Anda di halaman 1dari 16

Analisis Penggunaan Endorsement Sebagai Sumber Terciptanya

Masyarakat Konsumsi Ditinjau Melalui Pemikiran Jean Baudrillard

Arum Asyfa Azahra


Departemen Filsafat, Universitas Indonesia

Abstract: Analysis of the Use of Ratification as a Source for the Creation of Consumption
Society is Reviewed through the Thinking of Jean Baudrillard. This article seeks to present
the results of an analysis of the use of endorsements that are now a new breakthrough for
marketing methods. Thus, endorsement can influence people's lifestyles into a consumer
society. Through digital, the activities carried out in the endorsement are fairly easy and able to
persuade the public to buy a commodity that has been promoted. Based on these conditions,
Baudrillard's idea of a consumption society is quite relevant. A society that does not pay
attention to use values is increasingly existent in contemporary times. Because the main priority
for consumerism is the interrelation of the symbolic value of an object that is actually also
influenced by other factors. Thus, endorsement is central to the longevity of contemporary
consumerism by being connected by Baudrillard's thought.

Abstrak: Analisis Penggunaan Endorsement Sebagai Sumber Terciptanya Masyarakat


Konsumsi Ditinjau Melalui Pemikiran Jean Baudrillard. Artikel ini berupaya untuk
memaparkan hasil analisis mengenai penggunaan endorsement yang kini menjadi terobosan
baru bagi metode pemasaran. Dengan demikian, endorsement dapat mempengaruhi pola hidup
masyarakat menjadi masyarakat konsumerisme. Melalui digital, kegiatan yang dilakukan dalam
endorsement terbilang cukup mudah dan mampu mempersuasif masyarakat untuk membeli
suatu komoditas yang telah di promosikan. Berdasarkan kondisi ini, gagasan Baudrillard
mengenai masyarakat konsumsi terbilang sangat relevan. Masyarakat yang sudah tidak
memperhatikan nilai guna, semakin eksistensi di masa kontemporer sekarang ini. Karena yang
menjadi prioritas utama bagi masyarakat konsumerisme adalah keterkaitan nilai simbolis dari
suatu objek yang sebenarnya dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lain. Maka, endorsement
menjadi sentral bagi kelanggengan masyarakat konsumerisme di masa kontemporer dengan
dihubungkan oleh pemikiran Baudrillard.

Keywords: endorsement, consumption society, technology, capitalism

Kata kunci: endorsement, masyarakat konsumsi, teknologi, kapitalisme

Pendahuluan
Di masa kontemporer seperti sekarang ini, manusia dapat menggunakan berbagai
macam cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang kian hari kian bertambah,
memaksa setiap individu untuk melakukan cara apa pun demi memenuhi segala kebutuhan itu.
Saat ini, urusan dalam memenuhi kebutuhan hidup bukan hanya sekadar persoalan terpenuhi
atau tidaknya kebutuhan tersebut tetapi ada nilai-nilai lain yang berusaha untuk dipuaskan
melebihi soal terpenuhi atau tidak. Maksudnya terpenuhi disini, yaitu apa yang dibutuhkan oleh
individu dapat diatasi dengan baik dan terasa cukup. Dalam konteks ini, hanya cukup memenuhi
kebutuhan saja, bukan pada taraf yang berlebih. Melihat perkembangan zaman dan arus
globalisasi yang semakin cepat, persoalan pemenuhan kebutuhan hidup bukan lagi menjadi hal
yang sederhana. Bukan hanya urusan terpenuhi saja, namun dibuat semakin rumit dan sulit
dalam mendapatkannya. Apa yang disebut sebagai kebutuhan, bukan lagi menjadi kebutuhan
yang dianggap dapat selesai jika sudah terpenuhi tetapi ada pemahaman lain yang menjadi tolak
ukur atas kebutuhan itu.
Dikarenakan kebutuhan hidup terus semakin bertambah, maka perlu ada media
alternatif yang berperan untuk mengatasinya. Dapat dikatakan, bahwa kehadiran teknologi
mampu berperan aktif dalam membantu mengatasi kebutuhan manusia yang dirasa semakin
kompleks. Perlu disadari, keberadaan teknologi yang semakin canggih dapat dengan mudah
membantu individu mencapai segala keinginannya namun menjadi sumber masalah baru jika
tidak digunakan dengan yang semestinya. Segala kebutuhan hidup, baik yang dibutuhkan bagi
kehidupan sehari-hari atau jangka panjang dapat kita penuhi melalui teknologi. Melalui
smartphone, televisi, radio dan media elektronik lain mampu memberikan individu kemudahan
dalam mencari kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Paling mudah adalah menggunakan
smartphone, karena benda kecil yang sering digenggam oleh individu ternyata memiliki banyak
fitur berbentuk aplikasi yang berperan penting dalam proses pemenuhan kebutuhan hidup.
Bahkan, dapat memanjakan diri hanya dengan bermodalkan pulsa atau uang elektronik. Hal ini
sangat menarik sekali, karena dengan peran dari sebuah smartphone, segala kebutuhan hidup
dengan mudah dapat terpenuhi.
Akhir-akhir ini, pencarian pemenuhan kebutuhan hidup semakin variatif dan sebagian
besar menggunakan metode digital. Setiap bentuk usaha dalam dunia ekonomi, menjadikan
manusia harus lebih kreatif dan cekatan dalam menghadapinya. Pemanfaatan metode digital,
menjadi sebuah terobosan baru yang menyukseskan usaha dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
Mulai dari usia remaja hingga dewasa, semua dapat mengakses internet dengan sangat mudah.
Sehingga penggunaan internet pun, sudah menjadi prioritas bagi manusia di seluruh penjuru
dunia. Selain dapat memudahkan, kehadiran internet dapat menghemat energi manusia karena
tidak menuntut individu untuk banyak bergerak. Kehadiran internet yang ada pada smartphone,
menjadi sumber terciptanya manusia yang konsumtif. Karena dengan memiliki berbagai macam
fitur dan tawaran lainnya, perlahan mengubah keinginan hasrat yang ada dalam diri manusia.
Memang benar, media elektronik khususnya smartphone mampu memudahkan manusia dalam
memenuhi segala macam kebutuhannya. Namun, perlu ditelaah kembali bahwasanya pengaruh
dari fitur smartphone tidak serta-merta berakibat pada hal-hal yang menguntungkan saja.
Melalui pembaharuan fitur dari smartphone tidak hanya menjadi jalan alternatif dalam
pemenuhan kebutuhan hidup. Tetapi, ada makna lain yang muncul dari penggunaan smartphone
itu. Dengan adanya fitur-fitur aplikasi di dalam smartphone tentu akan memudahkan individu
untuk mencari dan melakukan apa pun, karena hal ini menjadi kebebasan bagi setiap individu.
Namun, yang ingin diangkat dalam pembahasan ini bukan pada tataran metode digitalnya
melainkan bagian tertentu dari fitur yang ditawarkan oleh sebuah aplikasi yang termuat dalam
smartphone. Adanya teknologi berbentuk smartphone sebenarnya memberikan pengaruh yang
cukup besar dalam segala sisi. Baik itu secara sosial, ekonomi, pendidikan dan lainnya. Namun,
pengaruh ini tidak akan bisa dihindari oleh siapa pun, yang ada justru harus lebih selektif dan
berhati-hati dalam penggunaannya. Fitur-fitur aplikasi di dalam smartphone terdiri atas
berbagai macam kategori-kategori yang mendukung dalam usaha pencapaian pemenuhan
kebutuhan hidup. Namun, fitur-fitur itu dapat menimbulkan masyarakat konsumerisme jika
pengguna smartphone tidak dapat menahan hawa nafsu akan keinginannya untuk memiliki
sesuatu hal.
Ada fitur aplikasi yang saat ini sedang ramai diperbincangkan akibat adanya aktivitas
endorsement1. Biasanya yang di endorse itu berupa barang-barang atau produk-produk tertentu
dengan berbagai kategori, baik itu makanan dan minuman, pakaian, alat transportasi atau yang
lainnya. Sebenarnya banyak sekali, namun yang sering terjadi di kalangan masyarakat adalah
kategori-kategori tersebut. Kegiatan endorsement ini sama seperti aktivitas yang dilakukan oleh
iklan produk dalam televisi. Bedanya, endorsement berada dalam salah satu fitur aplikasi di
smartphone kemudian dibantu dengan sistem promosi oleh para artis, publik figure dan lainnya.
Kegiatan endorsement yang semakin marak menjadi lebih diterima dan diminati oleh khalayak.
Karena di masa kontemporer, banyak masyarakat yang sering menggunakan smartphone untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dan sebagian besar memiliki fitur aplikasi yang berelasi dengan
endorsement.
Tidak heran, jika masyarakat konsumerisme semakin banyak dan merajalela dimana
saja. Terlebih lagi, hal ini bisa terjadi karena adanya teknologi smartphone yang mengawali
timbulnya sifat konsumtif akibat dari penawaran yang diberikan oleh fitur-fitur dalam
smartphone. Seperti, kegiatan endorsement yang cukup mempengaruhi pengguna internet
menjadi individu yang konsumtif. Dengan hadirnya fitur aplikasi tersebut, membuat para
penggunanya merasa ingin memiliki produk yang telah dipromosikan oleh publik figure.
Bahkan, sebagian besar masyarakat cenderung tidak menyadari akan tujuan dari dilakukannya
kegiatan endorsement ini. Sehingga, endorsement menjadi sebuah langkah baru bagi dunia
periklanan yang mampu melahirkan masyarakat-masyarakat yang konsumtif. Perlahan tapi
pasti, endorsement mengakibatkan masyarakat yang lebih mengutamakan nilai-nilai simbolis
dibandingkan nilai guna. Hal ini memiliki relasi yang kuat dengan gagasan Baudrillard
mengenai masyarakat konsumsi. Tentu saja, pemikiran dari Baudrillard turut membantu dalam
membahas persoalan yang sangat signifikan pada masa kontemporer. Dengan gagasan yang
telah diajukan oleh Baudrillard, membuat pembahasan akan masyarakat konsumsi semakin
jelas dan sangat relevansi. Persoalan mengenai konsumerisme memang tidak ada habisnya,

1
Endorsement adalah metode pemasaran baru yang dilakukan pada jejaring sosial instagram
dengan menjadikan publik figure atau individu-individu yang memiliki jumlah
followers/pengikut yang banyak sebagai objeknya.
namun yang pasti harus terus diamati dan ditelaah dengan baik agar tidak ada kesalahpahaman
dalam timbulnya masyarakat konsumerisme.
Di dukung oleh metode digital, realitas dunia periklanan semakin kuat dan mengalami
perkembangan. Besar kemungkinan, bahwa kegiatan endorsement yang merupakan metode
baru dalam branding periklanan adalah misi baru dari kapitalisme. Kita tahu bahwasanya,
lingkaran kapitalisme sangat sulit sekali dihancurkan bahkan yang ada justru semakin besar dan
semakin kuat. Sehingga, masyarakat kehilangan kontrol atas dirinya. Karena kesadaran
masyarakat sudah teralihkan oleh bujuk rayuan dari para pemilik modal, yang pada akhirnya
akan menimbulkan kesadaran palsu seperti gagasan dari Karl Marx dalam menanggapi
perubahan sosial. Pada dasarnya, gagasan Baudrillard terbilang sangat lah kritis dalam menilai
suatu fenomena sosial yang terjadi di berbagai era. Peristiwa masyarakat konsumerisme bukan
menjadi hal baru dalam dunia ekonomi, karena di era-era sebelum kontemporer masyarakat
seperti itu sudah ada. Namun nuansanya kerap berbeda dengan yang masa sekarang, barangkali
di era sebelumnya tidak begitu terekspos jika ada masyarakat konsumerisme. Sedangkan, saat
ini segala macam teknologi modern sudah dilibatkan dalam segala aspek kehidupan. Sehingga,
apa pun yang terjadi dalam fenomena sosial sudah pasti mudah terlihat dan diprediksi.

Jean Baudrillard: Masyarakat Konsumsi


Jean Baudrillard adalah seorang sosiolog Perancis dan ahli teori budaya yang lahir pada
tanggal 29 Juli 1929 dan meninggal 6 Maret 2007. Karya-karya yang telah dihasilkan oleh
Baudrillard merupakan sebuah penggabungan antara filsafat, teori sosial dan metafisika budaya
idiosinkratik yang mencerminkan berbagai peristiwa penting dan fenomena-fenomena sosial
yang terjadi di berbagai era. Menjadi seorang penulis yang sangat produktif, membuat
Baudrillard berhasil menerbitkan puluhan buku serta turut mengomentari kejadian fenomena
sosial dan budaya yang terlihat menonjol di era kontemporer. Fenomena itu seperti,
penghapusan perbedaan gender, ras dan kelas yang sifatnya sudah menstruktur masyarakat
modern dalam konsumen postmodern baru. Dengan adanya media dan teknologi yang serba
canggih dapat menimbulkan perubahan-perubahan mendasar dalam politik, budaya dan
kehidupan manusia itu sendiri. Kehadiran media dan teknologi sudah pasti akan membawa
dampak yang baik maupun buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Keberadaan media baru,
informasi dan teknologi cybernetic2 dapat mempengaruhi tatanan sosial dan memberikan
mutasi mendasar kehidupan manusia dan sosial.
Baudrillard bergerak melampaui wacana postmodern dari awal 1980-an hingga saat ini,
ia juga mengembangkan mode analisis yang berunsur filosofis dan kultural dalam ruang
lingkup yang dapat dikatakan cukup istimewa serta menjadi sebuah deskripsi atas cara berpikir
pasca-strukturalisme. Karya awal Baudrillard adalah salah satu semiologi pertama yang sesuai
untuk menganalisis bagaimana objek dikodekan dengan sistem tanda dan makna yang

2
Sibernetik (cybernetics) adalah suatu cabang ilmu yang menaruh kepedulian terhadap
masalah-masalah komunikasi dan arus informasi sebagai salah satu sistem yang bersifat
kompleks.
membentuk media kontemporer dan masyarakat konsumen.3 Dengan upayanya dalam
menggabungkan studi semiologis, ekonomi dan politik Marxian dan sosiologi masyarakat
konsumen, ia meneguhkan dirinya untuk melakukan sebuah tugas baru dalam hidupnya yaitu
mengeksplorasi sistem objek dan tanda-tanda yang pada realitasnya mampu membentuk pola
hidup kita sehari-hari. Pertukaran simbolis dan kematian serta penelitian-penelitian yang
dilakukan oleh Baudrillard pada tahap selanjutnya dalam simulasi dan simulacra
mengartikulasikan prinsip pemisahan antara masyarakat modern dengan masyarakat
postmodern. Menurutnya, masyarakat modern berada pada tataran produksi dan konsumsi akan
suatu komoditas sedangkan masyarakat postmodern lebih mengarah pada simulasi dan
permainan gambar atau tanda-tanda.
Pemikiran Baudrillard, tidak terlepas dari pengaruh perspektif Marxis. Namun, yang
menjadi berbeda adalah ia memfokuskan diri pada masalah konsumsi bukan pada produksi
seperti halnya para pemikir Marxis lain. Di dalam persoalan konsumsi, ada keterlibatan
kekuasaan dan kapitalisme dalam objek-objek yang ditampilkan. Kini, dunia telah dikontrol
oleh kode, yang mana persoalan-persoalan konsumsi memiliki suatu nilai kebutuhan. Pada
konteks ini, ide kebutuhan merupakan pembedaan antara subjek dan objek, yang pada
kesungguhannya itu palsu sebab ide kebutuhan diciptakan untuk menghubungkan keduanya.
Hal ini menjadikan kita untuk tidak membeli apa yang kita butuhkan, melainkan membeli apa
yang kode sampaikan pada setiap konsumen. Dengan demikian, Baudrillard memandang objek
konsumsi sebagai sesuatu yang “diorganisir oleh tatanan produksi”. Selain itu juga, pemikiran
Baudrillard yang dihubungkan dengan strukturalisme melahirkan pernyataan bahwa sistem
objek konsumen dan sistem komunikasi pada dasar periklanan sebagai media pembentukan
“sebuah kode signifikasi” yang dapat mengendalikan objek dan individu di tengah masyarakat.
Seperti halnya ekonomi, politik, kehidupan sosial dan budaya telah diatur oleh logika
simulasi yang mana kode dan mode dapat menentukan bagaimana suatu barang dikonsumsi dan
digunakan, terbukanya politik, kemudian budaya yang diproduksi dan dikonsumsi serta
kehidupan sehari-hari yang dijalani. Pernah terjadi dalam sebuah diskusi tentang “Ecstasy and
Inersia” Baudrillard menjelaskan mengenai sebuah objek dan peristiwa dalam masyarakat
kontemporer terus melampaui diri mereka sendiri serta tumbuh dan berkembang dalam
kekuasaan. Bahkan di tulisan-tulisan awalnya, Baudrillard mengeksplorasi cara-cara komoditas
dapat menarik individu menjadi masyarakat konsumen dan cara komoditas tersebut
memberikan asumsi nilai baru dan lebih banyak mengandung unsur nilai, tanda dan kode yang
sudah melekat pada bagian komoditas sebagai sistem objek. Sehingga, ketika kita
mengkonsumsi objek, maka sesungguhnya kita sedang mengkonsumsi tanda dan dalam proses
itu kita berusaha untuk mendefinisikan diri sendiri.
Terkait bangkitnya masyarakat konsumerisme, sebenarnya ada banyak hal yang dapat
disampaikan untuk mengetahui asal usul dari konsumsi meskipun ada beberapa kebenaran yang
tidak dapat disangkal. Pertama, individu selalu terlibat dalam konsumsi sejak masa paling

3
Dikutip dari Kellner, D. (2008). Jean Baudrillard (1929-2007). Communication and
Critical/Cultural Studies, 88-92.
primitif; kedua yaitu segala faktor-faktor yang menunjang atas kelangsungan hidup individu
selalu bergantung pada konsumsi; ketiga, kita semua adalah seorang konsumen dalam beberapa
hal. Konsumerisme telah dianalogikan sebagai suatu proses di mana energi untuk perlawanan
politik telah dikeringkan dan dialihkan menjadi kepuasan individu, serta struktur kelas yang
berusaha menindas dan alienasi endemik yang berusaha dihilangkan. Misalnya, dalam melacak
asal-usul periklanan, Stewart Ewen menyarankan bahwa “pabrik belum menjadi arena yang
efektif untuk membentuk tenaga kerja yang dapat diprediksi dan andal” (Ewen:1976:hlm 46) 4.
Dapat dikatakan bahwa tenaga kerja dan produksi itu adalah situs disiplin dan kontrol yang
mana mesti diatur dengan baik agar tidak terjadi ketimpangan. Namun pada praktiknya,
menjadikan kedua hal tersebut sebagai sesuatu yang dapat diandalkan tetapi ternyata dapat
terjadi kegagalan juga bahkan kehilangan kontrol sosialnya. Sehingga, dalam hal ini iklan
muncul sebagai usaha untuk memperbaiki kegagalan tersebut. Karena, dinamika kekuasaan dan
kontrol sosial sama pentingnya dalam pengembangan dan regulasi sebuah tanda; kontrol mode
memiliki signifikansi yang sama pentingnya dengan mode produksi.
Konsumerisme muncul sebagai upaya untuk menandai diri sendiri yang terkesan
berbeda dari orang lain sehingga sangat dimungkinkan apabila seseorang berusaha untuk
membangun dan mengekspresikan identitas sosial yang berbeda. Dalam hal ini, dunia konsumsi
yang terlihat dari permukaan menjadikan seseorang merasa bahwa dirinya itu memiliki
kebebasan dalam menentukan ekspresi dirinya. Dengan demikian, ketika seseorang mampu
membeli sesuatu yang diinginkannya, ia akan merasa dirinya itu adalah unik. Padahal, ia sama
seperti yang lainnya yang ada di kelompok tersebut. Menjadi suatu kebutuhan yang tidak
terlepas dari kepalsuan apabila terus menghendaki apa yang telah diakui oleh orang-orang yang
ada di sekeliling kita terutama masyarakat yang konsumerisme. Maksudnya, masyarakat akan
cenderung membeli suatu produk bukan karena kebutuhan yang sebagaimana memang
dibutuhkan namun telah terjadi penekanan oleh sekeliling lingkungannya.
Hal itu merupakan tanggapan terhadap kekuatan homogenisasi yang berkembang dari
mekanisasi dan teknologi, yang berasal dari adanya industrialisasi dan pertumbuhan urbanisasi
beserta kepadatannya penduduk. Masyarakat lebih banyak mengonsumsi suatu produk karena
memang digunakan sebagai mode utama dalam pengekspresian diri. Maka, konsumerisme
menjadi pembahasan umum di mana kita mengamati dan menafsirkan tanda-tanda dari budaya.
Pola seperti ini terus dipercepat setelah Perang Dunia II sehingga paruh kedua abad ke-20 telah
menyaksikan pertumbuhan konsumerisme yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Terlebih lagi,
di masa kontemporer seperti sekarang, masyarakat semakin bergantung pada kebiasaan
konsumsi. Seperti yang dinyatakan oleh McLaren dan Leonardo, “orang menjadi fungsi
masyarakat konsumen karena mereka termotivasi untuk membeli lebih banyak objek untuk
merasa menjadi bagian dari lingkungan sosial” (McLaren:1998:hlm 4).5

4
Dikutip dari Norris, T. (2006). Hannah Arendt & Jean Baudrillard: Pedagogy in the
Consumer Society. Studies in Philosophy and Education, 457-477.

5
Ibid
Atas kejadian ini, konsumerisme telah menimbulkan bentuk baru di mana ia
mendominasi kehidupan politik melalui penyebaran tanda-tanda. Sebenarnya konsumerisme
telah menjadi pusat seluruh cara hidup kita dengan menembus pengalaman pribadi sebagai
warga negara dan pada praktik politik yang akan kita temui pada masa kontemporer. Bagaimana
tidak, dengan perkembangan zaman yang memunculkan teknologi-teknologi canggih membuat
kita semakin tergerus oleh sebuah iklan digital. Hampir setiap saat kita akan mengonsumsi
produk-produk hasil dari dunia periklanan yang kemungkinan telah sengaja dilakukan seperti
itu. Bahkan, di era kontemporer usaha penyebaran iklan semakin mudah berkat adanya
kecanggihan dari teknologi dan pada realitasnya dalam proses penyebaran iklan terlihat
semakin bervariasi karena tidak hanya melalui satu sistem saja tetapi dapat menjalar kemana
pun. Seolah seluruh dunia dipusatkan pada hal yang hanya dapat menguntungkan saja dengan
menjadikan kita seperti orang yang bebas, padahal sebaliknya membuat kita menjadi
masyarakat yang konsumtif.
Untuk dapat melihat serta menyadari adanya tanda-tanda dari konsumsi, perlu adanya
penelitian yang memang bisa menanggapi persoalan ini. Seperti analisis Baudrillard tentang
masyarakat konsumen yang diambil dari disiplin ilmu semiotika, psikoanalisis, dan ekonomi
politik. Dalam usaha untuk mengkaji suatu fenomena sosial, memang diperlukan perbekalan
ilmu agar menjadi fokus dan lebih terarah. Melalui disiplin ilmu yang telah diterapkan oleh
Baudrillard, menjadikan pemikirannya lebih luas dalam menelaah dimensi-dimensi pada ruang
lingkup kaitan konsumsi. Tidak hanya itu, Baudrillard kerap melakukan diskusi bersama filsuf
lain dalam proses meneliti masyarakat konsumsi. Misalnya, Hannah Arendt. Baudrillard setuju
dengan Arendt bahwasanya wacana dan komunikasi yang mendominasi masyarakat konsumen
bukanlah ucapan atau bahasa. Seperti pernyataan Baudrillard, “objek/sistem periklanan
merupakan sistem penandaan tetapi bukan bahasa, karena ia tidak memiliki sintaks aktif: ia
memiliki kesederhanaan dan efektivitas kode” (Baudrillard:2001:hlm 22).6 Dalam hal ini,
periklanan dan pemasaran menjadi sebuah tanda dan bahasa terhadap seluruh struktur
komunikasi dalam bermasyarakat, yang dapat mendominasi semua bentuk wacana dan makna
lainnya.
Arendt sempat menegaskan bahwa tenaga kerja dan pekerjaan tidak menekankan
hubungan antara tindakan dan ucapan, karena sistem komunikasi Baudrillard penting dalam
masyarakat konsumen; ia pun memberikan penjelasan tentang kepentingan politis dari produksi
tanda. Dalam beberapa kurun waktu setelah itu, Baudrillard menuliskan gagasannya mengenai
peningkatan konsumerisme yang beralih ke dalam bentuk hyper baru dan konsumsi menjadi
semakin dominan. Hal ini juga menunjukkan, bahwa masyarakat konsumen telah berkembang
menjadi sebuah komunikasi baru. Karena di kalangan masyarakat modern hanya berpusat pada
produksi barang, komoditas dan produk saja sehingga berbeda dengan masyarakat postmodern
yang lebih memusatkan pada simulasi dan produksi tanda-tanda. Pergeseran pada taraf ini,

6
Dikutip dari Norris, T. (2006). Hannah Arendt & Jean Baudrillard: Pedagogy in the Consumer
Society. Studies in Philosophy and Education, 457-477.
menunjukkan kritik Baudrillard tentang Marx di bawah pengaruh linguistik dan semiotik
postmodern.
Menjadi pembahasan yang sentral ketika kritik Baudrillard terhadap Marx mengenai
pergeseran dari produksi benda menuju produksi tanda, dari alat produksi ke alat konsumsi atau
produksi simultan komoditas sebagai tanda dan tanda sebagai komoditas. Karena akibat dari
pergeseran ini, membuat kategori-kategori lain seperti kesadaran, kekuasaan dan otoritas
Marxis tampak jelas dalam cara penandaan bukan pada produksi. Maka atas perubahan yang
terjadi, membuat dominasi lebih banyak berkaitan dengan kontrol alat konsumsi bukan pada
kontrol alat produksi. Menurut Baudrillard, masyarakat konsumen tidak di dorong oleh
kebutuhan dan permintaan konsumen melainkan oleh kapasitas produktif yang berlebihan. Oleh
karena itu, masalah yang mendasar bagi kapitalisme kontemporer adalah kontradiksi antara
yang hampir tak terbatas dalam produktivitas dan kebutuhan dalam membuang produk-produk.
Pada tahap ini penting sekali usaha dalam mengendalikan permintaan konsumen karena itu
yang menjadi sentralnya, bukan hanya pada mekanisme produksi saja.
Mengetahui hal ini, konsumsi masyarakat terus mengalami peningkatan secara paralel
dan berkecenderungan dalam linguistik postmodern untuk memisahkan makna dari yang
signifikan; dalam analisis semiotik Baudrillard mengenai masyarakat konsumen berupaya
memisahkan komoditas dan tandanya. Karena untuk menjadi objek konsumsi, objek tersebut
harus menjadi tanda dan mengandung nilai-nilai simbolis. Alhasil, iklan menjadi semakin kuat
dan persuasif akibat adanya pemisahan ini. Sebelumnya, produk yang disajikan sebagian besar
mengandalkan kualitas pada material dan fungsinya, namun hal ini juga memberikan jalan bagi
asosiasi tanda melalui gaya hidup dan integrasi dengan kehidupan sosial manusia. Melalui
transformasi komoditas yang menjadi suatu tanda, maka tanda tersebut dapat masuk ke dalam
rangkaian di mana ia menjadi tenggelam dalam arus tanda yang tidak berujung. Berdasarkan
hakikat manusia yang tidak pernah merasa puas, oknum-oknum dibalik tanda dalam produk
akan terus mengembangkan nilai-nilai simbolis dari produknya. Mereka berusaha
menyebarluaskan tanda-tanda itu yang nyatanya dapat melanggengkan konsumerisme di
kalangan masyarakat.
Konsumerisme mengakibatkan hilangnya realitas yang kemudian membuat ranah
privasi pribadi menjadi kepentingan publik. Segala sesuatu yang terjadi di masa kontemporer,
bukan lagi menjadi urusan pribadi tetapi lebih dari itu sebab ada hasrat kepuasaan dalam diri
yang ingin dipenuhi. Bukan semata-mata dipuaskan saja, namun kebutuhan yang ada menjadi
objek pembicaraan demi mendapatkan sebuah pengakuan. Sehingga, sentral pemikiran
Baudrillard menunjukkan bahwa konsumsi dan konsumerisme tidak sesuai dengan persepsi
tentang kebutuhan, keingininan atau kesenangan melainkan menimbulkan kebingungan yang
alasannya sulit di sampaikan akibat dari adanya tanda-tanda itu. Keberadaan tanda-tanda dalam
komoditas mengakibatkan masyarakat selalu merasakan kekurangan dan ada unsur nilai yang
tidak pernah bisa diselesaikan, pada intinya reaksi masyarakat akan hausnya dalam
mengonsumsi tanda tidak akan ada ujungnya.
Akibatnya, hubungan antar manusia selalu di mediasi oleh tanda-tanda bahwa
konsumerisme bukan berkaitan dengan bahasa melainkan pada kode sinyal. Meleburnya makna
dalam mengonsumsi objek sebagai kebutuhan telah menghasilkan kekerasan dalam
transparansi secara nyata. Masyarakat diharuskan untuk mengonsumsi objek berdasarkan pada
nilai simbolis yang terkandung dalam objek bukan pada nilai fungsionalnya. Selain hakikat
manusia yang memang tidak pernah merasa puas, ada perlawanan lain yang turut menjadi faktor
dalam terciptanya masyarakat konsumerisme. Fungsi kolektif dari iklan dapat mengubah kita
semua menjadi kode, yang mana kode ini bersifat totaliter sehingga semua masyarakat akan
berada pada pengawasan kode itu sendiri. Tidak disadari, bahwa setiap harinya kita selalu
berpartisipasi dalam elaborasi kolektifnya dan menjadi subjek yang menyukseskan tujuan
kapitalisme. Kode yang telah ditawarkan oleh objek selalu mendominasi kehidupan masyarakat
saat ini dan menjadi pengikat yang sulit dipisahkan.
Melalui aktivitas iklan yang dilakukan dalam beberapa media, membuat konsumen
kehilangan refleksi kritis dalam membeli kebutuhan karena adanya kode konsumsi yang secara
khusus melekat pada setiap objek. Sebagaimana telah digariskan oleh Arendt dan Baudrillard
dalam diskusinya, gagasan atas sikap kritis terhadap konsumerisme ini akan digunakan untuk
menerangi konsekuensi dari manifestasinya dalam bidang pendidikan. Sehingga, keduanya
kerap memberikan sumbangsih pada dunia intelektual dalam usaha meneliti fenomena sosial di
masa kontemporer. Dapat dikatakan, bahwa Baudrillard adalah contoh dari seorang pemikir
yang berada pada kedudukan populer global meskipun sejauh ini belum ada sekolah
Baudrillardian yang nampak ditengah-tengah kita.

Endorsement: Media Iklan Dalam Metode Digital Pada Masa Kontemporer


Era digital dapat dikatakan sebagai sebutan lain dalam mendeskripsikan keadaan sosial
di masa kontemporer. Saat ini kehidupan manusia telah diselimuti oleh kecanggihan teknologi,
di mana segala aspek kehidupan selalu melibatkan peran teknologi dalam memudahkan
pencapaian tujuan yang diinginkan. Bersama kehadiran teknologi yang mengiringi perjalanan
hidup kita tentu saja peran keberadaannya sangat dibutuhkan oleh banyak orang, baik itu di
bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Dianggap penting karena dapat
memberikan kemudahan sekaligus keuntungan bagi para penggunanya. Memasuki era revolusi
industri 4.0, sudah pasti kehidupan manusia mengalami perubahan-perubahan sosial yang
signifikan akibat adanya teknologi tersebut. Bahkan, dengan perkembangan teknologi yang
begitu pesat dapat memicu timbulnya profesi-profesi baru yang di masa sebelumnya tidak ada.
Oleh karena itu, dengan timbulnya profesi baru di era digital ini sangat menuntut kita untuk
terus mengeksplorasi diri dengan meningkatkan softskill dan hardskill.
Dengan adanya profesi baru yang diakibatkan kehadiran teknologi, itu berarti media
ladang pencarian uang pun semakin banyak dan semakin kompleks. Seperti halnya kegiatan
endorsement yang mengandalkan peran teknologi secara keseluruhan. Endorsement ini dalah
sebuah metode baru dalam bidang pemasaran yang dilakukan pada situs aplikasi instagram
dengan menggunakan jasa promosi dari para selebriti atau publik figure. Dewasa ini,
penggunaan aplikasi instagram sangat tinggi peminatnya khususnya bagi kalangan kaum muda.
Melalui fitur yang ditawarkan oleh instagram, ternyata dapat mengubah kegunaannya yang
mungkin awalnya hanya digunakan sebagai media berkomunikasi kini menjadi media bisnis
bagi sejumlah orang. Tidak heran, apabila saat ini instagram menjadi aplikasi yang paling
diminati karena fungsinya yang melebihi standar. Biasanya kegiatan endorsement dilakukan
oleh para selebriti, publik figure atau seseorang yang memiliki followers/pengikut yang
jumlahnya cukup banyak. Melalui orang-orang tersebut, membuat jumlah permintaan atas suatu
produk yang telah di promosikan akan semakin meningkat.
Sebagai media baru dalam melakukan promosi atas suatu komoditas, endorsement
menjadi jalan pintas bagi perusahaan atau online shop untuk membranding iklan produknya
dengan cara yang lebih praktis. Karena pada saat ini individu lebih sering menggunakan
smartphone, maka pemilik modal harus mengikuti cara-cara baru atau yang sudah termodifikasi
agar penjualannya tetap berjalan dengan baik. Mungkin, di masa sebelumnya iklan hanya
dilakukan pada televisi, radio atau majalah-majalah tertentu. Tetapi sekarang, aplikasi yang
termuat dalam smartphone sudah bisa menunjukkan esksistensinya sebagai mode baru dalam
menjalankan usaha atau bisnis. Dengan menjadikan publik figure atau selebgram (selebriti
instagram) sebagai subjek dalam proses branding iklan, diharapkan dapat membuat jumlah
peminat suatu produk melonjak tinggi. Kalau peminat produk tersebut tinggi, itu berarti
pendapatan perusahaan atau online shop pun turut meningkat pula dan bahkan bisa
mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Meskipun para pemilik modal menghabiskan
banyak uang untuk membayar jasa publik figure asalkan promosi ini berhasil dilakukan, maka
tentu saja pendapatan yang masuk pada perusahaan pun akan terbilang aman. Berikut adalah
gambar yang menjelaskan proses endorsement:

Sumber gambar: https://www.tandfonline.com/loi/rina20


Dapat diperhatikan dalam gambar tersebut, bahwa publik figure yang kerap membantu
mempromosikan suatu produk harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang menjadi tolak
ukur berhasilnya proses pengiklanan. Mulai dari menginovasi suatu produk yang akan
diproduksi apa kah cukup menarik peminat atau tidak, kemudian produk tersebut sedang ramai
digunakan atau tidak. Karena jika produk tersebut sedang trending di kalangan masyarakat,
maka akan memudahkan para pemilik modal untuk menjual hasil produksinya. Setelah itu
masuk ke tahap endorsement yang mana metode ini sangat mengandalkan peran teknologi dan
kepentingan publik figure yang dapat menarik perhatian masyarakat. Kegiatan ini bisa
dilakukan dengan melakukan kontrak kerja atau tidak, biasanya antara pemilik modal atau
pengusaha dengan publik figure sudah melakukan perjanjian kerjasama.
Selain itu juga, tugas pengusaha harus memperhatikan daya jual yang dimiliki oleh
calon peng-endorse produknya. Apa kah dia publik figure atau hanya sekadar selebgram yang
jumlah followernya banyak, karena pada dasarnya faktor ini memberikan pengaruh besar
terhadap penjualan. Kemudian, produk yang ditawarkan sesuai dengan keadaan publik figure
atau tidak, jika memang dirasa cocok maka akan menjadi lebih mudah untuk meyakinkan
konsumen dalam membeli produk tersebut. Keahlian yang dimiliki oleh publik figure pun tak
lepas menjadi sorotan dalam kegiatan endorsement karena apabila memiliki hubungan yang
tepat maka tidak menutup kemungkinan untuk membuat para konsumen menjadi lebih tertarik.
Begitu pula dengan motif dari para publik figure yang turut andil dalam menyempurnakan
proses endorsement.
Trending mengenai kegiatan endorsement membuat sejumlah peneliti fenomena sosial
tertarik untuk mencoba memeriksa dan mengkaji apa dan bagaimana fungsi dari publik figure.
Terlepas pada efeknya yang dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli produk yang telah
ditawarkan oleh pemilik modal. Setelah mengeksplorasi berbagai faktor dan sumber, ternyata
kegiatan branding iklan melalui instagram ini memiliki fokus pada karakteristik publik figure
yang mana dapat membuat seseorang tertarik atau tidak. Dengan demikian, para pemilik modal
pun tidak serta merta mempromosikan produknya melalui publik figure mana saja tetapi ada
kriteria khusus yang kemungkinan dapat mendukung produk yang ditawarkannya. Berikut
adalah contoh endorsement seorang publik figure:

Sumber gambar: https://www.alona.co.id/social-media/strategi-meningkatkan-engagement-di-


instagram/
Contoh gambar diatas memperlihatkan seorang publik figure atau selebgram sedang
meng-endorse sebuah produk makanan. Hanya dengan mem-posting foto beserta caption yang
menjelaskan isi dan makna dari foto tersebut, ia sudah mendapatkan bayaran dari pemilik modal
karena telah membantu dalam mengiklankan produk tersebut. Terbilang cukup mudah, namun
tetap dibutuhkan usaha dalam melakukan kegiatan endorsement karena diperlukan
pengambilan foto yang bagus dan deskripsi produk yang jelas agar dapat menarik perhatian
masyarakat. Sampai saat ini, kegiatan endorsement menjadi sebuah kegiatan promosi yang
paling praktis dan mudah diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya
endorsement yang dilakukan oleh publik figure membuat kehidupan masyarakat dalam
mengonsumsi suatu produk pun turut mengalami perubahan. Mungkin awalnya, seseorang
tidak tertarik dengan produk tersebut namun karena publik figure yang mempromosikannya
maka banyak orang yang berbondong-bondong untuk turut mencoba produk itu. Alhasil,
penjualan yang telah diiklankan oleh para publik figure berhasil diterima oleh masyarakat dan
tak jarang bahwa setelah itu penjualan akan produk yang dipromosikan melonjak tinggi.
Semakin banyak branding iklan yang dilakukan melalui cara endorsement semakin
banyak pula masyarakat yang konsumtif. Karena yang menjadi dasarnya adalah mengikuti
trending dan popularitas di kalangan masyarakat, bukan pada nilai kegunaan produk tersebut.
Padahal dengan membeli produk-produk yang di promosikan itu belum tentu sesuai dengan
kebutuhan hidupnya. Saat ini, orang-orang mengonsumsi suatu produk bukan hanya
berdasarkan kebutuhan saja tetapi ada nilai-nilai yang berusaha dipenuhi setelah mengonsumsi
produk tersebut. Mungkin bisa saja ingin mendapatkan pengakuan dari orang lain atau hanya
sekadar mengikuti ego. Kompleks sekali alasannya, namun yang perlu diperhatikan adalah
hakikat manusia itu sendiri yang tidak pernah merasa terpuaskan. Ditambah lagi di masa
kontemporer seperti sekarang, corak kehidupan masyarakat berubah menjadi masyarakat
konsumerisme. Di mana masyarakat lebih mengutamakan nilai-nilai simbolis atau tanda dari
suatu produk bukan karena nilai gunanya.
Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa kegiatan endorsement ini merupakan cara baru
yang dilakukan oleh kapitalisme dalam mengiklankan barang produksinya. Menggunakan
media yang sedang dipakai oleh banyak orang, membuat tujuannya mudah direalisasikan.
Kemudian, masyarakat yang senang mengonsumsi tanda atau nilai simbolik pun turut
melancarkan usaha pencapaian tujuan kapitalisme. Relasi endorsement dengan masyarakat
konsumsi seperti sudah menjadi satu kesatuan, di mana iklan yang dilakukan dalam metode
baru mampu menarik perhatian dari masyarakat. Bahkan, dengan hal ini masyarakat
konsumerisme semakin bertambah banyak mengingat masyarakat selalu memiliki hasrat yang
lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kesimpulan
Bersama gagasan Baudrillard, pengkajian atas masyarakat konsumsi semakin terarah
dan pembahasannya terlihat semakin mengerucut. Sebab, Baudrillard berupaya untuk
menjelaskan apa itu masyarakat konsumsi serta memberikan gambaran akan kehidupan dari
masyarakat konsumsi itu sendiri. Pada masyarakat konsumen, Baudrillard menegaskan bahwa
konsumsi berfungsi sebagai bahasa. Konsumsi adalah cara manusia berkomunikasi dan
berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu, dalam analisisnya tentang konsumsi, Baudrillard
mengerahkan seluruh sistem yang berasal dari linguistik strukturalis termasuk tanda dan kode.
Dalam hal ini, apa yang menjadi komoditas sudah tidak lagi ditentukan oleh penggunaanya
melainkan pada apa yang mereka ditandai dan melekat pada objeknya. Dengan demikian, apa
yang mereka tandai itu tidak didefinisikan sebagai apa yang dilakukan oleh objek tetapi oleh
hubungan antar objek dengan seluruh sistem komoditas beserta tanda.
Masyarakat konsumerisme tidak hanya mengonsumsi objek saja, tetapi lebih dari
sekadar itu yang mana masyarakat mengonsumsi sarat makna simbolis yang terdapat pada
objek. Objek-objek yang menjadi perhatian masyarakat, memiliki makna tanda atau simbolis
yang dapat mengartikan suatu hal. Misalnya, objek dapat mengartikan sebagai tanda
kebahagiaan, kesuksesan, pengaruh atau lainnya. Maka, di masa kontemporer ini
kecenderungan membeli suatu produk bukan atas dasar kebutuhan saja kemungkinan ada
maksud lain yang berusaha diperlihatkan. Sekarang, semua manusia sedang berada pada titik
di mana konsumsi merupakan penumpu seluruh hidup. Karena semua komoditas sudah sarat
akan nilai simbolik yang telah melampaui utilitas dan moneternya. Baudrillard menggambarkan
pergeseran nilai yang terkandung dalam objek, awalnya objek dilihat dari sisi kegunaannya
sedangkan saat ini yang berusaha dicapai adalah tanda-tandanya. Sehingga, nilai tanda menjadi
sebuah revolusi yang telah mengakhiri sistem nilai ekonomi klasik.
Pada masa kontemporer, teknologi semakin canggih dan nilai kegunaannya semakin
bertambah. Mungkin pada awalnya teknologi ada hanya untuk komunikasi saja, tetapi sekarang
teknologi menjadi salah satu media untuk dilakukannya kegiatan berbisnis. Contohnya, seperti
kegiatan endorsement yang akhir-akhir ini menjadi sorotan publik karena dapat mendatangkan
pundi-pundi rupiah dengan tawaran yang jumlah nilainya bukan main. Endorsement merupakan
sebuah metode baru dalam usaha mempromosikan suatu produk dengan media digital. Kita tahu
bahwa masa kontemporer adalah masa yang disebut juga sebagai era digital karena semua yang
dilakukan oleh manusia dengan sangat mudahnya direalisasikan berkat peran penting dari
teknologi. Oleh karena itu, bentuk iklan berupa endorsement menjadi salah satu media yang
menjanjikan keberhasilan tinggi dalam upaya mempromosikan suatu produk.
Subjek yang turut andil dalam kegiatan endorsement adalah publik figure atau para
selebgram (seleb instagram). Melalui puncak kepopuleritasannya, branding iklan melalui cara
ini menjadi keputusan yang tepat untuk menarik perhatian para konsumen. Karena kita sudah
tahu, apabila masyarakat konsumerisme itu cenderung menyukai nilai tanda simbolik dari suatu
objek bukan pada nilai kegunaannya. Maka dari itu, kapitalisme berusaha membranding barang
hasil produksinya menjadi makna sarat akan simbolitas. Sehingga, aksi dari tujuan kapitalisme
yang dilakukan melalui kegiatan endorsement dapat berjalan dengan baik dan banyak
konsumen yang tidak menyadarinya. Sebenarnya, keadaan seperti ini dapat mengakibatkan
kesadaran palsu yang mana dapat dirasakan oleh setiap orang ketika menginginkan suatu
produk yang sudah dipromosikan oleh para publik figure. Kecenderungan kita untuk
memuaskan hasrat dalam diri, membuat kita juga tergelincir pada sikap konsumerisme.
Tentu saja dalam kehidupan sehari-hari kit selalu dihadapkan pada apa yang disebut
sebaga hyperralitas dan konsumsi tanda pada perilaku konsumtif. Dalam masa kontemporer,
masyarakat bukan lagi memfokuskan diri pada tatapan produksi, melainkan pada tatanan
konsumsi atau lebih tepatnya pada konsumsi tanda. Seluruh sistem media dan informasi dalam
kehidupan kita telah ditransformasikan menjadi sebuah mesin raksasa yang disebut Baudrillard
sebagai “produksi peristiwa sebagai tanda”. Menurutnya, kita sedang berada pada level satu
atau tingkatan reproduksi (fashion, media, ublisitas, informasi, dan jaringan komunikasi). Oleh
karena itu, saat ini kita berada di tengah-tengah masyarakat konsumsi yang selalu
mengutamakan nilai simbolis dalam objek. Begitu pula di dukung oleh kegiatan endorsement
yang kini sedang marak di kalangan para pengguna media sosial instagram. Memang
menguntungkan bagi si publik figure yang telah mengiklankan tetapi akan menimbulkan
masyarakat konsumsi yang semakin banyak dan tidak terkontrol lagi.
Namun demikian, seseorang dapat mulai menjelaskan hal ini dengan menambahkan
gagasan tentang nilai simbolik ke dalam konsep Marxis mengenai nilai guna dan nilai tukar,
dan penambahan semacam itu menempatkan kondisi kerja, tenaga kerja, teknologi, dan stagnasi
politik saat ini dalam sudut pandang baru. Relasinya gagasan Baudrillard dengan Marx semata-
mata menunjukkan adanya keserasian dalam menilai dan mengkritik fenomena sosial terkaitnya
perubahan-perubahan sosial yang sedang terjadi dalam masa kontemporer seperti yang
sekarang ini. Sulit memang jika kita berusaha untuk menghilangkan kapitalisme, karena pada
dasarnya kapitalisme akan terus tumbuh dan berkembang seiring perubahan zaman. Terlebih
lagi, di masa era digital yang sedang kita jalani ini membuat kita terpacu untuk mengandalkan
keadaannya sebagai pemenuhan kebutuhan hidup meskipun tidak sepenuhnya untuk hal itu.
Dalam hal ini, teknologi sangat berperan penting serta aktif untuk menunjang kelangsungan
hidup manusia.
Konsumsi nilai simbolik memiliki beberapa fitur yang membantu mempertahankan
tatanan kapitalis. Pertama, barang yang dikonsumsi bisa murah dan tersedia luas untuk umum.
Hal ini di sadari oleh para kapitalis karena mereka mengetahui bahwasanya masyarakat
kontemporer lebih cenderung melihat dan memperhatikan nilai simbolis dalam suatu objek
bukan pada kegunaannya. Sehingga yang menjadi fokus kapitalisme adalah ketersediannya
barang bukan pada tataran kualitas. Kedua, komoditas tidak perlu memiliki nilai guna yang
kuat. Ini berarti bahwa objek beroperasi pada level hasrat atau rayuan. Seseorang menginginkan
atau tergoda oleh objek sebagai milik, bukan objek sebagai utilitas. Akibatnya, komoditas
simbolik tidak mengganggu sirkulasi nilai guna. Bahkan, mereka mengelak dari kegunaan nilai
guna sebagai kekuatan dalam mempertahankan kontrol politik dan ekonomi atas populasi fakta
yang diakui baik oleh Marx maupun Baudrillard.
Sehingga, dapat dijadikan kesimpulan bahwa gagasan Baudrillard sangat relevan dan
kritis dalam menanggapi persoalan kehidupan sosial atau masyarakat konsumerisme yang
sedang terjadi di masa kontemporer ini. Masyarakat konsumerisme yang selalu menilai
simbolisnya saja dari suatu objek, menjadikan ia lupa akan kepentingan kualitas yang
terkandung. Karena di masa sekarang ini, individu lebih memperhatikan akan nilai simbolis
agar mendapatkan pengakuan dari orang lain dan mungkin hal ini akan terjadi secara terus
menerus karena kesadaran kita yang sesungguhnya telah di represi oleh sistem kapitalisme.
Melalui fitur dalam aplikasi yang berada pada smartphone menjadikan kita masyarakat
konsumerisme karena di dalamnya terdapat berbagai macam iklan yang dimodifikasi dalam
bentuk baru dan cenderung lebih mudah untuk dijangkau oleh para konsumen. Menggunakan
strategi dengan pemanfaatan publik figure dan selebgram dalam mengenalkan suatu produk
dengan cara endorsement menjadikan suatu kegiatan yang sangat tepat untuk diandalkan di
masa kontemporer seperti sekarang.
Oleh karena itu, masyarakat konsumsi akan mengalami peningkatan jumlah
populasinya. Sebab apa yang menjadi normalisasi di masyarakat telah dileburkan oleh adanya
kapitalisme yang berperan begitu besar dalam perkembangan zaman. Seolah tak ingin
terkalahkan, akhirnya kapitalisme berusaha untuk mengikuti arus perkembangan zaman serta
memanfaatkan setiap moment dengan sedemikian rupa. Sehingga, sikap konsumtif pada
masyarakat semakin meluas dan langgeng dalam abad ini. Begitu banyak jalan dan cara dari
kapitalisme untuk meraup keutungan seperti halnya melalui kegiatan endorsement yang sedang
ramai dilakukan oleh para pemilik modal untuk mempromosikan hasil barang produksinya
kepada konsumen.
Daftar Pustaka

Alona. (2019, Februari 12). Strategi Meningkatkan Engagement di Instagram. Retrieved from
Alona.co.id: https://www.alona.co.id/social-media/strategi-meningkatkan-
engagement-di-instagram/
Bergkvist, L., Hjalmarson, H., & W. Mägi, A. (2015). A new model of how celebrity
endorsements work: attitude toward the endorsement as a mediator of celebrity source
and endorsement effects. International Journal of Advertising , 171-174.
Hasibuan, L. (2019, Oktober 13). Endorsement Untuk Bisnis Efektif? Cek Agar Tak Salah
Jalan! Retrieved from Cnbcindonesia.com:
https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20191013114303-33-106582/endorsement-
untuk-bisnis-efektif-cek-agar-tak-salah-jalan
Kellner, D. (2008). Jean Baudrillard (1929-2007). Communication and Critical/Cultural
Studies, 88-92.
Koch, A. M., & Elmore, R. (2006). Simulation and Symbolic Exchange: Jean Baudrillard's
Augmentation of Marx's Theory of Value. Politics dan Policy, 556-575.
Norris, T. (2006). Hannah Arendt & Jean Baudrillard: Pedagogy in the Consumer Society.
Studies in Philosophy and Education, 457-477.

Anda mungkin juga menyukai