Oleh :
1. Ichsan Zahid P (226100100111003)
2. Apriliawan H (226100101111005)
3. Firsty Ainun Z.A (226100100111002)
4. Quinnike Aisy M. (2246000239)
Mempelajari sifat dan karakterisasi suatu bahan hasil pertanian menjadi salah
satu hal yang mutlak dalam pengembangan ilmu pangan. Pada makalah ini akan
dijelaskan beberapa metode karakterisasi bahan yang biasa digunakan pada penelitian,
yaitu analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared
(FTIR), serta analisis morfologi permukaan polimer dengan Scanning Electron
Microscopy (SEM).
Pengertian Umum
FTIR merupakan suatu teknik analisis yang cukup penting dalam melakukan
suatu penelitian. Penggunaan metode analisa ini dapat diaplikasikan pada berbagai
macam produk antara lain dalam bentuk cairan, padatan, pasta, bubuk, film, dan gas
(Nandiyanto et al., 2019). FTIR juga merupakan suatu metode yang cepat, spesifik, dan
ramah lingkungan dimana FTIR dapat menganalisa sampel dengan sedikit preparasi
(Nerdy et al., 2021). Analisa FTIR berdasarkan pada saat sampel kontak dengan radiasi
infrared yang dapat menyebabkan bergeraknya molekul dalam sampel sehingga terjadi
penyerapan atau transmisi energi, dengan adanya hal tersebut maka FTIR dapat berguna
untuk menentukan suatu gugus fungsi pada sampel seperti gas, cairan, maupun padatan
(Nandiyanto et al., 2019).
Prinsip Dasar
FTIR menggunakan sinar inframerah untuk meradiasi bahan uji (sampel). Bahan
uji (sampel) yang mendapatkan radiasi sinar inframerah akan menyerap cahaya dan
akan menciptakan berbagai mode getaran. Penyerapan ini berhubungan secara tepat
dengan sifat ikatan dalam molekul. Rentang frekuensi diukur sebagai bilangan
gelombang biasanya diatas kisaran 4000 – 600 cm-1.(Khan et al., 2018)
Sebelum melakukan analisa bahan uji (sampel), latar belakang akan dilakukan
perekaman, untuk menghindari kontaminasi uap air dan udara. Hal ini dilakukan karena
proporsi latar belakang dan spektrum sampel berhubungan langsung dengan penyerapan
spektrum sampel. Spektrum serapan menunjukkan berbagai getaran ikatan yang ada
dalam molekul sampel. Dengan car aini dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus
fungsi dalam suatu molekul.(Khan et al., 2018)
Mekanisme Kerja
a. Instrumen akan menghasilkan seberkas iradiasi infrared
b. Selanjutnya sinar akan melewati inferimeter dan akan terjadi pengkodean
sehingga akan menciptakan interferensi yang disebut interferogram
c. Interferogram akan masuk kedalam sampel dan sampel akan menyerap spesifik
energi yang merupakan karakteristik unik
d. Kemudian detektor akan menangkap sinyal yang keluar dari sampel untuk
dilakukan pengukuran
e. Setelah dilakukan pengukuran, maka hasil dari pengukuran akan dikirim ke
komputer sehingga selanjutnya dapat diberikan kepada pengguna untuk
diinterpretasikan lebih lanjut
Komponen Alat/Mesin
FTIR terdiri dari 5 komponen alat/mesin antara lain: 1) Sumber sinar inframerah (the
Source), 2) Interferometer (The interferometer), 3)Kompartemen Bahan Uji (The
Sample), 4) Detektor (The Detector), dan 5) Komputer (The Computer).(Introduction to
Fourier Transform Infrared Spectrometry, 2001)
Gambar 2. Komponen alat/mesin FTIR (Fourier Transform InfraRed)
1. Sumber InfraRed (The Source): Komponen dari FTIR yang menghasilkan sinar
inframerah. Komponen ini terdiri dari berbagai jenis lampu yang berbeda sesuai dengan
radiasi sinar inframerah yang dihasilkan. Jenis lampu yang digunakan untuk
menghasilkan mid-infrared radiation adalah jenis silicon karbida, jenis lampu yang
digunakan untuk menghasilkan near-Infared radiation adalah tungsten-halogen, dan
jenis lampu yang digunakan untuk menghasilkan far-infrared radiation adalah lampu
mercury discharge.(Khan et al., 2018)
2. Interferometer (The Interferometer): Komponen interferometer merupakan komponen
optik yang merupakan kompoenen penting dalam FTIR. Interferometer terdiri dari
komponen beam spliter (pemecah cahaya), cermin tetap (fixed mirror), dan
cermin bergerak (moveable mirror). Komponen Interferometer berfungsi dalam
mengubah sinar infared menjadi sinyal interferogram.(Khan et al., 2018)
Gambar 3. Komponen Interferometer
4. Detektor (The Detector): Detektor mengubah energi panas atau cahaya menjadi sinyal
listrik. Termal dan fotodetektor adalah dua jenis utama detektor yang digunakan dalam
spektrofotometer FTIR.
a. Detektor Foton
Detektor inframerah semikonduktor adalah detektor yang paling sensitif dalam
spectrometer inframerah, yang mengubah energi foton menjadi muatan listrik oleh
fotolistrik internal. Detektor HgCdTe (MCT), InSb, dan In(Ga) berpendingin
nitrogen cair adalah beberapa contoh detektor kuantum, yang dirancang untuk
mencapai kinerja yang baik di spektrometer FTIR. Pada detektor ini, radiasi
diserap di dalam bahan yang mempromosikan elektron dari pita valensi ke pita
konduksi bahan yang menghasilkan sinyal keluaran listrik yang diamati.
b. Detektor Termal
Detektor jenis ini mengukur perubahan suhu suatu material dengan menyerap
radisi elektromagnetik yang terjadi. Detektor termal mengubah energi panas
menjadi sinyal listrik. Bolometer, thermopiles, termokopel, piroelektrik,
photoacoustic, dan detektor pneumatik adalah beberapa termal detektor yang
paling umum. Detektor termal biasanya menggunakan rentang spektral yang luas.
c. Detektor Piroelektrik
Dibandingkan dengan detektor termal lainnya, detektor piroelektrik kuat dan
murah dan memiliki relatif konstan rentang sensitivitas melalui seluruh rentang
spektral. Trigliserin sulfat (TGS) dan Deuterated TGS (DTGS) detektor adalah
contoh umum dari detektor piroelektrik.
d. Bolometers
Bolometer mendeteksi perubahan suhu dengan mengubah resistansinya. Misalnya,
semikonduktor Ge yang didoping Si dan Sb adalah contoh detektor bolometer.
Bolometer cukup sensitif, tetapi kelemahan utamanya adalah persyaratannya
cairan He serta prosesnya yang lambat.(Khan et al., 2018)
Pengertian Umum
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop
elektron yang menggambar spesimen dengan memindainya menggunakan sinar elektron
berenergi tinggi dalam scan pola raster. Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi
daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200 nm sedangkan elektron bisa
mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2 nm. Elektron berinteraksi dengan atom-atom
sehingga spesimen menghasilkan sinyal yang mengandung informasi tentang topografi
permukaan spesimen, komposisi, dan karakteristik lainnya seperti konduktivitas listrik.
Prinsip
Sinuhaji dan Marlianto (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
pembentukan gambar dengan menggunakan prinsip Scanning, dimana elektron
diarahkan ke objek, gerakan berkas tersebut mirip dengan “Gerakan Membaca”. Scan
unit dibangkitkan oleh scanning coil, sedangkan hasil interaksi berkas elektron dengan
sampel menghasilkan Secondary Electron (SE) dan elektron Backs Scattered (BSc),
diterima detektor SE/BSc, di ubah menjadi sinyal, data sinyal diperkuat oleh Video
Amplifier kemudian disinkronkan oleh scanning circuit terbentuklah Gambar pada
Tabung Sinar Katoda (CRT).
Mekanisme Kerja
a. Electron gun menghasilkan electron beam dari filamen. Pada umumnya electron gun
yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten
yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan yang diberikan kepada lilitan mengakibatkan
terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik
elektron melaju menuju ke anoda.
b. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan sampel.
c. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan
oleh koil pemindai.
d. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron, baik
Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan sampel
dan akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor
CRT.
Komponen Alat/Mesin
1. Kolom Elektron
Kolom elektron adalah tempat elektron dihasilkan di dalam tabung vakum,
difokuskan pada diameter kecil, dan dipindai melintasi permukaan spesimen oleh
kumparan defleksi elektromagnetik. Bagian bawah kolom disebut ruang spesimen.
2. Pistol elektron:
Sinar elektron dipancarkan secara termionik dari senapan elektron yang dilengkapi
dengan katoda filamen tungsten. Tungsten memiliki titik leleh tertinggi dan tekanan uap
terendah dari semua logam, sehingga memungkinkan untuk dipanaskan untuk emisi
elektron, dan juga karena biayanya yang rendah. Jenis pemancar elektron lainnya
termasuk katoda lanthanum hexaboride (LaB6), dan senapan emisi medan (FEG), yang
mungkin dari jenis katoda dingin menggunakan pemancar kristal tunggal tungsten.
3. Lensa Kondensor:
Setelah sinar elektron melewati anoda, akan dipengaruhi oleh dua lensa kondensor
yang menyebabkan berkas berkumpul dan melewati titik fokus. sehubungan dengan
tegangan percepatan yang dipilih, lensa kondensor bertanggung jawab untuk
menentukan intensitas berkas elektron ketika mengenai spesimen.
4. Bukaan:
Fungsi bukaan ini adalah untuk mengurangi dan mengecualikan/ menghilangkan
elektron asing di lensa. Bukaan lensa terakhir yang terletak di bawah kumparan
pemindai menentukan diameter atau ukuran titik elektron pada spesimen. Ukuran
tempat di spesimen sebagian akan menentukan resolusi dan kedalaman area.
Mengurangi ukuran titik akan memungkinkan peningkatan resolusi dan kedalaman area
dengan hilangnya kecerahan.
5. Sistem Pemindaian:
Gambar dibentuk dengan melakukan raster sinar elektron melintasi spesimen
menggunakan kumparan defleksi di dalam lensa objektif. Stigmatisme atau korektor
astigmatisme terletak di lensa objektif dan menggunakan medan magnet untuk
mengurangi penyimpangan berkas elektron.
6. Ruang Spesimen:
Bagian bawah kolom adalah tahap spesimen dan kontrol berada. Spesimen dipasang
dan diamankan ke wadah atau tempat yang dikendalikan oleh goniometer. Elektron
sekunder dari spesimen ditarik ke detektor oleh muatan positif. Kontrol manual dapat
ditemukan di sisi depan ruang spesimen untuk gerakan x-y-z.
7. Detektor Elektron:
Detektor mengumpulkan sinyal yang dihasilkan dari interaksi sinar elektron dengan
spesimen. Detektor elektronik mengubah sinyal menjadi gambar digital dan sinyal yang
paling sering dikumpulkan adalah Elektron sekunder oleh detektor elektron sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry. (2001).
Khan, S. A., Khan, S. B., Khan, L. U., Farooq, A., Akhtar, K., & Asiri, A. M. (2018).
Fourier transform infrared spectroscopy: Fundamentals and application in
functional groups and nanomaterials characterization. In Handbook of Materials
Characterization (pp. 317–344). Springer International Publishing.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-92955-2_9
Mohamed, M. A., Jaafar, J., Ismail, A. F., Othman, M. H. D., & Rahman, M. A. (2017).
Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy. In Membrane
Characterization. Elsevier B.V. https://doi.org/10.1016/B978-0-444-63776-
5.00001-2
Nandiyanto, A. B. D., Oktiani, R., & Ragadhita, R. (2019). How to read and interpret
ftir spectroscope of organic material. Indonesian Journal of Science and
Technology, 4(1), 97–118. https://doi.org/10.17509/ijost.v4i1.15806
Nerdy, N., Margata, L., Meliala, D. I. P., Sembiring, B. M., Ginting, S., Putra, E. D. L.,
Mulyati, A., & Bakri, T. K. (2021). Application of Fourier Transform Infrared
Spectrophotometry Method for Analysis of Metformin Hydrochloride in
Marketed Tablet Dosage Form. Jurnal Kimia Valensi, 7(2), 168–177.
https://doi.org/10.15408/jkv.v7i2.22158
Sinuhaji, Marlianto. 2012. “Pembentukan gambar dengan menggunakan prinsip
scanning”
Wijayanto, Sanjaya Okky., A.P Bayuseno., 2014. Analisis Kegagalan Material Pipa
Ferrule Nickel Alloy N06025 Pada Waste Heat Boiler Akibat Suhu Tinggi
Berdasarkan Pengujian: Mikrografi Dan Kekerasan.
Weiss, A. D. (1983). Scanning Electron Microscopes. Semiconductor International,
6(10), 90–94. https://doi.org/10.1016/s0026-0576(03)90123-1