Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Eleksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90% yang berfungsi
sebagai kosolven, (pelarut) dan untuk mempertinggi kelarutan obat. Kadar etaanol
berkisar anatara 3% dan 4%, dan biasanya eliksir mengandung etanol 5-10%.
Untuk mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat
ditambahkan kosolven lain seperti gliserin, sorbitol, dan propilen glikol
( Syamsuni, 2006).
Eliksir adalah sediaan berupa larutan hidroalkohol yang jernih dalam
aquadest, memiliki rasa dan bau yang sedap, mengandung zat
tambahan/korigensia saporis, koloris dan odoris, serta digunakan peroral. Sebagai
pelarut utama adalah etanol 90% yang dimaksudkan untuk meningkatkan
kelarutan dan stabilitas sediaan pun semakin baik. Kadar etanol dalam eliksir
adalah 5-19%. Bila kadar alcohol dalam eliksir adalah 10-12% dalam sediaan,
maka fungsi alcohol selain meningkatkan kelarutan juga berfungsi sebagai
pengawet sehingga tidak perlu lagi dibubuhi pengawet yang lain. Penambahan
sirup kompleks selain meningkatkan konstituen sediaan juga sebagai korogensia
saporis ( Jas, Admar, 2004).
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimasudkan
untuk penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan.
Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai pembawa tetapi eliksir obat untuk efek
therapy dari senyawa obat yang dikandungnya. Dibandingkan dengan sirup,
eliksir biasanya kurang manis dan kurang kental karena mengandung kadar gula
yang lebih rendah dan akibatnya kurang efektif dibandingkan sirup dalam
menutupi rasa senyawa obat. Walaupun demikian, karena sifat hidroalkohol ,
eliksir lebih mampu mempertahankan komponen-komponen yang larut dalam air
dan yang larut dalam alkohol daripada sirup. Juga karena stabilitasnya yang
khusus dan kemudahan dalam membuatnya (dengan melarutkan biasa), dari sudut
pembuatan, eliksir lebih disukai daripada sirup (Ansel, 2005).
Bahan tambahan yang digunakan antara lain pemanis, pengawet, pewarna,
dan pewangi, sehingga memiliki bau dan rasa yang sedap. Sebagai pengganti gula
dapat digunakan sirup gula ( Syamsuni, 2006).
Walau banyak eliksir yang dimaniskan dengan sukrosa atau sirup sukrosa,
beberapa menggunakan sorbitol, gliserin dan/ atau pemanis buatan seperti sakarin
untuk tujuan ini. Eliksir yang mempunyai kadar alcohol yang tinggi biasanya
mempunyai kadar alcohol yang tinggi seperti sakarin, yang dibutuhkan hanya
dalam jumlah kecil, daripada sukrosa yang hanya sedikit larut dalam alcohol dan
membutuhkan jumlah yang lebih besar untuk kemanisan yang sama. Semua
eliksir mengandung bahan pemberi rasa untuk menambah kelezatan dan hamper
semua eliksir mempunyai zat warna untuk meningkatkan penampilannya. Eliksir
yang mengandung alcohol lebih dari 10-12%, biasanya bersifat sebagai pengawet
sendiri dan tidak membutuhkan penambah zat antimikroba untuk pengawetannya
(Ansel, 2005).
Bila dibandingkan dengan syrup, Eliksir biasanya kurang manis dan
kurang kental, karena mengandung gula lebih sedikit maka kurang efektif
dibanding dengan syrup dalam menutupi rasa obat yang kurang menyenangkan.
Karena eliksir bersifat hidroalkohol, maka dapat menjaga stabilitas obat baik yang
larut dalam air maupun alkohol dalam larutan eliksir. Disamping itu eliksir mudah
dibuat larutan eliksir, maka itu eliksir lebih disukai dibandingkan sirup
( Anief,Moh, 2000).
Perbandingan alkohol yang ada pada eliksir sangat berbeda karena masing-
masing komponen eliksir mempunyai sifat kelarutan dalam alokohol dan air yang
berbeda. Tiap eliksir memerlukan campuran tetentu dari alcohol dan air untuk
mempertahankan semua komponen dalam larutan. Dalam air jelek, banyaknya
alcohol yang dibutuhkan lebih besar daripada eliksir yang dibuat dari komponen-
komponen yang kelarutannya dalam air baik. Disamping alcohol dan air, pelarut-
pelarut lain seperti gliserin dan propilenglikol, sering digunakan dalam eliksir
sebagai pelarut pembantu (Ansel, 2005).

Pembuatan Eliksir
Eliksir biasanya dibuat dengan larutan sederhana dengan pengadukan dan
atau dengan pencampuran dua atau lebih bahan-bahan cair. Komponen yang larut
dalam alkohol dan dalam air umumnya dilarutkan terpisah dalam air dan alcohol,
dan sebaliknya, untuk mempertahankan kekuatan alcohol yang setinggi mungkin
selamanya sehingga pemisahan yang minimal dari komponen yang larut dalam
alcohol terjadi. Bila dua larutan selesai dicampur, Campuran dibuat sesuai volume
dengan pelarut atau pembawa tertentu. Sering campuran akhir akan tidak jernih,
tetapi keruh, terutama karena pemisahan beberapa minyak pemberi rasa dengan
menurunnya konsentrasi alkohol. Bila ini yang ditentukan untuk menjamin
penjenuhan pelarut hidroalkohol dan untuk memungkinkan butiran minyak
bergabung sehingga dapat dihilangkan dengan mudah dan disaring. Talk filter
yang sering digunakan membantu dalam pembuatan eliksir, mempunyai
kemampuan mengabsorbsi kelebihan minyak-minyak dan karena itu membantu
menghilangkannya dari larutan. Keseksamaan harus dilakukan untuk tidak
menggunakan penolong saringan dalam jumlah berlebihan. Seperti kelebihan
yang mungkin dihasilkan dalam membuang minyak dan pewarna yang berlebihan
dari larutan dan juga dalam peningkatan waktu penyaringan yang dibutuhkan
untuk mendapatkan kejernihan. Harus diingat bahwa dari bahan-bahan, dan arena
itu selama proses penyaringan, kertas saring harus dibasahi dengan larutan
hidroalkohol yang mempunyai kadar kering. Adanya gliserin, sirup, sorbitol, dan
propilenglikol dalam eliksir umumnya memberi andil pada efek pelarut dari
pembawa hidroalkohol, membantu kelarutan zat terlarut, dan meningkatkan
kestabilan sediaan. Akan tetapi adanya bahan-bahan ini menambah kekentalan
eliksir dan memperlambat kecepatan penyaringan (Ansel, 2005).

Eliksir Obat
Eliksir obat digunakan untuk keuntungan pengobatan untuk zat yang ada.
Umumnya, eliksir-eliksir resmi yang ada diperdagangkan mengandung zat obat
tunggal. Keuntungan utamanya dari hanya satu obat tunggal yang terkandung,
bahwa dosis yang diperlukan dapat dinaikkan atau diturunkan dengan meminum
eliksir lebih banyak atau kurang, padahal bila dua atau lebih zat obat ada dalam
sediaan yang sama, tidak mungkin meningkatkankan atau menurunkan kadar
suatu obat yang diminum tanpa secara otomatis dan bersamaan mengatur dosis
obat lain yang ada, perubahan yang mungkin tidak diinginkan. Karena itu, untuk
pasien yang memerlukan minum lebih dari satu obat, banyak dokter memilih
untuk minum sediaan yang terpisah dari tiap obat obat sehingga bila dibutuhkan
pengaturan dosis satu obat, dapat dikerjakan tanpa dosis obat lainnya secara
bersamaan ikut diatur ( Ansel, 2005 ).
Eliksir Antihistamin
Antihistamin terutama digunakan dalam pengobatan simtomasis penyakit
alergi tertentu. Kerjanya, menekan gajala-gejala yang ditimbulkan oleh histamin,
suatu zat kimia yang dilepas selama proses reaksi antigen-antibodi dari respon
alergi. Walau hanya ada sedikit perbedaan dalam sifat-sifat hampir semua
antihistamin, tetapi lewat pengalamannya menangani jenis-jenis khusus reaksi
alergi, penulis resep mungkin memilih satu dari yang lainnya. Pemilihan juga
mungkin berdasarkan pada insiden timbulnya efek yang tidak diinginkan, yang
mungkin diduga terjadi. Insiden dan keparahan efek ini agar sedikit berbeda
sesuai dengan obat dan dosis tiap obat. Yang paling umum dari efek yang tidak
diharapkan adalah sedasi (mengantuk) dan pasien yang minum antuhistamin harus
diberika peringatan terhadap kesibukan dalam aktivitas-aktivitas yang
memerlukan kesiapsiagaan mental, seperti pada penyetir mobil atau traktor atau
pengoperasian mesin-mesin. Efek yang berlawanan lainnya termasuk kekeringan
pada hidung , kerongkongan dan mulut, pusing/pening dan gangguan konsentrasi.
Termasuk diantaranya yang paling mengantukkan adalah
difenhidramin,doksilamina dan metapirilena. Zat yang terakhir umumnya didapati
sebagai sediaan tanpa resep dokter yang popular yang diajukan sebagai zat untuk
mengatasi insomnia (Ansel, 2005).
Sebagian besar antihistamin adalah amin-amin basa. Dengan pembentukan
garam lewat interaksi dengan asam, senyawa diubah kelarutannya dalam air.
Bentuk garam ini umum digunakan didalam eliksir dan demikian eliksir
antihistamin diharuskan mengandung alkohol dalam jumlah besar. Bila garam
antihistamin yang digunakan, pH eliksir pada kisaran asam dan harus tetap
demikian bila obat harus tetap melarut dalam air. Ahli farmasi harus
mengingatnya bila menggunakan satu dari eliksir dalam meracik resep yang
meliputi penambahan atau pencampuran komponen-komponen lain (Ansel, 2005).
Komposisi terdiri dari :
- Bahan berkhasiat (antipiretika-analgetika, diuretika dan vitamin)
- Pelarut campuran utama : etanol 90%, polihidroalkohol ( Propilen dan
etilen glikol, gliserol) dan aquadest.
- Korigensia ( Jas, Admar, 2004).
Kebaikan dan Keburukan sediaan eliksir adalah :
 Kebaikan
a. Mempunyai rasa dan bau sedap sehingga mudah diberikan kepada
pasien, terutama bayi dan anak-anak.
b. Takaran pemakaian mudah diatur
c. Sediaan stabil dalam sediaan ( Jas, Admar, 2004).
 Keburukan
a. Kandungan alkohol didalam eliksir dapat menjadi stimulansia terhadap
saluran cerna pasien terutama pada bayi dan anak-anak.
b. Etanol mudah menguap, sehingga bila kemasan tidak ditutup rapat
maka mudah terjadi penghabluran ( Jas, Admar, 2004).

Contoh eliksir untuk obat :


1. Phenobarbital eliksir
R/ Phenobarbitali 4

Ol. Citri 0,25 ml

Propylene glycoli 100 ml

Ethanol 200 ml

Sarbitoli solution USP 600 ml

Corr. Coloris q.s

Aq. dest 1 ltr ( Anief,Moh, 2000).

Contoh Sediaan dipasaran:

a. Panadol eliksir
b. Parasetamol eliksir
c. Batugin eliksir ( Jas, Admar, 2004).

Contoh menulis resep eliksir :

Dokter Marinem
SIP No : --
Alamat : --Ph/Hp : Medan, tgl
R/ Batugin elixir FI. No.I
S 4 dd 30 ml
-------- paraf
Pro : Ny. Andalusia

Catatan : sediaan eliksir, mengandung pelarut campur, diantaranya air,


alcohol dan polialkohol. Hati-hati memberikan krpada anak-anak
terutama terhadap gangguan saluran cerna, alkohol dapat
merangsang serta iritasi saluran cerna, bias menyebabkan perih
dan diare. ( Jas, Admar, 2004)
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press. Halaman 129.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farnasi. Jakarta : Universitas


Indonesia (UI-Press). Halaman .341-347.

Departemen Kesehatan RI. (1995).Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta.

Jas, Admar.2004. Perihal Obat : Art Design Publishing & Printing. Halaman :25-
26.

Jas, Admar.2004. Perihal Resep : Art Design Publishing & Printing. Halaman :13.

Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : EGC. Halaman 103.

Anda mungkin juga menyukai