BIDANG KEGIATAN
PKM PENELITIN
Diusulkan oleh:
Bunga Bunga matahari memiliki nama latin Heliantus annus L. Heli berarti
matahari dan annus yaitu semusim. Dengan begitu, bunga matahari sering disebut
bunga semusim. Tanaman ini berasal dari Meksiko dan Peru, Amerika Tengah.
Tanaman ini telah dibudidayakan secara besar-besaran pada abad ke-18 di
berbagai negara dibenua Amerika. Sementara baru pada tahun 1907 diperkenalkan
di Indonesia oleh seorang ahli pertanian dari Belanda. Bunga matahari
(Helianthus annuus. L) dapat ditanam pada halaman dan taman-taman yang cukup
mendapat sinar matahari sebagai tanaman hias. Tanaman ini cocok di segala cuaca
tetapi tanaman ini paling subur di daerah pegunungan, daerah yang memiliki
kelembaban cukup dan banyak mendapatkan sinar matahari langsung. Bunga
matahari dapat tumbuh didataran rendah sampai ketinggian 1.500 meter di atas
permukaan laut. Di Indonesia tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian tempat
sampai 1000 m dpl dengan curah hujan 50-80 mm/bulan (Hasanah and Wikardi,
1989). Bunga matahari tidak dapat hidup di daerah yang tergenang air. Karena
akar-akarnya akan membusuk. Tanah berpasir hingga tanah liat dan tidak asam
atau asin, serta pH berkisar antara 5,7 – 8,1 merupakan tanah yang baik untuk
pertumbuhan tanaman ini.
2.2 Tempe
Tempe adalah nama kolektif untuk kacang-kacangan, serealia atau hasil
akhir proses pengolahan makanan yang dimasak dan difermentasi, lalu dipenetrasi
dan disatukan bersama oleh miselium dari kapang hidup. Kacang Kedelai Biji
Kuning adalah bahan baku mentah yang biasa digunakan dan lebih digemari
dalam pembuatan tempe (Nout & Kiers, 2005). Mikroflora dalam tempe bersifat
kompleks, karena tempe merupakan hasil dari fermentasi kultur campuran oleh
kapang, ragi, bakteri asam laktat dan berbagai macam bakteri lainya. Genus utama
yang berperan dalam pembuatan tempe adalah kapang Rhizopus, dengan
bermacam spesies seperti R.microsporus, R.oligosporus dan R.oryzae (Nout &
Kiers, 2005). Bakteri asam laktat berperan dalam reaksi asidifikasi kacang kedelai
pada saat perendaman, yang menyebabkan tercegahnya pertumbuhan
mikroorganisme pembusukan (Ashenafi & Busse, 1991; Nout et al., 1987).
Selama fermentasi kacang kedelai, beberapa perubahan biokimia terjadi, yang
dimana meningkatkan kualitas sensori dan gizi dari tempe. Hal ini terutama
disebabkan oleh aktivitas enzim jamur. Kapang Rhizopus spp. memproduksi
berbagai macam enzim diantaranya karbohidrase, lipase, dan protease, yang
memecah senyawa makronutrien menjadi senyawa dengan massa molekul yang
lebih kecil dengan kelarutan air yang lebih tinggi. Selain itu konstituen vitamin,
phytocemicals dan anti-oksidan juga terbentuk (Astuti, 2000; Nout & Kiers,
2005). Kadar dari beberapa Vitamin B kompleks, terutama riboflavin, niasin,
Vitamin B6, dan B12 meningkat saat proses fermentasi, yang disebabkan oleh
aktivitas metabolik bakteri dan jamur (Bisping et al., 1993; Denter et al., 1998;
Keuth & Bisping, 1993). Dalam 100 gram tempe kacang kedelai terdapat
kandungan niacin sebesar 2.6 mg.
.
2.3 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan kondisi saat konsentrasi kolesterol di
dalam darah melebihi batas normal. Hiperkolesterolemia terjadi akibat akumulasi
kolesterol dan lipid pada dinding pembuluh darah. Kolesterol LDL-teroksidasi
berperan dalam pembentukan plak aterosklerosis atau penyempitan pembuluh
darah. Salah satu alternatif yang aman menurunkan kadar kolesterol LDL yaitu
modifikasi pola diet. Diet yang dianjurkan adalah membatasi konsumsi makanan
yang mengandung kolesterol dan mengkonsumsi makanan yang bersifat
antihiperkolesterolemia. Kadar kolesterol total menunjukkan jumlah antara HDL
kolesterol, LDL kolesterol, dan trigliserida. Menurut Anwar (2004), patokan
kadar kolesterol total dalam mendiagnosis hiperkolesterolemia adalah:
1. Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman adalah < 200 mg/dl.
2. Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai
dikendalikan (bordeline high) adalah 200-239 mg/dl.
3. Kadar yang tinggi dan berbahaya bagi pasien (high) adalah > 240 mg/dl.
Hiperkolesterolemia merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya
arterosklerosis dan meskipun tanpa kehadiran faktor lain keadaan ini sendiri sudah
cukup untuk merangsang perkembangan pembentukan lesi. Komponen utama
yang terkait dalam meningkatkan resiko ini adalah low-density lipoprotein (LDL)
kolesterol dimana LDL berperan utama dalam mengangkut kolesterol ke jaringan
perifer. Sebaliknya high-density lipoprotein (HDL) kolesterol terkait terutama
dalam menurunkan resiko pembentukan lesi arterosklerosis. HDL berperan dalam
mobilisasi kolesterol dari berkembang dan membentuk arteroma. HDL juga
berperan dalam mengangkut kolesterol ke hati untuk diekskresi melalui empedu
(Kumar, et al., 2007).
Antara faktor utama yang mempengaruhi kadar kolesterol plasma selain
faktor herediter adalah peningkatan asupan diet tinggi kolesterol dan lemak jenuh
seperti terkandung dalam kuning telur, lemak hewani, mentega dan lain-lain
peningkatan asupan diet ini, dikatakan akan meningkatkan kadar kolesterol
plasma. Sebaliknya asupan diet rendah kolesterol dan/atau dengan rasio diet
lemak tak jenuh mampu menurunkan kadar kolesterol dalam plasma. Gaya hidup
dapat turut memberi efek terhadap kadar kolesterol. Olahraga yang teratur akan
menurunkan kadar LDL dalam plasma, namun meningkatkan kadar HDL
(Botham dan Mayes, 2009). Adapun diet dan gaya hidup adalah faktor yang
terlibat dalam merangsang terjadinya peningkatan atau penurunan kadar kolesterol
maka dapat disimpulkan bahwa hiperkolesterolemia merupakan suatu faktor
resiko yang bisa dimodifikasi (Kumar, et al., 2007).
2.4 Vitamin B3
Niacin, disebut juga vitamin B3 ditemukan pertama kali melalui kondisi
pellagra pada manusia dan juga kondisi yang mirip, yang disebut lidah hitam,
pada anjing. Vitamin B3 mulai disebut niacin pada awal 1940-an. Niacin,
merujuk kepada bentuk generik dari asam nikotinat dan nicotinamide ( atau
disebut juga niacinamide ), yang dimana kedua bentuk ini memiliki aktivitas
sebagai vitamin. Secara struktural asam nikotinat adalah piridin 3-asam
karboksilat, sedangkan nicotinamide adalah amida asam nikotinat. Niacin biasa
ditemukan dalam bentuk nicotinamide pada suplemen, namun bisa saja tersedia
dalam berbagai bentuk dalam makanan. Dalam produk hewani, niacin biasa
ditemukan dalam bentuk nicotinamide NAD, dan NADP.
Selain dari makanan , niacin dapat juga disintesis di dalam tubuh oleh hati
dan jaringan lainya dari asam amino triptofan. Kurang lebih 1 mg niacin
diproduksi melalui pencernaan dari 60 mg triptofan (Advanced Human
Metabolism, 2013).
Konsumsi asam nikotinat dalam dosis besar (>6g/ hari dalam dosis
terpisah ) digunakan untuk pengobatan hiperkolesterolemia. Niacin dalam dosis
farmakologis telah terbukti dapat menurunkan kadar total kolesterol serum,
triasilgliserol, dan LDL secara signifikan, serta meningkatkan kadar HDL dalam
darah. Walaupun mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti, niacin diyakini
berfungsi dalam berbagai cara untuk meningkatan serum lipid. Niasin bekerja
melalui beberapa reseptor seperti G-protein coupled receptor, aktivasi ATP
sintetase dalam hati dan NADPH, serta inhibisi enzim langsung. Niacin (saat
diberikan dalam dosis farmakologis) berfungsi menghambat lipolisis dalam
jaringan adiposa serta mengurangi sintesis dan sekresi VLDL hepatik dari hati,
dan menghambat produksi LDL. Niacin juga menghambat enzim diasilgliserol
asiltransferase dalam hati, untuk menurunkan sintesis triasilgliserol, sehingga baik
secara langsung maupun tidak langsung niacin dapat meningkatkan konsentrasi
kolesterol HDL. (Advanced Human Metabolism, 2013).
RDA niacin untuk wanita dan pria dewasa berturut turut adalah sebesar 14
mg dan 16 mg ekuivalen niacin/hari. Kebutuhan niacin per hari diperkirakan
sebesar 11 mg dan 12 mg untuk wanita dan pria dewasa. Dalam keadaan khusus
seperti keadaaan hamil dan menyusui RDA niacin meningkat menjadi sebesar 18
mg dan 17 mg ekuivalen niacin/ hari. Dikarenakan efek vasodilatoris yang
dihubungkan dengan suplementasi niacin, maka toleransi konsumsi Niacin batas
atas untuk orang dewasa ditetapkan sebesar 35 mg/hari baik dari suplemen
maupun makanan yang difortifikasi (Advanced Human Metabolism, 2013).
BAB 3. METODE PENELITIAN