Anda di halaman 1dari 8

SISTEM ENDOKRIN

1. Prinsip umum

Hipotalamus memproduksi releasing hormon yang menstimulasi hipofise untuk


melepaskan stimulating hormon. Stimulating hormon menstimuli organ sasaran atau target organ
(misalnya kelenjar adrenal, tiroid, gonad) agar organ – organ tersebut mensekresikan produk
hormonnya. Sebagai contoh, hipotalamus mensekresi thyroid hormone-releasing hormone
(THRH) yang menstimulasi sel – sel tirotrof pada kelenjar hipofise anterior untuk mensekresikan
thyroid-stimulating hormone (TSH). TSH menstimulasi kelenjar tiroid untuk melepaskan hormo
tiroid (T4 dan T3). Sistem prolaktin merupakan pengecualian konsep di atas dalam hal bahwa
sistem ini merupakan sistem inhibisi yaitu: dopamine dari hipotalamus menghambat pelepasan
prolaktin dari hipofise anterior.

Pada setiap tingkat dalam poros hipotalamus-hipofise-target organ terdapat umpan balik
negative dari setiap tahap pada tahap sebelumnya. Hal ini akan mencegah over sekresi setiap
hormon. Analogi yang sering digunakan adalah analogi thermostat. Jika rumah terlalu dingin,
thermostat akan mengindera penurunan suhu ini dan kemudian menyalakan panas. Tentu saja,
jika panas itu dibiarkan tanpa batas, rumah tersebut akan menjadi akan menjadi terlalu panas.
Jadi pada suhu ekuilibrium tertentu, thermostat akan mengindera bahwa titik yang benar sudah
tercapai dan hawa panas kemudian dimatikan. Peristiwa ini dinamakan umpan balik negative.
Dikatakan “negatif” karena proses umpan balik tersebut mematikan sistem ini. Sebagai contoh,
hormone tiroid (T3 dan T4) yang disekresi oleh kelenjar tiroid memberikan umpan balik
negative pada hiotalamus dan hipofise yang masing masing akan mengurangi sekresi TRH dan
TSH. Konsep umpan balik negative sangat penting untuk memahami, baik fisiologi kelainan
endokrin maupun pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam menegakkan diagnosisnya.

Penyakit endokrin umumnya dibagi menjadi keadaan hiper- (keadaan meningkatnya


sekresi hormon) dan keadaan hipo- (keadaan menurunnya sekresi hormon). Peningkatan sekresi
hormon dapat terjadi karena:

1. Kelenjar target (misalnya tiroid) melakukan sekresi yang berlebihan (over sekresi) karena
kelainan patologi yang langsung mengenai kelenjar tersebut (kelainan primer). Pada
kelainan hiper- yang primer terjadi peningkatan kadar hormone yang disekresikan oleh
kelenjar target tetapi stimulating hormone memiliki kadar yang rendah karena
peningkatan umpan balik negative dari kelenjar target yang hiperaktif tersebut.
2. Hipofise / hipotalamus melakukan stimulasi kelenjar target yang berlebihan (atau over
stimulasi)(kelainan sekunder). Pada kelainan hiper- yag sekunder, baik hormon dari
kelenjar target maupun stimulating hormone akan meningkat.
3. Terdapat beberapa tempat ektopik produksi hormone. Sebagai contoh, struma ovarii
(tumor ovarium) dapat mensekresikan hormone tiroid, kanker small cell paru dapat
mensekrsikan adrenocorticotropic hormone (ACTH), karsinoma sel skuamosa paru dapat
mensekresikan parathyroid hormone –related protein (PTHrP) dan lain – lain.
4. Reseptor hormone yang menjadi target dapat hiperaktif (yaitu mengalami beberapa
mutasi genetik).

Penurunan sekresi atau kerja hormon dapat terjadi karena:

1. Kelainan congenital atau akuisita (didapat) pada kelenjar target (kelainan primer). Pada
kelainan hipo- yang primer terdapat kadar target hormon yang rendah dan stimulating
hormone yang tinggi karena tidak adanya umpan balik negative dari kelenjar target yang
hipoaktif tersebut.
2. Hipofise tidak mensekresikan cukup stimulating hormone (kelainan sekunder). Pada
kelainan hipo- yang sekunder terdapat penurunan baik kadar hormon kelenjar target
maupun kadar stimulating hormone.
3. Hipotalamus tidak mensekresikan releasing hormone dalam jumlah yang cukup (kelainan
tertier).
4. Hormonnya cacat (defektif). Cacat hormone ini akan menyebabkan kadar hormone yang
tinggi tetapi fungsinya yang seharusnya ditimbulkan oleh hormone tersebut tiddak akan
terjadi. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan penyuntikan hormone yang eksogenus.
5. Reseptor target organ tidak memberikan respons. Sekali lagi, pada kelainan ini akan
terdapat kadar stimulating hormone yang tinggi karena organ yang memproduksi
hormone tersebut berupaya untuk membuat target organ meresponnya. Namun demikian,
kali ini target organ tidak akan merespons stimulasi hormone eksogenus. Contohnya
adalah diabetes insipidus nefrogenik.
2. Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid mensekresikan hormone tiroid (T3 dan T4) yang mengatur berbagai aspek
metabolisme. Sekresi hormone tiroid distimulasi oleh sekresi TSH dari kelenjar hipofise.
Sekresi TSH distimulasi oleh THRH dan hipotalamus. Permasalahan berikut akan
didiskusikan di sini: hipertiroidisme (peningkatan sekresi hormone tiroid), hipotiroidisme
(penurunan sekresi hormone tiroid), tiroditis (inflamasi kelenjar tiroid) dan nodul serta
neoplasia kelenjar tiroid.

A. Hipertiroidisme
Hipertiroidisme, juga dikenal sebagai tirotoksikosis, dicirikan peningkatan
produksi T3 dan T4, sering 5 sampai 15 kali normalnya. Hipertiroidisme dapat
disebabkan penyakit pada tiroid, atau disebabkan penyakit dari luar tiroid. Tanda dan
gejala penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi
dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan
sering disertai oftalmopati, dan disertai dermopati meskipun jarang.

B. Etiologi Hipertiroidisme
Ada tiga mekanisme secara umum yang menyebabkan terjadinya hipertiroidisme:
1. Kelenjar tiroid melakukan over sekresi hormone tiroid (hipertiroidisme primer)
misalnya pada nodul toksik, peyakit graves
2. Kelenjar hipofise melakukan over stimulasi kelenjar tiroid untuk mensekresikan
hormone tiroid (hipertiroidisme sekkunder) misalnya pada tumor hipofise
3. Terdapat beberapa sumber eksogenus hormone tiroid seperti misalnya pada struma
ovarii (tumor ovarium).
Hasil akhir pada situasi 1-3 di atas akan sama yaitu: hipertiroidisme (kenaikan
hormone tiroid). Namun, patofisiologinya berbeda. Pada kasus pertama, yaitu
hipertiroidisme primer terjadi over sekresi tiroid akibat beberapa permasalahan yang
melibatkan kelenjar itu sendiri. Pada situasi yang kedua, yaitu hipertiroidisme
sekunder terjadi sekresi kelenjaryang berlebihan karena kelenjar hipofise
menyebabkan over sekresi tersebut.
Penyebab hipertiroidisme meliputi nodul toksik, penyakit graves, tumor
hipofise, intoksikasi amiodaron dan struma ovarii.

a. Nodul toksik merupakan nodul tiroid yang menjadi tidak bergantung


(independen) pada hipofise dan mensekresi hormone tiroid secara berlebihan.

b. Penyakit graves
Penyakit ini merupakan bentuk hipertiroidi yang paling umum, juga
disebut “eksoftalmik goiter”,”difuse toxic goiter” atau penyakit Basedow, dan
hipertiroidi primer. Penyakit ini umumnya mengenai individu berusia 30-50
tahun. Kasusnya pada wanita lebih besar daripada pria. Juga diketahui
mempunyai faktor keturunan dan autoimun.
Manifestasi klinis dari penyakit ini meliputi goiter difus, eksoftalmos
(unilateral, bilateral), miksedema pre-tibia, tanda – tanda hipermetabolisme,
gelisah, mudah tersinggung, lelah, tidak tahan panas, dan berat badan turun.
Terapi penyakit ini adalah mengusahakan untuk mengurangi jumlah
hormon tiroid yang dihasilkan kelenjar. Pemakaian agens anti-tiroid menghambat
sintesis hormone tersebut. Cara ini hanya ada hasilnya selama obat itu diminum.
Cara kedua adalah ablation (pembuangan) jaringan tiroid, sehingga pembuatan
hormon berkurang. Hal ini dapat dilakukan secara bedah atau dengan yodium
radioaktif merusak sebagian jaringan tiroid. Risiko dari tindakan ini adalah
hipotiroidi. Untuk cara pertama biasanya dipersiapkan dengan minum
propiltiourasil (PTU), 1-2 tahun lamanya.

c. Penyebab hipertiroidisme yang lain meliputi tumor hipofis yang mensekresikan


TSH (yaitu hipertiroidisme sekunder), intoksikasi amiodaron dan struma ovarii
yaitu tumor ovarium yang mensekresi hormone tiroid.

C. MANIFESTASI KLINIS HIPERTIROIDISME


Tanda dan gejala hipertiroidisme
Setiap penyakit kelenjar tiroid dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tersebut
(goiter, gondok)
Umumnya hormone tiroid bekerja untuk “menstimulasi”, dan dengan demikian pasien
hipertiroid memiliki banyak gejala/tanda hiperaktif seperti misalnya laju metabolisme
yang tinggi (penurunan berat badan), takikardia (bahkan kadang kadang fibrilasi
atrium), dispnea, intoleransi hawa panas, kulit yang terasa panas, peningkatan selera
makan, tremor, gelisah dan lain – lain.

Diagnosis hipertiroidisme
Secara klinis oftalmopati, miksedema pretibial, goiter yang difus dan/atau bunyi bruit
pada kelenjar tiroid(bunyi berdesir pada kelenjar tiroid yang terdengar lewat
auskultasi) akan menunjukkan diagnosis penyakit graves kendati penyakit graves
dapat ditemukan tanpa satu pun tanda – tanda ini. Tes laboratorium untuk
membedakan hipertiroidisme primer vs sekunder adalah TSH. Kadar TSH yang
rendah ditemukan pada hipertiroidisme primer sedangkan kadar TSH yang tinggi
pada hipertiroidisme sekunder. Pada penyakit graves dapat ditemukan antibody anti-
reseptor TSH dalam serum banyak kasus (tapi tidak semuanya) di samping kadar
TSH yang rendah.

D. PENANGANAN HIPERTIROIDISME
Pada kasus kasus hipersekresi hormone tiroid (misalnya pada penyakit graves),
terapinya bertujuan untuk mengurangi jumlah hormone tiroid yang eredar dalam
darah. Baik metimazol maupun propiltiourasil akan menurunkan sintesis hormone
tiroid, dan propiltiourasil juga mengurangi konversi perifer T4 menjadi T3. Pada
sebagian besar kasus, terapi yang lebih definitive lebih disukai ketimbang terapi
jangka panjang dengan obat – obat antitiroid. Kelenjar tiroid dapat diangkat lewat
pembedahan atau dihancurkan melalui terapi iodium radioaktif. Salah satu dari kedua
terapi ini dapat menimbulkan hipertiroidisme.

Hipotiroidisme
Seperti halnya hipertiroidisme, hipotiroidisme dapat pula disebabkan oleh disfungsi
primer kelenjar tiroid atau terjadi sekunder karena disfungsi hipofise. Pada kedua
kasus ini, berdasarkan definisinya, terdapat kadar hormone tiroid yang rendah. Jika
kelenjar tiroid itu sendiri merupakan akar permasalahannya dan tidak memproduksi
hormone tiroid, maka keadaan ini akan menurunkan umpan balik negative pada
hipofise. Jadi, pada hipotiroidisme primer akan terjadi kenaikan kadar TSH. Pada
hipotiroidisme sekunder, sumber permasalahannya terletak pada kelenjar hipofise
yaitu: kelenjar hipofise tidak mensekresikan TSH dengan jumlah yang adekuat
sehingga akan terdapat kadar TSH yang rendah.
Penyebab hipotiroidisme
Penyebab hipotiroidisme primer meliputi kelainan kongenital tiroid, tiroiditis
hashimoto, pemakaian obat – obatan yang toksik bagi kelenjar tiroid (misalnya
amiodaron), defisiensi iodium, kerusakan tiroid pascabedah/peningkatan tiroid atau
terapi radiasi dengan I.

Tiroiditis hashimoto merupakan penyakit autoimun. Antibody diarahkan kepada


enzim tiroid peroksidase (TPO) dan tiroglobin (TG) yang menghasilkan infiltrasi
limfosit pada kelenjar tiroid sehingga kelenjar in tidak berfungsi sama sekali atau
hanya berfungsi sebagian. Tiroiditis hashimoto kadang – kadang terjadi bersama
dengan penyakit autoimun yang lain (misalnya diabetes tipe 1, vitiligo, pertumbuhan
premature rambut putih).

Defisiensi yodium menyebabkan hipotiroidisme karena iodium diperlukan untuk


sintesis hormone tiroid. Penurunan sintesis hormone tiroid akan mengurangi umpan
balik negative sehingga terjadi peningkatan produksi TSH. Kenaikan TSH
menstimulasi kelenjar tiroid untuk mengalami hipertrofi sehingga timbul goiter yang
menyertai defisiensi iodium. Defisiensi iodium jarang ditemukan di A.S. karena
adanya proyek iodinisasi garam, tetapi lebih sering dijumpai di kawasan dunia yang
lain (pegunungan Himalaya, Andes, Alpen) hipotiroidisme pada defisiensi iodium
dinamakan penyakit goiter endemik.
Tanda dan gejala hipotiroidisme
Hipertiroidisme mempercepat segala hal. Hipotiroidisme memperlambat segala hal.
Gejala hipotiroidisme dapat meliputi kenaikan berat badan, intoleransi hawa dingin,
fatigue, kelemahan, bradikardia, hipoventilasi, konstipasi, mialgia, artralgia dan/atau
anemia. Goiter dapat ditemukan pada keadaan ini.

Diagnosis hipotiroidisme dari hasil laboratorium


Ingat bahwa TSH merupakan kunci utama. TSH mengalami kenaikan pada
hipotiroidisme primer dan penurunan pada hipotiroidisme sekunder. Autoantibodi
serum (anti-TPO dan anti-TG) yang disebutkan di atas dapat ditemukan pada tiroiditis
hashimoto.

Penanganan hipotiroidisme
Untuk menangani pasien hipotiroid, kita harus memulihkan substansi yang hilang
yaitu hormone tiroid. Tiroksin merupakan bentuk sintetik T4 yang umumnya
digunakan pada kelainan ini.

Tiroiditis
Tiroiditis yang merupakan inflamasi kelenjar tiroid dapat menyebabkan
hipertiroidisme atau hipotiroidisme di samping pembesaran dan/atau rasa nyeri pada
kelanjar tiroid. Di samping tiroiditis hashimoto, penyebab tiroiditis yang lain meliputi
infeksi virus (tiroiditis de Quervain), tetapi radiasi, obat amiodaron, autoimunitas
(tiroiditis limfositik subakut), dan kelahiran bayi (tiroiditis postpartum). NSAID,
steroid dan/atau obat untuk hiper- atau hipo- tiroidisme dapat digunakan dalam
pengobatan tiroiditas.

Nodul tiroid dan kanker tiroid

Nodul tiroid dapat berupa neoplasma seperti adenoma (benigna) atau karsinoma (papilaris,
folikularis, medularis atau anaplastik) tetapi juga dapat merupakan kelainan non-neoplastik
seperti kista, hyperplasia atau tiroiditis fokal. Nodul dapat asimtomatik dan ditemukan untuk
pertama kalinya pada pemeriksaan fisik. Sebagai alternative lain, nodul tiroid dapat
menyebabkan gejala hipertiroidisme dan/atau gejala yang berkaitan dengan kompresi struktur di
sekitarnya seperti trakea (sehingga timbul gejala batuk – batuk) atau esophagus (sehigga terjadi
disfagia). Diagnosis pasti ditegakkan lewat tindakan biopsy dengan aspirasi jarum halus (AJH).
Neoplasma yang maligna ditangani lewat pembedahan sedangkan nodul tiroid yang benigna
kerapkali hanya diobservasi apabila kelainan ini bersifat asimtomatik

Anda mungkin juga menyukai