran 6 m2 dengan dilengkapi pencahayaan
dan penghawaan yang memadai.
d) Tingkat pencahayaan/iluminasi pada ruang ganti paling rendah 150 lux.
e) Persentase rata-rata kebutuhan luasan ruang ganti berdasarkan fungsi Bangunan
Gedung adalah sebagai berikut:
- Bangunan Gedung Fungsi Usaha sebesar 5% dari luas lantai Bangunan Gedung
kecuali toko sebesar 2% dari luas lantai Bangunan Gedung.
- Bangunan Gedung Fungsi Sosial Budaya sebesar 5% dari luas lantai Bangunan
Gedung kecuali fasilitas pendidikan dan museum sebesar 2% dari luas lantai
Bangunan Gedung.
- Bangunan Gedung yang memiliki lebih dari 1 fungsi sebesar 5% dari luas lantai
Bangunan Gedung.

Gambar 54 Contoh denah ruang ganti

82| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 55 Contoh loker ruang ganti

3) Persyaratan teknis Toilet


- Tipe standar toilet umum dibagi menjadi:
• tipe standar menggunakan jenis kloset jongkok;
• tipe moderat menggunakan jenis kloset jongkok dengan kloset duduk dengan
jumlah yang sebanding; dan
• tipe deluxe menggunakan jenis kloset duduk lebih banyak daripada kloset
jongkok.
- Akses menuju toilet laki-laki dan perempuan perlu dibuat terpisah untuk
pertimbangan keamanan.
- Penempatan toilet sebaiknya merupakan satu kesatuan dengan ruang utamanya.
- Toilet dilengkapi dengan penanda yang jelas dan informatif.
- Setiap toilet untuk laki-laki dan perempuan harus menyediakan paling sedikit 1
buah toilet untuk penyandang disabilitas dan 1 buah toilet untuk anak-anak.
- Penutup lantai untuk toilet dipilih dari material bertekstur dan tidak licin.
- Luas ruang dalam toilet paling sedikit berukuran 80 cm x 155 cm.
- Luas ruang dalam toilet penyandang disabilitas paling sedikit
- Memiliki ukuran 152,5 cm x 227,5 cm dengan mempertimbangkan ruang gerak
pengguna kursi roda.
- Luas ruang dalam toilet untuk anak-anak paling kurang memiliki ukuran 75 cm x
100 cm.
- Lebar bersih pintu toilet paling sedikit 70 cm kecuali untuk toilet penyandang
disabilitas 90 cm.
- Daun pintu toilet penyandang disabilitas pada dasarnya membuka ke arah luar
toilet dan memiliki ruang bebas sekurang- kurangnya 152,5 cm antara pintu dan
permukaan terluar kloset;

83| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- Jika daun pintu toilet penyandang disabilitas membuka ke arah dalam toilet, maka
harus memberikan ruang bebas yang cukup untuk pengguna kursi roda melakukan
manuver berputar 1800 dan membuka/menutup daun pintu.
- Pintu toilet penyandang disabilitas perlu dilengkapi dengan plat tendang di bagian
bawah pintu untuk pengguna kursi roda dan penyandang disabilitas netra.
- Pintu toilet penyandang disabilitas dilengkapi dengan engsel yang dapat menutup
sendiri.
- Pada bagian atas luar pintu toilet penyandang disabilitas disediakan lampu alarm
(panic lamp) yang akan diaktifkan oleh pengguna toilet dengan menekan tombol
bunyi darurat (emergency sound button) atau menarik tuas yang tersedia di dalam
toilet penyandang disabilitas ketika terjadi keadaan darurat.
- Tuas di dalam toilet penyandang disabilitas harus diletakkan pada tempat yang
mudah dijangkau oleh penyandang disabilitas.
- Toilet penyandang disabilitas harus dilengkapi dengan pegangan rambat untuk
memudahkan pengguna kursi roda berpindah posisi dari kursi roda ke atas kloset
ataupun sebaliknya.
- Toilet perlu diberi sirkulasi udara yang memadai melalui jendela atau bovenlicht.
- Pencahayaan di dalam toilet harus memadai dengan standar iluminasi paling
sedikit 100 lux.
- Kelembaban udara dalam ruangan harus memadai antara 40% - 50%.
- Lantai toilet memiliki kelandaian paling sedikit 1% dari panjang atau lebar lantai.
- Lantai toilet harus memiliki ketinggian yang lebih rendah daripada lantai ruangan
di luar toilet yang memadai.
- Setiap water closet harus ditempatkan pada kompartemen yang terpisah.
- Dinding dan lantai toilet diberi lapisan kedap air (waterproofing).
- Kelengkapan ruang yang perlu disediakan pada toilet yaitu:
- Bak cuci tangan; - Pengharum Ruangan;
- Cermin; - Penggantung pakaian;
- Tempat sampah; - Urinal;
- Pengering tangan; - Kloset;
- Tisu; - Jetshower;
- Sanitizer; - Bidet;
- Sabun, - Exzhaust fan

84| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- Keran Air

- Toilet untuk anak-anak perlu dilengkapi dengan bak cuci tangan, WC, dan urinal
dengan ketinggian yang dapat dijangkau anak- anak.
- Persentase rata-rata kebutuhan luasan toilet berdasarkan fungsi Bangunan Gedung
adalah sebagai berikut:
• Bangunan fungsi hunian sebesar 1% dari luas lantai Bangunan Gedung;
• Bangunan Gedung fungsi keagamaan sebesar 2% dari luas lantai Bangunan
Gedung;

• Bangunan Gedung Fungsi Usaha


✓ Perkantoran sebesar 2% dari luas lantai Bangunan Gedung;
✓ Mall sebesar 4% dari luas lantai Bangunan Gedung;
✓ Pasar, terminal, gedung olahraga, dan arena bermain sebesar 5% dari luas
lantai Bangunan Gedung; dan
✓ Toko, ruko, home industry, perhotelan, dan tempat penyimpanan sebesar
1% dari luas lantai Bangunan Gedung;
a) Bangunan Gedung Fungsi Sosial Budaya
✓ laboratorium sebesar 1% dari luas lantai Bangunan Gedung;
✓ fasilitas pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan gedung kesenian
sebesar 2% dari luas lantai Bangunan Gedung;
✓ museum sebesar 3% dari luas lantai Bangunan Gedung;
✓ pelayanan umum sebesar 4% dari luas lantai Bangunan Gedung; dan
✓ gedung pameran sebesar 5% dari luas lantai Bangunan Gedung;
b) Bangunan Gedung Fungsi Khusus
✓ Bangunan Gedung untuk lembaga kepresidenan dan bangunan gedung
pertahanan sebesar 1% dari luas lantai Bangunan Gedung;
✓ Bangunan Gedung Lembaga Negara dan perwakilan RI di negara lain
sebesar 2% dari luas lantai Bangunan Gedung; dan
✓ Bangunan Gedung Lembaga Peradilan sebesar 3% dari luas lantai Bangunan
Gedung.
✓ Bangunan Gedung yang memiliki lebih dari 1 (satu) fungsi sebesar 3% dari
luas lantai Bangunan Gedung.
85| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

1) Ukuran Toilet Umum

Gambar 56 Ruang dalam toilet dengan bukaan ke dalam dan tempat sampah

Gambar 57 Ruang dalam toilet dengan bukaan ke dalam, tempat sampah, dan tempat barang bawaan

Gambar 58Denah toilet penyandang disabilitas

Gambar 59 Contoh ruang dalam toilet penyandang disabilitas yang dilengkapi dengan pegangan rambat

86| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 60 Pintu toilet disabilitas dengan material daun pintu dari logam

Gambar 61 Pintu toilet disabilitas dengan material daun pintu dari kaca

Gambar 62 Dimensi ruang dalam toilet untuk umum dan anak-anak

2) Toilet Umum Tipe Standar

87| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 63 Denah toilet umum tipe standar

Gambar 64 Tampak depan toilet umum tipe standar

Gambar 65 Potongan A toilet umum tipe standar

88| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 66 Potongan B toilet umum tipe standar

Gambar 67 Potongan C toilet umum tipe standar

Gambar 68 Potongan D toilet umum tipe standar

3) Toilet Umum Tipe Moderat

Gambar 69 Denah & Potongan toilet umum tipe moderat

Gambar 70 Potongan A toilet umum tipe moderat

89| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

6) Persyaratan Teknis Bak Cuci Tangan


a) Pemasangan bak cuci tangan harus dapat menghindari percikan air ke sekitar bak
cuci tangan, pengguna, dan lantai.
b) Ukuran bak cuci tangan setidaknya 45 cm x 60 cm.
c) Ketinggian bak cuci tangan yang disarankan untuk orang dewasa adalah 85 cm.
d) Ketinggian bak cuci tangan yang disarankan untuk pengguna kursi roda adalah 75
cm.
e) Ketinggian bak cuci tangan untuk anak-anak yang disarankan adalah 70 cm.
f) Disarankan menggunakan kran dengan sistem sensor.
g) Ruang bebas untuk pengguna bak cuci tangan setidaknya 60 cm dari tepi bak cuci
tangan dengan sirkulasi 60 cm.

Gambar 71 Dimensi dan ruang bebas bak cuci tangan

Gambar 72 Ukuran bak cuci tangan

7) Persyaratan Teknis Urinal


a) Urinal untuk anak-anak dapat digunakan jenis floorstanding atau dibuat langsung
di atas lantai.
b) Perlu urinal yang dipasang sampai lantai (floor-standingurinal) khusus untuk
penyandang disabilitas.
c) Urinal untuk orang dewasa dipasang dengan ketinggian 60 cm dari lantai.
d) Urinal untuk anak dipasang paling tinggi 40 cm dari lantai.

90| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

e) Urinal harus dilengkapi dengan tombol flush dan/atau peralatan flush otomatis
untuk menyiram urinal setelah digunakan.
f) Tombol flush yang disarankan adalah dualflush dengan minimum penggunaan air
3,4 liter dan maksimal penggunaan air 6 liter.
g) Jarak antar urinal paling kurang 70 cm dengan sekat pemisah (modestyboard)
yang memiliki ukuran setidaknya 40 cm x 80 cm.
h) Urinal perlu dilengkapi dengan pelindung (urineprotector) untuk menjaga
kesucian badan atau pakaian dari cipratan urin.
i) Spray urinal harus dapat diaktivasi dengan sistem ganda (sensor dan manual) agar
pengguna dapat bersuci setelah menggunakan urinal.
j) Sekat pemisah harus menggantung dan tidak menyentuh lantai untuk menjaga
privasi pengguna dan menjamin kebersihan area di bawah urinal.
k) Ruang bebas untuk pengguna urinal setidaknya 60 cm dari tepi sekat pemisah
dengan sirkulasi 60 cm.

Gambar 73Dimensitinggimaksimalurinaldewasadananak-anak

Gambar 74Dimensiurinaldengansirkulasi

91| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 75Contohspray urinaldengansensor

8) Persyaratan Teknis Tempat Sampah


a) Tempat sampah di dalam Bangunan Gedung setidaknya disediakan 1 buah di
setiap fungsi ruang seperti toilet, ruang kerja, ruang tunggu, dan lain sebagainya.
b) Tempat sampah terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan jarak antar
tempat sampah yaitu 20 meter.
c) Tempat sampah dibuat dengan dimensi sesuai kebutuhan dan menggunakan
material yang memiliki durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak.
d) Tempat sampah setidaknya dipisahkan berdasarkan sampah organik dan
anorganik;
e) Tempat sampah di luar bangunan dapat dipilah berdasarkan jenis:
- sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3);
- sampah yang mudah terurai;
- sampah yang dapat digunakan kembali;
- sampah yang dapat didaur ulang; dan
- sampah lainnya.
f) Tempat sampah harus:
- Diberikan label atau tanda;
- Dibedakan bahan, bentuk dan/atau warna wadah;
- Menggunakan wadah yang tertutup;
- Kedap air dan udara; dan
- Mudah dibersihkan;

g) Penempatan tempat sampah sebaiknya pada lokasi yang:


- Mudah dijangkau untuk kemudahan pengangkutan;

92| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- Tidak mengganggu estetika;


- Tidak berdekatan dengan tempat pengolahan makanan/minuman dan tempat
makan/minum; dan
- Tidak mengganggu kesehatan pengguna bangunan gedung dan pengunjung
bangunan gedung.
h) Saf sampah harus dibuat dengan konstruksi tahan api untuk mencegah
kebakaran.
i) Saf sampah perlu dilengkapi dengan:
- Tempat pembuangan yang diletakkan di area servis di setiap lantai;
- Tempat pembuangan dengan roda yang diletakkan di bagian akhir saf sampah;
- Semprotan pembersih saf sampah;
- Sprinkler yang dipasang setidaknya di pintu pembuangan pada setiap lantai;
- Lampu;
- Pintu pembuangan sampah (tipikal tiap lantai) dengan ukuran setidaknya 38 cm
x 46 cm;
- Pintu pembuangan otomatis yang terhubung dengan tempat pembuangan di
lantai dasar yang akan tertutup ketika suhu saf meningkat hingga 750 c; dan
- Lubang udara/ventilasi yang dipasang pada bagian ujung atas saf sampah/atap
bangunan gedung dengan ketinggian dari lantai atap sekurang-kurangnya 90
cm;
j) Saf sampah berupa pipa penghubung yang terbuat dari beton/PVC dengan
diameter 60 cm dengan lebar bersih saf kurang lebih 72 cm.
k) Tempat pembuangan sampah organik sementara berada dalam ruangan yang
dikondisikan dengan suhu maksimum 150 C untuk memperlambat proses
pembusukan.
l) Saf sampah dapat langsung dipisahkan berdasarkan jenis sampah.

93| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 76Contohpemilahansafsampahpada BangunanGedungbertingkatberdasarkanjenissampah

Gambar 77Contoh desain saf sampah untuk Bangunan Gedung bertingkat

9) Persyaratan Teknis Ruang Tunggu


1) Untuk ruang tunggu pada sarana perhubungan dan/atau Bangunan Gedung
Umum lainnya dengan kapasitas pelayanan besar perlu menyediakan paling
sedikit 50% tempat duduk dan 50% area berdiri untuk penumpang tanpa
bagasi.
2) Ruang tunggu pada sarana perhubungan perlu menyediakan paling sedikit 1
area tunggu khusus bagi pengguna kursi roda dengan ukuran paling sedikit
90 cm x 130 cm.
3) Untuk ruang tunggu pada Bangunan Gedung Umum dengan kapasitas
pelayanan sedang dan kecil perlu menyediakan paling sedikit 25% tempat
duduk dan 75% area berdiri.
4) Untuk ruang tunggu lobi lif perlu menyediakan 100% area berdiri.

94| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 78Arearuangtunggukhususpenggunakursiroda

10) Persyaratan Teknis Rambu dan marka


a) Rambu dan marka harus informatif dan mudah ditemukenali oleh setiap Pengguna
Bangunan Gedung Dan Pengunjung Bangunan Gedung.
b) Penempatan rambu terutama dibutuhkan pada:
- Penempatan yang sesuai dan tepat serta bebas pandang tanpa penghalang;
- Satu kesatuan sistem dengan lingkungannya;
- Cukup mendapat pencahayaan, termasuk penambahan lampu pada kondisi
gelap;
- Tidak mengganggu arus (pejalan kaki dll) dan sirkulasi (buka/tutup pintu, dll);
- Arah dan tujuan jalur pedestrian;
- Km/wc umum;
- Telepon umum;
- Parkir khusus penyandang disabilitas;
- Nama fasilitas dan tempat; dan
- Atm.
c) Persyaratan rambu yang digunakan:
- rambu huruf timbul atau huruf braille yang dapat dibaca oleh penyandang
disabilitas netra dan penyandang disabilitas lain dengan jarak minimal dari
huruf latin ke huruf braille yaitu 1 cm;
- rambu yang berupa gambar dan simbol sebaiknya dengan sistem cetak timbul,
sehingga yang mudah dan cepat ditafsirkan artinya;
- rambu yang berupa tanda dan simbol internasional;
- rambu yang menerapkan metode khusus (misal: pembedaan perkerasan tanah,
warna kontras, dll);
- karakter dan latar belakang rambu harus dibuat dari bahan yang tidak silau;
95| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- karakter dan simbol harus kontras dengan latar belakangnya, apakah karakter
terang di atas gelap, atau sebaliknya;
- proporsi huruf atau karakter pada rambu harus mempunyai rasio lebar dan
tinggi antara 3:5 dan 1:1, serta ketebalan huruf antara 1: 5 dan 1:10; dan
- tinggi karakter huruf dan angka pada rambu harus diukur sesuai dengan jarak
pandang dari tempat rambu itu dibaca.
d) Jenis-jenis rambu dan marka
Jenis-jenis Rambu dan Marka yang dapat digunakan antara lain:
Alarm lampu darurat penyandang disabilitas rungu yang diletakkan pada dinding
diatas pintu dan lif.
- Audio untuk penyandang disabilitas rungu yang diletakkan di dinding utara-
barat-timur-selatan pada ruangan pertemuan, seminar, bioskop, dll.
- Fasilitas teletext/runningtext penyandang disabilitas rungu diletakkan/digantung
pada pusat informasi di ruang publik.
- Papan informasi dengan lampu indikitor (LightSign) diletakkan di atas
loket/pusat informasi pada ruang publik, ruang loket/pusat informasi dan di atas
pintu keberangkatan pada ruang tunggu airport bandara, KA, pelabuhan, dan
terminal.
- Fasilitas TV text bagi penyandang disabilitas rungu.
- Diletakkan/digantung di atas loket/informasi pada ruang lobby, atau pada
sepanjang koridor yang dilewati penumpang.
- Fasilitas bahasa isyarat (sign language).
- Diletakkan di loket/informasi, pos satuan pengaman yang menyediakan
komunikasi menggunakan bahasa isyarat.
e) Kriteria Rambu dan Marka
- Warna
(1) Warna latar pada rambu dan marka harus disesuaikan dengan standar rambu
keselamatan dan warna yaitu:

96| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Tabel 2StandarWarnaLataruntukRambudanMarka

No Warna Kode RGB Arti Penerapan


1 Merah 255;0;0 a. bahaya Rambu keselamatan
#FF0000 b. berhenti Tombol berhenti darurat pada mesin
identifikasi peralatan kebakaran

2 Jingga neon 253;95;0 Label dan wadah untuk darah serta limbah
#FD5F00 infeksius. (Peringatan label harus berwarna
jingga neon atau jingga-merah dengan
lambang biosafety dalam warna yang
Biosafety kontras.)
Jingga-merah 255;69;0
#FF4500

3 Kuning 255;255;0 Perhatian Tanda perhatian untuk bahaya tersandung,


#FFFF00 terjatuh dan bahaya yang mencolok. Label:
"Mudah terbakar, Jauhkan dari Api" pada
lemari. Kaleng dan wadah untuk bahan
peledak, korosif atau bahan yang tidak
stabil.
4 Jingga 255;165;0 Peringatan Bagian dari mesin atau peralatan bermotor
#FFA500 yang dapat memotong, menghancurkan atau
melukai. Di dalam mesin transmisi untuk
katrol, roda gigi, dll

5 Hijau 0;128;0 Keselamatan Lokasi peralatan pertolongan pertama.


#008000 Lokasi peralatan keselamatan, respirator,
pancuran keselamatan, dll

6 Biru 0;0;205 Informasi Tanda dan papan buletin. Peringatan khusus


#0000CD pada jalur kereta api mengenai petunjuk
mulai, penggunaan atau peralatan bergerak
yang sedang diperbaiki.

7 Hitam 0;0;0 Penanda batas Penanda lalu lintas atau jalur servis. Tangga,
#000000 petunjuk arah dan batas.

Putih 255;255;255
#FFFFFF

Kuning 255;255;0
#FFFF00

Kombinasi warna
dari hitam dengan
putih atau kuning

97| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

No Warna Kode RGB Arti Penerapan

8 Magenta 155;48;255 Peringatan Radiasi X-ray, alpha, beta, gamma, neutron


#9B30FF radiasi dan proton.

Ungu pada kuning

(2) Warna latar dan huruf rambu dan marka harus kontras atau memiliki perbedaan
warna yang jelas.

Gambar 79Contohrambudanmarkadenganwarna kontras

- Jenis Huruf
Beberapa huruf yang biasa digunakan untuk rambu dan marka antara lain:
(1) Helvetica

(2) Futura

(3) Times New Roman

(4) Copperplate

98| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

(5) Trebuchet

(6) Braille

- Ukuran
Ukuran huruf pada rambu dan marka disesuaikan dengan jarak baca.
Tabel 3Standar Jarak Baca Huruf Rambu dan Marka

JarakBaca JarakBaca
TinggiHuruf (cm)
Efektif(m) Maksimum(m)
8 0,76 2,54
10 1,02 3,81
15 1,52 5,08
20 2,03 8,89
23 2,29 10,16
25 2,54 11,43
30 3,05 13,34
38 3,81 16
48 4,57 19,05
61 6,10 25,4
76 7,62 31,75
91 9,14 38,1
107 10,67 44,45
122 12,19 50,8
137 13,72 57,15
152 15,24 63,5

- Material
(1) Rambu dan marka harus terbuat dari material yang tahan cuaca seperti
aluminium, plastik, akrilik, stainlesssteel, aluminium composite panel, fiber
glass, atau batu bata.

99| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

(2) Untuk material aluminium dan material metal lainnya harus dilapisi dengan
cat anti karat, tidak mudah memudar atau berubah warna, mengelupas, dan
tidak mudah retak sehingga dapat bertahan setidaknya 4 (empat) tahun.
(3) Tepi rambu dan marka harus rata
(4) Proses pengecatan harus rata dan tidak boleh terdapat gelembung cat
11) Persyaratan Teknis Tempat Parkir
Persentase rata-rata kebutuhan luasan tempat parkir adalah 20% - 30% dari luas
lantai Bangunan Gedung.
1) Persyaratan Tempat Parkir Mobil
a) Lokasi tempat parkir sebaiknya mudah dijangkau dan diawasi.
b) Dilengkapi dengan penunjuk arah dan penandaan yang jelas serta tidak
tersembunyi.
c) Dilengkapi dengan kamera pengawas terutama pada lokasi yang sedikit
atau tidak mudah diawasi.
d) Pada tempat parkir yang luas perlu dilengkapi dengan huruf atau angka
untuk mempermudah pengemudi menemukan kendaraannya.
e) Memiliki penerangan dan penghawaan yang cukup.
f) Kelengkapan yang perlu disediakan pada tempat parkir diantaranya:
✓ marka parkir;
✓ stopper;
✓ APAR.
2) Persyaratan Tempat Parkir Motor
Satuan ruang parkir untuk sepeda motor yang direkomendasikan adalah
minimal 70 cm x 200 cm.
1) Gambar Tempat Parkir Mobil

Gambar 80Ruangparkir susunandiagonal

100| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 81Ruangparkir susunanhorizontal

Gambar 82Dimensibentukruangparkir

0
Gambar 83Dimensiruang parkirdengansudut90

0
Gambar 84Dimensiruangparkir45 hanyadengan1(satu)arahlalulintas

101| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

2) Gambar Tempat Parkir Motor

Gambar 85Ukuransatuanruangparkirsepedamotor

12) Persyaratan Teknis Sistem Kamera Pengawas


a) Sistem kamera pengawas harus dilengkapi dengan digital video recording
(DVR) yang berfungsi merekam gambar dan/atau suara ke dalam format
digital.
b) Pemasangan kamera pengawas dilakukan untuk mengantisipasi dan/atau
mengurangi ancaman, kerentanan dan risiko kemanan tanpa melanggar privasi
pengguna dan pengunjung Bangunan Gedung.
c) Tingkat kedetailan gambar kamera pengawas dapat disesuaikan dengan
kebutuhan penggunaan antara lain untuk:
- Memantau (12,5 piksel/m – Nilai piksel per meter pada jarak target)
Agar operator mengetahui kehadiran orang di suatu lokasi.Serta
mengetahui jumlah, arah dan kecepatan pergerakan orang di wilayah yang
luas.
- Mengidentifikasi (25 piksel/m)
Untuk memungkinkan operator secara pasti mudah menentukan apakah ada
atau tidak target (orang atau kendaraan).
- Mengamati (62,5 piksel/m)
Untuk mengetahui karakteristik individu.seperti jenis dan warna pakaian
khas untuk dilihat. Juga memungkinkan untuk mengetahui aktivitas di
sekitar pada saat terjadi suatu peristiwa.
- Mengenali (125 piksel/m)
Untuk memungkinkan operator menentukan dengan tingkat kepastian yang
tinggi apakah individu yang ditampilkan adalah sama dengan orang yang
sudah mereka lihat sebelumnya.

102| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- Mengidentifikasi (250 piksel/m ) Untuk memastikan identifikasi seseorang


tanpa keraguan lagi.
- Memeriksa (1000 piksel/m)
Untuk mengetahui rincian karakteristik individu, seperti detil pakaian yang
dikenakan, juga memungkinkan pandangan aktivitas di sekitarnya yang
lebih jelas.

Gambar 86SistemKameraPengawasNirkabel

4. Pemberlakuan Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung


a. Lingkup Pemberlakuan Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung
Pemberlakuan Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung dibagi menjadi 2 (dua)
kategori yaitu:
1) Pemberlakuan persyaratan kemudahan bangunan gedung bersifat wajib (mandatory);
atau
2) Pemberlakuan persyaratan kemudahan bangunan gedung bersifat disarankan
(recommended).
Pemberlakuan Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung diterapkan pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan berdasarkan fungsi Bangunan Gedung, Jenis Bangunan
Gedung dan klasifikasi Bangunan Gedung.
Penerapan Pemberlakuan Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung termasuk pada
ruang terbuka milik perorangan, ruang terbuka milik pemerintah dan ruang terbuka
milik swasta.
Fungsi Bangunan Gedung meliputi:
- Fungsi hunian;
- Fungsi keagamaan;
- Fungsi usaha;
103| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

- Fungsi sosial budaya;


- Fungsi khusus; dan
- Fungsi campuran.

Jenis Bangunan Gedung ditetapkan berdasarkan fungsi Bangunan Gedung. Jenis


Bangunan Gedung berdasarkan fungsi hunian paling sedikit meliputi:
- Rumah tinggal tunggal sederhana;
- Rumah tinggal deret;
- Rumah tinggal susun;
- Rumah tinggal sementara;
- Asrama/rumah kos;
- Rumah tamu (guest house);
- Panti werdha;
- Panti disabilitas;
- Villa;
- Rumah kebun;
- Rumah toko; dan
- Rumah kantor.

Jenis Bangunan Gedung berdasarkan fungsi keagamaan paling sedikit meliputi:


- Masjid termasuk mushola;
- Gereja termasuk kapel;
- Pura;
- Wihara; dan
- Klenteng.
Jenis Bangunan Gedung berdasarkan fungsi usaha paling sedikit meliputi:
- Perkantoran; - Koondotel
- Kantor (single building); - Restoran;
- Mall; - Kafe;
- Pasar tradisional; - Taman bermain;
- Toko; - Gedung pertemuan;
- Kios; - Gedung olahraga;
- Warung; - Bioskop;
- Ruang pamer; - Gedung pertunjukkan;
- Pabrik; - Terminal angkutan darat;
- Laboratorium - Pelabuhan udara;
(milik swasta/perorangan); - Pelabuhan laut;
- Perbengkelan; - Stasiun kereta api;
- Industri rumahan - Pergudangan;

104| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

(home industry); - Tempat pendinginan; dan Gedung


- Hotel; - parkir
- Motel;

Jenis Bangunan Gedung berdasarkan fungsi sosial budaya paling sedikit meliputi:
- Sekolah dasar;
- Sekolah menengah pertama;
- Sekolah menengah atas;
- Perguruan tinggi;
- Museum;
- Gedung pameran;
- Gedung kesenian;
- Puskesmas;
- Klinik bersalin;
- Tempat praktik dokter bersama;
- Rumah sakit;
- Laboratorium (milik pemerintah); dan
- Pelayanan umum.

Jenis Bangunan Gedung berdasarkan fungsi khusus paling sedikit meliputi:


- Reaktor nuklir;
- Instalasi pertahanan dan keamanan;
- Istana kepresidenan; dan
- Bangunan gedung perwakilan ri di negara lain.

Jenis Bangunan Gedung berdasarkan fungsi campuran meliputi bangunan gedung


yang memiliki lebih dari 1 (satu) fungsi Bangunan Gedung.
Penentuan persyaratan kemudahan Bangunan Gedung untuk jenis Bangunan Gedung
lainnya, yang belum tercakup secara rinci dalam Peraturan Menteri ini dilakukan
secara objektif sesuai kebutuhan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan
pertimbangan TABG.
b. Ketentuan Pemberlakuan Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung
Pemberlakuan persyaratan kemudahan bangunan gedung dilakukan dengan ketentuan:
1) Bangunan Gedung Baru
Setiap bangunan gedung baru harus memenuhi persyaratan kemudahan bangunan
gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedungnya.
2) Bangunan Gedung Eksisting

105| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Setiap bangunan gedung eksisting yang belum memenuhi persyaratan kemudahan


bangunan gedung harus dilakukan ubah suai (retrofitting) yang dilakukan secara
bertahap paling sedikit pada lantai dasar, kecuali pada bangunan gedung pelayanan
kesehatan dan bangunan gedung pelayanan transportasi semua lantai bangunan
yang ada harus memenuhi persyaratan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan
fungsi dan klasifikasi bangunan gedungnya.
3) Bangunan Gedung yang akan Dilakukan Perubahan
Setiap bangunan gedung yang akan dilakukan perubahan baik pada fungsi maupun
luas bangunan, maka pada bagian yang dilakukan perubahan tersebut harus
memenuhi persyaratan kemudahan bangunan gedung, sedangkan pada bagian
bangunan yang tidak diubah harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
huruf b.
4) Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan
Setiap bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan harus memenuhi
persyaratan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang cagar budaya dan fungsi serta klasifikasi bangunan
gedungnya.
5) Bangunan Gedung Darurat
Setiap bangunan gedung darurat yang didirikan tidak dengan konstruksi permanen
dan tidak dimaksudkan untuk digunakan secara penuh oleh masyarakat lebih dari 2
tahun, harus memenuhi persyaratan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan
fungsi dan klasifikasi bangunan gedungnya.

Ketentuan Tertentu Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung tidak diwajibkan bagi


bangunan gedung dengan ketentuan tertentu yaitu:
1) Bangunan Gedung yang terlayani oleh fasilitas publik sebagai fasilitas
lingkungan/kawasan untuk digunakan bersama atau
terbuka untuk umum seperti tempat peribadatan, tempat/gedung parkir
bersama/komunal, dan titik berkumpul, tidak wajib menyediakan kelengkapan
prasarana dan sarana pemanfaatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud,
namun penyediaannya tetap disarankan guna memenuhi kebutuhan pengguna dan
pengunjung bangunan gedung;

106| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

2) Bangunan gedung yang dapat dibuktikan berdasarkan pendapat ahli berkompeten


atau TABG dan disetujui oleh pemerintah daerah bahwa persyaratan kemudahan
tidak dapat dipenuhi karena kondisi tapak, sistem struktur dan/atau kondisi spesifik
lainnya;
3) Bangunan gedung sementara yang tidak digunakan oleh masyarakat umum dan
hanya digunakan dalam waktu terbatas;
4) bangunan penunjang struktur dan bangunan untuk peralatan yang digunakan secara
langsung dalam suatu proses pelaksanaan pembangunan seperti perancah, gudang
material dan direksi kit;
5) Bangunan gedung dan bagiannya yang dimaksudkan untuk tidak dihuni secara
tetap dalam waktu yang lama dan dicapai hanya melalui tangga dengan merangkak,
gang sempit atau ruang lif barang dan ruang yang hanya dapat dicapai secara
tertentu oleh petugas pelayanan untuk tujuan pemeliharaan dan perawatan
bangunan.
c. Ketentuan Persyaratan Kemudahan pada Ruang Terbuka
Ketentuan persyaratan kemudahan pada ruang terbuka antara lain:
1) Jalur pemandu disediakan menuju kelengkapan elemen lansekap/ perabot jalan
(street furniture) antara lain:
- Peta situasi/rambu;
- Kamar kecil/toilet;
- Tangga;
- Ram;
- Tempat parkir; dan
- Tempat pemberhentian/halte.
2) Jalur pemandu harus berdekatan dengan:
- Kursi taman;
- Tempat sampah; dan
- Telepon umum.
3) Perletakan perabot jalan (street furniture) harus mudah dicapai oleh setiap orang.

107| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

2.1.3 ANALISIS PEMBEBANAN


Dalam perencanaan sebuah struktur maka beban yang kemungkinan akan terjadi dalam
perhitungan pembebanan mengacu pada standar dari Persyaratan beban minimum di SNI-
1727-2013.

Tabel 4Tabel Pembebanan menurut Kategori Fungsi Bangunan


Sumber : SNI 1727-2013

Hunian atau penggunaan Merata psf (kN/m2) Terpusat lb (kN)

Sistem lantai akses


Ruang kantor 50 (2,4) 2 000 (8,9)
Ruang komputer 100 (4,79) 2 000 (8,9)

Ruang pertemuan
Kursi tetap (terikat di lantai) 100 (4,79)a
Lobi 100 (4,79)a
Kursi dapat dipindahkan 100 (4,79)a
Panggung pertemuan 100 (4,79)a
Lantai podium 150 (7,18)a

Jalur untuk akses pemeliharaan 40 (1,92) 300 (1,33)

Koridor
Lantai pertama 100 (4,79)
Lantai lain sama seperti pelayanan
hunian kecuali disebutkan
lain

Ruang mesin elevator (pada daerah 2 in.x 2 in. [50 300 (1,33)
mmx50 mm])

Konstruksi pelat lantai finishing ringan ( pada area 1 200 (0,89)


in.x 1 in. [25 mm x 25 mm])

Jalur penyelamatan terhadap kebakaran 100 (4,79)


Hunian satu keluarga saja 40 (1,92)

Tangga permanen Lihat pasal 4.5

Garasi/Parkir 40 (1,92) a,b,c


Mobil penumpang saja c
Truk dan bus

Susuran tangga, rel pengamandan batang pegangan Lihat pasal 4.5

Pabrik 2 000 (8,90)


Ringan 125 (6,00)a 3 000
Berat 250 (11,97)a (13,40)

108| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gedung perkantoran:
Ruang arsip dan komputer harus dirancang untuk
beban yang lebih berat berdasarkan pada perkiraan
hunian
Lobi dan koridor lantai pertama 100 (4,79) 2 000 (8,90)
Kantor 50 (2,40) 2 000 (8,90)
Koridor di atas lantai pertama 80 (3,83) 2 000 (8,90)

Atap
Atap datar, berbubung, dan lengkung 20 (0,96)n
Atap digunakan untuk taman atap 100 (4,79) i
Atap yang digunakan untuk tujuan lain Sama seperti hunian
dilayani
Atap yang digunakan untuk hunian lainnya a
Awning dan kanopi
Konstruksi pabrik yang didukung oleh
struktur rangka kaku ringan
5 (0,24) tidak boleh
Rangka tumpu layar penutup direduksi

5 (0,24) tidak boleh


direduksi dan
Semua konstruksi lainnya berdasarkan luas 200 (0,89)
Komponen struktur atap utama, yang terhubung tributari dari atap yang
langsung dengan pekerjaan lantai ditumpu oleh rangka
Titik panel tunggal dari batang bawah ranga
atap atau setiap titik sepanjang komponen 20 (0,96)
struktur utama yang mendukung atap diatas 2 000 (8,9)
pabrik, gudang, dan perbaikan garasi
Semua komponen struktur atap utama lainnya
Semua permukaan atap dengan beban pekerja 300 (1,33)
pemeliharaan
300 (1,33)

Pinggir jalan untuk pejalan kaki, jalan lintas 250 8 000 (35,6)q
kendaraan, dan lahan/jalan untuk truk-truk (11,97)a,p

Tangga dan jalan keluar 100 (4,79) 300r


Rumah tinggal untuk satu dan dua keluarga saja 40 (1,92) 300r

Gudang di atas langit-langit 20 (0,96)


Gudang penyimpan barang sebelum disalurkan ke
pengecer (jika diantisipasi menjadi gudang
penyimpanan, harus dirancang untuk beban lebih
berat)
Ringan 125 (6,00)a
Berat 250 (11,97)a

Penghalang kendaraan Lihat Pasal 4.5

Susuran jalan dan panggung yang ditinggikan (selain 60 (2,87)


jalan keluar)

Pekarangan dan teras, jalur pejalan kaki 100 (4,79)a

109| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Adapun apabila ada beban yang tidak terlampir pada standar tersebut, maka beban
ditentukan dari spesifikasi perhitungan material yang ada.

2.2 METODE PEMERIKSAAN


2.2.1 ON DESK EVALUATION
On desk evaluation dalam hal ini adalah pemeriksaan dokumen di kantor berdasarkan atas apa
atau data yang telah dikerjakan di dalam pengadaan bangunan kemudian dikomunikasikan
dengan kaidah, prinsip dasar, pedomen dan syarat-syarat yang berlaku pada pengadaan
bangunan. On desk evaluation dilakukan dengan memakai parameter-parameter sebagaimana
disampaikan sebelumnya dan tidak termasuk pada proses analisis struktur, interpretasi hasil
dan proses desain struktur, proses analisis mekanikal elektrikal, interpretasi hasil dan proses
desain mekanikal elektrikal karena hal-hal tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Konsultan Perencana.

2.2.2 ON SITE EVALUATION/TEST


Selain On desk evaluation, maka pemeriksaan juga dilakukan di lapangan atau on site
evaluation.On site evaluation dilakukan baik dengan cara visual maupun dengan test langsung
bagian-bagian struktur. Pengamatan secara visual dilakukan untuk mengetahui apakah ada
bagian-bagian struktur yang secara visual dapat dilihat kemungkinan adanya cacat misalnya
retak-retak, mutu cor yang kurang/tidak baik ataupun mutu pelaksanaan lain yang kurang baik
yang kesemuanya itu dapat mengurangi kekuatan elemen struktur. Pemeriksaan secara visual
ini tidak dapat terukur, karena fakta yang diperoleh hanya bersifat kualitatif.

2.2.3 ON SITE TEST


Untuk dapat mengetahui kualitas pelaksanaan dalam data yang bersifat kuantitatif, maka
diperlukan uji/test di lapangan langsung terhadap elemen-elemen struktur, arsitektur maupun
utilitas bangunan.Uji/tes lapangan secara langsung dapat bermacam-macam baik yang
sifatnya non-destructive maupun yang destructive tests. Peralatan Uji yang digunakan dalam
Uji Lapangan diantaranya adalah:

110| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Tabel 5Peralatan Uji Lapangan/On Site Test

No. NAMA ALAT FOTO FUNGSI

Pengujian mutu beton dengan cara


1. REBOUND memukul permukaan beton yang
HAMMER TEST akan diuji. Dari aksi tersebut, akan
memberikan nilai akibat
pemukulan balik dari piston yang
disebut Rebound Value (R).

Pengujian untuk mengetahui tebal


2 Ultrasonic suatu komponen struktur seperti
profil baja struktur. Ketebalan
Thickness Gauge didapatkan dengan menggunakan
gelombang ultrasonic yang
dipancarkan oleh alat ultrasonic
thickness meter. Ketebalan profil
baja kemudian digunakan sebagai
data analisa struktur pada
bangunan.

3
Tang Ampere Untuk mengukur arus listrik pada
sebuah kabel konduktor yang
dialiri arus listrik dengan
menggunakan dua rahang
penjepitnya (Clamp) tanpa harus
memiliki kontak langsung dengan
terminal listriknya.

4
Digital Earth untuk mengukur nilai resistansi
Grounding Tester dari grounding, baik grounding
instalasi listrik maupun grounding
untuk penangkal petir

5
Kamera / Untuk
Smartphone mengabadikan/mendokumentasikan
foto-foto peralatan

111| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

6
Meteran Laser, Untuk mengetahui jarak dan atau
Meteran dimensi (panjang, lebar, tinggi)
Roda/Meteran Jalan,
Meteran Manual

7
Leeb Hardness Test Pengujian mutu baja dengan cara
memantulkan permukaan baja yang
akan di uji

8
Cat Coating Untuk Mengetahui ketebalan Cat
Thickness Gauge

21
Environment Meter Alat untuk Mengukur Kebisingan,
pencahayaan, suhu, dan
kelembapan

112| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

BAB III : PEMERIKSAAN PERSYARATAN TATA


BANGUNAN
3.1 PEMERIKSAAN BIDANG ARSITEKTUR

Gambar 89 Gambar Lokasi PT. Acme Indonesia


Sumber: Google Earth

Lokasi PT. Acme Indonesia terletak :JL.Greenland IV AB.15, Greenland Industrial Park,
Deltamas, Desa/Kelurahan Sukamahi, Kec. Cikarang Pusat, Kab.Bekasi, Provinsi Jawa Barat

Area/ Kawasan PT. Acme Indonesia terlihat pada gambar memiliki 1 masa bangunan utama.

113| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

3.1.1. PEMERIKSAAN PERSYARATAN TATA BANGUNAN GEDUNG


a. Batas Persil, KDB, KLB, Sempadan

Nama Perusahaan : PT. Acme Indonesia

Lokasi : :JL.Greenland IV AB.15, Greenland Industrial Park,


Deltamas, Desa/Kelurahan Sukamahi, Kec. Cikarang
Pusat, Kab.Bekasi, Provinsi Jawa Barat.

Jenis Industri : PT Acme Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di


bidang perdagangan besar (Distributor Utama) ekspor
impor

Berikut adalah batas-batas lokasi dari bangunan


Utara : Gudang AB.15

Timur : Jl. Deltamas Boulevard Dan Ruko

Selatan : Gudang AB.17

Barat : JL.Greenland IV

114| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Informasi Tata Bangunan Gedung


Luas Lahan : 461 m2
Luas Total Bangunan ( IMB ) : 308,5 m2

Luas Lantai Dasar Bangunan ( IMB ) : 271 m2


Ketinggian Bangunan : 8m
KDB : 58,79 %
Sempadan Bangunan : 15 m dari AS jalan
Sempadan Pagar : 7,5 m dari AS jalan
Jumlah Lantai Bangunan : 1 Lantai
Okupansi : 23 Orang

b. Keseimbangan Keserasian dan Keselarasan Dengan Lingkungan

Gambar 90 Gambar Site Plan Bangunan


Sumber: As build drawing

115| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Tabel 6: Pembagian IMB pada Site Plan Bangunan


Sumber: SIMB

No No. IMB Tahun Jenis Bangunan Luas Tertulis Luas Terukur


di IMB di Lokasi

1 503/105/A/DPPB 2007 262,5 m² 262,5 m²


Gudang

Teras 8,5 m² 8,5 m²

Jalan Dan Parkir 37,5 m² 37,5 m²

Pagar Tembok 26 m’ 26 m’

Gorong-gorong diameter 20cm 15 m’ 15 m’

Sub Total Luas 308,5 m² 308,5 m²

Panjang 41 m’ 41 m’

116| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

3.1.2. PEMERIKSAAN PERSYARATAN PERUNTUKAN BANGUNAN GEDUNG

a. Fungsi Bangunan Gedung


Berdasarkan dokumen administrasi yang ada lokasi bangunan PT. Acme Indonesia
berfungsi sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan komponen otomotif
(PT. ACME INDONESIA) dan beberapa sarana penunjang lainnya seperti Office,
Warehouse, Pos Security.

Area/ Kawasan PT. Acme Indonesia terlihat pada gambar memiliki 2 masa
bangunan utama dan beberapa bangunan penunjang.
Sedangkan bangunan penunjangnya seperti, Parkiran, gardu listrik, Pos Security, dll.
memiliki bangunan tersendiri yang mengelilingi bangunan utamanya.

Keterangan Peruntukan Bangunan :

Area Gudang

Gambar 91 Gambar Peruntukan Bangunan Gedung


Sumber: Site Plan Pemili

117| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Berikut nama area masa bangunan beserta fungsi utamanya

No Nama Area Masa Bangunan Fungsi Utama


1 Area Gudang Pemyimpanan barang produksi dan Tempat menyimpan
barang-barang bekas maupun alat.
4 Area Parkiran Fasilitas parkir kendaraan untuk karyawan dan
manajemen
5 Ruang Terbuka Hijau Sebagai daerah resapan, peneduh, sirkulasi, dan tempat
tumbuhnya tanaman.

118| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

b. Pemanfaatan Ruang Dalam Bangunan Gedung


Rangkuman yang menjelaskan pemanfaatan ruang dalam bangunan gedung adalah
sebagai berikut :

No Bangunan Fungsi Utama

1 Area Gudang Pemyimpanan barang produksi dan Tempat


menyimpan barang-barang bekas maupun alat.
Jumlah Lantai 1 lantai

Kapasitas 23 orang (Sesuai Regulasi)- 80% okupasi

Pemanfaatan Ruang Dalam

Gudang ✓ Toilet ✓
Teras ✓

c. Pemanfaatan Ruang Luar Bangunan Gedung

No Bangunan Fungsi Utama

1 Area Gudang Pemyimpanan barang produksi dan Tempat


menyimpan barang-barang bekas maupun alat.

Pemanfaatan Ruang Luar

Akses Keluar Masuk ✓ Selasar ✓

Teras ✓ RTH ✓

119| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

c. Pemeriksaan Penampilan Bangunan Gedung


Bangunan-bangunan gedung utama yang terdapat pada PT. Acme Indonesia
memiliki kesamaan tampilan secara keseluruhan.Penggunaan material yang sama
dengan finishing yang serupa juga diaplikasikan kepada hampir seluruh bangunan.

Gambar 87 Tampak Bangunan PT. Acme Indonesia


Sumber: dokumentasi Penyusun

120| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

As built
Klasifikasi Hasil Survey Keterangan
drawing
Area Office

Bentuk Implementasi
Bangunan Antara Survey
dan As Built
Sama

Bentuk Bentuk denah


Denah bangunan pada
Bangunan saat survey
dengan as build
drawing sudah
sesuai

✓ Denah dibentuk
dengan mengacu
pada kebutuhan
ruang dari
penggunanya.

Tampak Tampak
Bangunan bangunan sangat
mengedepankan
fungsi
dibandingkan
✓ desain.

Bentuk dan Bentuk sudut


Penutup menggunakan
Atap rangka baja
Bangunan

121| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Profil, Penggunaan
Detail, dinding massif
material plaster+aci +
dan Warna finishing cat.
Bangunan

Dampak - Memberikan nuansa modern pada PT. Acme Indonesia


- Menunjukkan profersionalisme dari perusahaan

122| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

3.1.3. PEMERIKSAAN PERSYARATAN KEMUDAHAN BANGUNAN GEDUNG


1. Hubungan Horizontal Antar Ruang dan Antar Bangunan
a. Pintu

Bangunan Hasil Survey Dasar Regulasi Keterangan


Area Gudang
PerMen PU Akses keluar
14/PRT/M/2017 masuk/ pintu
Pintu sesuai dengan
masuk/keluar regulasi yang
utama Bangunan disarankan

Pintu alumunium Lebar akses sirkulasi manusia dan


P = 160 cm T = 210 cm kendaraan L =+300 cm

Pintu Alumunium Lebar akses sirkulasi manusia dan


P = 90 cm T = 210 cm kendaraan L =+300 cm

Pintu PVC
P = 90 cm T = 210 cm

123| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

2. Kapasitas Ruang Gerak dan Kepadatan Ruang


Jumlah Pengguna atau Batas Okupansi berdasarkan Permen PU No. 26 tahun 2008.
Perhitungan Beban Hunian ini untuk menentukan kapasitas maksimal yang dapat
ditampung pada bangunan PT. Acme Indonesia .
1. Beban Hunian
• Kapasitas Yang Cukup Untuk Beban Hunian.
Kapasitas total sarana jalan ke luar untuk setiap lantai, balkon, tempat duduk
dengan deretan bertingkat, atau tempat yang dihuni lainnya, harus cukup untuk beban
huniannya.
• Faktor Beban Hunian

124| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

125| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

126| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Tabel Perhitungan Beban Hunian


Sumber : diolah oleh Penyusun. Gambar : Dokumentasi oleh Penyusun

Fakto Jumlah
Are Luas Luas Bersih r Kapasit
a Existing (%) beba as (Org)
n
hunia
n
Area Gudang 262,5 210 80% 9.3 23
23

*Luas bersih bangunan yaitu luas eksisting dikurangi asumsi luas perabot dalam bangunan gedung

Berdasarkan perhitungan data tersebut, kebutuhkan ruang gerak terhadap kondisi eksisting belum
terpenuhi sesuai jumlah regulasi kapasitas toilet dengan jumlah karyawan diarea PT. Acme
Indonesia 31 karyawan.

127| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

No Bangunan Fungsi Utama

1 Area Gudang Pemyimpanan barang produksi dan Tempat


menyimpan barang-barang bekas maupun alat.

Jumlah Lantai 1 lantai

Kepadatan

Tingkat kepadatannya rendah, didominasi oleh penyimpanan barang produksi

128| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

3. Jalur Utama Pedestrian


Dasar
Bangunan Hasil Survey Regulasi Keterangan

PerMen PU Marka
14/PRT/M/2 khusus untuk
017 sirkulasi
Persyaratan manusia dan
Kemudahan kendaraan
Bangunan operasional
Gedung belum
tersedia.
Data Arsitek
Jilid 1
halaman 175

129| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

4. Parkir

Kualifikasi /Hasil Survey SNI/Peraturan Terkait Keterangan

Sesuai

Parkiran motor dengan kapasitas kendaraan


sebanyak >8 Unit
PERPU No. 14/PRT/M/2017 III.48
dan III.53

Sesuai

Parkiran mobil dengan kapasitas kendaraan


sebanyak >3 Unit PERPU No. 14/PRT/M/2017 III.48
dan III.53

130| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

5. Perabot Lansekap
Dasar
Hasil Survey Regulasi Keterangan

PerMen PU
14/PRT/M/201
7 Persyaratan
Kemudahan Tersedia
Bangunan
Gedung

RTH
RTH

PerMen PU
14/PRT/M/201
7 Persyaratan
Kemudahan Tersedia
Bangunan
Gedung

Signate jalur evakuasi RTH

PerMen PU
14/PRT/M/201
7 Persyaratan
Kemudahan Tersedia
Bangunan
Gedung

TPS Apar

131| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

3.1.4. PEMERIKSAAN PERSYARATAN PEMERIKSAAN KESEHATAN BANGUNAN


GEDUNG
a. Pemeriksaan sistem pencahayaan dalam dan luar Bangunan
a.1. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami tetap digunakan pada bangunan-bangunan, terutama disaat
cahaya matahari terang.

Gambar : Foto penggunaan dinding kaca fixed dgn ukuran lebar dan transparan di area PT Acme Indonesia
Sumber: dokumentasi penyusun

Gambar : Foto penggunaan material kaca pada bukaan pintu dan jendela
Sumber: dokumentasi penyusun

Material-material transparan dengan ukuran kaca lebar dan bukaan pintu


dengan bahan kaca berukuran lebar digunakan untuk memaksimalkan
pencahayaan alami pada bangunan.

132| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

a.2. Pencahayaan Buatan


Pencahayaan buatan dalam bangunan gedung tetap digunakan untuk
memaksimalkan penerangan di dalam ruangan bangunan gedung.

Gambar : Foto penggunaan pencahayaan buatan pada PT Acme Indonesia


Sumber: dokumentasi penyusun

Pencahayaan buatan cukup dominan dan prioritas digunakan di dalam ruang


bangunan.Ukuran bangunan kecil, jarak dengan atap dan bukaan dinding yang
jauh membuat penggunaan pencahayaan buatan dibutuhkan sepanjang hari.

133| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

a.3. Tingkat Luminasi dan Pengetesan Sistem Pencahayaan


Berikut hasil pengetesan sistem pencahayaan di beberapa ruang bangunan
gedung.
Tabel 44 Hasil pengukuran Intensitas Cahaya
Sumber : Diolah oleh penyusun

Hasil
Lokasi Standard
No. Pengukuran Keterangan Ref.
Pengukuran (Lux)
(Lux)
SNI 6575-2001
1 Area Gudang 315 ≥ 200-300 Sesuai Permen Ketenaga
kerjaan no.5 2018

Hasil pengukuran intensitas cahaya pada ruangan bangunan menunjukkan nilai


yang jauh di atas standarisasi yang dianjurkan. Ini menunjukkan kecukupan penerangan
baik alami maupun buatan pada ruangan-ruangan tempat berkaktifitas. Untuk ruangan
yang di bawah nilai ambang batas bias di sebabkan oleh kurangnya pencahayaan buatan
atau kesalahan pada pengukuran.

Gambar : Foto pengukuran pencahayaan pada ruangan-ruangan bangunan


Sumber : dokumentasi penyusun

b. Pemeriksaan Sistem Penghawaan


b.1. Ventilasi Alami dan atau Mekanik

134| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar : Foto kombinasi ventilasi buatan dan mekanik pada bangunan


Sumber: dokumentasi penyusun

Kombinasi penggunaan ventilasi alami dan mekanik digunakan dalam masing-


masing bangunan gedung.

Penggunaan bukaan kaca, exhaust, dinding roster, dan pintu yang selalu terbuka
menjadi kombinasi untuk jalur ventilasi alami dan mekanik. Kombinasi ini membuat
jalur ventilasi untuk bangunan dengan bentang luas menjadi lebih optimal.

b.2. Sistem Pengkodisian Udara


Pengkondisian udara digunakan pada ruang-ruang yang tidak bisa
mengkombinasikan ventilasi udara alami dan mekanik. Ruang-ruang seperti kantor,
ruang meeting, ruang database/ server, hampir tidak bisa menggunakan ventilasi alami
dan mekanik. Maka digunakanlah pengkondisian udara atau penghawaan buatan.

b.3. Temperatur dan Kelembapan Dalam Ruang


Secara umum temperatur dalam ruangan produksi dan warehouse lebih tinggi
daripada temperatur pada ruang kerja/ kantor. Kondisi ini berkaitan dengan penggunaan
penghawaan buatan yang digunakan pada ruang kerja/ kantor dan tidak digunakan pada
ruangan/ bangunan produksi dan warehouse.

b.4. Pengetesan Sistem Penghawaan dan Temperatur


Tabel 45Hasil pengukuran Kelembapan Ruang
Sumber : Diolah oleh penyusun
Hasil
Lokasi Standard
No. Pengukuran Keterangan Ref.
Pengukuran (%)
(%)
1 Area Gudang 42,7 ≤65 Sesuai SNI 6572-2001

135| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar : Foto pengukuran kelembapan pada area PT Acme Indonesia


Sumber: dokumentasi penyusun

Dari hasil pengukuran, keseluruhan ruangan bangunan tidak menunjukkan nilai


kelembapan yang tinggi. Kondisi pencahayaan dan ventilasi yang optimal membuat
kondisi ruangan tidak mengalami nilai lembab yang tinggi.

Tabel 46 Hasil pengukuran Temperatur Ruang


Sumber : Diolah oleh penyusun

Hasil
Lokasi Standard
No. Pengukuran Keterangan Ref.
Pengukuran (oC)
(oC)

1 Area Gudang 28,2 ± 29,0 Sesuai SNI 6572-2001

Dari hasil pengukuran tidak melebihi dari nilai ambang batas suhu yang menjadi
standard. Pengkondisian udara yang optimal membuat kondisi temperature tidak
menunjukan nilai suhu yang tinggi.

Gambar : Foto pengukuran temperatur pada ruangan-ruangan bangunan


Sumber: dokumentasi penyusun

136| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

c. Pemeriksaan Kondisi Getaran dan Kebisingan Dalam Bangunan Gedung


c.1. Tingkat Getaran dalam Bangunan Gedung
Dengan banyaknya mesin produksi yang digunakan, maka terdapat getaran dalam
bangunan gedung. Namun getaran yang ditimbulkan tidak sampai menimbulkan
gangguan terhadap pengguna ruangan maupun gangguan terhadap struktur bangunan.

Nilai Ambang Batas pajanan getaran pada tangan dan lengan sebagaimana
tercantum pada Tabel di bawah merupakan nilai rata-rata akselerasi pada frekuensi
dominan (meter/detik2) berdasarkan durasi pajanan 8 jam per hari kerja yang mewakili
kondisi dimana hampir semua pekerja terpajan getaranberulang-ulang tanpa
menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit. Pekerja dapat terpajan getaran tangan
dan lengan pada saat menggunakan alat kerja seperti gergaji listrik, gerinda, jack
hammer dan lain-lain.

Tabel 47 Nilai Ambang Batas Getaran Tangan dan Lengan


Sumber
:
Permenke
s No. 70
tahun
2016

c.2. Tingkat Kebisingan dalam Bangunan Gedung


Tingkat kebisingan dalam bangunan gedung diukur dalam satuan desibel
(dB).Nilai Ambang Batas kebisingan yang aman adalah 85 dB. Untuk kebisingan di
tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih dapat
diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk
waktu terus-menerus tidak lebih dari dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Ini
mengacu pada Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung
dan Perumahan (SNI 6383-2000).

137| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

c.3. Pengujian Tingkat Kebisingan Soundmeter


Tabel 48 Hasil pengukuran Kebisingan Ruang
Sumber : Diolah oleh penyusun
Hasil
Lokasi Standard
No. Pengukuran Keterangan Ref.
Pengukuran (dB)
(dB)
1 Area Gudang 58,2 ≤85 Sesuai SNI 6383-2000

Gambar : Foto pengukuran kebisingan pada ruangan-ruangan bangunan


Sumber: dokumentasi penyusun

d. Persyaratan dan Pemeriksaan Penggunaan Bahan Bangunan Gedung


d.1. Bidang Dinding dan Penyekat

Bangunan Hasil Survey Keterangan

Area Gudang

Sedikit
mengurangi
hawa panas dari
luar ruangan.

Denah dinding
cenderung
simetris.
Mengantisipasi
resiko
kerusakan
akibat gempa

PerMen PU
29/PRT/M/200
6 Dinding
bangunan
diusahakan
Dinding masif dengan plaster aci + Dinding masif dengan plaster aci + simetris
terhadap denah.

138| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Bangunan Hasil Survey Keterangan


fin.cat fin.cat Dan bisa
mengantisipasi
kerusakan
akibat gempa.

Denah dinding cenderung simetris. Mengantisipasi resiko kerusakan akibat gempa

139| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

pintu dan Jendela

Bangunan Hasil Survey Keterangan


Area Gudang
Material Kaca pada
daun pintu memberikan
kesan modern dan rapi
sebagai pintu pada
Office

Pintu alumunium Jendela kaca frame alumunium


P = 160 cm T = 210 cm P = 100 cm T = 100 cm

Dasar Regulasi

Pintu Alumunium Jendela kaca frame alumunium PerMen PU


P = 90 cm T = 210 cm P = 120 cm T = 210 cm 14/PRT/M/2017 Pintu
masuk/keluar utama
Bangunan Gedung
Umum memiliki lebar
efektif bukaan paling
sedikit 90 cm, dan pintu
lainnya memiliki lebar
efektif bukaan paling
sedikit 80 cm.

Pintu PVC Data Arsitek jilid 3.


P = 90 cm T = 210 cm Pintu. Halaman 184-
185
SNI 03-6572-2001
Data Arsitek jilid 1.
Jendela. Halaman 161-
165

140| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

d.2. Tinggi Ruang dan Penutup Langit-Langit

Bangunan Hasil Survey Keterangan


Area Gudang

Baja Expose & Beton Exposed


Untuk mengurangi beban
struktur pada bangunan.

Dasar Regulasi
PerMen PU29/PRT/M/2006
Material atap bangunan
Baja Exposed ( Tidak terdapat Baja Exposed ( Tidak terdapat menggunakan konstruksi dan
Penutup plafond di area gudang) Penutup plafond di area gudang) bahan yang ringan, untuk
t= t= mengurangi intensitas
8 m) 8 m) kerusakan akibat gempa

d.3. Penutup Lantai

Bangunan Hasil Survey Keterangan


Area Office
Lantai cor beton + hardener
memudahkan maintenace dan
memberikan kesan kuat dan
rapi.
.

Lantai cor beton + hardener Lantai cor beton + hardener

141| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

3.1.5. PEMERIKSAAN KELENGKAPAN PRASARANA DAN SARANA PEMANFAATAN

BANGUNAN GEDUNG

a. Toilet
Toilet berdasarkan Permen PUPR No.14 Tahun 2017 merupakan fasilitas sanitasi berupa
ruangan yang dirancang khusus dan dilengkapi dengan kloset, persediaan air dan perlengkapan
lain bagi Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung sebagai tempat
buang air besar dan kecil dan/atau mencuci tangan dan muka.
Toilet merupakan persyaratan kebutuhan ruang yang harus ada pada bangunan. Penyediaan
toilet dapat dibedakan menjadi toilet karyawan/staff dan toilet umum.
Perancangan dan penyediaan toilet harus memperhatikan jumlah orang yang dilayani
berdasarkan kapasitas maksimal yang direncanakan pada bangunan. Toilet laki-laki dan wanita
harus terpisah pada ruang yang berbeda dan selalu dalam kondisi bersih dengan perawatan dan
maintenance secara berkala.
Berikut persyaratan kebutuhan Toilet berdasarkan PermenKes No.48 tahun 2016 tentang
Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran:
Tabel Persyaratan Kebutuhan Toilet untuk Karyawan Pria
Sumber: PermenKes No.48 Tahun 2016 Hal.54

Tabel Persyaratan Kebutuhan Toilet untuk Karyawan


Perempuan Sumber: PermenKes No.48 Tahun 2016 Hal.54

142| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Berdasarkan PermenNaker No.5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan
Kerja, Kebutuhan Toilet menurut pasal 34 sebagai berikut;
• Untuk 1 (satu) s.d. 15 (lima belas) orang = 1 (satu) jamban
• Untuk 16 (satu) s.d. 30 (tiga puluh) orang = 2 (dua) jamban
• Untuk 31 (tiga puluh satu) s.d. 45 (empat puluh lima) orang = 3 (tiga) jamban
• Untuk 46 (empat puluh enam) s.d. 60 (enam puluh) orang = 4 (empat) jamban
• Untuk 61 (enam puluh satu) s.d. 80 (delapan puluh) orang = 5 (lima) jamban
• Untuk 81 (delapan puluh satu) s.d. 100 (seratus) orang = 6 (enam) jamban
• Setiap penambahan 40 (empat puluh) orang ditambahkan 1 (satu) jamban
Berikut adalah Data Kondisi Eksisting Jumlah Kamar Mandi, Jumlah Closet/jamban, Jumlah Urinoir dan
Jumlah Washtafel pada Bangunan Gedung PT. Acme Indonesia untuk Laki-laki, Perempuan, dan untuk
Umum:
Tabel Jumlah Kamar Mandi, Jamban, Urinoir, dan Washtafel pada kondisi eksisting
Sumber: Data dioleh Pengkaji

Jumlah Kamar Jumlah Jumlah Jumlah Karyawan yg


Peruntukan Area
Mandi Jamban Urinoir Washtafel dilayani

Umum Area Gudang 1 1 - - 21

Total 1 1 - - 21

Dari data tersebut didapat total jumlah kamar mandi, jamban, urinoir dan washtafel sebagai berikut:
Tabel rekapitulasi jumlah kamar mandi, jaman, uriinoir, dan washtafel terhadap jumlah yang ditampung
Sumber: Data oleh Pengkaji

Jumlah Kamar Jumlah Jumlah Jumlah Jml Karyawan yg difasilitasi


Peruntukan
Mandi Jamban Urinoir Washtafel Berdasarkan Standar

Umum 1 1 - - 15 karyawan

Total 1 1 - - 15 org

Dari data tersebut disimpulkan, Kebutuhan Toilet di PT. Acme Indonesia secara garis besar belum
terpenuhi dengan kapasitas eksisting 31 orang dengan jumlah karyawan yg difasilitasi berdasarkan standar
sebanyak 15 orang.

143| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Dasar
Bangunan Hasil Survey Keterangan
Regulasi
Area Gudang

Permenaker No. Tersedia 1 toilet,


5 th 2018. 1 bak air di area
Tentang K3 gudang
Lingkungan
Kerja Toilet bangunan
Pasal 34 ayat 5 ini.
Mencukupi
untuk melayani
kapasitas 15
- untuk 81-100 orang.
tenaga kerja
tersedia 6
jamban

- penambahan
setiap 40 orang
ditambahkan 1
jamban

144| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

b. Parkiran

Kualifikasi /Hasil Survey SNI/Peraturan Terkait Keterangan

Sesuai

Parkiran motor dengan kapasitas kendaraan


sebanyak >8 Unit
PERPU No. 14/PRT/M/2017 III.48
dan III.53

Sesuai

Parkiran mobil dengan kapasitas kendaraan


sebanyak >3 Unit PERPU No. 14/PRT/M/2017 III.48
dan III.53

c. Ruang Ibadah (Tidak ada)

d. Ruang Ganti (Tidak ada)

e. Ruang Laktasi dan Kelengkapannya (Tidak Ada)

145| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

f. Gerbang dan Akses Kendaraan Pemadam

Klasifikasi Hasil Surey Keterangan

Jalan Akses
keluar
masuk Lebar akses keluar dan
kendaraan masuk kendaraan terpisah
Lebar jalan di sekeliling
bangunan-bangunan PT.
Acme Indonesia mulai dari
4– 6 m. Memudahkan
penjangkauan kendaraan
pemadam ke bangunan.

146| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

g. Ruang Terbuka Hijau

Klasifikasi Hasil Surey Keterangan

Ruang Ruang Terbuka Hijau


Terbuka difungsikan sebagai tempat
Hijau tumbuh tumbuhan, daerah
resapan.

RTH tersedia mengelilingi


hampir setiap bangunan
gedung. Berdampingan
dengan pedestrian dan pagar
pembatas.

147| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

3.2 PEMERIKSAAN PERSYARATAN KEANDALAN BANGUNAN GEDUNG


3.2.1 PEMERIKSAAN PERSYARATAN KESELAMATAN BANGUNAN GEDUNG
A. Pemeriksaan Sistem Struktur Bangunan Gedung
1. Nama Bangunan : PT. Acme Indonesia
2. Lokasi : Jl. Raya Pabuaran Km 1.8,Desa karang Mukti, Kecamatan
Cipendeuy, Kabupaten Bekasi, Prov. Jawa Barat 41262
3. Jumlah Lantai : 2 Lantai
4. Tipe Pondasi : -
5. Kontraktor : -

1. Evaluasi Visual Struktur Bawah


Struktur bawah adalah bangunan pondasi yang berhubungan langsung dengan tanah,
atau bagian bangunan yang terletak dibawah permukaan tanah yang mempunyai fungsi
memikul beban bagian bangunan lainnya diatasnya. Pondasi harus diperhitungkan untuk
dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap beratnya sendiri, beban- beban bangunan
(beban isi bangunan), gaya-gaya luar seperti: tekanan angin, gempabumi, dan lain-lain.
Disamping itu, tidak boleh terjadi penurunan level melebihi batas yang diijinkan.

Struktur bawah bangunan pondasi terdiri dari pondasi dan tanah pendukung
pondasi.pondasi berfungsi untuk mendukung seluruh beban bangunan dan meneruskan
beban bangunan tersebut kedalam tanah dibawahnya. Suatu sistem pondasi harus dapat
menjamin, harus mampu mendukung beban bangunan diatasnya, termasuk gaya-gaya luar
seperti gaya angin, gempa,dll. Untuk itu pondasi haruslah kuat, stabil, aman, agar tidak
mengalami penurunan, tidak mengalami patah, karena akan sulit untuk memperbaiki suatu
sistem pondasi. Akibat penurunan atau patahnya pondasi, maka akan terjadi:

▪ Kerusakan pada dinding, retak-retak, miring dan lain–lain


▪ Lantai pecah, retak, bergelombang
▪ Penurunan atap dan bagian-bagian bangunan lain.

148| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

a. Pondasi
Tabel 1 Hasil survey Pondasi
Sumber : diolah oleh Penyusun. Gambar : Dokumentasi oleh Penyusun

Pemeriksaan Kesesuaian
Pengamatan
Kondisi Faktual dengan Keterangan
Visual terhadap
Rencana Teknis dan
Kerusakan
Gambar Terbangun

Tidak Rusak Sesuai Pengamatan terhadap pondasi tidak dapat dilakukan


secara langsung dikarenakan Pondasi sudah tertimbun
☐ Rusak Ringan ☐ Tidak Sesuai, tanah. Dari pengamatan bangunan tidak terdapat
yaitu … penurunan, lantai pecah, retak dan bergelombang
☐ Rusak Sedang sehingga disimpulkan bahwa Pondasi dalam keadaan
baik.
☐ RusakBerat

Gambar 2: Denah Pondasi Pada Bangunan & Detail pondasi PT. Acme Indonesia
Sumber : As Build Drawing

149| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

2. Evaluasi Visual Struktur Atas


a. Kolom
Tabel 2 Hasil survey kolom
Sumber : diolah oleh Penyusun. Gambar : Dokumentasi oleh Penyusun

Pengamatan Pemeriksaan Keterangan


Visual terhadap Kesesuaian Kondisi
Kerusakan Faktual dengan
Rencana Teknis dan
Gambar Terbangun

Tidak Rusak Sesuai Keseluruhan kolom yang ada pada bangunan,


kolom beton dalam gedung semua dalam
☐ Rusak Ringan ☐ TidakSesuai, keadaan baik. Pengecekan terhadap kolom
yaitu … dilakukan dengan uji hammer test, yang hasilnya
☐ Rusak Sedang baik dan disajikan dalam Tabel Pengujian.

☐ RusakBerat

Tabel 10 Spesifikasi Bahan Kolom


Sumber : diolah oleh Penyusun.

150| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 3: Gambar Denah Kolom & Detail nya di PT. Acme Indonesia
Sumber : As Build Drawing

b. Balok
Tabel 3 Hasil survey balok
Sumber : diolah oleh Penyusun. Gambar : Dokumentasi oleh Penyusun

Pengamatan Pemeriksaan Kesesuaian Keterangan


Visual terhadap Kondisi Faktual dengan
Kerusakan Rencana Teknis dan
Gambar Terbangun

TidakRusak Sesuai Keseluruhan balok yang ada pada bangunan gedung


☐ Rusak Ringan semua dalam keadaan baik, tidak mengalami lendutan
☐ Rusak Sedang ☐ Tidak Sesuai, ataupun kerusakan pada beton.
☐ Rusak Berat yaitu …

151| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 117: Gambar Denah Balok dan detail nya di PT. Acme Indonesia
Sumber : As Build Drawing
c. Pelat Lantai
Tabel 4 Hasil survey pelat lantai
Sumber : diolah oleh Penyusun

Pengamatan Pemeriksaan Kesesuaian Keterangan


Visual terhadap Kondisi Faktual dengan
Kerusakan Rencana Teknis dan
Gambar Terbangun

TidakRusak Sesuai Pelat lantai dalam keadaan baik dan tidak mengalami
retakan struktur
☐ Rusak Ringan ☐ TidakSesuai,
yaitu …
☐ Rusak Sedang

☐ RusakBerat

152| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

d. Rangka Atap
Tabel 5 Hasil survey rangka atap
Sumber : diolah oleh Penyusun.

Pengamatan Pemeriksaan Keterangan


Visual Kesesuaian Kondisi
terhadap Faktual dengan
Kerusakan Rencana Teknis dan
Gambar Terbangun

TidakRusak Sesuai Rangka Atap bangunan menggunakan dak beton,


yang masih dalam kondisi sangat baik, tidak
☐ Rusak Ringan ☐ TidakSesuai, mengalami lendutan maupun kebocoran pada
yaitu … beton.
☐ Rusak Sedang

☐ RusakBerat

Tabel 15 Spesifikasi Bahan Atap


Sumber : diolah oleh Penyusun.

153| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar 120: Gambar Denah Atap di PT. Acme Indonesia


Sumber : As Build Drawing

3. Hasil Evaluasi Visual Struktur Keseluruhan


Tabel 6 Hasil evaluasi visal struktur keseluruhan
Sumber : diolah oleh Penyusun. Gambar : Dokumentasi oleh Penyusun

No Tinjauan Deskripsi
Struktur
1 Pondasi Dari pengamatan visual segi pondasi tidak ada penurunan
pada bangunan gedung yang mengurangi kekuatan pada
struktur bangunan. Jika terjadi penurunan pada Pondasi akan
mengakibatkan pecahnya keramik, penurunan pada bangunan
juga akan berakibat pada retaknya dinding.
2 Kolom Keseluruhan kolom yang ada pada bangunan, kolom beton
dalam gedung semua dalam keadaan baik. Pengecekan
terhadap kolom dilakukan dengan uji hammer test, yang
hasilnya baik dan disajikan dalam Tabel Pengujian.
3 Balok Keseluruhan balok yang ada pada bangunan gedung semua
dalam keadaan baik, tidak mengalami lendutan ataupun
kerusakan pada beton.
4 Pelat Lantai Pelat lantai dalam keadaan baik tidak mengalami keretakan
dan dari hasil pengujian hammer test juga didapatkan nilai
kuat tekan beton yang baik.
5 Rangka Atap Rangka Atap bangunan menggunakan dak beton, yang masih
dalam kondisi sangat baik, tidak mengalami lendutan maupun
kebocoran pada beton.

154| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

4. Pengujian Elemen Struktur Bangunan (Non-destructive Test)


Untuk dapat mengetahui kualitas pelaksanaan dalam data yang bersifat kuanti- tatif,
maka diperlukan uji/test di lapangan langsung terhadap elemen-elemen struktur. Uji/tes
lapangan secara langsung dapat bermacam-macam baik yang sifatnya non- destructive
maupun yang destructive tests. Test langsung yang dilakukan pada bangunan ini di
lapangan yang tergolong non-destructive test adalah dilakukan pengujian terhadap kuat
tekan beton dengan alat Concrete Hammer Test.

5. Uji Hammer Test


Pengujian dengan Hammer Test dilakukan untuk mengetahui kekuatan beton
eksisting.Pengujian mutu kuat tekan beton pada kondisi eksisting ini dilakukan karena
adanya fluktuasi kuat tekan beton. Fluktuasi kuat tekan beton ini salah satunya dapat
disebabkan oleh sifat beton bergradasi, dimana agregat kasar mengumpul di suatu tempat
tertentu dan di bagian lain hanya diisi oleh mortar Dan Menurut SNI 6880-2016 tentang
Spesifikasi Beton Struktural dari setiap daerah beton pada struktur yang diperkirakan
berpotensi mengalami penurunan kekuatan, harus di ambil minimal tiga beton inti yang
mewakili.

Dari hasil pengujian lapangan dengan Hammer Test selanjutnya diolah untuk
mendapatkan mutu kuat tekan beton rata-rata.

155| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Tabel 7: Tabel Hasil Pengujian Hammer Test Dalam Rebound Hammer


Sumber : Penyusun

Ukuran Hammer Rebound


No Lokasi Lantai Tinjauan Posisi Sudut
(cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Factory 1 Kolom 40 40 40 40 42 44 40 44 42 38 A 0
2 Factory 1 Kolom 40 42 40 40 42 38 42 42 38 38 A 0
3 Factory 1 Kolom 32 32 36 34 34 34 30 36 30 42 A 0
4 Factory 1 Kolom 42 50 44 46 44 46 46 48 44 48 A 0
5 Factory 1 Kolom 38 38 36 36 40 34 36 36 38 44 A 0
6 Factory 1 Kolom 38 38 38 42 42 42 40 42 40 42 A 0
7 Factory 1 Kolom 48 55 55 46 46 48 50 48 40 50 A 0
8 Factory 1 Kolom 38 38 38 46 40 38 42 42 40 38 A 0
9 Factory 1 Kolom 40 42 38 40 38 36 40 38 38 40 A 0
10 Factory 1 Kolom 42 40 46 44 46 40 40 48 42 44 A 0
11 Factory 1 Pedestal 46 36 36 36 32 36 32 32 32 32 A 0
12 Factory 1 Pedestal 30 28 30 30 32 32 32 30 32 32 A 0
13 Factory 1 Pedestal 36 38 36 34 38 36 36 36 36 38 A 0
14 Factory 1 Pedestal 28 28 30 30 30 32 28 32 32 30 A 0
15 Factory 1 Pedestal 40 44 34 42 36 38 38 38 36 34 A 0
16 Factory 1 Pedestal 32 34 42 30 32 32 30 34 34 34 A 0
17 Factory 1 Pedestal 38 38 38 40 46 38 38 40 40 40 A 0
18 Factory 1 Pedestal 50 38 46 38 40 40 38 40 38 38 A 0
19 Factory 1 Pedestal 40 50 48 46 44 38 46 40 42 42 A 0
20 Factory 1 Pedestal 30 40 40 38 38 38 42 38 40 38 A 0
21 Factory 1 Plat Lantai 40 40 42 48 40 46 40 44 36 38 B -90
22 Factory 1 Plat Lantai 46 38 42 40 44 42 44 42 44 38 B -90
23 Factory 1 Plat Lantai 36 32 34 38 40 34 42 42 40 36 B -90
24 Factory 1 Plat Lantai 38 50 46 50 38 44 44 42 44 48 B -90
25 Factory 1 Plat Lantai 38 40 36 36 38 36 36 46 48 32 B -90
26 Factory 1 Plat Lantai 40 30 32 38 40 30 38 36 40 32 B -90
27 Factory 1 Plat Lantai 38 40 38 42 35 38 30 36 40 42 B -90
28 Factory 1 Plat Lantai 38 40 40 36 42 34 34 36 42 34 B -90
29 Factory 1 Plat Lantai 36 40 40 44 46 40 48 40 42 38 B -90
30 Factory 1 Plat Lantai 34 38 40 36 36 40 36 44 48 44 B -90
31 Factory 1 Kolom 34 30 32 38 32 28 34 28 26 28 A 0
32 Factory 1 Kolom 36 38 42 38 34 36 36 34 32 28 A 0
33 Factory 1 Kolom 38 36 32 34 32 42 34 36 42 34 A 0
34 Factory 1 Kolom 48 48 44 44 44 42 44 48 44 42 A 0
35 Factory 1 Kolom 44 46 44 44 44 44 46 44 48 44 A 0

156| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Tabel 7: Tabel Hasil Pengujian Hammer Test Dalam N/mm²


Sumber : Penyusun

Ukuran Nilai Dalam N/mm ²


No Lokasi Lantai Tinjauan Posisi Sudut Xi Xrt
(cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Factory 1 Kolom 43 43 43 43 46 50 43 50 46 39 A 0 446 44.6


2 Factory 1 Kolom 43 46 43 43 46 39 46 46 39 39 A 0 430 43
3 Factory 1 Kolom 29 29 35 32 32 32 25 35 25 46 A 0 320 32
4 Factory 1 Kolom 46 62 50 54 50 54 54 58 50 58 A 0 536 53.6
5 Factory 1 Kolom 39 39 35 35 43 32 35 35 39 50 A 0 382 38.2
6 Factory 1 Kolom 39 39 39 46 46 46 43 46 43 46 A 0 433 43.3
7 Factory 1 Kolom 58 72 72 54 54 58 62 58 43 62 A 0 593 59.3
8 Factory 1 Kolom 39 39 39 54 43 39 46 46 43 39 A 0 427 42.7
9 Factory 1 Kolom 43 46 39 43 39 35 43 39 39 43 A 0 409 40.9
10 Factory 1 Kolom 46 43 54 50 54 43 43 58 46 50 A 0 487 48.7
11 Factory 1 Pedestal 54 35 35 35 29 35 29 29 29 29 A 0 339 33.9
12 Factory 1 Pedestal 25 22 25 25 29 29 29 25 29 29 A 0 267 26.7
13 Factory 1 Pedestal 35 39 35 32 39 35 35 35 35 39 A 0 359 35.9
14 Factory 1 Pedestal 22 22 25 25 25 29 22 29 29 25 A 0 253 25.3
15 Factory 1 Pedestal 43 50 32 46 35 39 39 39 35 32 A 0 390 39
16 Factory 1 Pedestal 29 32 46 25 29 29 25 32 32 32 A 0 311 31.1
17 Factory 1 Pedestal 39 39 39 43 54 39 39 43 43 43 A 0 421 42.1
18 Factory 1 Pedestal 62 39 54 39 43 43 39 43 39 39 A 0 440 44
19 Factory 1 Pedestal 43 62 58 54 50 39 54 43 46 46 A 0 495 49.5
20 Factory 1 Pedestal 25 43 43 39 39 39 46 39 43 39 A 0 395 39.5
21 Factory 1 Plat Lantai 48 48 52 64 48 60 48 56 41 44 B -90 509 50.9
22 Factory 1 Plat Lantai 60 44 52 48 56 52 56 52 56 44 B -90 520 52
23 Factory 1 Plat Lantai 41 34 37 44 48 37 52 52 48 41 B -90 434 43.4
24 Factory 1 Plat Lantai 44 68 60 68 44 56 56 52 56 64 B -90 568 56.8
25 Factory 1 Plat Lantai 44 48 41 41 44 41 41 60 64 34 B -90 458 45.8
26 Factory 1 Plat Lantai 48 31 34 44 48 31 44 41 48 34 B -90 403 40.3
27 Factory 1 Plat Lantai 44 48 44 52 39 44 31 41 48 52 B -90 443 44.3
28 Factory 1 Plat Lantai 44 48 48 41 52 37 37 41 52 37 B -90 437 43.7
29 Factory 1 Plat Lantai 41 48 48 56 60 48 64 48 52 44 B -90 509 50.9
30 Factory 1 Plat Lantai 37 44 48 41 41 48 41 56 64 56 B -90 476 47.6
31 Factory 1 Kolom 32 25 29 39 29 22 32 22 19 22 A 0 271 27.1
32 Factory 1 Kolom 35 39 46 39 32 35 35 32 29 22 A 0 344 34.4
33 Factory 1 Kolom 39 35 29 32 29 46 32 35 46 32 A 0 355 35.5
34 Factory 1 Kolom 58 58 50 50 50 46 50 58 50 46 A 0 516 51.6
35 Factory 1 Kolom 50 54 50 50 50 50 54 50 58 50 A 0 516 51.6

157| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Tabel 7: Tabel Hasil Pengujian Hammer Test Dalam (Xi-Xrt)²


Sumber : Penyusun

(Xi-Xrt)²
No Lokasi Lantai Tinjauan Ukuran (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Factory 1 Kolom 0 2.56 2.56 2.56 2.56 1.96 29.16 2.56 29.16 1.96 31.36
2 Factory 1 Kolom 0 0.00 9.00 0.00 0.00 9.00 16.00 9.00 9.00 16.00 16.00
3 Factory 1 Kolom 0 9.00 9.00 9.00 0.00 0.00 0.00 49.00 9.00 49.00 196.00
4 Factory 1 Kolom 0 57.76 70.56 12.96 0.16 12.96 0.16 0.16 19.36 12.96 19.36
5 Factory 1 Kolom 0 0.64 0.64 10.24 10.24 23.04 38.44 10.24 10.24 0.64 139.24
6 Factory 1 Kolom 0 18.49 18.49 18.49 7.29 7.29 7.29 0.09 7.29 0.09 7.29
7 Factory 1 Kolom 0 1.69 161.29 161.29 28.09 28.09 1.69 7.29 1.69 265.69 7.29
8 Factory 1 Kolom 0 13.69 13.69 13.69 127.69 0.09 13.69 10.89 10.89 0.09 13.69
9 Factory 1 Kolom 0 4.41 26.01 3.61 4.41 3.61 34.81 4.41 3.61 3.61 4.41
10 Factory 1 Kolom 0 7.29 32.49 28.09 1.69 28.09 32.49 32.49 86.49 7.29 1.69
11 Factory 1 Pedestal 0 404.01 1.21 1.21 1.21 24.01 1.21 24.01 24.01 24.01 24.01
12 Factory 1 Pedestal 0 2.89 22.09 2.89 2.89 5.29 5.29 5.29 2.89 5.29 5.29
13 Factory 1 Pedestal 0 0.81 9.61 0.81 15.21 9.61 0.81 0.81 0.81 0.81 9.61
14 Factory 1 Pedestal 0 10.89 10.89 0.09 0.09 0.09 13.69 10.89 13.69 13.69 0.09
15 Factory 1 Pedestal 0 16.00 121.00 49.00 49.00 16.00 0.00 0.00 0.00 16.00 49.00
16 Factory 1 Pedestal 0 4.41 0.81 222.01 37.21 4.41 4.41 37.21 0.81 0.81 0.81
17 Factory 1 Pedestal 0 9.61 9.61 9.61 0.81 141.61 9.61 9.61 0.81 0.81 0.81
18 Factory 1 Pedestal 0 324.00 25.00 100.00 25.00 1.00 1.00 25.00 1.00 25.00 25.00
19 Factory 1 Pedestal 0 42.25 156.25 72.25 20.25 0.25 110.25 20.25 42.25 12.25 12.25
20 Factory 1 Pedestal 0 210.25 12.25 12.25 0.25 0.25 0.25 42.25 0.25 12.25 0.25
21 Factory 1 Plat Lantai 0 8.41 8.41 1.21 171.61 8.41 82.81 8.41 26.01 98.01 47.61
22 Factory 1 Plat Lantai 0 64.00 64.00 0.00 16.00 16.00 0.00 16.00 0.00 16.00 64.00
23 Factory 1 Plat Lantai 0 5.76 88.36 40.96 0.36 21.16 40.96 73.96 73.96 21.16 5.76
24 Factory 1 Plat Lantai 0 163.84 125.44 10.24 125.44 163.84 0.64 0.64 23.04 0.64 51.84
25 Factory 1 Plat Lantai 0 3.24 4.84 23.04 23.04 3.24 23.04 23.04 201.64 331.24 139.24
26 Factory 1 Plat Lantai 0 59.29 86.49 39.69 13.69 59.29 86.49 13.69 0.49 59.29 39.69
27 Factory 1 Plat Lantai 0 0.09 13.69 0.09 59.29 28.09 0.09 176.89 10.89 13.69 59.29
28 Factory 1 Plat Lantai 0 0.09 18.49 18.49 7.29 68.89 44.89 44.89 7.29 68.89 44.89
29 Factory 1 Plat Lantai 0 98.01 8.41 8.41 26.01 82.81 8.41 171.61 8.41 1.21 47.61
30 Factory 1 Plat Lantai 0 112.36 12.96 0.16 43.56 43.56 0.16 43.56 70.56 268.96 70.56
31 Factory 1 Kolom 0 24.01 4.41 3.61 141.61 3.61 26.01 24.01 26.01 65.61 26.01
32 Factory 1 Kolom 0 0.36 21.16 134.56 21.16 5.76 0.36 0.36 5.76 29.16 153.76
33 Factory 1 Kolom 0 12.25 0.25 42.25 12.25 42.25 110.25 12.25 0.25 110.25 12.25
34 Factory 1 Kolom 0 40.96 40.96 2.56 2.56 2.56 31.36 2.56 40.96 2.56 31.36
35 Factory 1 Kolom 0 2.56 5.76 2.56 2.56 2.56 2.56 5.76 2.56 40.96 2.56

158| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Tabel 7: Tabel Hasil Pengujian Hammer


Sumber : Penyusun

Dilihat dari hasil uji Hammer Test di PT. Acme Indonesia , sudah memenuhi syarat
sebagai material struktur sesuai dengan SNI 6880:2016 pasal 1.2.43 yaitu diatas 17 Mpa.

159| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

BAB IV MECHANICAL
4.1 PEMERIKSAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH
A. Sumber Air
PT. Acme Indonesia mendapatkan pasokan air bersih dari Kawasan Greenlan Deltamas.
Pasokan air bersih dari kawasan dipergunakan hanya untuk kebutuhan domestic dan
sanitasi pada area gedung.

Gambar 132 GWT Penampungan air bersih terpasang di PT. Acme Indonesia
Sumber : Dokumentasi Penyusun

Sistim Distribusi Air Bersih


Pendistribusian air bersih hanya untuk kebutuhan domestic/MCK dan sanitasi, maka
dialirkan langsung menggunakan tekanan yang dialirkan dari sumber kawasan menuju
tempat yang membutuhkan dengan sistem pemipaan/plumbing yang sudah sesuai
dengan peraturan yang berlaku mengenai pemanfaatan air bersih dan system
pemipaan/plumbing.

Referensi Peraturan yang dipakai adalah:


a, Undang Undang No. 11 tahun 1974 tentang pengairan.
b, Per.Men.Kes. RI No.492/Men-Kes/Per/IV/2010 tentang persyaratan
kualitas air.
c, SNI 03-7065-2005

4.2 PEMERIKSAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR KOTOR DAN AIR LIMBAH


A. Air limbah berasal dari MCK dan Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan di area PT. Acme Indonesia adalah hasil dari kegiatan
operasional para karyawan (limbah cair domestic). Air kotor yang berasal dari WC
urinoir dan produksi dialirkan menuju saluran tertutup dan kedap air, kemudian
disalurkan menuju septictank untuk kemudian dialirkan ke saluran IPAL Kawasan.

160| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar Bak Penampung yang terhubung ke system IPAL Kawasan


Sumber : Dokumentasi Penyusun

B. Pemeriksaan Sistem Pengelolaan Limbah

Gambar :135 TPS limbah domestic pada PT. Acme Indonesia


Sumber :Dokumentasi Penyusun

Limbah Domestik
PT. Acme Indonesia merupakan gudang penyimpanan barang sementara yang hanya
menghasilkan limbah domestic sehingga limbah yang terdapat hanya berupa limbah
domestic hasil kegiatan operasional karyawan PT. Acme Indonesia sehari-hari.

Limbah Tempa TP Di ambil


Domesti t S pihak ke
k sampa
Alur sampah domestic PT Acme Indonesia
-3
h

4.3 PEMERIKSAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR HUJAN


A. Sistem Penangkap Air Hujan
Atap Gedung PT. Acme Indonesia menjadi penadah air yang besar ketika terjadi
hujan lebat, karena sifat permukaan area tersebut yang luas dan tidak meresapkan
air, maka dibuat saluran menggunakan pipa tegak berukuran 4 dan 6 inchi yang
tersambung menuju saluran milik PT. Acme Indonesia yang sudah terkoneksi
dengan saluran milik pemerintah. Volume air tersebut dialirkan ke drainase
menggunakan pipa tegak 4” dan pipa tegak 6”.

161| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar :136 Pipa tegak air hujan terpasang di PT. Acme Indonesia
Sumber : Dokumentasi Penyusun

B. Sistem Penyaluran Air Pipa Tegak Dan Drainase


Curah air hujan yang berada diatap bangunan langsung dialirkan ke drainase area
Gedung pabrik melalui talang dan pipa tegak. Drainase yang berada di samping
merupakan drainase skunder. Dari drainase sekunder air dialirkan ke drainase
primer yang sudah terhubung dengan drainase milik pemda yang berada di area
Gedung pabrik.

4.4 KLASIFIKASI BAHAYA KEBAKARAN TERHADAP FUNGSI BANGUNAN


PT. Acme Indonesia adalah sebuah perusahaan Gudang Penyimpanan Bahan Kimia
Cair. Perusahaan ini tergolong pada sector KEP (Kimia, Energi dan Pertambangan)
dan berada pada klasifikasi tingkat kebakaran B.
Kalsifikasi kebakaran menurut sectoral adalah sebagai berikut :
1, Kelas A.
Perusahaan/pabrik yang tergolong pada sektor TSK (Tekstil, Sandang dan Kulit).
2, Kelas B.
Perusahaan/pabrik yang tergolong pada sektor KEP (Kimia, Energi dan
Pertambangan). Pada kelas ini lebih dikelompokkan khusus untuk bahan bahan
kimia dan hasil pertambangan.
3, Kelas C.
Perusahaan/pabrik yang tergolong pada sektor KEP (Kimia, Energi dan
Pertambangan). Pada kelas ini lebih dikelompokkan khusus kebakaran yang terjadi
karena energi listrik.
4, Kelas D.
Perusahaan/pabrik yang tergolong pada sektor LEM (Logam, Elektronik dan
Mesin).

162| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

4.5 PROTEKSI KEBAKARAN

A. System Proteksi Pasif.


Adalah system proteksi dengan menggunakan sarana-sarana benda yang tidak bergerak
diantaranya : Konstruksi Tahan Api, Pintu dan jendela Tahan Api, Bahan Pelapis Interior
Tahan Api, Perlengkapan dan Perabot Tahan Api, Penghalang Api, Partisi Penghalang
Asap Penghalang Asap dan Atrium.

B. System Proteksi Aktif


Adalah system proteksi dengan menggunakan saran benda yang bisa digerakkan oleh
system diantaranya : Pompa pemadam kebakaran, Box hydrant, Pilar hydrant, Seamese
conection Air yang menjadi satu kesatuan dari HYDRANT SYSTEM, System Sprinkler,
Alat Pemadam Api Ringan ( apar ), Fire alarm dengan head dan smoke detector sebagai
pendeteksi bahaya kebakaran.System pemadam kebakaran disini dibentuk dan dirancang
sesuai dengan SNI 09-7053-2004 tentang Peralatan Pemadam kebakaran.

4.6 PEMERIKSAAN SISTEM FIRE DETECTOR, HYDRANT DAN PIPA


KEBAKARAN
Pada system fire hydrant atau pemadam kebakaran menggunakan beberapa peralatan
sebagai satu kesatuan pada system ini anatar lain :

A. Diesel pump.
B. Electric pump.
C. Jockey pump.
D. Panel control.
E. Box hydrant.
F. Pilar hudrant.
G. Seamesse conection
H. APAR

163| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

A. Diesel pump. (Tidak Ada)


Fungsi dan kegunaan dari diesel pump sebagai backup electric pump dan akan menggantikan cara
kerja electric pump mana kala listrik padam. Sarana penyedia air kebakaran di PT. Acme Indonesia
menggunakan reservoir/tandon air berkapasitas ±60 m3.

B. Electric Pump (Tidak Ada)


Sebagai pompa utama pada system fire hydrant pomp ini berfungsi memasok air dari ground
tank ( Reservoir ) ke pipa pipa dalam saluran fire hydrant sampai ke ujung pengeluaran (
Nozzle ) pada hydrant pilar, untuk luar Gedung atau hydrant box saat terjadi kebakaran.

C. Jockey pump. (Tidak Ada)


Cara kerja pompa ini sangatlah vital. Jockey pump berfungsi menjaga tekanan air/penyetabil
tekanan air yang dihasilkan oleh electric dan diesel pump dalam instalasi system FIRE
HYDR ANT.

D. Panel control. (Tidak Ada)


Panel pompa hydrant memiliki fungsi utama menjalankan sekaligus mengontrol sistem fire
hydrant itu sendiri. Dengan kata lain, semua peralatan dan komponen di bagian panel ini
berfungsi berbeda, tetapi selalu bertujuan sama. Membuat fungsi pompa hydrant dalam
sistem pemadam kebarakan dapat diandalkan.

E. Box hydrant. (Tidak Ada)


Fungsi dari peralatan ini sebagai tempat penyimpanan peralatan hydrant seperti selang,
nozzle, hose reel dan sebagai tempat output pompa baik didalam maupun diluar Gedung.

Penempatan fire hydrant box di design dengan baik dan sudah sesuai SNI Nomor SNI 03-
1745-2000 tentang Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan selang
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan Gedung.

164| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

F. Pilar hydrant. (Tidak Ada)


Pilar hydrant berfungsi menyuply air dari sumber yang dapat berasal PAM dan Level Watter
Tank dan selnjutnya akan disalurkan ke mobil pemadam kebakaran sehingga pemadam
kebakaran dapat memadamkan bangunan yang terbakar.

G. Seamesse conection. (Tidak Ada)


Sebagai pemasok air dalam gedung/indoor apabila air didalam reservoir sudah habis. Air
yang dibawa oleh pemadam kebakaran dialirkan melalui komponen ini untuk memasok
kebutuhan air pada sprinkler dan hydrant box didalam gedung.

H. APAR.
APAR Jenis Serbuk Kimia atau Dry Chemical Powder Fire Extinguisher terdiri dari serbuk
kering kimia yang merupakan kombinasi dari Mono-amonium dan ammonium sulphate.
Serbuk kering kimia yang dikeluarkan akan menyelimuti bahan yang terbakar sehingga
memisahkan Oksigen yang merupakan unsur penting terjadinya kebakaran. APAR Jenis Dry
Chemical Powder ini merupakan Alat pemadam api yang serbaguna karena efektif untuk
memadamkan kebakaran di hampir semua kelas kebakaran seperti Kelas A, B dan C. Pada
pabrik PT. Acme Indonesia Apar ber-Type dry chemical powder maupun CO2 dijumpai di
setiap area area dan ruangan di dalam kawasan pabrik dan main office, dengan sistem
penempatan yang mudah dijangkau dengan ketinggian 150 cm dari permukaan lantai dan
tidak terhalang oleh benda benda lain di sekitarnya. Hal ini sudah sesuai dengan Peraturan
Menteri nomor PER 04/MEN/1980 tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharan
Alat Pemadam Api Ringan.

Gambar :145 APAR terpasang di PT. Acme Indonesia


Sumber : Dokumentasi Penyusun

165| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

I. FIRE DETECTOR. ( Tidak Ada )


Salah satu potensi bahaya dari bangunan gedung adalah potensi bahaya karena kebakaran.
Potensi bahaya tersebut telah disebutkan dalam UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung dan PP No.36 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksananya. Sehingga suatu
bangunan gedung harus dipersyaratkan terhadap aspek keselamatan terhadap
kemampuannya untuk mencegah bahaya kebakaran.Pencegahan kebakaran pada bangunan
gedung adalah mencegah terjadinya kebakaran pada bangunan gedung atau ruang kerja.Bila
kondisi-kondisi yang berpotensi terjadinya kebakaran dapat dikenali dan dieliminasiakan
dapat mengurangi secara substansial terjadinya kebakaran.Untuk mencegah kebakaran dan
mengeliminasi kerugian yang terjadi, suatu bangunan gedung perlu dilengkapi instalasi
system deteksi dan alarm kebakaran.

Standarisasi yang digunakan dalam perencanaan dan instalasi sistem deteksi dan alarm
kebakaran yang berlaku di Indonesia adalah SNI 03-3985-

2000 Tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan
Alarm Kebakaran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung. Standar
tersebut mencakup persyaratan minimal, kinerja, lokasi, pemasangan, pengujian, dan
pemeliharaan system deteksi dan alarm kebakaran untuk memproteksi penghuni, bangunan,
ruangan, struktur, daerah, atau suatu obyek yang diproteksi sesuai dengan SNI tersebut.

J. HEAT/SMOKE DETECTOR ( Tidak Ada )


Kebakaran dapat dikatakan sebagai sebuah peristiwa yang tidak diinginkan karena dapat
merugikan baik secara material maupun non material. Kebakaran terjadi karena adanya
nyala api yang tak terkontrol. Nyala api diakibatkan oleh adanya tiga komponen yang dapat
menyebabkan reaksi pembakaran seperti sumber api, bahan yang dapat terbakar, suhu panas,
dan oksigen. Kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran tidak dapat diperbaiki layaknya
kerusakan akibat alam namun kerugian yang dimaksud adalah lenyap dan tidak kembali lagi
karena telah berubah sifat fisiknya menjadi abu. Selain itu, asap yang ditimbulkan oleh
kebakaran berupa Gas CO yang beracun dan dapat membunuh penghuni yang terjebak di
kebakaran. Oleh sebab itu, perlu adanya sistem perlindungan terhadap api. Pada Area

166| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Bangunan PT. Acme Indonesia ini sudah terpasang detektor asap untuk mencegah adanya
kebakaran besar yang mengacu pada SNI 03-3985-2000 dan SNI 6571: 2001 Tentang
Sistem Manajemen Asap di dalam mal, atrium dan ruangan bervolume.

K. FIRE ALARM ( Tidak Ada )


Alarm Kebakaran merupakan alat yang dirancang untuk mendeteksi terjadi kebakaran.
Alarm kebakaran didesain khusus untuk mengeluarkan bunyi yang bising. Bunyi sebagai
signal untuk memberitahu kepada operator / penghuni bangunan jika sedang terjadi
kebakaran pada lokasi ruang yang telah di instalasi dengan sistem alarm kebakaran ini.
Bunyi alarm di hasilkan oleh alarm bell atau motor sirine. Alarm kebakaran dimanfaatkan
oleh dunia industri dan komersial untuk solusi pencegahan kebakaran yang mampu
mendeteksi tanda yang dapat menyebabkan kebakaran lebih dini.

L. Pengecekan Alat Pemadam Api Ringan ( APAR )


PT. Acme Indonesia rutin melakukan pengecekan APAR setiap bulannya dengan
menggunakan label checklist pengecekan, dan di lakukan pengisian ulang apabila terdapat
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang tidak dapat berfungsi dengan baik. Pada saat
survey tidak ditemukan APAR dalam keadaan kosong.
M. PENGATUR SUHU BUATAN
Adalah sistem ventilasi yang menggunakan bantuan AC, Kipas Angin Serta Exhaust Fan
untuk mensirkulasikan udara di dalam ruangan.Pada bangunan PT. Acme Indonesia sistem
ini digunakan pada office, dan tempat belanja. Penggunaan ventilasi buatan pada bangunan
gedung PT. Acme Indonesia terdapat di beberapa ruangan, dan sudah sesuai dengan Tata
Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung (SNI
6572-2001)

Pada Perusahaan PT. Acme Indonesia telah terpasang unit AC type Split dan AC Central.

167| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

BAB V ELECTRICAL
5.1 PEMERIKSAAN SISTEM KELISTRIKAN

A. Sumber Listrik
Sumber tenaga listrik yang digunakan untuk menunjang operasional PT. Acme Indonesia
berasal dari PT. Cikarang Listrindo. Listrik yang digunakan bersumber dari trafo PT.
Cikarang Listrindo yang berada di sekitar area Gedung dan dransmisi yang digunakan oleh
Cikarang Listrindo untuk memasok tenaga listrik ke PT. Acme Indonesia sebesar 16.500 Va
dan di salurkan ke panel Sub distribution Board.

B. PANEL UTAMA TEGANGAN RENDAH ( PUTR )


Panel Utama Tegangan Rendah atau biasa disebut LVMDP ( Low Voltage Main
Distribution Panel ) berfungsi mendistribusikan sumber daya listrik ke sub sub panel
distribusi. Didalamnya terdapat mains breaker dan breaker breaker beban yang tersambung
dengan panel sub distribusi, membagi arus power listrik ke beban yang dibutuhkan.

Gambar :153 Panel Tegangan Rendah 220v/380v terpasang di PT. Acme Indonesia
Sumber : Dokumentasi Penyusun

C. SDB PANEL ( Sub Distribution Board )


Panel ini berfungsi mendistribusikan sumber daya listrik ke peralatan/equipment sesuai
dengan daya pada masing masing peralatan/equipment.Didalamnya terdapat mains breaker
dan breaker breaker beban yang tersambung dengan peralatan/equipment, membagi arus
power listrik ke beban yang dibutuhkan.

Referansi Peraturan yang dipakai adalah :


a. PUIL 2011
b. SNI 04-0227-2003 tentang tegangan standard
c. IEC ( International Electrotechnical Commission.

168| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Dari hasil pengecekan masing masing fasa langsung pada SDP hasilnya semua panel
balancing R S T nya sangat baik dan panel dalam kondisi baik.

Gambar :159 Hasil Test R,S,T salah satu panel SDB di PT. Acme Indonesia
Sumber : Dokumentasi Penyusun

D. Instalasi Listrik
Instalasi lampu penerangan di PT. Acme Indonesiaterdiri dari berbagai type lampu sesuai
dengan fungsi dan peruntukannya di masing masing ruangan. Type TL 2 X 18W terpasang
pada kantin dan Lampu LED Ceiling setiap bangunan kantor, Down light LED 18W untuk
toilet dan canopy office, selain itu pada setiap factory baik gedung untuk produksi maupun
gudang penyimpanan material/ ware house juga terpasang lampu berjenis LED 100W Type
high bay / Lampu Industri.

Gambar :160 Lampu penerangan yang terpasang di area kantor di PT. Acme Indonesia
Sumber : Dokumentasi Penyusun

E. SAKLAR DAN STOP KONTAK

Pemasangan saklar dipasang pada tembok dengan ketinggian ± 150 cm di atas lantai, dekat
dengan pintu dan mudah dicapai tangan/sesuai kondisi tempat, arah posisi kontak (tuas) saklar
seragam bila pemasangan lebih dari satu sesuai dengan Peraturan Umum Instalasi Listrik
2011 (PUIL 2011) dan Tegangan Standar, (SNI 04-0227-2003).

Sedangkan untuk stop kontak itu sendiri aturan pemasangan aturan standar pemasangannya
adalah Tinggi pemasangan ± 150 cm di atas lantai, apabila kurang dari 150 cm harus

169| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

dilengkapi tutup, mudah dicapai tangan, di pasang sedemikian rupa, sehingga penghantar
netralnya berada disebelah kanan atau di sebelah bawah. Pada PT. Acme Indonesia.

Pemasangan Saklar dan stop kontak tersebut sudah memenuhi standar yang berlaku.

Gambar :161 Saklar dan stop kontak terpasang di PT. Acme Indonesia
Sumber : Dokumentasi Penyusun

Referansi Peraturan yang dipakai adalah :

a. PUIL 2011
b. SNI 04-0227-2003 tentang tegangan standard

F. SISTEM KOMUNIKASI DAN CCTV


Sistem komunikasi yang di terapkan di PT. Acme Indonesiayaitu Komunikasi 2 arah dengan
menggunakan Pesawat Telepon dan Komunikasi 1 arah dengan menggunakan speaker apabila
ada informasi informasi yang ingin di sampaikan kepada seluruh karyawan PT. Acme
Indonesia. Untuk penggunaan alat Komunikasi seperti speaker dan pesawat telepon sudah di
uji dan Standard Nasional Indonesia nomor SNI 04-6253-2003 tentang Peralatan Audio,
Video, dan Electronic sejenis Persyaratan Keselamatan, baik di dalam maupun di luar gedung.

Gambar :162 CCTV dan monitor terpasang di PT. Acme Indonesia


Sumber : Dokumentasi Penyusun

Pada PT. Acme Indonesia menggunakan CCTV berjenis Dome sedangkan pada bagian sisi
luar menggunakan jenis Bullet Camera karena jenis ini sangat cocok digunakan pada lokasi

170| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

indoor pada suatu kawasan atau pabrik. Dan sudah mengacu pada SNI 04-6253-2003
tentang Peralatan Audio, Video, dan Electronic sejenis Persyaratan Keselamatan, baik di
dalam maupun di luar gedung. CCTV ini tersebar di seluruh area gedung PT. Acme
Indonesia.

5.2 PENANGKAL PETIR.


Penangkal petir adalah system rangkaian jalur yang difungsikan sebagai jalan bagi
petir menuju ke permukaan bumi tanpa merusak benda benda lain yang berada
disekitarnya. PT. Acme Indonesia menggunakan system penangkal petir berjenis
Elektrostatis Sistem Copper Rod.

Pada system ini ada 3 bagian utama antara lain :

1. Batang/Kepala Penangkal petir.

Salah satu bagian dari system penangkal petir ini adalah batang/kepala penangkal
petir. Bagian ini berfunsi memperlancar proses Tarik menarik dengan muatan
listrik antara ditanah dengan di awan. Ujung dari batang/kepala penangkal petir ini
terbuat dari tembaga dengan ujung runcing bertujuan agar muatan listrik yang
punya sifat mudah berkumpul akan terlepas pada bagian logam yang runcing.

2. Kawat Konduktor/hantaran

Salah satu bagian dari system penangkal petir adalah kawat konduktor/hantaran
merupakan komponen yang sangat utama pada rangkaian system penangkal
petir.Kabel konduktor/penghantar penangkal petir adala Jalur logam elektris yang
menghubungkan antara ujung penerima sambaran petir ke dalam tanah dengan
tujuan menyalurkan muatan listrik yang disebabkan sebuah sambaran. Maka
secara fungsi kabel penyalur ini harus mampu menahan dan menerima beban
tegangan kejut dan arus yang melaluinya.Atau juga bisa didefinisikan bahwa kabel
penyalur petir adalah untaian kawat logam dengan luasan tertentu dan di desain
sesuai dengan kebutuhan sebagai penyalur arus yang sangat besar. Jemis kabel
yang biasa dipakai dalam system penangkal petir antara lain berjenis NYY, NYA,
COAXIAL, BC.

171| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

3. Pembumian.

Bagian yang ketiga dari system penangkal petir adalah pembumian.Grounding


atau pembumian berfungsi untuk mengalirkan listrik dari kabel konduktor ke
batang pembumian yang tertanam didalam tanah. Batang grounding/pembumian
ini terbuat dari tembaga murni berdiameter 1,5 cm sampai 1,8 cm. Kedalaman
batang grounding ini bervariasi tergantung area untuk mencapai standard
resistansi atau tahanan. Tidak semua area dapat mencapai standard yang
diinginkan karena ada beberapa aspek yang mempengaruhinya antara lain :

a. Kadar air.
Bila air tanah dangkal atau musim penghujan maka nilai resistansi atau tahanan aka
mudah didapatkan ( Standart max 1 ohm )
b. Mineral logam.
Kandungan mineral tanah sangat mempengaruhi sebaran resistansi atau tahanan
karena jika tanah banyak mengandung logam, maka arus petir semakin mudah
menghantarkan.
c. Derajat keasaman.
Semakin asam PH tanah, maka arus petir akan semakin mudah menghantar.
d. Tekstur tanah.
Untuk tanah yang bertekstur pasir dan poros akan sulit mendapatkan tahanan
sebaran yang di inginkan karena jenis tanah yang seperti ini air dan mineral akan
mudah hamyut/hilang.

PT. Acme Indonesia telah terpasang penangkal petir menggunakan system berjenis
Radius dengan tinggi penerima 2 m dari tinggi bangunan dan tinggi bangunan 8 m.
Kabel penghantar menggunakan kabel BC.

172| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Gambar :163 Tiang Penangkal Petir terpasang di PT. Acme Indonesia


Sumber : Dokumentasi Penyusun

Gambar : Pengetesan Penangkap Petir di PT. Acme Indonesia


Sumber : Dokumen PT Acme Indonesia

Pengecekan penangkap petir pada bangunan PT Acme Indonesia memiliki nilai 4,14 Ohm yang
mana nilai ini masih memenuhi standard nilai yang ditentukan yaitu dibawah 5 ohm.

Referansi Peraturan yang dipakai adalah :

a. PER. 02/MEN/1989 tentang pengawasan instalasi penyalur petir.


b. SNI03-7015-2004 tentang system proteksi petir pada bangunan gedung

173| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

BAB VI : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


6.1 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ASPEK STRUKTUR
6.1.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil investigasi yang telah dilakukan, maka kesimpulan dan rekomendasi
yang diperoleh adalah sebagai berikut:

A. Secara visual
Berdasarkan pengamatan secara visual terhadap komponen struktur pondasi,
kolom, balok, pelat lantai, dan Rangka atap maka didapatkan hasil keseluruhan baik.
Pada pondasi tidak terdapat penurunan dapat dilihat pada lantai dan dinding yang tidak
terjadi penurunan dan keretakan pada bagian bawah.Pada kolom, balok, dan rangka
atap tidak mengalami keretakan struktur. Pada pelat lantai tidak terdapat keretakan
sehingga disimpulkan secara visual struktur pada PT. ACME INDONESIA ini adalah
baik. Pengamatan secara langsung bisa dilakukan secara berkala untuk menjamin
keberlangsungan kekuatan struktur berjalan dengan baik.

B. Hasil Uji Hammer Test

Hammer test mengindikasikan bahwa material beton struktur masih sesuai


untuk digunakan sebagai material struktur bangunan dengan spesifikasi kuat tekan
karakteristik beton bervariasi di setiap elemen struktur dengan nilai mutu beton rata-
rata keseluruhan Untuk Kolom beton adalah sebesar 33.75 Mpa, Kolom pedestal
adalah sebesar 24.70 Mpa dan untuk lantai beton 40.88 Mpa. Sehingga nilai kuat tekan
beton eksisting tersebut masih baik dan memenuhi syarat sebagai material struktur
sesuai dengan SNI 6880:2016 pasal 1.2.43 yaitu diatas 17 Mpa.

174| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

6.1.2 REKOMENDASI

Tabel 1 Rekomendasi Aspek Struktur


Sumber : diolah oleh Penyusun. Gambar : Dokumentasi oleh Penyusun

NO KOMPONEN PERBAIKAN REKOMENDASI PERBAIKAN

Melakukan perawatan berkala terhadap


komponen struktur gedung secara
1.
berkala.

Perbaikan dan pengecatan kembali


(Recouting) pada struktur baja yang
mulai mengalami sedikit korosi dengan
2.
cat zincromate, agar terhindar dari
kerusakan yang lebih berat

175| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

7.1 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ASPEK ARSITEKTURAL


7.1.2 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil Pengamatan di lapangan pada Aspek Arsitektur meliputi poin
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan dari Bangunan Gedung PT. Acme
Indonesia yang berlokasi di Kabupaten Bekasi secara garis besar telah memenuhi poin
penilaian kelaikan fungsi dengan baik, dengan beberapa catatan yang akan disampaikan
dalam rekomendasi. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa bangunan PT. Acme
Indonesia telah memenuhi dan direkomendasikan untuk mendapatkan predikat Laik
Fungsi.

7.1.2 REKOMENDASI
Berdasarkan temuan sebagai berikut yang dilakukan selama melakukan kajian :

NO Visual / Temuan REKOMENDASI

1 Melakukan pemeriksaan /
pemeliharaan / perawatan /
perbaikan dan atau pergantian setiap
material maupun fungsi ruang pada
bangunan. ( Dilakukan dokumentasi
dan Arsip )

Perlu melakukan perawatan


kedepannya.
2 Melakukan penambahan titik kumpul
pada area pabrik dan pebaharuan layout
evakuasi, dan juga penambahan jalur
evakuasi, tanda exit pada pintu

176| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

Contoh gambar penambahan titik


kumpul dan layout evakuasi
3 Melakukan pengecatan marka jalan
pada jalur pedestrian

Marka jalan.

177| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a
PT. Acme Indonesia
Laporan Kajian Laik Fungsi Bangunan Gedung

8.1 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI MEKANIKAL ELEKTRIKAL


8.1.2 KESIMPULAN

1. Dari pengamatan secara visual seluruh perlatan yang terpasang dan difungsikan di PT.
Acme Indonesia masih terawat dan berfungsi dengan baik .
2. Hasil pengecekan beberapa peralatan masih menunjukkan hasil yang baik dan sesuai
dengan standard dan peraturan yang berlaku.

8.1.2 REKOMENDASI

- Lakukan perawatan dan pembersihan pada penghawaan mekanik.


- Lakukan pembersihan berkala pada system drainase.
- Membuat Checklist untuk pengecekan APAR

Bidang Arsitektur Bidang Struktur Bidang ME

178| G e o s p a s i a l I n s a n M u l i a

Anda mungkin juga menyukai