Anda di halaman 1dari 16

PARADIGMA DAN PENILAIAN

KINERJA IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN

Siti Hidayatul Jumaah, S.IP., M.IP


“RENCANA ADALAH 20% KEBERHASILAN,
IMPLEMENTASI ADALAH 60% SISANYA,
20% SISANYA ADALAH BAGAIMANA KITA
MENGENDALIKAN IMPLEMENTASI” (Riant
Nugroho, 2009)

* Nugroho, Riant (2009) Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo, hal.
IMPLEMENTAS
I
Kegiatan untuk mendistribusikan keluaran
kebijakan (to deliver policy output) yang dilakukan
oleh
para implementer kepada kelompok sasaran
(target group) sebagai upaya untuk mewujudkan
tujuan kebijakan (Erwan Agus Purwanto*)

* Purwanto, E.A. 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media, hal.
Implementasi sebagai
Delivery Mechanism Policy Output

Policy Output Target Policy


Group Outcomes
Delivery Implikasi
INDIKATOR POLICY
OUTPUT
• Akses kebijakan distributif
• Cakupan (coverage)
• Frekuensi
• Bias
• Service delivery
• Akuntabilitas
• Kesesuaian program dengan
kebutuhan
INDIKATOR POLICY
OUTCOME
/ POLICY IMPACT
Tidak mudah dirumuskan dan sulit
diidentifikasikan secara tepat,
karena:
a. Luasnya cakupan kebijakan
b. Tujuan kebijakan seringkali tidak spesifik

Maka perlu untuk menguraikan tujuan kebijakan


menjadi lebih rinci agar indikator dampak menjadi
lebih mudah untuk dirumuskan
DUA PENDEKATAN
IMPLEMENTASI

• Memahami implementasi sebagai bagian dari proses atau


siklus kebijakan (part of the stage of the policy process).
Implementasi dimaknai sebagai pengelolaan hukum.
Implementasi sebagai tahapan ketiga dari proses perumusan
kebijakan (seting agenda – formulasi kebijakan –
implementasi)
• Implementasi kebijakan dilihat sebagai suatu studi atau
sebagai bidang kajian (field of study).

* Purwanto, E.A. 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media, hal.
PARADIGMA
IMPLEMENTASI
• Model kebijakan kontinental dengan paradigma bahwa kebijakan
harus dibuat berjenjang sesuai dengan hirarki implementasinya.
Kelebihan: kebijakan disusun sesuai dengan pemahaman
keilmuan, dari teori dasar ke teori menengah dan seterusnya.
Kelemahan: kebijakan seringkali tidak efektif karena memakan
waktu yang panjang hanya untuk membuat kebijakan lengkap dan
dapat dilaksanakan, sehingga mahal secara biaya sosial, politik,
dan ekonomi.
• Model kebijakan kelompok Anglo Saxon. Pada model ini, sebuah
undang-undang bersifat umum atau makro sekaligus dijabarkan
ke dalam pasal-pasal yang bersifat operasional. Kelebihan:
efisien, karena langsung dapat diimplementasikan. Kelemahan:
kebijakan menjadi sangat tebal, rinci, dan cenderung bertele-tele
* Nugroho, Riant (2009) Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo, hal.
PENILAIAN TERHADAP KINERJA
IMPLEMENTASI
menurut pendekatan democratid governance
• Pertama, menilai keberhasilan partisipasi
masyarakat
• Kedua, apakah program yang mereka rancang
diimplementasikan dengan benar sehingga
mencapai tujuan?

* Purwanto, E.A. 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media, hal..
Mengapa ‘perfect
implementation’ tidak
• Ada hambatan kondisi eksternal

pernah terwujud?*
Keterbatasan waktu dan sumberdaya
• Kebijakan tidak berdasar landasan pemikiran (teoritis) yang kuat
tentang hubungan sebab akibat (kausalitas) antara kebijakan
dan hasil yang ingin dicapai
• Hubungan kausalitas antara akibat dan hasilnya jarang
berlangsung langsung; Adanya time lag
• Lembaga pelaksana jarang yang bisa mandiri
• Jarang ada kesepakatan/konsensus yang bersifat umum diantara
para aktor tentang tujuan kebijakan dan cara mencapainya; Adanya
pelibatan banyak aktor dan lembaga (multiple agencies) untuk
melaksanakan kebijakan.
• Jarang ada suatu kondisi terjadinya komunikasi dan koordinasi
yang
* Hogwood, B. & L.sempurna.
Gunn. 1984. ‘Why ‘perfect implementation’ is unattainable’ dalam B.W. Hogwood & L.Gunn. Policy Analysis in the Real Word. Oxford:
MEKANISME KERJA PROSES
IMPLEMENTASIKETERANGAN
MEKANISME CONTOH
MENGUTUB Implementas kebijakan yang melibatkan Pengentasan
banyak organisasi kemiskinan di daerah
(POOLED) (departemen/lembaga/dinas) dengan satu yang melibatkan
kelompok sasaran tertentu beberapa dinas/SKPD
SEQUENTIAL Proses implementasi kebijakan yang Implementasi program
melibatkan banyak organisasi dengan bantuan beras untuk
kelompok sasaran tertentu dengan adanya keluarga miskin
hubungan saling ketergantungan antara satu (raskin) yang leibatkan
organisasi dengan organisasi yang lain karena beberapa organisasi:
logika kerja implementasi yang bersifat BPS, Bulog, dan
berurutan didasarkan pada relasi input-output Pemerintah Desa
RECIPROCAL Implementasi suatu kebijakan yang melibatkan Implementasi program
beberapa organisasi dan untuk dapat rehab-rekon pasca
menjalankan tugas mereka masing-masing bencana gempa bumi di
organisasi akan menghasilkan output yang akan Bantul, DIY
menjadi input organisasi yang lain, namun pada
titik tertentu proses tersebut berbalik ketika
input akan menghasilkan output yang akan
digunakan sebagai input bagi organisasi yang
sebelumnya memberikan input
* Purwanto, E.A. 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media, hal. 155 -
Empat tipe implementasi kebijakan
menurut Goggin*
Diwarnai dengan pengunduran atau bahkan pembatalan
Penyimpanga implementasi oleh implementer yang disertai perubahan-
n (defiance) perubahan, baik tujuan, kelompok sasaran maupun
mekanisme implementasi, yang berakibat tidak tercapainya
tujuan
Penundaan tanpa modifikasi
Penundaa
n (delay)
Penundaan disertai modifikasi
Penundaan
strategis
(strategic
delay)
Taat Implementer menjalankan implementasi tanpa disertai dengan
perubahan terhadap isi dan mekanisme implementasi
(compliance) kebijakan tersebut

* Goggin, Malcolm. L., Ann O’M Bowman, James P. Lester, dan Laurence J. O’Toole Jr. 1990. Implementation theory and practice: toward a third
Empat Faktor Fundamental
Kinerja Implementasi Kebijakan

1. Kebijakan itu sendiri yang berkaitan


dengan kualitas dan tipologi kebijakan
yang diimplementasikan
2. Kapasitas organisasi yang diberikan
mandata untuk mengimplementasikan
kebijakan
3. Kualitas SDM aparatur yang
bertugas mengimplementasikan
kebijakan
4. Kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan
* Purwanto, E.A. 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media, hal.
BIROKRAT GARDA DEPAN DALAM IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN*
Public service workers who interact directly with citizens in the
course of their jobs, and who have substantial discretion in the
execution of their work are called street-level bureaucrats (Lipsky,
1980)

Street-level bureaucrats are key players in any


policy-implementation process (Riccucci, 2005)

Tipologi birokrat garda depan berkaitan dengan


penyampaian informasi kebijakan :
a. Suppress information bureaucrats
b. Provide inadequate information bureaucrats
c. Provide supportive information bureaucrats

* Purwanto, E.A. 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media, hal. 163 -
DISKRESI*
Merupakan kewenangan yang diambil oleh pejabat atau
implementer kebijakan di lapangan karena policy guideline tidak
mengatur persoalan yang dihadapi oleh pejabat dan implementer
tersebut

Merupakan keleluasaan para birokrat garda depan untuk


membuat keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
sosialisasi sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan.

Menjadi upaya menutup gap keterbatasan kapasitas policy maker


dalam merumuskan policy guideline yang mampu dijadikan
sebagai pedoman oleh implementer kebijakan yang sebagian
besar adalah birokrat garda depan yang bertugas di lapangan
Diskresi menjadi salah satu faktor determinan keberhasilan

sosialisasi. Solusi diskresi = kejelasan prosedur?


* Purwanto, E.A. 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media, hal.
DISKRESI*
Merupakan ruang gerak bagi individu pelaksana di lapangan untuk
memilih tindakan sendiri yang otonom dalam batas wewenangnya
apabila menghadapi situasi khusus, misalanya apabila kebijakan
tidak mengatur atau mengatur berbeda dengan kondisi lapangan.

Merupakan kehormatan fungsional para pelaksana


implementasi kebijakan.

Diskresi harus diatur, artinya ada ‘Panduan Diskresi’ yang akan


membantu pelaksana untuk menyesuaikan diri apabila ada
kasus-kasus yang bersifat khusus yang dihadapi ketika melakukan
implementasi kebijakan. Panduan diskresi tersebut dapat
dicantumkan pada “Bagian Penjelasan” rumusan kebijakan publik,
tentu dengan catatan agar panduan ini tidak menjadi ‘pasal karet’
kebijakan yang pada gilirannya dapat menurunkan efektivitas
implementasi kebijakan itu sendiri.
* Nugroho, Riant (2009) Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo, hal.

Anda mungkin juga menyukai