Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Wacana Politik - ISSN 2502 - 9185 : E-ISSN: 2549 - 2969 Vol. 5, No.

2, Oktober 2020: 111 - 123

DAMPAK PERSONALISASI PARTAI TERHADAP DEMOKRASI INTERNAL


PARTAI DI INDONESIA PASCA ORDE BARU

Esty Ekawati, dan Mouliza K Donna Sweinstani


Pusat Penelitian Politik LIPI, Jalan Jend. Gatot Subroto Kav. 10 Jakarta Selatan
Email: esty1wati@gmail.com ; moulizadonna@gmail.com

ABSTRAK. Partai politik merupakan salah satu instrumen yang penting dalam membangun demokrasi. Na-
mun, disaat partai politik dewasa ini dituntut untuk menjadi partai modern yang menjalankan aktivitasnya se-
cara legal dan rasional, di era reformasi partai justru terjerumus dalam berbagai persoalan, salah satunya adalah
masalah personalisasi partai politik. metode kualitatif eksplanatori dengan menjelaskan fenomena personalisasi
politik dalam PDI Perjuangan, Partai Gerindra, dan Partai Nasdem, diketahui bahwa faktor penyebab partai
masih didominasi oleh satu figur/individu tertentu adalah kharisma figur,kultur patron-klien, dan motif ekonomi.
Sekalipun beberapa studi terdahulu menyatakan bahwa personalisasi partai politik dalam kondisi tertentu me-
nguntungkan partai untuk menjaga soliditas partai, studi menemukan bahwa dampak positif tersebut hanyalah
dampak yang bersifat semu dan jangka pendek. Personalisasi partai politik tidak dapat dimaklumi dan dikom-
promikan karena fenomena tersebut berdampak pada bangunan partai politik yang dibangun dari sistem keter-
gantungan pada figur-figur tertentu yang dapat berperan secara holistik bagi partainya. Lebih lanjut, kondisi ini
mengancam demokrasi internal partai yang membuat institusionalisasi partai politik menjadi terhambat, matin-
ya demokrasi internal partai, hingga dampak buruk pada sirkulasi elit.

Kata kunci: Demokrasi Internal Partai; Institusionalisasi Partai Politik; Personalisasi Partai Politik

ABSTRACT. Political parties are one of the important instruments in building democracy. However, when
political parties are demanded to be modern parties that carry out their activities legally and rationally, in the
reform era, parties have fallen into various problems, one of which is the problem of personalizing political
parties. By using qualitative explanatory methods that try to the phenomenon of political personalization in the
Indonesian Democratic Party of Struggle, the Gerindra Party, and the Nasdem Party, it is known that factors
caused the party personification are the charisma of certain person, patron-client culture, and economic motive.
Although some previous studies have stated that personalizing political parties under certain conditions favors
parties to maintain party solidity, the study found that these positive impacts were only apparent and short-term
impacts. Personalization of political parties cannot be tolerated and compromised because the phenomenon has
an impact on the building of political parties that are built from a system of dependence on certain figures who
can play a holistic role for their parties. Furthermore, this condition threatens the party’s internal democracy
which makes the institutionalization of political parties hampered, the death of party’s internal democracy, to the
adverse impact on the elite circulation.

Key words: Intra-Party Democracy; Party Institutionalization; Personalized Party Politics


PENDAHULUAN itu, dalam kaitannya dengan roda pemerintahan,
partai politik berperan sebagai penghubung antara
Partai politik merupakan salah satu instrumen kepentingan warga dan pemerintah, mendorong
yang penting dalam membangun demokrasi. pemerintah menjadi responsif terhadap warga
Schattschneider mengatakan bahwa partai politik negara, serta memberikan pengaruh pada proses-
menciptakan demokrasi dan demokrasi modern proses politik di legislatif (Stokes, 1999). Lebih
tidak bisa dilepaskan dari partai (W. P. Cross jauh, menurut Scarrow (2005), selain berperan
& Katz, 2013). Partai politik berperan sebagai penting dalam mengartikulasikan kepentingan
saluran bagi pejabat publik untuk dapat duduk suatu kelompok, kohesivitas partai politik dalam
dalam jabatan publik tertentu melalui mekanisme lembaga legislatif juga mampu menciptakan
sosial berupa pemilihan yang dilakukan oleh pemerintahan yang efektif.
masyarakat (Lipset, 2000). Linz dan Stepan juga Sekalipun memiliki peranan yang strategis
menyatakan bahwa perkembangan partai politik dengan menjadi jembatan antara masyarakat
merupakan bagian dari perkembangan “political dengan pemerintah (Dalton, 1985; Dalton,
society” untuk mengontrol kekuasaan negara dan Farrell, & McAllister, 2015; S. Scarrow, 2005),
aparatus politiknya (Linz & Stepan, 1996). Selain tidak dapat dipungkiri bahwa partai politik
112 Dampak Personalisasi Partai terhadap Demokrasi Internal Partai di Indonesia Pasca Orde Baru

hampir diseluruh negara demokrasi memiliki upaya negara me-reinstitusionalisasi partai


permasalahan yang harus dibenahi. Dalton, politik melalui Undang-Undang Partai Politik.
Farrell, dan McAllister (2015) bahkan secara Sesungguhnya, partai memiliki mekanisme
tegas menyatakan bahwa partai politik telah internal dan struktur partai yang memiliki fungsi
gagal melaksanakan fungsi-fungsi demok- dan wewenang masing-masing dalam peng-
ratisnya. Salah satu permasalahan partai politik organisasian partai. Namun, seiring dengan
yang menarik untuk dikaji dan kini mulai munculnya figur kuat yang memiliki peran
menjamur terjadi dalam tubuh partai politik holistik tersebut, partai politik yang seharusnya
di Indonesia adalah masalah kepemimpinan terorganisir secara modern justru berjalan mundur
partai yang mengarah pada personalisasi (dalam menjadi partai yang dikelola secara tradisional
partai) politik. Personalisasi partai politik dapat yang bercirikan kepemimpinan kharismatik dan
diartikan sebagai kondisi dimana individu elit patrimonial (Calise, 2015; Nurhasim, 2013).
memiliki posisi lebih penting dibandingkan Salah satu contoh dari kemun-duran pengelolaan
organisasi partainya atau identitas kolektif partai tersebut dapat dilihat dari penentuan
lainnya (Karvonen, 2010; Mancini & Swanson, bentuk dan pengisian gerbong kepengurusan
1996; Rahat & Sheafer, 2007). Fenomena ini partai yang sering kali bersifat kolusif dan
mulai santer menggejala di Indonesia khusus- nepotis. Pada dasarnya, setiap partai politik
nya pada era demokratisasi pasca-Orde Baru. memiliki mekanisme tersendiri dalam pemilihan
Sebut saja Megawati Soekarno Putri yang pemimpin yakni bisa melalui musyawarah,
menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan dari aklamasi maupun votting, dan semua mekanisme
tahun 1999-sekarang dan menjadi tokoh sentral ini tertuang dalam AD ART partai. Namun,
dalam partai. Kemudian ada Susilo Bambang kecenderungan yang terjadi dalam suksesi
Yudhoyono yang merupakan penggagas dan kepemimpinan partai adalah aklamasi dengan
Ketua Umum Partai Demokrat yang juga calon tunggal, seolah tidak membuka peluang
menjadi tokoh sentral dalam partai tersebut. bagi kader partai lain untuk mengikuti suksesi.
Amien Rais, sebagai pendiri PAN merupakan Begitu pula ketika pengisian struktur pengurus
tokoh yang juga memiliki pengaruh besar dalam partai. Tidak jarang posisi-posisi strategis partai
partai tersebut sejak kelahirannya tahun 1998. politik diisi oleh orang-orang terdekat ketua
Tokoh lainnya yakni Abdurrahman Wahid partai, tanpa melalui sebuah mekanisme yang
(Gusdur) menjadi sosok kharismatik yang demokratis.
mendirikan PKB dan menjadi Ketua Dewan Studi-studi terdahulu tentang personalisasi
Syuro selama kurang lebih sembilan tahun politik menunjukkan bahwa terdapat beberapa
hingga pada akhirnya PKB pecah dan kepe- penyebab dan dampak dari personalisasi partai
mimpinan berganti kepada Muhaimin Iskandar politik. Sartori dalam Mair (2002) menjelaskan
yang juga memiliki pengaruh cukup kuat di PKB bahwa personalisasi politik dalam tubuh partai
pasca-Gusdur hingga kini. Prabowo Subianto bukan sebuah kecelakan melainkan terjadi
yang merupakan Ketua Umum Partai Gerindra karena partai memiliki keterbatasan kemampuan
juga merupakan tokoh sentral partai tersebut. dalam menentukan pilihan dan perubahan
Terakhir adalah Surya Paloh, pendiri sekaligus terhadap lembaganya. Keterbatasan pengelolaan
Ketua Umum Partai Nasdem yang belum partai tersebut sering kali dipicu karena
tergantikan hingga sekarang. Keenam contoh tingginya loyalitas konstituen yang terlampau
elit partai tersebut menjadi aktor utama dalam tinggi pada pimpinan partai, meningkatnya
pengelolaan partai yang juga berpengaruh dalam peran dan pengaruh pemimpin (Pilet & Cross,
setiap pengambilan keputusan/kebijakan partai 2015), kharisma seorang tokoh yang sangat
politik secara holistik. Selain bertahan sebagai kuat (Rhodes & Hart, 2014), dan kultur
pemimpin utama partai, figur-figur tersebut juga patronase yang tumbuh dalam partai (Blondel
menjadi identitas/image yang melekat dengan & Thiebaut, 2010). Selain berasal dari faktor
partai yang dipimpinnya. internal partai itu sendiri, personalisasi politik
Adanya fenomena personalisasi partai dalam partai juga dapat terjadi karena beberapa
politik yang mulai menggejala di era reformasi faktor eksternal, seperti sistem politik dan sistem
Indonesia menjadi sebuah anomali karena pemilu, khususnya sistem presidensialisme yang
hal ini sesungguhnya berseberangan dengan dikombinasikan dengan mekanisme pemilihan
Esty Ekawati, dan Mouliza K Donna Sweinstani 113

langsung (Alhamid & Perdana, 2018; Noor, perolehan suara yang cukup konsisten yang
2009; D. J. Samuels, 2002; D. Samuels & dilihat dari hasil Pemilu 2014 dan Hasil Pemilu
Shugart, 2010) dan sistem kepartaian multi partai 2019.
(Sartori & European Consortium for Political
Research., 2005; Yudha, 2010). Sementara Personalisasi partai politik: Sebuah Konsep
berkaitan dengan dampak dari personalisasi Sebagai salah satu instrumen penting
partai politik, hal ini dapat menjadi salah satu demokrasi, keberadaan partai politik merupakan
sebab utama terjadinya faksi dalam partai sebuah keniscayaan. Giovanni Sartori men-
politik di Indonesia yang belakangan terjadi definisikan partai politik adalah suatu kelompok
(Budiatri, 2018; Nurhasim, 2013). Namun, politik yang mengikuti pemilihan umum
dalam perspektif lain, Budiatri (2018) dan dan melalui pemilihan umum tersebut partai
Rahat & Kenig (2018) juga mengetengahkan politik dapat menempatkan calon-calonnya
bahwa hubungan personalisasi politik dalam untuk mengisi jabatan-jabatan publik (Sartori,
partai politik tidak selama berdampak buruk. 2005). Meski demikian, partai-partai politik di
Ada kalanya personalisasi politik ini justru Indonesia era demokratisasi justru banyak yang
membuat partai politik dapat bertahan karena terjebak dalam fenomena personalisasi.
suntikan semangat dari tokoh yang diagungkan Personalisasi partai politik merupakan
tersebut. Oleh karena itu, sekalipun di satu kondisi di mana aktor individu menjadi lebih
sisi personalisasi politik dalam partai dapat utama dibandingkan partai politik maupun
merugikan institusionalisasi partai itu sendiri, identitas kolektifnya (Karvonen, 2010). Bahkan
pada beberapa kasus personalisasi politik dalam aktor tersebut kerap menjadi image maupun
tubuh partai justru dapat menguntungkan partai identitas dari partai tersebut. Dalam konteks
Berangkat dari beberapa studi sebelumnya umum, yang kerap digunakan untuk membahas
yang telah dilakukan baik di Indonesia maupun mengenai personalisasi partai, maka dapat
di luar Indonesia, studi ini akan menganalisis merujuk pada Renwick & Pilet (2016) bahwa
bagaimana bentuk personalisasi partai politik personalisasi mengarah pada pemimpin partai
yang terjadi di Indonesia dan bagaimana dampak politik sebagai aktor utamanya.
dari personalisasi tersebut bagi partai politik itu Personalisasi partai politik dapat dilihat
sendiri. Jika berpijak pada studi sebelumnya, setidaknya dari tiga hal utama yang terjadinya
sekalipun fakta menunjukkan bahwa personali- personalisasi yakni: 1). Partai politik dan
sasi politik dapat berdampak positif khususnya pemerintahan dalam hal ini pengaruh individu
untuk soliditas partai di suatu keadaan tertentu, elit sangat besar terhadap partai politik maupun
dalam artikel ini penulis mengambil posisi pemerintahan. 2). Pemilu, di mana dalam konteks
bahwa dampak positif tersebut hanya dapat tersebut, individu memiliki pengaruh yang
dikompromikan pada awal pendirian partai sangat besar terkait dengan proses kandidasi dan
saja. Sementara itu, ketika aktivitas partai sudah nominasi dalam pemilu. 3). Media, yang dalam
berjalan lama dan mapan, rotasi kepemimpinan lingkup ini, pemberitaan dari media lebih fokus
dan optimalisasi struktur partai harus ditegakkan terhadap individu dibandingkan partai itu sendiri
guna mencapai partai yang terinstitusionalisasi (Budiatri, 2018; Renwick & Pilet, 2016).
dengan baik. Oleh karena itu, studi ini juga Adapun, personalisasi partai setidaknya
hendak membuktikan apakah benar bahwa memiliki beberapa karakter. Pertama, partai
dampak positif dan negatif dari personalisasi kesulitan dalam melakukan suksesi atau
partai politik seperti yang dikemukakan oleh pergantian kepemimpinan sehingga suksesi
studi sebelumnya dapat dikompromikan dan kepemimpinan cenderung dilakukan secara
dimaklumi dalam konteks studi partai-partai di personal. Dalam beberapa kasus, partai politik
Indonesia, khususnya dalam PDI Perjuangan, bahkan kesulitan mencari sosok pemimpin
Partai Gerindra, dan Partai Nasdem. Ketiga partai dan calon presiden. Kedua, pergantian
partai ini dipilih karena ketiganya merupakan kepemimpinan di tubuh partai politik mencipta-
contoh partai yang memiliki satu figur kuat yang kan lahirnya faksi-faksi politik. Faksi politik
menjadi image partai dan mampu mengatur ini akhirnya mendorong sebagian kadernya
seluruh aktivitas partainya. Selain itu, ketiga keluar dari partai dan mendirikan partai baru.
partai ini juga merupakan partai yang memiliki Ketiga, kuatnya pengaruh budaya dan perilaku
114 Dampak Personalisasi Partai terhadap Demokrasi Internal Partai di Indonesia Pasca Orde Baru

masyarakat yang terbelah di antaranya dicirikan menyebut partai Gerindra maka figur Prabowo
oleh kuatnya referensi politik atas dasar Subianto sangat kuat mewarnai setiap langkah
etnik, agama, kelas, dan kota/desa. Sebagai politik partai tersebut, serta tak kalah ketika figur
sebuah organisasi, partai politik tidak berada Surya Paloh menjadi sangat mendominasi Partai
dalam ruang yang kosong. Masyarakat dan Nasdem.
civil society, termasuk organisasi-organisasi Figur-figur sentral tersebut menjadi identitas
kemasyarakatan, menjadi salah satu sumber atau image partai tentu tidak dapat dilepaskan
kader dan kepemimpinan partai. Oleh karena itu, dari peran politiknya, baik sebagai tokoh yang
faktor-faktor budaya patrimonial, patron-klien, mendirikan partai, maupun kiprahnya selama
dan patriaki yang masih lekat pada sebagian menjadi pemimpin partai. Di satu sisi, peran figur
masyarakat Indonesia menjadi pengaruh menjadi prasyarat penting dalam membangun
tersendiri bagi menguatnya partai sebagai pelembagaan partai, karena dengan memiliki
organisasi yang makin tertutup dan oligark. figur yang demokratis maka pelembagaan partai
Keempat, masuknya keluarga atau kekerabatan dapat terjadi. Namun di lain sisi, peran figur
ke dalam struktur partai politik dan menguasai yang terlalu dominan dalam segala kebijakan
politik di tingkat nasional maupun di tingkat justru berbahaya bagi demokrasi internal partai
lokal (Nurhasim, 2013). dan tentunya berpotensi melemahkan partai itu
Berdasarkan definisi dan karakter tersebut sendiri.
maka teori personalisasi partai dapat digunakan Salah satu fenomena yang menarik untuk
untuk menggambarkan kecenderungan yang dikaji dalam sistem demokratisasi di internal
terjadi di beberapa partai politik di Indonesia partai adalah terpilihnya beberapa ketua
pasca Orde Baru. umum secara aklamasi. Bahkan, ketua umum
tersebut merupakan calon tunggal sehingga
METODE dapat terpilih kembali hingga beberapa periode
sirkulasi kepemimpinan. Meskipun di beberapa
Studi ini menggunakan metode penelitian partai politik mekanisme aklamasi merupakan
kualitatif-eksplanatori dengan menjelaskan mekanisme yang sah dan diatur dalam AD ART,
fenomena personalisasi politik dalam PDI Per- namun mekanisme aklamasi yang dibarengi
juangan, Partai Gerindra, dan Partai Nasdem dengan calon tunggal justru berbahaya bagi
serta dampak dari personalisasi tersebut di kedua demokrasi internal partai. Hal ini dikarenakan
partai itu. Pengumpulan data dalam studi ini calon tunggal dapat menghilangkan kompetisi
dilakukan dengan melakukan studi pustaka yang demokratis dalam sirkulasi kepemimpinan.
diperoleh dari kajian pustaka yang relevan serta Kondisi inilah yang kemudian melahirkan gejala
dokumen partai politik. personalisasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Aturan partai tentang pemilihan ketua


umum
Bentuk dan Penyebab Personalisasi Partai Bentuk Periode Mekanisme
Partai
Politik di Indonesia Kegiatan Suksesi Suksesi
Dalam perpolitikan di Indonesia terutama PDI Kongres 5 tahun Mufakat,
pasca Orde Baru di mana demokratisasi Perjuangan Aklamasi, Voting
partai politik kerap digaungkan justru muncul Partai Kongres 5 tahun Mufakat dan
fenomena yang berpotensi melemahkan upaya Gerindra Voting
demokrasi internal partai. Kondisi tersebut Partai Ratas 5 tahun Keputusan
dapat dilihat dari munculnya dominasi individu- Nasdem dalam Majelis Nasional
Kongres
individu tertentu dalam partai politik. Bahkan
ketika kita menyebut partai tertentu maka justru Sumber: diolah dari AD ART Partai
sosok individu tertentu yang melekat. Seperti
jamak diketahui bahwa Partai Demokrat identik Beberapa partai politik di Indonesia yang
dengan figur Susilo Bambang Yudhoyono mengalami personalisasi dalam pembahasan
(SBY), PDI Perjuangan akan identik dengan makalah ini antara lain; PDI Perjuangan, Partai
sosok Megawati Soekarnoputri dan ketika Gerindra dan Partai Nasdem. Adapun gejala
Esty Ekawati, dan Mouliza K Donna Sweinstani 115

personalisasi partai dalam konteks ini dilihat dalam AD ART PDI Perjuangan namun, proses
dalam proses suksesi kepemimpinan yang terjadi penentuan ketua umum yang merupakan calon
dan pola ketergantungan partai terhadap figur tunggal secara aklamasi berdampak negatif
utama yang dalam hal ini adalah ketua umum. terhadap demokrasi internal partai. Kondisi
yang terjadi di PDI Perjuangan menggambarkan
1. PDI Perjuangan apa yang disebut oleh Karvonen sebagai
Sebelum menjadi Partai Demokrasi personalisasi partai di mana aktor individu
Indonesia Perjuangan (selanjutnya disebut PDI menjadi lebih utama dibanding partai itu sendiri.
Perjuangan), partai ini bernama Partai Demokrasi Bahkan, figur Megawati pada akhirnya menjadi
Indonesia (PDI) yang dideklarasikan pada 10 identitas partai. Eros Djarot menilai peran dan
Januari 1973 yang terdiri dari lima fusi partai figur Megawati sebenarnya melampaui partai
yakni Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan yang dikelolanya. “Megawati itu PDIP, PDIP itu
Indonesia (IPKI), Partai Katolik, Partai Kristen Megawati. Mega tanpa PDIP tetap Mega, tapi
Indonesia, Partai Murba dan Partai Nasional PDIP tanpa Mega bukan PDIP sebagaimana
Indonesia. Kejayaan PDI diawali dengan tam- yang kita pahami sekarang (Utama, 2019).”
pilnya Megawati Soekarno Putri pada Pemilu Mengapa figur Megawati menjadi begitu
1987 yang pada akhirnya pada pemilu 1987 kuat melekat pada PDI Perjuangan sehingga
dan 1992 PDI mendapatkan peningkatan suara ia menjadi satu-satunya calon dalam setiap
dan kursi di DPR RI. Meski terjadi konflik momen sirkulasi kepemimpinan? Menurut
dan dualisme kepemimpinan dalam PDI yakni Andreas Hugo Pereira, hal ini dikarenakan
antara Megawati dan Soerjadi, namun pada peran Megawati belum dapat dialihkan kepada
akhirnya kubu Megawati yang mendapatkan kader lain. Pengalaman Megawati memimpin
dukungan besar dari masyarakat. Pada tanggal PDI melewati rezim Orde Baru dan membawa
1 Februari 1999, PDI kelompok Megawati PDI Perjuangan memenangkan pemilu terakhir
membentuk partai baru yang masih memiliki sulit dibantah. Atas dasar itulah, sebanyak 514
pertalian sejarah dengan PDI yang didirikan kepengurusan PDI Perjuangan dari tingkat
pada tanggal 10 Januari 1973. Nama partai dari paling rendah hingga provinsi kembali men-
PDI diubah menjadi Partai Demokrasi Indonesia dukung Megawati pada Kongres V tahun 2019
Perjuangan (PDIP). Azas partai adalah Pancasila untuk menjadi Ketua Umum. Seperti yang
dan bercirikan Kebangsaan, Kerakyatan dan diungkapkan oleh Pareira (yang dikutip dari
Keadilan Sosial. Selain nama, PDI Perjuangan media) bahwa;
juga mengubah logo kepala Banteng dalam segi “Tidak ada ketua partai yang dapat
lima menjadi Banteng gemuk dalam lingkaran menandinginya: dua kali menang pilpres
(Litbang Kompas, 1999). Dalam perjalannya, dan pileg. Partai lain masih sibuk soal siapa
PDI Perjuangan di bawah kepemimpinan ketua umum, tapi capaian suara kurang.
Megawati mampu memperoleh suara terbanyak PDIP tidak ada persoalan sama sekali.”
pada pemilu 1999. “Dilihat dari banyak aspek, Mega masih
Membicarakan PDI Perjuangan tidak sangat layak. Kader partai meminta Mega
dapat dilepaskan dari sosok Megawati, karena dikukuhkan lagi secara aklamasi. Suaranya
Megawati pada akhirnya menjadi figur yang bulat.” (Utama, 2019)
sangat berpengaruh dalam partai tersebut.
Bahkan, posisi Ketua Umum PDI perjuangan Peran sentral yang melekat pada figur
masih dipegang oleh Megawati hingga Megawati menjadikannya sebagai individu yang
sekarang. Pada pertengahan tahun 2019, PDI paling berpengaruh di partai. Ini dapat dilihat
Perjuangan kembali melakukan Kongres ke ketika proses kandidasi caleg maupun calon
V. Untuk kesekian kalinya, alih-alih terdapat kepala daerah. Meski mekanisme kandidasi
kompetisi antar-kader untuk memperebutkan caleg bersifat terbuka namun dalam proses
posisi ketua umum, justru PDI Perjuangan penetapan tetap bersifat elitis yakni ditentukan
kembali menentukan Megawati sebagai ketua oleh elit di DPP dan tentu saja atas persetujuan
umum melalui proses aklamasi (Redaksi Ketua Umum. Begitu juga dalam Pilkada,
CNN Indonesia, 2019a). Meskipun aklamasi intervensi pusat menjadi penentu pencalonan.
merupakan mekanisme yang sah karena tertuang Menurut Mada Sukmajati;
116 Dampak Personalisasi Partai terhadap Demokrasi Internal Partai di Indonesia Pasca Orde Baru

“Selama ini kandidat calon kepala daerah dengan program Partai Gerindra (Nurdiansyah,
yang akan diusung partai politik (parpol) 2018).
lebih banyak ditentukan oleh pusat. Meski Di tahun 2020, Partai Gerindra mengadakan
pengurus parpol di tingkat daerah memiliki sirkulasi kepemimpinan. Di awal tahun Sekjen
andil, namun porsinya sangat kecil. Ini terjadi Gerindra, Ahmad Muzani mengatakan bahwa,
terutama untuk kandidasi calon gubernur. partainya tengah menyiapkan Kongres yang
Bahkan tidak jarang calon yang sudah mengagendakan pemilihan ketua umum. Ia
ditentukan di daerah kemudian dianulir oleh menyatakan, Ketua Umum Gerindra, Prabowo
pusat.” (Aini, 2017) Subianto akan maju kembali sebagai calon
ketua umum. Pencalonan kembali Prabowo
2. Partai Gerindra dikarenakan tidak ada calon lain di Kongres
Pembentukan Partai Gerindra menjelang Partai Gerindra. Seperti yang dikutip dari
pemilu 2009 terbilang mendesak. Hal ini dika- pernyataannya di media “Enggak. Enggak ada
renakan partai tersebut ketika dideklarasikan calon lain. Insya Allah hanya Pak Prabowo yang
berdekatan dengan waktu pendaftaran dan akan maju. Saya kira kalau itu kami (kompak).
masa kampanye pemilihan umum, yakni pada 6 Tidak ada beda pendapat.”
Februari 2008. Rencana pembentukan partai tak Muzani menyakinkan bahwa kader Gerindra
lepas dari pembicaraan beberapa tokoh antara masih menginginkan Prabowo untuk menjadi
lain; Fadli Zon, Ahmad Muzani, M. Asrian ketua umum. Hal ini dikarenakan, figur Prabowo
Mirza, Amran Nasution, Halida Hatta, Tanya masih diperlukan untuk menjaga Partai Gerindra
Alwi, Haris Bobihoe, Sufmi Dasco Ahmad, (Maharani, 2020). Kondisi tersebut nampaknya
Muchdi Pr, Widjono Hardjanto dan Prof Suhardi. terbukti dengan terpilihnya Kembali Prabowo
Dalam pertemuan tersebut pada 2007, mereka Subianto secara aklamasi sebagai Ketua Umum
membicarakan anggaran dasar dan anggaran sekaligus Ketua Dewan Pembina dalam Kongres
rumah tangga (AD/ART) partai yang akan Luar Biasa (KLB) pada 8 Agustus 2020 di
dibentuk (Gerindra, n.d.). Ketika pembahasan Hambalang.
ADR ART, sosok Prabowo Subianto belum Penetapan Prabowo sebagai pimpinan
turut menjadi bagian dari kelompok ini. Saat partai dalam kongres luar biasa tersebut menjadi
itu Prabowo masih menjadi anggota Dewan menarik untuk dielaborasi lebih mendalam.
Penasehat Partai Golkar dan ingin mencalonkan Meskipun juru bicara Partai Gerindra, Habibu-
diri menjadi Ketua Umum Partai Golkar, meski rokhman, menyatakan bahwa kongres luar
pada akhirnya Jusuf Kalla yang kemudian biasa dengan salah satu agendanya adalah
terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar. pengukuhan ketua umum partai digelar karena
Sempat mengalami kemandegan, pembentukan alasan pandemik Covid-19 (Zhacky, 2020),
partai pada akhirnya terus dilakukan, hingga hal ini justru menimbulkan pertanyaan lain
Prabowo Subianto mundur dari Golkar dan karena sepeninggal Suhardi pada tahun 2014,
bergabung dengan partai baru tersebut sebagai Prabowo selalu terpilih menjadi ketua umum
salah satu tokoh pendiri. Nama Gerindra muncul dalam sebuah kongres luar biasa, bahkan sejak
diciptakan oleh Hashim Djojohadikusumo. awal pendirian ia menjabat sebagai ketua dewan
Sedangkan lambang kepala burung garuda pembina partai. Namun, momentum dua kali
digagas oleh Prabowo Subianto. keterpilihannya sebagai ketua umum yang
Sejak terpilihnya Prabowo Subianto sebagai merupakan calon tunggal secara aklamasi dan
Ketua Umum Partai Gerindra di awal pem- dalam sebuah kongres luar biasa pada tahun 2015
bentukannya, figur Prabowo menjadi image dan 2020, menunjukkan bahwa partai ini seolah
partai tersebut. Strategi pemasaran politik yang benar-benar tidak bisa lepas dari sosok Prabowo.
dilakukan Partai Gerindra dengan menjadikan Apalagi jika mengutip dari pernyataan Ahmad
figur Prabowo Subianto sebagai brand politik Muzani dalam Kongres, “Apakah saudara setuju
utama menunjukkan keberhasilan. Bahkan, Prabowo ditetapkan sebagai ketua umum dan
menjelang pemilu 2014 ketika melihat hasil ketua dewan pembina?” dan semua peserta KLB
polling terhadap masyarakat, sebanyak 47,9 menjawab “setuju”. (beritasatu.com, 2020), apa
persen responden tertarik dengan figur Prabowo, yang terjadi di dalam tubuh Partai Gerindra
sedangkan hanya 5,7% responden yang tertarik bisa jadi tidak hanya sebatas pada personalisasi
Esty Ekawati, dan Mouliza K Donna Sweinstani 117

partai politik melainkan sebuah cerminan Nasdem, namun proses tersebut tetap akan
adanya komando terpusat dalam sebuah partai. sesuai dengan aturan main (Ferdiansyah, 2019).
Kondisi tersebut nampaknya menguatkan “Mekanisme caketum sesuai AD/ART agak
beberapa pernyataan kader Gerindra sendiri berbeda dengan partai lain. Kalau Partai
yang memang mengakui bahwa Partai Gerindra NasDem agak bertingkat dari DPW usulan
adalah sebuah partai komando (Ahmad, 2019; Ketum, lalu caketum DPW atau dewan
Redaksi Jamberita, 2019). pimpinan tingkat provinsi, diteruskan
kepada Majelis Tinggi, Majelis Tinggi akan
3. Partai NasDem melakukan rapat pemilihan Ketum. (Hidayat
Partai NasDem dideklarasikan kelahirannya 2019).
pada tanggal 26 Juli 2011 di Hotel Mercure,
Ancol, Jakarta. Partai ini didukung Surya Paloh Menilik fenomena ketergantungan partai
yang merupakan pendiri organisasi masyarakat atas satu figur sehingga berimbas pada muncul-
(ormas) bernama sama yaitu Nasional Demokrat nya calon tunggal dalam setiap sirkulasi
(NasDem). Setelah resmi menjadi partai, kepemimpinan berdampak negatif terhadap
NasDem terus berupaya memenuhi persyaratan demokrasi internal partai. Hal ini dikarenakan
sebagaimana telah diatur dalam undang-undang partai minim persaingan dalam kontestasi
untuk menjadi partai peserta pemilu (Ilahi, kepemimpinan. Padahal demokrasi adalah
2013). Kongres I Partai NasDem yang digelar memberikan kesempatan yang sama untuk
pada 25-26 Januari 2013 di Jakarta menjadi awal dapat memilih dan dipilih. Selain itu seperti
sejarah perjalanan Partai NasDem di mana pada yang dikatakan oleh Norden bahwa persaingan
Kongres tersebut berbagai keputusan penting moderat1 adalah yang paling menjanjikan untuk
dihasilkan. Salah satu keputusan yang dihasilkan demokrasi.
yakni pemilihan dan penetapan Surya Paloh “Moderate competition, according to Norden,
sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat is the most promising for democracy, as it
(DPP) Partai NasDem periode 2013-2018. prevents the rise of extra-system movements
Selanjutnya, dalam momen pemilihan attendant to collusive competition (because
pimpinan partai yang dilakukan pada November significant interests may be unrepresented)
2019 yakni melalui Kongres II, Ketua Umum and the chaos of combative competition
Partai NasDem, Surya Paloh mengumumkan (in which defeating one’s rival is more
susunan pengurus DPP Partai NasDem yang baru important than the survival of democracy
sekaligus mengukuhkan dirinya sendiri sebagai itself). From the perspective of party system
Ketua umum Partai NasDem untuk periode institutionalization, moderate competition
lima tahun ke depan. “Setelah saya umumkan, would seem to offer advantages as it would
saya akan melantik diri saya sendiri dan beserta presage orderly change” (Norden, 1998).
semua pengurus DPPs. Dengan pernyataan
yang demikian, narasi yang dikemukakan Berdasarkan ketiga bentuk personalisasi
Surya Paloh di atas selain menguatkan image partai politik di atas, merujuk pada Blondel,
personalisasi partai NasDem melalui dirinya salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
juga mencerminkan adanya benih narsisme personalisasi partai yakni “kharisma” dari
politik dan pengunggulan kepemimpinan partai seorang tokoh partai sehingga menjadikannya
oleh dirinya sendiri. sebagai individu yang sangat berpengaruh baik
Sebelumnya, Sekjen Partai Nasdem, Johnny bagi partai maupun konstituennya. Kharisma
G. Plate mengungkapkan bahwa Surya Paloh menurut Weber, “a certain quality of an individual
berpeluang kembali terpilih sebagai ketua personality by virtue of which he is considered
umum, sebab banyaknya dorongan dari daerah extraordinary and treated as endowed with
agar Surya Paloh kembali memimpin, dan juga supernatural, superhuman, or exceptional forces
tidak ada calon lain. Menurut Plate, mekanisme or qualities” (Blondel & Thiebaut, 2010). Figur
pemilihan Ketum Nasdem akan dilaksanakan Megawati yang merupakan putri dari presiden
sesuai dengan AD/ART. Ia juga memastikan Soekarno memiliki nilai politik tersendiri yakni
meski Surya Paloh diprediksi terpilih lagi secara 1
Norden melihat bahwa persaingan inter-partai merupakan kondisi
aklamasi dalam pemilihan ketua umum Partai yang penting bagi demokrasi. Ia membaginya menjadi tiga macam
persaingan yakni collusive, combative atau moderate.
118 Dampak Personalisasi Partai terhadap Demokrasi Internal Partai di Indonesia Pasca Orde Baru

kharisma yang dimilikinya dalam melakukan salah satu kondisi yang menjadi pemicu adalah
perlawanan di era Orde Baru dan juga kharisma mahalnya mendirikan partai politik. Untuk
ayahnya. Keistimewaan ini yang kemudian mendirikan partai, setidaknya harus memenuhi
menjadikan Megawati berpengaruh terhadap beragam persyaratan yakni memiliki banyak
jalannya partai dan juga relasi dengan konstituen. pengurus yang tersebar di berbagai daerah,
Selain itu, sentralisasi keputusan partai yang termasuk ranting dan cabang serta anggota partai.
berada di tangannya, semakin menguatkan image Untuk mengelola pengurus partai dan kader
personalisasi Megawati terhadap PDI perjuangan. sebanyak itu memerlukan modal yang besar
Adapun figur Prabowo, sebagai purna- sehingga tidak semua orang mampu mendirikan
wirawan militer juga memiliki kharisma partai di Indonesia. Berdasarkan pengalaman
tersendiri di mata kader partai dan konstituen partai di Indonesia, tokoh-tokoh dibalik pen-
sehingga dengan mengidentikkan figur dengan dirian partai selain kalangan politisi dan profe-
partai maka harapannya dapat mendulang sional, terdapat konglomerat, pengusaha,
suara dalam pemilu. Latar belakangnya sebagai maupun pensiunan TNI. Oleh karena itu, tidak
seorang purnawirawan militer bahkan dapat mengherankan ketika pendanaan partai berpusat
menjadi perekat partai melalui komando yang kepada pendiri partai atau bahkan ketua umum.
menjadi instruksinya. Dalam hal ini, personalisasi partai dengan
Adapun faktor lain yang juga menyebabkan demikian dapat pula terjadi karena motif ekonomi
terjadinya personalisasi adalah kultur patronase untuk menghidupi partai. Ketika regenerasi
(Budiatri & dkk, 2018). Kultur ini terbangun kepemimpinan partai berhenti dan pendanaan
dari sebuah relasi patron-klien di mana relasi partai hanya bersumber pada seorang tokoh
ini menjadikan seseorang yang memiliki atau partai berjejaring dengan para pemangku
sumberdaya yang kuat (terutama dalam hal kepentingan hanya melalui satu aktor kunci
materi) maka akan menjadi pemegang kuasa tertentu, maka pengasosiasian partai dengan
sementara yang lainnya hanyalah menjadi tokoh tersebut tidak dapat lagi dihindarkan.
pengikut. Kondisi patronase ini yang juga dapat Hal tersebut semata-mata dilakukan untuk
mempengaruhi terjadinya personalisasi di partai mempertahankan roda aktivitas partai politik.
politik akibat ketergantungan terhadap satu Dampaknya, stagnasi kepemimpinan menjadi
individu tertentu. tak terhindarkan. Gejala ini yang kemudian
Patronase yang terjadi dalam partai politik terus terjadi dalam waktu yang lama, hingga
dapat dilihat melalui relasi patron-klien yang melahirkan politik kekerabatan bahkan dinasti,
terjadi yakni sebagai hubungan diantara dua bukan lagi menjadi partai berbasis kader.
orang/pihak, yaitu individu/pihak yang memiliki Kehadiran tiga figur partai yang dominan
status ekonomi yang lebih tinggi (patron) dan tersebut dalam perjalanannya menjadi hal yang
kerap menggunakan pengaruh dan sumber daya melingkupi terjadinya personalisasi seperti yang
yang dimilikinya untuk melindungi dan/atau diungkapkan oleh Renwick dan Pilet. Figur
memberikan keuntungan untuk individu/pihak tersebut sangat berpengaruh dalam persolan
(klien), yang dalam hal ini akan memberikan politik dan pemerintahan di mana mereka dapat
dukungan, bantuan dan pengabdian kepada menempatkan keluarganya dalam jabatan-
patronnya (Budiatri, 2018). Terkait dengan faktor jabatan politik di partai maupun pemerintahan.
patronase ini, hubungan yang terjadi di dalam Selain itu, pengaruh figur sentral tersebut juga
partai Nasdem dan juga Gerindra merupakan terlihat dalam proses pemilu terutama dalam
bentuk patronase. Hal ini dikarenakan begitu kaitannya dengan proses kandidasi dan nominasi.
kuatnya figur Surya Paloh dan Prabowo tidak Terkait dengan proses kandidasi, kekuatan figur
dapat dilepaskan dari dukungan finasial yang utama kerap menjadi aktor penentu, seperti PDI
dimilikinya (Budiatri, 2018). Surya Paloh dikenal perjuangan oleh Megawati dan Gerindra oleh
sebagai pemilik salah satu media terbesar di Prabowo (Heriyanto, 2020).
Indonesia (Media Group). Sedangkan Prabowo
juga dikenal sebagai pengusaha dan didukung Dampak Personalisasi Partai Politik terhadap
oleh adiknya Hasim yang juga pengusaha. Demokrasi Internal Partai
Dalam perkembangannya, mengapa partai Membahas partai politik tentu tidak ter-
politik kemudian terjebak pada personalisasi, lepas dari pembahasan mengenai demokrasi
Esty Ekawati, dan Mouliza K Donna Sweinstani 119

internal (Intra-Party Democracy/IPD). IPD Namun, dalam prakteknya, baik Prabowo


mencerminkan pola relasi kuasa yang setara maupun Surya Paloh, keduanya terpilih sebagai
diantara aktor-aktor di dalam sebuah partai ketua umum melalui aklamasi dan menjadi
politik. IPD merupakan karakter distribusi atas calon tunggal. Dengan tiadanya kader partai
kekuasaan dalam pembuatan keputusan antara lain yang maju dalam suksesi kepemimpinan
anggota dan pemimpin di dalam sebuah partai dan hanya mengandalkan calon tunggal dengan
politik yang didasarkan pada prinsip inklusivitas dalih kapabilitas yang dimiliki, kondisi ini tidak
dan desentralisasi. Inklusivitas merujuk pada efektif dalam upaya demokratisasi internal
pihak yang bertanggung jawab dalam pembuatan partai. Selain partai terlalu bergantung pada figur
keputusan dalam partai, sedangkan desentralisasi sentral tersebut, personalisasi juga berdampak
mencerminkan tingkatan pembuatan keputusan pada regenerasi partai ke depannya.
di dalam partai, apakah keputusan diambil Dampak lainnya dari personalisasi yakni
oleh sedikit atau banyak orang. Upaya untuk stagnasi regenerasi partai.. Kultur patron-
melakukan demokrasi internal partai politik klien masih menjadi faktor dominan dalam
menjadi salah satu projek dari International berkarier di partai apalagi dalam hal kontestasi
IDEA di mana upaya tersebut dilakukan dengan kepemimpinan pusat.. Di tingkat pusat, rege-
memaksa partai untuk melakukan reformasi nerasi partai dalam hal posisi ketua umum
melalui identifikasi tantangan yang dihadapi mayoritas partai masih didominasi oleh elit
sehingga partai menjadi lebih demokratis, lama, bahkan beberapa partai gagal melakukan
transparan dan efektif. Demokrasi internal partai regenerasi dan resirkulasi. Menurut Arya
juga menjadi cara/jalan untuk menghadapi Fernandes, peneliti CSIS, “di internal partai
kemunduran dalam hal keanggotaan partai politik, belum terjadi jenjang karier yang jelas,
(W. P. Cross & Katz, 2013; S. E. Scarrow, hal ini menyusahkan anak muda untuk berkarier
2005). Berkaca dari pengalaman munculnya di politik” (Maharddika, 2016). Selain itu,
personalisasi yang melanda partai-partai di personalisasi berpotensi menyuburkan terjadinya
Indonesia, maka sebenarnya kondisi tersebut dinasti politik. Kondisi ini bisa dilihat bagaimana
berdampak buruk terhadap demokrasi internal para figur sentral PDI Perjuangan, Gerindra
partai. maupun Nasdem menempatkan keluarganya
Dampak buruk dari personalisasi yakni dalam struktur partai maupun jabatan-jabatan
partai mengabaikan aturan. Dalam kaitannya politik penting lainnya.
dengan aturan semestinya partai politik mem- Personalisasi partai jika dipertahankan
bangun demokratisasi internal (intra-party dalam jangka lama juga berpotensi memicu
democracy) dengan melibatkan seluas-luasnya terjadinya faksionalisasi dan konflik. Faksi
peran serta anggota/kader supaya dalam setiap merupakan kelompok intrapartai, yang anggota-
pengambilan keputusan dilakukan secara ter- nya memiliki identitas dan tujuan yang sama dan
buka, partisipatif, dan deliberatif. Keharusan bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut.
untuk mengikutsertakan seluruh anggota parpol Adapun tujuan faksi bisa beragam antara lain;
dalam pengambilan keputusan-keputusan yang mempertahankan patronase dan kontrol partai,
bersifat strategis dan penting karena UU Parpol mempengaruhikebijakanpartaidanmengusulkan
meletakkan kedaulatan parpol ada di tangan serangkaian nilai baru dalam partai. Meskipun
seluruh anggota. Sehingga anggota partai politik PDI Perjuangan, Gerindra dan Nasdem belum
mempunyai hak dalam menentukan kebijakan menunjukkan gejala faksionalisasi yang terbaca
serta hak memilih dan dipilih. Jika dilihat dari AD di publik namun menurut penulis, partai juga
ART partai maka hanya PDI Perjuangan yang semestinya mulai melakukan upaya sirkulasi
mencantumkan bahwa aklamasi merupakan kepemimpinan yang kompetitif dan demokratis,
salah satu mekanisme yang diakui dalam suskesi tidak lagi bergantung pada satu figur tertentu
ketua umum. Namun, yang menjadi persoalan yang pada akhirnya memunculkan calon tungal
dalam tubuh PDI Perjuangan menurut penulis dalam setiap suksesinya.
adalah mengapa Megawati selalu menjadi calon Faksionalisasi merupakan suatu proses
tunggal dalam pemilihan ketua umum di partai yang dinamis atas sebuah kelompok yang dalam
banteng selama dua dekade. Partai Gerindra dan prakteknya faksionalisasi disatusisi dapat mem-
Nasdem tidak mengenal mekanisme aklamasi. persatukan partai namun pada kebanyakan
120 Dampak Personalisasi Partai terhadap Demokrasi Internal Partai di Indonesia Pasca Orde Baru

praktek di Indonesia dapat menimbulkan konflik perhatian konstituen karena statusnya sebagai
dan terjadinya fragmentasi partai (Budiatri & presiden dari PDI Perjuangan, personalisasi
dkk, 2018). Konflik merupakan kondisi yang dari sosok Megawati tetap tidak bisa lepas dari
sulit dihindarkan dari politik apalagi organisasi citra partai ini. Padahal menurut hemat penulis,
parpol yang memiliki kepentingan merebut mengingat bahwa partai tersebut termasuk dalam
kekuasaan politik. Bentuk konflik sendiri dapat kategori partai senior di Indonesia, seharusnya
bersifat sementara misalnya saat proses suskesi PDI Perjuangan sudah mampu bertahan tanpa
kepemimpinan dan kepengurusan partai, atau bayang-bayang sosok kharismatik Megawati.
juga bisa dalam jangka waktu yang lebih lama Ketika ketokohan yang kuat atas Megawati
akibat ketidakdisiplinan dan lemahnya loyalitas tetap dibiarkan dan suatu ketika tampuk
faksi-faksi terhadap partai atau pemimpin partai kepemimpinan di partai ini berganti ke tangan
(Hine, 1982). Akibatnya, ketika kepentingan orang lain, maka dua kemungkinan dapat terjadi.
faksi-faksi tidak terakomodasi oleh pimpinan Pertama, sosok ketua partai yang baru hanya
partai maka fragmentasi pun terjadi dan tidak akan menjadi pemimpin bayangan partai, atau,
sedikit tokoh-tokoh partai tersebut yang kedua, eksistensi dan capaian partai justru akan
kemudian keluar dari partai dan mendirikan menurun karena kehilangan sosok kunci, yaitu
partai baru. Konflik internal yang berujung pada Megawati. Dampak yang demikian dapat secara
fragmentasi berbahaya bagi soliditas partai. nyata dilihat dari pengalaman Partai Demokrat.
Padahal, soliditas partai merupakan salah satu Ketika sosok SBY yang pada sebelumnya secara
prasyarat terlembaganya sebuah partai politik. langsung memegang kendali dalam struktur
Partai politik era reformasi semestinya menjadi legal partai harus digantikan, eksistensi dan
kekuatan politik di Indonesia yang dapat capaian Partai Demokrat yang dapat dilihat dari
memperjuangkan aspirasi masyarakat, alih-alih hasil pemilu 2014 menjadi terjun bebas bahkan
menjadi menjadi partai yang demokratis namun kehilangan cengkraman basis suara di beberapa
justru terjebak pada personalisasi. Padahal, daerah.
sebagai salah satu pilar demokrasi, kehadiran
partai politik menjadi instrument penting SIMPULAN
dalam upaya melakukan konsolidasi demokrasi
ke depan. Jika partai politik tidak mampu Partai politik menjadi ujung tombak perbaikan
menjalankan demokrasi internal salah satunya demokrasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan,
dengan membenahi suksesi kepemimpinan, melalui partai politik-lah akan dihasilkan
lalu bagaimana nasib pelembagaan partai pemimpin-pemimpin bangsa. Namun, setelah
ke depannya. Kondisi inilah yang menjadi dua dekade reformasi, upaya demokratisasi di
pekerjaan rumah bersama baik antara partai dalam tubuh partai politik nampaknya masih
politik, pemerintah maupun masyarakat untuk jalan di tempat. Partai politik saat ini nampak
melakukan pembenahan demokrasi. enggan untuk berbenah, salah satunya dapat
Sementara itu, berkaitan dengan dampak dilihat pada persoalan personalisasi partai.
positif dari personalisasi partai politik seperti Kondisi ini terlihat di mana partai masih
yang telah dikemukakan oleh beberapa studi didominasi oleh satu figur/individu sehingga
sebelumnya, analisa penulis menunjukkan muncul anggapan bahwa tidak ada figur lain
bahwa dampak ini hanya bersifat semu dan yang mempuni untuk menjadi pemimpin partai.
sementara. Kuskrido Ambardi (2020) dalam Problem ini memperlihatkan bahwa partai politik
diskusi daring dengan Pusat Penelitian Politik- dibangun dari sistem ketergantungan pada
LIPI pada 14 Juli 2020 mengetengahkan bahwa, figur-figur tertentu. Ketergantungan tersebut
dalam beberapa kasus, faktor ketokohan yang juga dipengaruhi oleh motif ekonomi di mana
kuat atau personalisasi politik dalam partai terjadi ketergantungan partai pada pendanaan
memang benar menjadi faktor yang mendukung ketua umum maupun jejaringnya. Lebih dari itu,
eksistensi partai itu sendiri, misalnya PDI dominasi individu dalam sebuah partai politik
Perjuangan dengan figur Megawati. Sekalipun telah mencederai demokrasi internal partai yang
PDI Perjuangan kini juga dapat disebut sebagai pada akhirnya membuat partai politik tersebut
Presidensialized Party dengan sosok Joko tidak terlembagakan dengan baik. Padahal,
Widodo sebagai outsider yang mampu menarik salah satu dimensi penting untuk melihat
Esty Ekawati, dan Mouliza K Donna Sweinstani 121

apakah sebuah partai telah terlembagakan Budiatri, A. P. (2018). Personalisasi Partai Politik
dengan baik atau tidak adalah dengan melihat di Indonesia Era Reformasi. Personalisasi
apakah terdapat dominasi personal dari indi- Partai Politik Di Indonesia Era Reformasi,
vidu tertentu dalam partai politik tersebut 15(726), 1–52.
dan juga tingkat soliditas partai. Nampaknya, Budiatri, A. P., & dkk. (2018). Faksi dan Konflik
dengan melihat fenomena personalisasi partai Internal Partai Politik di Indonesia.
yang masih menggejala, maka yang menjadi Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
tantangan demokrasi Indonesia ke depan salah
satunya adalah memastikan terjadinya per- Calise, M. (2015). The personal party: An
ubahan dalam demokrasi di internal partai. Oleh analytical framework. Rivista Italiana Di
karena itu, berdasarkan pada uraian di atas, Scienza Politica, 45(3), 301–315. https://
dapat disimpulkan bahwa dampak positif dari doi.org/10.1017/ipo.2015.18
personalisasi partai politik hanya dapat bekerja Cross, W. P., & Katz, R. S. (2013). The
optimal pada awal pendirian partai karena partai Challenges of Intra-Party Democracy.
baru masih memerlukan figur tertentu sebagai United Kingdom: Oxford University
lokomotif yang menggerakkan seluruh gerbong Press. https://doi.org/10.1007/s13398-
partainya. Namun, seiring dengan berjalannya 014-0173-7.2
waktu, partai dituntut untuk dapat melembagaan
partainya menjadi partai modern yang memiliki Dalton, R. J. (1985). Political Parties and
struktur dan mekanisme organisasi yang legal Political Representation: Party Supporters
dan rasional agar tidak berdampak pada buruknya and Party Elites in Nine Nations.
demokrasi internal partai dan eksistensinya Comparative Political Studies. https://doi.
dalam kontestasi elektoral. org/10.1177/0010414085018003001
Dalton, R. J., Farrell, D. M., & McAllister, I.
DAFTAR PUSTAKA (2015). Political Parties and Democratic
Linkage. Political Parties and Democratic
Ahmad, A. (2019). Desrio: Gerindra Partai Linkage. https://doi.org/10.1093/
Komando, Tak Ada Hambatan Jika acprof:osobl/9780199599356.001.0001
DPP Ingin Ganti Pengurus. Diakses
Diskusi daring Pusat Penelitian Politik LIPI
pada September 29, 2020, dari https://
dengan Kuskrido Ambardi pada 14 Juli
www.covesia.com/news/baca/88003/
2020
desrio-gerindra-partai-komando-tak-ada-
hambatan-jika-dpp-ingin-ganti-pengurus Ferdiansyah, A. (2019). Pemilihan Ketum
Nasdem Dipastikan Sesuai AD/ART.
Aini, N. (2017). Parpol tingkat pusat pilih
kandidat kepala daerah dikritisi. Diakses Gerindra. (n.d.). Sejarah Partai Gerindra. Diakses
9 April 2020, dari https://www.republika. 9 April 2020, dari http://partaigerindra.
co.id/berita/kolom/resonansi/14/03/06/ or.id/sejarah-partai-gerindra.
nasional/politik/17/10/15/oxuemj382- Heriyanto, G. Gun. (2020). Realitas Komunikasi
parpol-tingkat-pusat-pilih-kandidat- Politik Indonesia Kontemporer.
kepala-daerah-dikritisi. Yogyakarta: IRCiSoD.
Alhamid, A., & Perdana, A. (2018). Hidayat, F. (2019). 34 DPW Usul Surya Paloh
Presidentialized Party di Indonesia: Jadi Calon Tunggal Ketum NasDem.
Kasus Perilaku PDI-P dalam Pencalonan
Joko Widodo pada Pilpres 2014. Jurnal Hine, D. (1982). Factionalism in West European
Politik, 3(2), 237. https://doi.org/10.7454/ Parties: A Framework for Analysis. West
jp.v3i2.125 European Politics, 5(1), 36–53. https://doi.
org/10.1080/01402388208424345
Blondel, J., & Thiebaut, J.-L. (2010). Political
Leadership, Parties and Citizens: The Ilahi, K. (2013). Profil Partai Nasdem. Diakses
Personalisation of Leadership. New York: 7 April 2020, dari https://nasional.
Routledge. sindonews.com/read/708291/12/profil-
partai-nasdem-1358412429.
122 Dampak Personalisasi Partai terhadap Demokrasi Internal Partai di Indonesia Pasca Orde Baru

Karvonen, L. (2010). The Personalization Nurdiansyah, F. (2018). Marketing Politik Dpp


of Politics: a Study of Parliamentary Partai Gerindra Pada Pemilu Legislatif
Democracies. United Kingdom: ECPR 2014. Politika: Jurnal Ilmu Politik,
Press. 9(1), 60. https://doi.org/10.14710/
Linz, J. J., & Stepan, A. (1996). Problems of politika.9.1.2018.60-70
Democratic Transition and Consolidation: Nurhasim, M. (2013). Kegagalan Modernisasi
Southern Europe, South America, and Partai Politik Di Era Reformasi. Jurnal
Post-Communist Europe. In Problems of Penelitian Politik, 10(1), 17–28.
Democratic Transition and Consolidation: Pilet, J.-B., & Cross, W. (2015). Uncovering
Southern Europe, South America, and The Politics of Party Leadership dalam
Post-Communist Europe (pp. 38–54). W. Cross & J.-B. Pilet (Eds.), The Politics
https://doi.org/10.2307/20047958 of Party Leadership: A Cross National
Lipset, S. M. (2000). The indispensability of Perspective (pp. 1–15). Oxford, UK:
political parties. Journal of Democracy. Oxford University Press.
https://doi.org/10.1353/jod.2000.0016 Rahat, G., & Kenig, O. (2018). From Party
Litbang Kompas. (1999). Partai-partai Politik di Politics to Personalized Politics?: Party
Indonesia. Jakarta: Kompas. Change and Political Personalization
Maharani, T. (2020). Gerindra Siapkan Kongres in Democracies. Oxford, UK: Oxford
untuk Pemilihan Ketum, Sekjen Sebut University Press. https://doi.org/10.1017/
Prabowo Calon Tunggal. Retrieved CBO9781107415324.004
April 4, 2020, from https://nasional. Rahat, G., & Sheafer, T. (2007). The
kompas.com/read/2020/02/25/14300361/ personalization(s) of politics: Israel,
gerindra-siapkan-kongres-untuk- 1949-2003. Political Communication,
pemilihan-ketum-sekjen-sebut-prabowo- 24(1), 65–80. https://doi.
calon. org/10.1080/10584600601128739
Mair, P. (2002). Party System Change, Redaksi CNN Indonesia. (2019). Megawati
Aprroaches and Interpretations. New Kembali Terpilih Jadi Ketum PDIP secara
York: Oxford University Press. Aklamasi. Diakses pada September 29,
Mancini, P., & Swanson, D. L. (1996). Politics, 2020, dari https://www.cnnindonesia.com/
Media, and Modern Democracy: nasional/20190808202054-32-419683/
Introduction dalam D. L. Swanson & megawati-kembali-terpilih-jadi-ketum-
P. Mancini (Eds.), Politics, media and pdip-secara-aklamasi
modern society (pp. 1–26). Westport, CT: Redaksi Jamberita. (2019). SAH Tegaskan
Praeger. Gerindra Partai Komando, Tak Ada
Noor, F. (2009). Menimbang Masa Depan Ruang Untuk Perpecahan. Diakses
Sistem Presidensial di Indonesia pada September 29, 2020, dari https://
Problematika Demokrasi dan Kebutuhan jamberita.com/read/2019/03/19/5948370/
Perbaikan Sistemik dalam M. Nurhasim sah-tegaskan-gerindra-partai-komando-
& I. N. Bhakti (Eds.), Sistem Presidensial tidak-ada-ruang-untuk-perpecahan/
dan Sosok Presiden Ideal. Yogyakarta: Renwick, A., & Pilet, J.-B. (2016). Faces on the
Pustaka Pelajar. Ballot: The Personalization of Electoral
Norden, D. (1998). “Party Relations and Systems in Europe. Oxford, UK: Oxford
Democracy in Latin America”, dalam University Press.
Tan, P.J . (2006). Indonesia Seven Rhodes, E. R. A. W., & Hart, P. (2014). The
Years after Soeharto: Party System Oxford Handbook of Political Leadership.
Institutionalization in a New Democracy. The Oxford Handbook of Political
Contemporary Southeast Asia 28 (1), 88– Leadership. https://doi.org/10.1093/
114. DOI: 10.1355/cs28-1e oxfordhb/9780199653881.001.0001
Esty Ekawati, dan Mouliza K Donna Sweinstani 123

Samuels, D. J. (2002). Presidentialized parties: and Democracy in Theoretical and


The separation of powers and party Practical Perspectives, 22. https://doi.
organization and behavior. Comparative org/10.1177/1354068895001001002
Political Studies, 35(4), 461–483. https:// Stokes, S. C. (1999). Political Parties and
doi.org/10.1177/0010414002035004004 Democracy. Annual Review of Political
Samuels, D., & Shugart, M. S. (2010). Science. https://doi.org/10.1146/annurev.
Presidents, Parties, and Prime Ministers: polisci.2.1.243
How the Separation of Powers Affects Utama, A. (2019). PDIP: Megawati secara
Party Organization and Behavior. New resmi akan memimpin lagi partai
York: Cambridge University Press. banteng, namun sampai kapan? Diakses
Sartori, G. (2005). Parties and Party Systems: 5 April 2020, dari https://www.bbc.com/
a Framework for Analysis. UK: ECPR indonesia/indonesia-49273929.
Press. Yeremia. (2020). KLB Tetapkan Prabowo
Sartori, G., & European Consortium for Political Subianto Ketua Umum Gerindra 2020-
Research. (2005). Parties and party 2025, diakses pada 7 September 2020,
systems : a framework for analysis. ECPR. dari https://www.beritasatu.com/jaja-
Retrieved from https://books.google.co.id/ suteja/politik/663425/klb-tetapkan-
books/about/Parties_and_Party_Systems. prabowo-subianto-ketua-umum-
html?id=ywr0CcGDNHwC&redir_ gerindra-20202025.
esc=y Yudha, H. (2010). Presidensialisme Setengah
Scarrow, S. (2005). Political Parties and Hati: dari dilema ke kompromi. Jakarta:
Democracy in Theoretical and Practical Gramedia Pustaka Utama.
Perspectives. National Democratic Zhacky, M. (2020). Ini Alasan Gerindra Gelar
Institute for International Affairs. https:// Kongres Luar Biasa 8 Agustus. Diakses
doi.org/10.1177/1354068895001001002 pada September 29, 2020, dari https://
Scarrow, S. E. (2005). Implementing intra- news.detik.com/berita/d-5123158/ini-
party democracy. Political Parties alasan-gerindra-gelar-kongres-luar-biasa-
8-agustus

Anda mungkin juga menyukai