Anda di halaman 1dari 20

Sejarah Perkembangan Observatorium di dunia keilmuan Islam

(Abad 8-15 M)
(Haeruman Jayadi_2202048033)

1. Introduction
Setiap peradaban setidaknya menyebutkan beberapa observatorium tertentu
dalam catatan sejarahnya. dibangun untuk orang-orang berkumpul dan memulai
pengamatan mereka terhadap alam semesta di luar planet kita. Umumnya
observatorium terletak di atas bukit, di puncak gunung, bahkan di laut. Sejak abad ke-
8, peradaban Muslim telah memelopori pembangunan observatorium dan
menciptakan teknologi yang diperlukan. Kehormatan pribadi para khalifah,
khususnya Bani Abbasiyah, khususnya Khalifah al-Mamun yang giat mengumpulkan
segala ilmu pada masa kekhalifahannya, membantu mencapai kemajuan besar dalam
hal ini. Observatorium dan institusi lainnya sedang dibangun di peradaban Muslim di
bawah pengawasan Khalifah dan tentunya mendapat sponsor langsung dari
pemerintah.1
Observatorium astronomi bertujuan mengumpulkan data ilmiah yang sesuai
dengan keperluan. Misalnya, tabel astronomi (zij) disusun dalam jangka waktu
pengamatan matahari dan bulan yang panjang, menghasilkan informasi akurat tentang
tanggal, waktu sholat dan kiblat. Pada awalnya sebagian besar instrumen astronomi
diperoleh dari peradaban sebelumnya yang memberikan dasar-dasar astronomi bagi
dunia Islam, seperti peradaban Yunani, India, dan Persia. Terinspirasi oleh ide-ide
mereka, para ilmuwan Muslim mempelajari dan mengembangkan instrumen yang
melampaui instrumen lainnya. Lebih dari 600 astrolab, lebih dari 150 bola dunia, dan
beberapa lusin kuadran dan jam matahari merupakan instrument-instrumen Islam
yang bertahan sejak abad ke-19.
Pada akhirnya kita harus menyatakan bahwa peradaban Islam memang
merupakan tempat lahirnya observatorium. Observatorium Eropa awal tumbuh dari
observatorium Islam abad pertengahan, dan pengaruhnya masih terpatri dalam
astronomi hingga saat ini. Sini. fondasi observatorium telah diletakkan oleh umat
Islam jauh sebelum era revivalisme Barat dikenal dunia. Observatorium-
observatorium ini dibangun di belahan dunia lain (selain Barat), dalam rentang waktu
yang berbeda, membuktikan bahwa para ilmuwan Muslim memberikan perlakuan
khusus terhadap astronomi dalam peradaban mereka. Ditujukan untuk memenuhi
kewajiban pesan-pesan Al-Qur'an untuk merenungkan dan merenungkan ciptaan,dan
1
Nur Farahin Bt. Ahmad Ghazi, ‘Muslim Contributions to the Word’, Islamic Herald, 34.2
(2017), 52.
sangat menjunjung tinggi upaya ilmiah, landasan studi ilmiah tentang bintang-bintang
dan alam semesta adalah untuk memenuhi ibadah. Lebih jauh lagi, keselarasan antara
ilmu pengetahuan dan Islam terlihat jelas melalui kecerdasan dan kebijaksanaan para
khalifah yang mendambakan prestasi ilmu pengetahuan tentang benda-benda langit
demi kesejahteraan umat Islam dan kepentingan ilmu pengetahuan.

2. Review Literatur Sejarah Observatorium


2.1. Terminologi Observatorium
Observatorium (Arab: almarshad, al-marāshad) berasal dari kata ‘ar-rashd’
yang bermakna ‘pengamatan yang cermat’ (almulahazhah ad-daqiah). Al-marshad
bermakna mauqi’ ar-rashd atau maudhi’ ar-rashd, yaitu tempat menjaga atau tempat
mengawasi. Dari makna literer ini dapat difahami bahwa rashd berarti observasi,
sedangkan marshad berarti tempat observasi atau observatorium. Dalam khazanah
intelektual Islam klasik, observatorium disebut juga dengan ar-rashd, dār ar-rashd
dan bait, ar-rashd. Secara terminologis, observatorium adalah sebentuk bangunan
tempat dimana dilakukan pengamatan benda-benda langit yang mana pengamatan
tersebut tercatat. Observatorium sangat identik dengan instrumen-instrumen yang
beragam disamping lokasi tempat beradanya yang strategis. Dalam konteks modern,
observatorium dapat dinyatakan sebagai warisan sekaligus sumbangan yang teramat
berharga dari peradaban Islam. Menurut Nasr, observatorium sebagai sebuah institusi
ilmiah merupakan kontribusi orisinal peradaban Islam.2
2.2. Observatorium di Dunia Islam
kegiatan observasi sejatinya sudah ada jauh sebelum peradaban Islam datang,
karena pengamatan merupakan kegiatan keseharian manusia. Di peradaban Islam
sendiri kegiatan observasi di sebuah observatorium tampak berjalan secara alami
yang di mulai dari sejak abad 2/8 sampai abad 8/14.2 Dapat dikatakan, hampir di
seluruh bagian wilayah Islam abad pertengahan memiliki aktifitas observasi
(observatorium) yang umumnya bersifat pribadi dan dipimpin oleh seorang astronom,
dan observatorium ini berakhir tatkala sang tokohnya meninggal dunia.3
Kurun berikutnya berdiri sejumlah observatorium yang memiliki pengaruh
besar terhadap perkembangan pengetahuan astronomi Arab yang tersebar di Tmur
dan Barat, meskipun di Timur tampak lebih dominan. Pada awalnya, kegiatan
observasi banyak dilakukan di masjidmasjid karena keterkaitan masjid-masjid
2
Muhammad Qorib,‘Aspek Sosial-Intelektual Observatorium Dalam Islam’, Al-Marshad:
Jurnal Astronomi Islam Dan Ilmu-Ilmu Berkaitan, 5.1 (2019), 111–21
<https://doi.org/10.30596/jam.v5i1.3127>.
3
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, ‘Urgensi Dan Kontribusi Observatorium Di Era
Modern’, Tarjih: Jurnal Tarjih Dan Pengembangan Pemikiran Islam, 13.2 (2016), 141–54.
tersebut dengan sistem pewaktuan ibadah, utamanya waktu-waktu salat. Bahkan,
adakalanya kegiatan observasi di sebuah masjid tampak lebih intensif dilaksanakan,
seperti dilakukan Ibn Yunus (w. 399/1008) dan Ibn Syathir (w. 777/1375), dua tokoh
astronomi terkenal asal Mesir dan Suriah. Selain itu, aktifitas observasi juga populer
dilakukan dikalangan astrolog di berbagai belahan negeri Islam, hal ini dilakukan
para astrolog tidak lain karena keterkaitan situasi dan posisi benda-benda langit
tersebut dengan ramalannya.4
Menurut Sayili, dokumentasi observasi pertama di dunia Islam telah ada sejak
tahun 181/800 tatkala Ahmad an-Nahawandi yang mengobservasi gerak matahari di
Jundisapur, Persia. Namun seperti dituturkan Sayili lagi, setelah berlalu beberapa
abad barulah muncul observatorium sebagai institusi sains yang berdiri mandiri.5
2.3. Kontribusi Observatorium sebagai Pusat Pengkajian Benda-Benda
langit
Pada awalnya, tujuan pendirian observatorium adalah dalam rangka
pengkajian dan penelitian benda-benda langit semata. Namun seiring berjalannya
waktu, observatorium memiliki jangkauan lebih luas yaitu dengan
menyelenggarakan pengajaran astronomi dan diskusi ilmiah. Namun oleh karena
sifatnya yang sangat praktis dan empiris serta membutuhkan peralatan-peralatan
khusus menyebabkan observatorium sebagai lembaga ilmiah tidak begitu menyebar
luas di dunia Islam abad pertengahan dibanding dengan lembaga-lembaga sains lain
seperti bait al-hikmah, perpustakaan dan rumah sakit maupun lembaga pendidikan
Islam par excellence masjid dan madrasah.6
Selain itu observatorium juga mendorong terciptanya instrumen-instrumen
astronomi baik hasil adaptasi-modifikasi terdahulu maupun yang baru. Di
observatorium Maragha misalnya, terdapat beberapa instumen yang lahir dan
berkembang melalui observatorium antara lain dzāt al-halq yang terdiri lima
lingkaran yang terbuat dari seng. Masing-masing lingkaran itu adalah lingkaran
setengah hari, lingkaran katulistiwa, lingkaran zodiak, lingkaran lintang, dan
lingkaran deklinasi. Selain itu juga ada instrumen astronomi lingkaran matahari (ad-
dā’irah asysyamsiyyah) untuk mengetahui zenitzenit bintang (planet). Tentu juga ada
instrumen astronomi astrolabe.7

4
Butar-Butar.
5
Qorib.
6
M.A. DR.HASAN ASARI, MENYINGKAP ZAMAN KEEMASAN ISLAM (Bandung:
Ciptapustakan media, 2007).
7
Qorib.
Observatorium adalah institusi sains di peradaban Islam yang memiliki fungsi
dan posisi strategis dalam kehidupan masyarakat. Selain sarana mengakuratkan
waktu dan lokasi ibadah, observatorium juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan
sains yang mengintegrasikan keimanan, keislaman, sains, dan empirik. Dalam
konteks peradaban Islam, observatorium merupakan miniatur majunya sebuah
peradaban (bangsa).8

3. Method
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan sesuatu yang ada di dalamnya sejarah Observatorim didunia
keislaman. Khususnya dalam rentan yang cukup Panjang diantara abad ke 8 sampai
dengan abad 15 dengan begitu bnyak keilmuan yang hasilakan dalam periode ini
yang khususnya dalam ilmu astronomi. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam
hal ini Penelitian ini menggunakan pendekatan historis dengan langkah-langkah
heuristik, verifikasi (kritik sumber), interpretasi (analisis), dan historiografi. Sumber
Data dalam penelitian ini adalah karya tekstual sejarah seperti buku, dokumen, dan
catatan sejarah yang erat hubungannya dengan penelitian ini. Lebih-lebih lagi,
metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan literatur, kemudian
memilih, mengklasifikasikan, memverifikasi, mensistematisasikan, dan akhirnya
menganalisis terhadap data. Dan yang terakhir, proses analisis dilakukan bersamaan
dengan data proses pengumpulan. Artinya analisis data dilakukan pada saat itu proses
pengumpulan dan setelah data dikumpulkan secara keseluruhan, beserta datanya
pengumpulan, analisis dilakukan untuk mempertajam fokus pengamatan dan
memperdalam permasalahan yang relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti.

4. Resulth
Abad kedelapan sampai abad kelima belas. Beberapa penemuan terjadi di
observatorium. Dalam perjalanannya, para ilmuwan di observatorium memanjakan
diri mereka dalam mempelajari pergerakan planet serta memecahkan ide-ide
astronomi yang bertentangan dengan pemahaman mereka. Sebagai gambaran, sistem
geosentris Ptolemeus dipilih sebagai titik awal penelitian mereka sekitar pertengahan
abad ke-8. Belakangan, mereka menolaknya dan mulai mencari sistem baru dan lebih
baik sebelum akhir abad ke-12. Dalam kesempatan ini kami akan menjelaskan
beberapa Observatorim yang mewarnai keilmuan dalam bidang astronomi yang
menghasilan instrument-isntrumen dan table asntronomi yang di pakai hingga
sekarang, beberpa diantaranya sebagai berikut:

8
Ika Yulianti and Muhammad Hidayat, ‘Manajemen Observatorium Ilmu Falak Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara’, POAI : Prosiding Observatorium Dan Astronomi Islam, 1.1 (2020).
4.1. The Shamasiya observatory (828 M)
Observatorium pertama yang dibangun dalam sejarah peradaban Islam adalah
Observatorium Shammasiyyah di Bagdad. Dibangun atas perintah Khalifah al-
Ma'mun dan mulai beroperasi pada tahun 828 M (Ibnu Sa'id, 1912). Khalifah al-
Ma'mun telah menunjuk Sanad bin 'Ali sebagai salah satu ilmuwan yang memelihara
Observatorium Shammasiyyah. Ia awalnya seorang Yahudi namun telah memeluk
Islam. Sebelum berpindah agama, ia bertanggung jawab membangun rumah ibadah di
sekitar Bagdad (Shami, 1997). Dia adalah seorang ilmuwan penting untuk
observatorium dan diberi tugas oleh Khalifah al-Ma'mun untuk menemukan dan
membangun perangkat astronomi untuk observatorium tersebut (Sayili, 1960).
Ilmuwan lain yang ditunjuk Khalifah al-Ma'mun untuk bekerja di observatorium
tersebut antara lain Yahya bin Abi Mansur dan al-'Abbas bin Sa'id al-Jawhari. Yahya
bin Abi Mansur termasuk salah satu ilmuwan paling terkemuka di kalangan Khalifah
al-Ma'mun. Ia dianggap oleh Khalifah al-Ma'mun sebagai ahli astrologi yang sangat
berharga (Sayili, 1960). Ia juga telah merumuskan tabel pergerakan planet dan
menyusunnya bersama tabel observasi lainnya dalam bukunya yang berjudul Zij al-
Mumtahan (Tabel Teruji). Tabel ini menjadi sangat terkenal dan merupakan salah
satu tabel paling awal yang dihasilkan oleh seorang ilmuwan astronomi saat itu
(Quraishi, 1983). Dan Sa'id al-Jawhari atau al-'Abbas bin Sa'id al-Jawhari, juga
merupakan salah satu ilmuwan paling awal yang bekerja untuk Khalifah al-Ma'mun
(Shami, 1997). Ia terkenal karena keahliannya dalam geometri, pergerakan dan posisi
planet, serta perhitungan astronomi. Kedua ilmuwan ini termasuk individu yang
melakukan pengamatan astronomi di Bagdad pada tahun 829 hingga 830 M dan di
Damaskus pada tahun 823 hingga 833 M (Kahhalah, 1972).9
Observatorium Shamasiya adalah bagian dari BaItul Hikmah (House of
Wisdom) yang juga didirikan oleh al-Mamun di Bagdad. Ini disebut dengan khazanah
Kutub al-Hikmah (Perpustakaan Kebijaksanaan) karena terdiri dari perpustakaan
yang melakukan penerjemahan banyak karya ilmiah dan filosofis. Ahli matematika
terkenal al-Khawarizmi (780-850) pernah menjadi pustakawan di lembaga sains ini.
Dia adalah salah satu orang pertama yang menghitung tabel astronomi.10
4.2. Mount Qasiyun Observatory (830/831 M)

9
Wan Kamal Mujani, Ibnor Azli Ibrahim, and Mohd Hafiz Safiai, ‘Observatories in Islamic
History’, Advances in Natural and Applied Sciences, 6.8 (2012), 1370–73.
10
by Zakaria Virk, ‘A Brief History of Observatories in the Islamic World’, Sky & Telescope,
USA., 38.0034 (2000), 63.
Khalifah Al-Ma’mun juga memerintahkan pembangunansebuah
observatorium di Gunung Qasiyun pada tahun 831. Ahli astronomi yang bertugas di
obsevatorim ini adalah Khalid seorang astronom penting di sini yang melakukan
pengamatan terhadap bintang tertentu di konstelasi Leo . selain itu ada ilmuan muslim
lainnya seperti Ali ibn Isa al-Ustarlabi (w.832) yang pembuat instrmen seklaigus
yang menulis risalah tentang astrolabe. Setelah Al-Ma’mun meninggal pada tanggal
10 Agustus 833 (218 H) sebagaina aktivitas keilmuan terhenti. Namun para Atronom
masih melakukan pengamatan matahari, bulandan beberapa penyelidikan terhadap
planet-planet dan bintang-bintang tetap yang daftar posisi bintangnya telah disiapkan.
Pekerjaan di Shamasiya dan Qasiyun menghasilkan penemuan pergerakan apogee
matahari (titik terjauh), sedangkan ekuinoksnya (ketika Matahari bersinar tepat di atas
matahari dibuat ekuator suatu planet, dalam pengamatan ini menghasilkan nilai hasil
yang sangat presisi dalam satu tahun penuh. Menurut Umar al-Khayyam alasan
pengamatan ini adalah untuk menetapkan kalender matahari untuk Nawruz, hari
Tahun Baru dalam kalender Persia.
Dari pengamatan ini juga di hasilkan Tabel gerak planet disusun dan disajikan
dalam sebuah buku berjudul Zij Mumtahan ditulis oleh Yahya bin Abi Masnur. Itu
juga disebut Zij Shamasiya. Semua astronom al-Ma’mun menghasilkan Zij (tabel
astronomi) yang menunjukkan fakta bahwa itu adalah salah satu tujuan utama
pendirian observatorium. Salah satu kegiatan astronomi penting yang dilakukan atas
perintah al-Mamun adalah penentuan kiblat. Kunci penentuan tersebut adalah letak
geografis mekah. Al-Mamun menentukan garis lintang dan bujur Mekah melalui
pengamatan gerhana bulan yang dilakukan secara bersamaan di Bagdad dan Mekah.
Para astronom mengukur jarak antara kedua kota ini.
Para Ahli Astronom Al-Mamun sangat konsen dalam bidang astronomi dan
memiliki ketertarikan yang serius terhadap isu-isu tersebut seperti yang ditunjukkan
Dalam ekspedisi melawan Byzantium, al-Mamun memperhatikan bahwa gunung
tinggi yang mereka lewati memiliki pemandangan laut yang indah. Dia
memerintahkan Sanad ibn Ali untuk mendaki ke puncak bukit dan mengukur sudut
kemiringan cakrawala saat matahari terbenam. Hal ini dilakukan dan dimensi bumi
dihitung darinya. Al-Biruni mengatakan dalam bukunya Qanun al-Masudi bahwa dia
sendiri menggunakan metode ini di sebuah bukit di Distrik Jehlum di Pakistan.
Setelah wafatnya Al-Ma’mun, para astronom muslin semakin gencar melakukan
pengamatan dianatarnya:
a. Banu Musa Brothers ( Abū al‐Qāsim, Aḥmad ibn Mūsā ibn Shākir dan Al-Ḥasan
ibn Mūsā ibn Shākir ) melakukan serangkaian observasi setelah wafatnya al-
Ma’mun. mengarahkan pengukuran geodesi Sinjar dan Kufah. Atas instruksi al-
ma’mun, Muhammad dan ahmad melakukan observasi dan pengukuran di bagdad
dan samarra ( 860) untuk mengukur derajat garis lintang bumi.11
b. Habash al-Hasib (864-874) adalah seorang astronom terkemuka al-Mamun yang
melakukan pengamatan selama sepuluh tahun dan menyusun tiga tabel astronomi.
Dia mengamati gerhana matahari tahun 829 M dan menentukan waktunya
berdasarkan ketinggian Matahari.
c. Al-Farghani adalah salah satu astronom terhebat yang dipekerjakan oleh al-
Mamun. Dia menulis sebuah Kitab biaya Harakat al-Samawiya (Elemen
Astronomi) yang memberikan pengaruh besar pada astronomi Eropa. Ini
diterjemahkan oleh Gerard dari Cremona dan pertama kali dicetak pada tahun
1493.
d. Abu Hanifa al-Dinawari (815-895) adalah seorang dokter dan astronom yang
tinggal di Dinawar. Dia menulis sebuah buku Kitab al-Rasaddi mana dia mencatat
pengamatannya pada tahun 849-850 M. dibuat dari atas sebuah rumah di Isphahan.
Dia juga memiliki observatorium swasta (Sahib al-Rasad) di kampung
halamannya.
e. Muhammad ibn Jabir al-Battani (858-929) dianggap sebagai astronom Islam
terbesar. Dia memiliki observatorium pribadi di al-Raqqa (Suriah) di mana dia
melakukan pengamatannya selama empat puluh tahun (887-918). Mejanya yang
dikenal dengan Zij al-Sabi. Mereka berisi katalog bintang tetap untuk tahun 880-
881. Ia membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin. Tabel
astronominya diedit oleh sarjana Italia CA Nallino dan diterbitkan pada tahun
1903 dalam bahasa Arab dan Latin. Dia menggunakan instrumen berikut: 1.
Astrolabe 2. Gnomon untuk pengamatan yang tepat 3. Jam matahari 4. Bola
armillary 5. Penggaris paralaktik 6. Kuadran mural 7. Alidade. Diasumsikan
bahwa instrumen ini memiliki dimensi lebih besar yang diperlukan untuk
mengukur kemiringan ekliptika. Bukunya yang terkenal adalah Kitab al-Zij,
sebuah risalah astronomi dengan tabel, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh
Plato dari Tivoli pada abad ke-12 dengan judul "De Motu Stellarum". Ini pertama
kali diterbitkan di Nuremberg pada tahun 1537. Ia menemukan percepatan sekuler
Bulan. Pada tahun 1773 Akademi Ilmu Pengetahuan Paris memberikan hadiah
kepada Edmond Halley karena memberikan penjelasan tentang percepatan sekuler
Bulan dengan memeriksa catatan gerhana matahari dan bulan yang dibuat oleh al-
Battani .
f. Sulaiman bin Isma melakukan pengamatannya di Balkh untuk mengetahui
kemiringan ekliptika pada tahun 888-890. Dia menggunakan kuadran mural dan
alidade. Dia juga melakukan pengamatan Ekuinoks (siang saat malam dan siang

11
IBRAHIM KALIN, The OXFORD ENCYCLOPEDIA OF PHILOSOPHY, SCIENCE, AND
TECHNOLOGY IN ISLAM.
sama panjangnya) dan Titik Balik Matahari (waktu dalam setahun ketika Matahari
mencapai titik terjauh Utara atau Selatan, sehingga menghasilkan hari terpanjang
atau terpendek).
g. Mansur ibn Talha melakukan berbagai pengamatan terhadap kemiringan di
Khurasan. Al-Biruni mengacu pada pengamatannya untuk menentukan garis
lintang geografis serta gerhananya pengamatan untuk pengukuran garis bujur. Ia
membandingkan garis bujur kota-kota di Khurasan dengan garis bujur kota-kota di
Khurasan Bagdad dan Mekah. Dia meningkatkan nilai garis lintang Mekah yang
ditemukan pada zaman al-Mamun.
h. Ibnu Amajur: Abu al-Qasim ibn Amajur dan putranya Abul Hassan Ali termasuk
di antara astronom Islam terbesar. Dia melakukan pengamatan ekstensif antara
tahun 885-933 dan menghasilkan banyak Tabel seperti yang dicatat oleh Ibn
Yunus. Mereka melakukan pengamatan di Shiraz dan Bagdad, termasuk
pengamatan bintang tetap, serta pengamatan bulan, matahari, dan planet. Miliknya
Zij al-Mirrikh (tabel Mars) sangat terkenal. Konon mereka mengamati bayangan
matahari di dalam air.
i. Abdul Rahman al-Sufi (903-986) terkenal karena karyanya tentang bintang tetap.
Dia mengukur kemiringan ekliptika di Shiraz pada titik balik matahari musim
dingin & musim panas pada tahun 969-970 atas perintah temannya, penguasa
Buwayhid, Adud al-Dawla (936-983). Al-Biruni menyebutkan pengamatan
ekuinoks musim semi dan ekuinoks musim gugur yang dilakukan oleh al-Sufi di
Shiraz. Karya utamanya dengan ilustrasi adalah 'Book of the Fixed Stars' (Kitab
al-kawakib alsabitha al-Musawar) yang dianggap sebagai salah satu dari tiga
mahakarya astronomi Islam, dua lainnya adalah Ibnu Yunus dan Ulugh Bey. 12
j. Ibn al-Alam (w.985) melakukan sebagian besar pengamatannya di Bagdad. Posisi
Mars lebih akurat dalam tabelnya dibandingkan tabel lainnya; Zijnya mendapat
banyak dukungan selama dua abad berikutnya. Abul Wafa al-Buzjani (940-997),
seorang matematikawan dan astronom terkemuka, menyatakan dalam bukunya al-
Majisti bahwa dia banyak melakukan pengamatan untuk penentuan kemiringan
ekliptika di Bab al-Tibn di Bagdad. Al-Biruni rupanya melakukan kontak dengan
Abul Wafa karena mereka berencana mengamati gerhana bulan tahun 997 dan
membandingkan catatannya. Abul Wafa mengamatinya di Bagdad sedangkan al-
Biruni di Khawarizm. Perbedaan waktu setempat ditemukan satu jam.

4.3. Sharaf al-Dawla Observatory (982-989 M)

12
Marzhan Alpysbayeva, ‘How Fake Depictions of Islamic Science Are Relevant in the Quest
of Understanding the Nature of Science and Scientific Knowledge ?’, Europa-Universitas Flensburg,
May, 2022, 12.
Sharaf al-Dawla (memerintah 982– 989), membangun sekstan serupa dengan
radius 12,5m di taman istana kerajaannya dekat gerbang Khattābīn. Sekstan ini
ditempatkan di sebuah gedung dan digunakan untuk melakukan pengamatan titik
balik matahari dan ekuinoks. Ketika pengamatan dilakukan, dua dokumen resmi
dibuat dan ditandatangani oleh al-Qūhī (w. 1000), pemimpin para astronom yang
bekerja di sana, Abū l-Wafā' alBuzjānī (w. 998) dan al-Ṣāgānī (w. .990), serta para
hakim, ilmuwan, dan cendekiawan lainnya yang hadir pada kesempatan tersebut,
bahkan di antara mereka ada seorang biarawan Kristen. Para penandatangan
menyatakan bahwa mereka telah mengamati masuknya Matahari ke dalam tanda
Kanker dan bersaksi tentang keakuratan dan keunggulan instrumen tersebut. Tiga
bulan kemudian, mereka juga menyaksikan masuknya Matahari ke dalam lambang
Libra. Bangunan tersebut disebut denganbayt al-rasad, “rumah observasi,” .13
Selain itu Abu Mahmud Al Khujandi (w.1000) melakukan pengukuran
penting kemiringan ekliptika pada tahun 994 di Jabal Tabruk, dekat kota Ray di Iran.
Instrumen yang dibuat untuk tujuan ini melampaui semua instrumen sebelumnya
dalam hal ukuran; itu terdiri dari busur meridian enam puluh derajat dan disebutal
Suds al-Fakhri (dinamai menurut nama partronnya Fakhar al-Dawla). Suds artinya
bagian keenam (lingkaran). Radiusnya sekitar 20 meter. Ini adalah penemuan al-
Khudanji, dan dengan instrumen ini, derajat, menit dan detik dapat dibaca. Setiap
derajat dibagi lagi menjadi 360 bagian yang sama, dan setiap bagian sepuluh detik
dibedakan berdasarkan skalanya. Busur yang dibangun di antara dua dinding itu
dilapisi dengan kayu, dan pada permukaan kayu tersebut terdapat lembaran tembaga.
Dia memiliki banyak astronom terkemuka pada masanya yang membantunya dalam
pekerjaan ini.
Pada akhir abad kesepuluh, observatorium merupakan institusi khusus dengan
lokasi tetap, yang ditujukan untuk penelitian di bidang astronomi. Isinya banyak
instrumen dan staf ilmiah. Ada penekanan pada pembangunan instrumen berskala
besar. Secara administratif sudah terorganisir dengan baik. Ia juga memiliki direktur
dan diberi semacam status hukum. Program kerjanya meliputi pengamatan planet-
planet, matahari dan bulan, serta penyusunan tabel astronomi baru. Lembaga sebesar
ini tidak dapat berfungsi tanpa dukungan kerajaan; karenanya observatorium adalah
institusi kerajaan.
Abu Rehan Al-Biruni (973-1048) sezaman dengan Ibnu Sena. Ia membangun
beberapa pos pengamatan untuk pengukuran kemiringan ekliptika serta penentuan
letak geografis. Pengamatan paling awal yang dilakukannya pada tahun 990 adalah
13
Mònica Rius-Piniés and Roser Puig-Aguilar, ‘Al-Asfi’s Description of the Zawiya
Nasiriyya: The Use of Buildings as Astronomical Tools’, Journal for the History of Astronomy, 46.3
(2015), 325–42 <https://doi.org/10.1177/0021828615589484>.
pada masa Khawarizm ketika ia masih muda. Ia mengulangi pengukuran garis lintang
di beberapa kota. Dia menyusun ensiklopedia astronomi (Qanun al-Masudi biaya
Haye wal Najum) yang berisi kumpulan 23 pengamatan ekuinoks yang dimulai dari
Ptolemeus, dan diakhiri dengan pengamatan yang dilakukannya sendiri. Al-Biruni
melewati banyak cobaan saat melakukan penyelidikan terhadap garis lintang;
sedemikian rupa sehingga dia membandingkannya dengan cobaan berat yang dialami
Nuh(sebagai)dan Banyak (sebagai), dan berdoa agar dia dapat mengikuti mereka
dalam derajat yang pantas mendapatkan rahmat Allah. Pengetahuan tentang letak
geografis kota penting untuk menentukan arah kiblat dan juga untuk revisi tabel
astronomi. Beliau menyebutkan nilai garis bujur dan garis lintang Mekkah dengan
pecahan lebih kecil dari satu derajat. Untuk mendapatkan ini dia telah menggunakan
instrumen yang cukup besar.
4.4. Cairo Observatory (996-1021 M)
Abul Hassan Ali Ibn Yunus, salah satu astronom Muslim terbesar, penulis
Hakimi Tables adalah penduduk Kairo, tempat khalifah Fatimiyah al-Hakim bi-
Amrillah (996-1021) membangun sebuah observatorium untuknya. Itu terletak di
Gunung Muqattam, dekat Kairo dan merupakan bagian dari Darul Hikmah (Hall of
Science - 1005-1171) didirikan oleh al-Hakim. Observatorium Kairo (Rasad al-
Hakimi) yang merupakan bagian dari Hall of Science, adalah salah satu yang paling
terkenal dalam sejarah Islam. Nama-nama astronom yang bekerja di sini tercatat
dalam sejarah.
Selain di Observatorim Ibnu Yunus juga melakukan pengamatan dari rumah
kakeknya, dan dari atap masjid tua, Al-Jami al-Atiq di Kairo. Rumahnya berada di
kawasan Fustat di Kairo lama, di sebelah barat Qarafa. Dia menentukan garis lintang
tempat ini berkali-kali. Dia dikatakan telah menggunakan instrumen portabel. Dalam
satu contoh ia menggunakan instrumen untuk mengukur kemiringan ekliptika, milik
al-Aziz, ayah al-Hakim. Tabel astronominya berisi pengamatan gerhana dan
meningkatkan nilai konstanta astronomi Miliknya. Instrument yang di gunkan
menyerupai astrolabe dan bertumpu pada dua pilar digunakan untuk melakukan
observasi. Isinya dua belas tanda zodiak dan panjangnya tiga bentang.
observatorium di bukit al-Mukattam sebagai wujud ketertarikan dan minat
terhadap perhitungan astronomi. Astronomi telah dikembangkan oleh ahli astronomi
'Ali bin Yunus, kemudian' Ali alHasan dan Ibnu Haytsam. Oleh karena itu, dalam
periode ini telah dihasilkan tidak kurang dari seratus karya matematika, astronomi,
filsafat, dan kedokteran.14
14
Al Husaini M Daud, ‘The Effect of Fatimid Dynasty Authority Toward the
Development of Islamic Education in Egypt’, Jurnal Ilmiah Peuradeun, 10.1 (2022), 13
4.5. Hamadan Observatory (1023 M)
Abu Ali Sena meyakinkan Ala al-Dawla, Pemimpin Hamadan, bahwa ada
kekurangan dalam ephemeredes (Taqweem) berdasarkan pengamatan lama. Amir
setuju dengan Ibnu Sina untuk membangun sebuah observatorium di Hamadan pada
tahun 1023 untuk pengamatan planet-planet ( Kawakib). Ibnu Sena menugaskan
murid dan penulis biografinya al-Juzjani untuk menyiapkan peralatan yang
diperlukan dan mempekerjakan pembuat instrumen. Ibnu Sina menghabiskan delapan
tahun melakukan observasi termasuk Venus. Konon pengukuran azimuth (timur ke
barat) dan ketinggian (atas dan bawah) dilakukan dengan alat tertentu yang
mewujudkan prinsip mikrometer. Ini dipasang di observatorium yang baru dibangun.
George Sarton menggambarkannya sebagai, ilmuwan Islam yang paling terkenal.15
4.6. Malikshah Observatory (1072-1092 M)
Ini adalah observatorium Islam pertama yang berfungsi sebagai lembaga
selama 20 tahun. Malikshah adalah Sultan Saljuq (1072-1092) yang mendirikan
observatorium ini pada abad kesebelas. Sistem Madrasah didirikan pada masa
pemerintahannya oleh wazirnya Nizam al-Mulk. Sekelompok astronom terkemuka,
Umar al-Khayam, al-Asfizari, dan ibn Naneeb diundang untuk mendirikannya. Ini
berfungsi sampai sultan meninggal. Pekerjaan konstruksi diawasi oleh Muhammad
al-Bayhaqi, sedangkan al-Mamuri ditugaskan membuat instrumen. Ada delapan
ilmuwan yang dipekerjakan di lembaga ini. Umar Khayam (1048-1123)
menghasilkan al-Zij Malikshah selama ngoperasian observatorium ini. Ia hanya
bertahan sebentar dari pendirinya. Dia adalah salah satu matematikawan terhebat di
abad pertengahan yang juga seorang astronom dan penyair terkemuka. Pada tahun
1074 Jalal al-Din Malikshah memanggilnya ke observatorium baru Isphahan untuk
mereformasi kalender Persia lama. Kalendernya disebut denganal Tarikh al Jalali,
pada zamannya Kalender ini sangat akurat, lebih akurat dari kalender Gregorian.16
4.7. Al-Afzal Observatory (1125 M)
Dibutuhkan waktu dari tahun 1120 hingga 1125 untuk membangun
observatorium ini di Kairo. Pengamatan matahari dilakukan di sini. Khalifah
Fatimiyah al-Amir Biahkamaalh (1101-1130) adalah penguasa Mesir saat itu. Dua
wazirnya menaruh perhatian pribadi pada pendiriannya, al-Afzal al-Jamali, dan al
Mamun al-Bataihi. Di antara astronom terkenal yang bekerja di sini adalah ibn al-
<https://doi.org/10.26811/peuradeun.v10i1.636>.
15
by Zakaria Virk.
16
by Zakaria Virk.
Halabi, ibn al-Hayshami. Di antara instrumen tersebut terdapat cincin berdiameter
sekitar lima meter, dan alidade yang terbuat dari tembaga. Semua pekerjaan berakhir
setelah wafatnya al-Bataihi pada tahun 1125. Perlu dicatat bahwa taqweem berisi
informasi tahunan tentang posisi harian planet-planet, konjungsi dan oposisinya, serta
informasi tentang gerhana matahari dan bulan. Observatorium ini juga disebut Masjid
Observatorium ( Masjid al Rasad al Juyushi) karena kemudian ditempatkan di masjid.
Observatorium itu dibongkar karena kecemburuan pribadi. Abd al-Rahman al-
Khazini adalah penulis al-Zij al Sanjari, tabel yang memberikan posisi bintang-
bintang untuk tahun 1135-36. Dia mengamati dan menghitung posisi semua planet
serta matahari dan bulan pada konjungsi dan gerhana. Dia memiliki instrumen yang
bagus sehingga dia bisa mengukur kemiringannya ekliptika di asfahan.
4.8. Tower of Seville, (Spain) Observatory (1198 M)
astronom terkenal Spanyol Jabir ibn Aflah menggunakan menara masjid Jami
di Seville untuk melakukan observasi. Ini sebenarnya adalah observatorium pertama
di Eropa. Menghadap kota Seville, sekarang disebut Menara La Giralda. Menara
Giralda Seville selesai dibangun pada tahun 1198 setelah 25 tahun melakukan
pekerjaan desain & konstruksi yang rumit. Tingginya 300 kaki dengan luas dasar 300
kaki persegi. Tidak ada tangga, yang ada hanya landai, jadi orang bisa naik ke puncak
dengan menunggang kuda. Itu memiliki tujuh ruangan, sesuai dengan tujuh planet. 17
di antara tokoh yang terkemuka adalah Jabir yang mengkritik keras Ptolemy dalam
bukunya Islah al-Majisti dalam banyak hal astronomi. Dia menempatkan Venus dan
Merkurius di atas Matahari dibandingkan dengan Ptolemy. Buku nya Kitab al-Haia
(Buku Astronomi) diterjemahkan oleh Michael Scot (w.1235) sebagai De
Astronomica Libri IX, dicetak di Nuremberg pada tahun 1534. Seorang sarjana
Yahudi dari Marseille Samuel ben Juda menerjemahkan risalah yang ditulis oleh Abu
Abdullah Muhamad ibn Muaz dari Seville tentang gerhana matahari total yang terjadi
pada tahun 1079.
Astronom lainnya juga melakukan pengamatan seperti Qazi Saeed al-
Andalusi (1029-1070) dia seorang sejarawan sains dan astronom yang berkembang di
Toledo. Pengamatan yang dilakukan olehnya dan rekan-rekan astronomnya sangat
berharga bagi al-Zarqali. Abu Ibrahim Al-Zarqali alNaqqash (1029-1087) adalah
seorang astronom dan pembuat instrumen Spanyol yang tinggal di Cordoba. Dia
adalah pengamat terbaik pada masanya, yang melakukan pengamatannya di Toledo
pada tahun 1061 dan 1080. Pengaruhnya terhadap astronom Eropa abad pertengahan
sangat besar; tabel Toledannya menjadi dasar karya selanjutnya. Tabel-tabel ini
terutama didasarkan pada pengamatannya sendiri, tetapi juga berdasarkan
pengamatan Saeed al-Andulasi (1029-1070).
17
Zakaria Virk, ‘Science and Technology in Islamic Spain’, 1983.
Banyak astronom Muslim dan Yahudi juga berpartisipasi dalam persiapan
mereka. Al-Zarqali (Arzachel) adalah seorang tukang tembaga buta huruf yang
dipekerjakan oleh para astronom untuk membuat instrumen. Dia begitu sukses dalam
bidang seninya sehingga dia mulai belajar astronomi. Segera ia menjadi anggota
terkemuka dari kelompok ilmuwan yang terlibat dalam penyusunan tabel Toledan.
Dia menemukan astrolabe yang lebih baik yang disebut Safiha yang merupakan
instrumen universal untuk observasi planet. Dia adalah orang pertama yang
membuktikan secara eksplisit pergerakan puncak matahari dengan mengacu pada
bintang-bintang; menurut pengukurannya, jumlahnya adalah 12,04” per tahun (nilai
sebenarnya adalah 11,8”). (Sarton 758). Ibnu Bajja (w.1139) membuat sebuah
pengamatan dari atap rumahnya dan melihat dua titik di permukaan matahari.
Perhitungannya sesuai dengan perhitungan Merkurius dan Venus, ia menyimpulkan
bahwa kedua titik tersebut pastilah dua planet tersebut. Meski bukan astronom
profesional, ternyata atap rumahnya dilengkapi dengan instrumen tertentu untuk
melakukan observasi. Kaca jelaga mungkin digunakan untuk melihat matahari.
4.9. Morroco (Fes) Obervatory (abad ke-12 M)
Observatorium di kota Fes, di Morroco, disebut Burj al-Kawakib (Menara
Bintang). Tujuan didirikannya pada abad ke-12 adalah pengamatan bulan baru. Dia
tetap beroperasi selama beberapa abad. Noor al-Din Ishaq al-Bitruji lahir di Morroco,
tetapi sebagian besar tinggal di Seville. Dia tidak mempercayai indra manusia
mengingat jarak antara pengamat dan bola. Sistem astronominya memberikan
pengaruh besar pada para sarjana Eropa hingga zaman Copernicus yang mengutip
sistemnya dalam bukunya.Mati Bus revolusi. Roger Bacon menguraikan sistemnya
secara rinci dengan membahas teori pasang surut dalam karyanya Opus Majus.18
pada abad kedua belas Selain Obsevatorium di atas para ilmuan masih
menggunakan Menara masjid untuk pengamatan contohnya menara masjid Kutubiyya
di Marrakesh. Selain itu, banyak masjid yang memiliki jam matahari dalam ruangan,
atau perangkat lain yang digunakan untuk tujuan keagamaan contohnya adalah 'Uqba
b. Masjid Nāfi di Qayrawān dan Qarawiyyin di Fez. di masjid Qarawiyyin,
ditugaskan oleh emir Merinid Abū Yūsuf untuk menentukan tanggal dan waktu
pendirian Fes Jadid, ibu kota baru Maghreb. Masjid Agung di kota baru ini
berorientasi pada arah yang sama (157°) dengan Qarawiyyin (163°).19
4.10. Maragha Observatory (1369-1405 M)
Ketika Helagu Khan menangkap Alamut di Suriah pada tahun (1369-1405),
banyak instrumen astronomi ditemukan di benteng pegunungan. Di antaranya adalah
18
by Zakaria Virk.
19
Rius-Piniés and Puig-Aguilar.
bola langit (dhat al kursi), bola armillary, setengah astrolabe (nisfi), penguasa
paralaktik, dan Shua. Nasir al-Din al-Tusi (1201-74) pernah bekerja di sana. Maragha
adalah salah satu observatorium Islam paling terkenal yang dibangun pada abad
ketiga belas di Maragha, sebuah kota Azerbaijan, barat laut Iran modern. Fondasinya
kemudian digali oleh para arkeolog Rusia. Al-Tusi menyarankan kepada Helagu
Khan untuk membangun observatorium ini, dan pekerjaan konstruksi dimulai di
sebuah bukit pada bulan April 1259. Puncak bukit yang rata memiliki panjang sekitar
400 meter dan lebar 150 meter. Air diangkat ke puncak bukit dengan alat khusus.
Bangunan itu memiliki kubah dan perpustakaannya berisi sekitar 400.000
volume. Ada lubang di bagian atas kubah tempat masuknya sinar matahari. Gambar
yang terbentuk berfungsi untuk mengukur gerak rata-rata matahari dalam derajat dan
menit. Berbagai waktu dalam sehari juga ditentukan sedemikian rupa. Terdapat
representasi bola langit, ilustrasi fase bulan dan tanda zodiak. Ada juga bola bumi dan
bola langit, peta dari tujuh iklim, Dan ilustrasi panjang siang dan malam. Bola dunia
terestrial terbuat dari kertas pulp (atau karton). Bola langit metalik yang dibangun
pada tahun 1279 oleh Muhammad ibn al-Urdi (putra Muayyad al-din) masih
disimpan di Museum Dresden, Jerman. Bola armillary dipasang di tanah; jejak tempat
penempatan instrumen masih dapat dilihat hingga saat ini. Al-Urdi telah memberikan
penjelasan rinci tentang instrumen tersebut, yang meliputi kuadran mural, bola
armillary dengan lima cincin dan alidade, armilla titik balik matahari, armilla
ekuinoks, cincin azimuth dengan dua kuadran yang dilengkapi dengan alidade untuk
pengukuran sudut. ketinggian, penggaris paralaktik, instrumen untuk menentukan
azimuth, instrumen sinus dan sinus ayat, dan model instrumen yang disiapkan oleh al-
Urdi.
Nasir al-Din al-Tusi (w.1274) adalah direktur observatorium ini. Pencapaian
observatorium ini adalah Ilkhani Zij yang selesai dibangun pada tahun 1271.20
Astronom yang bekerja di sini termasuk Ali ibn Umar al-Qazwini, al-Urdi, al-
Akhlati, al-Maraghi, al-Maghribi dan Qutub al-Din al-Shirazi. Pendapatan untuk
pengoperasian observatorium ini diperoleh dariWakaf (Islam wakaf amal). Dikatakan
bahwa dua puluh ribu dinar dihabiskan untuk instrumen. 'Pencapaian utama
observatorium ini adalah dikeluarkannya seperangkat tabel astronomi yang telah
direvisi untuk menghitung pergerakan planet-planet, bersama dengan katalog bintang
yang baru. Pencapaian astronomi yang terkenal juga adalah terkait dengan penemuan
model geometri baru dari pergerakan planet-planet yang berbeda dari sebelumnya.

20
David King, Julio Samsó Moya, and Bernard Goldstein, ‘Astronomical Handbooks and
Tables from the Islamic World (750-1900): An Interim Report’, Suhayl - Journal for the History of the
Exact and Natural Sciences in Islamic Civilization, 2.2 (2001), 9–105.
Observatorium Maragha hanya bertahan sekitar lima puluh tahun, namun
pengaruhnya terasa selama berabad-abad.21
4.11. Tabriz Observatory (1295-1304 M)
Penguasa Ilkhanid Ghazan Khan (1295-1304) membangun sebuah mausoleum
untuk dirinya sendiri bersama dengan bangunan lain yang terdiri dari masjid, biara,
dua madrasah , observatorium, rumah sakit, perpustakaan dan sekolah dasar.
Kompleks ini disebut Abwab al-Birr al-Sham karena mereka berlokasi di pinggiran
kota Syam di Tabriz, Iran. Yayasan ini diberkahi dengan kaya danWakaf pendapatan
disediakan untuk pemeliharaannya. Sebuah jam yang sangat rumit dibangun untuk
observatorium. Ghazan Khan memiliki pengetahuan yang sangat baik di bidang
kedokteran selain astronomi. Dia mengunjungi observatorium Maragha berkali-kali.
Pembangunannya selesai pada tahun 1304, dan tetap beroperasi selama 15 tahun.
Observatorium menyediakan gaji untuk amudarris (profesor) dan asisten, serta untuk
bendahara. Dikatakan bahwa Ghazan Khan menyiapkan kalender baru saat dia
memutuskan untuk menyatukan kalender yang berbeda. Kalender matahari Khani
diadopsi pada tahun 1302.
4.12. Samarqand Observatory (1369-1405 M)
Samarqand merupakan pusat kebudayaan penting pada masa pemerintahan
Sultan Timur (1369-1405) yang membangun observatorium di kota ini pada tahun
1402. Pada masa pemerintahan cucu Timur, Muhammad Turgay Ulugh Bey (1394-
1449), aktivitas ilmiah di kota ini mencapai puncaknya. Pangeran Ulugh Bey sendiri
adalah seorang ilmuwan ulung yang senang terlibat dalam masalah matematika dan
astronomi. AlKhashi, Qazizadeh al-Rumi dan Ali Qushji (w.1474) adalah astronom
terkemuka di lembaga ini. Ulugh Bey mengambil bagian dalam semua pertemuan
ilmiah yang berlangsung di istananya sebelum pembangunan observatorium.
Tabel astronomi yang disiapkannya pada tahun 1437 disebut Zij al-Gurgani. Al-
Birjandi menulis Sharh Zij Ulugh Beyk, sebuah komentar tentang tabel astronomi
Ulugh Bey. Ia juga menulis buku tentang pembuatan instrumen (Biaya Risala Alate
Rasad)sebuah manuskrip yang disimpan di Perpustakaan Raza, Rampur, India.
Instrumen untuk observatorium ini dibuat oleh Jalal al-Din al-Usturlabi. Salinan buku
Ghiys al-Din Al-Kashi Miftahul Hisab, dengan tulisan tangannya sendiri, disimpan di
Perpustakaan Nur Osmania, Turki. Al-Kashi mengatakan dalam pengantar bukunya
bahwa dia menulis ini untuk perpustakaan Bey yang terletak di observatorium.

21
Glen Van Brummelen, ‘The Travels of Astronomical Tables within Medieval Islam : A
Summary’, 13.2014, 11–21.
Ulugh Bey sendiri adalah direktur observatorium ini; dia melakukan
pengamatan terhadap bintang tetap selama delapan tahun 1430-1437. Itu tetap
beroperasi selama tiga puluh tahun. Ukuran monumental dari bangunan bundar dan
busur meridian besar yang terbuat dari batu merupakan kesaksian hidup pendirinya.
Jari-jari busur itu sama dengan tinggi kubah Ayasofya yang megah Masjid di
Istanbul. Ada model indah dari sepuluh bola langit, tujuh planet yang diketahui, dan
bintang tetap. Ada bola bumi yang terbagi menjadi iklim, pegunungan, lautan, dan
gurun.
Para astronom di observatorium Ulughbek bekerja menyusun katalog dan
tabel bintang selama 8 tahun, dan menyelesaikan pekerjaan ini pada tahun 1437.
Ulughbek menggunakan sistem kosmologi yang berasal dari Almagest karya Ptolemy
dan kemudian dimodifikasi oleh para astronom Islam. Rasi bintang tersebut adalah
yang ada dalam buku karya al-Sufi, diselesaikan dan diterbitkan oleh putranya pada
tahun 1009. Tabel bintang terbaru yang tersedia bagi Ulughbek adalah tabel Ilkhan
yang diterbitkan pada tahun 1261.22
Pada tahun 1908, ilmuwan Rusia Vjatkin menemukan sisa-sisa busur meridian
bawah tanah yang merupakan instrumen utama observatorium. Bangunan
observatorium utama berada di puncak gunung setinggi 85 meter, dan tinggi
bangunan sekitar 30 meter. Bangunan itu dibongkar 50 tahun setelah kematian Bey,
terutama untuk tujuan ini memanfaatkan marmer. Hal ini dinyatakan dalam beberapa
sumber mengatakan bahwa kemiringan ekliptika diukur di sini dengan bantuan Sudsi
Fakhri. Di India, Raja Jai Singh menyiapkan tabel astronomi dan dalam pendahuluan,
dia berbicara tentang: 'instrumen seperti yang dibangun di Samarqand'. Ini termasuk
bola armillary dan penggaris paralaktik. Al-Kashi punya disebutkan dalam
miliknyaZij Khaqanibahwa mural kuadran, jam matahari di dinding istana, jam air
dan astrolabe juga digunakan di sini.
4.13. Istanbul Observatory (1574-1595 M)
Observatorium ini didirikan atas saran Taqi al-Din Ibnu Maruf dari Mesir
kepada Sultan Murad III (1574-1595). Pekerjaan konstruksi selesai pada tahun 1577,
tahun ketika komet terkenal muncul di langit. Taqi al-Din adalah direktur
observatorium. Desain bangunan utamanya rumit, dengan tempat tinggal para
astronom, kantor administrasi, dan perpustakaan. Ada sumur dalam atau menara
untuk mengamati bintangbintang di siang hari. Sayangnya bangunan tersebut
dibongkar pada tahun 1580 atas saran yang diterima Sultan Murad dari pemimpin
agama Shayk al-Islam Qazidada. Taqi al-Din dilaporkan telah mengukur garis

22
Heather Hobden and The Cosmic Elk, Ulughbek and His Observatory in Samarkand, The
Cosmic Elk, 1999.
lintang, dan garis bujur seluruh bagian bumi. Beberapa instrumen (kompas &
penggaris) yang digunakan bersifat portabel. Ada 15 astronom di staf ilmiahnya.
Tabel Astronomi Ulugh Bey direvisi di sini. Instrumen yang digunakan di sini mirip
dengan yang digunakan oleh Tycho Brahe (1546-1601) di observatoriumnya di
Denmark.
5. Discussion
Di semua observatorium yang disebutkan di sini, banyak hal yang sangat
mirip. Misalnya tabel astronomi disiapkan, masjid-masjid yang lebih besar digunakan
untuk pengamatan astronomi, instrumen-instrumen besar digunakan untuk
membangun Gedung-gedung khusus. Observatorium ini adalah lembaga negara yang
dilindungi oleh Raja, Sultan, dan Amir. Ada perpustakaan besar yang terpasang di
observatorium dengan buku-buku berguna tentang matematika, aljabar, kedokteran,
geometri, dan astronomi. Orang-orang dari berbagai profesi bekerja sama dalam
perencanaan dan konstruksi. Staf administrasi meliputi bendahara, pustakawan, dan
juru tulis. Observatorium ini adalah tempat pertukaran gagasan ilmiah, diskusi, dan
revisi teori dibuat. Ilmu matematika dan astronomi diajarkan kepada ilmuwan
pemula.
Para astronom Islam berusaha untuk meningkatkan sensitivitas instrumen dan
memungkinkan deteksi dan pembacaan pecahan derajat yang semakin kecil dengan
memperbesar ukuran instrumen. Busur meridian alKhudanji dan Ulugh Bey dapat
dikutip dalam hubungan ini. Pekerjaan utama yang dilakukan di observatorium ini
tentu saja menyiapkan tabel astronomi berdasarkan pengamatan baru, namun
pergerakan dan lintasan planet juga dipelajari. Kalender direvisi, dan waktu perayaan
keagamaan ditentukan. Di observatorium Qasiyun, pengamatan harian matahari dan
bulan dilakukan selama setahun penuh, sedangkan Jabir ibn Aflah juga berbicara
tentang pengamatan harian matahari di Spanyol.
6. Conclusion
Pengaruh Islam di Eropa Mencontoh observatorium Islam, banyak
observatorium bermunculan di kota-kota Eropa seperti Paris (1666), Greenwich
(1675), Leiden (1632), dan Kopenhagen (1637). Sebelumnya, Tyco Brahe telah
membangun dua observatorium di Pulau Hveen di Denmark. Observatorium Kassel
(1561) milik Wilhelm IV dari Hesse (1532-1592) adalah observatorium Eropa
pertama yang sebanding dengan Islam. Wilhelm IV mengamati komet pada tahun
1558 menggunakan instrumen yang awalnya dikembangkan di observatorium Islam.
Observatorium Greenwich dilengkapi dengan sekstan radius tujuh kaki dan dua jam
pendulum yang dipasok oleh John Flamsteed.
Faktanya adalah bahwa pengaruh ilmiah Islam memainkan peran besar dalam
kebangkitan abad ke-12 melalui terjemahan buku-buku berbahasa Arab dan risalah
ilmiah. Pada abad ke-15 Jermanlah yang bersentuhan erat dengan pembelajaran
Islam, khususnya Kesultanan Utsmaniyah. Elemen Euclid, yang ditulis oleh al-Tusi
diterbitkan dalam bahasa Arab di Roma pada akhir abad ke-16. Pada pertengahan
abad ke-17, gagasan alTusi tentang postulat Euclidean tersedia dalam terjemahan
Latin yang memengaruhi karya Girolamo Saccheri pada abad ke-18. Ada kemiripan
yang mencolok dalam trigonometri al-Tusi dan astronom Jerman (Johann Muller)
Regiomontanus (1436-76). Teori bulan Ibn al-Shatir identik dengan teori Copernicus
kecuali perbedaan parameternya yang sepele.
Para astronom Muslim telah meninggalkan jejak ilmunya di langit, yang dapat
dilihat pada nama-nama berbagai bintang antara lain Acerb (kalajengking), Algedi
(anak), Altair (terbang), Deneb (ekor), Pherkad (betis), Alcaid ( bintang biruputih),
Alcor (bintang putih), Aldebaran (bintang merah di konstelasi Taurus artinya
pengikut dari Arabal-dabaran), Algol (di Perseus), dan Altair (bintang terang di
konstelasi Aquila). alu ada istilah teknis yang berasal dari bahasa Arab seperti
azimuth (bahasa Arab al-Sumut – jalan), nadir dan zenith (bahasa Arab al-Samt),
Alidade (bahasa Arab al-idadah – radius bergerak), Almanak (bahasa Arab al-
Manakh ). Dua luas permukaan Bulan di Lautan Nektar diberi nama Albategnius
(AlBattani), dan Abulfeda, sedangkan luas permukaan di Lautan Awan disebut
Arzachel (al-Zarqali).
DAFTAR PUSTAKA
Alpysbayeva, Marzhan, ‘How Fake Depictions of Islamic Science Are Relevant in
the Quest of Understanding the Nature of Science and Scientific Knowledge ?’,
Europa-Universitas Flensburg, May, 2022, 12
Brummelen, Glen Van, ‘The Travels of Astronomical Tables within Medieval Islam :
A Summary’, 13.2014, 11–21
Butar-Butar, Arwin Juli Rakhmadi, ‘Urgensi Dan Kontribusi Observatorium Di Era
Modern’, Tarjih: Jurnal Tarjih Dan Pengembangan Pemikiran Islam, 13.2
(2016), 141–54
by Zakaria Virk, ‘A Brief History of Observatories in the Islamic World’, Sky &
Telescope, USA., 38.0034 (2000), 63
Daud, Al Husaini M, ‘The Effect of Fatimid Dynasty Authority Toward the
Development of Islamic Education in Egypt’, Jurnal Ilmiah Peuradeun, 10.1
(2022), 13 <https://doi.org/10.26811/peuradeun.v10i1.636>
DR.HASAN ASARI, M.A., MENYINGKAP ZAMAN KEEMASAN ISLAM (Bandung:
Ciptapustakan media, 2007)
Ghazi, Nur Farahin Bt. Ahmad, ‘Muslim Contributions to the Word’, Islamic Herald,
34.2 (2017), 52
Hobden, Heather, and The Cosmic Elk, Ulughbek and His Observatory in
Samarkand, The Cosmic Elk, 1999
KALIN, IBRAHIM, The OXFORD ENCYCLOPEDIA OF PHILOSOPHY,
SCIENCE, AND TECHNOLOGY IN ISLAM
King, David, Julio Samsó Moya, and Bernard Goldstein, ‘Astronomical Handbooks
and Tables from the Islamic World (750-1900): An Interim Report’, Suhayl -
Journal for the History of the Exact and Natural Sciences in Islamic Civilization,
2.2 (2001), 9–105
Mujani, Wan Kamal, Ibnor Azli Ibrahim, and Mohd Hafiz Safiai, ‘Observatories in
Islamic History’, Advances in Natural and Applied Sciences, 6.8 (2012), 1370–
73
Qorib, Muhammad, ‘Aspek Sosial-Intelektual Observatorium Dalam Islam’, Al-
Marshad: Jurnal Astronomi Islam Dan Ilmu-Ilmu Berkaitan, 5.1 (2019), 111–21

Rius-Piniés, Mònica, and Roser Puig-Aguilar, ‘Al-Asfi’s Description of the Zawiya


Nasiriyya: The Use of Buildings as Astronomical Tools’, Journal for the
History of Astronomy, 46.3 (2015), 325–42
Virk, Zakaria, ‘Science and Technology in Islamic Spain’, 1983
Yulianti, Ika, and Muhammad Hidayat, ‘Manajemen Observatorium Ilmu Falak
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara’, POAI : Prosiding Observatorium
Dan Astronomi Islam, 1.1 (2020)

Anda mungkin juga menyukai