Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TUGAS III - HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA

Diajukan sebagai memenui Tugas Pada Mata Kuliah Pendidikan Agama


(MKU60101-20221)

Oleh

NAMA : NOFRI HARDI SAPUTRA


BP/NIM : 2022/ 2205742011393
PRODI : S1 Hukum (Kelas Nagari)
JABATAN : WALI NAGARI SUNGAI ASAM
ALAMAT : Pasa Minggu Sungai Asam, Nagari Sungai
Asam, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung,
Kabupaten Padang Pariaman, 25584

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR
YARSI SUMATERA BARAT
BUKITTINGGI
2022
KATA PENGANTAR

Segala Puji Bagi Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan Semesta Alam atas
Berkat Rahmat dan Karunianya sehingga Penulis mampu menyelesaikan Makalah
ini dengan Harapan agar Penulis diharapkan dapat mengetahui Hubungan
Manusia Dengan Agama. Manfa'at dari pemahaman yang baik dan benar
terhadap tema ini adalah Penulis bisa mendapatkan pemahamani mengenai
kedudukan Manusia dihadapan Sang Maha Pencipta, sehingga dapat
meninggatkan nilai nilai Ibadah kepada-Nya.
Penulis menyadari, bahwa penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan
bagi semua pembaca demi kesempurnaan tulisan ini. Terima Kasih.

Sungai Asam, 21 Oktober 2022


Penulis

NOFRI HARDI SAPUTRA


BAB I
Pendahuluan

Manusia, Agama dan Islam merupakan masalah yang sangat penting,


karena ketiganya mempunyai pengaruh besar dalam pembinaan generasi yang
akan datang, yang tetap beriman kepada Allah dan tetap berpegang pada nila-
nilai spiritual yang sesuai dengan agama- agama samawi (agama yang datang
dari langit atau agama wahyu). Agama merupakan sarana yang menjamin
kelapangan dada dalam individu dan menumbuhkan ketenangan hati
pemeluknya. Agama akan memelihara manusia dari penyimpangan, kesalahan
dan menjauhkannya dari tingkah laku yang negatif. Bahkan agama akan
membuat hati manusia menjadi jernih, halus dan suci. Disamping itu, agama juga
merupakan benteng pertahanan bagi generasi muda muslim dalam menghadapi
berbagai aliran sesat. Agama juga mempunyai peranan penting dalam
pembinaan akidah dan akhlak dan juga merupakan jalan untuk membina pribadi
dan masyarakat yang individu-individunya terikat oleh rasa persaudaraan, cinta
kasih dan tolong menolong. Islam dengan berbagai ketentuannya dapat
menjamin bagi orang yang melaksanakan hukum-hukumnya akan mencapai
tujuan yang tinggi.
Berdasarkan ini maka disusun sebuah Makalah dengan Judul : Hubungan
Manusia Dengan Agama.
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian manusia dari tinjauan bahasa dan istilah Syara’.

Pengertian Manusia dari Tinjauan bahasa.


Manusia (Homo sapiens) adalah spesies primata yang berasal dan
tinggal di bumi dengan populasi terbesar, persebaran yang paling luas, dan
dicirikan dengan kemampuannya untuk berjalan di atas dua kaki,
serta otak yang kompleks yang mampu membuat peralatan, budaya,
dan bahasa yang rumit. Kebanyakan manusia hidup dalam struktur
sosial yang terdiri atas kelompok-kelompok tertentu yang pada gilirannya
dapat bersaing atau membantu satu sama lain mulai dari
kelompok keluarga kecil dengan hubungan kekerabatan hingga kelompok
politik yang besar atau negara. Interaksi sosial antarmanusia membuat
keberagaman nilai, norma, dan ritual di dalam masyarakat manusia.
Keinginan manusia untuk tahu dan memengaruhi lingkungan sekitarnya
memunculkan perkembangan dalam filsafat, ilmu pengetahuan, mitologi,
dan agama.
Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai
dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balig, pemuda/i, dewasa,
dan orang tua. Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang
lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung;
tinggi badan; jenis kelamin), afiliasi sosio-politik-agama (penganut
agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan
kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga
angkat, keluarga asuh; teman; musuh), dan lain sebagainya. (Wikipedia :
2022).
Pengertian Manusia dalam istilah Syara’.
Dalam Al Qur’an, ada beberapa konsep berkenaan dengan manusia.
Dari ayat-ayat yang berkenaan dengan manusia, Al-Qur’an menyebut
manusia dalam beberapa nama, berikut adalah penjelasannya :
1. Konsep Al-Basyar.
Konsep al-Basyr Penelitian terhadap kata manusia yang disebut al-
Qur’an dengan menggunakan kata basyar menyebutkan, bahwa yang
dimaksud manusia basyar adalah anak turunan Adam, makhluk fisik yang
suka makan dan berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang membuat
pengertian basyar mencakup anak turun Adam secara keseluruhan.Kata
basyar disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya
sekali dalam bentuk mutsanna. Berdasarkan konsep basyr, manusia tidak
jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Dengan demikian
kehidupan manusia terikat kepada kaidah prinsip kehidupan biologis
seperti berkembang biak. Sebagaimana halnya dengan makhluk biologis
lain, seperti binatang. Mengenai proses dan fase perkembangan manusia
sebagai makhluk biologis, ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an,
yaitu:
a. Prenatal (sebelum lahir) :
Proses penciptaan manusia berawal dari pembuahan (pembuahan
sel dengan sperma) di dalam rahim, pembentukan fisik (QS. Al
Mu’minuun: 12-14) : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah (12). Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim)(13). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan
dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik (14).
b. Post natal (sesudah lahir).
Proses perkembangan dari bayi, remaja, dewasa dan usia lanjut
sebagaimana dalam surat Al Mu’min: 67: “Dia-lah yang menciptakan
kamu dari tanah kemudian dari setetes, air mani, sesudah itu dari
segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang
anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai
kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi)
sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami
perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan
dan supaya kamu memahami (nya)”. (NURMADIAH : 2019)
2. Konsep Al-Insan
Kata insan bila dilihat asal kata al-nas, berarti melihat, mengetahui, dan
minta izin.Atas dasar ini, kata tersebut mengandung petunjuk adanya
kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalarannya.
Manusia dapat mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat
mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, serta dapat meminta
izin ketika akan menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Berdasarkan
pengertian ini, tampak bahwa manusia mampunyai potensi untuk dididik.
Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya
mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi. Jelas sekali bahwa
dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan
berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda
ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu
merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan
demikian manusia dapat menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya
dan berperadaban.
3. Konsep Al-Nas.
Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi
manusia sebagai makhluk sosial (Jalaluddin, 2003: 24).Tentunya sebagai
makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan
bermasyarakat. Manusia harus hidup sosial artinya tidak boleh sendiri-
sendiri.Karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Jika kita kembali ke asal
mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan
wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan
kata lain adanya pengakuan terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan
bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling
menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia
dalam konsep an-naas.
4. Konsep Baani Adam
Adapun kata bani adam dan zurriyat Adam, yang berarti anak Adam atau
keturunan Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari
asal keturunannya. Dalam Al-Qur’an istilah bani adam disebutkan
sebanyak 7 kali dalam 7 ayat. Penggunaan kata bani Adam menunjuk
pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek
yang dikaji, yaitu: Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan
ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan berpakaian guna manutup
auratnya. Kedua, mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan
terjerumus pada bujuk rayu setan yang mengajak kepada
keingkaran.Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta
dalam rangka ibadah dan mentauhidkanNya. Kesemuanya itu adalah
merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka
memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain. Lebih
lanjut Jalaluddin mengatakan konsep Bani Adam dalam bentuk
menyeluruh adalah mengacu kepada penghormatan kepada nilai-nilai
kemanusian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia dalam
konsep Bani Adam, adalah sebuah usaha pemersatu (persatuan dan
kesatuan) tidak ada perbedaan sesamanya, yang juga mengacu pada
nilai penghormatan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian serta
mengedepankan HAM. Karena yang membedakan hanyalah
ketaqwaannya kepada Pencipta.Sebagaimana yang diutarakan dalam QS.
Al-Hujarat: 13): “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.(13).
5. Konsep Al-Ins
Kata al-Ins dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 18 kali, masing- masing
dalam 17 ayat dan 9 surat. Muhammad Al-Baqi dalam Jalaluddin (2003:
28) memaparkan al-Isn adalah homonim dari al-Jins dan al-Nufur. Lebih
lanjut Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan jin,
maka manusia adalah makhluk yang kasab mata. Sedangkan jin adalah
makhluk halus yang tidak tampak. Sisi kemanusiaan pada manusia yang
disebut dalam al-Qur’an dengan kata al-Ins dalam arti “tidak liar” atau
“tidak biadab”, merupakan kesimpulan yang jelas bahwa manusia yang
insia itu merupakan kebalikan dari jin yang menurut dalil aslinya bersifat
metafisik yang identik dengan liar atau bebas. Dari pendapat di atas
dapat dikatakan bahwa dalam konsep al-ins manusia selalu di posisikan
sebagai lawan dari kata jin yang bebas. bersifat halus dan tidak biadab.
Jin adalah makhluk bukan manusia yang hidup di alam “antah berantah”
dan alam yang tak terinderakan.Sedangkan manusia jelas dan dapat
menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungan yang ada.
6. Konsep Abdu Allah
M. Quraish Shihab dalam Jalaluddin, seluruh makhluk yang memiliki
potensi berperasaan dan berkehendak adalah Abd Allah dalam arti
dimiliki Allah.Selain itu kata Abd juga bermakna ibadah, sebagai
pernyataan kerendahan diri. Menurut M. Quraish memandang ibadah
sebagai pengabdian kepada Allah baru dapat terwujud bila seseorang
dapat memenuhi tiga hal, yaitu:
a. Menyadari bahwa yang dimiliki termasuk dirinya adalah milik Allah
dan berada di bawah kekuasaan Allah.
b. Menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitas selalu mengarah pada
usaha untuk memenuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
c. Dalam mngambil keputusan selalu mengaitkan dengan restu dan izin
Allah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konsep Abd
Allah, manusia merupakan hamba yang seyogyanya merendahkan
diri kepada Allah.Yaitu dengan menta’ati segala aturan-aturan Allah.
Sehingga dalam berbagai konsep tersebut manusia merupakan mahluk
hidup yang perlu diberikan suatu tempat sendiri karena dia merupakan
mahluk hidup yang istimewa karena selain memiliki fisik, manusia
memiliki akal, bersosialisasi, dan teratur. Manusia merupakan mahluk
ciptaan Allah yang paling sempurna karena selain memiliki unsur fisik
manusia memiliki akal yang membedakan dengan mahluk hidup lain.

B. Pengertian Agama Islam.


Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman
hidup seluruh manusia hingga akhir zaman. Islam (Arab: al-islām, ‫اإلسالم‬,
"berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan,
yaitu Allah SWT. Dalam Al-Quran, Islam disebut juga Agama Allah atau
ّ
Dienullah (Arab: ‫اَلل‬
ِ ‫ين‬ِ ‫)د‬.
ِ (Risalah islam : 2022)
Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al-Imran ayat (83) yang
artinya : "Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah,
padahal kepada-Nya-lah berserah diri (aslama) segala apa yang di langit dan
di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah
mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran [3] : 83).
Berikut ini ulasan tentang makna, arti, defisi, atau pengertian Islam
menurut bahasa, istilah, dan Al-Quran :

1. Pengertian Islam secara Harfiyah


Pengertian Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk,
dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M
(mim) yang bermakna dasar “selamat” (Salama). Dari pengertian Islam
secara bahasa ini, dapat disimpulkan Islam adalah agama yang
membawa keselamatan hidup di dunia dan di akhirat (alam kehidupan
setelah kematian). Islam juga agama yang mengajarkan umatnya atau
pemeluknya (kaum Muslim/umat Islam) untuk menebarkan keselamatan
dan kedamaian, antara lain tercermin dalam bacaan shalat --sebagai
ibadah utama-- yakni ucapan doa keselamatan "Assalamu'alaikum
ُ ُ َ َ َ َّ
warohmatullah" (‫)السال ُم عل ْيك ْم َو َر ْح َمة هللا‬ --semoga keselamatan dan kasih
sayang Allah dilimpahkan kepadamu-- sebagai penutup shalat.

2. Pengertian islam menurut Bahasa.

Pengertian Islam menurut bahasa, kata Islam berasal dari


kata aslama yang berakar dari kata salama. Kata Islam merupakan
bentuk mashdar (infinitif) dari kata aslama ini. ‫اا اااا ااااااا‬
‫ اااااا اااا اااا‬. Ditinjau dari segi bahasanya, yang
dikaitkan dengan asal katanya (etimologis), Islam memiliki beberapa
pengertian, sebagai berikut:
ْ َّ
a. Islam berasal dari kata ‘salm’ (‫)السلم‬
As-Salmu berarti damai atau kedamaian. Firman Allah SWT dalam Al-
Quran:
ُ ‫يع ْال َعل‬ ّ َ َ ْ ّ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َّ
َّ ‫اَلل إ َّن ُه ُه َو‬ ُ َ ْ
‫يم‬ ِ
ُ ‫السم‬
ِ ِِ ‫َو ِإن َجنحوا ِللسل ِم فاجنح لها وتوكل عَل‬
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian (lis salm), maka
ondonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. 8:61).
Kata ‘salm’ dalam ayat di atas memiliki arti damai atau perdamaian.
Ini merupakan salah satu makna dan ciri dari Islam, yaitu bahwa
Islam merupakan agama yang mengajarkan umatnya untuk cinta
damai atau senantiasa memperjuangkan perdamaian, bukan
peperangan atau konflik dan kekacauan.

ُْْ ََ ُ َ ْ ََ ْ َ َ َ ُ ََ ََُ ْ َ ْ ُ ْ َ ََ َ ْ َ
‫ي اقتتلوا فأ ْص ِلحوا ب ْين ُه َما ۖ ف ِإن بغت ِإ ْحداه َما عَل اْلخ َر ٰى‬ ‫ان ِمن المؤم ِن ن‬
ِ ِ ‫و ِإن طا ِئفت‬
ُ َْ ْ ْ َ َ ُ َ َ ْ َ ْ َ ّ ْ َ َ َ ‫َ َ ُ ّ َ َ ْ ن َ ََّ َ ن‬
ۖ ‫اَلل ۚ ف ِإن ف َاءت فأ ْص ِلحوا ب ْين ُه َما ِبال َعد ِل َوأق ِسطوا‬
ِ ‫فء ِإ َٰل أم ِر‬‫تتِ ي‬ ٰ ‫غح‬‫فقا ِتلوا ال ِ يت تب ِ ي‬
ْ ْ
َ‫ب ال ُمقسط ن‬ َّ
َ ّ ‫إن‬
ُّ ‫اَلل ُيح‬
‫ي‬ ِ ِ ِ ِ
"Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang
maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua
golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu
kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali
(kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya
dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.”
(QS. 49 : 9).
Sebagai salah satu bukti Islam merupakan agama yang sangat
menjunjung tinggi perdamaian adalah Allah SWT melalui Al-Quran
baru mengizinkan atau memperbolehkan kaum Muslimin berperang
jika mereka diperangi oleh para musuh-musuhnya.

ََ
‫ص ِه ْم لق ِدير‬ َ ّ ‫ون ب َأ َّن ُه ْم ُظل ُموا ۚ َوإ َّن‬
ْ َ ٰ َ ‫اَلل َع‬ َ َُ َ ُ َ ّ َ ُ
ِ ‫َل ن‬ ِ ِ ِ ‫أ ِذن ِلل ِذين يقاتل‬
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,
karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya
Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS. 22 : 39).
َ َ
b. Islam Berasal dari kata ‘aslama’ (‫)أ ْسل َم‬
Aslama artinya berserah diri atau pasrah, yakni berserah diri kepada
aturan Allah SWT. Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemeluk
Islam merupakan seseorang yang secara ikhlas menyerahkan jiwa
dan raganya hanya kepada Allah SWT. Penyerahan diri seperti ini
ditandai dengan pelaksanaan terhadap apa yang Allah perintahkan
serta menjauhi segala larangan-Nya.
ً َ َ َ ْ َ ‫َ َ ْ َ ْ َ ُ ً َّ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ُ ه َ ُ َ ُ ْ ٌ َ َّ َ َ ه‬
ُ ‫يفا ۗ َو َّات َخ َذ ه‬
‫اَّلل‬ ‫َّلل وهو مح ِسن واتبع ِملة ِإبر ِاهيم ح ِن‬
ِ ِ ‫ومن أحسن ِدينا ِممن أسلم وجهه‬
ً َ َ َْ
‫ِإبر ِاهيم خ ِليال‬
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang
ikhlas menyerahkan dirinya (aslama wajhahu) kepada Allah, sedang
diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim
yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayanganNya.” (QS. 4 : 125)
Sebagai seorang muslim, sesungguhnya kita diminta Allah untuk
menyerahkan seluruh jiwa dan raga kita hanya kepada-Nya.
“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. 6 : 162)
Karena sesungguhnya jika kita renungkan, bahwa seluruh makhluk
Allah baik yang ada di bumi maupun di langit, mereka semua
memasrahkan dirinya kepada Allah SWT, dengan mengikuti
sunnatullah-Nya.
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah,
padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan
di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada
Allahlah mereka dikembalikan.” (QS. 3 : 83)

c. Islam Berasal dari kata istaslama–mustaslimun


Istaslama–mustaslimun artinya penyerahan total kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT dalam Al-Quran:
ُ ْ َ َ
‫ُم ْست ْس ِل ُمون ال َي ْو َم ه ُم َب ْل‬
“Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.” (QS 37 : 26)
Makna ini sebenarnya sebagai penguat makna di atas (poin kedua).
Seorang Muslim atau pemeluk agama Islam diperintahkan untuk
secara total menyerahkan seluruh jiwa dan raga serta harta atau apa
pun yang dimiliki hanya kepada Allah SWT.
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS.
2 : 208).
d. َ
Berasal dari kata ‘saliim’ (‫)س ِل ْيم‬.
Salim artinya bersih dan suci.
َّ ََ َ ‫ه‬ َْ
‫َس ِليم ِبقلب اله أت َم ْن ِإَل‬
"Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih" (QS. 26 : 89).
ْ ُ َْ
‫َس ِليم ِبقلب َرَّبه َج َاء ِإذ‬
"(Ingatlah) ketika ia (Ibrahim) datang kepada Tuhannya dengan hati
yang suci." (QS. 37: 84)
Hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang suci dan
bersih, yang mampu menjadikan para pemeluknya untuk memiliki
kebersihan dan kesucian jiwa yang dapat mengantarkannya pada
kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.

َ َ
e. Islam Berasal dari ‘salam’ (‫)سالم‬
Salam berarti selamat dan sejahtera.
‫ال‬ ٌ ‫ان إ َّن ُه َر ِت َل َك َس َأ ْس َت ْغف ُر َع َل ْي َك َس‬
َ ‫الم َق‬ َ َ ًّ َ
ِ ّ ِ ‫ح ِفيا ِ ّت ك‬
"Berkata Ibrahim: 'Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu,
aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya
Dia sangat baik kepadaku'." (QS. 19 : 47).
Maknanya adalah bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa
membawa umat manusia pada keselamatan dan kesejahteraan.
Karena Islam memberikan kesejahteraan dan juga keselamatan pada
setiap insan.
Pengertian Islam menurut Al-Quran tersebut sudah cukup
mengandung pesan bahwa kaum Muslim hendaknya cinta damai,
pasrah kepada ketentuan Allah SWT, bersih dan suci dari perbuatan
nista, serta dijamin selamat dunia-akhirat jika melaksanakan risalah
Islam.

3. Pengertian Islam Menurut Istilah

Menurut istilah, Islam adalah ‘ketundukan seorang hamba kepada


wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya
Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai
hukum/ aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke
jalan yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.’ Secara
istilah juga, Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi dan utusan Allah (Rasulullah)
terakhir untuk umat manusia, berlaku sepanjang zaman, bersumberkan
Al-Quran dan As-Sunnah serta Ijma' Ulama.

C. Tujuan Agama Islam Ditetapkan Untuk Manusia.


Tujuan Agama Islam
Islam merupakan salah satu agama Samawi yang diturunkan Allah SWT
ke muka bumi lewat perantara Rasul-Nya. Agama Islam yang kita anut saat
ini – yang dibawa Nabi Muhammad SAW – adalah agama sempurna yang
diridhai Allah SWT. Islam sebagai agama yang diridhai ditegaskan langsung
oleh Allah SWT dalam Firman-Nya:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.


Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di
antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (Q.S. Ali Imran Ayat 19)

Sebagai agama yang sempurna dan diridhai Allah SWT, Islam mengatur
dengan baik segala aspek kehidupan manusia, baik aspek ibadah (hubungan
manusia dengan Allah SWT) maupun aspek muamalah (hubungan manusia
dengan sesama manusia). Agama Islam – melalui syari’atnya – menuntun
manusia agar dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan
kebahagiaan ini akan didapat oleh seseorang jika ia benar-benar mengikuti
syari’at sebagaimana yang diajarkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.

Mengutip dari laman Majelis Ulama Indonesia (MUI) – mui.or.id – yang


dilansir pada 26 Juni 2020 seputar tanya jawab Keislaman, menyebut bahwa
Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW bukan hanya dalam
bentuk-nilai yang abstrak, namun juga disebut dengan aturan yang
diterapkan dalam Syariat Islam.

Syariat Islam adalah tata aturan (hukum-hukum) Allah SWT yang


mengatur tata hubungan manusia dengan Allah SWT dan manusia dengan
manusia. Tujuan diturunkannya syariat Islam adalah untuk kebaikan seluruh
umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Di dalam Al-Quran Allah menyebutkan beberapa kata syari’ah, di


antaranya adalah:

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)


dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti
hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS: Al-Jatsiyah: 18).

“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Kami wahyukan dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnya”. (QS: Asy-Syuura: 13).

Dua ayat di atas dapat dijelaskan bahwa “syariat” sama dengan


“agama”.

Syaikh Muhammad Syaltout mengatakan bahwa Syari’at adalah


aturan-aturan yang diciptakan oleh Allah SWT. untuk dipedomani oleh
manusia dalam mengatur hubungan dengan Tuhan, baik sesama muslim
maupun non muslim, alam dan seluruh kehidupan. Dengan kata lain, tujuan
maupun diturunkannya Islam adalah untuk kemaslahatan hidup manusia,
baik jiwa maupun jasmani, individu dan sosial.

Abu Ishaq al-Shatibi merumuskan lima tujuan (hukum) Islam, yakni:

1. Memelihara Agama (Hifdz Ad-Din)


2. Memelihara Jiwa (Hifdz An-Nafs)
3. Memelihara Akal (Hifdz Al’Aql)
4. Memelihara Keturunan (Hifdz An-Nasb)
5. Memelihara Harta (Hifdz Al-Maal)
Kelima tujuan hukum Islam tersebut di dalam kepustakaan disebut al-
maqasid al- khamsahataual-maqasid al-shari’ah. Dengan 5 (lima) tujuan ini,
maka kemaslahatan kehidupan manusia terpenuhi.

D. Dasar Dasar atau Sumber Ajaran Islam


Dasar-dasar ajaran Islam adalah landasan pokok ajaran agama Islam
yang bersifat menyeluruh (kaffah/total) yang menjadi acuan dalam 15 Abu
Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah, Bimbingan Islam Untuk Pemula,
(Bogor, Pustaka „Ibnu Umar, 2012, h. 3. 16 agama Islam, yang terdiri dari
akidah, syariah, dan akhlak. Seperti tertuang dalam AlQuran Artinya: “ Hai
orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam ajaran agamamu secara
menyeluruh (total) dan janganlah turuti langkahlangkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh nyata bagimu”.(QS:2;208)

1. Aqidah

Kata akidah berasal dari bahasa Arab yaitu kata kerja „Aqdun-„aqoid
berarti akal atau ikatan. Secara istilah akidah berarti sesuatu yang wajib
diyakini tanpa keraguan. Sedangkan maksud dari akidah Islamiyah yaitu
meyakini secara sungguh-sungguh segala sesuatu yang disampaikan oleh
Nabi Muhammad SAW. Inti dari akidah Islamiyah adalah meng-Esa-kan
Allah SWT dengan menyakini bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah
selain Allah SWT. Akidah merupakan pondasi dalam beragama yang
menempati tempat yang paling utama dalam peta keagamaan. Pokok-
pokok akidah terangkum dalam rukun iman. Seseorang dikatakan
memiliki akidah jika semua hal dalam rukun iman tersebut terikat kuat
dalam sanubarinya dan mampu menolak segala hal yang di luar rukun
iman sehingga akidah akan menjadi karakteristik di dalam diri setiap
orang muslim17 . Akidah juga diartikan sebagai kepercayaan terhadap
Allah SWT dan inti akidah adalah tauhid. Tauhid adalah ajaran tentang
eksistensi Allah yang bersifat Esa. Makna akidah adalah iman, keyakinan.
Karena itu, akidah selalu dikaitkan dengan rukun iman yang merupakan
asas seluruh ajaran Islam. Iman itu adalah perkataan dan perbuatan,
dapat bertambah ataupun berkurang

2. Syariah

Syariah dalam pengertian etimologis adalah sumber air mengalir yang


didatangi oleh manusia atau binatang untuk diminum. Atau jalan menuju
tempat air atau dengan kata lain sumber kehidupan. Dalam agama Islam
kata tersebut berarti jalan lempeng kehidupan yang benar menuju
Tuhan, atau jalan yang diperintahkan Allah agar diikuti oleh orang
mukmin40 . Secara umum, syariah merujuk perintah, larangan, panduan,
prinsip dari Tuhan untuk perilaku manusia di dunia ini dan
keselamatannya di akhirat. Sedangkan syariah dalam pengertian
terminologis adalah seperangkat norma Ilahi yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesamanya dalam
kehidupan sosialnya, hubungan manusia dengan makhluk lainnua di
alam lingkungan hidupnya. Menurut Faruq Nabhan, secara istilah,
syariah berarti segala sesuatu yang disyariatkn Allah kepada hamba-
hambaNya. Sedangkan menurut Manna al-Qathan, syariah berarti segala
ketentuan Allah yang disyariatkan bagi hamba-hambaNya, baik
menyangkut akidah, ibadah, akhlak dan muamalah.
Islam telah memberikan tuntunan hidup bagi pemeluknya dalam segala
aspek kehidupan, telah diberikan tuntunan yang jelas dan gamblang,
seperti tuntunan atau aturan tentang: perkawinan, pembagian harta
waris, pergaulan sesama manusia, jual beli, sewa menyewa, pinjam
meminjam, bertamu, bermusyawarah, tidur, mendidik anak, berbakti
kepada orang tua, membina rumah tangga, berpakaian, berbicara,
bepergian (musafir), dan lain-lain telah diatur seluruhnya sebagai
pediman dalam praktek kehidupan seorang muslim sehari-harinya43 .
Jadi, syariah adalah kumpulan dari ketetapan-ketetapan atau hukum
Allah yang berisi tuntunan bagi para muallaf dalam menjalan
kehidupannya, mulai dari soal ibadah, muamalah, munakahat
(pernikahan), jinayah (pidana), siyasah (pemerintahan), mawaris (hukum
waris), dll. Semuanya itu Allah tetapkan taklif kepada para mukallaf
supaya hidupnya lebih terarah dan jauh dari maksiat yang menimbulkan
kemurkaan Allah SWT.

3. Akhlak

Secara linguistik, perkataan akhlak diambil dari bahasa Arab, bentuk


jamak darai kata “‫ “ )خلق‬khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat. Kata khuluqun, merupakan isim jamid lawan
dari isim musytaq. Secara terminologi, akhlak adalah sebuah sistem yang
lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku
yang membuat seseorang menjadi istimewa. Lebih ringkas lagi tentang
defenisi akhlak yang digagas oleh Hamid Yunus, akhlak ialah: “ ‫ي ُاألخلق‬
ً ‫ )األدبية‬,” akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik)”. Jadi,
‫ساىاإل صفات‬
defenisi akhlak merupakan suatu sistem yang melekat pada individu
yang menjadikan seseorang menjadi manusia istimewa dari individu
lainnya, lalu menjadi sifat pada diri seseorang tersebut. Apakah sifat-sifat
itu terdidik kepada yang baik, dinamakan akhlak baik, jika sifat seseorang
itu buruk, maka dinamakan akhlak buruk. Jika seseorang tidak dididik
untuk berperilaku baik, maka sifat-sifat seseorang itu akan menjadi
buruk (mazmumah). Jika seseorang itu terdidik dengan akhlak baik, maka
seseorang itu akan terbiasa melakukan yang baik, dan perilakunya
disebut akhlak mahmudah Akhlak adalah bagian pokok dari ajaran Islam,
akhlak disebut juga ajaran yang berkaitan dengan etika, budi pekerti.
Akhlak al-Karimah adalah budi pekerti yang mulia, akhlak Islam adalah
akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang merupakan nilai-nilai
mulia yang ada dalam Al-Quran58. Di antara akhlak yang harus dimiliki
setiap muslim, seperti jujur, amanah, menjaga kehormatan, malu berani,
dermawan/murah hati, setia, menjauhkan diri dari semua yang
diharamkan Allah, baik kepada tetangga, membantu orang yang
membutuhkan sesuai kemampuan.

E. Hubungan Manusia Dengan Agama Islam


Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia
dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta,
āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini
adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja
re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi,
seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Menurut agama Islam, manusia
diciptakan di bumi untuk beribadah kepada Allah. Selain itu, manusia
diciptakan di bumi sebagai khalifah atau pemimpin di bumi. Dengan perannya
tersebut, manusia diharapkan untuk:
1. Sadar sebagai mahluk individu yaitu mahluk hidup yang berfungsi sebagai
mahluk yang paling utama di antara mahluk-mahluk lain. Sebagai mahluk
utama di muka bumi, manusia diingatkan perannya sebagai khaifah
dibumi dan mahluk yang diberi derajat lebih daripada mahluk lain yang
ada di bumi.
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam dan Kami
angkat mereka itu melalui daratan dan lautan serta Kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka atas kebanyakan
mahluk yang kami ciptakan” (Q.S. Al-Isra: 70.
2. Sadar bahwa manusia adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial,
manusia harus mengadakan interelasi dan interaksi dengan sesamanya.
Itulah sebabnya Islam mengajarkan perasamaan.
“Berpeganglah kamu semuanya dalam tali Allah dan janganlah kamu
berpecah belah…” (Q.S. Ali Imran: 103)
3. Sadar manusia adalah hamba Allah SWT. Manusia sebagai mahluk yang
berketuhanan, memiliki sikap dan watak religius yang perlu
dikembangkan. Manusia harus selalu beribadah keapada Allah karena
merupakan tugasnya untuk beribadah kepada Allah sesauai dengan
firman Allah:
“(Yang memiliki sifat-sifat) demikian itu adalah Tuhanmu, tidak ada
Tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu maka sembahlah Dia, dan Dia
adalah pemelihara segala sesuatu, Dia tidak dapat dijangkau oleh daya
penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan
Dialah Yang Maha Mengetahui.”(Q.S. Al An’aam: 102)
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim

https://mui.or.id ,

https://id.wikipedia.org/wiki/Manusia, diunduh 21 Oktober 2022

https://www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-islam-menurut-al-
quran.html , diunduh 21 Oktober 2022

https://sinarpost.com/2021/11/11/lima-tujuan-diturunkannya-agama-islam-ke-
bumi/, diunduh 21 Oktober 2022

https://repository.uin-suska.ac.id/55043/3/SKRIPSI.pdf Sriwahyuni (2021)


DASAR-DASAR AJARAN ISLAM DALAM BUKU ISLAM YANG SAYA
ANUT KARYA M. QURAISH SHIHAB : Skripsi, diunduh 21 Oktober
2022

https://uit.e-journal.id/JPAIs/article/download/209/371/ NURMADIAH (2019)


MANUSIA DAN AGAMA, PENDAIS Volume I Nomor 1 2019- Dosen
Fakultas Agama Islam UIT diunduh pada 21 Oktober 2022

Anda mungkin juga menyukai