Anda di halaman 1dari 20

Hak Cipta © Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Edisi Tahun 2021

Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia


Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Jl. Akses Tol Cimanggis, Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.
Telp. (021) 8674586

PELATIHAN PENGUATAN KOMPETENSI TEKNIS BIDANG TUGAS PENATA


PERTANAHAN
Kebijakan Teknis Pertanahan

Tim Pengarah Substansi:


1. -
2. -
Tim Penyusun Modul:
1. -
2. -

Editor:

JAKARTA - KEMENTERIAN ATR/BPN - 2021


Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya Modul Kebijakan
Teknis Pertanahan yang menjadi pegangan bagi peserta Pelatihan Penguatan
Kompetensi Teknis Bidang Tugas Jabatan Penata Pertanahan. Modul ini dapat
terselesaikan karena kerjasama Tim Penyusun Modul yang sudah dirangkum melalui
beberapa kali workshop dan dukungan dari berbagai pihak di lingkungan Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Untuk itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional;
2. Tim Penyusun Modul;
3. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya Modul ini.
Akhir kata, semoga Modul ini dapat memberikan manfaat bagi peserta
pelatihan. Kritik dan saran dengan senang hati akan diterima untuk perbaikan modul
ini.

Bogor, Juni 2021


Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional

Deni Santo, S.T., M.Sc.


NIP. 19700129 199703 1 004

i
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iv
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................ 1
B. DESKRIPSI SINGKAT ......................................................................... 2
C. TUJUAN PEMBELAJARAN DAN INDIKATOR HASIL BELAJAR ..... 2
D. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK ................................... 2
BAB II PENYUSUNAN KEBIJAKAN TEKNIS PERTANAHAN .......................... 3
A. PERMASALAHAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN TEKNIS
PERTANAHAN .................................................................................... 3
B. PENGUMPULAN FORMULASI KEBIJAKAN TEKNIS PERTANAHAN
............................................................................................................. 5
RANGKUMAN ............................................................................................. 6
EVALUASI ................................................................................................... 7
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT ...................................................... 7
BAB III DISEMINASI KEBIJAKAN TEKNIS PERTANAHAN .............................. 8
A. PENYEBARLUASAN KEBIJAKAN TEKNIS PERTANAHAN ............ 8
RANGKUMAN ........................................................................................... 10
LATIHAN ................................................................................................... 10
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT .................................................... 10
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 11
A. KESIMPULAN ................................................................................... 11
B. TINDAK LANJUT .............................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

ii
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

DAFTAR GAMBAR

iii
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

DAFTAR TABEL

iv
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

PETUNJUK PENGGUNAAN
MODUL

Pengguna dapat mempelajari keseluruhan isi materi modul ini yang dilakukan
secara berurutan. Pastikan terlebih dahulu urutan materi pada saat memahami setiap
bagian dalam modul ini, karena masing-masing urutan materi saling berkaitan. Agar
proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar dan tujuan pembelajaran
tercapai dengan baik, maka dari itu dianjurkan untuk:
1. Membaca dengan cermat materi yang ada dan pahami tujuan pembelajaran
terlebih dahulu yang tersedia pada setiap awal bab, apabila ada hal-hal yang
kurang jelas dapat bertanya dengan fasilitator saat kegiatan pembelajaran
berlangsung;
2. Mengerjakan latihan dan evaluasi yang tersedia pada setiap akhir bab modul
ini;
3. Membentuk kelompok diskusi untuk membahas materi tertentu dan studi kasus
yang diberikan untuk memperdalam pemahaman materi;
4. Mempelajari bahan dari sumber lain sesuai referensi yang tercantum pada
daftar pustaka di akhir modul ini untuk memperluas wawasan;
5. Mengaitkan materi yang diperoleh dengan kondisi lingkungan kerja dan
cobalah rencanakan implementasinya bila perlu.

v
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tanah harus
dipergunakan bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Salah satu program
Nawacita adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-
daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Untuk mewujudkan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat dan dalam rangka pelaksanaan Nawacita
tersebut, diperlukan ketersediaan tanah untuk pembangunan.
Salah satu kewajiban negara adalah mengatur tanah rakyat, oleh karena itu
wajib menyelenggarakan pembangunan, yang dalam pelaksanaannya membutuhkan
tanah sebagai dasar keputusan pembangunan berkelanjutan. Pihak Perorangan,
Badan Hukum milik Swasta, Badan Hukum milik Pemerintah, dan Instansi Pemerintah
baik Pusat maupun Daerah memerlukan tanah untuk pelaksanaan tugasnya maupun
untuk kepentingan lainnya, namun untuk tanah milik instansi pemerintah pusat,
instansi daerah, dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang telah
terdaftar sebagai Barang Milik Negara (BMN) dapat digunakan untuk pelaksanaan
tugas pemerintahan dan/atau untuk kepentingan lain sesuai dengan peruntukannya
dalam aturan tata ruang.
Tanah merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Namun
pengelolaan tanah dan pertanahan di Indonesia belum cukup baik dan bahkan sering
menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Persoalan tanah bukan hanya persoalan
hak tanah semata, tetapi juga menyangkut keadilan dan kehidupan sosial
kemasyarakatan. Terjadinya kasus pertanahan tersebut menunjukkan belum baiknya
administrasi pertanahan di Indonesia dan belum kuatnya kepastian hukum hak atas
tanah. Hal itu memberikan gambaran bahwa tanah belum dapat memberikan atau
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, peran negara sangat penting
dalam mengelola sumber daya alam, termasuk tanah, agar sumber daya alam dan
tanah itu benar-benar mendatangkan kemakmuran bagi rakyat Indonesia.

1
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

B. DESKRIPSI SINGKAT
Mata Pelatihan ini membahas tentang mekanisme kebijakan teknis pertanahan
dalam kegiatan penataan pertanahan yang meliputi penyusunan dan diseminasi
kebijakan teknis pertanahan.
C. TUJUAN PEMBELAJARAN DAN INDIKATOR HASIL BELAJAR
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu memahami konsep
kebijakan teknis pertanahan dengan baik. Indikator keberhasilan dari pembelajaran
ini peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep prosedur penyusunan keijakan teknis pertanahan dan
diseminasi kebijakan pertanahan dengan baik;
2. Menjelaskan konsep mekanisme diseminasi kebijakan teknis pertanahan
dengan baik.
D. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK
1) Penyusunan Kebijakan Teknis Pertanahan
a. Permasalahan pelaksanaan kebijakan teknis pertanahan;
b. Pengumpulan formulasi kebijakan teknis pertanahan.
2) Diseminasi Kebijakan Teknis Pertanahan
a. Penyebarluasan Kebijakan Teknis Pertanahan

2
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

BAB II
PENYUSUNAN KEBIJAKAN
TEKNIS PERTANAHAN

INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mempelajari bab ini peserta mampu menjelaskan konsep prosedur penyusunan
kebijakan teknis pertanahan dengan baik

Tanah merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Namun pengelolaan


tanah dan pertanahan di Indonesia belum cukup baik dan bahkan sering menimbulkan
gejolak sosial di masyarakat. Persoalan tanah bukan hanya persoalan hak tanah
semata, tetapi juga menyangkut keadilan dan kehidupan sosial kemasyarakatan
Permasalahan pertanahan yang ada pada saat ini bukan hanya bersumber dari
akumulasi persoalan terkini tetapi terkait pula dengan aspek historis dan dinamika
sosial politik yang terjadi selama ini, bahkan juga arah perubahan sosial yang secara
empiris dipengaruhi oleh arah perubahan lingkungan strategis yang berkembang
(Ekonomi, Politik, Sosial, dan Budaya).
A. PERMASALAHAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN TEKNIS PERTANAHAN
Permasalahan mendasar pertanahan di Indonesia adalah permasalahan
keadilan, disatu pihak sebagian kecil penduduk Indonesia menguasai tanah yang
amat luas, di lain pihak sebagian besar penduduk harus hidup di tanah yang sempit.
Oleh karena itu, program landreform melalui redistribusi tanah melakukan perbaikan
agar sebagian besar penduduk dapat hidup di tanah yang luasannya layak secara
ekonomi, sosial, dan budaya. Berdasarkan sudut pandang pengelolaan sumberdaya,
permasalahan di bidang pertanahan terkait dengan konfigurasi pemanfaatan ruang
daratan, persebaran penduduk, dinamika sosial budaya masyarakat, dinamika
investasi dan arah perubahan struktur perekonomian, serta kebijakan.
Masing-masing persoalan memiliki derajat kepentingan yang berbeda- beda dan
tidak dapat dibiarkan begitu saja terkait permasalahan pertanahan yang secara umum
telah menjadi isu pertanahan saat ini diantaranya adalah:
a. Masalah Tumpang tindihnya kepemilikan lahan;
b. Masalah Tanah Terlantar;

3
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

c. Masalah Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Lahan, serta masalah


pengadaan lahan untuk kepentingan pembangunan;
d. Masalah Data base tentang Pemanfaatan Lahan dan Penggunaan Ruang,
serta masalah konflik pemanfaatan ruang;
e. Masalah Kesulitan Mengurus Sertifikat Tanah;
f. Masalah Sumberdaya, Sarana, dan Prasarana;
g. Masalah Pengakuan atas Tanah Adat/Tanah Ulayat;
h. Masalah Ganti Rugi Tanah;
i. Masalah Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah
Daerah serta Kesesuaian Undang-Undang Pemerintahan Daerah dengan
Undang-Undang Sektoral.
Kasus pertanahan di Indonesia dapat pula dikategorikan berdasarkan subjek untuk
mengetahui dan memahami konstelasi dan peta kasus pertanahan di Indonesia, baik
secara vertikal maupun horizontal. Konstelasi dan peta kasus pertanahan menjadi
input penting dalam mempercepat penyelesaian kasus pertanahan. Pertanyaan siapa
melakukan apa dan motifnya apa dapat ditelisik melalui subjek yang terlibat dalam
kasus pertanahan. Peran yang dimainkan oleh subjek tersebut dapat dijadikan pintu
masuk dalam percepatan penyelesaian kasus pertanahan.
Indonesia memiliki hukum pertanahan yang mengatur secara jelas mengenai tata
cara baik kepemilikan maupun proses jual beli. Namun penggunaan hukum
pertanahan nasional tidak dapat dilakukan khususnya pada wilayah ulayat/adat
terutama wilayah timur Indonesia. Adanya perbedaan penggunaan kebijakan/hukum
tanah di berbagai wilayah di Indonesia seringkali menimbulkan konflik pertanahan.
Sehingga sistem tenurial dan pola kerjasama pemanfaatan berdasarkan hukum
pertanahan nasional tidak dapat dilakukan dengan serta merta tanpa upaya
matrikulasi penyamaan pemahaman konsep terlebih dahulu. Model-model
pengenalan konsep atau modifikasi tenurial pada sistem pertanahan nasional perlu
dikembangkan lebih lanjut untuk mengakomodasi model permasalahan kasus
pertanahan.
Saat ini penyelesaian sengketa atau permasalahan terkait bidang pertanahan di
Indonesia dapat dilakukan baik melalui jalur pengadilan maupun di luar pengadilan
(mediasi). Kebijakan Pemerintah saat ini lebih mengutamakan penyelesaian di luar
pengadilan terlebih dahulu, dan bila memang tidak dapat terselesaikan melalui jalur
mediasi, penyelesaian dapat dilanjutkan melalui pengadilan.

4
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

Kementerian ATR/BPN mengklasifikasi kasus pertanahan menjadi konflik,


sengketa, dan perkara. Konflik merupakan permasalahan pertanahan yang memiliki
nuansa/aspek sosial dan politik yang luas, sedangkan sengketa adalah permasalahan
pertanahan yang tidak memiliki nuansa sosial politik yang begitu luas, umumnya
permasalahan antar individu. Kemudian, perkara merupakan konflik dan sengketa
yang sudah masuk ke pengadilan, baik pengadilan negeri, tinggi, maupun PTUN.
Sengketa dan konflik pertanahan terjadi karena adanya perbedaan persepsi,
pendapat, kepentingan, dan nilai antara dua pihak atau lebih mengenai status tanah,
status penguasaan, status kepemilikan, atau status surat keputusan mengenai
kepemilikan atas tanah tertentu yang berkepanjangan dan dianggap merugikan salah
satu pihak yang kemudian muncul ke permukaan.
Selain itu, kasus/permasalahan pertanahan dikelompokan menjadi delapan
tipologi, yaitu (1) penguasaan dan pemilikan tanah; (2) penetapan hak dan
pendaftaran tanah; (3) batas atau letak bidang tanah; (4) pengadaan/pembebasan
tanah; (5) tanah objek landreform; (6) tuntutan ganti rugi tanah partikelir; (7) tanah
ulayat/adat; dan (8) pelaksanaan putusan pengadilan. Kasus pertanahan dibagi
berdasarkan sektor, yaitu pertanahan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
Pengelompokan tipologi tersebut dilakukan Badan Pertanahan Nasional untuk
memudahkan pemetaan dan penanganan kasus di internal Badan Pertanahan
Nasional. Namun, pengelompokan itu belum dapat memetakan pihak-pihak yang
terkait dan langkah koordinasi apa yang diperlukan serta langkah kebijakan yang
harus dilakukan guna penanganan dan pencegahan kasus pertanahan tersebut.

B. PENGUMPULAN FORMULASI KEBIJAKAN TEKNIS PERTANAHAN


Kebijakan Pertanahan nasional untuk Kemakmuran Rakyat pada aspek Ekonomi
dan Sosial memiliki tantangan dan peluang. Lahan dapat dilihat sebagai sumberdaya
dan sebagai salah satu faktor produksi yang memiliki nilai ekonomi (land rent), dengan
perwatakan lahan, sebagai kekuatan sosial ekonomi diantaranya:
a. Lahan sebagai aset kepemilikan;
b. Lahan aset terbatas, tidak bertambah kecuali reklamasi;
c. Lahan terbangun nilainya dan harga ditentukan kegiatan fungsional yang
dikembangkan di atasnya;
d. Lahan bersifat stasioner;
e. Selain potensi produktif, juga investasi jangka panjang.

5
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

Dengan karekateristik yang melekat pada konsep lahan, maka pada masa kini
maupun yang akan datang tetap memunculkan masalah baru terutama terhadap
tekanan Persoalan Ruang dan implikasinya yang tentunya akan menimbulkan;
a. Konflik Ruang (Ruang Lindung VS Ruang Budidaya)
b. Kompetisi Ruang ( Ruang Eksploitasi Sumber daya Alam)
c. Akses Atas Ruang ( Ruang Privat dan Ruang Publik) dan;
d. Tekanan Pertumbuhan (Pemanfaatan Ruang Perkotaan dan Perdesaan.

Kebijakan pertanahan di Indonesia sebenarnya sudah lama diformulasikan dalam


Undang Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria atau
(Undang Undang Pokok Agraria) yang melandaskan diri pada pasal 33 ayat (3)
Undang Undang Dasar 1945. UUPA mengandung nilai-nilai kerakyatan dan amanat
untuk menyelenggarakan hidup dan kehidupan yang berperi kemanusiaan dan
berkeadilan sosial. Perwujudan keadilan sosial dapat dilihat pada prinsip-prinsip dasar
UUPA yakni prinsip negara menguasai dan digunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah masyarakat
hukum adat, asas fungsi sosial semua hak atas tanah, prinsip landreform, prinsip
perencanaan dalam penggunaan tanah dan upaya pelestariannya dan prinsip
nasionalitas. Prinsip dasar ini kemudian dijabarkan dalam berbagai produk berupa
peraturan perundang-undangan dan kebijakan lainnya, dan tentunya dengan
dinamika masyarakat yang terus berubah dan berkembang dalam pemenuhan dan
pemanfaatan lahan, maka perlu pula produk hukum pertanahan yang dapat
mengakomodasikan dari dinamika masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dan
pemanfaatan lahan tersebut.

RANGKUMAN
Kementerian ATR/BPN mengklasifikasi kasus pertanahan menjadi konflik,
sengketa, dan perkara. Konflik merupakan permasalahan pertanahan yang memiliki
nuansa/aspek sosial dan politik yang luas, sedangkan sengketa adalah permasalahan
pertanahan yang tidak memiliki nuansa sosial politik yang begitu luas, umumnya
permasalahan antar individu. Kemudian, perkara merupakan konflik dan sengketa
yang sudah masuk ke pengadilan, baik pengadilan negeri, tinggi, maupun PTUN.
Sengketa dan konflik pertanahan terjadi karena adanya perbedaan persepsi,
pendapat, kepentingan, dan nilai antara dua pihak atau lebih mengenai status tanah,

6
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

status penguasaan, status kepemilikan, atau status surat keputusan mengenai


kepemilikan atas tanah tertentu yang berkepanjangan dan dianggap merugikan salah
satu pihak yang kemudian muncul ke permukaan.
Kasus/permasalahan pertanahan dikelompokan menjadi delapan tipologi, yaitu
(1) penguasaan dan pemilikan tanah; (2) penetapan hak dan pendaftaran tanah; (3)
batas atau letak bidang tanah; (4) pengadaan/pembebasan tanah; (5) tanah objek
landreform; (6) tuntutan ganti rugi tanah partikelir; (7) tanah ulayat/adat; dan (8)
pelaksanaan putusan pengadilan.
Kebijakan Pertanahan nasional untuk Kemakmuran Rakyat pada aspek Ekonomi
dan Sosial memiliki tantangan dan peluang. Kebijakan pertanahan di Indonesia
sebenarnya sudah lama diformulasikan dalam Undang Undang No 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria atau (Undang Undang Pokok Agraria)
yang melandaskan diri pada pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945. UUPA
mengandung nilai-nilai kerakyatan dan amanat untuk menyelenggarakan hidup dan
kehidupan yang berperi kemanusiaan dan berkeadilan sosial. Perwujudan keadilan
sosial dapat dilihat pada prinsip-prinsip dasar UUPA yakni prinsip negara menguasai
dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, prinsip penghormatan
terhadap hak atas tanah masyarakat hukum adat, asas fungsi sosial semua hak atas
tanah, prinsip landreform, prinsip perencanaan dalam penggunaan tanah dan upaya
pelestariannya dan prinsip nasionalitas.

EVALUASI
1. Deskripsikan menurut pemahaman anda terkait permasalahan mendasar
pelaksanaan kebijakan pertanahan di Indonesia!
2. Jelaskan secara ringkas mekanisme/ketentuan dalam penyusunan formulasi
kebijakan teknis pertanahan!
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Setelah menyelesaikan pembelajaran materi Penyusunan Kebijakan Teknis


Pertanahan dan apabila berhasil menjawab pertanyaan evaluasi dengan baik, maka
saudara dianggap telah mampu memahami materi - materi pada bab ini. Selanjutnya
saudara dapat mengikuti pembelajaran pada bab berikutnya. Sebaliknya apabila
belum dapat menjawab pertanyaan pada evaluasi dengan baik, maka saudara diminta
untuk mempelajari kembali materi pada bab ini dengan lebih seksama hingga saudara
dapat menjawab pertanyaan dalam evaluasi dengan baik.

7
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

BAB III
DISEMINASI KEBIJAKAN
TEKNIS PERTANAHAN

INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mempelajari bab ini peserta diharapkan mampu menjelaskan konsep mekanisme
diseminasi kebijakan teknis pertanahan dengan baik.

A. PENYEBARLUASAN KEBIJAKAN TEKNIS PERTANAHAN


Penyebarluasan kebijakan dan peraturan perundang-undangan pertanahan
dimaksudkan agar masyarakat mengerti, dan memahami maksud-maksud yang
terkandung dalam peraturan perundang-undangan dimaksud, sehingga dapat
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dimaksud.
Seperti halnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria selanjutnya disebut Undang-undang Pokok Agraria,
merupakan perangkat hukum yang mengatur di bidang pertanahan dan
menciptakan hukum tanah nasional yang tunggal yang didasarkan pada hukum
adat sebagai hukum yang asli yang disesuaikan dengan kepentingan masyarakat
dalam negara yang modern.
Diseminasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan pertanahan
tersebut bagi daerah dilakukan melalui sosialisasi dalam kegiatan pembinaan oleh
kepala kantor wilayah BPN dan kepala kantor pertanahan maupun pihak yang
ditunjuk untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud adalah Lembaga Negara, Kementerian/Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah dan pihak terkait lainnya dan
Masyarakat di lingkungan non pemerintah lainnya.
Dalam rangka penyebarluasan peraturan perundang-undangan,
Lembaga/Kementerian yang memprakarsai rancangan peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan atau disahkan oleh Presiden dapat melakukan
sosialisasi peraturan perundang-undangan, baik sendiri-sendiri maupun
bekerjasama dengan Menteri dan/atau lembaga terkait lain. Sosialisasi dapat
dilakukan dengan cara tatap muka atau dialog langsung, berupa ceramah,

8
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Kebijakan Teknis Pertanahan

workshop/seminar, pertemuan ilmiah, konferensi pers dan cara lainnya.


Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dilakukan melalui
media elektronik dan/atau media cetak.

9
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Pengembangan Pertanahan

RANGKUMAN
Penyebarluasan kebijakan dan peraturan perundang-undangan pertanahan
dimaksudkan agar masyarakat mengerti, dan memahami maksud-maksud yang
terkandung dalam peraturan perundang-undangan dimaksud, sehingga dapat
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dimaksud.
Diseminasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan pertanahan
tersebut bagi daerah dilakukan melalui sosialisasi dalam kegiatan pembinaan oleh
kepala kantor wilayah BPN dan kepala kantor pertanahan maupun pihak yang
ditunjuk untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Masyarakat yang
dimaksud adalah Lembaga Negara, Kementerian/Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Pemerintah Daerah dan pihak terkait lainnya dan Masyarakat di
lingkungan non pemerintah lainnya.
Sosialisasi dapat dilakukan dengan cara tatap muka atau dialog langsung,
berupa ceramah, workshop/seminar, pertemuan ilmiah, konferensi pers dan cara
lainnya. Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dilakukan
dilakukan melalui media elektronik dan/atau media cetak.
LATIHAN
1. Jelaskan menurut pemahaman saudara apa yang dimaksud dengan
penyebarluasan kebijakan?
2. Deskripsikan secara ringkas bagaimana suatu kebijakan dapat disebarluaskan
agar masyarakat bisa memahami maksud dari kebijakan/peraturan yang
dikeluarkan pemerintah/kementerian.
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Setelah menyelesaikan pembelajaran materi Diseminasi Kebijakan Teknis


Pertanahan dan apabila berhasil menjawab pertanyaan evaluasi dengan baik, maka
saudara dianggap telah mampu memahami materi - materi pada bab ini. Selanjutnya
saudara dapat mengikuti pembelajaran pada bab berikutnya. Sebaliknya apabila
belum dapat menjawab pertanyaan pada evaluasi dengan baik, maka saudara diminta
untuk mempelajari kembali materi pada bab ini dengan lebih seksama hingga saudara
dapat menjawab pertanyaan dalam evaluasi dengan baik.

10
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Pengembangan Pertanahan

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Modul ini disusun untuk keperluan Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis
Bidang Tugas Penata Pertanahan, dengan tujuan agar setiap peserta Pelatihan
mampu memahami konsep kebijakan teknis pertanahan dan peserta mampu
memberikan kontribusi pemikiran yang berguna dalam kegiatan penataan pertanahan
sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Setelah selesai mempelajari materi dalam modul ini, jangan lupa untuk melatih
pemahaman anda dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam latihan
serta melakukan evaluasi dalam setiap materi.

B. TINDAK LANJUT
Sebagai tindak lanjut dari pembelajaran materi modul ini, maka:
1. Bagi peserta pelatihan diharapkan mampu mengimplementasikan hasil
pembelajaran dari mata pelatihan kebijakan teknis pertanahan;
2. Bagi Fasilitator, diharapkan mampu menyampaikan serta mengembangkan
penyampaian materi dalam modul agar mampu menjadi bahan ajar yang
efektif dalam penyamaan persepsi peserta;
3. Bagi pengelola pelatihan, diharapkan modul sebagai referensi dan bahan
evaluasi bagi Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia serta
pengendalian pelaksanaan pelatihan PKTBT Jabatan Penata Pertanahan
serta untuk penyempurnaan modul pelatihan berikutnya agar lebih baik.

11
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Pengembangan Pertanahan

DAFTAR PUSTAKA

Warsilan. (2018). Penataan Kebijakan Pertanahan Nasional Untuk Sebesar-Besarnya


Kemakmuran Rakyat. FEB: Universitas Mulawarman

Anonim. Modul I: Memahami Kondisi Pertanahan Masyarakat

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Pengesahan


Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar


Pokok-Pokok Agraria

12
Modul PKTBT
Penata Pertanahan: Pengembangan Pertanahan

13

Anda mungkin juga menyukai