Anda di halaman 1dari 73

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI


Jalan Pramuka Nomor 33 Jakarta 13120
Telepon: (021) 85910031 (Hunting); Faksimilie: (021) 85909207; e-mail: investigasi@bpkp.go.id

Nomor S - 3taP511,rO,n 31 Juli 2019


Hal Petunjuk Teknis Penilaian Risiko
Kecuranga n (Fraud Risk Assessmenf)
atas Program Reforma Agraria pada
Kementerian Agraria Tata dan
Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Yth. Kepala Perwakilan BPKP


di seluruh lndonesia

Dalam rangka merealisasikan Kebijakan Teknis Pengawasan Deputi Bidang


lnvestigasi Tahun 2A19 dan Program Kerja Pengawasan Tahunan Tahun 2019,
berikut disampaikan Petunjuk Teknis Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk
Assessmenf) atas Program Reforma Agraria pada Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk melengkapi Peraturan Deputi Kepala
BPKP Bidang lnvestigasi Nomor 1 Tahun 2419 tentang Pedoman Penilaian Risiko
Kecurangan.

Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Deputi Kepala BPKP,

IS-an Elmi
NlP. 19600127 198102 1 001

Tembusan:
1. Kepala BPKP (sebagai laporan).
2. Sekretaris Utama dan para Deputi Kepala BPKP selaku pembina.
Petunjuk Teknis Penilaian Risiko Kecurangan
(Fraud Risk Assessment) atas Program Reforma Agraria
pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional

2019

Deputi Bidang Investigasi


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Dasar Hukum Penugasan ................................................................ 3

C. Tujuan dan Manfaat ........................................................................ 3

D. Ruang Lingkup Penugasan .............................................................. 4

E. Struktur Petunjuk Teknis ................................................................ 4

BAB 2 REFORMA AGRARIA..................................................................... 5

A. Gambaran Umum Reforma Agraria .................................................. 5

1. Pengertian Reforma Agraria ........................................................ 5

2. Dasar Hukum Reforma Agraria................................................... 7

3. Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) ........................................ 7

a. Gugus Tugas Reforma Agraria Pusat (GTRA Pusat) ............... 8

b. Gugus Tugas Reforma Agraria Provinsi (GTRA Provinsi) ........ 9

c. Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten/Kota (GTRA


Kabupaten/Kota) ................................................................ 10

B. Proses Bisnis Reforma Agraria ....................................................... 12

1. Penataan Aset .......................................................................... 12

a. Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan


Pemanfaatan Tanah (IP4T) .................................................. 13

b. Redistribusi Tanah ............................................................. 16

c. Legalisasi Aset .................................................................... 21

2. Penataan Akses ........................................................................ 28


i
a. Gambaran Umum Penataan Akses ...................................... 28

b. Tahapan Penataan Akses .................................................... 29

BAB 3 PELAKSANAAN PENILAIAN RISIKO KECURANGAN (FRAUD RISK


ASSESSMENT) PROGRAM REFORMA AGRARIA ..................................... 36

A. Perencanaan ................................................................................. 36

B. Pelaksanaan .................................................................................. 37

C. Pelaporan ...................................................................................... 39

LAMPIRAN

Lampiran 1 - Format Surat Penugasan

Lampiran 2 - Format KKA Penilaian Risiko Kecurangan

Lampiran 3 - Laporan Penilaian Risiko Kecurangan

Lampiran 4 - Format Berita Acara Pembicaraan Akhir

Lampiran 5 - Daftar risiko kecurangan pada Program Reforma Agraria

Lampiran 6 - Lembar Survei Pendahuluan

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Konsep Reforma Agraria ......................................................... 5

Gambar 2. 2 Kelembagaan Reforma Agraria ................................................ 8

Gambar 2. 4 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan IP4T .................................... 15

Gambar 2. 5 Inventarisasi dan Pengumpulan Data ................................... 15

Gambar 2. 6 Bisnis Proses Kegiatan Redistribusi Tanah............................ 18

Gambar 2. 7 Kegiatan Penataan Akses ...................................................... 29

Gambar 2. 8 Tahapan Kegiatan Penataan Akses di Kantor Pertanahan


Kabupaten/Kota ................................................................... 30

Gambar 2. 9 Tahapan Kegiatan Penataan Akses Di Kantor Wilayah BPN


Provinsi ................................................................................ 33

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Jadwal Program Reforma Agraria .............................................. 36

iv
PEDOMAN PENILAIAN RISIKO KECURANGAN
(FRAUD RISK ASSESSMENT) ATAS PROGRAM
REFORMA AGRARIA PADA KEMENTERIAN AGRARIA
DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Reforma Agraria merupakan suatu upaya sistematik, terencana dan
dilakukan secara relatif cepat, dalam jangka waktu tertentu dan
terbatas, untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial serta
menjadi pembuka jalan bagi pembentukan masyarakat “baru” yang
demokratis dan berkeadilan. Upaya tersebut dimulai dengan langkah
menata ulang penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
(legalitas aset) dan kekayaan alam lainnya. Kemudian dilanjutkan
dengan sejumlah program pendukung lain (akses reform) untuk
meningkatkan produktivitas petani khususnya dan perekonomian
masyarakat pada umumnya.
2. Program kerja pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden
Jusuf Kalla yang dirumuskan sebagai Nawacita salah satunya
menyebutkan Cita ke-5 yaitu “...Program Indonesia Kerja dan Indonesia
Sejahtera dengan mendorong landreform dan program kepemilikan
tanah seluas 9 Juta Hektar” yang dituangkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019), adalah
target program kepemilikan tanah seluas 9 Juta Hektar, yang akan
dilakukan melalui Redistribusi Tanah Obyek Landreform 4,5 juta hektar
dan Legalisasi aset lainnya 4,5 juta hektar.
3. Terdapat banyak kasus korupsi di bidang agraria diantaranya:

1
a. Manipulasi ganti kerugian tanah perkebunan.
b. Pemerasan/pungutan liar ganti kerugian pada masyarakat
penerima.
c. Hak Guna Usaha (HGU) yang tak sesuai luas kebun.
d. Penggunaan tanah kerja sama operasional (KSO) yang diduga
rawan praktik koruptif yang bekerja sama dengan pejabat BUMN.
e. Penyalahgunaan wewenang Pejabat BPN sehingga banyak proses
penerbitan izin yang tak memenuhi syarat clean and clear.
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, mendorong penerapan manajemen
risiko yang dijabarkan dalam 5 unsur pengendalian. Dalam
perkembangannya, Internal Control-Integrated Framework (COSO, 2013)
menyebutkan bahwa terdapat 6 pendekatan yang perlu dilakukan
organisasi dalam memenuhi salah satu prinsip dalam unsur kedua
tentang penilaian risiko, yaitu prinsip bahwa organisasi
mempertimbangkan kemungkinan terjadi kecurangan dalam proses
pencapaian tujuan organisasi.
5. Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019,
Butir 7.3 Kerangka Kelembagaan dalam Prioritas Penguatan Kerangka
Kelembagaan 2015-2019, Poin 2a. memberi amanat kepada BPKP untuk
berperan dalam mengoptimalisasi keberadaan Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP) dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP). Salah satu upaya meningkatkan kapabilitas APIP dalam
mencegah terjadinya korupsi yang sekaligus mendorong tingkat
kematangan penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah
dengan melakukan penilaian risiko kecurangan/fraud risk assessment
(FRA) pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
Sejalan dengan pertimbangan di atas, untuk memberikan penguatan SPIP
dalam pencegahan korupsi, Deputi Bidang Investigasi menyelenggarakan
Penilaian Risiko Kecurangan/Fraud Risk Assessment (FRA) atas Kegiatan
Reforma Agraria sebagai langkah awal mitigasi risiko kecurangan. Sebagai

2
acuan operasional pelaksanaan FRA atas program Reforma Agraria, Deputi
Bidang Investigasi menerbitkan Petunjuk Teknis Fraud Risk Assessment
(FRA) Program Reforma Agraria pada Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional melengkapi Peraturan Deputi Kepala
BPKP Bidang Investigasi Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pedoman Penilaian
Risiko Kecurangan.

B. Dasar Hukum Penugasan


1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4890).
2. Peraturan Presiden Nomor 192 tahun 2014 tentang Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan.
3. Peraturan Kepala BPKP Nomor KEP-336/K/SU/2018 tentang Kebijakan
Pengawasan BPKP Tahun 2019.
4. Kebijakan Teknis Pengawasan (Jatekwas) Deputi Bidang Investigasi
Tahun 2019.
5. Peraturan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Nomor 1 Tahun 2019
tentang Pedoman Penilaian Risiko Kecurangan.

C. Tujuan dan Manfaat


Tujuan petunjuk teknis penilaian risiko kecurangan atas program reforma
agraria ini adalah:
a. Menetapkan dasar-dasar pemahaman penilaian risiko kecurangan.
b. Memberikan kerangka kerja dalam melaksanakan penilaian risiko
kecurangan, yang meliputi tahapan identifikasi risiko, analisis risiko,
penilaian efektivitas pengendalian risiko dan penetapan respon terhadap
risiko kecurangan.
Manfaat pedoman penilaian risiko pada program reforma agraria adalah:
1. Menjadi panduan bagi auditor bidang investigasi dalam melakukan
penilaian risiko kecurangan pada program reforma agraria.

3
2. Menetapkan ruang lingkup, memberikan gambaran umum, proses
bisnis pada program reforma agraria.
3. Menyediakan perlengkapan-perlengkapan formulir dalam pelaksanaan
kegiatan penilaian risko kecurangan pada program reforma agraria.

D. Ruang Lingkup Penugasan


Ruang lingkup Penilaian Risiko Kecurangan pada Program Reforma Agraria
meliputi penataan aset dan penataan akses pada Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN).

E. Struktur Petunjuk Teknis


Petunjuk teknis penilaian risiko kecurangan pada program reforma agraria
disajikan dalam susunan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang penyusunan petunjuk teknis
penilaian risiko kecurangan pada program reforma agraria, dasar
hukum penugasan, tujuan dan manfaat, ruang lingkup, dan
struktur pedoman.
BAB 2 PROSES BISNIS REFORMA AGRARIA
Bab ini memuat penjelasan gambaran umum dan proses bisnis
reforma agraria yaitu penataan aset berupa: kegiatan Inventarisasi
Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah
(IP4T); kegiatan redistribusi tanah; dan kegiatan legalisasi aset;
serta penataan akses.
BAB 3 PELAKSANAAN PENILAIAN RISIKO KECURANGAN
(FRAUD RISK ASSESSMENT) PROGRAM REFORMA AGRARIA
Bagian ini menguraikan jadwal pelaksanaan kegiatan, tahapan
pelaksanaan, serta urgensi pelaporan sebagai sebuah media
komunikasi dan informasi yang dimuat dalam sebuah laporan
hasil penilaian risiko kecurangan berikut format laporannya.

4
BAB 2
REFORMA AGRARIA

A. Gambaran Umum Reforma Agraria

1. Pengertian Reforma Agraria


Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018, reforma agraria
diartikan sebagai penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui
penataan aset dan disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran
rakyat Indonesia. Reforma agraria bertujuan untuk a) mengurangi
ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan
keadilan; b) menangani sengketa dan konflik agraria; c) menciptakan
sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria
melalui pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah; d) menciptakan lapangan pekerjaan untuk mengurangi kemiskinan;
e) memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi; f)
meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; serta g) memperbaiki
dan menjaga kualitas lingkungan hidup.

Gambar 2. 1 Konsep Reforma Agraria

5
Dalam pelaksanaan reforma agraria terdapat 2 (dua) skema yang dapat
digunakan untuk menentukan lokasi pelaksanaan reforma agraria, yaitu:
a. Skema akses mengikuti aset
Penataan akses oleh para pemangku kepentingan dilaksanakan atas
aset yang telah dilegalisasi oleh Kementerian ATR/BPN.
b. Skema aset mengikuti akses
Kegiatan legalisasi aset oleh Kementerian ATR/BPN dilakukan pada aset
yang telah atau sedang dilakukan penataan akses oleh para pemangku
kepentingan.
Skema tersebut bertujuan untuk mempermudah para pemangku
kepentingan menyinkronkan dan mengoptimalkan kegiatan-kegiatan yang
telah direncanakan.
Penyelenggaraan reforma agraria dilakukan atas Tanah Objek Reforma
Agraria (TORA) dalam 2 tahapan yaitu perencanaan dan pelaksanaan.
Perencanaan reforma agraria meliputi a) perencanaan penataan aset
terhadap penguasaan dan pemilikan TORA; b) perencanaan terhadap
penataan akses dalam penggunaan dan pemanfaatan serta produksi atas
TORA; c) perencanaan peningkatan kepastian hukum dan legalisasi atas
TORA; d) perencanaan penanganan sengketa dan konflik agraria; dan e)
perencanaan kegiatan lain yang mendukung reforma agraria.

Selanjutnya, tahapan pelaksanaan reforma agraria dibagi dalam penataan


aset dan penataan akses. Penataan aset merupakan penataan kembali
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam rangka
menciptakan keadilan di bidang penguasaan dan pemilikan tanah.
Penataan aset terdiri atas 2 (dua) kegiatan yaitu redistribusi tanah dan
legalisasi aset. Sedangkan, penataan akses adalah pemberian kesempatan
akses permodalan maupun bantuan lain kepada subjek reforma agraria
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada
pemanfaatan tanah, yang disebut juga pemberdayaan masyarakat.

6
2. Dasar Hukum Reforma Agraria
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria.
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX/MPR/2001
tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
c. Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
d. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap.

3. Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA)


Peraturan Presiden (Perpres) No 86 Tahun 2018 menyebutkan bahwa dalam
rangka penyelenggaraan reforma agraria Pemerintah membentuk Tim
Reforma Agraria Nasional (Tim RAN). Tim RAN bertugas menetapkan
kebijakan dan rencana Reforma Agraria, melakukan koordinasi dan
penyelesaian kendala dalam penyelenggaraan Reforma Agraria, dan
melakukan pengawasan serta pelaporan pelaksanaan Reforma Agraria.
Adapun susunan keanggotaan Tim RAN terdiri atas Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian selaku Ketua dengan dibantu para Menteri terkait
program Reforma Agraria selaku anggota. Buku 3 Petunjuk Teknis Kegiatan
Landreform Tahun 2019 menjelaskan Tim RAN dibantu oleh Gugus Tugas
Reforma Agraria dalam menjalankan tugasnya. Skema kelembagaan
reforma agraria dapat dilihat pada Gambar 2.2

7
Gambar 2. 2 Kelembagaan Reforma Agraria

a. Gugus Tugas Reforma Agraria Pusat (GTRA Pusat)


GTRA Pusat beranggotakan Menteri ATR/BPN (ketua), Deputi Bidang
Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (wakil ketua), Dirjen
Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN (ketua pelaksana harian), dan
kementerian/lembaga terkait (anggota). GTRA Pusat mempunyai tugas
sebagai berikut:
1) Mengoordinasikan penyediaan TORA dalam rangka penataan aset di
tingkat pusat;
2) Mengoordinasikan pelaksanaan penataan akses di tingkat pusat;
3) Mengoordinasikan integrasi pelaksanaan penataan aset dan penataan
akses di tingkat pusat;
4) Menyampaikan laporan hasil reforma agraria nasional kepada Tim RAN;
5) Mengoordinasikan dan memfasilitasi penanganan sengketa dan konflik
agraria; dan
6) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas GTRA Provinsi dan
GTRA Kabupaten/Kota.
Dalam melaksanakan tugasnya, GTRA Pusat dibantu oleh Tim Pelaksana
Harian GTRA Pusat yang bekerja di bawah pimpinan Ketua Pelaksana

8
Harian GTRA Pusat. Tim Pelaksana Harian GTRA Pusat memiliki tugas
sebagai berikut:
1) Menyusun rencana kerja penyelenggaraan reforma agraria di tingkat
pusat;
2) Menyiapkan administrasi kegiatan penyelenggaraan reforma agraria;
3) Melaksanakan supervisi dan verifikasi penyelenggaraan reforma agraria;
4) Menyiapkan bahan dan data dalam rangka kordinasi penyediaan Tanah
Obyek Reforma Agraria (TORA);
5) Menyiapkan bahan dan data dalam rangka pelaksanaan penataan akses
reforma agraria;
6) Menyiapkan bahan dan data integrasi penataan aset dan akses reforma
agraria di tingkat pusat; dan
7) Menyiapkan konsep laporan hasil penyelenggaraan reforma agraria.

b. Gugus Tugas Reforma Agraria Provinsi (GTRA Provinsi)


GTRA Provinsi ditetapkan oleh Gubernur dengan anggota terdiri dari
Gubernur (ketua), Sekretaris Daerah Provinsi (wakil ketua), Kepala Kanwil
BPN (ketua pelaksana harian), dan organisasi pemerintah daerah terkait
(anggota). GTRA Provinsi mempunyai tugas sebagai berikut:
1) Mengkoordinasikan penyediaan TORA dalam rangka penataan aset di
tingkat provinsi;
2) Memfasilitasi pelaksanaan penataan akses di tingkat provinsi;
3) Mengoordinasikan integrasi pelaksanaan penataan aset dan penataan
akses di tingkat provinsi;
4) Memperkuat kapasitas pelaksanaan reforma agraria di tingkat provinsi;
5) Menyampaikan laporan hasil reforma agraria provinsi kepada GTRA
Pusat;
6) Mengoordinasikan dan memfasilitasi penanganan sengketa dan konflik
agraria di tingkat provinsi; dan
7) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas GTRA
Kabupaten/Kota.
Dalam melaksanakan tugasnya, GTRA Provinsi dibantu oleh Tim Pelaksana
Harian GTRA Provinsi yang bekerja dibawah pimpinan Ketua Pelaksana
9
Harian GTRA Provinsi. Tugas Tim Pelaksana Harian GTRA Provinsi sebagai
berikut:
1) Menyiapkan pelaksanaan administrasi kegiatan termasuk penyiapan
konsep SK dan keanggotaan GTRA Provinsi;
2) Melaksanakan inventarisasi, identifikasi, pengolahan, analisa, updating
data TORA hasil pengumpulan data TORA ke kabupaten/kota;
3) Melaksanakan Inventarisasi dan identifikasi (pengumpulan data) potensi
pemberian penataan akses baik oleh Pemerintah Daerah maupun pihak
terkait lainnya di tingkat provinsi;
4) Menyusun data/rencana kerja pemberian Asset Reform dan Akses
Reform masyarakat Reforma Agraria baik oleh Pemerintah Daerah
maupun pihak terkait lainnya;
5) Menyiapkan bahan penyelesaian konflik agraria di tingkat provinsi;
6) Memfasilitasi pelaksanaan integrasi penataan aset dan penataan akses
di tingkat provinsi;
7) Penyusunan data by name by address penataan aset dan penataan
akses di tingkat provinsi;
8) Menyusun dan membuat system database TORA di tingkat provinsi; dan
9) Menyusun dan menyampaikan laporan GTRA Provinsi kepada GTRA
Pusat.

c. Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten/Kota (GTRA


Kabupaten/Kota)
GTRA Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota terdiri dari
Bupati/Walikota (ketua), Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota (wakil ketua),
Kepala Kantor Pertanahan (ketua pelaksana harian), dan organisasi
pemerintah daerah terkait (anggota). GTRA Kabupaten/Kota mempunyai
tugas sebagai berikut:
1) Mengoordinasikan penyediaan TORA dalam rangka penataan aset di
tingkat kabupaten/kota;
2) Memberikan usulan dan rekomendasi tanah-tanah untuk ditegaskan
sebagai tanah negara sekaligus ditetapkan sebagai TORA kepada
menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri;
10
3) Melaksanakan penataan penguasaan dan pemilikan;
4) Mewujudkan kepastian hukum dan legalisasi hak atas TORA;
5) Melaksanakan penataan akses;
6) Melaksanakan integrasi pelaksanaan penataan aset dan penataan akses
di tingkat kabupaten/kota;
7) Memperkuat kapasitas pelaksanaan Reforma Agraria di tingkat
kabupaten/kota;
8) Menyampaikan laporan hasil Reforma Agraria Kabupaten/Kota kepada
GTRA Provinsi;
9) Mengoordinasikan dan memfasilitasi penyelesaian sengketa dan konflik
agraria di tingkat kabupaten/kota; dan
10) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan legalisasi aset dan
redistribusi tanah.
Dalam melaksanakan tugasnya, GTRA Kabupaten/Kota dibantu oleh Tim
Pelaksana Harian GTRA Kabupaten/Kota yang bekerja dibawah pimpinan
Ketua Pelaksana Harian GTRA Kabupaten/Kota. Tugas Tim Pelaksana
Harian GTRA Kabupaten/Kota sebagai berikut:
1) Menyiapkan pelaksanaan administrasi kegiatan termasuk penyiapan
konsep SK dan keanggotaan GTRA Kabupaten/Kota;
2) Melaksanakan inventarisasi, identifikasi, pengolahan, analisa, updating
data TORA hasil pengumpulan data TORA ke lokasi;
3) Melaksanakan Inventarisasi dan identifikasi (pengumpulan data) potensi
pemberian penataan akses baik oleh pemerintah daerah maupun pihak
terkait lainnya di tingkat kabupaten/Kota;
4) Menyusun data/rencana kerja pemberian Asset Reform dan Accses
Reform masyarakat reforma agraria baik oleh pemerintah daerah
maupun pihak terkait lainnya;
5) Menyiapkan bahan penyelesaian konflik agraria di tingkat
kabupaten/Kota;
6) Memfasilitasi pelaksanaan integrasi penataan aset dan penataan akses
di tingkat kabupaten/Kota;

11
7) Penyusunan data by name by address penataan aset dan penataan
akses di tingkat kabupaten/Kota;
8) Menyusun dan membuat system data base TORA di tingkat
kabupaten/Kota;
9) Menyusun dan menyampaikan Laporan GTRA Kabupaten/Kota kepada
GTRA Provinsi.
Pelaksanaan reforma agraria baik pada penataan aset maupun penataan
akses melibatkan GTRA dan Kelompok Kerja (Pokja)/Satuan Tugas (Satgas)
pada Kantor Pertanahan dengan tetap memperhatikan tugas pokok dan
fungsi masing-masing.

B. Proses Bisnis Reforma Agraria

1. Penataan Aset
Penataan aset dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang
Reforma Agraria diartikan sebagai penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam rangka menciptakan
keadilan dibidang penguasaan dan pemilikan tanah. Penataan aset terdiri
dari 2 (dua) kegiatan yaitu redistribusi tanah dan legalisasi aset.

Gambar 2. 3 Skema Penataan Aset Reforma Agraria

12
a. Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan
Tanah (IP4T)

1) Gambaran Umum IP4T


Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2019 tentang Reforma
Agraria, khususnya pasal 7 ayat (2) dan (3) bahwa pelaksanaan redistribusi
tanah didahului dengan pelaksanaan tahapan Inventarisasi Penguasaan,
Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) sebagai kegiatan
untuk mendapatkan:
a) Data P4T, Sket dan Toponimi.
b) Data sekunder desa/kelurahan guna memperoleh gambaran umum dan
potensi desa/kelurahan.
c) Peta P4T yaitu penggabungan antara data spasial (Peta Deliniasi Sket
Bidang Tanah) dan Data tekstual P4T yang telah ditabulasi dalam
format excel. Peta P4T terdiri dari: Peta Penguasaan Tanah, Peta
Pemilikan Tanah, Peta Penggunaan Tanah, Peta Pemanfaatan Tanah.
d) Potensi tanah obyek landreform (tanah kelebihan maksimum, tanah
absente, tanah bekas swapraja dan tanah-tanah Negara lainnya seperti;
Eks HGU, pelepasan HGU, Tanah Terlantar, Tanah Penyelesaian
Sengketa Konflik Perkara, Tanah Negara yang penguasaan masyarakat,
dan Tanah Timbul).
Kegiatan IP4T di daerah dilaksanakan oleh Bidang/Seksi Penataan
Pertanahan, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Kegiatan IP4T merupakan
inventarisasi P4T secara sistematis pada satu desa (prinsip
“desa/kelurahan lengkap”) dan menerapkan pola pemetaan partisipatif
(melalui pelatihan pembantu desa/lapangan). Obyek pendataan IP4T adalah
semua bidang tanah yang ada di desa/kelurahan baik yang dikuasai
perseorangan, bersama atau badan hukum (swasta/pemerintah), baik
sudah bersertifikat maupun yang belum bersertifikat, baik pertanian atau
non pertanian termasuk fasilitas umum dan sosial.
Lokasi kegiatan IP4T diarahkan pada desa/kelurahan yang dalam wilayah
administrasinya memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

13
a) Desa/Kelurahan yang merupakan lokasi tanah obyek landreform (TOL)
sesuai SK. TOL Lama atau SK. Kepala Inspeksi Agraria (Kinag) yang
belum teridentifikasi secara tepat bidang-bidang Tanah dimaksud dalam
SK.
b) Desa/Kelurahan yang terdapat Tanah Negara dengan penggunaan tanah
pertanian dan non pertanian yang dapat ditegaskan menjadi Tanah
Obyek Landreform.
c) Desa/Kelurahan yang terdapat Tanah Kelebihan Maksimum, Absentee,
Swapraja dan Bekas Swapraja.
d) Desa/Kelurahan yang memiliki potensi untuk ditindaklanjuti kegiatan
legalisasi aset seperti PRONA, Konsolidasi Tanah, dan lain-lain.
e) Desa/Kelurahan yang merupakan desa kegiatan IP4T tahun
sebelumnya, namun belum lengkap pengambilan data P4Tnya.
f) Desa/Kelurahan yang terdapat konflik/sengketa pertanahan.
g) Desa/Kelurahan yang terdapat Lokasi Transmigrasi, namun belum
bersertifikat.
h) Desa/Kelurahan yang terdapat Hak Guna Usaha yang dilepaskan secara
sukarela kepada negara, atau HGU telah habis.
i) Desa/Kelurahan yang terdapat hasil penertiban Tanah Terlantar yang
telah diterbitkan SK Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN).
j) Desa/Kelurahan yang terdapat Tanah yang telah dilepaskan dari
Kawasan Hutan.
k) Desa/Kelurahan yang terdapat tanah timbul.
l) Desa/Kelurahan yang terdapat bekas tambang yang telah direklamasi.

2) Tahapan Kegiatan IP4T


Kegiatan IP4T dikelompokkan menjadi 4 (empat) tahapan, yaitu: persiapan,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, serta pelaporan, dapat dilihat pada
Gambar 2.4 serta output data yang dihasilkan kegiatan IP4T dapat dilihat
pada Gambar 2.5

14
Gambar 2. 4 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan IP4T

15
Gambar 2. 5 Inventarisasi dan Pengumpulan Data
IP4T dilaksanakan oleh petugas Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
bersama dengan Pembantu Desa/Lapangan yang sudah diberi pelatihan.
Kontrol kualitas pelaksanaan IP4T dilaksanakan oleh Petugas
Kanwil/Kantah yang ditunjuk, sedangkan supervisi, monitoring dan
evaluasi IP4T dilakukan oleh petugas dari Kanwil BPN Provinsi dan
Direktorat Jenderal Penataan Agraria melalui Direktorat Landreform.
Kemajuan pelaksanaan IP4T selain di-input pada Sistem Kendali Mutu dan
Progam Pertanahan (SKMPP) Kementerian ATR/BPN secara rutin tiap bulan
juga dilaporkan secara triwulan. Melalui SKMPP tersebut informasi
pelaksanaan kegiatan IP4T dapat up to date.

b. Redistribusi Tanah

1) Gambaran Umum Redistribusi Tanah


Redistribusi tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah dalam rangka pemberian Tanah Negara yang bersumber dari
objek redistribusi tanah kepada subjek redistribusi tanah. Redistribusi
tanah pada dasarnya merupakan pengambilalihan sebagian atau seluruh
tanah yang dikuasai pemilik (tuan-tuan) tanah dan pembagian kembali
kepada subjek redistribusi tanah (petani-petani) yang tidak memiliki tanah
atau petani yang mempunyai tanah yang sangat sempit, biasanya diberikan
dalam bentuk ladang-ladang kecil yang dimiliki secara pribadi tetapi ada
kalanya diberikan dalam bentuk tanah kepunyaan bersama. Adapun tujuan
redistribusi tanah adalah mengadakan pembagian tanah dengan
memberikan dasar pemilikan tanah sekaligus memberi kepastian hukum
hak atas tanah kepada subjek yang memenuhi persyaratan sehingga dapat
memperbaiki serta meningkatkan keadaan sosial ekonomi subjek
redistribusi tanah.
Penetapan Tanah Objek Redistribusi adalah kewenangan pemerintah untuk
menetapkan suatu bidang tanah menjadi tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara untuk selanjutnya dibagikan dan atau diberikan dan atau di
redistribusikan kepada subjek yang memenuhi persyaratan. Objek

16
redistribusi tanah adalah tanah-tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 yang fungsi penggunaan
dan pemanfaatannya berupa tanah pertanian dan non pertanian sesuai
dengan peruntukan Rencana Tata Ruang, serta ditetapkan menjadi Tanah
Objek Reforma Agraria (TORA) oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk dan
ditegaskan menjadi objek redistribusi tanah dalam rangka memberikan alas
hak/bukti kepemilikan tanah oleh negara kepada subjek redistribusi tanah.
Sementara subjek redistribusi tanah adalah subjek sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 terdiri atas a)
orang perseorangan, b) kelompok masyarakat dengan Hak Kepemilikan
Bersama, atau c) badan hukum.

2) Tahapan Redistribusi Tanah


Kegiatan redistribusi tanah secara garis besar terdiri dari tahap Persiapan
dan Perencanaan tahap Kegiatan Redistribusi Tanah itu sendiri serta tahap
Penyerahan sertifikat dan Bina Penerima Tanah, yang dapat digambarkan
pada Diagram 2.6.
Dalam Tahapan Persiapan dan Perencanaan kegiatan redistribusi tanah,
dilaksanakan rapat koordinasi yang membahas antara lain 1) target
kegiatan redistribusi tanah, 2) penyusunan jadwal kegiatan, 3) penetapan
calon lokasi redistribusi tanah, dan 4) penetapan organisasi pelaksana dan
Panitia Pertimbangan Landreform (PPL) oleh Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional dengan meminta usulan dari Kepala Kantor
Pertanahan dimana lokasi kegiatan redistribusi dilaksanakan.

17
Gambar 2. 6 Bisnis Proses Kegiatan Redistribusi Tanah

Organisasi pelaksana redistribusi tanah dibentuk dengan sebutan Satuan


Tugas (Sekretariat, Satuan Tugas Penyuluhan, Satuan Tugas Inventarisasi
dan Identifikasi, Satuan Tugas Pengukuran dan Pemetaan, serta Satuan
Tugas Pembukuan dan Penerbitan Sertifikat) dapat ditetapkan sesuai
kebutuhan.
Tahapan Redistribusi Tanah dimulai dari:
a. Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan yang diadakan di kantor pertanahan serta dihadiri
calon peserta redistribusi dengan penyampaian bahan materi
penyuluhan meliputi gambaran umum, manfaat, tahapan, biaya
18
kegiatan redistribusi, dan hak & kewajiban calon penerima redistribusi.
Kegiatan inventarisasi dan identifikasi objek dan subjek dilaksanakan
oleh Satuan Tugas Inventarisasi. Kegiatan tersebut meliputi:
- pengumpulan data sekunder terkait data penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah
- membuat sket rencana lokasi redistribusi tanah
- melakukan pengecekan kesesuaian antara hasil Inventarisasi Objek
dan Subjek dengan rencana tata ruang
- menetapkan Objek dan Subjek yang memenuhi persyaratan serta
menyiapkan datanya untuk keperluan penelitian lapang
- mengidentifikasi data para calon penerima redistribusi dan informasi
harga tanah setempat serta data penghasilan calon penerima tanah.
b. Kegiatan Pengukuran dan Pemetaan
Kegiatan pengukuran dan pemetaan bertujuan untuk mendapatkan
batas terluar objek redistribusi tanah dan batas-batas objek bidang
tanah. Pengukuran dan pemetaan dilaksanakan oleh Satuan Tugas
Pengukuran dan Pemetaan yang dapat berasal dari Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan, surveyor berlisensi dan
tenaga yang kompeten (salah satunya yang sudah dididik dalam
Pengukuran Pemetaan bagi Non Petugas Ukur - PPNPU). Hasil kegiatan
pengukuran dan pemetaan digunakan sebagai salah satu bahan
penelitian lapang oleh Panitia Pertimbangan Landreform.
c. Sidang Panitia Pertimbangan Landreform (PPL)
Sidang Panitia Pertimbangan Landreform (PPL) dilaksanakan setelah
dilakukan penelitian lapang oleh Panitia Pertimbangan Landreform
dalam rangka memberikan pertimbangan dan rekomendasi terhadap
usulan objek dan subjek calon penerima redistribusi tanah. Sidang PPL
menetapkan besarnya ganti kerugian dan harga tanah apabila objek
redistribusi berasal dari tanah kelebihan maksimum dan absentee
sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

19
d. Kegiatan Penetapan Objek dan Subjek
Penetapan objek, tahapannya yaitu Berita Acara Hasil Sidang Panitia
Pertimbangan Landreform disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan untuk
diusulkan penetapan objeknya, setelah usulan diterima selanjutnya
Bidang Penataan Pertanahan Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional membuat Risalah Pengolahan Data (RPD). Sedangkan, apabila
objek dan subjek tidak memenuhi syarat maka tidak ditindaklanjuti
atau diproses melalui legalisasi aset. Berdasarkan RPD tersebut, Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Surat
Keputusan Penetapan Tanah Yang Dikuasai Langsung Oleh Negara
Menjadi Tanah Objek Redistribusi dengan dilampirkan peta keliling.
Sedangkan, penetapan subjek redistribusi tanah, tahapannya yaitu
Berita Acara Hasil Sidang Panitia Pertimbangan Landreform dan Surat
Keputusan Penetapan Tanah Yang Dikuasai Langsung Oleh Negara
Menjadi Tanah Objek Redistribusi disampaikan kepada Bupati/Walikota
untuk ditetapkan subjeknya.
e. Kegiatan Penerbitan Surat Keputusan (SK) Redistribusi Tanah
Penerbitan Surat Keputusan redistribusi tanah dilakukan oleh Kepala
Kantor Pertanahan didasarkan pada:
 Surat Keputusan Penetapan Objek Redistribusi Tanah oleh Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan
 Surat Keputusan Penetapan Subjek Redistribusi Tanah dari
Bupati/Walikota.
Namun, apabila masih terdapat sengketa dalam penetapan objek
maupun subjek redistribusi tanah maka penerbitan Surat Keputusan
redistribusi tanah ditunda.
f. Kegiatan Pembukuan Hak Dan Penerbitan Sertifikat
Kegiatan pembukuan hak dan penerbitan sertifikat dilaksanakan
dengan mempertimbangkan pemenuhan kewajiban yang tercantum
dalam Surat Keputusan Redistribusi Tanah. Hasil kegiatan pembukuan

20
hak dan penerbitan sertifikat tersebut dituangkan menjadi Laporan
Kegiatan Redistribusi Tanah.
g. Penyerahan Sertifikat dan Bina Penerima Tanah
Tahapan akhir kegiatan redistribusi tanah yaitu Penyerahan Sertifikat
dan Bina Penerima Tanah, dimulai dengan penyerahan sertifikat kepada
penerima redistribusi tanah yang kemudian dilakukan pembinaan
kepada penerima tanah melalui kegiatan penataan akses.

c. Legalisasi Aset

1) Gambaran Umum Legalisasi Aset


Proses legalisasi aset dilaksanakan melalui suatu proses yang disebut
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Kegiatan PTSL adalah
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara
serentak bagi semua objek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang
setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan data fisik dan data
yuridis mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk
keperluan pendaftarannya.
Legalisasi aset bertujuan untuk melaksanakan penyertifikatan tanah,
memberikan rasa keadilan, keterbukaan akses kepada masyarakat,
pencegahan sengketa, kesejahteraan dan kemakmuran, kemandirian dan
keberlanjutan.
Objek legalisai aset meliputi a) tanah transmigrasi yang belum bersertifikat,
dan b) tanah yang dimiliki masyarakat.
Tanah transmigrasi yang belum bersertifikat harus memenuhi kriteria yaitu
a) tidak termasuk dalam kawasan hutan dan b) telah diberikan hak
pengelolaan untuk transmigrasi. Dalam hal tanah transmigrasi yang belum
bersertifikat termasuk dalam kawasan hutan, maka proses pelepasan atau
perubahan batas kawasan hutannya dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan, apabila belum memperoleh
hak pengelolaan untuk transmigrasi, maka legalisasi asetnya dilakukan
setelah terbit keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,

21
dan Transmigrasi dan/atau bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk
yang menyatakan bahwa pembinaannya telah diserahkan kepada
pemerintah kabupaten/kota dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pemerintah kabupaten/kota.
Objek legalisasi aset yang sudah ditetapkan, diberikan kepada subjek
reforma agraria melalui mekanisme sertifikat tanah transmigrasi dan
sertifikat tanah yang dimiliki masyarakat. Subjek reforma agraria atas
tanah transmigrasi merupakan orang perseorangan yang terdiri atas kepala
keluarga beserta anggota keluarganya sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Sedangkan subjek reforma agraria tanah yang
dimiliki masyarakat terdiri atas a) orang perseorangan, b) kelompok
masyarakat dengan hak kepemilikan bersama, dan c) badan hukum.

2) Tahapan Legalisasi Aset


Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan
data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, dan hak
milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.
Proses legalisasi aset dilaksanakan melalui kegiatan yang disebut PTSL
yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan
secara serentak bagi semua objek pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya
yang setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan data fisik dan data
yuridis mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk
keperluan pendaftarannya.
Penyelenggaraan PTSL dapat dilaksanakan melalui kegiatan PTSL, atau
gabungan dari kegiatan PTSL dengan program dan/atau kegiatan lain,
yaitu:
22
(1) Program Sertifikasi Lintas Sektor;
(2) Program Sertifikasi massal swadaya masyarakat;
(3) Program atau kegiatan sertifikasi massal redistribusi tanah objek
landreform, konsolidasi tanah, dan transmigrasi; atau
(4) Program atau kegiatan sertifikasi massal lainnya, atau gabungan dari
beberapa/seluruh kegiatan.
Objek PTSL meliputi:
a) bidang tanah yang sudah ada tanda batasnya; dan
b) bidang tanah yang akan ditetapkan tanda batasnya dalam pelaksanaan
kegiatan PTSL.
Pelaksanaan kegiatan PTSL dilakukan dengan tahapan:
a) Perencanaan;
Perencanaan lokasi PTSL memperhitungkan seluruh faktor yang
menghambat dan mendukung kelancaran kegiatan PTSL. Apabila
dimungkinkan penyebaran penetapan lokasi PTSL dikonsentrasikan ke
beberapa desa/kelurahan/kecamatan.
b) Penetapan lokasi;
(1) Kepala Kantor Pertanahan menetapkan lokasi kegiatan PTSL di
wilayah kerjanya.
(2) Penetapan lokasi dapat dilakukan dalam satu wilayah
desa/kelurahan atau secara bertahap dalam satu hamparan.
(3) Penetapan Lokasi dilakukan dengan ketentuan:
 berdasarkan ketersediaan anggaran PTSL
 diprioritaskan pada lokasi desa/kelurahan yang ada kegiatan
PRONA/PRODA, lintas sektor, Sertifikat Massal Swadaya (SMS),
CSR dan/atau program pendaftaran tanah massal lainnya, atau
berdasarkan ketersediaan dana yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk 1 (satu)
desa/kelurahan PTSL
 mempertimbangkan kemampuan sumber daya manusia/petugas
pelaksana PTSL pada masing-masing Kantor Pertanahan

23
(4) Setiap penetapan lokasi agar dilampirkan Peta Lokasi yang
dipakai sebagai Peta Kerja bagi pengumpul data fisik dan
pengumpul data yuridis.
c) Persiapan;
(1) Setelah lokasi PTSL ditetapkan, Kepala Kantor Pertanahan
melakukan persiapan pelaksanaan kegiatan PTSL dengan
menyiapkan:
 sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan PTSL;
 sumber daya manusia;
 kebutuhan transportasi;
 koordinasi dengan aparat pemerintah lainnya;
 alokasi anggaran; dan
 peta dasar pendaftaran yang berbentuk peta garis atau peta foto.
(2) Melakukan identifikasi tentang K1, K2, K3 yang berasal dari bidang-
bidang tanah yang belum terdaftar serta K4 yang berasal dari
bidang-bidang tanah terdaftar.
d) Pembentukan dan penetapan panitia ajudikasi PTSL dan satuan tugas;
(1) Kepala Kantor Pertanahan membentuk dan menetapkan Panitia
Ajudikasi PTSL dan satgas, yang dituangkan dalam bentuk
keputusan.
(2) Panitia Ajudikasi PTSL terdiri atas:
 Ketua merangkap anggota, yang dijabat oleh pegawai Kantor
Pertanahan;
 Wakil Ketua bidang fisik merangkap anggota, yang dijabat oleh
pegawai Kantor Pertanahan yang memahami urusan
infrastruktur pertanahan;
 Wakil Ketua bidang yuridis merangkap anggota, yang dijabat
oleh pegawai Kantor Pertanahan yang memahami urusan
hubungan hukum pertanahan;
 Sekretaris, yang dijabat oleh pegawai Kantor Pertanahan;
 Kepala Desa/Kelurahan setempat atau Pamong Desa/Kelurahan
yang ditunjuknya; dan

24
 Anggota dari unsur Kantor Pertanahan, sesuai kebutuhan.
(3) Panitia Ajudikasi PTSL dibantu oleh Satgas Fisik, Satgas Yuridis dan
Satgas Administrasi. Selanjutnya kegiatan pada tahap penyuluhan
sampai dengan akhir dilaksanakan oleh ketiga satgas tersebut.
e) Penyuluhan;
(1) Penyuluhan dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan beserta
Panitia Ajudikasi PTSL, Satgas Fisik dan Satgas Yuridis.
(2) Penyuluhan dilakukan kepada masyarakat, baik yang sudah
maupun belum memiliki sertifikat. Selain kepada masyarakat,
penyuluhan juga dapat dilakukan kepada Pemerintah Daerah,
Instansi terkait, Penegak Hukum dan/atau tokoh-tokoh masyarakat.
f) Pengumpulan data fisik dan pengumpulan data yuridis;
(1) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan dan pemeliharaan data fisik
dan data yuridis penetapan hak dan pendaftaran tanah
menggunakan daftar isian, blanko, peta dan daftar lainnya serta
isian atau entri yang ada dalam aplikasi KKP.
(2) Pengumpulan data fisik dilaksanakan melalui kegiatan pengukuran
dan pemetaan bidang tanah.
(3) Pengukuran dan pemetaan bidang tanah dilakukan dengan
menggunakan teknologi survei dan pemetaan terdiri dari metode
terestris, metode fotogrametris, metode satelit, atau metode
kombinasi dari ketiga metode dimaksud.
g) Penelitian data yuridis untuk pembuktian hak;
(1) Pengumpulan data yuridis meliputi pengumpulan alat bukti
mengenai kepemilikan atau penguasaan tanah, baik bukti tertulis,
keterangan saksi dan/atau pernyataan yang bersangkutan.
(2) Penelitian data yuridis dilakukan oleh Satgas Yuridis dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
pembuktian hak.
(3) Dalam hal bukti kepemilikan tanah masyarakat tidak lengkap atau
tidak ada sama sekali maka dapat dilengkapi dan dibuktikan dengan

25
surat pernyataan tertulis tentang pemilikan dan/atau penguasaan
fisik bidang tanah dengan itikad baik oleh yang bersangkutan.
(4) Pelaksana kegiatan PTSL dalam melakukan penelitian data
yuridis untuk pembuktian hak dilaksanakan sebatas pada
kebenaran formal, sedangkan kebenaran materiil akan
menjadi tanggung jawab peserta PTSL.
h) Pengumuman data fisik dan data yuridis serta pengesahannya;
(1) Rekapitulasi data yuridis yang sudah dituangkan dalam Risalah
Penelitian Data Yuridis mengenai bidangbidang tanah yang sudah
dipetakan dalam peta bidang-bidang tanah, dimasukkan dalam
Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah.
(2) Untuk memenuhi asas publisitas dalam pembuktian
kepemilikan tanah, maka data fisik dan data yuridis bidang
tanah serta peta bidang-bidang tanah diumumkan.
i) Penegasan konversi, pengakuan hak dan pemberian hak;
Dalam hal data fisik dan data yuridis bidang tanah memenuhi syarat
untuk diterbitkan Sertifikat Hak atas Tanah (Kluster 1) maka
berdasarkan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis,
Ketua Panitia Ajudikasi PTSL menindaklanjuti dengan:
(1) Penegasan konversi, apabila alat bukti kepemilikan
lengkap.
(2) Penetapan penegasan, apabila alat bukti kepemilikan dan/atau
penguasaan tidak lengkap/tidak ada sama sekali.
(3) Mengusulkan pemberian hak atas bidang tanah, apabila status
tanahnya adalah tanah negara.
j) Pembukuan hak;
Penegasan konversi dan pengakuan hak serta penetapan keputusan
pemberian hak, maka hak milik, hak guna bangunan, hak pakai
dan/atau wakaf dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
k) Penerbitan sertifikat hak atas tanah;
Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Wakaf yang sudah
didaftarkan dalam buku tanah dan memenuhi syarat untuk diberikan

26
tanda bukti haknya, diterbitkan sertifikat hak atas tanah. Data yuridis
yang dicantumkan dalam sertifikat meliputi pembatasan-pembatasan
termasuk pembatasan dalam pemindahan hak, pembatasan dalam
penggunaan tanah menyangkut garis sempadan pantai atau
pembatasan lainnya.
l) Pendokumentasian dan penyerahan hasil kegiatan;
Panitia Ajudikasi PTSL melakukan pengumpulan, pengelompokan,
pengolahan, dan penyimpanan data PTSL, yang meliputi:
(1) dokumen data yuridis yang terdiri atas identitas pemegang hak, alas
hak, berita acara yang dibuat panitia, bukti pengumuman, berita
acara pengesahan data fisik dan data yuridis dan surat keputusan
pemberian hak;
(2) dokumen data fisik meliputi data pengukuran dan perhitungan hasil
pengukuran, gambar ukur, peta bidang tanah, dan surat ukur;
(3) daftar isian pendaftaran tanah dan hak atas tanah;
(4) buku tanah;
(5) sertifikat Hak atas Tanah;
(6) bukti-bukti administrasi keuangan; dan
(7) data administrasi lainnya.
Ketua Panitia Ajudikasi PTSL menyerahkan hasil pelaksanaan kegiatan
PTSL kepada Kepala Kantor Pertanahan pada akhir kegiatan PTSL dan
disertai dengan data PTSL.
m) Pelaporan
Pelaporan pelaksanaan kegiatan PTSL dilaksanakan pada saat:
(1) terjadi permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan PTSL; dan
(2) PTSL selesai dilaksanakan.
Melalui kegiatan PTSL diharapkan agar semua bidang tanah dalam 1 (satu)
Desa/Kelurahan dapat terdaftar kepemilikannya. Oleh karena itu
pelaksanaannya dilakukan secara berkelanjutan. Dalam rangka
mewujudkan harapan tersebut, lokasi PTSL Tahun 2017 dan Tahun 2018
yang belum dapat diterbitkan sertifikat hak atas tanahnya, akan dapat

27
ditetapkan kembali sebagai wilayah penetapan lokasi PTSL pada
Tahun 2019.
Pengukuran dan pemetaan bidang tanah sistematis lengkap dalam rangka
pendaftaran tanah dilaksanakan dengan metode terestris, fotogrametris,
pengamatan satelit dan kombinasi dari ketiga metode tersebut. Pemilihan
dan penentuan metode pengukuran dan pemetaan sepenuhnya menjadi
tanggung jawab setiap Kantor Pertanahan. Sebelum pelaksanaan
pengukuran dan pemetaan bidang tanah harus disediakan Peta Kerja yang
bersumber dari a) peta dasar pendaftaran sesuai dengan standar yang
berlaku, dan b) data mentah CSRT (raw data) dan/atau peta foto udara dari
wahana pesawat udara nirawak (Unmanned Aerial Vehicle) .
Pelaksanaan kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang tanah
dalam rangka PTSL dilakukan dalam dua mekanisme yaitu Swakelola dan
Pihak Ketiga. Secara swakelola dilakukan oleh petugas ukur ASN dan atau
SKB perorangan, sedangkan secara Pihak Ketiga dilaksanakan oleh KJSKB
atau Perusahaan (Badan Hukum Perseroan) di bidang industri survei,
pemetaan dan informasi geospasial.

2. Penataan Akses

a. Gambaran Umum Penataan Akses


Penataan akses adalah pemberiaan kesempatan akses permodalaan
maupun bantuan lain kepada subjek reforma agraria berbasis klaster dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan
tanah, yang disebut juga pemberdayaan masyarakat. Penataan akses
dilakukan berdasarkan penataan aset.
Penataan akses meliputi kegiatan pemetaan sosial, peningkatan kapasitas
kelembagaan, pendampingan usaha, peningkatan keterampilan,
penggunaan teknologi tepat guna, diversifikasi usaha, fasilitasi akses
permodalan, fasilitasi akses pemasaran (offtaker), penguatan basis data dan
informasi komoditas, serta penyediaan infrastruktur pendukung.

28
Gambar 2. 7 Kegiatan Penataan Akses

Penataan akses dilaksanakan dengan pola pemberian secara langsung oleh


pemerintah, kerja sama antara masyarakat yang memiliki Sertifikat Hak
Milik (SHM) dengan badan hukum melalui program kemitraan yang
berkeadilan, kerja sama antara kelompok masyarakat yang memiliki hak
kepemilikan bersama dengan badan hukum melalui program tanah sebagai
penyertaan modal.
Dalam implementasinya, penataan akses dilaksanakan oleh
kementerian/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh GTRA. Koordinasi
yang dilakukan oleh GTRA berfungsi untuk menyelaraskan program dan
kegiatan pada Kementerian/Lembaga/Dinas terkait yang telah masuk
sebagai anggota GTRA. Implementasi penataan akses pada Kantor
Pertanahan dilaksanakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Pemberdayaan Hak
atas Tanah Masyarakat.

b. Tahapan Penataan Akses


Dalam upaya merealisasikan penataan akses pada program reforma agraria,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang melalui Direktorat Pemberdayaan Hak
Atas Tanah Masyarakat beserta jajarannya di tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota mendorong dilaksanakannya legalisasi aset oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota terhadap bidang tanah yang calon pemegang
haknya sudah melaksanakan model pemberdayaan atau memperoleh akses

29
yang difasilitasi dan didampingi oleh pemangku kepentingan terkait.
Tahapan penataan akses meliputi:

1) Tahapan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota


Kegiatan Penataan akses di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
dilaksanakan oleh Pokja Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat tingkat
Kabupaten/Kota dan anggaran berasal dari DIPA Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota. Tahapan kegiatan penataan akses di Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota sebagai berikut:
StartStart

Start

Finish

Gambar 2. 8 Tahapan Kegiatan Penataan Akses di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota

30
a) Pembentukan organisasi
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota membentuk Pokja
Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat tingkat Kabupaten/Kota
yang tujuannya melakukan percepatan koordinasi, kerjasama dan
sinergi antara Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dengan OPD,
Instansi Jasa Keuangan, serta pemangku kepentingan terkait. Kelompok
Kerja (Pokja) Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat beranggotakan
unsur dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan pemangku
kepentingan terkait.
b) Penetapan lokasi kegiatan pemberdayaan hak atas tanah masyarakat
Penetapan lokasi dilakukan untuk menentukan desa/kelurahan, tempat
dilaksanakannya kegiatan pemberdayaan hak atas tanah masyarakat.
Pemilihan lokasi desa/kelurahan ditentukan oleh Pokja sesuai dengan
kriteria tertentu, antara lain:
(1) Jumlah sertifikat bidang tanah yang telah diterbitkan.
(2) Data dari pemangku kepentingan terkait mengenai model
pemberdayaan yang sedang dikembangkan di salah satu
desa/kelurahan.
(3) Lokasinya terjangkau, sesuai dengan kondisi infrastruktur, sarana
dan prasarana yang ada.
(4) Masyarakat di lokasi desa/kelurahan yang ditetapkan sebagai mitra
binaan bersama.
c) Pemetaan sosial
Pemetaan sosial adalah pengumpulan informasi sosial pada
desa/kelurahan yang telah ditetapkan sebagai lokasi kegiatan
pemberdayaan hak atas tanah masyarakat. Pemetaan sosial
menghasilkan data warga masyarakat yang telah menjadi pelaku usaha
atau mempunyai potensi menjadi pelaku usaha baru. Data tersebut
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam menentukan
model pemberdayaan hak atas tanah masyarakat atau prioritas dalam
pelaksanaan kegiatan legalisasi aset/pensertifikatan hak atas tanah
masyarakat.

31
Pemetaan sosial dilaksanakan dengan metode observasi, wawancara,
pengecekan lapangan terhadap data pendukung, pendataan spasial
bidang tanah, dan pendataan visual.
d) Penyuluhan dalam rangka pengembangan kegiatan
Penyuluhan dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota, di lokasi yang
telah ditetapkan sebagai lokasi kegiatan Pemberdayaan Hak Atas Tanah
Masyarakat. Peserta penyuluhan adalah masyarakat peserta kegiatan
Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat yang nantinya akan
membentuk kegiatan usaha bersama. Jumlah peserta disesuaikan
dengan dengan DIPA masing-masing Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota.
Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat dalam upaya membangun kelompok/kegiatan
usaha bersama di masyarakat.
e) Penyusunan Model Pemberdayaan
Penyusunan model pemberdayaan dan pembentukan kegiatan usaha
bersama pada lokasi pemberdayaan hak atas tanah masyarakat
dilaksanakan oleh Pokja melalui rapat persiapan di Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota. Hasil yang diharapkan adalah terbangunnya model
pemberdayaan masyarakat dalam bentuk kegiatan usaha bersama.
f) Pendampingan Pemberdayaan
Pendampingan pada dasarnya merupakan upaya membangun
partisipasi masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi yang
dimilikinya, sehingga mampu mencapai kualitas kehidupan yang lebih
baik. Pendampingan pemberdayaan masyarakat bertujuan
meningkatkan keterampilan SDM Penerima Manfaat melalui proses
pembinaan, konsultasi/bimbingan teknis/sekolah lapang/fasilitasi,
kemitraan, untuk meningkatkan usaha, produksi, dan pemasaran hasil
usaha.
g) Evaluasi dan Pelaporan
Tahap akhir pelaksanaan kegiatan pemberdayaan hak atas tanah
masyarakat adalah evaluasi dan pelaporan. Evaluasi dilaksanakan

32
melalui rapat koordinasi Pokja Pemberdayaan Hak Atas Tanah
Masyarakat di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Hasil dari Rapat
Koordinasi Pokja adalah laporan akhir pelaksanaan kegiatan
pemberdayaan hak atas tanah masyarakat. Laporan tersebut
disampaikan secara berjenjang kepada Kantor Wilayah BPN Provinsi
dan Kementerian ATR/BPN c.q. Direktorat Jenderal Hubungan Hukum
Keagrariaan dan ditembuskan ke Direktorat Pemberdayaan Hak Atas
Tanah Masyarakat. Agar kegiatan pemberdayaan hak atas tanah
masyarakat dapat tetap berkelanjutan, maka Kantor Pertanahan dan
pemangku kepentingan terkait harus tetap melakukan pendampingan
terhadap kelompok/kegiatan usaha bersama tersebut.

2) Tahapan di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN)


Provinsi
Tahapan kegiatan penataan akses di Kantor Wilayah BPN Provinsi sebagai
berikut:

Gambar 2. 9 Tahapan Kegiatan Penataan Akses Di Kantor Wilayah BPN Provinsi


33
a) Bimbingan Teknis SDM Pelaksana Pemberdayaan Hak Atas Tanah
Masyarakat
Bimbingan teknis adalah suatu kegiatan pelatihan bagi para pegiat
pemberdayaan hak atas tanah masyarakat yang dilaksanakan untuk
meningkatkan kompetensi peserta di bidang pemberdayaan hak atas
tanah masyarakat. Pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis dilakukan
oleh Kantor Wilayah BPN Provinsi dengan narasumber yang salah
satunya dari Direktorat Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat,
Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan Kementerian
ATR/BPN serta pakar, pegiat atau praktisi pemberdayaan masyarakat.
b) Inventarisasi Potensi dan Pendampingan
Inventarisasi Potensi dilaksanakan untuk memperoleh data mengenai
potensi yang akan dikembangkan melalui kegiatan pemberdayaan hak
atas tanah masyarakat. Data tersebut diperoleh dari hasil kegiatan
pemetaan sosial yang dilakukan oleh Pokja Pemberdayaan Hak Atas
Tanah Masyarakat Kabupaten/Kota.
Kegiatan inventarisasi potensi dan pendampingan dilaksanakan dengan
melaksanakan perjalanan dinas ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
dan lokasi desa yang sudah ditetapkan sesuai dengan DIPA masing
masing Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi.
Output yang diharapkan adalah tersedianya data potensi masyarakat
penerima manfaat serta akses dan bantuan pemberdayaan hak atas
tanah masyarakat, baik dalam memulai usaha atau mengembangkan
usaha yang telah ada, baik bagi bidang tanah yang sudah atau belum
bersertifikat.
c) Fasilitasi dan Kerjasama
Fasilitasi dan kerjasama bertujuan memberikan pengetahuan, wawasan
dan pemahaman serta motivasi kepada masyarakat penerima sertifikat
hak atas tanah. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menghadirkan
narasumber dari OPD terkait dan Instansi Jasa Keuangan serta
perwakilan dari masyarakat yang memberikan kisah sukses/testimoni
tentang penggunaan sertifikat tanah, yaitu selain menjamin kepastian

34
hukum hak atas tanah, juga sebagai aset yang hidup dan dapat menjadi
modal dasar bagi peningkatan akses modal, usaha, produksi serta
pemasarannya yang bermuara pada peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat.
d) Pengembangan dan Diseminasi Model Pemberdayaan
Berdasarkan hasil inventarisasi potensi dalam pemetaan sosial, dan
usaha pendampingan yang akan diberikan, maka dirumuskan model
pemberdayaan masyarakat. Model-model pemberdayaan yang telah
ditetapkan kemudian didiseminasikan (direncanakan, disebarkan,
diarahkan, dan dikelola) dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan
kondisi daerah yang bersangkutan.
e) Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan
pemberdayaan hak atas tanah masyarakat dilakukan oleh Kantor
Wilayah BPN Provinsi ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Dari
kegiatan monitoring dan evaluasi ini, Kantor Wilayah BPN Provinsi
melakukan penguatan basis data dengan mengumpulkan, mengolah
dan mengklasifikasikan data dalam satu database pemberdayaan hak
atas tanah masyarakat by name by address serta data spasial tanah
obyek Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat di Kabupaten/Kota.
Kantor Wilayah BPN Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi secara
sampling ke salah satu lokasi pemberdayaan hak atas tanah
masyarakat di Kabupaten/Kota.

35
BAB 3
PELAKSANAAN PENILAIAN RISIKO KECURANGAN
(FRAUD RISK ASSESSMENT) PROGRAM REFORMA AGRARIA

A. Perencanaan

1. Kerangka Waktu Penugasan


Kegiatan penilaian risiko kecurangan atas Program Reforma Agraria
dilaksanakan dengan jadwal sebagai berikut:
Juli
Agustus 2019 September 2019
Tahapan Kegiatan 2019
M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4
1 Sosialisasi Pedoman
2 Penentuan Objek Penugasan
3 Pembentukan Tim
4 Pemahaman Objek Penugasan dan Bisnis Proses
5 Penerbitan Surat Tugas
6 Pelaksanaan Penilaian FRA
7 Pelaporan oleh Perwakilan ke Pimpinan Objek Penugasan
8 Pelaporan oleh Perwakilan ke DBI
9 Kompilasi Tingkat Pusat
10 Distribusi Laporan kepada Stakeholder

Tabel 3. 1 Jadwal Program Reforma Agraria

Surat tugas dari kepala perwakilan ditujukan kepada pimpinan objek


penugasan yang menjadi ruang lingkup penilaian risiko kecurangan.
Format surat tugas sebagaimana pada Lampiran 1.

2. Objek Penugasan
Objek penugasan adalah kantor wilayah BPN dan minimal 2 (dua) unit
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Surat tugas ditujukan kepada Kepala
Kanwil BPN. Pelaksanaan FRA pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota,
dilaksanakan oleh tim FRA perwakilan bersama petugas pada Kanwil
Pertanahan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang pada Kanwil
Pertanahan Provinsi.

3. Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan informasi awal yang memadai, Tim FRA Perwakilan
BPKP berkoordinasi dengan bidang pengawasan terkait di Perwakilan BPKP.
Informasi awal yang dapat diperoleh diantaranya berkaitan dengan hasil

36
penilaian risiko instansi bersangkutan (SPIP). Apabila informasi tersebut
tidak diperoleh, Tim FRA Perwakilan BPKP dapat mengupayakan perolehan
informasi awal berkaitan hasil penilaian risiko pada saat pertemuan
pendahuluan di objek penugasan.

B. Pelaksanaan
Penilaian risiko kecurangan pada Program Reforma Agraria dilaksanakan
dengan berpedoman pada Peraturan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi
nomor 1 Tahun 2019 tentang Pedoman Penilaian Risiko Kecurangan. Dalam
pelaksanaannya, proses penilaian risiko kecurangan dilaksanakan dalam
tahapan sebagai berikut:
a. Sosialisasi
b. Survei pendahuluan
c. Focus Group Discussion
d. Pembicaraan Akhir
Penjelasan atas setiap tahapan pelaksanaan penugasan penilaian risiko
kecurangan tersebut sebagai berikut:
a. Sosialisasi
Sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada obyek
penugasan mengenai penilaian kecurangan, tujuan penilaian, dan
urgensi dan manfaatnya bagi organisasi. Pada tahapan ini diharapkan
peserta memahami risiko kecurangan, urgensi penilaian risiko
kecurangan berikut mitigasinya. Untuk mencapai tujuan tersebut,
sosialisasi FRA harus memuat informasi yang mampu meyakinkan
peserta sosialisasi akan risiko kecurangan dan mitigasinya diantaranya
dengan menyajikan informasi peristiwa korupsi bersifat nasional
maupun lokal di pemerintah daerah bersangkutan.
Peserta sosialisasi adalah pelaksana/pejabat Kantor Wilayah BPN
maupun Kantor Pertanahan yang terkait pelaksanaan Program Reforma
Agraria yang menjadi lingkup penilaian.
b. Survei pendahuluan
Survei adalah pengumpulan informasi yang dapat dilakukan dengan
memberikan kuesioner kepada responden. Survei pendahuluan
37
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi awal berkaitan dengan
persepsi responden atas risiko/peristiwa kecurangan pada tingkat
pelaksana/pejabat yang terkait. Hasil survei pendahuluan menjadi
sarana yang penting dalam pelaksanaan FGD di tahap berikutnya.
Survei pendahuluan bersifat wajib.
Responden adalah seluruh pelaksana/pejabat Kantor Wilayah BPN
maupun Kantor Pertanahan terkait pelaksanaan Program Reforma
Agraria yang hadir pada saat sosialisasi di tahap sebelumnya. Dalam
pendekatan survei, peserta atau responden akan mengisi kuesioner
yang telah dirancang untuk mengidentifikasi risiko-risiko kecurangan
yang mungkin terjadi, secara jujur dan apa adanya. Untuk hasil yang
cepat dan memenuhi aspek kerahasiaan serta kenyamanan bagi
responden, survei dilaksanakan secara elektronik melalui google form.
Hasil survei ditayangkan pada akhir sosialisasi untuk menjadi
pengetahuan para peserta.
Materi survei pendahuluan berupa daftar pertanyaan untuk identifikasi
risiko terdapat dalam lampiran 6.
c. Focus Group Discussion (FGD)
FGD adalah pertemuan yang dipandu oleh fasilitator (Tim FRA
perwakilan) untuk menggali informasi secara mendalam atas suatu
tema tertentu. FGD dalam FRA pada Kantor Wilayah BPN maupun
Kantor Pertanahan dimaksudkan untuk menggali informasi secara
mendalam atas risiko kecurangan pada kegiatan utama yang
dilaksanakan oleh Kantor Wilayah BPN maupun Kantor Pertanahan.
Tugas fasilitator dalam FGD adalah memfasilitasi peserta dalam
melakukan penilaian risiko kecurangan (identifikasi dan analisis)
melalui diskusi/FGD. Fasilitator berperan untuk membantu dan
mengarahkan kelompok diskusi untuk mencapai suatu konsensus serta
mendorong terwujudnya kelompok diskusi yang efektif. Seluruh
informasi dalam FGD didokumentasikan dalam kertas kerja penilaian
risiko kecurangan sebagaimana disajikan pada lampiran 2.

38
Dalam pelaksanaan FGD, fasilitator menggunakan hasil survei
pendahuluan. Apabila peserta FGD memiliki kecenderungan menolak
adanya suatu risiko kecurangan, seolah risiko tersebut tidak mungkin
ada padanya, fasilitator dapat mengingatkan dengan menggunakan
hasil survei pendahuluan.
Dalam memfasilitasi FGD, fasilitator dapat menggunakan contoh daftar
risiko kecurangan sebagaimana disajikan dalam lampiran 5.
d. Pembicaraan Akhir
Setelah FGD selesai dilaksanakan dan kertas kerja penilaian risiko
kecurangan seluruhnya selesai dikerjakan, tim FRA menyusun Daftar
Risiko Kecurangan. Atas daftar risiko tersebut, tim FRA melakukan
pembicaraan akhir dengan pimpinan objek penugasan dan
mendokumentasikannya dalam Berita Acara Pembahasan Akhir dengan
format sebagaimana disajikan pada lampiran 4 Petunjuk Teknis teknis
ini.

C. Pelaporan
Laporan sebagai sebuah media komunikasi antara pelaksana kegiatan
dengan para pemangku kepentingan. Sebagai sebuah media komunikasi,
maka laporan penilaian risiko kecurangan harus memenuhi syarat:
1. Objektif dan tidak subyektif
2. Sederhana
3. Fokus terhadap apa yang sesungguhnya terjadi
4. Identifikasi tindakan yang jelas dan terukur dalam menyampaikan
hasilnya.
Informasi yang disajikan dalam laporan penilaian risiko kecurangan
sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Ringkasan Eksekutif
2. Dasar Hukum
3. Metodologi Pelaksanaan Penilaian Risiko Kecurangan
4. Ruang lingkup
5. Hasil Penilaian Risiko Kecurangan

39
6. Saran
7. Lampiran
Output dan pendistribusian output dari kegiatan penilaian risiko
kecurangan pada program reforma agraria adalah sebagai berikut:
1. Perwakilan BPKP
Output dari perwakilan BPKP adalah Laporan hasil penilaian risiko
kecurangan atas penilaian risiko kecurangan pada Program Reforma
Agraria pada unit organisasi di tingkat daerah. Laporan disampaikan
kepada:
a. Pimpinan unit organisasi yang menjadi objek penugasan, dan
b. Deputi Bidang Investigasi.
2. Direktorat Investigasi
Output dari Direktorat Investigasi adalah:
a. Laporan hasil penilaian risiko kecurangan pada Program Reforma
Agraria. Laporan disampaikan kepada:
1) Pimpinan unit organisasi yang menjadi objek penugasan, dan
2) Deputi Bidang Investigasi.
b. Laporan kompilasi dan rekomendasi strategis yang disampaikan
kepada Presiden.
Format laporan dapat disesuaikan dengan praktik penilaian risiko
kecurangan yang dilaksanakan, tetapi untuk keseragaman dapat mengacu
pada format laporan Lampiran 3.

40
Lampiran 1:1-2

LAMPIRAN

Lampiran 1 - Format Surat Penugasan

Format Surat Pengantar Surat Tugas FRA

Kop Surat Deputi Bidang Investigasi/Perwakilan BPKP

Nomor : ……………….
Lampiran :
Hal :

Yth. (Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN/


Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi)
di tempat

Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 192


Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
pasal 28 huruf e bahwa Deputi Bidang Investigasi menyelenggarakan fungsi
upaya pencegahan korupsi, dengan ini kami menugaskan tim untuk
melakukan Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk Assessment) atas
Program Reforma Agraria pada Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN/Kantor Wilayah BPN Provinsi……..

Penugasan direncanakan selama ............hari kerja terhitung sejak


tanggal.... s.d. ....., dengan susunan tim sebagaimana tersebut dalam surat
tugas terlampir.

Biaya penugasan terkait dengan penugasan tersebut menggunakan


anggaran Direktorat…/Perwakilan BPKP Provinsi.....

Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.

Deputi/Kepala Perwakilan BPKP,

(..........................)
Lampiran 1:2-2

Format Surat Tugas FRA

Kop Surat Direktorat/Perwakilan BPKP

SURAT TUGAS
Nomor : ST-......................

Direktur …/Kepala Perwakilan BPKP Provinsi..... menugaskan kepada:

1. .......
2. .......
3. .......
dst
untuk melakukan Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk Assessment)
atas Program Reforma Agraria pada Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN/Kantor Wilayah BPN Provinsi ……..
Penugasan direncanakan selama ... (...) hari kerja terhitung sejak
tanggal.... s.d. .....
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

......, ..................
Direktur/Kepala Perwakilan BPKP,

(..........................)
Lampiran 2

Lampiran 2 - Format KKA Penilaian Risiko Kecurangan

No. Tahapan Nama Pemilik Kemungkinan Penyebab Nilai Risiko Uraian Pengendalian Rencana
Proses Risiko Risiko Skenario Risiko Likelihood Dampak Skala Dampak (existing) Mitigasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Keterangan:
Kolom 1 : Nomor Urut
Kolom 2 : Diisi dengan tahapan proses kegiatan (perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dst.)
Kolom 3 : Diisi dengan pernyataan risiko
Kolom 4 : Diisi dengan pihak yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan risiko
berkenaan
Kolom 5 : Diisi dengan kemungkinan skenario terjadinya/dilakukannya fraud
berdasar analisis yang muncul pada saat FGD
Kolom 6 : Diisi dengan kelemahan pengendalian yang mengakibatkan munculnya
risiko tersebut. Kelemahan pengendalian dapat diidentifikasi dari aspek
man, money, machine, method, material yang bermuara pada lima unsure
pengendalian intern.
Kolom 7 : Diisi dengan nilai kemungkinan terjadi risiko dalam skala 1 sampai
dengan 5. Nilai 1 (sangat jarang terjadi) dan nilai 5 (sangat sering
Kolom 8 : terjadi).
Diisi dengan nilai dampak jika suatu risiko benar-benar terjadi dalam
skala 1 sampai dengan 5. Nilai 1 (sangat tidak signifikan) dan nilai 5
Kolom 9 : (sangat signifikan).
Diisi dengan skala risiko yang merupakan hasil kali antara nilai likelihood
dan nilai dampak.
Kolom 10 : Diisi dengan deskripsi dampak yang nilainya telah dinyatakan dalam
kolom no. 7.
Kolom 11 : Diisi dengan pengendalian yang telah ada.
Kolom 12 : Diisi dengan rencana mitigasi/mengurangi risiko.
Lampiran 3:1-15

Lampiran 3 - Laporan Penilaian Risiko Kecurangan

Laporan Penilaian Risiko Kecurangan (Individu)

KOP SURAT DEPUTI BIDANG INVESTIGASI/PERWAKILAN BPKP


Nomor : ...........
Lampiran : 1 (eks)
Hal : Laporan Hasil Penilaian Risiko
Kecurangan (Fraud Risk Assessment) atas
Program Reforma Agraria pada
Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan
Nasional/Kantor Wilayah BPN Provinsi
.........

Yth. Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN/


Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi…...............
di tempat

Bersama ini kami sampaikan Laporan Hasil Penilaian Risiko


Kecurangan (Fraud Risk Assessment) atas Program Reforma Agraria pada
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional/Kantor
Wilayah BPN Provinsi .....................

I. RINGKASAN EKSEKUTIF
Kami telah melakukan penilaian risiko kecurangan atas Program Reforma
Agraria pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional/Kantor Wilayah BPN Provinsi .....................
Hasil penilaian risiko kecurangan atas Program Reforma Agraria pada
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional/Kantor
Wilayah BPN Provinsi .....................menunjukkan terdapat...... (jumlah)
risiko kecurangan, yang terdiri atas ......... risiko sangat tinggi, ......... risiko
tinggi, ............. risiko sedang, .............risiko rendah.
Lampiran 3:2-15

Penilaian risiko kecurangan merupakan bagian dari pelaksanaan sistem


pengendalian intern pemerintah serta pelaksanaan fungsi audit intern
sesuai dengan standar audit intern pemerintah Indonesia.

II. DASAR PENUGASAN


Penilaian risiko kecurangan atas Program Reforma Agraria pada
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional/ Kantor
Wilayah BPN Provinsi .....................dilaksanakan berdasarkan:
1. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah
2. Peraturan Presiden (Perpres) nomor 192 tahun 2014 tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
3. Peraturan Deputi Kepala BPKP Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pedoman
Penilaian Risiko Kecurangan
4. Surat Tugas Pimpinan Unit kerja nomor .....

III. TUJUAN PENILAIAN RISIKO KECURANGAN


Tujuan dilakukan penilaian risiko kecurangan adalah mendeteksi adanya
risiko kecurangan atas Program Reforma Agraria pada Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional/Kantor Wilayah BPN Provinsi
.....................sebagai upaya memitigasi dampak kecurangan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

IV. RUANG LINGKUP PENILAIAN RISIKO KECURANGAN


Ruang lingkup kegiatan penilaian risiko kecurangan adalah Program
Reforma Agraria pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional/Kantor Wilayah BPN Provinsi .....................tahun
2019.

V. METODOLOGI
Penilaian risiko kecurangan pada Program Reforma Agraria pada
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional/Kantor
Wilayah BPN Provinsi .....................dilakukan dengan metode:
Lampiran 3:3-15

1. Identifikasi risiko fraud organisasi;


Identifikasi risiko kecurangan dilakukan terhadap setiap aktivitas
dalam proses bisnis program/kegiatan. Hal ini sesuai pertimbangan
bahwa setiap aktivitas pada proses bisnis memiliki tujuan yang
masing-masing dapat mengandung risiko kecurangan yang berbeda
sesuai karakteristik dan lingkungan pengendalian pada masing-masing
aktivitas.
2. Penilaian kemungkinan dan signifikansi;
1) Menilai kemungkinan keterjadian risiko
Menilai kemungkinan keterjadian (likelihood) dari setiap risiko
kecurangan adalah proses subjektif, sehingga memerlukan
pertimbangan profesional dalam memberikan nilai kemungkinan
keterjadian tersebut. Risiko kecurangan tidak selalu memiliki
kemungkinan keterjadian yang sama. Pada proses penilaian risiko
kecurangan ini, kemungkinan keterjadian kecurangan
dikelompokkan dengan menggunakan kategori skala lima (sangat
jarang, jarang, kadang-kadang, sering, dan sangat sering). Skala
dan deskripsi kemungkinan terjadinya risiko dapat dilihat pada
Tabel Lampiran 1 di bawah ini.
Skala Nilai Kemungkinan Kejadian Tunggal (Probabilitas)
1 Sangat Jarang Probabilitas sangat kecil, mendekati nol
2 Jarang Probabilitas rendah, tetapi lebih besar dari
pada nol
3 Kadang-kadang Probabilitas kurang dari pada 50%, tetapi
masih cukup tinggi
4 Sering Mungkin tidak terjadi atau peluang 50/50
5 Sangat Sering Kemungkinan terjadi > 50%
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Penilaian Risiko di Lingkungan
Instansi Pemerintah

2) Menilai signifikansi dampak/konsekuensi risiko kecurangan


Dalam menilai dampak terhadap risiko kecurangan dapat
memperhatikan hal-hal berikut:
(1) Dampaknya terhadap keterlambatan penyelesaian pekerjaan;
(2) Pejabat yang melakukan penyimpangan;
Lampiran 3:4-15

(3) Pengaruhnya terhadap besarnya nilai kerugian keuangan


negara/daerah.
Kriteria penilaian terhadap tingkat signifikansi dampak risiko
kecurangan menggunakan skala lima, jenjang dan deskripsi
signifikansi dampak dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2 di bawah
ini.
Skala Dampak Kriteria
Keterlambatan Kerugian
Terdapat
Nilai Sebutan Penyelesaian Keuangan
Penyimpangan
Pekerjaan Negara/Daerah
1 Tidak Sampai dengan 20 hari Dilakukan oleh <
Signifikan kalender sejak masa pejabat empat Rp10.000.000,00
berakhirnya tingkat dibawah
pelaksanaan pekerjaan Penanggung
Jawab
2 Kurang Lebih dari 20 hari Dilakukan oleh Rp10.000.000
Signifikan kalender sampai pejabat tiga s.d < Rp
dengan 30 hari tingkat dibawah 100.000.000
kalender sejak masa Penanggung
berakhirnya Jawab
pelaksanaan pekerjaan
3 Sedang Lebih dari 30 hari Dilakukan oleh Rp100.000.000
kalender sampai pejabat dua s.d < Rp
dengan 40 hari tingkat dibawah 250.000.000
kalender sejak masa Penanggung
berakhirnya Jawab
pelaksanaan pekerjaan
4 Signifikan Lebih dari 40 hari Dilakukan oleh Rp250.000.000
kalender sampai pejabat satu s.d < Rp
dengan 50 hari tingkat dibawah 1.000.000.000
kalender sejak masa Penanggung
berakhirnya Jawab
pelaksanaan pekerjaan
5 Sangat Lebih dari 50 (lima Dilakukan oleh ≥
Signifikan puluh) hari kalender Penanggung Rp1.000.000.000
sejak masa Jawab
berakhirnya
pelaksanaan pekerjaan

3) Menetapkan tingkat atau status risiko


Berdasarkan hasil penilaian terhadap kemungkinan keterjadian
dan dampak/konsekuensi risiko, suatu risiko kecurangan dapat
ditentukan tingkat dan status risikonya sehingga dapat dihasilkan
suatu informasi untuk menciptakan desain pengendaliannya.
Status risiko diperoleh dari perkalian antara kemungkinan dan
dampak.
Lampiran 3:5-15

Status = Kemungkinan x Dampak

Status risiko dituangkan dalam bentuk tabel matriks risiko/skala


risiko. Skala risiko berfungsi sebagai dasar untuk menyusun peta
risiko sekaligus sebagai sarana untuk membuat kesepakatan atas
respon terhadap risiko kecurangan yang ada. Matriks ini dibuat
konsisten dengan skala kemungkinan dan signifikansi yang dipilih
yaitu merupakan kombinasi matriks 5 x 5. Penyusunan skala risiko
dalam matriks tersebut akan menentukan prioritas penanganan
risiko kecurangan.

Dalam skala lima, matriks peta risiko terdiri dari 25 bidang.


Bidang-bidang dengan spesifikasi warna tersebut menjadi dasar
menetapkan respon terhadap risiko kecurangan. Penetapan area
atau bidang yang menjadi prioritas instansi pemerintah
disesuaikan dengan preferensi risiko instansi pemerintah. Matrik
risiko skala lima yang menggambarkan status risiko ditampilkan
pada Tabel Lampiran 3 di bawah ini.

Konsekuensi/Dampak
Skala Kemungkinan Tidak Kurang Sangat
Sedang Signifikan
Signifikan Signifikan Signikan
5 Sangat Sering Sangat Sangat Sangat
Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Tinggi
4 Sering Sangat Sangat
Sedang Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi
3 Kadang- Sangat
Rendah Sedang Tinggi Tinggi
kadang Tinggi
2 Jarang Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi
1 Sangat
Rendah Rendah Rendah Sedang Tinggi
Jarang
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Penilaian Risiko di Lingkungan Instansi
Pemerintah

Matrik risiko skala lima yang menggambarkan nilai risiko


ditampilkan pada Tabel Lampiran 4 dibawah ini.
Lampiran 3:6-15

Konsekuensi/Dampak
Skala Kemungkinan Tidak Kurang Sangat
Sedang Signifikan
Signifikan Signifikan Signikan
5 Sangat Sering
5 10 15 20 25
4 Sering 4 8 12 16 20
3 Kadang-
3 6 9 12 15
kadang
2 Jarang 2 4 6 8 10
1 Sangat
1 2 3 4 5
Jarang

Sumber: Pedoman Pelaksanaan Penilaian Risiko di Lingkungan Instansi


Pemerintah

3. Penyusunan desain rancangan pengendalian tambahan dalam rangka


mitigasi/penanganan risiko kecurangan. Risiko kecurangan yang
memerlukan pengendalian tambahan adalah risiko kecurangan yang
berdasarkan hasil penilaian risiko kecurangan, memiliki nilai risiko
minimal 8 atau yang memiliki nilai dampak minimal.
4. Rancangan pengendalian tambahan diharapkan mampu menekan
dampak dan mengurangi kemungkinan terjadinya risiko kecurangan
hingga level yang dapat diterima oleh Pemilik Risiko.
Metodologi yang dilakukan dalam proses penilaian risiko kecurangan
meliputi:
1. Focus Group Discussion dengan petugas/pejabat yang terkait
pelaksanaan program Reforma Agraria.
2. Survey, yaitu pengumpulan informasi mengenai pelaksanaan/proses
Program Reforma Agraria melalui pengisian kuisioner/google form
tanpa nama.
3. Interviu/wawancara dengan petugas/pejabat yang terkait proses
Program Reforma Agraria.
(Metode yang diungkapkan dalam laporan disesuaikan dengan
realisasi pelaksanaannya).
Lampiran 3:7-15

VI. HASIL PENILAIAN RISIKO KECURANGAN


1. Informasi Umum
1) Data Umum Kantor Wilayah Pertanahan
Kepala Kantor : ……………………...
Wilayah Pertanahan
Alamat : ………………..........

2) Data Umum Kantor Pertanahan 1


Kepala Kantor : ……………………...
Pertanahan
Alamat : ………………..........

3) Data Umum Kantor Pertanahan 2


Kepala Kantor : ……………………...
Pertanahan
Alamat : ………………..........

4) Informasi singkat mengenai kegiatan yang dinilai


Berisi tentang informasi pelaksanaan Reforma Agraria pada
lingkungan Kantor Wilayah Pertanahan yang bersangkutan.
Misalnya berkaitan dengan target dan realisasi:
- Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), redistribusi
tanah,dan legalisasi aset pada tahun 2018.
- Penataan akses tahun 2018.

2. Risiko Kecurangan Teridentifikasi


Penilaian risiko kecurangan atas Program Reforma Agraria di
lingkungan Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi .....................
disajikan pada Tabel Lampiran 5.
No Nama Risiko Pemilik Risiko Likelihood Signifikansi Nilai Risiko

(penyajian diawali dari risiko tertinggi)


Lampiran 3:8-15

* Pemilik risiko diisi dengan pihak yang bertanggungjawab terhadap


pengelolaan risiko berkenaan (Kantor Wilayah Pertanahan/Kantor
Pertanahan 1/Kantor Pertanahan 2)

Uraian selengkapnya sebagai berikut:


(Bagian ini menguraikan seluruh risiko kecurangan yang ada pada
daftar risiko).
1) Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi .....
Risiko no 1 : ........................(Nama risiko)
Uraian ini memuat diskripsi risiko agar pembaca memahami risiko
yang dimaksud. Diskripsi risiko meliputi:
 Nama/pemahaman atas nama risiko
Selain menyebutkan nama risiko, bagian ini juga menguraikan
gambaran secara ringkas mengenai terjadinya risiko kecurangan
tersebut.
 Penyebab
Menguraikan kelemahan pengendalian yang menjadi penyebab
terjadinya risiko yang teridentifikasi. Kelemahan pengendalian
dapat diidentifikasi berdasarkan aspek 5M (Man, Machine,
Methode, Money, Material) yang diklasifikasi dalam lima unsur
pengendalian intern pemerintah).
 Langkah mitigasi.
Langkah mitigasi berkaitan dengan pengendalian tambahan
yang diperlukan untuk mengurangi tingkat risiko, yang terdiri
dari pengendalian dalam rangka menekan frekuensi kejadian
dan pengendalian dalam rangka menekan dampak risiko.
Langkah mitigasi berkaitan dengan lima unsur pengendalian
intern.
Risiko no 2 : ........................ dst.

2) Kantor Pertanahan 1
Risiko no 1 : ........................(Nama risiko)
Uraian ini memuat diskripsi risiko agar pembaca memahami risiko
yang dimaksud. Diskripsi risiko meliputi:
Lampiran 3:9-15

 Nama/pemahaman atas nama risiko


 Penyebab
 Langkah mitigasi.
Risiko no 2 : ........................ dst.

3) Kantor Pertanahan 2
Risiko no 1 : ........................(Nama risiko)
Uraian ini memuat diskripsi risiko agar pembaca memahami risiko
yang dimaksud. Diskripsi risiko meliputi:
 Nama/pemahaman atas nama risiko
 Penyebab
 Langkah mitigasi.
Risiko no 2 : ........................ dst.
3. Rekomendasi
Atas risiko kecurangan di atas, kami merekomendasikan kepada
........... (pimpinan objek penugasan) untuk:
1) ...................
2) ..................
Demikian laporan kami sampaikan, agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya. Atas perhatian (pimpinan objek penugasan) kami ucapkan terima
kasih.
………………….,
[Tanggal/Bulan/Tahun]

[Kepala Perwakilan]

Laporan Hasil Penilaian Risiko Kecurangan Individu dilampiri dengan Berita


Acara Pembahasan Akhir (BAPA) dan Daftar Rinci Risiko Kecurangan
Teridentifikasi.
Lampiran 3:10-15

Laporan Penilaian Risiko Kecurangan

KOP DEPUTI BIDANG INVESTIGASI


Nomor : (Tanggal)
Lampiran : 1 (satu) eks.
Hal : Laporan Kompilasi Hasil Penilaian Risiko
Kecurangan (Fraud Risk Assessment) atas
Program Reforma Agraria pada
Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan
Kantor Wilayah BPN

Yth. Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN


di Jakarta

Bersama ini kami sampaikan Laporan Kompilasi Hasil Penilaian Risiko


Kecurangan (Fraud Risk Assessment) atas Program Reforma Agraria pada
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan
Kantor Wilayah BPN.

I. RINGKASAN EKSEKUTIF
Kami telah melakukan penilaian risiko kecurangan atas Program Reforma
Agraria pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional dan Kantor Wilayah BPN.

Hasil penilaian risiko kecurangan atas Program Reforma Agraria pada


lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional dan Kantor Wilayah BPN menunjukkan terdapat sebanyak ......
(jumlah) risiko, yang terdiri atas ......... risiko sangat tinggi, ......... risiko
tinggi, ............. risiko sedang, .............risiko rendah.

Penilaian risiko kecurangan merupakan bagian dari pelaksanaan sistem


pengendalian intern pemerintah serta pelaksanaan fungsi audit intern
sesuai dengan standar audit intern pemerintah Indonesia.
Lampiran 3:11-15

II. DASAR PENUGASAN


Penilaian risiko kecurangan (atas Program Reforma Agraria pada
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan
Kantor Wilayah BPN dilaksanakan berdasarkan:

1. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem


Pengendalian Intern Pemerintah
2. Peraturan Presiden (Perpres) nomor 192 tahun 2014 tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
3. Surat Tugas Pimpinan Unit kerja nomor .....

III. TUJUAN PENILAIAN RISIKO KECURANGAN


Tujuan dilakukan penilaian risiko kecurangan adalah mendeteksi adanya
risiko kecurangan atas Program Reforma Agraria pada Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Wilayah
BPN sebagai upaya memitigasi dampak kecurangan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.

IV. RUANG LINGKUP PENILAIAN RISIKO KECURANGAN


Ruang lingkup kegiatan penilaian risiko kecurangan adalah Program
Reforma Agraria pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional dan Kantor Wilayah BPN tahun 2018 dan 2019.

V. METODOLOGI
Penilaian risiko kecurangan pada Program Reforma Agraria pada
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan
Kantor Wilayah BPN dilakukan dengan metode:
1. Identifikasi risiko fraud organisasi;
2. Penilaian kemungkinan dan signifikansi; dan
3. Penanganan risiko fraud residual.
Metodologi tersebut dicapai melalui:
1. Sosialisasi Penilaian Risiko Kecurangan (FRA) pada Program Reforma
Agraria.
Lampiran 3:12-15

2. Survey, yaitu pengumpulan informasi mengenai pelaksanaan/proses


Program Reforma Agraria melalui pengisian kuisioner/google form
tanpa nama.
3. Focus Group Discussion dengan petugas/pejabat yang terkait
pelaksanaan program Reforma Agraria.
4. Interviu/wawancara dengan petugas/pejabat yang terkait proses
Program Reforma Agraria.
5. Analisis hasil Penilaian Risiko Kecurangan (FRA) Program Reforma
Agraria.
Pelaporan Hasil Analisis Penilaian Risiko Kecurangan (FRA) Program
Reforma Agraria.

VI. HASIL PENILAIAN RISIKO KECURANGAN

1. Informasi Umum
1) Data Umum Kantor Wilayah Pertanahan
Kepala Kantor : ……………………..
Wilayah Pertanahan
Alamat : ………………..........

2) Data Umum Kantor Pertanahan 1


Kepala Kantor : ……………………..
Pertanahan
Alamat : ………………..........

3) Data Umum Kantor Pertanahan 2


Kepala Kantor : ……………………..
Pertanahan
Alamat : ………………..........

4) Informasi singkat mengenai kegiatan yang dinilai


Berisi tentang informasi pelaksanaan Reforma Agraria pada
lingkungan Kantor Wilayah Pertanahan yang bersangkutan.
Misalnya berkaitan dengan target dan realisasi:
- Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), redistribusi
tanah,dan legalisasi aset pada tahun 2018.
Lampiran 3:13-15

- Penataan akses tahun 2018.

2. Risiko Kecurangan Teridentifikasi


Penilaian risiko kecurangan atas Program Reforma Agraria pada
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
dan Kantor Wilayah BPN disajikan pada tabel berikut.

No Nama Pemilik Risiko Likelihood Signifikansi Nilai Risiko


Risiko

Tabel 1. Daftar Risiko Kecurangan


(penyajian diawali dari risiko tertinggi)
* Pemilik risiko diisi dengan pihak yang bertanggungjawab terhadap
pengelolaan risiko berkenaan (Kantor Wilayah Pertanahan/Kantor
Pertanahan 1/Kantor Pertanahan 2)

Uraian selengkapnya sebagai berikut:


(Bagian ini menguraikan seluruh risiko kecurangan yang ada pada
daftar risiko).
1) Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi .....
Risiko no 1 : ........................(Nama risiko)
Uraian ini memuat diskripsi risiko agar pembaca memahami risiko
yang dimaksud. Diskripsi risiko meliputi:
 Nama/pemahaman atas nama risiko
Selain menyebutkan nama risiko, bagian ini juga menguraikan
gambaran secara ringkas mengenai terjadinya risiko kecurangan
tersebut.
 Penyebab
Menguraikan kelemahan pengendalian yang menjadi penyebab
terjadinya risiko yang teridentifikasi. Kelemahan pengendalian
dapat diidentifikasi berdasarkan aspek 5M (Man, Machine,
Methode, Money, Material) yang diklasifikasi dalam lima unsur
pengendalian intern pemerintah).
 Langkah mitigasi.
Lampiran 3:14-15

Langkah mitigasi berkaitan dengan pengendalian tambahan


yang diperlukan untuk mengurangi tingkat risiko, yang terdiri
dari pengendalian dalam rangka menekan frekuensi kejadian
dan pengendalian dalam rangka menekan dampak risiko.
Langkah mitigasi berkaitan dengan lima unsur pengendalian
intern.
Risiko no 2 : ........................ dst.

2) Kantor Pertanahan 1
Risiko no 1 : ........................(Nama risiko)
Uraian ini memuat diskripsi risiko agar pembaca memahami risiko
yang dimaksud. Diskripsi risiko meliputi:
 Nama/pemahaman atas nama risiko
 Penyebab
 Langkah mitigasi.
Risiko no 2 : ........................ dst.

3) Kantor Pertanahan 2
Risiko no 1 : ........................(Nama risiko)
Uraian ini memuat diskripsi risiko agar pembaca memahami risiko
yang dimaksud. Diskripsi risiko meliputi:
 Nama/pemahaman atas nama risiko
 Penyebab
 Langkah mitigasi.
Risiko no 2 : ........................ dst.
3. Rekomendasi
Atas risiko kecurangan di atas, kami merekomendasikan kepada
........... (pimpinan objek penugasan) untuk:
1) ...................
2) ..................
Lampiran 3:15-15

Demikian laporan kami sampaikan, agar dapat dipergunakan


sebagaimana mestinya. Atas perhatian (pimpinan objek penugasan) kami
ucapkan terima kasih.

………………….,
[Tanggal/Bulan/Tahun]

[Deputi Bidang Investigasi]


Lampiran 4

Lampiran 4 - Format Berita Acara Pembicaraan Akhir

Berita Acara Pembicaraan Akhir

Pada hari ini, ........ tanggal ...... bulan .... tahun ..... telah dilaksanakan
pembahasan hasil penilaian risiko kecurangan atas Program Reforma
Agraria yang dilaksanakan oleh .................(objek penugasan) antara:

1. (Tim Penilaian Risiko Kecurangan)

2. (Pimpinan Objek Penugasan atau yang mewakili)

Penilaian risiko kecurangan menunjukkan hasil sebagaimana disajikan


pada lampiran berita acara ini yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari
Berita Acara Pembahasan Akhir. (Beritas Acara dilampiri dengan Daftar
Risiko Kecurangan Teridentifikasi)

Atas risiko kecurangan yang teridentifikasi, akan dilakukan langkah


mitigasi sebagaimana tersaji pada lampiran berita acara ini.

Langkah mitigasi risiko kecurangan menjadi tanggung jawab ... (Pimpinan


objek penugasan).

Pimpinan Objek Penugasan Tim Penilai Risiko Kecurangan

(nama) (Nama)
Lampiran 5: 1 - 5

Lampiran 5 - Daftar Hipotesis Risiko Kecurangan pada Program Reforma Agraria

N0 TAHAP KEGIATAN HIPOTESIS RISIKO FRAUD


A KEGIATAN LEGALISASI ASET (PTSL)
Tahapan Pelaksanaan
1 Perencanaan Tumpang tindih dan Duplikasi penganggaran
belanja kegiatan
2 Penetapan Lokasi Kolusi dalam penetapan lokasi kegiatan PTSL
3 Persiapan 1. Penganggaran dan Pengadaan sarana dan
prasarana yang tidak ada dalam usulan kebutuhan

2. Pembuatan peta dasar yang tidak mengacu pada


lokasi PTSL yang telah ditetapkan.
4 Pembentukan dan Penetapan 1. Penyalahgunaan wewenang dalam penetapan
Panitia ajudifikasi PTSL dan panitia ajudikasi.
Satuan Tugas
2. Penetapan panitia ajudikasi melebihi kebutuhan.

5 Penyuluhan 1. Pertanggungjawaban belanja kegiatan


penyuluhan yang tidak benar.
2. Kegiatan penyuluhan fiktif
3. Pungutan kepada masyarakat.
6 Pengumpulan Data Fisik dan 1. Kolusi antara petugas pengumpulan data fisik
Pengumpulan Data Yuridis dan data yuridis dengan pemilik/penguasa tanah
sehingga data yang dikumpulkan tidak sesuai;

2. Kegiatan koordinasi fiktif;

3. Mark up dalam pertanggungjawaban kegiatan


koordinasi;
4. Manipulasi data fisik dan data yuridis.
5. Penyalahgunaan wewenang.
6. Suap dan gratifikasi.
7 Penelitian Data Yuridis Untuk 1. Kolusi antara Satgas Yuridis dengan
Pembuktian Hak penguasa/pemilik tanah sehingga alat-alat bukti
yang dikumpulkan tidak benar adanya.

2. Penyalahgunaan wewenang.
8 Pengumuman data fisik dan 1. Panitia memanipulasi hasil pemetaan bidang-
data yuridis serta bidang tanah yang dituangkan dalam Daftar Data
pengesahannya; Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah;

2. Suap dan gratifikasi.


9 Penegasan konversi, pengakuan 1. suap dan gratifikasi.
hak dan pemberian hak;

2. Penyalahgunaan wewenang.
3. Manipulasi pemenuhan syarat.
10 Pembukuan Hak 1. Kolusi antara pihak terkait dalam membukukan
hak tanah bersangkutan.

2. Penyalahgunaan wewenang.
Lampiran 5: 2 - 5

N0 TAHAP KEGIATAN HIPOTESIS RISIKO FRAUD

3. Pungutan kepada masyarakat.


11 Penerbitan Sertipikat Hak Atas 1. Kolusi antara pihak terkait dalam menetapkan
Tanah sertipikat hak atas tanah.
2. Penyalahgunaan wewenang.
3. Suap dan gratifikasi.
4. Pungutan kepada masyarakat.
5. penerbitan sertipikat kepada masyarakat yang
tidak berhak.
12 Pendokumentasian dan 1. Kolusi pihak terkait sehubungan data, dokumen,
penyerahan hasil kegiatan; dan bukti yang dikumpulkan
2. Pelaporankegiatan yang tidak benar.
13 Pelaporan 1. Penyalahgunaan wewenang dengan
menghilangkan permasalahan dalam Laporan
kegiatan.

2. Permasalahan tidak dilaporkan dalam Laporan


Kegiatan.
B KEGIATAN INVENTARISASI PENGUASAAN, PEMILIKAN, PENGGUNAAN DAN
PEMANFAATAN TANAH ( I P 4 T )
I Tahapan Persiapan
1 Penyusunan Petunjuk 1. Penyusunan POK di mark-up, menyesuaikan
Operasional Kerja DIPA
2. Penyusunan POK tidak mempertimbangkan
SDM, kemampuan SDM/hari, jarak, transport,
sehingga biaya tidak tepat

2 Penetapan Lokasi dan Tim 1. Tumpang tindih Penetapan lokasi IP4T antar
Pelaksana tahun anggaran, sehingga ada overlapping biaya.

2. Tumpang tindih Penetapan lokasi IP4T antar


blik/RT/RW, sehingga ada overlapping biaya.

3. Lokasi kegiatan IP4T dipaksakan pada desa yang


potensial TORA nya sedikit sehingga biaya lebih
besar dari hasil yang diharapkan.
4. Kecenderungan Orang/kelompok/badan usaha
yang mempunyai tanah sebagai lokasi TOL
menyembunyikannya agar tidak diredistribusi,
sehingga risiko Kolusi antara pembuat daftar lokasi
IPAT dengan pemilik tanah sangat mungkin terjadi.

5. Kolusi pihak terkait sehubungan Penetapan


Lokasi kegiatan IPAT
3 Penyusunan Jadwal Kegiatan 1. Jadwal kegiatan tanpa memperhatikan SDM,
ketersediaan biaya, dan peralatan sehingga
beresiko terjadi jadwal yang tidak sesuai atau fiktif.

4 Persiapan Administrasi dan 1. Mark-up pengadaan formulir/ATK/penunjang


Keuangan komputer/peralatan kerja

5 Pembuatan Peta Kerja 1. Biaya Peta kerja di mark up, karena hanya
memakai peta yang sudah ada dari peta
pendaftaran, petahasil PTSL dll
Lampiran 5: 3 - 5

N0 TAHAP KEGIATAN HIPOTESIS RISIKO FRAUD


6 Pelatihan Pembantu 1. Biaya Pelatihan di mark up, tenaga partisipatif
Desa/Lapangan (Partisipatif) fiktif.

II Tahapan Pelaksanaan
1 Sosialisasi/ Penyuluhan 1. Biaya sosialisasi di mark-up;
2. Pengumuman/undangan sosialisasi kurang
berhasil,sehingga peserta sedikit, sementara biaya
sdh terlanjur keluar banyak.
3. Biaya sosialisasi di mark-up, daftar hadir peserta
fiktif
4. Data P4T diambil dari data sebelumnya yg sudah
ada, sehingga biaya survey terlalu besar.

5. Kolusi antara petugas dan penguasa tanah


untuk memasukan data kepemilikan tanah yang
tidak benar.
6. Kolusi antara petugas dengan penguasa dan atau
pemilik tanah untuk memasukan data luas tanah
yang tidak benar sehingga tidak terdeteksi TORA.

2 Pengumpulan Data P4T, Sket 1. Data P4T diambil dari data sebelumnya yg sudah
dan Toponimi ada, sehingga biaya survey terlalu besar.

2. Kolusi antara petugas dan penguasa tanah


untuk memasukan data kepemilikan tanah yang
tidak benar.
3. Kolusi antara petugas dengan penguasa dan atau
pemilik tanah untuk memasukan data luas tanah
yang tidak benar sehingga tidak terdeteksi TORA.

3 Pengumpulan Data Potensi 1. Kolusi pihak terkait untuk membuat data


Desa/Kelurahan sekunder yang tidak menunjang akses tanah untuk
menghindari TORA atau sebaliknya membuat
proyek akses tanah yang tidak perlu.

4 Pembuatan Peta P4T 1. Peta yang dibuat tidak memperlihatkan obyek


TORA karena input data tekstual dan data spasial
yang tidak benar
2. Terdapat honor tambahan pembuatan peta P4T
melalui biaya lain.
5 Analisa Data Kolusi antara pihak terkait, sehingga analisa tidak
menghasilkan obyek TORA

C KEGIATAN REDISTRIBUSI TANAH


I Tahapan Persiapan dan Perencanaan
1 Rapat Koordinasi 1. Kolusi pihak-pihak terkait sehubungan
penyusunan jadwal kegiatan dengan mengabaikan
jadwal kegiatan prioritas dan ketersediaan objek

2. Kolusi pihak-pihak terkait sehubungan


penetapan calon lokasi redistribusi tanah
II Tahapan Pelaksanaan
Lampiran 5: 4 - 5

N0 TAHAP KEGIATAN HIPOTESIS RISIKO FRAUD


3 Penyuluhan 1. Biaya penyuluhan di mark-up
2. Undangan penyuluhan sengaja tidak
disebarluaskan sehingga banyak jumlah peserta
redistribusi yang tidak hadir, berdampak terhadap
biaya penyuluhan menjadi tidak efisien

3. Daftar hadir peserta fiktif


4 Inventarisasi dan Identifikasi 1. Kolusi antara petugas dengan calon penerima
Objek dan Subjek redistribusi tanah terkait data identitas serta
dokumen pendukung atas tanah

2. Kolusi antara petugas dengan calon penerima


redistribusi tanah terkait data identitas serta
dokumen pendukung atas tanah

3. Kolusi antara petugas dengan calon penerima


redistribusi tanah terkait data identitas serta
dokumen pendukung atas tanah

4. Objek calon lokasi redistribusi tanah fiktif


5. Subjek calon lokasi redistribusi tanah fiktif
5 Pengukuran dan Pemetaan 1. Kolusi pihak-pihak terkait sehubungan
pengukuran dan pemetaan batas-batas objek tanah

2. Kolusi pihak-pihak terkait sehubungan


pengukuran dan pemetaan batas-batas objek tanah

6 Sidang Panitia Pertimbangan 1. Kolusi pihak-pihak terkait sehubungan letak,


Landreform status, luas, penggunaan, penguasaan, kesesuaian
rencana tata ruang, dan kondisi tanah
menyebabkan hasil sidang PPL tidak
menggambarkan yang sebenarnya
2. Mark -up besarnya ganti kerugian dan harga
tanah
II Tahapan Penyerahan Sertifikat dan Bina Penerima Tanah
1 Penyerahan sertifikat 1. Dengan sengaja menerima suap untuk proses
percepatan penyerahan sertifikat
D KEGIATAN PENATAAN AKSES
I Tahapan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
1 Pembentukan organisasi 1. Pengangkatan anggota POKJA fiktif
2. Penyalahgunaan wewenang dalam penunjukkan
anggota POKJA
2 Penetapan lokasi kegiatan 1. Kolusi dalam penetapan TORA penerima bantuan
penataan akses
3 Pemetaan sosial 1. Manipulasi data potensi masyarakat
2. Kegiatan pemetaan sosial fiktif
4 Penyuluhan 1. Pertanggungjawaban belanja kegiatan
penyuluhan yang tidak benar.
2. Kegiatan penyuluhan fiktif
3. Pungutan kepada masyarakat.
5 Penyusunan Model 1. Model pemberdayaan melebihi usulan kebutuhan
Pemberdayaan
6 Pendampingan Pemberdayaan 1. Kegiatan pendampingan fiktif
Lampiran 5: 5 - 5

N0 TAHAP KEGIATAN HIPOTESIS RISIKO FRAUD

2. Pungutan diluar ketentuan terhadap masyarakat

7 Evaluasi dan Pelaporan 1. Mark up belanja untuk kegiatan penyusunan


Laporan

II Tahapan di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi


1 Bimbingan Teknis 1. Pertanggungjawaban belanja atas kegiatan fiktif

2 Inventarisasi Potensi dan 1. Manipulasi data potensi masyarakat


Pendampingan
2. Pungutan diluar ketentuan terhadap masyarakat

3. Perjalanan dinas fiktif


3 Fasilitasi dan Kerjasama 1. Pungutan diluar ketentuan terhadap masyarakat
penerima sertipikat hak atas tanah

4 Pengembangan dan Diseminasi 1. Kegiatan diseminasi fiktif


Model Pemberdayaan

1. Model pemberdayaan melebihi usulan kebutuhan

5 Monitoring dan Evaluasi 1. Perjalanan dinas monitoring dan evaluasi fiktif

2. Manipulasi data yang akan diinput kedalam


basis data
3. Pungutan diluar ketentuan terhadap masyarakat
di lokasi pemberdayaan
Lampiran 6:1-3

Lampiran 6 – Kuesioner Risiko Kecurangan

KUESIONER PERSEPSI PEGAWAI ATAS RISIKO FRAUD

Kerahasiaan identitas responden akan dijaga sebagai bagian dari pengawasan yang
dikelola oleh BPKP. Data dan informasi yang didapatkan melalui kuesioner ini
hanya akan disajikan dalam bentuk agregat dan tidak akan disajikan atau
dipublikasikan secara individual.

PETUNJUK UMUM

Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, yaitu:

3. Bagian A, data demografis, mencakup data mengenai usia, jenis kelamin,


pengalaman kerja dan tingkat pendidikan.
4. Bagian B, risiko fraud (penyimpangan).

PETUNJUK PENGISIAN

5. Harap menjawab seluruh pertanyaan berdasarkan apa yang Bapak/Ibu ketahui


atau menurut persepsi Bapak/Ibu.
6. Bapak/Ibu dapat memberikan komentar/pendapat tambahan pada ruang yang
disediakan.
7. Pastikan hanya terdapat satu jawaban untuk setiap pertanyaan, kecuali
dinyatakan lain untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu.
8. Kembalikan kuesioner yang telah lengkap terisi pada petugas yang telah ditunjuk
(untuk kuesioner manual).

BAGIAN A: DATA DEMOGRAFIS

5. Usia
 Kurang dari atau sama dengan 30 tahun
 Lebih dari 30 tahun sampai dengan 40 tahun
 Lebih dari 40 tahun sampai dengan 50 tahun
 Lebih dari 50 tahun
6. Jenis Kelamin
 Pria
 Wanita
7. Pengalaman Kerja
 Kurang dari atau sama dengan 10 tahun
 Lebih dari 10 tahun sampai dengan 20 tahun
Lampiran 6:2-3

 Lebih dari 20 tahun sampai dengan 30 tahun


 Lebih dari 30 tahun
8. Tingkat Pendidikan Terakhir
 SMA/sederajat
 Diploma I-III
 Diploma IV / Sarjana S1
 Sarjana S2/sederajat
 Sarjana S3/sederajat

BAGIAN B: RISIKO FRAUD (PENYIMPANGAN)

Menurut Bapak/Ibu, seberapa sering terjadinya beberapa perilaku berikut pada


Instansi Bapak/Ibu bekerja?

Keterangan Jawaban:
1: Sangat JarangTerjadi
2: Jarang Terjadi
3: Kadang-kadang Terjadi
4: Sering Terjadi
5: Sangat Sering Terjadi

Tingkat Keterjadian
No. Perilaku dalam Organisasi
1 2 3 4 5
1 Benturan kepentingan dalam penugasan.
□ □ □ □ □
2 Praktik suap terkait jabatan dan/atau dalam
penugasan □ □ □ □ □
3 Pemberian uang/bingkisan/fasilitas untuk
keperluan promosi, mutasi dan/atau rotasi □ □ □ □ □
4 Praktik penerimaan gratifikasi dalam
pelaksanaan penugasan □ □ □ □ □
5 Permintaan imbalan oleh pegawai dalam
penugasan □ □ □ □ □
6 Penggunaan aset kantor (Barang Milik
Negara/Daerah) untuk kepentingan pribadi □ □ □ □ □
7 Penguasaan aset kantor (Barang Milik
Negara/Daerah) dengan cara memanipulasi □ □ □ □ □
kondisi barang
Lampiran 6:3-3

Tingkat Keterjadian
No. Perilaku dalam Organisasi
1 2 3 4 5
8 Manipulasi pertanggungjawaban
keuangan/belanja □ □ □ □ □
9 Kegiatan fiktif atau pengeluaran fiktif
□ □ □ □ □
10 Perjalanan dinas dalam dan luar daerah fiktif
□ □ □ □ □
11 Pembocoran informasi yang sifatnya rahasia
□ □ □ □ □
12 Pengabaian pengaduan masyarakat (Dumas)
untuk kepentingan pribadi atau orang lain □ □ □ □ □
13 Pelapor kejadian penyimpangan atau
whistleblower mendapat tekanan dari atasan, □ □ □ □ □
rekan kerja, atau pihak lainnya
14 Menurut Bapak/Ibu, selain yang disebutkan
di atas, apakah terdapat perilaku menyimpang 1. ........................................................
lain yang mungkin terjadi pada instansi
2. ........................................................
Bapak/Ibu bekerja?
3. ........................................................
15 Menurut persepsi Bapak/ibu, seberapa sering
perilaku menyimpang pada butir 14.1 tersebut □ □ □ □ □
terjadi pada unit kerja Bapak/Ibu?
16 Menurut persepsi Bapak/ibu, seberapa sering
perilaku menyimpang pada butir 14.2 tersebut □ □ □ □ □
terjadi pada unit kerja Bapak/Ibu?
17 Menurut persepsi Bapak/ibu, seberapa sering
perilaku menyimpang pada butir 14.3 □ □ □ □ □
tersebut terjadi pada unit kerja Bapak/Ibu?

Anda mungkin juga menyukai