Anda di halaman 1dari 94

SOBRAT - Arthur S.

Nalan

Sinopsis

Sebuah kisah pada masa penjajahan belanda. Perbudakan, perjualbelian perempuan, perjudian, dan
kekuasaan menjadi cermin kehidupan. Siapa yang memiliki uang, dialah sang pemenang. Cara–cara yang
salah bisa menjadi benar ketika kepingan-kepingan emas berada di tangan.

Sobrat pemuda kampung yang terbujuk rayuan Inang Honar pencari tenaga kuli sebuah pertambangan
emas di bukit kemilau. Bujuk rayu, hasutan dan tipu muslihat membawa Sobrat pada dunia Khayal,
dunia perjanjian roh, dunia yang penuh dengan nafsu birahi untuk menjadi pemenang.

Keinginan balas dendam yang kuat kepada orang-orang yang telah merebut kebahagiaannya membuat
Sobrat berjuang, bahkan membuat perjanjian dengan Silbi atau wanita dari dunia gaib. Sobrat menjadi
penakhluk Bukit Kemilau dan akhirnya dia bisa merebut wanita pujaan hatinya yaitu Rasminah dari
tangan Tuan Balar sang pemilik Bukit Kemilau.

Namun ketika Sobrat hendak pulang ke kampung Lisung dengan keping-kepingan emas yang telah di
tangannya ia mendapatkan kabar buruk dari Wak Lopen bahwa ibu Sobrat telah meninggal dunia
sehingga sobrat pun menyesal mengikuti hawa nafsunya.

Ketika Silbi atau wanita dari dunia gaib itu mengetahui bahwa Sobrat telah menikah dengan Rasminah
maka Silbi merasa dikhianati karena Sobrat telah berjanji dan telah menjadi suaminya. Kemudian Sobrat
bermimpi, Silbi atau wanita dari dunia gaib itu meniup tangan dan menciumnya namun ketika ia
terbangun dengan kagetnya ia telah menjadi tuli dan bisu karena ingkar janji dengan Silbi. Sedangkan
Rasminah sang istri sangat panik dan bertanya-tanya, kenapa suaminya dapat menjadi tuli dan bisu.

Catatan Gelap

Kisah ini diilhami oleh tragedi penambang emas liar di daerah gunung Pongkor, Jawa Barat. Serta,
kejadian aneh yang dialami pembantu saya sekitar tahun 80 an yang bernama Jaman. Dia suka nomor
buntut, dan ia bermimpi berjumpa dengan jin wanita di garasi rumah, jin itu membisikan nomor jitu
dengan dengan syarat Jaman harus bersedia kawin dengannya. Tanpa piker panjang, Jaman bersedia
dan nomor pun kena. Akibatnya, Jaman jadi kaya menurut ukurannya, lalu pulang ke kampungnya dan
menikah dengan gadis pilihannya. Ternyata jin wanita itu menagih janji dan menganggap Jaman
berkhianat. Jin itu hanya meniup tangannya dan menciumnya dalam mimpi. Sejak saat itu, Jaman jadi
bisu dan tuli. Percaya atau tidak bahwa dalam hidup ini adakalanya muncul keanehan. Dan, keanehan
bagi seorang penulis lakon adalah lahan untuk didramatisir. Dengan mengambil setting masa penjajahan
ketika masa kuli kontrak merajalela, sandiwara ini dikembangkan. Hasilnya, sebuah sandiwara gelap
yang terdiri dari delapan belas bagian berjudul SOBRAT. Siapa tahu bisa jadi cermin bahwa kita memang
masih jadi bangsa kuli sampai sekarang dan pengiriman TKI/TKW tak akan pernah berhenti.
SOBRAT

Karya : Arthur S. Nalan

DRAMATIC PERSONAE

Sobrat Pemuda Kampung Lisung

Samolo Pemuda Kampung Lisung

Doyong Pemuda Kampung Lisung

Mimi Ibu Sobrat

Wak Lopen Pemilik Warung


Rasminah Nyai/Istri Sobrat

Surobromo Guru judi Sobrat

Mongkleng Hawa Nafsu

Silbi Gendruwi Mahluk Halus Penguasa Bukit Kemilau

Inang Honar Pencari Tenaga Kerja

Mandor Bokop Mandor

Mandor Burik Mandor

Mandor Mandor

Dongson Bandar Judi Koplok

BAGIAN SATU

Sebuah tempat bernama Tapakdara. Di tempat judi Koplok milik Dongson yang ramai oleh kaum lelaki
dan pelayan wanita yang disebut Biti-biti

DONGSON (mengocok batok kelapa berisi dadu)

Koplok-koplok-koplok! (menjatuhkan ke lantai judi) Kelabang, kalajengking, ah laba-laba! (tertawa)

Kalian kalah! (kepada wanita di sampingnya) Lampok, Simpan di tong! (wanita pelayan itu dengan
telaten memunguti uang Benggol dan memasukannya ke tong kayu. Para penjudi tampak gelisah dan
penasaran, termasuk Sobrat yang tampak layu. Dongson kembali mengocok batok kelapa)

Koplok-koplok-koplok! (menjatuhkan ke lantai judi) Laba-laba, kelabang! Laba-laba! (tertawa) Kalian tak
seberuntung malam kemarin! (pada Sobrat) Sobrat, habis!?

Sobrat mengangguk, tapi tiba-tiba ia berdiri, ia membuka baju dan celana panjangnya. Lampok menjerit,
lalu tertawa. Sobrat menaruh baju dan celananya di lantai judi. Semua riuh menyaksikan kelakuan
Sobrat. Sobra tidak peduli

DONGSON (mengocok kembali batok kelapa)

Koplok-koplok-koplok! (menjatuhkannya ke lantai judi) Capung! Kelabang! Jangkrik! (teriak) Hampir,


Sobrat! Tapi sayang, laba-laba! (tertawa)

Tiba-tiba keriuhan hilang, sangat sepi. Hanya tampak adegan perjudian ini tanpa bunyi. Hanya aksi saja.
sobrat berdiri dengan hanya mengenakan cawat. Dia berjalan ke depan melakukan solilokui

SOBRAT
Beginilah hidupku di Tapak dara ini! Jauh dari kampong Lisung dating ke bukit Kemilau hanya untuk
mengadu nasib menjadi kuli kontrak penambang emas. Padahal aku cukup bahagia bersama Mimi ,
ibuku. Mimi yang sangat telaten, suka memasak sayur asem untukku, suka membuatkan pepes ikan dan
sambal pedas untukku. Semuanya itu kutinggalkan demi emas. Kalau aku beruntung, upah yang
kudapat, lalu habis di lantai judi dan biti-biti. Lalu aku kontrak lagi. Aku selalu tergoda, sejak pergi
tinggalkan kampong, sejak pergi dari tanah yang sebenarnya subur, sawah yang ledok dan Kebo yang
montok.

Diam

Kalau saja aku tidak tergoda oleh bujuk rayu Inang Honar waktu itu, mungkin aku sekarang tengah
memandikan kebomilik ngabihi, orang kaya di kampungku. Mungkin sekarang aku tengah makan
singkong bakar dari hawu sambil sesekali menggigit gula jawa biar tambah enak

Diam

Tapi godaan itu…. inang Honar si pembujuk ulung menjanjikan bahwa uang mudah di dapat, kerlipan
emas di bukit kemilau seperti pasir yang berserak di mana-mana, termasuk wanianya. Sekali lagi aku
tergoda (menirukan suara Inang Honar, walaupun tidak persis suara wanita)

Sobrat, kamu itu pemuda yang kuat. Tubuhmu berotot ibarat baja balung besi, mirip Gatotkaca dalam
wayang kulit Jawa. Pemuda macam kamulah yang bisa menjadi pemilik bukit Kemilau. Kamu hanya
korek-korek sedikit tanahnya, dan kamu bisa dapatkan butiran emas sebesar biji salak; setelah itu kamu
akan miliki apa yang kamu mau! (meludah)

Haram jadah! Kalian lihat, aku begini memalukan, hanya tinggal cawat katok (merubah suaranya)
Sobrat! Sobrat! Kamu pulang, nak. Oh, anakku saying semata wayang. Bawa harta dan sutra, bawa
kemakmuran bagi kampungmu. Sobrat dating! Sobrat dating! Sobrat saying, anakku semata wayang!

(bersuara keras)

Tapi, aku takkan pulang, Mi. aku telah terjebak dalam pusaran hidup di bukit Kemilau ini. Aku takkan
pulang, Mi. aku belum kaya, Mi. utangku banyak, Mi. aku harus menggali bukit padas dan batu keras, Mi.
aku harus masuk sumur maut berjam-jam, Mi. sembari berdoa agar talinya tidak putus, Mi! aku takkan
pukang, Mi! (Sobrat menjatuhkan dirinya ke tanah. Hening)

SOBRAT (lirih)

Aku akan pulang, bila aku sudah kaya, Mi…!

LAMPU GELAP

BAGIAN DUA

Tampak permainan music kendang pencak silat irama “Padungdung” . Terompetnya bertuat-tuit riang.
Tampak pula adu gulat tradisional ala Sunda yang disebut “permainan Dogong” tengah berlangsung.
Yang bermain yaitu Sobrat dan Samolo. Kedua-duanya jago Dogong kampong Lisung, semenara itu
tampak pak Ngabihi – kepala kampong – ditemani Inang Honar, tamu istimewa dari seberang sekaligus
seorang pencari tenaga kerja. Orang-orang berkerumun menikmati permainan Dogong.

Tiba-tiba Sobrat berhasil menjatuhkan Samolo dan menindihnya, Samolo tak berdaya, ia kalah. Semua
bersorak. Inang Honar dengan kipas warna merahnya tampak senang, music kendang pencak sila
terdengar naik-turun. Jika ada dialog, terdengar menurun, sementara jika merespon situasi, akan
terdengar menaik.

WASIT DOGONG

Akhirnya, lahir jago Dogong baru dari kampong Lisung, yaitu Sobrat!

ORANG-ORANG

Hidup Sobrat! Hidup Sobrat!

Musik naik. Tampak Sobrat bersalaman dengan Samolo. Music menurun, sampai akhirnya berhenti. Para
pemain music pengiring permainan Dogong berkemas. Lalu Sobrat dipanggil menghadap Inang Honar.
Inang Honar mengeluarkan sekanjut kundang uang logam, dan ditimang-timangnya di depan Sobrat.
Semua orang kampong melongo

INANG HONAR

Kamu luar biasa. Permainan Dogong memang permainan lelaki. Hanya lelaki kuatlah yang bisa main
Dogong. Di tempat asalku permainan semacam ini disebut masurangut . Kalau kalian ikut aku, kalian
akan memiliki banyak uang seperti ini. (Memberi uang pada Sobrat) persenan ini untukmu, terimalah!
Ingat, itu hanya beberapa benggol. Kalau kamu mau, kamu bisa dapat lebih banyak!

SOBRAT

Bagaimana caranya, Inang?

INANG HONAR

Kamu ikutlah aku ke bukit Kemilau. Tinggal korek-korek tanah, kamu akan dapatkan emas sebesar biji
salak. Kamu mau jadi penambang emas di sana?

PEMUDA-PEMUDA KAMPUNG
Mau, mau!

INANG HONAR (tertawa)

Bagus, aku senang para pemuda yang trengginas . Apakah kalian penakut?

PEMUDA-PEMUDA KAMPUNG

Tidak, tidak!

INANG HONAR

Siapa penakut, boleh mundur! (menunggu reaksi) Ternyata semuanya adalah pemberani. Di sana nanti
kalian akan dapatkan apa yang kalian inginkan, emas gadis dan kebebasan hidup. (Pada Sobrat) kamu
merasa bahagia mala mini. Tapi ingat anak muda, kebahagiaanmu ini belum seujung tahi kuku kalau
dibandingkan dengan kebahagianmu di tanah seberang nanti, tanah yang berpendar-pendar karena
kemilau emas, gadis-gadisnya yang berkulit kuning bersih dan halu, dan satu lagi…. Kebebasan hidup
akan kamu reguk sepuasnya.

PEMUDA-PEMUDA KAMPUNG

Kami ingin ikut, kami ingin ikut!

INANG HONAR

Bagus, bagus.

SAMOLO

Bagaimana caranya, Inang?

INANG HONAR

Pokoknya begini saja. yang akan ikut nanti berkumpul di kedai Wak Lopen. Tapi harus daftar dulu sama
pak Ngabihi ini ya!?

Inang Honar pergi diikuti pak Ngabehi dan dua orang centeng, Sobrat dan para pemuda kampong
berkumpul
SAMOLO

Kamu mau pergi, Brat?

SOBRAT

Aku harus minta izin Mimi dulu.

Para pemuda kampong menertawakan ucapan Sobrat

SAMOLO

Seperi anak kecil saja harus minta ijin. Kamu kan sudah gede, pake izin segala…

SOBRAT

Jangan begitu, Lo. Kamu enak sudah tidak ada yang melarang, aku kan masih ada Mimi. Surga itu ada di
telapak kaki Ibu!

SAMOLO

Kaki ibu? Kaki Mimimu kan rorombeuheun dan bau!?

Para pemuda kampong menertawakan ucapan Samolo. Dengan satu rangkulan dan pitingan, Samolo tak
berdaya dijepit Sobrat. Ia hamper tak bernapas.

SOBRAT

Ucapkan sekali lagi, Lo. “Kaki mimiku rorombeuheun dan bau!” Ayo!.

SAMOLO

Ampun, Brat, aku hanya main-main! Ampun!

SOBRAT
Ibu tak boleh dipakai main-main! (pada yang lain) Kalian dilahirkan oleh siapa heh? (Hening dan diam.
Sobrat melepaskan jepitan, lalu pergi)

SAMOLO

Hei Brat, kamu jadi ikut? Jangan lupa, kami tunggu di kedai Wak Lopen.

Sobrat hanya mengangguk sambil ngeloyor pergi

LAMPU GELAP

BAGIAN TIGA

Kamar Sobrat hanya diterangi Cempor. Muncul orang satu persatu sambil bersiul. Mereka menyeret
rantai emas. Sobrat terbangun

SOBRAT

Apa itu?

ORANG I (berbisik)

Rantai emas, kawan!

SOBRAT

Rantai emas? Dari mana?

ORANG II

Rantai emas yang kami rangkai menjadi rantai (bersiul)

SOBRAT
Wah, menyenangkan!

ORANG I

Kamu juga bisa dapatkan semua ini!

SOBRAT

Di mana, kawan?

ORANG II

Di tanah seberang, di bukit Kemilau!

Orang-orang bersiul-siul kembali sambil menyeret rantai emas. Muncul seorang wanita cantik
berpakaian meriah, dan memakai perhiasan emas yang sangat banyak

SOBRAT

Kamu siapa?

WANITA

Aku wanita tentu saja!

SOBRAT

Wanita emas, emas semua!

WANITA

Tentu saja emas. Kamu bisa dapatkan emas, juga aku. Di tanah seberang aku menantimu! (Pergi)

Muncul orang-orang yang seluruh jari tangannya bercincin emas dan masing-masing membawa alat judi
koplok. Iramanya beraturan
SOBRAT

Kalian mau kemana?

ORANG I

Berjudi, kawan!

SOBRAT

Berjudi? Apa tidak dilarang?

ORANG II

Kami orang-orang yang bebas berjudi. Dengarkan iramanya

Semua membunyikan alat judi Koplok

ORANG II

Kamu dengar? Merdu bukan?

SOBRAT

Jari-jari tangan kalian, itu semua cincin emas?

ORANG I

Emas tentu saja. kamu bisa bergabung dengan kami di tanah seberang!

Mereka kembali membunyikan alat judi Koplok, lalu pergi. muncul Mongkleng berjubah hitam,
berpayung hitam. Wajahnya tersembunyi

MONGKLENG (memanggil-manggil)
Soobrat, sobrat….!

SOBRAT

Siapa?

MONGKLENG

Aku mongkleng. Siapa aku hanya aku yang tahu (tertawa)

SOBRAT

Kamu tahu namaku?

MONGKLENG

Siapa yang tak kenal pemuda baik hati, suka menolong sesame, bakti pada ibunya, meski miskin dan
sederhana.

SOBRAT

Kamu tahu darimana?

MONGKLENG

Aku ya aku, siapa aku hanya aku yang tahu. (Ditekan) Tapi, apabila kamu mengiga kenakalanmu,
keisenganmu, keinginanmu yang terpendam, kamu pasti tahu siapa aku, Sooobrat!

SOBRAT

Kalau aku ingat kenakalanku, keisenganku dan keinginan terpendamku, aku bisa tahu siapa kamu? Aneh!

MONGKLENG

Ya tidak aneh. Mahluk punya dua sisi, seperti semua mata uang, entah Kepeng , Gobang , benggol, dinar,
perak atau emas. Pokoknya mata uang berwajah ganda. Kiri dan kanan!
SOBRAT

Aku pernah nyuri tebu!

MONGKLENG

Bagus!

SOBRAT

Aku pernah nyolong katok!

MONGKLENG

Bagus!

SOBRAT

Aku pernah ngintip pengantin baru!

MONGKELNG

Bagus, teruskan!

SOBRAT

Aku pernah ngintip Nok Nuning yang paling cantik di kampungku!

MONGKLENG

Bagus, tambah seru!

SOBRAT

Aku dendam pada Ngabihi!

MONGKLENG
Bagus, tapi kenapa?

SOBRAT

Dia rebut Iloh pacarku jadi istri kelimanya!

MONGKLENG

Bagus! Nanti kamu bisa balas kalau kamu sudah kaya!

SOBRAT

Mengapa harus kaya dulu?

MONGKLENG

Orang kaya bisa apa saja! seperti Ngabihi! Bagaimana!?

SOBRAT

Bagaimana apa?

MONGKLENG

Jangan bodoh! Sejak sekarang kemana kamu pergi, aku menemani!

SOBRAT

Nanti orang takut melihatmu!

MONGKLENG

Hanya kamu saja yang tahu!

SOBRAT

O, begitu!
MONGKLENG

Kalau begitu, salaman!

Salam sabrang empat puluh empat!

Si Mongkleng dating terus jadi sobat!

SOBRAT

Kamu akan menemaniku selamanya?

MONGKLENG

Asalkan kamu selalu bernafsu! Niscaya aku selalu menemanimu. Mari kita berpetualang ke tanah
seberang. Kita korek tanahnya. Kita ambil emasnya. Kita ambil gadisnya. Kita kumpulkan uangnya,
seskalisekali kita juga berjudi. Ayo kita ke warung Wak Lopen.

SOBRAT

Bagaimana dengan Mimi?

MONGKLENG

Dia kan hanya melahirkanmu! Tidak lebih, tidak kurang! Sudah! Ayo!

SOBRAT

Apa tidak dosa?

MONGKELNG

Dosa? Lakukanlah dosa, biar malaikatmu ada kerja! Ayo! Kawan-kawanmu sudah berkumpul!

SOBRAT

Aku bilang dulu sama Mimi!


MONGKLENG

Tidak usah! Apa kata mereka, kalau Sobrat – jagoan Dogong dari kampong Lisung – tidak bearni pergi ke
tanah seberang karena takut sama miminya. Betapa pengecutnya dia! (menepuk pundak Sobrat)

Mau omongan iu yang kau dengar!?

SOBRAT

Tidak!

MONGKLENG

Kalau begitu, tunggu apa lagi? Kia kabur dari sini

Sobrat di bawa Mongkleng. Suara kokok ayam jantan. Mimi muncul dan hanya melihat Cempor masih
mneyala di tempat Sobra. Tapi Sobrat tak ada

MIMI

Sobrat…! Sobrat…! Sobraaaat!

LAMPU GELAP

BAGIAN EMPAT

Adegan ini merupakan perjalanan rombongan calon kuli kontrak tambang emas di tanah seberang,
tampak Inang Honar diikuti oleh Samolo, Sobrat, Sadang, Doyong dan Suweng. Tanpa setahu mereka,
Mongkleng dengan berpayung hitam turut menaungi Sobrat

INANG HONAR

Jangan lihat ke belakang. Terus jalan ke depan. Kampong halaman kalian memang tempat kalian
dilahirkan, tetapi tak memberikan harapan. Kalau hanya ngurus kebo, kambing atau bebek, tak ada
manfaatnya. Kalian adalah lelaki kampong yang kuat perkasa, jago-jago dogong nomor wahid. Nanti di
sana kalian pasti gembira, mendapatkan kerja, harta dan wanita.

MONGKLENG

Dia bicara seenaknya karena memang sudah enak. Tinggal jalan-jalan ke tanah Jawa, dapatkan tenaga
kuat sepertimu, Sobrat!

SOBRAT

Jangan keras-keras!

MONGKLENG

Mereka tak tahu ada aku, hanya kamu! Aku kan belahan jiwamu!

INANG HONAR

Jangan bicara sendiri, Sobrat! Nanti disangka gila! Orang gila di sana dipenjara!

SOBRAT

Apa salah mereka Inang?

INANG HONAR

Mencuri emas! (membagi rokok) merokoklah untuk mengusir dingin. Kita akan terus berjalan. Kalian
akan keluar dari pelosok kampong ini. Kalian akan makan daging ayam, memakai baju sutera bersulam
emas dan punya wanita cantik dua atau tiga!

SAMOLO

Benarkah itu, Inang?

INANG HONAR

Lihat saja nanti!


Semua merokok, asapnya mengepul di sana-sini. Rombongan itu seperti kereta lori tebu

SADANG

Di kampong kita tidak pernah begini, ya?

DOYONG

Sebenarnya sedih juga tinggalkan kampong!

SOBRAT

Jangan sedih, kita pulang sudah kaya!

DOYONG

Kamu sedih tidak, Brat?

SOBRAT

Buat apa sedih?

INANG HONAR

Ayo terus jalan, perjalanan kita masih jauh!

DOYONG

Bagaimana kebomu? Siapa yang ngasih rumput? siapa yang memandikannya? Siapa yang
mengandangkannya?

SOBRAT

Aku tidak peduli! Uang hadiah Inang Honar direbut Pak Ngabihi. Katanya, buat panjar kebo yang kuurus
jadi milikku!
SAMOLO

Wah, kamu ditipunya! Dengan uang segitu kamu bisa beli kebo sarakit , Brat!

SOBRAT

Aku juga tahu, tapi biar saja. akan kubalas nanti, sepulang aku dari tanah seberang. Ngabihi akan
bertekuk lutut padaku. Percayalah!

SADANG

Bagaimana Mimimu?

SOBRAT

Mimi?

MONGKLENG

Lupakan saja Ibumu, raih masa depan! Lupakan saja Ibumu, raih kehidupan!

SOBRAT

Biar saja, mimi bisa jaga diri!

SUARA MIMI

Sooobraaat! Soooobraaat! Dasar anak nekad, buat apa kamu pergi ke tanah seberang. Buat apa? Tanah
kampungmu sendiri masih bertanah merah, airnya carcur mengalir jernih, dan rumput tegalannya masih
hijau luas. Kamu bisa ngangon kebo kapan saja. jangan tergoda oleh si perempuan seberang itu! apa
kamu tidak ingat si Donto, kebo kesayanganmu? Meskipun bukan milikmu! Sooobraat! Pulang, nak!
Kamu akan menyesal! Kamu tahu penyesalan itu tidak pernah dating lebih dulu!

SOBRAT

Aku mendengar suara Mimi?


MONGKLENG

Alaaah, itu hanya gema yang tersisa di relung otakmu!

INANG HONAR (membentak)

Hei! Kenapa lambat!? Ayo jalan terus! Anak-anak muda seperti kalian pantang untuk berhenti berjalan.
Ingat emas, gadis-gadis cantik dan judi! Ayo jalan! (pada Sobrat) kamu melamun?

SOBRAT

Tidak, Inang. Aku hanya menikmati hangatnya rokok!

INANG HONAR

Ingat, siapa yang ragu dan bimbang takkan sampai tujuan! Yang dating ke tanah seberang adalah orang-
orang yang kuat, gigih, ulet, berani dan tak ada keraguan sedikitpun! Sebentar lagi kita sampai!

SAMOLO

Kalau sudah sampai kita kumpulkan emas!

SADANG

Kita cari perempuan!

DOYONG

Berjudi sampai pagi!

SOBRAT

Kita pulang bawa harta berkoper-koper!

Semua tertawa
INANG HONAR

Jangan terlalu senang. Kita sudah sampai!

SOBRAT

Tanah seberang, Inang/

DOYONG

Apa ada makan, Inang?

SAMOLO

Kenapa belum nyebrang?

INANG HONAR

Bodoh, kalian! Kita baru sampai di mulut Bandar Betawi! Kalian akan bergabung dengan yang lainnya.
Kita istirahat dulu, kalian boleh makan atau minum, nanti aku yang layani!

LAMPU GELAP

BAGIAN LIMA

Di atas kapal “De Boulsit” pengangkut para kuli kontrak tambang emas

DOYONG

Aku mau pulang!

SAMOLO

Pulang…pulang saja. itu yang kamu omongkan! Aku bosan tahu!


DOYONG

Aku sudah muntah dua kali!

SAMOLO

Muntah saja didongengkan! Kepalaku yang rasanya saja sudah sebesar gentong, tidak ribut!

DOYONG

Aku mual lagi!

SOBRAT

Muntahkan saja semuanya, Yong! Nanti akan diganti dengan lauk pauk yang enak, hangat, empuk dan
berkuah!

DOYONG

Jangan nyindir, Brat!

SOBRAT

Kamu kan yang bilang. Makan enak, hangat, mengepul, empuk dan berkuah! (tertawa)

DOYONG

Sobrat, kapan sampainya?

SOBRAT

Tanya Inang!

Doyong mendekati Inang yang bertubuh tambun dan tengah mendengkur di pojok

DOYONG
Inang…. Inang…!

Inang belum bangun, tiba-tiba Doyong muntah di depan Inang dan muntahannya terciprat pada wajah
Inang. Inang bangun, terkejut dan marah

INANG HONAR

Setan! Apa mau kamu muntah di sini!?

DOYONG (Kaget)

Maaf Inang, aku tak sengaja!

INANG HONAR

Tak sengaja bagaimana? Kamu daang dari sana dan muntah di sini, apa itu bukan disengaja?
(mendorong kepala Doyong) Dasar mahluk kampong bau lesung!

DOYONG (Tiba-tiba berteriak)

Aku mau Tanya, kapan sampainya?

INANG HONAR

Bua apa Tanya itu?

DOYONG

Buatku, supaya tidak muntah terus!

INANG HONAR (Tertawa)

Kamu bikin aku tertawa (pada para kuli) Hei para kuli, kalian dengar nih! Si Doyong ini Tanya kapan
sampainya karena dia tak tahan muntah terus-terusan. Kalian harus tahu, dia mabuk laut. Kalau dia
mabuk laut, itu artinya dia dibelai danyang laut. Kalau tidak mabuk, justru goblok!
SOBRAT (Teriak)

Saya tidak mabuk, Inang!

INANG HONAR (Tersenyum)

Oh, kamu lain, Sobra! Aku tahu kamu paling kuat diantara pemuda dari kampung ini. (mendekat) aku
tahu kalian calon orang kaya yang akan pulang ke kampungmu dengan membawa uang berkoper-koper,
dan tentu saja dengan yang menor-menor! (tertawa)

SOBRAT

Tapi, bagaimana supaya Doyong tidak mabuk terus?

SADANG

Ya Inang, muntahnya bau!

INANG HONAR

Tidak ada jalan, kecuali perutnya terkuras habis! (pada Doyong) muntah lagi saja! puas-puaskanlah kamu
muntah!

Doyong memang muntah sampai habis dan tak berdaya. Mungkin pingsan. Semua menertawaknnya,
Inang kembali ke tempanya, ia tidur lagi. Tiba-tiba lewat dua kelasi membawa gadis kuli dengan
kasarnya. Gadis iu tampak cantik, walaupun agak kusut. Namanya Rasminah.

RASMINAH

Saya bukan pelacur!

KELASI I

Bodoh! Kalau kamu layani nahkoda, kamu jadi kaya!

RASMINAH

Saya mau kerja, bukan mau digoda!


KELASI II

Bohong kamu! Ayo ikut!

RASMINAH

Tidak mau! Tidak mau! Tolong saya!

Sobrat terbangkitkan, ditambah lagi dia dicolek Mongkleng

SOBRAT

Kelasi konyol

MONGKLENG

Tunjukkan padanya kamu bisa! Jago Dogong dari kampong Lisung!

Sobra dating, menarik tangan dua kelasi tersebut. Kelasi itu terkejut. Rasminah menjerit-jerit, menepi.

KELASI I

Kamu siapa heh?

SOBRAT

Namaku Sobrat!

KELASI II

Kamu hanya kuli sialan!

SOBRAT

Kalau berani, jangan pada dia (menunjuk Rasminah)


KELASI I

Kamu cari mati?

KELASI II

Hantam saja, jangan banyak cingcong!

Para kelasi mengurung Sobrat. Tetapi dengan satu cengkraman, Sobrat berhasil membanting kelasi I dan
selanjutnya mencengkram kelasi II. Kelasi II agak bisa bela diri. Tapi berkat jago Dogong Sobrat, kelasi II
itu pun akhirnya tak berdaya. Mereka minta ampun dan batuk-batuk

SOBRAT

Pergi kalian! Sekali lagi lewat ke sini, jadi bangkai kalian!

Para kelasi pergi

KELASI I

Nahkoda akan marah!

KELASI I

Awas kamu!

SOBRAT (Mendekati Rasminah)

bagaimana?

RASMINAH

Terima kasih kang, saya takut sekali!


SOBRAT

Sobrat, dari kampong Lisung!

RASMINAH

Rasminah dari Caruban

SOBRAT

Kamu ikut Inang?

RASMINAH

Tidak, saya dijual kakak saya (menangis) kebo kami satu-satunya mati. Bapak miskin, sawah tidak
punya…. Dia kusir gerobak…. Tak ada kebo, tak ada gerobak…. Lalu saya dijual kakak saya yang suka judi.
Namanya Lamba…. Saya mau diberi emas, ternyata dibawa jadi kuli.

Semua yang mendengarkan kisah Rasminah merasa terlibat. Tiba-tiba nahkoda, seorang yang tinggi
besar dan kasar berdiri sambil mengacungkan pistolnya. Di belakang nahkoda berdiri dua kelasi yang
habis dihajar Sobrat

NAHKODA

Mana orangnya yang mengaku jagoan?

Semua kaget dan takut, kecuali Sobrat. Sobrat berdiri. Mongkleng di sampingnya.

MONGKLENG

Jangan takut, pistol itu akan ditembakkan. Jangan sebut Mongkleng kalau kamu tak terlindungi!

SOBRAT

Aku, Tuan!
NAHKODA

Hebat kamu jagoan. Tapi, apa dengan ini akan mempan?

Ketika akan menarik perlatuk, inang honar berteriak

INANG HONAR (Teriak)

Kamu tarik pelatukmu, kamu juga mati, Nahkoda!

Semua mata menengok kea rah Inang Honar, tampak Inang Honar berdiri di tempat tidurnya sambil
mengokang bedil yang cukup ampuh di zaman itu.

MONGKLENG

Kamu adalah hartanya! Kamu dijaganya! (tertawa)

NAHKODA (Ragu)

Aku butuh perempuan itu, Inang!

INANG HONAR

Dia juga hartaku, Nahkoda kabunang! Aku memesannya khusus dari lamba! Kenapa tidak minta pada
Lamba!

NAHKODA

Lamba tertahan di Bandar Betawi! Dia ada urusan lain! Aku hanya meminta hakku saja!

INANG HONAR

Baiklah! Kulihat dulu! (Inang Honar mendekat tetap dalam siaga) Jangan coba-coba bermain senjata
denganku, Kabunang! (pada Rasminah) siapa namamu?

RASMINAH
Rasminah, Inang!

INANG HONAR

Kamu dikawin Lamba?

RASMINAH

Benar Inang!

INANG HONAR

Dia pernah bilang aku mamanya?

RASMINAH

Benar, Inang!

INANG HONAR (Pada Nahkoda)

Nggak bisa, dia hartaku juga. Lamba anak angkatku. Jadi, lebih baik kamu bawa berlayar seorang lonte
atau beberapa lonte saja. dan kamu gilir sepuasmu. Wanita ini tidak bisa kamu ganggu (melirik Sobrat)
kamu suka dia?

SOBRAT (Kaget dan malu)

Oh, iya…oh, tidak!

MONGKLENG

Ngaku terus terang. Kamu pahlawan bagi Rasminah!

SOBRAT

Benar aku suka, Inang! Tapi….


INANG HONAR

Tak ada tapi, bawa dan lindungi Rasminah olehmu. Perhitungannya nanti saja kalau kita sudah berada di
Bukit Kemilau! (Pada nahkoda) silakan cari yang lain, asal jangan pesanan Lamba, bagaimana?

NAHKODA

Aku mengalah, Inang. Tapi aku minta syarat pengganti!

INANG HONAR

Katakan!

NAHKODA

Aku ingin lonte dari Bandar Betsi!

INANG HONAR

Kamu mau berapa? Dua, tiga atau lima? (menepuk pundak) jangan khawatir, aku kenal Mandilungga,
mucikari besar di Bandar Betsi! Jangan takut, aku tak pernah ingkar janji!

NAHKODA

Wah, Inang. Maafkan Beta . Beta emosi, Inang (pada dua kelasi) lain kali kalau kamu bawa perempuan,
Tanya dulu!

KELASI I &II

Baik!

NAHKODA (Pada Sobrat)

Anggap tak pernah terjadi. (Pergi)

Semua tenang kembali. Rasminah tampak mengikuti Inang Honar

MONGKLENG
Jangan takut, dia aman! Berbaktilah pada Inangmu, kamu akan dapatkan Rasminah! Dia lebih aduhai
dibandingkan si Iloh yang dikawini Ngabihi, bukan!?

SOBRAT

Benar, Mongkleng!

LAMPU GELAP

BAGIAN ENAM

Di bukit Kemilau. Terdengar suara kentungan dibunyikan sebagai tanda para kuli penambang emas mulai
bekerja. Tampak masuk para kuli penuh semangat. Mereka bertelanjang dada.

MANDOR BOKOP (teriak)

Kalian antre yang tertib! Sudah ambil duit, ambil belincong dari bakul! (Pada Mandor Burik ) Panggil
satu-satu!

MANDOR BURIK (Memanggil)

Samolo! Santono! Kartijo! Kardun! Marjun! Duweng! Kamran! Sobrat! Doyong! Sadang! Epeng! Damirin!
(Memanggil terus)

Semua kuli telah memegang blincong dan baku

MANDOR BOKOP (Teriak)

Dengarkan semua! Aku mandor Bokop, penjaga bukit Kemilau. Bukit Kemilau ini milik Tuan Balar . Kalian
beruntung menjadi pekerjanya. Nanti kalian masuk kawasan Bukit Kemilau! Tetapi, jangan terlalu jauh
sebab ke selatan ada Hutan Burun yang masih perawan. Banyak binatang buas, babi hutan dan harimau!
Juga banyak rawa berlintah! Lintahnya sebesar ibu jari! Ngerti!

PARA KULI (Serempak)

Ngerti!
MANDOR BOKOP (Kepada Mandor Burik)

Kamu jaga mereka. Aku mau tidur! (Berbisik) tadi malam aku berjudi sampai pagi!

MANDOR BURIK (Teriak)

Jangan berhenti sebelum kentungan berbunyi!

Para kuli menyanyikan semboyan mereka

PARA KULI (Serempak)

Sekali kerja, tetap kerja.

Biji emas dimana-mana

Namun, Doyong tampak meringis-ringis. Ia menepi. Ia dibentak Mandor Burik

MANDOR BURIK (Membentak)

Hei! Kembali ke tempatmu! Kuli! Apa kamu tuli? Kembali ke tempatmu!

DOYONG

Sebentar, istirahat!

MANDOR BURIK

Apa? Istirahat? Enak saja kamu, apa kamu sudah lupa perintah Mandor Bokop heh? Jangan berhenti
sebelum kentungan bunyi!

DOYONG

Sebentar saja, Mandor!


MANDOR BURIK (Menendang Doyong)

Enak saja sebentar-sebentar! Cepat kerja!

Sobrat melihatt kelakuan kasar mandor Burik terhadap kawan sekampungnya. Ia memburu mendekat

SOBRAT

Mandor, jangan ditendang-tendang begitu! dia kawanku, Mandor! (mendekati Doyong) kamu tidak apa-
apa, Yong?

DOYONG

Agak mulas, mana aku agak mencret! Mandor sialan!

MANDOR BURIK

Apa kamu bilang!?

DOYONG

Dia dengar, Brat!

MANDOR BURIK

Ayo kembali bekerja! Orang lain juga kerja!

SOBRAT

Dia sakit perut, mandor. Dia agak mencret!

MANDOR BURIK

Alah… alas an saja! dasar pemalas!

DOYONG
Saya sakit perut, Mandor!

MANDOR BURIK

Kembali kerja atau kulecut dengan cambuk ini! (Mengeluarkan cambuk dan hendak mengayunkannya)

SOBRAT

Jangan, Mandor! Biarkan saja dulu, Mandor. Apa Mandor tak pernah sakit perut!?

MANDOR BURIK

Apa kamu bilang!? (Melecut) jangan bilang begitu! di kampungmu kamu bisa bilang apa saja, ttetapi di
sini lain…. Ini tanah Bukit Kemilau dan aku penjaganya! Kembali ke tempatmu, kuli!

SOBRAT

Tidak mau!

MANDOR BURIK (Marah)

Itu bukan kata anjing kuli Kontrak. Mampus kau! (melecut)

Sobrat mencoba melawan

SOBRAT

Kita bertarung secara jantan, Mandor!

MANDOR BURIK

Apa kamu bilang?

SOBRAT

Kita bertarung secara jantan, Mandor!


MANDOR BURIK

Boleh saja… apa maumu?

SOBRAT

Beri aku cambuk!

MANDOR BURIK

Enak saja! rasakan! (Melecutkan cambuk)

DOYONG (Berteriak)

Sobrat sama Mandor berkelahi!

Mandor Burik dan Sobrat berkelahi, kuli-kuli berkumpul, melingkar. Sambil menyanyikan semboyan
mereka. Awalnya, Mandor Burik Berjaya dengan cambuknya. Namun, cambuknya berhasil direbut
Sobrat, dengan satu kali ayunan dan pitingan, Mandor Burik tak berkutik. Tiba-tiba terdengar suara
tembakan

SOBRAT (Pada mandor Burik)

Kamu masih beruntung, Mandor! (Melepaskan pitingan)

MANDOR BOKOP

Kamu jangan jadi jagoan di sini! Di kampungmu kamu jagoan. Di sini aku jagoannya! Kamu masih untung
tak kutembak sebab kuli kiriman Inang Honar memang kuli pilihan! Ingat Sobrat, sekali lagi kamu
berbuat onar, peluruku akan langsung bersarang di jantungmu! (Memerintahkan) ayo kerja lagi!

Para kuli kembali menyanyikan semboyan kerja mereka. Muncul Mongkleng berbaju hitam, berpayung
hitam.

MONGKLENG (Tertawa)
Sobrat, hati-hati dengan mandor yang gembung mukanya itu. dia tidak main-main. Tapi jangan takut,
nanti kita buat dia tak berkutik. Kamu hebat karena kuli-kuli lain akan berhati-hati padamu! Kamu bisa
bikin komplotan!

SOBRAT

Aku mau kerja!

MONGKLENG

Kerjalah! (tertawa) ah, itu dia mandor sok itu!

Mandor Bokop tampak sombong. Ia merokok dengan pongahnya. Ia tak tahu kalau Mongkleng
berkeliling di sekitar dirinya

MONGKLENG

Kentut! Beraninya pakai bedil! Nanti kamu akan tahu rasa. Si Sobrat kawan karibku itu bukan orang
sembarangan. Kamu akan bertekuk lutut di kakinya, wahai mandor gembung muka!

LAMPU GELAP

BAGIAN TUJUH

Di barak para kuli. Malam. Suara kentungan terdengar monoton, tanda mereka harus beristirahat.

SUARA MANDOR

Ayo tidur!

Sobrat masuk membawa cempor. Terdengar suara cekikikan wanita

BROMO
Aku akan kasih kamu emas

LAMPOK

Dinar emas besar atau kecil?

BROMO

Yang besar….!

LAMPOK

Ada orang!

BROMO

Biar saja. dia kuli baru…baru beberapa hari.

LAMPOK

Dia lihat kita.

BROMO

Biar saja, nanti juga biasa…. Ingat! Dinar emas besar!

LAMPOK

Sabar sedikit….!

Sobrat mengecilkan cempor. Tidur. Suara Lampok cekikian nakal, serta tawa tertahan Bromo. Muncul
bayangan Inang Honar.

INANG HONAR (Tertawa)


Di tanah yang subur itu banyak wanita muda…. Cantik-cantik, montok…montok… goyangannya amboi….
Di tanah yang subur itu kalian bebas berjudi, kapan saja….! semua yang pergi ke sana, setelah beberapa
tahun, pulang sudah kaya raya (Tertawa) kamu anak muda yang gagah…. Pasti kamu akan cepat kaya….
Pasti kamu akan cepat kaya!

Sobrat bangun tersentak. Lampok menjerit kaget, Bromo duduk lelah.

LAMPOK

Sialan! Dia mimpi buruk rupanya!

BROMO

Sudahlah, mimpi buruk masih untung daripada tidak bermimpi sama sekali (Pada Sobrat) lebih baik
kamu tidur lagi Sobrat. Padamkan saja cempormu biar kau tenang!

Sobrat memadamkan cempor

LAMPOK

Aku pulang….

BROMO

Kita bertemu lagi di tempat judi Dongson

LAMPOK (tertawa)

Ya, tentu. Sering-seringlah menang. Terima kasih, Bang Bromo (Pergi)

Keadaan sepi

BROMO

Kudengar kamu jagoan, anak muda?


SOBRAT

Kudengar wak, juga!

BROMO

Ah, itu dulu ketika tubuhku masih sebayamu. Tapi, sekarang aku sudah renta, loyo dan hanya sisa-
sisanya saja!

SOBRAT

Tapi, masih dipanggil Abang?

BROMO

Ah, hanya untuk hiburan saja. di kampungku orang seperti aku disebut tua bangkaan! (terkekeh)

SOBRAT

Wak jagoan apa?

BROMO

Aku dulu seorang Bromocorah ! Di kampungku siapa yang tak kenal bromocorah Surobromo!?

SOBRAT

Apa jahatnya, Wak?

BROMO (Terkekeh)

Ah, tak pernah aku hitung. Terlalu banyak kejahatan yang kulakukan di sana!

SOBRAT

Wak lari?
BROMO

Tidak, aku tidak lari. Aku hanya ingin mencari ketenangan, ketika kudengar ada orang-orang seberang
yang bisa mengajak siapa saja, terutama laki-laki yang kuat. Aku ikut Inang Bukat kemari, jadi kuli
kontrak. Kutingggalkan semua yang kucinta sekaligus kubenci (Diam)

SOBRAT

Wak temukan ketenangan itu?

BROMO

Ya, kutemukan. Aku merasa melupakan masa laluku. Aku menebus dosa-dosaku. (tertawa pahit)
sekarang kamu lihat, aku hanya seorang kuli penambang terlama dan tertua di Bukit Kemilau ini. Kamu
sendiri kenapa jadi kuli?

SOBRAT

Aku jadi kuli? (Diam) aku ingin kaya!

BROMO (Tertawa pahit)

Impian semua orang!

SOBRAT

Kudengar Wak sebenarnya bisa kaya, tapi selalu habis di lantai judi!?

BROMO

Benar. Ah, kamu pasti pernah nonton wayang?

SOBRAT

Aku suka wayang, kisah apapun aku hafal di luar kepala!


BROMO

Bagus. Kamu pasti ingat kisah Pendawa Dadu ?

SOBRAT

Wah, itu peristiwa yang memalukan Pandawa!

BROMO

Nah, itulah kisah yang dianggap memalukan Pendawa. Padahal intinya Pendawa baru saja akan
menjalankan darmanya. Cerminannya ada pada tekad Yudhistira atau Puntadewa yang terus berjudi!
Walaupun harus hilang segala yang dicintainya, segala yang dikasihinya (Diam) akulah Yudhistira itu!
akulah Puntadewa itu! berjudi karena Derma. Kamu harus tahu, bahwa judi itu gambaran hidup
manusia. Apalagi laki-laki. Semua laki-laki ingin berjudi, Cuma ada yang takut dan ada yang berani. Itu
saja.(Diam) kamu jagoan apa?

SOBRAT

Dogong, Wak!

BROMO

Apa itu?

SOBRAT

Adu banting, adu piting, siapa yang kuat dialah jagoannya!

BROMO

Oh, didaerahku namanya Patol, kalau di daerah sini, namanya masurangut (Terkekeh) bagus kalau
begitu, kamu jagoan juga. Artinya, aku dapat kawan.

SOBRAT

Kawan? Apa maksud Wak?


BROMO

Kawan untuk berkomplot! Mereka juga berkomplot, mandor-mandor itu berkomplot, para Inang
berkomplot, tuan balar berkomplot!

SOBRAT

Berkomplot untuk apa, Wak?

BROMO

Untuk unjuk gigi bahwa kita punya taring! (menirukan gerakan silat Jawa) kudengar kamu unjuk gigi tadi
siang. Kudengar Mandor Burik yang wajahnya seperti batu padas itu, kamu cekik tak berkutik!

SOBRAT

Ya, orang sombong memang harus di dogong! Tapi, Mandor Bokop sialan itu menolongnya.

BROMO

Dia paling sombong dan pongah. Aku pernah berebut seorang biti-biti yang menjadi bintangnya tempat
judi milik Dongson dulu. Kalau tidak salah bernama Nauli yang menurut bahasa daerah Tapakdara
artinya cantik atau molek

SOBRAT

yang menang siapa?

BROMO

Tentu saja aku (Terkekeh) aku baru menyerahkan Nauli ketika aku kalah judi. Itu pun karena aku
berutang pada Mandor Bokop. Aku habis sampai tinggal cangcut , katok milikku satu-satunya sebagai
penutup kemaluanku

SOBRAT (Tertawa)

Gila, benar-benar gila!


BROMO

Kamu juga gila! Mau-maunya jadi kuli! Ditipu si Inang gemuk itu! (terkekeh)

SOBRAT

Sekarang Nauli masih milik Mandor?

BROMO

Tidak lagi. Nauli dijadikan Nyai dan dibawa kawan tuan Balar, entah siapa. Katanya, Mandor Bokop
menjualnya

SOBRAT

Jadah dia!

BROMO

Semua orang di bukit Kemilau ini memang sudah jadi jadah! (terkekeh) tapi kamu harus sabar, Sobrat.
Kamu harus punya rencana (Menyodorkan rokok) ini tembakau Deli pilihan, kupesan dari wanita biti-biti
semacam Lampok tadi

SOBRAT (Merokok lalu batuk-batuk)

Wah, lumayan banget! Api itu biti-biti, Wak?

BROMO

Biti-biti hanya istilah di sini buat perempuan penghibur berahi laki-laki. Konon arti sebenarnya adalah
abdi istana-istana Melayu pada masa kerajaan dulu

SOBRAT

Wak suka biti-biti?

BROMO
Nanti kubawa kamu ke tempat Dongson. Kamu akan lihat biti-biti di sana. Si Lampok ini tidak seberapa,
ada banyak yang lebih montok dan menor-menor seperti burung hantu!

SOBRAT

Burung hantu?

BROMO

Diumpamakan begitu karena matanya bula, dan sorot matanya berbinar-binar. Sorotan yang mengajak
kita menari berahi! Kamu pasi suka biti-biti!

SOBRAT

Wah, kapan itu, Wak?

BROMO

Bekalnya dulu. Kalau biji emas belum kamu dapat, mana bisa kamu berjudi dan bermain biti-biti!
(terkekeh)

SOBRAT

Ternyata Inang Honar berbohong, Wak. Katanya hanya dengan orek-orek tanah, biji emas sebesar biji
salak bisa didapat dengan mudah. Nyatanya, sudah seharian tak ada emas sebutir kacang pun yang
kutemukan!

Bromo semakin terkekeh senang

SOBRAT

Apa begitu kerjaan Inang?

BROMO
Inang Honar itu anak Inang Bukat, orang yang membawaku ke bukit Kemilau ini (terkekeh) mereka
keluarga pencari kuli, terutama ke tanah Jawa!

SOBRAT

Sialan, dia pembohong besar!

BROMO

Berbohong itu diharuskan di sini. Seperti aku. Aku bohongi Lampok supaya mau denganku. Setelah itu
beri dia rayuan, cubitan, gigitan dan tindihan. Dia tahu aku bohong, tapi dia ak pernah bilang. Karena di
bukit Kemilau ini selain bertaburan biji emas yang tersembunyi, juga bertaburan bohong, komplot,
kelicikan, khianat, persaudaraan, berahi dan nafsu berjudi (menghisap rokok lama sekali) kamu pernah
berjudi?

SOBRAT

Belum pernah

BROMO (terkekeh)

Seorang kuli Bukit Kemilau belum lengkap kalau belum pernah berjudi. Kamu harus berjudi. Judi adalah
hidup iu sendiri. apalagi yang harus dikerjakan para kuli hehe? Selain menambang emas, upahnya? Tak
seberapa. Ya. Berjudilah. Itulah cara terbaik untuk meraup rezeki yang banyak. Judi juga dapat
melupakan penderitaan, jadi tidak ingat Jawa, tidak ingat sanak saudara. Hanya dengan judi, kamu bisa
nikmati biti-biti! (tertawa)

SOBRAT

Itu kalau menang?

BROMO (tertawa)

Tentu saja kalau menang. Kalau kalah aku bisa pinjam lagi pada mandor, lalu teken kontrak lagi.
(merebahkan diri) sekarang tidurlah, kapan-kapan kamu kubawa ke surge dunia. (menguap) pinggangku
rasanya rontok. Tadi diayun-ayun Lampok, kamu tahu (menguap lagi) Lampok memang montok. Udah,
ayo tidur!

Muncul Mongkleng dari gelap. Hanya wajahnya saja yang terlihat tersinar, entah sinar darimana.
MONGKLENG

Sobrat, dia pantas kamu ikuti, dia bisa jadi gurumu! (mengelus kepala Sobrat) selamat Sobrat, kamu
mulai banyak kawan, itu semakin baik. Jangan lupa ibarat kentut dan baunya kita harus terus bersatu-
seiring sejalan. Aku pergi! (tertawa. Mongkleng menghilang)

Sobrat merebahkan dirinya. Lalu tidur.

LAMPU GELAP

BAGIAN DELAPAN

Terdengar suara musik genjring dan kidung, sebuah perkawinan di tanah Sunda, setiap bait
diterjemahkan oleh Mongkleng yang berpayung hitam, memayungi pasangan Sobrat dan Rasminah

SUARA PENGIDUNG

Cunduk waktu numbuk dawuh

MONGKLENG

Tiba waktunya kena perintah

SUARA PENGIDUNG

Nitih wanci nu mustari

MONGKLENG

Dalam waktu yang pasti

SUARA PENGIDUNG

Kiwari dating mangsana


MONGKLENG

Sekarang tiba saatnya

SUARA PENGIDUNG

Dugi ka wanci rararabi

MONGKLENG

Sampai waktunya berkeluarga

SUARA PENGIDUNG

Nincak kana alam anyar

MONGKLENG

Masuk ke alam yang baru

SUARA PENGIDUNG

Keur panganten jaler istri

MONGKLENG

Tuk pengantin dan istri

Sobrat dan Rasminah berpasangan beriringan. Tiba-tiba muncul Mandor Bokop dan Burik merenggut
paksa Rasminah. Rasminah berteriak.

RASMINAH

Sobrat…. Sobrat… saya tidak mau jadi nyai…. Saya tidak mau jadi nyai….!
MANDOR BOKOP

Bodoh kamu!

MANDOR BURIK

Bodoh kamu! Jadi nyai enak. Kamu tidak usah bekerja tinggal makan, mau minum tinggal minum.

RASMINAH

Sobrat…. Sobrat…. Tolong saya! Sobrat….!

SOBRAT

Rasminah! Jangan! Dia istriku!

Suara tembakan dua kali. Sobrat rubuh dan tersadar

SOBRAT (bangun)

Astaga! Hanya mimpi! Rasminah, apa betul kamu dijadikan nyai?

Doyong muncul tergesa-gesa

DOYONG

Brat…. Sobrat…!

SOBRAT

Hah! Ada apa, Yong! Malam-malam begini!

BROMO

Ada apa, Doyong?


DOYONG

Aku mau kasih kabar…!

SOBRAT

Kabar apa?

DOYONG

Begini, waku saya mau kencing, saya lihat barak kuli wanita terang. Lalu keluar dua mandor diikuti dua
orang wanita, yang satu ramping dan yang satu agak gemuk. Mungkin Mandor Birah dan seorang kuli
wanita. Saya penasaran. Pelan-pelan saya mendekat, saya intip. Dibawah sinar obor yang dibawa salah
seorang mandor yang ternyata Mandor Burik, jelas sekali wanita itu Rasminah…. Ya, Rasminah.
Rasminah, Sobrat. Sementara itu Mandor Bokop menerima kanjut kundang dari mandor Birah, pasti
uang!

SOBRAT

Jadah! (Diam) padahal tadi aku mimpi menikah dengan Rasminah…. Dipayungi dan dikidungi oleh kidung
yang indah.

BROMO (Terkekeh)

Sudahlah, Sobrat. Tak perlu bersedih. Masih banyak wanita, dia beruntung dijadikan nyai Tuan Balar
atau kawannya. Dia akan kaya, pipinya montok, bibirnya selalu bergincu merah, rambutnya selalu
harum, tusuk kondenya dari emas…. Apa lagi? Biarkan dia jadi nyai, dia tak usah bekerja. Cuma ongkang-
ongkang kaki, makan roti, minum sirop atau anggur. Kalau tuan dating, tinggal layani apa maunya. Coba
kalau di sini, menderita dia. Sudahlah kamu jangan cengeng!

DOYONG

Saya permisi, besok mesti bekerja. Mari, Wak…!

BROMO

Dasar Doyong. Kasih kabar penting, tapi tak bikin genting.

SOBRAT
Apa mungkin aku dapat ketemu lagi Rasminah, Wak?

BROMO

Mana aku tahu, Sobrat. Biasanya para kuli wanita yang dijadikan nyai tidak pernah kembali. Mereka
tidak akan pernah kenal lagi kawan dan teman sekapal. Mereka akan melupakan semua penderitaan.
Mereka itu ibarat sekumpulan kacang yang lupa akan kulitnya. (Sepi) sobrat!

SOBRAT

Apa, Wak?

BROMO

Kamu mau perempuan? mau? (terkekeh) Merindukan Rasminah sama saja dengan merindukan bulan
jatuh ke pangkuan. Tidak mungkin. Di sini perempuan cantik menggairahkan, namanya Salmah. Aku rasa
dia cocok untukmu. Dia bisa kamu ajak tidur kapan saja kalau kamu mau. Tunggu di sini. Percayakan
sama aku (Bromo berdiri melangkah pergi)

SOBRAT

Apa dia biti-biti?

BROMO

Bukan, dia istri Jajuli, kuli bangunan Bukit Tebuk! Karenah jauh dari suami, suka kesepian! Tunggu saja!
(Bromo pergi)

SOBRAT

Wak….!?

Bromo sudah pergi memanggil Salmah. Sobrat diam berdiri. Muncul Mongkleng

MONGKLENG

Jangan takut, sekarang waktunya kamu jadi laki-laki! Gauli dia dengan gairah berahi. Aku akan turut
dalam tarikan napasmu yang berbunyi naik turun seperti deru angin buritan! (tertawa)
SOBRAT (Senang)

Akan kugauli wanita itu (Semangat) akan kupuaskan diriku (Gemas) tapi, dendamku pada mandor-
mandor itu tak akan pernah hilang sampai kapanpun!

Muncul Bromo dengan Salmah

BROMO

Sobrat (terkekeh) sini (berbisik) kerjakan dengan yakin, sudah. Lihat salmah sudah gusar. Aku takakan
mengintip, karena itu aku pergi menepi di luar sana. Jangan lupa pesanku! (Bromo pergi)

Salmah mendekati Sobrat

MONGKLENG

Tunggu apa lagi sobatku. Aku jadi saksimu. Aku ikut dalam tarikan napasmu! (tertawa) ini wayang Kama,
ini wayang Ratih dan Ratih mau bersatu!

SOBRAT

Salmah

SALMAH

Sobrat? (Manja) Bromo bilang kamu butuh aku… kamu menang judi?

SOBRAT

Benar

SALMAH

Mana kulihat?
SOBRAT

Nanti saja, kamu akan kuberi dinar emas….!

SALMAH

Kalau begitu…. jangan buang waktu….! (Salmah menarik Sobrat)

Adegan pertarungan nafsu Sobrat dan Salmah digambarkan oleh sebuah komposisi tari dan diiringi oleh
music dari bunyia-bunyian judi koplok dan suara cekikikan wanita nakal. Adegan ini bisa ditarikan oleh
yang lain, juga bisa oleh aktornya.

Adegan tarian selesai. Sobrat dan salmah muncul.

SALMAH

Kamu puas bukan?

SOBRAT

Aku puas, kamu gila! (tertawa)

SALMAH

Mana uang emasnya?

SOBRAT

Uang emas apa?

SALMAH

Yang mau kamu berikan….?

SOBRAT
Berikan? Berikan dari mana? Satu sen pun aku tak punya!

SALMAH

Anjing! Jadah kamu! Mau menyundal, tak mau bayar…. Dasar iblis!

SOBRAT

Diam!

SALMAH

Diam? Apa diam? Diam saja sendiri! tadi jual omong, rayuan setan. Buaya rawa kamu! Babi jadah kamu!
Anjing!...anjing!

Para kuli yang lain dating. Laki perempuan

SOBRAT (Membentak)

Ayo pergi!

SALMAH

Pergi…. pergi! kamu usir aku sekarang…. Kamu pembohong besar. Mana Bromo tua itu? mana?
Menghilang dia…. Menyundal kamu bisa, dasar anjing!

Muncul Mandor Birah, mandor kuli wanita

MANDOR BIRAH

Kenapa kamu, Salmah!? Malam-malam banyak omong seperti burung hantu lapar!

SALMAH

Saya banyak omong lantaran buaya darat, anak iblis itu! dia menjanjikan emas, tapi tak punya sesen
pun!
Para kuli tertawa

SALMAH

Kalian semua pembohong! Terutama pada wanita seperti aku!

SOBRAT (Mengusir)

Pergilah, Salmah!

SALMAH (bertolak pinggang)

Aih, aih! Sekarang kamu usir aku! Belum sejam kamu isap bagian tubuhku di atas balai-balai…. Tanpa
tikar…. Tanpa bantal…. Kita kawin seperti anjing… dasar anjing kontrak! Sobrat, kamu pembohong baru!

Para kuli tertawa

SAMOLO (Teriak)

Sobrat, kenapa kamu diamkan sundal ini!?

DOYONG (Teriak)

Tampar saja!

SOBRAT

Aku bisa jadi pembohong baru, tapi kamu mesti tahu…. Juga kalian! Kita dating kemari, ke bukit Kemilau
ini, ternyata jadi korban tipu daya! Kita semua dating kemari karena dibohongi. Kita ditipu habis-
habisan! Jadi kalau aku berbohong, siapa yang lebih jahat!?

SALMAH

Ya, aku tahu, wanita seperti aku suka di bohongi. Aku sundal…. Aku gatal…. Tapi semua wanita di sini
sebenarnya suka sundal…. Mengusir sepi…. Hnaya ada yang terang-terangan…. Banyak yang sembunyi-
sembunyi…. Karena butuh hidup!
MANDOR BIRAH (membentak)

Sudah cukup, Salmah. Cukup koaranmu, sekarang pulang!

SALMAH (Histeris)

Mereka semua… mau tidur dengan para mandor…. Dengan kawan-kawan tuan Balar, orang sipit, tauke-
tauke dari kantor Kongsi (pada Sobrat) kamu tidak tahu kalau Rasminah baru saja dijadikan nyai, apa itu
adat Jawa? Apa tidak kapiran ?

MANDOR BIRAH (membentak)

Salmah, pulang! Apa kamu tidal tahu malu, heh!?

SALMAH (Makin histeris)

Aku tidak malu, Mandor! Kenapa harus malu! Aku memang berlaki, tapi lakiku orang miskin, kuli kontrak
juga. Aku dikasihkan pada siapa saja yang mau seperti anjing! Aku terpaksa berlaki dia karena aku orang
kontrak. Aku suka ke Bandar karena aku ingin emas!

MANDOR BIRAH

Sekarang kamu diam! Tutup mulutmu!

SALMAH

Aih, aih, Mandor Birah. Ingat, Mandor Kasih perintah kalau kita bekerja! Sekarang bukan waktunya
kerja!

MANDOR BIRAH

Apa kamu bilang? Rasakan pitinganku! (Mandor Birah memiting Salmah dan digocoh Mandor Birah…
Salmah tak berdaya)

SALMAH

Mandor, aduh. Ampun, mandor!


MANDOR BIRAH

Nah, dasar monyet, mau diam tidak, heh?

SALMAH

Ampun mandor, ampun!

Mandor Birah melepaskan Salmah

MANDOR BIRAH

Ayo pulang!

SALMAH

Saya pulang, Mandor…! (Pada Sobrat meludah)

Para kuli pergi

SOBRAT

Bukan main Salmah! Pantas semua laki-laki suka! Wak Bromo benar, wanita memang suka sekali
dibohongi-digoda dan dirayu apalagi Salmah…. Kapan-kapan kuberi dia hadiah!

Muncul Bromo terkekeh

BROMO

Bagaimana? Kamu puas?

SOBRAT

Darimana saja, Wak?


BROMO

Wah, kalau aku kelihatan oleh Salmah, bahaya. Kamu jadi lelaki sejati, kamu tipu dia, kamu gencet dia…
kamu sedot dia…. Aah! Kamu kentuti dia! (tertawa) kamu percaya padaku, Surobromo.

SOBRAT

Wak pantas jadi panutanku!

MONGKLENG

Berguru terus, dia banyak pengalamannya!

BROMO

Kamu akan kuajari judi, kamu mau? (Bromo duduk, lalu mengeluarkan biji judi) kenapa aku suka
menang? Sebab kuhafal betul bunyi koplok ini. Kamu harus perhatikan berapa kali Bandar
menggoyangkan batok kelapa ini, darisana kita bisa tahu apa yang akan keluar!

MONGKLENG (Tertawa)

Perhatikan gurumu, Sobrat! Judi baik untuk masa depanmu! Aku girang, kamu girang! (mengikuti bunyi
biji koplok) menari dan menari wahai biji-biji judi!

Terdengar suara Mimi lamat-lamat

SUARA MIMI

Sobrat, Sobrat! Judi itu dilarang agama, kamu dulu rajin ngaji di tajuk Ustad Uci. Kamu paling senang
dengarkan kisah para nabi. Tak ada nabi yang berjudi!

BROMO

Kamu melamun?

SOBRAT

Ah, tidak. Ayo Wak, dimulai!


LAMPU GELAP

BAGIAN SEMBILAN

Lokasi penambangan emas bukit Kemilau, tampak Doyong tengah meraung-raung di tepi sumur,
sementara Samolo diam tak percaya pada apa yang terjadi. Mandor Bokop dan Burik serta para kuli
tampak mengelilingi

DOYONG (meraung-raung)

Dia pasti sudah mati! Dia sudah mati!

MANDOR BOKOP (Jengkel)

Kamu bisa diam tidak!?

DOYONG

Bagaimana akan diam, kawan sekampung jatuh ke dalam sumur! Dia pasti sudah mati!

MANDOR BOKOP

Bagaimana kalau dia dibawa pergi?

MANDOR BURIK

Bagus! (Pada Doyong) ayo pergi dari sini!

DOYONG

Gak mau! Dia mati!

MANDOR BURIK (memaksa)


Ayo pergi! (pada para kuli) ayo bubar! Kerja lagi!

Para kuli menurut, kecuali Doyong dan Samolo yang tetap diam

DOYONG

Mandor! Apa akan dibiarkan saja?

MANDOR BOKOP (Tambah jengkel)

Apa yang harus aku lakukan, heh? Masuk ke dalam sana!? (Mendorong) kamu saja yang masuk!

DOYONG

Enak saja Mandor bicara! (mengayun Blincong)

Terdengar letusan, Doyong menjerit.

MANDOR BURIK

Kenapa ditembak, Mandor?

MANDOR BOKOP

Aku sebal dengan raungannya. Seperti kucing sedang kawin!

Samolo menghampiri tubuh Doyong yang terluka

SAMOLO

Kenapa harus ditembak, mandor?

MANDOR BOKOP

Harus! Dia harus kubungkam! Laki-laki cerewet!


SAMOLO

Mentang-mentang Mandor punya bedil, enak saja main dor! Lihat tali ini Mandor, lihat! Sudah rapuh
apa tidak. Mandor periksa? Kalau sudah makan korban begini, apa yang harus Mandor lakukan?

MANDOR BURIK

Samolo, pulanglah! Bawa si Doyong! Obati dia di barak!

SAMOLO

Bagaimana dengan Sobrat, Mandor!?

MANDOR BOKOP

Dia, kita anggap sudah mati!

Doyong yang terluka pundaknya tak meraung lagi. Justru meringis-ringis. Samolo membawanya pergi.

MANDOR BOKOP

Tutupi dengan daun-daun kering!

Mandor Burik mengambil beberapa potongan dahan daun kering, lalu ditutupinya lubang sumur di
mana Sobrat terjatuh

MANDOR BOKOP

Untuk sementara sumur-sumur di sini jangan dipakai! Ayo kita pergi!

Mandor Bokop dan Burik pergi

LAMPU GELAP
BAGIAN SEPULUH

Di alam siluman, tempat mahluk halus penghuni bukit Kemilau. Tampak sebuah ranjang berkelambu
dimana Sobrat terbaring di atasnya. Suasana berasap dupa harum.

SUARA SILBI GENDRUWI

Bangun Sobrat, hari sudah siang!

Sobrat bangun. Ia sangat terkejut dan bergerak gelisah kesana- kemari, tapi di sekitar ranjang. Ia
menguak-nguak kelambu

SOBRAT

Dimana aku…? Apakah aku…?

Muncul Silbi Gendruwi, seorang perempuan cantik berambut panjang dan berhiaskan mahkota kepala
babi hutan dengan taring kembar yang melengkung, kulit babi hutan yang kasar dan berwarna abu-abu
itu terjatuh menutupi punggungnya.

SILBI

Kamu tidak mati. Kamu aman diperaduanku! Peraduan yang harum, bukankah begitu?

Sobrat menguak kelambu

SOBRAT

Siapakah kamu?

SILBI

Aku pemilik bukit Kemilau yang sebenarnya.


SOBRAT

Kamu bohong! Bukit Kemilau milik tuan Balar!

SILBI (tertawa)

Si kulit putih itu hanya punya kuasa sementara, tetapi pemilik yang sebenarnya adalah aku, Silbi
Gendruwi! Ratu mahluk halus bukit Kemilau ini!

SOBRAT (memanggil Mongkleng)

Mongkleng! Bagaimana ini?

Muncul Mongkleng

MONGKLENG

Kamu beruntung, Sobrat. Perminataan tolongku dikablukan ratu Silbi!

SOBRAT

Maksudmu?

MONGKLENG

Seharusnya kamu sudah mati. Dalam saat yang kritis, ketika kamu jatuh ke dalam sumur karena tali
pengikat keranjang penyangga tubuhmu putus…. Kamu jatuh tak berdaya…. Kamu teriak minta tolong….
Aku pun bereriak minta tolong. Datanglah pertolongan yang simpatik dari Ratu Silbi Gendruwi!

SOBRAT

Aku tidak jadi mati? Benarkah itu?

SILBI

Benar, seharusnya kamu sudah mati. Berkat pertolonganku, kamu tidak jadi mati
SOBRAT

Aku harus kembali!

SILBI

Kamu tidak mungkin kembali karena kamu sudah jadi milikku. Kamu akan jadi siluman penghuni bukit
Kemilau, rohmu akan berguna buatku!

SOBRAT

Aku tidak mau! Aku belum kaya!

SILBI (tertawa)

Ah, kamu ingin kaya? Bagus, kebetulan sekali. Bagaimana kalau kita buat perjanjian?

SOBRAT

Perjanjian apa?

SILBI

Perjanjian antara kamu dan aku. Perjanjian suci! (terawa)

SOBRAT

Perjanjian suci? Apa maksudmu?

SILBI

Kamu bisa kembali ke bumi tempat tinggalmu, asalkan kamu mau menepati janji!

SOBRAT

Katakana, Silbi!
SILBI

Aku senang Mongkleng, dia penuh semangat! (Mendekati Sobrat, lalu duduk di samping Sobrat di
pinggiran ranjang) begini, kamu laki-laki sejati, kudengar itu dari Mongkleng. Kamu bisa kembali, tetapi
kamu harus kawin denganku!

SOBRAT

Bagaimana mungkin?

SILBI

Aku tahu ini tak biasa. Tapi, bisa kalau kamu mau kembali ke sana!

SOBRAT

Baik, aku mau kawin denganmu. Asalkan aku bisa kaya!

SILBI

Sabarlah, soal kekayaan akan kuberi. Akan kubuktikan bahwa kamu bisa jadi orang kaya. (Beranjak pergi
mengambil kotak kayu. Silbi kembali dan menyerahkannya pada Sobrat) kamu pernah mendengar
ucapan para Inang penipu itu, kalian akan dapat biji emas sebesar biji salak? Kamu masih ingat? Nah,
kalau masih…. Sekarang buktikan, bahwa itu ada! (Perintah) bukalah!

Sobrat membuka perlahan-lahan kotak kayu itu. dia tak mampu berkata, matanya terpana dengan isi
kotak kayu itu. biji-biji emas sebesar biji salak

SILBI

Kamu sekarang kaya! (tertawa)

MONGKLENG

Bagaimana, Sobrat!
SOBRAT

Tapi, apakah ini sungguhan?

SILBI

Buktikan nanti di bumimu! Sekarang, sucilah perjanjian kita. Tunggu di sini! (Silbi meminta Mongkleng
mengambil mahkota kepala babi hutan yang sama seperti yang dikenakan dirinya. Hanya warnanya
bukan abu-abu tapi hitam mengilat. Mongkleng mengambil benda itu, lalu mmberikannya. Silbi
memasangnya di kepala Sobrat) pakailah mahkota cintaku ini. Dengan mahkota ini kamu akan
terlindungi dari apa pun. Kekuatanku kusimpan pada mahkota ini. Berdirilah Sobrat, dan ingatlah baik-
baik bahwa kamu telah kukawini dengan mas kawin sekotak biji emas sebesar biji salak dan mahkota
cintaku, dibayar kontan! (tertawa)

SOBRAT (tak sabar)

Kapan kamu kirim aku ke bumiku?

SILBI

Sabarlah. Sebelum kamu pergi, kamu harus tahu bahwa siapa pun yang kawin denganku ada untung
ruginya!

SOBRAT

Untungnya?

SILBI

Kekayaan yang berlimpah!

SOBRAT

Ruginya?

SILBI

Umurmu!
SOBRAT

Umurku?

SILBI

Setiap tarikan napas, umurmu berkurang. Ibarat sumur yang setiap hari dikuras airnya dan lama-lama
akan habis, begitupun kamu!

SOBRAT (Kaget)

Apa? Aku pendek umur?

SILBI

Tidak, kamu punya umur. Tapi, umurmu telah kamu gadaikan padaku. Kamu cicil pembayarannya setiap
setarikan napasmu. Kamu akan nikmati kekayaan yang melimpah, tapi kamu akan cepat kehilangan
nyawa. Bagaimana? Kamu siap?

SOBRAT (Pada Mongkleng)

Bagaimana ini?

MONGKLENG

Perjanjian suci dengan Silbi adalah pilihanmu. Bukankah kamu dating ke seberang ini ingin jadi orang
kaya? Bukankah kamu ingin membahagiakan mimi di sana? Bukankah kamu ingin menyunting Rasminah,
meskipun sekarang sudah jadi nyai? Bukankah kamu dendam pada Mandor Bokop? Bukankah kamu
ingin jadi penjudi ulung? , kalau perlu tempat judi Dongson kamu miliki? Bukankah kamu ingin dikelilingi
oleh para biti-biti?

SOBRAT

Cukup, Mongkleng, cukup! (pada Silbi) baik. Kugadaikan umurku, kuberikan nyawaku!

Tiba-tiba Silbi memeluk Sobrat erat-erat

SILBI
Jangan kecewakan aku, Sobrat. Setiap saat aku bisa dating padamu lewat mimpimu! Dan aku akan
membantumu mewujudkan ambisimu! Jadi orang kaya! (Tertawa, membuka mahkotanya. Juga
mashkota yang dikenakan Sobrat, lalu melemparkannya begitu saja ke lantai) mari kita bercinta, Sobrat
suamiku!

Silbi dan Sobrat masuk ke dalam peraduan. Asap menggulung di sekitar peraduan. Sobrat dan Silbi
menarikan birahi di dalam peraduan. Tiba-tiba Sobrat meloncat, lalu memakai mahkota babi hutannya.
Silbi turun penuh kepuasan, melambai dengan nakal. Sobrat bergerak seperti menari diikuti Mongkleng
dengan payungnya. Mereka berdua seperti terbang dengan payung Mongkleng.

LAMPU GELAP

BAGIAN SEBELAS

Tampak Bromo tengah mengajari Samolo dan Doyong berjudi. Bromo tengah menggoyang-goyangkan
biji judi dengan batok kelapa bulukan

BROMO

Pusatkan pikiran kalian. Pasang kuping…. Berapa kali goyangan koplok ini…. Ketika dijatuhkan…. Tenang-
tenang….. langsung kamu pasang. Kelabang! Aku yakin ketika tempurung dibuka…. Kelabang menyengat
uang Bandar! (tertawa) aku yakin!

Muncul bayangan Sobrat dengan kotak kayunya

DOYONG

Kalau kang Sobrat masih ada, dia pasti akan menjadi penjudi yang pintar!

SOBRAT

Aku memang murid Bromo yang paling pintar!

Mereka menengok arah suara. Tampak bayangan hitam Sobrat yang bermahkotakan babi hutan muncul
mendekat. Doyong Nampak ketakutan. Sementara Samolo berusaha tidak takut. Bromo tampak tenang,
mengocok biji koplok.
BROMO

Suaramu kukenal akrab. Kamu bukan siluman bukit Kemilau, tapi kamu yang kembali dari istana
penguasa bukit itu! selamat dating Sobrat!

Tiba-tiba Sobrat menubruk Bromo. Dia menangis dan tertawa

SOBRAT

Wak…! Aku selamat, Wak! (menangis) aku selamat, Wak! (tertawa) Tapi, aku telah….

BROMO

Aku tahu, aku pernah mengalami kecelakaan sepertimu, tapi untunglah tali itu cepat kuraih. Waktu itu
muncul bayangan cantik bermahkota babi hutan…. Ya, kata orang dialah ratu siluman Bukit Kemilau. Aku
tak mau meraih tangannya, lalu dengan susah payah aku mencapai bibir sumur, kalau tidak….

SOBRAT

Doyong, Samolo!

Doyong dan Samolo saling pandang tak percaya.

SOBRAT

Aku selamat!

Mereka berpelukan

DOYONG

Bagaimana kamu bisa selamat?

SAMOLO
Kamu telah apa?

SOBRAT

Nanti kuceritakan, ini rahasia kita saja!

Mereka bertiga saling menangis dan tertawa. Bromo terus membunyikan biji-biji judi. Sobrat berkisah
tentang dirinya tanpa suara. Bromo terus memainkan biji-biji judi seperti irama music yang naik turun
silih berganti

DOYONG

Bagaimana mungkin, Brat?

SAMOLO

Bagaimana bisa?

SOBRAT

Aku tidak tahu, mungkin sudah nasibku! (Pada Bromo) Wak, bukankah Wak ingin jadi pemilik tempat
judi Dongson itu?

BROMO

Ah, itu hanya khayalanku saja.

SOBRAT

Wak, ini bukan khayalan. Ini akan jadi kenyataan…! Aku punya hadiah untuk kalian! (Mengeluarkan biji
emas sebesar biji salak dari kotak kayu) dengan ini Wak bisa habiskan tong Bandar dan Wak bisa jadi
pemiliknya!

Semua terpana. Semua melongo seperti patung


SOBRAT (Berdiri)

Mulai detik ini, kita keluar dari kuli! Kita bayar utang-utang kita. Kita datangi Mandor Bokop mala mini
juga!

SAMOLO

Kalau mereka menolak?

SOBRAT

Kita bayar setahun upah mereka!

SAMOLO

Apa mereka mau?

SOBRAT

Biji emas ini yang akan menjawabnya!

DOYONG (Semangat)

lalu, Brat?

SOBRAT

Kita bayar utang-utang kita! (Senang) Kita berjudi. Tempat Dongson harus kita miliki!

Semua berdiri dan mengagumi Sobra. Sobrat menimang biji emas sebesar biji salak. Muncul Mongkleng.

MONGKLENG

Sejarah Sobrat mulai dari sini! (Tertawa)

Terdengar lamat-lamat suara Mimi


SUARA MIMI

Sobrat…. Sobrat! Kamu akan menyesal, nak. Perjanjian dengan setan itu tak pernah ada untungnya,
ruginyalah yang paling nyata. Kamu sudah lupakan Mimi. Kamu lupakan semua ajaran ustad Uci. Kamu
lupakan dongeng pengantar tidurmu, dongeng para nabi. Para nabi tak pernah berjudi. Sobrat, ingat
Mimi….!

BERSAMA

Kenapa diam, Brat?

SOBRAT

Ah, tidak! (Semangat) ayo kita kuras Dongson!

SAMOLO

Bebaskan utang-utang kita dulu!

DOYONG

Kita datangi markas mandor!

BROMO

Tapi, waspada tetap perlu….!

SOBRAT

Ayo!

MONGKLENG

Asyik! Belenggu penderitaan putus! (Tertawa)

LAMPU GELAP
BAGIAN DUA BELAS

Markas para mandor; Mandor Bokop, Burik, Birah dan yang lainnya tengah berkumpul. Mereka tengah
berbisnis.

MANDOR BOKOP

Tidak bisa bagaimana, Birah? Sejak kapan kamu bantah aku? Kalau bukan karena ibumu, kamu tidak
akan jadi mandor!

MANDOR BIRAH

Mandor bicara begitu karena mandor adalah laki-laki! Tapi, kalau mandor adalah wanita sepertiku,
mandor akan tahu perlakuan orang kongsi. Kita dianggap seperti mainan tanpa daya yang harus terus
melayani keinginan mereka!

MANDOR BOKOP

Apalagi kerja wanita kalau bukan melayani orang kongsi? Mereka banyak duit. Mereka para pedagang
kaya dengan kain sutra dan dinar emas, mau apalagi?

MANDOR BIRAH

Mandor, hanya ada beberapa kuli wanita yang bisa melayani orang kongsi! Yang lainnya ada yang lagi
merah. Apalagi Yukem, hamil. Entah siapa lakinya.

MANDOR BOKOP

Jadi?

MANDOR BIRAH

Tak ada lagi, mandor, sungguh aku tidak bohong.

MANDOR BOKOP
Masa tidak bisa? Kamu tahu Birah, pesanan dari para kuli yang ingin istri sekarang seret, kuli-kuli baru
juga seret, jadi terpaksa kuli wanita yang kamu awasi harus dibawa ke kongsi. Aku dapat pesanan dari
bah tauke bahwa ada rombongan pedagang baru dating ke kongsi…!

MANDOR BIRAH

Kalau saja mandor mau sabar, kita bisa merayu kuli wanita yang ada di Selatan.

MANDOR BOKOP

Apa aku harus berurusan lagi dengan mandor Rimbun…. Tidak! Aku tidak mau berurusan lagi dengan
dia!

MANDOR BURIK

Maaf mandor, yang ngurus di Selatan bukan rimbun, tapi Sitinjak, orangnya sangar meski perempuan.
dia orang pribumi, Mandor

MANDOR BOKOP

Ya, tapi Sitinjak kan di bawah Rimbun, sama saja. kalau mandor utara dan selatan berantem lagi gara-
gara kuli wanita, tuan Balar dan uan Brur tak segan-segan memecat kia. Aku tak mau kehilangan pangkat
mandorku! (lebih lunak) coba usahakan, Birah! Ingat rombongan pedagang itu adalah duit-duit, Birah!
Duit! Pemasukan buat kita!

MANDOR BURIK

Coba sebutkan siapa yang mungkin dikirim…?

MANDOR BIRAH

Salmah!

MANDOR BOKOP (Tertawa)

Si Binal itu, bagus!

MANDOR BIRAH
Rawit!

MANDOR BURIK (Tertawa)

Tubuhnya kecil, tapi goyangannya mandor

MANDOR BOKOP (Malu-malu)

Kalau duit berlebih ya…. Begitulah!

MANDOR BIRAH

Yukem lagi hamil!

MANDOR BOKOP

Bukan dosa kita! (Tertawa) sebentar…. Tadi kamu bilang ada yang lagi merah, siapa dia?

MANDOR BIRAH

Kalau tak salah…. Kulsum, Kecot, Miat, dan….

MANDOR BURIK

Siapa lagi?

MANDOR BIRAH

Saya sendiri….!

Para mandor tertawa

MANDOR BOKOP

Sekarang begini saja. mau tidak mau jika kita mau duit mereka, kita tipu saja para pedagang baru itu.
kita katakana jempol semua…. Bagaimana?
MANDOR BURIK (tertawa)

Aku kira begitu…. katakana jempol semua, kecualiYurikem, dosa kita nanti!

MANDOR BIRAH

Sebenarnya…. Kalau saja dulu Rasminah tak keburu disambar teman tuan Balar untuk dijadikan nyai….
Rasminah pasti jadi andalan kita!

MANDOR BOKOP

Sudahlah, itu sudah lewat…. Apa kamu sudah lupa hmmmm….. persenan tuan Balar itu padamu? Juga,
padaku tentunya. Rasminah jangan disebut-sebut lagi.

MANDOR BIRAH

Kalau begitu saya permisi, Mandor. (Berdiri, tapi duduk lagi)

Masuk Bromo, Doyong dan Samolo

BROMO

Selamat malam….!

Mandor Bokop mengokang bedilnya

MANDOR BOKOP (kaget)

Mau apa, heh?sudah lama di situ, heh?

BROMO

Jangan kasar, mandor. Kami ada perlu!


MANDOR BOKOP

Ada perlu apa pak tua?

BROMO

Kami akan keluar dari kuli….!

Semua mandor tertawa terbahak-bahak

MANDOR BOKOP

Kamu jangan bikin lelucon di malam hari, disaat kami sedang bebrincang, pak tua! (tertawa)

BROMO

Mandor boleh tertawa. Ini bukan lelucon, ini sungguh-sungguh. Dan inilah buktinya! (melemparkan satu
biji emas) lihatlah! (Para mandor kaget. Mandor Bokop memungut. Dia terpana, melongo seperti
patung) apa tidak cukup, Mandor?

Mandor Bokop berdiri, lalu mengokang senjata

MANDOR BOKOP

Darimana ini heh? Kamu tak lapor padaku, pak tua?

Muncul Sobrat dari belakang. Ia tampak menakutkan dengan mahkota babi hutannya, Bromo, Doyong
dan Samolo bergabung. Para mandor mundur ketakutan.

MANDOR BIRAH

Ah! Siluman buki kemilau! Ya, dia siluman!

MANDOR BOKOP (Kaget bercampur takut)

Siapa kamu, heh?


SOBRAT

Masa sudah pangling, mata mandor belum rabun bukan? Siapa kuli yang jauh ke sumu penambangan
Kemilau selatan seminggu yang lalu?

MANDOR BOKOP

Sobrat? (Takut) kamu? Ah, tidak mungkin! (menunjuk) kamu pasti arwah gentayangan!?

SOBRAT

Arwah gentayangan? Mandor tidak percaya? Lihat saja kakiku! Meninjak bumi, Mandor!

Mata semua Mandor tertuju pada kaki Sobrat.

MANDOR BURIK

Kamu bohong, tidak mungkin!

MANDOR BIRAH

Tak ada yang pernah selamat dari sumur maut!

SOBRAT

Aku selamat, mandor! Buktinya biji emas yang kamu pegang itu!

Mata semua mandor tertuju pada biji emas

SOBRAT

Aku bayar semua utang Wak Bromo, Doyong , Samolo, juga aku! Kami berempat keluar dari kuli!
Mata semua Mandor tertuju pada Sobrat, Sobrat mengeluarkan dua biji emas dan melemparkannya
pada Mandor Bokop, mandor Birah dan Mandor Burik segera memungutnya. Mandor Bokop dengan
tangan kirinya meminta kedua biji emas itu. kedua Mandor menyerahkannya.

MANDOR BOKOP

Tidak bisa semudah itu! (menimang biji emas) emas ini milik tuan Balar, bukan milik kamu, Sobrat. Jadi
semua biji emas yang kamu miliki kamu serahkan padaku!

SAMOLO

Bajingan!

DOYONG

Kemaruk!

BROMO (Pada Sobrat)

Kamu diam saja?

MANDOR BOKOP

Bagaimana? (Mengokang senjata) kamu serahkan atau tidak?

Samolo, Doyong dan Bromo pasang badan menghalangi Sobrat. Sobrat menepuk mereka untuk mundur,
mereka bertiga mundur.

SOBRAT

Tembakkan saja bedilmu, Mandor! Habiskan mesiunya! Aku, Sobrat tidak pernah takut!

Para Mandor kaget, mandor Bokop tampak pamer senjata

MANDOR BOKOP (tertawa)


Kamu gila, Sobrat!?

SOBRAT

Aku tidak gila, kamu yang gila!

MANDOR BOKOP

Sungguh,? Heh?

SOBRAT

Aku selalu sungguh-sungguh, Mandor!

MANDOR BOKOP

Ah, kamu nekat sekali! Rasakan! (Mandor Bokop siap menembak)

Tiba-tiba muncul Silbi dan Mongkleng. Dengan satu kibasan selendang Silbi, Tembakan melenceng.

MANDOR BOKOP

Tidak mungkin! Tembakanku ak pernah meleset!

SOBRAT

Kamu baru belajar, mandor? Aku masih di sini!

Semua kaget, kawan-kawan Sobrat kagum. Mandor Bokop kembali mengokang senjata, siap menembak,
temabakan kedua pun melenceng karena ulah Silbi.

SOBRAT

Dua kali gagal. Kalau satu kali lagi kamu gagal menembakku, aku pergi, Mandor!
Mandor Bokop marah. Ia kokang senjatanya, lalu menembak. Tembakan ketiga gagal total

SOBRAT

Bagaimana, Mandor!?

MANDOR BOKOP (melemparkan bedilnya)

Kamu setan, bukan manusia, Sobrat. Sekarang hadapi kami! (Pada para mandor) serang dia!

Para Mandor menyerang Sobrat. Mandor Burik menyerang duluan. Dengan satu elakan dia dipiting
Sobrat hingga kepayahan. Mandor-mandor yang lain hanya dengan satu kibasan Silbi- berjatuhan tak
berdaya dan bertenaga.

MANDOR BOKOP

Sekarang hadapi aku! (Kepada para Mandor) Mundur! Dasar singkong rebus, kalian! (Maju menyerang
Sobrat)

Sobrat dan mandor Bokop berkelahi, bagi Sobrat sebagai pemain Dogong, serangan Mandor Bokop tak
menjadi masalah. Ternyata Mandor Bokop bisa juga bermain Dogong yang di daerah itu disebut
“Masurangut”.

SAMOLO

Meong Congkok, Brat!

SOBRAT

Ya, Meong Congkok!

Dengan satu kali ayunan, mandor Bokop dipelintir dan terjatuh tak berkutik ditindih Sobrat. Kedua
tangannya ditelikung tak berdaya.

SOBRAT
Bagaimana, Mandor?

MANDOR BOKOP

Aku menyerah, aku kapok! Ampun, Sobrat!

SOBRAT

Cium kakiku!

MANDOR BOKOP

Apa?

SAMOLO

Sobrat menyuruhmu mencium kakinya, Mandor!

MANDOR BOKOP (Ragu)

Bagaimana, kalau….

DOYONG

Ayo, sembah kaki Sobrat, Mandor!

Mandor Bokop dngan penuh kepatuhan melakukan apa yang diperintahkan Sobrat.

SOBRAT

Terima kasih, mandor. Kami akan pergi dan jangan pernah dicari. Kalau kalian cari, akibatnya tanggung
sendiri! tapi sebelum pergi, tolong katakan di mana Rasminah tinggal?

Para Mandor saling pandang, mandor Bokop menengadah dan menggelengkan kepala tanda tak tahu.
SOBRAT

Kalau kalian benar-benar tak tahu, akan kucari sendiri! tapi katakana tempatnya saja!

MANDOR BOKOP

Mungkin di Bandar Blawan. Dia jadi nyai Tuan Bulsak, kawan tuan Balar!

Sobrat melangkah, Mandor Bokop terduduk pekayahan. Mereka berempat pergi. mongkleng dan Silbi
pun pergi. para Mandor tampak bingung tak berdaya.

LAMPU GELAP

BAGIAN TIGA BELAS

Tempat judi Dongson. Tampak Sobrat, bromo, Doyong dan Samolo. Juga para penjudi lain. Para biti-biti
tampak berseliweran. Seperti biasa, Lampok hadir di samping Bandar Dongson yang tampak gelisah dan
loyo karena Sobra menang terus dan Dongson berada pada batas kebangkrutannya.

DONGSON

Jangan-jangan kamu bukan manusia, Brat!

SOBRAT

Kenapa?

DONGSON

Setelah masuk sumur, dianggap mati dan ternyata hidup, kamu jadi sakti begini!

SOBRAT

Lalu apa? Siluman? Setan? Jin? Memedi? Masa nginjak bumi!? (Tertawa)
DONGSON

Tolong hentikan saja, kasihanilah aku, Brat!

SOBRAT

Tidak. Aku mau jadi pemilik tempat ini!

DONGSON

Kamu kuras habis milikku, Brat!

SOBRAT

Aku tidak peduli!

DONGSON

Kamu tega, Brat!

SOBRAT

Dulu juga kamu kuras setiap kantong kuli. Lalu, mereka kamu pinjami. Kemudian, mereka yang kalah
dikontrak lagi. Mereka yang menang, kamu kuras lagi. Terus begitu dan begitu.

DONGSON

Aku bisa bangkrut!

SOBRAT

Bangkrutlah! (Tertawa)

Dongson berdiri lesu dan menyerah

DONGSON
Dengar, dengar! Sebagai Bandar kahot, hari ini kunyatakan bahwa aku bangkrut oleh Sobrat! Semua
uangku, juga tempat ini telah menjadi milik Sobrat! Dia sekarang bandarnya, aku akan bekerja padanya!

Dongson mencium tangan Sobrat, Sobrat berdiri di dekat Dongson.

SOBRAT

Saudara-saudara para penjudi, para kuli yang mengadu nasib di sini, dulu aku memang kuli tapi sekarang
tidak lagi. Bandar Dongson kini bangkrut, dan dia akan tetap bekerja padaku, tapi sebagai penjaga tong.
Bandar sekaligu pemilik tempat ini adalah sobatku, guruku, Wak Bromo!

SEMUA

Hidup, Wak Bromo!

Tampak lampok memeluk Bromo dengan mesra. Para biti-biti mengerumuni Sobrat, Doyong dan Samolo

LAMPU GELAP

BAGIAN EMPAT BELAS

Di rumah judi malam berikutnya setelah jadi milik Bromo. Tampak Bromo tengah dipijit Lampok.
Samolo, Doyong dan Sobrat mengobrol di bagian lain.

SOBRAT

Aku mau pulang ke kampong!

DOYONG

Aku ikut, Brat!

SOBRAT (pada Samolo)


Kamu?

SAMOLO

Dari kampong Lisung hanya tinggal kita. Sadang dan Duweng mati dipatuk ular dan babi hutan.
Walaupun tidak punya apa-apa, aku akan pulang juga!

SOBRAT

Besok kita pulang! (Pada Bromo) ikut ke Jawa?

BROMO

Kamu tidak perlu tawarkan itu padaku, brat. Apa yang telah kamu berikan sudah lebih dari cukup. Bagiku
ini surge. Kamu ingat kisah pendawa dadu? Aku sedang menjalankan dermaku! (Tertawa. Pada Lampok)
yang lebih keras, Lampok.

SOBRAT

Tak apalah, Wak. Dunia Wak memang di sini. Tapi aku ingin menghadiahkan ini pada Wak… (Berdiri
mendekat) ini untuk Wak, biar orang takut saja! (tertawa)

Bromo berdiri sesaat mengenakan mahkoa babi hutan yang dibanu Sobra dan Lampok. Lampok tampak
bahagia, Sobrat dan Bromo berpelukan seperti ayah dan anak.

BROMO

Pulanglah, nak. Memang kamu harus pulang. Biarkan aku di sini dalam duniaku. Tanah jawa sebenarnya
kaya raya, hanya aku saja yang lupa. Kamu jangan, sekali lagi jangan. (Pada Doyong dan Samolo) kalian
pulanglah juga! Jangan pernah lupa Jawa, jangan pernah lupa kampong halaman kalian, pulanglah!

LAMPU GELAP

BAGIAN LIMA BELAS


Di rumah Rasminah di Bandar Blawan. Dia tampak tenang duduk di kursi goyang sambil mendengarkan
music dari Gramofon dan memainkan kipas. Ia terlihat tengah melamun. Pakaiannya seperti umumnya
seorang nyai waktu itu. tiba-tiba muncul Sobrat dengan pakaian orang kaya pada waktu itu. rasminah
tidak menyadari bahwa ada yang hadir dihadapannya. Begitu lagu habis, ia terkejut dan marah.

RASMINAH (Kaget dan marah)

Siapa kamu? Siapa yang mengijinkan masuk? (Mengambil lonceng kecil di sampingnya, lalu berteriak)
Merbot! Merbot!

SOBRAT

Penjagamu baik hati. dia tak akan dating. Dia telah mengijinkanku menemui nyonya tuan Kontroleur
Bulsak!

RASMINAH

Kamu sangat lancing, masuk rumah orang tanpa ijin. Kalau tuan tahu, kamu bisa dipenjarakan!

SOBRAT

Ada ibarat, manusia suka lupa akan asal-usulnya. Kamu tidak ingat aku?

RASMINAH (Bicara sendiri)

Rasanya aku ingat. Sobrat? Apa mungkin? Tapi, aku kini seorang nyai, harus jaga gengsi. (Pada Sobrat)
semua orang kaya di Bandar Blawan ini aku tahu karena aku suka pergi ke pesta air dan belanja. Tapi,
tuan siapa? Aku tak pernah melihatmu.

SOBRAT (Kaget)

Astaga, kamu sudah banyak berubah banyak nyonya Tuan Kontroleur Bulsak. Baiklah, aku ingin berkisah.
Sekitar sepuluh tahun yang lalu banyak pencari tenaga kerja yang dikenal dengan sebutan Inang dating
ke setiap pelosok kampong di tanah Jawa. Pada sebuah kapal, seorang gadis kampong hendak jadi
korban pemerkosaan nahkoda kapal. Untunglah ada yang membelanya, seorang pemuda kampong pula.
Gadis kampong itu selamat sampai tujuan. Lalu dia jadi kuli wanita bercampur dengan kaumnya. Tapi
karena dia cantik dan potongan tubuhnya menarik, seorang tuan kontroleur menariknya dari lumpur
kehidupan untuk dijadikan seorang nyai. (Sudah tidak kuat) Rasminah, jangan pura-pura! (Membuka
topinya) Aku Sobrat, Ras! Sobrat! Akulah yang menolongmu di kapal itu!
RASMINAH (Kaget)

Benarkah? Saya bukan pura-pura, saya ragu. Sobrat tak mungkin bisa lari dari lading tambangnya.
Seorang kuli tak mungkin lari dari mandornya. Konraknya selalu diperpanjang, utangnya selalu banyak!

SOBRAT

Kamu mau bukti? Baik! (Mengeluarkan kain kumal batik Trusmi) Iket wulung Trusmi ini tandanya. Ini
milikmu yang kamu berikan padaku setelah mendarat. Kain ini yangs erring kupakai menyeka keringat
dalam kerja kuliku!

RASMINAH

Tapi, bagaimana bisa kamu keluar dari mandor-mandor gila itu? dengan apa kamu bisa menyogok
mereka?

SOBRAT (mengeluarkan biji emas)

Lihat ini, Rasminah. Mereka kuberi ini, biji emas sebesar biji salak, maka aku bebas. Penjagamu yang
didepan itu, juga kubagi sama seperti ini. Siapa yang tak mau benda ini adalah manusia bodoh!

RASMINAH (Kaget tapi kagum)

Bagaimana kamu bisa tak ditangkapnya? Bukit Kemilau milik tuan Balar, artinya emas itu miliknya!
Bagaimana bisa?

SOBRAT

Sudahlah, kisahnya panjang. Sekarang aku sengaja dating kemari, mencarimu berhari-hari, hingga
menemukannya di sini. Aku mau melamarmu, Ras!

RASMINAH

Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa? Aku seorang Nyai, Sobrat!

SOBRAT

Bagus, kamu panggil namaku, terima kasih Rasminah. Kalau kamu tak mau, akan kupaksa. Biar kusimpan
sekanjut kundang ini untuk kutukar denganmu! (Menarik tangan Rasminah) ayo, kita pulang ke Caruban!
RASMINAH

Pulang?

SOBRAT

Jangan kamu bilang lagi, bagaimana bisa? Aku jawab, bisa! Ayo cepat!

RASMINAH

Tapi aku harus beres-beres dulu!

SOBRAT

Tidak usah, kita beli di perjalanan.

RASMINAH

Bagaimana dengan tuan Bulsak?

SOBRAT

Si Bulsak sialan, kalau ada akan kubunuh dia! Ayo Rasminah!

Sobrat membawa Rasminah pergi

LAMPU GELAP

BAGIAN ENAM BELAS

Di kampong Lisung, kampong halaman Sobrat. Sobrat melihat anak-anak kampong tengah bermain
Dogong. Permainanya dulu. Doyong dan Samolo tampak kepayahan membawa koper-koper. Wak Lopen
pemilik warung yang menjadi tempat keberangkatan mereka, kebetulan sedang menikmati permainan
anak-anak kampong Lisung.
WAK LOPEN (Kaget)

Astagfirullah! Mereka pulang? (Teriak) Berhenti, dogongannya berhenti! Lihat siapa yang dating!
Mereka, para pahlawan kampong kita! Sobrat! Samolo! Doyong! Dan siapa wanita cantik ini?

DOYONG

Istri Sobrat, Wak! (Teriak) hoii penduduk kampong Lisung, kami pulang! Kami bawa berkoper-koper
harta dari tanah seberang!

Rasminah memberikan dua kanjut kundang uang logam pada Samolo dan Doyong, supaya dibagi-
bagikan pada anak-anak dan penduduk yang dating. Mereka sangat senang dan bahagia. Adegan mereka
tak bersuara. Hanya aksi. Sobrat mengajak Wak Lopen ke tempat yang agak sepi.

SOBRAT

Wak, bagaimana Mimi?

WAK LOPEN

Mimimu? (menangis)

SOBRAT

Kenapa, Wak? Katakana, Wak!

WAK LOPEN

Malam itu setelah kamu kabur ikut Inang gemuk itu ke tanah seberang, mimimu berteriak-teriak
memanggil namamu. Ia berlari sampai batas kampong…. Sampai ujung sungai Ciberes Girang… sampai
suaranya parau. Mungkin air matanya habis. Aku disuruh Ngabihi membujuknya, lalu membawanya ke
warungku. Dia menyalahkanku sambil menunjuk-nunjuk, aku jadi malu. Aku malu pada diriku sendiri.

SOBRAT

Kalau begitu, aku pergi!


WAK LOPEN

Tunggu, Sobrat!

SOBRAT

Ada apa, Wak?

WAK LOPEN

Jangan pulang ke rumah. Rumahmu sudah dibeli Ngabihi yang sekarang telah jadi Raksabumi di
kadipaten.

SOBRAT

Lalu Mimi?

WAK LOPEN

Maafkan aku, Sobrat. Mimimu telah pulang dengan tenang di Giri Tresnan, di bawah pohon Ki Hujan
berdampingan dengan mama mu.

SOBRAT (Berteriak)

Mimi…!

Semua orang yang tengah beradegan kebahagiaan yang sepi itu, terhenyak dan memandang kea rah
Sobrat.

LAMPU GELAP

BAGIAN TUJUH BELAS

Adegan ini merupakan solilokui Sobrat tentang Mimi. Tampak dia membawa Karembong batik pesisiran
Jawa peninggalan Ibunya. Sementara di pojok, Rasminah diam menunggu dan berduka cita.
SOBRAT (Sedih)

Mi, aku pulang Mi! aku sudah kaya, Mi! tapi mimi sudah mati. (Menangis) pulang ke gusti Allah. Aku
masih ingat kalau mau tidur, aku disuruh berdoa. Aku masih ingat… upet-upet obor jati…Ati tanghi
badan turu…. Sukma madem nanging Allah…. La illaha ilallahu Muhammadadrrasulullah. Aku ingat, Mi!

(Diam)

Aku sadar sekarang. Petuah apapun yang Mimi berikan benar-benar terbukti.

(Mengubah suara mirip Mimi)

Sobrat, jangan percaya pada orang-orang dari seberang itu. mereka hanya akan menjerumuskan kamu
dan kawan-kawan sepermainanmu. Mending urus kebo si Donto! Meski bukan kebomu! Mending bantu
Mimi membawakan beras Ngabihi kalau habis ditumbuk dan ditampi …! Bersihkan lesungnya, bersihkan
juga alunya!

(Diam)

Mi, apa yang harus aku lakukan sekarang, padahal aku sudah jadi orang kaya. Aku bawa Rasminah, dia
gadis Caruban, Mi. dia memang pernah jadi nyai, tapi aku bawa pergi, aku bawa pada Mimi!

(Semangat)

Mi, harta kita sudah kembali. Semua yang pernah diambil Ngabihi telah kembali. Termasuk si Donto
telah kubeli Mi! ngabihi memang telah jadi Raksabumi, tapi tak ada artinya lagi. Dia telah bertekuk lutut
padaku, Mi!

(Diam dan hening)

Aku jadi ingat masa kecil, Mi….

(Sobrat membayangkan)

Muncul flashback Sobrat Muda membawa ayam jago aduan, Mimi menasehatinya. Sobrat duduk dib alai
bamboo, Mimi bicara sambil menyapu dengan sapu lidi.

MIMI

Brat…. Sobrat. Kerjaanmu hanya ngadu kotok, kasihan, kotok-kotok itu diadu, memangnya kamu mau
diadu-adu seperti kotok, bocok, berdarah, sakit lalu mati? Kamu mau? Kita ini orang miskin, tidak punya
apa-apa. Mamamu tak mewariskan apa-apa, kalau bukan ngangon kebo milik Ngabihi, si Donto!

LAMPU PADAM
LAMPU HIDUP

Flashback Sobrat muda mengepit anak kambing kacang. Mimi menasehatinya, Sobrat duduk dib alai
bamboo. Mimi bicara sambil emnumbuk beras dengan lesung dan alu.

MIMI

Brat… Sobrat. Berhenti ngadu kotok, eh…. Bawa-bawa anak kambing kacang. Mau kamu sate? Mau kami
bikin empal? Mau kamu apakan? Mau kamu angon? Kamu tidak tahu, ngurus kambing kacang itu lebih
sulit. Rumputnya harus agak berembun yang harus kamu cari pagi-pagi. Kalau kesiangan, kamu
kehabisan sama anak angon lain!

LAMPU PADAM

LAMPU HIDUP

Flashback Sobrat muda meringis-ringis dikemplang miminya. Ia berbaring tak berdaya dib alai bamboo.
Ketika itu Mimi sangat marah sampai memukuli Sobrat dengan kain Karembong

MIMI

Kamu sudah keterlaluan, Sobrat! Kamu memalukan! Mimi kan sudah bilang, jangan suka bergaul dengan
anak-anak angon dari kampong hilir! Mereka suka cabul, suka ngintip perawan-perawan mandi! Eh,
kamu malah lebih gila. Nok Nuning kamu intip, ya terang bapaknya marah. Kamu itu siapa, dan
bapaknya nok Nuning itu siapa, orang terhormat. Aku jadi buruh nutu juga, berasnya beras dia! Kamu
nakal sekali, Sobrat!

LAMPU PADAM

LAMPU HIDUP

Kembali ke adegan Solilokui. Tampak Sobrat diam mematung dengan sangat sedih
SOBRAT (Sedih)

Memang aku anak nakal, Mimi. Aku anak nakal. Kenakalanku tak bisa dihitung dengan jari, juga
kenekatanku. Aku akui, sering aku mendengar lamat-lamat petuahmu yang bagus-bagus dan benar itu.
tiap petuah itu sering membuatku ragu karena itu kulupakan saja. meski sebenarnya tak mungkin bisa
karena itu aku pulang. Aku pulang ke kampong Lisung ini membawa Rasminah. Tapi, Mimi sudah….
(Menangis)

Rasminah mendekat

RASMINAH

Kang, kang Sobrat, kita ke Caruban saja! siapa tahu bapakku masih hidup

Sobrat diam memandang kosong, namun mengangguk.

LAMPU GELAP

BAGIAN DELAPAN BELAS

Sobrat berjalan-jalan dengan Rasminah dalam pakaian pengantin ala daerah Caruban. Mereka
berpayung kertas berbunga-bunga, lamat-lamat music daerah terdengar, tapi muncul pula Silbi dan
Mongkleng berpayung hitam. Ketika berpapasan, Silbi memandang Sobrat dan berkata

SILBI

Sobrat, bukankah kamu suamiku? Tapi kamu menikahi nyai itu! lagipula mahkota itu tak ada lagi pada
kamu! Kamu tanggung sendiri akibatnya! (Meniup telinga Sobrat)

LAMPU PADAM

LAMPU HIDUP
Tiba-tiba di ranjang kelambu Sobrat berteriak-teriak. Ia terbangun dari mimpinya. Ia duduk di pinggiran
ranjang. Muncul Rasminah duduk di sampingnya, sambil memegang kendi

RASMINAH

Ada apa kang?

Sobrat diam saja, tak bereaksi. Rasminah heran.

RASMINAH

Ada apa kang? Mimpi buruk ya?

Sobrat diam saja seperti tak mendengar. Rasminah segera menggoyang-goyangkan tubuh suaminya.

RASMINAH

Kenapa akang diam saja? kenapa? (Teriak) ngomong kang, ngomong!

Sobrat baru bereaksi. Dia ingin ngomong, tapi hanya suara gagu yang terdengar. Rasminah menjerit

RASMINAH

Kang! Kamu tuli? Kamu bisu? Bagaimana mungkin?

Sobrat diam saja. hanya menangis. Dia mengambil kendi dan mengguyurkannya ke wajahnya dengan air,
mungkin menyesali dirinya. Muncul Mongkleng.

MONGKLENG (Tertawa)

Sobrat…. Sobrat! Kamu khianati sendiri perjanjian sucimu dengan Silbi Gendruwi kamu anggap angin
lalu. Urusan dengan mahluk halus tidak bisa dianggap main-main. Kamu semestinya sudah mati, tapi
kamu ditolong jin Iprit itu karena dia jatuh cinta padamu. Aku hanyalah nafsumu, nafsu duniawimu. Tapi
sekarang, kamu sudah banyak merenung, kamu sudah banyak menyesal. Rasminah telah menjadi
pengganti Mimimu yang mati merana sendiri. tapi, kamu berutang pada Silbi Gendruwi. Akibatnya
tanggung sendiri, kamu jadi bisu dan tuli
(Terkekeh)

Jika sudah begini aku akan pergi, buat apa dekat-dekat lagi!?

(Tertawa)

Habis nafsu duniamu tampaknya tak berarti lagi. Aku pergi, kawan lama.

(Pergi)

Mongkleng menutup payung hitamnya. Tinggal Sobrat yang bisu, tuli, diam kosong ditemani
Rasminah.Terdengar lamat-lamat suara Mimi

SUARA MIMI

Sobrat, Sobrat! Mimi juga bilang apa, para nabi tidak pernah berjudi. Para nabi tidak pernah berjudi.

LAMPU GELAP

Anda mungkin juga menyukai