Anda di halaman 1dari 72

MODUL DIKLAT

PENGADAAN TANAH TINGKAT I

DASAR-DASAR PENGADAAN TANAH

2019

PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
DIKLAT PENGADAAN TANAH TK. I

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan dalam menyelesaikan Modul Diklat Pengadaan TanahTingkat I.
Modul ini disusun agar peserta diklat dapat mempelajari dan memahami materi-
materi yang diberikan.

Pada kesempatan ini pula, kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan jerih payah Saudara-saudara
sekalian.

Semoga modul ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca, khususnya peserta diklat. Akhir kata dengan segala kerendahan hati,
kami menerima kritik dan saran membangun dari pembaca.

Terima kasih.

Jakarta, November 2016


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan,

H. Hasmi Hanafie, S.H., M.M.


NIP. 19570628 198903 1 001

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 i


DIKLAT PENGADAAN TANAH TK. I

DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. MANFAAT MODUL BAGI PESERTA................................................................................ 4
B. TUJUAN PEMBELAJARAN ............................................................................................... 4
C. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK ................................................................ 4
BAB II TINJAUAN UMUM BERDASARKAN UU 2/2012 .................................................................. 6
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................................. 6
B. PENGERTIAN PENGADAAN TANAH ............................................................................ 15
C. AZAS DAN TUJUAN PENGADAAN TANAH ................................................................ 18
D. POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH ........................................................................ 20
E. PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
SEBELUM BERLAKUNYA UU 2/2012 ........................................................................... 21
F. LANDASAN PENYUSUNAN UU 2/2012 ........................................................................ 24
G. LEMBAGA PELAKSANA .................................................................................................. 26
H. HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT ........................................ 28
I. DASAR HUKUM .................................................................................................................. 28
BAB III PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH BERDASARKAN UU 2/2012 DAN PERATURAN
PELAKSANANYA ................................................................................................................ 29
A. TAHAP PERENCANAAN .................................................................................................. 29
B. TAHAP PERSIAPAN .......................................................................................................... 31
C. TAHAP PELAKSANAAN .................................................................................................. 34
D. TAHAP PENYERAHAN HASIL ........................................................................................ 38
BAB IV KELEBIHAN DAN KEKURANGAN UU 2/2012 ................................................................. 39
A. KEKURANGAN UU 2/2012 ............................................................................................... 39
B. KELEBIHAN UU 2/2012 .................................................................................................... 43
BAB V STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGADAAN TANAH ............... 45

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 ii


DIKLAT PENGADAAN TANAH TK. I

A. SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL .................................................................. 46


B. DIREKTORAT PEMANFAATAN TANAH PEMERINTAH ............................................ 48
C. DIREKTORAT PEMBINAAN PENGADAAN DAN PENETAPAN TANAH
PEMERINTAH ..................................................................................................................... 51
D. DIREKTORAT PENILAIAN TANAH ................................................................................ 54
BAB VI PENUTUP.......................................................................................................................... 60
Bagan Alur Kegiatan Pengadaan Tanah Setiap Tahapan menurut Undang Undang Nomor 2
Tahun 2012 ......................................................................................................................... 62

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 iii


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

BAB I
PENDAHULUAN

A. MANFAAT MODUL BAGI PESERTA


Setelah mempelajari modul ini peserta akan memperolah manfaat berupa
pengetahuan tentang dasar-dasar kebijakan bidang Pengadaan Tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum baik secara implisit maupun eksplisit.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi dalam modul ini, peserta diharapkan mampu
mengerti dan memahami dasar-dasar kebijakan di Bidang Pengadaan Tanah
bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum baik secara teoritis maupun
praktis. Selain itu peserta diharapkan mampu mengimplementasikan kebijakan
tersebut, mengidentifikasi permasalahan tugas-tugas di lapangan untuk
dimonitor, evaluasi dan memberi masukan ke arah pengembangan
(perbaikan/penyempurnaan hingga revisi) lebih lanjut.

C. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK


Modul ini terbagi menjadi 3 pokok bahasan yaitu :
Pokok Bahasan : Ketentuan Umum Pengadaan Tanah
Sub Pokok Bahasan :
1. Latar Belakang
2. Pengertian Pengadaan Tanah
3. Azas dan Tujuan Pengadaan Tanah
4. Popok-pokok Pengadaan Tanah
5. Lembaga Pelaksana
6. Hak, Kewajiban dan Peran serta Masyarakat
7. Dasar Hukum Pengadaan Tanah

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 4


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Pokok Bahasan : Tahap Perencanaan dan Persiapan


Sub Pokok Bahasan :
1. Tahap Perencanaan Pengadaan Tanah
2. Tahap Persiapan Pengadaan Tanah

Pokok Bahasan : Tahap Pelaksanaan dan Penyerahan Hasil


Sub Pokok Bahasan :
1. Tahap Pelaksanaan Pengadaan Tanah
2. Tahap Penyerahan Hasil
3. Anggaran Pendanaan Pengadaan Tanah

Metode Pembelajaran : Ceramah, Tanya Jawab dan Demontrasi


Media Pembelajaran : Komputer, Multi Media Projector
Penilaian : Tertulis
Jam Pelajaran : 10 JP

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 5


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

BAB II
TINJAUAN UMUM BERDASARKAN
UU 2/2012

A. LATAR BELAKANG
Tanah merupakan sumber daya alam yang penting sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa bagi kelangsungan hidup umat manusia. Arti penting ini
menunjukan adanya pertalian yang sangat erat antara hubungan manusia
dengan tanah, karena tanah merupakan tempat pemukiman dan tempat mata
pencaharian bagi manusia. Tanah juga merupakan kekayaan nasional yang
dibutuhkan oleh manusia baik secara individual, badan usaha maupun
pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional.
Perkembangan pembangunan di Indonesia semakin hari semakin
meningkat. Kegiatan pembangunan gedung sekolah inpres, rumah sakit, pasar,
stasiun kereta api, tempat ibadah, jembatan, pengadaan berbagai proyek
pembuatan dan pelebaran jalan serta pembangunan lainnya memerlukan tanah
sebagai sarana utamanya.
Persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana pengambilan tanah
kepunyaan masyarakat untuk keperluan proyek pembangunan. Hal ini memang
menyangkut persoalan yang paling kontroversial mengenai masalah
pertanahan. Pada satu pihak tuntutan pembangunan akan tanah sudah
sedemikian mendesak sedangkan pada lain pihak sebagian besar warga
masyarakat juga memerlukan tanah sebagai tempat pemukiman dan tempat
mata pencahariannya.
Tanah merupakan modal dasar pembangunan. Hampir tak ada kegiatan
pembangunan (sektoral) yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah
memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 6


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

suatu pembangunan. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan baik untuk


kepentingan umum maupun swasta selalu membutuhkan tanah sebagai wadah
pembangunan. Saat ini, pembangunan terus meningkat sedangkan persediaan
tanah tidak berubah. Keadaaan ini berpotensi menimbulkan konflik karena
kepentingan umum dan kepentingan perorangan saling berbenturan.
Negara tidak mempunyai hubungan memiliki dengan tanah (eigendom
staat)1, sehingga tidak mungkin pemerintah atas nama negara begitu leluasa
atau semena-mena dalam memperoleh (mengambil) tanah
masyarakat/pemegang hak atas tanah yang arealnya terkena pembangunan
untuk kepentingan umum.
Pemerintah (atas nama negara) dalam memperoleh hak atas tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum, wajib berpegang teguh dan taat asas
terhadap nilai-nilai luhur kewenangan negara, yaitu kewenangan sebagai yang
menjalankan Hak Penguasan Negara (verorgaangstaat/vide Pasal 33 ayat 3
UUD45) dalam rangka mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat
(bestuurzorg), sehingga dalam prosedur perolehan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum tersebut harus mampu merumuskan metoda yang
conprehensive (teruji secara ilmiah) dan refrecentative (dapat
mencerminkan nilai-nilai hak asasi manusia yang bermartabat dan
terhormat). Dengan kata lain, pemerintah sebagai pelaksana pembangunan
tidak melakukan pengambilan tanah (eigensdaad) tetapi menyelenggarakan
(mastuurdaad) pembebasan tanah masyarakat/pemegang hak atas tanah yang
arealnya terkena pembangunan untuk kepentingan umum2.
Yang mempunyai hubungan hukum sepenuhnya dengan tanah adalah
warga negara (rakyat dan masyarakat serta badan hukum yang diantaranya
termasuk pemerintah atas nama negara), dan negara hanya sebatas
hubungan menguasai dengan tanah (verorgaangstaat)3.

1
Ronald Z. Titahelu, Penetapan Asas Hukum Umum Dalam Penggunaan Tanah (Suatu kajian Filsafati
dan Teoritik Tentang Pengaturan dan Penggunaan Tanah di Indonesia, Disertasi PPS Unair, Surabaya, 1993, Hal.
91
2
Bagir Manan,
3
Pilar-Pilar Hukum Tanah Nasional mengexplore bahwa pengelolaan pertanahan yang bersendikan
UUPA memiliki fundasi dengan menegdepankan asas-asas: Nasionalism (Pasal 9 UUPA, yang dimaknai bahwa
hanya warga negara yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan tanah), Verorgaanstate (Pasal 2

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 7


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Disatu sisi negara tidak mempunyai tanah, yang mempunyai tanah adalah
warga negara (rakyat, masyarakat dan Badan Hukum), sekalipun secara konkret
(inconcrito) terdapat tanah pemerintah atas nama negara, namun eskalasinya
tidak memadai untuk menampung derevasi volume pembangunan yang
sedemikian banyak dan luas dalam mempergunakan tanah. Oleh karena itu,
penyediaan tanah bagi areal pembangunan nasional yang dilakukan oleh
pemerintah atas nama negara akan melibatkan tanah kepunyaan warga negara
(individu, masyarakat dan badan hukum) dalam jumlah besar, sehingga dalam
proses pembebasan hak-hak rakyat tersebut perlu metoda yang didasari pada
metoda ilmiah tentang cara-cara mengakhiri hak-hak warga masyarakat yang
bertumpu kepada nilai-nilai kemanusiaan, layak dan berkeadilan agar tidak
melanggar hak warga negara yang mendasar (Hak Asasi
Manusia/humanright/menchenrechten).
Tanah bagi warga negara merupakan sesuatu yang sangat mendasar
dalam memenuhi hidup dan kehidupannya, bahkan saking pentingnya tanah
bagi manusia, sampai-sampai hak atas tanah (property) disejajarkan sama dan
sebanding dengan hak hidup (live) dan hak kebebasan sebagai bagian dari Hak
Asasi Manusia (human right)4.
Pembangunan Nasional yang memerlukan tanah dari masyarakat yang
punya tanah, memerlukan suatu metoda yang pas dan manusiawi serta
berkeadilan dalam melepaskan hubungan hukum antar tanah dengan pemegang
haknya, agar natinya tidak membuat kehidupan bekas pemegang haknya
menjadi lebih buruk dari sebelum tanahnya dibebaskan5, dan pembangunan
yang dihasilkan pasca pembebasan hak-hak warga negara diharapkan dapat
memajukan rakyat secara keseluruhan.
Berkenaan dengan pengambilan tanah masyarakat yang akan dipakai
untuk keperluan pembangunan dilaksanakan melalui proses pengadaan tanah
dengan cara pelepasan atau penyerahan hak sesuai pasal 2 ayat (1) Peraturan

UUPA, Yng diterjemahkan bahwa negara menguasai tanah dalam rangka mewujudkan kemakmuran masyarakat)
dan Hak Bangsa (Pasal 1 UUPA, bahwa selama Negara Indonesia masih ada , maka hubungan bangsa dengan
tanah bersifat abadi)
4
Jhon Locke
5
AP. Parlindungan, Komentar Tentang UUPA, Mandar Maju, Bandung, 1998, Hal. 44

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 8


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden


Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Konsep keilmuan telah melahirkan metoda yang tepat dalam penyediaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum tersebut melalui cara-cara
ilmiah yang terkonsep dalam metoda pengadaan tanah (PMDN 15 Tahun 1975
jo PMA 2 Tahun 1985, Kepres 55 Tahun 1993 jo PMA 1 Tahun 1994, Pepres 36
Tahun 2005 jo Pepres 65 Tahun 2006 jis Perkaban 3 Tahun 2007), Pencabutan
hak (UU No. 20 Tahun 1961) dan metoda pengadaan langsung (Pepres 36
Tahun 2005 jo UU No. 2 Tahun 2012 jis Pepres 40 Tahun 2014, Perpres 99
Tahun 2014, Perpres 30 Tahun 2015).
Kehadiran negara (negara terbentuk) bermaksud mensejahterakan warga
negara, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, tugas berat kenegaraan adalah
memakmurkan seluruh lapisan masyarakat negara. Dari yang memiliki ekonomi
lemah hingga masyarakat menengah dan kalangan atas, mesti dapat menikmati
hasil-hasil pembangunan nasional pasca pembebasan hak atas tanah warga
yang terkena areal proyek bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Negara
justru harus tampil melindungi hak-hak rakyat. Sesungguhnya dalam konsep
negara menguasai, bahwa negara hadir sebagai penguasa. Konsep teoritis
Penguasa (souverignity and power) dimaknai sebagai yang membuat aturan
(regelen), mengadakan registrasi (bestuuren) hak-hak yang ada dan
mengadakan pengawasan serta pengendalian (tozichthouden) terhadap hak-
hak yang disalahgunakan. Konsep hukum tanah nasional mengatakan, negara
hanya bisa melindungi hak atas tanah, jika tanah haknya telah terdaftar dalam
administrasi negara (bestuuren), sesuai aturan yang dibuat negara (regelen),
dan diawasi pelaksanaan haknya secara berkala (tozichthouden).
Secara konkret, metoda pengadaan tanah yang digunakan dalam
membebaskan hak-hak masyarakat yang terkena areal bagi pembangunan
untuk kepentingan umum adalah cara-cara yang patut untuk dijalankan
pemerintah baik kapasitasnya sebagai pelaksana, pembuat aturan maupun
sebagai yang melaksanakan koordinasi dan pengendalian serta pengawasan.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 9


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Perlu diketahui bahwa pengaturan terkait pengadaan tanah bagi


pembangunan untuk kepentingan umum, Pemerintah telah menerbitkan
peraturan secara berturut-turut adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai
Tata Cara Pembebasan Tanah, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 55 Tahun
1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 yang
kemudian diubah menjadi Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Peraturan perundang-undangan diatas selama ini dianggap belum
memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang kehilangan tanahnya. Bagi pemerintah
yang memerlukan tanah, peraturan perundang-undangan yang telah diterbitkan
tersebut dipandang masih menghambat atau kurang untuk memenuhi
kelancaran pelaksanaan pembangunan sesuai rencana.
Secara konseptual atau teori, ada beberapa pendapat dasar mengenai
sistem pemilikan tanah. pendapat pertama dikemukakan oleh John Locke, yang
memandang hak atas tanah sebagai salah satu pranata yang secara kodrati
melekat pada diri setiap individu manusia6. Konsep ini, kemudian secara hukum
diperluas. Bukan hanya individu manusia yang dapat mempunyai hak atas
tanah7. Badan-badan atau pranata-pranata yang oleh hukum diberi status yang
dipersamakan dengan manusia dimungkinkan mempunyai hak atas tanah
Sebagai kebalikan dari pandangan Locke ada yang berpendapat, pranata
pemilikan perorangan dapat menjadi sumber ketidakadilan dan menghalangi
upaya kesejahteraan bagi seluruh rakyat atau suatu kelompok masyarakat.
Pendapat ini dianut oleh Plato. Karena itu, Plato tidak menghendaki adanya

6
Jhon Locke mempostulatkan bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hak yang inhern atas
kehidupan (live), kebebasan (liberty) dan harta (property) yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat
dipindahkan atau dicabut oleh Negara, untuk menghindari ketidakpastian hidup dalam alam. Akan tetapi, dalam
suatu kontrak sosial dimana hak-hak yang tidak dapat dicabut diserahkan pada kekuasaan Negara, lihat Aslan
Noor, konsepsi hak milik atas tanah bagi bangsa Indonesia ditinjau dari ajaran Hak Asasi Manusia, disertai PPS
Unpad, Bandung Tahun 2003, Hlm. 36. Lihat pula John Locke, two treaties of sivil government. J.M. Dent & Sons
Ltd, London, 1960, Hlm. 9 dan 77
7
Lihat peraturan pemerintah No. 38 Tahun 1963 tentang penunjukan Badan-Badan Hukum yang dapat
mempunyai Hak Milik Atas Tanah

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 10


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

sistem hak atas tanah perorangan sebagai salah satu unsur ajaran negara
idealnya8.
Di masa modem, pendapat semacam itu menjadi salah satu landasan
berpikir dan konsep marxisme, khususnya komunisme. Marxisme
berpendapat, sistem pemilikan tanah perorangan merupakan cikal bakal sistem
klas dan eksploitasi manusia oleh manusia (exploitation de I ,home par
I'homme). Untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas dan meniadakan
penghisapan manusia oleh manusia, sistem kepemilikan tanah perorangan
harus ditiadakan. Tetapi perlu diperhatikan, pemilikan yang dipersoalkan kaum
Marxis atau komunis adalah pemilikan perorangan juga berkaitan dengan
produksi (sebagai-sarana produksi). Jadi, tetap ada tempat bagi sistem
pemilikan di luar pemilikan perorangan dan di luar sarana produksi, yang disebut
pemilikan publik.
Terhadap sarana produksipun secara hakiki bukan menyangkut peniadaan
pranata pemilikan hak atas tanah, tetapi peralihan pemegang hak dari pemilikan
perorangan menjadi pemilikan komunitas yang diwakili negara, sehingga lazim
disebut hak milik negara (eigendomstaat).
Sebenarnya potensi eksploitasi yang merugikan bahkan menindas, dalam
sistem kepemilikan komunitas atau oleh negara tidak lebih kurang dari sistem
pemilikan perorangan, karena disertai segala atribut kekuasaan negara9.
Pendapat lain mengenai sistem pemilikan atas tanah dapat dipandang sebagai
gabungan antara sistem pemilikan perorangan yang tanpa batas dengan sistem
kepemilikan komunitas (negara) yang sebenamya juga tanpa batas. Pada
Negara yang tidak menjalankan sistem Marxisme atau komunisme, pemilikan
perorangan tetap dipandang sebagai salah satu hak kodrati, tetapi dengan
pembatasan yang berkaitan dengan kepentingan sosial atau kepentingan umum.
Hak milik bukan hanya dibatasi cara-cara penggunaan dan penguasaannya

8
Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia Ditinjau Dari Ajaran Hak Asasi
Manusia, Mandar Madju, Bandung, 2006, Hal. III
9
Aslan Noor, Konsepsi Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia, Bandung : Disertai PPS UNP AD,
2003, Hlm. 37. Lihat pula Bagir Manan dalam Pengantar Pidato Laporan Promotor Terhadap
Pertanggungjawaban Akademis Atas Nama Aslan Noor pada Sidang Promosi Doktor dalam Ujian Terbuka
Disertasi, Unpad, 2003, Hlm. 3-6

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 11


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

(seperti pembatasan luas), bila perlu dapat dicabut (UU No. 20 Tahun 1961 jo
Pasal 18 UUPA) demi suatu kepentingan sosial (Pasal 6 UUPA) yang lebih
luas atau suatu kepentingan umum tertentu kepentingan publik/negara).
Demikian pula pada Negara-negara yang menjalankan sistem Marxisme atau
komunisme. Negara tetap sebagai pemilik sarana produksi seperti tanah. Rakyat
hanya sebagai pemegang hak pakai atau penyewa dengan syarat-syarat dan
cara pemanfaatan yang lebih longgar. Di Republik Rakyat Cina (RRC), rakyat
menyewa atau memakai tanah Negara untuk sesuatu jangka panjang. Rakyat
bebas menentukan cata-cara pemanfaatan, cata-cara penjualan hasil, dan
bebas pula menikmati hasil-hasilnya. Hal ini sangat mendorong peningkatan
produksi dan kesejahteraan petani atau pemakai tanah10.
Sistem pemilikan tanah bangsa Indonesia tergolong unik dibanding bangsa
lain. Hak ulayat bukanlah sistem kepemilikan komunitas seperti diinginkan Plato
atau kaum Karl Marx. Sistem pemilikan ulayat tidak ada struktur kekuasaan
yang dapat dipandang sebagai pemegang hak atas tanah ulayat beserta
tumbuh-tumbuhah diatasnya. Rakyat sebagai anggota masyarakat hukum
(rechts gemeens chap) yang bersangkutan, pada dasarnya bebas
memanfaatkan hak ulayat sepanjang tidak bersentuhan dengan hak-hak sesama
anggota masyarakat hukum lainnya, misalnya tanah pernah dibuka
(dipergunakan) oleh anggota yang lain. Kalaupun ada semacam campur tangan
penguasa adat atau kepala desa, hal ini lebih bersifat pemberitahuan dari pada
sebagai pemilik. Yang lebih unik, pembukaan atau penggunaan hak ulayat
secara ilmiah, menumbuhkan hubungan pribadi antara tanah yang dibuka
(digunakan) dengan pembuka tanah yang dapat berproses sampai pada
pemilikan. Proses ini oleh Supomo disebut individualisering process dan oleh
Malinkrodt disebut sebagai vereconmisering process11.
Keunikan lain yaitu hubungan antara individu dengan tanah ditentukan oleh
intensitas hubungan individu yang bersangkutan baik dalam pemanfaatan
secara terus-menerus maupun dengan tanda-tanda tertentu yang

10
Aslan Noor, konsepsi hak milik atas tanah bagi bangsa Indonesia, disertai PPS Unpad, Bandung Tahun
2003, Hlm. 36
11
Ibid

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 12


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

menghubungkan individu dengan tanah yang bersangkutan seperti ada tanaman


kelapa, buah-buahan dan lain sebagainya. Hubungan semacam ini oleh
Djodjodiguno disebut sebagai hubungan mulur mungkeret atau oleh Ter Haar
disebut sebagai teori bola (baltheorie). Berbagai keunikan tersebut menjadi
salah satu pilar pemikiran UU No.5 Tahun 1960 dan berbagai undang-undang
yang berkaitan dengan tanah serta, kekayaan alam yang ada di atas atau di
dalam tanah tersebut. Tetapi, pembentukan undang-undang menyadari juga
berbagai keterbatasan sistem pemilikan tanah asli dan berbagai kebutuhan baru
bertalian dengan tanah. Karena itu, selain pembatasan-pembatasan terhadap
asas dan kaidah hukum adat, juga dimasukkan berbagai unsur baru hubungan
perorangan dengan tanah, seperti HGB, HGU, dan administrasi pertanahan
seperti sertifikat yang diatur dalam undang-undang tersebut12.
Didorong oleh keinginan mengintegrasikan antara pemilikan asli dengan
berbagai kebutuhan baru, UU No.5 Tahun 1960 melahirkan berbagai keunikan
baru yang tidak jarang menimbulkan masalah-masalah dalam pelaksanaannya
seperti: hukum agaia adalah hukum adat, hak milik adalah hak terkuat dan
terpenuh, negara yang hanya dikatakan menguasai tanah tetapi dipihak lain
berwewenang melahirkan hak milik perorangan atas tanah, larangan
menelantarkan yang akan menjadi dasar hapusnya hak milik atas tanah dengan
mengenyampingkan prinsip bahwa tanah dipandang sebagai hak asasi dan lain-
lain. Beberapa hal tersebut menunjukkan, meskipun UU No.5 Tahun 1960
adalah dasar-dasar hak-hak atas tanah seperti hak milik, temyata masih ada hal-
hal yang secara konseptual memerlukan pengkajian mendalam.
Teori Hukum kodrat mengekspresikan bahwa manusia terlahir dilekati tiga
hak mendasar (mencherechten), yaitu : hak untuk hidup, bebas dan memiliki
harta kekayaan (yang secara sempit dapat diartikan tanah13) yang oleh United
Of Nation Organitation (UNO) di deklarasikan sebagai Hak Asasi Manusia Untuk
melindungi. Hak Asasi Manusia tersebut perlu kekuatan besar yang disebut
negara hukum, dalam hal ini Bagir Manan, Abrar dan Van Kan menyebutnya
Negara Hukum Kesejahteraan (wefrastaat).

12
Aslan Noor, Op. Cit..Hal. III
13
Jhon Locke, Two Treases of Civil Gouvernmen,

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 13


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Negara Indonesia mengandung corak negara hukum kesejahteraan


sebagaimana tercantum secara explisit dalam pembukaan dan batang tubuh
UUD45. Konsepsi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk kepentingan
umum merupakan pengejawantahan dari prinsip-prinsip ketersediaan tanah
guna pembangunan nasional dalam bentuk fisik. Pembangunan nasional
merupakan pengejawantahan dari komitmen tujuan negara kesejahteraan.
Negara kesejahteraan berperan menyelenggarakan pembangunan fisik dan
mental warga negara untuk mewujudkan pembangunan manusia indonesia
seutuhnya.
Secara konseptual pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum terkait dengan konsep mekanisme pencapaian tujuan
negara, yang terdapat dalam suatu teori corak negara kesejahteraan (welfra
staat) sebagaimana digagas oleh Lord Acton.
Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibentuk dengan tujuan untuk
mensejahterakan rakyatnya (alinea ke-empat Pembukaan UUD 45). Artinya
NKRI adalah Negara yang becorak negara kesejahteraan. Sebagai Negara
kesejahteraan wajib mengadakan pembangunan, dan setiap pembangunan fisik
pasti membutuhkan tanah, dan pemerintah atas nama negara wajib
menyediakan tanah untuk pembangunan tersebut dengan cara-cara terhormat,
ilmiah dan penuh rasa tanggung jawab, yang secara keilmuan disebut Metoda
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang ditetapkan pada bulan Januari
2012, merupakan undang-undang yang ditunggu-tunggu. Alasan diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 karena pelaksanaan pengadaan tanah
pada saat ini masih lambat dalam mendukung pembangunan infrastruktur.
Pelaksanaan pengadaan tanah selama ini masih dilakukan secara ad hoc dan
menimbulkan banyak permasalahan serta belum menjamin kepastian waktu
dalam pembebasan tanahnya. Sebagai peraturan pelaksana dari Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatur teknis pembebasan lahan, maka
pada tanggal 7 Agustus 2012 yang lalu, Presiden telah menerbitkan Perpres
Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 14


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam perkembangan berikutnya


Perpres Nomor 71 Tahun 2012 diubah dan disempurnakan dengan terbitnya
Perpres Nomor 40 Tahun 2014, Perpres Nomor 99 Tahun 2014, Perpres Nomor
30 Tahun 2015 dan Perpres Nomor 148 Tahun 2015.
Namun, dalam perjalanan waktu penetapan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 ini tidak lepas dari pro dan kontra dari beberapa elemen masyarakat.
Sudah terdapat upaya judicial review dari beberapa Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Anti Perampasan
Tanah Rakyat (Karam Tanah) yang beranggotakan Serikat Petani Indonesia
(SPI), Indonesian Human Right Committee for Social Justice (IHCS), Yayasan
Bina Desa Sadajiwa, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Koalisi Rakyat
untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Walhi, Aliansi Petani Indonesia (API), Sawit
Watch, Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KruHA), Perserikatan Solidaritas
Perempuan, Yayasan Pusaka, Elsam, Indonesia for Global Justice, dan Serikat
Nelayan Indonesia (SNI), yang menilai Undang-Undang tersebut tidak berpihak
kepada masyarakat.

B. PENGERTIAN PENGADAAN TANAH


Pengertian Pengadaan Tanah dari berbagai peraturan perundang-
undangan antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pasal 1 butir 2 yang berbunyi
“pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara
memberik ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.”
2. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum pasal 1 butir 1 yang
berbunyi “Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan
tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas
tanah tersebut.”

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 15


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

3. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan


Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum pasal 1 butir 1 yang berbunyi
“Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan
cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan
tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.”
4. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum hanya berumur
kurang dari setahun. Kemudian pada tanggal 5 Juni 2006 diterbitkan
Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tentang tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang kemudian
diperbarui lagi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
(selanjutnya disebut UU No.2 Tahun 2012).

Pemerhati masalah tanah menilai bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun


2012 memuat kewenangan pemerintah dengan dalih membangun fasilitas
umum, yang sesungguhnya tidak digunakan demi kepentingan umum, tetapi
lebih berorientasi pada kepentingan bisnis seperti membangun jalan tol dan
pelabuhan. Selain itu, terdapat beberapa kritik terkait klausula yang dinilai
kurang tepat serta beberapa ketentuan yang memerlukan tambahan penjelasan
dan beberapa materi yang belum tercakup dalam peraturan ini.
Pengadaan tanah yang terutama berfungsi menjamin tersedianya tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum (terbebas dari hak-hak
masyarakat, memperoleh ganti kerugian yang layak dan berkeadilan bagi bekas

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 16


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

pemegang haknya, sesuai dengan rencana pembangunan/sesuai arahan teknis


dan RTRW dan kehidupan masyarakat terlihat maju pasca pembangunan
tersebut) .
Pemerintah atas nama negara wajib menyediakan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum tersebut. Konsep negara hukum
kesejahteraan (welfra staat) menegaskan, bahwa negara tidak mempunyai
hubungan memiliki dengan tanah tetapi mempunyai hubungan menguasai
(verorgaangstate). Yang mempunyai hubungan memiliki dengan tanah dalam
konsep hukum dan politik adalah rakyat, badan hukum dan masyarakat hukum
serta pemerintah pusat dan daerah. Oleh karena itu, pengadaan tanah
mengandung substansi mendalam tentang hubungan memiliki tersebut
dikarenakan dari konsep tersebut akan menjadi jelas bahwa dalam pengadaan
tanah akan ada suatu cara prinsipil untuk membebaskan tanah hak dari
masyarakat dengan pendekatan-pendekatan yang manusiawi dan berkeadilan.
Berkaitan dengan itu, Arie S. Hutagalung menyebutkan, bahwa terhadap
hak-hak masyarakat yang sudah setel, dimungkinkan akan gangguan baik oleh
masyarakat lain maupun oleh penguasa (pemerintah yang berkuasa) 14, apalagi
terhadap penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum, penguasa dalam menjalankan tugasnya cenderung
bersalah guna (ten to corrupt)15, karena jika tidak hati-hati metoda pengadaan
tanah rentan terjadi pemaksaan kehendak, mark-up, penggelembungan dan
berbagai aksi pelanggaran HAM lainnya. Oleh karena itu, perlu perangkat
peraturan yang kuat untuk mengaturnya, seperti UUPA agar hak-hak
masyarakat terlindungi16
Lebih lanjut Arie S. Hutagalung17 menyatakan Proyek-proyek pengadaan
tanah terutama yang memerlukan areal yang luas memerlukan perlindungan
hak-hak bekas pemegang haknya, sebab rentan akan kehilangan tanahnya

14
Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, LPHI, Jakarta, 2005, Hal. 151
15
Lord Acton mengatakan, bahwa manusia dalam menjalankan kekuasaannya cendrung bersalah guna
, apalagi dalam perbuatan yang benyak melibatkan negara dalam urusan pengadaan tanah untuk slan Noor, Op.
Cit, Hal...
16
Arie S. Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah (Suatu Kumpulan Karangan), FH UI, Jakarta, 2002,
Hal. 96
17
Arie S. Hutagalung, Tbaran.., Op. Cit, Hal.107

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 17


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

(luput dari pendataan yuridis dan fisik) serta semena-mena dalam menetapkan
ganti rugi karena pemerintah atau pelaksana diberi kewenangan
spesial/istimewa dalam menjalankan tugasnya bahkan dapat mempergunakan
hak dikresi atau pencabutan hak jika terjadi pembangkangan.
Sesungguhnya, fungsi yang konkret dari penyelenggaraan pengadaan
tanah secara praktik adalah untuk memudahkan pelaksana (penguasa)
memperoleh tanah sesuai ketentuan prinsipil dan prosedural dari tata
perundang-undangan tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum. Jadi, secara aksiologi bahwa dibalik kewenangan
pemerintah (penguasa/pelaksana) menyediakan tanah terkandung pula
kewajiban menyiapkan konsep teoritis serta pelaksanaan tentang :
1. ganti rugi yang layak dan berkeadilan terhadap pemegang hak yang terkena
areal pembangunan,
2. konsep dokumenen yang reasenal dan rasional (logic dan penuh rasa
tanggung jawab) pada tahap perencanaan, dan aspek koordinasi/konsultasi
publik yang didasari musyawarah mufakat sesuai RTRW/rencana
pembangunan/melibatkan tim pendamping yang indevenden/membuka ruang
privasi lembaga keberatan, yang semua ini akan menghasilkan penetapan
lokasi
3. mekanisme konsinyasi karena ada penolakan bagi pemegang hak yang
terkena areal pembangunan, yang merupakan tugas poko, fungsi dan
tanggung jawab pengadilan
4. keterlibatan sepenuhnya lembaga penilai (afraisal) dalam menetukan harga
tanah, bangunan dan tanaman
5. Audisi terhadap bekas pemegang hak pasca pelaksanaan pengadaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum

C. AZAS DAN TUJUAN PENGADAAN TANAH


Pasal 2 UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum”, Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
dilaksanakan berdasarkan azas:
a. kemanusiaan;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 18


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

“asas kemanusiaan” adalah Pengadaan Tanah harus memberikan


pelindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat, dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
b. keadilan;
“asas keadilan” adalah memberikan jaminan penggantian yang layak kepada
Pihak yang Berhak dalam proses Pengadaan Tanah sehingga mendapatkan
kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik.
c. kemanfaatan;
“asas kemanfaatan” adalah hasil Pengadaan Tanah mampu memberikan
manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
d. kepastian;
“asas kepastian” adalah memberikan kepastian hukum tersedianya tanah
dalam proses Pengadaan Tanah untuk pembangunan dan memberikan
jaminan kepada Pihak yang Berhak untuk mendapatkan Ganti Kerugian yang
layak.
e. keterbukaan;
“asas keterbukaan” adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan
dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan Pengadaan Tanah.
f. kesepakatan;
“asas kesepakatan” adalah bahwa proses Pengadaan Tanah dilakukan
dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan
kesepakatan bersama.
g. keikutsertaan;
“asas keikutsertaan” adalah dukungan dalam penyelenggaraan Pengadaan
Tanah melalui partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan.
h. kesejahteraan;
“asas kesejahteraan” adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan
dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan Pihak yang
Berhak dan masyarakat secara luas.
i. keberlanjutan;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 19


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

“asas keberlanjutan” adalah kegiatan pembangunan dapat berlangsung


secara terus-menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
j. keselarasan.
“asas keselarasan” adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan
dapat seimbang dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara.

Adapun tujuan dari pengadaan tanah adalah:


Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan hukum Pihak yang Berhak
(Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 3)

D. POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH


a. Terjaminnya hak-hak masyarakat atas tanah.
Penilaian Harga Tanah dilakukan oleh Penilai yang telah ditetapkan oleh
Lembaga Pertanahan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan
(Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012). Dimana
Penilaia yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31ayat (1)
wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah
dilaksanakan.Pelanggaran terhadap kewajiban Penilai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang
b. Terhindarnya masyarakat dari proses spekulasi tanah.
Pihak yang Berhak hanya dapat memberikan kuasa kepada 1 (satu) orang
penerima kuasa atas 1 (satu) atau beberapa bidang tanah yang terletak pada
1 (satu) lokasi Pengadaan Tanah. (Pasal 71 ayat (2) Perpres 71 Tahun 2012).
c. Terjaminnya perolehan tanah untuk kepentingan umum.
Penitipan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada Pasal 86 ayat (2)
Perpres 71 Tahun 2012, dilakukan dalam hal:

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 20


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

a) Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian


berdasarkan hasil musyawarah dan tidak mengajukan keberatan ke
pengadilan;
b) Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian
berdasarkan putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
c) Pihak yang Berhak tidak diketahui keberadaannya; atau
d) Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian:
1. sedang menjadi Objek perkara di pengadilan;
2. masih dipersengketakan kepemilikannya.
3. diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau
4. menjadi jaminan di bank.
d. Panitia Pengadaan Tanah
Susunan keanggotaan pelaksanaan Pengadaan tanah yang diselenggarakan
oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional, ditetapkan oleh ketua Pelaksana
Pengadaan Tanah yaitu Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
yang berunsurkan paling kurang :
1. pejabat yang membidangi urusan pengadaan Tanah di lingkungan kantor
Wilayah BPN;
2. Kepala Kantor Pertanahan setempat pada lokasi Pengadaan Tanah;
3. pejabat satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan
pertanahan;
4. Camat setempat pada lokasi Pengadaan tanah;dan
5. Lurah/kepala desa atau nama lain pada lokasi pengadaan tanah.

E. PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN


UMUM SEBELUM BERLAKUNYA UU 2/2012
Review terhadap beberapa negara menunjukkan tidak ada negara yang
tidak memiliki kewenangan untuk mengambil tanah untuk kepentingan
pembangunan. Kecepatan pertumbuhan ekonomi di the new emerging market
tidak terlepas dari proses pengambilan tanah untuk pembangunan infrastruktur
dan wilayah perkotaan. Negara-negara seperti Cina, Korea Selatan, dan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 21


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Singapura melakukan pembebasan tanah secara besar-besaran untuk


kepentingan transportasi, perkantoran, fasilitas energi dan infrastruktur lainnya.
Beberapa literatur juga menujukkan trend penurunan pengambilan tanah oleh
pemerintah (Azuela, 2007). Pengambilan tanah oleh pemerintah bukan saja
makin menurun tapi juga semakin sulit untuk dilakukan. Menurut Azuela,
terdapat beberapa faktor yang menyebabkan makin sulitnya pengambilan tanah
oleh pemerintah yaitu:
a) meluasnya ketidakpuasan masyarakat terhadap praktik-praktik pengambilan
tanah oleh pemerintah,
b) meningkatnya independensi lembaga peradilan,
c) menguatnya tekanan dari pemberitaan media massa, dan
d) dampak implementasi perjanjian internasional.
Berdasarkan review atas implementasi pengadaan tanah untuk
kepentingan umum dari beberapa negara, terdapat beberapa permasalahan
yang dapat dijadikan pelajaran bagi proses pengaturan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia. Dari analisa terhadap
masalah pengadaan tanah untuk pembangunan di berbagai negara, dapat
disimpulkan: Pertama, hampir di seluruh negara pengadaan tanah untuk
pembangunan menjadi semakin sulit dilakukan. Ketidakpuasan masyarakat,
makin independennya lembaga peradilan, tekanan pers, dan perjanjian
internasional menjadi faktor-faktor sulitnya pembebasan tanah. Untuk Indonesia,
diperkirakan trend ini juga akan terjadi. Kedua, tidak ada praktik pengadaan
tanah untuk pembangunan yang benar-benar sempurna. Hampir di semua
negara yang menjadi sampel mengalami permasalahan. Hanya saja, tingkat
kerumitan permasalahan dan dampaknya pada penundaan proyek berbeda-
beda. Untuk Indonesia, saat ini adalah momentum untuk perbaikan terhadap
kebijakan, prosedur, dan praktik-praktik pengadaan tanah untuk pembangunan.
Ketiga, pelaksanaan pembebasan tanah dapat dipermudah dengan dua
pendekatan.
a. Pendekatan dengan meningkatkan keberpihakan dan penghormatan
terhadap pemilik hak atas tanah Pendekatan ini dilakukan dengan
mengedepankan sosialisasi, negosiasi, dan pemberian kompensasi yang

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 22


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

lebih komprehensif. Pendekatan yang mengedepankan sosialisasi, negosiasi,


dan pemberian kompensasi yang lebih komprehensif memiliki konsekuensi
pada ketersediaan anggaran. Pemberian kompensasi secara komprehensif
membutuhkan dana yang besar. Dengan demikian, penetapan kebijakan
terhadap komponen apa saja yang akan diperhitungkan dan bagaimana
metode perhitungannya harus memperhatikan kemampuan keuangan
Negara.
b. Pendekatan dengan memperkuat kewenangan negara untuk mengambil
tanah pada harga yang ditetapkan walaupun tanpa kerelaan pemilik tanah
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan kewenangan yang diberikan
Undang-Undang. Pendekatan yang mengedepankan kewenangan
pencabutan hak membutuhkan ketegasan sikap dan wibawa pemerintah dan
aparatnya. Penggunaan kewenangan pencabutan hanya efektif dilaksanakan
oleh pemerintah dan aparatnya yang dikenal memiliki integritas dan tidak
memiliki vested interest dalam setiap tindakannya. Rendahnya integritas dan
buruknya reputasi pemerintah dan aparatnya di mata masyarakat akan
menyebabkan resistensi dari masyarakat.
Mengacu pada hasil review pengadaan tanah oleh Pemerintah pada
beberapa negara serta untuk menjamin terselenggaranya pembangunan untuk
kepentingan umum, diperlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan
mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil. Untuk
mengakomodir hal tersebut, maka pada tahun 2012, Pemerintah bersama DPR
telah menetapkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sebagai pelaksanaan
amanat Pasal 53 dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Agustus lalu telah menandatangani Perpres
Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Perpres ini mengatur tata cara
pengadaan tanah untuk kepentingan umum dari tahapan perencanaan, tahapan
persiapan, tahapan pelaksanaan, sampai dengan penyerahan hasil. Sebelum
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, pengaturan tentang
pengadaan tanah didasarkan pada Perpres Nomor 36 Tahun 2005 yang

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 23


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

kemudian diubah menjadi Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan


Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sesuai
Perpres tersebut, pengadaan tanah dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah
yang bersifat ad-hoc. Prosesnya sering terhambat oleh diskontinuitas anggaran.
Selain itu, masalah lain yang sering muncul adalah definisi pembangunan untuk
kepentingan umum yang masih banyak diperdebatkan. Dan yang lebih penting
lagi, pengadaan tanah juga bersinggungan dengan isu hukum mendasar seperti
hak azasi manusia, prinsip keadilan, prinsip keseimbangan antara kepentingan
negara dengan kepentingan masyarakat baik secara individu maupun kelompok.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 merupakan sebuah langkah perbaikan,
karena peraturan perundang-undangan sebelumnya dianggap belum memenuhi
rasa keadilan bagi pihak yang kehilangan tanahnya. Dengan diterbitkannya
undang-undang tersebut diharapkan dapat mengatasi permasalahan-
permasalahan dalam pengadaan tanah.
Beberapa permasalahan mendasar dalam proses pengadaan tanah
selama ini antara lain: pertama, belum tersedianya aturan dasar, prinsip,
prosedur dan mekanisme pengadaan tanah; kedua, belum ditetapkannya
kelembagaan pengadaan tanah; ketiga, tidak adanya peraturan khusus
pembiayaan pengadaan tanah; dan keempat, belum jelasnya kriteria kegiatan
yang dapat dikategorikan sebagai kepentingan umum. Keempat permasalahan
tersebut menjadi salah satu penghambat untuk mencapai tujuan pembangunan
untuk kepentingan umum.

F. LANDASAN PENYUSUNAN UU 2/2012


Jika ditelaah secara seksama, pada bagian konsiderans Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 termaktub politik perundang-undangan (legal politics)
sebagai berikut:
a. bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu melaksanakan
pembangunan;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 24


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

b. bahwa untuk menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan


umum, diperlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan
mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil;
c. bahwa peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum belum dapat menjamin perolehan
tanah untuk pelaksanaan pembangunan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu membentuk undang-undang tentang pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Dasar filosofi yang harus menjadi basis Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2012 sebagaimana pula halnya dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
adalah Pancasila khususnya sila kedua, keempat serta kelima sebagaimana
telah termaktub pada konsiderans Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 huruf
a dan b diatas. Seharusnya dengan pencantuman landasan filosofi tersebut
harus mempertegas bahwa kegiatan pembangunan yang dimaksud
sesungguhnya diabdikan untuk kepentingan siapa, dilakukan dengan cara yang
bagaimana, serta bagaimana langkah mencapai cara dimaksud. Sila–sila
Pancasila sebagaimana dinyatakan oleh Notonagoro (1984) merupakan pengisi
dan pengarah serta menjiwai setiap norma-norma yang hendak dirumuskan.
Tulisan Notonagoro yang sama menyatakan bahwa “Segala peraturan hukum
yang ada dalam negara Indonesia mulai saat berdirinya merupakan suatu tertib
hukum. Dalam setiap tertib hukum diadakan pembagian susunan yang hierarkis.
Setiap peraturan perundangan yang diundangkan seharusnya merupakan
penjabaran dari nilai-nilai yang terkandung dari sila-sila Pancasila yang
seharusnya tiap kualifikasi setiap rumusan sila pertama dalam rangkaian
kesatuan dengan sila-sila yang lainnya”.
Dapat dikatakan bahwa secara filosofis, maka Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 seolah-olah hendak menjalankan amanat yang terkandung pada
sila-sila Pancasila berpedoman pada prinsip kemanusiaan, demokratis serta
keadilan, walaupun pengaruh dari ideologi neo-kapitalis tak diragukan lagi. Salah
satu bukti yang nyata adalah masuknya kepentingan swasta dalam undang-
undang ini dengan dalih untuk kepentingan pembangunan. Selain itu,

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 25


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

permasalahan-permasalahan terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum


yang timbul sebagai akibat lemahnya pengaturan dalam Perpres Nomor 36
Tahun 2005 yang kemudian diubah menjadi Perpres Nomor 65 Tahun 2006
antara lain pelaksanaan pengadaan tanah yang masih lambat dalam mendukung
Pembangunan Infrastruktur, pelaksanaannya oleh panitia ad hoc dan
menimbulkan banyak permasalahan seperti tindak pidana, serta belum
menjamin kepastian waktu dalam pembebasan tanahnya menjadi dasar
sosiologis dan yuridis diterbitkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 guna
mendukung percepatan Pembangunan Infrastruktur dan sekaligus
mempercepat Pembangunan Ekonomi.

G. LEMBAGA PELAKSANA
Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 beserta
peraturan pelaksanaannya serta melihat dari peraturan-peraturan yang berlaku
sebelumnya, perlu kiranya kita memperbandingkan peran kelembagaan dalam
kurun waktu berlakunya Undang-Undang yang bersangkutan bila dikaitkan
dengan analisa hukumnya

Tabel 1. Perbandingan Peran Kelembagaan selama berlakunya Undang-Undang


No. Keppres 55/1993 Perpres 36/2005 Perpres 65/2006 UU 2/2012 Analisis
Hukum
1. Untuk memfasilitasi Dengan Untuk lebih -dalam rangka -Keputusan
perolehan meningkatnya meningkatkan mewujudkan presiden
hak-hak atas tanah pembangunan prinsip masyarakat berdasarkan
yang diperlukan untuk kepentingan penghormatan yang adil, prinsip filosofi
untuk kegiatan umum terhadap hak-hak makmur dan negara dan
pembangunan, yang memerlukan atas tanah yang sejahtera sinkronisasi
secara tanah, untuk sah dan kepastian berdasarkan peraturan
cepat, mudah pengadaannya hukum dalam Pancasila dan perundangan,
maka diperlukan perlu pengadaan tanah UUD maka keputusan
pengaturan dilakukan secara bagi pelaksanaan 1945 pemerintah presiden
tentang cepat dan pembangunan perlu bertentangan
Pengadaan transparan untuk kepentingan melaksanakan dengan filosofi
Tanah Untuk dengan tetap umum, dipandang pembangunan; Pancasila dan
Kepentingan memperhatikan perlu mengubah -untuk menjamin UUPA;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 26


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Pembangunan prinsip Peraturan terselenggaranya -Kedua


penghormatan Presiden No.36 pembangunan peraturan
terhadap hak-hak tahun 2005 tentang untuk presiden
yang sah atas Pengadaan kepentingan walaupun
tanah Tanah Bagi umum, diperlukan menghormati
Pelaksanaan tanah hak-hak atas
Pembangunan yang tanah yang
Untuk Kepentingan pengadaannya sah, namun tidak
Umum dilaksanakan jelas memberi
dengan interpretasi
mengedepankan otentik atas
prinsip makna
kemanusiaan, kepentingan
demokratis umum;
dan adil -tidak
memposisikan
BPN sebagai
lembaga
penentu
dalam
kepanitiaan
pengadaan
tanah;
-bertentangan
dengan prinsip
keadilan dalam
negara hukum
(rechtsstaat)
karena kurang
memberi
access to justice
bagi justice
seekers/
yustisiabel
2. Bestuurs Bestuurs Bestuurs tiga komponen diperlukan
bevoegdheid bevoegdheid bevoegdheid wewenang dasar hukum
yang besar yang besar yang besar (bevoegdheid) yang
(wewenang (wewenang (wewenang sudah nampak memperjelas
pemerintahan) pemerintahan) pemerintahan) tiga komponen

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 27


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

H. HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT


Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah, pihak yang berhak mempunyai
hak:
1. Mengetahui rencana penyelenggaraan pengadaan tanah; dan
2. Memperoleh informasi mengenai pengadaan tanah.
Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum,
setiap orang wajib mematuhi ketentuan pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum. Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum, masyarakat dapat berperan serta, antara lain:
1. Memberikan masukan secara lisan atau tertulis mengenai pengadaan tanah;
dan
2. Memberikan dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah.

I. DASAR HUKUM
Dasar hukum peraturan tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan U mum dan Peraturan Pelaksanaannya yaitu:
1. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012;
2. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014;
3. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014;
4. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015;
5. Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015;
6. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012;
7. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 6 Tahun 2015;
8. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 22 Tahun 2015;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2012;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.02/2013

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 28


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

BAB III
PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
BERDASARKAN UU 2/2012 DAN
PERATURAN PELAKSANANYA

Tata cara atau prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum telah diatur
secara jelas dalam UU PTUP dan peraturan pelaksananya, mulai dari tahapan
perencanaan, tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan, sampai dengan penyerahan
hasil berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Perpres Nomor 71
Tahun 2012 sebagai berikut.

A. TAHAP PERENCANAAN
Setiap instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum membuat rencana pengadaan tanah yang didasarkan pada:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah; dan
2. Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam:
o Rencana Pembangunan Jangka Menengah;
o Rencana Strategis; dan
o Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 29


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Rencana pengadaan tanah dibuat dalam bentuk dokumen perencanaan, yang


kemudian disampaikan kepada Gubernur.
Setiap instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum, agar menyusun Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah, yang
sedikitnya memuat:
1. Dasar, RTRW, RPJM, Renstra, RKP dan Renja
2. Maksud dan tujuan rencana pembangunan,
3. Kesesuaian dengan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Prioritas
Pembangunan,
4. Letak tanah,
5. Luas tanah yang dibutuhkan,
6. Gambaran umum status tanah,
7. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah dan pelaksanaan
pembangunan,
8. Perkiraan nilai tanah, dan
9. Rencana Kebutuhan Anggaran.

Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah tersebut disusun berdasarkan


studi kelayakan yang mencakup:
1. Kelayakan Lokasi (P4T)
2. survei sosial ekonomi,
3. kelayakan lokasi,
4. analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat,
5. perkiraan harga tanah,
6. dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat
pengadaan tanah dan bangunan, serta
7. studi lain yang diperlukan.
Dokumen Perencanaan tersebut selanjutnya diserahkan oleh instansi yang
memerlukan tanah kepada Gubernur yang melingkupi wilayah dimana letak
tanah berada.
Sedangkan kelembagaan yang terkait dalam tahap perencanaan yaitu:
1. Instansi Yang Memerlukan Tanah

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 30


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

2. Instansi Teknis Terkait


3. Lembaga Profesional
Sementara itu konsultasi publik dalam tahap perencanaan diperlukan agar
terjadi komunikasi antar pihak terkait guna kesepahaman dan kesepakatan atas
rencana pengadaan tanah.

B. TAHAP PERSIAPAN
Dalam tahapan pelaksanaan, Gubernur membentuk Tim Persiapan dalam
waktu paling lama 10 hari kerja, yang beranggotakan:
1. Bupati/Walikota,
2. SKPD Provinsi terkait,
3. instansi yang memerlukan tanah, dan
4. instansi terkait lainnya.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Tim Persiapan, Gubernur
membentuk sekretariat persiapan Pengadaan Tanah yang berkedudukan di
Sekretariat Daerah Provinsi. Adapun tugas Tim Persiapan sebagai berikut:
a. Melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan
Pemberitahuan rencana pembangunan ditandatangani Ketua Tim Persiapan
dan diberitahukan kepada masyarakat pada lokasi rencana pembangunan,
paling lama 20 hari kerja setelah Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
diterima resmi oleh Gubernur. Pemberitahuan dapat dilakukan secara
langsung melalui sosialisasi, tatap muka, dan/atau surat pemberitahuan, atau
melalui pemberitahuan secara tidak langsung melalui media cetak maupun
media elektronik.
b. Melakukan pendataan awal lokasi rencana pengadaan
Pendataan awal lokasi rencana pengadaan meliputi kegiatan pengumpulan
data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah bersama aparat
kelurahan/desa paling lama 30 hari kerja sejak pemberitahuan rencana
pembangunan. Hasil pendataan dituangkan dalam bentuk daftar sementara
lokasi rencana pembangunan yang ditandatangani Ketua Tim Persiapan
sebagai bahan untuk pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan.
c. Melaksanakan Konsultasi Publik rencana pembangunan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 31


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Konsultasi Publik rencana pembangunan dilakukan untuk mendapatkan


kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang Berhak dan
masyarakat yang terkena dampak, dan dilaksanakan paling lama 60 hari kerja
sejak tanggal ditandatanganinya daftar sementara lokasi rencana
pembangunan. Hasil kesepakatan atas lokasi rencana pembangunan
dituangkan dalam berita acara kesepakatan.
Apabila, dalam Konsultasi Publik, Pihak yang Berhak dan masyarakat yang
terkena dampak atau kuasanya tidak sepakat atau keberatan, maka
dilaksanakan Konsultasi Publik ulang paling lama 30 hari kerja sejak tanggal
berita acara kesepakatan. Jika dalam Konsultasi Publik ulang masih terdapat
pihak yang keberatan atas rencana lokasi pembangunan, instansi yang
memerlukan tanah melaporkan keberatan kepada Gubernur melalui Tim
Persiapan. Selanjutnya, Gubernur membentuk Tim Kajian Keberatan yang
terdiri atas:
1. Sekretaris Daerah Provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua
merangkap anggota;
2. Kepala Kantor Wilayah BPN sebagai sekretaris merangkap anggota;
3. Instansi yang menangani urusan pemerintahan di bidang perencanaan
pembangunan daerah sebagai anggota;
4. Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM sebagai anggota;
5. Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota;
6. Akademisi sebagai anggota.

Tugas Tim Kajian Keberatan meliputi:


a) Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan;
b) Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan;
c) Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan yang
ditandatangani Ketua Tim Kajian Keberatan kepada Gubernur.
Berdasarkan rekomendasi dari Tim Kajian, Gubernur mengeluarkan surat
diterima atau ditolaknya keberatan atas lokasi rencana pembangunan.
Penanganan keberatan oleh Gubernur dilakukan paling lama 14 hari kerja
sejak diterimanya keberatan. Dalam hal Gubernur memutuskan dalam

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 32


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

suratnya menerima keberatan, instansi yang memerlukan tanah membatalkan


rencana pembangunan atau memindahkan lokasi rencana pembangunan ke
tempat lain.
d. Menyiapkan Penetapan Lokasi Pembangunan
Penetapan Lokasi Pembangunan dibuat berdasarkan kesepakatan yang telah
dilakukan Tim Persiapan dengan Pihak yang Berhak atau berdasarkan karena
ditolaknya keberatan dari Pihak yang Keberatan. Penetapan Lokasi
Pembangunan dilampiri peta lokasi pembangunan yang disiapkan oleh
instansi yang memerlukan tanah.
Penetapan Lokasi Pembangunan berlaku untuk jangka waktu 2 tahun dan
dapat dilakukan permohonan perpanjangan waktu 1 kali untuk waktu paling
lama 1 tahun kepada Gubernur yang diajukan paling lambat 2 bulan sebelum
berakhirnya jangka waktu Penetapan Lokasi Pembangunan.
e. Mengumumkan Penetapan Lokasi Pembangunan
Pengumuman atas Penetapan Lokasi Pembangunan untuk kepentingan
umum paling lambat 3 hari sejak dikeluarkan Penetapan Lokasi
Pembangunan yang dilaksanakan dengan cara:
1) Ditempelkan di kantor Kelurahan/Desa, dan/atau kantor Kabupaten/Kota
dan di lokasi pembangunan;
2) Diumumkan melalui media cetak dan/atau media elektronik.
Pengumuman Penetapan Lokasi Pembangunan dilaksanakan selama paling
kurang 14 hari kerja.
f. Melaksanakan tugas lain yang terkait persiapan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum yang ditugaskan oleh Gubernur
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan antara lain :
1. Pemberitahuan Rencana Pembangunan
2. Pendataan Awal Lokasi
3. Konsultasi Publik / Konsultasi Publik Ulang (Bila Tim Kajian Keberatan/Ditolak
atau Diterima Keberatan Pihak yg Berhak dilakukan Pemindahan Lokasi)
4. SK Penetapan Lokasi
5. Pengumuman penetapan Lokasi
6. Keberatan Melalui PTUN (Penetapan Lokasi Dikukuhkan/Dibatalkan)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 33


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

7. Kasasi melalui MA (Penetapan Lokasi Dikukuhkan/Dibatalkan)


8. Penetapan Lokasi Berlaku 2 Tahun Dapat Diperpanjang 1 Tahun

Dalam hal ini, Gubernur dapat mendelegasikan kewenangan pelaksanaan


tahapan persiapan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum kepada Bupati/Walikota berdasarkan pertimbangan efisiensi, efektivitas,
kondisi geografis, sumber daya manusia dan pertimbangan lain.

C. TAHAP PELAKSANAAN
Berdasarkan Penetapan Lokasi Pembangunan untuk kepentingan umum,
instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan Pengadaan Tanah
kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dengan dilengkapi/dilampiri
Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah dan Penetapan Lokasi
Pembangunan. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadaan tanah
diserahkan kepada Kepala BPN, yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh
Kepala Kantor Wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah
(dengan pertimbangan efisiensi, efektifitas, kondisi geografis dan sumber daya
manusia, dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor Pertanahan), dengan
susunan keanggotaan berunsurkan paling kurang:
1. Pejabat yang membidangi urusan Pengadaan Tanah di lingkungan Kantor
Wilayah BPN;
2. Kepala Kantor Pertanahan setempat di lokasi Pengadaan Tanah;
3. Pejabat SKPD Provinsi yang membidangi urusan pertanahan;
4. Camat setempat pada lokasi Pengadaan Tanah;
5. Lurah/Kepala Desa atau nama lain pada lokasi Pengadaan Tanah.

Pelaksana Pengadaan Tanah kemudian melakukan penyiapan


pelaksanaan Pengadaan Tanah yang dituangkan dalam Rencana Kerja yang
memuat paling kurang:
1. Rencana pendanaan pelaksanaan;
2. Rencana waktu dan penjadwalan pelaksanaan;
3. Rencana kebutuhan pelaksana pengadaan;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 34


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

4. Rencana kebutuhan bahan dan peralatan pelaksanaan;


5. Inventarisasi dan alternatif solusi faktor-faktor penghambat dalam
pelaksanaan;
6. Sistem monitoring pelaksanaan.
Dalam melaksanakan kegiatannya, Ketua pelaksana pengadaan tanah
dapat membentuk satuan tugas yang membidangi inventarisasi dan identifikasi
(i) data fisik penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; dan
(ii) data pihak yang berhak (pihak yang menguasai atau memiliki objek
pengadaan tanah) dan objek pengadaan tanah (tanah, ruang atas tanah dan
bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau
lainnya yang dapat dinilai).
Satuan tugas melaksanakan pengumpulan data paling kurang:
1. Nama, pekerjaan, dan alamat pihak yang berhak;
2. Nomor Induk Kependudukan atau identitas diri lainnya pihak yang berhak;
3. Bukti penguasaan dan/atau pemilikan tanah, bangunan, tanaman, dan/atau
benda yang berkaitan dengan tanah;
4. Letak tanah, luas tanah dan nomor identifikasi bidang;
5. Status tanah dan dokumennya;
6. Jenis penggunaan dan pemanfaatan tanah;
7. Pemilikan dan/atau penguasaan tanah, bangunan, dan/atau benda lain yang
berkaitan dengan tanah;
8. Pembebanan hak atas tanah; dan
9. Ruang atas dan ruang bawah tanah.

Pelaksanaan Pengadaan Tanah secara garis besar meliputi:


1. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah
Dilakukan dengan jangka waktu paling lama 30 hari. Adapun kegiatannya
meliputi:
(1) Pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah; dan
(2) Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 35


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan,


dan pemanfaatan tanah tersebut wajib diumumkan di kantor
desa/kelurahan, kantor kecamatan dan tempat Pengadaan Tanah
dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja. Dalam hal tidak menerima
hasil inventarisasi, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan
kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dalam waktu paling lama 14
hari kerja terhitung sejak diumumkan hasil inventarisasi, untuk kemudian
dilakukan verifikasi dan perbaikan dalam waktu paling lama 14 hari kerja
terhitung sejak diterimanya pengajuan keberatan atas hasil inventarisasi.
2. Penilaian Ganti Kerugian
Hasil pengumuman dan/atau verifikasi serta perbaikan atas hasil
inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah
dan selanjutnya menjadi dasar penentuan Pihak yang Berhak dalam
pemberian Ganti Kerugian. Penetapan besarnya nilai ganti kerugian oleh
Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah berdasarkan hasil penilaian jasa
penilai atau penilai publik yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Ketua
Pelaksana Pengadaan Tanah yang penilaiannya dilaksanakan paling lama
30 hari kerja.
3. Musyawarah penetapan Ganti Kerugian
Pelaksana Pengadaan Tanah melakukan musyawarah dengan Pihak yang
Berhak dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian dari
Penilai disampaikan kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah untuk
menetapkan bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil
penilaian Ganti Kerugian. Hasil kesepakatan dalam musyawarah tersebut
menjadi dasar pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang
Berhak/kuasanya yang dimuat dalam berita acara kesepakatan. Dalam hal
tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti
Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari kerja setelah
musyawarah penetapan Ganti Kerugian. Pengadilan Negeri memutus
bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian dalam waktu paling lama 30 hari

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 36


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Pihak yang keberatan


terhadap putusan Pengadilan Negeri, dalam waktu paling lama 14 hari
kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Mahkamah
Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja
sejak permohonan kasasi diterima. Putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah
Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar
pembayaran Ganti Kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan.
4. Pemberian Ganti Kerugian
Pemberian ganti kerugian dapat dilakukan dalam bentuk:
(a) Uang
(b) Tanah Pengganti
(c) Pemukiman kembali
(d) Kepemilikan saham
(e) Bentuk lain yang disetujui kedua belah pihak
Pelaksana Pengadaan Tanah membuat penetapan mengenai bentuk ganti
kerugian berdasarkan berita acara kesepakatan dan/atau putusan Pengadilan
Negeri/Mahkamah Agung. Pemberian Ganti Kerugian dibuat dalam berita acara
pemberian Ganti Kerugian yang dilampiri dengan:
a) Daftar Pihak yang Berhak penerima Ganti Kerugian
b) Bentuk dan besarnya Ganti Kerugian yang telah diberikan
c) Daftar dan bukti pembayaran/kwitansi
d) Berita acara pelepasan hak atas tanah dan penyerahan bukti penguasaan
atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah kepada instansi yang
memerlukan tanah melalui Pelaksana Pengadaan Tanah.
Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti
Kerugian berdasarkan hasil musyawarah atau putusan pengadilan
negeri/Mahkamah Agung, Ganti Kerugian dititipkan di Pengadilan Negeri
setempat. Penitipan Ganti Kerugian juga dilakukan terhadap:
a) Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian tidak diketahui
keberadaannya;
b) Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian:
(1) sedang menjadi objek perkara di pengadilan;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 37


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

(2) masih dipersengketakan kepemilikannya;


(3) diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau
(4) menjadi jaminan di bank.
Pada saat pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak
telah dilaksanakan atau pemberian Ganti Kerugian sudah dititipkan di
Pengadilan Negeri, kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari Pihak yang Berhak
menjadi hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya
menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Terhadap objek pengadaan
tanah yang telah diberikan ganti kerugian atau ganti kerugian telah dititipkan di
pengadilan negeri atau yang telah dilaksanakan pelepasan hak objek
pengadaan tanah, hubungan hukum antara pihak yang berhak dan tanahnya
hapus demi hukum.

D. TAHAP PENYERAHAN HASIL


Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan hasil pengadaan tanah
kepada instansi yang memerlukan tanah disertai data Pengadaan Tanah paling
lama 7 hari kerja sejak pelepasan hak Objek Pengadaan Tanah dengan berita
acara. Penyerahan tersebut berupa bidang tanah dan dokumen pengadaan tanah.
Instansi yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan pembangunan setelah
dilakukan penyerahan hasil pengadaan tanah oleh ketua pelaksana pengadaan tanah.
Setelah proses penyerahan, paling lama 30 hari kerja instansi yang
memerlukan tanah wajib melakukan pendaftaran/ pensertifikatan untuk dapat
dimulai proses pembangunan. Pendanaan atas pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum, dibebankan pada instansi yang
memerlukan tanah dan dituangkan dalam dokumen penganggaran yang
bersumber dari APBN/APBD. Dalam rangka efisiensi dan efektivitas, pengadaan
tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 1 hektar, dapat
dilakukan secara langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan para
pemegang hak atas tanah dengan cara jual beli atau cara lain yang disepakati
kedua belah pihak.
UU Pengadaan Tanah dan Perpres Pengadaan Tanah diharapkan dapat menjadi
landasan hukum yang kuat untuk Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 38


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

mengadakan tanah bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan (sustainable


development) sehingga proyek-proyek Pemerintah dapat berjalan dengan baik dan
lancar.

BAB IV
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
UU 2/2012

A. KEKURANGAN UU 2/2012
Dalam perjalanannya, pengesahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
menemui hambatan dimana terdapat permohonan judicial review dari Koalisi
Rakyat Anti Perampasan Tanah Rakyat (Karam Tanah) yang berpendapat
bahwa substansi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 belum berpihak kepada
kepentingan rakyat. Hal tersebut terkait definisi tentang ‘pembangunan untuk

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 39


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

kepentingan umum’ yang didalamnya terlihat mengakomodir kepentingan


swasta dalam Undang-Undang ini dengan dalih untuk kepentingan
pembangunan. Definisi pembangunan untuk kepentingan umum pada dasarnya
sudah diuraikan dalam Pasal 1 angka 6, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 10 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012.
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
disebutkan definisi mengenai kepentingan umum sebagai kepentingan bangsa,
negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pada Pasal 9 ayat (1) lebih lanjut
dijelaskan bahwa penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan
kepentingan masyarakat. Kemudian dalam Pasal 10 Undang-Undang ini
ditentukan bahwa tanah untuk kepentingan umum digunakan untuk
pembangunan:
a. pertahanan dan keamanan nasional;
b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan
fasilitas operasi kereta api;
c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran
pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;
h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
j. fasilitas keselamatan umum;
k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
m. cagar alam dan cagar budaya;
n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta
perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 40


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;


q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
r. pasar umum dan lapangan parkir umum.
Isi ketentuan pasal-pasal di atas oleh beberapa kalangan dianggap telah
menghilangkan hak warga negara untuk menentukan jenis-jenis pembangunan
untuk kepentingan umum dan mana yang bukan. Sebab, Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 ini telah mendefinisikan sendiri dan menentukan jenis-jenis
pembangunan yang dikategorikan untuk kepentingan umum (Andrinof A.
Chaniago, Dosen FISIP UI selaku Ahli dalam Sidang pengujian Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 di Mahkamah Konstitusi).
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal diatas, yaitu pada Pasal 10
dicontohkan bahwa pembangunan jalan tol dan semua jenis proyek pelabuhan
tidak tepat jika dikategorikan sebagai kepentingan umum karena dikelola secara
bisnis dan melayani kalangan tertentu saja. Selain itu, dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 ini tidak ditemukan mengenai definisi kepentingan
pembangunan dan kepentingan masyarakat yang menjadi syarat
penyelenggaraan ‘kepentingan umum’ sebagaimana dicantumkan dalam
ketentuan Pasal 9 ayat (1). Hal ini menunjukkan masih terdapatnya kekaburan
definisi pembangunan untuk kepentingan umum dalam Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2012 seperti halnya peraturan-peraturan sebelumnya. Selain itu, dalam
Pasal 39, Pasal 42 ayat (1) dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
diatur bahwa dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya
Ganti Kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu 14 hari kerja
setelah musyawarah penetapan Ganti Kerugian, karena hukum Pihak yang
Berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya Ganti Kerugian. Ganti
Kerugian tersebut kemudian dititipkan di pengadilan negeri setempat. Pada saat
pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak telah dilaksanakan
atau pemberian Ganti Kerugian sudah dititipkan di pengadilan negeri,
kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari Pihak yang Berhak menjadi hapus dan
alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang
dikuasai langsung oleh negara.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 41


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Hapusnya kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari pihak yang berhak yang
menolak hasil musyawarah tetapi tidak mengajukan keberatan sebagaimana
diatur Pasal 39, 42 ayat (1) dan 43 di atas, menunjukkan represifnya Undang-
Undang ini yang sengaja ditabrakkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1961 tentang Pencabutan Hak-hak Tanah dan Benda-benda yang Ada
Diatasnya. Pasal 43 ini jelas tidak sesuai dengan apa yang telah diuraikan dalam
diktum Menimbang, Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 dan angka 10 serta Pasal
2 Undang-Undang ini sendiri yaitu pengadaan tanah untuk kepentingan umum
harus memperhatikan asas kemanusiaan, keadilan, kesepakatan, dan asas-
asas lain. Kemudian dalam Pasal 1 angka 4 dan Pasal 33 point b Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012 disebutkan bahwa obyek pengadaan tanah dan
penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai antara lain meliputi ruang
atas tanah dan bawah tanah. Definisi mengenai apa yang dimaksud ‘ruang atas
tanah dan bawah tanah’ pada pasal tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut dalam
Undang-Undang ini maupun peraturan pelaksananya. Hal ini menjadi kabur
apabila dihubungkan dengan bunyi Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
1945 yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, perlu kejelasan yang dimaksud serta batasan
ruang atas tanah dan bawah tanah. Hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan
penjelasan atas ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (atau sering disingkat UUPA)
dimana menyebutkan bahwa hak atas tanah meliputi permukaan bumi, ruang
atasnya dan bawahnya sekedar diperlukan yang berkaitan dengan permukaan
tanahnya. Namun, dalam UUPA tersebut belum menjelaskan mengenai definisi
dan batasan ruang atas tanah dan bawah tanah. Represifnya Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 juga terlihat pada Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3) yang
menyatakan bahwa Pihak yang Berhak harus menyerahkan bukti penguasaan
atau kepemilikan yang merupakan satu-satunya bukti yang sah menurut hukum
dan tidak dapat diganggu gugat di kemudian hari. Kalimat “tidak dapat diganggu
gugat di kemudian hari“ ini bertentangan dengan fakta hukum yang sedang
berlangsung di Indonesia, dalam hal ini Pasal 19 ayat (2) UUPA sebagai berikut:

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 42


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Pasal 19 UUPA:
(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
Bahwa Pasal 19 ayat (2) huruf c. UUPA menegaskan surat-surat tanda bukti hak
sebagai alat pembuktian yang kuat, dalam hal ini belum sebagai alat pembuktian
yang mutlak. Alat bukti kepemilikan tanah di Indonesia yang sudah berupa
Sertifikat Hak Atas Tanah saja setiap saat atau di kemudian hari masih dapat
diganggu gugat. Seperti halnya Perpres Nomor 65 Tahun 2006, Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 dan Perpres Nomor 71 Tahun 2012 sudah mengatur
batasan waktu untuk tiap tahap pengadaan tanah. Namun, masih terdapat
kekurangan dalam peraturan ini dimana belum diatur sanksi dalam hal batas
waktu untuk setiap tahapan terlampaui.

B. KELEBIHAN UU 2/2012
Namun, dibalik sifat represif dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
maupun Perpres Nomor 71 Tahun 2012 sebagai peraturan pelaksananya, tidak
dapat dipungkiri bahwa terdapat perbaikan yang signifikan dari peraturan
sebelumnya yaitu Perpres Nomor 65 Tahun 2006. Sebagai contoh, ketentuan
Pasal 35 yang menyatakan apabila dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena
Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan
peruntukan dan penggunaannya, Pihak yang Berhak dapat meminta
penggantian secara utuh atas bidang tanahnya. Bunyi pasal ini belum pernah
muncul di peraturan peraturan sebelumnya. Pasal ini muncul dalam rangka
mewujudkan pengadaan tanah yang adil. Setelah penetapan lokasi
pembangunan Pihak yang Berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya
kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Hal ini

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 43


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

untuk menghindari “calo” dan spekulan tanah, pembatasan ini belum pernah
muncul pada peraturan perundang-undangan sebelumnya. Selain itu, dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 maupun Perpres Nomor 71 Tahun 2012
telah diatur mengenai jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah yang jelas
dari mulai tahapan perencanaan, tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan,
sampai dengan penyerahan hasil, termasuk didalamnya pihak-pihak yang
berperan dalam masing-masing tahapan. Peraturan ini juga mengatur durasi
waktu setiap tahapan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum. Sebenarnya batasan waktu juga telah diatur dalam Perpres
Nomor 65 Tahun 2006, namun dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
maupun Perpres Nomor 71 Tahun 2012 sudah secara tegas mengatur durasi
waktu keseluruhan penyelenggaraan pembebasan tanah untuk kepentingan
umum paling lama (maksimal) 583 hari.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 maupun Perpres
Nomor 71 Tahun 2012 juga diatur keharusan instansi yang memerlukan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum agar menyusun dokumen
perencanaan pengadaan tanah. Karena itu harus disebutkan tujuan rencana
pembangunan, kesesuaian dengan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW),
letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, dan
perkiraan nilai tanah. Lalu selanjutnya diserahkan kepada Gubernur yang
melingkupi wilayah dimana letak tanah berada. Lebih lanjut, peraturan ini juga
menyinggung soal pengaturan ganti kerugian, pengalihan hak tanah, dan
lainnya. Selain itu, terdapat pengaturan soal penolakan dari pihak yang berhak
untuk penggantian rugi atas lahan tersebut dan sengketa lahan di pengadilan.
Terkait pengaturan sumber dana pengadaan tanah, termasuk pengadaan tanah
berskala kecil maupun pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur
minyak, gas, dan panas bumi juga tidak luput diatur didalamnya.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 44


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

BAB V
STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT
JENDERAL PENGADAAN TANAH

Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah, adalah unsur pelaksana yang berada di


bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala. Direktorat Jenderal
Pengadaan Tanah dipimpin oleh Direktur Jenderal.
Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah, penilaian tanah,
pengaturan dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan pengendalian
pengadaan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang pengadaan tanah, penilaian tanah, pengaturan
dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan pengendalian pengadaan
tanah;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah, penilaian tanah, pengaturan
dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan pengendalian pengadaan
tanah;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengadaan tanah,
penilaian tanah, pengaturan dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan
pengendalian pengadaan tanah;
d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengadaan tanah, penilaian
tanah, pengaturan dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan
pengendalian pengadaan tanah;
e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengadaan tanah, penilaian tanah,
pengaturan dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan pengendalian
pengadaan tanah;
f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah; dan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 45


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala.

Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah terdiri atas:


a. Sekretariat Direktorat Jenderal;
b. Direkorat Pemanfaatan Tanah Pemerintah;
c. Direktorat Pembinaan Pengadaan dan Penetapan Tanah Pemerintah;
d. Direkorat Penilaian Tanah; dan
e. Kelompok Jabatan Fungsional.

A. SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL


Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan
pemberian pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi di
lingkungan Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah. Dalam melaksanakan tugas,
Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi dan penyusunan rencana program dan anggaran;
b. koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan dan
advokasi hukum;
c. pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan;
d. pelaksanaan urusan kepegawaian;
e. pelaksanaan urusan keuangan dan barang milik negara; dan f. pengelolaan
urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah.
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas:
a. Bagian Program dan Hukum;
b. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan
c. Kelompok Jabatan Fungsional.

1. Bagian Program dan Hukum


Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan koordinasi dan
penyusunan rencana program dan anggaran serta rancangan peraturan
perundang-undangan dan advokasi hukum.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian Program dan Hukum menyelenggarakan
fungsi:

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 46


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

a. penyiapan koordinasi dan penyusunan rencana program dan anggaran;


b. pelaksanaan fasilitasi administrasi kerja sama di lingkungan Direktorat
Jenderal Pengadaan Tanah.;
c. penyiapan koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundang-
undangan dan pemberian advokasi hukum; dan
d. penyiapan pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan kinerja
Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah.

Bagian Program dan Hukum terdiri atas:


a. Subbagian Program;
Subbagian Program mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
koordinasi dan penyusunan rencana program dan anggaran serta
pelaksanaan fasilitasi administrasi kerja sama.
b. Subbagian Hukum;
Subbagian Hukum mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan dan
pemberian advokasi hukum.
c. Subbagian Evaluasi Kinerja.
Subbagian Evaluasi Kinerja mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan kinerja Direktorat
Jenderal Pengadaan Tanah.

2. Bagian Kepegawaian dan Umum


Mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan urusan kepegawaian,
keuangan, barang milik negara, tata usaha dan rumah tangga Direktorat
Jenderal Pengadaan Tanah.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian Kepegawaian dan Umum
menyelenggarakan fungsi:
a. pelaksanaan urusan administrasi kepegawaian, pengembangan pegawai,
mutasi kepegawaian, serta penyiapan penataan organisasi dan tata
laksana;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 47


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

b. pelaksanaan urusan administrasi keuangan, akuntansi dan penyusunan


laporan keuangan,
c. pelaksanaan urusan administrasi barang milik negara di lingkungan
Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah;
d. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga; dan
e. pelaksanaan urusan pemeliharaan barang milik Negara di lingkungan
Direktorat Pengadaan Tanah.

Bagian Kepegawaian dan Umum terdiri atas:


a. Subbagian Kepegawaian;
Subbagian Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan
administrasi kepegawaian, penyiapan pengembangan dan mutasi
pegawai, serta penyiapan penataan organisasi dan tata laksana.
b. Subbagian Keuangan dan Barang Milik Negara;
Subbagian Keuangan dan Barang Milik Negara mempunyai tugas
melakukan urusan administrasi keuangan, akuntansi dan penyusunan
laporan keuangan, urusan administrasi barang milik negara di lingkungan
Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah.
c. Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga.
Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan
pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga serta pemeliharaan
barang milik Negara di lingkungan Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah.

B. DIREKTORAT PEMANFAATAN TANAH PEMERINTAH


Direktorat Pemanfaatan Tanah Pemerintah mempunyai tugas
melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pemanfaatan tanah
pemerintah. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Pemanfaatan Tanah
Pemerintah menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang pemanfaatan tanah pemerintah
serta pemantauan dan evaluasinya;

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 48


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

b. pelaksanaan kebijakan di bidang bidang pemanfaatan tanah pemerintah serta


pemantauan dan evaluasinya;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pemanfaatan tanah pemerintah serta pemantauan dan evaluasinya;
d. pemberian bimbingan teknis, supervisi dan perizinan kerja sama di bidang
pemanfaatan tanah pemerintah serta pemantauan dan evaluasinya;
e. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pemanfaatan
tanah pemerintah serta pemantauan dan evaluasinya; dan
f. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.

Direktorat Pemanfaatan tanah Pemerintah terdiri atas:


a. Subdirektorat Pemanfaatan Tanah;
b. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Tanah Pemerintah;
c. Subbagian Tata Usaha; dan
d. Kelompok Jabatan Fungsional.

1. Subdirektorat Pemanfaatan Tanah


Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
pemberian bimbingan teknis, supervisi dan perizinan, serta pelaksanaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pemanfaatan tanah
pemerintah.
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pemanfaatan Tanah
menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis, supervisi dan perizinan, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan di bidang pemanfaatan tanah instansi; dan
b. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis, supervisi dan perizinan, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan di bidang pemanfaatan tanah badan usaha pemerintah.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 49


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Subdirektorat Pemanfaatan tanah terdiri atas:


a. Seksi Pemanfaatan Tanah Instansi; dan
Seksi Pemanfaatan Tanah Instansi mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis, supervisi dan perizinan, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan di bidang pemanfaatan tanah instansi.
b. Seksi Pemanfaatan Tanah Badan Usaha Pemerintah
Seksi Pemanfaatan Tanah Badan Usaha Pemerintah mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian
bimbingan teknis, supervisi dan perizinan, serta pelaksanaan pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan di bidang pemanfaatan tanah badan usaha
pemerintah

2. Subdirektorat Pemanfaatan Tanah


Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan,
evaluasi dan pelaporan kegiatan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan
tanah pemerintah.
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi
Pemanfaatan tanah Pemerintah menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan kegiatan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan tanah instansi;
dan
b. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 50


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

pelaporan kegiatan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan tanah badan


usaha pemerintah
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan tanah Pemerintah
terdiri atas:
a. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Tanah Instansi; dan
Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Tanah Instansi mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian
bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi
dan pelaporan kegiatan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan tanah
instansi.
b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Tanah Badan Usaha
Pemerintah.
Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan tanah Badan Usaha
Pemerintah mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan
kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan pemantauan dan evaluasi
pemanfaatan tanah badan usaha pemerintah.

3. Subbagian Tata Usaha


Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan program dan
anggaran, urusan kepegawaian, keuangan dan administrasi barang milik
negara, urusan ketatausahaan dan rumah tangga, serta evaluasi kinerja dan
pelaporan pelaksanaan kebijakan dan program Direktorat

C. DIREKTORAT PEMBINAAN PENGADAAN DAN PENETAPAN TANAH


PEMERINTAH

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 51


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Direktorat Pembinaan Pengadaan dan Penetapan Tanah Pemerintah


mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, dan pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang
Pembinaan Pengadaan dan Penetapan Tanah Pemerintah.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Pembinaan Pengadaan dan
Penetapan Tanah Pemerintah menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pembinaan pengadaan dan
penetapan hak atas tanah pemerintah;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan pengadaan dan penetapan hak
atas tanah pemerintah;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
pembinaan pengadaan dan penetapan hak atas tanah pemerintah;
d. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan pengadaan
dan penetapan hak atas tanah pemerintah;
e. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan
pengadaan dan penetapan hak atas tanah pemerintah;
f. Pelaksanaan urusan tata usaha direktorat.

Direktorat Pembinaan Pengadaan dan Penetapan Tanah Pemerintah


terdiri atas:
a. Subdirektorat Bina Pengadaan Tanah Pemerintah;
b. Subdirektorat Penetapan Hak Atas Tanah Pemerintah;
c. Subbagian Tata Usaha; dan
d. Kelompok Jabatan Fungsional

1. Subdirektorat Bina Pengadaan Tanah Pemerintah


Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan,
evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan pengadaan tanah pemerintah.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 52


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Bina Pengadaan Tanah


Pemerintah menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan kegiatan perencanaan dan persiapan pengadaan tanah
pemerintah; dan
b. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan pelaksanaan pengadaan tanah pemerintah
Subdirektorat Bina Pengadaan Tanah Pemerintah terdiri atas:
a. Seksi Bina Perencanaan dan Persiapan; dan
Seksi Bina Perencanaan dan Persiapan mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian
bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi
dan pelaporan kegiatan perencanaan dan persiapan pengadaan tanah
pemerintah.
b. Seksi Bina Pelaksanaan Pengadaan.
Seksi Bina Pelaksanaan Pengadaan mempunyai tugas penyiapan bahan
perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pengadaan tanah pemerintah.

2. Subbagian Penetapan Hak Atas Tanah Pemerintah


Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan,
evaluasi dan pelaporan di bidang penetapan hak atas tanah pemerintah.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 53


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penetapan Hak Atas Tanah


Pemerintah menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan kegiatan Penetapan Hak Pengelolaan; dan
b. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan kegiatan Penetapan Hak Atas Tanah
Subdirektorat Penetapan Hak Atas Tanah Pemerintah terdiri atas:
a. Seksi Penetapan Hak Pengelolaan; dan
Seksi Penetapan Hak Pengelolaan mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan kegiatan Penetapan Hak Pengelolaan.
b. Seksi Penetapan Hak Atas Tanah.
Seksi Penetapan Hak Atas Tanah mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan
Penetapan Hak Atas Tanah

3. Subbagian Tata Usaha


Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan program dan
anggaran, urusan kepegawaian, keuangan dan administrasi barang milik
negara, urusan ketatausahaan dan rumah tangga, serta evaluasi kinerja dan
pelaporan pelaksanaan kebijakan dan program Direktorat.

D. DIREKTORAT PENILAIAN TANAH

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 54


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Direktorat Penilaian Tanah mempunyai tugas melaksanakan perumusan


dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan
pelaporan di bidang penilaian tanahirektorat Penilaian Tanah.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Penilaian Tanah
menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian tanah;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian tanah;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penilaian tanah;
d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penilaian tanah;
e. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang penilaian tanah;
dan
f. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.

Direktorat Penilaian Tanah terdiri atas:


a. Subdirektorat Penilaian Bidang Tanah;
b. Subdirektorat Bina Zona dan Kendali Mutu Zona Nilai Tanah;
c. Subdirektorat Bina Zona Nilai Ekonomi Kawasan dan Kendali Mutu; dan
d. Subbagian Tata Usaha; dan
e. Kelompok Jabatan Fungsional.

1. Subdirektorat Penilaian Bidang Tanah


Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan,
evaluasi dan pelaporan kegiatan penilaian bidang tanah.
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penilaian Bidang Tanah
menyelenggarakan fungsi:

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 55


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

a. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,


penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan pembinaan penilai tanah; dan
b. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan kegiatan Pengadaan dan Kendali Mutu Penilaian Bidang Tanah
dan Properti.
Subdirektorat Penilaian Bidang Tanah terdiri atas:
a. Seksi Bina Penilai Tanah; dan
Seksi Bina Penilai Tanah mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pembinaan penilai
tanah.
b. Seksi Pengadaan dan Kendali Mutu Penilaian Bidang Tanah dan Properti
Seksi Pengadaan dan Kendali Mutu Penilaian Bidang Tanah dan Properti
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan Pengadaan dan Kendali
Mutu Penilaian Bidang Tanah dan Properti.
2. Subdirektorat Bina Zona dan Kendali Mutu Zona Nilai Tanah
Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan,
evaluasi dan pelaporan pembuatan dan pembinaan peta zona nilai tanah.
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Bina Zona dan Kendali Mutu Zona
Nilai Tanah menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 56


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan


pelaporan pembuatan peta zona nilai tanah; dan
b. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan pembinaan zona nilai tanah.
Subdirektorat Bina Zona dan Kendali Mutu Zona Nilai Tanah terdiri atas:
a. Seksi Zona Nilai Tanah; dan
Seksi Zona Nilai Tanah mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pembuatan peta
zona nilai tanah.
b. Seksi Kendali Mutu Zona Nilai Tanah.
Seksi Kendali Mutu Zona Nilai Tanah mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan pembinaan zona nilai tanah

3. Subdirektorat Bina Zona Nilai Ekonomi Kawasan dan Kendali Mutu


Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan,
evaluasi dan pelaporan di bidang pembuatan dan pembinaan peta Zona Nilai
Ekonomi Kawasan.
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Bina Zona Nilai Ekonomi Kawasan
dan Kendali Mutu menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 57


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan


pelaporan pembuatan peta Zona Nilai Ekonomi Kawasan; dan
b. penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan pembinaan peta Zona Nilai Ekonomi Kawasan.
Subdirektorat Bina Zona Nilai Ekonomi Kawasan dan Kendali Mutu terdiri
atas:
a. Seksi Zona Nilai Ekonomi Kawasan; dan
Seksi Zona Nilai Ekonomi Kawasan mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan pembuatan peta Zona Nilai Ekonomi Kawasan.
b. Seksi Kendali Mutu Nilai Ekonomi Kawasa Seksi Kendali Mutu Nilai
Ekonomi Kawasan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pembinaan peta
Zona Nilai Ekonomi Kawasan.

4. Subbagian Tata Usaha


Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan program dan
anggaran, urusan kepegawaian, keuangan dan administrasi barang milik
negara, urusan ketatausahaan dan rumah tangga, serta evaluasi kinerja dan
pelaporan pelaksanaan kebijakan dan program Direktorat

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 58


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

BAGAN ORGANISASI
DIREKTORAT JENDERAL PENGADAAN TANAH
DIREKTORAT JENDERAL
PENGADAAN TANAH

SEKRETARIAT
DIREKTORAT
JENDERAL

DIREKTORAT
DIREKTORAT
PEMBINAAN
PEMANFAATAN DIREKTORAT
PENGADAAN DAN
TANAH PENILAIAN TANAH
PENETAPAN TANAH
PEMERINTAH
PEMERINTAH

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 59


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

BAB VI
PENUTUP

Implikasi hukum terkait dengan perbuatan hukum pelepasan hak atas tanah
yakni hapusnya hak atas tanah dari subyek hukum yang bersangkutan dan status
hukum obyek tanahnya menjadi tanah yang dikuasai oleh negara sebagaimana diatur
Pasal 2 jo. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Disamping itu, hal
terpenting dari aktifitas atau perbuatan hukum pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan harus berpijak pada dasar konstitusional yakni Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 28H ayat (4) yang menyatakan: ”setiap orang
berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil-alih
secara sewenang-wenang oleh siapapun”. Ditinjau dari dasar konstitusional Pasal
28H ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, maka perbuatan hukum pengadaan tanah
baik yang dilakukan untuk kepentingan pemerintah atas nama negara dengan motif
untuk kepentingan umum apalagi untuk kepentingan swasta harus menghormati hak
perorangan sepenuhnya. Penghormatan hak perorangan atau individual merupakan
sebuah keniscayaan yang wajib diberikan oleh negara khususnya kepada warga
negara yang aset atau miliknya hanya sebidang tanah tersebut. Hal inilah merupakan
persoalan esensial sepanjang sejarah berdirinya negara Indonesia khususnya setelah
diundangkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang
Pembebasan Hak Atas Tanah.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 beserta peraturan
pelaksananya ditetapkan untuk menjamin perolehan tanah untuk pelaksanaan
pembangunan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil
sebagaimana diamanatkan dalam sila kedua, keempat dan kelima Pancasila.
Pancasila dijadikan sebagai dasar filosofi penyusunan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 ini sebagaimana halnya dengan penyusunan UUPA. Lahirnya peraturan
ini juga dalam rangka memberikan solusi atas permasalahan mendasar dalam proses

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 60


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

pengadaan tanah selama ini yang belum diatur peraturan-peraturan perundangan


sebelumnya, walaupun dalam implementasinya masih terdapat beberapa ketentuan
yang dianggap represif oleh beberapa elemen masyarakat.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 61


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Bagan Alur Kegiatan Pengadaan Tanah Setiap Tahapan menurut Undang


Undang Nomor 2 Tahun 2012

1. Tahap Perencanaan

PERENCANAAN

Instansi yang memerlukan tanah

Berdasarkan
· Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
· Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan/atau
· Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rencana Tata Ruang Wilayah
· Rencana Pembangunan Jangka
Menengah
· Rencana Strategis
· Survey sosial ekonomi Prioritas Pembangunan · Rencana Kerja Pemerintah
· Kelayakan lokasi Instantansi yang memerlukan
· Analisis dan biaya manfaaat bangunan
· Perrkiraan nilai tanah
· Dampak lingkungan dan dampak sosial Studi Kelayakan
· Studi yang diperlukan

· Maksud dan tujuan Dokumen Perencanaan,


· Kesesuaian dengan RTRW dan ditetapkan Pimpimpinan Instansi/
Prioritas Pembangunan Pejabat yang ditunjuk
· Letak Tanah
· Luas Tanah yang dibutuhkan
· Ganbaran Umum Status Tanah
· Perkiraan Jangka Waktu
Pembangunan
· Perkiraan jangka waktu Disampaikan ke Gubernur
pelaksanaan Pengadaan Tanah
· Perkiraan jangka waktu
pambangunan
· Perkiraan nilai tanah
· Rencana penganggaran
· Letak tanah PERSIAPAN

Gambar 1 Bagan Alur Tahapan Perencanaan

2. Tahap Persiapan
PERSIAPAN

Gubernur

· Bupati/Walikota
Membentuk Tim Persiapan · Satuan Kerja Provinsi
beranggotakan
<10 hari · Instansi yang memerlukan tanah
· Instansi terkait lainnya

Bertugas :
· Melaksanakan rencana pembangunan
· Melakukan pendataan awal lokasi
· Melaksanakan konsultasi publik
· Menyiapkan penetepan lokasi
· Mengumumkan Penetapan lokasi
pembangunan
· Melaksanakan tugas lain terkait pengadaan
tanah

Pemberitahuan Rencana Pembangunan Sekretariat berkedudukan di Provinsi

Gambar 2 Bagan Alur Tahapan Persiapan (Membentuk Tim Persiapan)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 62


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Pemberitahuan Rencana Pembangunan


Memuat informasi <20 hari sejak Dokumen Perencanaan
· maksud dan tujuan rencana pembangunan; Diterima Gubenur
· letak tanah dan luas tanah yang dibutuhkan; Secara langsung maupun tidak langsung
· tahapan rencana pengadaan tanah; Ditandatangani oleh ketua tim persiapan
· perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan
tanah;
· perkiraan waktu jangka waktu pelaksanaan
pembangunan; dan
· informai lainnya yang dianggap perlu

Secara Tidak
Secara Langsung
Langsung

Sosialisasi dan tatap muka : Surat pemberitahuan : Media Cetak Media elektonik
· Undangan melalui lurah/kepala · Disampaikan kepada masyarakat · Melalui surat kabar harian lokal Melalui (website) Pemerintah
desa < 3 hari sebelum · Melalui lurah/kepala desa atau dan nasional Provinsi, kab/kota, atau Instansi
pertemuan nama lain · Penerbitan mininimal 1 hari kerja yang memerlukan tanah
· Notulenesi di tandatangani ketua · < 20 sejak dokumen
Tim Persiapan/Pejabat yang perencanaan diterima Gubernur.
ditunjuk.

Pendataan Awal

Gambar 3 Bagan Alur Tahapan Persiapan (Pemberitahuan Kepada Masyarakat)

Pendataan Awal
Pihak yang berhak berupa :
· Perseorangan, Dilaksanakan oleh tim persiapan
· Badan hukum,
· Badan sosial, Dokumen perencanaan
· Badan keagamaan, pengadaan tanah
· atau instansi pemerintah

Pihak yang berhak meliputi


· pemegang hak atas tanah; Tim Persiapan melakukan pengumpualan data :
· pemegang hak pengelolaan; · Pihak yang berhak
· nadzir untuk tanah wakaf; · Objek Pengadaan tanah
· pemilik tanah bekas milik adat;
· masyarakat hukum adat; <30 hari kerja setelah sosialisasi dan tatap
· pihak yang menguasai tanah negara dengan muka
itikad baik; Dapat dilakukan bersama pejabat Daftar sementara lokasi
· pemegang dasar penguasaan atas tanah; kelurahan.desa atau nama lain rencana pembangunan di
dan/atau tandatangani oleh ketua Tim
· pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain Persiapan
yang berkaitan dengan tanah.
Dokumen pelaksanaan
Konsultasi publik Konsultasi Publik

Gambar 4 Bagan Alur Tahapan Persiapan (Pendataan Awal)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 63


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Konsultasi Publik
Jangka waktu <60 hari kerja setelah ditantangani daftar lokasi
sementara, melalui
Undangan dan Pengumuman

Undangan kepada Pihak Yang · Maksud dan tujuan rencana pembangunan


Tanda terima · Tahapan dan waktu proses pengadaan tanah
bukti undangan Berhak oleh perangkat lurah/
desa setempat <3 hari sebelum · Peran Penilai dalam menentukan nilai ganti rugi
pelaksanaan Konsultasi Publik · Insentif yang akan diberikan kepada pemegang hak
· Objek yang dinilai ganti kerugian
Pengumumuman melalui · Bentuk ganti rugi
· Pengumuman di kantor lurah/ · Hak dan kewajiban pihak yang berhak
desa
· Media cetak/elektrinik
A

Dilakukan proses dialogis

Penanganan keberatan
Sekda Provinsi/Pejabat yang ditunjuk (Ketua) oleh Gubernur.
Ya Masyarkat · Kepala BPN (sekretaris dan anggota) Membentuk
· Instansi yang menangani perencanaan
sepakat Tim Kajian Keberatan
pembangunan daerah (anggota) < 14 hari
Berita acara
kesepakatan Tdk · Kepala Kantor wilayah KEMENHUMHAM
(anggota)
· Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk Tim Kajian Keberatan
(anggota)
Konsultasi Publik Ulang · Akademisi (anggota)
<30 hari dari berita acara
kesepakatan
Menginventasasi masalah yang
menjadi keberatan
Gubernur
Berdasarkan atau
Masyarkat Melakukan pertemuan/
Ya 1. RTRW didelegasikan
sepakat klairifikasi
2. Prioritas Pembangunan : bupati/
· RPJM walikota
· RENSTRA Membuat rekomendasi
Berita acara kesepakatan Tdk · Rencana Kerja Pemerintah Instansi
Dalam Konsultasi Publik Ulang
Rekomendasi
Tim Kajian
Instansi yang memerlukan tanah
melaporkan ke Gubernur melalui A
Tim Persiapan

Gubernur menerima
Tdk keberatan

Ya

Instansi yang memerlukan


Penetepan Lokasi
pembangunan tanah memindahlan lokasi
pembangunan

Gambar 5 Bagan Alur Tahapan Persiapan (Konsultasi Publik dan Konsultasi Publik Ulang)

Penetepan Lokasi
Perpanjangan Penetapan Lokasi
Pembangunan

Intansi yang memerlukan tanah Pertimbangan Kepala


mengajukan permohonan perpanjangan Kantor Wilayah BPN
Berdasarkan: waktu kepada Gubernur (Provinsi)
· Konsultasi pubik
· Konsutasi publik ulang · Diajukan < 2 bulan sebelum
· Ditolaknya keberatan dari pihak yang berakhirnya jangka waktu penetapan
berhak dari gubernur lokasi pembangunan
· Berlaku untuk jangka waktu 2 tahun
· Dapat diperpanjang 1 kali paling lama
satu tahun
Pengumuman
Penetapan Lokasi

Gambar 6 Bagan Alur Tahapan Persiapan (Penetapan Lokasi Pembangunan)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 64


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Pengumuman Penetapan Lokasi


>3 hari sejak penetapan lokasi
pembangunan

Instansi yang memerlukan


Memuat: Gubernur mengumumkan tanah melampirkan peta lokasi
· Nomor dan tanggal keputusan penetapan lokasi Penetapan Lokasi
pembangunan
· Maksud dan tujuan pembangunan
· Letak dan luas tanah yang dibutuhkan,
· Perkiraan jangka waktu pelaksanaan
pengadaan tanah dan perkiraan jangka waktu
pembangunan

Ditempelkan di kantor kelurahan/desa atau nama lain,


kantor kecamatan, dan atau kantor kabupaten/kota dan
Media cetak dan atau/media elektronik
di lokasi pembangunan.
Dilakukan paling kurang 14 (empat belas) hari kerja

Media Cetak Media Elektronik


· Dilaksanakan melalui surat · Dilaksnakan melalui halaman
kabar harian lokal dan nasional (website) pemerintah provinsi,
· Paling sedikit 1 (satu) kali pemerintah kabupaten/kota,
penerbitan hari kerja atau instansi yang memerlukan
tanah

PELAKSANAAN

Gambar 7 Bagan Alur Tahapan Persiapan (Pengumuman Penetapan Lokasi)

3. Tahap Pelaksanaan

PELAKSANAAN

· Pejabat yang membidangi urusan pengadaan


tanah di kantor wilayah BPN
· Ka. Kantor Pertanahan setempat
Instansi yang memerlukan tanah mengajukan
Dilaksanakan oleh Kantor Wilayah BPN (Provinsi) anggota · Pejabat satuan kerja provinsi bidang pertanahan
pelaksanaan pengadaan tanah
· Camat setempat
· Lurah/kepala desa setempat atau nama lain pada
lokasi pengadaan yanah
· Pejabat yang membidangi urusan pengadaan
tanah di lingkungan Kantor Pertahanan
· Pejabat kantor pertahanan setempat
· Pejabat satuan perangkat daerah provinsi yang Dapat didelegasikan/ditugasakan · Keputusan penetapan lokasi
membidangi urusan pertanahan anggota Kepala Kantor Pertanahan (Kabupten/Kota) selaku · Dokumen perancanaan Pengadaan Tanah
· Camat setempat pada lokasi pengadaan tanah Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah · Data awal Pihak yang Berhak dan Objek
· Lurah/kepala desa atau nama lain pada lokasi Pengadaan tanah
pengadaan tanah
Penugasan dilaporkan
kepada Kepala BPN

Instansi yang memerlukan tanah mengajukan


Pelaksana Pengadaan Tanah
pelaksanaan pengadaan tanah

Penyiapan Pelaksanaan
Penyiapan pelaksanaan, melakukan
Membuat dokumen rencana kerja: · Agenda rapat pelaksanaan
· Rencana Pendanaan Pelaksanaan · Rencana kerja dan jadwal kegiatan
· Rencana waktu dan penjadwalan pelaksanaan · Menyiapkan pembentukan Satuan Tugas
· Rencana kebutuhan bahan dan peralatan · Perkiraan kendala teknis
pelaksanaan · Rumusan strategi dan solusi terhadap hambatan dan
· Inventasrisasi dan alternatif solusi faktor-faktor kendalanya
penghambat dalam pekaksanaan · Langkah kordinasi ke dalam maupun ke luar
· Sistem monitoring pelaksanaan · Administrasi yang diperlukan
· Pengajuan anggran operasional
· Menetapkan penilai
· Membuat dokumen rapat

Membentuk Satuan Tugas


Inventarisasi dan Identifikasi Menetapkan Penilai

Gambar 8 Bagan Alur Tahapan Pelaksanaan (Penyiapan Pelaksanaan)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 65


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Pelaksana Pengadaan Tanah

Penyiapan Pelaksanaan

Membentuk Satuan Tugas


Menetapkan Penilai
Inventarisasi dan Identifikasi

Membuat: disambung ke gambar selanjutnya


· Penyusunan rencana jadwal kegiatan Data Fisik :
· Penyiapan bahan · Pengukuran dan
· Penyiapan peralatan teknis pemetaan batas
· Koordinasi keliling lokasi
· Dengan perangkat kecamatan dan lurah/kepala desa · Pengukuran dan
· Penyiapan peta bidang tanah pemetaan bidang per
· Pemberitahuan kepada pihak yang Berhak melalui bidang
lurah/kepala desa Data pihak yang berhak :
· Pemberitahuan rencana dan jadwal pelaksanaan · Nama, pekerjaan, dan alamat
pengumpulan data pihak yang berhak
· Nomor Induk Kependududkan
> 30 hari kerja Membuat: atau Identititas diri lainnya
· Data fisik penguasaan, pemilikan, · Bukti penguasaan dan/atau
penggunaan dan pemanfaatan tanah pemilikan tanah, bangunan,
(Satgas A) tanaman dan yang berkaitan
· Data Pihak yang Berhak dan Objek yang dengan tanah
berhak (Satgas B) · Letak tanah, luas tanah dan
nomor identifikasi bidang
Hasil Inventasi dan Identifikasi · Status tanah dan dokumennya
· Jens penggunaan dan
Hasil Inventaris dan Indentifikasi pemanfaatan tanah
· Peta bidang tanah · Pemilikan dan/atau penguasaan
· Daftar nominatif A tanah, bangunan
· Pembebanan hak atas tanah
· Ruang atas dan bawah tanah
Diserahkan oleh Ketua Berita acara hasil
Satuan Tugas kepada invenatrisasi
Ketua Panitia Pelaksana
Melakukan verifikasi dan dan perbaikan
Ya A
<14 hari kerja
Pengumuman di kantor lurah/desa/
kecamatan
>14 hari kerja Mengajukan keberatan kepada
Diterima ketua
Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah
Pelaksana Berita acara perbaikan hasil
<14 hari kerja
inventarisasi dan identifikasi
Tdk
Pihak yang Berhak
setuju
Dasar penentuan pihak yang berhak Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah membuat
dalam pemberian ganti rugi Tdk
berita acara penolakan

Gambar 9 Bagan Alur Tahapan Pelaksanaan (Inventarisasidan Indentifikasi)

Pelaksana Pengadaan Tanah

Penyiapan Pelaksanaan

Satuan Tugas Menetapkan Penilai


Inventarisasi dan Identifikasi (Jasa Penilai/Penilai Publik)

Penilaian meliputi:
· Tanah Pelaksanaan Pengadaan
· Ruang atas dan bawah tanah Penilai
· Bangunan <30 hari kerja
· Tanaman
· Benda yang berkaitan dengan
tanah
· Kerugian lain yang dapat dinilai
Penilaian Ganti Kerugian
Dari ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, <30 hari kerja
memberikan :
· peta bidang tanah; · Berita acara penyerahan hasil
· daftar nominatif; dan penilaian
· dan data yang diperlukan · Besaarnya nilai nanti kerugian
Besarnya nilai ganti rugi setiap bidang tanah dijadikan
disampaikan kepada Ketua dasar musyawarah untuk
Hasil Inventaris dan Indentifikasi Pelaksana Pengadaan Tanah menetapkan ganti rugi

Musyawarah

Gambar 10 Bagan Alur Tahapan Pelaksanaan (Penetapan Penilai Dan Besarnya Nilai Ganti
Kerugian )

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 66


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Musyawarah
<30 hari sejak hasil penilaian dari
Penilai diertima Ketua Pelaksanaan
· Berita acara penyerahan hasil Pengadaan Tanah
penilaian
· Besaarnya nilai nanti kerugian
setiap bidang tanah dijadikan
dasar musyawarah untuk Pelaksana Pengadaan Tanah
menetapkan ganti rugi
Undangan
<5 hari kerja sebelum waktu
musyawarah
Berita acara kesepakatan :
· Pihak yang berhak yang hadir atau kuasanya
· Pelaksana Pengadaan Tanah Musyawarah menetapkan bentuk · Pihak yang berhak yang hadir atau kuasanya, yang tidak setuju
ganti rugi serta menyampaikan · Pihak yang berhak yang tidak hadir dan tidak memberikan
· Pihak yang Berhak besarnya ganti kerugian
· Intansi yang memerlukan tanah <30 hari kerja
kuasa.

Mengajukan ke Pengadilan Mengajukan ke Mahkamah


sepakat
Negeri Agung
Tdk
<14 hari kerja setelah berita <14 hari kerja setelah berita
acara acara

Pengadilan Negeri Mahkamah Agung


memutuskan memutuskan
Ya <30 hari kerja setelah berita <30 hari kerja setelah berita
acara acara

Pihak yang berhak


Ya menerima Tdk

Pemberian Ganti
Rugi Pelepasan Hak

Gambar 11 Bagan Alur Tahapan Pelaksanaan (Musyawarah, Proses Beracara di Pengadilan Negeri
Dan Mahkamah Agung)

Bentuk ganti kerugian


· Uang
· Tanah penggganti Pemberian Ganti Pemberian Ganti Rugi dalam
· Pemukiman kembali Rugi Keadaan Khusus
· Kepemilikan saham
· Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah
pihak
Dibuktikan dengan surat keterangan Pihak yang berhak
Dalam muswawarah, pemberian ganti rugi lurah/kepala desa atau nama lain membutuhkan ganti kerugian
megutamakan dalam bantuk uang dalam keadaan mendesak

Diberikan 25% dari perkiraan


ganti kerugian berdasarkan
NJOP tahun sebelumnya

Bentuk uang Bentuk tanah Bentuk pemukiman


Bentuk kepemilikan saham Bentuk lain
penggganti kembali

Berita acara:
· Daftar Pihak yang berhak penerima ganti rugi
· Bentuk dan besarnya ganti rugi kerugian yang telah diberikan
Pemberian · Daftar dan bukti pembayaran/kwitansi
Ganti Rugi · Berita acara pelepasan hak atas tanah atau penyerahan
tanah

Pemberian sisa ganti rugi


setelah ditetapkan hasil
penilaiaian dari Penilai atau
setetalah putusan pengadilan
Pemutusan Hubungan Hukum
Antara Pihak Yang Berhak Dengan
Objek Pengadaan Tanah

Gambar 12 Bagan Alur Tahapan Pelaksanaan (Pemberian Ganti Rugi)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 67


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Penitipan Ganti Kerugian Instansi yang memerlukan tanah menitipkan ganti kerugian

Penitipan dilakukan dalam hal:


Menitipkan ke pengadilan negeri · Pihak yang berhak menolak bentuk/besarnya ganti kerugian
di wilayah lokasi pembangunan hasil musyawarah dan tidak mengajukan ke pengadilan
Berita acara acara penitipan · Pihak yang berhak menolak bentuk/besarnya ganti kerugian
ganti kerugian Bentuk ganti kerugian berupa hasil pengadilan negeri/Mahkamah Agung
uang · Pihak yang berhak tidak diketahui keberadaannya
· Objek pengadaan tanah : 1) sedang menjadi objek
perkara di pengadilan, 2) masih dipersengkatakan
kepemilikannya, 3) objek sitaan dari pihak yang
berwenang, dan 4) menjadi jaminan di bank
Instansi yang memerlukan tanah
Pihak yang berhak masih mengajukan permohonan
menguasai objek tanah pengosongan tanah kepada
pengadaan tanah Pengadilan Negeri di Wilayah lokasi
pengadaan tanah

Penyerarah bukti
penguasaan atau Disertai surat pengantar dari
kepemilikan objek kepada Pengambilan ganti ketua pelaksana pengadaan
ketua pelaksanaan kerugian oleh pihak yang tanah
pengadaan tanah berhak

Pelepasan objek tanah

Gambar 13 Bagan Alur Tahapan Pelaksanaan (Penitipan Ganti Rugi)

Pelepasan Objek Tanah

Dilakukan dihadapan kepala


kantor pertanahan setempat

Pelaksanaan Pengadaan Tanah melakukan : Penerima Ganti Rugi atau kuasanya wajib:
· Menyiapkan surat pernyataan pelepasan/penyerahan · Menadatangani surat pernyataan pelepasan/
hak atas tanah penyerahan hak atas tanah
· Menartik bukti penguasaan atau kepemilikan objek · Menandatangani berita acara Pelapesan hak
Pengadaan Tanah dari Pihak yang terkait · Menyerahkan bukti-bukti penguasaan atau
· Memberikan tanda terima pelepasan kepemilikan objek
· Mebubuhi tanggal, paraf, dan cap pada sertifikat dan · Menyerahkan salinan/fotocopy identitas kuasanya
buku tanah bukti kepemilikan yang sudah dilepaskan
kepada negara

Berita acara pelepasan


objek pengadaan tanah

Pemutusan Hubungan Hukum


Antara pihak yang berhak dengan
objek pengadaan tanah

Gambar 14 Bagan Alur Tahapan Pelaksanaan (Pelepasan Objek Tanah)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 68


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

Pemutusan Hubungan Hukum


Pemberian Ganti Kerugian Antara Pihak Yang Berhak Dengan Objek
Pengadaan Tanah

Pemutusan Hubungan Hukum


Ganti rugi yang yang telah dititipkan di Antara pihak yang berhak dengan objek pengadaan
pengadilan negeri atau telah dilakukan tanah
pelepasan hak, hubungan hukum
antara Pihak yang Berjak dan tanahnya Dilkasanakan di hadapan kepala kantor pertahanan
hapus demi hukum setempat

Pemutusan hubungan hukum pada tanah yang ganti Pemutusan hubungan hukum antara pihak yang
kerugiannya dititipkan di pengadilan karena : berhak dengan objek pengadaan tanah terhadap aset
· Sedang berpekara di pengadilan Pemerintah/Pemerintah Daerah/Badan Usaha Milik
· Masih dipersengkatakan pemiliknya Negara/Badan Usaha Milik Daerah/Kas Desa
· Objek sitaan dari pihak berwenang berlaku
· Menjadi jaminan bank
> 60 hari sejak ditetapkannya penetapan lokasi

Kepala kantor pertahanan memberitahukan


pemutusan hubungan hukum kepada yang
bersangkutan

Kepala Kantor Pertanahan


melakukan pencatatan hapusnya hak pada buku tanah

Terhadap tanah yang belum terdaftar, Ketua Pelaksana


pengadaan tanah menyampaikan pemberithuan kepada
lurah/kepala desa, camat setempat

Disampaikan ke Ketua Pelaksanaan Pengadaan


Berita acara <7 hari sejak berita acara pelepasan hak objek
pengadaan tanah

Pendokumentasian
peta bidang, daftar normatif, dan data
adminstrasi pengadaan tanah

Gambar 15 Bagan Alur Tahapan Pelaksanaan (Pemutusan Hubungan Hukum)

Pendokumentasian peta bidang, daftar


normatif, dan data adminstrasi pengadaan
tanah · Peta bidang tanah
· Daftar nominatif
· Data administrasi
Pelaksana pengadaan tanah melakukan
pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, Disimpan, didokumentasikan, dan diarsipkan oleh
dan penyimpanan data kantor pertanahan setempat. Data dapat berbentuk
data elektronik

Dibuat salinan dua rangkap, untuk


· Instansi yang memerlukan tanah
· Dokumen di kantor wilayah BPN atau kantor
pertanahan setempat

PENYERAHAN HASIL

Gambar 16 Bagan Alur Tahapan Pelaksanaan (Pendokumentasian Pengadaan Tanah)

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 69


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

4. Tahap Penyerahan Hasil

PENYERAHAN HASIL

Berita Acara Penyerahan

Dokumentasi:
· Peta bidang tanah
· Daftar nominatif Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah
· Data administrasi Membuat dokumentasi menjadi 2(dua) rangkap

1 (satu) rangkap asli digunakan 1 (satu) rangkap fotocopi yang


untuk kelengkapan permohonan telah dilegalisir diserahkan kepada
sertifikat hak atas tanah instansi yang memerlukan tanah

Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah


Instansi yang
menyerahakan hasil dokumen pengadaan tanah
memerlukan tanah
<7 hari sejak pelepasan hak objek tanah

Berita acara

Pelaksanaan Pembangunan

Instansi yang memerlukan tanah


melakukan pendaftaran/pensertifikatan
>30 hari sejak penyerahan hasil pengadaan tanah

Instansi yang memerlukan tanah


dapat mulai melaksanakan pembangunan setelah
dilakukan penyerahan hasil

Gambar 17 Tahapan Penyerahan Hasil

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 70


DIKLAT PENGADAAN TANAH TINGKAT I

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Tanah dan
Benda-Benda yang Ada Diatasnya.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Taufik, Adam. 2014. Tesis. Program Studi Magister Teknik Sipil. Institut Teknologi
Bandung.
Ikuswahyono. 17 Maret 2012. lecture.ub.ac.id.
Hukum pertanahan survey kadastral.blogspot.com, 9 Juni 2012.
www.mahkamahkonstitusi.go.id, 11 Juni 2012.
Kuswahyono, Imam. Desember 2013. Paper Kelembagaan PTUP, Puslitbang BPN.
www.hukumonline.com, 2 Agustus 2012.
Harahap, M. Hanafiah. 9 Mei 2013. Beranda.
Eddy Leks, 10 September 2012.

Pusdiklat Kementerian ATR/BPN 2016 71

Anda mungkin juga menyukai