Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN BAGIAN POLA OPERASI DAN SISTEM TELEKOMUNIKASI PERSINYALAN

1.1. Studi literatur dan metodologi evaluasi: pola operasi dan persinyalan/interlocking

Evaluasi terkait hasil studi kelayakan aspek pola operasi dan persinyalan yang dilakukan sebelumnya
akan didasarkan pada proyeksi target jumlah penumpang (pnp) sebesar 1,2 juta per hari pada tahun
2019, data kondisi dan pola operasi serta persinyalan Kereta Commuter (KC) Jabodetabek yang tersedia
ketika studi kelayakan dilakukan serta kondisi pola operasi dan persinyalan yang ada saat ini.

Rute perjalanan yang ditinjau pada evaluasi ini adalah rute KC Jabodetabek sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 1 kiri. Evaluasi akan dilakukan terkait usulan pola operasi dan persinyalan yang diajukan
pada studi kelayakan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1 kanan. Evaluasi terkait hasil studi
kelayakan mencakup tiga aspek utama yaitu (i) usulan kapasitas lintas, (ii) sistem interlocking terutama
terkait grafik perjalanan kereta (gapeka) yang dirancang serta estimasi biaya pengembangan yang
diprediksi berdasarkan usulan pola operasi dan persinyalan pada aspek (i) dan (ii).

Gambar 1. Rute KRL yang ditinjau (kiri) dan usulan pola operasi yang diusulkan (kanan).

1. Kapasitas Lintas
Secara umum, kapasitas lintas didefenisikan sebagai arus lalu lintas maksimum (dalam satuan
jumlah kereta api per satuan waktu, misalnya untuk kurun waktu 24 jam atau 1440 menit) yang dapat
diakomodasikan oleh prasarana perkeretaapian yang ada berdasarkan pola atau skenario operasi
tertentu. Sebagai contoh, jika kapasitas lintas dinyatakan sebagai N (kereta/hari), maka nilainya dapat
ditentukan dengan rumus umum sebagai berikut:

1440 ε
N=
T +C1 +C 2

dimana T menyatakan waktu tempuh rata-rata kereta (menit), C 1 menyatakan waktu pelayanan blok
(dalam menit dan bervariasi tergantung jenis blok yang digunakan, e.g. manual, otomatis, atau token),
C 2 menyatakan waktu pelayanan perangkat sinyal (dalam menit, bervariasi tergantung jenis persinyalan
yang digunakan, e.g. mekanik atau alektrik), dan ε adalah faktor efisiensi (konstanta bernilai 0,5-0,75).

Kapasitas lintas yang ditentukan dalam perancangan juga perlu dievaluasi dengan kondisi operasional di
lapangan. Beberapa aspek evaluasi yang dimaksud dalam hal ini adalah terkait analisis waktu tempuh
(untuk membandingkan waktu tempuh aktual dengan waktu tempuh berdasarkan penjadwalan), analisis
waktu henti atau dwell time (untuk membandingkan waktu henti aktual dengan waktu henti yang
dialokasikan pada jadwal) serta analisis waktu tunda atau delay time (untuk menentukan ketepatan
waktu keberangkatan dan ketibaan kereta berdasarkan jadwal yang ditentukan).

Data utama yang akan digunakan dalam analisis antara lain adalah gapeka, profil kecepatan masing-
masing kereta dan distribusi kepadatan penumpang pada jadwal operasi yang ditentukan.

2. Sistem Interlocking

Sistem interlocking merupakan suatu sistem yang berfungsi untuk membentuk, mengunci, dan
mengontrol jalur kereta untuk mengamankan rute perjalanan yang akan dilalui. Sistem interlocking
kereta terdiri dari beberapa komponen penyusun yang terletak di dalam ruang kontrol dan di lapangan.
Pada bagian dalam ruangan, sistem interlocking terdiri dari perangkat interlocking, panel pelayanan,
peralatan blok, data logger dan catu daya. Sementara itu komponen luar ruangan terdiri dari perangkat
sinyal, penggerak wesel, pendeteksi sarana perkeretaapian, media transmisi data dan proteksi. Diantara
komponen tersebut yang berpengaruh langsung terhadap otomasi interlocking adalah perangkat sinyal,
penggerak wesel dan pendeteksi kereta api.

 Pendeteksi kereta api merupakan perangkat elektronik atau sensor yang digunakan untuk
mendeteksi apakah suatu ruas kereta api sedang diokupansi kereta api atau tidak. Pada umumnya
pendeteksi kereta api bekerja dengan menghitung banyaknya roda yang masuk dan keluar pada
suatu segmen. Perangkat sensor roda kereta api yang paling umum digunakan saat ini axle counter
yang merupakan detektor roda berbasis perubahan gelombang elektromagnetik. Perubahan
gelombang elektromagnetik terjadi setiap kali roda bergerak melewati sensor. Dalam hal ini, roda
kereta api mengubah amplitudo dan fasa gelombang elektromagnetik yang dimiliki oleh sensor
tersebut. Pendeteksi kereta api kemudian menghitung setiap kali terdapat perubahan gelombang
elektromagnetik. Detektor roda selalu berpasangan dan diletakkan pada kedua ujung suatu segmen
rel, agar dapat digunakan untuk menentukan arah bergeraknya kereta api
 Wesel (turnout) adalah suatu sistim mekanik yang memungkinkan kereta api untuk dibimbing dari
satu lajur ke lajur yang lain pada sebuah persimpangan jalan kereta api [3]. Penggerak wesel
digunakan untuk menggerakkan lidah wesel sesuai dengan arah rute yang dikehendaki untuk
perjalanan kereta api.
 Perangkat sinyal digunakan untuk menyampaikan perintah atau informasi bagi pengaturan
perjalanan kereta api dengan peragaan dan/atau warna. Sinyal kereta api dapat berupa suara,
cahaya, bendera dan papan berwarna. Namun dari keempat jenis tersebut hanya sinyal cahaya
(lampu sinyal) yang umumnya digunakan untuk interlocking elektrik. Terdapat dua jenis lampu
sinyal yang digunakan di Indonesia yaitu lampu sinyal dua aspek dan lampu sinyal tiga aspek. Lampu
sinyal tiga aspek dapat memberikan tiga warna berbeda yaitu warna merah, kuning dan hijau,
sementara lampu sinyal dua aspek dapat memberikan dua warna berbeda yaitu merah dan hijau.
Masing-masing warna lampu sinyal tersebut digunakan untuk mengindikasikan hal-hal berikut:
a. Warna hijau menandakan kereta harus berjalan.
b. Warna kuning menandakan kereta harus berjalan dengan hati-hati. Kereta berjalan berhati-
hati ketika kereta berpindah dari satu lajur rel ke lajur rel lainnya.
c. Warna merah menandakan kereta harus berhenti.

Evaluasi terkait usulan sistem interlocking hasil studi kelayakan akan dilakukan dengan membandingkan
pola operasi yang direncanakan serta fasilitas sistem interlocking pendukung yang dirancang.

3. Estimasi Biaya

Estimasi biaya terkait pola operasi akan dilakukan terutama terkait estimasi biaya yang diusulkan dengan
pola operasi serta rancangan sistem interlocking pendukungnya. Evaluasi akan dilakukan dengan
membandingkan proyeksi biaya hasil studi kelayakan dengan standar biaya pembangunan prasarana
operasi dan persinyalan yang ditentukan oleh program pengembangan kereta api nasional lain maupun
oleh kegiatan pengembangan sistem perkeretaapian di luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai