Anda di halaman 1dari 57

Jacky, M.Farm,.

Apt
 Menurut FI Ed. III 1976, hal 8:
Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa
dan bau sedap, mengandung selain obat juga zat tambahan
seperti gula dan atau pemanis lainnya, zat warna, zat wewangi
dan zat pengawet; digunakan sebagai obat dalam.
Sebagai pelarut utama digunakan etanol yang dimaksudkan
untuk meningkatkan kelarutan obat. Dapat ditambahkan
gliserol, sorbitol dan propilenglikol; sebagai pengganti gula
dapat digunakan sirop gula.
 Fornas Ed. II, hal. 313 :
Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa
dan bau yang sedap, mengandung selain obat juga zat
tambahan seperti gula dan atau zat pemanis lainnya, zat
pengawet, zat warna dan zat pewangi, untuk digunakan
sebagai obat dalam. Sebagai pelarut utama digunakan etanol
90% yang dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan obat.
Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilen
glikol.sebagai pengganti gula dapat ditambahkan sirup
simpleks.
 Eliksir merupakan produk yang jernih, tidak seperti
mixtura yang seringkali keruh akibat dari minyak atau
bahan tumbuhan lain yang tersuspensi. Kejernihan dapat
dicapai dengan pemilihan pembawa yang tepat dan
beberapa hal dalam pembuatannya.
 Beberapa zat aktif yang dibuat eliksir (contoh:
pheneticillin dan phenoxy methipenisilin) ditandai dengan
bentuk bubuk atau granul kerena zat aktif itu tidak stabil
dalam larutan. Zat itu ditambahkan sejumlah volume
tertentu dalam botol dan kocok hingga terlarut sempurna.
Sediaan ini diberi label, disimpan ditempat yang dingin
dan umur sediaan hanya 7 hari.
 Contoh eliksir adalah Chloral eliksir, untuk pengobatan
anak (paediatric) harus dibuat segera tetapi stabil, dikemas
dan disimpan yang cocok, shelf life dapat dianggap kira –
kira 2 tahun.
 Menurut Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel). hal. 304 :
Larutan obat-obatan dalam air yang mengandung gula
digolongkan sebagai sirup, larutan yang mengandung
hidroalkohol yang diberi gula (kombinasi dari air dan etil
alkohol) disebut eliksir.
 Larutan oral, sirup dan eliksir dibuat dan digunakan
karena efek tertentu dari zat obat yang ada.
 Dalam sediaan ini zat obat umumnya diharapkan dapat
memberikan efek sistemik.
 Kenyataan bahwa obat – obat itu diberikan dalam bentuk
larutan biasanya berarti bahwa absorbsinya dalam sistem
saluran cerna ke dalam sirkulasi sistemik dapat diharapkan
terjadi lebih cepat daripada dalam bentuk sediaan suspensi
atau padat dari zat obat yang sama.
 Dalam larutan yang diberikan secara oral biasanya terdapat
zat - zat lain selain bahan obat.
 Bahan – bahan tambahan ini biasanya meliputi pemberi
warna, pemberi rasa, pemanis atau penstabil larutan.
Dalam penyusunan formula atau pencampuran larutan
farmasi, ahli farmasi harus memanfaatkan keterangan
tentang kelarutan dan kestabilan dari masing – masing zat
terlarut yang ada dengan memperhatikan pelarut atau
sistem pelarut yang digunakan.
 Ahli farmasi harus berhati – hati menghadapi penggunaan
kombinasi obat atau bahan – bahan farmasi yang akan
menimbulkan interaksi kimia atau fisika yang akan
mempengaruhi mutu terapeutik atau stabilitas farmaseutik
produk.
 Untuk larutan dengan zat terlarut tunggal dan terutama
untuk larutan dengan zat terlarut yang banyak macamnya,
ahli farmasi harus mengetahui sifat – sifat kelarutan yang
khas dari zat terlarut, dan cara - cara melarutkannya dari
pelarut farmasi tertentu. Setiap bahan kimia mempunyai
kelarutan sendiri-sendiri dalam pelarut yang digunakan.
 Eliksir yang mengandung > 10-12 % alkohol bersifat
sebagai pengawet sendiri dan tidak membutuhkan
penambahan zat antimikroba untuk pengawetnya.
 Menurut Remington Pharmaceutical Science hal. 746
 Konsentrasi alkohol yang terdapat dalam sediaan OTC
oral berdasarkan FDA :
Anak < 6 tahun : maksimal 0,5 %
Anak 6-12 tahun : maksimal 5 %
Anak > 12 tahun dan dewasa : maksimal 10 %
 Pada RPS 2005 hal 756, disebutkan bahwa eliksir
termasuk ke dalam golongan larutan non-aqueous dengan
kandungan alkohol bervariasi mulai dari 3-5 % sampai 21-
23 %.
 Menurut British Pharmacopeia (1973)

 Dalam contoh sediaan elixir yang terdapat dalam pustaka


tsb, digunakan etanol 90 dan 95% v/v.
 Konsentrasi etanol dalam sediaan bervariasi; ada sediaan
yang mengandung etanol 90% v/v sampai 40%.
 Tujuan Pembuatan Sediaan Elixir
 Mempertinggi kelarutan zat berkhasiat
 Agar homogenitas lebih terjamin
 Zat berkhasiat lebih mudah terabsorbsi dalam
keadaan terlarut
 Sediaan berasa manis dan aroma lebih sedap
 Dapat digunakan oleh orang yang sukar menelan
obat seperti anak-anak dan orang tua.
 Keuntungan :
1. Lebih mudah ditelan daripada bentuk padat, sehingga
dapat digunakan untuk bayi, anak-anak, dan orang tua.
2. Segera diabsorbsi karena sudah dalam bentuk larutan.
3. Obat secara homogen terdistribusi dalam seluruh sediaan
(ANSEL hal 341-342)
4. Bersifat hidroalkohol sehingga eliksir lebih mampu
mempertahankan komponen larutan yang larut dalam air
dan larut dalam alkohol dibandingkan daripada sirup.
5. Stabilitas yang khusus dan kemudahan dalam pembuatan
(lebih disukai darpada sirup)
6. Kemudahan penyesuaian dosis dan pemberian terutama
pada anak-anak. (Dispensing of Pharmaceutical Student,
hal 67)
7. Dosis selalu seragam (bentuk larutan) sehingga tidak perlu
pengocokan.
8. Dosis dapat diubah sesuai kebutuhan penggunaannya (dari
sendok takar yang digunakan).
9. Waktu absorbsi lebih cepat maka kerja obat lebih cepat
(tidak butuh desintegrasi dahulu).
10. Sifat mengiritasi dari obat bisa diatasi dengan bentuk
sediaan larutan karena adanya faktor pengenceran. Contoh:
KI dan KBr dalam keadaan kering menyebabkan iritasi.
11. Anak-anak dan beberapa orang dewasa yang sukar
menelan tablet atau kapsul, akan lebih mudah menelan
sediaan larutan.
12. Sediaan larutan dapat dengan mudah diberi bahan
pewangi, pemanis, atau pewarna untuk meningkatkan
penampilan.
 Kekurangan :
1. Voluminus sehingga kurang menyenangkan untuk diangkut
atau disimpan.
2. Stabilitas dalam bentuk larutan lebih jelek dibanding
bentuk tablet atau kapsul terutama bila bahan mudah
terhidrolisis.
3. Larutan mudah ditumbuhi mikroorganisme.
4. Ketepatan dosis tergantung pada kemampuan pasien
menakar.
5. Rasa obat yang kurang enak akan lebih terasa dalam
bentuk larutan dibanding dalam bentuk tablet. (ANSEL hal
341)
6. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis
dan kurang kental karena mengandung kadar gula yang
lebih rendah sehingga kurang efektif dalam menutupi rasa
obat dibanding dengan sirup.
7. Sediaan cair umumnya kurang stabil dibandingkan bentuk
sediaan padat (tablet atau kapsul) dan ada beberapa obat
yang tidak stabil dalam air.
8. Obat cairan memerlukan wadah yang besar sehingga
merepotkan dibawa-bawa.
9. Beberapa obat yang mengandung bau yang kurang
menyenangkan sukar ditutupi.
10. Memerlukan alat sendok untuk pemberian dosisnya
11. Jika terjadi wadah obat bentuk larutan pecah maka isi akan
terbuang semua.(Dispensing of Pharmaceutical Student,
hal 67)
a. Menggunakan pelarut campur (kosolven)
 Penggunaan pelarut campur dapat meningkatkan kelarutan
suatu zat dengan melihat kelarutan maksimum pada
masing masing pelarut.
 Pemilihan pelarut campur untuk sediaan farmasi cukup
sulit, karena sifat toksisitas dan iritasinya.
 Untuk memperkirakan kelarutan suatu zat dalam pelarut
campur harus dilihat harga konstanta dielektriknya.
 Suatu pelarut campur yang ideal mempunyai harga
konstanta dielektrik antara 25 sampai 80.
 Kombinasi pelarut campur yang banyak digunakan dalam sediaan
farmasi adalah campuran air-alkohol atau pelarut lain yang sesuai
antara lain sorbitol, gliserin, propilen glikol, dan sirupus simpleks
(The Theory And Practice Of Industrial Pharmacy, hal 460-461).
 Kepolaran pelarut campur mendekati kepolaran zat terlarut. Pelarut
campur yang digunakan : etanol, propilen glikol, gliserol, dan
sorbitol. Perhatikan konsentrasi toksik dari pelarut campur yang
digunakan tersebut.
 Pemilihan pelarut campur didasarkan :
- Kelarutan: alkohol 10%, propilen glikol x%, air (90-x)%
- Kd (jika diketahui Kd zat aktif)
- Kd campuran = (% air x Kd air) + (% alkohol x Kd
alkohol) + (% pro.glikol x Kd prop.glikol)
 Misal:
Untuk zat yang ke arah polar : Kd camp > Kd zat aktif
Untuk zat yang ke arah non-polar: Kd camp < Kd zat aktif
 Jika Kd zat aktif tidak diketahui, maka dilakukan
penentuan Kd dengan cara sbb:
 Data kelarutan ZA yang diketahui (misal zat X terlarut di
etanol, maka dilarutkan di etanol kemudian dititrasi
dengan air sampai keruh), dicatat jumlah air yang
diperlukan.
 Kd zat = Kd pelarut x jumlah air yang diperlukan
 Pembuatan beberapa seri larutan agar hasil hitungan lebih
akurat
 Perhitungan Kd
 Usahakan pelarut organik serendah mungkin (jika tetap
tidak bisa, buat suspensi). Contoh : gliserin konsentrasi
tinggi menyebabkan diare
b. Pengontrolan pH
 Suatu senyawa yang bersifat asam atau basa lemah akan
berubah kelarutannya dalam air dengan mengubah pH
larutan.
 Perubahan pH dapat merubah bentuk senyawa asam atau
basa lemah menjadi bentuk garamnya yang lebih mudah
larut. Parameter yang perlu diketahui adalah harga pKa
dan pKb senyawa tersebut.
 Berapa pH yang harus dimiliki sediaan untuk membuat
sejumlah X zat A terlarut dapat dihitung dengan rumus :
[H+] = Ks Ka
ST - Ks
 Penggunaan harga Ks dan harga Ka atau Kb suatu zat harus
diperhatikan dalam elixir, terutama bila kadar zat nya
tinggi, karena kosolven yang digunakan seperti alkohol
atau gliserin secara umum memiliki efek meningkatkan
harga Ks dan menurunkan konstanta disosiasi suatu zat bila
kadar zatnya tinggi.
 Pertimbangan lain dalam menentukan pH yang dipilih :
 pH tidak mempengaruhi kebutuhan lain dari produk
seperti stabilitas dan kompatibilitas fisiologis
 Jika pH yang diperlukan untuk mempertahankan kelarutan
zat cukup kritis (misal : rentangnya sempit), maka
diperlukan sistem dapar (The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, hal.458-459)
c. Solubilisasi miselar
 Penambahan bahan yang bersifat aktif permukaan dapat
meningkatkan kelarutan suatu zat.
 Salah satu contoh adalah penambahan surfaktan.

 Mekanismenya adalah karena terjadi asosiasi senyawa


yang bersifat non polar dengan misel yang terbentuk
dalam larutan setelah tercapai konsentrasi misel kritik
(KMK) surfaktan.
 Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan tidak boleh
terlalu besar, karena selain sifatnya yang toksik dan
harganya yang mahal juga akan terjadi busa pada saat
pembuatan sediaan yang sukar dihilangkan.
 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi
surfaktan tertentu dapat mengurangi ketersediaan hayati
obat karena terjadinya adsorpsi yang kuat di dalam misel.
 Harga HLB surfaktan dapat dipakai untuk memperkirakan
kelarutan dan kemampuan tercampurnya dalam pelarut
yang digunakan.
 Beberapa surfaktan yang umum digunakan dalam sediaan
farmasi adalah tween, ester-ester asam lemak, monoester
sukrosa, ester lanolin. (The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, hal.462-464)
d. Kompleksasi (kls C)
 Mekanisme meningkatkan kelarutan suatu zat berdasarkan
adanya interaksi dari senyawa yang tidak larut dengan
senyawa yang larut baik dapat membentuk kompleks
intramolekuler yang larut. (The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, hal.464-466).
 Misal suatu ZA diinklusi dengan kompleks siklodekstrin
(karena ukuran rongga cocok, dimana molekul yang
masuk ke rongga siklodekstrin harus < ukuran rongga).
 Pertumbuhan kristal yang disebabkan oleh perubahan
suhu, keseragaman ukuran, dll.
 Ketercampuran zat aktif dengan pelarut campur ataupun
zat tambahan untuk menghindari terjadinya pengendapan.
Dasar pemilihan pelarut campur: toksisitas, kelarutan,
konstanta dielektrik pelarut, ketercampuran bahan.
 Untuk penambahan sirup simplek lebih dari 30 % harus
diperhatikan terjadinya cap locking pada tutup botol
sediaan. Karena itu perlu diberikan anti cap locking.
Contoh anti cap locking yaitu gliserin, sorbitol.
Penambahan gliserin sebagai anti cap locking harus
diperhatikan karena gliserin dalam konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan diare.
 Untuk sediaan oral pemilihan zat aktif perlu
memperhatikan pemerian (rasa dan bau).
 Pemanis yang digunakan : gula, sirupus simpleks, sorbitol,
siklamat, aspartam.
 Karena ada komponen air dalam sediaan maka perlu
ditambahkan pengawet. Pengawet yang dapat digunakan :
 Nipagin-nipasol = 9 : 1 (0,18 : 0,02)
 Asam benzoat dengan konsentrasi 0,01-0,1%
(Sumber : Handbook of Exicipient, 2003, hal 50,390)
 Sediaan eliksir yang baik harus mempunyai viskositas
yang cukup (aliran yang baik) untuk memudahkan
penuangan. Tetapi biasanya pelarut campur yang
digunakan sudah cukup kental untuk memudahkan
penuangan.
FORMULA UMUM
- zat berkhasiat
- pelarut utama (etanol dan air dengan perbandingan tertentu
sesuai dengan daya melarut zat berkhasiat)
- pelarut tambahan (gliserol, sorbitol, propilen glikol)
- bahan pembantu (pemanis; pewangi; pewarna; pengawet;
anticaplocking agent; penstabil kimia seperti pendapar,
pengompleks, antioksidan)
Pembawa elixir berbeda dengan pembawa mixtura karena:
a. Produksi larutan yang jernih
Kekeruhan dari bahan pewangi yang terdiri dari minyak
essensial dan pengendapan dari ekstrak tumbuhan tidak boleh
ada dalam eliksir. Kira-kira 10-20% alkohol yang digunakan
untuk melarutkan minyak termasuk gliserol yang juga sebagai
pelarut pewangi berminyak.
b. Suatu ZA dengan kelarutan yang rendah dalam air

Kadang-kadang jika suatu ZA yang poten memiliki


kelarutan yang rendah harus diberikan maka dibuat sebagai
larutan dengan pelarut campur yang akan melarutkan dengan
sempurna
Contoh :
- Fenobarbital sukar larut dalam air tapi dapat menghasilkan
larutan yang jernih jika dibuat dengan melarutkan alkohol
dan kemudian dilarutkan dalam gliserol dan air.
- Suatu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7
bagian alkohol, 9 bagian propilen glikol, dan 40 bagian
gliserol. Dalam eliksir parasetamol digunakan alkohol,
propilen glikol, dan gliserol sbg pelarut campur.
 Alkohol bila digunakan pada konsentrasi cukup rendah
akan memberikan aktivitas fisiologis dan apabila
digunakan dalam konsentrasi yang tinggi memberikan rasa
terbakar.
 Alkohol juga menekan rasa asin yang kurang dari
bromida, garam iodida dan lainnya.
 Bila memungkinkan, eliksir yang ditujukan
penggunaannya untuk anak-anak diformulasikan
mengandung sedikit alkohol atau tidak sama sekali, sebab
alkohol tidak dianjurkan untuk diberikan pada anak-anak
sebagai pelarut.
 Propilen glikol digunakan sebagai pelarut minyak
essensial dari bahan kimia organik yang tidak larut air.
 Propilen glikol memberikan rasa manis seperti gliserol.
c. Produksi sediaan yang berasa enak
Kandungan utama dari eliksir adalah sirup atau sirup yang
mengandung flavour. Jenis-jenis bahan pembawa adalah sbb:
sebagai pelarut utama digunakan etanol 90%, dapat ditambah
gliserol, sorbitol, dan prop.glikol. (Fornas ed. II hal 313)
Etanol Kd 25,7
Konsentrasi > 10% : mencegah pertumbuhan mikroba
Pelarut oral liquid : bervariasi (< 10%)
Gliserin Kd 42,5
Pemanis : sampai 20%
Pembasah : sampai 30%
Anticaplocking agent

Sorbitol Humektan 3-15%


Pembawa larutan 25-90%
Anticaplocking agent 15-30%
Pemanis 25-30%
Pengental 25-30%
Lar. Oral 20-35% ;suspensi oral 70% (HOPE 2003 hal 596)

Prop.glikol Kd 33
Solven atau kosolven oral 10-35% (10-25%, HOPE hal 521)
Pengawet (untuk larutan semsol) 15-30 %
 Untuk mengetahui berapa banyak pelarut campur yang
digunakan, dapat dihitung dari nilai konstanta dielektrik
total pelarut yang digunakan yang sesuai dengan konstanta
dielektrik ZA.
 Cara menghitung konstanta dielektrik adalah :

Jumlah dari hasil perkalian masing-masing konstanta


dielektrik pelarut dengan fraksi (%) dari masing-masing
pelarut. Misal :

Pelarut Jumlah Kontanta dielektrik


Etanol A% 25,7
Gliserol B% 43,0
Propilen glikol C% 33,0
Air D% 80,4
 Maka konstanta dielektrik campuran pelarut adalah:
25,7A + 43B + 33C + 80,4D
100
 Nilai Konstanta Dielektrik Beberapa Obat
Zat aktif Konstanta dielektrik
As. Asetil Salisilat 2,583
Androsteron 2,214
Barbital 2,256
Kolesterol 2,213
Dehidrokolesterol 2,211
Metiltestoteron 2,213
Fenobarbital 2,247
Sulfanilamide 2,349
Testoteron 2,217
Metil salisilat 9,41
Metanol 32,6
Gliserol 42,5
Solvent Solut Perkiraan
KD
80
Garam organik & anorganik, gula
Air
tannin

Glikol Sugar, tannins 50

Metanol dan etanol Castor oil, wax 30

20
Aldehid, keton, alkohol BM Resin, minyak atsiri,
tinggi, ester, eter, dan oksida barbituirat, alkaloid, fenol
5-0
Heksan, benzen, CCl, etil
Fixed oil, lemak padat, vaselin,
eter, PAE, minyak mineral,
parafin, & hidrokarbon lain
fixed vegetable oil

(Sumber: Martin, Physical Pharmacy, hal.214)


Nama Bahan ∑ Nama Bahan ∑
N-metilformamid 190 Kloroform 4,8
Air 80,4 Asam hidroklorida 4,6
Gliserin 43 Etil eter 4,34
Metil alkohol 33,7 Minyak zaitun 3,1
Etil alkohol 25,7 Minyak biji kapas 3
n-propil alkohol 21,8 Asam oleat 2,45
Aseton 21,4 Toluen 2,39
Benzaldehid 17,8 Benzen 2,28
Amil alkohol 15,8 Dioksan 2,26
Benzil alkohol 13,1 Minyak lemon 2,25
Fenol 9,7 Karbon tetraklorida 2,24
Metil salisilat 9
Etil asetat 6,4
1. Pengawet
a. Pertumbuhan jamur dan fermentasinya dalam eliksir dapat
dihambat jika pembawa mengandung lebih dari 20%
alkohol, gliserol dan propilen glikol (Coopers & Gunn’s
hlm 76).
b. Sirup yang mengandung kurang lebih dari 85% gula dapat
menahan pertumbuhan mikroba oleh pengaruh tekanan
osmotik terhadap pertumbuhan mikroba.
c. Sirup dengan kadar kurang dari 85% dengan penambahan
poliol (seperti sorbitol, gliserin, propilen glikol atau PEG) juga
memiliki efek yang sama.
d. Tekanan uap fenol lebih besar dari tekanan uap normal cairan
dan daerah penutup area (cap area) permukaan sehingga
dapat mengurangi potensial pertumbuhan mikroba sebagai
hasil pengenceran permukaan. (The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, hal.467-468)
 Konsentrasi pengawet untuk sediaan oral (Handbook of
Exipient,hal 50, 390, 521, 526, 588) :
- Metil paraben 0,015-0,2%
- Propil paraben 0,01-0,02%
- As. benzoat 0,01-0,10% untuk oral solution, 0,15%
untuk oral sirup.
- Asam dan garam sorbat 0,05-0,2%
 Konsentrasi pengawet yang dapat digunakan (RPS 2005
hal 748)
- Alkohol > 15% (batas max penggunaan alkohol 15%)

- Propilen glikol 15- 30%

- Metil paraben 0,1- 0,25%

- Propil paraben 0,1- 0,25%

- As. Benzoat 0,1- 0,5%


 Kriteria pengawet yang ideal (The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, hal.467) :
- Efektif terhadapmikroba dan berspektrum luas
- Stabil secara fisika, kimia, dan mikrobiologi terhadap life
time produk
- Tidak toksik, cukup melarut, tersatukan dengan komponen
formula lainnya, rasa dan bau dapat diterima pada
konsentrasi yang digunakan
 Sebagai pengawet dapat digunakan turunan hidroksi-
benzoat, misalnya metil p- hidroksibenzoat dan propil p-
hidroksibenzoat.
 Pemakaian pengawet ini didasarkan atas rentang kerja
pengawet tsb pada pH 4-8.
 Kombinasi keduanya sering digunakan, karena dapat
memperluas spektrum kerja menjadi anti jamur dan anti
bakteri.
 Konsentrasi kombinasi :
- Metil paraben 0,18% (fungistatik)
- Propil paraben 0,02% (bakteriostatik)
- Propil paraben memiliki kelarutan yang rendah dalm air
sehingga harus dilarutkan dahulu dalam etanol (HOPE ed
4 hal 390, 391, 527)
2. Penstabil kimia (pendapar, antioksidan)
 Penggunaan pelarut khusus dalam kebanyakan eliksir
sering diperhitungkan terhadap pertimbangan stablitas,
tetapi diperlukan penambahan penstabilisasi, sebagai
contoh Neomiksin Eliksir BPC yang diatur pH 4-5 dengan
asam sitrat untuk mengurangi timbulnya warna hitam saat
penyimpanan, ditambahkan juga Na EDTA sebagai
pemisah terhadap logam yang mengkatalisa penguraian
antibiotik.
 Sebagai pengatur pH untuk sediaan oral biasa digunakan
NaOH, asam sitrat, dapar phosphat. Sedangkan sebagai
antioksidan biasa ditambahakn asam askorbat 0,01-0,1%
(Excipient ed 4 hal 32) dengan pH stabilitas 5,4 dan
sodium metabisulfit 0,01-1% (Excipient ed 4 hal 571)
3. Bahan pewarna
 Bahan pewarna yang biasa digunakan dalam eliksir:
Larutan Hasil warna Eliksir
Amaranth Magenta red Parasetamol paed.
Streptomisin paed.
Seny tartrazin Safiron Ephedrin, Isoniazid,
Neomisin, Fenobarbital
Green S Hijau Piperazin sitrat

Konsentrasi yang biasa digunakan 0,01-0,1%


(Cooper & Gunn’s, Dispensing for Pharmaceutical students hlm 76)
4. Pemanis
 Penambahan bahan pemanis digunakan untuk sirup yang
mengandung pewangi, gliserol, sorbitol, dan Na sakarin.
Sakarin dapat membantu menutupi rasa pahit dari sediaan
antibiotika seperti neomisin (Cooper & Gunn’s,
Dispensing for Pharmaceutical students hlm 76).
 Pemanis yang biasa digunakan pada eliksir adalah gula
atau pemanis lain sebagai pengganti gula dapat digunakan
sirup simplek (FI III).
Catatan :
 Larutan gula encer merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad renik lain, karena
itu semua alat yang dipakai dalam pembuatan sirup harus
benar-benar bersih.
 Pertumbuhan jasad renik umumnya diperlambat jika kadar
sakarosa lebih besar dari 65%, tetapi kepekatan ini
memungkinkan terjadinya penghabluran sukrosa.
 Selain itu dapat menyebabkan caplocking pada tutup botol.

 Oleh karena itu kadar yang dipakai sekitar 20-35% saja.


5. Pewangi
 Untuk sediaan eliksir, bahan pemanis dan pewangi rasa
buah lebih banyak digunakan daripada pembawa aromatik
dan ekstrak cairan liquorice.
 Pewangi rasa buah yang sering digunakan adalah:
- Black currant syrups dalam Eliksir Chloral paed.
- Juice Raspberry pekat dengan sirup invert dalam
Parasetamol Eliksir.
- Lemon spirit dengan sirup dan sirup invert dalam Ephedrin
Eliksir.
- Compound Orange Spirit dengan gliserol dalam
Phenobarbital Eliksir.
 Raspberry dan Black currant sangat dikenal oleh
anak-anak, dan sangat baik untuk menutupi rasa
pahit obat. Pewangi orange efektif untuk menutupi
rasa agak pahit barbiturat, sedangkan as. Sitrat dan
Na sitrat membantu menutupi rasa sedikit pahit dari
streptomisin. (Cooper & Gunn’s, Dispensing for
Pharmaceutical students hal 76)
 Contoh pewangi (The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy, hal.470)

Rasa Flavour

Asin Vanila, maple, apricot

Pahit Cherry, walnut, coklat

Manis Buah-buahan, vanila, berry

Asam Jeruk, rootbeery, rasberry


 Pewangi dalam Farmasi

USP XVIII NF XIII


Aromatic elixir Acacia syrup
Cherry syrup Aromatic Eriodictyon syrup
Citric acid syrup High alkoholic elixir
Cocoa syrup Iso-alkoholic elixir
Glycyrrhizae syrup Low alkoholic elixir
Orange syrup Tolu balsam syrup
Raspberry syrup Tolu balsam tincture
Wild cherry syrup
6. ANTI-CAPLOCKING AGENT
 Biasanya digunakan gliserin dan sorbitol yang
berfungsi juga sebagai pemanis, karena sirupus
simpleks yang digunakan hanya sekitas 20-35%.
 Pembuatan Sediaan Eliksir
 Contoh formula :

R/ Zat aktif 100 mg


Sorbitol solution 30 %
Alkohol 10%
Propilenglikol 5%
Metil paraben 0,2%
Propil paraben 0,03%
Pewangi q.s
Pewarna q.s
Aquades ad. 5 ml
 Misalkan : akan dibuat sediaan eliksir, dengan kekuatan
sediaan 100 mg/5mL sebanyak 10 botol. Jumlah yang akan
diserahkan sebanyak 10 botol ditambah untuk uji mutu sediaan
akhir dibutuhkan :
Penentuan bobot jenis
1 Botol
Penetapan pH
Penetapan viskositas dan 2 botol
rheologi (viscometer Brookfield)
Volume terpindahkan (non- 3 botol
destruktif)
Identifikasi 3 botol
Penetapan kadar 3 botol
Penetapan potensi antibiotika 18 botol
(jika ZA antibiotika)
JUMLAH 30 botol
 Karena dari seluruh uji diatas ada uji yang
tidak destruktif sehingga dapat digunakan untuk
uji evaluasi yang lain. Jadi jumlah eliksir yang akan
dibuat adalah 10 + 30 = 40 botol.
 Perhitungan : Jumlah yang akan diserahkan
sebanyak 10 botol, ditambah untuk uji mutu
sediaan akhir dibutuhkan 30 botol. Maka akan
dibuat total : 40 botol
 Volume tiap botol dilebihkan 3% untuk menjamin
ketepatan volume sediaan setelah dituang dari botol.
Persentase penambahan volume mengacu pada FI IV ,
hal 1044.
 Volume sediaan tiap botol = 100 ml + (3 % x 100 ml) =
103 ml
 Total volume sediaan yang akan dibuat : 40 botol x 103 ml
= 4120 ml
 Untuk mencegah kehilangan selama pembuatan maka
total sediaan dilebihkan 10% sehingga volume total
yang dibuat = 4120 ml + (10% x 4120) ml = 4532 ml.
Penimbangan :
Bahan yang
Untuk volume 5 ml Untuk volume 4532 ml
ditimbang
Zat aktif 100 mg 100 mg/ 5ml x 4532 ml = 90640 mg
Sorbitol
30% b/v x 5 ml = 1,5 g 1,5 mg/ 5ml x 4532 ml = 1359,6 mg
solution
Alkohol 10% b/v x 5 ml = 0,5 g 10% b/v x 4532 ml = 453,2 g
Propilen
5%b/v x 5 ml = 0,25 g 5% b/v x 4532 ml = 226,6 g
glikol
Metil
0,2% b/v x 5 ml = 0,01 g 0,2% b/v x 4532 ml = 9,064 g
paraben
Propil
0,03% b/v x 5 ml = 0,0015 0,03% b/v x 4532 ml = 0,0015
paraben
Pewangi qs (dalam bentuk persen)

Pewarna qs (dalam bentuk persen)

Aquadest Ad 5 ml Ad 4532 ml
Prosedur Pembuatan :
 Air sebagai pembawa harus dididihkan kemudian
didinginkan.
 Bahan aktif dan bahan pembantu (jumlah yang diminta +
evaluasi) ditimbang.
 Pembuatan larutan sakarosa (FI. III. 567). Larutkan 65
bagian sakarosa dalam larutan metal paraben 0,25 % b/v
hingga terbentuk 100 bagian sirup simplek yang berfungsi
sebagai pengental dan pemanis.
 Bahan aktif dihaluskan dalam mortar kemudian dilarutkan
dalam satu pelarut yang paling melarutkan zat-zat tersebut.
Apabila kelarutan bahan berkhasiat di dalam masing-
masing pelarut yang akan dikombinasikan tidak tinggi,
maka zat aktif dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam
pelarut campur tersebut.
 Bahan pembantu dihaluskan dalam mortar kemudian
dilarutkan dalam pelarut yang paling melarutkan zat-zat
tersebut.
 Tambahkan berturut-turut larutan pengawet, larutan
pewangi, larutan pewarna kedalam larutan zat aktif.
(Sedapat mungkin penambahan zat-zat pembantu dalam
keadaan terlarut)
 Tambahkan sisa pelarut campur
 Masukkan pemanis.
 Genapkan dengan air sampai volume yang diinginkan.
 Masukkan kedalam wadah, tutup dan beri etiket.
1. Evaluasi Fisika
 Evaluasi organoleptik : bau, rasa, warna, kejernihan, selain
itu juga diperiksa kelengkapan etiket, brosur dan
penandaan pada kemasan.
 Evaluasi kejernihan FI IV hal 998 : 5 ml
 Berat jenis FI IV hal 1030 : 10 ml
 pH FI IV hal 1039 : 1 botol
 Volume terpindahkan FI IV hal 1089 : 30 wadah (tetapi
dapat dipakai untuk uji-uji lainnya)
 Viskositas (Physical Pharmacy, Martin, hal. 463).
Viskosimeter Hoppler membutuhkan kurang lebih 120 ml
(2 botol).
 Prosedur :
- Isi tabung dengan cairan yang akan diukur viskositasnya
(jangan sampai penuh)
- Masukkan bola yang sesuai
- Tambahkan cairan sampai penuh dan tabung ditutup (jangan
sampai ada gelembung udara)
- Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu yang
dibutuhkan oleh bola untuk menempuh jarak tertentu melalui
cairan tabung
 Hitung bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer
 Viskositas cairan dihitung dengan rumus :
η = β ρ1 − 𝜌2 𝑡
Keterangan :
η = viskositas cairan β = konstanta bola
ρ1 = bobot jenis bola ρ2 = bobot jenis cairan
t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu
2. Evaluasi kimia
 Identifikasi

 Penetapan kadar (termasuk dalam pengujian Keseragaman


Sediaan) FI IV hal 1543-1544 ( sesuai monografi)
3. Evaluasi Biologi
 Penetapan potensi antibiotik untuk eliksir dengan zat aktif
antibiotika (FI. IV hal 891-899 ).
 Penyimpanan
Karena eliksir mengandung alkohol dan biasanya
juga mengandung beberapa minyak mudah menguap
yang rusak oleh adanya udara dan sinar, maka paling
baik disimpan pada wadah tertutup rapat dan tahan
cahaya. (Ansel hal 343)

Anda mungkin juga menyukai