Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

Model dan Metode Dalam Dokomentasi Kebidanan


“Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Dokumentasi Kebidanan”

Dosen Pengampu:
Syahrida Wahyu Utami, SST., M.Keb

Disusun oleh: Kelompok 2


Halimatus Sa’diah 712405S22009
Norma lia 712405S22001
Afiya Nor Asyifa 712405S22016

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ABDI PERSADA BANJARMASIN


PRODI DIII KEBIDANAN
2023
BAB I

PEMBAHASAN

MODEL DOKUMENTASI KEBIDANAN

Model dokumentasi menurut Sudarti dan Fauziah (2010) adalah cara menggunakan
dokumentasi dalam penerapan proses asuhan ke- bidanan. Bidan tidak hanya dituntut untuk
menguasai teknik naratif dan teknik flow sheet, tetapi juga menguasai model dokumentasi
yang meliputi POR (Problem Oriented Record), SOR (Source Oriented Re- cord). CBE
(Charting by Exception), Kardeks, dan CPR (Computer Based Patient Record).

A. SOURCE ORIENTED RECORD (SOR)


Model dokumentasi Source Oriented Record berkaitan erat dengan teknik
dokumentasi naratif. Hal ini terjadi karena catatan nara- tif dibentuk oleh sumber asal
dokumentasi. Narasumber dalam hal ini dapat siapa saja yang merupakan petugas pelayan
kesehatan yang bertanggungjawab memberikan informasi. Misalnya, dokter, ahli gizi,
atau bidan.

1. Pengertian Model Dokumentasi Source Oriented Record (SOR)


Wildan dan Hidayat (2008) menyebutkan, Source Oriented Record merupakan
model dokumentasi yang mem- fokuskan catatan didasarkan pada orang atau sumber
yang melakukan pencatatan pada pasien. Model ini tergolong model paling
tradisional. Selain itu, dokumentasi kebidanan ini dibuat dengan cara: setiap anggota
tim kesehatan membuat catatan sendiri-sendiri berdasarkan hasil observasinya. Jadi,
setiap anggota memiliki lembar yang berbeda. Misalnya, dokter dengan lembar
instruksi dokter dan perawat atau bidan dengan lembar catatannya sendiri.
Catatan tersebut nantinya dikumpulkan menjadi satu. Dalam hal ini, masing-
masing melakukan kegiatan asuhan terhadap pasien tanpa bergantug pada anggota tim
yang lain. Penggunaan model SOR memudahkan pendokumen- tasian kebidanan
mencakup informasi tentang permasalahan tertentu yang bisa saja terdistribusi
sepanjang dokumen oleh anggota tim kesehatan yang berbeda-beda. Data yang
memuat masalah mungkin saja tercantum pada lembar instruksi dokter, catatan bidan,
dan catatan laporan khusus oleh fisioterapis atau anggota lain.
2. Komponen Model Dokumentasi Source Oriented Record (SOR)
Menurut Handayani dan Triwik (2017) catatan doku- mentasi dengan
pendekatan SOR memiliki lima komponen sebagai berikut.

a. Lembaran penerimaan berisi biodata, yaitu lembar yang berisi tentang identitas
pasien (nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, alamat, status pernikahan,
kerabat terdekat yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat), alasan pasien masuk
rumah sakit atau alasan pasien dirawat, dan kapan pasien masuk rumah sakit.
b. Lembar instruksi dokter, lembar yang berisi tentang segala sesuatu yang
diperintahkan oleh dokter untuk pengobatan dan perawatan pasien. Misalnya,
berupa tindakan medis atau terapi dokter.
c. Lembar riwayat medis atau penyakit, yaitu lembar beri si tentang riwayat penyakit
yang pernah diderita oleh pasien dan keluarganya. Dalam hal ini yang
dicantumkan adalah penyakit berat atau penyakit keturunan seperti kanker,
diabetes, penyakit jantung, atau hemofolia.
d. Catatan bidan, yaitu lembar yang berisi segala sesuatu baik yang direncanakan
maupun yang telah dilakukan oleh bidan kepada pasien dalam proses memberikan
asuhan kebidanan.
e. Catatan laporan khusus, yaitu lembar yang berisi catatan khusus terkait pasien
yang tidak terangkum dalam lembar/catatan sebelumnya. Misalnya, catatan dari
hasil kolaborasi dengan fisioterapis atau ahli gizi.
3. Kelebihan dan Kekurangan Model Dokumentasi Source Oriented Record
(SOR)
Menurut Sudarti dan Fauziah (2010) kelebihan dan kekurangan model
dokumentasi SOR adalah sebagai berikut.

Kelebihan
a. Menyajikan data secara berurutan dan mudah diidentifikasi.
b. Memudahkan bidan dalam mencatat informasi.
c. Format dengan metode SOR ini membuat proses dokumentasi jadi lebih
sederhana
Kekurangan
a. Data yang terkumpul mungkin saja terfragmentasi.
b. Sulit untuk mencari data sebelumnya kecuali mengulang pencarian data sejak
awal.
c. Membutuhkan waktu yang banyak untuk pelaksanaan asuhan kebidanan.
d. Untuk menentukan masalah utama klien, dan tinda- kan yang hendak
dilakukan kepadanya, membutuhkan pengkajian data dari beberapa sumber.
e. Data yang disajikan secara berurutan berpotensi menyulitkan anggota tim
kesehatan untuk melalukan analisis.
f. Melimpahnya sumber informasi justru membuat perkembangan pasien sulit
untuk dipantau
Tabel 1.1 Kelebihan dan Kekurangan Dokumentasi SOR

(Sumber: Sudarti dan Fauziah, 2011)


4. Contoh Model Dokumentasi SOR

Tanggal Waktu Sumber Catatan perkembangan


24 Februari 2018 06.00 WIB P Ny. I, 24 Tahun.
Diagnosis medis anemia
pada masa kehamilan,
dilakukan pemeriksaan
laboratorium dengan Hb
8 gr/Dl. Keadaan umum
os pucat, lesu. TTV:TD
90/60 mmHg, pols:72 x/i.
RR:18 x/I,temp:37,2°C.

(Tanda Tangan)
Perawat
D Dilakukan pemasangan
infus 20 tts/I,
direncanakan tranfusi
darah, direncanakan
pemberian obat-obat oral
yaitu tablet Fe, Asam
Folat.

(Tanda Tangan)
Dokter
F Telah diberikan obat oral:
Tablet Fe 2x1 pada pukul
08.00, Asam Folat 1x1
pada pukuk 08.00, pasien
sudah minum obat sesuai
waktu yang dianjurkan
dan sudah ada perubahan.

(Tanda Tangan )
Perawat
G Diet MB dengan nasi,
daging, sayur dan buah.

(Tanda Tangan)
Ahli Gizi
Tabel 1.2 Contoh model dokumentasi SOR

B. PROBLEM ORIENTED RECORD (POR)


Model Problem Oriented Record (POR) adalah pendekatan asuhan kebidanan
yang berfokus pada masalah kesehatan spesifik pasien yang membutuhkan perhatian
sesegera mungkinPendekatan ini juga berfokus pada penyusunan rencana asuhan
kebidanan yang koopera- tif yang dirancang untuk mengatasi masalah yang teridentifikasi
tadi.

POR pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Lawrence L. Weed pada akhir tahun
1960-an. Tujuannya adalah, mengembangkan perawatan pasien melalui analisis sistematis
dan dokumentasi logis, yang dilaku- kan oleh sekelompok anggota tim pelayanan
kesehatan. Jika diterapkan dengan benar, POR akan menyediakan sarana komunikasi
yang lebih efektif di antara anggota tim pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya
pasien itu sendiri. Selain itu, POR juga akan memfasilitasi koordinasi asuhan pencegahan,
asuhan perawatan, dan kontinuitas asuhan.

1. Komponen Model Dokumentasi POR


Meskipun rincian penerapan sistem POR dapat bervariasi sesuai dengan
pengaturan untuk digunakan dan jenis klien yang dilayani, ada empat komponen yang
menjadi dasar problem oriented record ini. Empat komponen tersebut adalah (a) data
dasar (database), (b) daftar masalah (problem list), (c) rencana asuhan (plan), dan (d)
catatan perkembangan (progress notes).
a. Data Dasar (Database)
Data dasar ini berisi semua data dari hasil pengkajian awal terhadap klien
ketika pertama kali masuk rumah sakit. Di dalamnya terdapat identitas pasien
riwayat penyakit (kesehatan), pemeriksaan fisik, peng- kajian ahli gizi, dan hasil
laboratorium. Data-data tersebut diolah untuk mengidentifikasi masalah utama
(aktif) pasien saat ini, yang ditandai dalam database. Namun, masalah kecil dan
tidak aktif juga dijelaskan dalam data dasar.
Data dasar ini meliputi data subjektif dan data objektif. Data subjektif
merupakan hasil anamnesis pasien meliputi identitas, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang dan sebelumnya, hingga riwayat penyakit keluarga. Data
objektif meliputi data hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam pendekatan POR, pasien mendapatkan tanggung jawab untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan seakurat mungkin. Di sisi lain, pasien juga
memerlukan bantuan untuk melengkapi jawaban tersebut. Hal ini penting agar
tidak tercipta data yang sifatnya 'sepele' dan serba positif yang berpotensi
mengaburkan masalah utama pasien.
Data dasar bertujuan untuk memahami masalah pasien dan menjadi bahan
pokok untuk untuk membantu dokter/perawat/bidan menentukan prioritas masalah
yang dimiliki pasien, dan kemudian membuat rencana asuhan yang tepat. Dalam
hal ini, masalah dan kelaiann yang ada pada diri pasien harus dicari ber- dasarkan
keluhan utama yang disampaikan pasien
b. Daftar Masalah (Problem List)
Menurut Wildan dan Hidayat (2008) komponen ini berisi identifikasi berbagai
masalah yang ditemukan dari pengumpulan data dasar. Daftar masalah ini akan
disusun secara kronologis, didasarkan pada masalah- masalah yang dapat
diidentifikasi dari hasil pengkajian awal. Nantinya daftar masalah ini berfungsi
sebagai 'bahan baku' rencana asuhan.
Menurut Sudati dan Fauizah (2017) pada awalnya, daftar masalah ditulis oleh
tenaga kesehatan yang bertemu pasien pertama kali. Daftar masalah dapat
mencakup masalah fisiologis, psikologis, sosiokultural, spiritual, tumbuh
kembang, ekonomi, dan lingkungan yang dimiliki. Daftar ini berada pada bagian
depan status klien. Setiap masalah diberi tanggal dan nomor, kemudian
dirumuskan. Perlu juga dicantumkan nama tenaga kesehatan yang menemukan
masalah tersebut.
Posisi daftar masalah di bagian depan status klien memiliki fungsi sebagai
panduan kepada masalah kesehatan terpenting dan terkini yang dimiliki pasien.
Tujuannya adalah untuk menarik perhatian tenaga kesehatan pada areal masalah,
sehingga tidak akan terlewatkan, agar daftar masalah dapat memenuhi tujuan
utamanya, tenaga kesehatan yang mencatat perlu menggunakan bahasa yang
ringkas dan eksplisit.
Jika diagnosis telah dilakukan, maka hal itu harus ditulis. Namun, jika ada
beberapa manifestasi penyakit yang muncul, mereka harus dirangkum ke dalam
bentuk definisi tunggal yang sesingkat dan seakurat mungkin. Manifestasi
penyakit sendiri dapat dicantumkan secara terpisah pada lembar alur atau catatan
naratif di bagian lain dalam dokumen. Penting untuk diingat bahwa daftar masalah
'hanyalah' daftar, bukan penjelasan rinci tentang kesulitan yang dialami pasien.
Jika dilihat berdasarkan sifatnya, masalah dibedakan menjadi dua, yaitu
masalah aktif dan masalah tidak aktif. Masalah aktif merupakan masalah yang
masih berlangsung pada pasien, yang membutuhkan pemeriksaan dan penanganan
selanjutnya baik berupa observasi, diagnosis, manajemen, atau pendidikan pasien.
Masalah tidak aktif adalah masalah yang ada pada pasien, tetapi tidak memerlukan
tindakan khusus. Masalah tidak ak tif ini juga disebut sebagai masalah masa lalu,
yang bisa jadi merupakan penyebab atau berkaitan dengan ma- salah aktif.
Masalah ini juga memiliki kemungkinan un- tuk muncul lagi di kemudian hari.
c. Rencana Asuhan (Plan)
Komponen ini berupa rencana asuhan terhadap pasien yang berasal dari
masalah yang telah diidentifikasi. Rencana asuhan (plan), biasanya ditulis oleh
tenaga kesehatan yang mendapat bagian menyusun daftar masalah. Dokter
menulis instruksinya, sementara perawat atau bidan menulis rencanaasuhan.
Dalam hal ini, dokter, bidan, dan perawat memiliki pembagian tersendiri
terkait rencana asuhan. Namun, rencana dokter dan perawat atau bidan ini harus
diintegrasikan untuk menghindari duplikasi menyediakan sarana koordinasi, dan
mengomunikasikan rencana perawatan. Rencana asuhan yang dihasilkan oleh
dokter adalah hal-hal yang terkait dengan studi diagnostik, terapi, dan instruksi
dokter tradisional Rencana yang dihasilkan perawat berkaitan dengan pengamatan,
intervensi, diet, dan pendidikan pasien.
Rencana asuhan dimaksudkan untuk menghilangkan pencatatan hal-hal sepele
yang tidak perlu; dan berfokus pada pelaporan informasi penting yang relevan
saja. Prosedur rutin terhadap pasien dan data-data semacam mandi harian, laju
pernafasan, dan buang air besar dapat dihapus jika tidak terkait dengan masalah
pasien.
Rencana asuhan ini dibagi menjadi dua, yaitu rencana awal dan rencana
lanjutan (Wildan dan Hidayat, 2008). Rencana awal adalah rencana yang dibuat
saat pasien pertama kali ke rumah sakit atau hendak menjalani rawat inap Rencana
awal ini berfungsi untuk patokan pemecahan masalah pada pasien selama berada
di rumah sakit, entah itu dalam konteks rawat inap atau rawat jalan. Selain itu,
rencana awal dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu rencana diagnostik, rencana
terapeutik, dan rencana pendidikan pasien.
1) Rencana diagonstik, adalah rencana yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi tambahan terkait diagnostik dan manajemen.
2) Rencana terapeutik, yaitu rencana untuk pengobatan atau terapiRencana ini
mencakup pengobatan, kegiatan yang tidak boleh dilakukandiet, penanganan
secara khusus, dan observasi yang harus dilakukan.
3) Rencana edukasi terhadap pasien, yaitu rencana penyampaian informasi atau
penyuluhan kepada pasien tentang tindakan yang akan diterapkan untuk
mengatasi masalahnya tersebut.
Rencana lanjutan adalah rencana yang dibuat tenaga kesehatan, baik ketika
sedang merencanakan rencana awal, atau ketika mengolah catatan kemajuan
pasienRencana lanjutan meliputi rencana pemerik- saan, rencana pengobatan
dan tindakan bidan, dan rencana penyuluhan pasien.
d. Catatan Perkembangan (Progress Notes)
Catatan perkembangan merupakan bagian utama catatan perkembangan
POR merupakan follow-up atas semua masalah yang sudah terurai sebelumnya.
Dalam pendekatan POR hanya ada satu bagian untuk catatan perkembangan.
Dokter, perawat atau bidan, dan semua petugas kesehatan lain yang secara
langsung berparti- sipasi dalam perawatan pasien menggunakan catatan ini untuk
mendokumentasikan pengamatan, penilaian,rencana asuhan keperawatan, perintah
dokter, dan sebagainya. Catatan ini meliputi semua hal yang terjadi pada pasien,
rencana asuhan lanjutan terhadap pasien, dan respons pasien.
2. Kelebihan dan Kekurangan Model Dokumentasi POR
Menurut Sudarti dan Fauziah (2010) kelebihan dan kekurangan model
dokumentasi kebidanan Problem Oriented Record (POR) adalah sebagai berikut.

Kelebihan
a. Dokumentasi dengan model ini lebih berfokus apada masalah klien/pasien dan
proses penyelesaian ma- salahnya, dibandingkan dengan tugas dokumentasi
kebidanan semata.
b. Evaluasi dan pemecahan masalah didokumentasikan dengan jelas dan
terstruktur. Selain itu, data diolah berdasarkan masalah yang spesifik, sehingga
tidak akan terjadi bias atau kebingungan yang muncul dalam kegiatan asuhan
terhadap klien.
c. Daftar masalah berfungsi untuk membantu mengin- gatkan bidan terhadap
masalah pasien yang memerlukan perhatian khusus
d. Daftar masalah bertindak sebagai daftar isi dan mem- permudah pencarian data
dalam proses asuhan.
e. Masalah yang membutuhkan intervensi, yang sebe- lumnya sudah teridentifikasi
dalam data dasar, dibi- carakan dalam rencana asuhan
Kekurangan
a. Penekanan model pendekatan ini yang pada hanya berdasarkan masalah,
penyakit, dan ketidakmampuan pasien dapat menyebabkan pengobatan dan
tindakan yang negatif.
b. Model POR ini sulit digunakan apabila daftar masalah tidak secara terus
menerus diperbarui.
c. Akan terjadi kesulitan ketika muncul masalah baru dalam proses asuhan
pasien, yang tidak termasuk dalam masalah aktif dan masalah pasif.
d. Akan terjadi kebingungan jika setiap hal dimasukkan ke dalam daftar
masalah.
e. Perawatan yang rutin bisa jadi diabaikan dalam pencatatan jika flow sheet
untuk pencatatan tidak tersedia.
f. Kejadian-kejadian luar biasa yang mungkin saja ter jadi selama perawatan,
tidak dituliskan jika tidak ada hubungannya dengan catatan sebelumnya.
Tabel 1.3 Kelebihan dan kekurangan Dokumentasi POR

(Sumber: Sudarti dan Fauziah, 2010)

3. Contoh Model Dokumentasi POR

Data Dasar Daftar masalah Rencana Asuhan Catatan


Perkembangan
Data Subjektif: Diagnosis S (Subjektif):…….
…………………… O (Objektif):……..
… A (Assesment):….
Data Objektif: P (Plan):………….
…………………….
Tabel 1.4 Contoh Model Dokumentasi POR

C. CHARTING BY EXCEPTION (CBE)


Sesuai namanya, model dokumentasi kebidanan Charting by Exception adalah
pencatatan asuhan kebidanan dengan menguta- makan pengecualian' atau kejadian luar
biasa pada pasien. Secara garis besar, bidan cukup menggunakan tanda centang dalam
model dokumentasi ini.
1. Definisi Model Dokumentasi Charting by Exception
Sudati dan Fauziah (2010) menyatakan, Charting By Exception (CBE)
merupakan model dokumentasi yang hanya mencatat hasil atau penemuan yang
menyimpang dari ke- adaan normal atau standar. Catatan ini disampaikan secara
naratif. Model CBE membuat waktu pembuatan dokumentasi lebih singkat dan bidan
bisa memiliki banyak waktu untuk kegiatan asuhan kepada pasien.
Tujuan model dokumentasi CBE adalah membuat catatan pasien lebih nyata,
hemat waktu, dan mengakomodasi adanya informasi terbaru. Model ini dinilai lebih
efektif untuk mengurangi adanya duplikasi data. Selain itu, model CBE juga
menghindarkan perawat atau bidan melakukan pengulangan dalam memasukkan data.
Pengerjaan model dokumentasi CBE didasarkan pada panduan yang sudah
ditetapkan sebelumnya, protokol, dan prosedur yang mengidentifikasi manajemen dan
asuhan kebidanan standar kepada pasien. Hal itu dilakukan ketika kondisi pasien
menyimpang atau berbeda dari yang diperki- rakan, sehingga harus ada dokumentasi
tambahan.
Terkait dengan aspek legal, penggunaan model CBE sangat membantu
perawat/ bidan pada satu sisi. Hal ini terjadi karena model dokumentasi ini akurat
dalam mengidentifikasi alasan terjadinya keputusan dan intervensi bidan terhadap
pasien.
Di sisi lain, CBE ibarat meminimalisasi dokumentasi. Dengan demikian
lembar alur yang didesain dengan baik dan lengkap sangat krusial dalam model ini.
Jika dokumentasi CBE tidak memaparkan deskripsi yang akurat dan jelas tentang
kondisi pasien, bidan dituntut untuk menuliskan deskripsi ini dalam catatan naratifHal
ini berguna jika di kemudian hari, bidan mendapatkan gugatan hukum. Ia akan
tertolong oleh catatan naratif tersebut, dan dapat merekonstruksi kondisi pasien dari
sana, dibandingkan hanya mengandalkan ingatan semata karena tidak menulis.
2. Komponen Model Dokumentasi CBE
Menurut Wildan dan Hidayat (2008), model dokementasi CBE terdiri dari
enam komponen penting sebagai berikut.
a. Flow Sheet
Flow sheet atau lembar alur yang berupa kesim- pulan penemuan masalah pasien
yang penting. Lembar alur juga berguna dalam memaparkan indikator pengkajian
fisik. Lembar alur ini dapat berupa lembar instruksi dokter, lembar catatan bidan,
grafik, catatan penyuluhan pasien, dan catatan pemulangan pasien, yang
terangkum dalam satu lembar.
b. Standar Praktik Kebidanan
Standar praktik kebidanan sangat penting ditentukan sebelum dokumentasi
CBE, karena akan menjadi acuan mutlak bidan yang bertugas. Standar praktik
yang jelas akan mengurangi kesalahan dokumentasi.
c. Pedoman Instruksi
Dalam hal ini, sebelum mengimplementasikan model CBE, harus
dipastikan terlebih dahulu bahwa kebijakan model ini tidak bertabrakan dengan
regulasi yang sudah ada. Dengan demikian, prosedur, standar, protokol, dan
kebijakan CBE harus sudah matang terlebih dahulu sebelum praktik dokumentasi
d. Data Dasar
dasar ini berisi riwayat kesehatan pasien dan pengkajian fisik terhadapnya
oleh bidan. Data dasar ini diolah dengan parameter normal.
e. Rencana Kebidanan Berdasarkan Diagnosis
Berdasarkan diagnosis imasalah pasien yang ditemukan, model CBE juga
menampung catatan tentang rencana kebidanan yang hendak dilakukan. Rencana
kebidanan ini meliputi faktor risiko, karakteristik, data pengkajian, dan hasil yang
diharapkan.
f. Catatan perkembangan SOAP
Dalam CBEterdapat kolom catatan perkemban- gan pasien dalam bentuk
SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment (Diagnosis), dan Plan (Rencana
Asuhan)Dalam hal ini, penggunaan SOAP dalam CBE dibatasi pada situasi
tertentu, seperti ketika diagnosis kebi- danan diidentifikasi, ketika hasil yang
diharapkan dievaluasi ketika ringkasan pemulangan dituliskan, atau ketika revisi
besar terhadap rencana dituliskan

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Charting by Exception (CBE)


Sudarti dan Fauziah (2010) menyebutkan, kelebihan dan kekurangan model
CBE adalah sebagai berikut

Kelebihan
a. Standar minimal untuk pengkajian dan intervensi dapat tersusun dengan baik.
b. Data pasien yang tidak normal akan langsung tampak dengan jelas.
c. Data pasien yang tidak normal dapat ditandai dan dipahami oleh tenaga kesehatan
dengan mudah.
d. Data pasien yang normal atau respons yang diharapkan tidak mengganggu informasi
lain.
e. Menghemat waktu bidan, karena catatan rutin dan observasi tidak perlu dituliskan.
f. Duplikasi data pasien dapat dibatasi.
g. Informasi klien yang terbaru dapat diletakkan di tempat tidur klien.
h. Jumlah halaman yang digunakan dalam dokumentasi lebih sedikit.
i. Rencana asuhan kebidanan disimpan sebagai catatan permanen
Kekurangan
a. Pencatatan dengan teknik naratif sangat singkat/pendek. Dokumentasi ini sangat
tergantung pada tanda centang (checklist).
b. Kemungkinan ada pencatatan yang masih kosong atau tidak ada.
c. Pencatatan rutin sering diabaikan, karena tidak perlu dituliskan.
d. Tidak semua kejadian yang dialami pasien didokumentasikan.
e. Tidak mengakomodasikan pencatatan disiplin ilmu lain.

Tabel 1.5 Kekurangan dan Kelebihan dokumentasi CBE

4. Contoh Dokumentasi CBE


Contoh model dokumentasi CBE adalah sebagai berikut.
Change in body weight  No  Yes  GAIN  LOSS
…………..in Tabel 1.6
……… Contoh
Amount time Model
Recent appetite  Good  Fair  Poor
Diet restriction  No  Yes, explain ………..
Nutrition supplements  No  Yes, Name…………….
Frequency……………
Problems chewing  No  Yes, explain………….
Problems Swallowing  No  Yes, explain…………
Height……………… Weight………………….  Actual 
Estimated
Dokumentasi CBE

( Sumber: http://bit.ly/10A3ycY )

D. KARDEKS
Kardeks merupakan model dokumentasi tradisional informasi pasien yang disusun
dalam suatu buku. Model kardeks ini dipergunakan diberbagai sumber.
1. Definisi Model Dokumentasi Kardeks
Menurut Handayani dan Triwik (2017) kardeks juga dapat disebut sebagai
sistem kartu. Maksudnya, model do kumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan
men buat data penting tentang klien, ringkasan masalah klien, dan terapi untuk
mengatasinya. Sistem ini terdiri dari serangkaian kartu yang disimpan dalam sebuah
indeks file yang dapat dipindahkan dengan mudah. Isi kardeks sendiri adalah informasi
yang diperlukan untuk asuhan setiap hari.
Menurut Muslihatun, dkk., (2009), rencana asuhan kebidanan dengan model
kardeks ini ditulis oleh bidan ketika sedang berada dalam keadaan waktu sebagai
berikut.
a. Ketika membahas masalah kebutuhan klien
b. Ketika melakukan ronde kebidanan setelah identifikasi atau peninjauan masalah
klien.
c. .Setelah diskusi dengan anggota tim kesehatan lain yang bertanggung jawab
terhadap klien.
d. Setelah berinteraksi dengan klien dan keluarganya
2. Komponen Dokumentasi Kardeks
Wildan dan Hidayat (2008) menyebutkan terdapat lima komponen yang
membentuk model dokumentasi kardeks. Kelima komponen ini adalah data pasien,
diagnosis kebidanan, pengobatan yang sedang dilakukan terhadap klientest diagnostik,
dan kegiatan-kegiatan yang boleh di lakukan oleh pasien.
a. Data Pasien
Data pasien pada kardeks adalah data umum yang menjadi pengenal identitas
pasien, yang meliputi nama, alamat, status perkawinan, tempat dan tanggal lahir,
status sosial, dan agama/kepercayaan.
b. Diagnosis Kebidanan
Diagnosis kebidanan ini berupa daftar prioritas masalah yang dimiliki oleh
pasien, dan yang sedang ditangani oleh bidan
c. Pengobatan yang sedang dilakukan.
Data dalam komponen ini terdiri dari perawatan, pengobatan, diet, terapi
intravena, dan konsultasi.
d. Tes Diagnostik
Data yang terdapat dalam tes diagnostik meliputi tanggal/jadwal tes
diagnostikdan hasil tes diagnostik tersebut.
e. Kegiatan-Kegiatan yang Diperbolehkan
Data dalam komponen ini berupa kegiatan sehari-hari pasien yang
diizinkan oleh tenaga kesehatan, yang tidak mengganggu proses pengobatan yang
sedang ber- jalan
3. Kelebihan dan Kekurangan Model Dokumentasi Kardeks
Menurut Handayani dan Triwik (2017) kelebihan dan kekurangan model
dokumentasi kardeks adalah sebagai berikut
Kelebihan
a. Model kardeks yang berupa kartu mudah dibawa kemana mana.
b. Model kardeks mudah dalam pengisian dokumentasinya
c. Model kardeks mudah dipahami dan sederhana, karena hanya mengisi hal yang
penting dan tersedia dalam kolom
d. Memungkinkan bidan/perawat untuk berbagi informasi yang berguna kepada sesame
anggota tim Kesehatan tentang kebutuhan unik klien.
e. Model kardeks juga membantu bidan untuk mengomunikasikan waktu tepat untuk
melakukan kegiatan asuhan kebidanan tertentu
Kekurangan
a. Tidak diisi dengan lengkap.
b. Tidak memiliki ruang yang cukup untuk memasukkan Memeriksa sebuah unt data
yang diperlukan.
c. Tidak cukup tempat untuk menulis rencana kebidanan bagi pasien.
d. Tidak selalu diperbarui (tidak up to date). mengirimkan satu Kapan
e. Tidak dibaca oleh bidan sebelum diberikan sudah bisa pelayanan atau asuhan
kebidanan.
f. Mudah hilang dan rusak
Tabel 1.7 Kekurangan dan kelebihan Dokumentasi Kardeks

4. Contoh Model Dokumentasi Kardeks


Contoh model dokumentasi kardeks di antaranya adalah KMS (Kartu Menuju
Sehat) balita, KMS ibu hamil, kartu kunjungan pasien, dan kartu akseptor KB. KMS
ini berfungsi untuk memantau pertumbuhan, sebagai catatan pelayanan kesehatan
anak, dan sebagai edukasi (pengetahuan),
Gambar 1.1 Contoh model dokumentasi Kardek
(Sumber: https://images.app.goo.gl/ntZFzQ9HdPtmpMYM6 )

E. COMPUTER BASED PATIENT RECORD (CPR)


Model Computer Based Patient Record (CPR) adalah konsekuensi dari
perkembangan zaman. Dick, dkk., (1997) menyebutkan lima hal yang mendorong
penggunaan model dokumentasi yang lebih baik.
 Semakin meningkatnya penggunaan data pasien dan tuntutan untuk mewujudkan
penggunaan data itu sebaik mungkin.
 Semakin canggihnya teknologi, dan semakin terjangkaunya kemajuan teknologi
tersebut untuk mendukung dokumentasi pasien berbasis komputer.
 Komputer sudah semakin diterima sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi dalam
hampir semua aspek kehidupan sehari-hari.
• Faktor demografis seperti tingkat harapan hidup yang semakin tinggi (berakibat pada
pertumbuhan penyakit kronis) dan mobilitas masyarakat yang tinggi. Akibatnya,
dokumentasi pasien yang menampung informasi begitu banyak harus dibuat
sedemikian rupa sehingga mudah dipindah tangankan oleh semua penyedia layanan
kesehatan.
 Tekanan untuk reformasi dalam perawatan kesehatan semakin meningkat, dan
otomasi catatan pasien sangat penting untuk pencapaian reformasi tersebut
CPR muncul sebagai jawaban dari hal-hal tersebut. Dengan CPR, sebanyak apapun data
pasien, hal tersebut dapat dikelola. Selain itu, CPR mengatasi kendala-kendala demografis
melalui komputerisasi dan internetisasi. Model CPR juga diharapkan mampu memenuhi
semua persyaratan klinis, administratif, dan hukum yang diperlukan. Hal itu karena CPR
berfungsi untuk menggantikan dokumentasi pasien yang bersifat tradisional
1. Definisi Model Dokumentasi CPR
Menurut Wildan dan Hidayat (2008), model Computer Based Patient Record
(CPR) adalah suatu model dokumentasi yang menggunakan sistem komputer
(komputerisasi) dalam mencatat dan menyimpan data kebidanan. CPR digunakan agar
pencatatan data pasien secara tradisional berkurang. Hasilnya, alokasi waktu bidan yang
terlatih untuk dokumentasi juga berkurang pula, sehingga kegiatan asuhan kebidanan
yang dilakukannya lebih maksimal.
Semakin canggihnya teknologi, berarti semakin banyak dan detail pula informasi
yang didapatkan dari pasien. Data-data ini mesti dikumpulkan, disimpan, dan dikelola
dengan baik karena memuat infromasi yang mendasar. Model dokumentasi berbasis
kertas memungkinkan hal ini, tetapi waktu pengumpulannya membutuhkan waktu yang
lama. Sebaliknya, dengan model CPR, pengumpulan, penyimpanan, dan pengelolaan data
yang begitu banyak dapat dikerjakan dalam waktu yang lebih singkat.
Selain itu, model dokumentasi berbasis kertas tidak memungkinkan semua catatan
yang berhubungan dengan aspek khusus perawatan untuk ditata atau dikelompokkan
ulang, karena sudah tercetak. Model yang sama juga tidak memungkinkan penggabungan
dengan catatan dari fasilitas atau institusi kesehatan lain. Berbeda dengan CPR yang
memungkinkan pengubahan dan pengelolaan ulang catatan tersebut.
Terkait dengan biaya, model CPR dapat dikatakan sebagai terobosan penting.
Semakin berkembangnya zaman membuat segala sesuatu harus dilakukan secara lebih
murah dan efisien, termasuk dokumentasi kebidanan. Dibandingkan dengan model
catatan berbasis kertas yang membutuhkan pencetakan catatan, model CPR jauh lebih
ekonomis. Mengingat model dokumentasi CPR bertujuan untuk peningkatan kualitas
asuhan kebidanan, dan penghematan biaya, sistem CPR harus memiliki konektivitas yang
kuat, penggalian data yang banyak, dan otomatisasi alur kerja.
2. Komponen Model Dokumentasi CPR
Menurut Murphy (1992) sistem dokumentasi CPR memiliki empat komponen
penting yang tidak bisa dihapus salah satunya, yaitu (1) alat-alat hardware (perangkat
keras), (2) software (perangkat lunak), (3) data, dan (4) pengguna dana.
a. Hardware dalam CPR berupa semua perangkat keras yang digunakan dalam proses
dokumentasi kebidanan, seperti CPU (Central Processing Unit), alat penyimpan an
data pasien, hingga saluran komunikasi yang memungkinkan tersalurkannya data
pasien dalam unit layanan kesehatan.
b. Software, meliputi sistem operasi untuk pengelolaan data pasien, sistem manajemen
data dasar, sistem ko- munikasi, dan program aplikasi yang digunakan untuk
menyimpan dan mengolah data pasien.
c. Data, yaitu, data dasar yang mengandung data pribadi pasien, data demografis pasien,
data administratif, atau juga data pelayanan medis.
d. Pengguna, dalam hal ini pihak yang mengolah data pasien dalam layanan kesehatan,
misalnya tenaga kesehatan seperti bidan, petugas administratif, dan staf komputer
(operator, programmer, analisis sistem)
Keempat komponen ini saling membantu dan saling melengkapi satu sama lain.
Jika ada satu komponen yang hilang, maka model CPR tidak bisa bekerja. Sebagai
contoh, ketika terjadi mati listrik, maka komponen hardware akan hilang. Meskipun
komponen software, data, dan pengguna masih ada, CPR tidak akan bisa dikerjakan tanpa
adanya alat dokumentasi. Demikian pula jika seluruh komponen ada, kecuali software.
Maka tidak ada standar dan aplikasi untuk mengerjakan doukumentasi ini

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Dokumentasi CPR


Menurut Handayani dan Triwik (2017), kelebihan dan kekurangan model
dokumentasi CPR adalah sebagai berikut

Kelebihan
a. Meningkatkan pelayanan pada pasien
Mengingat dengan dokumentasi CPR data pasien lebih mudah diakses oleh tenaga
kesehatan, makapasien tidak perlu menunggu kegiatan asuhan terlalu lama. Hal ini berbeda
dengan dokumentasi manual yang menguras waktu untuk sekadar akses data pasien.
b. Meningkatkan pengembangan pada protokol unit layanan kesehatan
Teknologi yang menjadi penopang CPR membuat dokumentasi lebih modern, lebih cepat,
dan lebih praktis. Dengan demikian, karena alokasi waktu yang masih besar, standar, dan
aturan unit layanan kesehatan juga lebih berpihak kepada pasien
c. Meningkatkan penatalaksaan data dan komunikasi
Penyimpanan data pasien lebih tahan lama dibandingkan model dokumentasi tradisional,
yang dapat terhapus atau rusak karena faktor eksternal. Selain itu, data pasien dalam model
CPR dapat dikirimkan kapan saja. Jika data tersebut perlu dikomuninaksikan kepada pasien
atau keluarga kapanpun saja, maka saat itu pula data sudah bisa diakses.
d. Meningkatkan proses edukasi dan konseling pada pasien
Dalam hal ini, penyuluhan dan konseling tersebut dapat dilakukan melalui data yang
tersimpan dalam komputer. Bidan tidak perlu menggunakan alat dan dokumen.
e. Akurasi lebih tinggi
Potensi data pasien tertukar dengan data pasien lain sangat kecil, dengan catatan ketika
pertama kali melakukan entry data, bidan sudah benar. Dengan demikian validitas data
juga lebih terjamin.
f. Menghemat biaya
Model CPR menghindari borosnya penggunaan kertas, dan menghindari penumpukan data
di dalam tempat penyimpanan data (dalam bentuk fisik).
g. Meningkatkan kepuasan pasien
Mengingat data lebih cepat diakses oleh bidan, maka pasien dapat dilayani dengan lebih
cepat, lebih detail, dan lebih nyaman.
h. Memperbaiki komunikasi antar bagian/anggota tim kesehatan
Dengan model CPR, peluang terjadinya komuni- kasi lisan yang berlebihan akan
berkurang. Dalam hal ini, setiap komunikasi terkait data pasien memiliki rekaman
tersendiri, yang membuat terhindarkannya faktor lupa, dan pengerjaan dokumentasi lebih
efektif, tidak memakan waktu.
i. Menambah kesempatan untuk belajar
Data yang lengkap dan akurat, ditambah penger- jaan yang efisien akan memungkinkan
dokumentasi CPR lebih mudah dipelajari oleh tenaga kesehatan dan mahasiswa praktik.
Selain itu, data juga lebih mudah diakses untuk kepentingan penelitian.
j. Meningkatkan moral kinerja tenaga kesehatan
Bidan dan tenaga kesehatan yang bertugas den- gan dokumentasi CPR akan lebih percaya
diri, karena peluang tertukarnya data pasien sangat kecil. Dengan demikian, risiko
malpraktik oleh bidan terkait kesala- han data atau kekeliruan penanganan, kecil

Kekurangan
a. Mal fungsi
Fungsi mal Hal ini terjadi ketika komputer sebagai hardware sebagai alat tidak berfungsi
karena rusak, atau ketika saluran informasi tidak bekerja karena gangguan/ rusaknya
jaringan. Mengingat hardware adalah komponen utama CPR, maka meski software masih
ada, tetap saja dokumentasi tidak bisa dikerjakan.
b. Impersonal effect
Model CPR memungkinkan kurangnya interaksi tenaga kesehatan dengan anggota tim
lainnya. Hal ini terjadi karena semua kegiatan yang berkaitan dengan pasien sudah
dikomunikasikan melalui data. Keterikatan tenaga kesehatan terhadap kemungkinan
dampak yang tercipta juga bisa lebih rendah.
c. Informasi tidak akurat
Jika saat memasukkan data, tenaga kesehatan memasukkan data tidak cermat, atau tertukar
informasi dengan pasien lain, maka data bisa saja tidak akurat, atau salah semuanya.
d. Kosakata terbatas Terbatasnya narasi bisa menjadi titik lemah model CPR, karena
model ini hanya menampilkan data-data saja secara tertulis. Tenaga kesehatan yang
mengolah data mungkin menemui kebingungan atau kesulitan tanpa adanya informasi
tambahan.
e. Biaya perawatan yang besar
Meskipun model CPR menghemat biaya terkait operasional sehari-hari, model ini
menuntut biaya perawatan yang besar, misalnya dengan pengadaan unit komputer, atau
pemasangan jaringan internet.
Tabel 1.8 Kekurangan dan kelebihan Dokumentasi CPR

4. Dokumentasi kebidanan tidak dapat dilepaskan dari praktik bidan.


Contoh Model Dokumentasi CPR adalah sebagai berikut.

Tanggal Catatan Perkembangan Paraf


2 Desember 2010 S:-
16.00 WIB O:
Tanda-tanda vital: TD =
70/50 mmHg Nadi =
45x/menit. Klien neu,
irama jantung ventrikal
febrilasi
A: Resiko terjadinya syok
cardiogenic Siska
P: 1. Hubungi dokter
yang bertanggung jawab
1. Hubungi keluarga klien
2. Lakukan defibrillasi
sesuai instruksi dokter
I: 1. Menghubungi dokter
yang bertanggung jawab
2.Menghubungi keluarga
klien
3. Melakukan defibrillasi
jantung
E: Setelah dilakukan
tindakan defibrilasi
kondisi kalien berangsur
pulih TD=90/60 mmHg
nadi = 55x/menit respirasi
= 10x/menit
R: kaji ulang tekanan
darah, nadi dan respirasi
setiap 10 menit
Tabel 3..9 Contoh Model Dokumentasi CPR
(Sumber: https://bit.ly/2GfMqGC )

Dokumentasi kebidanan tidak dapat dilepaskan dari praktik bidan. Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No- 900/Menkes/SK/VII/2002, praktik bidan adalah
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada mor pasien
(individu, keluarga, dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.
Adapun pelayanan kesehatan yang berhak dilakukan oleh bidan, meliputi pelayanan
kebidanan, pelayanan kelu- arga berencana, dan pelayanan kesehatan masyarakat.
 Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan ini ditujukan kepada ibu dan anak. Pelayanan kepada ibu
mencakup pelayanan pada tu- juh waktu sebagai berikut:
1) masa pranikah,
2) masa pra- kehamilan,
3) masa persalinan,
4) masa hamil,
5) masa nifas,
6) masa menyusui, dan
7) masa antara (periode interval).
Adapun pelayanan kebidanan kepada bayi diberikan dalam empat masa, yaitu, (1)
masa bayi baru lahir, (2) masa bayi, (3) masa anak balita, dan (4) masa prasekolah.
 Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
Pelayanan ini di antaranya adalah pemberian obat dan alat kontrasepsi dan
pemberian penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi. Selain itu, pencabutan alat
kontrasepsi dalam rahim, pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit, juga
pemberian konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana, dan kesehatan
masyarakat juga termasuk dalam pelayanan yang dilakukan bidan terkait KB.
 Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan bidan dalam bidang ini yaitu, pembinaan peran serta masyarakat terkait
kesehatan ibu dan anak, pemantauan tumbuh kembang anak, dan pelayanan kebidanan
komunitas. Terkait wewenangnya dalam kesehatan lingkungan dan masyarakat, bidan
juga berhak melakukan deteksi dini, pertolongan pertama, perujukan, dan penyuluhan
terkait beberapa penyakit tertentu. Misalnya, Infeksi Menular Seksual (IMS),
penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), atau penyakit-
penyakit lainnya
Dalam melakukan kewenangan-kewenangan di atas, bidan dapat melakukannya di
tempat-tempat lahan praktik pelayanan kebidanan Tempat-tempat tersebut adalah
puskesmas, rumah sakit/ rumah bersalin, praktik bidan mandiri, klinik, dan unit kesehatan
lainnya, Menurut, Handayani dan Triwik (2017), pendokumentasian dari asu- han
kebidanan di rumah sakit dikenal dengan istilah rekam medis Oleh karenanya, bidan
harus memiliki pemahaman menyeluruh tentang rekam medis, meliputi definisinya,
urutan kegiatannya, fungsi, prinsip, status kepemilikan, dan kerahasiaan rekam medis
tersebut
F. Metode Dokumentasi SOAP, SOAPIE, SOAPIED, SOAPIER
1. SOAP
Menurut Subiyatin (2017), SOAP merupakan catatan yang bersi- fat sederhana,
jelas, logis dan tertulis. Bidan hendaknya menggunakan dokumentasi SOAP ketika
bertemu pasien. Alasannya, SOAP terdiri dari urutan-urutan kegiatan yang dapat
membantu bidan dalam mengorganisasi pikiran dan memberikan asuhan yang
menyeluruh. Selain itu, metode SOAP adalah penyulingan intisari dari proses
penatalaksanaan kebidanan.
a) Pembagian Data SOAP

1) Data Subjektif

Dalam tujuh langkah manajemen kebidanan Varney, dkk., (2003), langkah


pertama adalah pengkajian data, terutama melalui anamnesis (wawancara). Dari
sinilah terungkap dua data, yaitu data subjektif dan data objektif.
Menurut Sudarti dan Fauziah (2010) data subjektif berkaitan dengan
masalah yang dilihat dari sudut pandang pasien. Ketika datang ke sebuah unit
pelayanan kesehatan, pasien tersebut sudah membawa sudut pandangnya sendiri
tentang masalah atau penyakit yang dideritanya. Ia bisa mendapatkan sudut
pandang tersebut berdasarkan pengalaman sakit sebelumnya, pengalaman orang
lain, atau mencocokkan masalahnya dengan informasi dari internet. Dalam hal
ini, data subjektif tersebut berupa ekspresi pasien terhadap masalahnya tersebut,
kekhawatiran, dan keluhannya.
Dokumentasi data subjektif dibentuk dalam format narasi yang rinci.
Dokumentasi ini menggambarkan laporan pasien tentang diri mereka sendiri
terkait keadaan ketika terjadi pencatatan. Laporan itu bisa mendeskripsikan
tentang nyeri atau ketidaknyamanan pasien, adanya mual atau pusing, kapan
masalah yang dialami dimulai, dan deskripsi disfungsi, ketidaknyamanan, atau
penyakit yang dijelaskan oleh pasien.
Tantangan bagi petugas kesehatan, adalah mengolah data subjektif ini dan
menghindari penilaian yang terlalu awal terkait laporan pasien. Ada kemungkinan
petugas kesehatan melihat pasien melebih-lebihkan informasi atau mengurangi
informasi seolah pasien baik-baik saja. Selain itu, terdapat kemungkinan pula,
data subjektif ini memuat informasi yang tidak relevan. Misalnya, keluhan pasien
terhadap ahli terapi dan hal- hal lain. Dalam kasus ibu hamil, data subjektif yang
tersedia meliputi hal-hal berikut ini.
a. Biodata pasien, termasuk di dalamnya nama pasien, umur, suku/bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan keluarga dekat yang mu- dah
dihubungi.
b. Alasan masuk dan keluhan utama.
c. Riwayat menstruasi.
d. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
e. Kontrasepsi.
f. Riwayat kehamilan sekarang.
g. Obat yang dikonsumsi.
h. Imunisasi.
i. Riwayat kesehatan ibu.
j. Riwayat kesehatan keluarga.
k. Riwayat psikososial.
l. Riwayat perkawinan.
m. Situasi ekonomi.
n. Kebiasaan sehari-hari.

2) Data Objektif

Data objektif ini didapatkan melalui observasi, baik berupa pengamatan


maupun tindakan terhadap keadaan pasien saat ini. Observasi tersebut ini
meliputi gejala yang dapat diukur, dilihat, didengar, disentuh, dirasakan, atau
berbau. Data obyektif meliputi hal-hal berikut.
1) Hasil pemeriksaan umum. Misalnya,dalam ka- sus ibu hamil, adalah berat
badan sebelum hamil, berat badan sekarang, tinggi badan, dan Lingkar
Lengan Atas (LILA).
2) Tanda-tanda vital (TTV), yang meliputi suhu tu- buh, denyut nadi,
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah. Perubahan tanda vital dapat ter-
jadi jika tubuh mengalami kelelahan atau sakit. Perubahan tanda vital
menjadi indikasi terjadinya gangguan sistem tubuh.
3) Hasil pemeriksaan fisik, yang dilakukan untuk mengetahui ada atau
tidaknya abnormalitas secara fisik pada bagian tubuh pasien. Pemerikasan
fisik dilakukan secara sistematis dari kepala hingga ujung kaki.
4) Hasil pemeriksaan penunjang atau tes laboratorium, yang dilakukan untuk
memeriksa kondisi pasien, dengan informasi yang belum didapatkan dari
pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya.

3) Analisis (Assesment)
Komponen ketiga dalam SOAP adalah assessment atau penilaian. Di
Indonesia, untuk menyesuaikan dengan struktur akronim SOAP, assessment
juga dapat disebut sebagai analisis. Pada kenyataannya, komponen ini memang
analisis dan interpretasi (kesimpulan), yaitu pendapat bidan terhadap masalah
pasien berdasarkan data subjektif dan objektif.
Analisis ini harus menjelaskan alasan di balik keputusan intervensi atau
asuhan yang diambil bidan. Analisis juga mesti sesuai dengan pemikiran yang
digunakan dalam proses pemecahan masalah. Selain itu, perkembangan pasien
ke arah tujuan yang ditetapkan juga disampaikan. Begitu pula faktor-faktor
yang berpengaruh yang mungkin akan menyebbakan modifikasi dari frekuensi
intervensi terhadap pasien, durasi intervensi, atau intervensi itu sendiri.
Respons positif dan negatif pasien juga harus didokumentasikan.
Tantangan untuk bidan dalam analisis ini adalah kemampuan logis
mereka dalam menilai. Bidan tidak diizinkan untuk memberikan penilaian yang
terlalu samar, misalnya hanya dengan narasi 'pasien membaik'. Selain itu, bidan
juga dituntut untuk membuat laporan penilaian yang tidak ambigu,
menghindari kata-kata yang tidak meyakinkan, seperti 'tampaknya'. Pada satu
sisi, hal ini menunjukkan kurang tajamnya analisis yang dilakukan.
Menurut Sudarti dan Fauziah (2010), analisis ini merupakan bentuk
dokumentasi langkah kedua, ketiga, dan keempat dalam manajemen kebidanan
Varney (2003). Oleh karena itu, analisis ini mencakup diagnosis/masalah
kebidanan, diagnosis masalah potensial, dan evaluasi kebutuhan yang
membutuhkan penanganan segera.

4) Perencanaan (Planning)
Komponen terakhir adalah perencanaan atau planning. Perencanaan
berarti membuat rencana asuhan untuk saat ini dan untuk yang akan datang.
Rencana asuhan ini disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data.
Tujuannya untuk mengupayakan ter capainya kondisi pasien yang seoptimal
mungkin.
Terkait dengan manajemen kebidanan Varney (2003), komponen
perencanaan ini adalah bentuk penjabaran dari langkah kelima, keenam, dan
ketujuh, yaitu perencanaan asuhan, penatalaksanaan, dan evaluasi, yang
digabungkan menjadi satu.
b) Alasan Penggunaan SOAP sebagai metode paling Umum
SOAP dipilih sebagai metode paling umum dipakai dalam dokumentasi
asuhan kebidanan karena beberapa faktor. Pertama, SOAP sudah terlebih dahulu
dikenal sebagai metode antardisipliner di bidang layanan kesehatan. Dengan
demikian, penggunaan metode SOAP dalam berbagai aplikasi pelayanan
kesehatan juga sudah lumrah. Kedua, SOAP merupakan pencatatan yang memuat
kemajuan informasi pasien secara sistematis. Kronologi penyusunan langkahnya
jelas dan berurutan hingga mencapai kesimpulan, yaitu rencana asuhan untuk
pasien.
Ketiga, SOAP merupakan intisari manajemen kebidanan untuk dokumentasi.
Tujuh langkah manajemen Varney diperas sedemikian rupa dengan metode
SOAP. Tidak ada satupun dari tujuh langkah tersebut yang diabaikan. Dengan
demikian, penerapan metode SOAP berarti satu langkah maju untuk tertib dalam
dokumentasi kebidanan.
Keempat, kronologi dalam SOAP memudahkan bidan dalam mengorganisasi
pikiran untuk memberikan asuhan yang bersifat komprehensif. Bidan dituntut
untuk berpikir logis dan mampu mengambil keputusan akurat. Hal itu ditunjang
dengan metode dokumentasi SOAP. Bidan akan terus memantau perkembangan
pasien. Dia juga sudah ter- bantu dengan pemisahan data objektif dan data
subjektif. Kemungkinan bidan mengambil keputusan yang kurang logis dan
akurat, akan sangat kecil. SOAP adalah sarana bagi bidan untuk menciptakan
asuhan kebidanan yang baik, dengan dokumentasi yang baik pula. Demikian pula
dengan metode-metode kebidanan lain yang dikembangkan dari SOAP.
2. SOAPIE
Metode SOAPIE adalah pengembangan dari metode SOAP. Dalam hal ini,
terdapat dua tahap yang ditambahkan di belakang Sub- jektif (S), Objektif (O),
Analisis (A), dan Perencanaan (P). Dua tahap itu adalah Implementasi (I) dan Evaluasi
(E).
a. Keterbatasan SOAP
Data subjektif dapat diringkas sebagai pernyataan atau keluhan pasien.
Data tersebut merupakan data yang diobservasi oleh tenaga kesehatan. Analisis
adalah kesimpulan dari pengumpulan data objektif dan subjektif. Perencanaan
adalah tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis. Namun, metode SOAP
memiliki keterbatasan, yaitu ada kemungkinan rencana pasien akan diubah ketika
proses evaluasi mulai dilakukan. Oleh karena itu perlu tahap-tahap tambahan
untuk melengkapi asuhan kebidanan kepada pasien.
b. Tahap Kelima, Implementasi
Dalam metode SOAPIE, tahap kelima adalah imple- mentasi, yatu
bagamana asuhan kebidanan dilakukan. Menurut Handayani dan Triwik (2017)
implementasi adalah pelaksanaan asuhan sesuai rencana yang telah disusun.
Dziegielewski (2004) menyebutkan, pada tahap implementasi inilah, petugas
pelayanan kesehatan menerangkan secara rinci bagaimana, kapan, dan siapa yang
akan menerap kan asuhan kepada pasien.
Implementasi ini harus disesuaikan dengan keadaan pasien. Dengan
demikian, jika kondisi pasien berubah, maka analisis juga berubah. Rencana dan
implementasi asuhan pun berubah, atau menyesuaikan kondisi pasien tersebut.
Semua tahap dalam metode SOAPIE bertujuan dasar mengatasi masalah
yang dihadapi pasien. Oleh karenanya, implementasi dilakukan dengan
sepersetujuan pasien dan sebanyak mungkin harus melibatkan pasien.
Implementasi bisa dilakukan tanpa kesepakatan dengan pasien, hanya dalam
keadaan darurat, yaitu ketika muncul kemungkinan, jika implementasi tidak
diterapkan, keselamatan atau nyawa pasien terancam.
c. Tahap Keenam, Evaluasi
Tahap keenam atau yang terakhir adalah evaluasi. tahap ini berupa analis hasil
asuhan yang dilakukan kepada pasien. Pada tahap ini, seluruh rangkaian asuhan,
yaitu subjektif, objektif, analisis, perencanaan, dan implemen- tasi dinilai oleh
tenaga kesehatan, terkait efektivitasnya pada perkembangan pasien. Apakah tahap-
tahap tersebut berbuah positif dan mengatasi masalah utama pasien, atau malah
sebaliknya. Jika rencana asuhan kebidanan terhadap pasien ter- bukti tercapai
dalam evaluasi, hal ini bisa menjadi patokan asuhan kebidanan atas masalah yang
sama di kemudian hari. Sebaliknya, jika evaluasi menunjukkan masalah utama
pasien tidak teratasi dengan baik, maka ini bisa digunakan sebagai catatan untuk
pengembangan asuhan kebidanan yang lebih baik, atau dijadikan dasar untuk
alternatif pilihan asuhan kebidanan yang lain.
3. SOAPIED
Metode SOAPIED juga merupakan pengembangan dari metode SOAP. Dalam
hal ini, tahap setelah SOAP bukan hanya dua seperti dalam metode SOAPIE. Tetapi,
terdapat tiga tahap yang ditambahkan di belakang Subjektif, Objektif, Analisis, dan
Perencanaan. Tiga tahap itu adalah Implementasi (I), Evaluasi (E), dan Dokumentasi
(D).
a) Enam Tahap Awal SOAPIED
Data subjektif dan data objektif digabungkan untuk mendapatkan analisis.
Dari analisis itulah kemudian disusun perencanaan asuhan kebidanan, yang
merupakan dasar im- plementasi (penerapan rencana). Penerapan rencana itu di-
ukur tingkat keberhasilan atau kegagalannya dalam evaluasi. Berikutnya semua
tahap itu dirangkum dalam dokumentasi.
b) Tahap Ketujuh, Dokumentasi
Tahap terakhir dalam SOAPIED adalah dokumen- tasi. Dalam hal ini,
sebenarnya semua tahap dalam metode ini dicatat. Namun, tahap dokumentasi ini
menunjukkan penekanan akan pentingnya pencatatan tersebut. Doku- mentasi
penting kaitannya untuk memperlihatkan tahapan (kronologis) asuhan kebidanan
yang diterima oleh pasien se- jak penerimaan hingga kepulangam. Melalui
dokumentasi, adanya kekurangan atau kelebihan di setiap tahap asuhan. kebidanan
akan terekam dengan baik. Selain itu, dokumen- tasi menjadi bukti bahwa
langkah-langkah yang diambil oleh bidan untuk menangani pasien sudah tepat
dengan standar dan aturannya atau tidak.

4. SOAPIER
Metode SOAPIER juga terdiri dari Subjektif (S), Objektif, Anal sis,
Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi (E). Perbedaannya adalah langkah terakhir,
yaitu Respons/ Revisi/ Reassesment (R).
Data subjektif adalah data yang berhubungan dengan masalah dari sudut
pandang pasien. Ekspresi pasien terkait kekhawatirannya terhadap masalah,
keluhannya, dan dugaan-dugaannya dicantumkan dalam data ini. Selain itu, keterangan
riwayat kesehatan pasien, baik sekarang maupun terdahulu, juga masuk dalam data
subjektif.
Berikutnya, data objektif. Data ini berupa bukti gejala klinis pasien dan fakta-
fakta yang berhubungan dengan diagnosis. Data ini diperoleh dari hasil observasi
yang tidak memungkinkan terjadinya informasi subjektif. Misalnya, data tinggi dan
berat badan pasien, lingkar lengan (LILA), pemeriksaan fisik anggota tubuh, dan ha-
hal sejenis.
Analisis adalah pengolahan informasi dari data subjektif dan data objektif
tersebut. Dari sinilah bidan akan menetapkan masalah yang dialami pasien atau
diagnosis pasien. Bidan juga harus memisahkan masalah utama dan masalah potensial
seperti yang sudah disebutkan di muka untuk model SOAP. Proses analisis ini bersifat
dinamis karena keadaan pasien terus berubah. Kecermatan dan intensitas bidan dalam
memantau perkembangan pasien, sangat membantunya dalam mengerjakan analisis,
yang akan menjadi dasar tindakan tepat untuk mengatasi masalah/diagnosis pasien.

Perencanaan atau planning adalah rencana tindakan asuhan ke- bidanan untuk
pasien, baik untuk saat itu maupun untuk yang akan datang. Hal ini didasari tujuan
pelayanan kesehatan, yaitu membuat pasien dalam kondisi sebaik mungkin, mengatasi
masalah yang di- alaminya. Perencanaan juga mengungkapkan kriteria tujuan tertentu
dalam batas waktu tertentu terkait kebutuhan pasien.
Implementasi, atau juga disebut intervensi adalah pelaksanaan rencana asuhan
di atas. Ada kalanya, kondisi pasien sudah berubah se- belum terjadi implementasi.
Jadi, implementasi juga harus disesuai kan atau bahkan diubah untuk membuat
kondisi pasien lebih baik.
Evaluasi adalah penilaian atas tindakan implementasi, dan lang- kah-langkah
yang dilakukan sebelumnya. Dari evaluasi inilah, asuhan kebidanan terhadap pasien
dapat disebut efektif atau tidak. Ketika implementasi ternyata tidak berhasil, maka
data dalam evaluasi an dapat digunakan sebagai dasar atas tindakan alternatif yang
perlu di- lakukan untuk mencapai tujuan teratasinya masalah pasien.
Langkah terakhir dalam metode SOAPIER adalah revisi/respons/ reassesment.
Tidak bisa dikesampingkan, ada kalanya evaluasi, lang- kah sebelum revisi,
mengungkapkan indikasi perlunya perubah- implementasi terhadap pasien. Oleh
karenanya, revisi diperlu- kan. Dalam hal ini, revisi dapat mencakup revisi diagnosis
terhadap an pasien. Revisi juga memungkinkan bidan untuk memodifikasi tujuan
semula. Namun, pada keadaaan tertentu, kala waktu agar kondisi pasien membaik
dapat direvisi pula.

5. PERBANDINGAN METODE-METODE
Perbandingan lima proses manajemen bidan, tujuh langkah manajemen bidan,
dengan metode SOAP, SOAPIE, SOAPIED, dan SOAPIER dapat dilihat dari bagan di
bawah ini. Tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi dalam langkah manajemen
kebidanan, dirangkum dalam langkah perencanaan pada SOAP. Adapun imple-
mentasi dan evaluasi dalam metode SOAPIE adalah perluasan dari langkah
perencanaan dalam SOAP.
Implementasi dan evaluasi dalam metode SOAPIED dan SOAPI- ER juga
merupakan perluasan dari langkah perencanaan dalam SOAP. Meskipun demikian,
terdapat perbedaan setelah tahap evaluasi. Pada metode SOAPIED, setelah evaluasi
masih ada satu tahap lagi, yaitu dokumentasi. Pada metode SOAPIED, setelah
evaluasi, tahap beri- kutnya adalah revisi/reassessment.

5 7 LANGKAH
LANGK MANAJEMEN SOAP SOAPIE SOAPIE SOAPIER
AH KEBIDANAN D
KOMPE VARNEY
TENSI
BIDAN
Pengkaji Investigasi Subjektif Subjektif Subjektif Subjektif
an Data Objektif Objektif Objektif Objektif
 Identifikasi Assesment (
 Antisipasi Analisis)
masalah/Diagn  Diagnosi
osis lain s dan
 Evaluasi masalah
Assesme Assesme Assesme Assesment
kebutuhan  Diagnosi
nt nt nt ( Analisis)
yang s dan
(Diagnos ( Analisi ( Analisi
memerlukan masalah
is) s) s)
kebutuhan potensial
segera Kebutuhan
Tindakan
segera
Planning:
 Asuhan
Planning Rencana Asuhan mandir
( perenca  Kolabor
naan) asi
 Tes Planning Planning Planning
diagnost
ic atau
tes
laborator
ium
 Konselin
g

 Tindak
lanjut
Impleme Penatalaksanaan Impleme Impleme Implementas
ntasi ntasi ntasi i
Evaluasi Evaluasi
Evaluasi Evaluasi Evaluasi Dokume Revisi/
ntasi Reassesmen
Tabel 1.910 Perbandingan metode -metode

Rancangan format dokumentasi kebidanan dapat dibedakan berdasarkan pasien yang


dihadapi oleh bidan. Menurut Keputu- Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor
900/MENKES/SK/ VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan Pasal 14, seorang bisan
dan berwenang untuk memberikan pelayanan kebidanan, keluarga dan kesehatan masyarakat.
Pelayanan kebidanan ditujukan kepada ibu dan anak. Pelayanan kepada ibu diberikan pada
masa berencana, menyusui, dan masa antara (periode interval). Hal ini lebih dirinci lagi pada
Pasal 16, yang menyebutkan, pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi:
1. Penyuluhan dan konseling. 2.Pemeriksaan fisik.
2. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.
3. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus
iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsia ringan dan anemi ringan.
4. Pertolongan persalinan normal.
5. Pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus macet
kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post
partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, postterm, dan
preterm.
6. Pelayanan ibu nifas normal.
7. Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup ratensio plasenta, renjatan, dan
infeksi ringan.
8. Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan,
perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa
bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah. Pelayanan kebidanan jenis ini meliputi
hal-hal di bawah ini:

1. Pemeriksaan bayi baru lahir.


2. Perawatan tali pusat.
3. Perawatan bayi.
4. Resusitasi pada bayi baru lahir.
5. Pemantauan tumbuh kembang anak.
6. Pemberian imunisasi.
7. Pemberian penyuluhan.
Terkait dua pelayanan kepada ibu dan anak ini, bidan sudah semestinya memiliki
rancangan format dokumentasi kebidanan. Dalam bab ini, rancangan format tersebut dibagi
ke dalam tujuh ba- gian. Pertama, dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu hamil (an-
tenatal). Kedua, dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu bersalin (intranatal). Ketiga,
dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu nifas (postpartum). Keempat, dokumentasi asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir (BBL). Kelima, dokumentasi asuhan kebidanan pada bayi/
balita. Keenam, dokumentasi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan reproduksi.
Ketujuh, dokumentasi asuhan kebidanan pada akseptor Keluarga Berencana (KB).
DAFTAR PUSTAKA

Nurwiandani, windy. (2021).Dokumentasi Kebidanan konsep dan aplikasi dokumentasi


kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
SOAL

1. Suatu model pendokumentasian sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada


sumber informasi Yaitu....
A. POR
B. SOR
C. CBE
D. CPR
E. SOAP
2. Seorang dokter mencatat menggunakan lembar instruksi, lembar riwayat penyakit, dan
perkembangan penyakit seorang pasien dengan Hyperemens Gravidarum tingkat 1
sedangkan bidan menggunakan catatan arahan kebidanan untuk pasen tersebut.
Model dokumentasi apakah yang digunakan pada kasus diatas…
A. CBE
B. SOR
C. POR
D. Kadeks
E. Computer
3. Sistem dokumentasi yang mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang
dikumpulkan oleh dokter, perawat atau tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam
pemberian layanan kepada klien adalah jenis dokumentasi...
A. POR (Problem Oriented Record)
B. SOR (Sourch Oriented Record)
C. CBE (Charting By Exceptioni)
D. Kardek
E. Komputerisasi (Computer Based Patient Record/CPR)
4. Model Dokumentasi POR Terdiri dari empat komponen yaitu...
A. Data dasar,Daftar Masalah,Daftar awal rencana,catatan pengembanga
B. Daftar masalah, Data dasar, daftar awal rencana, Catatan kesembuhan
C. Data dasar, Daftar masalah, Daftar akhir rencana, Catatan Kesembuhan
D. Daftar masalah, Data penting, Daftar awal rencana, Catatan perkembangan
E. Daftar data, daftar masalah, daftar awal rencana, catatan perkembangan
5. Berisi kumpulan dari data atau semua informasi baik subyektif maupun obyektif yang
telah dikaji dari klien ketika pertama kali masuk rumah sakit atau pertama kali diperiksa.
Pernyataan tersebut merupakan penjelasan komponen POR yaitu....
A. Data Dasar
B. Daftar Masalah
C. Daftar Awal Rencana
D. Catatan Perkembangan (Proses Note)
E. Daftar data
6. Jenis dokumentasi kebidanan yang mengintegrasikan 3 komponen kunci yaitu...
A. POR
B. SOR
C. CBE
D. CPR
E. SOAP
7. Format CBE meliputi, kecuali...
A. Data dasar (riwayat dan pemriksaan fisik)
B. Intervensi flow sheet
C. Grafik record
D. Konsultasi
E. Catatan bimbingan pasien
8. Suatu sistem dokumentasi dengan menggunakan serangkaian kartu dan membuat data
penting tentang klien, ringkasan problem klien, dan terapinya. Pernyataan tersebut
merupakan definisi ....
A. Sourch Oriented Record (SOR)
B. Problem Oriented Record (POR)
C. Charting By Exception (CBE)
D. Kardek
E. SOAPIE

9. Kardeks merupakan pendokumentasian tradisional dipergunakan diberbagai sumber


mengenai informasi pasien yang disusun dalam suatu…
A. Buku
B. Laporan
C. Asuhan
D. Dokumen
E. Arsipan
10. Seorang bidan menggunakan model pendokumentasian tradisional untuk mencatat
berbagai sumber mengenai informasi pasien hamil di Buku KIA. Model dokumentasi
apakah yang digunakan bidan tersebut?
A. kardeks
B. Computer
C. Progess note
D. Charting by exception
E. Problem oriented record
11. Model dokumentasi kebidanan yaitu dengan menggunakan model SOAP, kepanjangan
dari SOAP adalah...
A. Subjektif, Objektif, Analisa, Pendapatan
B. Subjektif, Observasi, Analisa, Pelaksana
C. Subjektif, Objektif, Analisa, Penatalaksanaan
D. Subjektif, Objektif, Analisa, Perkembangan
E. Subjektif, objektif, Analisa, Pertemuan
12. Model dokumentasi dengan menggunakan soap meliputi...
A. Hasil analisa
B. Pembukaan
C. C.komunikasi
D. Dokumentasi
E. Penelitian
13. Apa yang membandingkan metode pendokumentasian SOAP dengan metode
pendokumentasian lainnya (SOAPIER,SOAPIED,SOAPIE)….
A. Pada SOAP,untuk perencanaaan,implementasi,dan evaluasi disatukan dalam
planning
B. SOAP lebih singkat dari pada metode yang lain
C. SOAP lebih mudah pengkajiannya
D. Semua jawaban benar
E. Semua jawaban salah
14. Suatu model pendokumentasian yang menggunakan sistem komputer dalam mencatat dan
menyimpan data kebidanan. Pernyataan tersebut merupakan definisi ....
A. Sourch Oriented Record (SOR)
B. Problem Oriented Record (POR)
C. Kardek
D. Charting By Exception (CBE)
E. Computer Based Patient Record (CPR)
15. Kurang terciptanya dampak kepada orang lain karena data pasien semua telah tersedia
hanya di dalam satu alat komputer. Pernyataan tersebut merupakan kelemahan sistem
CPR yaitu....
A. Malfunction
B. Impersonal effect
C. Privacy
D. Informasi tidak akurat
E. Data bisa hilang
16. Hal-hal yang harus diperhatikan komputerisasi ini, antara lain. Kecuali…
A. A.perencanaan perlunya system computer
B. pemilihan produk
C. pelatihan petugas pengguna
D. pemakaian system computer
E. Pemilihan tempat
17. SOAPIED adalah salah satu bentuk pendokumentasian yang tidak jauh berbeda seperti
SOAP, hanya saja SOAPIED terdapat tambahan, yaitu …
A. Implementasi evaluasi dan subjektif
B. Implementasi evaluasi dan Obyektif
C. implementasi, evaluasi dan assesment
D. Implementasi, evaluasi dan dokumentasi
E. Implementasi, evaluasi, dan planning
18. Pada SOAPIED, Langkah Dokumentasi lebih diutamakan agar benar-benar
menggambarkan urutan kejadian asuhan yang telah diterima pasien seperti...
A. Segala keluhan pasien yang disampaikan ke tenaga kesehatan
B. Riwayat penyakit yang didapat dari keluarga pasien
C. Mulai pasien datang ke institusi pelayanan kesehatan sampai pasien pulang dalam
keadaan sembuh,pulang paksa, atau alasan lain kemudian didokumentasikan secara
utuh
D. Jawaban A dan B benar
E. Jawaban B dan C benar
19. Apa kepanjangan dari SOAPIER
A. Subyektif, obyektif, assessment, plan/planning, intervensi/ inplementasi, evaluasi,
Revisi
B. Subyektif, obyektif, assessment, plan/planning, intervensi/ inplementasi, evaluasi,
Record
C. Subyektif, obyektif, assessment, plan/planning, intervensi/ inplementasi, evaluasi,
Resorvasi
D. Subyektif, obyektif, assessment, plan/planning, intervensi/ inplementasi, evaluasi,
Rujukan
E. Subyektif, obyektif, assessment, plan/planning, intervensi/ inplementasi, evaluasi,
Rencana
20. Metode pendokumentasian apa yang lebih tepat digunakan apabila rencana pasien ada
yang akan diubah dan proses evaluasi mulai dilakukan?
A. SOAP
B. SOAPIER
C. SOR
D. SOAPIED
E. SOAPIE
HASIL DISKUSI

1. Penanya : Jahratul muna


Pertanyaan : Metode dokumentasi digunakan untuk?

Penjawab : Halimatus Sa'diah

Jawaban :

Metode Dokumentasi Metode dokumentasi merupakan salah satu metode pengumpulan data
yang di gunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode dokumenter di
gunakan untuk menelusuri data historis. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental dari seseorang.

2. Penanya : Tria Puteri Aprillia


Pertanyaan : Apa Kerugian Sor?

Penjawab : Norma Lia

Jawaban :

Kerugian model dokumentasi SOR:

1) Potensial terjadinya pengumpulan data yang terfragmentasi, karena tidak berdasarkan


urutan waktu.
2) Kadang-kadang mengalami kesulitan untuk mencari data sebelumhya, tanpa harus
mengulang pada awal.
3) Superficial pencatatan tanpa data yang jelas.
3. Penanya : Alya Yuliani
Pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan Assesment?

Penjawab : Afiya nor Assyifa

Jawaban:

Komponen ketiga dalam SOAP adalah assessment atau penilaian. Di Indonesia, untuk
menyesuaikan dengan struktur akronim SOAP, assessment juga dapat disebut sebagai
analisis. Pada kenyataannya, komponen ini memang analisis dan interpretasi (kesimpulan),
yaitu pendapat bidan terhadap masalah pasien berdasarkan data subjektif dan objektif

4. Penanya : Rahmah
Pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan inflementasi dalam kebidanan?

Penjawab : Halimatus Sa'diah

Jawaban :

implementasi, adalah pelaksaan asuhan sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan
keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah klien. Pelaksanaan tindakan harus disetujui
oleh klien, kecuali bila tindakan tidak dilaksanakan akan membahayakan keselamatan klien.
Sebanyak mungkin klien harus dilibatkan dalam proses implementasi ini. Bila kondisi klien
berubah, kondisi analisi juga berubah, maka rencana asuhan maupun implementasinya pun
kemungkinan besar akan ikut berubah atau harus disesuaikan

5. Penanya : Umu kulsum


Pertanyaan : Bagaimana peran dan penting nya dokumentasi kebidanan?

Penjawab : Norma Lia

Jawaban :

Fungsi pentingnya melakukan dokumentasi kebidanan meliputi dua hal berikut ini.

1. Untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan bidan.

2. Sebagai bukti dari setiap tindakan bidan bila terjadi gugatan terhadapanya.

6. Penanya : Liya Rahmawati


Pertanyaan :Kapan SOAP dilakukan?

Penjawab : Afiya nor Assyifa

Jawaban:

S-O-A-P dilaksanakan pada saat dokter menulis penilaian ulang terhadap pasien rawat inap
atau saat visit pasien. S-O-A-P di tulis dicatatan terintegrasi pada status rekam medis pasien
rawat inap, sedangkan untuk pasien rawat jalan S-O-A-P di tulis di dalam status rawat jalan
pasien

Anda mungkin juga menyukai