Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PEMASANGAN DAN PERAWATAN KATETER, NYERI DAN MANAJMEEN


NYERI, PEMERIKSAAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah
Keperawatan Dewasa Sistem Perkemihan
Dosen Pengampu: Istianah, Ners., M. Kep

DISUSUN OLEH :
SABILA HANIFA YULIANTI
132STYC21
A3/ S1 KEPERAWATAN

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP AKADEMIK
MATARAM
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan


rahmat dan hidayah-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Anatomu Fisiologi Sistem Perkemihan dan Pemeriksaan Fisik Sistem
Perkemihan” ini dengan baik meskipun masih banyak kekurangan. Kami juga
berterima kasih kepada dosen kami yaitu Ibu Istianah Ners., M. Kep., yang
telah memberikan tugas ini dan telah membimbing kami. Kami berharap
makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan
bagi para pembaca.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu kami
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi kritik, saran
dan usulan kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah kami di
kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat dan mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata- kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... 2
Daftar Isi................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 4
A. Latar Belakang....................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................. 4
C. Tujuan....................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................... 5
A. Pemasangan dan perawatan kateter..............................................6
B. Nyeri dan manajemen nyeri..............................................................11
C. Pemeriksaan CCT.................................................................................. 21
BAB III PENUTUP................................................................................................. 27
A. KESIMPULAN........................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 28
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemasangan kateter urine adalah dengan melakukan
insersi kateter Folley/Nelaton melalui uretra ke muara kandung
kemih untuk mengeluarkan urine.
Perawatan kateter adalah melakukan tindakan perawatan
pada daerah genital wanita yang tepasang kateter
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang
pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International
Association for Study of Plain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan.
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno
ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara
universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen
sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemasangan kateter dan perawatan kateter?
2. Bagaimana nyeri dan manajemen nyeri?
3. Bagaimana pemeriksaan CCT?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana pemasangan dan
perawatan kateter
2. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana nyeri dan manajemen
nyeri
3. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana pemeriksaan CCT

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pemasangan Kateter
a) PENGERTIAN
Pemasangan kateter urine adalah dengan melaku kan insersi
kateter Folley/Nelaton melalui uretra ke muara kandung kemih
untuk mengeluarkan urine.
INDIKASI
1. Pasien tidak sadar
2. Pasien dengan tindakan operasi besar
3. Pasien dengan retensio urine
4. Pasien dengan inkontenesia urine
5. Pasien dengan cidera medula spinalis
b) TUJUAN
Prosedur ini bertujuan untuk memulihkan/ mengatasi retensi urine
akut atau kronis, pengaliran urine untuk persiapan operasi atau pasca
operasi, dan menentukan jumlah urine sisa sesudah miksi.
MEMASANG KATETER URIN

NO PROSEDUR

1 Menyiapkan alat :

1. Kateter steril, ukuran disesuaikan dengan pasien


2. Kapas sublimat/kapas savlon steril dalam tempatnya
3. Kasa (bila perlu)
4. Korentang steril
5. Lumbrikant/ jelly
6. Betadhine yang sudah diencerkan
7. Perlak dan alasnya
8. Bengkok 2 buah (untuk kapas kotor dan penampung urin)
9. Pinset anatomi steril
10. Botol steril bila perlu
11. Duk steril
12. Spuit dan aquadest
13. Sketsel
14. Sarung tangan steril (2 pasang)
15. Plaster
16. Gunting
2 Persiapan perawat :

1. Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan


2. Atur posisi dorsal recumbent bagi klien
3 Persiapan lingkungan :

1. Ciptakan lingkungan yang tenang


2. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
Pada Klien Pria :
4 Menjelaskan prosedur dan tujuan pada klien/ keluarga
5 Mengatur posisi klien supine dan kedua kaki dilebarkan.
6 Menyambungkan kateter dengan urobag atau penampung urine
7 Mencuci tangan dan memasang sarung tangan steril.
8 Mencuci gland penis di sekitar meatus dengan antiseptik menggunakan kasa steril
(kapas savlon dan betadine).
9 Mengganti sarung tangan steril
10 Meletakkan duk bolong steril di sekitar perineal.
11 Mengolesi kateter dengan jeli pelumas.
12 Memegang penis (tangan kiri) dan menegakkannya
13 Memasukkan kateter ke dalam uretra (15-25 cm) sampai urine mengalir keluar.
14 Menarik penis sedikit ke bawah jika agak sulit memasukkan kateter
15 Menampung urine pada botol steril untuk pemeriksaan dan menampung sisanya pada
tempat yang telah disediakan.
17 Jika urine sudah keluar, masukkan kateter ke dalam kurang lebih 2,5 cm.
18 Lakukan fiksasi kateter atau penggembungan balon kateter dengan meng gunakan
spuit berisi air steril/NaCI steril sebanyak yang ditentukan oleh pabrik kateter.
19 Memfiksasi kateter dengan plester pada paha
20 Mencuci tangan
21 Mendokurnentasikan hasil pemasangan kateter urine dan respons klien pada catatat;
klien.
Pada Klien Wanita
22 Meletakkan perlak dan alas dibawah bokong
23 Meletakkan bengkok diantara kedua tungkai
24 Menyambungkan kateter dengan urobag atau penampung urine
25 Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan
26 Membuka labia minora dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri
27 Vulva dibersihkan dengan kapas savlon minimal 3 kali (dari atas ke bawah, kapas
kotor diletakkan dalam bengkok)
28 Mengganti sarung tangan steril, kemudian memasang duk bolong steril
29 Dengan memakai sarung tangan steril atau dengan pinset mengambil kateter dan
diberi pelumas pada ujungnya
30 Perawat membuka labia minora dengan tangan kiri dan memasukkan kateter ke
dalam uretra perlahan-lahan dan menganjurkan pasien untuk menarik nafas
panjang
31 Urine yang keluar ditampung dalam bengkok atau botol steril jika diperlukan untuk
pemeriksaan laboratorium
32 Bila kateter dipasang permanent/tetap maka kateter dikunci memakai spuit dan
aquadest steril (mengisi balon)
33 Lakukan fiksasi dengan plester pada paha
34 Pasien dirapikan dan alat-alat dibereskan
35 Mencuci tangan
TOTAL :
Nilai = 1 x ..... + 2 x ..... x 100 = ........... x 100
2x
=

B. Perawatan Kateter
a) Pengertian
Perawatan kateter adalah melakukan tindakan perawatan pada daerah
genital wanita yang tepasang kateter
b) Tujuan
- Mencegah infeksi
- Memberikan rasa nyaman

NO PROSEDUR
Peralatan

1. Sarung tangan bersih


2. 2 buah baskom
3. 2 washlap
4. 1 handuk besar
5. Sabun antiseptic
6. Plester dan gunting
7. Perlak atau pengalas
8. Sampiran

Penatalaksanaan

1. Melakukan pengecekan program terapi


2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
4. Memberikan salaman dan menyapa nama pasien
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
6. Menanyakan persetujuan atau kesiapan pasien
7. Memasang sampiran atau menjaga privasi
8. Menyiapkan pasien dengan posisi dorsal recumbent dan
melepaskan pakaian bawah
9. Mendekatkan peralatan ke dekat pasien
10. Memasang perlak atau pengalas
11. Memakai sarung tangan
12. Memberikan genetalia dengan washlap/handuk kecil yang di
beri sabun antiseptic minimal 4x (labia mayora (kanan kiri)dan
labia minora (kanan kiri) dengan sisi handuk atau sisi washlap
yang berbeda. Kemudian ulangi dengan washlap yang di basahi
dengan air bersih sampai kateter bersih
13. Bersihkan selang kateter dari area meatus uretra dengan sabun
antiseptic, kemudian ulangi dengan washlap yang dibasahi
dengan air bersih sampai kateter bersih
14. Fiksasi selang kateter pada posisi yang aman dan nyaman. (pria
di abdomen)
15. Memastikan posisi kateter terpasang dengan bener (menarik
dengan hati-hati, kateter tetap tertahan)
16. Melepaskan pengalas dan sarung tangan
17. Merapikan pasien
18. Mengevaluasi tindakan yang baru di lakukan
19. Merapikan pasien dan lingkungan
20. Berpamitan dengan pasien
21. Membersihkan dan mengembalikan alat-alat ke tempat semula
22. Mencuci tangan
23. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan kateter

1. Bersihkan daerah genitalia pasien dengan antiseptic sebelum


memasukkan selang kateter
2. Gunakan sarung tangan steril pada saat membersihkan area
genitalia dan pada saat pemasangan selang kateter
3. Setelah kateter urin terpasang, kateter harus diamkan ke paha
pasien dengan perangkat securement untuk mencegah iritasi,
peradangan, infeksi.
4. Letakkan urobag lebih rendah dari kandung kemih untuk
mencegah aliran balik urin
5. Letakkan ujung urobag lebih tinggi dari lantai. Hindari ujung
urobag menempel pada lantai
6. Kosongkan kantong drainase setiap 8 jam, ketika urolog sudah
terisi dua pertiga penuh dan sebelum pasien dipindahkan atau
pulang
7. Jika kateter urin telah terpasang selama 2 hari, lakukan evaluasi
terhadap keadaan kateter dan urin. Amati adanya hematuria,
dan warna urin. Ganti kateter dan urobag setelah 14x24 jam
jika pemasangan kateter masih berlangsung lama
8. Lakukan pembersihan pada kateter dan area genitalia
menggunakan larutan antiseptic setiap hari
9. Mengetahui indikasi pemasangan kateter urin. Pemasangan
kateter tidak di indikasikan untuk pasien dengan mobilitas
terbatas, adanya nyeri yang tidak terkontrol, adanya luka pada
bagian perineum

C. Nyeri dan Manajemen Nyeri


1. Pengertian
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for
Study of Plain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang
tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan
aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri
adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang
tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan
yang nyata, berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan. Secara umum nyeri dapat didefinisikan sebagai suatu rasa
yang tidak nyaman baik ringan maupun berat. Nyeri dapat dibedakan
nyeri akut dan nyeri kronis (Priharjo, 1993). Nyeri juga merupakan
mekanisme protektif bagi tubuh, yang timbul bila jaringan rusak dan
menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri
tersebut. Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang
tidak menyenagkan yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang
telah atau akan terjadi yang digambarkan dengan kata-kata kerusakan
jaringan ( Torrance, 1997).
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang
memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum
memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker
Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan
pekerjaan melalui orang lain.
Manajemen nyeri suatu pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan, pada
orang lain ataupun diri sendiri.
2. Etiologi Nyeri
1. Trauma
1) Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka
dan lain-lain.
2) Thermis
Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat   panas, dingin, misal karena api dan air.
3) Khemis
Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam
atau basa kuat.
4) Elektrik
Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa   nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan
luka bakar.
2. Neoplasma
1) Jinak
2) Ganas
3. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat
adanya    peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya :
abses
4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
5. Trauma psikologis

3. Sifat-Sifat Nyeri
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi.
2. Nyeri bersifat subjektif dan indvidual.
3. Nyeri tidak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah.
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat
perubahan fisiologis tingkah laku dan dari  pernyataan klien.
5. Hanya klien yang tau kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya.
6. Nyeri merupakan tanda adanya kerusakan jaringan.
7. Nyeri mengawali ketidakmampuan.
8. Persepsi yang salah mengenai nyeri menyebabkan manajemen nyeri
jadi tidak optimal.

4. Macam-macam Nyeri
i. Berdasarkan sumbernya
Nyeri dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Cutaneus superficial, yaitu nyeri yang mengenai jaringan sub
kutan, biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contoh :
terkena ujung pisau atau gunting.
2. Deepsomatic (nyeri dalam), yaitu nyeri yang muncul dari
ligamen, pembuluh darah, tendon dan saraf, mnyebar dan lebih
lama dari cutaneus. Contoh : sprain    sendi.
3. Viseral (pada organ dalam), yaitu stimulasi reseptor nyeri
didalam rongga abdomen, cranium, thorax. Biasanya terjadi
karena spasme otot, iskemia.
Berdasarkan penyebab
Nyeri dibagi 2 yaitu :
1. Nyeri fisik, bisa terjadi karena stimulasi fisik.contoh fraktur
femur.
2. Neri Psikogenik, terjadi karena sebab yang kurang jelas atau
susah diidentifikasi,    bersumber dari emosi atau psikis dan
biasanya tidak disadari. Contoh : orang yang marah tiba-tiba
merasa nyeri pada dadanya.
Bedasarkan lama atau durasinya
Nyeri dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Nyeri akut adalah nyeri dengan tanda inflamasi, biasanya
berlangsung beberapa    hari sampai proses penyembuhan.
Tanda- tanda utama inflamasi adalah: rubor (kemerahan
jaringan), kalor (kehangatan jaringan), tumor (pembengkakan
jaringan), dolor (nyeri jaringan), fungsio laesa (kehilangan fungsi
jaringan).
2. Nyeri kronik adalah nyeri tanpa tanda inflamasi, waktu
berlangsungnya lama atau    merupakan ikutan dari proses akut,
dimana nyeri masih berlangsung meskipun kerusakan jaringan
sudah sembuh. Nyeri kanker merupakan kombinasi dari nyeri
akut dan nyeri kronis dimana ada suatu proses inflamasi
kemudian nyeri berlangsung terus- menerus sesuai dengan
perkembangan kankernya, bilamana kanker tidak ditangani.
Berdasarkan lokasi atau letak
Nyeri dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Radiating pain: nyeri yang mnyebar dari sumber nyeri ke
jaringan yang didekatnya. Contoh : nyeri kardiak.
2. Referred pain : nyeri dirasaan pada baian tubuh tertentu yang
diperkirakan berasal dari jaringan penyebab.
3. Intrcable pain: nyeri yang susah dihilangkan . contoh nyeri
kanker maligna
4. Phantom pain : Nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang
hilang. Contoh bagian tubuh yang diamputasi.

5. Fisiologi Nyeri
Banyak teori yang berusaha menjelaskan dasar neurology dari nyeri.
Untuk memudahkan memahami fisiologis nyeri maka perlu mempelajari
tiga komponen fisiologi berikut ini :
1. Reaksi : respon fisiologis dan prilaku setelah mempersepsikan nyeri
resepsi
2. Resepsi : proses perjalanan nyeri
3. Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
       Adanya stimulus yang mengenai tubuh ( mekanik, termal, kimia) ,
akan menyebabkan pelepasan subtansi kimia, seperti histamine,
bradikinin, kalium. Substansi tersebut mnyebabkan nosi resetor bereaksi.
Apabila nosi reseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul Impuls
saraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Sarabut saraf perifer
yang akan membawa impuls saraf ada 2 jenis, yaitu : serabut A delta
dan serabut C. impuls saraf akan dibawa sepanjang serabut saraf sampai
ke cornudorsalis medulla spinalis. Impuls saraf tersebut akan
mnyebabkan cornudorsalis melepasakan neurotransmitter ( substansi P).
Substansi P ini menyebabkan transmisi sinap dari saraf perifer kesaraf
traktus spinotalamus. Hal ini memngkinkan impuls saraf ditransmisikan
lebih jauh kedlam system saraf pusat. Setelah impuls saraf sampai di otak,
otak akan mengolah impuls saraf kemudian akan timbul reflek protektif.
Contoh : apabila tangan terkena strika, maka akan merasakan sensasi
terbakar, tangan juga mealkukan refllek dengan mnarik tangan dari
permukaan strika.

6. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri


1. Stimulasi Simpatik :nyeri ringan, moderat, dan superficial)
1) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
2) Peningkatan heart rate
3) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
4) Peningkatan nilai gula darah
5) Diaphoresis
6) Peningkatan kekuatan otot
7) Dilatasi pupil
8) Penurunan motilitas GI
2. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
1) Muka pucat
2) Otot mengeras
3) Penurunan HR dan BP
4) Nafas cepat dan irreguler
3. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
1) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas,
Mendengkur)
2) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
3) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari &    tangan.
4) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari
percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang
perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan  nyeri).
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak
dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung
selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat
menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk
merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri
hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena
menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
7. Fase Pengalaman Nyeri:
Menurut Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman
nyeri sebagai berikut :
1. Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting,
karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini
memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat
penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2. Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu
bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga
berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara
satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan
stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya
rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien
dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri
tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya
rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan
bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari
stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu
dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan
sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar. Klien bisa
mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi
wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien
itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang
menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara
teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum
tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami
nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan
perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara
efektif.
3. Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada
fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri
bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa
pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka
respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang
berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
8. Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat
harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena
mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani
dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika
nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda
secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi
faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita
boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena
mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada
nyeri.
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang
terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri
dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian
yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk
mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa
lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih
mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi
nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan
seseorang mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan
perlindungan.
9. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang
berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu
sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1. Skala intensitas nyeri deskritif
2. Skala identitas nyeri numeric
3. Skala analog visual
4. Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan       lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikan tidak dapat
diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.

10. Penanganan Nyeri


Dalam penanganan nyeri, perawat terlebih dahulu mengkaji tingkat
nyeri yang dirasakan pasien. Hal ini dikarenakan nyeri merupakan
pengalaman interpersonal, sehingga perawat harus menanyakannya
secara langsung kepada klien karakteristik nyeri dengan P. Q. R. S. T.
1. Provoking : Penyebab
2. Quality      : Kwalitas
3. Region       : Lokasi
4. Severate      : Skala 
5. Time           : Waktu
a. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :
 Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superfisial
 Posisi atau lokasi nyeri
Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat
ditunjukkan oleh klien; sedangkan nyeri yang timbul dari
bagian dalam (viscera) lebih dirasakan secara umum.
Nyeri dapat pula dijelaskan menjadi empat kategori,
yang berhubungan dengan lokasi:
 Nyeri terlokalisir : nyeri dapat jelas terlihat pada area asalnya
 Nyeri Terproyeksi : nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf
spesifik
 Nyeri Radiasi : penyebaran nyeri sepanjang area asal yang
tidak dapat dilokalisir
 Reffered Pain (Nyeri alih) : nyeri dipersepsikan pada area
yang jauh dari area rangsang nyeri.
b. Intensitas
Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri :
a) Distraksi atau konsentrasi dari klien pada suatu kejadian
b) Status kesadaran klien
c) Harapan klien
d) Nyeri dapat berupa : ringan, sedang, berat atau tak
tertahankan. Perubahan dari intensitas nyeri dapat
menandakan adanya perubahan kondisi patologis dari klien.
c. Waktu dan Lama (Time & Duration)
Perawat perlu mengetahui/mencatat kapan nyeri mulai
timbul; berapa lama; bagaimana timbulnya dan juga interval tanpa
nyeri dan kapan nyeri terakhir timbul.
d. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas
dari nyeri. Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia
ketahui: nyeri kepala mungkin dikatakan “ada yang membentur
kepalanya”, nyeri abdominal dikatakan “seperti teriris pisau”.
e. Perilaku Non Verbal
Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara
lain : ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah dan
lain-lain.
f. Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan
nyeri: lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba, stressor
fisik dan emosi.
D. Pemeriksaan CCT (Creatinine Clearance Test)
Creatinine clearance adalah banyaknya plasma (ml) darah yang akan
dibersihkan dari kreatinin dalam waktu 1 menit (ml/menit) Uji CCT
(Creatinine Clearance Test) dilakukan dengan membandingkan kadar
kreatinin yang ada dalam darah dan urine. Dengan begitu, akan diketahui
estimasi dari laju filtrasi glomerulus (LFG) atau Glomerulus Filtration Rate
(GFR) dengan kata lain efektivitas fungsi penyaringan pada ginjal.
Beberapa indikasi pemeriksaan Creatinine clearance bila ada dugaan
kelainan fungsi ginjal seperti kreatininDarah yang meninggiuremiadan
oedema.

1. Persiapan Tes CCT (Creatinine Clearance Test)


a) Pasien
1. Pasien diajarkan cara menampung urin selama 24 jam
2. Wadah penampung urin harus diberi dengan pengawet
3. HCl pekat (15 mL/urine 24 jam)
4. Thymol (3-4 butir besar/urine 24 jam)
5. Toluena (2-5 ml/urine 24 jam)

6. Ambil darah pasien dengan vena punksi untuk


pemeriksaan
kreatinin darah
b) Spesimen/Bahan pemeriksaan
1. Serum atau plasma
2. Urine 24 jam
c) Alat ukur (Vital)
1. Manual: Spektrofotometer
2. Semi automatic Fotometer ST-9000
3. Fullly automaticAutomated Clinical Analyzer TMS 30i
2. Alat Pendukung
Peralatan phlebotomy:
- Spuit
- Tourniquet
- Kapas alcohol
- Tabung vakum tutup merah
- Plester
- Kasa

Alat untuk sampel urine

- Wadah urine yang telah diberi pengawet urine Toulen


- Pot urine

Peralatan kimia klinik:

- Cup serum
- Cuvet
- Tabung reaksi
- Yellow tip
- Blue tip
- Rak tabung
- Centrifuge
- Fotometer CLIMA MC 15
- Automated Clinical Analyzer TMS 30i
- Tisu
3. Bahan dan Reagensia
Bahan:
- Serum / plasma darah
- Urine 24 jam
- Aquadest

Reagen kit Proline Creatinine FS:

- R1: Sodium hydroxide 0,2 ml/L


- R2: Picric acid 20 mmol/L

4. Prosedur Tes CCT (Creatinine Clearance Test)


4.1 Prosedur Kerja Tes CCT dengan menggunakan alat semi automatic
Fotometer ST-9000
- Prinsip Alat: Kreatinin dalam Alkali akan membentuk
kompleks warna merah orange bila bereaksi dengan asam
pikrat. Absorbansi ini proporsional dengan konsentrasi
kreatinin dalam sampel dan dapat ditentukan secara
fotometrik. Absorbansi warna diukur pada panjang
gelombang 492 nm.
4.1.1 Pra Analitik
1. Persiapan pasien, pasien diberikan wadah untuk
menampung urine selama 24 jam yang telah diberi
pengawet urine.
2. Pasien di ajarkan prosedur menampung urine selama 24
jam
3. Disiapkan alat dan bahan untuk tindakan phlebotomy.
4. Dilakukan pengambilan sampel darah menggunakan spuit
dan tamping di tabung vacuum tutup merah
5. Darah yang telah diambil, didiamkan selama 15-20 menit
pada suhu kamar
6. Catat informasi pasien (tinggi badan, berat badan dan
usia).
7. Catat volume urine yang telah ditampung selama 24 jam
8. Darah yang sudah membeku, selanjutnya disentrifungsi
menggunakan centrifuge dengan kecepatan 4000 rpm
selama 10 menit. Pisahkan serum atau plasma nya.
9. Smpel urine 24 jam, dituang sebagian kedalam pot urine
untuk dilakukan pemeriksaan
10. Keluarkan reagen dari kulkus sampai mencapai suhu
ruang

4.1.2 Analitik Kreatinin Darah


1. Alat semi automatic ST-9000 sudah dalam keadaan
menyala dan siap
2. Hubungkan selang peristaltic dengan pompa
3. Mencuci alat dahulu dengan aquadest dengan cara selang
aspirator dicelupkan kedalam aquadest, lalu tekan tombol
sampel pada monitor. Aquadest akan terhisap kedalam
alat dan melakukan proses pencucian.
4. Pada menu utama klik Test maka akan muncul pilihan
parameter pemeriksaan
5. Klik parameter CREA pada menu test
6. Buat campuran meno-reagen dengan perbandingan
reagen 1 sebanyak 4 bagian dan reagen 2 sebanyak 1
bagian.
7. Siapkan 3 tabung reaksi dan masing-masing tabung diberi
label “blanko”. “standar”, “sampel”.
8. Masing –masing tabung diberi larutan sebagai berikut:

Blank Sampel
Sampel serum - 50 µI
Aquadest 50 µI -
Monoreagen 1000 µI 1000 µI
9. Masing – masing campuran dihomogenkan, lalu inkubasi
pada suhu 20-25 ˚C selama 1 menit
10. Setelah inkubasi, masukkan campuran larutan pada
selang shipper secara bergantian
11. Kemudian baca absorbansi larutan dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 492 nm.
4.1.3 Analitik Kreatinin Urine
1. Alat semi automatic ST-9000 sudah dalam keadaan
menyala dan siap
2. Hubungkan selang peristaltic dengan pompa
3. Mencuci alat dahulu dengan aquadest dengan cara selang
aspirator dicelupkan kedalam aquadest, lalu tekan tombol
sample pada monitor. Aquadest akan terhisap kedalam
alat dan melakukan proses pencucian.
4. Pada menu utama klik Test maka akan muncul pilihan
parameter pemeriksaan.
5. Klik parameter CREA pada menu test.
6. Buat campuran meno-reagen dengan perbandingan
reagen 1 sebanyak 4 bagian dan reagen 2 sebanyak 1
bagian.
7. Siapkan 3 tabung reaksi dan masing-masing tabung diberi
label “blanko”. “standar”, “sampel”
8. Untuk sampel urine diencerkan terlebih dahulu sebanyak
50x dengan perbandingan 20µ1 urine dan 980 µ1
aquadest
9. Masing –masing tabung diberi larutan sebagai berikut:

Blank Sampel
Sampel urine yg - 50 µ1
sudah diencerkan

Aquadest 50 µ1 -
Monoreagen 1000 µ1 1000 µ1
10. Masing – masing campuran dihomogenkan, lalu inkubasi
pada suhu 20-25˚C selama 1 menit
11. Setelah diinkubasi, masukkan larutan pada selang shipper
secara bergantian
12. Kemudian, baca absorbansi larutan dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 492 nm
4.1.4 Pasca Analitik
- Catat hasil yang tertera pada layar
- Lakukan perhitungan dengan rumus:
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pemasangan kateter urine adalah dengan melakukan
insersi kateter Folley/Nelaton melalui uretra ke muara kandung
kemih untuk mengeluarkan urine.
Perawatan kateter adalah melakukan tindakan perawatan pada
daerah genital wanita yang tepasang kateter
Manajemen nyeri suatu pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan
jaringan, pada orang lain ataupun diri sendiri.
Creatinine clearance adalah banyaknya plasma (ml) darah yang
akan dibersihkan dari kreatinin dalam waktu 1 menit (ml/menit) Uji
CCT (Creatinine Clearance Test) dilakukan dengan membandingkan
kadar kreatinin yang ada dalam darah dan urine. Dengan begitu, akan
diketahui estimasi dari laju filtrasi glomerulus (LFG) atau Glomerulus
Filtration Rate (GFR) dengan kata lain efektivitas fungsi
penyaringan pada ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Morgan, G.E., Pain Management, In: Clinical Anesthesiology 2nd ed.
Stamford: Appleton and Lange, 1996, 274-316.
Mangku, G., Diktat Kumpulan Kuliah, Bagian/SMF Anestesiologi dan
Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, 2002.
Latief, S.A., Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi II, Bag Anestesiologi
dan Terapi Intensif FK UI, Jakarta, 2001.
Hamill, R.J., The Assesment of Pain, In: Handbook of Critical Care Pain
Management, New York, McGrow-Hill Inc, 1994, 13-25
http:repository.unimus.ac.id/2714/4BAB%202.pdf diakses pada
tanggal 18 Februari 2021 pukul 10:00 WIB
http:repository.unimus.ac.id/1167/3/BAB%20II.pdf diakses pada
tanggal 18 Februari 2021 pukul 10:00 WIB

Anda mungkin juga menyukai