Anda di halaman 1dari 79

PPDS ILMU KESEHATAN ANAK FKUI-RSCM

Tim penyusun:
Achmad rafli
Ahmad kautsar
Cindra Kurnia Damayanti
Cynthia Centauri
Dewi Kartika Suryani
Fatimah Hidayati
Karina Kaltha
Kartika Sari Widuri
Muh. Azharry R.S
Resita Sehati
Ria Yoanita
Yani Zamriya

1
DAFTAR ISI

1. Tugas tiap tahap: junior, madya, dan senior PPDS IKA…………… 1

2. Balans dan diuresis………………………………………………… 6

3. Pedoman transfusi…………………………………………………. 8

4. Diare………………………………………………………..……… 11

5. Syok…………………………………………………..……………. 20

6. Hipertensi (dan krisis hipertensi) pada anak……………………….. 28

7. Nutrisi parenteral pada anak……………………………………….. 36

8. Nutrisi parenteral pada neonatus……..……………………………. 42

9. Hiperbilirubinemia………………………………………………… 44

10. Serangan asma akut pada anak…………………………………….. 50

11. Pneumonia…………………………………………………………. 55

12. Tata laksana tersedak pada anak.…………………………………… 61

13. Kejang dan evaluasi klinis pasca-kejang…………………………… 63

14. Gangguan asam basa …………….………………………………… 68

15. Gangguan elektrolit………………………………………………… 72

16. Hiperleukositosis …………………………………………………... 79

2
TUGAS TIAP TAHAP PPDS IKA

I. Junior

- Bangsal
o Follow up setiap pasien dengan tata cara penulisan yang benar
o Melaporkan pada madya atau senior jika menemukan klinis atau penunjang
baru yang akan mempengaruhi tata laksana pasien
o Membantu madya dalam proses pengkodingan obat ataupun alat tertentu
(perisapan berkas dan follow up)
o Memasukan obat kemoterapi dalam supervisi senior
o Melakukan pemantauan balans diuresis pada pasien tertentu
o Memfollow up hasil pemeriksaan penunjang dan melakukan tata laksana
sesuai klinis dan instruksi DPJP. (jika tidak dapat terhubung dapat
berkonsultasi pada madya ataupun senior)
o Membuat resume masuk perawatan atau data dasar (untuk pasien langsung
dari poli) dengan jelas dan lengkap serta menuliskan di papan sebagai OSB
o Membuat resume pulang dengan lengkap dan jelas, sebelum ditanda tangani
oleh DPJP harus sudah dikoreksi senior
o Jaga bangsal sesuai aturan yang berlaku
- Perina
o Melakukan serah terima alat (operan) tepat waktu dengan list alat yang ada
o Membantu madya SCN4 dalam membantu persalinan baik bedah kaisar
maupun spontan
o Membuat surat pengantar rawat bayi baru lahir (dibantu bidan ruang transisi)
o Memfollow up pasien di transisi dan menginformasikan pada madya SCN 4
jika ada kelainan pada pasien
o Membuat data dasar pasien baru lahir dengan lengkap
o Membantu senior (NICU, SCN1) dan madya (SCN 2,3) dalam mengupdate
data kultur dan ekspertise pencitraan
o Mengisi dan mengecap lembar absensi DPJP harian
o Membuat dan melengkapi kurva fenton setiap minggunya (hari sesuai
kesepakatan)
o Jaga bangsal sesuai aturan yang berlaku
- PGD
o Melakukan follow up sesuai sistem dengan jelas dan lengkap
o Melakukan pemantauan balans diuresis
o Membantu madya dalam proses pengkodingan obat ataupun alat tertentu
(perisapan berkas dan follow up)
o Membuat resume masuk dan keluar PICU (integrasi maupun lembar Resume)
o Membantu follow up hasil pemeriksaan penunjang dan melaporkannya pada
madya ataupun senior
o Jaga sesuai aturan berlaku, libur 2x per minggu (hari sesuai kesepakatan)

3
- Stase luar (BCH-Psikiatri-Proposal)
o Meminta surat pengantar ke sekertaris departemen ditujukan kepada ketua
departemen bedah anak dan psikiatri atau surat pembimbing materi penelitian
ke divisi terkait
o Membantu pencatatan balans diuresis saat pagi hari
o Mengcover stase bangsal jika berhalangan hadir atau dalam acara ilmiah
seperti CDC
o Jaga bangsal sesuai aturan yang berlaku

II. Madya

- Open unit
o Datang pagi (sesuai kecepatan dan jumlah pasien yang dipegang)
o Memiliki catatan pasien pribadi dengan lengkap dan jelas
o Melakukan follow up dan mencatat di catatan pribadi madya
o Mengoreksi follow up junior
o Merondekan pasien ke DPJP
o Melakukan tugas ronde DPJP bersama junior dan senior bangsal
o Melakukan resep harian (senin dan kamis) sesuai pasien divisi yang dipegang
o Melakukan pelayanan poli sesuai hari divisi dan datang ke poli selambat-
lambatnya pukul 09.00 WIB
o Selalu berkomunikasi dengan senior dan junior terkait tata laksana pada
pasien
o Melakukan dan menjawab konsultasi sesuai aturan berlaku
o Jaga sesuai aturan yang berlaku
- Close unit
o Datang tepat waktu untuk operan selambat-lambatnya pukul 5.30 WIB
o Melakukan follow up mandiri (SCN 2,3 dan paien raber PGD di luar PICU)
dengan jelas dan lengkap
o Untuk PGD, melakukan follow up pasien hematologi yang ada di IGD
o Merondekan pasien ke DPJP bersama senior atau fellow
o Bersama madya divisi terkait, mengerjakan tugas ronde DPJP
o Jika terdapat masalah selama pemantauan di IGD, madya yang jaga harus
melaporkan ke DPJP terkait, dan diketahui oleh madya divisi tersebut
o Melakukan konsultasi dengan tata cara yang telah disepakati
o Membuat dan melengkapi buku operan sesuai aturan
o Jaga sesuai unit menurut aturan yang berlaku

III. Senior
- Open unit
o Melakukan follow up dan mencatat di catatan pribadi
o Mengoreksi follow up junior
o Membuat rencana tata laksana pasien (diskusi bersama madya) untuk
dibawakan saat ronde
o Bersama madya merondekan pasien ke DPJP
o Selalu berkomunikasi dengan madya dan junior terkait tata laksana pada
pasien

4
o Menjadi penyambung aspirasi madya dan junior ke konsulen
o Mengoperkan pasien yang dipegang kepada junior yang jaga
o Jaga sesuai aturan yang berlaku di kalangan senior
- Close unit
o Melakukan follow up mandiri (SCN 1,NICU)
o Untuk PGD, melakukan follow up dan mencatat di lembar pemantauan
o Mengoreksi follow up junior
o Memastikan daftar list obat dituliskan dengan benar
o Jika memungkinkan melakukan simulasi ronde bersama madya yang jaga
malam
o Menjadi penyambung aspirasi madya dan junior ke konsulen
o Mengoperkan pasien yang dipegang kepada junior yang jaga
o Jaga sesuai unit menurut aturan yang berlaku

5
BALANS DIURESIS

Komponen-komponen penting pada balans diuresis adalah sbb:


I. Input Output
Oral : …ml IWL: …ml
IVFD: …ml Urine: …ml
Obat: …ml Produksi stoma: …ml
Transfusi: …ml Muntah: …ml
Diare cair: …ml
II. Perhitungan balans diuresis
Total balans: (input-ouput) …ml
Diuresis: … ml/kg/jam
Produksi stoma: … ml/kg/jam
III. Klinis pasien
 Status hidrasi: timbang BB (terutama pada pasien gizi buruk)
 Tanda dehidrasi: takikardia, nadi teraba lemah, CRT memanjang, turgor lambat,
mukosa kering, mata cekung, ubun-ubun cekung, febris, TD ↓, kesadaran ↓
 Tanda overload: gallop, hepatomegali (teraba kenyal dan tumpul), sesak,
terdapat rhonki basal basah halus atau rhonki yang meningkat, edema

IWL 0-1 bulan : 50ml/kg/hari


1bulan-1tahun: 40ml/kg/hari dibagi jam BD. Misalnya BD/12 jam: bagi 2
1tahun-5tahun: 30ml/kg/hari BD/8 jam: bagi 3
>5tahun: 20ml/kg/hari
Kepustakaan lain menyebutkan IWL neonatus 17-38ml/kg/hari.3

IWL meningkat pada kondisi: demam [IWL meningkat 12,5% setiap >1⁰ >37⁰C.
Kepustakaan lain menyebutkan IWL meningkat 10-15% tiap >1⁰C >38⁰C bila demam
persisten], berat lahir rendah (<1250gram), bayi didalam radiant warmer, bayi dengan
fototerapi.1

Volume urine bergantung pada jumlah cairan yang dikonsumsi, jumlah solute yg diekskresi,
dan kemampuan ginjal mengencerkan dan memekatkan urine.1

Volume urine 2 Diuresis


 Neonatus 2 dlm hari pertama: 15-  Neonatus 2-4ml/kg/hari 3
30ml/hari & meningkat hingga  Anak 1-2ml/kg/hari
120ml/hari pd umur 1 bln  Dewasa >0,5ml/kg/hari
 1 thn 500ml/hari
 3 thn 600ml/hari
 5 thn 700ml/hari
 15 thn 1L/hari

Oligouria:2
 Neonatus dan bayi: <1ml/kg/jam atau <0,5ml/kg/jam

6
 Anak: <0,8ml/kg/jam (nb: Harriet Lane infants <1ml/kg/jam)
 Dewasa: <400ml/hari (anuria: <75ml/hari)
Poliuria:2
 >2ml/kgBB/hari
 Pada pasien hiperleukositosis (lekosit darah tepi >100.000/uL atau >50.000/uL):
perlu dilakukan hidrasi  target diuresis >2ml/kg/jam (diuretik atau manitol hanya
bila volume urine <65% dari input), pH urine 6,5-7,5

Balans Nol
Total output dari balans sebelumnya digunakan sebagai target input kedepan. Umumnya
digunakan pada pasien ginjal. Input= diuresis+IWL (jika pasien baru gunakan rumus Darrow)

Ganti balans
Mengganti balans negatif dari balans sebelumnya agar sesuai.

Gambar 1. Komposisi cairan tubuh 4


Pasien edema dan obese: gunakan berat badan ideal.

Referensi:
1. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. USA; Elsevier; 2011. h.374-421.
2. Kompendium Nefrologi Anak. Jakarta: UKK Nefrologi IDAI; 2011:215.
3. The Royal Women’s intensive and special nurse care series nurseries. Feb 2007.
4. The Harriet Lane Handbook. Edisi ke-19; Philadelphia; Elsevier; 2012

7
PEDOMAN TRANSFUSI

Komponen Volume Peningkatan yang diharapkan


PRC 10- 15 ml/ kg BB Hb meningkat 2-3 g/dL
Trombosit 5 - 10 ml/ kg BB Trombosit meningkat 50.000-100.000/µl
Granulosit ≥ 1 x 109 netrofil/kg BB dalam Diulang sampai terlihat respon klinis
volume 15ml/kg BB
FFP 10- 15 ml/kg BB Aktivitas faktor meningkat 15- 20%
AHF 1- 2 unit/ 10 kg BB Fibrinogen meningkat 60 -100 mg/kgBB

I. Transfusi PRC
Tujuan : mempertahankan delivery oksigen ke jaringan dan mencegah iskemia miokardium
akut.
Indikasi :
1. Umumnya diberikan pada kadar Hb < 7 g/dl; namun tidak hanya atas kadar Hb
saja.
2. Batasan lebih rendah jika asimtomatik atau ada terapi lain yang dapat diberikan
(misal: Fe pada ADB)
3. Batasan lebih tinggi pada kondisi spesifik
a. Hb < 7-10 g/dL : operasi dengan perdarafan masif atau terbukti adanya
gangguan transport oksigen
b. Hb < 8 g/dL : riwayat transfusi kronik, perioperative, kemoterapi,
radioterapi, prosedur bedah emergensi dengan kehilangan darah yang dapat
diperkirakan (kehilangan darah intraop  15% total volume darah)
c. Hb < 10 g/dL : Neonatus dengan distress pernapasan
Komponen :
1. Whole blood : operasi jantung, perdarahan masih
2. Packed red cell : anemia simptomatik, 1 kantong pediatrik : 48-50 ml
3. Leukodepleted : leukosit disaring/filter <5x106 sel darah putih, mengurangi reaksi
transfusi, risiko transmisi CMV, dan GVHD. 1 kantong leukoreduksi : 250-300 mL
Disarankan pada :
a. Pasien imunokompromais
b. Transfusi kronik
c. Reaksi demam pasca transfusi  2x

8
4. Washed RBC : menghilankang antibodi, leukosit, untuk transfusi berulang, terdapat
antibodi dan PNH
Dosis :
1. Whole blood : BB(kg) x 6 X (delta Hb)
2. PRC : BB(kg) x 4 X (delta Hb)
a. Hb 7-10 : 10 ml/kg
b. Hb 5-7 : 5 ml/kg
c. Hb < 5, payah jantung (-) : 3 ml/kg
d. Hb < 5, payah jantung (+) : 3 ml/kg + furosemid
Ukuran kantong PRC : 250-300 mL/kantong atau 50-60 mL/kantong pediatric.
Kecepatan : (diberikan dalam 3-4 jam), dapat diulang interval 6-12 jam.

II. Transfusi TC
Tujuan : mengontrol atau menghentikan perdarahan (lihat respons klinis, bukan peningkatan
kadar trombosit)
Indikasi :
1. Kegagalan sumsum tulang
a. Tr < 10.000 /ul tanpa demam dengan perdarahan mukosa spontan (saluran
cerna, kulit, saluran kemih, intracranial)
b. Tr > 10.000 /ul: dengan perdarahan aktif (ptekie multipel, epistaksis,
hematuria masif, pedarahan saluran cerna) dan dengan kemungkinan
perdarahan (perdarahan retina, sakit kepala hebat, kejang)
c. Tr < 20.000 /ul: dengan faktor risiko perdarahan : demam, sepsis
2. Pembedahan atau prosedur invasuf : Tr < 50.000/ul atau lebih tinggi pada
pembedahan yang memiliki risiko perdarahan masif
3. Gangguan fungsi trombosit : jika terdapat perdarahan atau risiko tinggi terjadinya
perdarahan, berapapun hitung trombosit saat itu
4. Perdarahan atau tranfusi masif :
a. Pertahankan Tr > 50.000/ul jika trombositopenia dipikirkan menjadi
penyebab perdarahan tersebut
b. Pertahankan Tr > 100.000/ul jika terdapat KID atau perdarahan intrakranial
Dosis : BB (kg) x 1/13 (lt) x (1000/300) ATAU 5-20 mL/kg
Diperkirakan mampu meningkatkan hitung trombosit 50.000/kali transfusi
Kecepatan : 3 mL/kg/jam dalam 2-3 jam / dalam 30 menit
III. Transfusi FFP
Mengandung faktor VIII 70% kadar serum. 1 pack = 200-200 ml
Indikasi :

9
Indikasi utama tidak banyak,hanya untuk koreksi gangguan koagulasi karena defisiensi faktor
pembekuan
1. DIC
2. Penyakit hati, jika perdarahan disertai dengan fungsi koagulasi abnormal
3. Setelag transfusi masif atau operasi pintas jantung, jika terdapat perdarahan dengan
fungsi koagulasi abnormal
4. PT > 1,5 x
Dosis : 10-20 mL/kg
Ukuran kantong : 300 mL/kantong atau 50 mL/kantong untuk bayi.
Kecepatan : mulai tidak lebih dari 5 mL/menit
Perhatian : berisiko tinggi menyebabkan reaksi transfusi, dapat disubtitusi dengan KOFACT
40 IU/kg/hari
IV. Transfusi Kriopresipitat (cryo)
Didapatkan dari FFP dengan cara mengambil presipitatenya, mengandung 50% faktor VIII
dan fibrinogen
Indikasi :
1. VWD
2. Hemofilia
3. Defisiensi fibrinogen dengan perdarahan nyata, prosedur invasive, trauma, atau KID
Dosis : 5-10 mL/kg
Ukuran kantong : 30-40 mL/kantong
Kecepatan : mulai tidak lebih dari 5 mL/menit

Referensi:

1. The Royal Children’s Hospital Melbourne. 2013


2. World Health Organization (WHO).
http://www.who.int/bloodsafety/clinical_use/en/Manual_EN.pdf

10
DIARE

Definisi dan klasifikasi

 Diare Akut: Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air di
dalam tinja melebihi normal (10 mL/kg/hari), menyebabkan peningkatan frekuensi
defekasi > 3 kali sehari. Berlangsung selama 7 hari, biasanya sembuh sendiri, hanya 10%
yang melanjut (PROLONG) sampai 14 hari.
 Disentri: jika disertai darah makroskopis maupun mikroskopis. Pastikan bukan suatu
“currant jelly stool”
 Persisten: Diare akut karena infeksi usus yang karena sesuatu sebab melanjut 14 hari atau
lebih.
 Kronik: diare karena defek pencernaan atau absorbsi yang bersifat kongenital, seperti
Cystic fibrosis, def. Enzim pencernaan kongenital (sind. Malabsorbsi), pankreatitis
kronik.

Perjalanan diare

Faktor risiko diare pada anak


 Diare akut antara lain rumah tanpa akses air bersih, durasi pemberian ASI, usia
pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), status gizi, usia balita, jenis kelamin,
berat lahir, imunisasi, suplementasi vitamin A, penggunaan pacifier, penitipan anak (day
care), dan pajanan rokok. Lingkungan: kebersihan lingkungan & perorangan.
Kependudukan: daerah kota yang padat-kumuh. Pendidikan (pengetahuan ibu), Sosial
ekonomi, Musim: sepanjang tahun, kemarau (virus), hujan (bakteri).
 Diare Persisten: Umur <6 bulan, Prematuritas, Malnutrisi, Tidak mendapat ASI, Ada
penyakit penyerta (ISPB), Penggunaan antibiotika atau antidiare, dan Anemia.

Epidemiologi
 Negara maju : 0.5 s.d 1.9 episode/tahun

11
 Negara berkembang: 6-7 episode/tahun

Etiopatogenesis
Mekanisme sederhana:
o Diare sekretorik: Toksin merangsang c-AMP atau c-GMP untuk mensekresikan secara
aktif air dan elektrolit ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare.
o Diare osmotik: Kenaikan tekanan osmotik dalam lumen usus akibat fermentasi makanan
yang tidak diserap akan menarik air ke dalam lumen usus.

Virus (terutama rotavirus): kombinasi osmotik + sekretorik


 Virus merusak vili usus halus (mature enterosit, slinder bersilia)  mengurangi luas
permukaan usus halus dan mempengaruhi enzimatik luas absorbsi << Tekanan
Koloid Osmotik  motilitas 
 Rotavirus menghasilkan enterotoksin (NSP4) yang menginduksi sekresi dan
menyebabkan diare yang cair
 Mediator kemokin menstimulasi sekresi dan motilitas 
 Iskemia vili akibat terganggunya mikrosirkulasi + tight junction melebar keluar cairan
interseluler
Bakteri. Secara umum: invasif dan toksin mediated
 Invasif: ulserasi mukosa dan pembentukan abses yang diikuti respons inflamasi. ~etiologi
disentri
 Toksin bakteri mempengaruhi proses selular di dalam usus dan luar usus
 E.coli:
o ETEC yang tahan panas mengaktifkan adenilat siklase, toksin yang tidak tahan
panas mengaktifkan guanilat siklase.
o EHEC dan Shigella menghasilkan verotoksin yang menyebabkan kelainan
sistemik (kejang, sindrom hemolitik uremik).
o EPEC: menempel pada enterosit dan merubah keseimbangan Ca+2 dan
sitoskeleton sel
 Bakteri noninvasif dan protozoa lainnya dapat melekat pada dinding usus menyebabkan
inflamasi.

12
Manifestasi klinis
Anamnesis:
 Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsistensi tinja, lendir-
darah.
 Muntah (deskripsi juga), nyeri perut, rasa haus, rewel, lemah, kesadaran menurun,
sesak, kejang, kembung. Demam, BB awal, BAK terakhir.
 Jenis dan jumlah cairan yang diminum, riw. Memakan makanan yang tidak biasa
 sumber air minum.
 Cari penyakit penyerta ekstra lntestinal, riwayat campak (imunodefisiensi)
 Penggunaan antibiotik, higienis
 Khas rotavirus: watery diarrhea, asam, BAB menyemprot, eritema natum, riwayat
bepergian
 Demam tinggi (> 40oC), adanya darah dalam feses, nyeri perut, dan keterlibatan
gejala SSP mengarah ke etiologi bakterial. Sedangkan muntah dan gejala pernapasan
ke arah virus.

Pemeriksaan Fisis:
 keadaan umum, kesadaran, tanda vital
 tanda utama: keadaan umum, gelisah/cengeng, lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor
kulit abdomen menurun (pada pasien gemuk sulit dinilai, atau pada giziburuk sudah
buruk dari awal)
 tanda tambahan: UUB (kalau gizi buruk juga cekung), kelopak mata, air mata,
mukosa bibir mulut dan lidah
 BB (hitung % penurunan), LLA untuk edema dan organomegali
 3 tanda terbaik untuk penentuan dehidrasi: pemanjangan CRT, turgor kulit, dan pola
pernapasan (III, C). Akral dingin, nadi lemah, dan tidak adanya air mata juga
membantu.
 Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit: kusmaull (asidosis
metabolik), kembung (hipo K+), kejang (hipo or hiper Na+)

13
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali ada tanda intoleransi
laktosa dan curiga amebiasis. Kultur dipertimbangkan pada kasus persisten
o Makroskopis: konsistensi, warna, lendir, darah, bau
o Mirkoskopis: leukosit, eritrosit,parasit, bakteri
o Kimia: pH, clinitest, laktoferin, elektrolit (HCO3)
o Analisa feses jika curiga malabsorbsi
 Elektrolit
o Curiga gangguan
o Dilakukan pada kasus ringan-sedang dengan keterangan anamnesis dan PF yg
tidak sesuai.
o Semua anak yang akan mendapatkan terapi parenteral
 AGD jika curiga gangguan asam basa
 BJ urin (N: 1015-1025) dilakukan pada anak yang sulit dinilai status hidrasinya (gemuk,
gizi buruk)
 Pada kasus diare persisten:
o pH tinja intoleransi lakstosa

14
o Eliminasi & provokasi  CMPSE
o BHT  bakteri tumbuh lampau
o Steatokrit  malabsorbsi
o Biakan tinja

Tabel perbedaan diare osmotic dan sekretorik

OSMOTIK SEKRETORIK
Volume tinja < 200 ml/hari > 200 ml/hari
Puasa Berhenti Berlanjut
Na+ tinja < 70 Meq/l > 70 Meq/l
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6

Tata laksana
• 4 pilar utama: Rehidrasi, Pemberian makan, obat (Zink), dan Pencegahan dan edukasi
• Lintas diare: cairan (oralit formula baru),zink 10 hari, melanjutkan pemberian makanan
dan ASI, antibiotik selektif, dan edukasi-pencegahan (konseling ibu)
• Pada kasus diare persisten perlu dilakukan pemuasaan untuk membedakan diare osmotik
dengan sekretorik (lihat bagan).

Rehidrasi
Rute
o Per oral (upaya rehidrasi per oral –URO) merupakan rute pilihan pertama, jika tidak
memungkinkan rute per enteral (NGT) karena efek samping mininal dan mengurangi
lama rawat dibandingkan parenteral (IV)
o Penyebab URO gagal
o Keluaran tinja yang banyak (>15 cc/jam)
o Muntah terus menerus
o Dehidrasi berat
o Tidak mampu atau menolak minum
o Malabsorpsi glukosa
o Perut kembung dan ileus paralitik
o Cara penyiapan dan pemberian oralit yang tidak benar
o Rehidrasi per NGT
o Pada kasus diare karena virus dan dehidrasi ringan sedang, rehidrasi per NGT
dalam 4 jam (WHO 6 jam, dehidrasi berat) ataupun 24 jam tidak berbeda
bermakna.
o Lebih rendah ES (gangguan elektrolit, edema serebri, dan flebibitis)
dibandingkan IV
o Indikasi rehidrasi parenteral
o Dehidrasi berat
o Tidak dapat minum (lemah, sopor atau koma)
o Muntah hebat
o Oliguri atau anuri berkepanjangan

15
o Komplikasi serius lain yang menghambat keberhasilan rehidrasi oral
o Evaluasi dalam 1-2 jam (atau evaluasi setelah usaha rehidrasi) nilai kembali derajat
dehidrasi

Jumlah
o Tanpa dehidrasi dengan new oralit:
CRO 5-10 mL/kg tiap diare, 2-5 mL/kg tiap muntah. < 1 thn 50-100 ml, 1-5 thn 100-200
ml, & > 5 thn ad lib
o Dehidrasi ringan-sedang:
CRO dengan hipoosmolar/ reduced osm 75 mL/kg dalam 3 jam utk mengganti yang telah
hilang, dan 5-10 ml/kg per mencret
Atau jika muntah persisten via oral maupun NGT, dapat diberikan RL atau KAEN 3b, atau
NaCl 0.9%, diberikan selama 3 jam lalu evaluasi klinis dan balans diuresis, dapat diulang
jika masih dehidrasi.
- 3-10 kg : 200 ml/Kg/hari
- 10-15 kg : 175 mL/kg/hari
- > 15 kg : 135 mL/kg/hari
o Dehidrasi berat:
- < 12 bln: IVFD 30 mL/kg/1 jam, 70 mL/kg/5 jam
- 12 bln: IVFD 30 mL/kg/ ½-1 jam, 70 mL/kg/3 jam
- Jika dalam tahap pertama nadi masih lemah atau tidak teraba, dapat diulang 1 kali lagi
-RL diberikan pada 1 jam tahap pertama, sedangkan tahap selanjutnya dapat diberikan
KAEN 3B
-berikan peroral bila sudah mau dan dapat minum, mulai dgn 5 m;l/kg selama rehidrasi
o Dengan penyakit penyerta (pneumonia, ensefalitis, meningitis, gizi buruk marasmik): 250
mL/kg/hari : 4 jam 1/3, 20 jam 2/3 nya, sambil dipantau balans diuresis)

16
o Khusus untuk malnutrisi kita pakai RESOMAL (Rehydration Solution for Malnutrition)
Jenis (g/L) (mEq/L) Kalori T.Osm.
Prod. (Kcal/ (mOsm/L)
)
Dextrosa Na K Ca Cl Lak
NaCl 0,9% - 154 - - 15 - - 308
4
RL - 130 4 3 10 28 - 273
9
Kaen IB 37,5 38, - - 38 - 150 285
D5 : 5 ,5
NS=3:1
Kaen 3B 27 50 20 - 50 20 108 290

o Ultrarapid vs. Rapid Large-volume Intravenous Hydration


o ultrarapid (50 mL/kg NS dlm 1 jam) dan rapid ('standard') (50 mL/kg NS dlm 3
jam) tdk berbeda bermakna dlm menurunkan angka baliknya pasien ke UGD
dan komplikasi.
o Large-volume vs. Standard-volume Intravenous Rehydration
o standard intravenous rehydration (20 mL/kg), rapid intravenous rehydration (60
mL/kg), NS dlm 1 jam  tidak berbeda bermakna terhadap lamanya
pengobatan, lamanya di UGD, revisit ke UGD 20 ml/kg/1 jam sudah cukup
adekuat

Pemberian makan (terapi nutrisi)


o tidak dipuasakan
o ASI dan makanan dengan menu yang sama saat sehat sesuai umur (untuk cegah
hilangnya BB dan pengganti nutrisi yang hilang)
o Beri sedikit tapi sering
o WHO: sereal or makanan yang menandung zat tepung +kacang2an, sayuran,
daging/ikan + 1-2 sdm minyak sayur

17
o Sari buah segar: pisang, apel, dan jeruk  +Kalium
o Rendah serat, hindari soft drink, jus buah kental, kafein, sereal berlapis gula, dan
makanan tinggi lemak
o Pemberian susu bebas atau rendah laktosa dipertimbangkan pada kasus dehidrasi
berat atau tanda intoleransi laktosa
o Pasien pasca loading, dapat mulai diberikan diet enteral dalam 12 jam setelah
loading, dengan memperhatikan hemodinamik dan menilai akseptabilitas serta
toleransi pasien.
Zinc
 Terjadi kehilangan Zinc secara bermakna saat diare
 Pemberian Zinc memperbaiki transport air dan elektrolit melewati mukoa
 Pada diare akut dengan anak gizi kurang/buruk, Zinc terbukti dapat mengurangi
frekuensi, volume (keparahan) dan durasi diare. Mencegah diare berulang dlm 2-3
bln ke depan
 Dosis 10-14 hari
 < 6 bln: 10 mg/hari
 > 6 bln: 20 mg/hari
 WHO dan MTBS hanya untuk > 2 bln

Antibiotik
 Diberikan bila ada disentri atau kolera
 Pertimbangkan pada kasus defisiensi imun, < 3bln, sepsis
 Bahaya irrasional pakai AB: Antibiotic Ass Diarrhea dan resistensi
 Shigella :
o Pilihan pertama: kotrimoksazol (IDAI), Azitromisin (ESPGHAN, kotrim
boleh kalau msh sensitif)
o Alternatif: asam nalidiksat atau cefixime
o IV pertama: seftriakson
 Pemberian AB per IV
o Pasien tidak bisa oral karena penurunan kesadaran muntah2).
o Pasien dengan defisiensi imun (disertai demam)
o Tersangka bakteremia
o Neonatus/bayi < 3 bulan dengan demam (work-up sepsis)
Probiotik
 Mekanisme:
o Kompetisi nutrisi & ikatan di mukosa
o Membentuk suasana asam
o Memproduksi antimikrobial
o Menyeimbangkan mikroflora
o Metabolisme zat gizi dan empedu
o Berperan dalam maturasi & regulasi pertahan mukosa (MALT)
 Jenis yang terbukti bermanfaat: lactobacillus, bifidobacterium, Saccharomyces
baulardi (AAD)
Antiemetik (ondansentron dan metoclopramide)
 Tidak rutin diberikan pada diare dengan muntah
 Risiko retensi cairan yang mengandung toksin
 Bermanfaat karena menurunkan angka rehidrasi per IV
Absorben

18
o Smectite
 Silicat aluminomagnesium terhidrasi alami yang dapat mengikat mukus, dan
toksin. Pada eksperimen terbukti meningkatkan absorbsi air dan elektrolit dan
mempertahankan sistim barier usus.
o Racecadotril
 Obat antisekresi yang cara kerjanya dengan menghambat enkephalinase cegah
degradasi opioid endogen (enkephalins) di saluran cerna dan menurunkan sekresi
air dan elektrolit

Pencegahan dan Edukasi


 Edukasi
o ASI eksklusif dan penyapihan yang benar
o Sterilisasi botol susu
o Penyiapan dan penyimpanan makanan secara bersih
o Air bersih dan matang
o Mencuci tangan sebelum menyiapkan dan memberi makan
o Imunisasi campak
o Makanan seimbang untuk menjaga status gizi
o Kebersihan lingkungan, BAB di jamban
 Pencegahan: Vaksinasi rotavirus
o Dasar: terjadi crosslink immunity antar strain
o Strain terbanyak: G1-4, P8
o Vaksin hidup dilemahkan, per oral (106 CFU/dose)
o Jenis:
 Rotarix: 2 dosis jarak 8 mgu (I: 6-14 mgu, II: + 24 mgu)
 Rota teq : 3 dosis jarak 4-10 mgu (I 1,5 bln, dosis III paling telat 8 bulan)
o KIPI: demam, disentri, muntah, diare, nyeri perut, intususepsi (<10.000)
o KI: hipersensitivitas dan severe combined immunodeficiency disease (SCID)

Referensi:
1. WHO. Hospital care for children. Geneva. 2005
2. American academy of pediatric. The management of acute gastroenteritis in young
children. Paediatrics. 1996;97:1-20.
3. Hans S. Reduced osmolarity oral rehydration solution for treating dehydration due to
diarrhea in children: systematic review. BMJ. 2001;325:81-5.
4. Sandhu BK. Practical guidelines for the management of gastroenteritis in children. J
Pediatr Gastroenterol Nutr. 2001;33:36-9.
5. Dwipoerwantoro PG. Tata laksana diare persisten pada anak. PKB LXIII. 2012. h.51-
5.
6. Bhutta ZA. Persistent diarrhea in developing countries. Ann Nestle. 2006;64:39-47.

19
SYOK

Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan
nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan maupun utilisasinya untuk metabolisme seluler
jaringan tubuh, sehingga terjadi defisiensi akut oksigen di tingkat seluler. Untuk
mempertahankan sirkulasi normal, dibutuhkan volume intravaskular yang adekuat serta
fungsi pompa jantung dan sistem vaskular yang normal.1
Gambar 1. Komponen yang berperan pada oxygen delivery

Berdasarkan kegagalan komponen penunjang sirkulasi, syok dibagi menjadi:


1. Syok hipovolemik: terjadi akibat volume darah sirkulasi yang tidak adekuat,
disebabkan oleh kehilangan darah atau cairan, atau asupan yang tidak adekuat.
2. Syok kardiogenik: terjadi jika mekanisme kompensasi jantung gagal dan dapat
dijumpai pada pasien dengan cedera atau penyakit jantung sebelumnya.
3. Syok distributive: (misalnya syok sepsis dan syok anafilaksis) berkaitan dengan
vasodilatasi perifer, pirau arteri dan kapiler melalui jaringan dengan bendungan aliran
darah balik vena, dan penurunan darah balik vena ke jantung.

Pengelompokan ini merupakan suatu penyederhanaan, oleh karena beberapa mekanisme


dapat terjadi pada satu pasien.2 Pada anak, hipotensi biasanya baru terjadi pada syok yang
telah lanjut, oleh karena itu hipotensi tidak merupakan keharusan untuk diagnosis syok.2 Pada
fase awal, terjadi kompensasi tubuh, secara klinis dapat dijumpai takikardi, ekstremitas
dingin, capillary refill yang mulai memanjang, pulsasi perifer melemah, sementara tekanan
darah masih normal2 (nilai normal denyut jantung dan tekanan darah dapat dilihat pada Tabel
1). Lebih lanjut, ketika mekanisme kompensasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis
tubuh, akan dijumpai penurunan kesadaran, hipotermia atau hipertermia, penurunan produksi
urine, asidosis metabolik atau peningkatan kadar laktat darah.2 Selanjutnya tekanan darah
menurun hingga tidak terukur, nadi tidak teraba, kesadaran semakin menurun, anuria disertai
kegagalan system organ lain.2,3,4

20
Tabel 1. Nilai normal denyut jantung dan takanan darah sesuai usia 5
Usia Denyut Jantung (95% range) Mean Arterial Pressure (95% range)
(denyut/menit) (mmHg)
Neonatus 95-145 40-60
3 bulan 110-175 45-75
6 bulan 110-175 50-90
1 tahun 105-170 50-100
3 tahun 80-140 50-100
7 tahun 70-120 60-90
10 tahun 60-110 60-90
12 tahun 60-100 65-95
14 tahun 60-100 65-95
21 tahun 60 kg 65-115 65-105
21 tahun 70 kg 65-115 70-110

Anamnesis
Selain tanda-tanda syok, seperti telah diuraikan di atas, beberapa penyebab syok yang sering
pada anak dapat digali dari anamnesis (Tabel 2).
Tabel 2. Penyebab syok pada anak6
Hipovolemik Perdarahan
Diare
Muntah
Luka bakar
Peritonitis
Distributif Sepsis
Anafilaksis
Obat yang menyebabkan vasodilatasi
Trauma medula spinalis
Kardiogenik Aritmia
Kardiomiopati
Kontusio miokardium
Infark miokardium

Pemeriksaan fisik1,2,4
- Fase kompensasi: dapat dijumpai takikardi, ekstremitas dingin, capillary refill
memanjang, pulsasi perifer melemah, dan tekanan darah normal.
- Fase dekompensasi: dijumpai tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit
dingin dan mottled, capillary refill bertambah lama), oliguria, laju nafas bertambah cepat
dan dalam dengan penurunan kesadaran.
- Fase irreversible: dijumpai tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, kesadaran
semakin menurun, anuria dan tanda-tanda kegagalan system organ lain.
Pemeriksaan penunjang
- Darah tepi, analisa gas darah, kadar glukosa dan elektrolit (bila perlu kultur resistensi dan
golongan darah)
- Pemeriksaan analisa gas darah dan laktat serum dapat digunakan untuk melengkapi
pemeriksaan klinis perfusi sistemik, menilai tingkat asidosis dan efektifitas

21
penatalaksanaan.1,3
- Saturasi oksigen mixed vein (SvO2) dapat menggambarkan keseimbangan antara pasokan
(DO2) dan kebutuhan oksigen (VO2). Penurunan SvO2 sebesar 5% (normal 65%-77%)
menunjukkan penurunan DO2 atau peningkatan VO2.
- Pemantauan kadar laktat darah arteri dan saturasi vena sentral (SCVO2) dapat digunakan
untuk menilai defisiensi oksigen global.
- Foto Röntgen thoraks pada syok kardiogenik dapat menunjukan gambar edema paru.
- Indikator hemodinamik lain dapat diperoleh melalui pemasangan pulmonary artery
catheter (PAC) atau pulse contour continuous cardiac output monitoring (PICCO). Nilai
normal cardiac Index (CI) dan systemic vascular resistance index (SVRI) dapat dilihat
pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai normal cardiac index (CI) dan systemic vascular resistance index (SVRI)
Parameter Perhitungan Nilai normal
CI CO/SA 3,5-5,5 L/menit/m2
Cardiac output/Surface area
SVRI 79,9 x(MAP-CVP)/CI 800-1600 dyne/detik/cm5
79,9x(mean arterial-central venous pressure)/cardiac
index

Tata laksana
1. Pertahankan jalan nafas, berikan oksigen (FiO2 100%), bila perlu berikan ventilatory
support.
2. Pasang akses vaskular secepatnya (60-90 detik) untuk resusitasi cairan dan diberikan
sebanyak 20 ml/kg secepatnya (kurang dari 10 menit) dengan cairan kristaloid atau
koloid yang dapat diulangi 2-3 kali sampai nadi teraba kembali.
3. Nilai respon penderita dengan memantau status kardiovaskular/ tanda vital dan perfusi
perifer.
4. Pasang kateter urin untuk menilai respon perbaikan sirkulasi dengan memantau produksi
urin.
5. Bila resusitasi cairan telah diberikan (2-3 kali fluid challenge) namun belum ada respon
yang adekuat, maka dilakukan tindakan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi hasil
analisis gas darah dan koreksi asidosis metabolic yang terjadi bila pH kurang dari 7,15.
6. Bila masih terdapat hipotensi dan nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter vena
sentral untuk pemberian resusitasi cairan berikutnya berdasarkan nilai tekanan vena
sentral (CVP).
7. Nilai kembali kenaikan CVP setelah pemberian fluid challenge secara berhati-hati.
8. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada syok telah dikoreksi, sebelum
pemberian obat inotropik dimulai. Obat vasoaktif diberikan bila diyakini tidak terdapat

22
lagi hipovolemik dan oksigenasi telah adekuat.
9. Bila kadar Hb < 5 g/dl, koreksi dengan transfusi PRC (10 ml/kgBB). Usahakan agar
kadar Hb lebih besar dari 10 g/dl dengan nilai Ht 40-50%.
Pemantauan lanjut:
1. Carilah penyebab syok lainnya yang mungkin terjadi (perdarahan akibat trauma tumpul
abdomen, pneumotoraks, syok kardiogenik, tamponade jantung, dll). Foto toraks
secepatnya bila kondisi klinis stabil, konsultasi bedah bila diperlukan.
2. Setelah restorasi cairan dilakukan, berbagai kemungkinan disfungsi organ lain akibat
syok perlu dievaluasi untuk tatalaksana lanjutan.

Syok kardiogenik
1. Oksigenasi adekuat, pertahankan PaO2 lebih dari 65-70 mmHg pada penyakit jantung
bawaan.
2. Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit yang terjadi.
3. Kurangi rasa sakit dan ansietas.
4. Atasi disritmia jantung yang mungkin terjadi.
5. Kurangi kelebihan preload dengan diuretika.
6. Fluid challenge diberikan secara hati-hati untuk memperbaiki kontraktilitas jantung bila
tidak ada edema paru, pantau dengan ketat berdasarkan nilai CVP.
7. Perbaiki kontraktilitas jantung dengan obat inotropik tanpa menambah konsumsi oksigen
miokard.
8. Kurangi beban afterload (SVR tinggi) dengan venodilator.
9. Atasi hal-hal yang berkaitan dengan penyebab primer kelainan jantung.

Syok sepsis2,5,6,7
1. Pertahankan jalan nafas, berikan oksigen.
2. Pasang akses vaskular, bolus 20 ml kristaloid.
3. Lakukan pemeriksaan darah lengkap, kultur darah, dan glukosa.
4. Berikan antibiotika.
5. Bila respon tidak adekuat, ulangi pemberian cairan 20 ml/kg. Dapat diberikan sampai 60
ml/kg dalam 10 menit pertama.
6. Bila respon tidak adekuat, berikan inotropik.
7. Hidrokortison diberikan pada pasien katekolamin resisten dengan sangkaan ataupun
terbukti insufisiensi adrenal.

Syok anafilaksis1
1. Hentikan pemberian alergen penyebab (bila mungkin), berikan adrenalin 10

23
µg/kgBB/IM.
2. Pertahankan jalan nafas dan pernafasan. Bila terdapat wheezing dapat diberikan nebulasi
adrenalin (5 ml dengan larutan 1;1000) atau dilakukan intubasi/ surgical airway bila
terdapat sumbatan jalan nafas.
3. Periksa status sirkulasi penderita, bila terjadi arrest lakukan segera resusitasi
kardiopulmonal (CPR), pasang segera akses vascular untuk pemberian resusitasi cairan
(20 ml/kgBB secara IV/intraoseus).
4. Nilai ulang ABC resusitasi dan dilakukan tindakan CPR lanjutan
4.1. Bila masih terdapat wheezing berikan inhalasi salbutamol (5mg setiap 15 menit).
4.2. Bila perlu dilanjutkan dengan pemberian hidrokortison (4mg/kgBB/IV), jika perlu
ditambahkan aminofilin drip (dosis inisial 6mg/kgBB/IV dilanjutkan 1mg/kg/jam)
atau salbutamol (inisial 4-6 mg/kg/IV selanjutnya 0,5-1 mg/kg/menit).
4.3. Bila masih terdapat syok, resusitasi cairan dilakukan dengan pemberian koloid
(maksimal 20 mg/kg/hari) dilanjutkan dengan obat inotropik.

Tabel 4. Obat inotropik, vasopressor dan vasodilator


Efek Obat Dosis
Inotropik Dopamine 5-10 g/kg/menit
Dobutamine 1-20 g/kg/menit
Amrinone Usia <4 minggu: bolus 4 mg/kg dalam 1 jam, lalu 3-5
g/kg/menit; Usia > 4 minggu bolus 1-3 mg/kg 1 jam, lalu 5-
15 g/kg/menit
Milrinone 50 g/kg/ bolus dalam 10 menit, lalu 0,25-0,75 g/kg/menit;
dosis maksimum 1,13 g/kg/hari
Epinephrine
0,05-0,3 g/kg/menit
Vasopresor Dopamine 10-20 g/kg/menit
Norepinephrine 0,05- 2 g/kg/menit
Phenylephrine Bolus 2-10 g/kg, lalu 1-5 g/kg/menit
Epinephrine 0,3-2 g/kg/menit
Vasodilator Nitropruside 0,5-10 g/kg/menit. Bila digunakan > 24 jam dosis maksimal
4 mg/kg/menit.; dosis maksimum 70 mg/kg/hari bila fungsi
ginjal normal.
Nitroglyserine 1-10 g/kg/menit
Phentolamine Bolus 0,1 mg/kg, lalu 5-50 g/kg/menit

24
25
Early Goal Directed Therapy (EGDT) Algorithm/Driver Diagram
(Refer to Sepsis Glossary for definitions of abbreviation such as SIRS, HR, WBC, etc)

Early Identification and Treatment/Management Treatment Goals


Diagnosis
Symptoms of Sepsis Include: If a Sepsis diagnosis is determined,  Give antibiotics within 1 hr
EGDT is started when the patient’s of EGDT start time
The patient has 2 or more SIRS lactate result is > 4 or 1 hr after SBP is
criteria: < 90 if it remains < 90 after 1 hr  Sepsis catheter is inserted
 HR > 90 within 2 hours of EGDT
 RR > 20 EGDT treatment includes: start time
 Change in LOC  Antibiotics
 Temperature > 100.4 F  Sepsis catheter  CVP is 8-12 within 6 hr of
(38.0 C) or < 96.8 F (36.0  Intravenous (IV) Fluids EGDT start time (fluids
C)  IV medication used to reach target).
 WBC > 12, 000 or < 4,000 - Norepinephrine for low MAP - Once CVP target is
- Dobutamine to help with oxygen met focus on meeting
AND delivery (low ScvO2) MAP goal
 Blood if Hct < 30
 Known or suspected  Repeat lactate test  MAP > 65 within 6 hours
infection, for example: of EGDT start time (fluids
 Cloudy, foul smelling urine and Norepinephrine can be
 Wound with drainage or pus used to reach target)
 Cough with green, yellow, - Once MAP target is
brown sputum met focus on meeting
ScvO2 goal
If the patient arrives to the ED
with these symptoms, or develops  ScvO2 > 70 within 6 hours
these symptoms while staying in of EGDT start time (blood
the hospital, then blood cultures and Dobutamine can be
and lactate levels are drawn and used to reach target)
close monitoring of the blood
 Draw lactate every 6 hours

26
pressure is done to help confirm for 24 hours, goal is that
the diagnosis. lactate is less than original
value within 12 hours of 1st
Lab results can confirm a result
Sepsis diagnosis:
 Positive blood, urine, or
sputum culture
 Lactate > 4
 SBP < 90 for more than 1 hr

Referensi:
1. UKK Pediatrik Gawat Darurat IDAI 2005-2008. Kumpulan materi pelatihan resusitasi
pediatrik tahap lanjut.
2. Nadel S, Nisson NT, Ranjit S. Recognition and initial management of shock. Dalam:
Nichols DG, penyunting. Roger's textbook of pediatric intensive care. Edisi ke-4.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h. 372-83
3. Smith L, Hernan L. Shock states. Dalam: Fuhrman BP, Zimmerman J, penyunting.
Pediatric critical care. Edisi ke-3. Philadelphia: Mosby; 2006. h. 394-410
4. American Heart Association. 2005 American Heart Association (AHA) Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) and Emergency Cardiovascular Care (ECC) of
Pediatric and Neonatal Patients: Pediatric Advanced Life Support. Pediatrics
2006;117;1005-28
5. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke R. Surviving Sepsis
Campaign: International guidelines for management of severe sepsis and septic shock
2008. Crit Care Med 2008;36:296-327
6. Arikan AA, Citak A. Pediatric shock. Signa vitae 2008; 3(1): 13 – 23
7. Khilnani P.Clinical management guidelines of pediatric septic shock. Indian J Crit Care
Med 2005;9:164-72

27
HIPERTENSI PADA ANAK

Tekanan darah pada anak berusia >1 tahun diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Normal: sistolik DAN diastolik < P90


2. Pre-hipertensi: sistolik ATAU diastolik >= P90 s/d <P95 atau TD 120/80 atau lebih
pada remaja
3. Hipertensi (HT): sistolik ATAU diastolik >=P95
a. HT stadium 1: sistolik ATAU diastolik > P95 s/d P95+5mmHg
b. HT stadium 2: sistolik ATAU diastolik > P99 + 5 mmHg
 Pengukuran dilakukan 3x dan diambil status tekanan darah yang tertinggi.
 Target pengobatan: menurunkan TD sampai di bawah P95. Bila ditemukan
komorbiditas atau kerusakan end organ maka target penurunan TD adalah di bawah
P90.

28
Krisis Hipertensi

 Definisi krisis hipertensi:


 Anak >6tahun: sistolik >= 180 ATAU diastolik >= 120
 Anak < 6 tahun: TD >= 50% di atas P95

 Klasifikasi:
o HT emergensi: ada kerusakan organ target (otak, jantung, ginjal, atau
mata)
o HT urgensi : belum menyebabkan kerusakan organ target. Dapat
progresif menjadi HT emergensi
 HT emergensi:
o Hitung perbedaan antara TD saat itu dgn TD P95 sesuai umur, jenis
kelamin, TB pasien
o Turunin TD 25-30% dalam 6 jam pertama, selanjutnya 25-30% dalam
24-36 jam. Selebihnya dalam 48-72 jam.
o Obat anti HT yg dipakai  short acting, parenteral, dan mudah difiltrasi.
o Dari literatur dianjurkan labetalol, nitroprusid, nicardipin. Obat lain yang
dipakai adalah diazoxid, hidralazin, klonidin, enalapril. Satu-satunya obat
oral yang dapat dipakai adalah nifedipin.
o Sebaiknya di ruang perawatan intensif. TD diukur tiap
 5 menit pada 15 menit pertama.
 Selanjutnya tiap 15 menit pada 1 jam pertama
 Kemudian tiap 30 menit sampai TD diastolik <100
 Tiap 1-3 jam sampai TD stabil
 Lini pertama: nifedipin sublingual dikombinasi dengan
furosemid intravena
o Nifedipin dosis 0,1 mg/kg dinaikkan 0,1 mg/kg/kali setiap 5 menit pada
15 menit pertama
 Lalu tiap 15 menit pada 1 jam
 Lalu tiap 30 menit. Dosis maksimal 10 mg/kali.
 Furosemid dosis 1 mg/kg/kali IV, 2 dd (2 kali perhari), bisa oral
bila KU baik.
 Bila TD belum turun, ditambahkan kaptopril dosis awal 0,3
mg/kg/kali, diberi 2-3d d sehari, dosis maksimal 2 mg/kg/hari.
 Bila TD belum turun, kombinasi dengan anti HT lainnya
 Bial TD bisa turun, lanjut nifedipin oral 0,25 mg/kg/hari, 3-4 kali
sehari. Dapat dikombinasi dengan kaptopril oral bila TD belum
turun. Selanjutnya, dosis nifedipin dan kaptopril diturunkan
secara bertahap dan diteruskan dengan kaptopril oral.
o Lini kedua: klonidin drip (Katapres) dikombinasikan dengan furosemid
intravena
o Klonidin dosis 0,002 mg/kg/8jam + 100 ml dekstrosa 5% (mikrodrip).
 Tetesan awal 12 tetes / menit
 Bila diastolik belum <= 100, tetesan dinaikkan 6 tetes/menit tiap
30 menit (maksimal 36 tetes/menit)

29
 Furosemid 1mg/kg/kali intravena, 2 kali sehari.
 Bila 30 menit setelah 36 tetes/menit TD belum turun, tambah
kaptopril dosis awal 0,3mg/kg/kali, diberi 2-3kali sehari, dosis
maksimal 2mg/kg/hari.
 Bila TD belum turun juga, bisa kombinasi dengan anti HT lain.
 Bila TD bisa diturunkan, klonidin diturunin bertahap 6
tetes/menit tiap 30 menit. Kaptopril oral lanjutin. Selanjutnya
dosis kaptopril diturunin bertahap.
 Hipertensi urgensi
 TD dapat diturunin perlahan-lahan yaitu 25% dalam 12-24 jam
 Dapat menggunakan obat anti HT oral seperti pada HT emergensi
 Perlu observasi ketat karena dapat progresif menjadi HT emergensi bila tdk
diturunkan dalam 12-24 jam.

Tabel 1. Obat anti-hipertensi pada anak

30
Tabel 2. Obat yang dapat digunakan pada hipertensi krisis pada anak

31
32
33
34
Referensi:
1. Departemen Anak FKUI-RSCM. Pedoman pelayanan klinis.2015.hal 238-41.
2. Sekarwana N. Dedi R, Dany H. Konsensus tatalaksana hipertensi pada anak. 2011.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.hal 30-5.

35
NUTRISI PARENTERAL

Nutrisi parenteral (NP) adalah pemberian nutrien melalui jalur intravena, yang
meliputi pemberian air, asam amino, lemak, karbohidrat, elektrolit, vitamin,
mineral, dan trace elements.

Indikasi nutrisi parenteral (NP: nutrisi parenteral, NO: nutrisi oral, NE: nutrisi enteral)

Nutrisi parenteral dibagi menjadi: Nutrisi parenteral total, parsial, sentral, perifer,
siklik, dan kontinyu.

Langkah-langkah dalam melaksanakan NP adalah sbb:


1. Menentukan tujuan pemberian NP: berapa lama NP akan diberikan? Apakah
akan diberikan kalori total atau parsial?
2. Menentukan berat badan: BB saat masuk RS? BB ideal? Atau adjusted?
3. Menentukan kebutuhan cairan

Cairan Rumatan: Rumus Darrow (kebutuhan cairan bayi dan anak)


Berat badan Kebutuhan air per-hari
s.d 10kg 100 ml/kgBB
11-20kg 1000 ml + 50 ml/kgBB (utk tiap diatas 10 kg)
>20kg 1500 ml+20 ml/kg (utk tiap diatas 20 kg)

36
Keadaan tertentu memerlukan restriksi cairan, misalnya gagal ginjal, gagal
jantung, dan penyakit paru tertentu. Cairan selain NP harus diperhitungkan
volumenya, misalnya transfusi darah, bilasan dengan NaCl atau heparin, dan obat
intravena.

4. Perhitungan kalori
Basal metabolic rate (BMR) adalah sejumlah energi yang diperlukan untuk
mempertahankan fungsi vital tubuh tidak termasuk aktifitas dan pengolahan makanan.
Dalam praktek sehari-hari, yang diukur biasanya resting energy expenditure (REE).
BMR dapat meningkat pada keadaan tertentu misalnya peradangan, demam, penyakit
kronik (misalnya jantung, paru, dll) atau berkurang sebagai respons terhadap asupan
energi yang rendah.

37
Menentukan kebutuhan energi sehari dengan perhitungan yang lazim dipakai,
misalnya dengan menggunakan tabel di bawah ini:

38
5. Menentukan kebutuhan nutrien makro
Sejumlah minimum glukosa, lemak, dan protein diperlukan untuk menghindari
defisiensi energi, mencegah hipoglikemia, defisiensi asam lemak esensial, dan
hipoproteinemia.
 Dextrose adalah sumber energi untuk NP dengan kandungan 3,4 kcal/g (bukan
4 kcal/g sebagaimana karbohidrat oral atau enteral). umumnya 40% - 60%
kalori berasal dari dextrose (glukose) dengan GIR 6 – 14 mg/kg/hari
 Konsentrasi standar asam amino dalam larutan NP berkisar antara 5% -
15%, dengan komposisi asam amino esensial 40% - 50% dan asam amino non
esensial antara 50% - 60%. Asam amino mengandung 4 kcal/g.
 Lipid: umumnya anak memerlukan energi asal lemak sebanyak 20% - 40%.
Pada anak besar lemak dapat mulai diberikan dari 1g/kg/hari. Lipid
mengandung 9 kcal/g.

6. Menentukan kebutuhan elektrolit

Kepustakaan lainnya menyebutkan kebutuhan elektrolit sbb:


Natrium dan klorida: 2 to 3 mEq/100 mL of water per day
Kalium: 1 to 2 mEq/100 mL of water per day

39
7. Menentukan kebutuhan vitamin

8. Menentukan osmolaritas cairan


Pada pemberian nutrisi parenteral perifer ditentukan Osm maksimal TPN sebesar
700mOsm/l dengan Dextrose maksimal 12,5% (625 mOsm/l) dan konsentrasi asam
amino maksimal 4% (40 g/l).

9. Menentukan akses vena yang akan digunakan:


1. Akses vena perifer: osmolaritas < 700 mOsm/l, Lama pemberian < 7-10 hari.
2. Akses vena sentral: NP dibutuhkan >5 hari.

40
http://www.globalrph.com/osmolarity_calculations.htm

Referensi:

Sjarif DR, Lestari ED, Merzalia M, Nasir SS. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit
metabolik. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.

41
NUTRISI PARENTERAL PADA NEONATUS

Divisi perinatologi RSCM menggunakan sistem total parenteral nutrition (TPN) sbb:

42
Komposisi PG1 dan PG2 adalah sbb:

PG1 PG2
Dextrose 10%
Amino acids 2.5%
Sodium Nil 34.05 mmol/L
Potassium 10.00 mmol.L 25.00 mmol/L
Calsium 8.8 mmol/L
Magnesium 2.5 mmol/L
Phosphate 10.1 mmol/L
Trace elements Added 2.1 mL

43
HIPERBILIRUBINEMIA

Hiperbilirubinemia adalah keadaan transien yang sering ditemukan pada sebagian besar bayi
cukup bulan (60-70%) dan pada hampir semua bayi prematur. Ikterus adalah warna kuning
pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin dalam serum. Ikterus pada
neonatus akan terlihat bila kadar bilirubin serum >7 mg/dL (Cloherty, kalau Gomella >5
mg/dL).

Penyebab hiperbilirubinemia:
1. Hiperbilirubinemia fisiologis.
Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin, UCB) pada neonatus
cukup bulan dapat mencapai 6-8 mg/dL pada usia 3 hari, setelah itu berangsur turun.
Peningkatan sampai 12 mg/dL masih berada dalam batas fisiologis. Pada bayi
prematur, kadar bilirubin dapat mencapai 10-12 mg/dL pada hari ke-5 dan masih
dapat naik menjadi >15 mg/dL tanpa adanya kelainan tertentu. Kadar bilirubin akan
mencapai <2 mg/dL setelah usia 1 bulan, baik pada bayi cukup bulan maupun
prematur. Ikterus fisiologis ini dapat disebabkan beberapa mekanisme:
a. Peningkatan produksi bilirubin, yang disebabkan oleh:
 Peningkatan volume eritrosit per kilogram dan masa hidup eritrosit
yang singkat pada bayi (90 hari)
 Peningkatan eritropoiesis inefektif
b. Peningkatan sirkulasi enterohepatik
c. Defek uptake bilirubin dari plasma
d. Defek konjugasi karena aktivitas uridin difosfat glukuronil transferase
(UDPG-T) yang rendah
e. Penurunan ekskresi hepatik
2. Hiperbilirubinemia nonfisiologis.
Ikterus nonfisiologis seringkali sulit dibedakan dengan ikterus fisiologis. Keadaan di
bawah ini menandakan kemungkinan hiperbilirubinemia nonfisiologis dan
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut:
 Onset ikterus sebelum usia 24 jam
 Peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi (lihat Diagram 1)
 Peningkatan bilirubin serum >5 mg/dL/24 jam
 Kadar bilirubin terkonjugasi >2 mg/dL
 Bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan
berat badan, apne, takipne, instablilitas suhu)
 Ikterus yang menetap >1 minggu pada bayi cukup bulan atau >14 hari pada
bayi prematur

Diagnosis
Anamnesis
 Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi, sferositosis, defisiensi glukosa 6-
fosfat dehidrogenase (G6PD)
 Riwayat keluarga dengan penyakit hati, menandakan kemungkinan galaktosemia,
deifisiensi alfa-1-antiripsin, tirosinosis, hipermethioninemia, penyakit Gilbert,
sindrom Crigler-Najjar tipe 1 dan II, atau fibrosis kistik
 Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia, mengarahkan pada kemungkinan
inkompatibilitas golongan darah atau breast-milk jaundice
 Riwayat sakit selama kehamilan, menandakan kemungkinan infeksi virus atau
toksoplasma

44
 Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi ibu yang berpotensi menggeser ikatan
bilirubin dengan albumin (sulfonamida) atau mengakibatkan hemolisis pada bayi
dengan defisiensi G6PD (sulfonamida, nitrofurantoin, antimalaria)
 Riwayat persalinan traumatik yang berpotensi menyebabkan perdarahan atau
hemolisis. Bayi asfiksia dapat mengalami hiperbilirubinemia yang disebabkan
ketidakmampuan hati memetabolisme bilirubina atau akibat perdarahan intrakranial.
Keterlambatan klem tali pusat dapat menyebabakan polisitemia neonatal dan
peningkatan bilirubin.
 Pemberian nutrisi parenteral total dapat menyebabkan hiperbilirubinemia direk
berkepanjangan.
 Menyusui. Harus dibedakan antara breast-milk jaundice dan breastfeeding jaundice.
a. Breast-milk jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu (ASI).
Insidens pada bayi cukup bulan berkisar 2-4%. Pada sebagian besar bayi,
kadar bilirubin turun pada hari ke-4. Namun pada breast-milk jaundice,
bilirubin terus naik, bahkan dapat mencapai 20-30 mg/dL pada usia 14 hari.
Bila ASI dihentikan, bilirubin akan turun secara drastis dalam 48 jam. Bila
ASI diberikan kembali, maka bilirubin akan kembali naik tetapi umumnya
tidak akan setinggi sebelumnya. Bayi menunjukkan pertambahan berat badan
yang baik, fungsi hati normal, dan tidak terdapat bukti hemolisis. Breast-milk
jaundice dapat berulang (70%) pada kehamilan berikutnya (70%).
Mekansime sesungguhnya yang menyebabkan breast-milk jaundice belum
diketahui, tetapi diduga disebabkan komponen tertentu dalam ASI yang
mengganggu metabolisme bilirubin.
b. Breastfeeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan pemberian ASI yang
tidak adekuat. Mekanisme yang diduga berperan dalam breastfeeding
jaundice adalah kurangnya asupan ASI yang mengakibatkan peningkatan
sirkulasi enterohepatik.

Pemeriksaan fisis
Ikterus dapat dideteksi secara klinis dengan cara mengobservasi warna kulit setelah dilakukan
penekanan menggunakan jari. Ikterus dimulai dari kepala dan meluas secara sefalokaudal.
Namun, inspeksi visual tidak dapat dijadikan indikator yang andal untuk memprediksi kadar
bilirubin serum.
Hal-hal yang harus dicari pada pemeriksaan fisis:
1. Prematuritas
2. Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan polisitemia dan infeksi
intrauterin
3. Mikrosefali, kemungkinan berhubungan dengan infeksi intrauterin
4. Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom
5. Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah
ekstravaskular
6. Petekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau eritroblastosis
7. Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, atua
penyakit hati
8. Omfalitis
9. Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi kongenital
10. Tanda hipotiroid

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang berikut terindikasi pada ikterus nonfisiologis:
- Bilirubin serum total. Bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa bila ikterus
menetap sampai usia >2 minggu atau dicurigai adanya kolestasis

45
- Golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs’ test dari ibu dan bayi untuk mencari
penyakit hemolitik. Bayi dari ibu dengan Rhesus negatif harus menjalani
pemeriksaan golongan darah, Rhesus, dan tes Coombs’ segera setelah lahir.
- Darah perifer lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat morfologi
eritrosit dan ada tidaknya hemolisis
- Hitung retikulosit
- Pemeriksaan kadar enzim G6PD
- Pada ikterus yang berkepanjangan, lakukan uji fungsi hati, pemeriksaan untuk
mencari infeksi kongenital, sepsis, defek metabolik, atau hipotiroid

Tata laksana
Tata laksana yang dibicarakan dalam bab ini adalah tata laksana untuk hiperbilirubinemi
indirek, yang disebabkan bilirubin tidak terkonjugasi. Tata laksana mengenai
hiperbilirubinemia direk dibicarakan pada bab lain.

Prinsip umum tata laksana hiperbilirubinemia adalah berdasarkan etiologi, yaitu sebagai
berikut.
- Semua obat atau faktor yang mengganggu metabolisme bilirubin, ikatan bilirubin
dengan albumin, atau integritas sawar darah-otak harus dieliminasi.
- Bayi dengan breast-milk jaundice yang terindikasi menjalani terapi sinar (lihar
Diagram 1) dianjurkan menjalani terapi sinar dan ASI dihentikan selam 48 jam.
Selama penghentian ASI, bayi diberikan susu formula dan ibu tetap memompa ASI
untuk menjaga kesinambungan produksi ASI.
- Bayi dengan breastfeeeding jaundice harus diberikan diet dengan volume dan kalori
yang cukup untuk mengurangi sirkulasi enterohepatik.
- Bayi dengan hipotiroid harus mendapat substitusi hormon sesuai protokol.
- Bayi dengan penyakit hemolitik
a. Pada penyakit Rhesus, lakukan terapi sinar segera. Transfusi tukar dilakukan bila
kadar bilirubin diprediksi mencapai 20 mg/dL.
b. Pada inkompatibilitas ABO, lakukan terapi sinar bila kadar bilirubin >10 mg/dl
pada usia 12 jam, >12 mg/dL pada usia 18 jam, 14 mg/dL pada usia 24 jam, dan
15 mg/dL pada usia berapapun. Bila bilirubin mencapai 20 mg/dL, lakukan
transfusi tukar.

Panduan untuk terapi sinar dan transfusi tukar untuk bayi dengan usia gestasi ≥35 minggu
yang dianut di Departemen IKA FKUI/RSCM mengacu pada diagram yang diajukan oleh
American Academy of Pediatrics (AAP) tahun 2004 (lihat Diagram 1 dan 2), sedangkan tata
laksana untuk neonatus kurang bulan dapat dilihat pada Tabel 1.

46
Diagram 1. Panduan terapi sinar untuk bayi dengan usia gestasi ≥35 minggu. Dimodifikasi dari AAP.
Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics.
2004;114:297-316

Keterangan
- Bilirubin yang digunakan adalah bilirubin serum total. Jangan menggunakan nilai bilirubin tak
terkonjugasi ataupun bilirubin terkonjugasi.
- Faktor risiko: penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis,
asidosis, atau albumin <3 g/dL
- Untuk bayi dengan usia gestasi 35-37 6/7 minggu, digunakan kurva risiko medium (medium risk). Untuk
bayi dengan usia gestasi mendekati 35 minggu, dapat dipertimbangkan untuk mengintervensi pada kadar
bilirubin serum total yang lebih rendah, sedangkan untuk bayi dengan usia gestasi mendekati 37 6/7
minggu dapat dipertimbangkan untuk mengintervensi pada kadar bilirubin serum total yang lebih tinggi.
- Pada kadar bilirubin serum total lebih rendah 2-3 mg/dL dari kurva, dapat dipertimbangkan terapi sinar
konvensional di rumah. Namun, terapi sinar di rumah tidak boleh dilakukan pada bayi yang memiliki
faktor risiko.

Diagram 2. Panduan transfusi tukar untuk bayi dengan usia gestasi ≥35 minggu. Dimodifikasi dari
AAP. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation.
Pediatrics. 2004;114:297-316

47
Keterangan:
- Garis putus-putus pada 24 jam pertama mengindikasikan ketidakpastian (uncertainty) yang disebabkan
variasi keadaan klinis dan respons terhadap terapi sinar.
- Transfusi tukar segera direkomendasikan untuk bayi yang menunjukkan tanda ensefalopati bilirubin
akut (hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, demam, high pitched cry) atau bila bilirubin serum
total ≥5 mg/dL di atas garis.
- Faktor risiko: penyakit hemolitik isoimun, dfisiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis,
asidosis
- Periksa albumin serum dan hitung rasio bilirubin/albumin
- Bilirubin yang digunakan adalah bilirubin serum total.

Tabel 2. Panduan terapi sinar untuk bayi prematur


Berat Indikasi terapi sinar Indikasi transfusi tukar
Bilirubin serum total (mg/dL) Bilirubin serum total (mg/dL)
<1000 g Dimulai dalam 24 jam pertama 10-12
1000-1500 g 7-9 12-15
1500-2000 g 10-12 15-18
2000-2500 g 13-15 18-20

Sumber: dimodifikasi dari Cloherty JP, et al. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;
2008.

Fototerapi
A. Teknik
1. Bayi telanjang, hanya memakai tutup mata serta selembar kain sebagai popok
untuk memastikan pajanan sinar mengenai seluruh permukaan kulit. Posisi bayi
dibalik setiap 2 jam.
2. Bila bayi berada dalam inkubator, berikan harak 5-8 cm antara inkubator dan
lampu untuk mencegah overheating.
3. Suhu bayi harus dimonitor secara berkala.
4. Bayi harus ditimbang setiap hari. Berikan ekstra cairan sebanyak 10-20% di atas
kebutuhan untuk mengkompensasi peningkatan insensible water loss.
Peningkatan kehilangan cairan juga disebabkan oleh frekuensi defekasi yang
bertambah sering.
5. Tidak dianjurkan untuk menjemur bayi di bawah sinar matahari langsung karena
dapat menyebabkan hipertermia berat.
B. Pemantauan
 Warna kulit bukan merupakan panduan untuk menilai keberhasilan terapi sinar.
Kadar bilirubin harus dimonitor setiap 12-24 jam.
 Hiperbilirubinemia yang tidak berespons terhadap terapi sinar mengindikasikan
adanya hemolisis dan harus dievaluasi lebih lanjut.
C. Indikasi penghentian terapi sinar
Bila kadar bilirubin sudah cukup rendah sehingga dipastikan bahwa kadar tersebut
tidak membahayakan bagi bayi. Kadar bilirubin biasanya diperiksa 12-24 jam setelah
terapi sinar dihentikan.
D. Efek samping
1. Peningkatan insensible water loss, terutama bagi bayi yang berada dalam radiant
warmer. Peningkatan dapat mencapai 40% untuk bayi cukup bulan dan 80-190%
untuk bayi prematur. Cairan ekstra harus diberikan untuk mengganti kehilangan
ini.
2. Redistribusi aliran darah.

48
3. Diare dan peningkatan kehilangan air melalui feses. Diare disebabkan
peningkatan garam empedu dan bilirubin tidak terkonjugasi di usus.
4. Kerusakan retina bila mata terpajan sinar.
5. Warna kulit menjadi coklat.
6. Bronze baby syndrome.

Tabel 2. Faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat pada bayi usia gestasi ≥35 minggu

Faktor risiko mayor


Kadar bilirubin serum total sebelum dipulangkan berada pada zona risiko tinggi
Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
Inkompatibilitas golongan darah dengan uji antiglobulin direk positif atau penyakit hemolitik lain
(misalnya, defisiensi G6PD)
Usia gestasi 35-36 minggu
Riwayat saudara kandung mendapat terapi sinar
Sefalhematom atau memar luas
ASI eksklusif, terutama bila asupan tidak adekuat dan terdapat penurunan berat badan berlebih
Ras Asia Timur
Faktor risiko minor
Kadar bilirubin serum total sebelum dipulangkan berada pada zona risiko tinggi sedang
Usia gestasi 37-38 minggu
Ikterus terjadi sebelum dipulangkan
Riwayat saudara kandung dengan ikterus
Bayi makrosomia dari ibu DM
Faktor yang menurunkan risiko ikterus
Kadar bilirubin serum total berada pada zona risiko rendah
Usia gestasi ≥41 minggu
Pemberian susu formula eksklusif
Ras kulit hitam
Dipulangkan dari rumah sakit setelah 72 jam

Pencegahan
- Pengkajian sistematik terhadap risiko hiperbilirubinemia berat harus dilakukan pada
setiap bayi (lihat Tabel 2).
- Setiap ibu hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah dan faktor Rhesus.

Referensi:
1. Martin CR, Cloherty J. Neonatal hyperbilirubinemia. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR,
penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;
2008. Hal.
2. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of
hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics.
2004;114:297–316.
3. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter: Management of hyperbilirubinemia in
the healthy term newborn. Pediatrics 1994;94;558-565.
4. Gomella TL, Cunningham D, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology: management, procedures, on-
call problems, disease, and drugs. Edisi ke-5. New York: McGraw-Hill; 2003. Hal. 381-95.

49
SERANGAN ASMA AKUT

Eksaserbasi (serangan asma) adalah episode peningkatan yang progesif (perburukan) dari
gejala- gejala asma, yaitu sesak napas, batuk, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai
kombinasi gejala tersebut. Derajat serangan asma bervariasi mulai dari yang ringan, sedang
hingga serangan yang mengancam jiwa.

Anamnesis

Gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada
tertekan, dan produksi sputum. Karakteristik gejala yang mengarah ke asma adalah:

 Gejala timbul secara episodik atau berulang. 



 Timbul bila ada faktor pencetus.
 Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin, udara
kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa, pengawet makanan, pewarna
makanan. 

 Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari. 

 Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold, rinofaringitis. 

 Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan. 

 Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya. 

 Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam 24 jam.
Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal). 

 Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian obat
pereda asma. 


Pemeriksaan fisis

Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat terdengar wheezing, baik yang
terdengar langsung (audible wheeze) atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu
dicari gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula
dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau geographic tongue.

50
Penilaian derajat serangan asma

Tabel 1. Derajat keparahan serangan asma

Asma serangan ringan sedang Asma serangan berat Serangan asma dengan
ancaman henti napas

- Bicara dalam kalimat 
 - Bicara dalam kata 
 - Mengantuk 



- Lebih senang duduk 
 daripada - Duduk bertopang lengan 
 - Letargi 

berbaring 
 - Gelisah 
 - Suara napas tak
- Tidak gelisah 
 - Frekuensi napas 
 meningkat 
 
 terdengar 

- Frekuensi napas 
 meningkat 
 - Frekuensi nadi meningkat 

- Frekuensi nadi meningkat 
 - Retraksi jelas 

- Retraksi minimal 
 - SpO2 (udara kamar) < 90% 

- SpO2 (udara kamar): 90 – - PEF < 50% prediksi atau

 95% 
 
 terbaik 

- PEF > 50% prediksi atau

 terbaik 


Tabel 2. Klasifikasi derajat asma

Derajat asma Uraian kekerapan gejala asma

Intermiten Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu

Persisten ringan Episode gejala asma >1x/bulan, <1x/minggu

Persisten sedang Episode gejala asma <1x/minggu, namun tidak setiap hari

Persisten berat Episode gejala asma terjadi setiap hari

51
Gambar 1. Alur tata laksana serangan asma pada anak di rumah sakit

Pasien dengan serangan asma

 Nilai derajat serangan asma



 Cari riwayat asma risiko tinggi

RINGAN – SEDANG BERAT ANCAMAN HENTI NAPAS

 Bicara dalam kalimat
  Bicara dalam kata
  Mengantuk/letargi


 Lebih senang duduk daripada  Duduk bertopang lengan
  Suara napas tak terdengar
berbaring  Gelisah

 Tidak gelisah
  Frekuensi napas meningkat

 Frekuensi napas meningkat
  Frekuensi nadi meningkat

 Frekuensi nadi meningkat
  Retraksi jelas

 Retraksi minimal
  SpO2 (udara kamar) < 90%

 SpO2 (udara kamar): 90 – 95%
  PEF < 50% prediksi atau terbaik
 PEF > 50% prediksi atau terbaik

SEGERA
MEMBURUK
MULAI TERAPI AWAL

 Berikan oksigen 1-2 L/menit jika SpO2 < 94% 



 Agonis β2 kerja pendek: 

 Via nebuliser atau via MDI dan spacer (4-10 semprot) RUJUK KE RUMAH SAKIT
 Nebulisasi dapat diulang sampai 3 kali tiap 20 menit dalam 1 jam
 Untuk nebulisasi ketiga pertimbangkan kombinasi β2-agonis kerja Sambil menunggu, lakukan terapi:
pendek dan ipratropium bromida 

 Pada saat serangan : Steroid sistemik (prednison/prednisolon): 1-2  Nebulisasi agonis β2 kerja pendek 
 dan
mg/kgBB/hari, maksimum 40 mg peroral (bila tidak memungkinkan, ipratropium bromida 

IV) selama 3 – 5 hari  Steroid sistemik
 Hati-hati dalam penggunaan steroid sistemik* 
 (prednison/prednisolon): 1-2

 
 mg/kgBB/hari, maksimum 40 mg IV 

 Berikan oksigen 2 L/menit 


Lanjutkan terapi dengan agonis β2 kerja pendek jika diperlukan


MEMBURUK atau
NILAI RESPONS TERAPI DALAM 1 JAM BERIKUTNYA (atau lebih cepat)
tidak respons
PENILAIAN SEBELUM SIAPKAN UTK RAWAT JALAN

DIPULANGKAN
 OBAT PEREDA: lanjut sampai gejala reda/hilang
 Gejala: membaik  OBAT PENGENDALI: dimulai, dilanjutkan, dinaikkan
 SpO2 > 94% (udara kamar) sesuai dengan derajat kekerapan asma
 PEF membaik, dan 60-80% nilai  Steroid oral: lanjutkan 3-5 hari 


 prediksi terbaik* 
  Kunjungan ulang ke RS dalam 3-5 hari 


52
Pasien dengan serangan asma berat atau ancaman henti napas yang
dirujuk ke rumah sakit

Penilaian awal:

A: airway B: breathing C: circulation

APAKAH ADA:
TIDAK
Mengantuk, letargi, suara paru tak terdengar
YA
BERAT ANCAMAN HENTI NAPAS

 Bicara dalam kata



 Duduk bertopang lengan

 Gelisah
 SIAPKAN PERAWATAN PICU
 Frekuensi napas meningkat

 Frekuensi nadi meningkat
  Inhalasi β2 agonis kerja pendek
 Retraksi jelas
  Oksigen
 SpO2 (udara kamar) < 90%
  Siapkan intubasi jika perlu
 PEF < 50% prediksi atau terbaik

MULAI TERAPI

 Inhalasi β2 agonis kerja pendek + ipratropium bromida


 Steroid IV
 Via nebuliser atau via MDI dan spacer (4-10 semprot)
 Oksigen untuk menjaga SpO2 94-98%
 Berikan Aminofilin IV

Jika memburuk, kelola sebagai SERANGAN ASMA DENGAN ANCAMAN


HENTI NAPAS dan pertimbangkan rawat ICU

Nilai kondisi klinis secara berkala

Periksa spirometri/ PEF* (satu jam setelah terapi awal)

FEV1 atau PEF 60-80% dan terdapat FEV1 atau PEF < 60% dan tidak terdapat
perbaikan gejala perbaikan gejala
SEDANG BERAT
Pertimbangkan rawat jalan Lanjutkan tata laksana dan evaluasi berkala

53
Referensi:

1. Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Workshop


Report; 2002. 

2. Sly M. Asthma. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson
Textbook of 
 Pediatric. Edisi ke-15. Philadelphia: Saunders; 1996. h. 628−40. 

3. UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman nasional asma anak. Indonesian Pediatric
Respiratory Meeting 
 I:Focus on asthma. Jakarta:IDAI; 2003. 

4. Georgopoulos D, Burchardi H. Ventilatory strategies in adult patient with status
asthmaticus. 
 EurRespir Mon. 1998;8:45−83. 

5. Warner JO, Naspitz CK. Third international pediatric consensus statement on the
management of 
 childhood asthma. Ped Pulmonol. 1998; 25:1−17. 

6. Pocket guide for asthma management and prevention (for children 5 years and
younger). A Guide for 
 Health Care Professionals. Global Initiative for Asthma
(GINA); 2014. 

7. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Global Initiative for
Asthma (GINA) 2014. 
 Diunduh dari: http://www.ginasthma.org/ 

8. Pocket guide for asthma management and prevention (for adults and children older
than 5 years). 
 Global Initiative for Asthma (GINA); 2011. 


54
PNEUMONIA

Pneumonia adalah inflamasi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstisial. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan
penyakitnya. WHO mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang
didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan. Beberapa faktor meningkatkan
risiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia, antara lain defek anatomi bawaan, defisit
imunologi, polusi, GER (gastroesophageal reflux), aspirasi, gizi buruk, berat badan lahir
rendah, tidak mendapatkan ASI, imunisasi tidak lengkap, adanya saudara serumah yang
menderita batuk, dan kamar tidur yang terlalu padat penghuninya.

Anamnesis
 Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulen
bahkan bisa berdarah 

 Demam 

 Sesak napas 

 Kesulitan makan/minum 

 Tampak lemah 

 Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma

Pemeriksaan Fisis
 Penilaian keadaan umum anak, frekuensi respirasi dan nadi harus dilakukan pada saat
awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak gelisah
atau rewel 

 Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan
makan/minum 

 Demam dan sianosis 

 Gejala distres respirasi seperti takipnea, napas cuping hidung, retraksi 
suprasternal,
retraksi interkostal, retraksi subkostal 

 Pada auskultasi dapat terdengar ronki basah 

 Jika didapatkan suara napas melemah, pikirkan kemungkinan efusi pleura 

 Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang klasik.
Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke
abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hipopnea. 


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
− Pemeriksaan Rontgen dada tidak direkomendasikan dilakukan secara rutin pada anak
dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi.


55
− Pemeriksaan Rontgen dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang
dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan.
− Pemeriksaan Rontgen dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya kolaps
lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, 
gejala yang menetap atau
memburuk, atau tidak respon terhadap antibiotik.
− Pemeriksaan Rontgen dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.

Pemeriksaan Laboratorium
− Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk
membantu menentukan pemberian antibiotik 

− Pemeriksaan biakan dahak dan pengecatan Gram sputum dengan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia yang berat. 

− Biakan darah tidak direkomendasikan diperiksa rutin pada pasien rawat jalan, tetapi
direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi yang berat dan pada setiap
anak yang dicurigai menderita pneumonia bakterial 

− Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi antigen
virus dengan atau tanpa biakan virus, jika fasilitas tersedia. 

− Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dan kultur, serta deteksi antigen bakteri (jira fasilitas tersedia) untuk
penegakan diagnosis dan menentukan mulainya pemberian antibiotik 

− Pemeriksaan CRP dan pemeriksaan fase akut lain tidak dapat membedakan infeksi
viral dan bakterial, dan tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin
− Pemeriksaan prokalsitonin (PCT) dapat mengarahkan kemungkinan infeksi bakterial
− Pemeriksaan PPD selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat kontak dengan
pasien TBC dewasa
− Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan
pemeriksaan pulse oxymetri

Prosedur Diagnostik
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi subkosta
untuk mengklasifkasikan pneumonia di negara berkembang. Namun demikian, kriteria
tersebut mempunyai sensitivitas yang rendah untuk anak malnutrisi, dan sering overlapping
dengan gejala malaria. Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):
 Bayi kurang dari 2 bulan
o Pneumonia berat : napas cepat atau retraksi yang berat
o Pneumonia sangat berat :

56
− tidak mau menetek/
− kejang
− letargis
− demam atau hipotermia
− bradipnea atau pernapasan ireguler
 Anak umur 2 bulan – 5 tahun
o Pneumonia ringan : napas cepat
o Pneumonia berat : retraksi

o Pneumonia tangat berat :
 tidak dapat minum/makan
 kejang
 letargis
 malnutrisi

Tata laksana
Kriteria Rawat Inap
Pada Bayi :
 Saturasi oksigen < 92%, sianosis 

 Frekuensi napas > 60 x/menit 

 Distres respirasi, apnea intermiten, atau grunting 

 Tidak mau minum/menetek 

 Keluarga tidak bisa merawat di rumah 

Pada Anak : 

 Saturasi oksigen < 92%, sianosis 

 Frekuensi napas > 50 x/menit 

 Distres respirasi 

 Grunting 

 Terdapat tanda dehidrasi 

 Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Tatalaksana Umum
 Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara kamar, harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen di atas 92%
 Pasien yang mendapatkan terapi oksigen, harus dilakukan observasi setidaknya setiap
4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen

57
 Pada pneumonia berat atau asupan per-oral kurang, diberikan cairan intra vena dan
dilakukan balans cairan ketat
 Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan dilakukan pada anak
dengan pneumonia
 Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk. 

 Nebulisasi dengan B2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk meningkatkan
mucocilliary clearance

Pemberian Antibiotik
 Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak < 5 tahun.
Alternatifnya adalah ko-amoksiklav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan
azitromisin
 Karena M. pneumoniae lebih prevalen pada anak yang lebih tua, antibiotik golongan
makrolide diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris
 pada anak > 5 tahun. 

 Makrolide diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia dicurigai sebagai
penyebab.
 Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolide atau kombinasi
flucloxacillin dengan amoksisilin.
 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima
obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat.
 Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-
amoxiclav, ceftriaxon, cefuroxime, dan cefotaxime.
 Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah
mendapat antibiotik intravena. 


58
Tabel 1. Antibiotik intra vena

Antibiotik Dosis Frekuensi Relative cost Keterangan


50.000
unit/kg/kali Dosis
Penisilin G Tiap 4 jam rendah S. pneumonia
tunggal maks.
4.000.000 unit
Ampisilin 100 mg/kg/hari Tiap 6 jam rendah

Kloramfenikol 100 mg/kg/hari Tiap 6 jam rendah


50 mg/kg/kali
dosis tunggal S. pneumoniae, H.
Ceftriaxone 1 x / hari tinggi
influenza
maks.
2 gram
50 mg/kg/kali S. pneumoniae, H.
Tiap 8 jam
Cefuroxime Dosis tunggal tinggi influenzae
maks. 2 gram
Group A strep., S. aureus,
S. pneumoniae (alternatif
10 mg/kg/kali untuk anak yang alergi thd
Clindamycin Dosis tunggal Tiap 6 jam rendah beta lactam, lbh jarang
maks. 1,2 gram menimbulkan flebitis pd
pemberian IV drpd
eritromisin)
10 mg/kg/kali S. pneumonia, Chlamydia
Eritromisin Dosis tunggal Tiap 6 jam rendah pneumonia, Mycoplasma
maks. 1 gram pneumonia

REKOMENDASI UKK RESPIROLOGI


Antibiotik untuk community acquired pneumonia:

1. Neonatus – 2 bulan : Ampisilin +gentamisin
2. > 2 bulan
 Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat ditambahkan
kloramfenikol
 Lini kedua Seftriakson
Bila klinis perbaikan penggantian antibiotik menjadi preparat oral digunakan antibiotik
golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

Nutrisi
 Pada anak dengan distres respirasi berat, pemberian makanan per oral harus dihindari.
Makanan dapat diberikan lewat NGT atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa
pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan
ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan
ukuran yang terkecil.
 Monitor balans cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada

59
pneumonia yang berat terjadi peningkatan sekresi hormon anti diuretik.

Referensi:

1. Adegbola, RA and Obaro, SK. Review diagnosis of childhood pneumonia in the tropics.
Annal of Trop Med & Par, 2000;94:197-207 

2. Britis Thoracic Society of Standards of Care Committee. BTS Guidelines for the Management
of Community Acquired Pneumonia in Childhood.Thorax 2002;57(suppl1):1i-24i 

3. Kartasasmita CB, Duddy HM, Sudigdo S, Agustian D, Setiowati I, Ahmad TH, et al.
Nasopharyngeal bacterial carriage and antimicrobial resistance in underfive children with
community acquired pneumonia. Paediatr Indones 2001;41:292-5 

4. McIntosh K. Review article community acquired pneumonia in children. N Engl J Med
2002;346:429-37 

5. Palafox M, Guiscafre H, Reyes H, Munoz O, Martinez H. Diagnostic value of tachypnea in
pneumonia defined radiologically. Arch Dis Child 2000:82:41-5 

6. Swingler GH and Zwarenstein M. Chest radiograph in acute respiratory infections in children.
The Cochrane Library 2002 Issue 2 


60
TATA LAKSANA TERSEDAK PADA ANAK

Bayi usia < 1 tahun

Back blows dan chest thrusts

a. Letakkan bayi pada lengan atau paha dengan posisi kepala lebih rendah.
b. Berikan 5 pukulan dengan mengunakan tumit dari telapak tangan pada bagian
belakang bayi (interskapula). Tindakan ini disebut Back blows.
c. Bila obstruksi masih tetap, balikkan bayi menjadi terlentang dan berikan 5 pijatan
dada dengan menggunakan 2 jari, satu jari di bawah garis yang menghubungkan kedua
papila mamae (sama seperti melakukan pijat jantung). Tindakan ini disebut Chest
thrusts.
d. Bila obstruksi masih tetap, evaluasi mulut bayi apakah ada bahan obstruksi yang bisa
dikeluarkan.
e. Bila diperlukan, bisa diulang dengan kembali melakukan pukulan pada bagian
belakang bayi.

Back blows Chest thrusts

Anak usia  1 tahun

Back blows dan perasat Heimlich (Abdominal thrust)

a. Letakkan anak dengan posisi tengkurap dengan kepala lebih rendah.



b. Berikan 5 pukulan dengan menggunakan tumit dari telapak tangan pada bagian

61
belakang anak (interskapula).
c. Bila obstruksi masih tetap, berbaliklah
 ke belakang anak dan lingkarkan kedua
lengan mengelilingi badan anak. Pertemukan kedua tangan dengan salah satu
mengepal dan letakkan pada perut bagian atas (di bawah sternum) anak, kemudian
lakukan hentakan ke arah belakang atas (lihat gambar). Lakukan perasat Heimlich
tersebut sebanyak 5 kali.
d. Bila obstruksi masih tetap, evaluasi mulut anak apakah ada bahan obstruksi yang bisa
dikeluarkan.

e. Bila diperlukan bisa diulang dengan kembali melakukan pukulan pada bagian
belakang anak

Back blows Perasat Heimlich

Referensi:

1. Hartman M, Cheifetz I. Pediatric emergencies and resuscitation. In: Behrman RE,


Kliegman R, editors. Nelson’s Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: WB
Saunders and Company. 2004.
2. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. World health organization.
2009.

62
TATA LAKSANA KEJANG DAN EVALUASI KLINIS PASCA-KEJANG

 Kejang: manifestasi klinis intermiten yang khas, yang terdiri dari : gangguan kesadaran,
tingkah laku, emosi, motorik-sensorik, otonom yang terjadi akibat lepasnya muatan
listrik berlebihan di otak akibat kelainan anatomi, fisiologi, biokimia, atau gabungannya.
 Kejang bukan diagnosis, umumnya berhenti sendiri berlangsung < 5 menit

Keadaan Kejang Bukan kejang


Onset tiba-tiba Gradual
Kesadaran terganggu tidak terganggu
Gerakan sinkron Asinkron
ekstremitas
Sianosis sering Jarang
Ger abn mata selalu Jarang
Serangan khas sering Jarang
Lama detik-menit beberapa menit
Dapat diprovokasi jarang hampir selalu
Ictal EEG abn selalu tidak pernah

ALGORITME PENANGANAN KEJANG AKUT & STATUS KONVULSIF 3


Diazepam 5-
Prehospital 10mg/rekt max 2x 0-10 mnt
jarak 5 menit

Hospital/ED Diazepam 0,25-0,5mg/kg/iv/io Monitor


Airway 10-20 mnt
(kec 2mg/mnt, max dosis 20mg) Tanda vital
Breathing, O2
Circulation atau EKG
Midazolam 0,2mg/kg/iv bolus Gula darah
atau Elektrolit serum
NOTE : JIKA DIAZ RECTAL 1X PRE
HOSPITAL BOLEH RECTAL 1X Lorazepam 0,05-0,1mg/kg/iv (Na, K, Ca, Mg, Cl)
(rate <2mg/mnt) Analisa Gas Darah
KEJANG (-) Koreksi kelainan
5 – 7 mg/kg
12 jam kemudian Fenitoin Pulse oxymetri
20mg/kg/iv
20-30 mnt Kadar obat darah
ICU/ED Note : Aditional (20mnt /50ml NS)
5-10mg/kg/iv Max 1000mg

KEJANG (-) Phenobarbitone


4 – 5 mg/kg 30-60 mnt
20mg/kg/iv
12 jam kemudian
(rate >5-10min; max 1g)

ICU Refrakter

Midazolam 0,2mg/kg/iv bolus Pentotal - Tiopental Propofol 3-5mg/kg/infusion


Dilanjut infus 0,02-0,4 mg/kg/jam 5 – 8 mg/kg/iv

63
 Kejang > 10 menit cenderung menjadi status konvulsivus
 Fenitoin diberikan loading dose 20 mg/kgBB IV dengan pengenceran setiap 10 mg
fenitoin diencerkan dengan 1 ml Nacl 0,9% dan diberikan dengan kecepatan 50
mg/menit. Dosis maks 1000 mg. tidak boleh dicampur dekstrose. Bila kejang berhenti
dengan pemberian fenitoin dan selama perawatan timbul kejang kembali diberikan
fenitoin tambahan dengan dosis 10 mg/kg IV dengan pengenceran. Dosis rumatan
fenitoin selanjutnya adalh 5-7 mg/kg IV dengan pengenceran dan diberikan 12 jam
kemudian
 Fenobarbital diberikan dengan dosis 20 mg/kg intravena bolus perlahan-lahan dengan
kecepatan 100 mg/menit. Dosis maksimal 1000 mg. BIla kejang berhenti dengan
fenobarbital dan selama perawatan timbul kejang kembali, diberikan fenobarbital
tambahan dengan dosis 10 mg/kg IV secara bolus. Dosis rumatan fenobarbital adalah 5-7
mg/kg IV diberikan 12 jam kemudian.
 Midazolam: 0,2 mg/kg diberikan bolus perlahan selanjutnya dosis 0,02 – 0,06 mg/kg/jam
yang diberikan secara drip. Cairan dibuat dengan cara 15 mg midazolam berupa 3 ml
midazolam diencerkan dengan 12 ml Nacl 0,9% menjadi 15 ml larutan dan diberikan
perdrip (1 mg = 1cc)
 Propofol diberikan 3-5 mg/kg secara bolus perlahan dilanjutkan dengan pemberian per
drip dengan pompa infus 1-15 mg/kg/jam. Cairan obat dibuat dengan memasukkan
propofol 200 mg dalam larutan 20 ml larutan (1 ml = 10 mg)
 Bila kejang masih berlangsung dapat diberikan pentobarbital 2-10 mg/kg secara bolus
sampai 20 mg/kg dan dilanjutkan dengan pemberian per drip 0,5-5 mg/kg/jam.

Obat-obat yang sering digunakan pada penghentian kejang :

Diazepam Fenitoin Fenobarbital Midazolam


Dosis inisial 0,3-0,5 mg/kgbb 20 mg/kgbb 20 mg/kgbb 0,2 mg/kg bb
bolus, lanjut
0,02-0,1
mg/kgbb drip
Maksimum 10 mmg 1000 mg 1000 mg
dosis awal
Dosis ulangan 5 menit dapat 10 mg/kgbb 10 mg/kgbb bila 10-15 menit
diulang bila kejang kejang kembali
kembali
Lama kerja 15 menit- 4 jam Sampai 24 jam Sampai 24 jam 1-6 jam
Onset 3-5 menit 10-30 menit 10-20 menit 2-5 menit
Sediaan IV 10 mg/2 ml, IV 100 mg/2 IV 200 mg/2 ml IV 5 mg/1 ml ,
rectal 5 mg, ml 15 mg/ 3 ml
rectal 10 mg

64
Evaluasi pasca-kejang

1. Modifikasi skala koma Glasgow pada anak


Sign GCS Modification for Score
children
Eye opening Spontaneous Spontaneous 4
To command To sound 3
To pain To pain 2
None None 1
Verbal Response Oriented Age-appropriate 5
verbalization, orients
to sound, fixes and
follows, social smile
Confused Cries, but consolable 4
Disoriented Irritable, 3
Inapproptiate words uncooperative, aware
of environment
Irritable, persistent
cries, inconsistently
consolable
Incomprehensible Incosolable crying, 2
sounds unaware of
environment or
parents, restless,
agitated
None None 1
Motor response Obeys command Obeys command, 6
spontaneous
movement
Localizes pain Localizes pain 5
Withdraws Withdraws 4
Abnormal flexion to Abnormal flexion to 3
pain pain
Abnormal extension Abnormal extension 2
None None 1

2. Pola Napas
 Cheyne Stokes
 Pola napas apnue – hiperpnue
 Ggn serebral bilateral, diensefalon, herniasi
 Hiperventilasi - Kusmaul
 Pola napas cepat – dalam (kelainan midbrain)
 Asidosis metabolik, hipoksia,keracunan
 Apneuristik
 Berhentinya inspirasi (kelainan di pons – kaudal pontin)
 Ataksik
 Tidak ada pola napas (kerusakan medula)

65
3. Reaksi Pupil

66
4. Kelumpuhan Motorik
 Hemiparesis  lesi kontralateral, reflex meningkat
 Dekortikasi – lengan fleksi di dada  kerusakan traktus spinalis
 Deserebrasi – lengan ekstensi  lesi di dekat traktus vestibulospinalis
 Opistotonus  kerusakan berat kedua hemisfer kortek

5. Dolls Eye Movement

LESI DEM Pola Napas Reaksi Pupil

Korteks +/+ Cheyne Stokes Miosis, Reaksi cahaya (+)


Serebri
Midbrain +/- Kusmaul Dilatasi, Midposisi Reaksi
hiperventilasi cahaya (+)
Pons -/- Ataksik breathing Pinpoint, Reaksi cahaya (-)

Referensi:

1. Brophy GM, Bell R, Claassen J. Alldredge B, Bleck TP, Glauser T dkk. Guidelines for the
evaluation and management of status epilepticus. Neuorcrit care. 2012;5:768-89

2. Costello DJ, Cole AJ, Treatment of acute seizures and status epilepticus. J inten care med.
2006;20:1-29.

67
GANGGUAN ASAM BASA

Nilai Normal AGD

 Normal 

Asidosis pH Alkalosis

7,35-7,45

Respiratorik pCO2 mmHg Respiratorik

35-45

Metabolik HCO3 meq/L Metabolik

22-26

Kompensasi AGD

Kelainan pH Primer Respon Kompensasi


Asidosis Metabolik  HCO3- pCO2 

Alkalosis Metabolik  HCO3-  pCO2 


Asidosis Respiratorik  pCO2  HCO3- 

Alkalosis Respiratorik  pCO2  HCO3- 

Besar Kompensasi

Kelainan Kompensasi Besar Kompensasi

Asidosis Metabolik PaCO2 1,5 x [HCO3-] + 8

Alkalosis Metabolik PaCO2 40 + 0,7([HCO3-] - 24)

Asidosis Respiratorik [HCO3-] Akut : 1 mEq setiap kenaikan 10 mmHg PaCO2


Kronik :4 mEq setiap kenaikan 10 mmHg PaCO2

Alkalosis Respiratorik [HCO3-] Akut : 2 mEq setiap penurunan 10 mmHg PaCO2


Kronik : 5 mEq setiap penurunan 10 mmHg
PaCO2

Langkah dalam menentukan gangguan asam basa:


1. Tentukan pH : Nilai pCO2 dan HCO 3 untuk menentukan kelainan utama apakah metabolic atau
respiratorik
2. Hitung apakah kompensasi sesuai, bila kompensasi tidak sesuai maka ada gangguan asam basa
campuran

68
3. Tentuan anion gap: bila anion gap > 20 mmol/L, terdapat asidosis metabolik berapapun nilai pH
atau konsentrasi bikarbonat

Osmolalitas serum : Banyaknya partikel yang terlarut per kilogram. Osmolalitas serum dapat
dihitung dengan rumus :
2 (Na serum) + glukosa (mg/dL) / 18 + BUN (mg/dL) /2,8
Rentang normal : 275-295 mOsm/kg

Gap osmolaritas serum = osmolalitas serum hitung – osmolalitas darah terukur


Gap osmolaritas serum dapat meningkat pada beberapa keadaan asidosis metabolik dengan
peningkatan anion gap, peningkatan yang bermakna terdapat pada keadaan intoksikasi methanol akut
atau intoksikasi etilen glikol

Anion gap : menunjukkan anion selain dari bikarbonat dan klorida yang dibutuhkan untuk
menetralkan muatan positif dari Na+. (K+ dapat diabaikan dalam perhitungan anion gap)
AG = (Na+) – (Cl- + HCO3-) (normal : 12 Meq/L ± 2 mEq/L)
 Anion utama yang tidak terukur pada orang normal umumnya albumin dan fosfat. Penurunan
dari kedua komponen ini dapat menurunkan anion gap dan masking peningkatan asam
organik contohnya laktat. Menghitung anion gap koreksi dapat meningkatkan akurasi
penghitungan anion gap.
Anion gap corrected : anion gap terukur + 2,5 x (albumin normal – albumin terukur)

Gap bikarbonat (Δ AG – Δ bikarbonat)


Δ AG = AG pasien – AG normal
Δ bikarbonat = bikarbonat normal – bikarbonat pasien
Bila AG merupakan penyebab asidosis metabolic maka peningkatan AG = penurunan bikarbonat (1:1)

Gap bikarbonat positif : > + 6 mEq/L : alkalosis metabolik, retensi bikarbonat


Gap bikarbonat negatif : < - 6 mEq/L : asidosis metabolik hiperkloremik, ekskresi bikarbonat
Asidosos metabolik dengan anion gap yang normal : kehilangan HCO3 melalui gastrointestinal,
loss dari ginjal
Asidosis metabolic dengan anion gap yang meningkat (MUDPILES) : Methanol, Uremia,
Diabetik ketoasidosis, Paraldehyde,phenformine, Iron, isoniazid, isopropanol, Lactic acidosis,
Ethanol, ethylene glycol, Salicylates

Tata laksana Asidosis metabolik


1. Atasi penyakit dasar
2. Asidosis metabolik akut dapat dikoreksi dengan pemberian bikarbonat intravena terutama bila
serum bikarbonat dibawah 12. Hal ini tidak berlaku pada KAD. Pada bayi gunakan
bicarbonate 4,2%
3. Hitung defisit bikarbonat
0,3 x base deficit x berat badan (kg)
Atau
0,3 x (HCO3 yang diinginkan - HCO3 aktual ) x berat badan (kg)
Rumus ini merupakan koreksi setengah dari kebutuhan defisit bikarbonat
1 ml 8,4 % natrium bikarbonat = 1 mmol Na + 1 mmol HCO3

69
Gambar Penyebab Kelainan Asam Basa

70
Gambar Etiologi asidosis metabolik

Referensi:

1. The Harriet Lane Handbook. Edisi ke-19; Philadelphia; Elsevier; 2012


2. PFCCS 2013
3. Manual of Pediatric Intensive Care.Connecticut; People’s Medical Publishing House; 2009
4. Pediatric nephrology on-the-go. Singapore; Children kidney center; 2012

71
GANGGUAN ELEKTROLIT

HIPONATREMIA
Definisi : konsentrasi natrium serum < 135 mEq/L.
Etiologi : intake free water yang berlebih, retensi cairan, peningkatan kehilangan natrium
Tanda dan gejala : iritabel, poor feeding, mual dan muntah, letargis, kejang, kemudian koma dan
kematian
Penurunan cepat dari kadar natrium (dalam beberapa jam) dapat menyebabkan edema serebri

Penyebab hiponatremia
Normovolemia Hipervolemia Hipovolemia
SIADH Gagal jantung kongestif Diare
Insufisiensi adrenal Gagal ginjal ( akut/kronik) Muntah
Kelainan SSP Sindrom Nefrotik Luka bakar
Penyakit paru Sirosis Pankreatitis

Koreksi Hiponatremia
Koreksi cepat : bila terdapat kegawatdaruratan , gangguan neurologis atau kejang
Target terapi : kadar natrium plasma 120-125 mEq/L atau sampai kejang berhenti
Menggunakan larutan salin hipertonik (Nacl 3%), ideal dengan akses vena sentral. Bila tidak tersedia
dapat digunakan larutan salin Nacl 0,9% 20 ml/kg
1,2 ml/kg dari 3% Nacl dapat menaikkan kadar Natrium plasma 1 mEq/L.

Koreksi lambat : bila koreksi cepat sudah selesai atau tidak terdapat gangguan neurologis
Target kenaikan 12 mEq/L per hari (0,5 sampai 1 mEq/L tiap jam)
Formula : 0,6 x (berat badan dalam kg) x (Na target – Na terukur) = total mEq yang dibutuhkan untuk
menaikkan kadar natrium mencapai target

Contoh : anak 2 bulan, 5 kg, kejang, Na 114 mEq/L


Kadar natrium : 0,6 x 5 x (120-114) = 18 mEq Na
Nacl 3% = 0,5 mEq/L atau 36 ml larutan Nacl 3%
Atau
(1,2 ml/kg) Nacl 3% meningkatkan kadar natrium 1 mEq/L
1,2 ml x 5 kg x (120-114) = 36 ml larutan Nacl 3%

Langkah kedua : koreksi lambat


Target : meningkatkan kadar natrium 12 mEq/L dari baseline 120 mEq/L
0,6 x 5 x (132-120) = 36 mEq/L tambahan natrium yang dibutuhkan dalam 24 jam kemudian
Dalam perhitungan cairan tambahkan kebutuhan maintenance natrium harian 2-4 mEq/kg

Tata laksana hiponatremia


- Hiponatremia hypovolemia : ganti defisit cairan dengan cairan isotonik, tatalaksana penyakit
dasar
- Hiponatremia euvolemia : restriksi cairan, cairan IVFD isotonic, Loop diuretik dan salin
hipertonik bila koreksi cepat diinginkan, obati penyakit dasar
- Hiponatremia hipervolemi : diuretik, restriksi cairan.

HIPERNATREMIA
Definisi : natrium > 145 mEq/L
Terjadi karena intake natrium yang berlebih atau kehilangan free water yang berlebih
Tanda dan gejala : iritabel, high-pitched cry, letargis, kejang, demam, gagal ginjal, dan
rhabdomiolisis. Pada bayi gejala ini menyerupai sepsis.

72
Etiologi

Tata laksana
Koreksi secara lambat, tidak lebih dari 0,5 mEq/L/jam atau 12 mEq/L/hari
Kalkulasi :
Free water deficit : (Berat badan dalam kg x 0,6) x 1- ( Na target / Na sekarang ) (1000 ml/L)
Atau
4 ml/kg free water deficit dapat menurunkan kadar natrium 1 mEq/L

Contoh
Anak 10 bulan, 8 kg, dengan diare dehidrasi ringan sedang, Na 157 mEq/L
Free water deficit = (8 x 0,6) x 1-(145/157) x 1000 ml/L
= 365 ml
Kalkulasi cepat : 4 x 8 x 12 mEq/L = 384 ml free water
Jumlah cairan rumatan untuk anak 8 kg = 800 ml/24 jam
Total cairan/24 jan = 984 ml
1 L dari ½ normal saline = 500 ml free water
1 L dari ¼ normal saline = 750 ml free water
1 L dari D5 ½ normal saline = 400 ml free water
Pada kasus diatas D51/2 NS dapat menjadi pilihan

73
HIPOKALEMIA

Definisi : kadar kalium < 3,5 mEq/L,


Terjadi karena intake inadekuat, loss dari gastrointestinal, loss dari ginjal, terapi insulin, alkalosis
metabolik, diuretik, hiperventilasi, mannitol, inhalasi B2 agonis, dan amfoterisin B

Tanda dan Gejala : tanda dan gejala mecakup kelelahan, paraesthesia. Hypokalemia berat dapat
bergejala hipotensi, aritimia, depresi napas.
Perubahan pada EKG : gelombang T mendatar atau terbalik, gelombang U yang lebih jelas yang
ditandai dengan pemanjangan interval QT, depresi segmen ST.

Koreksi : (secara intravena)


- Kalium 3-3,5 mEq/L, diberikan KCl 0,25 mEq/kg KCl dalam 1 jam
- Kalium 2,5-3,0 mEq/L diberikan KCl 0,5 mEq/kg KCl dalam 2 jam
- Kalium kurang dari 2,5 mEq/L, diberikan KCl 0,75 mEq/L selama 3 jam
- Pemberian kalium sebaiknya tidak lebih dari 0,5 mEq/kg/jam dengan dosis maksimum dalam 1
jam 10 mEq
- Pasien dengan hypokalemia ringan dan asimptomatik dapat dikoreksi per oral (1-4 mEq/kg/24
jam KCl dibagi 2 atau 3 dosis). (75 mg KCl = 1 mEq)

74
- Kalium plasma sulit dikoreksi jika terdapat hypomagnesemia
- Jalur perifer : kalium jangan melampaui 40-50 mEq/L

HIPERKALEMIA
Definisi : kadar kalium > 5,5 mEq/L
Hyperkalemia jarang terjadi pada fungsi ginjal yang normal. Hyperkalemia dapat terjadi pada keadaan
gagal ginjal (akut atau kronik), hipoaldosteronisme, insufisiensi adrenal, asidosis metabolik, nekrosis
otot atau jaringan (rhabdomiolisis, luka bakar, crush injury), sindrom lisis tumor, atau intake kalium
yang berlebih.

Tanda dan Gejala : umumnya tidak bergejala sampai kadar kalium > 7 mEq/L. neuromuscular :
paraesthesia, kelemahan, paralisis flaksid. Kelainan jantung : aritmia
Perubahan EKG :
- 5,5-6,5 gelombang T meninggi
- > 6,5 Interval QRS memanjang
- >7 amplitudo gelombang P berkurang dan interval PR memanjang
- >8 gelombang P menghilang
- 12-14 VF atau asistole

Koreksi
- Ca glukonas, 100 mg/kg dalam 3 menit ( 1 ml/kg larutan 10%) untuk stabilisasi otot jantung dan
mencegah aritmia
- Natrium bikarbonat (1-2 mEq/kg diberikan IV selama 10-15 menit
- Insulin 0,1 U/kg insulin regular dengan infus dextrose (0,5 g/kg atau 2 ml/kg D25) IV selama 30
menit
- Sodium polystyrene sulfonate 0,5-1 g/kg PO (maksimum 30-60 g/dosis)

75
HIPOKALSEMIA
Definisi : kalsium total < 8,5 mg/dL atau kalsium ion < 1 mmol/L
Umumnya terjadi karena intake kalsium yang rendah atau kekurangan vitamin D/hormone paratiroid.
Penyebab utama hipokalsemia pada bayi adalah defisiensi hormon paratiroid. Pada anak,
hipokalsemia umumnya terjadi gangguan dari mekanisme regulasi yang mengontrol keseimbangan
kalsium. Hal ini dapat berupa : hipoparatiroid, defisiensi vitamin D, intake yang inadekuat, kehilangan
dari ginjal.
Tanda dan gejala : tetani, iritabel, hiperefleksia, kelemahan dan paraesthesia, kelemahan otot, stridor
dan laringospasme. Gejala kardiovaskular dapat berupa hipotensi, bradikardia, dan aritmia

76
Tata laksana
Pemberian kalsium intravena idealnya menggunakan akses sentral. Jangan memberikan melalui vena
kulit kepala, intramuskular, dan subkutan. Indikasi pemberian kalsium intravena : kalsium ion rendah
< 1mmol/L, hyperkalemia, overdosis calcium channel blocker, hipermagnesemia, stabilisasi pasca
arrest jika ada tanda hipokalsemia
- Akut : Pemberian secara intravena (10% Ca glukonas mengandung0,45 mEq/L kalsium ion.
Dosis 50-200 mg/kg IV selama 5 sampai 10 menit untuk neonatus, dan 50-125 mg/kg IV
selama 5-10 menit untuk bayi dan anak.
- Kronik: dapat diberikan suplementasi kalsium per oral
Gejala hipokalsemia yang refrakter terhadap pemberian kalsium dapat disebabkan oleh
hipomagnesemia. Hiperfosfatemia yang signifikan harus dikoreksi sebelum mengoreksi hipokalsemia,
karena dapat menyebabakan terbentuknya batu ginjal.

HIPERKALSEMIA

Definisi : Kalsium total > 11 mg/dL atau kalsium ion > 1,3 mmol/L
Terjadi karena pelepasan kalsium melalui tulang. Dapat terjadi karena imobilitas lama,
hiperparatiroidisme, keganasan yang menyebabkan tumor lisis, intake yang berlebih dari vitamin A
atau D, dan penyakit granulomatosa.

Tanda dan gejala : menyerupai peningkatan intracranial (hipertensi dan penurunan kesadara),
interval QT memendek, iritabel, letargi, kejang, koma, mual dan muntah, nyeri perut.

Tata Laksana : hiperkalsemia akut > 15 mg/dL membutuhkan tata laksana agresif
- Hidrasi dengan cairan isotonis 200-250 ml/kg/hari yang diikuti dengan pemberian
furosemide 1 mg/kg IV setiap 6 jam dapat memicu kalsiuresis. Monitoring ketat elektrolit,
termasuk fosfat dan magnesium
- Kalsitonin 10 IU / kg IV dapat diulang tiap 4 sampai 6 jam
- Hidrokortisone 1 mg/kg per 6 jam dapat mengurangi absorbs kalsium melalui
gastrointestinal, namun kurang berguna pada keadaan akut.

HIPOMAGNESEMIA

Definisi : kadar magnesium < 2 mg/dL (normal 1,6 -2,4 mg/dL)

77
Umumnya terjadi pada pasien sakit kritis yang dirawat di ICU karena kurangnya intake dan
meningkatnya loss dari ginjal dan gastrointestinal. Pankreatitis dapat menyebabkan hipomagnesemia
dan hipokalsemia. Hypomagnesemia umumnya terjadi bersamaan dengan hipokalsemia dan
memberikan gejala yang sama dengan hipokalsemia.

Tata Laksana : magnesium sulfat IV 25-50 mg/kg selama 3 sampai 4 jam. Pada kadar magnesium
diatas 2 mg/dL, penambahan magnesium tidak bermanfaat karena ginjal akan membuang kelebihan
magnesium.

HIPERMAGNESEMIA
Gejala akan terjadi pada kadar magnesium diatas 5 mg/dL. Jarang ditemukan kecuali pada keadaan
gangguan ginjal.
Tanda dan Gejala : mual dan muntah, menurunnya reflex tendon, dan blockade neuromuscular,
bradikardia, depresi miokard, perubahan EKG (pemanjangan interval PR, dan blok atrioventricular).
Tata Laksana : kalsium glukonas 50-100 mg/kg IV diikuti dengan restriksi intake magnesium dan
diuresis

Referensi
1. The Harriet Lane Handbook. Edisi ke-19; Philadelphia; Elsevier; 2012
2. PFCCS 2013
3. Manual of Pediatric Intensive Care.Connecticut; People’s Medical Publishing House; 2009
4. Pediatric nephrology on-the-go. Singapore; Children kidney center; 2012

78
Lampiran

Tanda vital normal pada anak berdasarkan usia

Usia Laju nadi Tekanan darah Laju napas

(kali/menit) (mmHg) (kali/menit)

Prematur 120-170 55-75/35-45 40-70

0-3 bulan 100-150 65-85/45-55 35-55

3-6 bulan 90-120 70-90/50-65 30-45

6-12 bulan 80-120 80-100/55-65 25-40

1-3 tahun 70-110 90-105/55-70 20-30

3-6 tahun 65-110 95-110/60-75 20-25

6-12 tahun 60-95 100-120/60-75 14-22

>12 tahun 55-85 110-135/65-85 12-18

(Nelson’s Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: WB Saunders and Company. 2004)

79

Anda mungkin juga menyukai