Anda di halaman 1dari 68

Modul

Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Hak Cipta © Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional


Edisi Tahun 2021

Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia


Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Jl. Akses Tol Cimanggis, Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.
Telp. (021) 8674586

PELATIHAN PENGUATAN KOMPETENSI TEKNIS BIDANG TUGAS


KEMENTERIAN ATR/BPN
Reformasi Birokrasi

Tim Pengarah Substansi:


1. Deni Santo, S.T., M.Sc.
2. Drs. Gunawan Muhammad, MPA.
3. Ninik Maryanti, S.H., M.Hum.
4. Adriani Sukmoro
5. Drs. Dalu Agung Darmawan, M.Si
Tim Penyusun Modul:
1. -
2. -

Editor:

JAKARTA - KEMENTERIAN ATR/BPN - 2021


Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya Modul
Reformasi Birokrasi yang menjadi pegangan bagi peserta Pelatihan Penguatan
Kompetensi Teknis Bidang Tugas Latsar CPNS Tahun 2021. Modul ini dapat
terselesaikan karena kerjasama Tim Penyusun Modul yang sudah dirangkum melalui
beberapa kali workshop dan dukungan dari berbagai pihak di lingkungan Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Untuk itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional;
2. Biro Organisasi dan Kepegawaian;
3. Pelaksana Tugas Reformasi Birokrasi;
4. Tim Penyusun Modul;
5. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya Modul ini.
Akhir kata, semoga Modul ini dapat memberikan manfaat bagi peserta
pelatihan. Kritik dan saran dengan senang hati akan diterima untuk perbaikan modul
ini.

Bogor, Juni 2021


Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional

Deni Santo, S.T., M.Sc.


NIP. 19700129 199703 1 004

i
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................. 1
B. DESKRIPSI SINGKAT ......................................................................... 2
C. TUJUAN PEMBELAJARAN DAN INDIKATOR HASIL BELAJAR ........ 2
D. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK ..................................... 2
BAB II SEJARAH REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA ........................... 4
A. REFORMASI BIROKRASI DI ERA PRESIDEN ABDURAHMAN WAHID –
MEGAWATI SOEKARNO PUTRI (1999-2004) .................................... 4
B. REFORMASI BIROKRASI DI ERA PRESIDEN SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO (2004-2014) ................................................................. 7
C. REFORMASI BIROKRASI DI ERA PRESIDEN JOKO WIDODO (2014-
2024) .................................................................................................... 9
RANGKUMAN ............................................................................................ 12
LATIHAN .................................................................................................... 14
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT ...................................................... 15
BAB III TEORI REFORMASI BIROKRASI ........................................................ 16
A. EVOLUSI MODEL BIROKRASI ......................................................... 16
B. MUNCULNYA REFORMASI BIROKRASI .......................................... 23
RANGKUMAN ............................................................................................ 30
LATIHAN .................................................................................................... 31
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT ...................................................... 32
BAB IV REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN ATR/BPN DI ERA 4.0 .... 33
A. DIGITALISASI BIROKRASI UNTUK PELAYANAN YANG OPTIMAL
BERKELAS DUNIA ............................................................................ 34
B. PENERAPAN BUDAYA KERJA DI ERA DIGITAL ............................. 42
C. REFORMASI BIROKRASI DI KEMENTERIAN ATR/BPN.................. 43
RANGKUMAN ............................................................................................ 48

ii
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

LATIHAN .................................................................................................... 50
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT ...................................................... 51
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54

iii
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

PETUNJUK PENGGUNAAN
MODUL

Pengguna dapat mempelajari keseluruhan isi materi modul ini yang dilakukan
secara berurutan. Pastikan terlebih dahulu urutan materi pada saat memahami setiap
bagian dalam modul ini, karena masing-masing urutan materi saling berkaitan. Agar
proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar dan tujuan pembelajaran
tercapai dengan baik, maka dari itu dianjurkan untuk:
1. Membaca dengan cermat materi yang ada dan pahami tujuan pembelajaran
terlebih dahulu yang tersedia pada setiap awal bab, apabila ada hal-hal yang
kurang jelas dapat bertanya dengan fasilitator saat kegiatan pembelajaran
berlangsung;
2. Mengerjakan latihan dan evaluasi yang tersedia pada setiap akhir bab modul
ini;
3. Membentuk kelompok diskusi untuk membahas materi tertentu dan studi kasus
yang diberikan untuk memperdalam pemahaman materi;
4. Mempelajari bahan dari sumber lain sesuai referensi yang tercantum pada
daftar pustaka di akhir modul ini untuk memperluas wawasan;
5. Mengaitkan materi yang diperoleh dengan kondisi lingkungan kerja dan
cobalah rencanakan implementasinya bila perlu.

iv
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Reformasi politik tahun 1998 adalah pintu gerbang Indonesia menuju sejarah
baru dalam dinamika politik nasional. Reformasi politik yang diharapkan dapat
beriringan dengan reformasi birokrasi, pada faktanya tidak serta merta terjadi.
Gagasan untuk melaksanakan program Reformasi Birokrasi pemerintahan di
Indonesia sebagaimana yang tengah bergulir saat ini, berawal dari ide dan gagasan
yang dikemukakan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di depan
sidang kabinet Indonesia Bersatu pada sekitar bulan Maret 2006.
Dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Indonesia adalah Peraturan Presiden
Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025,
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
20 Tahun 2010 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010-2014, Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 11 Tahun 2015
tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2015-2019, Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 25 Tahun 2020
tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2020-2024.
Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi),
ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur
(menpan.go.id, 2009).
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah
menetapkan delapan area perubahan yang tertera dalam Roadmap Reformasi
Birokrasi, yaitu:
1. Manajemen Perubahan
2. Deregulasi Kebijakan
3. Penataan Organisasi
4. Penataan Tata Laksana
5. Penataan SDM Aparatur

1
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

6. Penguatan Akuntabilitas
7. Penguatan Pengawasan
8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem
penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak berjalan dengan
baik, harus ditata ulang atau diperbarui. Reformasi Birokrasi dilaksanakan dalam
rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan
kata lain, Reformasi Birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur
negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu, dengan pesatnya kemajuan
ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan
strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan
dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, harus segera diambil langkah-langkah
yang bersifat mendasar, komprehensif dan sistemik, sehingga tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.

B. DESKRIPSI SINGKAT
Mata Pelatihan ini membahas mengenai reformasi birokrasi dalam segala aspek
untuk mendukung peningkatan pelayanan pertanahan di lingkungan Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN DAN INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mempelajari materi dalam mata pelatihan ini peserta mampu memahami
konsep dan kebijakan reformasi birokrasi di Indonesia dengan baik. Indikator
keberhasilan dari pembelajaran ini peserta mampu:

1. Menjelaskan alur sejarah reformasi birokrasi Indonesia dengan baik;


2. Menjelaskan konsep teori reformasi birokrasi dengan baik;
3. Menjelaskan konsep reformasi birokrasi Kementerian ATR/BPN di Era 4.0
dengan baik.

D. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK


1) Sejarah Reformasi Birokrasi di Indonesia;
a. Reformasi Birokrasi di Era Presiden Abdurahman Wahid – Megawati
Soekarno Putri (1999-2004);

2
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

b. Reformasi Birokrasi di Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono


(2004-2014);
c. Reformasi Birokrasi di Era Presiden Joko Widodo (2014-2024).

2) Teori Reformasi Birokrasi;


a. Evolusi Model Birokrasi
b. Munculnya Reformasi Birokrasi
3) Reformasi Birokrasi Kementerian ATR/ BPN di Era 4.0.
a. Digitalisasi Birokrasi Untuk Pelayanan yang Optimal Berkelas Dunia;
b. Penerapan Budaya Kerja di Era Kerja;
c. Reformasi Birokrasi di Kementerian ATR/BPN.

3
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

BAB II
SEJARAH REFORMASI
BIROKRASI DI INDONESIA

INDIKATOR KEBERHASILAN
Setelah mempelajari materi dalam bab ini peserta diharapkan mampu menjelaskan alur sejarah
reformasi birokrasi Indonesia dengan baik.

A. REFORMASI BIROKRASI DI ERA PRESIDEN ABDURAHMAN WAHID –


MEGAWATI SOEKARNO PUTRI (1999-2004)
Reformasi terhadap lembaga pemerintahan terjadi secara mengejutkan di awal
pemerintahan Gus Dur, dua departemen yang kuat sejak bertahun-tahun dilikuidasi
Gus Dur, yaitu Departemen Penerangan (Deppen) dan Departemen Sosial (Depsos).
Demikian pula dengan Departemen Pekerjaan Umum yang kemudian diubah menjadi
Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Gus Dur memiliki argumen kuat mengenai pembubaran dua departemen tersebut.
Menurutnya, tugas-tugas yang dibebankan kepada Deppen dan Depsos mestinya
dikerjakan oleh pemerintah daerah sehubungan dengan otonomi daerah. Selain itu,
persoalan yang menyangkut kewenangan kedua departemen tersebut bisa diatur
langsung oleh masyarakat, dan bukan lagi dikendalikan pemerintah maupun
departemen tertentu (Museum Kepresidenan, 2020).
Bagi Gus Dur, rakyat sudah terlalu lama menderita akibat diatur-atur oleh
pemerintah, terutama Deppen. Sebagaimana kita ketahui, fungsi utama dari Deppen
adalah sebagai “juru-bicara” dan “humas” pemerintah. Namun di luar fungsi resmi itu,
Deppen kerap menjadi departemen “politik” di bawah koordinasi Menkopolkam.
Dengan fungsi tersebut, keberadaan Deppen bertentangan dengan arus besar
demokratisasi. Dengan kekuasaan besar yang dimilikinya, Deppen bisa menentukan
bebas maupun terkekangnya hak berbicara yang dimiliki lembaga-lembaga pers.
Padahal kebebasan pers adalah salah satu pilar utama bertumpunya harapan
masyarakat pascareformasi politik 1998. (Museum Kepresidenan, 2020)

4
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Di bawah pemerintahan B J Habibie 1998-1999) dan Abdurrahman Wahid (1999-


2001) keinginan untuk memperbaiki birokrasi relatif sangat besar. Tiga indikasi
penting upaya Habibie tersebut adalah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor
12 Tahun 1999 disahkannya tiga paket UU politik baru mengenai pemilu, partai politik,
susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPRD, dan keengganan Habibie menggunakan
birokrasi dalam pemilu 1999, Peraturan Pemerintah dan paket Undang-Undang politik
tersebut tidak hanya memperjelas posisi birokrasi dalam konteks sistem politik
Indonesia tapi juga memberikan ketegasan hukum yang sifatnya mengikat bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang hendak berpolitik.
Di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid beberapa terobosan politik
berkaitan dengan birokrasi juga dilakukan dengan menerapkan kebijakan negative
growth untuk PNS sehingga tidak ada rekrutmen PNS baru dan himbauan untuk
pensiun dini bagi PNS yang tidak berkualitas. Bersamaan dengan itu pula Wahid tidak
membolehkan posisi tertentu di birokrasi seperti dirjen, sekretaris direktur dan deputi
dipegang oleh politisi. Hal ini tak lain dimaksudkan untuk menghindari politisasi
birokrasi.
Yang juga tak kalah penting adalah bahwa Presiden Wahid berupaya mengurangi
kekuasaan Sekretariat Negara (Sekneg) dengan membentuknya menjadi tiga bagian
Sekretaris Negara, Sekretaris Presiden dan Sekretaris Kabinet. Kebijakan ini tentunya
sangat mengagetkan karena selama pemerintahan Orba dan Habibie, Sekneg dinilai
sangat berkuasa dan solid. Dari perspektif perbaikan birokrasi upaya yang dilakukan
Wahid tersebut merupakan suatu tindakan yang memberikan shock therapy bagi
proses perampingan birokrasi menjadi lebih profesional dan pengurangan dominasi
kekuasaan di satu lembaga negara Sekneg. Pembagian Sekneg menjadi tiga bagian
itu setidak-tidaknya telah mengurangi kekuasaannya Sekneg yang tadinya tampak
sangat angker dan tertutup itu akhirnya menjadi relatif agak transparan.
Kebijakan Wahid untuk mengimplementasikan otonomi daerah 1 Januari 2001
telah memberikan dampak besar terhadap proses demokratisasi di tingkat lokal.
Dengan kata lain Wahid telah memberikan basis yang cukup kuat bagi proses
liberalisasi dan demokratisasi ke depan.

Megawati Soekarnoputri dilantik sebagai presiden pada tanggal 31 Juli 2001.


Presiden Megawati Soekarno Putri mengawali tugasnya sebagai presiden kelima

5
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Republik Indonesia dengan membentuk Kabinet Gotong Royong. Kabinet ini memiliki
lima agenda utama (Doni Setyawan, 2018) yakni:
1. Membuktikan sikap tegas pemerintah dalam menghapus KKN,
2. Menyusun langkah untuk menyelamatkan rakyat dari krisis yang
berkepanjangan,
3. Meneruskan pembangunan politik,
4. Mempertahankan supremasi hukum,
5. Menciptakan situasi sosial kultural yang kondusif untuk memajukan kehidupan
masyarakat sipil, menciptakan kesejahteraan dan rasa aman masyarakat
dengan meningkatkan keamanan dan hak asasi manusia.
Tantangan yang dihadapi Megawati dalam menjalankan pemerintah cukup
berat karena harus menyelesaikan masalah ekonomi dan menegakan hukum.
Hal-hal yang dilakukan saat pemerintahan Megawati, antara lain (Supriyadi Pro,
2016):
1. Penundaan Pembayaran Utang Luar Negeri
Era pemerintahan Orde Baru telah mewariskan utang sebesar
US$ 150,80 miliar (pemerintahan dan swasta). Kebijakan Presiden untuk hal
ini adalah meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 miliar pada
pertemuan Paris Club ketika tanggal 12 April 2002. Pada tahun 2003,
pemerintah menganggarkan pembayaran utang luar negeri sebesar 116,3
triliun. Menurut kebijakan tersebut, utang Indonesia berkurang menjadi
US$ 134,66 miliar. Salah satu keputusan pemerintah yang penting pula adalah
Indonesia menghentikan kerjasamanya dengan IMF.
2. Menaikkan Pendapatan Per Kapita
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997
mengakibatkan kemerosotan pendapatan perkapita. Pada tahun 1997,
pendapatan perkapita Indonesia tinggal US $ 465. Melalui kebijakan pemulihan
keamanan, situasi Indonesia menjadi tenang dan Presiden megawati berhasil
menaikkan pendapatan perkapita cukup signifikan, yaitu sekitar US $ 930.
3. Indeks Saham Gabungan Meningkat
Ketenangan Megawati juga disambut oleh pasar, tidak sampai satu
bulan setelah dilantik, kurs melonjak ke Rp. 8.500,00 per dolas AS. Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terus membaik hingga melejit ke angka
800.

6
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

4. Privatisasi BUMN
Dalam menyikapi agar terjadi pertumbuhan ekonomi dan menekan laju
inflasi, presiden melakukan langkah yang terbilang kontroversional, yaitu
dengan melakukan privatisasi BUMN di tahun 2003. Saat itu, indosat dijual dan
terbukti mampu menaikkan pertumbuhan ekonomi 4,1% dan inflasi hanya
5,06%. Privatisasi adalah penjualan perusahaan negara dalam periode krisis.
Tujuannya adalah melindungi perusahaan negara dari intervensi-intervensi
politik dan pembayaran utang negara.
5. Meningkatkan Ekspor
Pada tahun 2002 nilai ekspor mencapai US$ 57,158 miliar dan impor
tercatat US$ 1,229 miliar. Pada tahun 2003 ekspor juga menanjak ke angka
US$ 61.02 miliar dan impor meningkat ke angka US$ 32,39 miliar.
6. Merealisasikan Berdirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Kebijakan Presiden Megawati untuk melakukan pemberantasan korupsi
adalah dengan merealisasikan berdirinya KPK yang masih eksis hingga
sekarang. Sekalipun telah didirikan, KPK tidak memiliki gebrakan konkrit yang
menonjol. Peringkat RI sebagai negara terkorup tetap memburuk. Pada tahun
2002, dari 102 negara menduduki peringkat ke 4. Tahun 2003, Indonesia
menduduki peringkat 6 dari 113 negara.
7. Meletakkan Dasar ke Arah Kehidupan Demokrasi
Hal ini ditandai oleh keberhasilannya melaksanakan Pemilu 2004 yang
berlangsung aman dan damai. Untuk pertama kalinya Indonesia melaksanakan
pemilu sebanyak dua kali, yaitu memilih anggota legislatif dan memilih presiden
secara langsung.
Dalam pemilihan tersebut, akhirnya pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono – Jusuf Kalla dapat mengungguli pasangan Megawati – Hasyim.
Kemenangan ini merupakan babak baru bagi Indonesia di bawah
kepemimpinan presiden dan wakil presiden yang langsung dipilih oleh rakyat.

B. REFORMASI BIROKRASI DI ERA PRESIDEN SUSILO BAMBANG


YUDHOYONO (2004-2014)
Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Periode I tahun
2004-2009 cukup banyak yang telah dilakukan dalam pembenahan birokrasi baik
secara ekonomi, politik dan kelembagaan. SBY juga telah berhasil mengubah citra

7
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Indonesia dan menarik investasi asing dengan menjalin berbagai kerjasama dengan
pihak asing, antara lain Jepang. Adapun ciri politik luar negeri Indonesia pada masa
SBY adalah (Zenita Saleh, 2020):
1. Terbentuknya kemitraan-kemitraan strategis dengan Negara-negara lain (Jepang,
China, india, dan lain-lain).
2. Terdapat kemampuan beradaptasi Indonesia terhadap perubahan-perubahan
domestik dan perubahan-perubahan yang terjadi di luar negeri (internasional).
3. Bersifat pragmatis kreatif dan oportunis, artinya Indonesia mencoba menjalani
hubungan dengan siapa saja (baik Negara, organisasi internasional, ataupun
perusahaan multinasional) yang bersedia membantu Indonesia dan
menguntungkan pihak Indonesia.
4. Konsep TRUST, yaitu membangun kepercayaan terhadap dunia internasional.
Prinsip-prinsip dalam konsep TRUST adalah unity, harmony, security, leadership,
and prosperity. Prinsip-prinsip dalam konsep inilah yang menjadi sasaran politik luar
negeri Indonesia pada tahun 2008 dan selanjutnya.
Setelah memperhatikan kebijakan luar negeri, SBY juga menempuh kebijakan
dalam negeri yang relatif berhasil. Beberapa kebijakan dalam negeri yang pernah
diambil oleh SBY adalah sebagai berikut (Zenita Saleh, 2020):
1. Menentukan program ekonomi makro daripada program peningkatan ekspor
secara spesifik.
2. Resep perbaikan iklim investasi pembangunan infrastruktur massal untuk
menciptakan lapangan kerja baru.
3. Melanjutnya pertumbuhan ekonomi pada masa pemerintahan Megawati.
4. Indeks harga saham gabungan (IHSG) membumbung ke rekor 861.318 Kurs
antara Rp8.900,00 sampai Rp 9.150,00/US Dollar.
5. Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan gaji
memperbaiki iklim investasi.
Itulah beberapa pencapaian Presiden SBY di Bidang politik baik politik luar
negeri maupun dalam negeri Indonesia. Ada juga di Bidang Ekonomi, salah satu
kebijakan ekonomi pada pemerintahan SBY adalah mengurangi subsidi dengan
menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Untuk mengurangi beban masyarakat,
pemerintah mengeluarkan kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada rakyat
miskin.

8
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Pada masa pemerintahan SBY Periode II (2010-2014), Pemerintah telah


menetapkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan beberapa pedoman teknis penerapan reformasi
birokrasi.
C. REFORMASI BIROKRASI DI ERA PRESIDEN JOKO WIDODO (2014-2024)
Berdasarkan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, pemerintahan Jokowi
Periode I (2014-2019) termasuk dalam Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019 fase
ke-2. (mediaindonesia.com. 2019). Pada fase ini mengacu pada Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015
tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019. Sasaran lima tahun kedua (2015-
2019), selain implementasi hasil-hasil yang sudah dicapai pada lima tahun pertama,
pada lima tahun kedua juga dilanjutkan upaya yang belum dicapai pada berbagai
komponen strategis birokrasi pemerintah pada lima tahun pertama.
Evaluasi terhadap capaian Reformasi Birokrasi fase pertama dan fase kedua pada
ke delapan area perubahan menunjukkan hasil yang beragam. Namun, tetap
menunjukkan kurang signifikannya perubahan yang terjadi. Reformasi Birokrasi pada
area akuntabilitas pemerintah melalui pembangunan sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah (SAKIP) tampaknya merupakan area perubahan yang cukup
signifikan. Area pelayanan publik, walaupun memperlihatkan terjadinya sejumlah
perubahan dengan dibangunnya mal pelayanan publik dan berbagai usaha untuk
meningkatkan kualitas pelayanan, masih merupakan area perubahan yang
memprihatinkan. Data tentang kepatuhan pemerintah, terutama pemerintah daerah
kabupaten/kota sebagai ujung tombak pelayanan publik, terhadap peraturan
perundangan di bidang pelayanan publik (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik) masih tidak baik. Demikian pula evaluasi Komisi Aparatur
Sipil Negara (KASN) pada 2018 dan 2019 memperlihatkan masih sangat sedikit
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang menerapkan manajemen sumber
daya manusia (SDM) dengan baik (Media Indonesia, 2019).
Area perubahan yang berkaitan dengan mentalitas aparatur sipil negara (ASN)
tidak terlihat program dan gaungnya. Kapabilitas dan integritas ASN pun masih
banyak dipertanyakan orang. Evaluasi terhadap area perubahan yang berkaitan
dengan kelembagaan dan tata laksana (dalam hal ini electronic government) juga
memperlihatkan hasil yang memprihatinkan. Salah satu temuan evaluasi terhadap

9
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

implementasi e-govt di Indonesia ialah rendahnya tingkat keterhubungan


(connectivity) antar sistem e-govt, baik dalam satu kementerian, lembaga, daerah
maupun antar kementerian, lembaga, dan daerah. Area perubahan peraturan
perundangan dan pengawasan masih menjadi area perubahan yang paling
memprihatinkan.
Menurut data yang ada, masih lebih dari 100 daerah di Indonesia yang sama
sekali belum melaksanakan program Reformasi Birokrasi. Laporan dari berbagai
lembaga internasional juga menunjukkan kondisi birokrasi Indonesia yang masih
memprihatinkan. Nilai ease of doing business (EoDB) Indonesia masih di bawah
Malaysia, Thailand, dan bahkan Vietnam pada 2016-2019. Hal ini mengakibatkan
daya saing investasi Indonesia di kawasan ASEAN cukup terpuruk. Indikator lain yang
juga masih memprihatinkan ialah indeks persepsi korupsi yang walaupun ada
perubahan, tapi tidak signifikan (Media Indonesia, 2019).
Reformasi Birokrasi fase pertama dan kedua tampaknya menyisakan banyak
'pekerjaan rumah' yang harus diselesaikan dengan cepat dan tuntas oleh
pemerintahan Joko Widodo.

Saat ini Reformasi Birokrasi telah masuk kepada fase ketiga atau terakhir dari
Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional. Pada tahap akhir ini, Reformasi Birokrasi
diharapkan menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world class
bureaucracy) yang dicirikan dengan beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang
semakin berkualitas dan tata kelola yang semakin efektif dan efisien.
Reformasi Birokrasi tahap ketiga di pemerintahan Jokowi periode kedua ini
mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi Nomor 25 Tahun 2020 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2020-2024.
Dalam Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024 ini, asas yang akan dikedepankan
adalah Fokus dan Prioritas. Fokus berarti bahwa upaya Reformasi Birokrasi akan
dilakukan secara fokus pada akar masalah tata kelola pemerintahan.
Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin resmi ditetapkan menjadi Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 setelah menerima pelantikan
yang dilaksanakan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Di periode
kepemimpinannya, ia menyampaikan setidaknya 5 hal yang menjadi prioritas
pemerintahan dalam pidato kenegaraan pertamanya sebagai kepala negara (Siregar,
Efrem Limsan. 2019):

10
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

1. Pembangunan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama saat


memasuki era kemajuan teknologi dan informasi. Membangun sumber daya
manusia yang trampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
mengundang talent global bekerjasama dengan kita.
2. Memastikan akan tetap melanjutkan pembangunan infrastruktur yang
menghubungkan kawasan produksi dan kawasan distribusi untuk
mempermudah akses ke kawasan wisata. Pariwisata yang mendongkrak
lapangan kerja baru, yang mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat
3. Pemerintah berjanji bahwa segala bentuk kendala regulasi akan
disederhanakan. Jokowi pun mengaku sudah memiliki strategi untuk
memangkas hambatan yang selama ini menjadi biang kerok atau yang selama
ini dikenal dengan Omnibus Law.
Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan 2 undang-undang besar.
Pertama Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja dan kedua Undang-Undang
Pemberdayaan UMKM. Masing-masing Undang-Undang tersebut akan
menjadi Ombnibus law. Puluhan Undang-Undang yang menghambat
penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan Undang-
Undang yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi.
4. Pemerintah akan melakukan reformasi birokrasi secara besar-besaran.
Investasi untuk penciptaan lapangan, tegasnya, akan menjadi hal yang
diprioritaskan. Ada pula perampingan di pos kementerian. Prosedur yang
panjang harus dipotong. Birokrasi yang panjang harus dipangkas. Eselonisasi
harus disederhanakan.
5. Transformasi ekonomi. Jokowi tak ingin lagi Indonesia terus menerus
ketergantungan pada sumber daya alam. Indonesia, perlu meningkatkan daya
saing di sektor manufakfur dan jasa. Transformasi ekonomi yang mempunyai
nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa, demi keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

11
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

RANGKUMAN

Sejarah reformasi birokrasi Indonesia diawali oleh terjadinya krisis multidimensi


yang melanda Indonesia pada tahun 1997 yang diawali oleh runtuhnya nilai tukar
rupiah menjadi pemicu sekaligus pendorong Indonesia untuk melakukan pembenahan
di segala bidang.
Reformasi terhadap lembaga pemerintahan pada masa Gus Dur antara lain:
1. dua departemen yang kuat sejak bertahun-tahun dilikuidasi Gus Dur, yaitu
Departemen Penerangan (Deppen) dan Departemen Sosial (Depsos)
2. menerapkan kebijakan negative growth untuk PNS sehingga tidak ada
rekrutmen PNS baru dan himbauan untuk pensiun dini bagi PNS yang tidak
berkualitas
3. tidak membolehkan posisi tertentu di birokrasi seperti dirjen, sekretaris
direktur dan deputi dipegang oleh politisi. Hal ini tak lain dimaksudkan untuk
menghindari politisasi birokrasi
4. mengurangi kekuasaan Sekretariat Negara (Sekneg) dengan membentuknya
menjadi tiga bagian Sekretaris Negara; Sekretaris Presiden dan Sekretaris
Kabinet
5. mengimplementasikan otonomi daerah 1 Januari 2001 telah memberikan
dampak besar terhadap proses demokratisasi di tingkat lokal.
Hal-hal yang dilakukan saat pemerintahan Megawati, antara lain:
1. Penundaan Pembayaran Utang Luar Negeri.
2. Menaikkan Pendapatan Per Kapita.
3. Indeks Harga Saham Gabungan meningkat.
4. Privatisasi BUMN.
5. Meningkatkan ekspor.
6. Merealisasikan Berdirikan KPK.
7. Meletakkan Dasar ke Arah Kehidupan Demokrasi.

Grand Design Reformasi Birokrasi adalah rancangan induk yang berisi arah
kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional untuk kurun waktu 2010-2025.
Roadmap Reformasi Birokrasi (RMRB) adalah bentuk operasionalisasi Grand
Design Reformasi Birokrasi (GDRB) yang disusun dan dilakukan setiap 5 (lima) tahun
sekali dan merupakan rencana rinci pelaksanaan reformasi birokrasi dari satu tahapan
ke tahapan selanjutnya selama lima tahun dengan sasaran per tahun yang jelas

12
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2004-2009


yang telah dilakukan pada pembenahan birokrasi baik secara ekonomi, politik dan
kelembagaan, antara lain:
a. Terbentuknya lembaga-lembaga baru.
b. Anggaran Pendidikan 20 % dari APBN/APBD Anggaran pendidikan
c. Reformasi di bidang politik adalah dengan dikeluarkannya UU tentang
Pemilu yang memperbolehkan calon non partai/Perseorangan untuk maju
dalam pemilihan kepala daerah
d. Program-program Kerakyatan
e. Bidang Kepegawaian/Aparatur Pemerintah
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
a. pelaksana kebijakan publik;
b. pelayan publik; dan
c. perekat dan pemersatu bangsa.
Oleh karena heterogenitas karakter Daerah yang jauh lebih tinggi dari instansi
pemerintah pusat menjadikan penyeragaman aktivitas reformasi birokrasi mustahil
dilakukan. Sehingga masing-masing pemerintah daerah harus membangun sendiri
Roadmap Birokrasi Daerah berdasarkan kondisi daerah yang bersangkutan.
Nawa Cita atau Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari bahasa
Sanskerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan). Nawacita
merupakan sembilan tujuan dan apa yang ingin dicapai pemerintah era Presiden
Jokowi. Sedangkan, Revolusi Mental adalah salah satu agenda dalam Nawa Cita
(poin nomor 8) yang relevan bagi bangsa Indonesia yang saat ini sedang menghadapi
tiga masalah pojok, yakni merosotnya wibawa negara, merebaknya intoleransi, dan
melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional.
Mekanisme perijinan yang baru ini (PTSP dan PTSA) mampu memangkas
birokrasi, meminimalisir tatap muka yang identik dengan korupsi, kolusi, dan
nepotisme, menciptakan sistem birokrasi yang transparan, serta memudahkan
permohonan perijinan yang berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi. Program PTSP dan PTSA dilaksanakan sebagai salah satu upaya
Pemerintah untuk memberikan pelayanan yang baik dan prima di bidang perijinan.
Dalam rangka pembinaan ASN disusun manajemen ASN yang diselenggarakan
berdasarkan sistem merit. Sistem merit dimaksud adalah kebijakan dan manajemen

13
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan
wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal
usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.

LATIHAN

1. Pasca tahun 1998 banyak perubahan yang sangat signifikan, terutama pada
sistem pemerintahan dan birokrasi di Indonesia, yaitu …
a. Berubahnya struktur pemerintahan dari Sentralisasi menjadi
Desentralisasi.
b. Pengentasan kemiskinan dan kesenjangan
c. Kesempatan kerja dan penghapusan pengangguran
d. Adanya penekanan terhadap keadilan pembagian kekayaan antara pusat
dan daerah
e. Melakukan privatisasi BUMN
2. Privatisasi BUMN dimulai pada masa pemerintahan …
a. Suharto
b. BJ Habibie
c. Gus Dur
d. Megawati.
e. SBY
3. Pengurangan kekuasaan Sekretariat Negara diterapkan pada masa
pemerintahan …
a. Suharto
b. BJ Habibie
c. Gus Dur.
d. Megawati
e. SBY
4. Grand Design Reformasi Birokrasi bertujuan untuk memberikan arah
kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional selama kurun waktu 2010-
2025 agar reformasi birokrasi di K/L dan Pemda dapat berjalan sebagaimana
berikut, kecuali …
a. Terukur
b. Konsisten

14
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

c. Terintegrasi
d. Berkelanjutan
e. Produktif.
5. Berikut yang bukan termasuk intisari dari Program Nawa Cita tersebut adalah

a. Membangun Indonesia dari perkotaan dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
b. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya
c. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja"
dan "Indonesia Sejahtera"
d. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-
bangsa Asia lainnya
e. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Setelah menyelesaikan pembelajaran materi Sejarah Reformasi Birokrasi di Indonesia


dan berhasil menjawab pertanyaan evaluasi dengan baik, maka saudara dianggap
telah mampu memahami materi - materi pada bab ini. Selanjutnya saudara dapat
mengikuti pembelajaran pada bab berikutnya. Sebaliknya apabila belum dapat
menjawab pertanyaan pada evaluasi dengan baik, maka saudara diminta untuk
mempelajari kembali materi pada bab ini dengan lebih seksama hingga saudara dapat
menjawab pertanyaan dalam evaluasi dengan baik.

15
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

BAB III
TEORI REFORMASI
BIROKRASI

INDIKATOR KEBERHASILAN
Setelah mempelajari materi dalam bab ini peserta diharapkan mampu menjelaskan konsep teori
reformasi birokrasi dengan baik.

Model birokrasi yang dianut oleh banyak negara di dunia saat ini termasuk
Indonesia adalah mengadopsi model birokrasi yang telah diterapkan di negara-negara
demokrasi Anglo-American, yang dipelopori oleh Inggris, Australia, New Zealand,
Amerika Serikat, dan Kanada. Namun sebelum membahas perkembangan birokrasi
di dunia, terlebih dahulu memahami pengertian birokrasi.

A. EVOLUSI MODEL BIROKRASI


a. Definisi Birokrasi

Untuk menjelaskan sebuah istilah atau konsep dapat berpedoman pada


asal kata, dapat pula memberikan definisi yang didasarkan pada gejala-gejala
yang ditangkap dalam praktik. Bila mengartikan birokrasi berdasarkan istilah
(asal kata “biro” dan “kratia”), berarti pengaturan dari meja ke meja. Dalam
perbendaharaan bahasa abad ke-18, “biro” (bureau) yang diartikan meja tulis,
selalu diartikan sebagai di mana para pejabat bekerja. Dalam bahasa Perancis
menjadi Bereaucratie, dalam bahasa Jerman menjadi Bureaukratia atau
Birokrate.
Di bawah ini diberikan berbagai definisi birokrasi dari asal katanya:
1. Kamus Akademi Perancis mengemukakan kata “Bereaucratie”, yang dalam
suplemennya pada tahun 1798 mengartikannya sebagai “Kekuasaan,
pengaruh dari para kepala dan staf Biro Pemerintahan”.
2. Kamus Bahasa Jerman edisi 1813, mendefinisikan birokrasi “Wewenang
atau kekuasaan berbagai departemen pemerintahan dan cabang-
cabangnya”.

16
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

3. Kamus Teknik bahasa Italia yang terbit 1828 menyebutkan suatu kata baru
“Kekuasaan pejabat di dalam Administrasi Pemerintahan”.
4. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “biro” diartikan kantor dan istilah
birokrasi mempunyai beberapa arti:
a. Pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih
oleh rakyat.
b. Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai negeri.
c. Cara kerja atau susunan pekerjaan yang serba lambat, serba menurut
aturan, kebiasaan, dan banyak liku-likunya. Definisi dalam kamus
bahasa Indonesia ini nampaknya tidak hanya berusaha memberikan
makna “birokrasi” tetapi juga istilah turunan yang mengacu pada sifat
atau kebiasaan birokrasi.
d. Analog dengan kata turunan “democracy” maka “bureau cracy” dapat
diturunkan menjadi “birokrat” artinya orang atau pejabat yang duduk
dalam lembaga birokrasi. Birokratisme yang artinya pelayanan birokrasi
yang berbelit-belit dan birokratisasi yang artinya segala sesuatunya
diatur oleh birokrat.
Adapun berikut adalah beberapa definisi birokrasi menurut beberapa ahli,
yakni:
a. Menurut Michael G. Roskin, et al, menyebutkan pengertian birokrasi bagi
mereka birokrasi adalah "setiap organisasi yang berskala besar yang terdiri
atas para pejabat yang diangkat, di mana fungsi utamanya adalah untuk
melaksanakan (to implement) kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh
para pengambil keputusan (decision makers). Idealnya, birokrasi
merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang terorganisir yang
dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan adanya pelaksanaan
kebijakan publik yang efektif dan efisien”. Dari pengertian tersebut dapat
dilihat hadirnya birokrasi merupakan menjadi suatu wadah yang sangat
membantu aktifitas negara dan warga negara dalam menerima dan
memberikan tanggung jawabnya.
b. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984) Birokrasi dimaksudkan untuk
mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh
banyak orang”. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi

17
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

adalah agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir.


Bagaimana suatu pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan
oleh banyak orang sehingga tidak terjadi tumpang tindih di dalam
penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya menjadi tugas dari birokrasi.
c. Taliziduhu Ndraha (2003) menyebutkan bahwa ada tiga macam pengertian
birokrasi yang berkembang saat ini:
a) Birokrasi diartikan sebagai aparat yang diangkat penguasa untuk
menjalankan pemerintahan (government by bureaus)
b) Birokrasi diartikan sebagai sifat atau perilaku pemerintahan yang buruk
(patologi)
c) Birokrasi sebagai tipe ideal birokrasi, yaitu suatu organisasi
pemerintahan yang terdiri dari sub-sub struktur yang memiliki hubungan
satu dengan yang lain, yang memiliki fungsi, peran dan kewenangan
dalam melaksanakan pemerintahan, dalam rangka mencapai suatu visi,
misi, tujuan dan program yang telah ditetapkan.
Birokrasi yang diciptakan bertujuan untuk mempermudah setiap urusan
negara dan warga negara dalam melegalkan setiap aktivitasnya baik dalam
proses administrasi, pendataan, pengesahan dan izin yang harus diproses oleh
negara di dalam birokrasi. Kehadiran birokrasi bertujuan untuk mempermudah
kinerja pemerintah dalam melayani publik mendapatkan haknya.

e. Evolusi Birokrasi

Sejarah menunjukkan bahwa peristiwa ekonomi, teori-teori ekonomi dan


administrasi publik memiliki andil yang amat besar dalam mendorong evolusi
model birokrasi. Paling tidak terdapat tiga model dalam sejarah tata
pemerintahan dunia (Sigit Setiawan. 2014), yakni:
a. Model patronase
b. Model Webberian
c. Model New Public Management (NPM)

1. Model Patronase
Model birokrasi tertua adalah model patronase, yang banyak digunakan
pada masa pemerintahan kerajaan. Dalam model ini, kekuasaan pengelolaan
dan pengendalian pemerintahan berada dalam genggaman satu orang yakni

18
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

raja/ratu. Demi kepentingan melanggengkan kekuasaannya, maka raja


akan memilih dan merekrut orang-orang terdekatnya untuk menjadi ‘pejabat
dan pegawai pemerintah’ dan membantunya mengelola roda pemerintahan
sehari-hari. Kesetiaan menjalankan perintah raja menjadi indikator utama
pencapaian seseorang, terlepas apakah perintah raja tersebut baik atau
buruk bagi rakyat yang dipimpinnya. Model ini kemudian ditinggalkan banyak
negara dan pemerintahan pasca era revolusi industri (1750-1850).
Terjadinya revolusi industri di Inggris tidak hanya mengubah cara
pandang pebisnis dalam mengelola industrinya tapi juga turut andil dalam
mengubah cara pandang negara dalam mengelola pemerintahannya.
Aktivitas industri yang semula bersifat home-made dan berskala kecil
kemudian berkembang menjadi industri massal.
Salah satu contoh sukses dan paling populer dari penerapan
manajemen industri produksi massal adalah metode Henry Ford dalam
mengelola industri mobil di Amerika Serikat. Agar proses produksi mobil
berlangsung produktif dan efisien serta dapat menghasilkan produk seragam
secara massal, maka Henry Ford menyusun organisasi dari perusahaan Ford
Motor miliknya yang didirikan tahun 1903 berdasarkan prinsip rule of law.
Dengan prinsip tersebut, organisasi perusahaan memiliki penjabaran yang
jelas dalam dokumen-dokumen tertulis dan mengikat secara hukum terhadap
hubungan antar hirarki atau level manajemen, antar manajer dalam
perusahaan, dan antar unit organisasi. Wilayah kekuasaan, instruksi atau
perintah, dan tanggung jawab dari masing-masing unit organisasi dan para
manajer dalam unit organisasi yang sama memiliki batasan yang jelas dan
mengikat secara hukum.

2. Model Webberian
Pada tahun 1930-an seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog kenamaan
asal Jerman yaitu Max Webber yang memformulasikan sistem administrasi
pemerintahan modern di masa itu, suatu model birokrasi yang dikenal
dengan sebutan model Webberian, model birokratis, atau model tradisional.
Efisiensi dan produktivitas yang ditawarkan oleh pola kerja industri pasca
revolusi industri mengilhami Webber untuk mengadopsinya bagi tata laksana
pemerintahan. Oleh karenanya model Webberian ini memiliki kemiripan

19
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

dengan pola organisasi industri massal seperti halnya Ford Motor dan industri
massal lainnya.
Menurut model Webberian, administrasi pemerintahan didasarkan
atas dokumen-dokumen tertulis, dan pengambilan keputusan merujuk
pada aturan aturan yang didokumentasikan dan didasari kebiasaan
pelaksanaan suatu kegiatan sebelumnya. Model ini menekankan
pentingnya kendali terhadap input dan proses pengambilan kebijakan.
Keberadaan aturan yang terdokumentasi dengan baik memungkinkan
mutasi pegawai tidak akan mengganggu roda administrasi pemerintahan,
sehingga membuat struktur birokrasi lebih permanen dan stabil.
Warga negara yang merupakan ‘konsumen’ atau ‘klien’ bagi
pemerintah diperlakukan sama di depan hukum, dan keputusan yang
diberikan pemerintah terhadap warga negara merujuk pada hukum dan
peraturan yang berlaku serta peristiwa sebelumnya. Hal ini dimaksudkan
agar keputusan bersifat adil dan terhindar dari sengketa, serta menjaga
transparansi, stabilitas, dan predictability dari keputusan itu sendiri. Para
pegawai pemerintah memiliki keahlian tersendiri, dan rekruitmen
didasarkan atas hasil tes yang menguji keahlian dan kemampuan teknis
calon pegawai. Berbeda dengan model patronase, pemisahan secara
tegas dilakukan antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan.
Anggota legislatif bertindak sebagai pembuat kebijakan dan pemerintahlah
kemudian yang mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun
secara ideal. Birokrasi dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan
proses di dalam organisasi. Para teoritikus klasik seperti Fayol (1949),
Taylor (1911), dan Weber (1948), selama bertahun-tahun telah mendukung
model birokrasi guna meningkatkan efektivitas administrasi organisasi.
Max Weber adalah sosok yang dikenal sebagai bapak birokrasi.
Max Weber merupakan ahli yang mengembangkan teori birokrasi.
Menurutnya, suatu organisasi yang terdiri atas ribuan anggota yang
membutuhkan aturan yang jelas untuk anggota organisasi tersebut.
Adapun organisasi yang ideal adalah birokrasi saat aktivitas dan tujuan
diturunkan secara rasional dan pembagian kerja disebutkan dengan jelas.

20
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Birokrasi didasarkan pada aturan yang rasional dan yang dapat dipakai
untuk mendesain struktur organisasi yang efisien.

3. New Public Management (NPM)


Di era 1900-an pasca Great Depression, salah satu perdebatan para
ekonom adalah terkait isu ‘kegagalan pasar (market failure)’ terhadap teori
ekonomi klasik dan neoklasik. Perdebatan ini berujung pada lahirnya teori
Keynes yang menyebutkan dibutuhkannya peran pemerintah yang lebih
besar guna menstabilkan perekonomian khususnya dalam periode krisis agar
ekonomi kembali pada kondisi normal.
Pada akhir 1960-an para ekonom memperdebatkan isu sebaliknya,
yakni isu ‘kegagalan pemerintah (government failure)’ yang turut mendorong
gagasan agar sektor pemerintah dapat lebih dekat ke pasar, lebih tanggap
dan lebih memfokuskan diri pada masyarakat selaku customer dari
pemerintah. Kelompok ekonom ini berasal dari pendukung revitalisasi teori
ekonomi neoklasik, serta sekolah-sekolah ‘public choice and new institutional
economics’ yang berpendapat pula bahwa sektor swasta lebih unggul
dibanding sektor pemerintah dalam hal efisiensi teknis dan biaya, dan
menolak anggapan bahwa pemerintah mengetahui segalanya yang terjadi di
pasar.
James Buchanan dibantu Gordon Tullock adalah duo ekonom yang
merumuskan teori public choice. James Buchanan memperoleh hadiah
Nobel di bidang ekonomi. Teori ‘public choice’ menggunakan prinsip yang
sama yang digunakan ekonom untuk menganalis perilaku individu di pasar
dan menerapkannya dalam pengambilan keputusan kolektif. Ekonom yang
mempelajari perilaku di pasar privat berasumsi bahwa dorongan atas perilaku
individu berasal dari kepentingan pribadi (self-interest). Walaupun perilaku
sebagian besar individu tersebut didasarkan atas kepeduliannya terhadap
sesama orang, motif utama mereka adalah bisa pemberi kerja, pegawai, atau
konsumen.
Ekonom teori ‘public choice’ menerapkan asumsi yang sama bahwa
walaupun individu-individu di arena politik memiliki kepedulian terhadap
sesama orang, motif utama adalah bisa pemberi suara, politisi, pelobi, atau

21
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

birokrat adalah untuk diri sendiri. Teori tersebut bersifat skeptis terhadap
pernyataan bahwa perilaku kerja pegawai pemerintah secara murni didorong
oleh tugas dan pertimbangan atas kepentingan masyarakat, dan berargumen
bahwa terdapat tujuan perilaku lain yang lebih kuat seperti ‘maksimasi
anggaran’, ‘penyerapan anggaran’, dan ‘penghindaran risiko’.
Kritikan terhadap model Webberian melahirkan tantangan bagi model
pemerintahan terbaru yang disebut sebagai New Public Management (NPM).
Model ini merupakan sintesa dari berbagai pendekatan, yaitu: revitalisasi
ekonomi neoklasik, new institutional economics, public choice, dan
penggambaran model yang menyerupai sektor swasta. Reformasi terhadap
model Webberian ini memperoleh daya dorong dari meningkatnya kesadaran
terhadap potensi teknologi informasi dalam menunjang peningkatan efisiensi
dan efektivitas kegiatan pelayanan publik.
Terdapat tiga ciri utama dalam model NPM yaitu:
a) Disagregasi (pemecahan hirarki-hirarki sektor publik)
Mengubah hirarki agar lebih datar (flat) yang diikuti dengan penyesuaian
sistem informasi dan manajerial. Contoh diagregasi dalam hal ini adalah
penghapusan dan pengalihan jabatan eselon III dan IV yang berorientasi
fungsi dan bukan administrasi menjadi jabatan fungsional yang ditunjang
oleh sistem informasi dan manajerial yang sepadan.
b) Kompetisi penyedia sumber daya internal
Menggantikan pengambilan keputusan berjenjang (hirarki) dengan
diversifikasi sumber-sumber penyedia input dan input antara dalam
proses internal organisasi dan persaingan yang sehat. Contohnya adalah
dengan mengurangi rantai komando dan melakukan pengalihan jabatan
eselon III dan IV ke jabatan fungsional yang bekerja berdasarkan merit
system. Dengan penetapan target kinerja, akan terdapat beragam output
dari para pejabat fungsional yang saling berkompetisi untuk memperoleh
reward dari unit organisasi, baik sebagai tim maupun perseorangan.
c) Skema remunerasi
Beralih ke sistem insentif kinerja yang spesifik dan berbasis remunerasi
(diukur dengan uang atau ekivalen) sebagaimana telah dibuktikan
efektivitasnya pada sistem insentif bagi para profesional di sektor swasta.

22
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Agenda sosialisasi model NPM telah dilakukan sejauh ini dalam skema
‘policy transfer’ dan ‘policy learning’ melalui badan-badan dunia seperti
IMF, World Bank, dan OECD. Beberapa negara maju khususnya negara-
negara demokrasi Anglo-American (terutama Inggris, New Zealand,
Amerika Serikat, Kanada, dan Australia) telah memelopori penerapan
model NPM. Di Inggris penerapan dimulai melalui jargon ‘joined up
government’, yang diikuti oleh Amerika Serikat di era Clinton melalui
jargon ‘reinvention of government’. New Zealand termasuk paling
progresif saat ini dan telah menerapkan secara luas penggunaan kontrak
sebagaimana lazimnya di sektor swasta untuk kesepakatan dua pihak
antara badan-badan pemerintah, antara badan pemerintah dan penyedia
swasta, di dalam badan pemerintah itu sendiri, dan dalam unsur
ketenagakerjaan pegawainya. Di Indonesia sendiri penerapan model
NPM sudah terdengar gaungnya melalui penerbitan Undang-Undang No
5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

B. MUNCULNYA REFORMASI BIROKRASI


a. Perilaku Birokrasi

Perilaku birokrasi tercermin dari perilaku manusia (birokrat), dimana


seperangkat perbuatan individu kemudian menjelma menjadi perilaku
kelompok, dan akhirnya menjadi representasi perilaku organisasi yang
kemudian dimaknai sebagai perilaku birokrasi. Perilaku birokrasi menurut
Ndraha (2003) terbentuk dari interaksi antara karakteristik individu, dan
karakteristik birokrasi (organisasi) atau lebih spesifik lagi antara struktur dan
aktor (pejabat).
Dalam hubungannya dengan pemerintah, perilaku birokasi lebih
ditekankan pada pemberian pelayanan yang ditampilkan oleh orang-orang
dalam organisasi untuk mencapai tujuan pemerintah. Perilaku birokrasi pada
hakekatnya merupakan hasil interaksi antara individu-individu dengan
organisasinya.
Oleh karena itu untuk memahami perilaku birokrasi sebaiknya diketahui
terlebih dahulu individu-individu yang mendukung organisasi itu. Individu
membawa ke dalam tatanan birokrasi, kemampuan, kepercayaan pribadi,
pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman, dan sebagainya. Ini semua

23
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

merupakan karakteristik individu, dan karakteristik ini akan memasuki


lingkungan baru, misalnya birokrasi.
Individu dibawa ke dalam tatanan birokrasi yang berkarakteristik yaitu
adanya kemampuan, kebutuhan, kepercayaan, pengalaman, pengharapan
dan lain-lain. Sedangkan birokrasi sebagai suatu sistem untuk merasionalkan
organisasi juga berkarakteristik yaitu adanya keteraturan yang diwujudkan
dalam susunan hierarki, adanya pembagian kerja, adanya tugas-tugas,
adanya wewenang, adanya tanggung jawab, adanya sistem penggajian
(reward) dan sistem pengendalian (control) dan lain sebagainya (Thoha,
1991). Manakala karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik
birokrasi, maka timbul perilaku birokrasi.
Dalam menjalankan tugas layanan publik, maka terdapat tiga model
perilaku birokrasi sebagai pola perilaku yang spesifik berdasarkan hasil
temuan Berger dalam Heady (1966:513) yaitu rasionalitas dan universal,
hirarki dan diskresi. Indikator tersebut menunjukkan bahwa perilaku birokrasi
tidak dapat melakukan diskriminasi atau memperlakukan khusus golongan
tertentu atau memberi perlakuan istimewa karena adanya kepentingan di
dalamnya. Selain itu, setiap layanan yang dijalankan sebaiknya melibatkan
semua fungsi dalam struktur organisasi. Dan, semua tindakan dan keputusan
didasarkan pada kebijakan pimpinan atau tujuan layanan publik.
Teori perilaku birokrasi merupakan pertemuan antara elemen organisasi
sebagai kelembagaan dan perilaku manusia yang menjalankan organisasi
tersebut (Heady, 1966). Adapun elemen perilaku manusia dalam birokrasi
ialah objektif, tepat, dan konsisten. Lebih lanjut Friedrich menyatakan bahwa
perilaku birokrasi merupakan perilaku yang selalu mencapai kondisi normal,
layak dan tepat. Teori ini mengindikasikan perilaku birokrasi untuk
mengungkapkan fakta secara transparan, kemudian menyesuaikan antara
kualitas layanan dengan tingkat kebutuhan masyarakat, terakhir ialah
menekankan pada ketepatan waktu, dimana ketepatan waktu adalah
momentum yang membutuhkan layanan, apabila tertunda maka dianggap
layanan sudah tidak berlaku lagi.

Aspek perilaku birokrasi merujuk pandangan Berger (Heady, 1966)


bahwa perilaku birokrasi pemerintah yang sangat diharapkan adalah perilaku

24
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

yang profesional dalam mewujudkan aspirasi rakyatnya yang tercermin dalam


bentuk pelayanan yang baik. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan dari
masyarakat kepada para penyelenggara pemerintahan. Wujud perilaku
birokrasi sesuai dengan aspek rasionalitas dan universal, hirarki, serta
diskresi. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
a) Rasionalitas dan Universal
Perilaku rasional diartikan sebagai tindakan perilaku yang dilaksanakan
dan bisa diterima oleh akal sehat sesuai logika. Pengertian ini dimaksudkan
bahwa dalam birokrasi terdapat unsur rasionalitas administrasi sesuai
pandangan Weber. Rasionalitas yang diciptakan adalah untuk menjamin
kepastian administrasi dan keteraturan. Birokrasi pada dasarnya selalu
berkonotasi pekerjaan dan organisasi besar. Karenanya semua hal diatur
dalam sistem birokrasi yang dapat merasionalisasikan seluruh jenis dan
tingkatan pekerjaan dengan alur, tanggung jawab pelaksana dan mekanisme
yang jelas.
b) Hirarki
Hirarki dalam istilah organisasi juga berarti jenjang organisasi. Menurut
Sutarto (1993) yang dimaksudkan dengan hirarki adalah tingkat satuan
organisasi yang di dalamnya terdapat pejabat, tugas serta wewenang
tertentu menurut kedudukannya dari atas ke dalam fungsi tertentu. Pejabat
yang berada pada tingkat yang lebih atas mengawasi para pejabat yang
berkedudukan pada tingkat di bawahnya dan seterusnya, hingga hubungan
yang dilakukan antara para pejabat selayaknya melewati tingkat yang telah
ditentukan.
c) Diskresi
Diskresi dan kekuasaan dalam birokrasi berada pada koridor yang sama,
karena pada satu sisi merupakan wujud penggunaan diskresi selama
mematuhi dan berada dalam aturan perundang-undangan atau kebijakan
yang telah dibuat. Akan tetapi di sisi lain jika peraturan atau kebijakan yang
ada diabaikan, maka diskresi bisa berubah menjadi tindakan
penyalahgunaan kekuasaan. Kekuasaan adalah kapasitas yang dimiliki
seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang mau tidak mau
harus melakukannya dan hanya orang yang memiliki kekuasaan yang dapat
membuat suatu keputusan atau kebijakan.

25
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

b. Patologi Birokrasi

Patologi birokrasi atau penyakit birokrasi adalah “hasil interaksi antara


struktur birokrasi yang salah dan variabel-variabel lingkungan yang salah”
(Agus Dwiyanto, 2011). Patologi birokrasi muncul dikarenakan hubungan
antar variabel pada struktur birokrasi yang terlalu berlebihan, seperti rantai
hierarki yang panjang, spesialisasi, formalisasi dan kinerja birokrasi yang tidak
linear.
Pengertian patologi birokrasi diungkapkan pula oleh Risman K. Umar
dalam Nurhidayat dkk (2016) yang mendefiniskan sebagai penyakit atau
bentuk perilaku birokrasi yang menyimpang dari nilai-nilai etis, aturan-aturan
dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta norma-norma yang
berlaku dalam birokrasi. Taliziduhu Ndraha, Miftah Thoha, Peter M Blau,
David Osborne, JW Schoorl sependapat bahwa patologi birokrasi adalah
perilaku birokrasi seperti penyakit, perilaku negatif, atau penyimpangan yang
dilakukan pejabat atau lembaga birokrasi dalam rangka melayani publik,
melaksanakan tugas, dan menjalankan program pembangunan.
Berbagai keluhan dan kritikan mengenai kinerja birokrasi memang bukan
hal baru lagi, karena sudah ada sejak zaman dulu. Birokrasi lebih
menunjukkan kondisi empirik yang sangat buruk, negatif atau sebagai suatu
penyakit (bureau patology), seperti: Parkinsonian (big bureaucracy),
Orwellian (peraturan yang menggurita sebagai perpanjangan tangan negara
untuk mengontrol masyarakat) atau Jacksonian (bureaucratic polity),
ketimbang citra yang baik atau rasional (bureau rationality), seperti dalam
birokrasi Hegelian dan Weberian.
Citra buruk tersebut semakin diperparah dengan isu yang sering muncul
ke permukaan, yang berhubungan dengan kedudukan dan kewenangan
pejabat publik, yakni korupsi dengan beranekaragam bentuknya, serta
lambatnya pelayanan, dan diikuti dengan prosedur yang berbelit-belit atau
yang lebih dikenal dengan efek pita merah (red-tape). Red Tape merupakan
awal kemunculan dari sebuah Patologi ini. Red Tape disebabkan adanya
kecenderungan alami yang terjadi di dalam tubuh dan para birokrat yang
tercetak dari rutinitas kegiatan mereka sendiri. Birokrasi yang semestinya

26
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

lebih memper-efisien-kan proses justru semakin berbelit-belit karena para


birokrat terlalu “patuh” pada prosedur yang ada.
c. Reformasi Birokrasi

Selama beberapa dekade, reformasi administrasi dilakukan untuk


mengatasi praktik-praktik pemerintahan yang belum optimal dalam
menyediakan layanan publik kepada masyarakat. Reformasi birokrasi adalah
salah satu dari reformasi administrasi. Meskipun fokus, strategi dan ruang
lingkupnya berbeda antara satu negara dengan lainnya, namun baik reformasi
administrasi maupun reformasi birokrasi secara normatif ditujukan untuk
membuat perbaikan dari proses administrasi yang dilakukan birokrasi.
Dampak yang diharapkan dari reformasi birokrasi secara umum adalah
peningkatan pelayanan publik, kinerja birokrasi yang lebih baik, penggunaan
anggaran yang lebih efektif dan efisien, serta tercapainya birokrasi yang
berintegritas dan akuntabel.
Reformasi birokrasi pemerintah menjadi bagian dari upaya untuk
memperkuat negara karena melalui reformasi birokrasi, peran dan lingkup
intervensi negara dalam hal ini yaitu pemerintah didefinisikan ulang untuk
menjawab tantangan zaman. Karena itu, reformasi birokrasi juga tidak
sekedar menyederhanakan struktur birokrasi, tapi mengubah pola pikir
(mindset) dan pola budaya (cultural set) birokrasi untuk berbagi peran dalam
tata kelola pemerintahan.
Tuntutan reformasi birokrasi, antara lain telah terpenuhi perkembangan
paradigma baru New Public Management (Deddy Mulyadi, 2010 dalam
Verianto Sitindjak, 2017), yang mencakup:
a) Struktur organisasi kepemimpinan yang desentralisasi. Untuk hal ini
ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan birokrasi adalah:
1) harus adanya manajemen kontrak (sebagai instrumen untuk
pengendalian, perencanaan dan pengawasan). Manajemen kontrak
bertujuan untuk mengarahkan kepentingan dan perhatian birokrat
kepada prestasi dan produktivitas (kinerja) kerja;
2) Desentralisasi tanggung jawab dan sumber daya;
3) Sentralisasi pengendalian dan pengawasan. Hal ini dimaksudkan agar
sistem informasi atau mekanisme umpan balik dapat berjalan secara

27
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

terkendali dan bertanggung jawab. Untuk itu syarat yang diperlukan


adalah harus adanya sistem pengolahan data administrasi yang baik
atau perlu kedisiplinan dalam pengolahan data.
b) Manajemen pemerintahan yang berorientasi pada tujuan dan hasil.
Untuk dapat mencapai hal tersebut maka hal yang perlu dilakukan oleh
birokrasi pemerintahan adalah:
1) Melakukan pendefinisian produk/layanan secara jelas dan tepat.
Maksudnya adalah bahwa birokrasi perlu melakukan
pengidentifikasian secara jelas terhadap kuantitas, kualitas dan biaya
dari apa yang hendak diberikan kepada masyarakat. Penentuan
secara jelas akan hal itu juga akan berdampak pada penentuan tugas
atau fungsi apa yang akan dilakukan birokrasi pemerintah, baik secara
kuantitas maupun kualitas;
2) Melakukan analisis biaya-manfaat terhadap produk yang dihasilkan,
dengan prinsip yang digunakan adalah menggunakan biaya sekecil
mungkin untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya.
Analisis biaya-manfaat juga berguna untuk menentukan atau
mengukur berapa biaya suatu produk. Misalnya berapa biaya untuk
mengukur nilai suatu pelayanan perijinan di suatu dinas;
3) Melakukan manajemen kualitas. Jadi selain penciptaan dan
pendefinisian produk, hal penting yang perlu dilakukan pula adalah
perlu selalu dipertanyakan, apakah produk atau layanan tersebut
sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat selaku konsumen.
Oleh karena itu, maka birokrasi pemerintahan harus mencari tahu
tentang kebutuhan dan harapan masyarakat dan menerapkan
instrumen untuk itu. Jadi dalam manajemen kualitas orientasi pada
masyarakat merupakan poin utamanya.
c) Persaingan atau Perlombaan. Hal ini relatif cukup sulit bagi birokrasi
pemerintahan untuk menerapkannya karena sebagian besar produk atau
layanan yang diberikan oleh birokrasi pemerintahan bersifat monopoli,
karena itu tidak berada dalam suasana persaingan. Meskipun demikian,
tidak menutup kemungkinan bagi birokrasi pemerintahan untuk
melakukan kompetisi atau perlombaan. Misalnya melalui perlombaan

28
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Indeks Prestasi Layanan sejenis dari suatu daerah dengan daerah yang
lain, dengan indikator yang jelas dan transparan.
d) Manajemen Personalia yang modern. Pengembangan pegawai atau
aparatur negara merupakan poros yang mendasari perubahan atau
reformasi birokrasi pemerintahan. Untuk itu maka NPM, mengharuskan
bahwa perlu dilakukan suatu manajemen personalia yang modern dengan
upaya meningkatkan kualitas SDM aparatur yang mampu belajar
mempraktikkan instrumen dan bentuk kerja baru (inovatif).

Secara garis besar, tuntutan reformasi birokrasi dipacu karena


ketidakmampuan birokrasi menyelenggarakan pelayanan publik yang efisien,
serta adanya keinginan masyarakat agar birokrasi lebih responsif terhadap
kebutuhan masyarakat. Selain itu, birokrasi yang lebih menonjolkan fungsinya
sebagai regulatif daripada memberikan pelayanan kepada masyarakat akan
mengakibatkan birokrasi sulit menerima kontrol masyarakat, sehingga patologi
birokrasi, seperti KKN, menjadi sulit terdeteksi dan marak terjadi.

29
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

RANGKUMAN

Paling tidak terdapat tiga model birokrasi dalam sejarah tata pemerintahan dunia,
yakni:
1. Model patronase
Model birokrasi tertua adalah model patronase, yang banyak digunakan
pada masa pemerintahan kerajaan. Dalam model ini, kekuasaan
pengelolaan dan pengendalian pemerintahan berada dalam genggaman
satu orang yakni raja/ratu. Model ini kemudian ditinggalkan banyak negara
dan pemerintahan pasca era revolusi industri (1750-1850).
2. Model Webberian
Administrasi pemerintahan didasarkan atas dokumen-dokumen tertulis,
dan pengambilan keputusan merujuk pada aturan aturan yang
didokumentasikan dan didasari kebiasaan pelaksanaan suatu kegiatan
sebelumnya. Model ini menekankan pentingnya kendali terhadap input dan
proses pengambilan kebijakan. Birokrasi berhubungan dengan organisasi
masyarakat yang disusun secara ideal. Birokrasi dicapai melalui formalisasi
aturan, struktur, dan proses di dalam organisasi.
3. Model New Public Management (NPM)
Kritikan terhadap model Webberian melahirkan tantangan bagi model
pemerintahan terbaru yang disebut sebagai New Public Management
(NPM). Model ini merupakan sintesa dari berbagai pendekatan: revitalisasi
ekonomi neoklasik, new institutional economics, public choice, dan
penggambaran model yang menyerupai sektor swasta. Reformasi
terhadap model Webberian ini memperoleh daya dorong dari
meningkatnya kesadaran terhadap potensi teknologi informasi dalam
menunjang peningkatan efisiensi dan efektivitas kegiatan pelayanan public.

Konsep birokrasi Max Weber yang legal rasional, diaktualisasikan di


Indonesia dan negara lain dengan berbagai kekurangan dan kelebihan seperti
terlihat dari perilaku birokrasi. Perilaku birokrasi timbul manakala terjadi
interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik birokrasi, apalagi
dengan berbagai isu yang berkembang dan penegakan hukum saat ini yang

30
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

berkaitan dengan patologi birokrasi. Perilaku merupakan suatu fungsi dari


interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya, diambil dari rumusan
atau formula psikologis. Dengan demikian perilaku birokrasi pada hakekatnya
hasil interaksi antara individu-individu dengan organisasinya. Pada era saat ini
diberbagai media muncul isu-isu yang menyangkut patologi birokrasi di
Indonesia baik itu korupsi-kolusi-nepotisme (KKN), penyalahgunaan
wewenang, gratifikasi dan seterusnya maupun penerapan
sanksinya/penegakan hukumnya. Hal ini sejalan dengan tujuan reformasi
birokrasi yaitu mewujudkan good governance yang didukung oleh
penyelenggara negara yang profesional dan bebas KKN serta meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai pelayanan prima.

LATIHAN

1. Kekuasaan pengelolaan dan pengendalian pemerintahan berada dalam


genggaman satu orang adalah ciri dari birokrasi...
A. Patronase
B. Webberian
C. New Public Management
D. Public Choice
E. Neoklasik
2. Model Patronase kemudian ditinggalkan banyak negara dan pemerintahan pasca
era...
A. Perang Dunia I
B. Perang Dunia II
C. Revolusi Industri
D. Digital
E. 4.0
3. Salah satu gejala patologi birokrasi dimana peraturan yang menggurita sebagai
perpanjangan tangan negara untuk mengontrol masyarakat disebut dengan...
A. Orwellian
B. Jacksonian
C. Red Tape

31
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

D. Parkinsonian
E. Efek pita merah
4. Seorang atasan bagaikan seorang raja yang wajib dipatuhi dan dihormati,
diperlakukan spesial, tidak ada kontrol secara ketat, dan pegawai bawahan tidak
memiliki tekad untuk mengkritik apa saja yang telah dilakukan atasan adalah ciri dari
dimensi patologi yang disebut dengan. ….
A. Birokrasi Paternalistik
B. Senioritas, otoriter, dan mutlak
C. Tunggal, otoriter, dan legal
D. Legal, otoriter, dan senioritas
E. New public management
5. Berikut ini yang bukan merupakan tuntutan munculnya reformasi birokrasi, yaitu ….
A. Praktek patrimonialisme pada birokrasi di segala bidang
B. Struktur organisasi kepemimpinan yang desentralisasi
C. Manajemen pemerintahan yang berorientasi pada tujuan dan hasil
D. Persaingan atau Perlombaan
E. Manajemen personalia yang modern

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Setelah menyelesaikan pembelajaran materi Teori Reformasi Birokrasi dan berhasil


menjawab pertanyaan evaluasi dengan baik, maka saudara dianggap telah mampu
memahami materi - materi pada bab ini. Selanjutnya saudara dapat mengikuti
pembelajaran pada bab berikutnya. Sebaliknya apabila belum dapat menjawab
pertanyaan pada evaluasi dengan baik, maka saudara diminta untuk mempelajari
kembali materi pada bab ini dengan lebih seksama hingga saudara dapat menjawab
pertanyaan dalam evaluasi dengan baik.

32
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

BAB IV
REFORMASI BIROKRASI
KEMENTERIAN ATR/BPN DI
ERA 4.0

INDIKATOR KEBERHASILAN
Setelah mempelajari materi dalam bab ini peserta diharapkan mampu menjelaskan konsep
reformasi birokrasi Kementerian ATR/BPN di Era 4.0 dengan baik.

Reformasi birokrasi 4.0 merupakan gagasan strategi yang dapat diterapkan


organisasi pemerintah untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Reformasi birokrasi 4.0
ini merupakan kelanjutan dari gagasan reformasi birokrasi yang sudah berjalan saat
ini, dengan tambahan dimensi kolaborasi, inovasi dan pemanfaatan TIK, yang
merupakan aspek yang diadopsi dari revolusi industri 4.0, maka pemerintah
diharapkan dapat menerima manfaat maksimal dari revolusi industri 4.0 serta mampu
meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan dari revolusi industri 4.0 (Amalia,
November 2018).Serta dapat menciptakan birokrasi yang lebih baik, lebih efisien,
efektif dan ekonomis.
Reformasi Birokrasi di Kementerian ATR/BPN sesuai dengan Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian ATR/BPN Tahun 2020-2024. Renstra Kementerian ATR/BPN
merupakan dokumen perencanaan jangka menengah dilingkungan Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yang berfungsi sebagai
guidance dalam pengambilan kebijakan jangka menengah dilingkungan Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional termasuk kebijakan reformasi
birokrasi. Renstra Kementerian ATR/BPN Tahun 2020-2024 telah disesuaikan
dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 untuk mewujudkan kepemerintahan
yang baik, dan berwibawa yang berdasarkan hukum serta birokrasi yang profesional
dan netral. Selain itu, sejalan dengan RPJMN 2020-2024 pengarusutamaan tata
kelola pemerintahan yang baik diarahkan untuk mendukung pembangunan nasional.

33
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Melalui kebijakan pengarusutamaan, diharapkan seluruh instansi pemerintah dapat


meningkatkan kualitas tata kelola dan kinerja.
Dengan berpedoman pada dokumen-dokumen tersebut maka kemudian
disusunlah dokumen Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian ATR/BPN Tahun
2020-2024. Dokumen Road Map ini merupakan guideline pelaksanaan reformasi
birokrasi di Kementerian ATR/BPN. Selain itu dokumen ini juga berisi tentang hasil
evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi di tahun sebelumnya dan kondisi yang
diinginkan di masa depan hingga perencanaan program-program reformasi birokrasi
yang akan dijalankan.
A. DIGITALISASI BIROKRASI UNTUK PELAYANAN YANG OPTIMAL
BERKELAS DUNIA
a. Reformasi Birokrasi 4.0

Reformasi birokrasi 4.0 mencakup tiga aspek utama:


1. Kolaborasi
Collaborative governance merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan pemerintah untuk menghadapi era revolusi industri 4.0.
Kolaborasi antara instansi pemerintah dengan berbagai pihak
memungkinkan untuk menutupi celah kekurangan, mengantisipasi
perubahan yang cepat dan dapat mengefisienkan penggunaan sumber
daya (Cahyono, 2018). Dari sudut pandang pemerintah sebagai aktor
utama, collaborative governance dapat dimaknai sebagai cara
memerintah dimana satu atau beberapa instansi pemerintah melibatkan
stakeholder diluar lembaga pemerintah dalam pengambilan keputusan
bersama yang bersifat formal, berorientasi konsensus, deliberatif dan
bertujuan untuk membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik
(Ansell & Gash, 2007). Penerapan collaborative governance dapat
memberikan ruang partisipasi dalam perumusan kebijakan;
meminimalkan konflik dan menguatkan modal sosial antar stakeholders;
dan menyediakan ide dan sumberdaya yang bervariasi untuk
menyelesaikan masalah (Kim, 2015). Fenomena internet of things dalam
revolusi industri 4.0 menyediakan peluang besar yang mendukung dan
memudahkan kolaborasi. Walau demikian, terdapat banyak tantangan

34
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

yang harus diantisipasi pemerintah untuk mewujudkan kolaborasi yang


efektif. Tantangan tersebut diantaranya adalah persoalan
ketidakseimbangan kekuasaan antara para aktor; sumber daya yang
peluang yang tidak terdistribusi dengan baik; dan pola komunikasi tidak
efektif (Kim, 2015).
2. Inovasi
Strategi berikut yang dapat dilakukan pemerintah di era revolusi
industri 4.0 adalah melakukan inovasi dalam berbagai bidang tugasnya.
Inovasi pada dasarnya merupakan implementasi dari ide-ide baru. Dalam
konteks sektor publik, inovasi adalah pelaksanaan dari ide-ide baru dan
baik untuk menghasilkan dampak dan perubahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan, kebijakan publik dan pelayanan publik. Inovasi memiliki
empat tahapan, yaitu pencarian ide (generation of ideas); pemilihan ide
(selection of ideas); pelaksanaan ide baru tersebut (implementation of
new ideas); dan diseminasi ide baru tersebut (dissemination of new
practice) (Sorensen & Torfing, 2011). Faktor-faktor yang dapat
mendukung pelaksanaan inovasi, yaitu pemimpin yang visioner;
kemimpinan yang terbuka; pemangku kepentingan yang kolaboratif; dan
partisipasi masyarakat. Selain itu, isu lain yang perlu diperhatikan dalam
penerapan inovasi di sektor publik adalah keberlanjutan inovasi. Terkait
dengan isu tersebut, beberapa faktor yang berpengaruh dalam
menentukan keberlanjutan inovasi di instansi pemerintah adalah adanya
budaya untuk memberikan umpan balik (feedback); akuntabilitas dan
pembelajaran (learning) yang berkelanjutan (Acker & Bouckaert, 2017).
3. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan ciri utama dari
revolusi industri 4.0. Dengan demikian, teknologi ini pun harus diterapkan
di organisasi pemerintah dalam mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsinya. Penerapan konsep e-government di instansi pemerintah telah
dimulai sejak tahun 2001. Dan sampai saat ini, organisasi pemerintah di
Indonesia, baik di tingkat Pusat maupun Daerah berlomba-lomba untuk
dapat memanfaatkan TIK di organisasinya. Pada tingkat instansi

35
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

pemerintah pusat, ada dua dimensi dalam pengelolaan TIK yang perlu
diperhatikan, yaitu dimensi perencanaan dan dimensi infrastruktur.
Instansi pemerintah pusat masih belum memiliki perencanaan
pengembangan e-government yang memadai. Sebenarnya infrastruktur
TIK yang tersedia saat ini sudah memadai. Namun infrastruktur tersebut
belum dikelola baik dan tingkat keamanannya masih rendah (Nurrohmah,
Dewi, & Sahadi, 2017). Tantangan-tantangan ini harus dihadapi
pemerintah untuk dapat mengoptimalkan penggunaan TIK di era Revolusi
Industri (R.I) 4.0. Saat ini sistem TIK di pemerintah Indonesia masih silo
atau masih berdiri secara sendiri-sendiri.
Oleh karena itu penerapan sistem penyelenggaraan roda pemerintahan
dari pusat hingga ke daerah yang mengandalkan teknologi informasi,
diharapkan untuk dapat terintegrasi dengan Sistem Pemerintahan Berbasis
Elektronik (SPBE) yang tengah dikembangkan Pemerintah. Sistem IT yang ada
harus mengikuti Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Dalam artian, harus dilaksanakan
dengan mengintegrasikan antara sistem yang dilakukan di institusi masing-
masing dengan sistem nasional.
b. Indikator Reformasi Birokrasi 4.0

Indikator reformasi birokrasi 4.0 merupakan alat ukur yang diperlukan


untuk menilai keberhasilan pencapaian target reformasi birokrasi 4.0. Dengan
mengetahui ukuran maka organisasi bisa mengelola pencapaian tujuan yang
diharapkan di masa depan. Indikator birokrasi 4.0 antara lain:
1. Percepatan layanan
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dan inovasi bentuk
pelayanan dapat dilakukan untuk mempercepat layanan yang diberikan
kepada masyarakat. Misal aplikasi sentuh tanahku yang dirilis oleh
Kementerian ATR/BPN, merupakan aplikasi berbasis smartphone yang
dapat membantu komunikasi dan kolaborasi antara pihak penyedia
layanan pertanahan dan masyarakat. Memalui aplikasi ini layanan
pertanahan dan informasi terkait pelayanan tersebut bisa didapatkan oleh

36
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

masyarakat tanpa mengenal jam kerja dan dimana saja, tidak harus
melalui kantor pertanahan.
2. Efisiensi layanan
Efisiensi pelayanan adalah perbandingan terbaik antara input dan
output pelayanan (Monoarfa, 2012). Secara ideal, pelayanan dinilai efisien
apabila birokrasi pelayanan dapat menyediakan input pelayanan, seperti
biaya dan waktu pelayanan yang meringankan masyarakat pengguna
jasa. Demikian pula pada sisi output pelayanan, birokrasi secara ideal
harus dapat memberikan produk pelayanan yang berkualitas, terutama
dari aspek biaya dan waktu pelayanan.
3. Akurasi layanan
Akurasi layanan berarti bahwa produk layanan publik dapat diterima
dengan benar, tepat dan sah (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun
2003). Akurasi berarti melakukan pekerjaan dengan benar dengan satu
kali jalan (sekali langsung benar). Akurasi identik dengan kualitas dan
pemenuhan persyaratan (Wagenheim dan Reurink, 1991). Harga
ketidakakuratan dibagi menjadi dua kategori. Pertama, harapan
pelanggan yang tidak terpenuhi; dan, kedua, deteksi dan koreksi
kesalahan sangat mahal. Ketidakakuratan dalam kinerja dapat mengarah
pada tidak tercapainya ekspektasi pengguna layanan (masyarakat) dalam
berbagai cara. Pelayanan terlambat disampaikan karena sebagian proses
harus diulang; pelayanan tidak lengkap karena ada hal yang tertunda;
layanan tidak dilakukan dengan benar karena ketidakakuratan. Tidak
terpenuhinya ekspektasi mengakibatkan kemarahan para pengguna
layanan internal dan eksternal, penurunan kepercayaan publik dan
kredibilitas, dan transaksi dan hubungan kerja di masa depan menjadi
tegang.
4. Fleksibilitas kerja
Fleksibilitas kerja menekankan kemauan dan kemampuan untuk
beradaptasi dengan perubahan, terutama mengenai bagaimana dan
kapan pekerjaan diselesaikan (Doyle, 6 juli 2020). Pada tempat kerja yang
fleksibel, kebutuhan karyawan dan pemberi kerja tetap terpenuhi.

37
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Fleksibilitas kerja sering kali digunakan sebagai alat untuk


mempertahankan dan melibatkan karyawan, serta dapat membantu
organisasi mencapai tujuannya berkat peningkatan produktivitas.

c. Smart ASN ATR/BPN Menghadapi Era Disupsi dan Tantangan Dunia

Perubahan zaman dan pengaruh revolusi industri 4.0 (sistem teknologi


digital) juga menuntut pengembangan dan kemampuan ASN untuk
ditingkatkan agar mempunyai daya saing dan mampu mengikuti trend
perkembangan lingkungan strategis yang berkembang pesat. ASN dituntut
punya kemampuan teknis (hard skill) agar mendapatkan keterampilan dan
dapat menggunakan teknologi informasi (TI) sesuai dengan perkembangan
zaman (BKN, Juni 2019).
ASN merupakan salah satu aset penting dalam penyelenggaraan roda
pemerintahan negara, terlebih saat ini dunia sedang menghadapi era disrupsi
teknologi hingga munculnya revolusi industri 4.0. Agar dapat bersaing dengan
negaranegara lainya di era revolusi industri 4.0, pemerintah telah merancang
road map program SMART ASN yang ditargetkan dapat diwujudkan pada
tahun 2024. Manajemen ASN yang profesional dalam bidang pengembangan
ASN menjadi kunci pokok bagi keberhasilan ASN untuk menghadapi revolusi
industri 4,0. Dalam program pengembangan kompetensi dan kesejahteraan
ASN, punya tujuan dan cita-cita untuk menyiapkan Smart ASN di tahun 2019.
Adapun kriteria ASN yang perlu dibangun adalah ASN berintegritas, memiliki
rasa nasionalisme tinggi, profesional, berwawasan global, memahami IT dan
bahasa asing, hospitality, networking, serta jiwa entrepreneurship. Disinilah
pentingnya menganalisis kebijakan tentang SMART ASN (BKN, Juni 2019).
Menjadikan ASN yang ideal dan kompetitif di era globalisasi merupakan
tuntutan publik dan target yang harus dicapai. Tiga sasaran utama untuk
mewujudkan SMART ASN di Tahun 2019, yaitu: Pertama, Perencanaan ASN,
dengan membuka formasi/kualifikasi ASN yang sesuai dengan arah
pembangunan Nasional serta potensi daerah. Kedua, Pengadaan ASN yang
transparan, objektif dan fairness untuk mengembalikan kepercayaan
masyarakat sekaligus menjaring putra-putri terbaik bangsa. Ketiga,

38
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Meningkatkan profesionalisme, yakni meningkatkan kompetensi, kualifikasi


dan kinerja sebagaimana yang diamanatkan UU ASN. Tahapan RPJMN ke-
3 (2015-2019) yang berakhir pada tahun ini 2019 merupakan pembangunan
ASN pada tahap SMART ASN. Pola ini untuk mewujudkan ASN berwawasan
global, penguasaan teknologi informasi, bahasa asing, dan jejaring kerja
(networking), serta berintegritas.
Implementasi ketiga sasaran SMART ASN 2019 harus dilakukan secara
simultan agar terwujud SMART ASN yang memiliki karakteristik berwawasan
global, menguasai TIK dan bahasa, memiliki kemampuan networking tinggi
dengan kemampuan multitasking skill yang proporsional. Perencanaan ASN
melalui e-formasi telah dilakukan oleh Kementerian PANRB pada tahun 2015
yang didalamnya menggambarkan kebutuhan ASN berdasarkan analisis
jabatan dan analisis beban kerja, serta jenis formasi jabatan prioritas untuk
2-3 tahun kedepan yang sesuai dengan arah pembangunan Nasional dan
nawacita. Pengadaan ASN melalui seleksi berbasiskan IT yang dikenal
sebagai Computer Assissted Test (CAT) merupakan salah satu bentuk
reformasi birokrasi di bidang SDM Aparatur. Untuk mengembangkan
profesionalisme ASN terlebih dahulu dilakukan training need assessment
(TNA), yakni pengembangan kapasitas/diklat untuk mengisi gap kompetensi
antara kompetensi individu dengan kompetensi jabatannya.

d. Pengalaman Australia dalam Meningkatkan Produktivitas Kinerja

Pemerintah Australia telah mengembangkan serangkaian alat yang


dapat membantu badan-badan untuk mencapai tujuan ini. Alat-alat ini
mencakup instrumen diagnostik (dirancang untuk mengidentifikasi area
kekuatan dan kelemahan dalam proses manajemen kinerja agensi), standar
tingkat kerja APS dan rangkaian pilihan pembelajaran dan pengembangan,
termasuk pelatihan keterampilan inti.
Karyawan yang telework pada tahun 2013 sedikit lebih memungkinkan
dibandingkan karyawan yang tidak telework untuk melaporkan bahwa mereka
telah menerima umpan balik informal formal dan reguler dari supervisor
mereka. Meskipun kurang dari setengah dari semua karyawan setuju bahwa

39
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

umpan balik kinerja terbaru mereka akan membantu meningkatkan kinerja


mereka, karyawan yang bekerja di jarak jauh lebih cenderung setuju
dibandingkan mereka yang bukan pekerja jarak jauh bahwa mereka
memperoleh beberapa manfaat dari proses manajemen kinerja.
Karyawan yang melakukan telework melaporkan tingkat kepuasan
yang sama kepada karyawan lain dalam kaitannya dengan keseimbangan
kehidupan kerja, dukungan yang mereka terima dari lembaga, dan akses
mereka ke pengaturan kerja yang fleksibel. Pemeriksaan lebih dekat
menunjukkan kemampuan untuk memilih apakah akan telework atau tidak
lagi tampaknya berdampak pada persepsi tersebut.
Singkatnya, pilihan karyawan tampaknya menjadi fitur yang jelas dan
konsisten dalam memastikan telework memberikan kontribusi positif terhadap
kinerja individu dan organisasi. Memiliki elemen kontrol yang dirasakan dalam
memutuskan bagaimana dan kapan harus bekerja tampaknya berdampak
besar pada persepsi karyawan dan keterlibatan mereka dengan pekerjaan,
tim, supervisor, dan agensi mereka. Karyawan yang memiliki kesempatan
untuk telework, yang memilih untuk tidak telework atau yang tidak
mempertimbangkan teleworking memiliki tingkat keterlibatan karyawan
tertinggi dan menunjukkan tingkat kepuasan tertinggi dengan keseimbangan
kehidupan kerja dan pengaturan kerja yang fleksibel.

e. Manajemen Talenta Nasional Kementerian ATR/BPN

Menurut Deputi bidang SDMA Setiawan Wangsaatmaja (dalam


Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 24
Oktober 2019) dan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo terkait
pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, simplifikasi regulasi,
penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi, SDM Aparatur Sipil
Negara yang ingin dibangun adalah SDM yang pekerja keras, dinamis,
terampil, dan menguasai IPTEK/ Teknologi. Pembangunan SDM ini
diperlukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan SDM yang mampu
menjalankan reformasi birokrasi 4.0, mampu menjadi smart ASN, serta

40
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

mampu terbuka pada praktik-praktik kerja baru (seperti contoh pengalaman


di Australia).
Aspek Manajemen Talenta ASN sesuai Permen PAN-RB Nomor 3
Tahun 2020, meliputi:
1. Kelembagaan Manajemen Talenta ASN,
Manajemen Talenta ASN Nasional ditetapkan dan dilaksanakan
oleh Tim Manajemen Talenta ASN Nasional yang terdiri dari unsur
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas,
Kementerian Dalam Negeri, Lembaga Administrasi Negara, Badan
Kepegawaian Negara, dan Komisi Aparatur Sipil Negara.
Manajemen Talenta ASN Instansi ditetapkan dan dilaksanakan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian pada setiap Kementerian/Lembaga
dan Pemerintah Daerah.
2. Penyelenggaraan Manajemen Talenta ASN Instansi dan Nasional,
Penyelenggaraan Manajemen Talenta ASN meliputi:
1) Akuisisi talenta, merupakan strategi mendapatkan talenta yang
dilaksanakan melalui tahapan analisis jabatan kritikal, analisis
kebutuhan talenta, penetapan strategi akuisisi, identifikasi,
penilaian dan pemetaan talenta, penetapan kelompok rencana
suksesi, serta pencarian talenta melalui mekanisme mutasi antar
instansi dan pertukaran pegawai melalui mekanisme penugasan
khusus;
2) Pengembangan talenta, merupakan strategi pengembangan
karier dan kompetensi talenta melalui ASN corporate university,
sekolah kader, tugas belajar, dan bentuk pengembangan
kompetensi lainnya;
3) Retensi talenta, merupakan strategi mempertahankan talenta
melalui pemantauan, penghargaan, dan manajemen suksesi
untuk menjaga dan mengembangkan kompetensi dan kinerja
talenta agar siap dalam penempatan jabatan;

41
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

a) Penempatan talenta, merupakan strategi penempatan


talenta yang tepat pada jabatan target di waktu yang tepat;
b) Pemantauan dan evaluasi, yang dilakukan pada tahap
pengembangan, retensi, dan penempatan.
B. PENERAPAN BUDAYA KERJA DI ERA DIGITAL
Kementerian ATR/BPN memiliki nilai-nilai dasar organisasi yang diyakini
dapat menjadi motor penggerak motivasi, sikap dan tindakan oleh semua SDM
pelaksananya yang dijadikan dasar pembentukan budaya kerja di lingkup
Kementerian ATR/BPN.
a. Melayani

Berdasarkan Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 115/SK-


0T.02/V/2020 tentang Nilai-Nilai Kementerian ATR/BPN, dalam melayani
terkandung makna bahwa dalam bekerja berupaya memberikan layanan
berstandar dunia dengan orientasi pada peningkatan kepercayaan dan
kepuasan masyarakat serta pemangku kepentingan. Budaya melayani dapat
dilihat pada perilaku yang melayani dengan kejelasan prosedur, biaya dan
ketepatan waktu serta bersikap sopan, ramah, cermat dan teliti serta peduli
terhadap lingkungan pelayanan.

b. Profesional

Berdasarkan Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 115/SK-


0T.02/V/2020 tentang Nilai-Nilai Kementerian ATR/BPN, dalam
profesionalisme terkandung makna bahwa dalam bekerja mengutamakan
kolaborasi, bersikap terbuka, selalu semangat dalam menghadapi perubahan
termasuk terhadap perubahan teknologi. Budaya profesional tercermin dalam
perilaku yang mampu bekerja sama, bekerja cerdas, tuntas, dan memberikan
nilai tambah serta senantiasa mengembangkan diri untuk peningkatan
kompetensi dan pendidikan.

c. Terpercaya

Menurut Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 115/SK-


0T.02/V/2020 tentang Nilai-Nilai Kementerian ATR/BPN, bahwa dalam
terpercaya mengandung makna bahwa dalam bekerja, berfikir, berkata,

42
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

berperilaku dan bertindak dengan cara terbaik dan benar, memegang teguh
kode etik, amanat jabatan, dan prinsip-prinsip moral.

C. REFORMASI BIROKRASI DI KEMENTERIAN ATR/BPN


a. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Reformasi Birokrasi di Kementerian
ATR/BPN

Reformasi Birokrasi di Kementerian ATR/BPN merupakan upaya untuk


melakukan perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan
untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan
karakteristik adaptif, berintegritas, bersih dari perilaku korupsi, kolusi, dan
nepotisme; mampu melayani publik secara akuntabel; serta memegang teguh
nilai-nilai dasar organisasi dan kode etik perilaku Aparatur Sipil Negara (ASN).
Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) sejalan dengan
agenda reformasi birokrasi Nasional sebagaimana diamanatkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 untuk mewujudkan
kepemerintahan yang baik, dan berwibawa yang berdasarkan hukum serta
birokrasi yang profesional dan netral. Selain itu, sejalan dengan RPJMN
2020-2024 pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik diarahkan
untuk mendukung pembangunan nasional. Melalui kebijakan
pengarusutamaan, diharapkan seluruh instansi pemerintah dapat
meningkatkan kualitas tata kelola dan kinerja.
Frasa “berstandar dunia” dimaknai sebagai penerapan international best
practices dalam upaya meningkatkan efektivitas manajemen dan mutu
pelayanan tanah dan ruang secara berkesinambungan; meningkatkan
kepercayaan dan kepuasan masyarakat yang berdampak pada peningkatan
manfaat dan kualitas (output to impact) layanan pertanahan serta
pemeringkatan Ease Of Doing Bussiness/EoDB (kemudahan berusaha).
Untuk mencapai visi tersebut, kemampuan lembaga dalam
melaksanakan pelayanan publik bidang pertanahan dan ruang difokuskan
melalui dua misi. Dua misi tersebut adalah:
1) Menyelenggarakan Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan yang
Produktif, Berkelanjutan, dan Berkeadilan;

43
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

2) Menyelenggarakan Pelayanan Pertanahan dan Ruang yang Berstandar


Dunia.
Dari kedua tersebut, yang paling berkaitan erat dengan pelaksanaan
reformasi birokrasi adalah misi kedua, yang dijabarkan dalam tujuan, yaitu:
“Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Tata Kelola Kepemerintahan
yang Berdaya Saing”. Tujuan tersebut memiliki dua sasaran strategis, dan
yang paling relevan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi adalah sasaran
strategis kedua yaitu “Terwujudnya tata kelola kelembagaan yang kompetitif
dan berstandar kepemerintahan yang baik dari aspek manajemen operasi
dan aspek pengendalian internal”. Ada pun indikator sasaran strategis
tersebut adalah Indeks EoDB (Registering Property) dan Indeks Reformasi
Birokrasi.
Peningkatan capaian kinerja Reformasi Birokrasi di Kementerian
ATR/BPN menunjukan telah menghasilkan berbagai kemajuan perbaikan
dalam tata kelola pemerintahan yang baik di lingkungan Kementerian
ATR/BPN. Dalam rangka upaya kementerian untuk mencapai good
governance dan melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap
sistem penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Kementerian ATR/BPN,
maka sejak tahun 2018 sudah dimulai berkomunikasi dengan
lembaga/organisasi baik itu di dalam maupun di luar negeri.

b. Timeline Reformasi Birokrasi di Kementerian ATR/BPN

1) Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi Kementerian ATR/BPN Tahun


2020-2024
Tabel 2 Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi Kementerian ATR/BPN Tahun 2020-2024

44
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Sumber: Kementerian ATR/BPN (2019)


2) Rencana Aksi Reformasi Birokrasi Kementerian ATR/BPN Tahun 2020-
2024
1. Program Manajemen Perubahan
Tabel 3. Timeline Rencana Aksi Program Manajemen Perubahan

Sumber: Kementerian ATR/BPN (2019)


2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan
Tabel 4. Time Line Rencana Aksi Program Penetapan Peraturan Perundang-undangan

Sumber: Kementerian ATR/BPN (2019)


3. Program Penataan dan Penguatan Organisasi
Tabel 5. Time Line Rencana Aksi Program Penataan dan Penguatan Organisasi

45
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

c. Sinergi Reformasi Birokrasi dengan Digitalisasi Pertanahan

Dalam rangka mewujudkan tujuan strategis Kementerian ATR/BPN


2025 dan sejalan dengan Roadmap Reformasi Birokrasi Kementerian
ATR/BPN maka disusun dan ditetapkanlah Roadmap Transformasi Digital
Menuju Institusi Berstandar Dunia. Roadmap ini dibuat agar terjadi sinergi
antara Reformasi Birokrasi dan Digitalisasi dapat tercapai. Roadmap ini terdiri
dari rangkaian program dan kegiatan yang dilakukan Kementerian ATR/BPN
tiap tahun dalam menuju institusi berstandar dunia.

Gambar. Roadmap Transformasi Digital Kementerian ATR/BPN


Rangkaian Program dan kegiatan dalam Roadmap Transformasi Digital
Menuju Institusi Berstandar Dunia tersebut (Gambar 5) adalah:
1. Tahun 2020 “Starting Point”;
Agenda yang diimplementasikan:
a. Penerapan Digital Signature di seluruh pegawai;
b. Sertipikat HT Elektronik berlaku Nasional;
c. Implementasi Buku Tanah Elektronik melalui digitalisasi dan validasi
data pertanahan digital;
d. Layanan data pertanahan untuk publik;
e. Peningkatan kapasitas kelembagaan informasi dan inovasi;
f. Percepatan pendapatan melalui implementasi KPBU.
2. Tahun 2021 “Fully Digital Data”
Agenda yang diimplementasikan:

46
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

a. Informasi pertanahan multiguna dan ruang valid dan aman;


b. Implementasi sertipikat hak atas tanah elektronik;
c. Layanan masyarakat seluruhnya elektronik;
d. Penerapan teknologi Blockchain.
3. Tahun 2022 “Era Informasi dan Inovasi”
Agenda yang diimplementasikan:
a. RRR Various Rights;
b. Fractional Rights/Co Owning;
c. 3D Cadastre and Rights;
d. Peer to peer transactions;
e. Layanan informasi derivatif pertanahan;
f. Implementasi smart contracts, smart escrow.
4. Tahun 2023 “Monetisasi Informasi”
Agenda yang diimplementasikan:
a. Sentuh Tanahku menjadi leader apps dan marketplace
b. Informasi pertanahan sebagai basis penerimaan negara
c. Penerapan Big Data
d. Kolaborasi informasi dengan masyarakat dan dunia usaha
e. Spatially enabled government berbasis bidang tanah
5. Tahun 2024 “Institusi Standar Dunia”
Agenda yang diimplementasikan:
a. Peringkat 40 EoDB;
b. Sumber PNPB didominasi dari layanan informasi;
c. Interopability dengan Badan Informasi Pertanahan Dunia;
d. Menjadi Leader di kawasan Asia Tenggara.

47
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

RANGKUMAN

Reformasi birokrasi 4.0 mencakup tiga aspek utama yaitu, kolaborasi, inovasi,
dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Reformasi birokrasi 4.0
memiliki beberapa indikator yaitu: percepatanan layanan, efisiensi layanan, akurasi
layanan, fleksibilitas kerja dan berdampak sosial.
SDM Aparatur Sipil Negara yang ingin dibangun adalah SDM yang pekerja keras,
dinamis, terampil, dan menguasai IPTEK/Teknologi. Pembangunan SDM ini
diperlukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan SDM yang mampu menjalankan
reformasi birokrasi 4.0, mampu menjadi smart ASN, serta mampu terbuka pada
praktik-praktik kerja baru (seperti contoh pengalaman di Australia), oleh karena itu
diterapkanlah manajemen talenta Nasional.
Manajemen Talenta adalah sistem manajemen karier ASN yang meliputi
tahapan akuisisi, pengembangan, retensi, dan penempatan talenta yang
diprioritaskan untuk menduduki jabatan target berdasarkan tingkatan potensial dan
kinerja tertinggi melalui mekanisme tertentu yang dilaksnakan secara efektif dan
berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan Instansi Pemerintah dalam rangka
akselerasi pembangunan.
Aspek Manajemen Talenta meliputi:
1. Kelembagaan Manajemen Talenta ASN;
2. Penyelenggaraan Manajemen Talenta ASN Instansi dan Nasional, yang
terdiri dari akuisisi talenta, pengembangan talenta, retensi talenta,
penempatan talenta, serta pemantauan dan evaluasi;
3. Sistem Informasi Manajemen Talenta ASN Instansi dan Nasional.
Reformasi Birokrasi merupakan upaya untuk melakukan perubahan besar dalam
paradigma dan tata kelola pemerintahan untuk menciptakan birokrasi pemerintah
yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, bersih dari perilaku
korupsi, kolusi, dan nepotisme; mampu melayani publik secara akuntabel; serta
memegang teguh nilai-nilai dasar organisasi dan kode etik perilaku Aparatur Sipil
Negara (ASN).
Kementerian ATR/BPN telah melaksanakan reformasi birokrasi sesuai dengan
Road Map Reformasi Birokrasi tahun 2015-2019, dengan capaian Indeks Reformasi

48
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Birokrasi yang terus meningkat dari 64,13 (2015); 64,25 (2016); 64,65 (2017) dan
mencapai 68,25 (2018).
Pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian ATR/BPN meliputi aspek sebagai
berikut:
1. Manajemen Perubahan;
2. Penataan Peraturan Perundang-undangan;
3. Penataan dan Penguatan Organisasi;
4. Penataan Tata Laksana;
5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur;
6. Penguatan pengawasan;
7. Penguatan akuntabilitas;
8. Peningkatan kualitas pelayanan publik;
9. Quick Wins.
Sejalan dengan roadmap reformasi birokrasi, Kementerian ATR/BPN juga
menyusun roadmap Transformasi Digital Menuju Institusi Berstandar Dunia.
Rangkaian target program dalam Roadmap Transformasi Digital Menuju Institusi
Berstandar Dunia tersebut adalah:
1. Tahun 2020 “Starting Point”;
2. Tahun 2021 “Fully Digital Data”;
3. Tahun 2022 “Era Informasi dan Inovasi”;
4. Tahun 2023 “Monetisasi Informasi”;
5. Tahun 2024 “Institusi Standar Dunia”.

49
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

LATIHAN

1. Aspek utama reformasi birokrasi 4.0 mencakup ...


a. Kolaborasi, inovasi, pemanfaatan teknologi informasi
dan teknologi
b. Restrukturisasi birokrasi, politik statis dan budaya
organisasi
c. Perilaku organisasi, budaya organisasi dan
manajemen perubahan
d. Manajemen perubahan, manajemen SDM, dan
manajemen keuangan
e. Restrukturisasi birokrasi, manajemen perubahan,
dan manajemen keuangan

2. Birokrasi 4.0 memiliki beberapa indikator, kecuali ...


a. Percepatan layanan
b. Efisiensi layanan
c. Akurasi layanan
d. Fleksibititas kerja
e. Biaya layanan
3. Peningkatan kemampuan dan kompetensi ASN agar dapat bersaing di
tingkat global, melalui ...
a. Pembayaran biaya untuk mutasi ke posisi yang lebih
nyaman
b. Perlakuan yang adil dan menyejahterakan
c. Pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jabatan
yang diduduki
d. Manajemen budaya kerja dan perubahan yang baik
e. Pembuatan standar kompetensi jabatan
4. Visi Kementerian ATR/BPN tahun pada tahun 2020-2025 adalah ...
a. Terwujudnya pengelolaan ruang dan pertanahan yang
terpercaya dan berstandar dunia

50
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

b. Menyelenggarakan penataan ruang dan pengelolaan


pertanahan yang produktif, berkelanjutan, dan
berkeadilan
c. Menyelenggarakan pelayanan pertanahan dan ruang
yang berstandar dunia
d. Jawaban a dan b benar
e. Jawaban b dan c benar
5. Pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian ATR/BPN meliputi aspek
sebagai berikut, kecuali ...
a. Manajemen perubahan
b. Penataraan Peraturan Daerah
c. Penataan Tata Laksana
d. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur
e. Penguatan pengawasan

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Setelah menyelesaikan pembelajaran materi Reformasi Birokrasi Kementerian


ATR/BPN di Era 4.0 dan berhasil menjawab pertanyaan evaluasi dengan baik, maka
saudara dianggap telah mampu memahami materi - materi pada bab ini. Selanjutnya
saudara dapat mengikuti pembelajaran pada bab berikutnya. Sebaliknya apabila
belum dapat menjawab pertanyaan pada evaluasi dengan baik, maka saudara diminta
untuk mempelajari kembali materi pada bab ini dengan lebih seksama hingga saudara
dapat menjawab pertanyaan dalam evaluasi dengan baik.

51
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

BAB IV
PENUTUP

Modul ini disusun agar peserta diklat dapat memahami materi pembelajaran ini
dalam konteks reformasi birokrasi di Indonesia. Reformasi Birokrasi adalah langkah
strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil
guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
Selain itu, dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan
komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan
untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh
karena itu, harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar,
komprehensif dan sistemik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat
dicapai dengan efektif dan efisien.
Langkah yang utama dan pertama yang harus dilakukan adalah pemahaman
sejarah reformasi birokrasi di Indonesia. Pemahaman proses reformasi birokrasi
dimulai saat reformasi era Presiden Abdurrahman Wahid - Megawati Soekarno Putri;
pasca reformasi era Presiden Susilo Bambang Yudoyono; dan Nawacita era Presiden
Joko Widodo.
Upaya reformasi birokrasi dilakukan secara bertahap baik di tingkat pusat
(Kementerian ATR/BPN) maupun daerah (Kantor Pertanahan). Secara empiris
birokrasi identik dengan aparatur pemerintah (ASN) yang mempunyai tiga dimensi
yaitu organisasi, sumber daya manusia, dan manajemen. Dalam pemerintahan,
dimensi itu dikenal kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan. Konsep
birokrasi Max Weber yang legal rasional, diaktualisasikan di Indonesia dengan
berbagai kekurangan dan kelebihan seperti terlihat dari perilaku birokrasi. Perilaku
birokrasi timbul manakala terjadi interaksi antara karakteristik individu dengan
karakteristik birokrasi; apalagi dengan berbagai isu yang berkembang dan penegakan
hukum saat ini yang berkaitan dengan patologi birokrasi. Model birokrasi yang dianut
oleh banyak negara di dunia saat ini termasuk Indonesia adalah mengadopsi model

52
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

birokrasi yang telah diterapkan di negara-negara demokrasi Anglo-American, yang


dipelopori oleh Inggris, Australia, New Zealand, Amerika Serikat, dan Kanada.
Reformasi birokrasi 4.0 merupakan gagasan strategi yang dapat diterapkan
organisasi pemerintah untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Reformasi birokrasi 4.0
ini merupakan kelanjutan dari gagasan reformasi birokrasi yang sudah berjalan saat
ini, dengan tambahan dimensi kolaborasi, inovasi dan pemanfaatan TIK, yang
merupakan aspek yang diadopsi dari revolusi industri 4.0, maka pemerintah
diharapkan dapat menerima manfaat maksimal dari revolusi industri 4.0 serta mampu
meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan dari revolusi industri 4.0.

53
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

DAFTAR PUSTAKA

Ari Welianto. Ari Welianto. 2020. "Revolusi Mental: Sejarah, Penerapan, dan Capaian",
diakses
dari https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/08/120000169/revolusi-
mental-sejarah-penerapan-dan-capaian?page=2.
asncpns, 2015. Mengenal Merit System Dalam Manajemen Aparatur Sipil Negara.
Diakses dari http://www.asncpns.com/2015/12/mengenal-merit-system-dalam-
manajemen.html
Azhar Kasim, 2009. Sistem Pengawasan Internal dalam Administrasi Negara
Indonesia, sebuah makalah disampaikan dalam Seminar Nasional “Pengawasan
Nasional dalam Sistem Pemerintahan Presidensial: Memperkuat Fungsi
Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah dalam Era Pemerintahan Baru”, FH
Universitas Indonesia, 21 Juli 2009
Doni Setyawan, 2018. Kabinet Yang Dibentuk Presiden Megawati. Diakses dari
http://www.donisetyawan.com/kabinet-yang-dibentuk-presiden-megawati/
Dwi Wahyu Atmaji, 2016. Relevansi dan Kontekstualisasi Strategi Reformasi Birokrasi
2015-2019. Diakses dari https://www.menpan.go.id/site/cerita-sukses-
rb/relevansi-dan-kontekstualisasi-strategi-reformasi-birokrasi-2015-2019-1
Inggried Dwi Wedhaswary, 2014. "Nawa Cita", 9 Agenda Prioritas Jokowi-JK. Diakses
dari https://nasional.kompas.com/read/2014/05/21/0754454/.Nawa.Cita.9.Agend
a.Prioritas.Jokowi-JK.
H. Jufri, M.Si. 2019. Reformasi Birokrasi Dalam Pelayanan Publik. Diakses dari
https://bengkulu.kemenag.go.id/opini/313-reformasi-birokrasi-dalam-pelayanan-
publik
Kaelan. 2008. Pendidikan Pancasila, Edisi Reformasi, Paradigma Yogyakarta
Kumorotomo, 2015. Reformasi Birokrasi, UU No.5/2014 Tentang ASN dan Tantangan
Manajemen Pelayanan di Daerah. Seminar Reformasi Birokrasi, Setda Kab
Bantul 19 Oktober 2015. Diakses dari
http://kumoro.staff.ugm.ac.id/file_artikel/Reformasi%20Birokrasi,%20UU-

54
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

ASN%20dan%20Tantangan%20Manajemen%20Pelayanan%20di%20Bantul.pd
f
McCourt, Willy. 2007. The Merit System and Integrity in The Public Service. IDPM,
University of Manchester. No. 20
Media Indonesia, 2019. Tantangan dan Strategi Reformasi Birokrasi 2020.
diakses dari https://mediaindonesia.com/read/detail/278422-tantangan-dan-
strategi-reformasi-birokrasi-2020
Miftah Thoha, 2003. Birokrasi Pemerintah Indonesia, Jakarta, Penerbit Kencana
Museum Kepresidenan, (2020). Abdurrahman Wahid Dan Reformasi Birokrasi.
Diakses dari https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/muspres/abdurrahman-wahid-
dan-reformasi-birokrasi/
mediaindonesia.com. 2019. Tantangan dan Strategi Reformasi Birokrasi 2020.
diakses dari https://mediaindonesia.com/read/detail/278422-tantangan-dan-
strategi-reformasi-birokrasi-2020
menpan.go.id, 2009. Reformasi Birokrasi. Diakses dari
https://www.menpan.go.id/site/reformasi-birokrasi/makna-dan-tujuan#
Prastowo, Yustinus, 2014, Reformasi Birokrasi dan Persoalan Subjek Etis.
Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Auditor. 2016. Rencana Strategis 2015- 2019,
BPKP, Februari 2016
Sedarmayanti. 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan
Kepemimpinan Masa Depan: Mewujudkan Pelayanan Prima dan
Kepemerintahan yang Baik. Bandung: Refika Aditama
Setyowati, Endah. 2014. Analisis Merit System dalam Proses Rekrutmen dan Seleksi
CPNS di Kota Malang (Pelaksanaan Rekrutmen dan Seleksi CPNS Tahun 2010).
Disertasi Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Siregar, Efrem Limsan. 2019. Ini 5 Hal Prioritas Jokowi di Kekuasaan Jilid II. Diakses
dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20191021075342-4-108566/ini-5-hal-
prioritas-jokowi-di-kekuasaan-jilid-ii
Stahl, G. O. 1962. Public Personnel Administration. London: Harper & Row
Supriyadi Pro, 2016. 6 Kebijakan Megawati Ketika Menjadi Presiden RI. Diakses dari
https://www.sejarah-negara.com/1571/kebijakan-megawati/

55
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

virtuco, 2020. Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri. Diakses dari
https://virtuco.co.id/masa-pemerintahan-presiden-megawati-soekarno-putri/
Young, Michael, 1958. The Rise of Meritocracy, 1870-2033, London: Thames and
Hudson.
Zenita Saleh, 2020. Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Diakses dari
https://www.academia.edu/36626071/Masa_Pemerintahan_Presiden_Susilo_Bamba
ng_Yudhoyono
Abdul Kadir. N.D. Prinsip-prinsip Dasar Rasionalisasi Birokrasi Max Weber Pada
Organisasi Perangkat Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/98311-ID-prinsip-
prinsip-dasar-rasionalisasi-biro.pdf
Albrow. 1989. Birokrasi. alih bahasa M. Rusli Karim dan Totok Daryanto. Tara Wacana.
Yogyakarta
Ali Abdul Wakhid. 2011. Eksistensi Konsep Birokratisasi Max Weber Dalam Reformasi
Birokrasi Di Indonesia. Diakses dari
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/TAPIs/article/download/1540/1280
Azizy, A Qodri, Change Management dalam Reformasi Birokrasi. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2007. Hlm.79.
Bintoro Tjokroamidjojo, (1984) Pengantar Administrasi pembangunan, LP3ES,
Jakarta
Caiden, G.E.1969. Administrative Reform, Aldine, Chicago, Illinois
Caiden, G. E. 1982. Public Administration. California: Palisades Publisher.
Caiden, G. E. 1991. Administrative Reform Comes of Age. Berlin, New York: Walter
de Gruyter.
Caiden, G. E., & Siedentopf, H. 1982. Strategies for Administrative Reform. Lexington,
Massachusets, Toronto: D.C. Heath and Company.
Davis, Keith and John W. Newstrom. 1992. Perilaku dalam Organisasi (Terjemahan
Agus Dharma). Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama.
Dwiyanto, Agus. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi
Birokrasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

56
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Goldfinch, J. Wallis. 2009. International Handbook of Public Management Reform.


Edward Elgar Publishing.
Haning, M. Thahir. 2015. Reformasi Birokrasi: Desain Organisasi yang Mendukung
Pelayanan Publik di Indonesia. Yogyakarta: Ilmu Giri.
Haning, M. Thahir. 2018. Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif
Administrasi Publik. JAKPP (Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan Publik),
Volume 4 No. 1, Juni 2018 hal 25-37.
Heady, Ferrel. 1966. Public Administration, Comparative Perspective. New Jersey:
PranticeHall Inc.
Hummel, Ralph P., 2000. Bureaucracy. In Defining Public Administration: Selections
from the International Policy and Administration. Edited by Jay M. Shafritz.
Colorado: Westview Press. pp. 121-128.
J.S. Shaw. N.D. Public Choice Theory, dalam The Concice Encyclopedia of
Economics. Library of Economics and Liberty.
Jaques, Elliott, 1990. In Praise of Hierarchy, Harvard Business Review, January-
February,1-8.
McCourt, Willy. 2007. The Merit System and Integrity in The Public Service. IDPM,
University of Manchester. No. 20
Michael G. Roskin, et al. 2000. Political Science An Introduction, Prentice Hall, New
Jersey
Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. 1994. Ilmu Administrasi. Jakarta : Ghalia
Indonesia.
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Budaya Organisasi. Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada.
Nurhidayat, Muhammadiah, Jaelan Usman. 2016. Patologi Birokrasi Dalam Kualitas
Pelayanan Uji Berkala Kendaraan Di Dinas Perhubungan Kabupaten Takalar.
Kolaborasi: Jurnal Administrasi Publik, April 2016 Volume 2 Nomor 1. Jurusan
Ilmu Administrasi Negara. Universitas Muhamadiyah Makassar
Rewansyah, Asmawi. 2008. Reformasi Birokrasi Ceramah Ketua LAN RI, pada Diklat
Pim Tk II Angkatan XXXIII Kelas D. Jakarta, 2008.hlm.97.
Robbins, S. P., 1994. Teori Organisasi: Struktur, Desain & Aplikasi. Jakarta: Penerbit
Arcan.

57
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Robbins, S. P., and Barnwell, N., 2002. Organisation Theory: Concepts and Cases.
Fourth Edition. Australia: Pearson Education Australia Pty Ltd.
Robbins, S.P. dan Timothy A. J. 2008. Perilaku Organisasi. Penerjemah Diana
Angelica. Jakarta: Salemba Empat.
Rosenbloom, D.H. and Robert S. Kravchuk, 2005. Public Administration:
Understanding Management, Politics, and Law in the Public Sector. Boston:
McGraw-Hill.
Said, M, Mas’ud. 2007. Birokrasi di Negara Birokratis. Malang: Penerbit UMM Press.
Sedarmayanti. 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan
Kepemimpinan Masa Depan: Mewujudkan Pelayanan Prima dan
Kepemerintahan yang Baik. Bandung: Refika Aditama
Siagian P Sondang, 1994. Patologi Birokrasi Analisis, Identifikasi dan Terapinya.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sigit Setiawan. 2014. TINJAUAN REFORMASI BIROKRASI – Evolusi model birokrasi
dalam perspektif ekonomi dan perkembangan reformasi birokrasi di Indonesia.
Diakses dari
https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/tinjauan%20reformasi%20birok
rasi.pdf
Simon, A. Herbert. 2004. Administrative Behavior, Perilaku Administrasi : Suatu Studi
tentang Proses Pengambilan Keputusan dalam Organisasi Administrasi, Edisi
Ketiga, Cetakan Keempat, Alih Bahasa ST. Dianjung, Bumi Aksara, Jakarta.
Sukarno 2008, Refomasi Birokrasi. Ceramah Ketua LAN RI pada Diklat Pim TK II
Angkatan XXII. Jakarta
Sutarto. 1993. Dasar-dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Thoha Miftah. 2002. Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta: PT. Radja Grafindo
Persada.
Thoha, Miftah, 1991. Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta: Rajawali Press.
Thoha, Miftah. 1991. Beberapa Kebijaksanaan Birokrasi. Widya Mandala. Yogyakarta
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Raja Grafindo Persada.
Jakarta

58
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Trilestari, Endang Wirjatmi, 2008. Reformasi Administrasi dengan Pendekatan


System Thinking Mengkonstruksi Birokrasi dalam Mengatasi Kompleksitas
Permasalahan untuk Suatu Perubahan. Bandung: STIA LAN Press.
Weber, Max, 1947. From Max Weber: Essays in Sociology. Edited by H.H. Gerth and
C. Wright Mills. New York: Oxford University Press.
Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku (Edisi Revisi). Jakarta: Kencana.
Winston. C. 2006. Government Failure versus Market Failure: Microeconomics Policy
Research and Government Performance. AEI-Brookings Joint Center for
Regulatory Studies.
Verianto Sitindjak. 2017. Konsep Reformasi Birokrasi. Jurnal Inspirasi Volume 8 No.
2 September 2017: 79-89
Acker, W. Van, & Bouckaert, G. (2017). What makes public sector innovations
survive? An exploratory study of the influence of feedback, accountability and
learning. https://doi.org/ 10.1177/0020852317700481
Amalia, S. (Novermber 2018). Reformasi Birokrasi 4.0: Strategi Menghadapi Revolusi
Industri 4.0. Jurnal Wacana Kinerja: Kajian Praktis-Akademis Kinerja dan
Administrasi Pelayanan Publik. DOI: 10.31845/jwk.v21i2.133
Ansell, C., & Gash, A. (2007). Collaborative governance in theory and practice. Journal
of Public Administration Research and Theory, 18, 543–571.
Australian Public Service Commission, (29 Maret 2018). Teleworking. Diakses dari
https://www.apsc.gov.au/teleworking
Beritatagar.id, (18 Februari 2017). Dilema karier: generalis vs spesialis. Diakses dari
https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/dilema-karier-generalis-vs-spesialis
BKN, (Juni 2019). Strategi dalam Mewujudkan Karakteristik Smart ASN. Civil
Apparatis Policy Brief, Nomor: 032-Juni 2019. Pusat Pengkajian dan Penelitian
Kepegawaian. Diakses dari https://www.bkn.go.id/wp-
content/uploads/2014/06/6.-Policy-Brief-Juni-2019.pdf
Cahyono, E. (2018). Revolusi Industri 4.0 dan Transformasi Organisasi Pemerintah.
Diakses dari http://setkab.go.id/revolusi-industri-4-0-dan-transformasi-
organisasipemerintah/
CultureIQ, (11 April 2016). 4 Types of Work Flexibility to Consider for Your Employees.
Diakses dari

59
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

https://cultureiq.com/blog/types-work-flexibility-employees/
Doyle, A. (6 juli 2020). What Is Workplace Flexibility? Definition and Examples of
Workplace Flexibility. Diakses dari
https://www.thebalancecareers.com/workplace-flexibility-definition-with-
examples-
2059699#:~:text=Workplace%20flexibility%20emphasizes%20the%20willingn
ess,for%20retaining%20and%20engaging%20employees.
Kementerian ATR/BPN. (2019). Road map Reformasi Birokrasi. Jakarta: Kementerian
ATR/BPN
Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, (24 Oktober
2019). Manajemen Talenta Berpeluang Ciptakan SDM yang Dinamis dan
Terampil. Diakses dari https://www.menpan.go.id/site/berita-
terkini/manajemen-talenta-berpeluang-ciptakan-sdm-yang-dinamis-dan-
terampil
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang pedoman umum
penyelenggaraan pelayanan publik
Kim, S. (2015). The Working of Collaborative Governance: Evaluating collaborative
community building initiative in Korea. Urban Studies Journal, 1–19.
Monoarfa, H. (2012). Efektivitas dan Efisiensi Penyelenggaraan Pelayanan Publik:
Suatu Tinjauan Kinerja Lembaga Pemerintahan. Jurnal Pelangi Ilmu VOL 05,
NO 01, 2012
Nurrohmah, I., Dewi, M. A. ., & Sahadi, N. (2017). Measuring the e-Government
Maturity in Indonesia using the Ranking of e-Government of Indonesia (PeGI).
American Scientific Research Journal for Engineering, Technology, and
Sciences (ASRJETS), 32(1), 49–63.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara
Sorensen, E., & Torfing, J. (2011). Enhancing collaborative innovation in the public
sector. Jurnal Administration&society, 43(8), 842–868.
Wagenheim, G.D. dan Reurink, J.H. (1991). Customer Service in Public Administration.
Public Administration Review , May - Jun., 1991, Vol. 51, No. 3 (May -

60
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

Jun.,1991), pp. 263-270. Wiley on behalf of the American Society for Public
Administration

61
Modul
Reformasi Birokrasi
Pelatihan Penguatan Kompetensi Teknis Bidang Tugas

62

Anda mungkin juga menyukai