Tim penyusun:
Achmad rafli
Ahmad kautsar
Cindra Kurnia Damayanti
Cynthia Centauri
Dewi Kartika Suryani
Fatimah Hidayati
Karina Kaltha
Kartika Sari Widuri
Muh. Azharry R.S
Resita Sehati
Ria Yoanita
Yani Zamriya
1
DAFTAR ISI
3. Pedoman transfusi…………………………………………………. 8
4. Diare………………………………………………………..……… 11
5. Syok…………………………………………………..……………. 20
9. Hiperbilirubinemia………………………………………………… 44
11. Pneumonia…………………………………………………………. 55
2
TUGAS TIAP TAHAP PPDS IKA
I. Junior
- Bangsal
o Follow up setiap pasien dengan tata cara penulisan yang benar
o Melaporkan pada madya atau senior jika menemukan klinis atau penunjang
baru yang akan mempengaruhi tata laksana pasien
o Membantu madya dalam proses pengkodingan obat ataupun alat tertentu
(perisapan berkas dan follow up)
o Memasukan obat kemoterapi dalam supervisi senior
o Melakukan pemantauan balans diuresis pada pasien tertentu
o Memfollow up hasil pemeriksaan penunjang dan melakukan tata laksana
sesuai klinis dan instruksi DPJP. (jika tidak dapat terhubung dapat
berkonsultasi pada madya ataupun senior)
o Membuat resume masuk perawatan atau data dasar (untuk pasien langsung
dari poli) dengan jelas dan lengkap serta menuliskan di papan sebagai OSB
o Membuat resume pulang dengan lengkap dan jelas, sebelum ditanda tangani
oleh DPJP harus sudah dikoreksi senior
o Jaga bangsal sesuai aturan yang berlaku
- Perina
o Melakukan serah terima alat (operan) tepat waktu dengan list alat yang ada
o Membantu madya SCN4 dalam membantu persalinan baik bedah kaisar
maupun spontan
o Membuat surat pengantar rawat bayi baru lahir (dibantu bidan ruang transisi)
o Memfollow up pasien di transisi dan menginformasikan pada madya SCN 4
jika ada kelainan pada pasien
o Membuat data dasar pasien baru lahir dengan lengkap
o Membantu senior (NICU, SCN1) dan madya (SCN 2,3) dalam mengupdate
data kultur dan ekspertise pencitraan
o Mengisi dan mengecap lembar absensi DPJP harian
o Membuat dan melengkapi kurva fenton setiap minggunya (hari sesuai
kesepakatan)
o Jaga bangsal sesuai aturan yang berlaku
- PGD
o Melakukan follow up sesuai sistem dengan jelas dan lengkap
o Melakukan pemantauan balans diuresis
o Membantu madya dalam proses pengkodingan obat ataupun alat tertentu
(perisapan berkas dan follow up)
o Membuat resume masuk dan keluar PICU (integrasi maupun lembar Resume)
o Membantu follow up hasil pemeriksaan penunjang dan melaporkannya pada
madya ataupun senior
o Jaga sesuai aturan berlaku, libur 2x per minggu (hari sesuai kesepakatan)
3
- Stase luar (BCH-Psikiatri-Proposal)
o Meminta surat pengantar ke sekertaris departemen ditujukan kepada ketua
departemen bedah anak dan psikiatri atau surat pembimbing materi penelitian
ke divisi terkait
o Membantu pencatatan balans diuresis saat pagi hari
o Mengcover stase bangsal jika berhalangan hadir atau dalam acara ilmiah
seperti CDC
o Jaga bangsal sesuai aturan yang berlaku
II. Madya
- Open unit
o Datang pagi (sesuai kecepatan dan jumlah pasien yang dipegang)
o Memiliki catatan pasien pribadi dengan lengkap dan jelas
o Melakukan follow up dan mencatat di catatan pribadi madya
o Mengoreksi follow up junior
o Merondekan pasien ke DPJP
o Melakukan tugas ronde DPJP bersama junior dan senior bangsal
o Melakukan resep harian (senin dan kamis) sesuai pasien divisi yang dipegang
o Melakukan pelayanan poli sesuai hari divisi dan datang ke poli selambat-
lambatnya pukul 09.00 WIB
o Selalu berkomunikasi dengan senior dan junior terkait tata laksana pada
pasien
o Melakukan dan menjawab konsultasi sesuai aturan berlaku
o Jaga sesuai aturan yang berlaku
- Close unit
o Datang tepat waktu untuk operan selambat-lambatnya pukul 5.30 WIB
o Melakukan follow up mandiri (SCN 2,3 dan paien raber PGD di luar PICU)
dengan jelas dan lengkap
o Untuk PGD, melakukan follow up pasien hematologi yang ada di IGD
o Merondekan pasien ke DPJP bersama senior atau fellow
o Bersama madya divisi terkait, mengerjakan tugas ronde DPJP
o Jika terdapat masalah selama pemantauan di IGD, madya yang jaga harus
melaporkan ke DPJP terkait, dan diketahui oleh madya divisi tersebut
o Melakukan konsultasi dengan tata cara yang telah disepakati
o Membuat dan melengkapi buku operan sesuai aturan
o Jaga sesuai unit menurut aturan yang berlaku
III. Senior
- Open unit
o Melakukan follow up dan mencatat di catatan pribadi
o Mengoreksi follow up junior
o Membuat rencana tata laksana pasien (diskusi bersama madya) untuk
dibawakan saat ronde
o Bersama madya merondekan pasien ke DPJP
o Selalu berkomunikasi dengan madya dan junior terkait tata laksana pada
pasien
4
o Menjadi penyambung aspirasi madya dan junior ke konsulen
o Mengoperkan pasien yang dipegang kepada junior yang jaga
o Jaga sesuai aturan yang berlaku di kalangan senior
- Close unit
o Melakukan follow up mandiri (SCN 1,NICU)
o Untuk PGD, melakukan follow up dan mencatat di lembar pemantauan
o Mengoreksi follow up junior
o Memastikan daftar list obat dituliskan dengan benar
o Jika memungkinkan melakukan simulasi ronde bersama madya yang jaga
malam
o Menjadi penyambung aspirasi madya dan junior ke konsulen
o Mengoperkan pasien yang dipegang kepada junior yang jaga
o Jaga sesuai unit menurut aturan yang berlaku
5
BALANS DIURESIS
IWL meningkat pada kondisi: demam [IWL meningkat 12,5% setiap >1⁰ >37⁰C.
Kepustakaan lain menyebutkan IWL meningkat 10-15% tiap >1⁰C >38⁰C bila demam
persisten], berat lahir rendah (<1250gram), bayi didalam radiant warmer, bayi dengan
fototerapi.1
Volume urine bergantung pada jumlah cairan yang dikonsumsi, jumlah solute yg diekskresi,
dan kemampuan ginjal mengencerkan dan memekatkan urine.1
Oligouria:2
Neonatus dan bayi: <1ml/kg/jam atau <0,5ml/kg/jam
6
Anak: <0,8ml/kg/jam (nb: Harriet Lane infants <1ml/kg/jam)
Dewasa: <400ml/hari (anuria: <75ml/hari)
Poliuria:2
>2ml/kgBB/hari
Pada pasien hiperleukositosis (lekosit darah tepi >100.000/uL atau >50.000/uL):
perlu dilakukan hidrasi target diuresis >2ml/kg/jam (diuretik atau manitol hanya
bila volume urine <65% dari input), pH urine 6,5-7,5
Balans Nol
Total output dari balans sebelumnya digunakan sebagai target input kedepan. Umumnya
digunakan pada pasien ginjal. Input= diuresis+IWL (jika pasien baru gunakan rumus Darrow)
Ganti balans
Mengganti balans negatif dari balans sebelumnya agar sesuai.
Referensi:
1. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. USA; Elsevier; 2011. h.374-421.
2. Kompendium Nefrologi Anak. Jakarta: UKK Nefrologi IDAI; 2011:215.
3. The Royal Women’s intensive and special nurse care series nurseries. Feb 2007.
4. The Harriet Lane Handbook. Edisi ke-19; Philadelphia; Elsevier; 2012
7
PEDOMAN TRANSFUSI
I. Transfusi PRC
Tujuan : mempertahankan delivery oksigen ke jaringan dan mencegah iskemia miokardium
akut.
Indikasi :
1. Umumnya diberikan pada kadar Hb < 7 g/dl; namun tidak hanya atas kadar Hb
saja.
2. Batasan lebih rendah jika asimtomatik atau ada terapi lain yang dapat diberikan
(misal: Fe pada ADB)
3. Batasan lebih tinggi pada kondisi spesifik
a. Hb < 7-10 g/dL : operasi dengan perdarafan masif atau terbukti adanya
gangguan transport oksigen
b. Hb < 8 g/dL : riwayat transfusi kronik, perioperative, kemoterapi,
radioterapi, prosedur bedah emergensi dengan kehilangan darah yang dapat
diperkirakan (kehilangan darah intraop 15% total volume darah)
c. Hb < 10 g/dL : Neonatus dengan distress pernapasan
Komponen :
1. Whole blood : operasi jantung, perdarahan masih
2. Packed red cell : anemia simptomatik, 1 kantong pediatrik : 48-50 ml
3. Leukodepleted : leukosit disaring/filter <5x106 sel darah putih, mengurangi reaksi
transfusi, risiko transmisi CMV, dan GVHD. 1 kantong leukoreduksi : 250-300 mL
Disarankan pada :
a. Pasien imunokompromais
b. Transfusi kronik
c. Reaksi demam pasca transfusi 2x
8
4. Washed RBC : menghilankang antibodi, leukosit, untuk transfusi berulang, terdapat
antibodi dan PNH
Dosis :
1. Whole blood : BB(kg) x 6 X (delta Hb)
2. PRC : BB(kg) x 4 X (delta Hb)
a. Hb 7-10 : 10 ml/kg
b. Hb 5-7 : 5 ml/kg
c. Hb < 5, payah jantung (-) : 3 ml/kg
d. Hb < 5, payah jantung (+) : 3 ml/kg + furosemid
Ukuran kantong PRC : 250-300 mL/kantong atau 50-60 mL/kantong pediatric.
Kecepatan : (diberikan dalam 3-4 jam), dapat diulang interval 6-12 jam.
II. Transfusi TC
Tujuan : mengontrol atau menghentikan perdarahan (lihat respons klinis, bukan peningkatan
kadar trombosit)
Indikasi :
1. Kegagalan sumsum tulang
a. Tr < 10.000 /ul tanpa demam dengan perdarahan mukosa spontan (saluran
cerna, kulit, saluran kemih, intracranial)
b. Tr > 10.000 /ul: dengan perdarahan aktif (ptekie multipel, epistaksis,
hematuria masif, pedarahan saluran cerna) dan dengan kemungkinan
perdarahan (perdarahan retina, sakit kepala hebat, kejang)
c. Tr < 20.000 /ul: dengan faktor risiko perdarahan : demam, sepsis
2. Pembedahan atau prosedur invasuf : Tr < 50.000/ul atau lebih tinggi pada
pembedahan yang memiliki risiko perdarahan masif
3. Gangguan fungsi trombosit : jika terdapat perdarahan atau risiko tinggi terjadinya
perdarahan, berapapun hitung trombosit saat itu
4. Perdarahan atau tranfusi masif :
a. Pertahankan Tr > 50.000/ul jika trombositopenia dipikirkan menjadi
penyebab perdarahan tersebut
b. Pertahankan Tr > 100.000/ul jika terdapat KID atau perdarahan intrakranial
Dosis : BB (kg) x 1/13 (lt) x (1000/300) ATAU 5-20 mL/kg
Diperkirakan mampu meningkatkan hitung trombosit 50.000/kali transfusi
Kecepatan : 3 mL/kg/jam dalam 2-3 jam / dalam 30 menit
III. Transfusi FFP
Mengandung faktor VIII 70% kadar serum. 1 pack = 200-200 ml
Indikasi :
9
Indikasi utama tidak banyak,hanya untuk koreksi gangguan koagulasi karena defisiensi faktor
pembekuan
1. DIC
2. Penyakit hati, jika perdarahan disertai dengan fungsi koagulasi abnormal
3. Setelag transfusi masif atau operasi pintas jantung, jika terdapat perdarahan dengan
fungsi koagulasi abnormal
4. PT > 1,5 x
Dosis : 10-20 mL/kg
Ukuran kantong : 300 mL/kantong atau 50 mL/kantong untuk bayi.
Kecepatan : mulai tidak lebih dari 5 mL/menit
Perhatian : berisiko tinggi menyebabkan reaksi transfusi, dapat disubtitusi dengan KOFACT
40 IU/kg/hari
IV. Transfusi Kriopresipitat (cryo)
Didapatkan dari FFP dengan cara mengambil presipitatenya, mengandung 50% faktor VIII
dan fibrinogen
Indikasi :
1. VWD
2. Hemofilia
3. Defisiensi fibrinogen dengan perdarahan nyata, prosedur invasive, trauma, atau KID
Dosis : 5-10 mL/kg
Ukuran kantong : 30-40 mL/kantong
Kecepatan : mulai tidak lebih dari 5 mL/menit
Referensi:
10
DIARE
Diare Akut: Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air di
dalam tinja melebihi normal (10 mL/kg/hari), menyebabkan peningkatan frekuensi
defekasi > 3 kali sehari. Berlangsung selama 7 hari, biasanya sembuh sendiri, hanya 10%
yang melanjut (PROLONG) sampai 14 hari.
Disentri: jika disertai darah makroskopis maupun mikroskopis. Pastikan bukan suatu
“currant jelly stool”
Persisten: Diare akut karena infeksi usus yang karena sesuatu sebab melanjut 14 hari atau
lebih.
Kronik: diare karena defek pencernaan atau absorbsi yang bersifat kongenital, seperti
Cystic fibrosis, def. Enzim pencernaan kongenital (sind. Malabsorbsi), pankreatitis
kronik.
Perjalanan diare
Epidemiologi
Negara maju : 0.5 s.d 1.9 episode/tahun
11
Negara berkembang: 6-7 episode/tahun
Etiopatogenesis
Mekanisme sederhana:
o Diare sekretorik: Toksin merangsang c-AMP atau c-GMP untuk mensekresikan secara
aktif air dan elektrolit ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare.
o Diare osmotik: Kenaikan tekanan osmotik dalam lumen usus akibat fermentasi makanan
yang tidak diserap akan menarik air ke dalam lumen usus.
12
Manifestasi klinis
Anamnesis:
Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsistensi tinja, lendir-
darah.
Muntah (deskripsi juga), nyeri perut, rasa haus, rewel, lemah, kesadaran menurun,
sesak, kejang, kembung. Demam, BB awal, BAK terakhir.
Jenis dan jumlah cairan yang diminum, riw. Memakan makanan yang tidak biasa
sumber air minum.
Cari penyakit penyerta ekstra lntestinal, riwayat campak (imunodefisiensi)
Penggunaan antibiotik, higienis
Khas rotavirus: watery diarrhea, asam, BAB menyemprot, eritema natum, riwayat
bepergian
Demam tinggi (> 40oC), adanya darah dalam feses, nyeri perut, dan keterlibatan
gejala SSP mengarah ke etiologi bakterial. Sedangkan muntah dan gejala pernapasan
ke arah virus.
Pemeriksaan Fisis:
keadaan umum, kesadaran, tanda vital
tanda utama: keadaan umum, gelisah/cengeng, lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor
kulit abdomen menurun (pada pasien gemuk sulit dinilai, atau pada giziburuk sudah
buruk dari awal)
tanda tambahan: UUB (kalau gizi buruk juga cekung), kelopak mata, air mata,
mukosa bibir mulut dan lidah
BB (hitung % penurunan), LLA untuk edema dan organomegali
3 tanda terbaik untuk penentuan dehidrasi: pemanjangan CRT, turgor kulit, dan pola
pernapasan (III, C). Akral dingin, nadi lemah, dan tidak adanya air mata juga
membantu.
Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit: kusmaull (asidosis
metabolik), kembung (hipo K+), kejang (hipo or hiper Na+)
13
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali ada tanda intoleransi
laktosa dan curiga amebiasis. Kultur dipertimbangkan pada kasus persisten
o Makroskopis: konsistensi, warna, lendir, darah, bau
o Mirkoskopis: leukosit, eritrosit,parasit, bakteri
o Kimia: pH, clinitest, laktoferin, elektrolit (HCO3)
o Analisa feses jika curiga malabsorbsi
Elektrolit
o Curiga gangguan
o Dilakukan pada kasus ringan-sedang dengan keterangan anamnesis dan PF yg
tidak sesuai.
o Semua anak yang akan mendapatkan terapi parenteral
AGD jika curiga gangguan asam basa
BJ urin (N: 1015-1025) dilakukan pada anak yang sulit dinilai status hidrasinya (gemuk,
gizi buruk)
Pada kasus diare persisten:
o pH tinja intoleransi lakstosa
14
o Eliminasi & provokasi CMPSE
o BHT bakteri tumbuh lampau
o Steatokrit malabsorbsi
o Biakan tinja
OSMOTIK SEKRETORIK
Volume tinja < 200 ml/hari > 200 ml/hari
Puasa Berhenti Berlanjut
Na+ tinja < 70 Meq/l > 70 Meq/l
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6
Tata laksana
• 4 pilar utama: Rehidrasi, Pemberian makan, obat (Zink), dan Pencegahan dan edukasi
• Lintas diare: cairan (oralit formula baru),zink 10 hari, melanjutkan pemberian makanan
dan ASI, antibiotik selektif, dan edukasi-pencegahan (konseling ibu)
• Pada kasus diare persisten perlu dilakukan pemuasaan untuk membedakan diare osmotik
dengan sekretorik (lihat bagan).
Rehidrasi
Rute
o Per oral (upaya rehidrasi per oral –URO) merupakan rute pilihan pertama, jika tidak
memungkinkan rute per enteral (NGT) karena efek samping mininal dan mengurangi
lama rawat dibandingkan parenteral (IV)
o Penyebab URO gagal
o Keluaran tinja yang banyak (>15 cc/jam)
o Muntah terus menerus
o Dehidrasi berat
o Tidak mampu atau menolak minum
o Malabsorpsi glukosa
o Perut kembung dan ileus paralitik
o Cara penyiapan dan pemberian oralit yang tidak benar
o Rehidrasi per NGT
o Pada kasus diare karena virus dan dehidrasi ringan sedang, rehidrasi per NGT
dalam 4 jam (WHO 6 jam, dehidrasi berat) ataupun 24 jam tidak berbeda
bermakna.
o Lebih rendah ES (gangguan elektrolit, edema serebri, dan flebibitis)
dibandingkan IV
o Indikasi rehidrasi parenteral
o Dehidrasi berat
o Tidak dapat minum (lemah, sopor atau koma)
o Muntah hebat
o Oliguri atau anuri berkepanjangan
15
o Komplikasi serius lain yang menghambat keberhasilan rehidrasi oral
o Evaluasi dalam 1-2 jam (atau evaluasi setelah usaha rehidrasi) nilai kembali derajat
dehidrasi
Jumlah
o Tanpa dehidrasi dengan new oralit:
CRO 5-10 mL/kg tiap diare, 2-5 mL/kg tiap muntah. < 1 thn 50-100 ml, 1-5 thn 100-200
ml, & > 5 thn ad lib
o Dehidrasi ringan-sedang:
CRO dengan hipoosmolar/ reduced osm 75 mL/kg dalam 3 jam utk mengganti yang telah
hilang, dan 5-10 ml/kg per mencret
Atau jika muntah persisten via oral maupun NGT, dapat diberikan RL atau KAEN 3b, atau
NaCl 0.9%, diberikan selama 3 jam lalu evaluasi klinis dan balans diuresis, dapat diulang
jika masih dehidrasi.
- 3-10 kg : 200 ml/Kg/hari
- 10-15 kg : 175 mL/kg/hari
- > 15 kg : 135 mL/kg/hari
o Dehidrasi berat:
- < 12 bln: IVFD 30 mL/kg/1 jam, 70 mL/kg/5 jam
- 12 bln: IVFD 30 mL/kg/ ½-1 jam, 70 mL/kg/3 jam
- Jika dalam tahap pertama nadi masih lemah atau tidak teraba, dapat diulang 1 kali lagi
-RL diberikan pada 1 jam tahap pertama, sedangkan tahap selanjutnya dapat diberikan
KAEN 3B
-berikan peroral bila sudah mau dan dapat minum, mulai dgn 5 m;l/kg selama rehidrasi
o Dengan penyakit penyerta (pneumonia, ensefalitis, meningitis, gizi buruk marasmik): 250
mL/kg/hari : 4 jam 1/3, 20 jam 2/3 nya, sambil dipantau balans diuresis)
16
o Khusus untuk malnutrisi kita pakai RESOMAL (Rehydration Solution for Malnutrition)
Jenis (g/L) (mEq/L) Kalori T.Osm.
Prod. (Kcal/ (mOsm/L)
)
Dextrosa Na K Ca Cl Lak
NaCl 0,9% - 154 - - 15 - - 308
4
RL - 130 4 3 10 28 - 273
9
Kaen IB 37,5 38, - - 38 - 150 285
D5 : 5 ,5
NS=3:1
Kaen 3B 27 50 20 - 50 20 108 290
17
o Sari buah segar: pisang, apel, dan jeruk +Kalium
o Rendah serat, hindari soft drink, jus buah kental, kafein, sereal berlapis gula, dan
makanan tinggi lemak
o Pemberian susu bebas atau rendah laktosa dipertimbangkan pada kasus dehidrasi
berat atau tanda intoleransi laktosa
o Pasien pasca loading, dapat mulai diberikan diet enteral dalam 12 jam setelah
loading, dengan memperhatikan hemodinamik dan menilai akseptabilitas serta
toleransi pasien.
Zinc
Terjadi kehilangan Zinc secara bermakna saat diare
Pemberian Zinc memperbaiki transport air dan elektrolit melewati mukoa
Pada diare akut dengan anak gizi kurang/buruk, Zinc terbukti dapat mengurangi
frekuensi, volume (keparahan) dan durasi diare. Mencegah diare berulang dlm 2-3
bln ke depan
Dosis 10-14 hari
< 6 bln: 10 mg/hari
> 6 bln: 20 mg/hari
WHO dan MTBS hanya untuk > 2 bln
Antibiotik
Diberikan bila ada disentri atau kolera
Pertimbangkan pada kasus defisiensi imun, < 3bln, sepsis
Bahaya irrasional pakai AB: Antibiotic Ass Diarrhea dan resistensi
Shigella :
o Pilihan pertama: kotrimoksazol (IDAI), Azitromisin (ESPGHAN, kotrim
boleh kalau msh sensitif)
o Alternatif: asam nalidiksat atau cefixime
o IV pertama: seftriakson
Pemberian AB per IV
o Pasien tidak bisa oral karena penurunan kesadaran muntah2).
o Pasien dengan defisiensi imun (disertai demam)
o Tersangka bakteremia
o Neonatus/bayi < 3 bulan dengan demam (work-up sepsis)
Probiotik
Mekanisme:
o Kompetisi nutrisi & ikatan di mukosa
o Membentuk suasana asam
o Memproduksi antimikrobial
o Menyeimbangkan mikroflora
o Metabolisme zat gizi dan empedu
o Berperan dalam maturasi & regulasi pertahan mukosa (MALT)
Jenis yang terbukti bermanfaat: lactobacillus, bifidobacterium, Saccharomyces
baulardi (AAD)
Antiemetik (ondansentron dan metoclopramide)
Tidak rutin diberikan pada diare dengan muntah
Risiko retensi cairan yang mengandung toksin
Bermanfaat karena menurunkan angka rehidrasi per IV
Absorben
18
o Smectite
Silicat aluminomagnesium terhidrasi alami yang dapat mengikat mukus, dan
toksin. Pada eksperimen terbukti meningkatkan absorbsi air dan elektrolit dan
mempertahankan sistim barier usus.
o Racecadotril
Obat antisekresi yang cara kerjanya dengan menghambat enkephalinase cegah
degradasi opioid endogen (enkephalins) di saluran cerna dan menurunkan sekresi
air dan elektrolit
Referensi:
1. WHO. Hospital care for children. Geneva. 2005
2. American academy of pediatric. The management of acute gastroenteritis in young
children. Paediatrics. 1996;97:1-20.
3. Hans S. Reduced osmolarity oral rehydration solution for treating dehydration due to
diarrhea in children: systematic review. BMJ. 2001;325:81-5.
4. Sandhu BK. Practical guidelines for the management of gastroenteritis in children. J
Pediatr Gastroenterol Nutr. 2001;33:36-9.
5. Dwipoerwantoro PG. Tata laksana diare persisten pada anak. PKB LXIII. 2012. h.51-
5.
6. Bhutta ZA. Persistent diarrhea in developing countries. Ann Nestle. 2006;64:39-47.
19
SYOK
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan
nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan maupun utilisasinya untuk metabolisme seluler
jaringan tubuh, sehingga terjadi defisiensi akut oksigen di tingkat seluler. Untuk
mempertahankan sirkulasi normal, dibutuhkan volume intravaskular yang adekuat serta
fungsi pompa jantung dan sistem vaskular yang normal.1
Gambar 1. Komponen yang berperan pada oxygen delivery
20
Tabel 1. Nilai normal denyut jantung dan takanan darah sesuai usia 5
Usia Denyut Jantung (95% range) Mean Arterial Pressure (95% range)
(denyut/menit) (mmHg)
Neonatus 95-145 40-60
3 bulan 110-175 45-75
6 bulan 110-175 50-90
1 tahun 105-170 50-100
3 tahun 80-140 50-100
7 tahun 70-120 60-90
10 tahun 60-110 60-90
12 tahun 60-100 65-95
14 tahun 60-100 65-95
21 tahun 60 kg 65-115 65-105
21 tahun 70 kg 65-115 70-110
Anamnesis
Selain tanda-tanda syok, seperti telah diuraikan di atas, beberapa penyebab syok yang sering
pada anak dapat digali dari anamnesis (Tabel 2).
Tabel 2. Penyebab syok pada anak6
Hipovolemik Perdarahan
Diare
Muntah
Luka bakar
Peritonitis
Distributif Sepsis
Anafilaksis
Obat yang menyebabkan vasodilatasi
Trauma medula spinalis
Kardiogenik Aritmia
Kardiomiopati
Kontusio miokardium
Infark miokardium
Pemeriksaan fisik1,2,4
- Fase kompensasi: dapat dijumpai takikardi, ekstremitas dingin, capillary refill
memanjang, pulsasi perifer melemah, dan tekanan darah normal.
- Fase dekompensasi: dijumpai tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit
dingin dan mottled, capillary refill bertambah lama), oliguria, laju nafas bertambah cepat
dan dalam dengan penurunan kesadaran.
- Fase irreversible: dijumpai tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, kesadaran
semakin menurun, anuria dan tanda-tanda kegagalan system organ lain.
Pemeriksaan penunjang
- Darah tepi, analisa gas darah, kadar glukosa dan elektrolit (bila perlu kultur resistensi dan
golongan darah)
- Pemeriksaan analisa gas darah dan laktat serum dapat digunakan untuk melengkapi
pemeriksaan klinis perfusi sistemik, menilai tingkat asidosis dan efektifitas
21
penatalaksanaan.1,3
- Saturasi oksigen mixed vein (SvO2) dapat menggambarkan keseimbangan antara pasokan
(DO2) dan kebutuhan oksigen (VO2). Penurunan SvO2 sebesar 5% (normal 65%-77%)
menunjukkan penurunan DO2 atau peningkatan VO2.
- Pemantauan kadar laktat darah arteri dan saturasi vena sentral (SCVO2) dapat digunakan
untuk menilai defisiensi oksigen global.
- Foto Röntgen thoraks pada syok kardiogenik dapat menunjukan gambar edema paru.
- Indikator hemodinamik lain dapat diperoleh melalui pemasangan pulmonary artery
catheter (PAC) atau pulse contour continuous cardiac output monitoring (PICCO). Nilai
normal cardiac Index (CI) dan systemic vascular resistance index (SVRI) dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai normal cardiac index (CI) dan systemic vascular resistance index (SVRI)
Parameter Perhitungan Nilai normal
CI CO/SA 3,5-5,5 L/menit/m2
Cardiac output/Surface area
SVRI 79,9 x(MAP-CVP)/CI 800-1600 dyne/detik/cm5
79,9x(mean arterial-central venous pressure)/cardiac
index
Tata laksana
1. Pertahankan jalan nafas, berikan oksigen (FiO2 100%), bila perlu berikan ventilatory
support.
2. Pasang akses vaskular secepatnya (60-90 detik) untuk resusitasi cairan dan diberikan
sebanyak 20 ml/kg secepatnya (kurang dari 10 menit) dengan cairan kristaloid atau
koloid yang dapat diulangi 2-3 kali sampai nadi teraba kembali.
3. Nilai respon penderita dengan memantau status kardiovaskular/ tanda vital dan perfusi
perifer.
4. Pasang kateter urin untuk menilai respon perbaikan sirkulasi dengan memantau produksi
urin.
5. Bila resusitasi cairan telah diberikan (2-3 kali fluid challenge) namun belum ada respon
yang adekuat, maka dilakukan tindakan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi hasil
analisis gas darah dan koreksi asidosis metabolic yang terjadi bila pH kurang dari 7,15.
6. Bila masih terdapat hipotensi dan nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter vena
sentral untuk pemberian resusitasi cairan berikutnya berdasarkan nilai tekanan vena
sentral (CVP).
7. Nilai kembali kenaikan CVP setelah pemberian fluid challenge secara berhati-hati.
8. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada syok telah dikoreksi, sebelum
pemberian obat inotropik dimulai. Obat vasoaktif diberikan bila diyakini tidak terdapat
22
lagi hipovolemik dan oksigenasi telah adekuat.
9. Bila kadar Hb < 5 g/dl, koreksi dengan transfusi PRC (10 ml/kgBB). Usahakan agar
kadar Hb lebih besar dari 10 g/dl dengan nilai Ht 40-50%.
Pemantauan lanjut:
1. Carilah penyebab syok lainnya yang mungkin terjadi (perdarahan akibat trauma tumpul
abdomen, pneumotoraks, syok kardiogenik, tamponade jantung, dll). Foto toraks
secepatnya bila kondisi klinis stabil, konsultasi bedah bila diperlukan.
2. Setelah restorasi cairan dilakukan, berbagai kemungkinan disfungsi organ lain akibat
syok perlu dievaluasi untuk tatalaksana lanjutan.
Syok kardiogenik
1. Oksigenasi adekuat, pertahankan PaO2 lebih dari 65-70 mmHg pada penyakit jantung
bawaan.
2. Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit yang terjadi.
3. Kurangi rasa sakit dan ansietas.
4. Atasi disritmia jantung yang mungkin terjadi.
5. Kurangi kelebihan preload dengan diuretika.
6. Fluid challenge diberikan secara hati-hati untuk memperbaiki kontraktilitas jantung bila
tidak ada edema paru, pantau dengan ketat berdasarkan nilai CVP.
7. Perbaiki kontraktilitas jantung dengan obat inotropik tanpa menambah konsumsi oksigen
miokard.
8. Kurangi beban afterload (SVR tinggi) dengan venodilator.
9. Atasi hal-hal yang berkaitan dengan penyebab primer kelainan jantung.
Syok sepsis2,5,6,7
1. Pertahankan jalan nafas, berikan oksigen.
2. Pasang akses vaskular, bolus 20 ml kristaloid.
3. Lakukan pemeriksaan darah lengkap, kultur darah, dan glukosa.
4. Berikan antibiotika.
5. Bila respon tidak adekuat, ulangi pemberian cairan 20 ml/kg. Dapat diberikan sampai 60
ml/kg dalam 10 menit pertama.
6. Bila respon tidak adekuat, berikan inotropik.
7. Hidrokortison diberikan pada pasien katekolamin resisten dengan sangkaan ataupun
terbukti insufisiensi adrenal.
Syok anafilaksis1
1. Hentikan pemberian alergen penyebab (bila mungkin), berikan adrenalin 10
23
µg/kgBB/IM.
2. Pertahankan jalan nafas dan pernafasan. Bila terdapat wheezing dapat diberikan nebulasi
adrenalin (5 ml dengan larutan 1;1000) atau dilakukan intubasi/ surgical airway bila
terdapat sumbatan jalan nafas.
3. Periksa status sirkulasi penderita, bila terjadi arrest lakukan segera resusitasi
kardiopulmonal (CPR), pasang segera akses vascular untuk pemberian resusitasi cairan
(20 ml/kgBB secara IV/intraoseus).
4. Nilai ulang ABC resusitasi dan dilakukan tindakan CPR lanjutan
4.1. Bila masih terdapat wheezing berikan inhalasi salbutamol (5mg setiap 15 menit).
4.2. Bila perlu dilanjutkan dengan pemberian hidrokortison (4mg/kgBB/IV), jika perlu
ditambahkan aminofilin drip (dosis inisial 6mg/kgBB/IV dilanjutkan 1mg/kg/jam)
atau salbutamol (inisial 4-6 mg/kg/IV selanjutnya 0,5-1 mg/kg/menit).
4.3. Bila masih terdapat syok, resusitasi cairan dilakukan dengan pemberian koloid
(maksimal 20 mg/kg/hari) dilanjutkan dengan obat inotropik.
24
25
Early Goal Directed Therapy (EGDT) Algorithm/Driver Diagram
(Refer to Sepsis Glossary for definitions of abbreviation such as SIRS, HR, WBC, etc)
26
pressure is done to help confirm for 24 hours, goal is that
the diagnosis. lactate is less than original
value within 12 hours of 1st
Lab results can confirm a result
Sepsis diagnosis:
Positive blood, urine, or
sputum culture
Lactate > 4
SBP < 90 for more than 1 hr
Referensi:
1. UKK Pediatrik Gawat Darurat IDAI 2005-2008. Kumpulan materi pelatihan resusitasi
pediatrik tahap lanjut.
2. Nadel S, Nisson NT, Ranjit S. Recognition and initial management of shock. Dalam:
Nichols DG, penyunting. Roger's textbook of pediatric intensive care. Edisi ke-4.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h. 372-83
3. Smith L, Hernan L. Shock states. Dalam: Fuhrman BP, Zimmerman J, penyunting.
Pediatric critical care. Edisi ke-3. Philadelphia: Mosby; 2006. h. 394-410
4. American Heart Association. 2005 American Heart Association (AHA) Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) and Emergency Cardiovascular Care (ECC) of
Pediatric and Neonatal Patients: Pediatric Advanced Life Support. Pediatrics
2006;117;1005-28
5. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke R. Surviving Sepsis
Campaign: International guidelines for management of severe sepsis and septic shock
2008. Crit Care Med 2008;36:296-327
6. Arikan AA, Citak A. Pediatric shock. Signa vitae 2008; 3(1): 13 – 23
7. Khilnani P.Clinical management guidelines of pediatric septic shock. Indian J Crit Care
Med 2005;9:164-72
27
HIPERTENSI PADA ANAK
Tekanan darah pada anak berusia >1 tahun diklasifikasikan sebagai berikut:
28
Krisis Hipertensi
Klasifikasi:
o HT emergensi: ada kerusakan organ target (otak, jantung, ginjal, atau
mata)
o HT urgensi : belum menyebabkan kerusakan organ target. Dapat
progresif menjadi HT emergensi
HT emergensi:
o Hitung perbedaan antara TD saat itu dgn TD P95 sesuai umur, jenis
kelamin, TB pasien
o Turunin TD 25-30% dalam 6 jam pertama, selanjutnya 25-30% dalam
24-36 jam. Selebihnya dalam 48-72 jam.
o Obat anti HT yg dipakai short acting, parenteral, dan mudah difiltrasi.
o Dari literatur dianjurkan labetalol, nitroprusid, nicardipin. Obat lain yang
dipakai adalah diazoxid, hidralazin, klonidin, enalapril. Satu-satunya obat
oral yang dapat dipakai adalah nifedipin.
o Sebaiknya di ruang perawatan intensif. TD diukur tiap
5 menit pada 15 menit pertama.
Selanjutnya tiap 15 menit pada 1 jam pertama
Kemudian tiap 30 menit sampai TD diastolik <100
Tiap 1-3 jam sampai TD stabil
Lini pertama: nifedipin sublingual dikombinasi dengan
furosemid intravena
o Nifedipin dosis 0,1 mg/kg dinaikkan 0,1 mg/kg/kali setiap 5 menit pada
15 menit pertama
Lalu tiap 15 menit pada 1 jam
Lalu tiap 30 menit. Dosis maksimal 10 mg/kali.
Furosemid dosis 1 mg/kg/kali IV, 2 dd (2 kali perhari), bisa oral
bila KU baik.
Bila TD belum turun, ditambahkan kaptopril dosis awal 0,3
mg/kg/kali, diberi 2-3d d sehari, dosis maksimal 2 mg/kg/hari.
Bila TD belum turun, kombinasi dengan anti HT lainnya
Bial TD bisa turun, lanjut nifedipin oral 0,25 mg/kg/hari, 3-4 kali
sehari. Dapat dikombinasi dengan kaptopril oral bila TD belum
turun. Selanjutnya, dosis nifedipin dan kaptopril diturunkan
secara bertahap dan diteruskan dengan kaptopril oral.
o Lini kedua: klonidin drip (Katapres) dikombinasikan dengan furosemid
intravena
o Klonidin dosis 0,002 mg/kg/8jam + 100 ml dekstrosa 5% (mikrodrip).
Tetesan awal 12 tetes / menit
Bila diastolik belum <= 100, tetesan dinaikkan 6 tetes/menit tiap
30 menit (maksimal 36 tetes/menit)
29
Furosemid 1mg/kg/kali intravena, 2 kali sehari.
Bila 30 menit setelah 36 tetes/menit TD belum turun, tambah
kaptopril dosis awal 0,3mg/kg/kali, diberi 2-3kali sehari, dosis
maksimal 2mg/kg/hari.
Bila TD belum turun juga, bisa kombinasi dengan anti HT lain.
Bila TD bisa diturunkan, klonidin diturunin bertahap 6
tetes/menit tiap 30 menit. Kaptopril oral lanjutin. Selanjutnya
dosis kaptopril diturunin bertahap.
Hipertensi urgensi
TD dapat diturunin perlahan-lahan yaitu 25% dalam 12-24 jam
Dapat menggunakan obat anti HT oral seperti pada HT emergensi
Perlu observasi ketat karena dapat progresif menjadi HT emergensi bila tdk
diturunkan dalam 12-24 jam.
30
Tabel 2. Obat yang dapat digunakan pada hipertensi krisis pada anak
31
32
33
34
Referensi:
1. Departemen Anak FKUI-RSCM. Pedoman pelayanan klinis.2015.hal 238-41.
2. Sekarwana N. Dedi R, Dany H. Konsensus tatalaksana hipertensi pada anak. 2011.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.hal 30-5.
35
NUTRISI PARENTERAL
Nutrisi parenteral (NP) adalah pemberian nutrien melalui jalur intravena, yang
meliputi pemberian air, asam amino, lemak, karbohidrat, elektrolit, vitamin,
mineral, dan trace elements.
Indikasi nutrisi parenteral (NP: nutrisi parenteral, NO: nutrisi oral, NE: nutrisi enteral)
Nutrisi parenteral dibagi menjadi: Nutrisi parenteral total, parsial, sentral, perifer,
siklik, dan kontinyu.
36
Keadaan tertentu memerlukan restriksi cairan, misalnya gagal ginjal, gagal
jantung, dan penyakit paru tertentu. Cairan selain NP harus diperhitungkan
volumenya, misalnya transfusi darah, bilasan dengan NaCl atau heparin, dan obat
intravena.
4. Perhitungan kalori
Basal metabolic rate (BMR) adalah sejumlah energi yang diperlukan untuk
mempertahankan fungsi vital tubuh tidak termasuk aktifitas dan pengolahan makanan.
Dalam praktek sehari-hari, yang diukur biasanya resting energy expenditure (REE).
BMR dapat meningkat pada keadaan tertentu misalnya peradangan, demam, penyakit
kronik (misalnya jantung, paru, dll) atau berkurang sebagai respons terhadap asupan
energi yang rendah.
37
Menentukan kebutuhan energi sehari dengan perhitungan yang lazim dipakai,
misalnya dengan menggunakan tabel di bawah ini:
38
5. Menentukan kebutuhan nutrien makro
Sejumlah minimum glukosa, lemak, dan protein diperlukan untuk menghindari
defisiensi energi, mencegah hipoglikemia, defisiensi asam lemak esensial, dan
hipoproteinemia.
Dextrose adalah sumber energi untuk NP dengan kandungan 3,4 kcal/g (bukan
4 kcal/g sebagaimana karbohidrat oral atau enteral). umumnya 40% - 60%
kalori berasal dari dextrose (glukose) dengan GIR 6 – 14 mg/kg/hari
Konsentrasi standar asam amino dalam larutan NP berkisar antara 5% -
15%, dengan komposisi asam amino esensial 40% - 50% dan asam amino non
esensial antara 50% - 60%. Asam amino mengandung 4 kcal/g.
Lipid: umumnya anak memerlukan energi asal lemak sebanyak 20% - 40%.
Pada anak besar lemak dapat mulai diberikan dari 1g/kg/hari. Lipid
mengandung 9 kcal/g.
39
7. Menentukan kebutuhan vitamin
40
http://www.globalrph.com/osmolarity_calculations.htm
Referensi:
Sjarif DR, Lestari ED, Merzalia M, Nasir SS. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit
metabolik. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.
41
NUTRISI PARENTERAL PADA NEONATUS
Divisi perinatologi RSCM menggunakan sistem total parenteral nutrition (TPN) sbb:
42
Komposisi PG1 dan PG2 adalah sbb:
PG1 PG2
Dextrose 10%
Amino acids 2.5%
Sodium Nil 34.05 mmol/L
Potassium 10.00 mmol.L 25.00 mmol/L
Calsium 8.8 mmol/L
Magnesium 2.5 mmol/L
Phosphate 10.1 mmol/L
Trace elements Added 2.1 mL
43
HIPERBILIRUBINEMIA
Hiperbilirubinemia adalah keadaan transien yang sering ditemukan pada sebagian besar bayi
cukup bulan (60-70%) dan pada hampir semua bayi prematur. Ikterus adalah warna kuning
pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin dalam serum. Ikterus pada
neonatus akan terlihat bila kadar bilirubin serum >7 mg/dL (Cloherty, kalau Gomella >5
mg/dL).
Penyebab hiperbilirubinemia:
1. Hiperbilirubinemia fisiologis.
Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin, UCB) pada neonatus
cukup bulan dapat mencapai 6-8 mg/dL pada usia 3 hari, setelah itu berangsur turun.
Peningkatan sampai 12 mg/dL masih berada dalam batas fisiologis. Pada bayi
prematur, kadar bilirubin dapat mencapai 10-12 mg/dL pada hari ke-5 dan masih
dapat naik menjadi >15 mg/dL tanpa adanya kelainan tertentu. Kadar bilirubin akan
mencapai <2 mg/dL setelah usia 1 bulan, baik pada bayi cukup bulan maupun
prematur. Ikterus fisiologis ini dapat disebabkan beberapa mekanisme:
a. Peningkatan produksi bilirubin, yang disebabkan oleh:
Peningkatan volume eritrosit per kilogram dan masa hidup eritrosit
yang singkat pada bayi (90 hari)
Peningkatan eritropoiesis inefektif
b. Peningkatan sirkulasi enterohepatik
c. Defek uptake bilirubin dari plasma
d. Defek konjugasi karena aktivitas uridin difosfat glukuronil transferase
(UDPG-T) yang rendah
e. Penurunan ekskresi hepatik
2. Hiperbilirubinemia nonfisiologis.
Ikterus nonfisiologis seringkali sulit dibedakan dengan ikterus fisiologis. Keadaan di
bawah ini menandakan kemungkinan hiperbilirubinemia nonfisiologis dan
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut:
Onset ikterus sebelum usia 24 jam
Peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi (lihat Diagram 1)
Peningkatan bilirubin serum >5 mg/dL/24 jam
Kadar bilirubin terkonjugasi >2 mg/dL
Bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan
berat badan, apne, takipne, instablilitas suhu)
Ikterus yang menetap >1 minggu pada bayi cukup bulan atau >14 hari pada
bayi prematur
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi, sferositosis, defisiensi glukosa 6-
fosfat dehidrogenase (G6PD)
Riwayat keluarga dengan penyakit hati, menandakan kemungkinan galaktosemia,
deifisiensi alfa-1-antiripsin, tirosinosis, hipermethioninemia, penyakit Gilbert,
sindrom Crigler-Najjar tipe 1 dan II, atau fibrosis kistik
Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia, mengarahkan pada kemungkinan
inkompatibilitas golongan darah atau breast-milk jaundice
Riwayat sakit selama kehamilan, menandakan kemungkinan infeksi virus atau
toksoplasma
44
Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi ibu yang berpotensi menggeser ikatan
bilirubin dengan albumin (sulfonamida) atau mengakibatkan hemolisis pada bayi
dengan defisiensi G6PD (sulfonamida, nitrofurantoin, antimalaria)
Riwayat persalinan traumatik yang berpotensi menyebabkan perdarahan atau
hemolisis. Bayi asfiksia dapat mengalami hiperbilirubinemia yang disebabkan
ketidakmampuan hati memetabolisme bilirubina atau akibat perdarahan intrakranial.
Keterlambatan klem tali pusat dapat menyebabakan polisitemia neonatal dan
peningkatan bilirubin.
Pemberian nutrisi parenteral total dapat menyebabkan hiperbilirubinemia direk
berkepanjangan.
Menyusui. Harus dibedakan antara breast-milk jaundice dan breastfeeding jaundice.
a. Breast-milk jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu (ASI).
Insidens pada bayi cukup bulan berkisar 2-4%. Pada sebagian besar bayi,
kadar bilirubin turun pada hari ke-4. Namun pada breast-milk jaundice,
bilirubin terus naik, bahkan dapat mencapai 20-30 mg/dL pada usia 14 hari.
Bila ASI dihentikan, bilirubin akan turun secara drastis dalam 48 jam. Bila
ASI diberikan kembali, maka bilirubin akan kembali naik tetapi umumnya
tidak akan setinggi sebelumnya. Bayi menunjukkan pertambahan berat badan
yang baik, fungsi hati normal, dan tidak terdapat bukti hemolisis. Breast-milk
jaundice dapat berulang (70%) pada kehamilan berikutnya (70%).
Mekansime sesungguhnya yang menyebabkan breast-milk jaundice belum
diketahui, tetapi diduga disebabkan komponen tertentu dalam ASI yang
mengganggu metabolisme bilirubin.
b. Breastfeeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan pemberian ASI yang
tidak adekuat. Mekanisme yang diduga berperan dalam breastfeeding
jaundice adalah kurangnya asupan ASI yang mengakibatkan peningkatan
sirkulasi enterohepatik.
Pemeriksaan fisis
Ikterus dapat dideteksi secara klinis dengan cara mengobservasi warna kulit setelah dilakukan
penekanan menggunakan jari. Ikterus dimulai dari kepala dan meluas secara sefalokaudal.
Namun, inspeksi visual tidak dapat dijadikan indikator yang andal untuk memprediksi kadar
bilirubin serum.
Hal-hal yang harus dicari pada pemeriksaan fisis:
1. Prematuritas
2. Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan polisitemia dan infeksi
intrauterin
3. Mikrosefali, kemungkinan berhubungan dengan infeksi intrauterin
4. Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom
5. Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah
ekstravaskular
6. Petekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau eritroblastosis
7. Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, atua
penyakit hati
8. Omfalitis
9. Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi kongenital
10. Tanda hipotiroid
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang berikut terindikasi pada ikterus nonfisiologis:
- Bilirubin serum total. Bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa bila ikterus
menetap sampai usia >2 minggu atau dicurigai adanya kolestasis
45
- Golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs’ test dari ibu dan bayi untuk mencari
penyakit hemolitik. Bayi dari ibu dengan Rhesus negatif harus menjalani
pemeriksaan golongan darah, Rhesus, dan tes Coombs’ segera setelah lahir.
- Darah perifer lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat morfologi
eritrosit dan ada tidaknya hemolisis
- Hitung retikulosit
- Pemeriksaan kadar enzim G6PD
- Pada ikterus yang berkepanjangan, lakukan uji fungsi hati, pemeriksaan untuk
mencari infeksi kongenital, sepsis, defek metabolik, atau hipotiroid
Tata laksana
Tata laksana yang dibicarakan dalam bab ini adalah tata laksana untuk hiperbilirubinemi
indirek, yang disebabkan bilirubin tidak terkonjugasi. Tata laksana mengenai
hiperbilirubinemia direk dibicarakan pada bab lain.
Prinsip umum tata laksana hiperbilirubinemia adalah berdasarkan etiologi, yaitu sebagai
berikut.
- Semua obat atau faktor yang mengganggu metabolisme bilirubin, ikatan bilirubin
dengan albumin, atau integritas sawar darah-otak harus dieliminasi.
- Bayi dengan breast-milk jaundice yang terindikasi menjalani terapi sinar (lihar
Diagram 1) dianjurkan menjalani terapi sinar dan ASI dihentikan selam 48 jam.
Selama penghentian ASI, bayi diberikan susu formula dan ibu tetap memompa ASI
untuk menjaga kesinambungan produksi ASI.
- Bayi dengan breastfeeeding jaundice harus diberikan diet dengan volume dan kalori
yang cukup untuk mengurangi sirkulasi enterohepatik.
- Bayi dengan hipotiroid harus mendapat substitusi hormon sesuai protokol.
- Bayi dengan penyakit hemolitik
a. Pada penyakit Rhesus, lakukan terapi sinar segera. Transfusi tukar dilakukan bila
kadar bilirubin diprediksi mencapai 20 mg/dL.
b. Pada inkompatibilitas ABO, lakukan terapi sinar bila kadar bilirubin >10 mg/dl
pada usia 12 jam, >12 mg/dL pada usia 18 jam, 14 mg/dL pada usia 24 jam, dan
15 mg/dL pada usia berapapun. Bila bilirubin mencapai 20 mg/dL, lakukan
transfusi tukar.
Panduan untuk terapi sinar dan transfusi tukar untuk bayi dengan usia gestasi ≥35 minggu
yang dianut di Departemen IKA FKUI/RSCM mengacu pada diagram yang diajukan oleh
American Academy of Pediatrics (AAP) tahun 2004 (lihat Diagram 1 dan 2), sedangkan tata
laksana untuk neonatus kurang bulan dapat dilihat pada Tabel 1.
46
Diagram 1. Panduan terapi sinar untuk bayi dengan usia gestasi ≥35 minggu. Dimodifikasi dari AAP.
Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics.
2004;114:297-316
Keterangan
- Bilirubin yang digunakan adalah bilirubin serum total. Jangan menggunakan nilai bilirubin tak
terkonjugasi ataupun bilirubin terkonjugasi.
- Faktor risiko: penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis,
asidosis, atau albumin <3 g/dL
- Untuk bayi dengan usia gestasi 35-37 6/7 minggu, digunakan kurva risiko medium (medium risk). Untuk
bayi dengan usia gestasi mendekati 35 minggu, dapat dipertimbangkan untuk mengintervensi pada kadar
bilirubin serum total yang lebih rendah, sedangkan untuk bayi dengan usia gestasi mendekati 37 6/7
minggu dapat dipertimbangkan untuk mengintervensi pada kadar bilirubin serum total yang lebih tinggi.
- Pada kadar bilirubin serum total lebih rendah 2-3 mg/dL dari kurva, dapat dipertimbangkan terapi sinar
konvensional di rumah. Namun, terapi sinar di rumah tidak boleh dilakukan pada bayi yang memiliki
faktor risiko.
Diagram 2. Panduan transfusi tukar untuk bayi dengan usia gestasi ≥35 minggu. Dimodifikasi dari
AAP. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation.
Pediatrics. 2004;114:297-316
47
Keterangan:
- Garis putus-putus pada 24 jam pertama mengindikasikan ketidakpastian (uncertainty) yang disebabkan
variasi keadaan klinis dan respons terhadap terapi sinar.
- Transfusi tukar segera direkomendasikan untuk bayi yang menunjukkan tanda ensefalopati bilirubin
akut (hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, demam, high pitched cry) atau bila bilirubin serum
total ≥5 mg/dL di atas garis.
- Faktor risiko: penyakit hemolitik isoimun, dfisiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis,
asidosis
- Periksa albumin serum dan hitung rasio bilirubin/albumin
- Bilirubin yang digunakan adalah bilirubin serum total.
Sumber: dimodifikasi dari Cloherty JP, et al. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;
2008.
Fototerapi
A. Teknik
1. Bayi telanjang, hanya memakai tutup mata serta selembar kain sebagai popok
untuk memastikan pajanan sinar mengenai seluruh permukaan kulit. Posisi bayi
dibalik setiap 2 jam.
2. Bila bayi berada dalam inkubator, berikan harak 5-8 cm antara inkubator dan
lampu untuk mencegah overheating.
3. Suhu bayi harus dimonitor secara berkala.
4. Bayi harus ditimbang setiap hari. Berikan ekstra cairan sebanyak 10-20% di atas
kebutuhan untuk mengkompensasi peningkatan insensible water loss.
Peningkatan kehilangan cairan juga disebabkan oleh frekuensi defekasi yang
bertambah sering.
5. Tidak dianjurkan untuk menjemur bayi di bawah sinar matahari langsung karena
dapat menyebabkan hipertermia berat.
B. Pemantauan
Warna kulit bukan merupakan panduan untuk menilai keberhasilan terapi sinar.
Kadar bilirubin harus dimonitor setiap 12-24 jam.
Hiperbilirubinemia yang tidak berespons terhadap terapi sinar mengindikasikan
adanya hemolisis dan harus dievaluasi lebih lanjut.
C. Indikasi penghentian terapi sinar
Bila kadar bilirubin sudah cukup rendah sehingga dipastikan bahwa kadar tersebut
tidak membahayakan bagi bayi. Kadar bilirubin biasanya diperiksa 12-24 jam setelah
terapi sinar dihentikan.
D. Efek samping
1. Peningkatan insensible water loss, terutama bagi bayi yang berada dalam radiant
warmer. Peningkatan dapat mencapai 40% untuk bayi cukup bulan dan 80-190%
untuk bayi prematur. Cairan ekstra harus diberikan untuk mengganti kehilangan
ini.
2. Redistribusi aliran darah.
48
3. Diare dan peningkatan kehilangan air melalui feses. Diare disebabkan
peningkatan garam empedu dan bilirubin tidak terkonjugasi di usus.
4. Kerusakan retina bila mata terpajan sinar.
5. Warna kulit menjadi coklat.
6. Bronze baby syndrome.
Tabel 2. Faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat pada bayi usia gestasi ≥35 minggu
Pencegahan
- Pengkajian sistematik terhadap risiko hiperbilirubinemia berat harus dilakukan pada
setiap bayi (lihat Tabel 2).
- Setiap ibu hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah dan faktor Rhesus.
Referensi:
1. Martin CR, Cloherty J. Neonatal hyperbilirubinemia. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR,
penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;
2008. Hal.
2. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of
hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics.
2004;114:297–316.
3. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter: Management of hyperbilirubinemia in
the healthy term newborn. Pediatrics 1994;94;558-565.
4. Gomella TL, Cunningham D, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology: management, procedures, on-
call problems, disease, and drugs. Edisi ke-5. New York: McGraw-Hill; 2003. Hal. 381-95.
49
SERANGAN ASMA AKUT
Eksaserbasi (serangan asma) adalah episode peningkatan yang progesif (perburukan) dari
gejala- gejala asma, yaitu sesak napas, batuk, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai
kombinasi gejala tersebut. Derajat serangan asma bervariasi mulai dari yang ringan, sedang
hingga serangan yang mengancam jiwa.
Anamnesis
Gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada
tertekan, dan produksi sputum. Karakteristik gejala yang mengarah ke asma adalah:
Pemeriksaan fisis
Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat terdengar wheezing, baik yang
terdengar langsung (audible wheeze) atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu
dicari gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula
dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau geographic tongue.
50
Penilaian derajat serangan asma
Asma serangan ringan sedang Asma serangan berat Serangan asma dengan
ancaman henti napas
Intermiten Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu
Persisten sedang Episode gejala asma <1x/minggu, namun tidak setiap hari
51
Gambar 1. Alur tata laksana serangan asma pada anak di rumah sakit
SEGERA
MEMBURUK
MULAI TERAPI AWAL
52
Pasien dengan serangan asma berat atau ancaman henti napas yang
dirujuk ke rumah sakit
Penilaian awal:
APAKAH ADA:
TIDAK
Mengantuk, letargi, suara paru tak terdengar
YA
BERAT ANCAMAN HENTI NAPAS
MULAI TERAPI
FEV1 atau PEF 60-80% dan terdapat FEV1 atau PEF < 60% dan tidak terdapat
perbaikan gejala perbaikan gejala
SEDANG BERAT
Pertimbangkan rawat jalan Lanjutkan tata laksana dan evaluasi berkala
53
Referensi:
54
PNEUMONIA
Pneumonia adalah inflamasi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstisial. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan
penyakitnya. WHO mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang
didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan. Beberapa faktor meningkatkan
risiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia, antara lain defek anatomi bawaan, defisit
imunologi, polusi, GER (gastroesophageal reflux), aspirasi, gizi buruk, berat badan lahir
rendah, tidak mendapatkan ASI, imunisasi tidak lengkap, adanya saudara serumah yang
menderita batuk, dan kamar tidur yang terlalu padat penghuninya.
Anamnesis
Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulen
bahkan bisa berdarah
Demam
Sesak napas
Kesulitan makan/minum
Tampak lemah
Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma
Pemeriksaan Fisis
Penilaian keadaan umum anak, frekuensi respirasi dan nadi harus dilakukan pada saat
awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak gelisah
atau rewel
Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan
makan/minum
Demam dan sianosis
Gejala distres respirasi seperti takipnea, napas cuping hidung, retraksi
suprasternal,
retraksi interkostal, retraksi subkostal
Pada auskultasi dapat terdengar ronki basah
Jika didapatkan suara napas melemah, pikirkan kemungkinan efusi pleura
Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang klasik.
Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke
abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hipopnea.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
− Pemeriksaan Rontgen dada tidak direkomendasikan dilakukan secara rutin pada anak
dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi.
55
− Pemeriksaan Rontgen dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang
dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan.
− Pemeriksaan Rontgen dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya kolaps
lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat,
gejala yang menetap atau
memburuk, atau tidak respon terhadap antibiotik.
− Pemeriksaan Rontgen dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.
Pemeriksaan Laboratorium
− Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk
membantu menentukan pemberian antibiotik
− Pemeriksaan biakan dahak dan pengecatan Gram sputum dengan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia yang berat.
− Biakan darah tidak direkomendasikan diperiksa rutin pada pasien rawat jalan, tetapi
direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi yang berat dan pada setiap
anak yang dicurigai menderita pneumonia bakterial
− Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi antigen
virus dengan atau tanpa biakan virus, jika fasilitas tersedia.
− Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dan kultur, serta deteksi antigen bakteri (jira fasilitas tersedia) untuk
penegakan diagnosis dan menentukan mulainya pemberian antibiotik
− Pemeriksaan CRP dan pemeriksaan fase akut lain tidak dapat membedakan infeksi
viral dan bakterial, dan tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin
− Pemeriksaan prokalsitonin (PCT) dapat mengarahkan kemungkinan infeksi bakterial
− Pemeriksaan PPD selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat kontak dengan
pasien TBC dewasa
− Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan
pemeriksaan pulse oxymetri
Prosedur Diagnostik
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi subkosta
untuk mengklasifkasikan pneumonia di negara berkembang. Namun demikian, kriteria
tersebut mempunyai sensitivitas yang rendah untuk anak malnutrisi, dan sering overlapping
dengan gejala malaria. Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):
Bayi kurang dari 2 bulan
o Pneumonia berat : napas cepat atau retraksi yang berat
o Pneumonia sangat berat :
56
− tidak mau menetek/
− kejang
− letargis
− demam atau hipotermia
− bradipnea atau pernapasan ireguler
Anak umur 2 bulan – 5 tahun
o Pneumonia ringan : napas cepat
o Pneumonia berat : retraksi
o Pneumonia tangat berat :
tidak dapat minum/makan
kejang
letargis
malnutrisi
Tata laksana
Kriteria Rawat Inap
Pada Bayi :
Saturasi oksigen < 92%, sianosis
Frekuensi napas > 60 x/menit
Distres respirasi, apnea intermiten, atau grunting
Tidak mau minum/menetek
Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Pada Anak :
Saturasi oksigen < 92%, sianosis
Frekuensi napas > 50 x/menit
Distres respirasi
Grunting
Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara kamar, harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen di atas 92%
Pasien yang mendapatkan terapi oksigen, harus dilakukan observasi setidaknya setiap
4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen
57
Pada pneumonia berat atau asupan per-oral kurang, diberikan cairan intra vena dan
dilakukan balans cairan ketat
Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan dilakukan pada anak
dengan pneumonia
Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk.
Nebulisasi dengan B2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk meningkatkan
mucocilliary clearance
Pemberian Antibiotik
Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak < 5 tahun.
Alternatifnya adalah ko-amoksiklav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan
azitromisin
Karena M. pneumoniae lebih prevalen pada anak yang lebih tua, antibiotik golongan
makrolide diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris
pada anak > 5 tahun.
Makrolide diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia dicurigai sebagai
penyebab.
Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolide atau kombinasi
flucloxacillin dengan amoksisilin.
Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima
obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat.
Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-
amoxiclav, ceftriaxon, cefuroxime, dan cefotaxime.
Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah
mendapat antibiotik intravena.
58
Tabel 1. Antibiotik intra vena
Nutrisi
Pada anak dengan distres respirasi berat, pemberian makanan per oral harus dihindari.
Makanan dapat diberikan lewat NGT atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa
pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan
ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan
ukuran yang terkecil.
Monitor balans cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada
59
pneumonia yang berat terjadi peningkatan sekresi hormon anti diuretik.
Referensi:
1. Adegbola, RA and Obaro, SK. Review diagnosis of childhood pneumonia in the tropics.
Annal of Trop Med & Par, 2000;94:197-207
2. Britis Thoracic Society of Standards of Care Committee. BTS Guidelines for the Management
of Community Acquired Pneumonia in Childhood.Thorax 2002;57(suppl1):1i-24i
3. Kartasasmita CB, Duddy HM, Sudigdo S, Agustian D, Setiowati I, Ahmad TH, et al.
Nasopharyngeal bacterial carriage and antimicrobial resistance in underfive children with
community acquired pneumonia. Paediatr Indones 2001;41:292-5
4. McIntosh K. Review article community acquired pneumonia in children. N Engl J Med
2002;346:429-37
5. Palafox M, Guiscafre H, Reyes H, Munoz O, Martinez H. Diagnostic value of tachypnea in
pneumonia defined radiologically. Arch Dis Child 2000:82:41-5
6. Swingler GH and Zwarenstein M. Chest radiograph in acute respiratory infections in children.
The Cochrane Library 2002 Issue 2
60
TATA LAKSANA TERSEDAK PADA ANAK
a. Letakkan bayi pada lengan atau paha dengan posisi kepala lebih rendah.
b. Berikan 5 pukulan dengan mengunakan tumit dari telapak tangan pada bagian
belakang bayi (interskapula). Tindakan ini disebut Back blows.
c. Bila obstruksi masih tetap, balikkan bayi menjadi terlentang dan berikan 5 pijatan
dada dengan menggunakan 2 jari, satu jari di bawah garis yang menghubungkan kedua
papila mamae (sama seperti melakukan pijat jantung). Tindakan ini disebut Chest
thrusts.
d. Bila obstruksi masih tetap, evaluasi mulut bayi apakah ada bahan obstruksi yang bisa
dikeluarkan.
e. Bila diperlukan, bisa diulang dengan kembali melakukan pukulan pada bagian
belakang bayi.
61
belakang anak (interskapula).
c. Bila obstruksi masih tetap, berbaliklah
ke belakang anak dan lingkarkan kedua
lengan mengelilingi badan anak. Pertemukan kedua tangan dengan salah satu
mengepal dan letakkan pada perut bagian atas (di bawah sternum) anak, kemudian
lakukan hentakan ke arah belakang atas (lihat gambar). Lakukan perasat Heimlich
tersebut sebanyak 5 kali.
d. Bila obstruksi masih tetap, evaluasi mulut anak apakah ada bahan obstruksi yang bisa
dikeluarkan.
e. Bila diperlukan bisa diulang dengan kembali melakukan pukulan pada bagian
belakang anak
Referensi:
62
TATA LAKSANA KEJANG DAN EVALUASI KLINIS PASCA-KEJANG
Kejang: manifestasi klinis intermiten yang khas, yang terdiri dari : gangguan kesadaran,
tingkah laku, emosi, motorik-sensorik, otonom yang terjadi akibat lepasnya muatan
listrik berlebihan di otak akibat kelainan anatomi, fisiologi, biokimia, atau gabungannya.
Kejang bukan diagnosis, umumnya berhenti sendiri berlangsung < 5 menit
ICU Refrakter
63
Kejang > 10 menit cenderung menjadi status konvulsivus
Fenitoin diberikan loading dose 20 mg/kgBB IV dengan pengenceran setiap 10 mg
fenitoin diencerkan dengan 1 ml Nacl 0,9% dan diberikan dengan kecepatan 50
mg/menit. Dosis maks 1000 mg. tidak boleh dicampur dekstrose. Bila kejang berhenti
dengan pemberian fenitoin dan selama perawatan timbul kejang kembali diberikan
fenitoin tambahan dengan dosis 10 mg/kg IV dengan pengenceran. Dosis rumatan
fenitoin selanjutnya adalh 5-7 mg/kg IV dengan pengenceran dan diberikan 12 jam
kemudian
Fenobarbital diberikan dengan dosis 20 mg/kg intravena bolus perlahan-lahan dengan
kecepatan 100 mg/menit. Dosis maksimal 1000 mg. BIla kejang berhenti dengan
fenobarbital dan selama perawatan timbul kejang kembali, diberikan fenobarbital
tambahan dengan dosis 10 mg/kg IV secara bolus. Dosis rumatan fenobarbital adalah 5-7
mg/kg IV diberikan 12 jam kemudian.
Midazolam: 0,2 mg/kg diberikan bolus perlahan selanjutnya dosis 0,02 – 0,06 mg/kg/jam
yang diberikan secara drip. Cairan dibuat dengan cara 15 mg midazolam berupa 3 ml
midazolam diencerkan dengan 12 ml Nacl 0,9% menjadi 15 ml larutan dan diberikan
perdrip (1 mg = 1cc)
Propofol diberikan 3-5 mg/kg secara bolus perlahan dilanjutkan dengan pemberian per
drip dengan pompa infus 1-15 mg/kg/jam. Cairan obat dibuat dengan memasukkan
propofol 200 mg dalam larutan 20 ml larutan (1 ml = 10 mg)
Bila kejang masih berlangsung dapat diberikan pentobarbital 2-10 mg/kg secara bolus
sampai 20 mg/kg dan dilanjutkan dengan pemberian per drip 0,5-5 mg/kg/jam.
64
Evaluasi pasca-kejang
2. Pola Napas
Cheyne Stokes
Pola napas apnue – hiperpnue
Ggn serebral bilateral, diensefalon, herniasi
Hiperventilasi - Kusmaul
Pola napas cepat – dalam (kelainan midbrain)
Asidosis metabolik, hipoksia,keracunan
Apneuristik
Berhentinya inspirasi (kelainan di pons – kaudal pontin)
Ataksik
Tidak ada pola napas (kerusakan medula)
65
3. Reaksi Pupil
66
4. Kelumpuhan Motorik
Hemiparesis lesi kontralateral, reflex meningkat
Dekortikasi – lengan fleksi di dada kerusakan traktus spinalis
Deserebrasi – lengan ekstensi lesi di dekat traktus vestibulospinalis
Opistotonus kerusakan berat kedua hemisfer kortek
Referensi:
1. Brophy GM, Bell R, Claassen J. Alldredge B, Bleck TP, Glauser T dkk. Guidelines for the
evaluation and management of status epilepticus. Neuorcrit care. 2012;5:768-89
2. Costello DJ, Cole AJ, Treatment of acute seizures and status epilepticus. J inten care med.
2006;20:1-29.
67
GANGGUAN ASAM BASA
Normal
Asidosis pH Alkalosis
7,35-7,45
35-45
22-26
Kompensasi AGD
Besar Kompensasi
68
3. Tentuan anion gap: bila anion gap > 20 mmol/L, terdapat asidosis metabolik berapapun nilai pH
atau konsentrasi bikarbonat
Osmolalitas serum : Banyaknya partikel yang terlarut per kilogram. Osmolalitas serum dapat
dihitung dengan rumus :
2 (Na serum) + glukosa (mg/dL) / 18 + BUN (mg/dL) /2,8
Rentang normal : 275-295 mOsm/kg
Anion gap : menunjukkan anion selain dari bikarbonat dan klorida yang dibutuhkan untuk
menetralkan muatan positif dari Na+. (K+ dapat diabaikan dalam perhitungan anion gap)
AG = (Na+) – (Cl- + HCO3-) (normal : 12 Meq/L ± 2 mEq/L)
Anion utama yang tidak terukur pada orang normal umumnya albumin dan fosfat. Penurunan
dari kedua komponen ini dapat menurunkan anion gap dan masking peningkatan asam
organik contohnya laktat. Menghitung anion gap koreksi dapat meningkatkan akurasi
penghitungan anion gap.
Anion gap corrected : anion gap terukur + 2,5 x (albumin normal – albumin terukur)
69
Gambar Penyebab Kelainan Asam Basa
70
Gambar Etiologi asidosis metabolik
Referensi:
71
GANGGUAN ELEKTROLIT
HIPONATREMIA
Definisi : konsentrasi natrium serum < 135 mEq/L.
Etiologi : intake free water yang berlebih, retensi cairan, peningkatan kehilangan natrium
Tanda dan gejala : iritabel, poor feeding, mual dan muntah, letargis, kejang, kemudian koma dan
kematian
Penurunan cepat dari kadar natrium (dalam beberapa jam) dapat menyebabkan edema serebri
Penyebab hiponatremia
Normovolemia Hipervolemia Hipovolemia
SIADH Gagal jantung kongestif Diare
Insufisiensi adrenal Gagal ginjal ( akut/kronik) Muntah
Kelainan SSP Sindrom Nefrotik Luka bakar
Penyakit paru Sirosis Pankreatitis
Koreksi Hiponatremia
Koreksi cepat : bila terdapat kegawatdaruratan , gangguan neurologis atau kejang
Target terapi : kadar natrium plasma 120-125 mEq/L atau sampai kejang berhenti
Menggunakan larutan salin hipertonik (Nacl 3%), ideal dengan akses vena sentral. Bila tidak tersedia
dapat digunakan larutan salin Nacl 0,9% 20 ml/kg
1,2 ml/kg dari 3% Nacl dapat menaikkan kadar Natrium plasma 1 mEq/L.
Koreksi lambat : bila koreksi cepat sudah selesai atau tidak terdapat gangguan neurologis
Target kenaikan 12 mEq/L per hari (0,5 sampai 1 mEq/L tiap jam)
Formula : 0,6 x (berat badan dalam kg) x (Na target – Na terukur) = total mEq yang dibutuhkan untuk
menaikkan kadar natrium mencapai target
HIPERNATREMIA
Definisi : natrium > 145 mEq/L
Terjadi karena intake natrium yang berlebih atau kehilangan free water yang berlebih
Tanda dan gejala : iritabel, high-pitched cry, letargis, kejang, demam, gagal ginjal, dan
rhabdomiolisis. Pada bayi gejala ini menyerupai sepsis.
72
Etiologi
Tata laksana
Koreksi secara lambat, tidak lebih dari 0,5 mEq/L/jam atau 12 mEq/L/hari
Kalkulasi :
Free water deficit : (Berat badan dalam kg x 0,6) x 1- ( Na target / Na sekarang ) (1000 ml/L)
Atau
4 ml/kg free water deficit dapat menurunkan kadar natrium 1 mEq/L
Contoh
Anak 10 bulan, 8 kg, dengan diare dehidrasi ringan sedang, Na 157 mEq/L
Free water deficit = (8 x 0,6) x 1-(145/157) x 1000 ml/L
= 365 ml
Kalkulasi cepat : 4 x 8 x 12 mEq/L = 384 ml free water
Jumlah cairan rumatan untuk anak 8 kg = 800 ml/24 jam
Total cairan/24 jan = 984 ml
1 L dari ½ normal saline = 500 ml free water
1 L dari ¼ normal saline = 750 ml free water
1 L dari D5 ½ normal saline = 400 ml free water
Pada kasus diatas D51/2 NS dapat menjadi pilihan
73
HIPOKALEMIA
Tanda dan Gejala : tanda dan gejala mecakup kelelahan, paraesthesia. Hypokalemia berat dapat
bergejala hipotensi, aritimia, depresi napas.
Perubahan pada EKG : gelombang T mendatar atau terbalik, gelombang U yang lebih jelas yang
ditandai dengan pemanjangan interval QT, depresi segmen ST.
74
- Kalium plasma sulit dikoreksi jika terdapat hypomagnesemia
- Jalur perifer : kalium jangan melampaui 40-50 mEq/L
HIPERKALEMIA
Definisi : kadar kalium > 5,5 mEq/L
Hyperkalemia jarang terjadi pada fungsi ginjal yang normal. Hyperkalemia dapat terjadi pada keadaan
gagal ginjal (akut atau kronik), hipoaldosteronisme, insufisiensi adrenal, asidosis metabolik, nekrosis
otot atau jaringan (rhabdomiolisis, luka bakar, crush injury), sindrom lisis tumor, atau intake kalium
yang berlebih.
Tanda dan Gejala : umumnya tidak bergejala sampai kadar kalium > 7 mEq/L. neuromuscular :
paraesthesia, kelemahan, paralisis flaksid. Kelainan jantung : aritmia
Perubahan EKG :
- 5,5-6,5 gelombang T meninggi
- > 6,5 Interval QRS memanjang
- >7 amplitudo gelombang P berkurang dan interval PR memanjang
- >8 gelombang P menghilang
- 12-14 VF atau asistole
Koreksi
- Ca glukonas, 100 mg/kg dalam 3 menit ( 1 ml/kg larutan 10%) untuk stabilisasi otot jantung dan
mencegah aritmia
- Natrium bikarbonat (1-2 mEq/kg diberikan IV selama 10-15 menit
- Insulin 0,1 U/kg insulin regular dengan infus dextrose (0,5 g/kg atau 2 ml/kg D25) IV selama 30
menit
- Sodium polystyrene sulfonate 0,5-1 g/kg PO (maksimum 30-60 g/dosis)
75
HIPOKALSEMIA
Definisi : kalsium total < 8,5 mg/dL atau kalsium ion < 1 mmol/L
Umumnya terjadi karena intake kalsium yang rendah atau kekurangan vitamin D/hormone paratiroid.
Penyebab utama hipokalsemia pada bayi adalah defisiensi hormon paratiroid. Pada anak,
hipokalsemia umumnya terjadi gangguan dari mekanisme regulasi yang mengontrol keseimbangan
kalsium. Hal ini dapat berupa : hipoparatiroid, defisiensi vitamin D, intake yang inadekuat, kehilangan
dari ginjal.
Tanda dan gejala : tetani, iritabel, hiperefleksia, kelemahan dan paraesthesia, kelemahan otot, stridor
dan laringospasme. Gejala kardiovaskular dapat berupa hipotensi, bradikardia, dan aritmia
76
Tata laksana
Pemberian kalsium intravena idealnya menggunakan akses sentral. Jangan memberikan melalui vena
kulit kepala, intramuskular, dan subkutan. Indikasi pemberian kalsium intravena : kalsium ion rendah
< 1mmol/L, hyperkalemia, overdosis calcium channel blocker, hipermagnesemia, stabilisasi pasca
arrest jika ada tanda hipokalsemia
- Akut : Pemberian secara intravena (10% Ca glukonas mengandung0,45 mEq/L kalsium ion.
Dosis 50-200 mg/kg IV selama 5 sampai 10 menit untuk neonatus, dan 50-125 mg/kg IV
selama 5-10 menit untuk bayi dan anak.
- Kronik: dapat diberikan suplementasi kalsium per oral
Gejala hipokalsemia yang refrakter terhadap pemberian kalsium dapat disebabkan oleh
hipomagnesemia. Hiperfosfatemia yang signifikan harus dikoreksi sebelum mengoreksi hipokalsemia,
karena dapat menyebabakan terbentuknya batu ginjal.
HIPERKALSEMIA
Definisi : Kalsium total > 11 mg/dL atau kalsium ion > 1,3 mmol/L
Terjadi karena pelepasan kalsium melalui tulang. Dapat terjadi karena imobilitas lama,
hiperparatiroidisme, keganasan yang menyebabkan tumor lisis, intake yang berlebih dari vitamin A
atau D, dan penyakit granulomatosa.
Tanda dan gejala : menyerupai peningkatan intracranial (hipertensi dan penurunan kesadara),
interval QT memendek, iritabel, letargi, kejang, koma, mual dan muntah, nyeri perut.
Tata Laksana : hiperkalsemia akut > 15 mg/dL membutuhkan tata laksana agresif
- Hidrasi dengan cairan isotonis 200-250 ml/kg/hari yang diikuti dengan pemberian
furosemide 1 mg/kg IV setiap 6 jam dapat memicu kalsiuresis. Monitoring ketat elektrolit,
termasuk fosfat dan magnesium
- Kalsitonin 10 IU / kg IV dapat diulang tiap 4 sampai 6 jam
- Hidrokortisone 1 mg/kg per 6 jam dapat mengurangi absorbs kalsium melalui
gastrointestinal, namun kurang berguna pada keadaan akut.
HIPOMAGNESEMIA
77
Umumnya terjadi pada pasien sakit kritis yang dirawat di ICU karena kurangnya intake dan
meningkatnya loss dari ginjal dan gastrointestinal. Pankreatitis dapat menyebabkan hipomagnesemia
dan hipokalsemia. Hypomagnesemia umumnya terjadi bersamaan dengan hipokalsemia dan
memberikan gejala yang sama dengan hipokalsemia.
Tata Laksana : magnesium sulfat IV 25-50 mg/kg selama 3 sampai 4 jam. Pada kadar magnesium
diatas 2 mg/dL, penambahan magnesium tidak bermanfaat karena ginjal akan membuang kelebihan
magnesium.
HIPERMAGNESEMIA
Gejala akan terjadi pada kadar magnesium diatas 5 mg/dL. Jarang ditemukan kecuali pada keadaan
gangguan ginjal.
Tanda dan Gejala : mual dan muntah, menurunnya reflex tendon, dan blockade neuromuscular,
bradikardia, depresi miokard, perubahan EKG (pemanjangan interval PR, dan blok atrioventricular).
Tata Laksana : kalsium glukonas 50-100 mg/kg IV diikuti dengan restriksi intake magnesium dan
diuresis
Referensi
1. The Harriet Lane Handbook. Edisi ke-19; Philadelphia; Elsevier; 2012
2. PFCCS 2013
3. Manual of Pediatric Intensive Care.Connecticut; People’s Medical Publishing House; 2009
4. Pediatric nephrology on-the-go. Singapore; Children kidney center; 2012
78
Lampiran
(Nelson’s Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: WB Saunders and Company. 2004)
79