Dosen Pengampu:
Dr. Wafroturrohmah, MM
Anggota Kelompok:
Sinta ()
SEKOLAH PASCASARJANA
MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
RUMUSAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN PADA ERA
KOMUNIKASI DAN KOMPUTASI GLOBAL
Abstrak
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Pemerintah suatu negara apapun bentuknya, pasti
menaruh perhatian dan karenanya berkewajiban menetapkan kebijakan dalam
mengatur berbagai aspek kehidupan bangsanya, khususnya di bidang pendidikan.
Pemerintah Indonesia sebagai negara yang berbentuk Republik sejak tahun 1989
telah menetapkan kebijakan baru dalam mengelola bidang pendidikan bagi
bangsanya. Untuk itu telah ditetapkan berlakunya UU No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, disusul dengan empat buah Peraturan Pemerintah
sebagai petunjuk pelaksanaannya. Berdasarkan kenyataan seperti itu berarti
perundang-undangan pendidikan yang berfungsi sebagai kebijakan pemerintah, harus
mampu mewadahi dan mewujudkan perasaan hukum rakyat Indonesia yang
berhubungan dengan bidang pendidikan.
Kata kunci: Pendidikan, Pemerintah, Peserta Didik, Potensi, Kebijakan
Abstract
Education is a conscious and planned effort to create an atmosphere of learning and
the learning process so that students actively develop their potential to have religious
spiritual strength, self-control, personality, intelligence, noble character and skills
needed by themselves, society, the nation and the State. The government of a country
regardless of its form, must pay attention and therefore have the obligation to
determine policies in regulating various aspects of the life of its people, especially in
the field of education. The Government of Indonesia as a country in the form of a
Republic since 1989 has established a new policy in managing the education sector
for its people. For this reason, the enactment of Law no. 2 of 1989 concerning the
National Education System, followed by four Government Regulations as
instructions for its implementation. Based on such facts, it means that education
legislation which functions as government policy must be able to accommodate and
realize the legal feelings of the Indonesian people relating to the education sector.
Keywords: Education, Government, Students, Potential, Policy
A. PENDAHULUAN
Kebijakan publik bidang pendidikan adalah apa yang dikatakan
(diformulasikan, diputuskan/diadopsi) dan apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam
bidang pendidikan. Yang dilakukan oleh pemerintah adalah
pelaksanaan/implementasi kebijakan yang ditempuh melalui komunikasi kebijakan
yang merata, akurat, konsisten (Edwards III, 1980), dukungan sumber daya (manusia,
uang, material, informasi), fasilitasi/bimbingan, dan pengendalian pelaksanaan
kebijakan. Baik yang diputuskan maupun yang dilakukan oleh pemerintah berkaitan
dengan pilihan-pilihan nilai yang memberikan kontribusi maksimal terhadap
pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya sesuai amanat UUD 45 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kebijakan pendidikan sering dihadapkan pada
keterbatasan sumber daya untuk dialokasikan pada jenis, jalur, dan jenjang pendidikan
yang saling bersaing prioritasnya sehingga prioritas kebijakan merupakan pilihan
yang tidak dapat dihindari, yaitu mana yang harus, seharusnya, dan dapat dibiayai,
dengan tetap berpegang teguh pada asas-asas kemanfaatan, keadilan, dan kepastian.
Era globalisasi memberi dampak yang cukup luas dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk tuntutan dalam penyelenggaraan pendidikan Salah satu
tantangan nyata tersebut adalah bahwa pendidikan hendaknya mampu menghasilkan
sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi utuh, dikenal dengan kompetensi
abad ke-21. Kompetensi abad ke-21 merupakan kompetensi utama yang harus
dimiliki siswa agar mampu berkiprah dalam kehidupan nyata pada abad ke-21. Di
Abad-21 ditantang untuk mampu menciptakan pendidikan yang dapat ikut
menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu ikut membangun tatanan sosial dan
ekonomi sadar pengetahuan sebagaimana layaknya warga dunia di Abad-21. Abad ke-
21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, artinya kehidupan
manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang
berbeda dengan tata kehidupan dalam abad sebelumnya. Dikatakan abad ke-21 adalah
abad yang meminta kualitas dalam segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan
sendirinya abad ke-21 meminta sumberdaya manusia yang berkualitas, yang
dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang dikelola secara profesional sehingga
membuahkan hasil unggulan. Tuntutan-tuntutan yang serba baru tersebut meminta
berbagai terobosan dalam berfikir, penyusunan konsep, dan tindakan-tindakan.
Dengan kata lain diperlukan suatu paradigm baru dalam menghadapi tantangan-
tantangan yang baru, demikian kata filsuf Khun. Menurut filsuf Khun apabila
tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigm lama,
maka segala usaha akan menemui kegagalan. Tantangan yang baru menuntut proses
terobosan pemikiran (breakthrough thinking process) apabila yang diinginkan adalah
output yang bermutu yang dapat bersaing dengan hasil karya dalam dunia yang serba
terbuka (Tilaar, 1998:245).
Namun dalam dunia pendidikan sudah dirasakan adanya pergeseran, dan
bahkan perubahan yang bersifat mendasar pada tataran filsafat, arah serta tujuannya.
Tidaklah berlebihan bila dikatakan kemajuan ilmu tersebut dipicu oleh lahirnya sains
dan teknologi komputer. Dengan piranti mana kemajuan sains dan teknologi terutama
dalam bidang cognitive science, bio-molecular, information technology dan nano-
science kemudian menjadi kelompok ilmu pengetahuan yang mencirikan abad ke-21.
Salah satu ciri yang paling menonjol pada abad ke-21 adalah semakin bertautnya
dunia ilmu pengetahuan, sehingga sinergi di antaranya menjadi semakin cepat. Dalam
konteks pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dunia pendidikan, telah
terbukti semakin menyempitnya dan meleburnya faktor “ruang dan waktu” yang
selama ini menjadi aspek penentu kecepatan dan keberhasilan penguasaan ilmu
pengetahuan oleh umat manusia (BSNP:2010).
Saat ini, pendidikan berada di masa pengetahuan (knowledge age) dengan
percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa. Percepatan peningkatan
pengetahuan ini didukung oleh penerapan media dan teknologi digital yang disebut
dengan information super highway (Gates, 1996). Gaya kegiatan pembelajaran pada
masa pengetahuan (knowledge age) harus disesuaikan dengan kebutuhan pada masa
pengetahuan (knowledge age). Bahan pembelajaran harus memberikan desain yang
lebih otentik untuk melalui tantangan di mana peserta didik dapat berkolaborasi
menciptakan solusi memecahkan masalah pelajaran. Pemecahan masalah mengarah
ke pertanyaan dan mencari jawaban oleh peserta didik yang kemudian dapat dicari
pemecahan permasalahan dalam konteks pembelajaran menggunakan sumber daya
informasi yang tersedia Trilling and Hood (1999 : 21). Pendidikan sebagai bagian dari
usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan manusia merupakan bagian
dari pembangunan nasional. Menghadapi perubahan-perubahan dalam era reformasi
serta proses globalisasi juga mempengaruhi kehidupan, maka diperlukannya suatu visi
dan pendidikan yang terarah. Betapa peran pendidikan di dalam pembangunan suatu
bangsa terutama di dalam menghadapi era globalisasi telah diakui sejak perumusan
undang-undang dasar 1945. Tanpa bangsa yang cerdas tidak mungkin bangsa untuk
ikut serta dalam persaingan pada masa pengetahuan (knowledge age) (Tilaar,
1998:22).
B. PEMBAHASAN
Seiring perkembangan dan perubahan jaman, terjadi perubahan tingkah laku
dan perilaku manusia berubah dari masa ke masa. Hal ini turut juga merubah
perkembangan sistem pendidikan di dunia dan di Indonesia pada khususnya. Sistem
pendidikan adalah strategi atau metode yang digunakan dalam proses belajar
mengajar untuk mencapai tujuan agar peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan potensi di dalam dirinya (Andran, 2014). Perubahan ini dapat dilihat
dari perubahan sistem pendidikan yang terdiri dari pembelajaran, pengajaran,
kurikulum, perkembangan peserta didik, cara belajar, alat belajar sarana dan prasarana
dan kompetensi lulusan dari masa kemasa. Dalam teori belajar behavioristik
menjelaskan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati
secara langsung, yang terjadi melalui hubungan stimulus-stimulus dan responrespon
menurut prinsip-prinsip mekanistik (Izzatur Rusuli, 2014). Pendidikan merupakan
aktivitas manusia yang amat penting. Melalui pendidikan manusia dapat dididik
menjadi manusia yang berperilaku mulia (Sasongko & Sahono, 2016). Menurut
(Bpkm.go.id, 2006) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Revolusi Industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar tahun 2010an melalui
rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung pergerakan dan
konektivitas manusia dan mesin (Prasetyo & Trisyanti, 2018). Nama istilah industri
4.0 bermula dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk
mempromosikan komputerisasi manufaktur (Yahya, 2018). Jerman merupakan negara
pertama yang membuat roadmap (grand design) tentang implementasi ekonomi
digital. Era revolusi industri ini juga dikenal dengan istilah Revolusi digital dan era
disrupsi. Istilah disrupsi dalam bahasa indonesia adalah tercabut dari akarnya.
Menurut (Kasali, 2018) Disrupsi diartikan juga sebagai inovasi. Dari istilah di atas
maka disrupsi bisa diartikan sebagai perubahan inovasi yang mendasar atau secara
fundamental. Di era disrupsi ini terjadi perubahan yang mendasar karena terjadi
perubahan yang masif pada masyarakat dibidang teknologi di setiap aspek kehidupan
masyarakat.
Bagaimana kebijakan Pemerintah dalam menyelenggarakan Pendidikan di Era
Revolusi Industri 4.0?.Pemerintah Indonesia saat ini tengah melaksanakan langkah
langkah strategis yang ditetapkan berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0.
Upaya ini dilakukan untuk mempercepat terwujudnya visi nasional yang telah
ditetapkan untuk memanfaatkan peluang di era revolusi industri keempat. Salah satu
visi penyusunan Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk dalam 10
besar negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030 (Satya,
2018). Peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu bagian dari 10 prioritas
dalam melaksanakan program making indonesia 4.0. SDM adalah hal yang penting
untuk mencapai kesuksesan pelaksanaan Making Indonesia 4.0. Indonesia berencana
untuk merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada STEAM
( Science , Technology , Engineering , the Arts , dan Mathematics ), menyelaraskan
kurikulum pendidikan nasional dengan kebutuhan industri di masa mendatang.
Indonesia akan bekerja sama dengan pelaku industri dan pemerintah asing untuk
meningkatkan kualitas sekolah kejuruan, sekaligus memperbaiki program mobilitas
tenaga kerja global untuk memanfaatkan ketersediaan SDM dalam mempercepat
transfer kemampuan.(Hartanto, 2018).
Tidak hanya bagi peserta didik, Guru dan dosen pun harus harus siap
menghadapi ketrampilan ini. Bagaimana mungkin kita menuntut peserta didik untuk
mampu memiliki ketrampilan abad 21 jika guru atau pengajarnya belum siap. Lalu
bagaimana peran guru dan dosen di Era Revolusi Industri 4.0? Mau tidak mau guru
dan dosen harus memiliki core kompetensi yang kuat, memiliki softskil antar lain :
Critikal Thingking, kreatif, komunikatif dan koloberatif. Peran guru dan dosen
sebagai teladan karakter, menebar passion dan inspiratif. Inilah peran yang tidak
dapat digantikan oleh teknologi. Memiliki educational competence, kompetensi dalam
penelitian, komptensi dalam dunia usaha digital, komptensi dalam era globalisasi,
Interkasi dalam pembelajaran.
Untuk mencapai ketrampilan abad 21, trend pembelajaran dan best practices
juga harus disesuikan, salah satunya adalah melalui pembelajaran terpadu atau secara
blended learning. Blended learning adalah cara mengintegrasikan penggunaan
teknologi dalam pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran yang sesuai bagi
masing-masing siswa dalam kelas. "Blended learning memungkinkan terjadinya
refleksi terhadap pembelajaran”(Wibawa, 2018). Blended learning merupakan salah
solusi pembelajaran di era revolusi 4.0. Berikut beberapa istilah blended learning
menurut para ahli Blended learning merupakan kombinasi antara pembelajaran
berbasis online dengan pembelajaran melalui tatap muka di kelas (Fitzpatrick, 2011).
Menurut (Wilson, 2018) blended learning adalah metode yang menggabungkan
pembelajaran tatap muka dikelas dengan pembelajaran online. Menurut (Maarop &
Embi, 2016) blended learning merupakan perpaduan antara pembelajara fisik dikelas
dengan lingkungan virtual. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis
blended learning merupakan gabungan dari literasi lama dan literasi baru (literasi
manusia, literasi teknologi dan data). Saat ini terdapat 6 model blended learning
yaitu : face to face driver, rotation model, flex, online lab, self blend, online driver.
1. Kebijakan Pendidikan di Indonesia
a. Dampak UN terhadap Guru
Seperti yang kita ketahui, pada tahun-tahun sebelumnya setiap sekolah, dari
tingkat SD sampai SMA, melaksanakan UN. Materi UN pada tiap tingkatan
ini sangat padat dan cenderung menguji penguasaan aspek kognitif saja.
Padahal, pembelajaran di sekolah mencakup tiga aspek, yaitu kognitif, afektif,
dan psikomotor. pelaksanaan UN tidak menilai siswa secara menyeluruh.
Sangat disayangkan dulu UN dijadikan indikator keberhasilan individu siswa,
sehingga menjadi beban tersendiri bagi guru, siswa, maupun wali murid.
Dengan adanya UN, guru menjadi terpaku pada aspek kognitif saja agar siswa
dapat mengerjakan soal-soal UN dengan lancar. Serangkaian try out pun
dilakukan pada jenjang SD, khususnya kelas 6, ditambah lagi jam belajar
tambahan yang disebut “pemantapan”.
Dulu saya kira menjadi guru itu mudah. Setelah berkuliah dan mengikuti
program Pendidikan Profesi Guru (PPG), kemudian mengajar di sekolah, saya
baru menyadari bahwa menjadi guru itu ternyata bukan pekerjaan yang
mudah. Guru dibebani dengan tugas administratif yang banyak, termasuk
menyusun RPP. Guru diminta mengikuti format RPP secara kaku–yang terdiri
dari banyak sekali komponen. Penyusunan RPP ini sangat menghabiskan
waktu. Satu dokumen RPP bisa mencapai lebih dari 20 halaman! Waktu yang
dihabiskan untuk membuat RPP seharusnya bisa digunakan untuk
mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran. Guru bisa membuat
RPP dengan baik bila ia memiliki manajemen waktu yang baik dan melek
teknologi informasi. Kenyataannya, tidak semua guru bisa seperti itu.
c. Kebijakan Merdeka Belajar
Satu hal lain soal pendidikan di Indonesia yang menjadi keprihatinan saya
berkaitan dengan apresiasi yang diberikan pemerintah kepada guru. Ada
kesenjangan yang cukup lebar antara gaji guru PNS dengan gaji guru honorer.
Kebanyakan guru honorer hanya mendapat honor sekadarnya. Padahal tugas
guru honorer sama beratnya dengan guru PNS. perubahan kebijakan soal
alokasi dana BOS untuk guru honorer, yaitu menjadi maksimal 50 persen dan
minimal 30 persen. Sebelumnya, alokasi dana BOS untuk guru honorer
maksimal hanya 15 persen. Meski sudah ada perubahan, namun, dampaknya
kurang berarti. Gaji guru honorer masih di bawah 1 juta rupiah per bulan.