Anda di halaman 1dari 15

“RUBU’ MUJAYYAB”

SEJARAH DAN KONSEP APLIKASINYA


Alfiah Mutiara Rahma
Jl.Ahmad Yani No.117, jemur Wonosari, Kec.Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur 60237

alfiahmutiara04@gmail.com

Elly Uzlifatul Jannah, M.H.

Abstrak Secara bahasa, kata rubu mujayyab dua kata yang berasal dari bahsa arab yaitu rubu’
yang berarti seperempat dan mujayyab yang berarti sinus. Rubu’ mujayyab adalah alat yang
berbentuk seperempat lingkaran yang merupakan instrumen astronomi klasik dengan desain
sederhana, dan berfungsi sebagai pengukur waktu dan penentu ketinggian. Rubu’ mujayyab
(Sine kuadran) merupakan alat matematika efektif yang berfungsi sebagai penyelesaian
persamaan trigonometri dan tabel trigonometri. Salah satu tokoh yang berjasa dalam
mengembangkan rubu’ mujayyab adalah Ibnu Al-Shatir. Beliau merupakan astronom yang
pertama kali memperkenalkan percobaan dalam teori planet guna menguji model dasar sistem
tata surya ptolemaic secara empiris. Penggunaan rubu’ mujayyab pada awalnya adalah
pengganti dari astrolabe. Rubu’ mujayyab dalam penggunaannya dipasang dengan posisi
vertikal maupun horizontal tergantung pada kebutuhannya. Posisi vertikal adalah posisi rubu’
mujayyab sejajar dengan batang statif. Rubu’ Mujayyab adalah salah satu instrumen klasik
yang tercipta dari kontribusi astronomi atau ilmu falak. Rubu’ mujayyab dibuat dalam bentuk
seperempat lingkaran dan dapat membantu dalam perkembangan ilmu astronomi dan ilmu
falak. Alat ini pada masanya menjadi bukti kemajuan peradaban keilmuan falak. Konsep
perhitungan trigonometri Rubu' didasarkan pada konsep perhitungan Sexagesimal. Rubu’
mujayyab secara umum memiliki tiga fungsi utama, yakni : pertama, berfungsi sebagai alat
hitung. Kedua, berfungsi sebagai alat ukur. Ketiga, berfungsi sebagai tabel astronomi.
Kata Kunci : Rubu’ mujayyab, Trigonometri, Alat hitung.
Abstract In language, the word rubu mujayyab is derived from two Arabic words, namely rubu'
which means quarter and mujayyab which means sinus. Rubu' mujayyab is a quarter-circle
shaped instrument which is a classic astronomical instrument with a simple design, and
functions as a measure of time and a measure of altitude. Rubu' mujayyab (Sine quadrant) is
an effective math tool for solving trigonometric equations and trigonometry tables. One of the
figures who contributed to developing rubu' mujayyab was Ibn Al-Shatir. He was the
astronomer who first introduced experiments in planetary theory to empirically test the basic
model of the ptolemaic solar system. The use of rubu' mujayyab was originally a substitute for
the astrolabe. Rubu' mujayyab in its use is installed in a vertical or horizontal position
depending on its needs. The vertical position is the position of the rubu' mujayyab parallel to
the stative stem. Rubu' Mujayyab is one of the classical instruments that was created from the
contribution of astronomy or astronomy. Rubu' mujayyab is made in the form of a quarter
circle and can help in the development of astronomy and astronomy. This tool in its time
became evidence of the advancement of astronomical scientific civilization. The concept of
calculating trigonometry Rubu' is based on the concept of calculating Sexagesimal. Rubu'
mujayyab in general has three main functions, namely: first, to function as a calculating tool.
Second, it functions as a measuring tool. Third, it serves as an astronomical table.
Keywords: Rubu' mujayyab, Trigonometry, Calculator.

1
A. Pendahuluan
Penemuan-penemuan baru yang berpengaruh pada keilmuan islam disebabkan oleh
ilmu pengetahuan yang berkembang pesat sekarang ini. Perkembangan teknologi dan
peradaban mempermudah manusia untuk menjalankan kehidupannya. Begitu juga
dengan ilmu falak, salah satu cabang ilmu ini membantu umat muslim untuk
memecahkan permasalahan yang berkesinambungan langsung dengan ibadah maupun
yang tidak langsung sekaligus juga berhubungan dengan sah atau tidaknya ibadah
tersebut. Hal yang dimaksud yakni mengenai penentuan waktu sholat, dan arah kiblat.
Salah satu alat yang digunakan untuk menentukan dua perkara tersebut yakni rubu’
mujayyab.

Rubu’ mujayyab adalah alat yang berbentuk seperempat lingkaran yang merupakan
instrumen astronomi klasik dengan desain sederhana, dan berfungsi sebagai pengukur
waktu dan penentu ketinggian.1 Rubu’ mujayyab (Sine kuadran) merupakan alat
matematika efektif yang berfungsi sebagai penyelesaian persamaan trigonometri dan
tabel trigonometri.2 Para astronom muslim mempergunakan rubu’ mujayyab dengan
fungsi yang beranekaragam. Rubu’ mujayyab juga adalah bagian dari astrolabe,
astrolabe biasanya dijadikan sebagai alat untuk mengukur dan menghitung
trigonometri, tetapi komponen dan dan fungsi yang dimiliki rubu’ mujayyab lebih
khusus.

Rubu mujayyab hingga saat ini oleh orang muslim di Indonesia masih digunakan
untuk menghitung dan menentukan arah kiblat, deklinasi matahari dan longtitude
ekliptika. Alat ini menjadi bagian dari program pembelajaran Ilmu Falak yang diajarkan
di pondok pesantren tradisional. Bahkan sampai saat ini di Indonesia, rubu’ mujayyab
masih diproduksi untuk tujuan pendidikan.3

Rubu’ mujayyab berkembang telah menyebar sampai ke penjuru dunia termasuk


Indonesia. Penyebaran alat ini juga merupakan berkat para astronom muslim yang terus
menerus melakukan pengamatan dan eksperimen. Salah satu tokoh yang berjasa dalam
mengembangkan rubu’ mujayyab adalah Ibnu Al-Shatir. Beliau merupakan astronom
yang pertama kali memperkenalkan percobaan dalam teori planet guna menguji model

1
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Khazanah Astronomi Islam Abad Pertengahan. (Purwokerto: UMP Press, 2016). 9
2
Baharrudin Z. Mat Rofa Ismail, “Trigonometric Solutions Using Sine Quadrant‟, (Procedia Social and Behavioral
Sciences, 2010), 721
3
Hendro Setyanto, “Rubu Al-Mujayyab : Concept and Practice in Indonesia‟, (Astronomical Instruments and Archives from
the Asia -Pasific Region, 2004), 135.
2
dasar sistem tata surya ptolemaic secara empiris.4 Di dalam rubu’ mujayyab dapat
ditemukan berbagai rumusan tentang segitiga bola, dan terdapat rangkaian istilah di
dunia matematika modern seperti sinus, kosinus, tangen, dan kotangen. Salah satu
fungsi alat ini juga menjadi pemecah dalam masalah-masalah geometri secara numerik.

Bentuk penyederhanaan dari astrolabe adalah rubu’ mujayyab yang berjumlah


360o. Perputaran harian di simulasikan oleh rubu’ mujayyab pada alam semesta.
Kuadrant, pada umumnya terbuat dari kuningan yang dipahat dan berisi tentang skala
untuk peredaran arah dan bintang. Adapun Rubu’ mujayyab yang terbuat dari gading
dan memiliki tekstur lebih halus dari pada yang terbuat dari kuningan.5 Rubu’ mujayyab
yang memiliki ukuran relatif kecil, sekitar 23 cm dan terbuat dari kayu, kuningan, dan
plastik, merupakan rubu’ mujayyab yang berkembang di Indonesia.6 Alat instrumen ini
berbentuk seperempat lingkaran.

B. Pembahasan
1. Sejarah Rubu’ Mujayyab
Sebelum datangnya Islam, letak geografis dan peradaban waktu sudah dikaji dan
berkembang secara pesat dari waktu ke waktu, begitu juda dengan perkembangan
dunia astronomi. Sekitar 3500 SM, kehidupan berlangsung bergantung pada cahaya
matahari. Mereka berputar saat matahari terbit dan berhenti saat matahari terbenam.
Sejak saat itu diketahui bahwa panjang bayangan suatu benda selalu berubah dari
waktu ke waktu.7
Sekitar abad 3500 SM, manusia melakukan penentuan waktu dengan cara
melihat bayangan pada benda-benda di sekitarnya seperti bebatuan dan pohon.
Selanjutnya pada abad ke-20 SM, dari berbagai kelompok kebanyakan manusia
menggunakan gnomon, untuk menunjukkan waktu, walaupun hanya panjang
bayangan yang digunakan dan tidak sampai pada arah bayangan. Menurut para ahli
arkeologi, gnomon adalah alat pertama yang digunakan masyarakat primitif untuk
keperluan penunjukan waktu pada masanya. Alat yang digunakan untuk
menentukan waktu dengan memanfaatkan cahaya matahari dikenal dengan sebutan
sundial.

4
Wahyu, Ilmuwan Muslim Perintis Sains Modern (Yogjakarta: Diva Press, 2011). 70
5
Howard R. Turner, Science In Medieval Islam, an Illustrated Introduction. (Austin: University Of Texas Press, 1997).
6
Sakirman, „Spirit Budaya Islam Nusantara Dalam Konstruks “Rubu‟ Mujayyab.‟, (Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian
Antropologi, 2018), 114.
7 Rohr, Rene R. J, Sundial: History, Theory and Practice, (Toronto: University of Toronto Press, 1970), 3

3
Pada sekitar tahun 1450 SM gnomon yang berbentuk tugu sudah digunakan di
Mesir untuk menghitung waktu dan diatur sesuai penanggalan. Gnomon adalah
suatu bentuk sundial tertua. Kemudian pada sekitar 1000 tahun SM, di Cina gnomon
sudah digunakan sebagai alat observasi astronomi. Bahkan telah berhasil
mengetahui titik balik matahari sebesar 23° 54´. Sedikit berbeda dengan titik balik
matahari sekarang, yaitu 23° 27´.8 Dengan berbagai penyempurnaan, bentuk sundial
terus berkembang seperti tangga, sundial juga ada yang memiliki bentuk khas
seperti angka tujuh berposisi tidur dan dilengkapi dengan kalender, sundial
berbentuk seperempat bola yang terbuka ke atas dengan gnomon di atasnya, dan
sampai pada akhirnya ditemukan astrolabe dan rubu’ mujayyab.
Pada zaman dulu para astronom menggunakan alat ini untuk mengetahui waktu
dan pengamatan peredaran planet dan bintang sehingga sanggup membuat
gambaran tentang tata surya. Penggunaan rubu’ mujayyab pada awalnya adalah
pengganti dari astrolabe. Kata astrolabe berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari
dua kata yakni asto dan labio. Asto yang artinya bintang dan labio yang berarti
pengukur jarak. Astrolabe dalam istilah ilmu falak adalah perkakas kuno yang
dimanfaat untuk mengukur benda langit pada bola langit.9 Yang pertama kali
merakit alat ini adalah orang Arab, yang memiliki bentuk paling sederhana, hanya
terdiri dari piringan dengan skala pembagian derajat, dan sebuah alat pengintai.
Rubu’ mujayyab yang digunakan sebagai alat observasi benda langit telah
dilakukan sejak sekitar abad ke-2 Masehi oleh Ptolomeus.10 Kuadran Ptolomeus,
terbuat dari batu atau papan kayu, yang berbentuk seperempat lingkaran dan terbagi
dalam 90 derajat. Kemudian, di bagian tengah kuadran terdapat gambar yang
menunjukkan jarak matahari dihitung dari zenit pada garis meridian. Ptolomeus
dalam observasi ini dapat menentukan waktu dan ketinggian matahari pada musim
dingin dan juga musim panas. Dari observasi ini juga dapat diketahui lintang suatu
tempat dan kemiringan garis edar matahari.11
Berdasarkan hasil eksperimen para astronom rubu’ mujayyab sebagai alat
astronom dalam perkembangannya dikenal setelah astrolabe. Bentuk rubu’

8
Ibid, 5-6.
9
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis: Metode HisabRukyah Praktis dan Permasalahannya, (Semarang: Komala Grafika,
2006), 32-33.
10 Anton Ramdan, Islam dan Astronomi, (Jakarta: Bee Media Indonesia, 2009), 26-27

11 Stanley, R. Darren, Quadrant Construction and Aplication in Western Europe During the Early Renaissance, (Kanada:

National Library, 1994), 15


4
mujayyab lebih sederhana daripada astrolabe. Kuadran, yang berbentuk seperti
kepingan sembilan puluh derajat dan tidak terlalu rumit, dapat difungsikan untuk
memecahkan seluruh masalah yang berhubungan dengan pemetaan ruang langit
untuk ketinggian tertentu.12
Pada abad ke-9 rubu’ mujayyab mulai dikreasikan di kota Baghdad selama
seribu tahun lebih. Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi pada masa ini diduga
sebagai orang yang pertama kali menggunakan rubu’ Mujayyab. Pada abad ke 11-
12 kaum muslimin dan para astromom di Mesir mulai mengembangkan rubu’
mujayyab. Perputaran harian yang tampak di ruang angkasa tersimulasi dengan
gerak benang tegak yang terletak pada pusat rubu’, dan terdapat sebuah bandul yang
bergerak pada benang ke posisi yang berhubungan dengan Matahari atau bintang
tertentu, posisi tersebut dibaca pada tanda-tanda dalam rubu’. Pada abad ini, rubu’
mujayyab digunakan untuk pemecahan masalah-masalah standar pada astronomi
ruang untuk garis lintang tertentu.13
Pada abad ke-14 M, Ibnu Syatir menjadi salah satu ilmuan yang memberikan
keuntungan besar dengan menciptakan banyak karya mengenai rubu’ mujayyab,
meliputi tata cara penggunaan dan kontruksinya. Selain Ibnu Syatir, ada juga tokoh
instrument yang diakui memiliki kontribusi dalam instrument klasik ini adalah Ibnu
Saraj. Beliau merancang rubu yang unik dan halus dibuat bukan dari kuningan atau
kayu melainkan dari gading.
Rubu’ mujayyab mempunyai dua garis lintang. Bagian dalam, perangkat tanda
standar di bagian depan yang berfungsi sebagai garis lintang Kairo dan bagian luar
sebagai garis lintang Damaskus. Pada bagian belakang rubu’ mujayyab terdapat
kisi-kisi standar untuk menyelesaikan masalah-masalah geometri secara numeric.
Jenis rubu’ ini disebut dengan nama rubu’ Mesir. Kedua tokoh instrument ini dalam
pengembangannya tertulis pernah melakukan korespondensi.14
Pada tahun 1480, tepatnya pada abad pertengahan ke-14, para astronom
Portugis telah mengatur strategi untuk menentukan lintang dengan bantuan posisi
matahari sebagai patokan perpindahan utara dan selatan khatulistiwa dengan musim
yang dinamakan dengan deklinasi. Secara sederhana, para pelaut yang dapat
melakukan penentuan altura dan lintangnya menggunakan kuadran dengan cara

12
Sakirman, Spirit Budaya Islam Nusantara dalam Konstruks “Rubu’ Mujayyab, dalam “ENDOGAMI : Jurnal Ilmiah Kajian
Antropologi” (IAIN Lampung, Program Study Antropologi, 2018), 117
13
Siti Tatmainul Qulub, Ilmu Falak (Dari Sejarah ke Teori dan Aplikasi), (Depok : Rajawali Press, 2017), 68
14
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Khazanah Ilmu Islam, 365.
5
mengambil ketinggian matahari di tengah hari, lalu mengoreksi sederhana untuk
posisi matahari selatan atau utara khatulistiwa menurut tanggal.15
Menurut Howard R. Turner pada abad ke-16, ditemukan sebuah rubu’ yang
terbuat dari kuningan dengan ukiran yang indah yang terletak di daerah Afrika
Utara. Rubu’ ini dilengkapi kisi-kisi sinus standar guna melakukan fungsi
trigonometri. Pada abad pertengahan kisi-kisi tersebut sebanding dengan penggaris
geser yang digunakan sekarang. Lingkaran luar mungkin menunjukkan ekuator
langit, lingkaran terkecil tidak memiliki fungsi yang jelas serta tidak diberi tanda.
Pada abad ke-16, astrolabe telah digantikan oleh rubu’ di dunia Muslim kecuali
Persia dan India dan terus dikembangkan secara umum sampai abad ke-19.16

2. Mengenal Rubu’ Mujayyab

Secara bahasa, kata rubu mujayyab dua kata yang berasal dari bahsa arab yaitu
rubu’ yang berarti seperempat dan mujayyab yang berarti sinus. Dalam sejarah
keilmuan falak klasik, rubu’ mujayyab mempunyai beragam nama yakni : rubu’
da’iry, dzat ar-rubu’ ar-rub’iyyah, rubu’ al-mujayyab, rubu’ al-muqanthar, rubu’
asysyakazy, rubu at-tam, rubu’ afaqy, rubu’ zarqalah, rubu’ misthary, rubu’
maqthu’ rubu’ hilaly, dan rubu’ jami’. Semua jenis rubu’ ini memiliki desain, cara
penggunaana dan skala yang berbeda namun fungsinya sama.

Gambar 1 : Bentuk rubu’ mujayyab

15
Siti Tatmainul Qulub, Ilmu Falak (Dari Sejarah ke Teori dan Aplikasi), (Depok : Rajawali Press, 2017), 69
16
Hendro Setyanto, Rubu’ Al-Mujayyab, Pudak Scientific, 5

6
Rubu’ Mujayyab adalah salah satu instrumen klasik yang tercipta dari
kontribusi astronomi atau ilmu falak. Rubu’ mujayyab dibuat dalam bentuk
seperempat lingkaran dan dapat membantu dalam perkembangan ilmu astronomi
dan ilmu falak. Alat ini pada masanya menjadi bukti kemajuan peradaban keilmuan
falak. Adanya rubu’ mujayyab dalam dunia ilmu falak sangat membantu
menyelesaikan masalah - masalah astronomi misalnya dalam memecahkan masalah
trigonometri. Dalam perkembangannya, alat ini menjadi instrumen yang secara
fungsional dapat memiliki tiga fungsi utama yaitu : alat ukur, alat untuk
menghitung, dan tabel astronomi. Sehingga umat Muslim memanfaatkan alat ini
untuk menentukan waktu-waktu penting, misalnya waktu shalat.
Pada abad ke-16 M, Rubu’ mujayyab pernah menjadi alat hitung utama.
Meskipun ada alat yang lebih fungsional yakni astrolabe, namun karena kemudahan
dalam penggunaannya, alat ini dijadikan sebagai alat bantu utama. Rubu’ mujayyab
yang juga digunakan untuk mengetahui tinggi benda langit digunakan oleh umat
Muslim untuk menentukan waktu-waktu shalat dan arah kiblat karena bentuknya
yang seperempat lingkaran. Rubu’ mujayyab juga merupakan sebuah alat yang
berbentuk sexagesimal. Yang terbuat dari bahan kayu, kuningan dan ada juga yang
terbuat dari gading. Menariknya alat kuno ini masih sering digunakan di dunia ilmu
falak, khususnya di pondok pesantren yang ada di Indonesia.
Hal ini dikarenakan rubu’ mujayyab menjadi alat utama untuk mewakili
perhitungan dalam astronomi sebelum adanya kalkulator. Dalam istilah astronomi
Rubu’ mujayyab di sebut quadrant yang berarti salah satu awal yang sederhana dan
digunakan untuk mengukur astronomi, survei, dan navigasi. Rubu’ mujayyab
merupakan alat dengan bentuk seperempat lingkaran guna menghitung fungsi
goniometri seperti derajat tinggi benda.17
Menurut Hendro Setyanto, rubu’ mujayyab (kuadran sinus) merupakan alat
hitung astronomis yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan segitiga bola
dalam ilmu astronomi.18 Rubu’ mujayyab menurut Ensiklopedi Hisab Rukyat
merupakan alat dengan bentuk seperempat lingkaran untuk menghitung fungsi
geniometris yang sangat berguna dalam menentukan peredaran benda-benda langit
pada lingkaran vertikal.19

17
Khaeruddin, Dasar-Dasar Ilmu Falak, (Karawang: T.P., 1998), 38.
18 Setyanto Hendro, Rubu’ Al-Mujayyab, (Bandung: Pudak Scientific, 2002), 1.
19
Azhari, Susiknan, Ensiklopedi Hisab Rukyat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 181.
7
Rubu’ mujayyab dalam penggunaannya dipasang dengan posisi vertikal
maupun horizontal tergantung pada kebutuhannya. Posisi vertikal adalah posisi
rubu’ mujayyab sejajar dengan batang statif. Posisi ini biasanya berguna untuk
mengukur tinggi benda misalnya tinggi bintang, matahari, bulan, gunung, dan
gedung. Sedangkan posisi horizontal adalah posisi rubu’ mujayyab berada tegak
lurus dengan tiang. Posisi ini digunakan untuk menentukan arah kiblat dan arah
utara selatan bumi.20
a. Konsep Perhitungan Trigonometroi Rubu’ Mujayyab
Konsep perhitungan trigonometri Rubu' didasarkan pada konsep perhitungan
Sexagesimal yang bernilai 60, dimana sin 90° = cos O° = 60°, dan sin 0° = cos
90° = 0°. Yang biasa digunakan adalah perbandingan dengan konsep
trigonometri sin 90° = Cos O° = 1°, dan sin 0° = cos 90° = 0°. Hal tersebut
berdasarkan pada perbandingan nilai dari trigonometri rubu' dan trigonometri
biasa adalah (60 : 1). Jadi, untuk mendapatkan nilai perhitungan trigonometri
biasa yang sama, harus dibagi dengan nilai 60.
1. Persamaan Sinus
Sinus adalah perbandingan sisi segitiga yang berada di depan sudut dan
memiliki sisi miring dengan syarat segitiga tersebut adalah segitiga siku-
siku atau salah satu sudut segitiganya 90°).
2. Persamaan Cosinus
Cosinus di dalam Matematika dijelaskan sebagai perbandingan sisi segitiga
di samping sudut dengan sisi miring dimana segitiga itu adalah segitiga siku-
siku atau salah satu sudut segitiganya 90°). Nilai cosinus dalam rubu' adalah
Jaib at-tamam yang menjadi sudut yang dijelaskan sebagai sinus dari bagian
sudut tersebut.
3. Persamaan Tangen
Tangen merupakan perbandingan sisi segitiga yang posisinya beradà di
depan sudut dengan sisis segitiga yang terletak disudut, dimana segitiga itu
adalah segitiga siku-siku atau salah satu sudut segitiganya 90°).
b. Kelebihan Rubu’ Mujayyab
- Rubu’ mujayyab merupakan alat hitung multifungsi, tidak hanya sebagai
alat hitung biasa seperti Kalkulator, tetapi alat ini juga dipakai sebagai alat

20
Setyanto, Hendro, Rubu’ Al-Mujayyab, (Bandung: Pudak Scientific, 2002), 2.
8
untuk mengukur ketinggian suatu benda, kedalaman sumur dan ketinggian
benda langit.
- Alat ini merupakan alat yang menampilkan Tabel Astronomi, sehingga
dapat digunakan untuk mencari Deklinasi Matahari dan Data lainnya.
c. Kelemahan Rubu’ Mujayyab
- Rubu’ mujayyab menampilkan data yang kurang detail.
- Dalam penentuan data dan pengambilannya, rubu’ mujayyab tergantung
pada kecermatan Penghitung dan tingkat keakuratannya masih rendah.
- Khusus untuk susunan dan rumus mencari Arah Kiblat masih terpisah-
pisah.

3. Bagian - Bagian Rubu’ Mujayyab


a. Markaz
Titik pusat rubu’ mujayyab ini dinamakan markaz. Markaz memiliki sebuah
lubang kecil yang berfungsi untuk memasang benang halus yang disebut khoit.
b. Qaus al-Irtifa’
Busur yg mengelilingi rubu’ mujayyab dinamakan qous al-irtifa’. Bagian ini
memiliki skala 0 sampai 90 derajat yang berawal dari kanan ke kiri. 1 derajat
serupa dengan 60 derajat. Ketelitian dalam membaca skalanya adalah sebesar
0,1250.
Qaus al-irtifa’ terbagi kedalam 18 kotak dan dalam setiap kotak memiliki
nilai 5 derajat. Qaus al-irtifa’ dibagi menjadi 12 buruj. Dari semua buruj ini
dibagi lagi menjadi dua bagian yakni syimaliyah (Utara) dan janubiyah
(Selatan). Dimana yang termasuk syimaliyah yaitu haml, jauza, tsaur, sarathan,
asad, dan sumbulah. Dan yang termasuk janubiyah adalah mizan, aqrab, qous,
jadyu, dalwu, hut.
c. Jaib at-Tamam
Jaib at-Tamam adalah bagian sisi kanan atau garis lurus yang ditarik dari
markaz ke awal qaus. Jaib at-Tamam memiliki skala dari 0 sampai 60 derajat.
Setiap titik satuan skala tersebut ditarik garis yang lurus sampai ke qaus. Jaib
at-tamam menjadi sinus dari tinggi suatu benda langit yang dilihat.
d. As-Sittini
As-sittini adalah bagian sisi kiri atau garis lurus yang ditarik dari markaz ke
akhir qaus. As-sittini juga dibagi menjadi 60 sama dengan jaib at-tamam.
9
e. Dairat tajyib
Dairat tajyib adalah busur berbentuk setengah lingkaran yang dibuat dengan
radius ½ kali radius busur utama, salah satunya yakni yang dimulai dari markaz
sampai akhir qaus dinamakan at-tajyibul awal. Adapun yang dinamakan
attajyibul tsani yakni bermula dari markaz dan berakhir pada awal qaus.

Gambar 2 : Bagian-bagian rubu’ mujayyab.

f. Jaib al- Mabsuthah


Jaib al-mabsuthah merupakan setiap titik satuan skala yang ditarik garis lurus
dari as-sittini ke arah qaus irtifa’. Skala jaib ini juga memiliki besar yang sama.
g. Jaib al-Mankusah
Jaib al-mankusah merupakan setiap titik satuan skala yang ditarik garis lurus
dari jaib at-tamam ke qaus irtifa’. Skala jaib tersebut memiliki besar yang sama.

10
h. Dairot al-Mail al-A’dhom
Dairot al-Mail al-A’dhom adalah satu garisan melengkung dengan bentuk busur
¼ lingkaran. Bagian ini menunjukkan deklinasi maksimum matahari sebesar
23o27’. Jarak Dairot al-Mail al-A’dhom dari markaz sepanjang 24o. Satu
ujungnya pada as-sittini dan satu pada jaib at-tamam.
i. Qaus al-Ashraini
Qaus al-ashraini adalah dua garis yang terputus-putus. Permulaan garis al-
ashraini adalah dari awal qaus hingga 42,33o yang disebut ashar awal. Dan satu
lagi sampai 26,5o yang disebut ashar kedua.
j. Qaimatu-zilli
Qaimatu-zilli merupakan dua garis dengan titik-titik. Salah satunya yakni
qaimatu-silli mabsuth yang berawal dari sittini ke qaus itrtifa’. Satu lagi yakni
qaimatu-silli mankus yang berawal dari jaib at-tamam ke qaus irtifa’.
k. Hadafah
Hadafah merupakan lubang pengintai dan posisinya sejajar dengan as-Sittini
yang terdapat di dalam rubu’.
l. Khoit
Khoit adalah benang halus yang dipasang ke dalam lobang kecil pada markaz.
m. Muri
Muri merupakan benang pendek yang diikatkan pada khoith yang bisa digeser
naik turun dan memiliki warna yang berbeda dengan warna khoith agar mudah
dilihat. Muri dipasang sesuai dengan kebutuhan pemakai.
n. Syaqul
Syaqul merupakan bandul yang diikatkan oleh benang khoit sebagai pemberat.
o. Awwal al-Qaus
Awwal al-qaus merupakan bagian busur yang posisinya berimpit dengan sisi
jaib at-tamam.
p. Akhir al-Qaus
Akhir al-qous merupakan bagian busur yang posisinya berimpit dengan sisi as-
sittini. Dari permulaan qaus hingga akhir qaus dibagi dengan skala derajat 0
sampai 90o.

11
4. Fungsi Rubu’ Mujayyab
Rubu’ mujayyab secara umum memiliki tiga fungsi utama, yakni : pertama,
berfungsi sebagai alat hitung, dimana rubu’ mujayyab bisa dilepaskan dari statifnya
dan diposisikan secara horizontal. Kedua, berfungsi sebagai alat ukur, dimana rubu’
mujayyab dapat mengumpulkan data pengamatan atau data fisik yang kemudian
dapat dikembangkan lagi dengan menggunakan persamaan tertentu tergantung pada
kebutuhan pemakai. Ketiga, berfungsi sebagai tabel astronomi, dimana didalam
rubu’ ada garis-garis yang menampilkan data-data astronomi, misalnya posisi
matahari dalam bujur ekliptika dan deklinasi matahari.
a. Rubu’ Mujayyab Sebagai Alat Hitung
Fungsi utama rubu’ mujayyab adalah sebagai alat hitung sudut atau yang
disebut dengan ortoginal grid.21 Yang selanjutnya dikembangkan dengan
persamaan tertertu sesuai kebutuhan pemakai.22 Fungsi rubu’ mujayyab sebagai
alat hitung ini dimanfaatkan oleh orang muslim sebagai penentu arah kiblat dan
awal waktu sholat.
Langkah-langkah dalam menentukan arah kiblat dengan menggunakan
rubu’ mujayyab adalah harus mengetahui arah barat, timur, selatan dan utara.
Caranya sebagai berikut:
1. Dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan kompas.
2. Dapat menggunakan cara sebagai berikut :
a). Membuat lingkaran di tanah datar, dan diberi kayu ditengah
lingkaran tersebut, dan memiliki panjang sama dengan jari-jari,
dan kayu tersebut harus berdiri tegak dan lurus.

b). Kayu tersebut pastinya memiliki bayangan dari matahari, saat pagi
bayangan tersebut memanjang disebelah Barat, bayangan itu
perlahan berkurang jika semakin siang. Kemudian diberi titik
sebagai tanda di ujung bayangan tersebut, kalau bayangan masuk
dalam lingkaran. Dan titik tersebut dinamakan titik masuk.

c). Selanjutnya bayangan tersebut akan berposisi di sebelah timur saat


matahari berada di sebelah barat, hal tersebutlah yang disebut

21
Hendro Setyanto, Petunjuk penggunaan rubu’ al-mujayyab, (Bandung, Pudak Scientific, 2002), 5.
22
Ibid, 14
12
bayangan keluar. Kemudian berilah titik sebagai tanda jika
bayangan sudah berada di garis lingkaran tersebut.

d). Kemudian diberi garis antara titik masuk dan titik keluar dan yang
dihasilkan adalah garis barat dan timur. Titik bayangan masuk akan
ditandai sebagai arah barat, dan titik bayangan keluar ditandai
sebagai arah Timur.

e). Selanjutnya, diberi garis tengah pada lingkaran, maka akan


menghasilkan arah utara dan selatan.

b. Rubu’ Mujayyab Sebagai Alat Ukur


Rubu mujayyab digunakan untuk mengukur ketinggian benda langit,
menghitung jarak sekaligus memprediksi arah atau koodinat. Sebagai alat ukur,
rubu’ mujayyab mengumpulkan data pengamatan atau data fisik yang kemudian
dapat dikembangkan lagi dengan menggunakan persamaan tertentu tergantung
pada kebutuhan pemakai.

c. Rubu’ Mujayyab Sebagai Tabel Astronomi


Rubu’ mujayyab merupakan alat astronomi yang berbrntuk seperempat
lingkaran. Didalam rubu’ mujayyab, terdabat gambarang tabel astronomi untuk
membantu pemakai dalam menggunkan alat ini.

Gambar 3 : Tabel astronomi pada rubu’ mujayyab.


13
C. Penutupan
a. Saran
Berdasarkan penjelasan yang sudah saya pelajari, menurut saya alat instrumen
klasik rubu’ mujayyab masih sangat perlu untuk dipelajari di zaman sekarang.
Fungsi dari rubu’ mujayyab masih sangat dibutuhkan bagi perkembangan islam.
Misalnya pada penentuan awal waktu sholat. Rubu’ Mujayyab menjadi bukti bahwa
pada masanya umat Islam pernah berjaya dalam keilmuan astronomi

Secara penggunaan, rubu’ mujayyab memiliki kelebihan yakni hasilnya lebih


akurat dibandingkan alat instrumen klasik astrolabe. Hal ini juga didukung dengan
cara penggunaan rubu’ mujayyab yang lebih mudah. Salah satu Urgensi Rubu'
Mujayyab dalam dunia islam adalah sebagai alat perangkat hitung astronomis untuk
memecahkan permasalahan astronomi bola yang terkait dengan rukyat al-hilal dan
menentukan posisi arah kiblat.

Dalam dunia Metematika, rubu’ mujayyab dinilai sangat diperlukan untuk


persamaan trigonometri dan tabel trigonometri. Maka dari itu, perlu bagi kita untuk
mempelajari alat instrumen klasik rubu’ mujayyab termasuki juga memahami
komponen-komponen rubu’ mujayyab dan cara pengaplikasiannya agar alat ini terus
berkembang dan tidak sampai punah seiring berjalannya waktu.

14
DAFTAR PUSTAKA

Butar-Butar, Arwin Juli Rakhmadi. 2016. Khazanah Astronomi Islam Abad Pertengahan.
Purwokerto: UMP Press.
Ismail, Baharrudin Z. Mat Rofa. 2010. Trigonometric Solutions Using Sine Quadrant. Procedia
Social and Behavioral Sciences.
Setyanto, Hendro. 2004. Rubu Al-Mujayyab : Concept and Practice in Indonesia. Astronomical
Instruments and Archives from the Asia -Pasific Region.
Wahyu. 2011. Ilmuwan Muslim Perintis Sains Modern. Yogjakarta: Diva Press.
Turner, Howard R. 1997 Science In Medieval Islam, an Illustrated Introduction. Austin:
University Of Texas Press.
Sakirman. 2018. Spirit Budaya Islam Nusantara Dalam Konstruks “Rubu‟ Mujayyab.
Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi.
Rohr, Rene R. J. 1970. Sundial: History, Theory and Practice. Toronto: University of Toronto
Press.
Izzudin, Ahmad. 2006. Ilmu Falak Praktis: Metode Hisab Rukyah Praktis dan
Permasalahannya. Semarang: Komala Grafika.
Ramdan, Anton. 2009. Islam dan Astronomi. Jakarta: Bee Media Indonesia.
Stanley, R. Darren. 1994. Quadrant Construction and Aplication in Western Europe During the
Early Renaissance. Kanada: National Library.
Qulub, Siti Tatmainul. 2017. Ilmu Falak (Dari Sejarah ke Teori dan Aplikasi). Depok :
Rajawali Press.
Khaeruddin. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Falak. Karawang: T.P.
Azhari, Susiknan. 2005. Ensiklopedi Hisab Rukyat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

15

Anda mungkin juga menyukai