Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM

DIAGNOSA KLINIK VETERINER


PEMERIKSAAN SISTEM UROGENITAL

Nama : Vinka Melinda


NIM : 185130101111010
Kelas : 2018 B
Asisten : Retno Wilujeng

LABORATORIUM DIAGNOSA KLINIK VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada makhluk hidup melakukan ekskresi pada tubuhnya melalui keringat,
buang air besar dan juga melalui urinasi, yang ana pda urinasi ini di proses
pada ginjal untuk di lakukannya filtarasi darah pada ginjal. Ginjal termasuk ke
dalam sistem urinari pada hewan maupun mannusia. Sistem urinari adalah
sistem organ dalam tubuh yang terdiri dari ginjal, vesica urinaria, ureter dan
juga uretra.
Organ-organ tersebut berperan dalam produksi urin. Sistem perkemihan
terdiri dari sepasang ginjal yang yang menbentunurin dari darah, ureter yang
menngalirkan urin dari ginjal, kandung kemih dimana urin disimpan sampai
saatnya dikeluarkan, dan uretra yang mana menjadi saluran keluar tubuh
paling akhir. Pada hewan jantan uretra berfungsi sebagai penghasil produk-
produk beruhubungan dengan reproduksi.
Pada urin memiliki berat jenisnya, contohnya pada kucing yang memilik
berat jenis rata-rata 1,020 – 1,040. Pada berat jenis urin tergantung dari jumlah
zat yang terlarut di daalm urin atau terbawa kedalam urin. Faktor yang
mempengaruhi berat jenis urin adalah komposisi urin, fungsi pemeriksaan
ginjal, dan produksi urin sendiri. Ginjal terapat bagian bagian seperti
glommerulus, tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, pelvis
renal, lengkung henle. Sistem urinari memiliki tiga fungsi, yaitu metabolisme,
hormonal dan ekskresi. Sistem ini terdiri dari dua bagian, yaitu sistem urinari
bagian atas dan bagian bawah. Sistem urinari bagian atas hanya terdiri dari
ginjal sedangkan sistem urinari bagian bawah disusun oleh ureter, vesica
urinaria (gall bladder) dan urethra (Ramdhani, 2018).

1.2 Tujuan
1.2.1 mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sistem urogenital
1.2.2 mahasiswa paham bagaimana cara pemeriksaan sistem urogenital
1.2.3 mahasiswa tau abnormalitas pada sistemurogenital
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Urinari

Saluran urinari kucing merupakan proses pembuangan zat-zat yang tidka


dibutuhkan oleh tubuh. Proses pembuangan ini meliputi zat yang terkandung
dalam darah, mentransport semua material keluar dari tubuh dan juga
mengeliminasi kelebihan air dalam tubuh. Menurut Fauziah (2015), pada sistema
urinaria kucing terdapat:

a. Ginjal
Pada ginjal terjadinya proses penyaringan darah, karena ginjal ini
merupakan organ tubuh yang menjalankan proses filtrasi glomerulus,
reabsorpsi dan sekresi tubulus. Cairan yang menyerupai plasma di filtrasi
melalui dinding kapiler glomerulus lalu di teruskan menuju tubulus renalis
di ginjal. Pada saat proses filtrasi ini, volume cairran filtrat aka berkurang
dan susunannya berubah akibat reabsorpsi tubulus untuk membentuk urin
yang akan disalurkan ke dalam pelvis renalis.
b. Ureter
Ureter ini ada pada setiap ginjal yang mana merupakan saluran
yang berotot yang mengangkut urin dari ginjal menuju vesika urinaria.
Ureter terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar fibrosa, lapisan otot
tengah yang dibentuk oleh otot halus dan lapisan dalam epitel transisional.
Ureter ini lanjutan dari pelvis renalis. Lapisan otot pada ureter ini lapisan
yang fungsional, menggunakan gerak peristaltik untuk memindahkan urin,
sama seperti kontraksi usus.
c. Vesika Urinaria
Pada vesika urinaria (VU) ini menampunng urin yang di produksi
dan mengeluarkannya secara periodik dari tubuh. Vesika urinaria memiliki
dua bagian yaitu kantung otot dan leher yang terlihat seperti balon.
Ukuran dan posisi vesika urinaria ini bervariasi berdasarkan jumlah urin
yang terkandung di dalam kantung vesika urinaria itu sendiri. Ketika otot
kontraksi, VU tertekan maka urin akan keluar. Lalu pada leher VU ini
merupakan lanjutan caudal dari vesika urinaria menuju uretra. Kontraksi
dan relaksasi otot spinchter di bawah kontrol kesadaran membuka dan
munutup jalan urin meninggalkan vesika urinaria dan memasuki uretra.
d. Uretra
Uretra merupakan lanjutan dari leher vesika urinaria yang berjalan
melalui ruang pelvis menuju lingkungan luar. Uretra pada jantan berjalan
sepanjang pusat penis, membawa urin dari vesika urinaria sampai ke
lingkungan luar. Uretra betina pendek menghubungkan vesika urinaria
menuju sphincter uretra eksternal.

2.2 Sitem Reproduksi

2.2.1 Sistem reproduksi pada jantan

1. Testis
Testis ini merupakan kelenjar ednokrin, karena memproduksi
testosteron yang dihaslikan oleh sel Leydig yang berpengaruh pada sifat-
sifat jantan dan berperan spermatogenesis
2. Epididimis
Epididimis ini terdiri dari kaput, korpus dan kauda. Fungsi dari
kaput bagian epididimis yaitu untuk penyerapan cairan yang dikeluarkan
oleh testis. Sedangkan fungsi lainnya untuk memberikan sekresi cairan
yang diproduksi oleh sel-sel epitelnya untuk membantu perubahan
morfologi akrosom.
3. Kelenjar aksesori
Pada kelenjar aksesori ini terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar
koagulasi, ampula, bulbouretra dan kelenjar preputialis. Fungsi dari
kelenjar aksesori secara umum ini sendiri yaitu untuk mengeluarkan sekret
cairan berupa plasma semen yang berfungsi sebagai medium pelarut dan
sebagai pengaktif sperma.

4. Penis
Penis ini merupakan organ kopulasi yang berfungsi untuk
menyalurkan spermatozoa ke dalam saluran reproduksi berina. Penis ini
sendiri memiliki bagian-bagian yaitu korpus kovernosum penis, korpus
kavernosum uretra, preputialis.
(Hasaanah, 2010)

2.2.2 Sistem Reproduksi Betina

a) Ovarium
Ovarium pada hewan berbeda beda, apakah hewan tersebut
golongan politokus atau monotokus. Ovarium ini kelenjar berbentuk biji,
terletak di kanan dan kiri uterus di bawah tuba uterin dan terikat disebelah
belakang mesovarium. Ovarium berfungsi sebagai penghasil kelenjar
eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin berfungsi untuk menghasilkan
telur dan sebagai kelenjar endokrin berfungsi untuk menghasilkan hormin
steroid seperti estrogen, progesteron, relaxin dan inhibin.
b) Oviduk
Oviduk terdiri dari bagian interstisialis, bagian ismika, bagian
ampularis dan infundibulum yang berfimbria. Oviduk berfungsi pada saat
ovulasi dimana ovum disapu ke dalam ujung oviduk yang berfimbria.
Fungsi lainnya yaitu untuk kapasitasi sperma, fertilisasi, dan pembelahan
embrio yang terjadi di ampula.
c) Uterus
Uterus ini merupakan suatu saluran muskuler yang diperlukan
untuk penerimaan ovum yang dibuahi, penyediaan nutrisi dan
perlindungan fetus serta stadium permulaan ekspulsi fetus pada waktu
kelahiran.
d) Vagina
Vagina merupakan alat reproduksi luar dari betina, vagina ini
terbagi menjadi dua bagian yaitu vertibulum (bagian luar vagina) dan
vagina posterior (dari muara uterus sampai serviks). Vagina ini fungsinya
untuk sebagai tempat penumpahan semen dari individu jantan.
(Subandi, 2018)

2.3 Alat pemeriksaan sistem digesti


1. Sistem Urinari
2. Pleksimeter
Pleksimeter merupakan alat ini biasa digunakan untuk perkusi pada
saat pengecekan dan juga untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas
struktur atau cairan udara di bawahnya. Lalu prinsip dari pleksimeter ini
adalah plessimeter diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan
tubuh, pleksimeter mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam di
atanra ruas interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan
cepat, jari segera diangkat agar tidak menyerap suara. (Jones. 2010)

3. Stetoskop
Stetoskop memiliki fungsi yaitu untuk mengirimkan suara dari
tubuh ke telinga manusia. Lalu prinsip dari stetoskop yaitu mentamakan
impedansi antara kulit dan udara. Frekuensi resonan ditentukan oleh
diameter sungkup tinggi frekuensi resonan. Semakin besar diameter
sungkup, maka semakin rendah resonan kulit. (Kurniasih.2016)

2. Sistem Reproduksi
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi ini menggunakan gelombang suara berfrekuensi
sangat tinggi yang ditransmisikan melalui dan di pantulkan oleh struktru
anatomi untuk menghasilkan gambar. Gambar yang di hasilkan
memiliki resolusi spasial rendah di bandingkan dengan gambar yang
dihasilkan oleh resonasi magnetik (Fouras, 2010)

b. Vaginoscope
Alat yang berbentuk tabung logam yang ujung depannya dilengkapi
lampu, disispkan ke dalam lubang vagina untuk melihat keadaan
bagian dalam vagina. Metode ini membutuhkan tabung speculum dan
harus dalam keadaan steril. Dan juga harus yang banyak latihan
menggunakan alat ini (Sabran, 2015).

BAB 3

HASIL

Gambar Keterangan
Dilakukannya inspeksi yang melihat
di rongga abdomennya apakah
mennggantung simetris semupurna
atau tidak
Setelah itu dilakukan perkusi
dibagian VU yang didengar apakah
ada abnormalitas atau tidak

Dilakukan palpasi pada bagian ginjal


dan juga bagian vesica urinaria, bila
terdapat respon sakit maka terdapat
abnormmalitas pada organ tersebut
Palpasi di bagian vesica urinaria,
untuk merasakan apakah ada
pembengkakan pada VU atau tidak

Dilakukan auskultasi dengan


stetoskop untuk mendengarkan
kapasitas cairan yang ada di VU

Lalu pada pemeriksaan genital, di


lakukan pemeriksaan dibagian vulva
dan klitoris, untuk melihat adanya
pembengkakan atau tidak.
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Hasil di bandingkan


Pada pemeriksaan sistem urinari dan sistem reproduksi pada
kucing. Dilakukannya inspeksi unntuk melihat abdomennya apakah
menggantung simetris atau tidak, lalu di lakukannya palpasi di bagian
ginjal dan juga vesica urinaria, pada hewan praktikum kali ini tidak
terjadinya pemberontakan atau merasa sakit pada saat di palpasi ginjal dan
juga vesina urinaria. Lalu di lakukannya pemeriksaan vulva untuk melihat
adanya pembengkakan pada vulva dan klitoris atau tidak, pada hewan
praktikum kali ini tidak adanya pembengkakan vulva ataupun klitoris. Hal
ini sudah sesuai dengan literatur yang mana jika pada saat dilakukannya
palpasi tak ada respon kesakitan mana hewan tersebut normal, namun jika
pada saat palpasi terdapat respon hewan kesakitan dan adanya hematuria,
hewan tersebut bisa di diagnosa adanya cystitis. Cystitis ini merupakan
peradangan pada vesika urinaria yang umum terjadi pada hewan domestik
yang mana sebagian dari infeksi saluran urinaria. Gejala klinis dari
penyakit ini yaitu disuria (hewan mmenunjukan tanda-tanda nyeri pada
setiap usaha urinasi) dan hematuria (Fauziah, 2015).

4.2 Abnormalitas sistem urinasi


1. Nefritis
Kasus abnormalitas ini yaitu adanya peradangan ginjal yang dapat
terjadi di glomerulus, pyelum ataupun tubulus. Bakteri-bakteri yang
umumnya menyebabkan terjadinya infeksi saluran urinaria pada anjing
dan kucing ialah Escherichia coli, Staphylococcus, Streptococcus,
Klebsiela pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Proteus dan
Enterobacter.
2. Hidronefrosis
Kasus ini merupakan pembesaran atau distensi pelvis renalis oleh
urin yang terjadi akibat obstruksi ureter. Gejala klinis hidronefrosis
antara lain minum dan urinasi yang berlebihan, sakit pada bagian
abdomen, hematuria, stranguria, muntah, alergi, diare, inappetence.
3. Neoplasia
Ada beberapa faktor etiologis:
a. Primary tumors

Renal cell carcinoma, transitional cell carcinoma dan embryonal


nephroblastoma yang merupakan primary renal tumors pada anjing.
Renal cell carcinoma merupakan primary renal tumor paling umum
pada kucing. Renal tumor pada anjing dan kucing biasanya malignant.

b. Metastatic tumor

Metastatic neoplasia lebih umum daripada primary renal neoplasia.


Hemangiosarcomas, melanomas, mast cell tumors dan carcinomas
dapat mengalami metastase ke ginjal.

Diagnosa penyakit neoplasia dapat diperoleh melalui anamnese,


palpasi abdomen, gejala klinis, urinalisis seperti pemeriksaan zat
warna darah, pemeriksaan kimia darah seperti kadar ureum dan
kreatinin, urin kultur, pemeriksaan USG serta radiografi.

4. Cystitis
Kasus ini terjadi karena adanya peradangan pada vesika urinaria
yang umum terjadi pada hewan domestik sebagai bagian dari infeksi
saluran urinaria. Gejala klinis dari penyakit cystitis yaitu nyeri
abdomen bagian bawah pada saat dilakukan palpasi, dysuria (hewan
menunjukan tanda-tanda nyeri pada setiap usaha urinasi) dan
hematuria.
5. Urolithiasis
Kasus ini merupakan suatu keadaan terdapatnya urolith di dalam
ruangan urinaria sampai saluran ekskretori dan biasanya
diklasifikasikan menurut komposisi mineralnya. Pada anjing dan
kucing urolith lebih banyak ditemukan di dalam vesika urinaria atau
uretra, dapat juga ditemukan di dalam pelvis renalis namun
kejadiannya sangat jarang (kurang dari 10%).
(Fauziah, 2015)
4.3 Abnormalitas Sistem Reproduksi
4.3.1 Sistem Reproduksi Jantan
A. Balanoposthitis (Infeksi Preputium dan Kepala Penis)
Iritasi pada kulup dan kepala penis bisa disebabkan oleh
rambut yang tersangkut di duri saat kawin. Aktivitas seksual yang
sering bisa mengiritasi penis dan kulup. Segala jenis puing kecil
dapat tersangkut di bawah selubung. Iritasi mungkin dipersulit oleh
infeksi dan abses pada selubung. Ini membuat hubungan seksual
menyakitkan atau tidak mungkin. Semua masalah ini cukup jarang
terjadi pada kucing (Eldredge, dkk., 2010).

B. Paraphimosis
Dalam kondisi ini, penis tidak dapat kembali ke posisi
semula di dalam sarungnya. Rambut panjang pada kulit di sekitar
sarung dapat menyebabkan kulup tergulung ke bawah sehingga
tidak bisa meluncur. Duri pada glans penis dapat mengumpulkan
rambut dari ratu selama proses kawin, membentuk cincin rambut
yang mencegah penis menarik dan juga menghambat perkawinan.
Paraphimosis dapat dicegah dengan memotong rambut panjang di
sekitar preputium sebelum kawin. Kucing jantan biasanya menjilati
ujung penisnya setelah berhubungan dan menghilangkan rambut
yang menempel. Cincin rambut yang kuat harus dihilangkan.
Periksa jantan setelah kawin untuk memastikan penis telah kembali
ke sarungnya (Eldredge, dkk., 2010).

4.3.2 Sistem Reproduksi Betina


A. Endometritis
Kebanyakan kasus mengikuti hiperplasia endometrium
kistik. Infeksi bakteri terbatas pada lapisan rahim. Sedikit nanah
dihasilkan, tetapi endometrium menjadi meradang dan terinfeksi.
Endometritis terjadi dalam bentuk akut atau kronis. Kucing betina
dengan endometritis akut menunjukkan kelesuan, kehilangan nafsu
makan, demam, dan keputihan berdarah atau nanah. Infeksi yang
parah mungkin mengancam nyawa. Sedangkan endometritis kronis
sering muncul dalam kondisi kesehatan yang prima, memiliki
periode panas yang normal, dan berhasil dikawinkan — namun
gagal untuk hamil atau kehilangan anak kucingnya selama
kehamilan karena infeksi kronis menciptakan kondisi yang tidak
sesuai untuk implantasi dan pertumbuhan embrio (Eldredge, dkk.,
2010).
B. Pyometra
Seperti endometritis, pyometra biasanya berkembang dari
hiperplasia endometrium kistik yang mendasari, yang dipersulit
oleh infeksi bakteri. Pyometra berbeda dari endometritis karena
lebih sedikit peradangan pada dinding rahim, tetapi jauh lebih
banyak nanah di dalam rongga rahim. Rahim yang membesar
biasanya dapat dideteksi dengan palpasi perut. Dalam kasus
pembesaran perut yang tidak biasa tanpa tanda-tanda penyakit,
sinar-X dan USG perut biasanya akan memastikan adanya
pembesaran rahim dan membedakan antara piometra dan
kehamilan (Eldredge, dkk., 2010).
Ada dua jenis pyometra: terbuka dan tertutup. Pada tipe
terbuka, serviks mengendur, mengeluarkan sejumlah besar nanah
yang seringkali berwarna krem, merah muda, atau coklat. Pada tipe
tertutup, hanya ada sedikit keputihan. Saat nanah terkumpul di
dalam rahim, kucing menjadi lebih beracun, muntah, demam tinggi,
dan dehidrasi dengan cepat (Eldredge, dkk., 2010).
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada praktikum kali ini di lakukan pemeriksaan sistema urinari dan sistem
reproduksi oada hewan. Pada pemeriksaan sistem urinaria ini dilakukannya
palpasi ginjal dan juga palpasi di bagian vesica urinaria. Sedangkan pada
sistem reproduksi dilakukannya palpasi di bagian abdomen dan di cek di
bagian vulva hewan tersebut (hewan betina). Sistem urinari pada hewan yaitu
meliputi ginjal, ureter, vesica urinaria dan juga uretra. Pada sistem reproduksi
hewan jantan yaitu meliputi testis, epididimis, kelenjar aksesori, dan penis.
Sistem reproduksi betina meliputi ovarium, oviduk, uterus dan vagina.
Abnormalitas pada sistem urinaria meliputi cystitis, nefritis, hidrofitis,
neoplasia, urolithiasis. Dan pada sistem reproduksi jantan ada balanoposthitis
dan paraphimosis. Sedangkan pada betina ada pyometra dan endometritis.

5.2 Saran

Untuk praktikum kali ini sudah cukup baik, semoga kedepannya semakin baik
Daftar Pustaka

Eldredge, D.M., D.G. Carlson, L.D. Carlson, and J.M. Giffin. 2010. Cat Owner’s
Home Veterinary Handbook. Wiley Publishing, inc., USA.
Fauziah, Hasna, 2015, Gambaran Cystitis Melalui Pemeriksaan Klinis dan
Laboratoris (Uji Dipstik dan Sedimentasi Urin) pada Kucing di Klinik Hewan
Makassar [SKRIPSI], Universitas Hasanuddin: Makassar.
Fouras A., Kitchen M.J., Dubsky S., Lewis R.A., Hooper S.B., dan Hourigan K.,
2010. The Past, Present, and Future of x-ray Technology for in vivo Imaging
of Function and Form.Journal of Applied Physics.
Hasaaanah, I.W., 2010, Pengaruh Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica)
Terhadap Spermatogenesis Mencit [SKRIPSI], UIN Maulana Malik
Ibrahim: Malang
Jones.R.M. 2010. Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasar. D. Lyrawati
Kurniasih.N.P. 2016. Perancangan Sistem Akuisisi Data Berbasis Arduino unutk
Pengenalan Ciri Sinyal Suara Paru dan Jantung. [SKRIPSI] Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Airlangga.
Ramdhany D.N., Kustiyo A., Handharyani E., dan Buono A., 2018, Diagnosis
Gangguan Sistem Urinari pada Anjing dan Kucing Menggunakan VFI 5,
Jurnal Ilmu Komputer dan Informasi, Vol. 2 No. 2.
Sabran, 2015, Pengaruh Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) Terhadap
Peningkatan Populasi Sapi Potong di Kabupaten Bantaeng (studikasus di
Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng) [SKRIPSI]. Universitas
Islam Negeri Alauddin: Makassar.
Subandi, Imam, 2018, Profil Protein Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Betina Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sisisk Naga (Pyrrosia
piloselloides), Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim: Malang.

Anda mungkin juga menyukai