Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


1.1 Hasil

Gambar 4,1 Sediaan Emulsi

1.2 Pembahasan
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam
bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu oil in water (o/w) atau minyak dalam air,
dan water in oil (w/o) atau air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan
bahan pengemulsi yang disebut emulgator (Syamsuni, 2006).
Adapun prinsip yang digunakan dalam praktikum ini adalah dengan mencampurkan bahan
aktif emulsi yaitu PGA dengan komponen-komponen lain seperti Gliserol, sirup simpleks,
aethanolum 95%, dan aqua destilata yang terdapat dalam resep dengan menggunakan metode
triturasi. Menurut Ansel (2008), metode triturasi adalah metode pencampuran bahan dalam
lumpang dengan menggunakan alu. Adapun khasiat dari zat aktif PGA yaitu untuk mengobati
konstipasi atau sembelit (Dianne., dkk, 2013). Emulgator yang digunakan adalah emulgator alam
dari tumbuhan yaitu gom arab. Sirup simpleks dan etanol 95% sebagai penambah rasa manis dan
peningkat viskositas dari emulsi. Aqua destilata adalah bahan dasar yang digunakan untuk
membuat emulsi tipe minyak dalam air (Anief, 2010).
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan sediaan ini adalah disiapkan alat dan bahan
serta dibersihkan alat yang digunakan dengan alkohol 70 %. Menurut Rowe (2009), alkohol 70
% digunakan sebagai antimikroba dan desinfektan. Kemudian ditimbang semua bahan yaitu,
Gliserol sebanyak 10mL, aethanolum 95% sebanyak 6 ml, gom arab sebanyak 2,5 gr, sukrosa
11,7 gr dan metil paraben 0,045 gr.
Setelah itu, dilakukan pembuatan sirup simpleks. Pertama dipanaskan air 18 ml sampai
mendidih, kemudian dimasukkan 0,045 gr metil paraben ke dalam air yang telah dipanaskan,
diaduk sampai larut. Menurut Dirjen POM (1995) sifat metil paraben sukar larut dalam air,
sehingga diperlukan pemanasan terlebih dahulu untuk membantu kelarutannya. Menurut Dirjen
POM (199), metil paraben dalam sirup simpleks digunakan sebagai pengawet. Kemudian
dimasukkan 11,7 gr sukrosa sedikit demi sedikit, diaduk sampai mendidih. Karena jika sukrosa
dimasukkan sekaligus, akan mempengaruhi kelarutan (Martin. A, 1983). Setelah mendidih
larutan didinginkan selama beberapa menit, kemudian di tuang dalam wadah dan ditutup
menggunakan aluminium foil.
Langkah selanjutnya, dilakukan pengenceran alkohol. Hal ini dilakukan karena kosentrasi
awal alkohol adalah 96% sementara yang diperlukan adalah alkohol dengan konsentrasi 95%.
Pertama yaitu dibuat perhitungan pengenceran menggunakan rumus:
N1 x V1 = N2 x
V2

Dari perhitungan tersebut, didapatkan alkohol 96% yang harus diukur adalah sebanyak 5,6 mL.
Kemudian diukur alkohol 96% sebanyak 5,6 mL, dan ditambahkan aqua destilata hingga 6 mL.
Dimasukkan ke dalam gelas kimia, diaduk hingga homogen dan ditutup menggunakan
aluminium foil.
Kemudian, sebelum membuat emulsi yang dilakukan terlebih dahulu adalah
mengkalibrasi botol dengan cara, diukur air sebanyak 60 ml, kemudian air dimasukkan ke dalam
botol. Ditandai batas 60 ml pada botol, dan dituang air yang berada dalam botol.
Selanjutnya, mulai dilakukan pembuatan emulsi dengan cara, dimasukkan gom arab sebanyak
2,5 gr ke dalam lumpang,digerus hingga membentuk musilago dan mengeluarkan bunyi yang
khas. Musilago adalah campuran yang kental berwarna putih yang terlihat pada pengadukan dan
mempunyai bunyi yang spesifik (Anief, 2010).Selanjutnya, ditambahkan Gliserol sebanyak 10
mL dan digerus hingga tercampur merata, kemudian diukur alkohol 95% sebanyak 6 mL dan
sirup simpleks sebanyak 18 mL, penggunaan sirup simpleks pada emulsi bertujuan sebagai zat
tambahan yang dalam hal ini adalah sebagai pemanis dan pengawet, hal ini sesuai dengan
kegunaan dari komposisi sirup simpleks yaitu menurut Dirjen POM (1995) metil paraben sebagai
antimikroba dan menurut Dirjen POM (1995) sukrosa sebagai penambah rasa manis.
Selanjutnya dimasukkkan campuran alkohol 90% dan sirup simpleks ke dalam lumpang yang
berisi campuran musilago dan propileglikol, dan diaduk hingga tercampur merata. Ditambahkan
aqua destilata sebanyak 23,5 mL sedikit demi sedikit untuk mencegah pecahnya emulsi, sehingga
stabilitas emulsi tetap terjaga. diaduk hingga tercampur merata. Kemudian diaduk hingga semua
bahan tercampur merata. Pengadukan dilakukan secara perlahan dengan kecepatan yang stabil
untuk mencegah pecahnya emulsi, sehingga tidak merusak stabilitas emulsi (Ansel, 1989).
Langkah selanjutnya, emulsi dipindahkan ke dalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam
botol 60 mL. Botol yang digunakan untuk menyimpan sediaan emulsi adalah botol coklat. Dalam
sediaan oral terdapat senyawa yang peka terhadap cahaya, maka digunakan botol berwarna
coklat. Hampir semua senyawa organik peka terhadap cahaya, sehingga kebanyakan sediaan oral
cair harus dikemas dalam botol berwarna coklat (Ansel, 1989). Kemudian diberi etiket dan label.
Obat ini diminum dua kali sehari 2 sendok makan, setiap 12 jam tiap pagi dan malam. Pada label
harus tertera tanda kocok dahulu sebelum diminum, agar bahan obat yang terkandung dalam
emulsi dapat terdistribusi secara merata kembali (Dirjen POM, 1979).
Pada percobaan ini sediaan emulsi yang telah dibuat tidak menyatu atau terpisah, hal ini
terjadi karena terdapat kemungkinan kesalahan yaitu terdapat bahan obat yang tersisa atau
menempel pada alat-alat laboratorium yang telah dipakai, seperti menempel pada lumpang, gelas
ukur, gelas kimia, dan alat laboratorium lainnya. Kemungkinan kesalahan yang lain seperti
kesalahan dalam penimbangan atau pengukuran bahan, kesalahan membaca skala gelas ukur dan
kesalahan saat pengadukan bahan obat.
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta. 29 – 31.
Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih bahasa Ibrahim, F. Jakarta :
UI Press.
Diana B, Rafael L, Rajkumar R. Effect of Olive Oil on the Skin. Olives and Olive Oil in Health
and Disease Prevention [internet]. 2010 [cited 2014 Dec 3]: 1125-1132. Available from:
ScienceDirect
Anief, M., 2010. Penggolongan Obat. 10th , Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 9-
10Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Dirjen POM (Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Makanan). 1995. Farmakope Indonesia.
Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 72, 157, 186, 551
Martin, A., James, S. and Arthur, C. (1983).Dasar-Dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik,
terjemahan joshita, Universitas Indonesia Press, Jakarta
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Hal. 32-33..

Anda mungkin juga menyukai