Anda di halaman 1dari 22

8

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan

a. Defenisi pengetahuan

Pengetahuan merupakan suatau usaha yang mendasari seseorang berpikir secarah

ilmiah, sedang tingkatannya tergantung pada ilmiah pengetahuan atau dasar

pendidikan orang tesebut (Nursalam dan Pariani, 2001). Pengetahuan (Knowledge)

adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “What” yang

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba yang sebagian besar dipengaruhi oleh mata dan telinga. (Notoatmotdjo

2005).

1) Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang

bersifat spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima oleh karena itu , “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.
9

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang

obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut dengan benar.

Orang telah paham terhadap suatu obyek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap

obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasai diartikan sebagi kemampuan untuk menggunkan materi yang telah di

pelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumusan, metode, perinsip, dan

sebaginya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analiysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk manjabarakan materi atau suatu obyek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masi didalam suatu struktur organisasi

tersebut dan masi ada kaitannya satu dengan yang lain.

e. Sintesisi (Synthesis)

Sintesis menujukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuann untuk menyusun formulasi-

formulasi yang ada.


10

f. Evaluasi (Evalution)

Evaluasi ini biasanya dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau obyek penelitian-penelitian itu berdasarkan

suatu kriteria yang telah ada.

2. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005) untk memperoleh pengetahuan ada berbagai cara

yaitu:

1) Cara Tradisional atau Non Ilmiah yang terdiri dari :

a. Cara ini di pakai orang sebelum ada kebudayaan, bahkan mugkin sebelum

adanya peradapan apabila seseorang menghadapi persoalan atau masalah

upaya pemecahannya di lakukan dengan coba-coba. Bila percobaan pertama

gagal, di lakukan percobaan yang kedua dan seterusnya sampai masalah

tersebut terpecahkan.

b. Cara kekuasaan atau ototritas

Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali kebiasaan dan tradisi yang

dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran apakah yang di lakukan tersebut

baik atau tidak. Kebiasaan ini biasanya di wariskan turun temurun. Kebiasaan

ini seolah-olah di terima dari sumbernya sebagai kebenaran mutlak. Sumber

pengetahuan dapat berupa pemimpin masyarakat baik formal maupun

informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Para

pemegang otoritas pada perinsipnya adalah orang lain menerima pendapat

yang di kemukakan oleh yang mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu


11

menguji atau membuktikan kebenaranya, baik berdasarkan perasaannya

sendiri.

c. Berdasarkan pengalamannya sendiri

Pengalamana adalah guru terbaik demikian bunyi pepatah ini mengandung

maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan. Hal ini

dilakuakan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh

dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Pada masa lain apabila

dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang

dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula

menggunakan cara tersebut.

d. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayan umat manusia, cara manusia

berpikir ikut berkembang. Dari sisni manusia mampu menggunakan

penalaranya dalam memperoleh pengetahuan. Induksi dan deduksi pada

dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui

pernyataan-pernyataan. Apabila peroses pembuatan kesimpulan itu melalui

pernyataan-pernyataan yang khusus kepada yang umum dinamakan induksi,

sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan

umum ke kuhusus.

2) Cara modern

Cara baru atau dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah atau lebih popular disebut metodelogi penelitian.
12

Mengacu pada konsep pengetahuan di atas bila dikaitkan dengan berbagai

dasar dari ketidak mampuan keluarga mampuan keluarga atau seseorang

dalam melakukan tugas-tugas perkembangan akan diperoleh gambaran

sebagai berikut :

a) Ketidak sanggupan mengenal masalah karena kurangnya pengetahuan.

b) Ketidak sanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan

tindakan yang tepat karena tidak memahami sifat. Berat dan luasanya

masalah serta tidak sanggup menyelesaikan masalah karena tidak

memahami sifat, berat dan luasnya masalah serta tidak sanggup

menyelesaikan masalah karean kurangnya pengetahuan.

c) Ketidak mampuan menggunakan sumber daya masyarakat dari

pengetahuan diatas di simpulkan bahwah tingkst pengetahuan dimana

seseorang mampu mengetahuai, memahami, megaplikasi, menganalisis,

mensisntesis, dan mengevaluasi. Tingkat pengetahuan dapat dikatakan

baik jika mempunyai 56%-100% pengetahuan (Arikunto, 2006)

d) Tingkat pengetahuan tidak baik

Tingkat pengetahuan yang tidak baik adalah tingkat pengetahuan dimana

seseorang tidak mampu, mengaplikasi, menganalisis, mensisntesis dan

mengevaluasi. Tingkat pengetahuan dapat dikatakan tidak baik jika

seseorang mempunyai <40-50% pengetahuan (Arikinto 2006).


13

3. Cara mengukur pengetahuan

Menurut Nursalam (2003), untuk mengetahuai tingkat pengetahuan yang

dilmiliki oleh seseorang dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :

a. Pengetahuan baik : 76-100%

b. Pengetahuan cukup : 56-76%

c. Pengetahuan kurang : <56%

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang

1. Pendidikan.

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang

makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan

tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari

orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk

semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan

sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan

pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.

Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak

berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak

mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada

pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga

mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang
14

akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin

banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap

makin positif terhadap obyek tersebut .

2. Mass media / informasi.

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat

memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Dalam penyampaian

informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan

yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi

baru mengenai sesuatu hal  memberikan landasan kognitif baru bagi

terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3. Sosial budaya dan ekonomi.

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui   penalaran

apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan

bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi

seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan

untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi

pengetahuan seseorang.

4. Lingkungan.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan

fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses

masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan


15

tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang

akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5. Pengalaman.

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

6. Usia.

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,

sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya,

individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta

lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri

menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan

banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah,

dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.

B. Konsep sikap

a. Pengertian

Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang

laian, obyek atau issue (Azwar S 2000).

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masi tertutup suatu

sitimulasi atau obyek (Notoatmodjo, Heri Purwanto, 1998 ).


16

Sikap adalah pandangana-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan

untuk bertindak sesuai sikap obyek tadi (Gerungan, 2000).

Syah (2000), mengatakan sikap merupakan suatu keadaan internal yang

mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap obyek.

Dari beberapa pengertian diatas maka disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan

diri dalam manusia yang menggerakan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan

sosial dengan perasaan tertentu didalam menanggapi obyek situasi atau kondisi

dilingkungn sekitarnya.

Gerungan (2000), menjelaskan tentang sikap yaitu :

1. Sikap tumbuh dan dipelajari sepanjang perkembangan orang yang bersangkutan

dalam keterkaitannya dengan obyek tertentu.

2. Sikap merupakan hasil belajar manusia, sehingga sikap dapat ditumbuhkan dan

dikembangkan dalam proses belajar.

3. Sikap selalu berhubungan dengan obyek, sehingga tidak berdiri sendiri.

4. Sikap memiliki hibungan dengan aspek motivasi dan perasaan emosional.

b. Peroses terjadinya sikap

Menurut Notoatmodjo (2003), peroses terjadinya sikap digambarkan

sebaga berikut :

Setimulasi rangsangan peroses stimulasi reaksi tingkah laku

Sikap (tertutup)

c. Komponen pokok sikap

Azwar (2000), membagi struktur sikap menjadi 3 (tiga) koponen yang saling
17

menunjang yaitu :

1. Komponen kognitif

Merupakan repsentasi apa yang dipercaya oleh individu pemilik sikap,

komponen kognitif berisi kpercayaan stereotype yang dimiliki individu

mengenai sesuatu yang dapat disamakan penanganan (opini)

2. Komponen afektif

Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional

inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagi komponen sikap yang

berrtahan terhadap pengaruh yang mungkin mengubah sikap seseorang.

3. Komponen konatif

Merupakan komponen kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap

yang dimiliki oleh seseorang.

d. Tingkatan sikap

Notoatmodjo (1996), membagi tingkat sikap meliputi sebagai berikut :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau memperhatikan stimulasi yang

diberikan obyek.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah

suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan yang

diberikan.

3. Menghargai (valuing)
18

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas semua yang telah dipilih dengan segala resiko adalah

mempunyai sikap yang paling tinggi.

e. Ciri-ciri sikap

Heri purwanto (1998), mengklarifikasikan ciri-ciri sikap yaitu :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan di bentuk atau dipelajari sepanjang

perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya.

2. Sikap dapat berubah karena itu sikap dapat dipelajari.

3. Sikap tidak berdiri sendiri.

4. Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi juga merupakan kumpulan

dari hal tersebut.

5. Sikap merupakan segi motivasi dari segi perasaan.

f. Cara pengukuran sikap

Suanaryo (2004), berpendapat bahwa secara garis besar pengukuran sikap di

bedakan melalui 2 cara yaitu :

1. Secara langsung

Denga cara ini, subjek secara langsung diminta pendapat bagaimana sikapnya

terhadap suatu masalah atau hal yang diharapkan kepadanya.

a) Langsung berstruktur

Cara ini mengukur sikap dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang


19

telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan

diberikan kepada subyek yang diteliti.

b) Langsung tak berstruktur

Cara ini merupakan pengukuran sikap yang sederhana dan tidak diperlukan

yang cukup mendalam, misalnya mengukur sikap dengan wawancara bebas

atau free interview, pernyataan langsung atau survei.

2. Secara tidak langsung

Cara pengukuran sikap dengan mengunakan tes, dapat dilakukan dengan

pertanyaan-pertanyaan hipotesis kemudian ditanya pendapat responden.

g. Skala pengukuran sikap

Dalam sikap digunakna skala model Likert yaitu sekor T :

Rumus :

T = 50 + 10 [ x – x ]
SD
Keterangan :

x = sekor responden pada sekala sikap yang hendak dirubah menjadi sekor T

x = mean sekor pada kelompok

SD = setandar deviasi

Hasil akan diolah pada tiap butir pertanyaan. Pernyataan positif atau mendukung

untuk kategori sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju,

diberi rentang nilai 4,3,2,1,0, sedangkan pernyataan negatif atau tidak mendukung

untuk kategori sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju,

diberikan rentang nilai 0,1,2,3,4, selanjutnya hasil sekor responden dibandingkan


20

dengan mean sekor kelompok lalu dikatagorikan sesuai dengan pertimbangan

penelitian sebagi berikut:

Skor T ≥ mean T : favourable

Skor T < mean : unfavourable

(Azwar, 2002)

h. Faktor yang mempengaruhi sikap

Azwar (2005), mengungkapkan faktor yang mempengaruhi sikap sebagai berikut :

1. Pengalaman peribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentuk sikap, pengalaman pribadi harus

meninggalkan kesan yang kuat, karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor

emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konfirmis atau

searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

3. Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita

terhadap berbagai maalah. Kebudayaan telah mewaranai sikap anggota

masyarakat.

4. Media massa

Dalam pemberitahuan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainya,

berita yang seharusnya faktul disampaikan secara obyektif cenderung


21

mempengaruhi sikap orang lain atau diri sendiri

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah

mengherankan jika konsep tersebut mempengaruhui sikap.

6. Faktor emosional

Suatu bentuk sikap merupakan pernyatan yang didasari emosi yang berfungsi

sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego.

Sikap dapat didefenisikan dalam banyak versi. Menurut Azwar (1995) sikap

dapat dikata gorikan kedalam 3 (tiga) orientasi pemikiran yaitu : yang berorientasi

pada respon, yang berorientasi pada kesiapan respon, dan yang berorientasi pada

sekema teriadik.

sebagai landasan utama dari pengukuran sikap adalah pendefi-nisian sikap

terhadap suatu obyek. Dimana sikap terhadap suatu obyek adalah perasaan

mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan yang tidak mendukung

atau tidak memihak (unfavorable) terhadap objek tersebut (Mar'at 1984).

Menurut Azwar (1995), dalam penyusunan pengukuran sikap sebagai instrumen

pengungkapan sikap individu maupun sikap kelompok ternyata bukanlah suatu hal

yang mudah. Kendatipun sudah melalui prsedur dan langkah-langkah yang sesuai

dengan kriteria, suatu pengukuran sikap ternyata masih tetap memiliki kelemahan,

sehingga tujuan penggungkapan sikap yang diinginkan tidak seluruhnya dapat

tercapai. Oleh karena itu dalam penyusunan pengukuran sikap beberapa hal yang
22

perlu dikuasai sebelum sampai pada tabel spesifikasi adalah pengertian dan

komponen sikap dan pengetahuan mengenai obyek sikap yang hendak diukur.

i. Tipe pertanyaan sikap (Type Of Atittude Question)

Pertanyaan sikap (atittude question) adalah rangkaian kalimat yang mengatakan

sesuai mengenai obyek sikap yang hendak diungkapkan. Pertanyaan sikap apabila

ditulis dengan mengikuti kaidah penulisan yang benar, setelah melalui prosedur

pensekalaan (scaling) dan seleksi item. Akan menjadi isi suatu skala.

Suatu pertanyaan sikap dapat berisikan hal-hal yang positif mengenai obyek

sikap, yaitu klaimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap.

Pertanyaan seperti ini disebut sebagai pertanyaan yang favorable.

Contoh pertanyaan favorable adalah “ Merokok dalam bis merupakan hak azasi

setiap orang.”

Kalimata ini jelas mendukung atau memihak pada perilaku merokok di dalam bis

karena bila dilihat dari sudut perilaku merokoknya sebagai obyek sikap, pertanyaan

ini mengatakan hal yang positif. Sebaliknya, pertanyaan sikap mungkin pula berisi

tidak mendukung ataupun kontera terhadap obyek sikap yang akan diungkap.

Pertanyaan seperti ini disebut sebagi pertanyaan sikap yang bersifat unfavorable.

Suatu sekala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pertanyaan

favorable dan pertanyaan unfavorable dalam jumlah yang kurang lebih seimbang.

Dengan demikian pertanyaan yang disajikan tidak semua positif atau semua negatif

yang dapat mendatangkan kesan seakan-akan isi sekala yang bersangkutan

seluruhnya memihak atau sebaliknya seluruhnya tidak mendukung obyek sikap.


23

Variasi pertanyaan favorable dan unfavorable akan membuat responden memikirkan

lebih hati-hati isi pertannyaannya sebelum memberikan respons sehingga secara

tiori tipe responden dalam menjawab dapat dihindari (Azwar 1995 ).

C. Konsep Penyakit Menular Seksual (PMS) Yaitu :

Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan mikroorganisme, baik

bakteri, virus, maupun jamur, yang bisa ditularkan dari satu orang penderita kepada

orang sehat hingga menyebabkan sakit seperti sumber penularan. Penyakit menular

ikut bertanggung jawab terhadap tingginya angka kematian di dunia. Umumnya

terjadi pada alat kelamin dan ditularkan terutama melalui hubungan seksual

(www.depkes.com)

Adapun penyakit menular seks (PMS) sebagai berikut : Gonore, Herpes Genetalia,

Sifilis, HIV/AIDS. Disini di sebutkan ada beberapa Perilaku penularan PMS. Yaitu :

1. Berhubungan seks yang tidak aman dengan penderita PMS (tanpa

menggunakan pelindung/kondom)

2. Ganti-ganti pasangan seks

3. Pelacuran

4. Melakukan hubungan seks secara anal, karena hubungan ini mudah

menimbulkan luka.

Setiap perbuatan yang kita lakukan tentu mengandung resiko dalam tingkatan

tertentu. Perilaku seksual tidak terkecuali. Salah satu resiko dari melakukan

hubungan seksual adalah kemungkinan terjangkit PMS atau Penyakit Menular


24

Seksual. Berikut ini akan dipaparkan tuju faktor resiko teratas yang berpengaruh

pada peluang Anda terkena PMS.

1. Seks tanpa pelindung

Meski kondom tidak seratus persen melindungi Anda, ia tetap merupakan cara

terbaik untuk menghindarkan Anda dari infeksi. Penggunaan kondom dapat

menurunkan laju penularan PMS.

2. Berganti-ganti pasangan

Anda tidak perlu belajar matematika untuk mengetahui bahwa semakin banyak

pasangan seksual Anda, kian besar kemungkinan Anda terekspos suatu PMS.

3. Pengggunaan alcohol

Konsumsi alkohol dapat berpengaruh terhadap kesehatan seksual. Orang yang

biasa minum alkohol bisa jadi kurang selektif memilih pasangan seksual dan

menurunkan batasan. Alkohol dapat membuat seseorang sukar memakai kondom

dengan benar maupun sulit meminta pasangannya menggunakan kondom

4. Seks untuk uang/obat

Orang yang menjual seks untuk mendapatkan sesuatu posisi tawarnya rendah

sehingga sulit baginya untuk menegosiasikan hubungan seksual yang aman.

Kemudian, pasangan (pembeli jasa) memiliki resiko terinfeksi PMS yang lebih

besar. Jadi, baik pembeli maupun penjual sama-sama dirugikan.


25

5. Hidup di masyarakat yang prevalensi PMS-nya tinggi

Ketika seseorang tinggal di tengah komunitas dengan prevalensi PMS yang

tinggi, ketika berhubungan seksual (dengan orang di komunitas itu) ia lebih

rentan terinfeksi PMS.

6. Sudah terkena suatu PMS

Kalau Anda sudah pernah berkenalan langsung dengan suatu PMS (apalagi

sering), Anda lebih rentan terinfeksi PMS jenis lainnya. Iritasi atau lepuh pada

kulit yang terinfeksi dapat menjadi jalan masuk patogen lain untuk menginfeksi.

Karena Anda sudah pernah terinfeksi sekali, bisa jadi ada faktor tertentu dalam

gaya hidup Anda yang beresiko.

7. Cuma pakai pil KB untuk kontrasepsi

Kadang orang lebih menghindari kehamilan dari pada PMS sehingga mereka

memilih pil KB sebagai alat kontrasepsi utama. Karena sudah merasa terhindar

dari kehamilan, mereka enggan memakai kondom. Ini bisa terjadi ketika orang

tidak ingin menuduh pasangannya berpenyakit (sehingga perlu disuruh pakai

kondom) atau memang tidak suka pakai kondom dan menjadikan pil KB sebagai

alasan. Yang jelas, perlindungan ganda (pil KB dan kondom) adalah pilihan

terbai meski tidak semua orang melakukannya

(about.comvitasexualis.wordpress.com)
26

D. Konsep Mahasiswa

1. Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa secara harafiah adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik

di universitas, institute atau di akademi. Mereka yang terdaftar sebagai siswa di

perguruan tinggi di sebut mahasiswa. Tapi pada dasarnya makna mahasiswa tidak

sesempit itu. Terdaftar sebagai pelajar di sebuah perguruan tinggi hanyalah syarat

administrative menjadi mahasiswa (Bagus , 2008)

Mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang sedang menekuni bidang ilmu

tertentu dalam lembaga pendidikan formal. Kelompok ini sering juga disebut

sebagai golongan intelektual muda yang penuh bakat dan potensi. Posisi yang

demikian ini sudah tentu bersifat sementara karena di kemudian hari mereka tidak

lagi menjadi mahasiswa dan mereka justru menjadi pelaku-pelaku intim dalam

kehidupan suatu negara atau masyarakat (Geowana, 2008). Menurut kamus besar

bahasa Indonesia (1991) mahasiswa adalah pelajar perguruan tinggi.

Masa remaja secara global berlangsung antara usia 13 sampai dengan 21 tahun.

Masa remaja ini dibagi menjadi dua, yaitu masa remaja awal usia 13-18 tahun dan

masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Hurlock, 1992). Pertumbuhan dan

perkembangan fisik dan seksual berlangsung sekitar usia 12 tahun. Pada remaja

awal khususnya bagi remaja putri rahimnya sudah bisa dibuahi karena ia sudah

mendapatkan menstruasi (datang bulan) yang pertama (Zulkifli, 1986). Seorang

remaja akhir mengalami kematangan seksual (dalam kondisi seks yang optimum)

dan telah membentuk pola-pola kencan yang lebih serius dan mendalam dengan
27

lawan jenis atau berpotensi aktif secara seksual, terutama remaja putri akan lebih

sensitif dorongan seksualnya dan memiliki rasa ingin tahu sangat besar dari pada

remaja putra (Mappiere, 1982).

Mahasiswa yang merupakan bagian dari remaja dan memiliki tanggung jawab di

kampus pun lebih banyak tidak peduli akan kondisi yang terjadi, apabila tidak

terjadi kasus besar dan tidak menjadi berita besar, aktivitas seksual dianggap hal

biasa yang terjadi seiring perkembangan mahasiswa. Padahal kondisi mahasiswa

semakin hari semakin membawa perubahan cukup mencengangkan, terutama pada

aktivitas seksual yang semakin hari menunjukkan jumlah dan dampak negatif yang

signifikan (Krisanto, 2008).

2. Fungsi mahasiswa

Berdasarkan tugas perguruan tinggi yang diungkapkan M. Hatta yaitu membentuk

manusia susila dan demokrat yang:

a. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat

b. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan

c. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat.

Berdasarkan pemikiran M. Hatta tersebut, dapat kita sederhanakan bahwa

tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis, yang selanjutnya

hal tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan

akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu: memiliki sense of crisis, dan

selalu mengembangkan dirinya.

Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap
28

masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan

sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari

pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka

mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih

lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.

Insan akademis harus selalu mengembangkan dirinya sehingga mereka bisa

menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan.

Dalam hal insan akademis sebagai orang yang selalu mengikuti watak ilmu, ini juga

berhubungan dengan peran mahasiswa sebagai penjaga nilai, dimana mahasiswa

harus mencari nilai-nilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya kepada

masyarakat, dan yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut.

3. Peran mahasiswa

Menurut geowana (2008), berdasarkan berbagai potensi dan kesempatan yang

dimiliki oleh mahasiswa, tidak sepantasnyalah bila mahasiswa hanya mementingkan

kebutuhan dirinya sendiri tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan

negaranya. Mahasiswa sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan pula

rakyat, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan

masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Oleh karena itu

perlu dirumuskan peran mahasiswa untuk menentukan arah perjuangan dan

kontribusi mahasiswa tersebut.

a. Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”

Mahasiswa dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi


29

manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang

nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya.

Dalam konsep Islam sendiri, peran pemuda sebagai generasi pengganti terdapat

dalam Al-Quran surat Al-Maidah:54, yaitu pemuda sebagai pengganti generasi

yang sudah rusak dan memiliki karakter mencintai dan dicintai, lemah lembut

kepada orang yang beriman, dan bersikap keras terhadap kaum kafir.

b. Mahasiswa Sebagai “Guardian of Value”

Mahasiswa sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa berperan sebagai

penjaga nilai-nilai di masyarakat. Sedikit sudah jelas, bahwa nilai yang harus

dijaga adalah sesuatu yang bersifat benar mutlak, dan tidak ada keraguan lagi di

dalamnya. Nilai itu jelaslah bukan hasil dari pragmatisme, nilai itu haruslah

bersumber dari suatu dzat yang Maha Benar dan Maha Mengetahui.

Anda mungkin juga menyukai