Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PEREBUSAN TERHADAP KOMPOSISI

FITOSTEROL PADA KACANG TOLO (Vigna unguiculata L.


Walp.)

SELMA APRILLA KARDINAN


F24180048

PROGRAM STUDI ILMU PANGAN


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
DAFTAR ISI

I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
II PEMBAHASAN 1
2.1 Senyawa Bioaktif pada Kacang Tolo 1
2.2 Penyerapan Kacang Tolo dalam Tubuh Manusia 2
2.3 Prinsip Analisis Fitosterol 2
2.4 Perebusan Kacang Tolo 3
III PENUTUP 6
3.1 Kesimpulan 6
DAFTAR PUSTAKA 7
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang memiliki angka kematian
tertinggi di dunia. Penyakit jantung koroner adalah kondisi ketika pembuluh darah
utama yang memberi pasokan darah, oksigen, dan nutrisi untuk jantung menjadi
rusak. Kondisi tersebut biasanya disebabkan oleh penyempitan dari dinding arteri
koronaria akibat adanya plak kolesterol dan proses peradangan. Tingginya kadar
kolesterol (hiperkolesterolemia) dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya
penyakit jantung koroner. Untuk mencegah penyakit tersebut, perlu dilakukan
pengaturan kadar kolesterol di dalam tubuh, salah satu caranya ialah dengan
mengatur jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh. Buah, sayur-sayuran, dan
kacang-kacangan dapat berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh
karena kandungan fitoserol dan serat larut air (Ilmi et al. 2015; Rahman dan
Probosari 2014).
Kacang tolo (Vigna unguiculata L. Walp.) adalah jenis kacang dari famili
Leguminoceae. Kacang tolo mengandung komponen bioaktif berupa senyawa
fenolik yang berperan sebagai antioksidan (Gonçalves et al. 2016). Kacang tolo
juga berpotensi sebagai penurun kadar kolesterol dan kadar glukosa di dalam darah
karena mengandung fitosterol (Kumar et al. 2013). Fitosterol adalah senyawa
metabolit struktural yang terkandung di dalam tanaman yang memiliki struktur
menyerupai kolesterol. Fitosterol dan kolesterol saling bersaing untuk menempati
situs aktif enzim pengangkut kolesterol sehingga terjadi pengurangan jumlah
kolesterol yang terserap dan mengakibatkan adanya penurunan kadar kolestrol di
dalam tubuh.
Kacang koro biasa dimanfaatkan salah satunya dengan cara direbus. Panas
dalam proses pemasakan pada kacang tolo dapat memengaruhi komposisi senyawa
fitosterol yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Fitosterol akan mengalami
penurunan kadar jika dipanaskan pada suhu melebihi 200oC sebanyak lebih dari
50% dari kadar awalnya. Perebusan kacang akan membuat kadar fitosterol
meningkat akibat hilangnya senyawa seperti karbohidrat, protein atau mineral di
dalam sel kacang tersebut (Sundari et al. 2015). Agar senyawa bioaktif pada kacang
tolo dapat terjaga dan memberikan manfaat sesuai yang diharapkan, proses
pengolahan salah satunya perebusan perlu dipelajari pengaruhnya. Maka dari itu,
perlu dilakukan kajian mengenai efek perebusan terhadap kadar fitostreol dari
kacang tolo. Tujuan penulisan makalah adalah membahas pengaruh proses
perebusan terhadap kadar senyawa fitosterol pada kacang tolo.

II PEMBAHASAN

2.1 Senyawa Bioaktif pada Kacang Tolo


Kacang-kacangan memiliki komposisi nutrisi yang baik bagi kesehatan,
seperti asam lemak tidak jenuh, serat, mineral, vitamin, fitosterol, dan
kandungan bioaktif lainnya. Mengkonsumsi kacang-kacangan secara rutin dapat
menurunkan resiko penyakit kardiovaskular (Guasch-Ferré et al. 2017). Kacang
2

tolo (Vigna unguiculata L. Walp.) dapat tumbuh dan beradaptasi baik di daerah
tropis, maupun subtropis. Kandungan gizi yang terkandung dalam kacang tolo
mentah diantaranya protein 24,6 g, karbohidrat 66,6 g, serat 1,6 g, dan kalsium
0,481 g per 100 g. Selain komponen makro, terdapat senyawa bioaktif pada
kacang tolo, yaitu fitosterol. Stuktur fitosterol terdiri atas kerangka steroid
sejumlah 27 hingga 30 atom karbon sebagai kerangka utama dengan gugus
hidroksil pada posisi C-3, ikatan rangkap pada posisi C-5, dan rantai samping
alifatik pada posisi C-17 (Jannah et al. 2013; Wadikar et al. 2017). Fitosterol
dapat ditemukan pada berbagai spesies tanaman diketahui berjumlah lebih dari
200 jenis sterol. β-sitosterol, kampesterol, dan stigmasterol merupakan jenis
sterol paling dominan terdapat di dalam tanaman yang memiliki kelimpahan di
alam sekitar 65%, 30%, dan 3%. (Nestola dan Schmidt 2016).

2.2 Penyerapan Kacang Tolo dalam Tubuh Manusia


Fitosterol secara struktur terdiri dari triterpena yang mirip dengan
kolesterol pada hewan (Cuomo et al. 2012), perbedaannya terletak pada sisi
samping dari kerangkanya. Akibat struktur yang mirip dengan kolesterol, cara
penyerapan fitosterol adalah bersaing menempati situs aktif enzim pengangkut
kolesterol. Hal tersebut mengakibatkan adanya penurunan kadar kolesterol di
dalam tubuh. Fitosterol juga dapat menghambat reabsorpsi (penyerapan
kembali) kolesterol dari hati, meningkatkan ekskresi garam empedu atau
menghindari esterifikasi kolesterol di dalam mukosa internal (Wahyuni et al.
2013). “Struktur fitosterol memiliki rantai samping yang tidak tersaturasi berupa
kelompok etil atau metil yang terletak pada posisi C-24. Hal ini mengakibatkan
fitosterol diabsorbsi oleh tubuh secara minimal, diserap dalam kecepatan
penyerapan yang rendah, serta dieliminasi lebih cepat dibandingkan kolesterol
hewan” (Triliana et al. 2012)

2.3 Prinsip Analisis Fitosterol


Ada tiga metode yang dapat digunakan untuk analisis komponen bioaktif
fitosterol pada kacang tolo, yaitu ATR-FTIR, KG-FID, dan KG-MSD. Pada
metode ATR-FTIR, sampel standar dan ekstrak dalam kloroform, ditempatkan
pada plate platinum yang dilengkapi dengan material kristal ZnSe. Ujung kristal
diposisikan menyentuh larutan dengan sedikit tekanan untuk memastikan adanya
kontak penuh antara larutan dan kristal. Pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang 4000 cm-1 hingga 600 cm-1 . Hasil spekrum inframerah senyawa
standar dan sampel dibandingkan kemiripannya sebagai persentase korelasi.
Pada metode KG-FID, sampel standar dan ekstrak dalam kloroform
diidentifikasi dengan KG-FID , gas pembawa helium dengan kecepatan alir 1,7
kg/cm2 , rasio split 25 : 1, diinjeksikan 2 μL pada suhu isotermal 290oC dengan
waktu analisis 30 menit. Analisis kualitatif pada ekstrak kacang tolo (mentah dan
direbus) dilakukan dengan membandingkan waktu retensi relatif sampel dan
standar. Jika waktu retensi relatifnya sama, diperkirakan sampel mengandung
senyawa yang sama dengan standar.
Pada metode KG-MSD, sampel standar dan ekstrak dalam kloroform
diidentifikasi dengan KG-MSD, kecepatan alir 9,2 mL/menit, splitless,
diinjeksikan 0,4 μL pada suhu 220-270oC dengan kenaikan 10oC/menit
menggunakan metode Selected Ion Monitoring (SIM). Hasil tersebut kemudian
3

dianalisis dengan aplikasi SPSS dengan membandingkan proses pemasakan


kacang tolo (mentah dan direbus) terhadap komposisi fitosterol menggunakan
Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) dengan nilai signifikansi < 0,05
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

2.4 Perebusan Kacang Tolo


Proses pemasakan kacang tolo, seperti perebusan pada suhu yang tinggi
(di atas 200oC) dapat mengurangi kandungan gizi di dalam kacang tolo, sehingga
sangat penting untuk memperhatikan cara pengolahan bahan pangan sebelum
dikonsumsi agar manfaat nutrisi yang terkandung di dalamnya dapat diperoleh
secara optimal (DepKes RI 1995). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Sugijanto et al. (2020), kacang tolo mentah dan rebus dari Pasar X, Y, dan Z
diambil untuk mewakili kacang tolo yang dipasarkan di masyarakat. Kacang tolo
dihomogenisasikan hingga halus menjadi serbuk kemudian kadar air diukur
untuk memperhitungkan penimbangan berat kering sampel pada tahap ekstraksi.
Hasil kadar air dan penimbangan kacang tolo mentah dan rebus disajikan pada
Tabel 1.

Tabel 1 Kadar air dan penimbangan kacang tolo mentah dan rebus

Kadar air di atas 50% pada kacang tolo rebus merupakan kadar air tertinggi
karena adanya proses difusi panas dan massa air pada matriks kacang, sehingga
kadar air meningkat (Pangastuti et al. 2013). Sterol merupakan senyawa non
polar yang masuk dalam golongan lemak sehingga dalam ekstraksi sterol yang
pertama dilakukan adalah ekstraksi lemak. Proses ekstraksi mengacu pada
prosedur Indrayanto et al. (1994), menggunakan pelarut n-heksana untuk
mengekstrak fitosterol bebas, selanjutnya digunakan pelarut aseton untuk
memastikan fitosterol bebas telah terekstraksi sempurna pada ekstraksi
sebelumnya. Selain fitosterol bebas, fitosterol terdapat dalam bentuk terikat
(teresterifikasi atau terglikosilasi), sehingga dilakukan pemutusan ikatan ester
pada fitosterol terikat melalui tahapan hidrolisis menggunakan HCl 2N pada
suhu 90-100oC (Moreau et al. 2002). Proses netralisasi dengan NaOH 12 N
dilakukan setelahnya untuk memisahkan senyawa asam karboksilat dari proses
hidrolisis agar membentuk garam, sehingga asam karboksilat ini tidak ikut
terekstraksi dan akan terlarut dalam fase air. Pelarut kloroform digunakan dalam
proses ekstraksi berikutnya untuk memperoleh fitosterol bebas yang telah
terlepas dari senyawa lain.
Identifikasi fitosterol dengan ATR-FTIR digunakan untuk memastikan
keberadaan fitosterol pada proses perebusan kacang tolo. Kemiripan spektra
inframerah ATR-FTIR pada keempat standar fitosterol disebabkan oleh struktur
4

inti steroid di dalam senyawa tersebut relatif sama. Perbedaan bilangan


gelombang pada standar dan sampel disebabkan karena adanya pengaruh
matriks yang terdapat pada sampel (Duarte et al. 2002). Hasil identifikasi
inframerah ATR-FTIR pada standar dan sampel dianalisis kemiripannya
menggunakan parameter persen korelasi. Dalam pengujian ini, kacang tolo
mentah dan rebus menunjukkan persen korelasi 100% terhadap standar. Salah
satu contoh hasil persen korelasi antara kacang tolo mentah terhadap
stigmasterol dapat diamati pada Gambar 1.

Gambar 1 Spekta inframerah ATR-FTIR persen korelasi kacang tolo mentah dah
stigmasterol
Analisis kualitatif menggunakan KG-FID dilakukan dengan
membandingkan waktu retensi relatif sampel dan standar. Dalam pengujian,
waktu retensi relatif sampel dan standar adalah sama sehingga sampel memiliki
probabilitas senyawa sterol yang sama dengan standar. Kromatogram KG-FID
standar fitosterol dan salah satu contoh kromatogram KG-FID ekstrak n-heksana
kacang tolo mentah rebus disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Kromatogram KG-FID (Hewlett packard gas chromatography 5890


series II, frame ionization detector (FID), kolom HP-5 (cross-linked 5%
phenyl methyl silicone, 25 m x 0.32 mm x 0.17 μm film thickness), gas
2
pembawa helium kecepatan alir 1,7 Kg/𝑐𝑚 , rasio split 25 : 1, volume
𝑜
injeksi 2 μL, suhu isotermal 290 𝐶selama 30 menit, standar fitosterol (I)
5

dan ekstrak n-heksana kacang tolo mentah (II), direbus (III), kolesterol (A),
kampesterol (B), stigmasterol (C), dan -sitosterol (D)

Tabel 3 Waktu retensi relatif ekstrak n-heksana kacang tolo mentah dan direbus

Tabel 4 Persentase fitosterol ekstrak n-heksana kacang tolo mentah dan direbus

Komposisi fitosterol diperoleh dari hasil perhitungan area kromatogram


KG-FID secara semi-kuantitatif sebagai kadar relatif fitosterol. Cara perhitungan
mengacu pada McNair dan Miller (2009) dengan membandingkan area sterol x
terhadap area sterol total. Kacang tolo rebus dari Pasar X memiliki perbedaan
komposisi fitosterol dibandingkan Pasar Y dan Z, yaitu hanya mengandung
stigmasterol dan sitosterol. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh proses
difusi panas dengan mekanisme transfer panas dari media pemasakan ke dalam
bahan disertai laju panas berdifusi keluar masuk ke dalam bahan secara natural
untuk mendistribusikan panas ke seluruh bagian produk. Proses ini
mengakibatkan terbawanya fitosterol ke media pemasakan (Fontana et al. 2001).
Pada pengujian dilakukan replikasi tiga kali, meskipun bersifat semi kuantitatif,
namun pada beberapa sampel terlihat data persentase fitosterol yang cukup
bervariasi. Hal ini berkaitan dengan analisis fitosterol dalam sampel dari bahan
alam, yaitu kacang tolo dengan kandungan fitosterol relatif kecil, pada bahan
alam terdapat kelonggaran persen rekoveri yang cukup besar.
Dalam pengujian, ekstrak aseton dan kloroform kacang tolo mentah dan
direbus menunjukkan tidak adanya puncak sterol yang terdeteksi. Hal tersebut
membuktikan seluruh sterol telah terekstraksi sempurna pada ekstraksi n-
heksana sebelumnya dan tidak terdapat fitosterol terikat di dalam ekstrak
kloroform.
6

Dalam pengujian ini digunakan database Wiley 7.0 dari instrumen KG-
MSD. Ekstrak n-heksana kacang tolo mentah dan direbus dianalisis dengan KG-
MSD. Kacang tolo mentah dijadikan acuan sebagai pembanding dengan proses
pemasakan, yaitu perebusan. Senyawa fitosterol pada ekstrak n-heksana kacang
tolo mentah dan direbus memiliki fragmen khas terdapat pada Tabel 5. Fragmen
tersebut menandakan kandungan fitosterol dari pengujian KLT dan KG-FID.
Dalam pengujian KG-MSD membuktikan bahwa kacang tolo mentah dan yang
direbus mengandung fitosterol.

Tabel 5 Ion molekular dan fragmentasi kolesterol, kampesterol, stigmasterol, dan


β-sitosterol yang teridentifikasi pada ekstrak n-heksana kacang tolo mentah
dan direbus.

III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kacang tolo mengandung senyawa fitosterol yang terdiri atas kampesterol,
stigmasterol, dan β-sitosterol. Perebusan kacang tolo dapat memengaruhi
komposisi fitosterol pada kacang tolo. Komposisi fitosterol pada kacang tolo
mentah dan rebus keduanya tidak berbeda signifikan.
7

DAFTAR PUSTAKA

Cuomo VL, Trabace S, Schiavone M, Zotti M, Colaianna P, Tucci P, Trotta MG,


Morgese, Francavilla. 2012. Extraction, characterization and in vivo
neuromodulatory activity of phytosterols from microalga dunaliella
tertiolecta. Current Medicinal Chemistry. 19(18):58–67.
[DepKes RI] Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan
Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
Duarte ML, Ferreira MC, Marvão MR, Rocha J. 2002. An optimised method to
determine the degree of acetylation of chitin and chitosan by FTIR
spectroscopy. International Journal of Biological Macromolecules.31(1):1–8.
Fontana AJ, Wacker B, Champbell CS. 2001. Simultaneous thermal conductivity,
thermal resistivity, and thermal diffusivity measurement of selected foods and
soils California, USA. American Society of Agricultural and Biological
Engineers. 95:45– 48.
Gonçalves A, Goufo P, Barros A, Domínguez- Perles R, Trindade H, Rosa EAS,
Ferreira L, Rodrigues M. 2016. Cowpea (Vigna unguiculata L. Walp.), a
renewed multipurpose crop for a more sustainable agri-food system:
nutritional advantages and constraints. Journal of the Science of Food and
Agriculture. 96(9):2941–2951.
Guasch-Ferré M, Liu X, Malik VS, Sun Q, Willett WC, Manson JAE, Rexrode KM,
Li Y, Hu FB, Bhupathiraju SN. 2017. Nut consumption and risk of
cardiovascular disease. Journal of the American College of Cardiology.
70(20):2519–2532.
Ilmi IMB, Ali K, Sri AM. 2015. Cara Pengolahan Makanan Rumah Tangga
Indonesia. Jakarta: Indonesian Food Technology.
Indrayanto G, Studiawan H, Cholies N. 1994. Isolation and quantitation of
manogenin and kammogenin from callus cultures of agave amaniensis.
Phytochemical Analysis. 5:24–26.
Jannah H, Sudarma IM, Andayani Y. 2013. Analisis senyawa fitosterol dalam
ekstrak buah buncis (Phaseolus vulgaris L.). Journal Chemical Program.
6:70–75.
Kumar S, Jyotirmayee K, Sarangi M. 2013. Thin layer chromatography: a tool of
biotechnology for isolation of bioactive compounds from medical plants.
International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research.
18(1):126–132.
McNair HM, Miller JM. 2009. Chapter 8. Qualitative and quantitave analysis. In:
Basic Gas Chromatography. New York: John Willey & Sons, Inc.
Moreau RA, Whitaker BD, Hicks KB. 2002. Phytosterols, phytostanols, and their
conjugates in foods: structural diversity, quantitatively analysis, and health-
promoting uses. Progress in Lipid Research. 41(6):457–500.
Nestola M, Schmidt TC. 2016. Fully automated determination of the sterol
composition and total content in edible oils and fats by online liquid
chromatography-gas chromatography- flame ionization detector. Journal of
Chromatography A. 1463:136–143.
8

Pangastuti HA, Affandi DR, Ishartani D. 2013. Karakterisasi sifat fisik dan kimia
tepung kacang merah (phaseolus vulgaris l.) dengan beberapa perlakuan
pendahuluan. Jurnal Teknosains Pangan. 2(1):20–29.
Rahman M, Probosari E. 2014. Perbedaan kadar kolesterol ldl dan hdl sebelum dan
setelah pemberian sari bengkuang (Pachyrrhizus erosus) pada wanita. Jurnal
of Nutrition College. 3(4):587–594.
Sugijanto NEN, Makayasa CHA, Deseria G, Bridgeta RAI, Putri MR, Setiawan CD,
Sugijanto. 2020. Identifikasi pengaruh proses perebusan dan penggorengan
kacang tolo (Vigna unguiculata L. walp.) terhadap komposisi fitosterol.
Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. 7(1):7–18.
Sundari D, Almasyhuri A, Lamid A. 2015. Pengaruh proses pemasakan terhadap
komposisi zat gizi bahan pangan sumber protein. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. 25(4):235–242.
Triliana R, Soeatmadji DW, Kalim H. 2012. Pengaruh terapi suplementasi fitosterol
pada profil lemak plasma, kadar apolipoprotein (apo) b-48, dan
penghitungan sel busa aorta tikus pascadiet atherogenic. J.Exp. Life Sci.
2(2):70–81.
Wahyuni FD, Asyiah IN, Hariyadi S. 2013. Pengaruh ekstrak n-heksana daging
buah delima putih (Punica granatum) terhadap penurunan kadar kolesterol
darah pada tikus putih (Rattus norvegicus l.) dan pemanfaatannya sebagai
buku suplemen. Pancaran. 2(4):89–99.

Anda mungkin juga menyukai