Anda di halaman 1dari 10

Nama : RIFQI ALI AL SYA’BANA

NIM : 1860305222032
Nomor Absen : 19

UJIAN AKHIR SEMESTER FILSAFAT UMUM PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB
SOAL
1. Apa relevansi pengetahuan dan pengalaman bagi filsafat, jelaskan!
2. Setiap disiplin keilmuan memiliki corak epistemologi yang khas, jelaskan corak
epistemologi keilmuan saudara, uraikan!
3. Logika memandu manusia untuk berpikir secara tertib dan sistematis, namun tidak
banyak yang memahami logika dengan baik sehingga ditemukan sesat pikir. Jelaskan
kaitan logika dengan sesat pikir.
4. Etika menyoal yang baik dan buruk namun penyelesaian etika cenderung menyebabkan
dilema. Jelaskan mengapa demikian!
5. Berdasar pemahaman saudara tentang filsafat, jelaskan apa yang dimaksud dengan
filsafat Bahasa, apa persoalan yang diajukan filsafat terkait bahasa?
6. Jika filsafat dikatakan sesat, apa pembelaan saudara, jelaskan argumen saudara!

JAWAB
1. Pengetahuan dan pengalaman adalah dua hal yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan seseorang dalam memahami suatu hal secara mendalam. Filsafat ialah ilmu
yang membahas cara manusia berpikir secara mendalam, dari proses pemikiran tersebut
membuahkan suatu output yang sesuai dengan namanya philoshopy, philos bermakna cinta
dan shopia bermakna kebijaksanaan.
Pengetahuan adalah hasil output manusia dalam memahami sesuatu, hal ini sifatnya hanya
informatif lalu di dokumentasikan baik dari manusia itu sendiri ataupun dengan cara lain seperti
membuat karya tulis, menciptakan sesuatu, dan lain-lain. Sedangkan pengalaman ialah proses
manusia dalam menjalani suatu hal guna meraih suatu pengetahuan.
Sebelum menuju dua hal tersebut, ada hal yang lebih penting untuk disinggung, yaitu rasa
keingintahuan. Rasa keingintahuan ialah rasa penasaran seseorang akan sesuatu yang sangat
tinggi, dari hal tersebut ia mengerahkan semua pikiran dan jasmaninya dalam mencoba sesuatu
atau melakukan sesuatu. Seseorang yang mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi, ia akan
melakukan segala cara dalam mencapai tujuannya. Dari rasa keingintahuan ini bisa mendorong
atau menekan manusia untuk selalu melakukan banyak hal. Dari hal tersebut pengalaman bisa
diraih, dan pengetahuan bisa di dapatkan.
Pengetahuan mempunyai relevansi dengan filsafat, hal ini dapat kita lihat dengan adanya
ilmu-ilmu yang lahir dari filsafat. Dahulu sebelum ilmu eksak kompleks seperti hari ini, para
akademisi pada zaman klasik (yunani) menggunakan alam semesta dan kejadian di sekitar
mereka dalam mencari solusi permasalahan.
Contoh: pada zaman yunani ada seorang raja bernama Hiero, ia satu zaman dengan
Archimedes. Setelah menaklukan dan membenahi kerajaan raja Hiero memerintahkan kepada
seorang pandai besi untuk membuat mahkota dari emas. Setelah mahkotanya jadi, ia
mendengar desas-desus bahwa sang pandai besi melakukan kecurangan dalam pembuatan
mahkota. Untuk mengetahui kebenaran akan hal itu, raja Hiero menugaskan Archimedes untuk
meneliti mahkota ini asli atau palsu.
Archimedes menerima tugas itu, ia melakukan banyak cara akan tetapi tidak berhasil.
Setelah beberapa waktu ia pergi ke pemandian umum dan mencelupkan dirinya ke dalam bak
mandi pemandian umum. Archimedes melihat air di bak tersebut menjadi meluber, lalu ia
mendapatkan sebuah ide, berteriak ke luar “Eureka!” kepada istrinya. Jadi hal ini saya dapatkan
ketika menempuh pendidikan di jenjang madrasah tsanawiyah dan salah satu materi untuk
olimpiade, dalam benda cair, padat, mempunyai massa jenis. Massa jenis air, emas murni, dan
emas non murni itu berbeda, lalu pada wadah diisi air dengan volume wadah dan volume air
yang sama. Ketika mencelupkan emas murni maka volume air yang meluber lebih banyak
dikarenakan massa jenis emas lebih berat daripada massa janis air. Lalu emas non murni di
celupkan ke wadah tadi dan hasilnya volume luberan air lebih sedikit dari emas murni, setelah
itu mahkota di celupkan ke wadah dan hasilnya volume yang tumpah tidak sebanyak seperti
emas murni, alhasil terungkaplah bahwa mahkota itu telah dicampur perak dan logam lainnya.
Setelah mengetahui hal tersebut lantas raja Hiero menghukum sang pandai besi tadi. Prinsip
Archimedes ini di dokumentasikan dan dipakai hingga saat ini, kalau dalam soal latihan
olimpiade biasa dicontohkan dengan soal balok kayu lalu kita hitung berapa rho (massa jenis)
dari kedua benda padat dan cair tersebut.
Setelah di dokumentasikan dalam bentuk tulisan, hal itu dikembangkan oleh para akademisi
setelahnya, salah satu penerapannya pada pembuatan kapal besar. Hal ini sudah diketahui
bahwa massa jenis kapal lebih berat daripada massa jenis air, dan dicarilah solusi dari
permasalahan tadi yakni dengan memperhatikan bentuk kapal, jenis bahan kapal dan sarana
prasarana kapal agar bisa terapung.
Lalu apa relevansi filsafat dengan pengetahuan?. Dari frustasi yang dialami oleh
Archimedes karena lelah memikirkan solusi dari permasalahannya, ia akhirnya mendapatkan
pengetahuan yang baru, hal ini didapat Archimedes dengan mencelupkan dirinya ke bak mandi
pemandian umum, bersamaan dengan mencelupkan badannya ke bak pemandian, ia
memikirkan hal itu dengan pikiran yang sangat mendalam dan menemukan bahwa setiap benda
jika dicelupkan, mempunyai volume air tumpah yang berbeda-beda, dengan keadaan bahagia
ia menemukan suatu konsep baru dan hal ini belum pernah dilakukan sebelumnya, untuk
mengukur perbedaan masa jenis emas dan non emas tersebut. Dengan percaya diri ia kembali
bereksperimen untuk mendapatkan pengalaman agar ia bisa merevisi kembali jika terdapat
kesalahan. Archimedes melakukan eksperimen itu pada emas, perak dan logam lainnya alhasil
ia mendapati bahwa percobaannya itu berhasil, setelah itu ia mempresentasikan hasilnya
kepada raja Hiero dan hal itu diabadikan oleh para pembelajar fisika setelahnya.
Selain pengetahuan, pengalaman juga mempunyai relevansi dengan filsafat, relevenasi ini
dapat kita ambil dari banyaknya karya-karya yang lahir atau permasalahan yang bisa diatasi
dan meminimalisir dampak buruk dari apa yang dihadapinya.
Contoh: pada bulan april 2022 pihak kampus memberi himbauan kepada para calon
mahasiswa baru UIN SATU untuk membuat kartu tanda mahasiswa sesuai dengan jadwal yang
tertera. Sebelumnya saya belum pernah ke jawa sendiri tanpa orang lain, pada saat itu saya
hanya bermodalkan membawa uang, tas, dan gawai. Saya melakukan banyak hal yang belum
pernah saya lakukan sendiri, seperti membeli tiket kapal Lombok-Surabaya, transportasi
menuju Tulungagung, tempat tinggal sementara di Tulungagung dan lain sebagainya. -Setelah
saya mempunyai satu orang kenalan yang kebetulan juga seorang camaba, dan jadwal
pembuatan ktm kami bersamaan, kami lalu membuat janji bertemu pada hari pembuatan ktm
di kampus.- ketika di pelabuhan Lembar, Lombok Barat saya menunggu kapal yang seharusnya
datang pada 02.00 ternyata datang pada waktu subuh. Lama perjalanan menggunakan kapal
batulayar kira 22 jam hingga sampai di pelabuhan tanjung perak.
Sampai di tanjung perak saya harus mencari transportasi untuk pergi ke stasiun atau ke
terminal. Setelah berjalan beberapa menit saya bertanya-tanya jarak dari tempat itu ke stasiun
dan terminal ke seorang ojek, ia menyarankan lebih baik menggunakan bis saja. Setelah itu
saya diantarkan ke tempat biasa bis narik penumpang, ia mematok tarif Rp. 20.000, saya
merasa ini kebodohan saya dan kedepannya saya tidak mengulangi lagi. Pada pukul 06.20 bis
datang dan saya bertanya ke kernetnya, ia mengatakan bahwa bis ini tujuannya ke terminal
bungurasih karena saya tidak tahu apa-apa yaudah saya ikut saja. Biaya yang dikeluarkan dari
tempat awal menuju bungurasih hanya Rp. 10.000, setelah itu saya bertanya ke petugas
terminal untuk sebaiknya memakai bis apa, saya menunggu langsung disekitar bis, agar
setidaknya menghindari para calo bis, setelah memilih akhirnya saya memakai bis patas, yang
melewati jalan tol. Dari Bungurasih ke Tulungagung kira-kira 2 jam lebih, lalu sampailah di
Terminal Gayatri, Tulungagung, karena sungkan pada kenalan yang saya dapat, yasudah saya
memutuskan untuk mencari tempat tinggal sendiri, saya memesan sebuah penginapan yang
terletak di mangunsari satu malamnya kalau tidak salah Rp. 65.000, setelah shalat zhuhur dan
beristirahat di masjid, jam setengah 3 saya berangkat menuju penginapan menggunakan
angkutan ojek online.
Lalu esoknya saya pergi ke kampus menggunakan ojek online dan bertemu dengan kenalan
saya yang bernama Ilham, dari tadris matematika, warga lokal tulungagung. Kami berbincang-
bincang ringan sampai kedua kami selesai membuat ktm, saya meminta tolong untuk
mengantarkan saya ke terminal dan ia berkenan mengantarkan. Setelah itu karena ibu saya
sedang di kampung kelahirannya, Madiun, saya disuruh ke Madiun sekalian, lalu saya ke
Madiun dan tinggal beberapa hari, dan pulang pada hari jum’at menggunakan kapal Kirana,
yang jarak tempuhnya lebih singkat sekitar 20 jam. Sesampainya di Lombok, kami (saya, ibu,
dan adik) menghindari para calo dan berjalan sampai keluar pelabuhan kemudian memesan
Go-Car.
Ketika memesan go-car saya harus berada di area yang tidak dekat dengan pelabuhan,
karena di pelabuhan masih banyak preman di sana, terutama untuk menghalau para pengendara
berbasis online. Kemudian saya memesan angkutan, menunggu ia datang saya melihat seorang
supir taksi ia didatangi oleh beberapa orang, entah apa yang mereka bicarakan, sekilas gestur
yang saya bisa tangkap orang-orang tersebut memperingkatkan kepada supir jangan datang lagi
untuk mengantar atau menjemput penumpang.
Setelah pesanan saya datang, lalu kami naik dan saya mengajak supir untuk berbincang-
bincang terkait isu-isu sosial terutama pengalaman beliau selama menjadi driver go-car. Salah
satu kisah yang beliau ceritakan, beliau pernah mendapatkan seorang penumpang ia seorang
petugas pihak keamanan, ia menceritakan kalau petugas di sana melakukan kong kali kong
untuk meraih keuntungan dari para penumpang terutama orang-orang yang baru pertama kali
ke Lombok.
Saya memahami bagaimana senang susahnya seorang driver, karena ayah saya juga
seorang driver go-jek. Ayah saya sering bercerita tentang bagaimana senang dan susahnya
seorang driver ojek online. Setelah berbincang dan sekitar 20 menitan akhirnya saya sampai di
rumah kemudian membereskan diri.
Dari pengalaman yang saya lakukan saya bisa mengambil pelajaran bahwa ketika saya
melakukan perjalanan ke tempat yang asing, harus siap risiko, baik itu harta, keamanan dan
lain sebagainya. Kesalahan pertama saya ialah memakai jasa ojek non online, karena otomatis
tarif yang ia pasang terkadang tidak masuk akal dan saya bukan orang yang pintar menawar
harga, tetapi positifnya ia memberi saya informasi terkait transportasi di sekitar surabaya dan
rutenya. Kesalahan kedua saya, ketika sampai di tulungagung saya sungkan meminta tolong
Ilham untuk menjemput dan meminjam tempat tinggal sementara, at least bisa meringankan
biaya selama di Tulungagung.
Selain itu, saya bisa mengambil hikmah bahwa selalu menjaga keamanan ketika melakukan
perjalanan, minimal agar tidak terjebak oleh calo sehingga uang yang kita bawa tidak
“dirampas” oleh mereka. Melalui para orang yang saya temui, terutama para driver, supir bis,
dan lain sebagainya saya lebih memahami bagaimana para orang tua yang berjuang untuk
membiayai hidup keluarganya, dengan selalu mengambil risiko bahkan terkadang hingga
bertaruh nyawa demi untuk keluarganya.
Lalu apa relevansi pengalaman dengan filsafat?. Output yang saya dapatkan dari perjalanan
sendiri tersebut saya mendapatkan pengalaman berbeda dibandingkan dengan orang lain.
Selain mendapatkan pengalaman saya mendapatkan pengetahuan yang dimana ini sangat
berguna pada perjalanan-perjalanan atau orang bertanya kepada saya biaya transportasi dari
Tulungagung menuju Lombok. Dengan melakukan perenungan yang lebih dalam setelah saya
mengalami sendiri saya jadi lebih tahu bahwa di luar sana sangat dinamis dan di tempat tinggal
sendiri tidak kalah dinamis juga, hanya saja saya yang kurang perhatian akan hal tersebut. Dari
perenungan juga saya merasa bahwa setelah saya ke Tulungagung kedua kalinya untuk
melaksanakan orientasi mahasiswa, saya menjadi tidak tergesa-gesa untuk melakukan
perjalanan dan lebih hati-hati, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Bahkan saya
merasa jarak Tulungagung-Lombok itu kalau ada uang lebih, seminggu sekali saya bisa pulang
ke Lombok, karena sudah tahu pola perjalannya.
Setelah menjelaskan dua hal tersebut secara terpisah, bagaimana relevansi keduanya
terhadap filsafat? Relevansi keduanya, apabila seseorang ingin menjadi lebih bijak, arif dan
lebih memahami kondisi dan hal-hal yang ada baik itu bersifat tertulis ataupun praktikal, hal
yang harus ia lakukan ialah menambah pengetahuan dan pengalaman. Dari kedua hal tersebut
ia diharapkan bisa mengambil poin-poin lalu di renungkan atau dipikirkan kemudian ia
mencoba kembali pada kesempatan yang lain, mengubah hal-hal yang sebelumnya itu kurang
tepat menjadi lebih baik.
Dengan pengetahuan yang ada walaupun pada saat itu adalah pengalaman pertama dan
terkesan text book, itu tidak masalah, setidaknya meminimalisir kemungkinan keburukan yang
akan terjadi dan dapat merasakan keadaan yang tidak sesuai dengan petunjuk yang telah tertera
agar melatih akal untuk mencari solusi pada permasalahan yang dihadapi ditambah dengan
pengetahuan yang ia dapatkan sebelumnya ternyata tidak sama dengan kejadian yang ia alami,
alhasil ia mendapatkan pengalaman dan pengetahuan lebih banyak dibandingkan tidak
mempunyai pengetahuan sama sekali, karena ia bisa membandingkan untuk kedepannya atau
memberi saran kepada orang lain bahwa yang lebih baik itu begini dan begini, agar orang
tersebut mendapatkan pengetahuan dan tidak terjatuh pada lubang yang sama seperti yang ia
alami.

2. Sebelum membahas tentang corak epistemologi keilmuan yang saya miliki, kita kembali
mengingat tentang pengertian epistemologi. Secara sederhananya epistemologi ialah
cabang filsafat yang membahas tentang bagaimana cara atau metode untuk menguji suatu
ide dengan metode-metode yang ilmiah, dengan tujuan agar mendapatkan pengetahuan dan
suatu hal yang diuji tersebut mempunyai nilai dan takaran yang jelas dan bisa
dipertanggung jawabkan bahkan dikembangkan.
Setiap disiplin ilmu mempunyai corak khas dari epistemologi yang ia miliki, termasuk
bidang keilmuan yang saya punyai, dalam hal ini keilmuan pada program studi bahasa dan
sastra arab. Bahasa dan sastra arab adalah dua hal yang saling bertahap, sebelum mempelajari
sastra, keterampilan suatu bahasa sudah seharusnya kita pelajari terlebih dahulu agar bisa
memahami tahap selanjutnya dalam pengembangan bahasa, yakni sastra.
Pada kali ini saya membahas tentang bahasa arab tanpa sastra, dan cabang ilmu bahasa
yang saya bahas ilmu nahwu. Sebelumnya, untuk membahas sebuah ilmu dalam suatu bahasa,
kalau tidak bisa terampil dalam bahasa tersebut, setidaknya paham dan bisa mengikuti alur
dalam ilmu bahasa tersebut. Pada pembahasan nahwu, setidak-tidaknya kemampuan seseorang
untuk membaca teks arab bisa dilakukan dengan baik.
Epistemologi ilmu nahwu. Ilmu Nahwu adalah salah satu cabang ilmu dalam bahasa arab.
Ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas perubahan harakat akhir suatu kata, dari fathah ke
kasrah, dari kasrah ke dhommah, dari dhommah ke sukun dan lain sebagainya. Perubahan ini
disebabkan karena masuknya “sesuatu” yang di istilahkan dengan ‘Aamiil sehingga berdampak
pada perubahan harakat akhir suatu kata tersebut. Tujuan ilmu nahwu, menjaga kesalahan
pengucapan dan penulisan pada bahasa arab.
Hari ini, bahasa arab dibagi menjadi dua, bahasa arab fusha yakni bahasa arab yang
mempunyai standarisasi dengan mengikuti gramatikal pada susunan pengucapan atau
penulisannya, kaidah yang terdapat pada bahasa arab fusha sudah terbangun semenjak islam
belum datang di jazirah arab, dan disempurnakan dengan turunnya al-Qur'an, lalu ketentuan-
ketentuan berbahasa tersebut di bukukan menjadi suatu disiplin ilmu dan bertahan hingga
sekarang.
Bahasa arab amiyah yaitu bahasa arab yang tidak mempunyai standarisasi seperti bahasa
arab fusha pada susunan pengucapan dan penulisannya, hal ini terdapat pada jazirah arab atau
negara yang telah digolongkan menjadi negara yang di arabkan walau tidak di benua arab,
seperti Mesir, Maroko, Irak, Suriah, Palestina dan lain sebagainya. Secara susunan huruf dan
kata, penggunaannya hampir sama semua, tetapi ketika membentuk sebuah kalimat, masing-
masing wilayah tersebut mempunyai pola tersendiri bahkan cenderung tidak di fahami karena
masing-masing wilayah mempunyai ara dialek yang berbeda.
Ilmu nahwu dahulunya bersifat sima’i yakni hanya sekadar mengikuti pola yang ada dari
penutur bahasa arab yang benar-benar fasih. Setelah beberapa tahun kemudian ilmu nahwu
berkembang menjadi ilmu yang bersifat qiyasi, bahkan banyak muncul seminar-seminar,
diskusi-diskusi, bahkan perbebatan terkait ilmu nahwu. Semua hal ini dilakukan diberbagai
macam tempat, dari masjid, hingga masuk ke istana kerajaan, bahkan para khalifah seperti
Harun al-Rasyid, al-Makmun, sering mengadakan diskusi dan perdebatan di dalam istana
dengan mengundang para intelektual di berbagai macam bidang keilmuan.
Ruang lingkup ilmu Nahwu membahas tentang I'rab, atau sederhananya perubahan bunyi
harakat pada akhir suatu kata, walau tidak semua kata bisa berubah bunyinya. Selain itu banyak
persolan yang berkaitan dengan nahwu seperti taukid (penguatan, pemastian), isbat dan nafy
(afirmasi dan pengingkaran), rutbah (urutan kata dalam suatu kalimat) seperti, mendahulukan
kata yang di dahulukan, mengakhirkan kata yang di akhirkan, kalimat tanya, kalimat
informatif, kalimat kondisional dan sebagainya.
Menurut para pakar, ilmu nahwu berkembang melalui lisan para orang-orang arab yang
fasih, kemudian setelah datangnya islam, terjadi pergeseran dalam mengambil sumber
pembahasan ilmu nahwu, selain mengandalkan orang arab yang fasih, al-Qur'an juga menjadi
sumber dalam ilmu nahwu. Setelah datangnya islam, dan ilmu nahwu berkembang menjadi
disiplin ilmu tersendiri, al-Qur'an menempati posisi pertama dalam menjadi sumber kajian ilmu
nahwu, karena al-Qur'an adalah puncak kebahasaan dan kesusastraan arab, bahkan tidak ada
yang bisa menandinginya bahkan dari sisi kebahasaan dan kesusastraan. Urutan kedua, al-
hadits, yaitu apa saja yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian di
dokumentasikan oleh para ulama hadits, baik itu berupa lisan dan tulisan. Urutan ketiga, al-
Syi'ir, yaitu syi’ir ataupun karya sastra arab. Urutan ke empat, al-Syawahid al-Nasriyyah yaitu
berupa prosa-prosa dalam karya sastra. Mengapa karya sastra dijadikan sebagai rujukan dalam
ilmu nahwu? Karena pada sastra arab terkhusus pada masa ara
Dengan demikian, corak khas epistemologi ilmu nahwu bisa kita ketahui bahwa ilmu ini
mempunyai sumber-sumber bahasa dan sastra yang telah di lestarikan kemurniannya dari
sebelum islam dan setelah islam, dengan ruang lingkup hanya membahas tentang perubahan
bunyi atau harakat akhir suatu kata saja dan apa yang menyebabkan terjadinya perubahan
tersebut. Sehingga pada perkembangan setelahnya untuk menguji keabsahan, kevalidan, dan
kesesuaiannya harus sesuai dengan metode-metode yang telah disusun oleh para pakar bahasa
dan juga sastra.

3. Logika dan sesat berpikir.


Logika sebagai alat bukan sebagai cabang filsafat ialah suatu konsep agar seseorang
berpikir dilakukan secara tertib dan sistematis dengan tujuan agar seseorang tepat dalam
bernalar. sedangkan sesat pikir atau Logical fallacy umumnya terjadi akibat tidak disiplin
manusia dalam mengolah pemikirannya, baik secara sadar atau tidak sadar. Logical fallacy
dapat terlihat melalui ungkapan-ungkapan atau tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari,
yang mungkin saja terasa benar dan baik-baik saja namun sebenarnya mengandung kekeliruan
mendasar, terutama dalam proses penalarannya.
Untuk berlogika dengan benar, logika mempunyai kriteria-kriteria sendiri sehingga
nalar yang terucap dengan bahasa tersebut dikatakan tidak sesat pikir, begitu pula dengan sesat
pikir mempunyai kriteria-kriteria tersendiri sehingga nalar yang terucap dengan tersebut
dikatakan sesat pikir. Lalu bagaimana kaitan keduanya, agar tidak terjebak pada sesat pikir,
hendaknya kita melatih kemampuan kita bernalar dan coba mengungkapkannya pada
lingkungan yang kecil. Jika ada kekeliruan tersebut kita butuh orang lain untuk meluruskan
atas kesalahan kita agar nanti tidak terjadi sesat pikir pada lingkungan yang besar.
Contoh: Ketika di bangku Tsanawiyah pernah ada seorang dari Kanwil melakukan
sosialisasi mengenai makanan halal dan haram, salah satu materi yang disampaikan mengenai
kisah ayah Abu Hanifah yang sewaktu muda ia memakan buah yang ia temukan di sungai lalu
ia makan, merasa itu bukan miliknya ia mencari pemilik buah tersebut hingga menemukan
pemiliknya dan menerima risiko yang diberikan.
Saya kemudian mengajukan pertanyaan kepada beliau, saya bertanya: bagaimana jika
di suatu sekolah disana ada beberapa buah-buahan seperti mangga, rambutan dan lain
sebagainya. Lalu telah memasuki waktu panen, dan kami sebagai siswa memetik buah mangga
tersebut, karena kami adalah warga dan keluarga dari sekolah ini, ketika kami mengambil
mangga tersebut tiba-tiba ada guru yang datang mengatakan bahwa kami mencuri mangga
tersebut.
Saya tidak terima, dan saya mengajukan pertanyaan tersebut pada forum seminar
makanan halal dan haram tadi. Lalu beliau menjawab bahwa itu tetaplah salah karena kami
mengambil buah yang bukan miliknya, saya tidak terima lalu dan mengatakan bahwa saya tidak
setuju, karena pohon-pohon di sekolah ini di tanam untuk dimanfaatkan oleh para keluarga
madrasah, karena kami adalah bagian keluarga madrasah pada waktu itu kami memetik
beberapa mengga untuk di makan. Lalu pemateri tidak terima dengan apa yang saya katakan
dan menganalogikan kasus yang kami ajukan dengan kasus yang ada pada kisah ayah Abu
Hanifah tersebut. Sampai itu saja ingatan saya, setelahnya saya lupa.
Kesalahan berpikir yang ada pada kisah tadi terletak pada saya sendiri, pada jenis sesat
pikir masuk kategori Shifting the Burden Proof, yang terjadi pada seseorang yang argumennya
kalah menuntut bukti lebih jauh dari argumennya karena tidak bisa memberikan argumen yang
valid, dan argumen yang dibangun cenderung berputar-putar. Di lihat dari mana pun argumen
yang saya kemukakan mengalami kecacatan karena hal yang mendasar ketika mengambil
mangga tersebut saya tidak lakukan yaitu meminta izin, pada pihak madrasah minimal kepada
penjaga madrasah agar permasalahan yang saya ajukan tidak mengalami kecacatan.
Jika saya meminta izin kepada pihak di madrasah dan mereka mengizinkan, lalu terjadi
seperti kasus tadi kami dituduh mencuri, maka argumen yang saya ajukan tidak mengalami
kecacatan. Kasus ini bisa di analogikan dengan kasus yang setara, apabila seseorang masuk ke
ruang fasilitas olahraga dan mengambil kunci ruangan tanpa izin terlebih dahulu kepada yang
berwajib, otomatis kita dituduh mencuri walaupun kita adalah bagian dari tempat tersebut.
Dengan demikian sesat pikir bisa terjadi pada siapa saja, dan terkadang kita harus
mengakui kesalahan tersebut. Untuk menghindari dampak yang lebih besar, seyogyanya
seseorang melatih nalarnya terlebih dahulu dan tidak mengapa ia mengalami banyak kesalahan
pada ruang lingkup yang lebih kecil, ketika ia sampai pada ruang lingkup yang lebih besar ia
terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam berpikir tersebut.

4. Penyelesaian etika cenderung dilema, hal ini terjadi ketika permasalahan etika
menyangkut dengan norma masyarakat. Norma di suatu tempat terutama berkaitan
dengan etika sudah mengakar semenjak nenek moyangnya, jadi wajar jika ada benturan
terhadap dua kelompok atau dua individual.
Misalkan, dalam suatu kelompok masyarakat norma yang berlaku jika ada orang yang
lebih tua, yang lebih muda harus menggunakan tingkatan bahasa yang lebih tinggi dan
memosisikan diri lebih rendah. Dalam kelompok masyarakat yang lain norma yang berlaku
ketika ada orang yang lebih tua, orang yang lebih muda tidak perlu menggunakan tingkatan
bahasa yang tinggi, cukup sekadar sopan dengan menggunakan diksi kata yang baik, juga
bahasa tubuh tidak perlu memosisikan diri lebih rendah dari yang tua atau setara dalam
perilaku.
Kelompok kedua ini pergi untuk merantau ke tempat yang mayoritas menganut norma
pada kelompok pertama. kedua orang kelompok ini bertemu maka terjadi interaksi dua norma
yang berbeda, karena mereka belum mengetahui dan mengenal kelompok yang lain, otomatis
ketika berinteraksi kelompok kedua cenderung dikatakan tidak sopan oleh kelompok satu,
begitu juga sebaliknya, kelompok satu dikatakan terlalu berlebihan oleh kelompok dua. Oleh
karenanya terjadi dilema pada penyelesaian permasalahan norma ini, karena masing-masing
mengklaim bahwa norma yang dibawanya adalah benar, tidak ada yang salah dengan hal
tersebut hanya saja ego yang tinggi untuk mempertahankan norma kedua kelompok tersebut
dengan tanpa mau berbaur dan menurunkan egor menyebabkan gesekan lebih sering terjadi,
rasa dilema akan terus ada dan tidak akan menemukan titik temu.
Lalu apa yang menyebabkan dilema penyelesaian masalah tersebut, hal ini terjadi
karena masing-masing kelompok sudah menjalankan norma yang berlaku sudah turun temurun
dan mengakar menjadi budaya kelompok sosial tersebut, jadi jika ada hal yang berlainan
dengan norma yang mereka anut mereka akan mencap itu sebagai “sesuatu yang salah”.
Padahal hal itu tidak ada yang salah dengan kedua hal tersebut hanya saja karena kedua
kelompok tersebut tidak mengenal budaya satu dengan yang lainnya otomatis mereka
menyalahkan satu dengan yang lainnya.
Bagaimana pencegahan yang sebaiknya diterapkan, kalau menurut pengalaman saya, yang
sebagai mahasiswa rantau, dengan budaya yang agak berbeda di beberapa perkara di Lombok
dengan di Jawa terkhusus di Tulungagung, kita sendiri lah yang harus beradaptasi pada tempat
yang kita tuju, karena mau tidak mau adat yang tidak tertulis itu terkadang lebih kuat dari pada
yang tertulis salah satunya menyangkut norma pada masyarakat. Menurunkan ego pada diri
kita juga salah satu solusi agar kita mudah cepat beradaptasi pada lingkungan yang berbeda,
mungkin kepada teman kita masih menggunakan etika asal kita dengan beradaptasi pada etika
yang ada di tempat itu masih fair , akan tetapi untuk berhadapan orang secara luas dan mungkin
lebih tua dari kita, kita belajar menggunakan etika yang ada di tempat tersebut.

5. Filsafat bahasa, cabang filsafat ini mulai dikenal dan berkembang pada abad 20, karena
para filsuf pada masa itu mulai menyadari bahwa banyak permasalahan dan konsep-
konsep dalam filsafat, baru dapat dijelaskan melalui analisis bahasa. Karena sebuah ide
hanya ada berada di dalam otak untuk memperlihatkan ide tersebut perlu sarana agar
ide itu dapat diketahui. Sarana dalam mengungkapkan ide yang paling memungkinkan
untuk bertahan lebih lama dan di teliti lebih dalam ialah bahasa. Oleh karena itu
pengungkapan suatu makna atau kata pada filsafat memerlukan bahasa dan analisisnya.
Walaupun filsafat bahasa baru mulai dikenal dan berkembang pada abad ke 20,
sejatinya bahasa dan filsafat telah mempunyai keterikatan semenjak lahirnya ilmu filsafat pada
zaman yunani kuno, hal itu dibuktikan dengan adanya karya tulis para filsuf yang memberi
konsep-konsep dalam dialektika dan berdebat, kemudian berkembang pesat pada abad
pertengahan.
Pada mulai abad ke 20, bahasa mulai muncul sebagai salah satu cabang objek kajian filsafat,
kedudukannya disetarakan seperti filsafat hukum, filsafat alam, filsafat sosial dan bidang-
bidang yang lainnya. Pada masa ini pula yang awalnya bahasa hanya sebagai sarana untuk
menjelaskan filsafat, menjadi sebuah ilmu yang membahas hakikat bahasa itu sendiri.
Pembahasan-pembahasan fundamental terkait dengan hal tersebut apakah hakikat bahasa itu
hanya sebuah makna yang cukup dipahami, dipikirkan dan dimengerti saja, atau mempunyai
substansi yang lain, ia memiliki unsur fisis yang di perlihatkan dalam struktur bahasa. Dengan
permasalahan-permasalahan yang fundamental ini menjadikan filsafat bahasa semakin
berkembang dan mempunyai madzhab-madzhabnya tersendiri sesuai dengan pandangan
masing-masing.
Sebagaimana telah disinggung, persoalan yang menjadi perhatian mengenai filsafat bahasa
dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
Pertama: filsafat mempunyai salah satu tugas utama yaitu menganalisis konsep-konsep,
oleh karena itu pada filsafat bahasa konsep-konsep yang telah ada pada suatu bahasa dianalisis,
dengan lebih memerhatikan analisis arti atau makna suatu bahasa tersebut dengan tujuan
memunculkan refleksi kebahasaan yang filosofis.
Kedua: berkenaan dengan penggunaan dan fungsi bahasa, yaitu pembahasan bahasa
dalam hubungannya dengan penggunaan bagi tindakan manusia, seperti dalam bahasa daerah
di Indonesia yang mempunyai tingkatan dalam berbahasa. Tingkatan-tingkatan bahasa tersebut
memengaruhi bagaimana tindakan seseorang dalam memilih bahasa yang sesuai dan
memperlakukan objek pembicaraan sesuai dengan tingkatan bahasa tersebut.
Ketiga: berkenaan dengan teori makna dan dimensi-dimensi makna. Pembahasan
tentang lingkup ini filsafat mempunyai keterikatan erat dengan linguistik yaitu pada bidang
semantik bahasa. Semantik secara sederhana cabang ilmu linguistik yang menganalisis makna
suatu teks atau ucapan, yang dimana sudah ada sejak zaman yunani kuno, bahkan dalam
linguistik arab sangat berkembang pesat seiring banyaknya kajian dan penelitian yang
dilakukan oelh para ahli bahasa pada masa itu.
Keempat: berkenaan dengan filsafat bahasa sebagai objek material filsafat, hal ini
ditekuni oleh para filsuf. Mereka membahas bahasa secara ontologos, yaitu bentuk dan makna;
hakikat bahasa sebagai substansi dan bentuk; hubungan bahasa dengan pikiran, kebudayaan,
komunikasi manusia; dan yang berkenaan dengan pembahasan bahasa sampai hakikat
terdalam.
Kajian mengenai filsafat bahasa di Indonesia masih sangat minim, karena model
pembelajaran bahasa di Indonesia lebih ke mengutamakan penggunaan dan fungsi bahasa,
yaitu sebagai alat komunikasi, publikasi tulisan, dan hal-hal tradisional lainnya. Oleh
karenanya untuk saat ini untuk menemukan bacaan mengenai filsafat kebahasaan kebanyakan
masih dari literatur barat, dan kajian kebahasaan yang paling populer berkaitan dengan
semantik.

6. Fenomena akhir-akhir ini sering kita dapati mengenai sentimen sekelompok orang
terhadap filsafat. Mereka mengatakan bahwa filsafat itu menyebabkan seseorang pasti
menjadi tidak mempercayai Tuhan. Dahulu saya terperangkap dalam konsep ini, akan
tetapi seiring bertambahnya pengetahuan yang saya dapatkan saya lebih terbuka
berhadapan dengan filsafat. Secara definisi saja orang yang mengatakan filsafat itu
bertujuan untuk agar seseorang menjadi anti Tuhan adalah kesalahan yang sangat
mendasar, lalu bagaimana ia bisa mengetahui tentang pembahasan filsafat secara baik
dan benar.
Sebagaimana kita ketahui filsafat ialah ilmu yang membahas cara manusia berpikir
secara mendalam dengan tujuan agar manusia menjadi lebih baik atau bijak. Sedangkan orang
yang beranggapan filsafat itu sesat, mereka mengaggap bahwa filsafat itu ilmu yang membahas
tentang ketuhanan mempertanyakan Tuhan dan hanya berputar pada permasalahan itu saja.
Padahal tidak, padahal itu adalah salah satu hasil produk pemikiran manusia, yang
menggunakan otaknya secara mendalam untuk mempertanyakan hakikat segala hal untuk
meraih pengetahuan dan pengalaman.
Biasanya yang menganggap filsafat itu sesat, segolongan orang yang takut bahwa
imannya akan rusak jika bersentuhan dengan filsafat. Hal itu terjadi karena pembahasan-
pembahasan filsafat yang ter influence ke permukaan pembahasan tentang filsafat ketuhanan,
jadi wajar saja orang mengatakan bahwa itu sesat.
Golongan yang paling anti terhadap filsafat ialah golongan puritan, terutama orang
yang berpemahaman puritan dalam islam. Mereka membawa perkataan-perkataan para ulama
yang mencela tentang filsafat. Padahal para ulama hanya mewanti-wanti dengan keras pada
pembahasan filsafat metafisik dan teologis saja, karena konsep dua hal tersebut sudah cukup
menggunakan teks-teks dari al-Qur'an dan al-Hadits.
Akan tetapi, golongan islam yang lain tidak masalah dengan adanya filsafat, bahkan
pada zaman khalifah al-Makmun filsafat bergandengan dengan ilmu kalam dan mantiq, ketiga
ilmu ini mengisi rak-rak buku darul hikmah dengan masif. Dengan catatan filsafat berkaitan
dengan metafisik dan teologi harus disesuaikan dengan pemahaman syari’at mengenai dua hal
tersebut.
Sebagai orang yang suka dengan filsafat, berhadapan dengan orang seperti itu saya
hanya mengajak mereka untuk berdiskusi, bahwasanya filsafat itu tema besarnya ide, bukan
Tuhan. Bahkan imam al-Ghazali yang julukannya Hujjatul Islam, tidak mempermasalahkan
filsafat akan tetapi hanya mempermasalahkan orang-orang yang tenggelam dengan konsep
filsafat metafisika dan teologis, padahal orang-orang islam itu telah mempunyai konsep ke
teologisan yang sangat lengkap.
Bahkan saya berpikir kenapa orang membenci pelajaran eksak di bangku sekolah
menengah? Kalau saya berkesimpulan karena kita diajarkan konsep berhitung saja, tetapi tidak
diajarkan memandang matematika sebagai suatu hal yang filosofis. Padahal tujuan matematika
itu salah satunya merangsang otak agar selalu berpikir secara mendalam, karena permasalahan
yang disajikan matematika ialah masalah yang melatih nalar untuk berkembang, salah satunya
ialah saya, dahulu saya orang yang stagnan, setelah bersentuhan dengan fisika, dan mengikuti
tim olimpiade fisika di jenjang Madrasah Tsanawiyah, hal itu melatih otak saya untuk lebih
mengeksplor pemikiran dari objek-objek yang ada menjadi lebih luas.
Akan tetapi ketika aliyah saya memutuskan untuk mengambil program keagamaan, ya
sudah lah, saya memanfaatkan konsep berpikir yang saya dapatkan ketika menempuh fisika
ketika MTs untuk saya gunakan sebagai metode saya belajar untuk mengeksplor terkait dengan
jurusan saya ketika di jenjang aliyah.
Kembali ke topik, orang memandang filsafat itu sesat karena yang mucul ke permukaan
hanya pembahasan terkait ketuhanan, metafisika, gender, dan lain sebagainya. Uniknya orang-
orang yang berpemahaman seperti ini memakai produk-produk hasil filsafat seperti arsitektur
bangunan, kedokteran, psikologis, cara berbicara yang bagus, itu semua padahal produk dari
filsafat.
Jadi, tugas kita sebagai orang yang telah belajar filsafat memberi edukasi kepada orang
itu, bagaimana sih filsafat yang sebenarnya, yang diajarkan secara sistematis oleh para
pengajar, agar orang-orang tersebut taraf pemikirannya menjadi berkembang dan mengurangi
kejumudan pada orang-orang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai