Anda di halaman 1dari 97

Hak Cipta © Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan

Nasional
Edisi Tahun 2023

Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia


Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Jl. Akses Tol Cimanggis, Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.
Telp. (021) 8674586

PELATIHAN PENATAAN AKSES REFORMA AGRARIA MELALUI


PEMBERDAYAAN TANAH MASYARAKAT
Konsep Dasar Penataan Akses Reforma Agraria

Penanggung Jawab:
1. Dr. Agustyarsyah, S.SiT., S.H., M.P.
Subject Matter Expert Modul:
1. Windra Pahlevi, S.T
2. Achmad Riyandi Salim, S.H., M.Kn.
Content Author Modul:
1. Sukamto, S.T., M.P.W.K.
Editor:
1. Tim PPSDM Kementerian ATR/BPN

JAKARTA - KEMENTERIAN ATR/BPN - 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya modul
yang menjadi pegangan bagi peserta Pelatihan Penataan Akses Reforma
Agraria melalui Pemberdayaan Tanah Masyarakat. Modul ini dapat
terselesaikan karena kerjasama Tim Penyusun Modul yang sudah dirangkum
melalui beberapa kali workshop dan dukungan dari berbagai pihak di
lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional.
Untuk itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional;
2. Direktorat Pemberdayaan Tanah Masyarakat Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
3. Tim Penyusun Modul;
4. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya Modul ini.

Akhir kata, semoga Modul ini dapat memberikan manfaat bagi peserta
pelatihan. Kritik dan saran dengan senang hati akan diterima untuk
perbaikan modul ini.

Bogor, April 2023


Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional

Dr. Agustyarsyah, S.SiT., S.H., M.P.


NIP. 19700811 199403 1 010

i
...

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................... v
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL .................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................... 1
B. DESKRIPSI SINGKAT ............................................................... 3
C. TUJUAN PEMBELAJARAN ....................................................... 3
D. INDIKATOR HASIL BELAJAR ................................................... 3
E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK ............................. 3
BAB II PENATAAN ASET .................................................................. 5
A. PENGENALAN JENIS-JENIS HAK ATAS TANAH ....................... 5
B. PENDAFTARAN TANAH .......................................................... 27
C. PENGENALAN SERTIPIKAT TANAH ........................................ 35
BAB III KONSEP DASAR PROGRAM PENATAAN AGRARIA .............. 32
A. DEFINISI, MAKSUD DAN TUJUAN PELAKSANAAN SELURUH
PROGRAM PENATAAN AGRARIA ............................................ 32
B. PERATURAN PERUNDANG YANG MENDASARI SELURUH
PROGRAM PENATAAN AGRARIA ............................................ 34
BAB IV REFLEKSI PROGRAM PENATAAN AKSES REFORMA AGRARIA
..................................................................................................... 40
A. DEFINISI, MAKSUD, DAN TUJUAN PELAKSANAAN REFORMA
AGRARIA ............................................................................... 40
B. SISTEM PENATAAN AGRARIA BERKELANJUTAN................... 45
BAB V KELEMBAGAAN PENATAAN AKSES REFORMA AGRARIA..... 52
A. KELEMBAGAAN KHUSUS PENATAAN AKSES REFORMA (GTRA)
.............................................................................................. 52

ii
...

B. STAKEHOLDER TERKAIT DALAM PROGRAM PENATAAN AKSES


REFORMA AGRARIA .............................................................. 54
BAB VI PENUTUP ........................................................................... 58
A. KESIMPULAN......................................................................... 58
B. TINDAK LANJUT .................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 59

iii
...

DAFTAR GAMBAR

iv
...

DAFTAR TABEL

v
...

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Pengguna dapat mempelajari keseluruhan isi materi modul ini yang


dilakukan secara berurutan. Pastikan terlebih dahulu urutan materi pada
saat memahami setiap bagian dalam modul ini, karena masing-masing
urutan materi saling berkaitan. Agar proses pembelajaran dapat berlangsung
dengan lancar dan tujuan pembelajaran tercapai dengan baik, maka dari itu
dianjurkan untuk:
1. Membaca dengan cermat materi yang ada dan pahami tujuan
pembelajaran terlebih dahulu yang tersedia pada setiap awal bab,
apabila ada hal-hal yang kurang jelas dapat bertanya dengan fasilitator
saat kegiatan pembelajaran berlangsung;
2. Mengerjakan latihan dan evaluasi yang tersedia pada setiap akhir bab
modul ini;
3. Membentuk kelompok diskusi untuk membahas materi tertentu dan
studi kasus yang diberikan untuk memperdalam pemahaman materi;
4. Mempelajari bahan dari sumber lain sesuai referensi yang tercantum
pada daftar pustaka di akhir modul ini untuk memperluas wawasan;
dan
5. Mengaitkan materi yang diperoleh dengan kondisi lingkungan kerja
dan cobalah rencanakan implementasinya bila perlu.

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebijakan Reforma Agraria merupakan upaya untuk menata


kembali hubungan antara masyarakat dengan tanah, yaitu menata
kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
permukaan bumi yang berkeadilan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) merupakan
rujukan pokok bagi kebijakan dan pelaksanaan reforma agraria. UUPA
telah meletakkan dasar-dasar pengaturan, penguasaan, pemilikan
penggunaan dan pemanfaatan tanah. Kesadaran akan pentingnya menata
kembali kehidupan bersama yang berkeadilan sosial melalui reforma
agraria mencapai puncaknya dengan dikeluarnya Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor IX/MPR/2001 tentang
Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang
mengharuskan dilakukannya reforma agraria. TAP MPR ini mengatur
mengenai pengertian, prinsip dan arah kebijakan pembaruan agraria dan
pengelolaan sumber daya alam yang dalam pelaksanaannya menugaskan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama Presiden Republik
Indonesia untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan
agraria dan pengelolaan sumber daya alam serta mencabut, mengubah
dan/atau mengganti semua undangundang dan peraturan
pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan TAP MPR ini. Secara khusus,
TAP MPR ini menekankan pentingnya penyelesaian pertentangan dan
tumpang tindih pengaturan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.

Rencana Strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan


Pertanahan Nasional disusun dalam rangka mewujudkan visi
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yaitu
Pengelolaan Ruang dan Pertanahan yang terpercaya dan berstandar
dunia. Direktorat Pemberdayaan Tanah Masyarakat dalam program

1
kerjanya berpedoman pada Rencana Strategis Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 2020-2024, yang tercantum
pada Tujuan 1 yaitu Menyelenggarakan pengelolaan pertanahan untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan sasaran strategis yaitu
penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah yang berkepastian
hukum dan produktif serta indikator kinerja peningkatan pendapatan
perkapita penerima Reforma Agraria.

2
B. DESKRIPSI SINGKAT

Mata Pelatihan ini membahas tentang konsep dasar penataan


akses reforma agraria. Penyampaian materi ini disampaikan melalui
kombinasi metode penyampaian materi dengan menggunakan video
pembelajaran, dan diskusi interaktif ataupun studi kasus jika
diperlukan. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya
memahami bahasan materi yang disampaikan.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari materi ini, peserta dapat memahami secara


fundamental konsepsi penataan akses reforma agraria sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

D. INDIKATOR HASIL BELAJAR

Setelah mempelajari mata pelatihan ini peserta diharapkan mampu:


1. Menjelaskan konsep dasar penataan aset yang berfokus pada jenis
hak atas tanah dan sertipikat tanah.
2. Mendefinisikan hakikat dan regulasi mengenai dasar program
penataan agraria dan reforma agraria yang berlaku saat ini.
3. Menjelaskan hakikat penyelenggaraan program penataan akses
reforma agraria.
4. Menjelaskan secara fundamental kelembagaan penataan akses
reforma agraria dengan baik.

E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK

1. Penataan Aset
a. Pengenalan jenis-jenis Hak Atas Tanah
b. Program sertipikasi tanah
c. Pengenalan sertipikat tanah
2. Konsep Dasar Program Penataan Agraria

3
a. Definisi, maksud dan tujuan pelaksanaan seluruh program
Penataan Agraria
b. Peraturan perundangan yang mendasari seluruh program
Penataan Agraria
3. Refleksi Program Penataan Akses Reforma Agraria
a. Definisi, Maksud dan Tujuan Penyelenggaran Reforma Agraria
b. Sistem penataan agraria berkelanjutan
4. Kelembagaan penataan akses reforma agraria
a. Stakeholder terkait dalam program penataan akses reforma
agraria.
b. Kelembagaan khusus penataan akses reforma agraria (GTRA).

4
BAB II
PENATAAN ASET

INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mempelajari bab ini peserta diharapkan menjelaskan konsep dasar penataan aset yang
berfokus pada jenis hak atas tanah dan sertipikat tanah.

A. PENGENALAN JENIS-JENIS HAK ATAS TANAH

Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum
antara pemegang hak dengan tanah, termasuk ruang di atas tanah,
dan/atau ruang di bawah tanah untuk menguasai, memiliki,
menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara tanah, ruang di
atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah. Pemberian Hak Atas Tanah
yang selanjutnya disebut Pemberian adalah penetapan Pemerintah yang
memberikan suatu Hak Atas Tanah di atas Tanah Negara atau di atas
Hak Pengelolaan.
Perpanjangan jangka waktu hak adalah penambahan jangka
waktu berlakunya sesuatu hak atas tanah atas permohonan sebelum
haknya berakhir. Pembaruan hak adalah permohonan hak yang sama
kepada pemegang hak atas tanah atas permohonan sesudah jangka
waktu hak tersebut berakhir. Ketentuan mengenai tata cara
permohonan hak atas tanah diatur dalam:
1. UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
2. PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
4. Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 2017 tentang
Standar Pelayanan Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional.
5. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010
tentang Standar Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan.

5
6. Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang
tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan Dan Hak Atas Tanah.
Sebelum mengajukan permohonan Hak Pengelolaan atau Hak
Atas Tanah, Pemohon harus memperoleh dan menguasai tanah yang
dimohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang dibuktikan dengan Data Fisik dan Data Yuridis bidang tanah.
Perolehan tanah dalam rangka permohonan Hak Pengelolaan atau Hak
Atas Tanah dapat berasal dari:
a. Tanah Negara;
b. Tanah Hak; dan/atau
c. Kawasan hutan negara.
Permohonan Hak Pengelolaan atau Hak Atas Tanah diajukan oleh
Pemohon kepada: a. Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi
letak tanah yang bersangkutan, untuk permohonan Hak Pengelolaan,
Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Guna Usaha
kewenangan Kepala Kantor Pertanahan; atau b. Kantor Wilayah yang
daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, untuk
permohonan Hak Guna Usaha kewenangan Kepala Kantor Wilayah dan
Menteri.
1. Jenis-Jenis Hak Atas Tanah
Berdasarkan Pasal 16 Ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), jenis -jenis hak atas
tanah terdiri dari:
a. hak milik,
b. hak guna-usaha,
c. hak guna-bangunan,
d. hak pakai,
e. hak sewa,
f. hak membuka tanah,
g. hak memungut-hasil hutan,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas
yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

6
a. Hak Milik
Hak Milik adalah Hak turun temurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan
Pasal 6 (Ps. 20 ayat (1) UUPA). Terkuat dan terpenuh tidak berarti,
bahwa hak itu merupakan hak yang “mutlak, tidak terbatas dan tidak
dapat diganggu gugat”. Hak ini hanya untuk membedakan dan
menunjukkan bahwa di antara hak atas tanah yg dapat dipunyai
orang, Hak Milik lah yg terkuat (jangka waktu tidak terbatas) dan
terpenuh (wewenangnya paling luas).
Ciri-Ciri Hak Milik:
1) Hak Milik merupakan hak atas tanah yang paling kuat artinya
tidak mudah hapus serta mudah dipertahankan terhadap
gangguan dari pihak lain oleh karena itu maka Hak Milik
termasuk salah satu hak yang wajib didaftarkan (Pasal 23
UUPA).
2) Hak Milik mempunyai jangka waktu yang tidak terbatas.
3) Terjadinya Hak Milik karena hukum adat diatur dengan
Peraturan Pemerintah, selain itu juga bisa terjadi karena
penetapan pemerintah atau ketentuan Undang-Undang (Pasal
22 UUPA).
4) Hak Milik dapat dialihkan kepada pihak lain melalui jual beli,
hibah, tukar menukar, pemberian dengan wasiat pemberian
menurut hukum adat dan lain-lain pemindahan perbuatan yang
bermaksud memindahkan hak milik yang pelaksanaanya diatur
oleh Peraturan Perundangan (Pasal 20 ayat 2 UUPA).
5) Penggunaan Hak Milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan
diatur dengan peraturan perundangan (Pasal 24 UUPA).
6) Hak Milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak
tanggungan (Pasal 25 UUPA).

7
Subyek yang dapat Mempunyai Hak Milik
Subyek yang dapat Mempunyai Hak Milik yakni:
1) Warga Negara Indonesia;
2) Badan-Badan Hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah dapat
mempunyai Hak Milik:
a) bank negara;
b) badan keagamaan dan badan sosial yang ditunjuk oleh
pemerintah; dan
c) koperasi pertanian.
Hak Milik dapat hapus bila:
1) Tanahnya jatuh kepada Negara karena pencabutan hak
berdasarkan Ps. 18 UUPA, karena penyerahan dengan sukarela
oleh pemiliknya, karena diterlantarkan dan karena ketentuan Ps.
21 ayat (3) dan Pasal. 26 ayat (2) UUPA;
2) Tanahnya musnah.

b. Hak Guna Usaha


Hak Guna Usaha diberikan untuk kegiatan usaha pertanian,
peternakan dan perikanan/tambak. Penggunaan tanah Hak Guna
Usaha untuk usaha pertanian meliputi usaha perkebunan, tanaman
pangan dan/atau tanaman hortikultura. Menurut pasal 63 Permen
ATR KBPN No. 18 Tahun 2021 Hak Guna Usaha diberikan untuk
jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun, diperpanjang
untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan
diperbarui untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun.
Subyek Hak Guna Usaha
Subyek Hak Guna Usaha (pasal 61 Permen ATR KBPN No. 18
Tahun 2021:
1) Warga Negara Indonesia;
2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
Obyek Hak Guna Usaha
1) Tanah Negara (Pasal 28 UUPA jo. Pasal 4 ayat 1 PP40/96);

8
2) Apabila tanah yang akan dijadikan obyek Hak Guna Usaha
tersebut merupakan kawasan hutan yang dapat dikonversi,
maka terhadap tanah tersebut perlu adanya pelepasan kawasan
hutan dari Menteri Kehutanan;
3) Apabila tanah yang akan dijadikan obyek hak guna usaha adalah
tanah yang sudah mempunyai hak, maka hak tersebut harus
dilepaskan terlebih dulu;
4) Dalam hal tanah yang dimohon terdapat tanaman dan atau
bangunan milik orang lain yang keberadaanya berdasarkan alas
hak yang sah, maka pemilik tanaman atau bangunan tersebut
harus mendapat ganti rugi dari pemegang hak baru.

Terjadinya dan Jangka Waktu Hak Guna Usaha


Terjadinya Hak Guna Usaha karena keputusan pemberian hak
oleh Menteri ATR/Kepala Badan Pertanahan Nasional/Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi setempat. Hak Guna
Usaha lahir sejak ditetapkan dan untuk memperoleh bukti hak atas
tanah/Sertipikat, penerima hak diwajibkan mendaftarkan Hak Guna
Usaha dan membayar biaya pendaftarannya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, dan
kepada pemegang haknya diberikan tanda bukti berupa sertipikat
(Pasal 19 UUPA).
Jangka waktu Hak Guna
Pemerintah memberikan Perpanjangan Hak Guna Usaha di atas
bidang tanah yang sama kepada pemegang Hak Guna Usaha.
Permohonan Perpanjangan Hak Guna Usaha di atas Tanah Negara
dapat diajukan setelah usia tanaman atau usaha lainnya efektif atau
paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha.
Permohonan Pembaruan Hak Guna Usaha dapat diajukan paling lama
2 (dua) tahun setelah berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha atau
perpanjangannya berakhir.
Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35
(tiga puluh lima) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama

9
25 (dua puluh lima) tahun dan diperbarui untuk jangka waktu paling
lama 35 (tiga puluh lima) tahun. Perpanjangan dan/atau Pembaruan
Hak Guna Usaha dilakukan dengan tahapan pemeriksaan tanah oleh
Panitia B. Apabila hasil pemeriksaan tanah oleh Panitia B terdapat
perubahan kondisi di lapangan baik fisik maupun tata batasnya maka
dilakukan pengukuran ulang dan/atau penataan batas.

Peralihan dan Pembebanan Hak Guna Usaha


Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan, hal ini bisa
dilaksanakan melalui jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam
modal, hibah dan pewarisan. Peralihan Hak Guna Usaha ini harus
didaftar di Kantor Pertanahan. (Pasal 16 PP. 40/96) Peralihan Hak
Guna Usaha yang disebabkan Jual beli, hal ini harus dilakukan
dihadapan Pejabat Pembuat Akta, hal ini diatur dalam pasal 37
Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 jo pasal 98 Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3
tahun 1997, dan peralihan ini baru bisa dilakukan setelah adanya ijin
peralihan dari Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1956.
Disamping Hak Guna Usaha dapat dialihkan, juga dapat
dibebani dengan Hak tanggungan, ketentuan mengenai pembebanan
Hak Tanggungan ini diatur dalam Undang-Undang nomor 4 tahun
1996.
c. Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan adalah Hak untuk mendirikan dan mempunyai


bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan
jangka waktu maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama
20 tahun. Sesudah jangka waktu HGB dan perpanjangannya berakhir,
kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan HGB di atas
tanah yang sama.
Subyek Hak Guna Bangunan (Pasal 85 Permen ATR KBPN No. 18
Tahun 2021):

10
1) Warga Negara Indonesia;
2) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.

Obyek Hak Guna Bangunan:


1) Tanah Negara;
2) Tanah Hak Pengelolaan;
3) Tanah Hak Milik.

Jangka waktu Hak Guna Bangunan


Hak Guna Bangunan diberikan untuk jangka waktu paling lama
30 (tiga puluh) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama
20 (dua puluh) tahun dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama
30 (tiga puluh) tahun.

Terjadinya Hak Guna Bangunan


Terjadinya Hak Guna Bangunan karena antara lain:
1) Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan
keputusan, pemberian hak (ketetapan Pemerintah) oleh Menteri
atau Pejabat yang ditunjuk;
2) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi berdasarkan
perjanjian yang berbentuk otentik antara pemegang Hak Milik
dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan
dengan akta yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah yang kemudian didaftarkan di Kantor Pertanahan;
3) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan
dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau Pejabat
yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan
yang kemudian didaftarkan di Kantor Pertanahan.

Pembebanan Hak Guna Bangunan


Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani Hak Tanggungan. Hak Tanggungan yang dibebani Hak Guna
Bangunan tersebut hapus apabila Hak Guna Bangunan hapus.

11
Peralihan Hak Guna Bangunan
Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena jual beli, tukar
menukar, penyertaan dalam modal, hibah dan Pewarisan Peralihan
Hak Guna Bangunan yang harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Peralihan Hak Guna Bangunan karena jual beli (kecuali jual beli
melalui lelang), tukar menukar, penyertaan dalam modal dan hibah
harus dilakukan dengan Akta yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah.
Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan
Berita Acara Lelang. Peralihan Hak Guna Bangunan karena pewarisan
harus dibuktikan dengan surat wasat atau surat keterangan waris
yang dibuat oleh instansi yang berwenang. Peralihan Hak Guna
Bangunan atas tanah Hak Milik atau Hak Pengelolaan harus dengan
persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik atau Hak Pengelolaan
yang bersangkutan.
Hak Guna Bangunan bisa dihapus karena:
1) Jangka waktunya berakhir;
2) Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang/pemegang Hak
Pengelolaan/ pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya
berakhir, karena:
● Tidak dipenuhinya kewajiban pemegang hak dan/atau
dilanggarnya ketentuan Pasal 30, 31 dan 32 PP No. 40/1996;
● Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban yang
tertuang dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Milik atau
Hak Pengelolaan;
● Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap;
● Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum
jangka waktunya berakhir;
● Dicabut untuk kepentingan umum sesuai dengan Undang-
Undang No.20 Tahun 1961;
● Diterlantarkan.

12
3) Tanahnya musnah;
4) Pemegang tidak memenuhi syarat.

d. Hak Pakai

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut


hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik
orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberian oleh Pejabat berwenang memberikannya
atau dalam perjanjian dari pemilik tanah yang bukan peranjian sewa
menyewa atau perjanjian pengolah tanah.

Hak Pakai terdiri atas:

a. Hak Pakai dengan jangka waktu; dan


b. Hak Pakai selama dipergunakan.

Subyek Hak Pakai


a. Hak Pakai dengan jangka waktu diberikan kepada:

a) Warga Negara Indonesia;


b) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia;
c) badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia;
d) badan keagamaan dan sosial; dan
e) Orang Asing.
b. Hak Pakai selama dipergunakan diberikan kepada:
a) instansi Pemerintah Pusat;
b) Pemerintah Daerah;
c) Pemerintah Desa; dan
d) perwakilan negara asing dan perwakilan badan
internasional.

13
Obyek Hak Pakai
1) Tanah Negara;
2) Tanah Hak Pengelolaan;
3) Tanah Hak Milik.

Hak Pakai diberikan untuk kegiatan usaha pertanian dan


nonpertanian. Usaha pertanian berupa tanaman yang tidak
diakomodir dalam jenis tanaman pertanian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan Nonpertanian dapat
berupa:

a) kantor pemerintahan;
b) kantor badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia;
c) kantor perwakilan negara asing dan badan internasional;
d) kegiatan pertambangan mineral dan batu bara, minyak dan gas
bumi; dan
e) kegiatan nonpertanian lainnya.

Terjadinya Hak Pakai


1) Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan
pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk;
2) Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan
pemberian hak oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan
usul pemegang Hak Pengelolaan;
3) Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh
pemegang Hak Milik dengan Akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib
didaftarkan dalam buku tanah.

Jangka Waktu Hak Pakai


1) Hak Pakai dengan jangka waktu diberikan untuk jangka waktu
paling lama 30 (tiga puluh) tahun, diperpanjang untuk jangka
waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan diperbarui untuk
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.

14
2) Hak Pakai selama dipergunakan diberikan untuk waktu yang tidak
ditentukan selama dipergunakan dan dimanfaatkan.

Peralihan Hak Pakai


Peralihan Hak Pakai bisa karena Jual Beli, Tukar Menukar,
Penyertaan dalam Modal, Hibah dan Pewarisan.
Dalam hal Hak Pakai tidak diberikan kembali maka
diberitahukan terlebih dahulu oleh:
a. Menteri melalui Kantor Pertanahan; atau
b. Pemegang Hak Pengelolaan, dalam hal Hak Pakai di atas Hak
Pengelolaan.
Dalam hal Hak Pakai tidak diberikan kembali kepada bekas
pemegang hak baik sebagian atau seluruhnya, maka bangunan beserta
benda-benda maupun tanam tumbuh yang ada di atas tanah Hak
Pakai:
a. dikuasai langsung oleh Negara untuk Hak Pakai di atas Tanah
Negara;
b. sesuai dengan perjanjian pemanfaatan tanah dengan pemegang
Hak Pengelolaan untuk Hak Pakai di atas tanah Hak
Pengelolaan; atau
c. sesuai dengan perjanjian pemberian hak dengan pemegang Hak
Milik untuk Hak Pakai di atas tanah Hak Milik.

Hapusnya Hak Pakai


1) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Pemberian haknya;
2) Dibatalkan oleh Pejabat yang berwenang;
3) Dilepaskan secara sukarela;
4) Dicabut berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 1961;
5) Ditelantarkan;
6) Tanahnya Musnah.

15
Dalam hal Hak Pakai tidak diberikan kembali maka diberitahukan
terlebih dahulu oleh:
a. Menteri melalui Kantor Pertanahan; atau
b. Pemegang Hak Pengelolaan, dalam hal Hak Pakai di atas Hak
Pengelolaan.
Dalam hal Hak Pakai tidak diberikan kembali kepada bekas
pemegang hak baik sebagian atau seluruhnya, maka bangunan beserta
benda-benda maupun tanam tumbuh yang ada di atas tanah Hak
Pakai:
a. dikuasai langsung oleh Negara untuk Hak Pakai di atas Tanah
Negara;
b. sesuai dengan perjanjian pemanfaatan tanah dengan pemegang
Hak Pengelolaan untuk Hak Pakai di atas tanah Hak Pengelolaan;
atau
c. sesuai dengan perjanjian pemberian hak dengan pemegang Hak
Milik untuk Hak Pakai di atas tanah Hak Milik.
e. Hak Sewa
Hak sewa merupakan Hak sekunder yang ditumpangkan diatas
hak lain yang memiliki derajat lebih tinggi (HM/HGB/HGU/HP/Hak
Pengelolaan atas tanah Negara/Hak sewa atas tanah pertanian.
Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah,
apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah
uang sebagai sewa. Pembayaran uang sewa dapat dilakukan:
1) Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
2) Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan;
3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak
boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur unsur
pemerasan.
Subjek yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah:
1) Warganegara Indonesia;
2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

16
3) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia;
4) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

f. Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan


Berdasarkan Pasal 46 ayat 1 dan 2 Hak membuka tanah dan
memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga negara
Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan
mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan
sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu. Sebagaimana yang di
jelaskan pada penjelasan pasal 46 yaitu Hak membuka tanah dan hak
memungut hasil hutan adalah hak-hak dalam hukum adat yang
menyangkut tanah. Hak-hak ini perlu diatur dengan Peraturan
Pemerintah demi kepentingan umum yang lebih luas daripada
kepentingan orang atau masyarakat hukum yang bersangkutan

g. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas


yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Pada pasal 53 UUPA diyatakan bahwa Hak-hak yang sifatnya
sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf h, ialah
hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah
pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan
dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya
didalam waktu yang singkat

h. Hak Pengelolaan
Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang
Hak Pengelolaan. Hak Pengelolaan dalam sistematika Hak-Hak
Penguasaan atas tanah tidak dimasukkan dalam golongan Hak-Hak
Atas Tanah. Luas Tanah Hak Pengelolaan tidak dibatasi tetapi
disesuaikan dengan kebutuhan peruntukan dan penggunaan
tanahnya.

17
Tanah Hak Pengelolaan dapat berasal dari:
a. Tanah Negara; atau
b. Tanah Ulayat.

Subyek Hak Pengelolaan


a. Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Negara dapat diberikan
kepada:
a) instansi Pemerintah Pusat;
b) Pemerintah Daerah meliputi Pemerintah Daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota serta Pemerintah Desa;
c) BUMN/BUMD;
d) badan hukum milik negara/badan hukum milik daerah;
e) Badan Bank Tanah; atau
f) badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat
berdasarkan Peraturan Presiden yang diberikan
penugasan khusus oleh Pemerintah Pusat dalam rangka
pengembangan daerah atau kawasan tertentu.
b. Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Ulayat dapat diberikan
kepada Masyarakat Hukum Adat.
Hak Pengelolaan tidak dapat dilakukan pemeliharaan data pendaftaran
tanah meliputi:
a. peralihan hak;
b. pembebanan hak; atau
c. pemecahan, pemisahan atau penggabungan, apabila di atas Hak
Pengelolaan telah diberikan Hak Atas Tanah.
Hak Pengelolaan hanya dapat dilepaskan dalam hal:
a. diberikan hak milik;
b. untuk kepentingan umum; atau
c. dimohonkan oleh pihak lain yang memenuhi syarat.

18
Kewajiban dan Larangan Pemegang Hak Pengelolaan

Pemegang Hak Pengelolaan berkewajiban:

a. melaksanakan pembangunan dan/atau mengusahakan


tanahnya sesuai dengan tujuan peruntukan dan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya
paling lama 2 (dua) tahun sejak hak diberikan;
b. memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya dan
mencegah kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan
hidup;
c. menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi
konservasi lainnya;
d. membuat rencana pemanfaatan ruang yang sesuai dengan daya
dukung tanah, kemampuan tanah, ekosistem dan terintegrasi
dengan RTR;
e. melepaskan Hak Pengelolaan baik sebagian atau keseluruhan
dalam hal diberikan Hak Milik atau dipergunakan bagi
pembangunan untuk kepentingan umum; dan
f. menyampaikan laporan setiap akhir tahun mengenai
penggunaan dan pemanfaatan tanah Hak Pengelolaan.

Serta larangan bagi pemegang Hak Pengelolaan adalah:

a. mengurung/menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari


lalu lintas umum, akses publik dan/atau jalan air;
b. merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan
lingkungan hidup;
c. menelantarkan tanahnya; dan/atau
d. mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi
konservasi tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi
konservasi lainnya, dalam hal areal Hak Pengelolaan terdapat
sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya.

19
HAK TANGGUNGAN SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN ATAS TANAH
Hak tanggungan diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan
dengan tanah selanjutnya disebut dengan UUHT. Keberadaannya
menggantikan hipotheek sebagai jaminan kebendaan yang diatur dalam
Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pengertian Hak Tanggungan
diatur dalam Pasal 1 butir 1 yang menyebutkan:
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah
hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor
lainnya.”
Dari rumusan ini, dapat simpulkan bahwa hak tanggungan adalah
suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan
obyek jaminannya berupa hak atas tanah yang diatur dalam UUPA.
Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian
Hak Tanggungan (APHT). Pemberian hak tanggungan baru mengikat pihak
ketiga, manakala pemberian hak tanggungan tersebut sudah didaftarkan dan
diumumkan.
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) merupakan
suatu surat kuasa yang benar-benar khusus, hanya terbatas untuk
memberikan atau membebankan hak tanggungan semata. Pemberi hak
tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak
tanggungan. Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah:
1. Hak milik
2. Hak guna usaha
3. Hak guna bangunan
4. Hak pakai atas tanah negara

20
5. Hak pakai atas tanah milik.
Hak tanggungan dalam pelaksanaannya, berpedoman pada beberapa asas
yang meliputi:
1. Hak tanggungan bersifat memaksa.
Pembebanan hak tanggungan sebagai sebuah jaminan atas tanah tidak
bersifat memaksa, namun setelah hak tanggungan ada, maka segala
ketentuan dalam UUHT wajib dilaksanakan. Pengingkaran atas
ketentuan UUHT dapat menyebabkan HT tidak berlaku.
2. Hak tanggungan dapat beralih atau dipindahkan.
Hak tanggungan merupakan perjanjian assesoir yang mengikuti
perjanjian pokok utang piutang. Dan apabila piutang yang dijamian
dengan HT tersebut beralih, maka HT juga akan ikut beralih.
3. Hak tanggungan bersifat individualiteit.
Pasal 15 UUHT menentukan bahwa atas suatu objek HT dapat dibebani
dengan lebih dari satu HT untuk menjamin pelunasan lebih dari satu
utang. Masing-masing HT tersebut berdiri sendiri. Eksekusi atau
hapusnya HT yang satu tidak berpengaruh terhadap HT lainnya.
4. Hak tanggungan bersifat menyeluruh (totaliteit)
Pada prinsipnya HT diberikan secara keseluruhan. Yaitu HT diberikan
dengan segala ikutannya, yang melekat dan menjadi satu kesatuan
dengan bidang tanah yang dijamin dengan HT. Maka eksekusi HT atas
bidang tanah tersebut juga meliputi segala ikutannya, yang melekat
dan menjadi satu kesatuan dengan bidang tanah yang dijaminkan atau
diagunkan dengan HT tersebut.
5. Hak tanggungan tidak dapat dipisah-pisahkan (onsplitbaarheid).
Pembebanan HT akan dilakukan terhadap bidang tanah tertentu
beserta segala apa yang melakat diatasnya.
6. Hak tanggungan berjenjang (ada prioritas yang satu atas yang lainnya).
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa atas satu bidang tanah
dapat dikenakan beberapa HT. Atas hak-hak tanggungan tersebut
ditentukan peringkat berdasarkan pendaftarannya. Apabila
pendaftaran dilakukan secara bersamaan, maka peringkat HT
ditentukan berdasar saat pembuatan APHT.

21
7. Hak tanggungan harus diumumkan (asas publisitas).
Pendaftaran yang dilakukan merupakan pemenuhan syarat publisitas,
sebagaimana disyaratkan dalam hukum kebendaan.
8. Hak tanggungan mengikuti bendanya (droit de suite).
Artinya ketangan siapapun benda yang dimiliki beralih, pemilik dengan
hak kebendaan tersebut berhak untuk menuntutnya kembali, dengan
atau tanpa disertai dengan ganti rugi.
9. Hak tanggungan bersifat mendahulu (droit de preference)
HT memberikan kedudukan istimewakepada kreditornya. Yaitu
sebagai kreditor preferen yang memberikan kedudukan istimewa
untuk mendapatkan pelunasan piutangnya terdahulu daripada
kreditor lainnya. Hak tanggungan hanya semataditujukan bagi
pelunasan utang dengan cara menjual (sendiri) bidang tanah yang
dijaminkan dengan HT tersebut dan memperoleh pelunasan dari
penjualan tersebut hingga sejumlah nilai HT atau nilai piutang
kreditor.
10. Hak tanggungan sebagai jura in re aliena (yang terbatas)
Hak tanggungan ini hanya bersifat perjanjian assesoir, yang
merupakan perjanjian tambahan/ ikutan dari perjanjian pokok utang
piutang. Sifatnya terbatas pada hal tersebut sebagai suatu bentuk
jaminan.
Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap:
1. Tahap pemberian HT dengan dibuatnya APHT oleh PPAT dengan
sebelumnya didahului perjanjian utang piutang yang dijamin.
2. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan yang merupakan saat
lahirnya HT.
Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk
memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan uang tertentu, yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian
utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan
utang tersbut. Pemberian HT dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

22
Pemberian HT wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Pendaftaran HT dilakukan Kantor Pertanahan dengan membuat buku tanah
HT dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek
HT serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang
bersangkutan.
1. Pemberian Hak Tanggungan
Berdasarkan Pasal 10 dan 15 UUHT, disebutkan bahwa pemberian HT
harus dan hanya dapat diberikan melalui APHT, yang dapat dilakukan
dengan 2 cara:
1) Secara langsung oleh yang berwenang untuk memberikan HT.
Adapun pemberi HT adalah orang perseorangan atau badan hukum
yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap obyek HT.
2) Secara tidak langsung dalam bentuk pemberian Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan.
2. Pembebanan HT terhadap Hak Atas Tanah
Pembebanan Hak tanggungan atas tanah dengan status Hak Milik dapat
ditemukan dalam Pasal 25 UUPA, yaitu “Hak Milik dapat dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.”
Sedangkan Pasal 4 UUHT menyebutkan bahwa hak atas tanah yang
dapat dibebani Hak Tanggungan meliputi hak milik, hak guna usaha, dan
hak guna bangunan, serta hak pakai atas tanah negara. Selain tanahnya,
HT juga dapat melekat pada bangunan, tanaman, dan hasil karya yang
telah ada atau akan ada yang merupakan kesatuan dengan tanahnya
serta secara tegas disebutkan dalam APHT. Seperti telah dijelaskan di
awal bahwa selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
penandatanganan APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT dan warkat lain
ke Kantor Pertanahan. Selanjutnya pendaftaran HT dilakukan oleh
Kantor Pertanahan dengan membuat buku tanah HT dan mencatatnya
dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan
serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang
bersangkutan. Tanggal buku tanah HT adalah tanggal hari ketujuh
setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi

23
pendaftarannya dan ini merupakan tanggal lahirnya Hak Tanggungan
tersebut. Perubahan status hak atas tanah yang dibebankan HT.
Setiap pemberian hak-hak atas tanah baru yang berasal dari hak-hak
atas tanah lainnya, terlebih dahulu akan menghapuskan hak-hak atas
tanah yang telah ada sebelumnya, kemudian diberikan hak atas tanah
yang baru. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 5 Tahun 1998 tentang Perubahan Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai Atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang dibebani Hak
Tanggungan menjadi Hak Milik selaras dengan ketentuan Pasal 18 ayat
(1) UU No. 4 tahun 1996 tentang hapusnya Hak Tanggungan. Pada
intinya bahwa apabila terjadi perubahan status hak atas tanah, maka
Hak Tanggungan harus dibebankan kembali karena dengan perubahan
status hak atas tanah tersebut, maka Hak Tanggungan yang
membebaninya menjadi hapus demi hukum.
3. Pemecahan, pemisahan, pembagian, dan penggabungan Hak Atas Tanah
yang dibebankan Hak Tanggungan. Suatu hak atas tanah sangat
mungkin untuk dipisah, dipecah, dibagi, maupun digabung. Hal ini
tentunya akan membawa konsekuensi tenhadap Hak Tanggungan yang
melekat atasnya.
1) Dipisah. Pemisahan tanah akan melahirkan hak atas tanah baru
selain hak atas tanah yang sebelumnya telah ada. Status hak atas
tanah yang baru ini sama dengan status hak atas tanah sebelum
pemisahan dilakukan.
2) Dipecah. Hal ini akan melahirkan hak atas tanah yang baru secara
keseluruhan dengan hapusnya hak atas tanah sebelumnya. Status
dari seluruh hak atas tanah yang baru ini adalah sama dengan
status hak atas tanah sebelum pemecahan yang kemudian hapus
demi hukum tersebut.
3) Dibagi dengan mengeluarkan sertifikat yang memuat Hak Milik
bersama atas hak atas tanah tersebut.
4) Digabung. Dengan penggabungan ini, maka seseorang yang
memiliki lebih dari satu bidang tanah dengan status hak atas tanah
yang sama dapat meminta agar bidang tanah tersebut digabung

24
menjadi satu. Selanjutnya akan diterbitkan hak atas tanah baru
yang menghapuskan hak atas tanah sebelumnya. Hak atas tanah
ini memiliki status sama dengan hak atas tanah yang digabung
tersebut.
Dengan demikian, sangat tergantung pada kegiatan yang dilakukan atas
bidang tanah tertentu, dipisah, dipecah atau dibagi, maka Hak
Tanggungan yang telah dibebankan dapat menjadi hapus demi hukum.
Satu-satunya kegiatan atau perbuatan hukum yang tidak menyebabkan
hapusnya hak atas tanah sebelumnya adalah pemisahan hak atas tanah.
Meskipun status hak bidang tanah tersebut tidak hapus demi hukum,
tetapi pemisahan akan menyebabkan luas bidang tanah menjadi
berkurang. Sedangkan untuk jenis lain seperti pemecahan, pembagian,
dan penggabungan maka Hak Tanggungan tersebut masih dapat
dibebankan dengan pembuatan APHT yang baru dan didaftarkan
kembali.
4. Peralihan Hak Tanggungan
Hak tanggungan merupakan sebuah perjanjian assesoir, dimana
perjanjian pokoknya adalah hutang piutang. Hak Tanggungan ini dapat
beralih karena beralihnya perikatan pokok, yaitu karena cessie,
subrogasi, pewarisan atau sebab-sebab lainnya. Peralihan ini wajib
didaftarkan di Kantor Pertanahan serta dicatat di buku tanah Hak
Tanggungan dan buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak
Tanggungan yaitu pada hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap
dan warkat yang diperlukan, ini merupakan saat beralihnya Hak
Tanggungan.
Novasi adalah pembaharuan utang, ini merupakan salah satu bentuk
hapusnya perikatan yang terwujud dalam bentuk lahirnya perikatan
baru. Cessie adalah bentuk penyerahan piutang atas nama, yang
berkaitan hanya dengan perikatan untuk menyerahkan sesuatu.
Sedangkan subrogasi diatur dalam Pasal 1400 KUH Perdata, penggantian
hak-hak si berpiutang oleh seseorang pihak ketiga yang membayar
kepada si berpiutang itu, terjadi baik dengan persetujuan maupun demi
undang-undang.

25
EKSEKUSI DAN PENGHAPUSAN HAK TANGGUNGAN
Ditegaskan sebelumnya bahwa perlindungan hukum diberikan kepada
kreditor, karena ia telah mengeluarkan uang. Perlindungan itu pertama-
tama diberikan melalui 2 karakter hak tanggungan yaitu droit de suite
dan droit de preference. Selanjutnya dalam upaya memudahkan
pemberian perlindungan hukum kepada kreditor agar piutangnya
dilunasi, maka ia dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan
negeri agar diperintahkan eksekusi, yang disebut dengan eksekusi serta
merta (parate executie). Eksekusi Hak Tanggungan dapat ditemukan
landasan hukumnya alam Pasal 20 UUHT yang menyatakan:
1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:
a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual
objek Hak Tanggungan;
b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak
Tanggungan, objek Hak Tanggungan dijual melalui
pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan UU
untuk pelunasan piutang pemegang HT dengan mendahulu
daripada kreditor-kreditor.
2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang HT, penjualan objek HT
dapat dilaksanakan di bawah tangan jika hal itu dimaksudkan
untuk mendapat harga yang tinggi.
Penjualan HT dapat dilakukan dengan 2 cara:
1. Berdasar Pasal 6 UUHT. Jika debitor cidera janji, pemegang HT
pertama mempunyai hak untuk menjual Hak Tanggungan atas
kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
2. Berdasarkan ketentuan Pasal 14, UUHT. Sertifikat HT menggunakan
irah-irahan dengan kata “demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang
maha esa”. Artinya mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian eksekusi HT dapat dilakukan dengan:
1. Di muka umum melalui pelelangan;

26
2. Secara sukarela.
Penghapusan dan Pencoretan Hak Tanggungan
Pengaturan tentang hapusnya HT diatur dalam Pasal 18 UUHT yang
menyebutkan:
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan HT;
2. Dilepaskannya HT oleh pemegang HT; Hal ini dilakukan dengan
pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya HT oleh
pemegang HT kepada pemberi HT.
3. Pembersihan HT berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua PN;
Terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang
dibelinya itu dibersihkan dari beban HT.
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani HT. Hal ini tidak otomatis
menyebabkan hapusnya hutang yang dijamin.
Pencoretan Hak Tanggungan merupakan akibat dari hapusnya Hak
Tanggungan. Setelah hak tanggungan hapus, kantor pertanahan
mencoret catatan hak tanggunganpada buku tanah hak atas tanah dan
sertifikatnya. Dengan hapusnya hak tanggungan, sertifikat hak
tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah
hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh kantor pertanahan.

B. PENDAFTARAN TANAH

Menurut Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997


tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa pelaksanaan Pendaftaran
Tanah meliputi:
1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
a) Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan melalui 2
(dua) cara yaitu:
1) Pendaftaran tanah secara sistematik, dilaksanakan pada suatu
rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang
ditetapkan oleh Menteri;
Dalam perkembangannya pendaftaran secara sistematik
tidak saja diarahkan hanya mengelompok tetapi selain
mengelompok diarahkan juga ke desa/kelurahan lengkap, yakni

27
dilaksanakan untuk seluruh bidang tanah yang ada dalam satu
desa/kelurahan, dan sejak tahun 2016 sampai dengan saat ini
dilakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
2) Pendaftaran tanah secara sporadik, dilaksanakan atas
permintaan pihak yang berkepentingan.

2. Pemeliharaan data pendaftaran tanah


Pemeliharaan data pendaftaran tanah, meliputi Pendaftaran
peralihan dan pembebanan hak, serta pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah lainnya.

1. Pendaftaran Tanah Secara Sistematik


Pendaftaran secara sistematik dikenal sejak diterbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tanggal 8 Juli 1997
dilaksanakan pada wilayah-wilayah yang mengelompok ditetapkan
oleh Menteri. Sebelumnya sejak tahun 1981 dilaksanakan pendaftaran
tanah pertama kali secara masal dalam rangka penerbitan hak atas
tanah sebagai surat tanda bukti hak melalui Proyek Operasi Nasional
(Prona) Pertanahan, yang merupakan salah satu kegiatan
pembangunan pertanahan bagi Warga Negara Indonesia atau badan
hukum sosial/keagamaan yang diutamakan bagi masyarakat golongan
ekonomi lemah hingga menengah dengan target tidak terlalu banyak
berkisar 100 sd 500 bidang tanah per desa desa/kelurahan dengan
pembiayaan bersumber dari Anggaran dan Belanja Negara (APBN) dan
dapat juga dibiayai oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah
Kabupaten/Kota dengan Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah
(APBD).
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak
yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana
kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh
menteri. Karena pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan oleh

28
prakarsa pemerintah, maka kegiatan tersebut didasarkan pada suatu
rencana kerja yang ditetapkan oleh menteri.
Pada pendaftaran tanah secara sistematik, pemegang hak atas
tanah, kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan memiliki
kewajiban dan tanggung jawab untuk: memasang tanda-tanda batas
pada bidang tanahnya sesuai ketentuan yang berlaku, berada dilokasi
pada saat panitia ajudikasi melakukan pengumpulan data fisik dan
data yuridis, menunjukkan batas-batas tanahnya kepada panitia
ajudikasi, menunjukkan bukti pemilikan atau penguasaan tanahnya
kepada panitia ajudikasi dan memenuhi persyaratan yang ditentukan
bagi pemegang hak atau kuasanya atau selaku pihak lain yang
berkepentingan.
Tahapan pendaftaran tanah secara sistematik, meliputi:
a) Penetapan Lokasi;
b) Persiapan;
c) Pembentukan Panitia Ajudikasi dan Satuan Tugas (Satgas);
d) Penyuluhan;
e) Pengumpulan Data Fisik;
f) Pengumpulan dan Penelitian Data Yuridis;
g) Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis dan Pengesahannya;
h) Penegasan Konversi, Pengakuan Hak, dan Pemberian Hak;
i) Pembukuan Hak;
j) Penerbitan Sertipikat; dan
k) Penyerahan Hasil Kegiatan.

2. Pendaftaran Tanah Secara Sporadik


Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran
tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah
secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang
berkepentingan. Pendaftaran tanah secara sporadik didasari pada
kenyataan atas tingginya biaya pendaftaran tanah.

29
Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa
pendaftaran tanah merupakan kewajiban pemerintah yang
diselenggarakan dengan mengingat kondisi keadaan Negara dan
masyarakat, keperluan lalu-lintas, sosial, ekonomi, serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria yang
dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan
dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan
ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari
pembayaran biaya-biaya tersebut.
Sehingga dimungkinkan masyarakat dapat memohonkan
pendaftaran tanah melalui kegiatan pendaftaran tanah secara
sporadik. Kegiatan pendaftaran secara sporadik dilakukan atas
permohonan yang bersangkutan dengan tahapan:
a) Permohonan pendaftaran tanah secara sporadik dengan surat
permohonan meliputi permohonan untuk:
● Melakukan pengukuran bidang tanah untuk keperluan
tertentu;
● Mendaftarkan hak lama yang berasal dari
konversi/pengakuan hak-hak lama;
● Mendaftarkan hak baru dibuktikan dengan penetapan
pemberian hak yang bersangkutan menurut keterntuan yang
beralku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah
Negara.
b) Pengukuran;
c) Pengumpulan dan penelitian data yuridis bidang tanah;
d) Pengumuman data fisik dan data yuridis dan pengesahannya;
e) Penegasan konversi/pengakuan hak;
f) Pembukuan hak; dan
g) Penerbitan sertipikat.

30
3. Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah kegiatan
Pendaftaran Tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak
bagi semua objek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang
setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan data fisik dan data
yuridis mengenai satu atau beberapa objek Pendaftaran Tanah untuk
keperluan pendaftarannya.
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dituangkan dalam
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap dengan maksud agar pelaksanaan kegiatan PTSL yang
dilaksanakan desa demi desa di wilayah kabupaten dan kelurahan
demi kelurahan di wilayah perkotaan yang meliputi semua bidang
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Adapun tujuan dari Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
adalah untuk mewujudkan pemberian kepastian hukum dan
perlindungan hukum Hak atas Tanah masyarakat berlandaskan asas
sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka serta
akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan
mencegah sengketa dan konflik pertanahan.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap juga merupakan pelaksanaan perintah Presiden
melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018 tentang Percepatan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Seluruh Wilayah Republik
Indonesia, yang salah satunya ditujukan kepada Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk mengambil
langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan
kewenangan masing-masing dalam rangka pelaksanaan percepatan
Pendaftaran Tanah secara Sistematis Lengkap di seluruh wilayah
Indonesia sebagai Gerakan Nasional dengan tujuan utama agar

31
terwujudnya pendaftaran tanah secara lengkap di seluruh wilayah
Indonesia dalam rangka mendukung Proyek Strategis Nasional.
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dilaksanakan meliputi
seluruh objek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia. Objek Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap meliputi
seluruh bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang tanah yang belum
ada hak atas tanahnya maupun bidang tanah hak yang memiliki hak
dalam rangka memperbaiki kualitas data pendaftaran tanah termasuk
bidang tanah yang sudah ada tanda batasnya maupun yang akan
ditetapkan tanda batasnya dalam pelaksanaan kegiatan Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap.
Pelaksanaan PTSL dilakukan dengan tahapan:
a) Perencanaan;
b) Penetapan lokasi;
c) Persiapan;
d) Pembentukan dan penetapan panitia ajudikasi PTSL dan satuan
tugas;
e) Penyuluhan;
f) Pengumpulan data fisik dan pengumpulan data yuridis;
g) Penelitian data yuridis untuk pembuktian hak;
h) Pengumuman data fisik dan data yuridis serta pengesahannya;
i) Penegasan konversi/pengakuan hak dan penetapan pemberian
hak;
j) Pembukuan hak;
k) Penerbitan sertipikat hak atas tanah,
l) Pendokumentasian dan penyerahan hasil kegiatan; dan
m) Pelaporan.
Di dalam penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap mencakup percepatan jangka waktu pengumuman,
penyederhanaan dan kemudahan syarat, perincian tugas dan tahapan
kegiatan, mobilisasi SDM, keringanan biaya (perpajakan) serta
pengkategorian hasil kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

32
Sehingga diharapkan target pendaftaran bidang-bidang tanah di
seluruh wilayah Republik Indonesia dapat terpenuhi

4. Sertipikat Redistribusi Tanah


Redistribusi tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh Pemerintah dalam rangka pembagian dan/atau pemberian tanah
yang bersumber dari objek redistribusi tanah kepada subjek
redistribusi tanah dengan pemberian tanda bukti hak (sertipikat).
Tujuan redistribusi tanah adalah mengadakan pembagian tanah
dengan memberikan dasar pemilikan tanah sekaligus memberi
kepastian hukum hak atas tanah kepada subjek yang memenuhi
persyaratan sehingga dapat memperbaiki serta meningkatkan keadaan
sosial ekonomi subjek redistribusi tanah.
Lokasi redistribusi tanah adalah tanah-tanah negara yang akan
ditetapkan sebagai lokasi kegiatan redistribusi tanah dalam satuan
Desa/Kelurahan. Calon lokasi redistribusi tanah ditetapkan melalui
Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
atau Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan sesuai dengan letak
anggaran kegiatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan
lokasi redistribusi tanah adalah sebagai berikut:
1. Lokasi redistribusi tanah adalah tanah-tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018
tentang Reforma Agraria serta dalam kondisi clean and clear dan
harus dipastikan bisa ditindaklanjuti tahapan redistribusi tanah;
2. Tanah Negara lainnya dapat ditetapkan sebagai lokasi kegiatan
redistribusi tanah sepanjang mengelompok dalam satu hamparan,
penggunaan dan pemanfaatannya pertanian, serta akan dilakukan
kegiatan penataan Subjek dan Objek;
3. Lokasi yang akan ditetapkan tidak masuk dalam kawasan hutan,
penguasaan pihak dengan hak atas tanah tertentu (Hak Guna
Usaha (HGU), Hak Pengelolaan (HPL), dll) dan tidak tumpang tindih
dengan lokasi kegiatan pertanahan lainnya (lokasi prona,
konsolidasi tanah, dll);

33
4. Sesuai dengan arahan dan fungsi tata ruang yang ada, kecuali
untuk objek yang merupakan hasil inventarisasi dan verifikasi
Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH)
yang berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017
tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan
Pasal 31, pemberian hak atas tanahnya dapat diberikan tanpa
menunggu perubahan tata ruangnya;
5. Apabila terjadi perubahan lokasi, maka surat keputusan penetapan
lokasi tersebut harus segera direvisi dengan menyampaikan lokasi
baru pada Direktorat Jenderal Penataan Agraria dan alasan
perubahannya;
6. Lokasi kegiatan redistribusi tanah dimungkinkan
berdampingan/berbatasan (tidak overlap) dengan lokasi kegiatan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dalam satu wilayah
desa yang sama, baik pada tahun kegiatan yang bersamaan
ataupun berbeda;
7. Terhadap lokasi kegiatan redistribusi tanah yang berasal dari
Kategori 3 (K3) PTSL dapat dilaksanakan sepanjang subjek dan
objeknya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria;
8. Lokasi transmigrasi dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan
redistribusi tanah sepanjang memenuhi kriteria:
● Berasal dari pelepasan kawasan hutan;
● Belum terbit surat keputusan Hak Pengelolaan (HPL);
● Pembinaannya dan tanggung jawab sepenuhnya sudah
diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota;
● Subjek dan objeknya sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang
Reforma Agraria.

34
C. PENGENALAN SERTIPIKAT TANAH

Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis, Kantor


pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam
daftar umum yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur,
buku tanah dan daftar nama. Tiap hak atas bidang tanah yang
didaftarkan ke Kantor Pertanahan harus dibukukan dan diberi nomor hak
bagi setiap jenis hak. Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf dan
Hak Milik Satuan Rumah Susun didaftar dengan membukukannya dalam
buku tanah (D.I 205) berdasarkan alat bukti (sebagaimana diatur pasal
23 dan 24 PP No. 24 tahun 1997) dan berita acara pengesahan (D.I 202).
Format D.I 205 sama dengan format D.I 206, sehingga tata cara
pengisiannya sama, perbedaannya hanyalah pada pemanfaatannya yaitu
D.I 205 disimpan sebagai arsip di Kantor Pertanahan, sedangkan D.I 206
diberikan kepada yang berhak (berupa sertipikat hak atas tanah) serta
perbedaan dalam hal penandatangannya.

A. Buku Tanah
1. Daftar Hak Atas Tanah (D.I 312),
Daftar hak atas tanah berupa daftar isian 312 berfungsi sebagai
daftar hak tanah untuk Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai
dan Tanah Wakaf yang ada pada masing-masing desa atau
kelurahan, kecuali daftar Hak Guna Usaha dibuat per-
Kabupaten/Kota. Daftar isian ini terdiri dari 8 (delapan) kolom yang
pengisiannya sebagaimana di bawah ini:
a. Kolom 1 berisi Nomor Identifikasi Bidang Tanah yang
bersangkutan terdiri dari 13 digit angka yaitu 8 digit angka
merupakan kode wilayah: provinsi, kabupaten/kota, kecamatan,
desa (masing-masing 2 digit) dan 5 digit angka merupakan nomor
bidang tanah);
b. Kolom 2 sampai dengan kolom 4 merupakan kolom untuk
mencatat jenis hak atas tanah yang didaftar pada
desa/kelurahan setempat yaitu Hak Milik (ditulis M pada kolom
2), Hak Guna Bangunan (ditulis B pada kolom 3), Hak Pakai

35
(ditulis P pada kolom 4) atau Tanah Wakaf (ditulis W pada kolom
5).
c. Kolom 6 diisi dengan data yang bersumber dari surat ukur yaitu
Nomor dan tanggal Surat Ukur serta luas bidang tanah hasil
pengukuran.
d. Kolom 7, diisi dengan dasar penerbitan sertipikat, misalnya
Berita acara pengesahan (D.I 202), Surat Keputusan Penetapan
Hak, penegasan konversi, pengakuan hak, peralihan hak (jual
beli, waris, hibah) dan sebagainya.
e. Kolom 8, diisi dengan keterangan tambahan bila dianggap perlu.

2. Buku Tanah (D.I 205)


Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran yang sudah ada
haknya. Buku tanah dan juga sertipikat terdiri dari 4 (empat)
halaman, dengan perincian yaitu halaman pertama dan kedua
digunakan untuk pendaftaran hak pertama kali sedangkan halaman
ketiga dan keempat digunakan untuk mencatat perubahan data
pendaftaran tanah karena peralihan hak, pembebanan serta
pencatatan-pencatatan lainnya. Daftar isian ini terdiri dari kolom-
kolom yaitu:

36
Halaman Pertama (halaman muka) Blangko Buku Tanah
Halaman pertama buku tanah dan halaman pertama sertipikat pada
hakekatnya sama, yang berbeda hanya judulnya saja yaitu untuk D.I
205 ditulis BUKU TANAH dan untuk D.I 206 (salinan buku tanah)
ditulis SERTIPIKAT. Untuk itu pengisiannya adalah sama,
sebagaimana uraian berikut.
1) Ruang jenis dan nomor hak
Untuk mengisian ruang ini,
• Hak : diisi dengan jenis haknya, misalnya Hak Milik;
• No : diisi dengan nomor haknya, misalnya : No. 123. Nomor
hak dimaksud diperoleh setelah pembukuan hak atas
tanah (pendaftarannya).
2) Letak tanah
Ruang ini berisi uraian letak tanah yang didaftarkan yaitu:
• Provinsi, diisi nama provinsi letak tanah, misalnya Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta;
• Kabupaten, diisi nama kabupaten letak tanah, misalnya
Kabupaten Sleman; - Kecamatan, diisi nama kecamatan
letak tanah, misalnya Kecamatan Gamping;
• Desa/Kelurahan, diisi nama desa/kelurahan letak tanah,
misalnya Desa Banyuraden.
3) Di bawah ruang tulisan Kantor Pertanahan (kiri bawah), diisi
nama Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota pada wilayah yang
bersangkutan, misalnya Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman.
4) Daftar isian 208, diisi dengan nomor dan tahun D.I 208,
misalnya Nomor 123/2008; Pencatatan pada daftar isian ini
dilakukan setelah penandatangan sertipikat oleh pejabat yang
berwenang.
5) Daftar isian 307, diisi nomor dan tahun D.I 307, misalnya No.
321/2008; Pencatatan pada daftar isian ini dilakukan setelah
penandatangan sertipikat oleh pejabat yang berwenang.
6) Kotak-kotak pada pojok kanan bawah diisi dengan nomor buku
tanah. Nomor buku tanah terdiri dari: pertama, nomor (8 digit)

37
kode wilayah letak tanah yaitu: provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan dan desa/kelurahan masing-masing 2 digit; kedua
nomor (1 digit) kode jenis hak serta ketiga nomor hak (5 digit).
Masing-masing kode dipisahkan dengan tanda titik.
Misalnya :

Keterangan :
13 adalah nomor kode wilayah Provinsi DIY;
04 adalah nomor kode wilayah Kabupaten Sleman;
07 adalah nomor kode wilayah Kecamatan Gamping;
05 adalah nomor kode wilayah Desa Banyuraden;
1 adalah nomor kode jenis hak milik;
00123 adalah nomor hak milik yang bersangkutan.

38
Halaman Kedua (halaman muka) Blangko Buku Tanah
Halaman kedua buku tanah (D.I 205) dan sertipikat (D.I 206) pada
hakekatnya sama. Halaman kedua (halaman pendaftaran pertama)
buku tanah dan sertipikat terdiri dari 9 kolom atau ruang (ruang a
sampai dengan ruang i), dengan penjelasan sebagai berikut:

39
1) Ruang a): diisi dengan jenis hak (ditulis dengan huruf kapital),
nomor hak (5 digit), desa/ kelurahan letak tanah dan tanggal
berakhirnya hak.
a) Hak, misalnya : HAK MILIK
b) No, misalnya : 00123
c) Desa, misalnya : Desa Banyuraden
d) Tanggal berakhirnya hak, diisi tanda sekup (-) karena hak
milik tidak ada jangka waktunya.
2) Ruang b), diisi NIB dan letak tanah
e) NIB: diisi dengan nomor identifikasi bidang tanah,
sebanyak 13digit yaitu: dimulai dengan 2 digit kode
provinsi, 2 digit kode kabupaten, 2 digit kode kecamatan,
2 digit kode desa dan 5 digit terakhir adalah nomor bidang
tanah. Masing-masing kode wilayah dipisahkan dengan
tanda titik.
Misalnya : 13.04.07.05.00150 artinya:
13 adalah nomor kode Provinsi DIY;
04 adalah nomor kode Kabupaten Sleman;
07 adalah nomor kode Kecamatan Gamping;
05 adalah nomor kode Desa Banyuraden;
00150 adalah nomor bidang tanah.
f) Letak Tanah:
Jika persil berupa tanah pertanian diisi nama blok daerah
(lingkungan) setempat, misalnya Blok Tinggen.
Sedangkan jika persil berupa tanah pekarangan (darat)
diisi dengan:
• nama RT/RW, misalnya RT. 01 / RW. 02 atau;
• nama jalan dan nomor rumah, misalnya Jl. Titi Bumi
No. 5 atau;
• blok dan nomor rumah, misalnya Blok Kwarasan No.
555.
Khusus untuk HGU, diisi dengan nama-nama persil dari
perkebunan tersebut.

40
3) Ruang c): Asal hak.
Ruang ini terdiri dari 3 (tiga) alternatif. Pilih salah satu sesuai
dengan asal hak yang didaftar dalam buku tanah. Pilihan 1 dan
2 dipakai untuk pendaftaran hak untuk pertama kalinya dalam
buku tanah sedangkan pilihan ke-3 digunakan jika hak yang
bersangkutan sudah pernah didaftar (sudah bersertipikat).
a) Konversi, dipilih jika tanah yang didaftar berasal dari
tanah bekas hak adat, dan ditulis nomor persil serta nomor
C desanya. Misalnya: bekas milik adat P. 2, C. 714;
b) Pemberian Hak, dipilih jika tanah yang didaftar berasal
dari pemberian tanah negara;
c) Pemecahan/Pemisahan/Penggabungan Bidang, dipilih
jika tanah yang didaftar sudah bersertipikat kemudian
dilakukan pemecahan atau pemisahan atau
penggabungan dua atau lebih bidang tanah menjadi
menjadi satu sertipikat. Tuliskan jenis dan nomor hak
yang dipecah/dipisah/ digabungkan.
Catatan: Alternatif atau nomor yang tidak dipilih dicoret.
4) Ruang d): Dasar Pendaftaran Ruang ini diisi dengan identitas
dokumen yang menjadi dasar pendaftaran hak dalam buku
tanah. Pengisian ruang ini merupakan kelanjutan (disesuaikan
dengan) pengisian alternatif pada ruang c) dimaksud di atas,
yaitu:
a) Jika berasal dari konversi, maka diisi dengan tanggal dan
nomor Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan data
Yuridis (D.I 202). Misalnya : tgl. 07 – 02 – 2006, Nomor:
111/Slm/2008;
b) Jika berasal dari tanah negara, diisi dengan tanggal dan
nomor surat penetapan (Surat Keputusan Pemberian Hak)
dari pejabat yang berwenang serta besarnya uang
pemasukan / uang administrasi yang harus dibayarkan.
Misalnya Surat Keputusan Pemberian Hak Milik dari

41
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman tanggal 17 –
02 – 2008, No. SK. 222/HM/2008;
c) Jika terhadap tanah yang sudah bersertipikat, diisi sesuai
dengan tanggal permohonan: pemecahan atau pemisahan
atau penggabungan yang bersangkutan (pilih salah satu
alternatif). Apabila permohonan tersebut dari
instansi/perusahaan dan sebagainya dicantumkan pula
nomor surat permohonannya.
5) Ruang e): Surat Ukur
Ruang ini berisi data yang diambil dari surat ukur yang sudah
dibuat, yaitu:
a) Tanggal, diisi dengan tanggal surat ukur tersebut
dikeluarkan, misalnya tanggal 11- 02 – 2008;
b) Nomor, diisi dengan nomor Surat Ukur (5 digit), nama
desa/kelurahan letak tanah dan tahun pembuatan.
Misalnya : 01010/Kauman/2008
c) Luas, ditulis dengan angka dan huruf dalam satuan meter
persegi (m²), misalnya luas : 1500 m² (seribu lima ratus
meter persegi).
6) Ruang f): Nama Pemegang Hak.
a) Nama pemegang hak, ditulis dengan huruf kapital, secara
lengkap dan tidak disingkat, sesuai dengan nama yang
tercantum dalam dokumen pada ruang d). Nama
dimaksud ditulis nama terakhir pemegang hak, artinya
jika yang bersangkutan mempunyai nama sebelumnya
(misalnya dari penduduk/WNI keturunan Tionghoa), maka
yang dicantukan adalah nama terakhirnya tanpa
ditambahkan nama sebelumnya. Apabila pemegang hak
seorang wanita yang bersuami, (misalnya Nyonya Paimin),
maka penulisannya dengan mencantumkan nama kecil
wanita dimaksud dan dilanjutkan dengan nama suami.
Misalnya Sudarmi alias Paimin. Dalam pemberian nama
tersebut perhatikan nama yang tercantum dalam daftar

42
isian 201, ruang III.1 / V.1 atau Surat Keputusan
Pemberian Hak atau akta PPAT. Dalam hal jumlah
pemegang haknya banyak, penulisan namanya dapat
dilanjutkan pada kolom sebab perubahan, dengan
membubuhkan paraf pada halaman pendaftaran pertama
dan juga pada halaman sebab perubahan.
Contoh :
• Untuk perorangan : RADEN DHARMO
SUWITOYUDHO
Tanggal : 02 – 02 – 2002
• Untuk badan hukum : PT MAJEMUK RAYA
Berkedudukan di Yogyakarta
Akta pendirian Nomor : 002/2002
Tanggal : 02 – 02 – 2002
b) Di bawah nama dicantumkan tanggal lahir (sesuai
dokumen identitas/ KTP) pemegang hak (ditulis dengan
angka), jika pemegang hak perorangan, misalnya: 11-11-
1988. Artinya yang bersangkutan lahir tangga 11
Nopember 1988.
Sedangkan jika pemegang hak berupa badan hukum, yang
dicantumkan tempat kedudukan, nomor dan tanggal akta
pendirian badan hukum yang bersangkutan (tidak perlu
mencantumkan nama notarisnya), lihat contoh di atas.
7) Ruang g):
Pembukuan Ruang ini diisi tempat dan tanggal pembukuan hak,
yaitu tanggal pembukuan dalam Daftar Penyelesaian Pekerjaan
Pendaftaran Tanah (D.I 208), dan harus sama dengan tanggal
penanda-tanganan buku tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan
dalam hal pendaftaran tanah secara sporadik atau oleh Ketua
Panitia Ajudikasi dalam hal pendaftaran tanah secara sistematik.
Catatan :

43
• Dalam hal buku tanah untuk arsip, dilakukan
penanda-tanganan oleh pejabat dimaksud di atas
(tanpa stempel/cap garuda);
• Sedangkan dalam hal buku tanah untuk lampiran
sertipikat (D.I 206), kolom ini tidak perlu ditanda-
tangani (cukup ditulis: “t t d” saja tanpa stempel/cap
garuda).
8) Ruang h): Penerbitan Sertipikat
Ruang ini diisi dengan tempat dan tanggal penanda-tanganan
sertipikat oleh pejabat yang berwenang dan harus sama dengan
tanggal pembukuan biaya atau uang pemasukan ke kas negara
(D.I 307).
Catatan :
• Dalam hal buku tanah untuk arsip, dilakukan penanda-
tanganan oleh pejabat dimaksud di atas (tanpa
stempel/cap garuda);
• Sedangkan dalam hal buku tanah untuk lampiran
sertipikat (D.I 206), kolom ini ditanda-tangani serta diberi
stempel/cap garuda).
9) Ruang i): Penunjuk
Ruang ini merupakan kolom untuk menuliskan informasi
penunjuk nomor daftar isian seperti:
a) nomor D.I 208, D.I 30;
b) nomor C desa;
atau catatan pembatasan-pembatasan sesuai pasal 68 (2) dan 90
(2) yaitu adanya catatan-catatan mengenai kurang lengkapnya
atau ada sengketa maupun pembatasan-pembatasan yang
bersangkutan dengan haknya, penggunaan tanah seperti
sempadan pantai sempadan sungai, kawasan lindung, dan
sebagainya.

44
Halaman Ketiga (halaman muka) Blangko Buku Tanah

Halaman ketiga buku tanah dan sertipikat merupakan kolom sebab


perubahan. Ruang pada halaman ketiga ini dipakai untuk mencatat
setiap perubahan (peralihan) hak yang terjadi setelah bidang tanah itu

45
didaftarkan, sehingga untuk pendaftaran pertama kali kolom ini
dikosongkan. Ruang ini terdiri dari 4 kolom yaitu:

1) Kolom sebab perubahan, diisi dengan sebab perubahan sesuai


dengan perbuatan hukumnya misalnya:
a) Pewarisan, diisi dengan tanggal, nomor dan nam pejabat
yang mengeluarkan surat keterangan waris;
b) Perbuatan hukum diisi dengan nomor, tanggal akta PPAT,
Nama PPAT serta wilayah kerja PPAT.
2) Kolom tanggal pendaftaran, diisi dengan tanggal dan nomor
pencatatan sebab perubahan sesuai tanggal dan nomor D.I 208
dan D.I 307.
3) Kolom nama yang berhak dan pemegang hak lainnya, diisi
dengan nama yang berhak sesuai yang tertulis dalam Akta
PPAT/Surat keterangan waris; Kolom ini diisi setelah mencoret
nama pemilik tanah yang ada pada halaman 2 ruang f buku
tanah (dan sertipikat). Pencoretan (tetapi masih dapat dibaca)
dan dibubuhi paraf oleh Kepala Seksi serta tanggal
pencoretannya.
4) Kolom tanda-tangan Kepala Kantor Pertanahan dan Cap
Kantor/Garuda Buku tanah (arsip dan sertipikat) dalam kolom
ini ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan dan diberi
cap/stempel kantor (garuda);
Catatan: Setelah selesai pencatatan satu pos, ditutup dengan
garis penutup.

46
Halaman Keempat (halaman muka) Blangko Buku Tanah

3. Daftar Nama
Daftar Nama (D.I 204) dibuat untuk mencatat semua pemegang hak
atas tanah dan hak-hak atas tanah yang dipunyai seseorang dalam
satu kabupaten/kota. Format daftar ini terdiri dari 8 kolom yaitu
a. Kolom 1, diisi dengan nomor urut pencatatan pemilikan tanah
seseorang;
b. Kolom 2 sampai dengan 3, diisi keterangan hak atas tanah
yaitu berturut-turut jenis hak, nomor hak serta tempat atau
letak tanah yang dipunyai;

47
c. Kolom 5, diisi Nomor Identifikasi Bidang Tanah (13 digit);
d. Kolom 6 dan 7 merupakan penjelasan penggunaan tanah,
dengan pilihan tanah pertanian atau non-pertanian;
e. Kolom 8, diisi luas tanah yang dimiliki sesuai surat ukur.
Di bagian atas kolom terdapat huruf (abjad) mulai dari huruf A
sampai dengan huruf Z, berfungsi untuk membatu mempercepat
mengetahui nama (depan) pemilik tanah. Beri lubang salah satu
huruf abjad dimaksud yang sesuai dengan huruf depan nama
pemilik tanah (kartu nama) tersebut. Misalnya nama pemilik
tanah Sri Katiningtyas maka yang diberi lubang adalah huruf “S”.
4. Daftar Penyelesaian Pekerjaan Pendaftaran Tanah
Daftar Penyelesaian Pekerjaan Pendaftaran Tanah (D.I 208)
merupakan daftar induk, untuk mencatat semua pekerjaan
pendaftaran tanah yang sudah selesai dilakukan.
Adapun beberapa ketentuan yang terkait dengan pengisian D.I 208
adalah:
a. Untuk tiap-tiap kabupaten/kota hanya ada 1 (satu) D.I 208,
dan pencatatan dilakukan setiap tahun (nomor urut setiap
tahun).
b. Daftar isian 208 terdiri dari 13 kolom, mulai dikerjakan pada
awal tahun (1 Januari) dan ditutup pada akhir tahun (31
Desember).
c. Setiap halaman yang dipakai diberi nomor dan diparaf oleh
Kepala Seksi atau pejabat yang ditunjuk.
d. Untuk satu halaman dapat diisi/dicatat beberapa nomor
pendaftaran, pencatatan maupun penghapusan hak.
e. Setiap akhir bulan, D.I 208 ini ditutup dengan dua garis
panjang dan diparaf oleh Kepala Seksi atau pejabat yang
ditunjuk.
f. Setiap akhir tahun selain ditutup dengan dua garis panjang di
bawahnya dituliskan:

48
g. Tata cara pengisian kolom-kolom pada D.I 208 adalah:
1) Kolom 1 (nomor urut), dipakai hanya untuk mencatat 1
(satu) catatan perbuatan atau peristiwa hukum.
2) Kolom 2 (Nomor dan jenis hak), diisi nomor hak serta
jenis hak yang bersangkutan. Jenis hak yang dituliskan
adalah singkatannya, misalnya M67.
3) Kolom 3 dan 4 diisi dengan nama desa/kelurahan dan
nama kecamatan letak tanahnya.
4) Kolom 5, diisi nama lengkap yang melepaskan hak atau
pemberi tanggungan (dalam hak tanggungan).
5) Kolom 6, diisi tanggal pencatatan hak (tanda tangan)
pada buku tanah.
6) Kolom 7, diisi nama lengkap yang menerima hak
7) Kolom 8, diisi sifat peralihan hak, misalnya jual beli,
pewarisan, dll.
8) Kolom 9, diisi dengan nomor identifikasi bidang tanah
(13 digit).
9) Kolom 10 dan 11, diisi dengan tanggal dan nomor surat
ukur.
10) Kolom 12, diisi dengan nomor seri blanko sertipikat
yang digunakan.
11) Kolom 13, diisi dengan nomor dan tahun
permohonan dicatat pada daftar isian 301.

49
5. Daftar Penghasilan Negara
Daftar isian 307 ini dinamakan daftar penghasilan negara,
dipergunakan untuk mencatat semua penghasilan yang diterima
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, yang harus disetor ke Kas
Negara. Daftar isian ini dikerjakan setiap hari kerja dan setelah
ditutup setiap akhir bulan uangnya disetor ke Kas Negara.
Penutupan D.I 307 yang dilakukan pada setiap akhir bulan, dengan
menuliskan jumlah penghasilan yang disetor ke Kas Negara,
misalnya:

Berdasarkan Peratutan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015, tentang


Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
Berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional, telah ditentukan besarnya biayabiaya berbagai
jenis pelayanan pertanahan khususnya pelayanan pendaftaran
tanah. Besarnya biaya pengukuran dan pemetaan bidang tanah atau
Panitia A ditetapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sesuai
dengan luas tanah serta kondisi wilayah masing-masing, sedangkan
besar biya pendaftaran hak per bidang tanah bersifat tetap.

50
Berdasarkan Pasal 17 PP dimaksud (lihat lampiran PP), tarif
pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali dikenakan tarif
yaitu:
a) sebesar Rp. 50.000 untuk pendaftaran: Penegasan Konversi;
b) Pengakuan Hak; c) Keputusan Pemberian Hak untuk
perorangan; d) Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
bersubsidi.
b) sebesar Rp. 100.000, untuk pendaftaran: a) Keputusan
Pemberian Hak Atas Tanah untuk Badan Hukum dan Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun yang Non Subsidi
Adapun tata cara pengisian kolom-kolom daftar isian 312 adalah:
a. Kolom 1, diisi dengan nomor urut sesuai dengan urutan setiap
pekerjaan dalam satu tahun anggaran.
b. Kolom 2, diisi tanggal selesai pekerjaan dan ditanda-
tanganinya SU oleh Kepala Seksi Survai, Pengukuran dan
Pemetaan, atau buku tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan
setempat.
c. Kolom 3, diisi jenis permohonannya, misalnya pengukuran
atau konversi atau pendaftaran peralihan hak, dan
sebagainya.
d. Kolom 4, diisi dengan nomor dan jenis hak (lihat sertipikat);
e. Kolom 5 dan 6, (hanya diisi dalam rangka permohonan SKPT
atau SKPT untuk keperluan lelang).
f. Kolom 7, diisi dengan nomor identifikasi bidang tanah (13
digit).
g. Kolom 8, diisi dengan nama lengkap pemohon (jika sebagai
kuasanya, sebutkan selaku kuasa dari siapa serta alamatnya.
h. h. Kolom 9, diisi dengan nomor dan tahun permohonan
tersebut didaftar pada D.I 305 (buku panjar).
i. Kolom 10, diisi besarnya biaya yang diterima (lihat D.I 305).
j. Kolom 11, diisi keterangan tambahan bila dianggap perlu

51
B. Surat Ukur

Nomor Surat Ukur terdiri dari nomor menurut urutan waktu


dibuatnya, nama desa/kelurahan letak tanah, dan tahun
pembuatannya, yang dipisahkan dengan garis miring. Pengurutan
nomor surat ukur adalah dimulai dari angka 1 (satu) dan selanjutnya
untuk surat ukur berikutnya pada desa/ kelurahan yang sama adalah
dengan penambahan 1 (satu) (increment 1) dari nomor terakhir pada
desa/ kelurahan tersebut, tanpa memperhatikan tahun pelaksanaan.

Halaman pertama blangko Surat Ukur.

1. Pada kotak identifikasi secara berurutan ditulis kode:


● Propinsi (dua dijit)
● Kabupaten / Kotamadya (dua dijit)
● Kecamatan (dua dijit)
● Desa / Kelurahan (dua dijit)
● Jenis Hak (satu dijit) dan
● Nomor bidang tanah (lima dijit)
2. NIB: diisi lengkap 13 digit, misalnya 09.02.05.07.01035
3. Pada Nomor: ….
Pemberian tanggal penomoran SU sama dengan tanggal
pengambilan nomor SU pada aplikasi KKP, tanggal SU sama dengan
tanggal DI 307. Nomor surat ukur terdiri dari nomor menurut urutan
waktu dibuatnya di dalam wilayah suatu desa/kelurahan, nama
desa/kelurahan dan tahun pembuatannya Contoh : untuk
kelurahan Pasar Minggu, pelaksanaan tahun 2020 dan urutan
pembuatannya untuk kelurahan tersebut (diusahakan) sesuai
dengan pemberian NIB bidang tanahnya dimisalkan 1035, maka :
Nomor : 1035 / Pasar Minggu / 2020.
4. Pada isian lokasi bidang tanah diisi lengkap, misal sebagai
berikut:
● Propinsi: DKI Jakarta

52
● Kabupaten/Kotamadya: Jakarta Selatan
● Kecamatan: Pasar Minggu
● Desa / Kelurahan: Pasar Minggu
5. Pada ruang Peta ditulis nama peta yang memuat bidang tanah
tersebut. Dalam hal ini dapat berupa peta pendaftaran sistim
koordinat nasional atau peta sistim koordinat lokal. Khusus
untuk sistem koordinat lokal, ditulis juga skala peta yang
digunakan. Contoh: Peta: Peta Pendaftaran (sistem nasional)
atau Peta: Peta pendaftaran Lokal Skala 1:1.000
6. Pada ruang Nomor Peta Pendaftaran diisi sesuai dengan Nomor
peta pendaftaran dimana bidang tanah tersebut dipetakan.
7. Ruang Lembar dikosongkan.
8. Pada ruang Kotak diisi sesuai dengan letak bidang tanah pada
peta
9. ada ruang Keadaan Tanah ditulis penggunaan tanah pada waktu
diadakan pengukuran batas bidang tanah.
10. Pada ruang Tanda Batas ditulis:
● tanda batas yang ada, misalnya patok kayu, tembok pagar,
dlsb; atau Tanda-tanda batas telah sesuai dengan PMNA
3/1997;
● Pada ruang Luas ditulis luas bidang tanah dengan angka dan
huruf yang ditulis dalam tanda kurung.
● Pada ruang Penunjukan dan penetapan batas ditulis siapa
(nama pemilik) yang menunjukkan batas.

53
26
27
Halaman kedua dan ketiga.
a. Halaman kedua dan jika perlu juga halaman ketiga
dipergunakan untuk menggambar bidang tanahnya dan bidang
tanah disekelilingnya.
b. Batas bidang tanah yang terdaftar dibuat lebih tebal
dibandingkan dengan batas bidang tanah sekelilingnya.
c. Jika batas atau batas-batas bidang tanah merupakan batas
sementara baik karena adanya sengketa batas atau karena
adanya perencanaan pembangunan prasarana umum,
penggambarannya dibuat dengan menggunakan garis putus-
putus.
d. Pada bidang tanah disekelilingnya dicantumkan nomor
identifikasi bidang tanahnya.
e. Untuk bidang-bidang tanah yang sangat luas sehingga
penggambarannya di surat ukur memiliki skala yang lebih kecil
daripada 1:50.000 maka gambar bidang tanah dibuat pada
lembar terpisah dan dijilid menjadi satu.
Halaman Keempat.
a. Pada ruang lain-lain ditulis hal-hal yang dianggap perlu
b. Pada ruang daftar isian 307 diisi tanggal dan nomor urut
d.i. 307
c. Pada ruang tanda tangan SU ditandatangani oleh Ketua
Satgas Bidang Fisik atas nama Kepala Seksi yang
membidangi Pengukuran dan Pemetaan

28
RANGKUMAN
Hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu
hak atas tanah negara, termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan
pembaruan hak serta permohonan hak di atas hak pengelolaan. Pemberian
hak atas tanah secara umum adalah pemberian hak atas bidang tanah yang
memenuhi kriteria tertentu yang dilakukan dengan satu penetapan
permohonan hak. Menurut Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 dinyatakan bahwa pelaksanaan Pendaftaran Tanah meliputi kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali dan Pelatihan Dasar Penilain
Pertanahan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

EVALUASI

1. Tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu hak atas tanah, bukan tanah
wakaf, bukan tanah ulayat dan/atau bukan merupakan asset barang
milik Negara/barang milik daerah menurut PP Nomor 18 Tahun 2021
adalah definisi dari tanah adalah...

a. Yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat.

b. Yang dikuasai langsung oleh Negara.

c. Partikelir yang dikuasai masyarakat setempat.

d. Tanah yang dikuasai Kementerian/lembaga.

2. Pemberian hak dari Menteri ATR/Kepala BPN atau Pejabat yang di


tunjuk yang berwenang memberikan hak atas tanah menurut
ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari
tanah Negara atau tanah hak pengelolaan dikenal dengan sebutan...

a. Penetapan hak atas tanah.

b. Pengakuan/penegasan hak atas tanah.

c. Konversi hak atas tanah.

d. Pembebanan hak atas tanah.

29
3. Hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanannya sebagian
dilimpahkan kepada pemegang hak, menurut PP Nomor 18 Tahun
2021 dikenal dengan...

a. hak menguasai dari Negara.

b. hak pengelolaan.

c. hak atas tanah.

d. hak masyarakat hukum adat.

4. Hak atas tanah yang merupakan hak turun temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, adalah...

a. hak milik (pasal 20 UUPA ayat 1)

b. hak guna bangunan.

c. hak guna usaha.

d. hak pakai.

e. hak ulayat.

5. Penyelenggara Pendaftaran tanah adalah?

a. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.

b. Pemerintah dan Pemerintah Provinsi.

c. Pemerintah Kabupaten/kota.

d. Lembaga Non Pemerintah.

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Setelah menyelesaikan pembelajaran materi Penataan Aset dan apabila
berhasil menjawab pertanyaan evaluasi dengan baik, maka saudara dianggap
telah mampu memahami materi - materi pada bab ini. Selanjutnya saudara
dapat mengikuti pembelajaran pada bab berikutnya. Sebaliknya, apabila
belum dapat menjawab pertanyaan pada evaluasi dengan baik, maka

30
saudara diminta untuk mempelajari kembali materi pada bab ini dengan
lebih seksama hingga saudara dapat menjawab pertanyaan dalam evaluasi
dengan baik.

31
BAB III
KONSEP DASAR PROGRAM PENATAAN AGRARIA

INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mempelajari bab ini peserta diharapkan mampu mendefinisikan hakikat dan regulasi
mengenai dasar program penataan agraria dan reforma agraria yang berlaku saat ini.

A. DEFINISI, MAKSUD DAN TUJUAN PELAKSANAAN SELURUH


PROGRAM PENATAAN AGRARIA

1. Definisi
a. Penataan Aset

Penataan Aset adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan,


penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam rangka menciptakan
keadilan di bidang penguasaan dan pemilikan tanah.

b. Penataan Akses

Penataan Akses adalah pemberian kesempatan akses


permodalan maupun bantuan lain kepada Subjek Reforma Agraria
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada
pemanfaatan tanah, yang disebut juga pemberdayaan masyarakat.

c. Redistribusi Tanah

Redistribusi tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh Pemerintah dalam rangka pembagian dan/atau pemberian tanah
yang bersumber dari objek redistribusi tanah kepada subjek
redistribusi tanah dengan pemberian tanda bukti hak (sertipikat).

d. Legalisasi Aset

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan


Oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan

32
teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk
peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya

e. Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang selanjutnya


disingkat PTSL adalah kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali
yang dilakukan secara serentak bagi semua objek Pendaftaran Tanah
di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah
desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang
meliputi pengumpulan data fisik dan data yuridis mengenai satu atau
beberapa objek Pendaftaran Tanah untuk keperluan pendaftarannya.

f. Pendaftaran tanah secara sporadik

Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran


tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek
pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan secara individual atau massal.

2. Maksud dan Tujuan

Pada 24 September 2018, telah diundangkan Peraturan Presiden


Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria sebagai peraturan
perundang-undangan pelaksanaan Reforma Agraria. Dalam peraturan
presiden dimaksud disebutkan bahwa tujuan Reforma Agraria adalah
untuk:

a. Mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dalam


rangka menciptakan keadilan;
b. Menangani Sengketa dan Konflik Agraria;

33
c. Menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat yang berbasis agraria melalui pengaturan
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;
d. Menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan;
e. Memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi;
f. Meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; dan
g. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.

B. PERATURAN PERUNDANG YANG MENDASARI SELURUH PROGRAM


PENATAAN AGRARIA

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


2. Tap MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1960 Nomor 104;
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 106,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik

34
Indonesia tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5068);
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor 89, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5305);
12. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 238);
13. Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma
Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
172);
14. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 10);
15. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2020 tentang Kementerian
Agraria dan Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 83);
16. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2020 tentang Badan
Pertanahan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 84);
17. Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2022 tentang Pelaksanaan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Lembar Negara
Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 180);
18. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan

35
Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2020 Nomor
985);
19. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2020 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor
Pertanahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
986);
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 499);
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 81
Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah Tahun 2023 (Berita Negara Tahun 2022 Nomor
590);
22. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.02/2022 tentang
Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2023 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 494);
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84
Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022 (Berita Negara Tahun
2022 Nomor 972);
24. Nota Kesepahaman antara Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional dengan Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah,
Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan
Nomor: 37/SKB/XII/2017; Nomor: 593/9395/SJ; Nomor:
14/KB/M.KUKM/XI/2017; Nomor: 07/MoU/HK. 220/M/12/2017;
Nomor: 16/MEN-KP/KB/XII/2017 tanggal 27 November 2017
tentang Pemberdayaan Tanah Masyarakat bagi Pelaku Usaha Mikro
dan Kecil, Petani, Nelayan dan Pembudidaya Ikan;

36
25. Perjanjian Kerja Sama Antara Direktur Jenderal Hubungan
Hukum Keagrariaan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional dengan Direktur Jenderal Bina Pembangunan
Daerah Kementerian Dalam Negeri, Deputi Bidang Pembiayaan
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Direktur
Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian,
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan
Perikanan dan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian
Kelautan dan Perikanan tentang Pelaksanaan Pemberdayaan Tanah
Masyarakat Bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, Petani, Nelayan,
Dan Pembudidaya Ikan Nomor 29/SKB-400/ IV/2018,500/
1738/Bangda/ 2018, 01/PKS/Dep.2/IV/ 2018, 03/MoU/
OT.160/B/ 04/018, 01/PKS/DJPTKKP/IV/2018,01/ DJPB-
KKP/PKS/IV /2018.

RANGKUMAN
Program Penataan Agaria tediri dari dua kegiatan besar yakni penatan
aset dan penataan akses. Penataan Aset adalah penataan kembali
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam rangka
menciptakan keadilan di bidang penguasaan dan pemilikan tanah. Penataan
Akses adalah pemberian kesempatan akses permodalan maupun bantuan
lain kepada Subjek Reforma Agraria dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan tanah, yang disebut juga
pemberdayaan masyarakat. selain daripada itu

EVALUASI

1. Kegiatan Penataan Akses mengacu pada....


a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Peraturan Presiden nomor 130 tahun 2022
c. Peraturan Presiden nomor 86 tahun 2018
d. Undang-Undang Cipta Kerja

2. Dibawah ini yang bukan termasuk program Penataan Agraria adalah

37
a. Pendafataran Tanah Sistematis Lengkap
b. Redistribusi Tanah
c. Penataan Akses (Pemberdayaan Masyarakat)
d. Pemberian Bantuan Uang

3. Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah


secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan, pengolahan,
penyimpanan dan penyajian data tanah bagi kepentingan rakyat,
dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang
pertanahan, termasuk penerbitan tanda-tanda buktinya dan
pemeliharaannya. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan dari...
a. Pemberian Hak Atas Tanah.
b. Pemberdayaan Tanah Masyarakat.
c. Pendaftaran pertanahan.
d. Pendaftaran tanah

4. Tanah Negara meliputi tanah-tanah yang disebutkan dibawah ini,


kecuali...
a. Tanah yang telah dilakukan reklamasi.
b. Tanah yang berasal dari pelepasan hak.
c. Tanah yang berasal dari kawasan hutan.
d. Tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat.

5. Status tanah di Indonesia setelah berlakunya UU Nomor 5 tahun 1960


tentang dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dibagi dalam 2 (dua)
kelompok status tanah yang ada di Indonesia, yaitu...
a. Tanah sudah terdaftar dan tanah belum terdaftar.
b. Tanah hak barat dan tanah ulayat
c. Tanah Negara dan tanah ulayat.
d. Tanah wakaf dan tanah ulayat.

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Setelah menyelesaikan pembelajaran materi Konsep Dasar Program
Penataan Agraria dan apabila berhasil menjawab pertanyaan evaluasi dengan
baik, maka saudara dianggap telah mampu memahami materi - materi pada

38
bab ini. Selanjutnya saudara dapat mengikuti pembelajaran pada bab
berikutnya. Sebaliknya apabila belum dapat menjawab pertanyaan pada
evaluasi dengan baik, maka saudara diminta untuk mempelajari kembali
materi pada bab ini dengan lebih seksama hingga saudara dapat menjawab
pertanyaan dalam evaluasi dengan baik.

39
BAB IV
REFLEKSI PROGRAM PENATAAN AKSES REFORMA AGRARIA

INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mempelajari bab ini peserta diharapkan mampu menjelaskan hakikat penyelenggaraan
program penataan akses reforma agrarian.

A. DEFINISI, MAKSUD, DAN TUJUAN PELAKSANAAN REFORMA


AGRARIA

Penyelenggraan kegiatan Reforma Agraria dilakukan terhadap TORA


melalui:

a. Perencanaan Reforma Agraria, melalui:


1. Perencanaan Penataan Aset terhadap penguasaan dan pemilikan
TORA;
2. Perencanaan terhadap Penataan Akses dalam penggunaan dan
pemanfaatan serta produksi atas TORA;
3. Perencanaan peningkatan kepastian hukum dan legalisasi atas
TORA;
4. Perencanaan penanganan Sengketa dan Konflik Agraria; dan
5. Perencanaan kegiatan lain yang mendukung Reforma Agraria.

b. Pelaksanaan Reforma Agraria dilaksanakan melalui:


1. Penataan Aset
Penataan aset yang terdiri dari redistribusi tanah dan legalisasi
aset. Penataan aset dilakukan dengan melakukan redistribusi
tanah. Redistribusi tanah adalah kegiatan pengaturan kembali
penguasaan dan pemilikan tanah dengan melakukan pemberian
hak atas tanah pada subjek tertentu yang memenuhi syarat
dalam rangka menciptakan keadilan pertanahan.
1) Redistribusi Tanah

40
Redistribusi Tanah berupa pembagian lahan-lahan
yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi
obyek redistribusi tanah kepada para Subjek Reforma
Agraria. Tujuan redistribusi tanah ialah memperbaiki
penguasaan dan pemilikan tanah yang lebih berkeadilan
yang pada akhirnya memperbaiki kondisi sosial-ekonomi
rakyat dengan cara membagikan lahan secara adil kepada
warga negara tertentu sesuai dengan prioritas. Dengan
demikian, ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia
(provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan kelurahan/desa)
diharapkan bisa berkurang.
Ukuran keberhasilan pelaksanaan kegiatan penataan
aset berupa redistribusi tanah adalah memperbaiki gini
rasio kepemilikan tanah.
2) Distribusi Manfaat
Terbatasnya objek tanah berupa tanah yang langsung
dikuasai oleh Negara yang dapat dilakukan redistribusi
tanah, maka dikembangkan suatu konsep yang disebut
distribusi manfaat. Distribusi manfaat adalah pengaturan
kembali mengenai penggunaan dan pemanfaatan tanah
yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum dengan
melakukan kerja sama penggunaan dan pemanfaatan
tanah.
Kerja sama dilakukan dengan melibatkan beberapa
pihak antara lain pemilik tanah, pemerintah pusat
dan/atau daerah, badan usaha, badan hukum, organisasi
sosial dan keagamaan, Civil Society Organization (CSO).
Hasil dari kerja sama penggunaan dan pemanfaatan tanah
ini dibagi secara berkeadilan kepada semua pihak terkait.
Tujuan distribusi manfaat adalah memperbaiki penggunaan
dan pemanfaatan tanah agar menghasilkan penggunaan
dan pemanfaatan tanah yang optimal. Hasil dari

41
penggunaan dan pemanfaatan tanah dibagi secara
berkeadilan kepada semua pihak terkait.
3) Penataan Penggunaan Tanah
Penataan penggunaan tanah dimaksudkan agar
supaya setiap penggunaan tanah dan/atau pemanfaatan
tanah dapat dilakukan secara efisien, efektif dan berdaya
guna serta berhasil guna. Efektif berarti penggunaan tanah
dilakukan sesuai dengan norma standar kriteria
penggunaan tanah, sedangkan efisien adalah penggunaan
tanah dilakukan semaksimal mungkin untuk hasil yang
juga maksimal. Berdaya guna artinya bahwa penggunaan
tanah digunakan agar mendatangkan hasil dan manfaat,
sedangkan berhasil guna adalah hasil yang diharapkan
adalah hasil yang terbaik. Untuk mewujudkan hasil terbaik
dari penataan penggunaan tanah adalah memperhatikan
faktor-faktor sebagai berikut:
● Tata Ruang
Tanah digunakan sesuai dengan rencana tata
ruang. Tata ruang didefinisikan sebagai
perwujudan Struktur Ruang dan Pola Ruang. Pola
ruang terkait erat dengan penggunaan dan
pemanfaatan ruang itu sendiri. Struktur Ruang
terkait dengan jalur distribusi hasil dan layanan
antar wilayah-wilayah pusat dan penyangganya.
● Tata Guna Tanah
Penggunaan tanah dilakukan berdasarkan
rencana tata guna tanah, persediaan tanah dan
memperhitungkan penggunaan tanah sekitar. Tata
Guna Tanah terkait dengan Pola Penggunaan,
Penguasaan dan pemanfaatan Tanah. Tata Guna
Tanah dilaksanakan di dalam kawasan lindung
dan budidaya.

42
● Hak Atas Tanah
Penggunaan tanah dilakukan sesuai dengan
hak atas tanah yang dimiliki atau dipunyai
seseorang atau badan hukum tertentu yaitu hak
milik, hak guna bagunan, hak guna usaha atau
hak pakai.
● Kemampuan Tanah
Faktor yang diperhitungkan untuk
menggunakan sebidang tanah berdasarkan
kemampuan tanah adalah ketinggian, lereng,
tekstur tanah, drainase, kedalaman efektif dan
permeabilitas tanah.
● Faktor Pembatas Lainnya
Faktor pembatas lainnya berupa kebijakan
tertentu dari pemerintah yang terkait dengan
batasan penggunaan tanah, contoh lahan gambut,
LP2B, sempadan pantai, sungai, kawasan hutan
lindung, konservasi dan lain-lain.

2. Penataan Akses
Penataan akses dimaksudkan sebagai kegiatan
pemberdayaan berbasis pemilikan, penguasaan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya
untuk mendapatkan hasil yang maksimal terkait dengan
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
bagi seseorang atau badan hukum. Parameter keberhasilan
untuk kegiatan penataan akses adalah peningkatan pendapatan
perkapita para pemilik tanah.

Penataan akses dapat dilakukan dengan pemberian akses


permodalan dan bantuan lain kepada pemegang hak/pengelola
tanah dalam rangka mengoptimalkan penggunaan dan

43
pemanfaatan tanah. dalam rangka memberikan nilai tambah
untuk peningkatan kesejahteraan. Seperti diuraikan
sebelumnya penataan akses tidak hanya berfokus pada
pemberian akses permodalan, akan tetapi bentuk lain seperti
pendampingan pelatihan usaha, pendampingan pemasaran,
bantuan saprodi untuk usahan pertanian, subsidi saprodi
(sarana produksi) pertanian dan perikanan serta pelatihan
kewirausahaan lainnya.

Dalam rangka pelaksanaan penataan akses terdapat 5


(lima) objek Pemberdayaan Tanah Masyarakat, terdiri dari:

a. Pemberdayaan tanah masyarakat untuk tanah yang telah


ditetapkan sebagai lokasi transmigrasi, baik yang sudah
bersertipikat maupun yang belum dan sudah ditetapkan
sebagai objek TORA.
b. Pemberdayaan tanah masyarakat yang telah ditetapkan
sebagai lokasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL).
c. Pemberdayaan tanah masyarakat dan pelaku usaha, yang
telah ditetapkan sebagai kegiatan legalisasi aset lintas
sektor.
d. Pemberdayaan tanah masyarakat yang berasal dari Tanah
Ex HGU, Tanah Telantar dan Pelepasan Kawasan Hutan
yang ditetapkan sebagai objek TORA.
e. Pemberdayaan tanah yang telah dimiliki oleh masyarakat
atau badan hukum yang ditetapkan menjadi objek TORA.

Dalam rangka pelaksanaan penataan akses terdapat 8


(delapan) rujukan model Pemberdayaan Tanah Masyarakat
antaranya adalah model Pertanian Korporasi, model Pertanian
Terintegrasi, Model Urban Farming, Model Kolaborasi Lintas
Sektor, Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR), Model

44
Kawasan Tematik, Model Creating Shared Value (CSV), Model
Pengembangan UMKM Terintegrasi melalui Pusat Layanan
Usaha Terpadu (PLUT).

B. SISTEM PENATAAN AGRARIA BERKELANJUTAN

Gagasan Sistem Penataan Agraria Berkelanjutan muncul dari 7


Fokus Pembangunan Peningkatan Sumberdaya Manusia Berkualitas dan
Berdaya Saing dalam Rencana Jangka Panjang dan Menengah Nasional
(RPJMN) 2020-2024, dimana salah satunya adalah Pengentasan
Kemiskinan melalui Reforma Agraria. Pelaksanaan Reforma Agraria
diharapkan lebih tepat sasaran dan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat serta mengurangi ketimpangan penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah.

Berangkat dari mandat konstitusi dan tujuan pembangunan


berkelanjutan (SDGs) dan berlandaskan pada paradigma pengelolaan
pertanahan yang dibahas sebelumnya, Sistem Penataan Agraria
Berkelanjutan (SPAB) dibangun untuk memberikan arahan dalam
pengaturan pengelolaan pertanahan (agraria) dengan berasaskan
keterpaduan, keserasian, keselarasan, keseimbangan, 5 keberlanjutan,
keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

SPAB, pada dasarnya, merupakan sistem yang menterjemahkan


paradigma pengelolaan pertanahan ke dalam kerangka pertanahan yang
terdiri dari penataan aset, penataan penggunaan tanah dan penataan
akses yang saling terkait dalam mencapai tujuan pembangunan nasional
berkelanjutan. Tujuan pembangunan berkelanjutan yang selaras dengan
visi reforma agraria yaitu Tujuan 1 (menghapus kemiskinan), Tujuan 2
(mengakhiri kelaparan), Tujuan 11 (kota dan komunitas yang
berkelanjutan) dan Tujuan 17 (kemitraan untuk mencapai tujuan) (UN-
Habitat, 2015). Pelaksanaan penataan agraria berkelanjutan terdiri dari
kegiatan penataan asset, penataan penggunaan tanah, dan penataan
akses.

45
Skema SPAB didesain agar dapat memberikan dampak yang
konkret sesuai dengan prinsip Holistic, Integratif, Thematic dan Spatial
(‘HITS’) sehingga dapat tepat sasaran dan memberikan nilai tambah
(added value) bagi masyarakat. Skema SPAB (Gambar 2) terdiri dari empat
komponen (sub-sistem) meliputi Input, Pelaksanaan, dan Output, serta
Umpan balik (feedback) yang merupakan mekanisme evaluasi dalam
memberikan masukan terhadap input (mekanisme siklus).

Gambar 3. Sistem Penataan Agraria Berkelanjutan

Sistem Penataan Agraria Berkelanjutan dengan 4 (empat) subsistem


yaitu input, pelaksanaan, output dan umpan balik (feedback) diuraikan
sebagai berikut:
1. Input SPAB
Input dari SPAB adalah suatu basis data yang diperlukan dalam
rangka merencanakan pelaksanakan SPAB. Data yang diperlukan
berupa data spasial dan data tekstual. Data spasial yang dimaksudkan
adalah berupa peta tematik mengenai tata ruang, tata guna tanah,
kemampuan tanah, status tanah, dan peta tematik lainnya yang
terkait. Sedangkan data tekstual yang dimaksud adalah data berupa
keadaan sosial ekonomi masyarakat berupa tingkat pendapatan
perkapita, mata pencaharian, dan data P4T (Penguasaan, Pemilikan,

46
Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah). Cakupan basis data dapat
meliputi wilayah administrasi desa, kecamatan, kab/kota, provinsi dan
wilayah NKRI tergantung wilayah SPAB yang akan disusun. Input data
meliputi:

a. Data Tata Ruang Data mengenai tata ruang dipakai sebagai


dasar untuk mengetahui pola ruang dan struktur ruang dalam
suatu wilayah tertentu untuk menentukan arahan pemanfaatan
ruang;
b. Data Tata Guna Tanah Data tata guna tanah dapat berupa
penggunaan tanah saat ini, ketersediaan tanah dan intensitas
penggunaan tanah;
c. Data Kemampuan Tanah Data kemampuan tanah meliputi
ketinggian, lereng, drainase, permiabilitas tekstur dan jenis
tanah;
d. Data Penduduk Data kependudukan dapat berupa kepadatan,
tingkat pertumbuhan penduduk dan jumlah rumah tangga
petani. Data Penguasaan dan Pemilikan Tanah;
e. Data Sosial & Ekonomi Data sosial ekonomi dapat berupa jenis
mata pencaharian, jumlah petani gurem dan tingkat pendapatan
per kapita penduduk;
f. Daftar Prioritas Kegiatan Pembangunan.

2. Output SPAB

Hasil kegiatan dari sistem penataan agraria berkelanjutan


adalah mewujudkan pemanfaatan tanah yang sebesar-besar untuk
kemakmuran rakyat. Sistem Penataan Agraria Berkelanjutan
diharapkan menghasilkan mekanisme/tata cara kerja yang sistematis
dalam melaksanakan Reforma Agraria yang menyeluruh dalam
kerangka penataan aset, penataan penggunaan tanah dan penataan
akses. Hasil kegiatan penataan aset berupa seberapa luas tanah yang
diberikan kepada subjek tertentu dan seberapa besar nilai yang dapat

47
dibagi kepada pihak-pihak terkait dalam kerja sama pemanfaatan dan
penggunaan tanah.

Hasil kegiatan penatagunaan tanah adalah seberapa luas bidang


tanah yang digunakan sesuai dengan rencana tata ruang, tata guna
tanah, kemampuan tanah, status tanah, dan kebijakan penggunaan
tanah lainnya. Hasil kegiatan penataan akses adalah seberapa besar
jumlah kepala keluarga yang dilakukan kegiatan pemberdayaan tanah
masyarakat. Hasil akhir dari penataan agraria berkelanjutan adalah
terciptanya kepastian hukum hak atas tanah yang pada akhirnya
meningkatkan kesejahteraan rakyat.

3. Umpan Balik (Feedback) SPAB

Dalam waktu tertentu yaitu pada akhir tahun anggaran


dilakukan monitoring dan evaluasi terkait dengan pelaksanaan sistem
penataan agraria berkelanjutan ini. Hasil monitoring dan
evaluasi yang dilakukan secara berkala dan berkelanjutan akan
dipakai sebagai input subsistem untuk dilakukan review kembali
pelaksanaan penataan agraria. Harapannya setiap waktu tertentu
akan memperbaiki struktur pemilikan dan penguasaan yang lebih
berkeadilan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang efisien, efektif
dan berhasil guna serta dapat meningkatkan pendapatan per kapita
masyarakat.
Input data untuk tahapan pelaksanaan tahun berikutnya
diharapkan akan berubah yaitu, tingkat gini rasio akan lebih baik
(penduduk yang semula tidak mempunyai tanah akan memiliki tanah,
sebagai contoh: penduduk yang semula memiliki tanah hanya 500 m2
bisa memiliki tanah lebih dari itu dan seterusnya), dan tingkat
pendapatan per kapita masyarakat juga lebih baik. Pelaksanaan sistem
penataan agraria berkelanjutan ini diharapkan dilakukan secara
berkelanjutan sehingga akan diwujudkan pengelolaan sumber daya
agraria untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.

48
RANGKUMAN

Penyelenggraan kegiatan Reforma Agraria dilakukan terhadap TORA


melalui terdiri dari Perencanaan Reforma Agraria, Pelaksanaan Reforma
Agraria. Gagasan Sistem Penataan Agraria Berkelanjutan muncul dari 7
Fokus Pembangunan Peningkatan Sumberdaya Manusia Berkualitas dan
Berdaya Saing dalam Rencana Jangka Panjang dan Menengah Nasional
(RPJMN) 2020-2024, dimana salah satunya adalah Pengentasan Kemiskinan
melalui Reforma Agraria. Berangkat dari mandat konstitusi dan tujuan
pembangunan berkelanjutan (SDGs) dan berlandaskan pada paradigma
pengelolaan pertanahan yang dibahas sebelumnya, Sistem Penataan Agraria
Berkelanjutan (SPAB) dibangun untuk memberikan arahan dalam
pengaturan pengelolaan pertanahan (agraria) dengan berasaskan
keterpaduan, keserasian, keselarasan, keseimbangan, 5 keberlanjutan,
keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

EVALUASI

1. Pengertian Penataan Akses adalah ...


a. Pemberian fasilitasi hak guna usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan masyakrakat berdasarkan kepemilikan tanah
b. Pemberian kesempatan akses permodalan maupun bantuan lain
kepada Subjek Reforma Agraria dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan tanah.
c. Pemberian bantuan uang kepada masyrakat yang membutuhkan
d. Tidak ada jawaban yang tepat

2. Kegiatan Pemberdayaan Tanah Masyarakat merupakan...


a. Kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN untuk
memberikan bantuan uang
b. Kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN untuk
mencari potensi tanah terlantar
c. Kegiatan aktivitas fasilitasi atas dasar kepemilikan tanah yang
dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional

49
d. Kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN untuk
mencari menjanjikan

3. Skema kegiatan Penanganan Akses Reforma Agaria terdiri dari...


a. Skema
b. 2 Skema
c. 4 Skema
d. 1 Skema

4. Tujuan Reforma Agraria Menurut Peraturan Presiden Nomor 86


tahun 2018 antara lain, kecuali ...
a. Mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah
dalam rangka menciptakan keadilan
b. Menangani Sengketa dan Konflik Agraria
c. Menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat yang berbasis agraria melalui pengaturan
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
d. Memperbaiki kualitas sumberdaya manusia

5. Lokasi yang menjadi fokus kegiatan penangan akses adalah kecuali


...
a. Lokasi Prioritas Reforma Agraria
b. Lokasi yang sudah memiliki asset
c. Lokasi yang belum memiliki asset
d. Lokasi yang masih menjadi konflik

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Setelah menyelesaikan pembelajaran materi Refleksi Program Penataan
Akses Reforma Agraria dan apabila berhasil menjawab pertanyaan evaluasi
dengan baik, maka saudara dianggap telah mampu memahami materi -
materi pada bab ini. Selanjutnya saudara dapat mengikuti pembelajaran
pada bab berikutnya. Sebaliknya apabila belum dapat menjawab pertanyaan
pada evaluasi dengan baik, maka saudara diminta untuk mempelajari

50
kembali materi pada bab ini dengan lebih seksama hingga saudara dapat
menjawab pertanyaan dalam evaluasi dengan baik.

51
BAB V
KELEMBAGAAN PENATAAN AKSES REFORMA AGRARIA

INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mempelajari bab ini peserta diharapkan mampu menjelaskan secara fundamental
kelembagaan penataan akses reforma agraria.

A. KELEMBAGAAN KHUSUS PENATAAN AKSES REFORMA (GTRA)

Reforma Agraria merupakan tugas Pemerintah yang harus


dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga terkait. Kelembagaan
Penyelenggara Reforma Agraria dibentuk di tingkat Pusat dan Daerah,
terdiri dari Tim Reforma Agraria Nasional, GTRA Pusat, GTRA Provinsi dan
GTRA Kabupaten/Kota. Tim Reforma Agraria Nasional sebagaimana
diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma
Agraria mempunyai tugas:

1) Menetapkan kebijakan dan rencana Reforma Agraria;


2) Melakukan koordinasi dan penyelesaian kendala dalam
penyelenggaraan Reforma Agraria; dan
3) Melakukan pengawasan serta pelaporan pelaksanaan Reforma Agraria.

Secara administratif Tim Reforma Agraria Nasional berkedudukan


di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Mekanisme dan tata
kerjanya diatur dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian. Kelembagaan Gugus Tugas Reforma Agraria yang dibentuk
pada tingkat pusat, provinsi, dan Kabupaten/Kota.

Tim GTRA di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota maupun


tim pelaksana harian di semua level, dalam melaksanakan tugasnya dapat
dibantu oleh tenaga ahli atau profesional yang ditunjuk untuk
pelaksanaan dan penjabaran dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
dalam rangka Reforma Agraria termasuk Civil Society Organization (CSO).

52
Peran masyarakat sebagai komponen yang langsung bersinggungan
dengan kebutuhan hak atas tanah dan konflik pertanahan tentunya
sangat diharapkan, termasuk peran CSO yang fokus dan terlibat dalam
pendampingan masyarakat, dan akademisi yang tentu saja memiliki
sudut pandang tersendiri melihat kebutuhan masyarakat, termasuk
permasalahan-permasalahan masyarakat kaitannya dengan hak atas
tanah.

Peran masyarakat (CSO, Perguruan Tinggi, dan Akademisi) dan


Badan Usaha antara lain:

1. Memberikan usulan potensi TORA;


2. Memberikan usulan mengenai model pemberdayaan tanah
masyarakat;
3. Memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai kondisi
sosiologis masyarakat pada suatu lokasi TORA;
4. Membantu terjalinnya komunikasi yang baik antara GTRA
kabupaten/kota dan masyarakat calon penerima TORA;
5. Membantu dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat;
6. Mengusulkan penyelesaian konflik dan sengketa pertanahan.

Tim Pelaksana Harian GTRA di Tingkat Pusat

Struktur Organisasi Tim Pelaksana Harian GTRA Pusat

53
Tim Pelaksana Harian GTRA di Tingkat Provinsi

Anggota GTRA pada tingkat provinsi berasal dari pejabat tinggi


pratama perangkat daerah kabupaten/kota merupakan perangkat daerah
yang membidangi urusan/fungsi penunjang:

1. Pekerjaan umum dan penataan ruang;


2. Lingkungan hidup;
3. Transmigrasi;
4. Pertanian;
5. Perikanan;
6. Perumahan dan kawasan permukiman;
7. Kependudukan;
8. Koperasi, usaha mikro kecil, dan menengah;
9. Pemberdayaan masyarakat dan desa;
10. Perindustrian;
11. Perdagangan;
12. Pertanahan;
13. Keuangan;
14. Perencanaan; dan
15. Penanaman modal.

B. STAKEHOLDER TERKAIT DALAM PROGRAM PENATAAN AKSES


REFORMA AGRARIA

Satuan Tugas Penataan Akses di tingkat kabupaten/kota, bertugas


melaksanakan inventarisasi, identifikasi, dan pengembangan rencana dan
kegiatan pemberian penataan akses bagi penerima TORA, serta
berkoordinasi dengan pihak-pihak internal maupun eksternal terkait
penyelenggaraan Reforma Agraria di tingkat kabupaten/kota. Pada
kegiatan Gugus Tugas Reforma Agraria, terdapat beberapa satuan tugas
yang terkait dalam kegiatan tersebut, salah satunya ialah satuan tugas
penataaan akses. Satuan Tugas Penataan Akses dapat beranggotakan
Perangkat Daerah yang antara lain:

54
1. Yang membidangi Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
2. Yang membidangi Pertanian;
3. Yang membidangi Perumahan dan Kawasan Permukiman;
4. Yang membidangi Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah;
5. Yang membidangi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa;
6. Yang membidangi Perindustrian;
7. Yang membidangi Perdagangan;
8. Yang membidangi Keuangan;
9. Yang membidangi Perencanaan dan Penanaman Modal.

Satuan Tugas dalam Tim Pelaksana Harian GTRA kabupaten/kota


disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan sumber TORA dan potensi
penataan akses yang tersedia di masing-masing Kabupaten/Kota. Apabila
dikemudian hari rancangan perubahan Peraturan Presiden tentang Reforma
Agraria disahkan, maka Kelembagaan Reforma Agraria pada petunjuk
pelaksanaan ini dapat disesuaikan dengan ketentuan yang terdapat pada
peraturan presiden tersebut.

RANGKUMAN
Reforma Agraria merupakan tugas Pemerintah yang harus
dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga terkait. Kelembagaan
Penyelenggara Reforma Agraria dibentuk di tingkat Pusat dan Daerah, terdiri
dari Tim Reforma Agraria Nasional, GTRA Pusat, GTRA Provinsi dan GTRA
Kabupaten/Kota. Kelembagaan Kegiatan Penataan Akses Reforma Agraria
terdiri dari beberapa dinas ataupun Oraganisasi Perangkat Daerah (OPD)
yang berkaitan langsung dengan kegiatan penataan akses.

55
EVALUASI

1. Satuan Tugas yang masuk dalam kegiatan Penanganan akses berikut ini
kecuali ...

a. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

b. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

c. Dinas Pertanian

d. Dinas Pertahanan

2. Menurut Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018, Tugas tim Reforma


Agraria, yaitu...
a. Melakukan pengawasan serta pelaporan pelaksanaan Reforma Agraria.
b. Melakukan kegiatan yang berkaitan dengan kebutuhan keluarga
c. Melakukan kegiatan pengenalan instansi
d. Memberikan bantuan dengan berbagai kebutuhan masyarakat

3. Kelembagaan Gugus Tugas Reforma Agraria dibentuk pada tingkat :

a. Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa


b. Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa
c. Pusat, Provinsi, dan Kebupaten/Kota
d. Provinsi, dan Kabupaten/Kota

4. Tim yang bertugas menangani kegiatan Penataan Akses di daerah ialaha.

a. Tim satuan tugas penataan akses


b. Tim satuan tugas pembuatan akta tanah
c. Tim satuan tugas penangana konflik
d. Tim satuan tugas pemberian hak

5. Aturan yang mengatur pengawasan tetang Pelaporan Reforma Agaria,


yaitu...

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

56
b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
c. Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018
d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2022

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Setelah menyelesaikan pembelajaran materi Kelembagaan Penataan
Akses Reforma Agraria dan apabila berhasil menjawab pertanyaan evaluasi
dengan baik, maka saudara dianggap telah mampu memahami materi -
materi pada bab ini. Selanjutnya saudara dapat mengikuti pembelajaran
pada bab berikutnya. Sebaliknya apabila belum dapat menjawab pertanyaan
pada evaluasi dengan baik, maka saudara diminta untuk mempelajari
kembali materi pada bab ini dengan lebih seksama hingga saudara dapat
menjawab pertanyaan dalam evaluasi dengan baik.

57
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Modul ini disusun untuk keperluan Pelatihan Penataan Akses


Reforma Agraria melalui Pemberdayaan Tanah Masyarakat, dengan
tujuan agar setiap peserta Pelatihan mampu menerapkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan
Penataan Akses Reforma Agraria melalui Pemberdayaan Tanah
Masyarakat dengan baik sesuai tugas dan fungsinya.
Setelah selesai mempelajari materi dalam modul ini, jangan lupa
untuk melatih pemahaman anda dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang ada dalam latihan serta melakukan evaluasi dalam
setiap materi.

B. TINDAK LANJUT

Sebagai tindak lanjut dari pembelajaran materi modul ini, maka:


1. Bagi peserta pelatihan diharapkan mampu mengimplementasikan
hasil pembelajaran dari mata pelatihan Konsep Dasar Penataan
Akses Reforma Agraria;
2. Bagi Fasilitator, diharapkan mampu menyampaikan serta
mengembangkan penyampaian materi dalam modul agar mampu
menjadi bahan ajar yang efektif dalam penyamaan persepsi peserta;
3. Bagi pengelola pelatihan, diharapkan modul sebagai referensi dan
bahan evaluasi bagi Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia
serta pengendalian pelaksanaan pelatihan Penataan Akses Reforma
Agraria melalui Pemberdayaan Tanah Masyarakat serta untuk
penyempurnaan modul pelatihan berikutnya agar lebih baik.

58
DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. SDG Dashboard. Diperolehi pada 27 Sep 2021 daripada

http://sdgs.bappenas.go.id/dashboard;

Rencana Strategis Direktorat Jendral Tata Ruang/Kementerian Agraria dan


Tata Ruang. 2020-2024;

SLUM ALMANAC. Tracking Improvement in the Lives of Slum Dwellers. 2015


2016. UNHABITAT. FOR A BETTER URBAN FUTURE.

SISTEM PENATAAN AGRARIA BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE AGRARIAN


MANAGEMENT SYSTEM). Andi Tenrisau. Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Jakarta, Indonesia.

Republik Indonesia. (1960) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang


Peraturan Dasar PokokPokok Agraria;

Republik Indonesia. (1996). Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996


tentang tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai Atas Tanah;

Republik Indonesia. (1999). Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan


Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan;

Republik Indonesia. (2001). TAP Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan


Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam;

Republik Indonesia. (2010). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional


Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pengaturan dan Pelayanan
Pertanahan;

59
Republik Indonesia. (2013). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran
Tanah;

Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 4


Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Kementerian Agraria Dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;

Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 7


Tahun 2017 tentang tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan
Hak Guna Usaha;

Republik Indonesia. (2018). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86


Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

60

Anda mungkin juga menyukai