Anda di halaman 1dari 14

RUMUSAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN PADA ERA

KOMUNIKASI DAN KOMPUTASI GLOBAL


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas SDM dan Kebijakan Sistem Pendidikan

Dosen Pengampu:

Dr. Wafroturrohmah, MM

Anggota Kelompok:

Sinta ()

Rino Dwi Irawan (Q100190040)

SEKOLAH PASCASARJANA
MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
RUMUSAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN PADA ERA
KOMUNIKASI DAN KOMPUTASI GLOBAL
Abstrak
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Pemerintah suatu negara apapun bentuknya, pasti
menaruh perhatian dan karenanya berkewajiban menetapkan kebijakan dalam
mengatur berbagai aspek kehidupan bangsanya, khususnya di bidang pendidikan.
Pemerintah Indonesia sebagai negara yang berbentuk Republik sejak tahun 1989
telah menetapkan kebijakan baru dalam mengelola bidang pendidikan bagi
bangsanya. Untuk itu telah ditetapkan berlakunya UU No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, disusul dengan empat buah Peraturan Pemerintah
sebagai petunjuk pelaksanaannya. Berdasarkan kenyataan seperti itu berarti
perundang-undangan pendidikan yang berfungsi sebagai kebijakan pemerintah, harus
mampu mewadahi dan mewujudkan perasaan hukum rakyat Indonesia yang
berhubungan dengan bidang pendidikan.
Kata kunci: Pendidikan, Pemerintah, Peserta Didik, Potensi, Kebijakan

Abstract
Education is a conscious and planned effort to create an atmosphere of learning and
the learning process so that students actively develop their potential to have religious
spiritual strength, self-control, personality, intelligence, noble character and skills
needed by themselves, society, the nation and the State. The government of a country
regardless of its form, must pay attention and therefore have the obligation to
determine policies in regulating various aspects of the life of its people, especially in
the field of education. The Government of Indonesia as a country in the form of a
Republic since 1989 has established a new policy in managing the education sector
for its people. For this reason, the enactment of Law no. 2 of 1989 concerning the
National Education System, followed by four Government Regulations as
instructions for its implementation. Based on such facts, it means that education
legislation which functions as government policy must be able to accommodate and
realize the legal feelings of the Indonesian people relating to the education sector.
Keywords: Education, Government, Students, Potential, Policy

A. PENDAHULUAN
Kebijakan publik bidang pendidikan adalah apa yang dikatakan
(diformulasikan, diputuskan/diadopsi) dan apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam
bidang pendidikan. Yang dilakukan oleh pemerintah adalah
pelaksanaan/implementasi kebijakan yang ditempuh melalui komunikasi kebijakan
yang merata, akurat, konsisten (Edwards III, 1980), dukungan sumber daya (manusia,
uang, material, informasi), fasilitasi/bimbingan, dan pengendalian pelaksanaan
kebijakan. Baik yang diputuskan maupun yang dilakukan oleh pemerintah berkaitan
dengan pilihan-pilihan nilai yang memberikan kontribusi maksimal terhadap
pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya sesuai amanat UUD 45 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kebijakan pendidikan sering dihadapkan pada
keterbatasan sumber daya untuk dialokasikan pada jenis, jalur, dan jenjang pendidikan
yang saling bersaing prioritasnya sehingga prioritas kebijakan merupakan pilihan
yang tidak dapat dihindari, yaitu mana yang harus, seharusnya, dan dapat dibiayai,
dengan tetap berpegang teguh pada asas-asas kemanfaatan, keadilan, dan kepastian.
Era globalisasi memberi dampak yang cukup luas dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk tuntutan dalam penyelenggaraan pendidikan Salah satu
tantangan nyata tersebut adalah bahwa pendidikan hendaknya mampu menghasilkan
sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi utuh, dikenal dengan kompetensi
abad ke-21. Kompetensi abad ke-21 merupakan kompetensi utama yang harus
dimiliki siswa agar mampu berkiprah dalam kehidupan nyata pada abad ke-21. Di
Abad-21 ditantang untuk mampu menciptakan pendidikan yang dapat ikut
menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu ikut membangun tatanan sosial dan
ekonomi sadar pengetahuan sebagaimana layaknya warga dunia di Abad-21. Abad ke-
21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, artinya kehidupan
manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang
berbeda dengan tata kehidupan dalam abad sebelumnya. Dikatakan abad ke-21 adalah
abad yang meminta kualitas dalam segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan
sendirinya abad ke-21 meminta sumberdaya manusia yang berkualitas, yang
dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang dikelola secara profesional sehingga
membuahkan hasil unggulan. Tuntutan-tuntutan yang serba baru tersebut meminta
berbagai terobosan dalam berfikir, penyusunan konsep, dan tindakan-tindakan.
Dengan kata lain diperlukan suatu paradigm baru dalam menghadapi tantangan-
tantangan yang baru, demikian kata filsuf Khun. Menurut filsuf Khun apabila
tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigm lama,
maka segala usaha akan menemui kegagalan. Tantangan yang baru menuntut proses
terobosan pemikiran (breakthrough thinking process) apabila yang diinginkan adalah
output yang bermutu yang dapat bersaing dengan hasil karya dalam dunia yang serba
terbuka (Tilaar, 1998:245).
Namun dalam dunia pendidikan sudah dirasakan adanya pergeseran, dan
bahkan perubahan yang bersifat mendasar pada tataran filsafat, arah serta tujuannya.
Tidaklah berlebihan bila dikatakan kemajuan ilmu tersebut dipicu oleh lahirnya sains
dan teknologi komputer. Dengan piranti mana kemajuan sains dan teknologi terutama
dalam bidang cognitive science, bio-molecular, information technology dan nano-
science kemudian menjadi kelompok ilmu pengetahuan yang mencirikan abad ke-21.
Salah satu ciri yang paling menonjol pada abad ke-21 adalah semakin bertautnya
dunia ilmu pengetahuan, sehingga sinergi di antaranya menjadi semakin cepat. Dalam
konteks pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dunia pendidikan, telah
terbukti semakin menyempitnya dan meleburnya faktor “ruang dan waktu” yang
selama ini menjadi aspek penentu kecepatan dan keberhasilan penguasaan ilmu
pengetahuan oleh umat manusia (BSNP:2010).
Saat ini, pendidikan berada di masa pengetahuan (knowledge age) dengan
percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa. Percepatan peningkatan
pengetahuan ini didukung oleh penerapan media dan teknologi digital yang disebut
dengan information super highway (Gates, 1996). Gaya kegiatan pembelajaran pada
masa pengetahuan (knowledge age) harus disesuaikan dengan kebutuhan pada masa
pengetahuan (knowledge age). Bahan pembelajaran harus memberikan desain yang
lebih otentik untuk melalui tantangan di mana peserta didik dapat berkolaborasi
menciptakan solusi memecahkan masalah pelajaran. Pemecahan masalah mengarah
ke pertanyaan dan mencari jawaban oleh peserta didik yang kemudian dapat dicari
pemecahan permasalahan dalam konteks pembelajaran menggunakan sumber daya
informasi yang tersedia Trilling and Hood (1999 : 21). Pendidikan sebagai bagian dari
usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan manusia merupakan bagian
dari pembangunan nasional. Menghadapi perubahan-perubahan dalam era reformasi
serta proses globalisasi juga mempengaruhi kehidupan, maka diperlukannya suatu visi
dan pendidikan yang terarah. Betapa peran pendidikan di dalam pembangunan suatu
bangsa terutama di dalam menghadapi era globalisasi telah diakui sejak perumusan
undang-undang dasar 1945. Tanpa bangsa yang cerdas tidak mungkin bangsa untuk
ikut serta dalam persaingan pada masa pengetahuan (knowledge age) (Tilaar,
1998:22).
B. PEMBAHASAN
Seiring perkembangan dan perubahan jaman, terjadi perubahan tingkah laku
dan perilaku manusia berubah dari masa ke masa. Hal ini turut juga merubah
perkembangan sistem pendidikan di dunia dan di Indonesia pada khususnya. Sistem
pendidikan adalah strategi atau metode yang digunakan dalam proses belajar
mengajar untuk mencapai tujuan agar peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan potensi di dalam dirinya (Andran, 2014). Perubahan ini dapat dilihat
dari perubahan sistem pendidikan yang terdiri dari pembelajaran, pengajaran,
kurikulum, perkembangan peserta didik, cara belajar, alat belajar sarana dan prasarana
dan kompetensi lulusan dari masa kemasa. Dalam teori belajar behavioristik
menjelaskan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati
secara langsung, yang terjadi melalui hubungan stimulus-stimulus dan responrespon
menurut prinsip-prinsip mekanistik (Izzatur Rusuli, 2014). Pendidikan merupakan
aktivitas manusia yang amat penting. Melalui pendidikan manusia dapat dididik
menjadi manusia yang berperilaku mulia (Sasongko & Sahono, 2016). Menurut
(Bpkm.go.id, 2006) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Revolusi Industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar tahun 2010an melalui
rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung pergerakan dan
konektivitas manusia dan mesin (Prasetyo & Trisyanti, 2018). Nama istilah industri
4.0 bermula dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk
mempromosikan komputerisasi manufaktur (Yahya, 2018). Jerman merupakan negara
pertama yang membuat roadmap (grand design) tentang implementasi ekonomi
digital. Era revolusi industri ini juga dikenal dengan istilah Revolusi digital dan era
disrupsi. Istilah disrupsi dalam bahasa indonesia adalah tercabut dari akarnya.
Menurut (Kasali, 2018) Disrupsi diartikan juga sebagai inovasi. Dari istilah di atas
maka disrupsi bisa diartikan sebagai perubahan inovasi yang mendasar atau secara
fundamental. Di era disrupsi ini terjadi perubahan yang mendasar karena terjadi
perubahan yang masif pada masyarakat dibidang teknologi di setiap aspek kehidupan
masyarakat.
Bagaimana kebijakan Pemerintah dalam menyelenggarakan Pendidikan di Era
Revolusi Industri 4.0?.Pemerintah Indonesia saat ini tengah melaksanakan langkah
langkah strategis yang ditetapkan berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0.
Upaya ini dilakukan untuk mempercepat terwujudnya visi nasional yang telah
ditetapkan untuk memanfaatkan peluang di era revolusi industri keempat. Salah satu
visi penyusunan Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk dalam 10
besar negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030 (Satya,
2018). Peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu bagian dari 10 prioritas
dalam melaksanakan program making indonesia 4.0. SDM adalah hal yang penting
untuk mencapai kesuksesan pelaksanaan Making Indonesia 4.0. Indonesia berencana
untuk merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada STEAM
( Science , Technology , Engineering , the Arts , dan Mathematics ), menyelaraskan
kurikulum pendidikan nasional dengan kebutuhan industri di masa mendatang.
Indonesia akan bekerja sama dengan pelaku industri dan pemerintah asing untuk
meningkatkan kualitas sekolah kejuruan, sekaligus memperbaiki program mobilitas
tenaga kerja global untuk memanfaatkan ketersediaan SDM dalam mempercepat
transfer kemampuan.(Hartanto, 2018).
Tidak hanya bagi peserta didik, Guru dan dosen pun harus harus siap
menghadapi ketrampilan ini. Bagaimana mungkin kita menuntut peserta didik untuk
mampu memiliki ketrampilan abad 21 jika guru atau pengajarnya belum siap. Lalu
bagaimana peran guru dan dosen di Era Revolusi Industri 4.0? Mau tidak mau guru
dan dosen harus memiliki core kompetensi yang kuat, memiliki softskil antar lain :
Critikal Thingking, kreatif, komunikatif dan koloberatif. Peran guru dan dosen
sebagai teladan karakter, menebar passion dan inspiratif. Inilah peran yang tidak
dapat digantikan oleh teknologi. Memiliki educational competence, kompetensi dalam
penelitian, komptensi dalam dunia usaha digital, komptensi dalam era globalisasi,
Interkasi dalam pembelajaran.
Untuk mencapai ketrampilan abad 21, trend pembelajaran dan best practices
juga harus disesuikan, salah satunya adalah melalui pembelajaran terpadu atau secara
blended learning. Blended learning adalah cara mengintegrasikan penggunaan
teknologi dalam pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran yang sesuai bagi
masing-masing siswa dalam kelas. "Blended learning memungkinkan terjadinya
refleksi terhadap pembelajaran”(Wibawa, 2018). Blended learning merupakan salah
solusi pembelajaran di era revolusi 4.0. Berikut beberapa istilah blended learning
menurut para ahli Blended learning merupakan kombinasi antara pembelajaran
berbasis online dengan pembelajaran melalui tatap muka di kelas (Fitzpatrick, 2011).
Menurut (Wilson, 2018) blended learning adalah metode yang menggabungkan
pembelajaran tatap muka dikelas dengan pembelajaran online. Menurut (Maarop &
Embi, 2016) blended learning merupakan perpaduan antara pembelajara fisik dikelas
dengan lingkungan virtual. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis
blended learning merupakan gabungan dari literasi lama dan literasi baru (literasi
manusia, literasi teknologi dan data). Saat ini terdapat 6 model blended learning
yaitu : face to face driver, rotation model, flex, online lab, self blend, online driver.
1. Kebijakan Pendidikan di Indonesia
a. Dampak UN terhadap Guru

Seperti yang kita ketahui, pada tahun-tahun sebelumnya setiap sekolah, dari
tingkat SD sampai SMA, melaksanakan UN. Materi UN pada tiap tingkatan
ini sangat padat dan cenderung menguji penguasaan aspek kognitif saja.
Padahal, pembelajaran di sekolah mencakup tiga aspek, yaitu kognitif, afektif,
dan psikomotor. pelaksanaan UN tidak menilai siswa secara menyeluruh.
Sangat disayangkan dulu UN dijadikan indikator keberhasilan individu siswa,
sehingga menjadi beban tersendiri bagi guru, siswa, maupun wali murid.
Dengan adanya UN, guru menjadi terpaku pada aspek kognitif saja agar siswa
dapat mengerjakan soal-soal UN dengan lancar. Serangkaian try out pun
dilakukan pada jenjang SD, khususnya kelas 6, ditambah lagi jam belajar
tambahan yang disebut “pemantapan”.

b. RPP yang Membebani Guru

Dulu saya kira menjadi guru itu mudah. Setelah berkuliah dan mengikuti
program Pendidikan Profesi Guru (PPG), kemudian mengajar di sekolah, saya
baru menyadari bahwa menjadi guru itu ternyata bukan pekerjaan yang
mudah. Guru dibebani dengan tugas administratif yang banyak, termasuk
menyusun RPP. Guru diminta mengikuti format RPP secara kaku–yang terdiri
dari banyak sekali komponen. Penyusunan RPP ini sangat menghabiskan
waktu. Satu dokumen RPP bisa mencapai lebih dari 20 halaman! Waktu yang
dihabiskan untuk membuat RPP seharusnya bisa digunakan untuk
mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran. Guru bisa membuat
RPP dengan baik bila ia memiliki manajemen waktu yang baik dan melek
teknologi informasi. Kenyataannya, tidak semua guru bisa seperti itu.

c. Kebijakan Merdeka Belajar

Pada 11 Desember 2019, kebijakan Merdeka Belajar diluncurkan. Pokok-


pokok kebijakannya tentang UN dan RPP. Saya sangat mendukung kebijakan
ini karena tampaknya bertujuan mengatasi masalah pendidikan di Indonesia
sebelumnya. Dalam kebijakan ini, UN diubah menjadi Asesmen Kompetensi
Minimum dan Survei Karakter. Penerapan RPP pun diubah menjadi 1 halaman
saja. Saat ini, pendidikan di Indonesia masih berada di masa transisi dalam
menerapkan kebijakan ini. Di sekolah tempat saya mengajar belum ada
sosialisasi yang terperinci mengenai penerapan kedua hal tersebut. Saya
berharap sosialisasi segera dilaksanakan agar penerapan kebijakan tersebut di
tingkat sekolah bisa berjalan dengan benar.

d. Kesenjangan Apresiasi Guru

Satu hal lain soal pendidikan di Indonesia yang menjadi keprihatinan saya
berkaitan dengan apresiasi yang diberikan pemerintah kepada guru. Ada
kesenjangan yang cukup lebar antara gaji guru PNS dengan gaji guru honorer.
Kebanyakan guru honorer hanya mendapat honor sekadarnya. Padahal tugas
guru honorer sama beratnya dengan guru PNS. perubahan kebijakan soal
alokasi dana BOS untuk guru honorer, yaitu menjadi maksimal 50 persen dan
minimal 30 persen. Sebelumnya, alokasi dana BOS untuk guru honorer
maksimal hanya 15 persen. Meski sudah ada perubahan, namun, dampaknya
kurang berarti. Gaji guru honorer masih di bawah 1 juta rupiah per bulan.

2. Kebijakan Pendidikan di Era Komunikasi dan Komputasi


Kebijakan publik bidang pendidikan adalah apa yang dikatakan
(diformulasikan, diputuskan/diadopsi) dan apa yang dilakukan oleh pemerintah
dalam bidang pendidikan. Yang dikatakan bisa berbentuk regulasi (Peraturan
Menteri, Keputusan Direktur Jenderal, Peraturan Daerah, dan sejenis), perintah
tertulis, perintah lisan, maklumat, dan sejenis). Yang dilakukan oleh pemerintah
adalah pelaksanaan/implementasi kebijakan yang ditempuh melalui komunikasi
kebijakan yang merata, akurat, konsisten (Edwards III, 1980), dukungan sumber
daya (manusia, uang, material, informasi), fasilitasi/bimbingan, dan pengendalian
pelaksanaan kebijakan. Baik yang diputuskan maupun yang dilakukan oleh
pemerintah berkaitan dengan pilihan-pilihan nilai yang memberikan kontribusi
maksimal terhadap pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya sesuai amanat
UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Kebijakan pendidikan sering
dihadapkan pada keterbatasan sumber daya untuk dialokasikan pada jenis, jalur,
dan jenjang pendidikan yang saling bersaing prioritasnya sehingga prioritas
kebijakan merupakan pilihan yang tidak dapat dihindari, yaitu mana yang harus,
seharusnya, dan dapat dibiayai, dengan tetap berpegang teguh pada asas-asas
kemanfaatan,
Perkembangan teknologi digital telah mendisrupsi berbagai aktivitas manusia,
tidak hanya sebagai mesin penggerak ekonomi namun juga termasuk bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan tinggi. Menteri Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir
menyampaikan bahwa tantangan revolusi industri 4.0 harus direspon secara cepat
dan tepat oleh seluruh pemangku kepentingan di lingkungan Kementerian, Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) agar mampu mengantisipasi
perubahan dunia yang kini telah dikuasai perangkat digital dan meningkatkan
daya saing bangsa Indonesia di tengah persaingan global. Dalam sambutannya,
Menristekdikti memaparkan lima elemen penting yang harus menjadi perhatian
dan akan dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:
a. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti
penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational
Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic,
mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan
lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam
aspek data literacy, technological literacy dan human literacy.
b. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan
responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin
ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya
program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning,
sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber
University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di
pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
c. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta
perekayasa yang responsif, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi
industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan
infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk
menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.
d. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi
Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi,
Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat.
e. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan
produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis
teknologi.
3. Upaya untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Mengingat berbagai tantangan tersebut yang harus dihadapi pendidik, maka
pendidik harus belajar meningkatkan kompetensi dan kualitas pengajaran
sehingga mampu menghadapi peserta didik generasi milenial. Dengan hadirnya
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, setidaknya memberikan arti
yang sangat besar bagi peningkatan kualitas guru. Karena pada dasarnya era
pendidikan 4.0 merupakan tantangan yang sangat berat dihadapi pendidik, dimana
pendidik harus mampu menguasai dan memanfaatkan teknologi digital dalam
pembelajaran.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk peningkatan kualitas pendidikan
Indonesia adalah dilakukan dengan penggunaan teknologi pendidikan serta
menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui konsensus
nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Untuk
kepentingan ini, diperlukan perubahan yang mendasar dalam sistem pendidikan
nasional. Perubahan mendasar ini terkait dengan kebijakan kurikulum, yang
dengan sendirinya menuntut dan mensyaratkan berbagai perubahan pada
komponen pendidikan. Kurikulum merupakan acuan yang digunakan dalam
pembelajaran dan pelatihan dalam pendidikan dan/atau pelatihan yang dalam
pengembangannya melibatkan pemikiran secara filsafati, psikologi, ilmu
pengetahuan, teknologi dan budaya. Kurikulum ini harus mampu mengarah dan
membentuk siswa yang siap menghadapi era revolusi industri dengan penekanan
pada bidang Science, Technoligy, Engineering, dan Mathematics (STEM).
Reorientasi pengembangan kurikulum harus mengacu pada pembelajaran berbasis
TIK, internet of thing, big data dan komputerisasi, serta kewirausahaan.
Selain dilakukan berbagai kebijakan dalam kurikulum pendidikan Indonesia,
aktualisasi penggunaan teknologi pendidikan untuk mengikuti alur revolusi sangat
dibutuhkan. Teknologi pendidikan sendiri merupakan pengembangan, penerapan,
dan penilaian sistem-sistem, tenik dan alat bantu untuk memperbaiki dan
meningkatkan proses belajar manusia. Namun dlaam hal ini yang tetap
diutamakan proses belajar disamping alat-alat yang dapat membantu proses
belajar itu. Jadi teknologi pendidikan ini berkaitan dengan software dan
hardwarenya, yang nantinya peserta didik harus menjadi lulusan yang handal
dengan mempunyai kompetensi yang unggul dalam bidang teknologi untuk
menjawab perkembangan zaman. Kemajuan bidang teknologi juga berdampak
negatif pada perubahan sikap, perilaku dan karakter peserta didik. Diantara
banyak masalah mengenai teknologi, seperti halnya kecanduan internet dan malas
belajar akibat game online dan menonton, kehilangan waktu bermain dengan anak
seusianya karena lebih fokus pada perangkat digital, enjadikan kurang
seimbanganya kehidupan sosial anak, bahkan bisa berpotensi menurunkan prestasi
akademik. Disinilah seorang pendidik memegang peran penting dalam
pembentukan karakter dalam era revolusi industri 4.0. Pendidik harus bersinerge
dengan wali murid dalam pemanfaatan teknologi. Pendidik tidak hanya
diharapkan mentrasfer ilmu pegetahuan tetapi lebih dari itu pengembangan sikap
dan spiritual sehingga akan tercipta keseimbangan kompetensi intelektual dengan
kompetensi sikap dan spiritual.
C. PENUTUP
Revolusi industri saat ini memasuki fase keempat. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat memberikan dampak yang besar
terhadap kehidupan manusia. Banyak kemudahan dan inovasi yang diperoleh dengan
adanya dukungan teknologi digital. Layanan menjadi lebih cepat dan efisien serta
memiliki jangkauan koneksi yang lebih luas dengan sistem online. Hidup menjadi
lebih mudah dan murah. Namun demikian, digitalisasi program juga membawa
dampak negatif. Peran manusia setahap demi setahap diambil alih oleh mesin
otomatis. Akibatnya, jumlah pengangguran semakin meningkat. Hal ini tentu saja
akan menambah beban masalah lokal maupun nasional. Oleh karena itu, untuk
memanfaatkan peluang dan menjawab tantangan revolusi industri 4.0, para pemangku
kepentingan (stake holders) wajib memiliki kemampuan literasi data, teknologi dan
manusia. Literasi data dibutuhkan oleh pemangku kepentingan untuk meningkatkan
skills dalam mengolah dan menganalisis big data untuk kepentingan peningkatan
layanan public dan bisnis.
Literasi teknologi menunjukkan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi
digital guna mengolah data dan informasi. Sedangkan literasi manusia wajib dikuasai
karena menunjukan elemen softskill atau pengembangan karakter individu untuk bisa
berkolaborasi, adaptif dan menjadi arif di era “banjir” informasi. Dalam penerapannya
pemerintah indonesia telah memiliki konsentrasi dan target dalam menyikapi
pekembangan industri Revolusi industri 4.0 ini. Khususnya bidang pendidikan,
Namun dalam implementasinya pemerintah masih banyak menemui hambatan dan
masih perlu usaha keras dalam mewujudkan roadmap making indonesia 4.0. Beberapa
tantangan dalam implementasi Revolusi Industri bidang pendidikan di indonesia
adalah terdapat kendala antara lain belum meratanya infrastruktur, belum berubahnya
mindset para pelaku khususnya para incumbent. Sehingga perlunya dukungan kaum
regulator. Namun kaum regulator juga harus belajar mengikuti juga tentang
perubahan di era disrupsi ini yaitu tentang strategi disruption untuk menciptakan
lapangan kerja baru dan daya saing yang hanya bisa di bangun dengan cara cara baru
juga. Untuk itu mari bersama kita menghadapi era disrupsi ini dengan semangat dan
niat yang positif bagi kemajuan pendidikan, ekonomi dan bangsa ini.
DAFTAR PUSTAKA

Andran,C. (2014). Sistem Pendidikan. Retrieved February 4, 2019 from


https://www.kompasiana.com/andreancan/54f76a90a33311b0368b47ea/sistempendidik
an

Bpkm.go.id. (2006). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang


Sistem Pendidikan Nasional Title. Retrieved February 4, 2019, from
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/UU_20_2003.pdf
BSNP. (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI versi 01 Tahun 2010. [Online].
Tersedia : https://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2013/06/paradigmapendidikan-
nasional-abad-xxi.pdf (20 oktober 2020)
Edward III, George C. (1980). Implementing Public Policy. Washington DC: Congressional
Quarterly Press.
Fitzpatrick, J. (2011). Planning Guide for Creating new Models for Student SucceSS Online
and Blended Learning. Michigan Virtual University. Retrieved from
https://michiganvirtual.org/wp-content/uploads/2017/03/PlanningGuide-2012.pdf
Gates.(1996).Transformasi pendidikan abad 21 sebagai tuntutan pengembangan sumber daya
manusia di era global.
Izzatur Rusuli. (2014). Refleksi Teori Belajar Behavioristik Dalam Perspektif Islam. Jurnal
Pencerahan. https://doi.org/10.13170/JP.8.1.2042
Kasali, R. (2018). Disruption (9th ed.). Jakarta: Gramedia.
Maarop, A. H., & Embi, M. A. (2016). Implementation of Blended Learning in Higher
Learning Institutions: A Review of Literature. International Education Studies.
https://doi.org/10.5539/ies.v9n3p4
Prasetyo, B., & Trisyanti, U. (2018). Revolusi Industri 4.0 Dan Tantangan Perubahan Sosial.
In Prosiding Semateksos 3 “Strategi Pembangunan Nasional Menghadapi Revolusi
Industri 4.0.
RISTEKDIKTI. (2018). Pengembangan Iptek dan Pendidikan Tinggi di Era Revolusi Industri
4.0. Retrieved from https://www.ristekdikti.go.id/siaran-pers/pengembangan-iptek-
danpendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0/
Sasongko, R. N., & Sahono, B. (2016). Desain Inovasi Manajemen Sekolah (1st ed.). Jakarta
Pusat: Shany Publiser.
Satya, V. E. (2018). Strategi Indonesia Menghadapi Industri 4.0. Jakarta. Retrieved from
https://bikinpabrik.id/wp-content/uploads/2019/01/Info-Singkat-X-9-IP3DI-Mei-2018-
249.pdf
Tilaar, H.A.R. (1998). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif
Abad 21. Magelang. Tera Indonesia.
Trilling, Bernie and Hood, Paul. (1999). Learning, Technology, and Education Reform In
The Knowledge Age, (Online),
https://www.wested.org/online_pubs/learning_technology.pdf diakses tanggal 20
Oktober 2020.
Wibawa, S. (2018). Pendidikan dalam Era Revolusi Industri 4.0. Indonesia.
Wilson, C. (2018). 6 Blended Learning Models & Platforms. Retrieved from
https://www.teachthought.com/learning/6-blended-learning-models-platforms/
Yahya, M. (2018). Era Industri 4.0: Tantangan Dan Peluang Perkembangan Pendidikan
Kejuruan Indonesia. Makasar.

Anda mungkin juga menyukai