Materi Bidan Semester 2
Materi Bidan Semester 2
Dosen Pengampu:
Syahrida Wahyu Utami, SST., M.Keb
PEMBAHASAN
Model dokumentasi menurut Sudarti dan Fauziah (2010) adalah cara menggunakan
dokumentasi dalam penerapan proses asuhan ke- bidanan. Bidan tidak hanya dituntut untuk
menguasai teknik naratif dan teknik flow sheet, tetapi juga menguasai model dokumentasi
yang meliputi POR (Problem Oriented Record), SOR (Source Oriented Re- cord). CBE
(Charting by Exception), Kardeks, dan CPR (Computer Based Patient Record).
a. Lembaran penerimaan berisi biodata, yaitu lembar yang berisi tentang identitas
pasien (nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, alamat, status pernikahan,
kerabat terdekat yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat), alasan pasien masuk
rumah sakit atau alasan pasien dirawat, dan kapan pasien masuk rumah sakit.
b. Lembar instruksi dokter, lembar yang berisi tentang segala sesuatu yang
diperintahkan oleh dokter untuk pengobatan dan perawatan pasien. Misalnya,
berupa tindakan medis atau terapi dokter.
c. Lembar riwayat medis atau penyakit, yaitu lembar beri si tentang riwayat penyakit
yang pernah diderita oleh pasien dan keluarganya. Dalam hal ini yang
dicantumkan adalah penyakit berat atau penyakit keturunan seperti kanker,
diabetes, penyakit jantung, atau hemofolia.
d. Catatan bidan, yaitu lembar yang berisi segala sesuatu baik yang direncanakan
maupun yang telah dilakukan oleh bidan kepada pasien dalam proses memberikan
asuhan kebidanan.
e. Catatan laporan khusus, yaitu lembar yang berisi catatan khusus terkait pasien
yang tidak terangkum dalam lembar/catatan sebelumnya. Misalnya, catatan dari
hasil kolaborasi dengan fisioterapis atau ahli gizi.
3. Kelebihan dan Kekurangan Model Dokumentasi Source Oriented Record
(SOR)
Menurut Sudarti dan Fauziah (2010) kelebihan dan kekurangan model
dokumentasi SOR adalah sebagai berikut.
Kelebihan
a. Menyajikan data secara berurutan dan mudah diidentifikasi.
b. Memudahkan bidan dalam mencatat informasi.
c. Format dengan metode SOR ini membuat proses dokumentasi jadi lebih
sederhana
Kekurangan
a. Data yang terkumpul mungkin saja terfragmentasi.
b. Sulit untuk mencari data sebelumnya kecuali mengulang pencarian data sejak
awal.
c. Membutuhkan waktu yang banyak untuk pelaksanaan asuhan kebidanan.
d. Untuk menentukan masalah utama klien, dan tinda- kan yang hendak
dilakukan kepadanya, membutuhkan pengkajian data dari beberapa sumber.
e. Data yang disajikan secara berurutan berpotensi menyulitkan anggota tim
kesehatan untuk melalukan analisis.
f. Melimpahnya sumber informasi justru membuat perkembangan pasien sulit
untuk dipantau
Tabel 1.1 Kelebihan dan Kekurangan Dokumentasi SOR
(Tanda Tangan)
Perawat
D Dilakukan pemasangan
infus 20 tts/I,
direncanakan tranfusi
darah, direncanakan
pemberian obat-obat oral
yaitu tablet Fe, Asam
Folat.
(Tanda Tangan)
Dokter
F Telah diberikan obat oral:
Tablet Fe 2x1 pada pukul
08.00, Asam Folat 1x1
pada pukuk 08.00, pasien
sudah minum obat sesuai
waktu yang dianjurkan
dan sudah ada perubahan.
(Tanda Tangan )
Perawat
G Diet MB dengan nasi,
daging, sayur dan buah.
(Tanda Tangan)
Ahli Gizi
Tabel 1.2 Contoh model dokumentasi SOR
POR pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Lawrence L. Weed pada akhir tahun
1960-an. Tujuannya adalah, mengembangkan perawatan pasien melalui analisis sistematis
dan dokumentasi logis, yang dilaku- kan oleh sekelompok anggota tim pelayanan
kesehatan. Jika diterapkan dengan benar, POR akan menyediakan sarana komunikasi
yang lebih efektif di antara anggota tim pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya
pasien itu sendiri. Selain itu, POR juga akan memfasilitasi koordinasi asuhan pencegahan,
asuhan perawatan, dan kontinuitas asuhan.
Kelebihan
a. Dokumentasi dengan model ini lebih berfokus apada masalah klien/pasien dan
proses penyelesaian ma- salahnya, dibandingkan dengan tugas dokumentasi
kebidanan semata.
b. Evaluasi dan pemecahan masalah didokumentasikan dengan jelas dan
terstruktur. Selain itu, data diolah berdasarkan masalah yang spesifik, sehingga
tidak akan terjadi bias atau kebingungan yang muncul dalam kegiatan asuhan
terhadap klien.
c. Daftar masalah berfungsi untuk membantu mengin- gatkan bidan terhadap
masalah pasien yang memerlukan perhatian khusus
d. Daftar masalah bertindak sebagai daftar isi dan mem- permudah pencarian data
dalam proses asuhan.
e. Masalah yang membutuhkan intervensi, yang sebe- lumnya sudah teridentifikasi
dalam data dasar, dibi- carakan dalam rencana asuhan
Kekurangan
a. Penekanan model pendekatan ini yang pada hanya berdasarkan masalah,
penyakit, dan ketidakmampuan pasien dapat menyebabkan pengobatan dan
tindakan yang negatif.
b. Model POR ini sulit digunakan apabila daftar masalah tidak secara terus
menerus diperbarui.
c. Akan terjadi kesulitan ketika muncul masalah baru dalam proses asuhan
pasien, yang tidak termasuk dalam masalah aktif dan masalah pasif.
d. Akan terjadi kebingungan jika setiap hal dimasukkan ke dalam daftar
masalah.
e. Perawatan yang rutin bisa jadi diabaikan dalam pencatatan jika flow sheet
untuk pencatatan tidak tersedia.
f. Kejadian-kejadian luar biasa yang mungkin saja ter jadi selama perawatan,
tidak dituliskan jika tidak ada hubungannya dengan catatan sebelumnya.
Tabel 1.3 Kelebihan dan kekurangan Dokumentasi POR
Kelebihan
a. Standar minimal untuk pengkajian dan intervensi dapat tersusun dengan baik.
b. Data pasien yang tidak normal akan langsung tampak dengan jelas.
c. Data pasien yang tidak normal dapat ditandai dan dipahami oleh tenaga kesehatan
dengan mudah.
d. Data pasien yang normal atau respons yang diharapkan tidak mengganggu informasi
lain.
e. Menghemat waktu bidan, karena catatan rutin dan observasi tidak perlu dituliskan.
f. Duplikasi data pasien dapat dibatasi.
g. Informasi klien yang terbaru dapat diletakkan di tempat tidur klien.
h. Jumlah halaman yang digunakan dalam dokumentasi lebih sedikit.
i. Rencana asuhan kebidanan disimpan sebagai catatan permanen
Kekurangan
a. Pencatatan dengan teknik naratif sangat singkat/pendek. Dokumentasi ini sangat
tergantung pada tanda centang (checklist).
b. Kemungkinan ada pencatatan yang masih kosong atau tidak ada.
c. Pencatatan rutin sering diabaikan, karena tidak perlu dituliskan.
d. Tidak semua kejadian yang dialami pasien didokumentasikan.
e. Tidak mengakomodasikan pencatatan disiplin ilmu lain.
( Sumber: http://bit.ly/10A3ycY )
D. KARDEKS
Kardeks merupakan model dokumentasi tradisional informasi pasien yang disusun
dalam suatu buku. Model kardeks ini dipergunakan diberbagai sumber.
1. Definisi Model Dokumentasi Kardeks
Menurut Handayani dan Triwik (2017) kardeks juga dapat disebut sebagai
sistem kartu. Maksudnya, model do kumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan
men buat data penting tentang klien, ringkasan masalah klien, dan terapi untuk
mengatasinya. Sistem ini terdiri dari serangkaian kartu yang disimpan dalam sebuah
indeks file yang dapat dipindahkan dengan mudah. Isi kardeks sendiri adalah informasi
yang diperlukan untuk asuhan setiap hari.
Menurut Muslihatun, dkk., (2009), rencana asuhan kebidanan dengan model
kardeks ini ditulis oleh bidan ketika sedang berada dalam keadaan waktu sebagai
berikut.
a. Ketika membahas masalah kebutuhan klien
b. Ketika melakukan ronde kebidanan setelah identifikasi atau peninjauan masalah
klien.
c. .Setelah diskusi dengan anggota tim kesehatan lain yang bertanggung jawab
terhadap klien.
d. Setelah berinteraksi dengan klien dan keluarganya
2. Komponen Dokumentasi Kardeks
Wildan dan Hidayat (2008) menyebutkan terdapat lima komponen yang
membentuk model dokumentasi kardeks. Kelima komponen ini adalah data pasien,
diagnosis kebidanan, pengobatan yang sedang dilakukan terhadap klientest diagnostik,
dan kegiatan-kegiatan yang boleh di lakukan oleh pasien.
a. Data Pasien
Data pasien pada kardeks adalah data umum yang menjadi pengenal identitas
pasien, yang meliputi nama, alamat, status perkawinan, tempat dan tanggal lahir,
status sosial, dan agama/kepercayaan.
b. Diagnosis Kebidanan
Diagnosis kebidanan ini berupa daftar prioritas masalah yang dimiliki oleh
pasien, dan yang sedang ditangani oleh bidan
c. Pengobatan yang sedang dilakukan.
Data dalam komponen ini terdiri dari perawatan, pengobatan, diet, terapi
intravena, dan konsultasi.
d. Tes Diagnostik
Data yang terdapat dalam tes diagnostik meliputi tanggal/jadwal tes
diagnostikdan hasil tes diagnostik tersebut.
e. Kegiatan-Kegiatan yang Diperbolehkan
Data dalam komponen ini berupa kegiatan sehari-hari pasien yang
diizinkan oleh tenaga kesehatan, yang tidak mengganggu proses pengobatan yang
sedang ber- jalan
3. Kelebihan dan Kekurangan Model Dokumentasi Kardeks
Menurut Handayani dan Triwik (2017) kelebihan dan kekurangan model
dokumentasi kardeks adalah sebagai berikut
Kelebihan
a. Model kardeks yang berupa kartu mudah dibawa kemana mana.
b. Model kardeks mudah dalam pengisian dokumentasinya
c. Model kardeks mudah dipahami dan sederhana, karena hanya mengisi hal yang
penting dan tersedia dalam kolom
d. Memungkinkan bidan/perawat untuk berbagi informasi yang berguna kepada sesame
anggota tim Kesehatan tentang kebutuhan unik klien.
e. Model kardeks juga membantu bidan untuk mengomunikasikan waktu tepat untuk
melakukan kegiatan asuhan kebidanan tertentu
Kekurangan
a. Tidak diisi dengan lengkap.
b. Tidak memiliki ruang yang cukup untuk memasukkan Memeriksa sebuah unt data
yang diperlukan.
c. Tidak cukup tempat untuk menulis rencana kebidanan bagi pasien.
d. Tidak selalu diperbarui (tidak up to date). mengirimkan satu Kapan
e. Tidak dibaca oleh bidan sebelum diberikan sudah bisa pelayanan atau asuhan
kebidanan.
f. Mudah hilang dan rusak
Tabel 1.7 Kekurangan dan kelebihan Dokumentasi Kardeks
Kelebihan
a. Meningkatkan pelayanan pada pasien
Mengingat dengan dokumentasi CPR data pasien lebih mudah diakses oleh tenaga
kesehatan, makapasien tidak perlu menunggu kegiatan asuhan terlalu lama. Hal ini berbeda
dengan dokumentasi manual yang menguras waktu untuk sekadar akses data pasien.
b. Meningkatkan pengembangan pada protokol unit layanan kesehatan
Teknologi yang menjadi penopang CPR membuat dokumentasi lebih modern, lebih cepat,
dan lebih praktis. Dengan demikian, karena alokasi waktu yang masih besar, standar, dan
aturan unit layanan kesehatan juga lebih berpihak kepada pasien
c. Meningkatkan penatalaksaan data dan komunikasi
Penyimpanan data pasien lebih tahan lama dibandingkan model dokumentasi tradisional,
yang dapat terhapus atau rusak karena faktor eksternal. Selain itu, data pasien dalam model
CPR dapat dikirimkan kapan saja. Jika data tersebut perlu dikomuninaksikan kepada pasien
atau keluarga kapanpun saja, maka saat itu pula data sudah bisa diakses.
d. Meningkatkan proses edukasi dan konseling pada pasien
Dalam hal ini, penyuluhan dan konseling tersebut dapat dilakukan melalui data yang
tersimpan dalam komputer. Bidan tidak perlu menggunakan alat dan dokumen.
e. Akurasi lebih tinggi
Potensi data pasien tertukar dengan data pasien lain sangat kecil, dengan catatan ketika
pertama kali melakukan entry data, bidan sudah benar. Dengan demikian validitas data
juga lebih terjamin.
f. Menghemat biaya
Model CPR menghindari borosnya penggunaan kertas, dan menghindari penumpukan data
di dalam tempat penyimpanan data (dalam bentuk fisik).
g. Meningkatkan kepuasan pasien
Mengingat data lebih cepat diakses oleh bidan, maka pasien dapat dilayani dengan lebih
cepat, lebih detail, dan lebih nyaman.
h. Memperbaiki komunikasi antar bagian/anggota tim kesehatan
Dengan model CPR, peluang terjadinya komuni- kasi lisan yang berlebihan akan
berkurang. Dalam hal ini, setiap komunikasi terkait data pasien memiliki rekaman
tersendiri, yang membuat terhindarkannya faktor lupa, dan pengerjaan dokumentasi lebih
efektif, tidak memakan waktu.
i. Menambah kesempatan untuk belajar
Data yang lengkap dan akurat, ditambah penger- jaan yang efisien akan memungkinkan
dokumentasi CPR lebih mudah dipelajari oleh tenaga kesehatan dan mahasiswa praktik.
Selain itu, data juga lebih mudah diakses untuk kepentingan penelitian.
j. Meningkatkan moral kinerja tenaga kesehatan
Bidan dan tenaga kesehatan yang bertugas den- gan dokumentasi CPR akan lebih percaya
diri, karena peluang tertukarnya data pasien sangat kecil. Dengan demikian, risiko
malpraktik oleh bidan terkait kesala- han data atau kekeliruan penanganan, kecil
Kekurangan
a. Mal fungsi
Fungsi mal Hal ini terjadi ketika komputer sebagai hardware sebagai alat tidak berfungsi
karena rusak, atau ketika saluran informasi tidak bekerja karena gangguan/ rusaknya
jaringan. Mengingat hardware adalah komponen utama CPR, maka meski software masih
ada, tetap saja dokumentasi tidak bisa dikerjakan.
b. Impersonal effect
Model CPR memungkinkan kurangnya interaksi tenaga kesehatan dengan anggota tim
lainnya. Hal ini terjadi karena semua kegiatan yang berkaitan dengan pasien sudah
dikomunikasikan melalui data. Keterikatan tenaga kesehatan terhadap kemungkinan
dampak yang tercipta juga bisa lebih rendah.
c. Informasi tidak akurat
Jika saat memasukkan data, tenaga kesehatan memasukkan data tidak cermat, atau tertukar
informasi dengan pasien lain, maka data bisa saja tidak akurat, atau salah semuanya.
d. Kosakata terbatas Terbatasnya narasi bisa menjadi titik lemah model CPR, karena
model ini hanya menampilkan data-data saja secara tertulis. Tenaga kesehatan yang
mengolah data mungkin menemui kebingungan atau kesulitan tanpa adanya informasi
tambahan.
e. Biaya perawatan yang besar
Meskipun model CPR menghemat biaya terkait operasional sehari-hari, model ini
menuntut biaya perawatan yang besar, misalnya dengan pengadaan unit komputer, atau
pemasangan jaringan internet.
Tabel 1.8 Kekurangan dan kelebihan Dokumentasi CPR
Dokumentasi kebidanan tidak dapat dilepaskan dari praktik bidan. Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No- 900/Menkes/SK/VII/2002, praktik bidan adalah
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada mor pasien
(individu, keluarga, dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.
Adapun pelayanan kesehatan yang berhak dilakukan oleh bidan, meliputi pelayanan
kebidanan, pelayanan kelu- arga berencana, dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan ini ditujukan kepada ibu dan anak. Pelayanan kepada ibu
mencakup pelayanan pada tu- juh waktu sebagai berikut:
1) masa pranikah,
2) masa pra- kehamilan,
3) masa persalinan,
4) masa hamil,
5) masa nifas,
6) masa menyusui, dan
7) masa antara (periode interval).
Adapun pelayanan kebidanan kepada bayi diberikan dalam empat masa, yaitu, (1)
masa bayi baru lahir, (2) masa bayi, (3) masa anak balita, dan (4) masa prasekolah.
Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
Pelayanan ini di antaranya adalah pemberian obat dan alat kontrasepsi dan
pemberian penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi. Selain itu, pencabutan alat
kontrasepsi dalam rahim, pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit, juga
pemberian konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana, dan kesehatan
masyarakat juga termasuk dalam pelayanan yang dilakukan bidan terkait KB.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan bidan dalam bidang ini yaitu, pembinaan peran serta masyarakat terkait
kesehatan ibu dan anak, pemantauan tumbuh kembang anak, dan pelayanan kebidanan
komunitas. Terkait wewenangnya dalam kesehatan lingkungan dan masyarakat, bidan
juga berhak melakukan deteksi dini, pertolongan pertama, perujukan, dan penyuluhan
terkait beberapa penyakit tertentu. Misalnya, Infeksi Menular Seksual (IMS),
penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), atau penyakit-
penyakit lainnya
Dalam melakukan kewenangan-kewenangan di atas, bidan dapat melakukannya di
tempat-tempat lahan praktik pelayanan kebidanan Tempat-tempat tersebut adalah
puskesmas, rumah sakit/ rumah bersalin, praktik bidan mandiri, klinik, dan unit kesehatan
lainnya, Menurut, Handayani dan Triwik (2017), pendokumentasian dari asu- han
kebidanan di rumah sakit dikenal dengan istilah rekam medis Oleh karenanya, bidan
harus memiliki pemahaman menyeluruh tentang rekam medis, meliputi definisinya,
urutan kegiatannya, fungsi, prinsip, status kepemilikan, dan kerahasiaan rekam medis
tersebut
F. Metode Dokumentasi SOAP, SOAPIE, SOAPIED, SOAPIER
1. SOAP
Menurut Subiyatin (2017), SOAP merupakan catatan yang bersi- fat sederhana,
jelas, logis dan tertulis. Bidan hendaknya menggunakan dokumentasi SOAP ketika
bertemu pasien. Alasannya, SOAP terdiri dari urutan-urutan kegiatan yang dapat
membantu bidan dalam mengorganisasi pikiran dan memberikan asuhan yang
menyeluruh. Selain itu, metode SOAP adalah penyulingan intisari dari proses
penatalaksanaan kebidanan.
a) Pembagian Data SOAP
1) Data Subjektif
2) Data Objektif
3) Analisis (Assesment)
Komponen ketiga dalam SOAP adalah assessment atau penilaian. Di
Indonesia, untuk menyesuaikan dengan struktur akronim SOAP, assessment
juga dapat disebut sebagai analisis. Pada kenyataannya, komponen ini memang
analisis dan interpretasi (kesimpulan), yaitu pendapat bidan terhadap masalah
pasien berdasarkan data subjektif dan objektif.
Analisis ini harus menjelaskan alasan di balik keputusan intervensi atau
asuhan yang diambil bidan. Analisis juga mesti sesuai dengan pemikiran yang
digunakan dalam proses pemecahan masalah. Selain itu, perkembangan pasien
ke arah tujuan yang ditetapkan juga disampaikan. Begitu pula faktor-faktor
yang berpengaruh yang mungkin akan menyebbakan modifikasi dari frekuensi
intervensi terhadap pasien, durasi intervensi, atau intervensi itu sendiri.
Respons positif dan negatif pasien juga harus didokumentasikan.
Tantangan untuk bidan dalam analisis ini adalah kemampuan logis
mereka dalam menilai. Bidan tidak diizinkan untuk memberikan penilaian yang
terlalu samar, misalnya hanya dengan narasi 'pasien membaik'. Selain itu, bidan
juga dituntut untuk membuat laporan penilaian yang tidak ambigu,
menghindari kata-kata yang tidak meyakinkan, seperti 'tampaknya'. Pada satu
sisi, hal ini menunjukkan kurang tajamnya analisis yang dilakukan.
Menurut Sudarti dan Fauziah (2010), analisis ini merupakan bentuk
dokumentasi langkah kedua, ketiga, dan keempat dalam manajemen kebidanan
Varney (2003). Oleh karena itu, analisis ini mencakup diagnosis/masalah
kebidanan, diagnosis masalah potensial, dan evaluasi kebutuhan yang
membutuhkan penanganan segera.
4) Perencanaan (Planning)
Komponen terakhir adalah perencanaan atau planning. Perencanaan
berarti membuat rencana asuhan untuk saat ini dan untuk yang akan datang.
Rencana asuhan ini disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data.
Tujuannya untuk mengupayakan ter capainya kondisi pasien yang seoptimal
mungkin.
Terkait dengan manajemen kebidanan Varney (2003), komponen
perencanaan ini adalah bentuk penjabaran dari langkah kelima, keenam, dan
ketujuh, yaitu perencanaan asuhan, penatalaksanaan, dan evaluasi, yang
digabungkan menjadi satu.
b) Alasan Penggunaan SOAP sebagai metode paling Umum
SOAP dipilih sebagai metode paling umum dipakai dalam dokumentasi
asuhan kebidanan karena beberapa faktor. Pertama, SOAP sudah terlebih dahulu
dikenal sebagai metode antardisipliner di bidang layanan kesehatan. Dengan
demikian, penggunaan metode SOAP dalam berbagai aplikasi pelayanan
kesehatan juga sudah lumrah. Kedua, SOAP merupakan pencatatan yang memuat
kemajuan informasi pasien secara sistematis. Kronologi penyusunan langkahnya
jelas dan berurutan hingga mencapai kesimpulan, yaitu rencana asuhan untuk
pasien.
Ketiga, SOAP merupakan intisari manajemen kebidanan untuk dokumentasi.
Tujuh langkah manajemen Varney diperas sedemikian rupa dengan metode
SOAP. Tidak ada satupun dari tujuh langkah tersebut yang diabaikan. Dengan
demikian, penerapan metode SOAP berarti satu langkah maju untuk tertib dalam
dokumentasi kebidanan.
Keempat, kronologi dalam SOAP memudahkan bidan dalam mengorganisasi
pikiran untuk memberikan asuhan yang bersifat komprehensif. Bidan dituntut
untuk berpikir logis dan mampu mengambil keputusan akurat. Hal itu ditunjang
dengan metode dokumentasi SOAP. Bidan akan terus memantau perkembangan
pasien. Dia juga sudah ter- bantu dengan pemisahan data objektif dan data
subjektif. Kemungkinan bidan mengambil keputusan yang kurang logis dan
akurat, akan sangat kecil. SOAP adalah sarana bagi bidan untuk menciptakan
asuhan kebidanan yang baik, dengan dokumentasi yang baik pula. Demikian pula
dengan metode-metode kebidanan lain yang dikembangkan dari SOAP.
2. SOAPIE
Metode SOAPIE adalah pengembangan dari metode SOAP. Dalam hal ini,
terdapat dua tahap yang ditambahkan di belakang Sub- jektif (S), Objektif (O),
Analisis (A), dan Perencanaan (P). Dua tahap itu adalah Implementasi (I) dan Evaluasi
(E).
a. Keterbatasan SOAP
Data subjektif dapat diringkas sebagai pernyataan atau keluhan pasien.
Data tersebut merupakan data yang diobservasi oleh tenaga kesehatan. Analisis
adalah kesimpulan dari pengumpulan data objektif dan subjektif. Perencanaan
adalah tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis. Namun, metode SOAP
memiliki keterbatasan, yaitu ada kemungkinan rencana pasien akan diubah ketika
proses evaluasi mulai dilakukan. Oleh karena itu perlu tahap-tahap tambahan
untuk melengkapi asuhan kebidanan kepada pasien.
b. Tahap Kelima, Implementasi
Dalam metode SOAPIE, tahap kelima adalah imple- mentasi, yatu
bagamana asuhan kebidanan dilakukan. Menurut Handayani dan Triwik (2017)
implementasi adalah pelaksanaan asuhan sesuai rencana yang telah disusun.
Dziegielewski (2004) menyebutkan, pada tahap implementasi inilah, petugas
pelayanan kesehatan menerangkan secara rinci bagaimana, kapan, dan siapa yang
akan menerap kan asuhan kepada pasien.
Implementasi ini harus disesuaikan dengan keadaan pasien. Dengan
demikian, jika kondisi pasien berubah, maka analisis juga berubah. Rencana dan
implementasi asuhan pun berubah, atau menyesuaikan kondisi pasien tersebut.
Semua tahap dalam metode SOAPIE bertujuan dasar mengatasi masalah
yang dihadapi pasien. Oleh karenanya, implementasi dilakukan dengan
sepersetujuan pasien dan sebanyak mungkin harus melibatkan pasien.
Implementasi bisa dilakukan tanpa kesepakatan dengan pasien, hanya dalam
keadaan darurat, yaitu ketika muncul kemungkinan, jika implementasi tidak
diterapkan, keselamatan atau nyawa pasien terancam.
c. Tahap Keenam, Evaluasi
Tahap keenam atau yang terakhir adalah evaluasi. tahap ini berupa analis hasil
asuhan yang dilakukan kepada pasien. Pada tahap ini, seluruh rangkaian asuhan,
yaitu subjektif, objektif, analisis, perencanaan, dan implemen- tasi dinilai oleh
tenaga kesehatan, terkait efektivitasnya pada perkembangan pasien. Apakah tahap-
tahap tersebut berbuah positif dan mengatasi masalah utama pasien, atau malah
sebaliknya. Jika rencana asuhan kebidanan terhadap pasien ter- bukti tercapai
dalam evaluasi, hal ini bisa menjadi patokan asuhan kebidanan atas masalah yang
sama di kemudian hari. Sebaliknya, jika evaluasi menunjukkan masalah utama
pasien tidak teratasi dengan baik, maka ini bisa digunakan sebagai catatan untuk
pengembangan asuhan kebidanan yang lebih baik, atau dijadikan dasar untuk
alternatif pilihan asuhan kebidanan yang lain.
3. SOAPIED
Metode SOAPIED juga merupakan pengembangan dari metode SOAP. Dalam
hal ini, tahap setelah SOAP bukan hanya dua seperti dalam metode SOAPIE. Tetapi,
terdapat tiga tahap yang ditambahkan di belakang Subjektif, Objektif, Analisis, dan
Perencanaan. Tiga tahap itu adalah Implementasi (I), Evaluasi (E), dan Dokumentasi
(D).
a) Enam Tahap Awal SOAPIED
Data subjektif dan data objektif digabungkan untuk mendapatkan analisis.
Dari analisis itulah kemudian disusun perencanaan asuhan kebidanan, yang
merupakan dasar im- plementasi (penerapan rencana). Penerapan rencana itu di-
ukur tingkat keberhasilan atau kegagalannya dalam evaluasi. Berikutnya semua
tahap itu dirangkum dalam dokumentasi.
b) Tahap Ketujuh, Dokumentasi
Tahap terakhir dalam SOAPIED adalah dokumen- tasi. Dalam hal ini,
sebenarnya semua tahap dalam metode ini dicatat. Namun, tahap dokumentasi ini
menunjukkan penekanan akan pentingnya pencatatan tersebut. Doku- mentasi
penting kaitannya untuk memperlihatkan tahapan (kronologis) asuhan kebidanan
yang diterima oleh pasien se- jak penerimaan hingga kepulangam. Melalui
dokumentasi, adanya kekurangan atau kelebihan di setiap tahap asuhan. kebidanan
akan terekam dengan baik. Selain itu, dokumen- tasi menjadi bukti bahwa
langkah-langkah yang diambil oleh bidan untuk menangani pasien sudah tepat
dengan standar dan aturannya atau tidak.
4. SOAPIER
Metode SOAPIER juga terdiri dari Subjektif (S), Objektif, Anal sis,
Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi (E). Perbedaannya adalah langkah terakhir,
yaitu Respons/ Revisi/ Reassesment (R).
Data subjektif adalah data yang berhubungan dengan masalah dari sudut
pandang pasien. Ekspresi pasien terkait kekhawatirannya terhadap masalah,
keluhannya, dan dugaan-dugaannya dicantumkan dalam data ini. Selain itu, keterangan
riwayat kesehatan pasien, baik sekarang maupun terdahulu, juga masuk dalam data
subjektif.
Berikutnya, data objektif. Data ini berupa bukti gejala klinis pasien dan fakta-
fakta yang berhubungan dengan diagnosis. Data ini diperoleh dari hasil observasi
yang tidak memungkinkan terjadinya informasi subjektif. Misalnya, data tinggi dan
berat badan pasien, lingkar lengan (LILA), pemeriksaan fisik anggota tubuh, dan ha-
hal sejenis.
Analisis adalah pengolahan informasi dari data subjektif dan data objektif
tersebut. Dari sinilah bidan akan menetapkan masalah yang dialami pasien atau
diagnosis pasien. Bidan juga harus memisahkan masalah utama dan masalah potensial
seperti yang sudah disebutkan di muka untuk model SOAP. Proses analisis ini bersifat
dinamis karena keadaan pasien terus berubah. Kecermatan dan intensitas bidan dalam
memantau perkembangan pasien, sangat membantunya dalam mengerjakan analisis,
yang akan menjadi dasar tindakan tepat untuk mengatasi masalah/diagnosis pasien.
Perencanaan atau planning adalah rencana tindakan asuhan ke- bidanan untuk
pasien, baik untuk saat itu maupun untuk yang akan datang. Hal ini didasari tujuan
pelayanan kesehatan, yaitu membuat pasien dalam kondisi sebaik mungkin, mengatasi
masalah yang di- alaminya. Perencanaan juga mengungkapkan kriteria tujuan tertentu
dalam batas waktu tertentu terkait kebutuhan pasien.
Implementasi, atau juga disebut intervensi adalah pelaksanaan rencana asuhan
di atas. Ada kalanya, kondisi pasien sudah berubah se- belum terjadi implementasi.
Jadi, implementasi juga harus disesuai kan atau bahkan diubah untuk membuat
kondisi pasien lebih baik.
Evaluasi adalah penilaian atas tindakan implementasi, dan lang- kah-langkah
yang dilakukan sebelumnya. Dari evaluasi inilah, asuhan kebidanan terhadap pasien
dapat disebut efektif atau tidak. Ketika implementasi ternyata tidak berhasil, maka
data dalam evaluasi an dapat digunakan sebagai dasar atas tindakan alternatif yang
perlu di- lakukan untuk mencapai tujuan teratasinya masalah pasien.
Langkah terakhir dalam metode SOAPIER adalah revisi/respons/ reassesment.
Tidak bisa dikesampingkan, ada kalanya evaluasi, lang- kah sebelum revisi,
mengungkapkan indikasi perlunya perubah- implementasi terhadap pasien. Oleh
karenanya, revisi diperlu- kan. Dalam hal ini, revisi dapat mencakup revisi diagnosis
terhadap an pasien. Revisi juga memungkinkan bidan untuk memodifikasi tujuan
semula. Namun, pada keadaaan tertentu, kala waktu agar kondisi pasien membaik
dapat direvisi pula.
5. PERBANDINGAN METODE-METODE
Perbandingan lima proses manajemen bidan, tujuh langkah manajemen bidan,
dengan metode SOAP, SOAPIE, SOAPIED, dan SOAPIER dapat dilihat dari bagan di
bawah ini. Tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi dalam langkah manajemen
kebidanan, dirangkum dalam langkah perencanaan pada SOAP. Adapun imple-
mentasi dan evaluasi dalam metode SOAPIE adalah perluasan dari langkah
perencanaan dalam SOAP.
Implementasi dan evaluasi dalam metode SOAPIED dan SOAPI- ER juga
merupakan perluasan dari langkah perencanaan dalam SOAP. Meskipun demikian,
terdapat perbedaan setelah tahap evaluasi. Pada metode SOAPIED, setelah evaluasi
masih ada satu tahap lagi, yaitu dokumentasi. Pada metode SOAPIED, setelah
evaluasi, tahap beri- kutnya adalah revisi/reassessment.
5 7 LANGKAH
LANGK MANAJEMEN SOAP SOAPIE SOAPIE SOAPIER
AH KEBIDANAN D
KOMPE VARNEY
TENSI
BIDAN
Pengkaji Investigasi Subjektif Subjektif Subjektif Subjektif
an Data Objektif Objektif Objektif Objektif
Identifikasi Assesment (
Antisipasi Analisis)
masalah/Diagn Diagnosi
osis lain s dan
Evaluasi masalah
Assesme Assesme Assesme Assesment
kebutuhan Diagnosi
nt nt nt ( Analisis)
yang s dan
(Diagnos ( Analisi ( Analisi
memerlukan masalah
is) s) s)
kebutuhan potensial
segera Kebutuhan
Tindakan
segera
Planning:
Asuhan
Planning Rencana Asuhan mandir
( perenca Kolabor
naan) asi
Tes Planning Planning Planning
diagnost
ic atau
tes
laborator
ium
Konselin
g
Tindak
lanjut
Impleme Penatalaksanaan Impleme Impleme Implementas
ntasi ntasi ntasi i
Evaluasi Evaluasi
Evaluasi Evaluasi Evaluasi Dokume Revisi/
ntasi Reassesmen
Tabel 1.910 Perbandingan metode -metode
Jawaban :
Metode Dokumentasi Metode dokumentasi merupakan salah satu metode pengumpulan data
yang di gunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode dokumenter di
gunakan untuk menelusuri data historis. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental dari seseorang.
Jawaban :
Jawaban:
Komponen ketiga dalam SOAP adalah assessment atau penilaian. Di Indonesia, untuk
menyesuaikan dengan struktur akronim SOAP, assessment juga dapat disebut sebagai
analisis. Pada kenyataannya, komponen ini memang analisis dan interpretasi (kesimpulan),
yaitu pendapat bidan terhadap masalah pasien berdasarkan data subjektif dan objektif
4. Penanya : Rahmah
Pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan inflementasi dalam kebidanan?
Jawaban :
implementasi, adalah pelaksaan asuhan sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan
keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah klien. Pelaksanaan tindakan harus disetujui
oleh klien, kecuali bila tindakan tidak dilaksanakan akan membahayakan keselamatan klien.
Sebanyak mungkin klien harus dilibatkan dalam proses implementasi ini. Bila kondisi klien
berubah, kondisi analisi juga berubah, maka rencana asuhan maupun implementasinya pun
kemungkinan besar akan ikut berubah atau harus disesuaikan
Jawaban :
Fungsi pentingnya melakukan dokumentasi kebidanan meliputi dua hal berikut ini.
2. Sebagai bukti dari setiap tindakan bidan bila terjadi gugatan terhadapanya.
Jawaban:
S-O-A-P dilaksanakan pada saat dokter menulis penilaian ulang terhadap pasien rawat inap
atau saat visit pasien. S-O-A-P di tulis dicatatan terintegrasi pada status rekam medis pasien
rawat inap, sedangkan untuk pasien rawat jalan S-O-A-P di tulis di dalam status rawat jalan
pasien