Anda di halaman 1dari 17

Arah Kebijakan

Pendidikan Guru di Indonesia






Prosiding

Konvensi

Lay Out:
Imam F Rahmadi
Khairul Umam
Danar Hari K.

Diterbitkan Oleh:
Universitas Negeri Jakarta

i
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016
Editor: Agung Premono, I Wayan Sugita, Ragil Sukarno, M. Ali Akbar

Disclaimer
This book proceeding represents information obtained from authentic and highly regarded sources.
Reprinted material is quoted with permission, and sources are indicated. A wide variety of
references are listed. Every reasonable effort has been made to give reliable data and information,
but the author(s) and the publisher can not assume responsibility for the validity of all materials or
for the consequences of their use.

All rights reserved. No part of this publication may be translated, produced, stored in a retrieval
system or transmitted in any form by other any means, electronic, mechanical, photocopying,
recording or otherwise, without written consent from the publisher.
Direct all inquiries to State University of Jakarta, Jalan Rawamangun Muka, Jakarta Timur 13220.

@2016 by State University of Jakarta

ii
KONVENSI NASIONAL PENDIDIKAN INDONESIA (KONASPI)
TAHUN 2016

Penanggung Jawab:
Rektor UNJ : Prof. Dr. Djaali

Panitia Pelaksana
Ketua : Prof. Dr. Muchlis R. Luddin, MA
Sekretaris : Dr. Totok Bintoro, M.Pd.
: Dr. Eng. Agung Premono, MT

Reviewer:
Dr. Ucu Cahyana, M.Si.
Dr. Khaerudin, M.Pd.
Dr. Etin Solihatin, M.Pd
Dr. Gantina Komalasari, M.Psi.
Dr. Ifan Iskandar, M.Hum.
Dr. Muktiningsih, M.Si.
Dr. M. Jafar, M.Si.
Setyo Ferry Wibowo, SE., M.Si.
Dr. Saparuddin, M.Si.
Samadi, M.Si.
Dr. Nurjanah, M.Pd.
Dr. Rini Puspitaningrum, M. Biomed

iii
Sekretariat
Kantor Wakil Rektor Bidang Akademik UNJ
Gedung Rektorat UNJ Lantai 3
Kampus A Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Jakarta Timur 13220
Telp : 021-47860238 / Fax. 021-4895130
Email : konaspi@unj.ac.id
Web : http://seminars.unj.ac.id/konaspi

iv
Kata Pengantar

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII 2016 dilaksanakan oleh Asosiasi
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Negeri Indonesia (ALPTKNI) bekerjasama dengan
Forum Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Negeri di Indonesia, dan
Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Swasta Indonesia (ALPTKSI). Konaspi VIII
bertempat di Jakarta pada tanggal 12-15 oktober 2016 dengan Universitas Negeri Jakarta sebagai
tuan rumah. Konvensi ini merupakan wahana akademik kaum pendidik Indonesia dalam ikut
memberikan sumbangsih pemikiran bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Konvensi
diikuti oleh para ahli dan pakar kependidikan dengan mengambil tema Arah Kebijakan Pendidikan
Guru di Indonesia

Buku elektronik prosiding ini adalah kompilasi dari semua paper yang dipresentasikan dalam
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII 2016 dengan sub-tema:

1. Standarisasi Kelembagaan LPTK


2. Sistem Rekrutmen Mahasiswa LPTK
3. Sistem Pendidikan Guru Berasrama dan Berikatan Dinas
4. Kurikulum dan Sistem Pembelajaran LPTK
5. Standar Mutu dan Profesionalisme Guru
6. Sistem Pengangkatan dan Distribusi Guru
7. Standarisasi Pendidikan PAUD dan Dikdasmen
8. Pendidikan Guru dan Peradaban Bangsa

PanitiaKonvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016 mengucapkan terima
kasih kepada pembicara kunci, para pemakalah yang berkontribusi dalam buku ini dan semua
partisan yang menghadiri konvensi ini.

Editor

v
DAFTAR ISI
BUKU ABSTRAK i
DISCLAIMER ii
SUSUNAN PANITIA iii
SEKRETARIAT iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vi

PEMBICARA UTAMA

KURIKULUM DAN SISTEM PEMBELAJARAN DI LPTK 1


Prof. Dr. Djaali

STANDARISASI KELEMBAGAAN LPTK MENUJU 13


PENGUATAN PROFESIONALISME GURU
Husain Syam

PAUD BERKUALITAS: BEBERAPA PERTANYAAN 18


TENTANG STANDAR
Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum

SISTEM PENDIDIKAN GURU BERASRAMA DAN 28


BERIKATAN DINAS
I Nyoman Jampel

KOLABORASI STRATEGI PEMBERDAYAAN LINTAS 35


INSTITUSI DAN PARTICIPATORY MANAGEMENT
MENUJU SISTEM REKRUTMEN DAN DISTRIBUSI GURU
YANG PROPORSIONAL-EFEKTIF DI INDONESIA
Prof. Ganefri, Ph.D

REFORMASI SISTEM PENGANGKATAN DAN 41


PENDISTRIBUSIAN GURU (TANTANGAN DAN AGENDA
INDONESIA DI ABAD ASIA)
Prof Dr. Syamsu Qamar Badu, M.Pd

SUB -TEMA I : STANDARISASI KELEMBAGAAN LPTK

A1 PERAN BSNP DALAM MENINGKATKAN KUALITAS GURU 52


MELALUI PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL
PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
REVITALISASI LPTK
Bambang Suryadi

A2 KUALITAS LULUSAN LPTK DENGAN PENERAPAN 58


SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008-IWA2:2007
(STUDI KASUS DI FT UNJ)
Muhammad Yusro, Sahriani Sachrom dan Erna Septiandini

vi
H8 KEBIJAKAN PEMBINAAN PROFESIONAL GURU DI 1888
DAERAH TERTINGGAL
Rusdinal

H9 PENDIDIKAN KARAKTER MENUJU GURU YANG 1893


BERKARAKTER
Sulthoni

H10 MENJADI DESAINER PEMBELAJARAN SEJATI 1898


Dr. Hardika, M.Pd

H11 SISTEM PENDIDIKAN GURU YANG BERLANDASKAN 1906


PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
Dedi Kuswandi

H14 PERAN GURU MENGHADAPI TUNTUTAN MORALITAS DI 1912


ABAD 21
Paulus Robert Tuerah

H16 STRATEGI PENGEMBANGAN KEPROFESIAN GURU 1921


SEBAGAI UPAYA MEMBANGUN PERADAPAN BANGSA
YANG BERMORAL DAN BEKARAKTER
Laurensia Masri Perangin angin

H19 MEMBANTU GURU MENINGKATKAN PENDIDIKAN 1929


KARAKTER MENUJU BANGSA YANG BERADAB MELALUI
PERBAIKAN IKLIM KELAS
Dr. Hadiyanto, M.Ed.

H20 PENDIDIKAN GURU BERBASIS BUDAYA BANGSA 1936


Mudjiran

H21 REVITALISASI NILAI-NILAI EDUKATIF LAGU-LAGU 1941


MINANG UNTUK MEMBANGUN KARAKTER PESERTA
DIDIK
Desyandri

H22 PENDIDIKAN DAN KOMPETENSI GURU DALAM 1952


PEMBANGUNAN PERADABAN BANGSA (ANALISIS
PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER OLEH GURU PADA
SEKOLAH DASAR PESISIR PANTAI KOTA PADANG)
Junaidi Indrawadi

H23 MENYIAPKAN SOSOK PENDIDIK UNTUK GENERASI 1958


INDONESIA EMAS 2045
Yasnur Asri

H24 MENYIAPKAN GURU INDONESIA 1965


UNTUK ASEAN
Hendi Pratama

xxxi
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

PERAN GURU MENGHADAPI TUNTUTAN MORALITAS


DI ABAD 21
Paulus Robert Tuerah
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Manado
e-mail : paulustuerah34@gmail.com

ABSTRACT

Globalization in the 21st century allows the occurrence of a process in which between individuals, between groups and
between countries interact with each other, dependent, related and influence each other that cross national boundaries.
Changes in the current era also significantly impact is not small, either physical impacts or impacts on the way of life,
lifestyle and psychological modern society. On the other hand the development of this age has helped bring the impact of
the slowdown of moral values marked by consumerism, hedonism, selfishness, instant mental and various other social ills.
In this context. education is expected to be a filter for each input and influence of modern climate. Educational challenges
in maintaining the nation's morality, one must start from a personal teacher who serve not only as a teacher, but also as
an educator with various competencies attached to it. For that reason the teacher as an intellectual actor and agent of
change, also bears a great responsibility, especially for students who will hold the baton change to the nation's future.
Therefore necessary solution to an educational policy that is able to balance the values of cognitive and moral values.

ABSTRAK

Globalisasi pada abad 21 ini memungkinkan terjadinya suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar
negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Perubahan
zaman saat ini juga secara nyata membawa dampak yang tidak sedikit, baik dampak terhadap fisik maupun dampak
terhadap cara hidup, gaya hidup dan psikologis masyarakat modern. Di pihak lain perkembangan zaman ini telah turut
membawa dampak pada kecenderungan menurunnya nilai-nilai moralitas yang ditandai dengan konsumerisme,
hedonisme, egoisme, mental instant dan pelbagai penyakit sosial lainnya. Dalam konteks ini. pendidikan diharapkan dapat
menjadi filter untuk setiap masukan dan pengaruh dari iklim modern. Tantangan pendidikan dalam mempertahankan
moralitas bangsa ini, harus dimulai dari pribadi guru yang berperan bukan saja sebagai pengajar, melainkan juga sebagai
pendidik dengan pelbagai kompetensi yang melekat padanya. Untuk itulah guru sebagai aktor intelektual dan agent
perubahan, turut memikul tanggung jawab yang besar terutama bagi peserta didik yang akan memegang tongkat estafet
perubahan bangsa ke depan. Oleh sebab itu diperlukan solusi terhadap suatu kebijakan pendidikan yang mampu
menyeimbangkan nilai-nilai kognitf dan nilai-nilai moral.

Kata kunci: Globalisasi, Moralitas, Peran Guru

1. PENDAHULUAN dimana salah satunya adalah dunia pendidikan.


Pada abad 21, banyak negara berkembang
Tempora muttantur et nos muttatur in illis mengalami pertumbuhan dalam hal fasilitas
Memasuki abad 21, banyak hal yang telah pendidikan yang tersedia bagi mereka karena
berubah dengan adanya perkembangan dalam masuknya pengaruh dari luar. Era globalisasi ini
bidang ilmu pengetahuan, dan teknologi, sistem menjadi kesempatan yang sangat berharga bagi
komunikasi. Kita dapat mengetahui apa yang para pendidik dari negara-negara berkembang
sekecap terjadi di belahan dunia lain dalam waktu untuk meningkatkan keterampilan dan
bersamaan dikarenakan oleh kecanggihan pengetahuan mereka. Melalui Globalisasi,
teknologi. Informasi yang sebelumnya sulit pelbagai alternatif pendidikan dapat ditransfer dari
terjangkau, sekarang dengan mudahnya dapat negara-negara Barat ke negara-negara
diakses lewat media teknologi yang mulai berkembang.
mendunia. Sumbangsi yang terbesar dengan adanya
Melalui, globalisasi, banyak kegiatan yang teknologi mampu mewujudkan komunikasi yang
sebelumnya terlibat dalam interaksi tatap muka transparan dan cepat yang kesemuanya dapat
dan hanya dilakukan dalam konteks lokal, kini diakses oleh siapapun di pelbagai tempat. Abad 21
dapat dilakukan dalam jarak yang jauh, bahkan sangat dekat dengan sebutan era globalisasi dan
terjadi de-lokalisasi signifikan dalam pertukaran arus informasi. Dan Fenomena globalisasi telah
sosial dan ekonomi. menciptkan proses pertemuan, interaksi,
Globalisasi adalah proses, yang telah ketergantungan dan pengaruh antar media,
mempengaruhi banyak bidang kehidupan manusia manusia bahkan antar negara ataupun benua.

1912
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

Globalisasi muncul dengan momentum bagi para siswanya, sebagaimana asal kata guru itu
dengan perubahan kekuatan yang terlihat. Hal ini sendiri: digugu dan ditiru. Konsekuensinya, guru,
tampak dalam interaksi dan inovasi teknologi yang harus mempunyai kemampuanmelebih dari yang
luar biasa yang mampu menjangkau seluruh dunia. bukan guru, khususnya dari sisi moralitas. Guru
Pengaruh positif kemajuan globalisasi antara mempunyai nilai tambah dengan adannya
lain: mudah memperoleh informasi dan ilmu kompetensi kepribadian dan sosialnya. Mengapa
pengetahuan, mudah melakukan komunikasi, demikian? Kompetensi kepribadian, menuntut
mudah melakukan komunikasi, mobilitas tinggi. guru memiliki kepribadian yang patut diteladani
Di pihak lain, perubahan zaman yang terjadi serta jauh dari hal-hal yang merusak citra guru
sekarang ini telah membawa dampak secara tersebut. Selanjutnya, kompetensi sosial tak lain
psikologis, filosofis, pedagogis dalam kehidupan adalah tuntutan agar guru memiliki hubungan
manusia dalam gaya hidup abad 21 ini, juga secara dengan masyarakat yang baik serta menjadi
nyata membawa dampak yang tidak sedikit, baik teladan di sekitarnya.
dampak terhadap fisik maupun dampak terhadap Kondisi ideal seperti penjelasan di atas tentu
cara hidup, gaya hidup dan psikologis masyarakat menjadi keinginan semua pihak, namun fenomena
modern. Dan tak dapat dipungkiri bahwa yang terjadi di lapangan. Guru sebagai profesi
kehadiran pelbagai sarana komunikasi seperti pembentuk karakter dan moral peserta didiknya
televisi, radio, internet, telah menjadikan pribadi, dituntut untuk lebih mempunyai kepekaan
kelompok lembaga ataupun suatu negara mampu terhadap dampak dalam kemajuan jaman. Kapan
mempengaruhi banyak pihak. dan dimanapun guru berada, moralitasnya pasti
Kini menjadi persoalan apabila kita menjadi selalu terpantau oleh masyarakat.
tidak tanggap ataupun bersifat kritis terhadap
pelbagai fenomena arus pengaruh dalam era 2. PEMBAHASAN
globalisasi ini. Persoalan moral sekarang menjadi
dipertarukan apabila tidak ada kontrol dari 2.1. Arti Moralitas
kekuasaan, lembaga ataupun negara yang masih Kata moral berasal dari bahasa Latin: mos,
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya lokal yang moris yang berarti adat; istiadat; kebiasaan; cara;
mengedepankan harmonisasi, sikap sosial dan tingkah laku; kelakuan, atau berasal dari kata
nilai-nilai moral. Persoalan yang sesungguhnya mores yang berarti adat istiadat; kelakuan; tabiat;
terletak pada mereka yang menguasai komunikasi watak; akhlak; cara hidup. Moralitas adalah sifat
global, belum tentu memiliki nilai-nilai moral moral atau keseluruhan asas dan nilai yang
untuk melakukan antara nilai-nilai yang baik dan berkenaan dengan baik dan buruk. Kata Moral dan
buruk. atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang
Dalam konteks ini pendidikan seharusnya sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk
dapat menjadi filter untuk mencegah dampak- pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Moral juga
dampak negatif yang ditimbulkan oleh perbahan merupakan istilah yang digunakan untuk
zaman. Mengapa demikian? Pendidikan berfungsi memberikan batasan terhadap aktivitas manusia
mengembangkan kemampuan dan membentuk dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut
didik agar menjadi manusia yang beriman dan tingkah lakunya baik. Moralitas juga berperan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pengatur dan petunjuk bagi manusia dalam
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berperilaku agar dapat dikategorikan sebagai
mandiri, dan menjadi warga Negara yang manusia yang baik dan dapat menghindari perilaku
demokratis serta bertanggung jawab. (UU No. 20 yang buruk Dengan demikian, manusia dapat
Tahun 2003. Tentang Sistim Pendidikan Nasional. dikatakan tidak bermoral jika ia berperilaku tidak
Bab II pasal 3.). sesuai dengan moralitas yang berlaku. Dengan,
Oleh karena itu, agar pendidikan mencapai prinsip moral malum vitandum, bonum faciendum,
tujuannya yaitu membentuk manusia yang Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan
manusiawi sehingga mampu menghadapi era masyarakat setempat. Moral adalah
perkembangan dan perubahan global, diperlukan perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam
pendidik yang mentalnya kuat, moralnya yang berinteraksi dengan manusia. Apabila yang
tangguh, dan profesionalisme yang tinggi. Di dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa
sinilah muncul guru yang pada dasarnya adalah yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat
pengalih berbagai nilai, kearifan, pengetahuan, dan diterima serta menyenangkan lingkungan
keterampilan. masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki
Guru yang memunyai moralitas negative akan moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral
berimbas pada moralitas siswanya pula. Sejatinya, adalah produk dari budaya dan agama. Setiap
sebagai guru harus menjadi panutan dan teladan budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda

1913
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah diutamakan daripada nilai lain termasuk
terbangun sejak lama. Moral juga dapat diartikan kepentingan diri. Contoh pengutamaan standar
sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang moral adalah ketika lebih memilih menolong
dilakukan seseorang pada saat mencoba orang yang jatuh di jalan, ketimbang ingin cepat
melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, sampai tempat tujuan tanpa menolong orang
tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll. tersebut. (d) Standar moral berdasarkan pada
Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, pertimbangan yang tidak memihak. Dengan kata
ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan lain, pertimbangan yang dilakukan bukan
nilai-nilai baik dan buruk. Moral secara ekplisit berdasarkan keuntungan atau kerugian pihak
adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses tertentu, melainkan memandang bahwa setiap
sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak masing-masing pihak memiliki nilai yang sama.
bisa melakukan proses sosialisasi. ikan moral (e) Standar moral diasosiasikan dengan emosi
adalah usaha yang dilakukan secara terencana tertentu dan kosakata tertentu. Emosi yang
untuk mengubah sikap, perilaku, tindakan, mengasumsikan adanya standar moral adalah
kelakuan yang dilakukan peserta didik agar perasaan bersalah.
mampu berinteraksi dengan lingkungan
masyarakatnya sesuai dengan nilai moral dan 2.2. Pentingnya Moralitas
kebudayaan masyarakat setempat. Moralitas saat ini merupakan suatu
Franz Magnis-Suseno mengemukakan kemendesakan yang tidak bisa ditawar-tawar.
perbedaan antara etika dan (ajaran) moral. Etika Moralitas dibutuhkan untuk mencegah pelbagai
adalah pemikiran kritis dan mendasar tentang penyakit jaman, seperti konsumerisme,
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. hedonisme, tawuran antar pelajar, perbuatan
Sedangkan ajaran-ajaran moral adalah ajaran- kriminalitas, alkoholisme, seks bebas, aborsi
ajaran, ketentuan-ketentuan, petunjuk-petunjuk, sebagai penyakit sosial yang harus diperangi
dan ketetapan-ketetapan tentang bagaimana secara bersama-sama. Mengapa demikian?
manusia mesti hidup menjadi manusia yang baik. Moralitas telah mampu merusak sendi-sendi
Dengan demikian, apabila ajaran-ajaran moral kehidupan kita.
mengandung perintah untuk mengikuti dan
melaksanakan ajaran-ajaran tertentu, maka etika 2.3. Beberapa perilaku kasus moral yang
hendak memahami mengapa manusia mesti menggerogoti dunia pendidikan
mengikuti ajaran-ajaran yang diperintahkan untuk
diikuti itu. Karena itu, etika dapat dipandang 2.3.1. Kasus kekerasan pada anak
mengandung kekurangan karena tidak berwenang
memerinah. Namun sekaligus mengandung Komisi Perlindungan Anak Indonesia
kelebihan karena etika menjadikan manusia (KPAI) menyatakan, kekerasan pada anak selalu
memahami mengapa ia mesti mengikuti perintah meningkat setiap tahun. Hasil pemantauan KPAI
ajaran-ajaran tertentu. Dalam konteks filsafat, dari 2011 sampai 2014, terjadi peningkatan yang
pembahasan tentang ajaran moral berkaitan sifnifikan. Tahun 2011 terjadi 2178 kasus
dengan etika. Namun antara keduanya dipandang kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311
sebagai dua hal yang berbeda tingkatannya. Etika kasus, 2014 ada 5066 kasus. Dia memaparkan, 5
atau disebut juga filsafat moral adalah bagian dari kasus tertinggi dengan jumlah kasus per bidang
filsafat yang membahas tentang baik dan buruk dari 2011 hingga april 2015. Pertama, anak
yang bersifat norma (normatif). Di dalamnya berhadapan dengan hukum hingga april 2015
dibahas tentang predikat-predikat kesusilaan, tercatat 6006 kasus. Selanjutnya, kasus
seperti baik, buruk, kebajikan, dan kejahatan. pengasuhan 3160 kasus, pendidikan 1764 kasus,
Velazquez memformulasikan pendapat para kesehatan dan napza 1366 kasus serta pornografi
ahli etika tentang lima ciri yang berguna untuk dan cybercrime 1032 kasus.
menentukan hakikat standar moral sebagai (http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku-
berikut: (a) Standar moral berkaitan dengan kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun-meningkat/)
persoalan yang dianggap akan merugikan secara
serius atau benar-benar menguntungkan manusia.
Contoh standar moral yang dapat diterima oleh
banyak orang adalah perlawanan terhadap
pencurian, pemerkosaan, perbudakan, 2.3.2. Tawuran antar pelajar
pembunuhan, dan pelanggaran hukum. (b) Standar
moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
dewan otoritatif tertentu. Meskipun demikian, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di
validitas standar moral terletak pada kecukupan Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya),
nalar yang digunakan untuk mendukung dan tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar.
membenarkannya. (c) Standar moral harus lebih Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan

1914
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 mengikuti UN antara tahun 2004-2013. Dari hasil
kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 survei, 75% responden mengaku pernah
anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 menyaksikan kecurangan dalam UN. Jenis
kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota kecurangan terbanyak yang diakui adalah
Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat mencontek massal lewat pesan singkat (sms), grup
dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke chat, kertas contekan, atau kode bahasa tubuh. Ada
tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung pula modus jual beli bocoran soal dan peran dari
meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari tim sukses (guru, sekolah, pengawas) atau pihak
terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat lain (bimbingan belajar dan joki). Dalam survei
sekaligus. (http://www.kpai.go.id/artikel/tawuran- juga terungkap sebagian besar responden tidak
pelajar-memprihatinkan-dunia-pendidikan/) melakukan apa pun saat melihat aksi kecurangan.
Sedangkan, sisanya ikut melakukan kecurangan
2.3.3. Pergaulan bebas dan aborsi atau sekadar sebagai pengamat. Responden yang
melaporkan kecurangan hanya sedikit sekali (3%).
Berdasarkan data BKKBN tahun 2013, (http://sp.beritasatu.com/ home/survei-upi-
jumlah seks bebas dikalangan remaja usia 10-14 kecurangan-un-libatkan-guru-dan-kepala-
tahun mencapai 4,38 persen, sedangkan pada usia sekolah/42791).
14-19 seks bebas mencapai 41,8 persen.
Berdasarkan data yang dikeluarkan BKKBN Juga, 2.4. Sebab munculnya amoralitas
tak kurang dari 800 ribu remaja melakukan aborsi
di setiap tahunnya 2.4.1. Arus globalisasi dan kemajuan Teknologi
(http://legendaqori3.blogdetik.com/2014/05/10/ay Komunikasi
o-remaja-indonesia-musnahkan-seks-bebas/)
Anthony Giddens menggambarkan
2.3.4. Penggunaan Narkoba globalisasi sebagai intensifikasi hubungan sosial
di seluruh dunia yang menghubungkan daerah
Berdasarkan Laporan Akhir Survei Nasional yang jauh sedemikian rupa sehingg kejadian lokal
Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba tahun dapat diakses bermil-mil jauhnya dan sebaliknya.
anggaran 2014, jumlah penyalahguna narkoba Ini melibatkan perubahan dalam cara kita
diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta memahami mampu menerobos keadaan geografis
orang yang pernah memakai narkoba dalam dan pengalaman setempat. Di pihak lain, hal ini
setahun terakhir (current users) pada kelompok membawa risiko yang cukup besar terkait, yang
usia 10-59 tahun di tahun 2014 di Indonesia. Jadi, diakibatkan oleh perubahan teknologi.
ada sekitar 1 dari 44 sampai 48 orang berusia 10- Arus globalisasi dengan teknologinya yang
59 tahun masih atau pernah pakai narkoba pada berkembang pesat merupakan tantangan tersendiri
tahun 2014. Angka tersebut terus meningkat dimana informasi baik positif maupun negative
dengan merujuk hasil penelitian yang dilakukan dapat langsung diakses dalam kamar/rumah.
Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Dampak globalisasi bagi teknologi memang dapat
Puslitkes UI dan diperkirakan pengguna narkoba memberikan dampak positif tetapi tidak dapat di
jumlah pengguna narkoba mencapai 5,8 juta jiwa pungkiri lagi bahwa hal ini juga dapat berdampak
pada tahun negative bagi kerusakan moral. Perkembangan
2015.(http://parokiraturosari.id/tahukah-anda- internet dan ponsel berteknologi tinggi terkadang
berapa-banyak-jumlah-pengunaan-narkoba-di- dampaknya sangat berbahaya bila tidak di gunakan
indonesia/) oleh orang yang tepat. Misalnya: Video porno
yang semakin mudah di akses di ponsel dengan
2.3.5. Menyontek internet, mampu mempengaruhi pikiran yang
konstruktif menjadi destruktif.
Hasil Survei Pusat Psikologi Terapan Jurusan
Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
yang melakukan survei online atas pelaksanaan
ujian nasional (UN) tahun 2004-2013. Ditemukan 2.4.2. Kondisi Keluarga
bahwa kecurangan UN terjadi secara massal lewat
aksi mencontek, serta melibatkan peran tim sukses Latar belakang keluarga yang kurang
yang terdiri dari guru, kepala sekolah, dan harmonis, dapat menyebabkan anak terbebani
pengawas. Dipaparkan total responden dalam dengan aneka permasalahan, akibatnya seorang
survei UN adalah 597 orang yang berasal dari 68 anak tidak merasa aman dalam situasi rumah dan
kota dan 89 kabupaten di 25 provinsi. Survei keluarga. Dampaknya anak akan mencari sensasi,
dilakukan secara online untuk mengurangi bias rasa aman dan kebahagiaan justru di luar
data. Responden berasal dari sekolah negeri (77%) lingkungan keluarga. Semakin sedikit masalah
dan sekolah swasta (20%). Para responden antara orangtua, maka semakin sedikit masalah

1915
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

yang dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya. masalah remaja saat ini. Tumbuhnya budaya
Melalui kebersamaan dalam keluarga seorang materialisme juga bisa diliat dari banyaknya
anak mampu membentuk konsep diri yang orang-orang yang sangat memperhatikan gaya
merupakan pandangan atau keyakinan diri hidup yang terkesan mewah tanpa memperdulikan
terhadap keseluruhan diri, baik yang menyangkut sekitar dan masa depannya.
kelebihan maupun kekurangan diri, sehingga Demikian demikian, bahwa seorang dapat
mempunyai pengaruh yang besar terhadap menjadi buruk/jelek oleh karena hidup dalam
keseluruhan perilaku yang ditampilkan. lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat
2.4.3. Perilaku masyarakat dan pengaruh yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma
lingkungan dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan
mengikat. Dengan demikian kontrol sosial
Ketika berbicara tentang moral, kita perlu menjadi lemah, sehingga memungkinkan
tahu bahwa hal ini erat kaitannya dengan perilaku terjadinya berbagai bentuk penyimpangan
masyarakat itu sendiri. Perilaku masyarakat yang perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi
menyimpang dari aturan yang seharusnya sosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar
membuat moral bangsa kita semakin buruk di mata ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat
negara lain. Kemerosotan moral ini bukanlah suatu norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku
hal yang bisa dibanggakan karena hal itulah yang menyimpang karena tidak memperoleh sanksi
membuat negara kita tampak kurang berwibawa di sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan
dunia internasional. Ada beberapa hal yang wajar.
melatarbelakangi kemerosotan moral bangsa
Indonesia dan hal itu perlu diketahui sehingga kita 2.4.4. Kenakalan moral
mampu menemukan solusi yang terbaik dan
membantu dalam penyelesaian masalah tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa sebagian ajaran
Pengabaian sosial mampu menyebabkan moral telah dan masih terus akan disalahgunakan
perilaku jahat atau kenakalan pada anak-anak dalam berbagai bentuk dan cara. Mereka yang
muda. Ini merupakan gejala sakit (patologis) telah dirasuki ketamakan, terutama apabila
secara sosial. Istilah kenakalan remaja mengacu mempunyai kekuatan dan pengaruh, tidak akan
pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku ragu-ragu dalam memakai segala cara untuk
yang tidak dapat diterima sosial sampai mencapai tujuannya.
pelanggaran status hingga tindak kriminal Kenakalan moral berhubungan dengan
Pengaruh lingkungan. Tidak semua guru itu mereka tidak mampu mengenal dan memahami
punya sifat yang buruk dan sebaliknya. Terkadang tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu
seorang guru melakukan kesalahan karena ada mengendalikan dan mengaturnya, bahkan mereka
pengaruh buruk dari linkungan sekitarnya. Kondisi selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan,
lingkungan rumah dan pengaruh kurang baik dari penyerangan dan kejahatan. Ciri-cirinya: rasa
guru lain dapat mendorong seorang guru untuk kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya
berbuat kesalahan. sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan
Lingkungan masyarakat dimana anak itu afektif dan sterilitas emosional, terdapat
dibesarkan ikut ambil peranan dalam membentuk kelemahan pada dorongan instinktif yang primer,
kepribadian anak selanjutnya. Anak yang sehingga pembentukan super egonya sangat
berkembang di lingkungan alam pedesaan lemah. Impulsnya tetap pada taraf primitif
memiliki kepribadian yang berbeda dengan anak sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan.
yang tumbuh berkembang di lingkungan Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya,
masyarakat kota yang penuh kesibukan dan namun perbuatan mereka sering disertai
kebisingan yang seolah saling tak menghiraukan agresivitas yang meledak. Remaja yang defek
antara anggota masyarakat yang satu dengan moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar
lainnya. diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang
Masuknya budaya barat bisa dikatakan melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri
sebagai penyebab turunnnya moral bangsa rendah, impuls dan kebiasaan primitif, di antara
Indonesia saat ini. Sebenarnya budaya tersebut para penjahat residivis remaja, kurang lebih 80 %
tidaklah salah, yang salah adalah individu yang mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan
tidak mampu menyaring hal-hal yang baik untuk perkembangan mental yang salah, jadi mereka
dirinya. Dengan budaya asing yang masuk ke menderita defek mental. Hanya kurang dari 20 %
negara kita sekarang ini, banyak orang yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor
menganggap bahwa free sex atau materialisme sosial atau lingkungan sekitar.
adalah hal yang biasa. Keadaan ini sangat
memprihatinkan mengingat banyak remaja yang 2.4.5. Kurangnya Materi Aplikasi tentang Budi
melakukan hal tersebut dan hal itu yang sering jadi Pekerti

1916
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat


Kurangnya materi pengapliasian dari budi dimaklumi karena manusia merupakan makhluk
pekerti adalah salah satu penyebab turunnya moral yang suka mencontoh, termasuk mencontoh
bangsa kita baik itu dalam bangku sekolah, dan pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya.
kurangnya perhatian dari guru sebagai pendidik Dewasa ini kompetensi kepribadian seorang
dalam hal pembentukan karakter peserta didik, guru sedikit tercoreng oleh beberapa oknum guru.
sehingga peserta didik lebih banyak terfokus pada Guru yang dalam bahasa jawa diartikan digugu
aspek kognitif dan kurang memperhatikan aspek dan ditiru membawa dampak besar bagi kehidupan
afektif dalam pembelajaran. Hasilnya adalah bangsa dan negara malah menjadi sorotan yang
peserta didik pintar dalam hal pelajaran tertentu, kerap kali ditayangkan di televisi. Di balik
namun mempunyai akhlak/moral yang kurang ungkapan itu, tersirat paham atau setidak-tidaknya
bagus. Banyak di antara peserta didik yang pintar asumsi bahwa apa yang dilakukan, dikatakan, dan
jika mengerjakan soal pelajaran, namun tidak diajarkan guru adalah benar. Guru sangat
hormat terhadap gurunya, suka mengganggu orang dipercaya sehingga jarang orang mempersoalkan
lain, tidak mempunyai sifat jujur, malas, dan sifat- ajarannya.
sifat buruk lainnya. Seseorang disebut baik dilihat dari tindakan,
Tingginya angka kenakalan dan kurangnya ucapan, dan perilakunya secara keseluruhan.
sikap sopan santun peserta didik, dipandang Dalam hal ini, apakah ia memiliki keutamaan
sebagai akibat dari kurang efektifnya sistem moral; kemampuan menghayati nilai yang baik
pendidikan saat ini. Ditambah lagi dengan masih dan buruk?
minimnya perhatian guru terhadap pendidikan dan
perkembangan karakter peserta didik. Sehinga 2.5.2. Perbedaan paradigma guru
sebagian peserta didik tidak mempunyai karakter
positif. Pendidikan tanpa karakter hanya akan Guru yang zaman dulu dianggap memiliki
membuat individu tumbuh secara parsial, menjadi keutamaan moral sekarang dipandang tidak lebih
sosok yang cerdas dan pandai, namun kurang dari kebanyakan orang. Dewasa ini, ketika
memiliki pertumbuhan secara lebih penuh sebagai terdapat guru sudah dapat hidup layak dari segi
manusia. Hal tersebut sudah dicontohkan dalam ekonomi karena kerja ekstranya atau karena
sistem pendidikan kita pasca reformasi. mendapat jabatan di sekolah tempat kerjanya
Kurikulum yang dibangun untuk mencerdaskan sehingga bisa memberikan kemungkinan-
kehidupan justru berujung kepada penurunan kemungkinan tertentu untuk mengubah status
moral dari sebagian perserta didiknya. ekonominya, banyak yang berusaha mengejar
status atau segi lain.
2.5. Tantangan Moralitas bagi guru Masih saja ditemui adanya ketidaksinkronan
antara guru sebagai teladan dengan moralitas dan
2.5.1. Mulai dari guru sendiri guru yang ditunjukkan sebagian kecil guru
tersebut. Meski dari segi jumlah sangat kurang
Bermasalahnya moralitas guru akan guru. sebagai profesi teladan yang diemban guru
berdampak pada siswanya. Hal ini sudah menjadi akan sangat tabu jika mempunyai prilaku
sebab akibat yang sulit untuk dipungkiri. Meski menyimpang dari moralitas seperti pelecehan
ada pengaruh lain, seperti lingkungan sekitar dan seksual atau tindak kekerasan, berpakian ketat,
rumah tangga, namun faktor guru lebih dominan. sebuk menebarkan gosip.
Sebenarnya, hal yang paling mendasar adalah Tujuan pendidikan negara seharusnya
keteladanan sebagai moralitas utama bagi guru. membentuk manusia yang bertaqwa dikotori oleh
Bagaimana seorang guru mengharapkan siswa sebagian oknum guru dengan alasan siswa harus
tidak merokok pada saat guru itu sedang patuh pada guru. Kepatuhan seorang siswa tidak
menghisap racun itu. Seorang guru yang meminta diperuntukan oleh perintah yang melanggar
siswanya rajin membaca, pada saat tak satupun norma. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat
buku dibelinya untuk menambah wawasan saat disimpulkan bahwa tingkat kepribadian seorang
guru tersebut menerima tunjangan profesi. Begitu guru sebagai pendidik kurang memenuhi beberapa
pula tentunya prilaku moralitas lainnya. Wejangan kriteria tersebut. guru melanggar beberapa norma
kepada anak didik tentang moralitas tentu akan yang seharusnya ditaati. Hal ini tentunya menjadi
lebih meresap jika keteladanan juga ditunjukkan pertanyaan bagi kita semua, apakah guru sekarang
oleh guru. Oleh sebab itu, guru yang menjadi sudah tidak lagi mempunyai moralitas sebagai
pejuang moralitas harus memulai dari diri sendiri, pendidik? apakah aturan-aturan yang ditentukan
seharusnya, tidak disibukkan dengan pencarian hanya sekedar gertakan atau paksaan?
kesejahteraan.
Pribadi guru memiliki pengaruh besar 2.5.3. Gengsi dan kehormatan
terhadap pendidikan, khususnya dalam kegiatan
pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan

1917
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

Tidak sedikit guru pada tingkat ini yang ingin 3.1.2. Perlu adanya tindakan moral guru
menemukan kembali gengsi dan kehormatan
dirinya. Untuk itu, mereka melakukan perbuatan- Dalam setiap tindakan, senantiasa perlu
perbuatan yang justru bisa memperpuruk gengsi memperhitungkan aspek moralnyoa. Franz
dan kehormatannya sendiri. Misalnya saja, dalam Magnis-Suseno menjelaskan bahwa kata moral
kasus mencari gelar akademis secara instan, tanpa selalu mengacu kepada baik buruknya manusia
melalui prosedur yang benar. sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang
kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya
2.5.4. Pembelajaran tentang nilai moral sebagai manusia. Norma-norma moral adalah
tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap
Masih banyak guru yang lebih mengutamakan dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi atau nilai buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai
kognitif dibandingkan segi iman dan nilai afektif pelaku peran tertentu dan terbatas. Jadi
dari peserta didik. Yang lebih miris adalah menurutnya yang menjadi permasalahan bidang
beberapa kasus asusila yang dilakakukan oleh moral adalah apakah manusia ini baik atau buruk.
guru. Di antara 4 kompetensi guru yang harus
dimiliki, kompetensi kepribadianlah yang sering
3. SOLUSI dipublikasikan pada sekarang ini. Sebagai aspek
kepribadian atau karakreristik, karakter
Menjadi pertanyaan bagi kita sekarang: merupakan cerminan kepribadian secara utuh dari
Apakah apakah guru sudah menampilkan nilai seseorang, mentalitas, sikap dan perilaku.
moral dalam pendidikan? dan apakah guru sudah Pendidik yang berkarakter semacam ini lebih tepat
bekerja sesuai dengan nilai-nilai dalam ajaran di aplikasikan sebagai pendidik yang budi pekerti
mereka? Nilai dapat diajarkan secara eksplisit dan berorientasi ke masa depan. Terkait
dalam pratik pembelajaran. Kadang-kadang ada kompetensi kepribadian ini, ada beberapa aturan
juga nilai-nilai yang tersembunyi yang dapat yang perlu diperhatikan oleh guru diantaranya
diajarkan guru yang dapat mempengaruhi yaitu guru harus: 1) bertindak sesuai dengan norma
perkembangan siswa. Sangat diharapkan guru hukum, 2) bertindak sesuai dengan norma sosial,
dapat mengajarkan nilai-nilai morak yang mampu 3) bangga sebagai guru, 4) memiliki konsistensi
mengeksprisikan ide-ide tentang kehidupan yang dalam bertindak sesuai dengan norma. Berakhlak
baik. mulia dan dapat menjadi tauladan, guru harus: a)
bertindak sesuai dengan norma religius (iman,
3.1.1. Pendidikan perlu menjadi filter arus taqwa, jujur, ikhlas, dan suka menolong), b)
globalisasi dan teknologi informasi memiliki perilaku yang diteladani peserta didik
Dalam konteks praktek kualitas pengelolah
Pendidikan sedang mengalami perubahan pembelajaran seorang guru harus
yang konstan di bawah pengaruh globalisasi. Efek memperhatikan:(a)pandangan terhadap profesi
dari Globalisasi pendidikan membawa guru. (b) sikap terhadap ugas-tugas keguruan, dan
perkembangan pesat dalam teknologi dan (c) kemampuan umum yang di miliki guru yang
komunikasi yang meramalkan perubahan dalam merupakan daya dukung untuk melaksanakan
sistem sekolah di seluruh dunia sebagai ide, nilai- tugas-tugas keguruan.
nilai dan pengetahuan, mengubah peran siswa dan
guru, dan memproduksi pergeseran masyarakat 3.1.3. Peran guru dalam pendidikan moral etika
dari industrialisasi menuju Informasi berbasis akhlak
masyarakat. Hal ini mencerminkan efek pada
budaya dan membawa bentuk baru. Ini membawa Guru professional harus sadar bahawa anak-
perkembangan pesat dalam teknologi dan anak yang datang ke sekolah telah mempelajari
komunikasi perubahan meramalkan dalam sistem pendidikan moral di rumah dari keluarga dan
sekolah di seluruh dunia sebagai ide, nilai-nilai masyarakat.Ini bermakna anak-anak telah
dan pengetahuan. Turunnya moral bangsa mempunyai sikap, kepercayaan dan tabiat tentang
Indonesia juga diakibatkan oleh perkembangan moral yang dipelajari mereka daripada berbagai
teknologi saat ini yang mengakibatkan hal sumber sebelum mereka ke sekolah.Latar
burukpun bisa dikonsumsi oleh setiap orang. belakang ini mewujudkan berbagai persoalan
Kecanggihan teknologi dapat memanfaatkan moral dari segi pengetahuan dan prinsip hidup
orang untuk berlaku tidak jujur, memalsukan anak-anak. Guru juga harus sadar bahwa sekolah
identitas, menonton perbuatan amoral dan itu sendiri merupakan sumber pembelajaran moral
kekerasan. Oleh sebab itu, sangat beralasannlah secara tidak langsung. Suasana sosial di sekolah
bahwa pendidikan dapat menjadi filter terhadap dan bagaimana guru-guru bertingkah laku akan
arus globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. memberikan pengaruh secara tidak langsung
kepada pembelajaran moral anak-anak di sekolah.

1918
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

Anak-anak yang belajar di sekolah ternama dan d. Guru sebagai fasilitator yang memberikan
tinggi penghayatan moralnya sudah tentu lebih sebagai fasilitator memberikan kemudahan dan
beruntung dan lebih mudah proses pemupukan sarana kepada siswa agar dapat aktif belajar
nilai dilakukan dibandingkan dengan sekolah yang sesuai dengan kemampuannya.
sebaliknya. Guru Profesional harus menerima e. Guru sebagai evaluator. Guru sebagai evaluator
hakikat bahawa nilai-nilai moral sudah tertanam berperan setiap kegiatan selalu diikuti oleh
dalam diri siswa. Guru haruslah bersedia untuk motivasi jika orang-orang yang terlibat dalam
mengajar dengan mengambil kira pengetahuan kegiatan menginginkan terjadinya peningkatan
dan pembelajaran moral yang ada. Guru atas kegiatan itu pada masa-masa yang akan
dikehendaki mengembangkan pengetahuan moral datang.
murid-murid ini dan membimbing mereka semasa
pengajaran dilaksanakan. Pendidikan di sekolah
digunakan untuk mengembangkan pengetahuan 4. SIMPULAN
moral anak-anak ke arah mencapai kesuksesan
kurikulum untuk melahirkan individu yang 1. Globalisasi pada abad 21 ini memungkinkan
bermoral,beretika dan berakhlak tinggi. terjadinya suatu proses di mana antar individu,
Guru mempunyai peranan strategis dalam antar kelompok, dan antar negara saling
upaya peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi berinteraksi, bergantung, terkait, dan
pembelajaran. Oleh karena itu peningkatan memengaruhi satu sama lain yang melintasi
profesionalisme seorang guru merupakan batas negara. Perubahan zaman saat ini juga
kebutuhan yang tidak dapat dielakan.Ini secara nyata membawa dampak baik positif
mengingat banyaknya tuntutan dan harapan maupun negatif.
masyarakat terhadap perubahan dalam sistem 2. Pendidikan moral adalah usaha yang dilakukan
pembelajaran. Sejalan dengan hal itu , tuntutan secara terencana untuk mengubah sikap,
peningkatan kemampuan guru semakin besar. perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan
Dalam kondisi demikian, seorang guru harus peserta didik agar mampu berinteraksi dengan
mampu meningkatkan mutu serta kemampuan lingkungan masyarakatnya sesuai dengan nilai
untuk membina moral dan suri tauladan kepada moral dan kebudayaan masyarakat setempat.
siswanya. Seorang guru yang profesional harus Ada beberapa hal yang melatarbelakangi
mampu memiliki persyaratan minimal antara lain, kemerosotan moral bangsa Indonesia dan hal
memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang itu perlu diketahui sehingga kita mampu
memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai menemukan solusi yang terbaik dan membantu
dengan bidang yang ditekuni, memiliki dalam penyelesaian masalah tersebut.
kemampuan komunikasi yang baik dengan anak 3. Tantangan pendidikan dalam mempertahankan
didiknya, memiliki jiwa kreatif dan produktif, moralitas bangsa ini, harus dimulai dari pribadi
mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi guru. Untuk itulah guru sebagai aktor
terhadap profesinya dan melakukan intelektual dan agent perubahan, turut memikul
pengembangan diri secara terus menerus tanggung jawab yang besar terutama bagi
Dengan demikian, diharapkan diharapkan peserta didik yang akan memegang tongkat
guru mampu memerankan fungsi-fungsinya estafet perubahan bangsa ke depan. Oleh sebab
dengan baik sebagai: itu diperlukan solusi terhadap suatu kebijakan
a. Guru sebagai pengelola proses Kegitan Belajar pendidikan yang mampu menyeimbangkan
Mengajar. nilai-nilai kognitf dan nilai-nilai moral.
b. Guru sebagai moderator. Menurut aliran baru
dalam bidang pendidikan guru diharapkan REFERENSI
bukan sebagai penyampaian materi semata
tetapi juga lebih sebagai moderator, yaitu
pengatur lalu lintas pembicaraan, jika ada jalur [1]. J. Gray, False Dawn. The delusions of global
pembicaraan yang tidak dapat di selesaikan capitalism, London: Granta. p. 57, (1999).
oleh siswa-siswi, maka gurulah yang wajib
mendamaikan perselisihan tersebut. [2]. W. Hutton, W. danA. Giddens, (eds.) On The
c. Guru sebagai motivator. Siswa adalah manusia Edge: Living with global capitalism,
London: Vintage, p.vii,(2001)
-susah. Jika guru
tidak dapat memancing kemauna siswa untuk [3]. Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta:
aktif maka guru itu sendiri yang akan Gramedia Pustaka Utama, p. 672, (1996).
merasakan kesulitan dalam proses
pembelajaran kerena dapat ditebak bahwa [4]. Kees Bertens,Etika, Jakarta: PT Gramedia
siswa akan pasif tanpa inisiatif. Pustaka Utama, p. 7 (2002)

1919
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

[5]. Sonny Keraf,Etika Bisnis, Yogyakarta:


Penerbit Kanisius, p.20, (1991).

[6]. Franz MagnisSuseno, Etika Dasar Masalah-


Masalah Pokok Filsafat Moral,Yogyakarta:
Kanisius, p.13 (2006).

[7]. Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat,


Yogyakarta: Tiara Wacana, p.80,91989).

[8]. Manuel G. Velazquez, Etika Bisnis, Konsep


dan Kasus Edisi 5. Diterjemahkan dari
judul asli Business Ethics, Concepts and
Cases (2002) oleh Ana Purwaningsih, dkk.
Yogyakarta: Penerbit ANDI, pp. 9-10 (2005).

[9]. A. Giddens, The Consequences of


Modernity, Stanford: Stanford University
Press, p.64, (1990).

[10]. K. Kartono, Patologi Sosial 2: Kenakalan


Remaja, Jakarta: Rajawali Press, p.78,
(2003).

[11]. K. Kartono, Patologi Sosial 2: Kenakalan


Remaja, Jakarta: Rajawali Press, p.23,
(2003).

[12]. E. Mulyasa,Standar Kompetensi dan


Sertifikasi Guru, Bandung: Remaja
Rosdakarya, p. 117 (2008).

[13]. Wiel Veugelers, Moral values in teacher


education, The Netherlands: University of
Amsterdam, p. 1, (2008).

[14]. S. Chinnammai, Effects of Globalization on


Education and Culture, Chennai:
Universituy of Madras,, p. 20, (2005).

[15]. Franz MagnisSuseno, Etika Dasar Masalah-


Masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta:
Kanisius, pp. 18-20, 2006).

[16]. Sulthon,Ilmu Pendidikan, Kudus: Nora


Media Enterprise, pp. 133-134, (2011).

[17]. Arikunto Suharsimi,Manajemen


Pengajaran Secara
Manusiawi,Yogyakarta: FIP-IKIP. 227
Suharsimi Arikunto, p. 227, (1980)

[18]. Arikunto Suharsimi, Manajemen


Pengajaran Secara Manusiawi,
Yogyakarta: FIP-IKIP. 227 Suharsimi
Arikunto, p. 268, (1980).

1920

Anda mungkin juga menyukai