Anda di halaman 1dari 247

©

PT. PAMAPERSADA NUSANTARA, SITE KPC SANGATTA


SERBA TIGA
PESAN-PESAN MIMBAR
Untuk Perbaikan Kehidupan
Pribadi, Keluarga dan Masyarakat

K.H. Hamim Thohari, B.IRK (Hons)

﴾ 1 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
Untuk Perbaikan Kehidupan Pribadi,
Keluarga dan Masyarakat

K.H. Hamim Thohari, B.IRK (Hons)

Cetakan I, Sept. 2022


(Untuk Kalangan Sendiri)

Desain Cover
HT. SUPRIADI

Gambar Cover
Masjid Agung A-Faruq Bukit Pelangi
Diambil oleh Ina Emira

Tata Letak
HT. SUPRIADI

Diterbitkan oleh:
DKM Al-Barokah
PT. PAMAPERSADA NUSANTARA
Site KPC Sangatta.

﴾ ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


﴾ 2 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
Sambutan
Pembina DKM PAMA Al-Barokah
Bambang A.W. 1

Segala puji bagi Allah, Tuhan yang Maha Esa. Sholawat dan
salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad,
keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga hari Kiamat.
Sungguh tidak disangka jika pandemi covid-19 yang berlangsung
hampir selama tiga tahun itu membawa hikmah tersendiiri,
khususnya bagi karyawan PT. PAMAPERSADA NUSANTARA site
KPC Sangatta, Kutai Timur.
Betapa tidak, ketika masjid-masjid PAMA yang ada di lingkungan
site KPC Sangatta, terpaksa membatasi masuknya para khatib
dari luar, maka dengan terpaksa pula, sebagian karyawannya
harus siap menjadi khatib dan imam sholat jum’at.
Untungnya DKM Al-Barokah, alhamdulillah telah mengadakan
training singkat tentang fiqih khutbah kepada para calon khotib
baru dibawah asuhan Ust. Hamim Thohari. Dan selanjutnya,
beliau juga yang diminta untuk menulis materi khutbah yang
akan disampaikan oleh para khatib internal Perusaan.
Selama tiga tahun, terkumpullah materi-materi khutbah jum’at
itu yang layak untuk dijadikan sebuah buku. Apalagi tulisan
Ustadz Hamim yang banyak menekankan tentang adab dan
akhlaq itu memang layak untuk dijadikan sebagai buku bacaan
dan pegangan bagi setiap karyawan muslim PT. PAMAPERSADA
NUSANTARA di mana pun job site-nya.
Maka sangat tepat sekali jika DKM Al-Barokah berinisiatif untuk
menerbitkan kumpulan materi khutbah tersebut, sebagai salah
satu sarana untuk mewujudkan cita-cita dan visi DKM, yaitu
menjadikan masjid sebagai episentrum, pusat ledakan besar bagi
kebaikan dan adab-adab mulia.

1
Nama aslinya adalah Bambang Agus Witoyo, namun lebih dikenal sebagai
Bambang AW. Beliau adalah Deputy Project Manager, PT. PAMA PERSADA
NUSANTARA, Site KPC Sangatta sekaligus aktif sebagai Pembina DKM AL-
BAROKAH (Masjid-Masjid yang ada di seluruh Job Site PT. PAMA KPCS) dari
tahun 2012-2022.

﴾﴾3v﴿﴿ Serba
SerbaTiga Pesan-PesanMimbar
TigaPesan-Pesan Mimbar
Dengan terbitnya buku kumpulan khutbah ini, diharapkan bisa
menjadi salah satu sumber rujukan ilmu, terutama dalam
masalah adab. Sebab, hari ini adab nyaris menjadi barang
langka. Maka, banyak orang berilmu namun tidak beradab,
sehingga timbul kesombongan dan menganggap dirinya yang
paling benar dan paling pintar.
Terakhir, saya ingin menyampaikan setinggi-tingginya apresiasi
kepada para khatib internal PAMA yang telah bertindak sebagai
khatib dan imam walau pun tidak punya latar belakang
keustadzan. Namun dengan semangat mengamalkan ilmu yang
ada dan dengan pertolongan Allah maka Kalian telah menjadi
khatib “beneran.”
Tentu saja, kami juga banyak berterimakasih kepada Ust. Hamim
Thohari, atas bimbingannya kepada karyawan kami selama ini
dan atas nasehat-nasehatnya, baik melalui kajian-kajian rutin
mau pun melului tulisan.
Semoga Allah senantiasa memberikan perlindungan dan
keselamatan kepada kita semua dengan rahmat dan kasih
sayang-Nya. Wassalaam.

Salam Hormat dan Cinta

Bambang AW.

﴾﴾ vi
4 ﴿﴿ Serba
SerbaTiga
TigaPesan-Pesan
Pesan-PesanMimbar
Mimbar
Sambutan
Ketua DKM PAMA Al-Barokah
Aris Setiyawan.2

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, sholawat dan salam


semoga senantiasa terlimpah kepada Junjungan kita, Nabi
Muhammad, keluarga, shahabat dan para pengikutnya hingga
akhir zaman.

Seperti kata orang, “musibah membawa berkah.” Maka seperti


itulah yang terjadi pada pandemi covid-19 yang al-hamdulllah
telah berlalu. Wabah penyakit yang kurang lebih selama tiga
tahun menggegerkan dunia itu membawa hikmah tersendiri bagi
karyawan PT. PAMAPERSADA NUSANTARA, terutama bagi
jamaah masjid al-Barokah.

Karena masuknya khatib dari luar dibatasi, maka terpaksalah


khatib-khatib baru dari internal karyawan PAMA, harus menjadi
penggantinya. Di sinilah di antara nilai inti karyawan PAMA, yakni
“siap menghadapi setiap tantangan dan mewujudkannya,” diuji.
Alhamdulillah, ada beberapa karyawan dari jamaah Masjid al-
Barokah telah mampu membuktikannya. Maka kesempatan dan
momentum langka untuk menjadi khatib Jum’at itu disambut
oleh jiwa yang menyukai tantangan. Dari terpaksa menjadi
khatib dan imam sholat jum’at, menjadi terbiasa dan kemudian
hasilnya sungguh luar biasa.

Salah satu tool dan sarana yang mendorong keberanian mereka


adalah materi khutbah jum’at yang selalu disiapkan oleh K.H.
Hamim Thohari, Pembina Kerohanian Karyawan PT.
PAMAPERSADA NUSANTARA, Site KPCS. Materi khutbahnya yang
selalu menyajikan tema-tema aktual dibuat sedemikian ringkas,
padat dan jelas. Selalu berkisar dalam tiga pembahasan pokok,
sehingga mudah diikuti dan mudah diingat oleh jamaah.

2
Aris Setiyawan, Asal Magetan, Jawa Timur: Ketua DKM AL-BAROKAH,
sekaligus sebagai ketua Yayasan Insan Mulia PAMA Sangatta dan di PT.
PAMAPERSADA NUSANTARA Site KPCS sebagai Maintenance Instructor Expert
Team Leader Site KPCS.
﴾﴾ vii
5 ﴿﴿Serba
SerbaTiga
TigaPesan-Pesan
Pesan-PesanMimbar
Mimbar
Karena itulah, DKM AL-BAROKAH memandang perlu untuk
menjadikan kumpulan materi-materi khutbah itu sebagai bahan
bacaan bagi seluruh karyawam Muslim PT. PAMA, bahkan cocok
untuk menjadi rujukan materi khutbah di seluruh area kerja PT.
PAMAPERSADA NUSANTARA di mana pun berada.

Sebagai ketua DKM AL-BAROKAH, saya mengucapkan banyak


terimakasih kepada KH. Hamim Thohari atas bimbingannya
selama ini dan atas tulisan-tulisannya yang sangat berguna bagi
kami, mudah-mudahan menjadi ilmun nafi’ (ilmu yang
bermanfaat) yang terus mengalirkan pahala dan kebaikan
kepada beliau sampai kapan pun sesuai kehendak Allah.

Begitu juga, terimakasih kami yang tidak terhingga kepada Pak


Bambang AW. yang selama ini mendampingi kami sebagai
pembina DKM Al-Barokah, semoga Bapak senantiasa dalam
lindungan Allah dan tetap menebar kemanfaatan di mana pun
Bapak ditugaskan.

Kami juga mengucapkan banyak terimakasih dan setinggi-


tingginya apresiasi kepada para aktifis Masjid al-Barokah yang
tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu, yang telah
mengorbankan waktunya untuk mendukung dan menjalankan
berbagai program DKM sehingga masjid kita tidak pernah sepi
dari kegiatan. Hanya Allah-lah yang pantas memberi balasan
untuk mereka dengan balasan yang terbaik.

Akhirnya, kepada Allah kami serahkan segala urusan dan hanya


kepada-Nya juga kami berharap segala kebaikan senantiasa
dilimpahkan untuk kita semua. Walhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin.

Salam Hormat dan Cinta

Aris Setiyawan

6 ﴿﴿Serba
﴾﴾viii SerbaTiga Pesan-PesanMimbar
TigaPesan-Pesan Mimbar
Pengantar Penulis
َ ُ َ َ ‫َْْ ْ ََ َ ه‬ ْ َّ ْ ‫ْ َ ْ ُ ه‬
ْ ‫َال َقائل‬
َ ُ ‫َبك َال َيخَلق َ" َ َوال َّص ْة ََ َوال َّس ْم‬ ‫ِليل"َ َاقرأ َََباسْ َم‬
َ ‫ن‬َ‫َف َُم ْحك َ ُمَالت ْز‬
‫ي‬ َ َ ‫ّلِل‬
َ َ َ‫اَلحمد‬
ُ َ َْ َ ْ ْ َّ
َ ‫َحثَأ َّم َت ُه‬ َ َّ َ ُ َ
َ "‫َو َك ْع َد‬، ‫وآل ََهَ َو َص ْح َب َهَأجم َع ْي‬ َ
َ َ َ
َ ‫َعَلَالق َر‬
‫اء‬ َ ‫َل ْن ََم ْن‬
‫ز‬ ْ ‫د‬
ٍ ‫م‬ ‫عَلَمح‬
Alhamdulillah, setelah tiga tahun menjalani masa sulit dengan
pandemi covid-19, Allah mengaruniakan kesehatan kepada kita
semua. Dalam masa itu, saya dipercaya DKM Al-Barokah, PT.
PAMAPERSADA NUSANTARA Site KPC Sangatta, untuk menulis
materi khutbah jum’at untuk para khatib internal Perusahaan.
Dengan izin Allah, materi-materi khutbah jum’at itu, telah
disetujui oleh DKM al-Barokah untuk diterbitkan menjadi sebuah
buku bacaan, khususnya untuk para karyawan. Namun, buku ini
juga masih bisa dijadikan materi khutbah jum’at, tinggal
menambahkan rukun-rukunnya di awal khutbah pertama dan
membaca rukun-rukunnya pada khutbah kedua.
Oleh sebab itu, di akhir buku ini disertakan Fiqih Khutbah Jum’at
Singkat, terutama tentang rukun-rukun khutbah serta penera-
pannya dalam teks khutbah. Disertakan juga doa-doa untuk
dibaca pada khutbah kedua yang bisa dipilih oleh khatib sesuai
tema khutbahnya. Dan, buku ini diberi judul “SERBA TIGA
PESAN-PESAN MIMBAR, Untuk Perbaikan Kehidupan Pribadi,
Keluarga dan Masyarakat,” sesuai dengan tema dan isi materinya
yang konsisten menekankan tiga perkara.
Terakhir, saya ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada
Mas Aris Setiyawan, Ketua DKM Al-Barokah atas ide-ide dan
dukungannya untuk kebaikan jamaah, dan juga kepada Pak
Bambang AW. atas bimbingannya kepada para jamaah dan
perhatiannya terhadap kemakmuran seluruh masjid di
lingkungan tambang PAMA Site KPCS. Tidak lupa, saya juga
berterimakasih kepada para khotib intenal PT. PAMA atas
kesediannya untuk membaca teks khutbah yang saya tulis.
Dengan terbitnya buku ini, mudah-mudahan menjadi salah satu
rujukan nasehat yang berguna untuk kita semua.
Bak kata pepatah, “tidak ada gading yang tak retak”, jika ada
kekurangan dan kesalahan dalam buku ini, penulis terbuka untuk
menerima masukan. Wal-hamdulillaahi Rabbil ‘Aalamiin.

Sangatta, Sabtu 14 Shafar 1444 H.


K.H. Hamim Thohari, B.IRK (Hons)

﴾ 7ix﴿﴿ Serba
SerbaTiga Pesan-PesanMimbar
TigaPesan-Pesan Mimbar
Daftar Isi

 Sambutan Pembina DKM al-Barokah .…………….……… v


 Sambutan Ketua DKM al-Barakah ………..…............... vii
 Pengantar Penulis …………………………………..……….…. ix
1. Bulan Muharram ………………………………………..….….… 10
A. Tiga Hikmah Pergantian Tahun …………………..…... 10
B. Tiga Makna Hijrah ……………………………..…….…….. 14
C. Tiga Cara Agar Istiqomah ……………………………..... 17
D. Tiga Kemulian Manusia yang Wajib Dijaga ……..… 21
E. Tiga Jebakan Setan …………………………………….….. 26
2. Bulan Shofar ………………………………………………….…… 31
A. Tiga Cara Menghadapi Cobaan Hidup ………….……. 31
B. Tiga Cara Menjaga Kedaulatan Bangsa ………….…. 33
C. Tiga Asas Keteladanan ………………………………..…. 38
D. Tiga Urgensi Keteladanan Bagi Pemimpin ……….... 42
3. Bulan Rabiul Awal ………………………………………………. 47
A. Tiga Kepentingan Dua Kalimat Syahadat ………….. 47
B. Mengenal Tiga Hal: Iman, Islam dan Ihsan ………. 51
C. Tiga Kepentingan Peringatan Maulid ………………… 55
D. Tiga Aspek Keteladanan dari Pribadi Nabi …………. 58
4. Bulan Rabiul Akhir ……………………………………………… 63
A. Tiga Arti Keislaman Kita ………………………………….. 63
B. Tiga Jalan Keselamatan ………………………………….. 67
C. Tiga Kekayaan yang Paling Berharga ……………….. 69
D. Tiga Tanda Ketaqwaan …………………………………… 72
E. Tiga Amalan untuk Meraih Ketenangan ……………. 74
5. Bulan Jumadil Awal …………………………………………….. 78
A. Tiga Sikap Menghadapi Ujian …………………………. 78
B. Tiga Amalan Penghapus Dosa ………………………… 80
C. Tiga Amalan Lisan …………………………………………. 82
D. Tiga Etika Bicara di Ruang Publik …………………….. 86
6. Bulan Jumadil Akhir ……………………………………………. 91
A. Tiga Urgensi Mempelajari Ilmu Agama …………….. 91
B. Tiga Alasan Kenapa Harus Berdoa …………………… 95
C. Tiga Cara Mengundang Rahmat ………………………. 98
D. Tiga Bahaya Makanan Haram ………………………….. 102
E. Tiga Amalan Memasuki Tahun Baru …………………. 107
7. Bulan Rajab ……………………………………………………….. 111
A. Tiga Manfaat Taqwa ………………………………………. 111
B. Tiga Tingkatan Golongan Muslim …………………….. 115
﴾ 8x ﴿﴿ Serba
﴾ SerbaTiga
Tiga Pesan-Pesan
Pesan-Pesan Mimbar
Mimbar
C. Tiga Sifar Ummat Terbaik ……………………………….. 120
D. Tiga Persiapan Menjelang Ramadan ………………… 124
8. Bulan Sya’ban …………………………………………………… 131
A. Tiga Ilmu Fardhu ‘Ain …………………………………….. 131
B. Tiga Jalan ke Surga ……………………………………….. 135
C. Tiga Tanda Cinta …………………………………………… 140
D. Tiga Tangga Kemulian …………………………………… 144
E. Tiga Bekal Memasuki Bulan Ramadan ……………… 149
9. Bulan Ramadan …………………………………………………. 153
A. Tiga Harapan dalam Berpuasa ………………………… 153
B. Tiga Sebab Ramadan Bulan al-Qur’an ……………… 156
C. Tiga Cara Meraih Surga …………………………………. 159
D. Tiga Puncak Kemenangan Ramadan ……………….. 163
10. Bulan Syawal …………………………………………………….. 167
A. Tiga Perkara Penting untuk Diketahui ……………… 167
B. Tiga Cara Mempertahankan Kemenangan ……….. 171
C. Tiga Kualitas Pribadi Bertaqwa ……………………….. 175
D. Tiga Kiat Menjaga Amal Kebaikan …………………… 178
11. Bulan Dzul Qa’dah ……………………………………………… 182
A. Tiga Cara Menjaga Kehormatan Bulan Haram ….. 182
B. Tiga Akhlaq Muslim ……………………………………….. 185
C. Tiga Karakter Muslim dalam Bermasyarakat …….. 190
D. Tiga Persiapan untuk Berkurban ……………………… 194
12. Bulan Dzul Hijjah ……………………………………………….. 198
A. Tiga Hikmah Berkurban ………………………………….. 198
B. Tiga Doa Mustajab Nabi Ibrahim, as. ……………….. 202
C. Tiga Pelajaran Hidup dari Nabi Ibrahim, as. …….. 207
D. Tiga Misi Manusia di Muka Bumi ……………………… 209
E. Tiga Keburukan Tidur Saat Khutbah Disampaikan 212
 Pesan-Pesan Dua Hari Raya ………………………………… 217
A. Pesan Idul Fitri ………………………………………………. 217
B. Pesan Idul Adha …………………………………………….. 224
 Fiqih Singkat Khutbah Jum’at ………..…………………….. 230
A. Pengertian Khutbah ……………………………..………… 230
B. Rukun-Rukun Khutbah ………………………….………… 230
C. Penerapan 5 Rukun Khutbah dalam Teks Khutbah 232
D. Doa-Doa Pilihan untuk Khutbah Kedua …………….. 235
 Bahan Rujukan ……………………………………… ………….. 242
 Tentang Penulis …………………………………………………. 245

﴾﴾ xi
9 ﴿﴿ Serba
SerbaTiga
TigaPesan-Pesan
Pesan-PesanMimbar
Mimbar
PERTAMA
Bulan Muharram

A. Tiga Hikmah Pergantian Tahun

Saudaraku yang dirahmati Allah


Meskipun Allah dan Rasul tidak menetapkan pergantian tahun,
berdasarkan peredaran matahari atau bulan sebagai hari raya
bagi ummat Islam. Namun adanya pergantian tahun bisa
dijadikan pelajaran dan ibrah bagi kaum beriman. Sebab Allah
berfirman:
َ ُ ‫اَوال َّْ ْ ْ ْ ْ ْم َ ََو ْال َق َم َر‬ ‫َ ُ ْ ْ َ َ َ َ َ ه‬
َ ‫َالق ْا َلَ َس ْ ْ ْ ْق َم‬ ْ ْ َْ َ َ
ََ‫َح ْسْ ْ ْ ْ َبا ا‬ ‫َاْلصْ ْ ْ ْبا ز َوجعل‬ َ َ ‫ذ َٰ َل َتق َد ُيرَال َع زز زِليزَال َع َق‬
َ "‫ام ف َال‬
“Dialah yang menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk
beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk
perhitungan. Itulah ketetapan Allah yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui.” (al-An’aam: 96)

Pergantian jam menjadi hari, bulan menjadi tahun, baik dihitung


dengan peredaraan bulan atau matahari adalah sama-sama
ketentuan Allah serta menjadi bukti bahwa Allah itu adalah
Tuhan yang Maha Perkasa dan Maha Mengetahui. Dialah yang
menjadikan segala yang terjadi di dunia ini. Termasuk kehidupan
kita, melewati hari demi hari hingga tahun demi tahun adalah
karena kekuasaan-Nya. Maka ada beberapa pelajaran penting
atas perjalan waktu dan tahun yang telah kita lalui, sekaligus
menjadi kesempatan untuk mempersiapkan bekal kehidupan kita
sesudah mati.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Ada tiga pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa pergantian
tahun, seperti yang akan dijelaskan berikut ini:

﴾ 10 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


1. Sebagai Kesempatan untuk Menyesali dan Menangisi
apa yang kita lewatkan
Pergantian tahun bukanlah sebuah peristiwa yang patut
dirayakan dengan hura-hura dan acara-acara yang melalaikan.
Justru sebaliknya, seharusnya kita menangis dan meratapi apa
yang telah kita lewatkan, karena kesempatan yang terlepas tidak
akan berulang dan masa muda tidak akan kembali.

Pergantian tahun adalah tanda bahwa jatah hidup kita di dunia


semakin berkurang, ajal kita semakin mendekat. Kedatangan
tahun baru, berarti sebuah kehilangan sebagian dari diri kita.
Sebagaimana Imam Hasan al-Basri mengingatkan kita:
َ ُ َ َ َ َ ‫ُه‬ َ ْ َّ َ
َ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ‫اَاَ َن َآَ َ َ ََّ َم ْاَأ ٌْ َأ َّي ْا ه َبق َم ْاَذَ ْ ََ ََي ْك ه َذَْ ْ ََ ََب ْع‬
ْ ْ ‫ َي‬Artinya: “Wahai anak
Adam, engkau hanyalah kumpulan hari-hari, sehari saja harimu
pergi, maka pergilah sebagian dari dirimu.”

Jangan sampai tahun baru membutakan mata hati kita dan


menutup kesadaran dari melakukan perbaikan sampai ajal
menjemput. Dan pada saat itu baru timbul kesadaran dan
penyesalan, di mana sesal kemudian tidak ada gunanya. Maka
ْ َ ُ َّ ُ ْ ‫ََ ه‬ َّ
ََ ‫ج َء ََي ْك َم َئ ٍي ََب َج َهم َمَ ََي ْك َم َئ ٍي ََيتيك ُر‬
Allah, Swt. berfirman: ََٰ ‫َاْلَسن َسْ ْ ْاٰى ََوأ ْ َٰاَلهَاليك َر‬ ‫وَ ي‬
َ
Artinya: “Dan digiringlah (mereka) pada hari itu ke neraka
Jahannam. Pada hari itu manusia baru tersadar, (namun) apalah
gunanya kesadaran (saat itu.)” (al-fajr: 23)

Mereka menyesal dan minta dikembalikan lagi ke dunia:


َ َّ ُ ‫َ ه‬ َ َ ْ َ َ َ َ ُ َ ْ َ ْ ُ َ
َ‫اَبَّكماَأل زر ْجماَ ْع َم ْلَ َص ْ ْ ْ ْ ْ َال َحاَۚ ْْ َنَال َيخَكماَ ْع َم ُل‬‫ وَمَيص ْ ْ ْ ْ َْ زرلكٰى ََفَه‬Artinya:
“Mereka berteriak di dalam neraka, ‘Wahai Tuhan kami,
keluarkanlah kami (dari sini) agar kami mengerjakan kebaikan,
bukan perbuatan yang dulu kami lakukan.”

Namun kemudian dijawab oleh Allah:


َّ َْ ‫قظالم‬ ‫َ َ َ ه َ َ َ َ ُ ُ َّ ُ َ ُ ُ َ َ ه‬ ‫َ ْ ُ َ َ ُ َّ َ َ َ ه‬
َ‫ي ََمنَ َص ْ رن‬ ْ َ َ ‫اَل‬ َ ‫أولمَ عم ْركمَماَيتيك ُر ََف‬
َ ‫اهَمنَتيكرَوجاءبمَالم َييرََۖفيوقكاَفم‬
“Bukankah Aku telah memberikan umur panjang kepada-Mu
(cukup) untuk berfikir (sadar) bagi orang yang mau berfikir
(menyadari); dan (lagi pula) telah datang kepadamu pemberi

﴾ 11 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


peringatan. Maka rasakanlah (azab Kami) dan bagi orang-orang
zholim tidak ada siapa pun yang akan menolongnya.” (Fatir: 37)
Kedatangan tahun baru haruslah menyadarkan kita bahwa
ternyata banyak kesempatan dan kebaikan yang telah kita
lewatkan. Tidak cukup sampai di situ, kesadaran harus
menimbulkan penyesalan dan mendorong kita untuk bertaubat
dan melakukan perbaikan, mumpung masih hidup di dunia.

2. Kesempatan untuk mensyukuri segala nikmat Allah


Hidup adalah nikmat dan karunia Allah. Setiap hembusan nafas
adalah nikmat. Jika kita menghitung nikmat-Nya, kita tidak akan
mampu, begitulah yang difirmankan-Nya dalam surat an-Nahl
ayat 18. Ketika bangun tidur, dan ternyata kita telah berada di
detik dan waktu di tahun baru, kita telah mendapatkan nikmat
kehidupan baru.

Jangankan menghitung nikmat-Nya sejak kita dilahirkan di dunia


ini, menghitung nikma-Nya selama setahun yang lalu saja kita
tidak akan mampu. Apa lagi harus memberikan kompensasi atas
kebaikan Allah kepada kita, tidak ada siapa pun yang mampu.
Cukuplah kewajiban kita bersyukur atas segala nikmat-Nya. Allah
berfirman:
‫َ ه‬ َ َ َّ ْ ُ ْ َ ْ ِ َ ْ ُ َّ َ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ِ ْ ُ ُّ َ َ َّ َ ْ َ
‫ و َإذَتأذٰىَبككمَل َيَشْقرتمَأ زِِليد كمََۖول َيَكَرتمَ ََّٰىَعي َ ي‬Artinya: “Dan
َ ‫ااَلْ َد‬
‫يد‬
ingatlah ketika Tuhan-Mu menyatakan, ‘sungguh jika kalian
bersukur, niscaya akan Ku-tambahkan (ni’mat-Ku) kepadamu
dan sungguh jika kalian ingkar (kepada-ku) sungguh siksaan-Ku
benar-benar sangat berat.” (Ibrahim: 7)

Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah, bersyukur itu ada tiga


rukunnya. Pertama, bersyukur dengan hati berupa keimanan
bahwa segala nikmat adalah dari Allah maka harus diterima
dengan senang hati dan qanaah. Kedua, bersyukur dengan lisan,
yaitu dengan senantiasa memuji Allah dengan kalimat-kalimat
pujian dan menunjukkan rasa terimaksih kepada Allah dengan
ucapan-ucapan yang baik. Ketiga, bersyukur dengan perbuatan
dengan menggunakan segala nikmat Allah untuk menaati-Nya
bukan untuk berma’siyat kepada-Nya.

﴾ 12 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Salah satu nikmat Allah terkait dengan tahun baru adalah bahwa
ketika masih hidup di tahun ini berarti kita diberi nikmat umur.
Untuk mensyukurinya dengan hati maka kita harus berniat untuk
mengisi umur kita di tahun ini dengan kebaikan-kebaikan. Syukur
dengan lisan, maka tidak henti-hentinya mulut kita memuji Allah
atas kemurahan-Nya.

Maka perbuatan kita hendaklah membe-narkan syukur hati dan


lisan kita dengan melaksanakan niat dan ucapan kita ke dalam
perbuatan-perbuatan baik demi menaati Allah. Sebagaimana
perintah Allah kepada Nabi Dawud, as.:
ْ ُ َ َ َ ُ ْ
‫كاَآلََ ُاووََشق َرا‬ ‫اع َمق‬ “Beramal-lah wahai keluarga Dawud, sebagai
bentuk syukur!” (Saba’: 13)

3. Kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang kita


lakukan
Manusia tidak lepas dari salah dan dosa, ketika kita menyadari
kesalahan dan kekurangan yang telah lewat, dan Allah masih
memberi kita kehidupan di tahun baru ini, berarti Allah masih
memberi kita kesempatan untuk menyempurnakan kekurangan
dan memperbaiki kesalahan kita yang lalu.

Maka kesempatan ini tidak boleh kita sia-siakan. Sebab barang


siapa yang berusaha memperbaiki kesalahan-kesalahan masa
lalunya dan berusaha dengan sungguh-sungguh melakukannya,
Allah akan memberikan pahala berlipat ganda. Sebagaimana
sebuah hadits dari Abu Hurairah sabda Rasulullah, saw.:
َ ُ َ ْ ُ ُ َ ْ ُ َ ُ َ ْ َ َ َ َ ُّ ُ َ ُ َ َ ْ ْ ُ ُ َ َ َ ْ َ
َََ ‫ل َْأ ْمبال َهاَ ََّ َ َسْ ْ ْب َع َمائ‬
ْ ‫ََله ََب َع ز‬ ‫ََّذاَأحسْ ْنَأحدبمَ ََّسْ ْةمهَفكلَحسْ ْم ٍََيعمقهاَتبت‬
ْ ُ ُ َ ْ ُ ُ َ َُ ْ َ
‫ََله ََب َمب َق َها‬ ‫َوك ُّلَ َس ْ َةئ ٍَ ََي ْع َمق َهاَتبت‬،َ ٍ ‫ ضْع‬Artinya: “Jika salah seorang di
antara kamu memperbaiki keislamannya maka setiap kebaikan
yang dilakukannya akan dicatat untuk-nya sepuluh kali
(kebaikan) hingga tujuh ratus kali; dan setiap keburukan yang
dilakukannya (hanya) dicatat baginya sebagai satu kesalahan
saja.” (Hr. Bukhari)

﴾ 13 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


B. Tiga Makna Hijrah

Saudaraku yang dirahmati Allah


Dijadikannya peristiwa hijrah Rasulullah, saw. sebagai patokan
kalender Islam oleh Khalifah Umar bin Khattab, ra. adalah karena
hijrah merupakan sebuah fase perjuangan yang sangat penting.

Dengan berhijrah, bukan saja memperoleh kebebasan dari


penindasan, namun juga menjadi awal dari sebuah kemenangan
menuju penyembahan kepada Allah dan pengamalan ajaran
Islam dengan lebih sempurna.

Allah, Swt. berfirman:


‫َ ه‬ َ ََ ْ ُ َ ْ َْ ‫ه‬ َ ْ ‫واَو َجْا ََْ ُد‬ َ ََْ ‫كاَو‬
َ ‫اج ُر‬ َ ‫َآم ُم‬
َ ‫ين‬َ ‫ا هلْي‬
َ ‫َوأ َ َس ْ ْ ْ ْ ْ َه ْم َُأ َعظ ُمََبجَْ ْ ََعمْْد‬
ََ‫َاّلِل‬ َ ‫َاّلِلَ َبْأمك َال َهم‬
َ ‫واَفَس ْ ْ ْ ْ ْ َِاْ َْل‬
‫ي‬ َ َ
َ َ ُ َ
َ ‫ َوأول َٰ َئ ْ ََ ُمَالَ ْ َائ ُزوٰى‬Artinya: “Dan orang-orang yang beriman dan
berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa
mereka sangat agung kedudukannya di sisi Allah, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan.”(at-Taubah:20)

Saudaraku yang dirahmati Allah


Hijrah dalam pengertian tradisional mengacu kepada pergerakan
manusia dari satu tempat ke tempat yang lain untuk perbaikan
kehidupan mereka. Seperti berpindah karena mencari sumber air
atau tempat yang cocok untuk dihuni.

Dalam perkembangannnya, hijrah mempunyai arti yang luas dan


penerapan yang lebih menyeluruh, baik itu dalam pengertian
duniawi mau pun ukhrawi. Bahkan niat atau motivasi Hijrah
(faktor yang mendorong dan menggerakan manusia untuk
melakukan suatu perbuatan) menjadi tolok ukur diterima atau
tidaknya sebuah perbuatan dalam Islam.
ُ َ َّ َ َ َْْ َّ
Rasulullah Rasulullah, saw. bersabda: َ‫اَل َك َل‬ َ
َ ‫َو َإ م‬،‫ات‬
َّ َ
َ ‫َّ ماَاأعمال ََبالما‬
َ‫ ْامرئ ََماَ َ ك‬Artinya: “Hanyalah segala perbuatan itu tergantung
‫ز ر‬
kepada niatnya, dan hanyalah akan diterima (atau tidaknya)
perbuatan seseorang itu sesuai dengan apa yang dia niatkan.
Maka barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasulul-Nya maka
hijrahnya adalah karena Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa
hijrahnya karena dunia atau wanita yang ingin dinikahi, maka
hijrahnya adalah karena itu.” (H.r. Bukhari)

﴾ 14 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Saudaraku yang dirahmati Allah
Dalam konteks kita pada hari ini, para Ulama’ mengkategorikan
hijrah menjadi tiga: Hijrah Amali, Hijrah Makani dan Hijrah
Ma’nawi. Berikut ini penjelasan dari tiga bentuk hijrah tersebut:

Pertama: Hijrah Amali


Hijrah amali adalah kepindahan sikap dan prilaku seseorang dari
perbuatan buruk kepada perbuatan baik, dari kemaksiatan
kepada ketaatan. Dan dari pendukung kebatilan menjadi
pendukung kebaikan. Biasanya, ini dilakukan oleh seorang
muslim, namun belum menjalankan syariat Islam dengan benar.
Sholatnya masih suka bolong-bolong dan masih suka bermaksiat.

Berjirah amali inilah yang diisyaratkan oleh Nabiْ Muhammad,


ُ َْ ُ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َُ َ
saw. dalam sabda-nya: ‫َماَ َهَهللاَعم َه‬‫اجرَمنََاجر‬َ ‫ والمه‬artinya: “Al-
Muhajir (orang yang berhijrah) itu adalah orang yang mening-
galkan apa yang dilarang oleh Allah mengenainya.” (Hr. Bukhari)

Sebagaimana, fenomena hijrahnya para artis dewasa ini. Mereka


berusaha untuk melakukan perbaikan diri dalam pengamalan
agamanya dengan meninggalkan kehidupan hura-hura dan
pergaulan bebas kepada kehidupan yang lebih Islami, lebih taat
dan lebih religius. Maka sikap mereka itu bisa dikategorikan ke
dalam makna hijrah yang pertama ini. Yaitu meninggalkan
prilaku dan sikap yang dilarang oleh Allah kepada prilaku yang
lebih dicintai dan diredhoi oleh Allah.

Kedua: Hijrah Makani


Hijrah yang kedua ini adalah kepindahan dari segi ruang atau
tempat dengan tujuan tertentu. “Bila tujuannya semata-mata
karena Allah dan Rasul-Nya, maka pelakunya mendapatkan
pahala dan redha-Nya. Dan jika tujuan berhijrah-nya adalah
untuk mendapatkan keuntungan duniawi, atau mengejar wanita
yang ingin dinikahi maka itulah nilai kepindahan yang akan dia
peroleh”.

Rasulullah, saw. bersabda:


ُ ُ َ ْ َ َ َ ُ ُ َ َ ُ ُ َ َ
َ ََّ‫ََ ْج َرته‬
َ ‫َومنَباٰى‬،‫كله‬
ُ ََ
َ ْ ْ َ ْ ْ ْ ْ‫َهللاَوبس‬
َ ََّ‫كلهَف َه ْج َرته‬َ ْ ْ ْ ْ ْ ْ‫َهللا ََو َب ُس‬
َ ََّ‫ََ ْج َرته‬
َ ‫ف َم ْنَبْاٰى‬
َ َ ُ ُ َ ْ ُ َ ْ ُّ
ُ
(‫واهَالبخابخَومسقم‬ ‫(ب‬. ‫اج َرََّل ْا ََه‬ َ ََ‫ا‬ ‫َام َرأ ٍ ََيم َب ُح َهاَف َه ْج َرتهََّ َم‬ ْ ‫اَيص ْة ُب َهاَأو‬
‫ز‬ َ ‫الد ا‬

﴾ 15 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


“Barangsiapa yang berhijarah untuk Allah dan rasul-Nya maka
hijrahnya untuk Allah dan rasul-Nya, dan barangsiapa yang
hijrahnya demi dunia yang ingin raihnya atau demi perempuan
yang ingin dinikahinya, maka (apa yang didapatkan) sesuai
dengan apa yang diniatkannya.” (H.r. Bukhari dan Muslim)

Maka hukum hijrah makani tergantung niatnya. Jika kepindahan


seseorang dari satu tempat atau negara karena untuk
menyelamatkan agamanya, karena hidup di sebuah negara
tertentu, dia tertindas atau tidak bisa melaksanakan agamanya,
maka hijrah atau kepindahannya ke tempat yang lebih aman
adalah sebuah kewajiban atasnya.

Seperti halnya jika ada tempat kerja yang mengekang


karyawannya untuk menjalankan ibadah bahkan melarangnya,
maka karyawan tersebut wajib mencari tempat kerja yang lain.

Ada pula jenis hijrah makani atau berpindah tempat dengan


tujuan untuk mencari nafkah demi kehidupan yang lebih baik.
Atau hijrah untuk mencari lingkungan pergaulan yang lebih baik
adalah hijrah yang dianggap baik dalam agama. Termasuk jika
niatnya adalah untuk mencari rizqi yang halal untuk kehidupan
keluarganya maka hukumnya boleh, bahkan menjadi bagian dari
ibadah. Namun jika pindah tempat untuk mencari rizqi yang
haram walau pun untuk kehidupan materi yang lebih baik, maka
hijrah semacam itu adalah haram hukumnya.

Ketiga: Hijrah Ma’nawi


Adalah kepindahan secara spiritual dan keyakinan. Jenis hijrah
dalam kategori yang ketiga ini bahkan disebutkan dalam al-
Qur’an dalam wahyu-wahyu yang pertama turun, yaitu firman
ْ َ
Allah, Swt.: ‫الر ْج َزَفاَ ُج ْ َر‬
ُّ ‫ َو‬Artinya: “Dan terhadap rujz (kotoran hati:
kesyirikan, kemunafikan dan dosa-dosa lainnya), maka jauhilah
(berhijrah-lah)!” (al-Muddats-tsir:5)

Menurut para mufassir, makna rujz bisa berarti sesembahan


berupa patung-patung dan berhala-berhala, atau bisa berarti
keburukan hati dan kebusukan jiwa. Inilah hijrah yang pertama
diperintahkan. Agar seorang mukmin meninggalkan segala
keyakinan yang batil dan pandangan ketuhanan yang salah. Atau

﴾ 16 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


menghindari keadaan hati, jiwa dan pemikiran yang buruk dan
kotor menuju keyakinan dan pemahaman yang baik dan benar.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Ketiga makna hijrah di atas masih saja relevan dalam kehidupan
kita di zaman ini. Bahkan setiap saat kita harus hijrah ‘amali
(hijrah dalam segi amal) untuk terus meningkat dan berubah dari
bersikap dan berprilaku kurang baik kepada yang lebih baik, dari
kemalasan kepada kesungguh-sungguhan, dari ketidak disiplinan
menjadi disiplin dan kepada sikap-sikap dan perbuatan positif
lainnya.

Begitu juga berhijrah secara makani (berpindah tempat) juga


tetap berlaku. Kondisi lingkungan dan pergaulan yang tidak baik
dan berdampak buruk kepada kehidupan kita harus ditinggalkan
dan mencari lingkungan yang positif, yang memberikan
pengaruh baik dalam kehidupan diri, keluarga dan sosial kita.
Sepertimana kita juga butuh hijrah ma’nawi, sebab setiap saat
kejahatan jiwa dan setan selalu menggoda kita untuk berbuat
buruk. Sebab itu kita harus selalu dapat mengendalikan diri dan
mengarahkan kepada pikiran postif dan hati yang bersih.
Sedangkan solusi yang terbaik untuk itu adalah selalu
membersihkan diri dengan menjaga sholat, dzikir, baca al-Qur’an
dan berkawan dengan orang-orang sholeh.
Mudah-mudahan kita semua dapat menghayati tiga bentuk
hijrah tersebut dan menjalankannya sepanjang hayat kita untuk
mendapatkan ridha Allah, swt.

C. Tiga Cara Mempertahan Istiqomah

Saudaraku yang dirahmati Allah


Hari ini kita berada di bulan Muharram, bulan yang disebut oleh
Nabi sebagai syahrullaah, bulannya Allah. Dan, segala perkara
yang disandarkan kepada Allah berarti menunjukkan keistime-
waan dan keutamaannya. Karena bulan Muharram adalah salah
satu dari bulan haram, yakni bulan yang dimuliakan Allah, seperti
bulan Dzul Hijjah sebelumnya.

﴾ 17 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Di antara keistimewaan tahun Hijriyah adalah akhir tahunnya
ditutup dengan bulan haram, yakni bulan Dzul Hijjah dan awal
tahunnya diawali dengan bulan haram juga, yakni bulan
Muharram. Hal itu membawa harapan bahwa ketika kita
mengakhiri tahun kemarin dengan kebaikan dan mengawali
tahun ini dengan kebaikan, maka mudah-mudahan kita selalu
dalam kebaikan.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Setiap muslim pasti ingin bersikap istiqomah, selalu berkomitmen
menjalankan kebaikan. Maka berikut ini akan dijelaskan tiga cara
agar kita tetap istiqomah, yaitu:
1. Beribadah dengan penuh keikhlasan
2. Selalu Menambah Ilmu Agama
3. Berkawan dengan orang-orang sholih.

Sebelum itu perlu diketahui terlebih dahulu manfaat istiqomah,


seperti yang disebutkan dalam firman Allah, Swt.:
ُ َ َ َ ُ َ َ َّ ُ َ َ ْ ُ ْ َ ُ َّْ َْ َ َ ُ َ َ ْ َّ ُ ُ ‫َّ ه َ َ ُ َ ُّ َ ه‬
َ‫كاَوََت ْح َز كا‬ ‫ََّٰىَال ْ َيينَق ْالكاَبكم ْاَاّلِلَسمَاسْ ْ ْ ْ َْْتق ْامكاَتتنلَعقَ َهمَالمة َئق ََْأََتخ ْاف‬
َ ُ َ ُ ْ ُ ُ ‫ْ َ َّ ه ي‬ ُ ْ َ
َ ‫واَبالجم َََال َ يَِكمتمَتكعد‬
‫وٰى‬ َ ْْ‫ وأب َل‬Artinya: “Sesungguhnya orang-orang
yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah,’ kemudian mereka
beristiqomah (meneguhkan pendirian mereka), maka malaikat
akan turun kepada mereka (sebelum mati dengan mengatakan):
‘Kalian jangan merasa takut dan jangan pula kalian merasa sedih
dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan oleh Allah
kepada kalian.’” (Fussilat: 30)

Dari ayat tersebut manfaat istiqamah dalam keimanan dan


kebaikan adalah menjadi penyebab diraihnya husnul khatimah.
Saat menjelang kematiannya, malaikat akan datang dengan
membawa kabar gembira. Maka sikap istiqomah dalam iman dan
kebaikan itu bisa diperoleh sekurang-kurangnya dengan 3 cara
berikut ini:

Pertama: Beribadah dengan penuh Keikhlasan.


Allah Swt. Berfirman:
َ َّ َ
َ‫“ َوت َِت ْلَ ََّل ْا َهَت ِْ َتاة‬Dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh
keikhlasan” (al-Muzzamil:8)

﴾ 18 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Menurut para mufassir, makna tabattul adalah menfokuskan diri
dan bersungguh-sungguh dalam beribadah dan menjalankannya
dengan seikhlas-ikhlasnya. Sebagaimana Allah berfirman:
َ َّ ُْ َ َ ُ ‫َح َم ََ َاء ََو ُِليق‬ َ ُ َْ ْ َ‫ه‬ ُ َّ ُ
َ ‫امكاَال َّص ْ ْ ْ ْة ََو ُِلي ت‬
َ ‫كاَالزكا‬ َ
َ ‫َالد‬
ُ ‫ين‬ ‫واَاّلِل َُمخ َق َص ْ ْ ْ ْ ْيَله‬‫َو َماَأ َم ُرواَ َََّ ََل َا ْع ُبد‬
“Dan tidaklah diperintahkan kepada mereka melainkan agar
mereka beribadah kepada Allah dengan Penuh keikhlasan karena
Allah dengan lurus menjalankan agamanya, menegakkan sholat
dan menunaikan zakat.” (al-Bayyinah: 5)

Dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa Rasulullah bersada:


َ ‫َالزكْا َ َ َفْ َاب َق ََه‬
ُ ‫اَو ه‬ َ‫ه َ ْ َ ُ َ َ ْ َ ُ َ َ َ َّ َ َ َ ي‬
َّ ‫آا‬ َ ْ ْ َ َ ْ ُّ َ َ َ ْ َ
َ‫اّلِل‬ ‫َيِليْ َلْهَوأقْا َالص ْ ْ ْ ْ ْة َو‬
‫َّلِلَوحْدهََ ز‬
َ َ ‫ّلِل‬
‫َاْللة ز‬َ ‫منَفْابََالْد اْاَعَل‬
َُ ْ َ
َ ‫ عمهَب ر‬Artinya: “Barangsiapa meninggalkan dunia dengan keikh-
‫اض‬
lasan semata-mata karena Allah tanpa sekutu, menegakkan
sholat dan menunaikan zakat, maka dia meninggalkan dunia ini
dalam keadan Allah ridha kepadanya.” (Hr. Ibnu Majah dari Anas
bin Malik)

Maka orang yang beribadahnya karena Allah, dengan mengeta-


hui hak-hak-Nya yang harus ditunaikan, dia akan beribadah
dengan mudah dan tekun tanpa berharap pujian dan sanjungan
dari manusia.

Kedua: Selalu belajar dan menambah ilmu Agama.


Imam al-Ghozali dalam Minhajul ‘Abidin, mengatakan: “Ilmu itu
perkara yang harus diutamakan, sebab ia adalah pokok dan dalil,
ْ ُ ْ ْ
sebagaimana di sebutkan dalam sebuah riwayat: َ،‫ال َعق ُمَ ََّ َما َال َع َم َل‬
ُ َ ْ
‫ َوال َع َم ُلَت َاب ُع َه‬Artinya: “Ilmu itu penghulu amal, dan amal itu pengi-
kutinya.”

Kenapa demikian? Menurut al-Ghozali, “sebab dengan ilmu


terlaksanalah ibadah dengan benar dan diterima dengan baik
oleh Allah. Sebab tanpa ilmu kita tidak akan tahu siapa tuhan
yang kita sembah dan tidak tahu bagaimana cara menyembah-
Nya dengan benar. Lalu bagaimana kita akan menyembah tuhan
yang tidak kita kenali nama-nama dan sifat-sifat-Nya?”

﴾ 19 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Dengan ilmu, kita juga mengetahui apa saja perintah-perintah
Tuhan yang harus kita kerjakan dan apa saja larangan-larangan-
Nya yang harus kita tinggalkan. Dengan ilmu juga diketahui
manfaat suatu amalan baik untuk dunia mau pun akhirat
sehingga kita akan berusaha untuk tetap menjaganya. Dengan
ilmu kita akan mengetahui madhorot atau bahaya suatu
perbuatan terhadap dunia dan akhirat kita sehingga membuat
kita berusaha untuk menjahui dan meninggalkannya.

Contoh dengan mengetahui bahwa Rasulullah, saw. menjalankan


puasa Asyura’, yaitu puasa pada tanggal 10 Muharram dan
menganjurkan ummatnya untuk menjalankannya, maka kita pun
tidak ragu-ragu untuk melakukannya. Sebagaimana penegasan
Ibnu Abbas, “bahwa Rasulullah mengerjakan puasa Asyura dan
memerintahkannya untuk dilakukan oleh ummat-nya.” (Hadits
Bukhari-Muslim)

Ketiga: Berkawan dengan orang-orang sholih.


Dalam sebuah hadits Rasulullah, saw. bersabda:
َ ُ ُ ُ ْ َْ َ ْ
“َ‫ ”ال َم ْر ُء ََم َع َََ ْي زنَل َقا َق ْ َهَفق ََمظ ْرَأ َح ْدب ْم ََم َع ََم ْن َُيخ ْا َل ْ ْل‬Artinya: “Seseorang
itu bersama agama kawan dekatnya. Maka hendaklah seorang di
antara kalian memperhatikan siapakan orang yang dijadikannya
sebagai kawan dekat.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, Turmudziy dan Baihaqiy)
Hadits ini memperingatkan kita agar berhati-hati dalam mencari
dan memilih kawan. Sebab, jika kita tidak punya jiwa yang kuat,
maka kita akan terbawa dalam keburukan pemikiran, prilaku dan
bahkan dalam beragamanya. Orang sholeh dan kawan yang baik,
akan mengingatkan kawannya jika bersalah dan tidak
membiarkannya melakukan keburukan. Berkawan dengan orang
beriman dan beramal sholih akan membawa kesalamatan di
dunia dan akhirat.

Sebagaimana sebuah riwayat yang disebutkan oleh Imam al-


Baghowi dalam kitab tafsirnya: “Bahwa kelak di surga ada orang
yang menanyakan kabar seorang kawannya yang tidak tampak
berkumpul bersama mereka di Surga. Maka mereka diberitahu
bahwa kawan yang dicarinya itu ada di neraka, karena kesalahan

﴾ 20 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


tertentu yang dilakukannya. Karena perkawanan itu, Allah pun
mengeluarkannya dari neraka dan mengumpulkannya dengan
kawan-kawannya yang sudah ada di surga.

Maka perkara itu membuat iri ahli neraka yang mengetahui kabar
tersebut, mereka mengatakan: ََ* ‫ام‬ َ "‫َصدي‬
َ ٍ ‫َح َم‬ َ َ َ َْ ‫نَشافع‬
َ َ َ َ
ٍ َ َ‫يَ*َو‬ َْ َ ‫اَم‬
َ ‫فماَلم‬
ْ ْ َ َ ُ َ َ َ َّ َ
ََْ ْ ْ ‫ن َالْ ُمْ َمْ َم‬
‫ي‬ َ ْ ‫ َفْقْ ْك َأٰى َلْمْ ْ ْاَك ْ َّر َفْمْبْكٰى َ َم‬Artinya: “Sayang kita tidak punya
penolong, dan tidak punya kawan setia (seperti dia), maka
seandainya kita diberi kesempatan untuk kembali ke dunia, maka
kita akan menjadi orang-orang beriman.” (Asyu-ara: 100-103).
Maka al-Hasan 3 berkata: “Perbanyaklah kawan-kawan yang
beriman kerena di akhirat nanti mereka bisa mendatangkan
syafaat (pertolongan) bagi kawannya.”

D. Tiga Kemulian Manusia yang Wajib Dijaga


Saudaraku yang dirahmati Allah
Sebagai manusia, sekurang-kurangnya ada tiga anugerah Allah
yang wajib kita jaga:

3
Al-Hasan, yakni Hasan bin Yasar al-Basriy (21-110H). Ayahnya adalah
maula (budak yang dimerdekakan oleh) Zaid bin Tsabit al-Anshariy
atau ada yang mengatakan maula Ka’ab bin Amru as-Sulamiy. Lahir
tahun 21H. di Madinah, dua tahun sebelum akhir kekhilafahan Khalifah
Umar bin Khattab, ra. Ibunya juga maulah (budak perempuan yang
dimerdekakan oleh) istri Rasulullah, Ummul Mu’minin Ummu
Salamah. Tidak heran jika al-Hasan pernah disusui oleh beliau sewaktu
bayi ketika ditinggal pergi oleh ibunya untuk suatu urusan. Ketika ia
menangis Ibunda Ummu Salamah yang menyusuinya.
Dikatakan, karena berkah disusui oleh istri Rasulullah dan didoakan
oleh Sayyidina Umar bin Khattab, “agar diberi pemahaman agama dan
dicintai oleh banyak orang,” juga mendapati para sahabat besar yang
masih ada saat itu dan pernah mendengar khutbahnya sayyidina
Utsman, ra. maka beliau hapal al-Qur’an di usia sepuluh tahun dan
dikenal sebagai ahli ilmu yang sangat mendalam ilmunya. Kemudian
beliau tinggal di Basrah hingga mendapat sebutan al-Basriy, (orang
Basrah) dan meninggal tahun 110H.
﴾ 21 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
Pertama: Anugerah Kemulian Sebagai Manusia
Diciptakan sebagai manusia oleh Allah adalah sebuah kemulian.
Betapa tidak; sebelum diciptakan, manusia tidak berarti apa pun
dan bahkan belum bisa disebut sebagai apa pun. Maka Allah,
Swt. berfirman:
َ ْ ُّ َ ْ َ ْ َ َّ َ ُ ْ َّ َ ْ َ ُ َ ْ ْ َّ َ َ ‫ْه‬ َ ْ ‫َعَل‬ َ َٰ َ‫َ ْ ي‬
ٍََ ََ َ َ‫اَاْلَسن َس ْ ْ ْاٰى ََمن‬
َ ‫َاْلَسنسْ ْ ْ َاٰى ََح ْيَمنَالدَ زرَلمَيبنَش ْ ْ ْةئاَميككباَ*َ َ ََّّ اَلقق َم‬
َ ‫َلَأا‬
َ َ َ َ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ
َ‫اهَفجعقماهَس ْ َماعاَب َص ْ ْنا‬ َ ‫ أمْ ْا ر َ ِت َق‬Artinya: “Bukankah telah datang atas
manusia suatu waktu, di mana ketika itu ia belum menjadi
sesuatu apa pun yang dapat disebut? * Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur
yang akan Kami hendak uji (dengan perintah dan larangan),
karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (al-Insan: 1-2)

Begitu diciptakan sebagai manusia, berarti kita telah dimuliakan


oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya:
َ ْ ُ َ ْ َّ َ َ َ َ َّ َ َ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ ْ ‫اَ ْم‬
ُ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َّ ْ َ َ
َٰ ‫َع‬
َ‫َلَك َب ْ رن‬ َ ‫َفَال َنَوالبح زَر َوبِقماَمَمنَالََب‬
‫اتَوف ْ ْ ْ ْ ْقماَم‬ ‫ي‬ َ ‫ولقْدَكرممْاََ َ يَِآَ َوحمقم‬
َْ َْ َ
َ َ‫ َم َّم ْنَلققماَتَ َ ْ ْ ْاة‬Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah memu-
liakan anak-anak Adam (yakni: manusia), Kami bawa mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempur-
na atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (al-Isra’: 70)
Menurut al-Ghazali, kemulian manusia terletak pada hati dan akal
pikirannya yang sehat. Dengannya manusia dibedakan dari
binatang. Di samping itu, manusia juga dibekali dengan
quwwatul ikhtiyar, kemampuan untuk memilih yang terbaik.
Karenanya Allah mempersilahkan manusia agar memilih untuk
bersyukur atau kufur, namun dengan konsekuensinya masing-
masing. Allah berfirman:
َ َُ ‫اَوإ َّماَك‬
َ َ َ َّ َ َّ ُ َ ْ َ َ َّ
‫كبا‬ َ ‫ ََّ اََديماهَالسْ ْ ْ َِالَ ََّماَش ْ ْ ْ َافر‬Artinya: “Sesungguhnya Kami telah
menunjukinya jalan yang lurus; adakalanya manusia ada yang
bersyukur dan ada pula yang kufur.” (al-Insan: 3)
Kemulian sebagai manusia itu harus dijaga dan dipertahankan
dengan cara mensyukuri nikmat Allah, seperti:
 Menggunakan nikmat pikiran sehat untuk berfikir positif
 Menggunakan nikmat pandangan untuk memperhatikan ayat-
ayat Allah

﴾ 22 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


 Menggunakan nikmat pendengaran untuk menyimak ayat-
ayat Allah dan nasehat-nasehat kebaikan.
Jika tidak, manusia akan jatuh derajatnya di bawah level
binatang. Sebagaimana firman Allah, Swt.:
َ ُ َْ ُ َ َ ُ َ ُ َْ ْ َ َ ُ
َ ‫ أول َٰ َئ ْ َب ْاأ َع ْا َ َ َب ْ ْلََ ْم َأضْ ْ ْ ْ ْ ْ ُّل َََأول َٰ َئ ْ ََ ُم َال ْ َافق‬Artinya: “… mereka itu
‫كٰى‬
seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf: 179)
Terkait dengan ayat di atas, Sayyid Muhammad Thantawiy
berkata: “Manusia harus menggunakan anugerah Allah berupa
hati, mata dan telinga untuk mendapatkan hidayah.” Dan orang
yang mendapat hidayah, menurut beliau, adalah orang yang
mengikuti jalan petunjuk dengan menggunakan akal dan panca
inderanya sesuai dengan fitrahnya demi meraih ridha Allah.
Kedua: Anugerah Kemulian dengan Hidayah
Seperti dijelaskan di atas, bahwa anugerah kemuliaan sebagai
manusia itu harus dijaga dan dipertahankan. Selain itu, juga
harus disempurnakan dengan hidayah. Maka di dalam sholat,
kita wajib membaca surat al-Fatihah, di antara ayatnya adalah
ْ َ َ َ َ ْ
َ ‫َال ُم ْس َتق‬
(َ‫ام‬ َ ‫ )اَ َد اَالِّصاط‬memohon agar kita selalu diberi hidayah.

Kenapa seorang Muslim harus selalu meminta hidayah, padahal


mereka telah menerima kebenaran Islam? Imam al-Baghawiy
menerangkan, bahwa “doa itu bermaksud untuk memohon agar
kita ditambahi hidayah taufiq dan diteguhkan dalam pelaksana-
annya.” Karena orang yang sudah menerima Islam sebagai
agama yang benar itu baru mendapat hidayah irsyad (kesadaran
akan kebenaran Islam), namun masih butuh hidayah taufiq, yaitu
pertolongan Allah agar bisa melaksanakan apa yang telah
diterimanya sebagai kebanaran. Betapa banyak orang yang
mengaku muslim, namun belum melaksanakan ajarannya.

Maka Rasulullah, saw. mengajarkan doa:


ُ َ ْ َُْ ْ َ
‫اَاج َتمْا َبْ َه‬ َ َ َ ْ َ َ ُ َ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ َّ َ ْ َ َّ ُ ‫ه‬
َ ْ‫َوأ زب ْاَالبْا َِْلَب‬،‫ ”القهمَأ زب ْاَالح"َحقْاَوابِقمْاَاتبْاعْه‬Artinya: “Ya
ْ‫اِةَوابِقم‬
Allah, perlihatkanlah kepada kami bahwa kebenaran itu sebagai
sebuah kebenaran dan anugerahkanlah kepada kami kemam-
puan untuk mengikutinya. Dan perlihatkanlah kepada kami

﴾ 23 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


bahwa kebatilan itu sebagai sebuah kebatilan dan anugerah-
kanlah kepada kami kemampuan untuk menjauhinya!”

Hidayah yang kita minta dalam doa itu adalah agar ditolong dan
dikuatkan dalam menjalankan ajaran Islam yang sudah kita
terima kebenarannya dan agar dijauhkan dari jalan orang-orang
yang dimurkai dan yang tersesat. Untuk itu, syarat-syarat berikut
ini harus dipenuhi:
 Berusaha mengamalkan dan mempraktikkan ajaran Islam
dalam kehidupan sehari-hari.
 Selalu berdoa kepada Allah agar diberi hidayah taufiq
(petolongan untuk bisa mengamalkannya)
 Mencari lingkungan dan kawan-kawan yang bisa mendukung
dan memotivasi keisla-mannya.

Allah, SWT. berfirman:


َ ُّ
َ‫ي ََوالْ َهد َاء‬ َْ ‫الص َديق‬
َ ‫ي ََو‬ َّ َ َ
َْ ََ ِ‫َالم‬ َ ُ‫ه‬ َ ْ َ ‫َاّلِل ََو َّ ُ َ َ ُ َ َ َ َ ه‬
َ ‫نَيَع ه‬
ُ َ َ
ُ َْ ْ َ ‫الرسكلَفأول َٰ َئ َم َعَال َيينَأ ع َمَاّلِلَعق َْ َهمَمن‬ ‫ز‬ َ ‫وم‬
َ َ َ
‫يَ ََو َح ُس َنَأول َٰ َئ ََبَفاقا‬
َْ ‫الصالح‬ َّ َ
ْ َ َ ‫ و‬Artinya: “Dan barangsiapa yang mentaati
Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, dari golongan:
para nabi, para shiddiiqiin, para syuhada’ dan orang-orang saleh.
Dan mereka itulah sebaik-baiknya teman.” (an-Nisa’: 69)

Ketiga: Anugerah Kemulian dengan Istiqamah


Ketika berada di Madinah, Rasulullah, saw. mendapati kaum
Yahudi berpuasa di hari sepuluh Muharram. Maka beliau
bertanya kepada kaum Yahudi, “kenapa kalian berpuasa?”
Mereka menjawab: “Kami berpuasa karena mengagungkan
bulan ini, karena di dalamnya Musa diselamatkan oleh Allah dari
Fir’aun.” Nabi Muhammad kemudian bersabda, “Kami lebih
berhak kepada Musa dari pada kalian.”
Kenapa Nabi bersabda begitu? Menurut Ibnu Qayyim, Nabi Musa,
as. berpuasa Asy-Syura karena bersyukur atas nikmat Allah atas
kemenangan kaum beriman. Oleh sebab itu, yang berhak
mengklaim sebagai penerus ajaran Nabi Musa adalah Nabi
Muhammad, Saw, dan sekaligus lebih berhak untuk menjalankan
puasa Asy-Syura untuk mensyukuri kemenangan seluruh kaum
beriman atas kaum kafir. Sedangkan kaum Yahudi tidak berhak

﴾ 24 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


mengklaim sebagai pengikut Musa yang sejati karena mereka
telah banyak meninggalkan ajarannya, sehingga al-Qur’an
menyebut mereka sebagai kaum yang dimurkai oleh Allah.

Dari peristiwa tersebut, pelajaran yang bisa diambil adalah


bahwa hidayah dan ketaatan itu harus dipertahankan selama-
lamanya. Untuk tingkat individu harus dipertahankan sampai
mati dan untuk level ummat harus dipertahankan sampai kapan
pun hingga bumi dan seisinya dikembalikan kepada Allah. Jika
tidak demikian, maka pengakuan dan klaim sebagai pengikut
Nabi Musa atau Nabi Muhammad adalah klaim palsu.
ْ َ ْ َ َّ َ َ َّ ْ ْ َ
Allah Swt berfirman: (‫ي‬ َُْ ْ ‫“ )واع ُبد ََبك َح ي ََِٰيأ َت َا َال َا َق‬Dan sembahlah
Tuhan-mu sampai kematian datang kepadamu” ُ َ (Al-Hijr: 99)
َ ُ َ ُ َّ َ َْ َ َ َ ْ‫اَأم ْر َت ََو َمنَ َت‬ ْ ‫“ ) َفْا ْسْ ْ ْ ْ ْ ْ َتق‬Maka
َ ‫او ََم َعْ ََوََتَ ْكاََ ََّ ْه َََب َمْاَت ْع َمقكٰى ََب َصْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ه‬
(‫ن‬ َ ْ ‫م‬‫َب‬ ‫م‬ َ
tetaplah istiqamah seperti apa yang diperintahkan kepadamu
bersama orang yang kembali (kepada Allah) bersamamu dan
janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Dia
Mahamengawasi terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Hud: 112)
Untuk mempertahankan iman dan hidayah maka ada tiga hal
yang harus dijaga:
 Wajib menjalankan ibadah sampai mati
 Istiqamah bersama orang-orang yang konsisten menjalankan
Islam
 Tidak melampaui batas dalam pelaksanaannya, yaitu tidak
menambah apa yang bukan dari ajaran Islam dan tidak
mengurangi apa yang sudah menjadi ajaran Islam.

Istiqomah itulah yang akan mendatangkan kebahagiaan di dunia


dan akhirat sebagai kemenangan agung. Allah berfirman:
ْ ُ َْ ُ َ َ ‫ه‬
َ ِ‫َاّلِلََذ َٰ َلْ ََ َكَالَ ْك‬
َُ ‫َال َع َظ‬ َ َ َْ َ ْ ْ َ َ ْ ُّ َ َ ْ ْ َٰ ْ ْ ْ ْ ْ ْ‫ل‬ ْ ُ ُ
َ ْ ‫َال ُب‬
(‫ام‬ َ ‫ات‬ َ ْ‫َفَالحاْا َ َالْْد اْاَو َ يفَال َل َرَ ََََتبْ َديْْل ََلك َقم‬
‫َي‬ ‫)لهم‬
“Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan
(dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-
kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan
yang besar.” (Yunus: 64)

﴾ 25 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


E. Tiga Jebakan Setan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Ketaqwaan akan membuat kita berhati-hati dan waspada dari
jebakan-jebakan setan. Sebab Setan tidak akan pernah berhenti
sedetik pun dari menyesatkan anak adam. Sebagaimana Allah
mengingatkan kita:
َّ ْ ُ ُ َّ َ ْ َ َ َ َ
ََ‫نِلي ْ ُه َما َس ْك َآت َه َما‬
َ ُ ‫اس ُه َماَل‬
َ ‫عَ َع ْم ُه َماَل َب‬ُ َ ْ ُ َ َّ َ َ
‫َْز‬ َ َ ‫ياََ َ ْ يَِآَ َََيَ َتنمك ُمَالْ ْاَاٰىَب َماَأل َر َأ ََ َو ِْليكم َم َنَال َجم ََ ََي ْ زْن‬
“Wahai anak Adam, janganlah sampai setan meperdayakanmu
seperti kedua nenek moyangmu (Adam dan Hawa) telah
dikeluarkan dari surga, ditanggalkan pakaian keduanya agar
diperlihatkan aurat keduanya…” (al-A’raf: 27)
Setan telah bersumpah untuk menyesatkan sebanyak-banyaknya
anak keturunan Adam dan menjadikan mereka sebagai
pengikutnya dari berbagai arah dan dengan berbagai perangkap.
Dan di antaranya melalui “Tiga Jebakan Setan“ yang harus
diwaspadai sebagai berikut:

Pertama: Minuman Keras


Allahْ ُ berfirman:
َ ُ ‫ه‬ َ ُ ‫اج َتن ُب‬
َ‫كه َل َعقك ْم َتَ َق ُحكٰى‬ ْ َ ْ َّ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ ْ َ ُ ‫َال َخ ْم ُر ََو ْال َم ْي‬
ْ َ َّ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
َ ‫ل َواأ صاو َواأَِ زَبج ه َمن َعم َل َالْاَ َاٰى َف‬ َ ‫يآأيها َال َيين َآممكا َ ََّ ما‬
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman
keras (khamer), berjudi, persembahan kepada berhala dan
mengundi nasib adalah perbuatan keji (kotor dan menjijikkan),
maka jauhilah agar kamu beruntung!” (Al-Maidah: 90)

Sayyidina ُ Utsman bin Affan berpesan:


َ ْ َّ َ َ ْ َ
(َ‫“ َ)ا ْجت َن ُبكاَالخ ْم َرَفْ ْ َه َهْ ْاَأ ُ َالخ َبْ ْا َئْ ْ َث‬Jauhilah minuman keras, karena ia
merupakan induk bagi segala kejahatan!”
Beliau kemudian menceritakan sebuah peristiwa yang dikisahkan
oleh Nabi, Saw., yaitu: “Dahulu kala ada seorang laki-laki ahli
ibadah yang tinggal menyendiri. Namun ada seorang perempuan
penggoda yang menyukai dan mengikutinya. Perempuan itu
mengutus pembantunya untuk mengundangnya agar datang ke
tempatnya untuk suatu kesaksian.

Setelah lelaki ahli ibadah itu datang dan masuk ke dalam


kamarnya, segera pintunya ditutup. Di situ ia mendapati ada
seorang perempuan cantik bersama seorang anak muda dan
sebuah wadah berisi khamer. Perempuan itu berkata: “Kami

﴾ 26 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


tidak mengundangmu ke mari untuk suatu kesaksian, namun
untuk membunuh anak ini atau meniduri saya atau minum
segelas khamer (minuman keras). Jika kamu enggan
melakukannya, aku akan berteriak dan mempermalukanmu di
hadapan umum.”

Ketika tidak ada pilihan lain selain yang dianggapnya paling


ringan, maka ia memilih untuk meminum khamer. Namun setelah
itu ia mabuk dan dalam keadaan seperti itu ia pun berzina
dengan perempuan itu dan kemudian membunuh anak muda itu,
karena takut ia akan membocorkan perbuatannya.
Sayyidina Utsman kemudian berkata: “Jauhilah khamer, karena
demi Allah, tidak akan bertemu di dalam hati seseorang antara
iman dan kecanduan minuman keras melainkan satu sama lain
pasti akan saling mengusir.” (Demikian kisah ini diriwayatkan
oleh Imam al-Mundziri dalam Kitab at-Targhiib wat-Tarhiib).
Setan menjebak anak adam dengan minuman keras dengan
mengesankannya bahwa dengan mabuk itu, segala persoalan
bisa dilupakan. Padahal untuk mengatasi persoalan, orang
beriman pelariannya hanya kepada Allah bukan kepada minuman
keras. Sebagaimana Allah berfirman:
‫َاّلِل َۖ ََّ َْا َل ْ ْ ُك ْ ْم َ َم ْ ْ ْمْ ْ ْ ُه َ َ ْ ْ ْييْ ْ هْر َ ُّم ْ ْب ْ ْ ْه‬
‫ه‬ َ
(َ‫ي‬ ْ َ َ ‫َ َ ي‬ ََّ َ ‫“ )ف ْ ْ ََ ْ ْ ُّروا‬Maka larilah kepada Allah,
sesunggunya aku bagimu adalah pemberi peringatan yang nyata
dari-Nya.” (adz-Dzaariyat: 50)

Perangkap Kedua: Perjudian


Di antara cara setan menjebak anak Adam adalah dengan janji-
janji dan angan-angan kosong.
ُ َّ ُ َ ْ َّ ُ ُ ُ َ َ َ ْ َ َ ُ َ ْ ُ ُ َ
َ ‫َۚ ُر‬
Allah berfirman: (‫وبا‬ َََّ َ ‫اَي َعْ ْ ْدَم َالْ ْ ْ ْ ْ ْاَْ ْ ْاٰى‬ َ ‫“ )يْ َعْ ْ ْدَْم َوِليْمْم‬Dia
َ ْ ْ ْ‫َهم َۖ َوم‬
menjanjikan dan memberi angan-angan kepada mereka, padahal
tidaklah yang dijanjikan oleh setan itu melainkan tipuan belaka.”
(An-Nisa: 119)

Kadang-kadang setan juga menakut-nakuti manusia dengan


kemiskinan, seperti firman Allah:
َ ‫ه‬ ْ َ ُْ ْ َّ ُ ُ َ ُ ‫َ ه‬ َ َ ْ ُ ُ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ ُ ُ َ ُ َ ْ َّ
‫ام‬ َُ ‫مَم ََ َر ََممه ََوف ةَ ََو‬
َ‫اّلِل َ َو َاس هعَع َق ه‬ ‫مَبالَ ْحْ َاءََۖواّلِلَي َعدب‬
َ ‫الْاَاٰىَي َعدبمَالَقرَوِليأمرك‬
“Setan itu menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan
memerintahkanmu dengan perbutan keji, sedangkan Allah
menjanjikan pengampunan dari-Nya dan kerunia, dan Allah itu
Mahaluas (karunia-Nya) dan Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 268)

﴾ 27 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Di antara perbuatan keji yang diperintahkan oleh setan dan
sekaligus sebagai perangkap yang mudah untuk menjebak anak
Adam adalah perjudian. Mula-mula ditakut-takuti dengan
kemiskinan, lalu didorong untuk mendapatkan kekayaan dengan
cara mudah, yaitu dengan berjudi. Maka ketika seseorang mulai
terlibat dalam perjudian orang tidak mudah meninggalkannya.
Apalagi di zaman sekarang ini, dengan judi online setan lebih
leluasa mempengaruhinya. Sebab pelakunya tidak takut keta-
huan oleh kawan atau keluargannya, tahu-tahu sudah bangkrut
dan berhutang banyak karena kekalahan akibat berjudi.
Sayangnya, banyak dari anak Adam yang terjebak dalam
perangkap setan yang satu ini, karena tertipu dengan janji manis
setan untuk mendapatkan kekayaan secara instan. “Padahal
tidaklah yang dijanjikan oleh setan itu melainkan tipuan belaka.”
(an-Nisa’: 119)
Dan tidak ada ceritanya orang menjadi kaya dan bahagia dengan
menang lotre atau judi. Yang ada adalah penyesalan, kesedihan
dan penderitaan di dunia dan akhirat. Sebab, setan tidak akan
pernah berbaik hati untuk membuat anak Adam berbahagia.
Sebaliknya, yang diinginkan oleh setan adalah penderitaan
manusia di dunia dan akhirat. Dan Allah telah mengingatkan kita
َ ْ ْ ُ ُ َ ُ َْ ُ ْ َ َ َّ
tentang hal itu: (َ‫اوَال َّس ْ ْ ْ ْ َع ْ زن‬
َ ‫كاَمنَأص ْ ْ ْ ْح‬
َ ‫كَحزكه ََلابك‬َ ‫(“ َ)َّ ماَيدع‬Setan itu)
Hanya mengajak pendukungnya agar mereka menjadi penghuni
neraka Sa’ir (neraka yang amat panas)” [Fatir: 6]

Perangkap Ketiga: Perzinaan


Zina adalah salah satu dari dosa besar yang dijadikan perangkap
setan untuk menyengsarakan anak Adam. Karena perzinaan
adalah sarana perusak masyarakat yang dampaknya sangat
massif. Dengan perzinaan keluarga hancur, lahirlah anak-anak
hasil perzinaan yang ditelantarkan dan hilanglah keberkatan
hidup dari masyarakatnya.

Dalam sebuah riwayat dari Jabir, ra. dari Nabi, Saw. bersabda,
(yang artinya):“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya
di atas air, kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang
paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnah
(kerusakan yang ditimbulkan)-nya. Salah satu bala tentaranya

﴾ 28 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


datang kepadanya (hendak melaporkan hasil kerjanya) lalu
berkata: “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata,
“Kamu belum melakukan sesuatu apa pun.” Kemudian datang
yang lain, dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya, sehingga
aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya.” Maka Iblis pun
mendekatinya dan berkata, “Sungguh (setan) seperti Kamu inilah
yang hebat” (H.r. Muslim)

Dampak zina begitu buruk terhadap kehidupan, di antaranya


menurut ar-Raziy; menjadikan anak hasil zina tidak jelas status
keturunannya dan membuat pelakunya selalu merasa gelisah,
hilang ketentraman hatinya serta susah mencintai dan dicintai
oleh pasangannya. Jika pun ia membina rumah tangga, akan sulit
mewujudkan keluarga sakinah. Dan demikian itulah yang
diinginkan oleh setan, kecuali pelakunya benar-benar bertaubat
kepada Allah.

Maka Allah memperingatkan:


َ َ َ ُ َّ َ َ َْ َ
(َ‫كاَالز اََۖ ََّ هَبَاٰىَف َاحْ ْ ْ ْ َْ ََو َس ْ ْ ْ ْ َاءَ َس ْ ْ ْ ْ َِاة‬‫“) َوََتق َر ُك‬Janganlah kamu mendekati
perbuatan zina, sesungguhnya ia adalah perbuatan keji dan
seburuk-buruknya jalan.” (al-Isra’: 32)
Dari ayat di atas bisa disimpulkan: bahwa jika mendekati
perbuatan zina saja dilarang, yaitu dengan melakukan perbuatan
yang bisa mendorong orang melakukan zina, apalagi zinanya.
Oleh sebab itu Islam mensyariatkan tindakan preventif terhadap
perbuatan zina, di antaranya:
1) Larangan berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang
bukan mahramnya. Rasulullah, saw. bersabda:
َ ‫“ ) َال ََي ْخ ُق َك َّٰى ََب ُج هلَب ْام َرأ ََّ َّال ََم َعَذ‬Janganlah seorang laki-laki dan
(َ ‫خَم ْح َ ٍر‬ َ َ ٍ َ
perempuan berdua-duaan kecuali bersama mahramnya.” (Hr.
Bukhari dan Muslim)
ُ َ َّ َ َ َّ َ ْ ُ ََ َ َ ْ َْ َّ ُ ْ َ َ
َ ْ ْ َْ‫وَم ْح َ ٍر ََمم َهْ ْ ْاَف ْ ْ َهٰى َس ْ ْ َالب ُه َم َْْاَالْ ْ ْ ْ ْ ْ ْا‬
(‫اٰى‬ َ ‫اَذ‬ ْ ْ ‫“ )فة ََيخق َكٰى َ َب ْ ْامرأ ٍ َلي َمعه‬Maka
janganlah menyendiri dengan seorang wanita yang tidak ada
bersamanya seorang mahramnya karena yang ketiganya
adalah setan. (H.r. Ahmad)
Karena situasi sedemikian akan dimanfaat oleh setan untuk
mendorongnya berbuat zina.
2) Larangan dengan sangat keras menyentuh perempuan yang
bukan mahramnya. Rasulullah, saw. bersabda:

﴾ 29 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


ُ َ َ ْ َّ َ َ ْ ْ ُ ‫ْ َ ْ َ ْ ه‬ ُ َْ ْ َ َ ْ ُ ْ ََ
(َ‫َام َرأ َََت َح ُّلَله‬ ‫سَأ َح َدب ْم ََب َم َخ ْا ٍط ََمنَح َدي ٍدَل ْنَله ََمنَأٰىَيم‬ ْ ‫)أٰىَيَعن‬
‫َفَبأ ز‬‫َي‬
“Sungguh seandainya kepala seseorang di antara kamu
ditusuk jarum dari besi adalah lebih baik baginya dari pada
dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya
(yaitu bukan istri atau mahramnya)”. [H.r. Thabarani dan Ar-
Ruyani]

Sejak Iblis dikutuk dan diusir dari surga karena membangkang


terhadap perintah Allah untuk sujud menghormati Adam, maka
ia bersumpah untuk menyesatkan anak Adam. Allah berfirman
(menyatakan perkataanَّ Iblis):
ْ ْ ْ َ َ َّ ْ ُ َ َ َ َ َ
(‫ي‬ ََْ ْ ‫الَف َب َع َّ َزت َأۚ زو َِليم ُه ْمَأ ْج َم َع‬
ََْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ‫ي َ َََّ ََع َباَك ََمم ُه ُمَال ُمخق َص‬ ‫“ )ق‬Berkata Iblis,
maka demi keagungan-Mu, sungguh aku akan menyesatkan
mereka semuannya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlish di
antara mereka” (Shad: 82-82)

Iblis telah bersumpah untuk menyesatkan sebanyak-banyaknya


anak Adam, namun ia mengaku tidak mampu untuk
menyesatkan hamba-hamba Allah yang ikhlas beribadah kepada-
Nya. Maka tidak ada cara yang terbaik dan paling selamat dari
jebakan dan perangkat setan selain menjadi hamba yang taat
dan menjalankan ibadah kepada Allah dengan ikhlas dan murni
semata-mata karena-Nya.

[][][][][]

﴾ 30 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


KEDUA
Bulan Shofar

A. Tiga Cara Menghadapi Cobaan Hidup

Saudaraku yang dirahmati Allah


Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kebahagiaan
dan keselamatan bagi ummatnya. Hal itu terbukti dengan ajakan
kepada ummatnya untuk meraih kebaikan dan keselamatan
dalam setiap panggilan adzan. Maka sudah tentu Islam juga
mengajarkan bagaimana ummatnya memperoleh ketenangan
dalam setiap ujian dan cobaan. Di antaranya dengan tiga cara
sebagai berikut:

Pertama: Mengimani taqdir Allah dan menerimanya


dengan sepenuh hati
Segala yang ada di dunia ini telah dicatat dan ditentukan keja-
diannya oleh Allah di lauhul mahfuz, yaitu di buku induk kehidu-
pan. Sebagaiman firman Allah Swt.:
‫ه‬
ََ‫اّلِل ََي َس ْ هن‬ َ َ َ َّ َ ْ َّ َ َ ْ َّ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ َ ْ ْ َ‫نَمص َةب‬ َ َ َ
َ َ‫او ََمنَق ْب َلَأٰىَ َنأَاََ ََّٰىَذ َٰ َل ََعَل‬
ٍ ‫َف ََكت‬
‫َفَأ َ َسكمَ َََّ َ ي‬
‫ضَوَ َ ي‬
‫َفَاأب ز‬ ‫َ ٍ َي‬
ُّ ‫اوَم‬
َ ‫ماَأص‬
Artinya: “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi, dan
tidak pula pada diri kalian melainkan telah tertulis dalam Kitab
(di Lauh mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (al-hadid: 22)
Sebuah riwayat menyatakan, “Seandainya engkau berinfaq
sebesar gunung uhud, tidak akan diterima oleh Allah sehingga
engkau mengimani taqdir dan mengetahui bahwa apa yang telah
ditetapkan bakal menimpa-mu tidak akan pernah meleset, dan
apa yang tidak ditetapkan menimpa-mu tidak akan pernah
mengenai-mu. Dan jika engkau meninggal tanpa dengan
keyakinan ini niscaya engkau akan menjadi ahli neraka.” (Hr.
Imam Ahmad, Abu Dawud dan lainnya)

Di akhir riwayat itu Rasulullah, saw. bersabda:

﴾ 31 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


َ ْ ‫ل ْ ْ ْ َُي‬ ْ َّ ْ َ َ ْ ُ ْ َّ َّ َّ ْ ‫“ َو‬Dan
‫لْ ْ ْ ْا‬ ْ ‫َوأٰى ََم َعَال ُع ْ ز‬،َ‫َمعَالب ْر َو‬ ‫َوأٰىَالَر‬،َ‫َمعَال َّصْ ْ ْ ْ ْ زن‬
َ ْ ْ ْ ‫ِّص‬
ْ َ ‫اعق ْمَأٰىَالم‬
ketahuilah bahwa kemenangan itu disertai dengan kesabaran,
kelonggaran itu disertai kesempitan dan bersama kesulitan
(pasti) ada kemudahan.”

Menerima dan ridha dengan taqdir tidak berarti tidak perlu


usaha. Usaha tetap wajib, sebab kita tidak mengetahui apa takdir
kita. Namun menerima taqdir akan membuat hati kita menjadi
lapang dan jiwa kita menjadi tenang.

Cara Kedua: Meringankan beban dan menolong orang


yang kesusahan
Seorang mukmin sejati merasa bahagia dan senang jika bisa
membuat orang lain senang. Tentram hatinya, jika bisa membuat
orang lain merasa tentram. Maka seorang mukmin tidak pernah
meremehkan perbuatan baik walau pun berupa senyuman.
Sebab, dengan senyuman, bisa membuat orang merasa dihargai
dan senang hati.

Rasulullah, saw. bersabda:


‫َ َ ه‬ َ َ َ
“ََ ْ ‫( ”ت َب ُّسْ ْ ْ ْ ْ ْ ُمْ ََ َ ْ يف ََو ْج ْ َهَأ َلا ْ َ َصْ ْ ْ ْ ْ ْدق‬Senyum-mu kepada saudara-mu
adalah sedekah). [Hr.Turmudzi dari Abu Dzar]

Dalam riawayat lainnya, Rasulullah saw. juga bersabda:


ُ ُ َْ ْ َ َ ُ ُ ْ ُ ‫ه َ َّ َ َ َّ ُ ُ ه‬ ْ َ ْ ُّ َ
َ‫َأ ْو‬،ََ‫َأ َوَتب ََْْْ ُ َعمهَك ْرك‬،َ‫وبَتد َلقهَعَل َُم ْسْ ْ َق ٍم‬ ‫َاّلِلَعزَوجلَي‬َ ََّ‫ََاأع َم َال‬ ‫أح‬
ْ ََْ ُ َْ ْ َْ ْ َ ْ ُ ُ َْ َ ُ َْ
)‫اا‬ ‫َأوَتق َ ي‬،َ‫ تَرََعم ْهَجكع ْا‬Artinya: “Amal yang
َ ‫عْ ْ ْ ْ ْ َْعم ْهََيم ْاَ(بواهَالَن ي‬
paling disukai oleh Allah adalah kegembiraan yang kamu
masukkan ke dalam hati seorang muslim, kamu hilangkan
kesulitannya, kamu usir rasa laparnya atau kamu membayarkan
hutangnya.” (H.r. at-Thabraniy)

Semua kebaikan yang pernah dilakukan seorang muslim kepada


saudaranya di dunia akan menjadi keuntungan baginya di hari
Kiamat nanti. Sebagaimana sabda Rasulullah, saw.:
ْ ُ‫َ ه‬ َ ْ ‫اٰى‬ َ ْ َ ُ ُ ْ ُ َ َ ُ ُ ْ َ َ ْ ُ ْ
َ‫َف‬‫اهَباٰىَاّلِل َ ي‬
َ ْ ‫اج َََأ َل‬َ ‫َف َُح‬
‫َوم ُنَب َ ي‬،ُ ‫َوالَي هس ْ ْ ْ َقم ْه‬، ‫َََيظ َقمه‬،‫ال ُم ْس ْ ْ ْ َق ُمَألكَال َُم ْس ْ ْ ْ َق َم‬
َ ُ َ َّ َ ْ ُ َ َ َ
َ َ‫َعمهََ َهاَك ْركََم ْنَك َرو ََي ْك َ َالق َا َام‬
َ‫َو َم ْن‬، َ َ َ ‫َوم ْنَف َّر َ َع ْن َُم ْس َق ٍمَكركََفر َاّلِل‬، ‫اجته‬ َ ‫َح‬
َ َ
َ َ ْ َ ْ َ ُ ‫َ يَ َ َ ُ َ ْ َ َ يَ َ ُ ه‬
َََ ‫سنَمس َقماَسنهَاّلِلَيك ََال َقاام‬

﴾ 32 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


“Seorang Muslim itu saudara bagi muslim yang lain, tidak
menzalimi dan tidak membiarkannya diperlakukan zalim. Dan
barangsiapa yang selalu membantu saudaranya, Allah akan
selalu membantunya; barangsiapa yang melepaskan satu
kesulitan saudara muslim, Allah akan melepaskannya dari
kesulitan di akhirat, dan barang siapa menutupi aib seorang
muslim, Allah akan menutupi aibnya di hari qiyamat.” (Hr.
Bukhari dan Muslim)

Cara Ketiga: Dengan Menjaga sholat Subuh berjamaah


Sholat berjamaah, terutama sholat subuh, bukan saja menjadi
tanda ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya, bahkan
menjadi salah satu sebab datangnya pertolongan Allah.
‫َ ْ َّ ه‬ َ َ َ ْ َ ْ َْ ‫َ ْ َ ه‬
ََ ‫َاّلِلَ َح يَِّ َُي ْم َ ي‬
Rasulullah, saw. bersabda: ‫س‬ َ ََ ‫َف ََذم‬
‫َباٰى َ ي‬،ٍَ ‫منَصَلَالَجر َ يَفَجماع‬
“Barangsiapa yang sholat subuh berjamaah, dia berada dalam
lindungan Allah hingga waktu petang.” (Hr. Muslim)

Dan dalam riwayat yang lain Rasulullah, saw. bersabda:


‫ه‬ ْ ُّ ُ ْ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َ ُ ُ َ َ َ َُ ُ َ َ َ َ ْ ْ َ
ََ‫اۚ ََم‬ ََ ‫الدَ ََا َ ي‬
ََ ‫اَوهَب‬ َ َ‫َقَق ََب ََهَ َو َأت َت َه‬
َ ‫اهَ يف‬
َ ‫لَ ََۚ َم‬
َ ‫ج َع‬
َ ‫اع َت َهَ َو‬َ َ َ‫عقَ َْا ََه‬
َ ‫ض‬ َ َ ‫َ ََّم َهَ ََو‬
َ ََ‫ح َََظ‬ َ َ‫هللاَلَ َه‬
َ َ‫ج َم َع‬ َ َ َ‫َ َُّم َه‬
َ ََ‫الل َر‬ َ ‫حَ َو‬
َ ‫أص َب‬
َ َ‫ن‬
َ ‫َم‬
“Barangsiapa di pagi hari sedangkan akhirat yang menjadi
perhatiannya, maka Allah akan mengumpulkan kekuatannya,
menjaga hartanya, memberinya kekayaan di dalam hati dan
dunia akan datang kepadanya dengan pasrah.” (Hr. Ibnu Majah
dari Zaid bin Tsabit)

Jika Allah yang menjadi pelindung dan penjaga, apakah kita perlu
cemas dan khawatir terhadap segala ujian yang menimpa?

B. Tiga Cara Menjaga Kedaulatan Bangsa

Saudaraku yang dirahmati Allah


Kemajuan materi dan fisik tidak menjamin manusia hidup aman
dan damai. Capaian materi semata dan meninggalkan aspek
mental dan spiritual, justru membuat manusia semakin rakus dan
kehilangan keberadabannya.

﴾ 33 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Seperti yang pernah dialami oleh bangsa Cina kuno. Mereka
berfikir dengan membangun Tembok Besar China, musuh
dianggap tidak mampu menyerang karena mengandalkan
kekuatan temboknya. Namun musuh justru langsung masuk dari
pintu gerbangnya karena berhasil menyuap penjaganya. Mereka
sibuk membangun pagar dan tembok, namun lupa membangun
mental penjaganya.

Dari sini, tampak jelas pentingnya membangun manusia bukan


hanya membangun fisik semata. Sebab itu, para musuh yang
ingin menguasai sebuah bangsa akan berusaha melemahkan
kepribadian bangsa tersebut. Sebagaimana seorang orientalis
mengatakan, “jika ingin menguasai sebuah bangsa maka
lakukanlah tiga hal:
1. Hancurkan keluarga
2. Hancukan pendidikan
3. Jatuhkan sosok yang dijadikan panutan

Maka untuk menjaga kedaulatan bangsa, ada tiga langkah yang


harus dilakukan, baik dalam skala pribadi atau pun masyarakat:

Pertama: Menjaga Kebaikan Keluarga


Keluarga adalah benteng terakhir dari kedaulatan sebuah
bangsa. Jika keluarga tidak bisa menjadi banteng untuk memper-
tahankan nilai-nilai kebaikan, maka tidak ada lagi tempat lain
sesudahnya. Dalam hal ini peranan ibu dalam rumah tangga
sangat penting. Seperti yang dinyatakan oleh seorang sastrawan,
Hafizh Ibrahim dalam bait syairnya:
َْ َ َ َ َ ْ َ ْ َْ َ ْ َ ‫ه‬ ُْ
َ َ ‫دب َس ْ ْ ْ ْ ْ َْ َ ََّذاَأعْ ْدَت َهْ ْاَ**َأعْ ْدَت َش ْ ْ ْ ْ ْ ْعب ْْاَِ َاْ ْ ََ َاأع َر‬
(َ‫ا‬ َ ْ ْ‫اأ َُّ َ َم‬
َ ) “Ibu itu adalah
sekolahan, jika kalian mempersiapkannya dengan baik, maka
kalian telah mempersiapkan sebuah bangsa yang mulia.”

Itulah kenapa, untuk menguasai sebuah bangsa, orientalis tadi


menyarankan agar peran ibu dihacurkan dengan membuat kaum
wanita malu berperan sebagai ibu dan meninggalkan tugas
pengasuhan dan pendidikan terhadap anak-anaknya.

Dr. Qurays Syihab menghadirkan pendapat menarik, tentang


firman Allah, َ ُ ayat 205 surat al-Baqarah:
َ َْ ‫ُ ْ َ َ َ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َ َّ ْ َ َ ه‬
َ ‫اّلِلََ َُي َح ََُّالَ َس‬ ْ َ ْ ْ ‫َع‬ َ َ ‫َ َ ََه‬
(َ‫ا‬ ‫ض ََلاَ َسد ََفَهاَوِلي ْه َق َالحرثَوالنسلََو‬
‫َفَاأب ز‬ ‫)و َإذاَتك َٰ َس َٰ َ ي‬

﴾ 34 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


“Bahwa “(Sebagian manusia) ketika berkuasa di muka bumi,
berusaha untuk mengadakan kerusakan di dalamnya dan
merusak ladang dan keturunan, sedangkan Allah tidak suka
terhadap kerusakan.”
َ ْ
Menurut beliau kata al-hartsa (َ‫ )الْ َح ْرث‬adalah para wanita atau
ibu-ibu, seperti yang disebutkan dalam surat al-Baqarah: 223.
َّ
Maka dengan merusak wanita, maka an-nasl (َ‫)الْ ْ ْ ْْن ْسْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ َل‬, anak
keturunannya juga akan rusak. Jika generasi mudanya lemah,
maka lemah pula bangsanya sehingga akan mudah dikuasai.

Perkara inilah penting untuk kita sadari, maka:


Berikanlah perhatian khusus untuk istri-istri dan anak-anak
perempuan kita dalam pendidikan keluarga yang berbasik Islam
dan berdasarkan nilai-nilai Islam.

Hargailah jerih payah istri-istri kita dalam mengurus dan


mendidik anak-anak kita. Tempatkanlah kedudukan wanita di
tempat yang mulia agar mereka tidak malu sebagai ibu rumah
tanggga yang bergelut dengan urusan anak-anak dan rumah
tangga.
َْ ُ َ َ َْ ُ َ ُ َ
Rasulullah, saw. bersabda: (َ‫“ )ل ْْ ُنك ْمَل ْْ ُنك ْم ََأَ َق َه ََوأ اَل ْْ ُنك ْم ََأَ َ يَل‬Sebaik-
baik orang di antara kamu adalah yang paling baik terhadap
istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istri-
ku.” (Hr. Tirmidzi)

Kedua: Mengokohkan Sistem Pendidikan


Sebuah peradaban yang kuat tidak lahir dalam waktu singkat.
Butuh kerja keras dan berkelanjutan antar generasi. Kebijakan
pendidikan tidak boleh mudah berubah dalam waktu singkat.
Itulah sebabnya, apa yang telah ditetapkan di zaman Rasulullah,
tetap dilanjutkan oleh khalifah selanjutnya. Maka pendidikan
yang baik itu harus jelas tujuannya, kokoh visi dan misinya
sehingga dalam mendidik anak bangsa tidak dilakukan secara
serampangan dan selalu berubah-rubah kebijakan.
Allah, Swt. berfirman:
َ َ ُ َ ُ ََ َّ ُ ُ ُ َ ِّ َ َ َ َّ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َ َٰ َ َ
َ ‫كاَش َه َد َاء‬
ََۗ‫كل ََعق ْاك ْمَش َهادا‬
ُ ‫َالر ُس‬
َّ ‫كٰى‬‫اسَوِليب‬
‫ز‬ ‫َالم‬‫َل‬ ‫َع‬ ‫وفي َل َجعقماكمَأمََوسَاَلتبك‬
“Seperti itulah Kami jadikan kamu sebagai ummat pertengahan
(moderat) agar kalian menjadi saksi (tolok ukur kebaikan dan

﴾ 35 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


kebenaran) kepada manusia yang lain, dan Rasul menjadi saksi
(tolok ukur kebaikan dan kebenaran) atas kalian.” (al-
Baqarah:143)
Berdasarkan ayat ini, ummat Islam diingatkan tentang
kedudukannya sebagai ummat wasatan (pertengahan, atau
wasit), maka harus bisa menjadi acuan dan tolok ukur kebaikan
dan kebenaran. Maka pendidikan ummat harus diarahkan untuk
mencapai generasi dengan kualitas tersebut.

Sistem pendikan yang selalu bongkar pasang dan selalu berubah


tidak akan melahirkan karakter bangsa yang kokoh. Al-Qur’an
mengibaratkan seperti tindakan perempuan bodoh yang sudah
bersusah payah memintal benang, namun diurai kembali.
َ ُ َ َ َْ ْ َ ََ ‫ه‬ ُ ُ َ ََ
Allah, Swt. berfirman: (‫نَب ْع َدَق َّك ٍ َأ كاسا‬ َ ‫“ )وََتبك كاَبال َ ي يَِ ق ٌَْۚ زله‬Dan
‫اَم‬
janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan
benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai
kembali…” (an-Nahl: 92)

Seluruh elemen bangsa harus bekerja sama, jangan sampai satu


membangun, yang lain menghancurkan. Sebagaimana al-
َ َ َ َ ُْ َ ُ َ ُ ْ ْ ُ ُ
Ma’arriy berkata: (َُ ‫)م يَِ ََي ْبقغ َال ُبن َا ْاٰى ََي ْك َم ْاَت َم ْا َم ْه َ** َ ََّذاَكم ٌْ َت ِْ َما ْ َْه ََوۚ ْْ ُنك ََي ْه ْ َد‬
َ
“Sampai kapan selesainya sebuah bangunan, jika kamu
membangun sementara yang lain menghancurkan.”

Di antara antara elemen pendidikan yang paling penting adalah


adanya guru-guru yang baik dan ikhlas dalam mendidik generasi
bangsa. Karena itu, musuh selalu menyasar kerusakan guru.
Seperti saran orientalis di atas, “hancurkan sistem
pendidikannya, terutama agar guru tidak dianggap penting
dalam masyarakat dan direndahkan posisinya sehingga murid-
muridnya tidak lagi menghargai bahkan selalu menentangnya.”

Ketiga: Mengokohkan Peran Ulama’ dan Mempercayai


Keteladanan Mereka
Bangsa yang tidak punya tokoh yang bisa dijadikan panutan akan
mudah terombang-ambing. Mudah mengikuti ajakan keburukan
ke mana saja. Maka pribadi tokoh masyarakat, baik itu umara’
mau pun ‘ulama menjadi sasaran tembak pertama untuk melemahkan
karakter bangsa. Dan hal ini telah dilakukan terhadap Rasulullah oleh
kaum kafir dan munafiqin dari awal dakwah beliau.

﴾ 36 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Ketika upaya menghalangi dakwah Rasulullah, saw. dengan
menyerang langsung pribadi beliau, dengan tuduhan sebagai
orang gila dan tukang sihir tidak mempan, mereka beralih
kepada keluarganya, yaitu istri beliau Ibunda Aisyah dituduh
berselingkuh dengan seorang sahabat mulia, Shofwan bin
Mu’atthal. Tujuannya agar orang tidak lagi mengikuti beliau,
dengan megesankan bahwa beliau gagal menjaga keluarganya
dari api neraka sebagai mana yang diserukan kepada ummat.
Hari ini cara mereka itu telah diulangi oleh mereka yang ingin
merusak dan menguasai bangsa ini, dengan menjatuhkan citra
ulama’ sebagai pewaris nabi. Tujuannya jelas, agar ummat ini
tidak lagi punya standar nilai yang dipercaya dan keteladan yang
bisa diikuti, sehingga generasai kita akan bebas memilih dan
mengikuti siapa saja yang bisa memberi kesenangan dan
keasyikan. Persis seperti yang sarankan oleh orientalis tadi,
“untuk menguasai sebuah bangsa ‘jatuhkanlah citra ulama’ atau
orang yang bisa dijadikan panutan.”
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim kita harus:
 Menyadari pentingnya peran para Ulama’ dalam memberi
keteladanan bagi kita, anak-anak dan generasi muda kita.
 Meyakini bahwa dengan tidak adanya nabi lagi sesudah
kenabian Nabi Muhammad, tugas para nabi itu diwariskan
kepada para Ulama’. Maka keberadaan ulama’ yang bisa
menjadi panutan ummat itu pasti tetap ada di tengah ummat
Nabi Muhammad, saw.
 Tidak menerima mentah-mentah isu-isu yang cenderung
menjatuhkan citra para ulama’, meski pun tidak dinafikan ada
di antara orang yang disebut ulama’ jatuh dalam kesalahan.
Rasulullah,
َ َ َ ْ saw. ْ ُ َ bersabda: ََ َ َ ُ َ َ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َّ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ُ ْ َّ
َّ َ
‫َف َم ْنَألي َُه‬،‫اَو َّبَسكاَال َعق َم‬‫ََّ َم‬،‫اَوَ َََ ْبَ َما‬‫كاََيماب‬
َ ‫) ََّٰىَالعقماءَوبسََاأ َِا َاءَو َإٰىَاأ َِااءَلمَيكبس‬
ٍّ َ َ
)‫“ ألي ََب َحظ ََو َاف رَر‬Sesungguhnya Ulama’ itu adalah pewaris para
Nabi,dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham, namun mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang
mengambilnya maka ia telah mengambil bagiannya yang
sempurnya.” (Hr. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah.)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Tiga langkah di atas adalah tanggung jawab kita semua, sebagai
anak bangsa dan terutama sebagai ummat Islam yang meng-

﴾ 37 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


inginkan kejayaan dan kedaulatan bangsa ini tetap lestari. Sebab
membela dan mencintai bangsa adalah bagian dari tuntutan
keimanan, sebagaimana apa yang dinyatakan oleh para ulama’
ْ َ َ ْ ُ “Cinta tanah air adalah sebagian
َ ‫َاْل‬
kita dahulu: (‫يماٰى‬ ‫)ح ََُّال َكِ زن ََمن‬
dari iman”

C. Tiga Asas Keteladanan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Seorang muslim yang baik, maka tidak akan ingin beruntung
sendiri. Ia akan mengajak yang lain untuk mendapatkan
keberuntungan yang sama, terutama di akhirat kelak. Oleh sebab
itu ia akan berusaha untuk menjadi contoh kebaikan bagi sauda-
ْ ْ ُ ُ ُْْ
ranya. Sebagaimana sabda Rasulullah, saw.: (َ‫اهَال ُم َم زن‬
َ ‫)الم َمن ََم ْرآ َأ َل‬
“Seorang mukmin itu adalah cermin bagi saudaranya seiman.”
Sebagai cermin, apa yang dipantulkannya bergantung kepada
kualitas cermin. Jika baik, akan mencerminkan kebaikan.
Sebaliknya jika buruk, maka keburukan pula yang akan
dipantulkannya. Agar kita menjadi cermin yang selalu memantul-
kan kebaikan, bisa memberi pengaruh positif kepada orang lain
dan menjadi teladan bagi keluarga dan lingkungan kita, maka
perlu kita ketahui “Tiga Asas Keteladanan.”
Saudaraku yang dirahmati Allah
Sebelumnya, perlu dimengerti pentingnya asas keteladanan ini.
Pertama: kita ingin agar kita bisa memberi pengaruh positif dan
keteladanan, minimal kepada anak-anak dan keluarga kita.
Kedua: agar apa yang kita anjurkan, jika diikuti oleh mereka, bisa
menjadi amal jariyah yang terus mengalirkan pahala sampai
kapan pun selagi masih diamalkan. Tentu saja, anak dan istri kita
apalagi orang lain, tidak akan mudah mengikuti apa yang kita
anjurkan atau nasehatkan jika kita tidak memiliki tiga prinsip
atau asas berikut ini:
Asas Pertama: Kebersihan hati atau Batin
Ini adalah asas keteladanan yang paling penting. Sedangkan
kebaikan dan kebersihan batin tidak akan terlaksana jika tidak
didasari dengan keimanan dan keikhlasan ibadah dan ketulusan
perbutan kita. Itulah sebabnya dalam setiap penutupan majlis

﴾ 38 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


disunnahkan untuk membaca surat al-‘Asri, menunjukkan
pentingnya keimanan dan saling berpesan dalam kebaikan dan
kesabaran.
Al-Hafizh Ibnu Abid Dunya, 4 dalam Kitab al-Ikhlas menyebut
bahwa dalam tradisi para ‘Ulama ketika bertemu atau berkirim
surat saling berpesan agar memperbaiki keadaan batin masing-
masing. Mereka berkata atau menulis:
‫َ ْ ْ َ َ َ َ ُ ْ َ ه ُ َ َ َ َ ُ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ ُ َ َ ْ َْ ه‬
ُ ‫َك ََ ُاه ه‬،‫َاّلِل‬
َْ ْ ‫َاّلِل ََماَ ََ ْة َم ُه ََو َك‬
َ‫ي‬ ْ َ ‫ي‬ ْ ‫َومنَأْص ْ ْقحَماََةمهَوك‬،‫َأص ْ ْقحَاّلِلَعة َ ةته‬،‫َيِليرته‬ ‫منَأص ْ ْقح‬
ُ ْ‫َ َ ز‬
ُ ‫َك ََ ُاه ه‬،‫َاَ َت َّمَب ْأمرَآل َرته‬ َّ
َُ ‫َاّلِلَأ ْم زرََ َا‬
.” ‫اه‬ ََ َ ‫َ ز‬ ‫َوم زن‬،‫اس‬ ‫الم ز‬
“Barangsiapa memperbaiki keadaan batinnya, Allah akan memperbaiki
keadaan lahirnya, dan barang siapa yang memper-baiki hubungannya
dengan Allah, maka Allah akan memperbaiki hubungannya dengan
manusia dan barangsiapa yang memper-hatikan urusan akhiratnya,
Allah akan mencukup-kan urusan dunianya.”

Di antara keburukan batin adalah berprasangka buruk kepada


saudaranya. Maka Abu Bakr bin Abdullah al-Muzanniy
mengingatkan, “hati-hatilah terhadap prasangka buruk kepada
saudaramu. Sebab sekali pun benar, kamu tidak akan mendapat
pahala dan jika itu salah maka kamu mendapat dosa.”
Sedangkan cara menguatkan dan menambah keimanan adalah
dengan melakukan amal-amal ketaatan kepada Allah.
Sebagaimana menurut prinsip Ahlu Sunnah wal Jamaah, seperti
yang dikatakan oleh Imam al-Bukhari, bahwa “iman itu adalah
perbuatan dan perkataan, bisa bertambah dan berkurang.”
Bertambah dengan ketaatan kepada Allah dan berkurang dengan
kemaksiatan.
Di antara manfaat dari kebaikan batin dan keikhlasan hati
adalah:
1. Apa yang keluar dari hati ketika dinyatakan dengan mulut
atau perbuatan, akan diterima pula dengan hati dan
dilaksanakan dengan baik oleh pendengarnya.

4
Ibnu Abid Dunya, nama aslinya adalah Abdullah bin Muhammad bin
Ubaidillah al-Baghdadiy al-Qurasyi, salah satu maula dari Bani Umaiyah (208-
281H.) laqobnya Ibnu Abid Dunya yang kemudian mengalahkan sebutan bagi
nama aslinya. Lahir di Baghdad di awal kurun ke-3 Hijriyah tahun 208H. Ia
dikenal sebagai sejarawan dan guru adabnya Mu’tadhib al-Abbasi dan anak-
anaknya.

﴾ 39 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


2. Perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas, dapat dirasakan
oleh penerimanya dan bisa meneduhkan hatinya.
3. Keikhlasan tidak akan menimbulkan kekecewaan jika nasehat
yang diberikan belum didengarkan oleh orang yang
dinasehati.
Asas Kedua: Kebaikan Lahir
Kebaikan lahir adalah cerminan dari kebaikan batin yang
dicerminkan dalam perkataan dan berbuatan serta akhlaqul
karimah. Sebagamana Rasulullah, saw. bersabda:
ُ ُ ْ ُ ‫“ )ا ْل ُّن‬Kebaikan itu adalah (berupa) akhlaq yang baik.”
(َ"َ ‫َح ْس ُنَالخق‬ َ
Akhlaq terpuji menjadi bagian terpenting dari misi kerasulan Nabi
Muhammad,
َ َْْ Saw. sebab itu beliau bersabda:
َُ ُ ْ َّ
(َََ ‫“ َ)َّ ْ ْ ْ َمْ ْ ْاَ ُبْ ْ ْ َعْ ْ ْبْ ْ ٌْ ََأتْ ْ ْ َمْ ْ ْ َم َ َمْ ْ ْكْ ْ ْ زاب َ َاألْ ْ ْة‬Sesungguhnya Aku diutus untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlaq.” (Hr. Bukhari)

Kemuliaan prilaku beliau menjadi magnet yang menarik manusia


untuk mengikuti dakwah beliau. Dan Allah mengingatkan beliau
akan dampak buruk jika berperangai buruk:
َ َ ْ ُّ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ ْ َ
(َ ‫َح ْك َل‬ َ ْ ْ ْ ْ َ ََََ ‫“ )ولكَكمٌَفظاَۚ َقاظَالقق‬Jika kamu bersikap keras lagi
‫كاَمن‬
berhati kasar, pasti mereka akan menjauh dari sekitarmu.” (Ali
Imran:159)

Maka Islam tersebar begitu cepat dan luas adalah karena


keteladanan para pembawanya. Seperti kejujuran mereka dalam
berdagang dan keadilan mereka terhadap musuh sekali pun.
Sebagaimana Allah berfirman:
َّ َ ْ َ ُ َ َ ْ ُ َّ َ ْ َ َ َ ْ ‫َ ُّ َ ه َ َ ُ ُ ُ َ َّ َْ ه‬
َٰ ‫َّلِلَ ُش ْ ْ ْ ْ َه َد َاء ََبال َق ْس ْ ْ ْ ْ َطََۖ وََيج زرممكمَش ْ ْ ْ ْمْآٰىَقك ٍ َع‬
ََ‫َلَأ‬ َ َ‫ي‬ ْ ‫كاَكك كاَقك َام‬‫“ياَأيهاَاليينَآمم‬
َ ُ َ َ َ ‫ه َ َّ ه‬ ُ َّ ْ َّ ْ ُ ُ َْ ُ َ
(8 َ" ‫َاّلِلَل َب ْ هن ََب َماَت ْع َمقكٰى َ(المائد‬ ‫كاََ َكَأق َر ُو ََلقتق َك َٰ ََۖ َواتقكاَاّلِلََ ََّٰى‬َ ‫ت ْع َدلكاََاع َدل‬
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-
Maidah:8)

Maka jika nasehat kita ingin diterima dengan baik dan


keteladanan kita mau diikuti, maka kita mesti:
1. Baik dan berlembut hati
2. Baik dan tidak kasar dalam tutur kata
3. Baik dan terpuji prilaku kita.

﴾ 40 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Asas Ketiga: Susuai Antara Ucapan dan Perbuatan
Asas atau prinsip ke-3 ini tidak kalah pentingnya dengan 2 prinsip
yang di atas. Yaitu bahwa “antara ucapan dan perbuatan kita
hendaklah sesuai.” Jangan seperti kata orang Jawa, bisanya
hanya “JARKONI.” (Bisa ujar tapi ora bisa ngelakoni) artinya, bisa
berkata dan menasehati dalam kebaikan namun tidak
menjalankannya. Bagaimana kita sebagi orang tua atau atasan
akan didengar dan diteladani oleh anak-anak kita atau karyawan
kita jika hanya “Jarkoni.” Malah mereka akan mencibir dan
menyepelekan kita.
Allah berfirman:
َ ُ َْ َ ُ َُ ‫َ ه‬ ََْ ُ
(َ‫َاّلِل َأٰىَتقكلكاَ َم ْاَََتَ َعقكٰى‬ َ ْ ‫“ )ك َنَمقت‬Amat besar kemurkaan di sisi
َ ‫اَعم ْْد‬
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan” [Ash-Shof:3]
Setelah perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah, saw. dan para
sahabatnya harus kembali lagi ke Madinah dan batal
menjalankan Ibadah Haji dan Umrahnya. Maka Rasulullah, saw.
memerintahkan para sahabat agar menyembelih binatang
sembelihannya. Namun mereka tidak juga melakukannya sebab
merasa berat sebelum tahallul (menyelesaikan ihramnya) sampai
potong rambut.
Maka Rasulullah, saw. masuk ke dalam tenda Ummu Salamah,
istri beliau berada. Di situlah Rasulullah mendapatkan saran
darinya agar beliau mendahului memotong binatang korbannya
dan mencukur rambutnya. Begitu saran itu dijalankan, seketika
itu juga tanpa diberi instruksi, para sahabat mengikuti beliau
dengan memotong korbannya masing-masing dan saling
bercukur rambut.

Begitulah hebatnya pengaruh keteladanan yang baik, jika apa


yang kita ucapkan sesuai dengan perbuatan kita maka akan
mudah diikuti dan dijalankan. Dan naudzu billah, jangan sampai
kita menjadi orang yang dimasukkan dalam api neraka seperti
yang diterangkan dalam sebuah hadits dari Usamah bin Zahid
bahwa “kelak ada orang yang dimasukkan ke dalam neraka.
Seluruh ususnya terburai dan berputar-putar (mengeliling
tubuhnya) seperti keledai berputar mengelilingi alat pengisar.
Para penghuni neraka berkumpul mengerumuninya dan bertanya
“Bukankah engkau menyuruh kebaikan dan mencegah kemung-

﴾ 41 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


karan?” Dia menjawab: ”Betul, Aku menyuruh kebaikan namun
aku tidak melakukannya dan mencegah kemungkaran namun
aku tidak meninggalkannya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

Saudaraku yang dirahmati Allah


Begitulah seharusnya kehidupan sebagai seorang muslim, bisa
saling memberi pengaruh yang baik kepada masyarakat kita.
Untuk bisa memberi nasehat dan keteladanan tidak harus
menunggu menjadi ustaz atau muballigh terlebih dahulu. Sebab
kita semua, terutama sebagai pemimpin keluarga bertang-
gungjawab untuk mendidik dan mengarahkan keluarga kita
kepada kebaikan. Dan itu tidak bisa terlaksana jika tiga asas di
atas tidak kita miliki. Mudah-mudahan Allah memberi taufiq
kepada kita, sehingga bisa menjadi teladan bagi keluarga dan
lingkungan kita.

D. Tiga Urgensi Keteladanan Bagi Pemimpin

Saudaraku yang dirahmati Allah


Hari ini masyarakat kita nyaris kehilangan keteladanan. Rakyat
kehilangan keteladanan dari pemimpinnya, pemuda-pemudi
kehilangan keteladanan dari tokoh-tokohnya; dan anak-anak
kehilangan keteladanan dari orang tuanya. Padahal setiap diri
manusia itu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung-
jawaban di hadapan Allah, sesuai tingkat kepemim-pinannya.
Sebagaimanan Rasulullah, saw. bersabda:
َ ‫َ ُ ُّ ُ ْ َ َ ُ ُّ ُ ْ َ ْ ُ ه‬
(َ َ‫كلَع ْن ََب َع ََّ ََته‬‫” )أََبقكمَب راعَوكَقكمَمس ْ ْ ْ ْئ‬Setiap kalian adalah pemimpin
dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya.
Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan
akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang dipim-
pinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan
akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri
adalah pemimpin bagi rumah dan anak-anaknya dan akan
ditanya perihal tanggung jawabnya. Bahkan seorang pembantu
rumah tangga bertugas menjaga barang milik majikannya dan
akan ditanya atas tugasnya. Dan kamu sekalian adalah pemimpin
dan akan ditanya perihal apa yang dipimpinnya.” (H.r. Muslim
dari Ibnu Umar).

﴾ 42 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Di antara tugas kita sebagai pemimpin, sesuai dengan level
kepemimpinan masing-masing, adalah memberi keteladanan
kepada yang dipimpin. Dengan hilangnya keteladanan dari
seorang pemimpin, rakyat tidak punya panutan dan kehilangan
kompas kehidupan. Jika pemimpin rusak maka rakyat akan
segera tertular kerusakannya, sebagaimana pepatah Latin
mengatakan: “à capite descendit piscis putrescit”, ikan mem-
busuk bermula dari kepalanya.” Artinya Keburukan pemimpin itu
akan mudah menurun kepada masyarakatnya.

Maka dalam rangka mengingatkan diri kita, di sini akan


dibicarakan tentang “Tiga Pentingnya Keteladanan Bagi Seorang
Pemimpin”.
Pertama: Keteladanan seorang pemimpin dalam kebaikan
menjadi sarana yang memudahkan penyebaran nilai-nilai
kebaikan dan kemuliaan di tengah masyarakat, komunitas atau
keluarga yang dipimpinnya.
Kita bersyukur kepada Allah, karena nilai-nilai luhur dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara telah dirumuskan oleh para
pendiri bangsa ini dan telah disarikan dalam lima sila atau yang
disebut Pancasila. Apalagi seluruh silanya adalah cerminan dari
ajaran Islam: dari hidup berketuhanan yang Mahaesa,
kemanusiaan dengan berkeadilan dan berperadaban; persatuan
Indonesia; kepemimpinan yang penuh hikmah dan
kebijaksanaan dengan permusyawaratan dan perwakilan, serta
keadilan sosial adalah nilai-nilai luhur dan adiluhung bagsa ini.
Namun semua itu tidak akan efektif bisa diamalkan oleh
masyarakat kita, jika kita sebagai pemimpin tidak memberi
contoh baik kepada yang dipimpin. Di samping itu, pemimpin
yang baik harus memiliki tiga kualitas utama dalam dirinya.
Seperti yang dinyatakan dalam firman Allah, Swt.:
َ ُ ُ َ َ ُ َ َُ َ َ َّ َ ُ َْ
ْ ُْ َْ َ َ
َّ ْ َ
(‫كٰى‬
َ ‫كقم‬
َ ‫كاَبآي َاتماَي‬ َ ‫“ )وجعقم‬Dan Kami
َ ‫اَممهمَأ َئمََيهدوٰى ََبأم زر اَلماَصْ ْ ْ ْ ْ ْنواََۖوكا‬
jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar. Dan
adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (as-Sajdah:24)
Ayat di atas menerangkan tentang tiga kualitas pemimpin:
1) Bersifat patuh kepada perintah Allah. Sebelum memerin-
tahkan rakyat, karyawan, anak dan istri untuk patuh dan

﴾ 43 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


berbuat baik, pemimpin harus mencohtohkan kepatuhannya
terutama terhadap perintah Allah.
2) Bersifat sabar. Sebab, kesabaran adalah kunci kesuksesan.
Jika tidak, pemimpin akan gagal dalam kepemimpinannya.
3) Punya keyakinan penuh dengan ayat-ayat Allah, yakni bahwa
seorang pemimpin yang baik, apalagi sebagai orang yang
beriman, harus yakin dengan ayat-ayat Allah dan menjadi-
kannya sebagai panduan.
Tiga kualitas inilah model kepemimpian para Nabi yang
dihidayahkan oleh Allah kepada mereka, dan kita diperintahkan
agar mencontoh mereka. Sebagaimana Allah berfirman:
ْ َْ ُ َ ُ َ ُ‫ه‬ َ َ َ ‫ُ َ َ ه‬
(َ‫“ )أول َٰ َئ َال َيينََد َاّلِلََۖف َبهداَ ُمَاقت َده‬Mereka itulah orang-orang yang
telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.”
(al-An’aam: 90)

Kedua: Keteladanan pemimpin dalam kebaikan adalah cara


efektif untuk meminimalisir pengaruh buruk dari sosok dan
pribadi yang tidak bisa dijadikan panutan.

Banyak ulama’ menyatakan bahwa kita sekarang hidup di zaman


fitnah, di mana tuntunan menjadi tontonan dan sebaliknya
tontonan menjadi tuntunan. Kebaikan dipandang buruk dan
keburukan dipandang baik. Nilai-nilai mulia direndahkan dan
kerendahan dimuliakan. Tokoh-tokoh korup dielu-elukan, orang
baik dihinakan. Hal ini persis seperti apa yang pernah diingatkan
oleh Rasulullah, saw.:
َ ُ َّ ْ ُ َّ ُ ‫َ َ َ ه َ َّ َ ه‬ َّ َ ْ
َ‫َو ُِلي ت َم ُن‬،ََ‫َو ُِليبي ُوَفَهاَالص ْ َْا‬،‫دَي َص ْدَ ََف ََهاَالك َاذ ُو‬ ‫اسَس ْمكاتَلداعات‬ ‫ز‬ ‫“ َس ْ َاأ َ ي ياَعَلَالم‬
ُ "‫َوماَالرو ِْليب ََُ؟َقال‬
َ‫َالرج ُل‬ ُّ "َ‫ال‬َ ‫َفَهاَالرو ِْليب َ ََُ َق‬
ُّ ُ
"َ‫ِليم‬ ُْ ُ َ
‫َوِليخ َّكٰى‬،‫فَهاَالخائ ُن‬
َ َ َ َ ‫َو‬،‫َفَهاَاأمي‬
ْ َ
ْ ُ‫ّ ُ َ ه‬
)‫َصحَحَالجامع‬/َ ‫َأمرَالعام ََ َ(عنَأَسن ََنَمال َوأَكََرِلير‬ ‫َف ز‬ ‫الت َافهَيتكقم ي‬
“Akan datang kepada manusia masa-masa penuh kamuflase
(kepalsuan), di mana pendusta dibenarkan sedang yang jujur
didustakan, pengkhianat diberi amanat sedang yang amanat
dianggap khianat. Pada saat itu ruwaibidhoh angkat bicara.”
Ditanyakan, “Apakah ruwaibidhoh itu?” Jawab Nabi, saw.: “Ia
adalah orang yang tidak punya kapasitas (kredibilitas) turut
angkat berbicara tentang urusan masyarakat.” (Hadits Shahih
dari Kitab Shahih al-Jami’)

﴾ 44 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Dalam keadaan zaman seperti ini, masyarakat tidak punya
panutan, maka mereka mudah terombang-ambing dan mudah
mengikuti arus. Maka kehadiran pemimpin jujur, konsisten dan
menjadi panutan sangat dibutuhkan. Kehadirannya bisa
memperbaiki keadaan masyarakat dan efektif untuk tujuan
berikut ini:
1) Mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemimpin
dan tokoh-tokohnya, bahwa masih ada pemimpin yang jujur
dan bisa dipercaya.
2) Mengembalikan komitmen masyarakat kepada nilai-nilai
kebaikan, bahwa masih ada orang yang mampu menjalankan
dan melakukannya.
3) Membendung maraknya pengaruh keburukan yang
ditimbulkan oleh keteladanan pemimpin yang rusak dan figur-
figur yang tidak layak dijadikan panutan.

Ketiga: Teladan baik dari seorang pemimpin akan bermanfaat


bagi diri pemimpin itu sendiri bahkan bagi masyarakatnya,
sebaliknya contoh buruk dari seorang pemimpin akan menjadi
keburukan bagi pemimpin dan rakyatnya.
َ َ ْ َ ُ
ْ َ ْ ‫َعم َلََ َه‬ ُ َ َ‫َاْلسُْْ َ ُس ْ َّم‬ْ ْ َّ َ ْ َ
َ‫َم ْنَۚ ْْ زن‬،
َ ‫اَمنَبع َد َه‬
َ َ َ ‫َوأجرَمن‬،‫َا‬ ُ ‫َفقه‬
‫َأجر‬ َ‫َح َس ْم‬ َ ُ ‫َف‬
‫نَ َس ْن َ ي‬ ‫“م‬
‫ه‬ ْ َ ْ ُ ْ َ ُْ ْ
َ”‫َش َء‬ ‫كبَم ي‬ ‫أٰىَيمقص ََمنَأج ز‬
“Barangsiapa memprakarsai (memberi contoh) satu perbuatan
baik dalam Islam maka dia akan mendapat pahalanya dan pahala
orang yang melakukan sesudahnya tanpa dikurangi dari pahala
kebaikan mereka sedikit pun.”
ْ َ ُ َّ ْ َّ َ ْ َ
َ‫َمنَۚ ن‬،
‫ْز‬ ‫هاَمنَبعد َه‬
َ َََ ‫َعم َل‬
َ ‫َووِبَمن‬،‫َا‬
‫ز‬ ‫َفعقاه زَو ُِب‬
َ َ‫َفَاْلسُْ َ َ ُسْمََسْ ََْةئ‬
‫ي‬ ‫ومنَسْن‬
” ‫َش َء‬‫ه‬ ْ ْ َ َ ُ ْ
‫أٰىَيمقصَمنَأوِ زابَم ي‬
“Dan (sebaliknya) barangsiapa yang memprakarsai (memberi
contoh) satu perbuatan buruk di dalam Islam, maka dia akan
mendapatkan dosanya dan dosa orang yang melakukan
sesudahnya tanpa dikurang-kan dari dosa-dosa keburukan
mereka sedikit pun.” (Hadits shohih dari Jarir bin Abdullah)

Keteladanan seorang pemimpin di samping menjadi pahala


baginya, juga bisa menjadi pengaruh positif bagi masyarakatnya,
bahkan jika mereka mengikuti kebaikannya akan menambahkan
pahala baginya sampai kapan pun.

﴾ 45 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Sebaliknya jika pemimpin memberi contoh buruk kepada
masyarakatnya, bukan hanya menanggung dosanya sendiri
bahkan akan memikul seluruh dosa yang dilakukan oleh
masyarakatnya akibat contoh buruk yang diberikan. Sebab
kerusakan pemimpin akan membawa kerusakan massif terhadap
masyarakatnya. Seperti kata pepatah Latin: “Exitium ducum
pessimum exemplum est populo” Kerusakan para pemimpin itu
contoh terburuk bagi rakyatnya.
Di samping itu akan mendatangkan adzab dan hukuman yang
sangat pedih diَ dunia dan akhirat.
‫ه‬ ُ Sebagaimana
ْ Allah berfirman:
‫ه‬
ْ ُّ ْ ‫ه‬ ‫َ َُ ُ ْ َ ه‬ ْ َ َ َ َ َ ُّ ُ َ َّ
َ‫َفَالْْد َا ْا‬
‫َفَال ْ َيينَآممكاَلهمَع ْياوَأ َلام َ ي‬
‫اح َْ ْ ْ ْ ْ ْ َْ َ ي‬
َ ْ َ‫ََّ ْٰىَال ْ َيينَي َحبكٰىَأٰىَِ َْْ ْ ْ ْ ْ ْ ََع ََال‬
ُ َ ُ ‫ه‬
(91َ"‫َوال َل َرَ ََواّلِلَي ْعق ُمَوأ ت ْمَََت ْعق ُمكٰىَ(المكب‬
َ َ
”Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan keji itu
tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab
yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui,
sedang, kamu tidak mengetahui.” (An-Nuur: 19)

[][][][][]

﴾ 46 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


KETIGA
Bulan Rabiul Awal

A. Tiga Urgensi Dua Kalimat Syahadat

Saudaraku yang dirahmati Allah


Sebagai seorang muslim, kita telah terikat perjanjian dengan
Allah. Karena kita telah mengikrarkan janji setia untuk
menyembah Allah saja dan berjanji untuk mengikuti sunnah
(pola kehidupan) Rasul-Nya. Janji itu adalah dua kalimat
syahadat, sebagai syarat keislaman seseorang dan itu diikrarkan
sekurang-kurangnya 17 kali dalam tasyahhud sholat fardhu kita.

Maka kita harus memegang janji itu selama hayat di kandung


badan. Allah, Swt. mengingatkan kita:
ُ ْ ُ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
ََ ‫َآممكاَأ ْوفكاَ َبْال ُعق‬
(َ‫ك‬ ‫“ )يْاَأيهْاَالْ َيين‬Wahai orang-orang yang beriman,
tepatilah janji-janji-mu!” (al-Maidah:1)

Tentang ayat ini, Imam At-Thobariy mengatakan, “penuhilah


janji-janji yang telah kamu nyatakan kepada Tuhan-Mu dan
komitmenmu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban
terhadap-Nya. Maka janganlah kamu melanggarnya sehingga
terurai kembali setelah terikat dengan kokoh.” Di antara janji
seorang muslim kepada Allah adalah berikrar dengan dua
kalimah syahadat.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Agar kita senantiasa komitment dengan janji, terutama yang kita
ikrarkan dalam dua kalimat syahadah, perlu diterangkan tentang
“Tiga Urgensi (Kepentingan) Dua Kalimat Syahadat”.

Urgensi Pertama: Syahadatain adalah sebagai Titik Tolak


Perubahan Besar dalam Kedihupan seorang Muslim.
Orang yang hendak masuk Islam disyaratkan mengikrarkan dua
kalimat Syahadat (syahadatain). Sedangkan makna syahadat itu
adalah ikrar, janji dan menyatakan pengakuan dengan hati, lisan
dan perbuatan bahwa setelah menerima Islam sebagai
﴾ 47 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
agamanya, seseorang tidak menyembah tuhan selain Allah dan
bersedia menerima Muhammad sebagai utusan Allah. Bukan
sekedar untuk pemanis bibir namun merupakan titik tolak sebuah
perubahan besar dalam kehidupan seorang manusia.

Dakwah Rasulullah, saw. pertama kali kepada kaumnya, adalah


dengan ajakan untuk mengikrarkan syadat. Beliau bersabda,
“Wahai sekalian kaum Quraiys, nyatakanlah satu kalimat,
dengannya kalian akan berkuasa atas orang-orang Arab dan
berpengaruh terhadap orang-orang ‘Ajam (non-Arab).”

Mereka berkata, “(Kalau untuk itu), jangankan satu kalimat,


seribu kalimat pun kami siap mengikrarkannya bahkan sebanyak
seribu kali juga.” Maka beliau berkata, “Jika begitu, katakanlah:
“Laa ilaaha illal-Laah.”

Karena faham makna kalimat itu, Abu Lahab langsung


menolaknya mentah-mentah. Sambil melempari batu dan tanah
kepada Nabi, dia berkata: “wahai manusia, jangan ikuti dia! Dia
itu orang shobi’iy (keluar dari agama nenek moyang) lagi
pendusta.”

Kenapa demikian? Karena dengan bersyahadat akan merubah


pandangan hidup dan prilaku manusia secara total. Dengan
mengikrarkan syahadat segala ketaatan hanya didasarkan
kepada ketaatan kepada Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah,
saw. (yang artinya): “Tiada ketaatan kepada makhluq untuk
mendurhakai Sang Khaliq” (Hr. Bukhari dan Muslim dari
Sayyidina Ali, ra.)

Tentu saja, inilah yang ditakuti oleh orang-orang yang punya


kepentingan di tengah masyarakatnya. Takut kehilangan
pengaruhnya sebagai pemimpin yang disegani, dihormati, dan
yang dianggap terpandang. Karena dengan bersyahadat derajat
manusia menjadi sama saja di hadapan Allah, kecuali yang
bertaqwa dan yang paling baik amalnya. Bersyahat sebenarnya
untuk kebebasan diri manusia, namun bagi orang yang bernafsu
zholim dan penjajah akan enggan menerimanya.

﴾ 48 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Urgensi Kedua: Syahadat adalah inti dari Ajaran dan
Dakwah para Nabi dan Rasul.
Syahadat pertama, yaitu “pengakuan bahwa tiada tuhan yang
berhak disembah selain Allah” disebut Syahadat Tauhid adalah
inti ajaran dan dakwah seluruh Nabi dan Rasul. Sebagaimana
Allah berfirman:
َّ َّ
ُُْ َ َ َ ُ َّ ْ ُ ُ َ ْ َ ْ َ ْ ‫َو َماَأ ْب َس ْق َم‬
َ‫وٰى‬
َ ‫كجَ ََّلا َهَأ هَالَ ََّلهَ ََََّأ اَفاعبد‬
‫كلَ ََََّ َ ي‬
ٍ ‫اَمنَقب َق ََمنَبس‬
َ
“Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul sebelum-mu
melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tiada tuhan yang
berhak disembah kecuali Aku, maka sembahlah Aku!” (Anbiya’: 25)
Kasus penyebaran virus covid-19 di seluruh dunia, adalah bukti
terkini bahwa Pencipta dan Pemilik alam semesta hanyalah Satu
Tuhan. Dan Dia adalah Allah. Sebab jika alam semesta ini dimiliki
oleh lebih dari satu tuhan, tentu ada blok-blok kekuasaan untuk
masing-masing tuhan. Misalnya, jika salah satu tuhan ingin
menyebarkan virus covid-19 untuk satu kawasan, tuhan yang
lain belum tentu setuju dengan penyebarannya.
Kalau begitu, akan kacau dan َّ hancurlah ‫َ َ ه‬ kehidupan ini. Benarlah
َ َ َ ُ‫ه‬ َ ْ
firman Allah, Swt.: ‫اَآلهََ ََََّاّلِلَلَ َسْدتا‬ َ ‫“ َلكَباٰى ََف‬Kalau seandainya
َ ‫َهم‬
di langit dan bumi ada tuhan-tuhan lain selain Allah, niscaya
keduanya (yakni langit dan bumi) akan hancur.” (Q.s. 22)
Untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa, manusia harus
mengikuti pentunjuk Nabi yang diutus pada zaman dan eranya
masing-masing. Semuanya membawa misi yang sama, yaitu
mengajak untuk menyembah hanya kepada Allah, namun
berbeda dalam syariatnya. Seperti sabda Rasulullah, Saw. “Kami
para Nabi itu bersaudara, satu ayah dengan berbeda-beda ibu.”
(Hr. Bukhari)

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, maksud satu ayah adalah satu


agama dan satu misi, yaitu beragama Islam dan sama-sama
menyeru untuk mengimani rukun iman, dan maksud berbeda-
beda ibu adalah perbedaan dari syariat yang diberlakukan sesuai
dengan zamannya masing-masing nabi.
Karena kita sebagai ummatnya Penutup para Nabi dan Penghulu
para Rasul, yaitu Nabi Muhammad, Saw. yang diutus untuk
seluruh ummat manusia, maka kita wajib mengakui kerasulan-
nya. Maka antara syahadat tauhid, mengakui bertuhan hanya

﴾ 49 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


kepada Allah dan syahadat risalah, mengakui bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah, Swt. adalah satu kesatuan.
Keduanya wajib diterima dan diakui dengan menyembah Allah
sesuai syariat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Jika tidak,
maka syahadat kita akan tertolak.

Urgensi Ketiga: Syahadatain adalah Kunci Kebahagiaan


Dunia dan Akhirat.
Dengan menerima dua kalimat syahadat dan menjalankan
konsekuensinya, berarti telah memegang kunci keselamatan
dunia dan akhirat. Seperti seruan Rasulullah, saw. kepada kaum
ْ ُ ُ ‫َ َّ َ َّ ُ ُ ْ ُ َ َ َّ ه‬
Quraiys: “‫َاّلِلَتَ َق ُحكا‬َََّ َ‫( ”ياَأيهاَالماس!َقكلكا"َََ ََّله‬Wahai manusia, nyata-
kanlah “Laa ilaaha illallaah!” niscaya kalian akan beruntung.) [Hr.
Imam Ahmad]
Dan dalam sebuah hadits marfu’ dari Muadz bin Jabar,
َّ َ َ ْ ُ َ َ َّ ْ َ ْ
َُ َََّ‫( ” َمَتا ُ َال َج َم َََشْ َهاَ َأٰىَََ ََّله‬Kunci surga adalah Laa
dinyatakan: “‫َهللا‬
ilaaha illalLaah, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah). [Dikeluarkan oleh Imam Ahmad]
Namun pengakuan untuk beribadah hanya kepada Allah, Swt.
tidak bisa dipisahkan dari pengakuan akan kerasulan Nabi
Muhammad, saw. Artinya bahwa menyembah Allah dan
menjalankan syariat-Nya harus mengikuti apa yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad, saw. Hal itu juga disahkan oleh Allah, Swt.
dalam firman-Nya:
َ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َٰ ‫َّ ُ َ َ َ ْ َ َ ه َ َ َ َ َ ه‬ ُ ‫) َّم‬
(‫َح ََاظا‬ ‫سكلَفقدَأِاعَاّلِلَََۖومنَتك َفماَأبسقماكَعقَ َهم‬
َ ‫نَي ََ زعَالر‬
“Barangsiapa taat kepada Rasul maka sungguh telah taat kepada
Allah, dan barang siapa yang berpaling, maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi penjaga mereka” (Qs. An-Nisa: 80)

Sehingga Rasulullah, saw. menjadikan taat kepadanya sebagai


syarat masuk surga bagi ummatnya. Sebagaimana sabda beliau
(yang artinya): “Seluruh ummatku akan masuk surga, kecuali
yang enggan.” Siapakah orang yang enggan itu? Kata beliau,
“Siapa yang taat kepadaku dialah yang akan masuk surga, dan
siapa yang membangkang terhadapku maka dialah orang yang
enggan.” (Hr. Bukhari dari Abu Hurairah)

﴾ 50 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


B. Mengenal Tiga Jalan: Iman, Islam dan Ihsan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Misi islam adalah mengajak manusia untuk meraih kebahagiaan
abadi, dari dunia hingga akhirat. Kebahagian di dunia hanyalah
sementara dan kebahagiaan akhiratlah yang sesungguhnya.
Untuk meraihnya ada tiga jalan yang harus ditempuh: dengan
iman, Islam dan Ihsan. Berikut penjelasan dari tiga jalan
tersebut:
Pertama: Dengan Beriman
Iman adalah jalan keselamatan dan keamanan yang paling
utama, sehingga dikatakan, “laa amaana bi-laa iimaan.” Tidak
ada kedamaian tanpa iman.” Sedangkan orang beriman, dalam
agama Islam adalah orang yang menerima dan meyakini
khususnya enam rukun iman. Jika salah satu saja diingkari,
orang akan terkeluar dari agama Islam.

Maka kita berkewajiban menjaga dan merawat keimanan itu agar


tetap melekat kuat di dalam hati hingga mati. Di antara cara
menjaga iman adalah dengan banyak berdzikir kepada Allah.
Sebab berdzikir itu bisa membuat hati tentram dan iman akan
semakin kuat tertambat dalam hati kita. Sebagaimana Allah
ُ ُ ْ ُّْ ِ َ ْ َ ‫ه‬ ْ َ ‫ه‬ ْ َ ْ‫ا هلْ ْ ْيي َْن َآ َمْ ُم‬
ُ ُ ُ ُ ُّْ ِ ْ‫كاَو َتْ َْْ َم‬
َ ُ ‫ي َالقق‬
berfiman: ‫كو‬ َ ‫َاّلِل َتَم‬
َ ‫َاّلِل َ َأَ َ َبْ ْ ْ َيك زر‬
َ ‫ي َقْقْوك ْهْم َ َبْ ْ ْ َيك زر‬ َ َ
(Orang-orang yang beriman dan tenanglah hati merka dengan
mengingat Allah, ingatlah dengan mengingat Allah, hati menjadi
tenang). [Ar-Ra’d: 28]

Sedangkan dzikir untuk menjaga dan menguatkan keimanan itu


dilakukan melibatkan tiga perkara:
1. Dzikir dengan hati, yaitu dengan selalu mengharapkan rahmat
Allah dan pertolongan-Nya dan meyakini bahwa tidak pernah
sedetik pun Allah membiarkan kita tanpa pengawasan-Nya.
Seperti doa yang diajarkan oleh Nabi, saw. kepada kita:
َ ْ َّ َ َ ُ ‫َ ْ ُ ه‬ ْ َ ََْ َ َْ ْ ْ َ َ َ ُ ْ َ َ َ ْ َ َّ ُ ‫ه‬
َ ََ‫يَأ ْص َقحَ َ ي َشأ َ ْ ياَبقهَََ ََّلهَ ََََّأ‬
ٌ ْ ْْ ‫َع‬
‫سَِرفَ ر‬ ‫القهمَبحمت َأبجكَفةَت َكق َ يَِ ََّ َ َ َ ي‬
“Ya Allah, rahmat-Mu yang kuharapkan, janganlah Engkau
biarkan aku dengan kelemahan diriku sendirian tanpa
pertolongan-Mu walau sekejap mata, perbaikilah keadaan
diriku seluruhnya, tiada tuhan yang berhak disembah selain
Engkau.” (Hr. Ahmad dan Abu Dawud)

﴾ 51 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


2. Dzikir dengan lisan, yaitu menjaga ucapan kita dengan bicara
yang baik, seperti nasehat untuk kebaikan dan kalimat-
kalimat thayyibah berupa dzikir dan wirid tertentu. Maka ada
seorang laki-laki meminta sebuah amalan kepada Rasulullah,
‫ْ ه‬
ََ ‫اَم ْن ََذك زر‬
Saw., beliau bersabda: ‫َاّلِل‬ َ ْ َ َ ُ َ ُ ََ َ
َ ‫( ََيزال ََلسْ ْ ْ ْا َبِب‬Biasakanlah
lidahmu basah dengan berdzikir kepada Allah.) [Hr. Turmudzi]

Di antara dzikir dengan lisan yang mudah diucapkan namun


berat di dalam timbangan dan dicintai Allah adalah membaca:
ْ ‫ُ ْ َ َ ه‬ َ َ َ ‫اٰى ه‬ َ َ ْ ُ
َ َ ‫َاّلِلَال َع َظ‬
‫ام‬ َ ‫َاّلِلَو َكح ْم َد َهَ*ََس ْ ْ ْبحاٰى‬
َ ‫( س ْ ْ ْبح‬Mahasuci Allah Yang Maha
Agung dan Mahsuci Allah dengan segala puji-Nya). [Dari Abu
Hurairah, Hr. Ibnu Hibban]

3. Dzikir dengan perbuatan, yaitu beramal sholih untuk taqarrub


kepada Allah. Menurut Ibrahim al-Khawash, obat hati untuk
mengutkan iman ada lima perkara:
 Membaca al-Qur’an dengan dihayati maknanya
 Mengosongkan perut atau tidak makan terlalu kenyang
 Melakukan sholat malam
 Berdoa dengan sungguh-sungguh di waktu sahur
 Berkawan dengan orang-orang sholih

Jalan Kedua: Dengan Menjalankan Syariat Islam


Islam adalah realisasi dari keimanan. Islam adalah bentuk
komitmen lahir dari keimanan dalam hati. Setelah pengakuan
dengan hati akan kebenaran Islam sebagai sistem kehidupan,
seorang muslim harus berusaha untuk memenuhi keislamannya
dengan menjalankan syariatnya dan berserah diri kepada Allah
dalam segala ketentuan-Nya.

Allah berfirman kepada Nabi Nabi Ibrahim,as.:


ْ ُ َ ْ‫َبكْ ُهَأ ْسْ ْ ْ ْ ْ ْق ْمَ َق‬ َ ْ‫( َّ ْذَ َق‬Ingatlah, ketika Tuhan
ُّ َ ‫الَلْ ُه‬
ََْ ْ ‫الَأ ْسْ ْ ْ ْ ْ ْق ْمٌْ ََل َر َوَال َعْال َم‬
‫ي‬ َ َ
berkata kepada-nya, ‘berserah dirilah kamu!” Dia (Ibrahim)
berkata, ‘Aku telah berserah diri kepada Tuhan Penguasa alam
semesta.) [al-Baqarah: 131]

Orang yang telah menerima Islam sebagai agama, mesti


menjalankan syariatnya. Terutama 5 rukun Islam, di mana jika
satu saja diingkari maka akan menyebabkannya terkeluar dari

﴾ 52 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Islam. Iman dan Islam bagaikan dua keping sisi mata uang. Satu
saja tidak cukup tanpa sisi yang lainnya. Dinyatakan dalam
َ َ ََ َ َ ‫ه‬ ْ َ
sebuah hadits: “َ‫َوَ َع َمْ ْ هل ََبة َ َّْي َمْ ْ ٍاٰى‬،َ ‫( ”َ َُيق َبْ ْ ُل َ ََّ ْي َمْ ْاٰى ََبة َع َمْ ْ ٍل‬Tidak akan
diterima iman tanpa amal dan tidak akan diterima amal tanpa
iman) [Hadits dari Ibnu Umar]

Sekedar beriman, hanya bersyahadat tanpa direalisasikan dalam


bentuk amal sholih dan menjalankan syariat, maka imannya tidak
bermanfaat. Allah berfirman:
َ
َ‫َف َ ََّي َمْ ْا َ َهْ ْاَل ْْ َنا‬
ْ ْ َ َ ْ ُ َْ ْ ْ ََ ْ ُ َ ْ َُ َ َ َْ ُ ََْ َ
‫“ َ َيمَع َ َسْ ْ ْ ْ ْ ْ ْاَ ََّيمْ ْا هْ ْاَلم َتبن َآممْ ٌْ ََمن َقبْ ْل َأوَكس ْ ْ ْ ْ ْبْ ٌْ َ ي‬Tidak
bermanfaat kepada jiwa manusia keimanan (setelah kematian)
yang sebelumnya belum beriman (di dunia) atau keimanan (di
dunia) yang belum membuahkan kebaikan”. (al-An’am: 158)

Menurut Iman at-Thabari, ayat ini menerangkan tentang dua


keadaan di mana keimanan seseorang tidak akan diterima, yaitu
ketika:
 Baru beriman setelah datang tanda-tanda hari kiamat, seperti
mata hari terbit dari barat.
 Baru beriman setelah nyawa sudah berada di kerongkongan
dan sebelumnya tidak pernah merealisasikan keimanannya
dalam perbuatan.

Jalan Ketiga: Dengan Ihsan


Ihsan adalah puncak realisasi iman dan islam seseorang. Ketika
ia beribadah sampai seolah-olah ia bisa melihat Allah atau
merasa berada di hadapan Allah yang sedang melihatnya.
Sebagaimana jawaban Rasulullah, saw. kepada Jibril ketika
bertanya tentang itu:
َ ُ َّ َ َ ُ َ ‫َ ْ ه‬ َ َ َّ َ ‫ْ َ ْ ُ َ ه‬
َ ‫َفْ ْ َهٰى َل ْم َتب ْن َت َر ُاه َفْ ْ َه ْ ْه ََي َر‬،‫َاّلِل َبْ ْأ ْ ْ ََت َر ُاه‬
‫اك‬ ‫“ أٰى َتعبْ ْد‬Ihsan itu adalah bahwa
engkau menyembah Allah seakan akan kamu melihat-Nya, dan
jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia
melihatmu.” (Hr. Muslim)

Orang yang beriman dan berislam hingga mencapai derajat ihsan


akan merasakan kekhusyu’an yang sempurna. Ibadahnya
dijalankan dengan dengan sebaik-baiknya, karena selalu merasa
sedang diawasi Allah. Maka dia akan berlaku ihsan dalam
berbagai hal, terutama ihsan dalam tiga hal:

﴾ 53 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


 Ihsan dalam hati: Tidak berniat kecuali karena Allah semata
dan tidaklah berkeinginan kecuali keinginan-keinginan yang
baik. ُ Sebagaimana pernyataan
َّ Nabi Syu’aib, as.: َ ْ َّ ُ
ُ ْ‫ه َ ْ َ َ ه‬
ُ ‫ٌ ََوإل ْاهَأ‬ ‫َّ ْٰىَأب ُِليدَََّ ْ َ َ ْ َ َ ْ ُ َ َ َ ْ ي‬
ََ‫ي‬ َ َ َ ‫اّلِلََعقا َهَتككق‬ ‫َاْلصة َماَاستَعٌََوماَتك َف َ ي‬
َ ‫اقَ َََّ ََب‬ َ َ ‫َ ز‬
“Tidaklah yang kuinginkan selain perbaikan semampu dayaku,
dan tidaklah pertolongan (yang kudapatkan) kecuali dari Allah,
kepada-Nya aku berserah diri dan kepada-Nya aku akan
kembali.” (Hud: 88)

 Ihsan dalam perkataan: Tidak berkata kecuali yang baik dan


ketika berbicara selalu dipikirkan akibatnya, apakah
bermanfaat atau merugikan diri atau orang lain. Sebab ia yakin
bahwa segala perkataan ada malaikat yang mencatatnya:
‫ه‬ ‫“ ) َم ْ ْ ْاَ َي ْ ْق َْ ْ ُظ َم ْن َ َق ْ ْكل ََّ ََّ َل ْ ْ ْ َد ْي ْ ْ ْه ََبق ْاْ ْ ْ ه‬Tidaklah (seseorang)
َ ْ ْ ْ‫َْ َ َع ْ َت ْا‬
(‫ْد‬ َ َ َ ٍ َ َ
mengucap satu perkataan melainkan ada di sisinya ada
malaikat Raqib – Atid (yang mencatatnya)” (Qaaf:18)

 Ihsan dalam perbuatan: Tidak berbuat kecuali yang


mendatangkan pahala dan kebaikan, maka perbuatannya
dilandasi niat yang ikhlas dan ilmu agar tepat perbuatannya.
Hal itu karena mengamalkan firman Allah:
ُ َْ ْ ُ َ ‫َال َم ْك َت ََو ْال َح َاا َ َل ََ ْب ُق َك ُك ْمَأ ُّي ُك ْمَأ ْح َس ُن‬
ْ َ َ ‫ه‬
َ ُ َ ‫َع َمةَ ََوَ َكَال َع زز ُِليزَال‬
(‫كب‬ َ "‫)ال َيخَلق‬
(Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk
menguji kalian, siapakah di antara kalian yang paling ihsan
dalam perbuatannya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” (al-Mulk: 2)

“Yang paling ihsan dalam perbuatannya”, menurut Syaikh


Fudhail bin ‘Iyadh adalah “yang paling ikhlas dan yang paling
tepat.” Kata beliau, “ikhlas itu bila dilakukan karena Allah,
sedangkan ‘tepat’ itu jika dilakukan sesuai dengan sunnah.”

Saudaraku yang dirahmati Allah


Kehidupan di dunia ini sangat singkat, mari kita gunakan untuk:
1. Beriman dengan sebenar-benarnya iman
2. Berislam dengan sebenar-benarnya islam
3. Bersungguh-sungguh untuk mencapai puncak iman dan islam
dengan beribadah secara ihsan.

﴾ 54 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


C. Tiga Kepentingan Peringatan Maulid

Saudaraku yang dirahmati Allah


Kita sekarang berada di bulan Rabi’ul awwal, di mana ummat
Islam sedang memperingati dan mengenang kelahiran manusia
agung, Nabi Muhammad, saw. maka kita akan berbicara tentang
“Tiga Kepentingan Peringatan Maulid Nabi Muhammad, saw.”

Kepentingan Pertama: Momentum mensyukuri ni’mat


Allah yang terbesar dengan Kelahiran Manusia Agung
sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Jika Nabi Muhammad, saw. membolehkan seorang budak


perempuan menabuh duf (gendang rebana) karena gembira
dengan kedatangan beliau dalam keadan selamat datang dari
medan perang, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan
Turmudziy, lalu apakah bergembira dan bersyukur dengan
kelahiran beliau sebagai ni’mat agung untuk seluruh ummat
manusia tidak boleh?

Marilah kita renungkan pendapat Syaikh al-Azhar dan Mufti Besar


Mesir, Prof. Ahmad at-Thayyib tentang hal ini. Kata beliau,
“bahwa peringatan Kelahiran Nabi Muhammad, saw. bukan
sekedar memperingati hari kelahirannya semata-mata,
melainkan yang sesungguhnya adalah peringatan untuk
mensyukuri hasil karya besar beliau, yaitu kelahiran ummat yang
agung, hasil dari didikan dan gemblengan beliau dengan
kemuliaan akhlaq dan keluhuran budi pekerti. Sehingga ummat
yang agung ini sepanjang sejarahnya mampu mempersem-
bahkan banyak kebaikan untuk seluruh ummat manusia.”

Allah, Swt. telah menyatakan hal itu dengan jelas dalam firman-
ْ ِّ َّ َ َ ْ
Nya. ‫ي‬ََْ ْ ‫( َو َمْاَأ ْب َس ْ ْ ْ ْ ْقمْاكَ َََّ ََب ْح َمََْلق َعال َم‬Dan tidaklah Kami mengutus-mu
melainkan sebagai rahmat untuk alam semesta ).[al-Anbiya’: 107]

Menurut Ibnu Abbas, rahmat ini bersifat umum, baik untuk orang
yang beriman kepadanya atau yang tidak beriman. Adapun untuk
orang yang beriman, rahmat dan kebaikannya bisa dirasakan di
dunia dan akhirat. Namun bagi orang kafir rahmatnya berupa
penangguhan azab di dunia, terhindar dari prahara dan bencana

﴾ 55 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


di dunia saja. Demikian pendapat Ibnu Abbas yang dinukil oleh
al-Baghawi dalam tafsirnya. Dan rahmat sedemikian itu, kata
Syaikh Sa’di yang wajib disyukuri bagi setiap orang yang
beriman.

Kepentingan Kedua: Momentum Mengumpulkan Ummat


Islam untuk Mengingatkan Keagungan Akhlaq
Rasulullah, Saw.
Dahulu, Syaikh Muhammad Abduh pernah berkata:
ََْ ْ ‫سق‬ ُْ ‫ْ ْ َ ُ َ ْ ُ ه‬
‫مي‬ َ ‫“ ا َْلسة َمحجكو ََبالم‬Islam itu terhalang oleh muslim sendiri”.
Maksudnya, bahwa keagungan Islam dan kemuliaan ajarannya
tidak tampak dengan baik dan benar oleh orang di luar Islam,
justru dikarenakan oleh prilaku sebagian orang islam sendiri yang
tidak menampilkan Islam secara baik dan benar. Sehingga
menjadikan Islam yang agung – seperti kata Maulana Abu A’la
al-Maududi – banyak disalahfahami. Begitu juga kesalahfahaman
mereka terhadap ajaran dan pribadi Rasulullah, saw. yang mulia.
Dengan mengadakan peringatan hari kelahiran Rasulullah, saw.
adalah kesempatan terbaik untuk setiap tahun sekali, untuk
mempelajari sirah dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad, saw.
Kita baca sifat-sifat agung beliau yang ditulis oleh para Ulama’
terdahulu atau pun kontemporer, baik dalam bentuk prosa atau
pun syair-syair. Apalagi di kalangan generasi muda muslim hari
ini, terjadi krisis keteladanan. Mereka lebih mengenal selebritis,
artis dan pemain bola dari mengenal Nabi Muhammad, saw. yang
semestinya jadi panutan mereka.
Allah telah mengisahkan kehidupan para nabi dan rasul terdahulu
untuk dijadikan panutan dan keteladanan bagi Nabi Muhammad,
saw. dalam mengemban tugas dakwah-nya.
Allah, ْ Swt. berfirman:
َ ْ َ َ َ َ َ َ َُ
َ"ُّ ‫َف ََ َٰ ْ َي َه َال َح‬
ُ ََُ َ ُ ُّ َ ْ ‫َ َم‬ َ ‫ص‬
ْ ْ‫َعق ْا‬ ُّ ‫َو ُك اةَ َّ ُق‬
‫ن َأ ب ْ َ َاء َالرس ْ ْ ْ ْ ْ ْ َل َمْ ْاَ كب ٌْ َ َب ْ َه َف اَك َ َوج ْاءك َ ي‬ َ ْ ‫ه‬
(921َ"َ‫يَ(َك‬ ْ ْ ‫َٰ ََل ْق ُم ْ م َم‬ ‫َو َم ْك َعظَ ََو َذك َر‬
َ
“Dan masing-masing, Kami ceritakan kepadamu, yaitu kisah-
kisah para rasul yang dengannya Kami teguhkan hatimu dan
dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran, pengajaran
dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (Hud: 120)

﴾ 56 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kepentingan Ketiga: Sarana untuk menggalang
persatuan Ummat dan Mengumpulkannya dalam satu
Kalimat.
Dikatakan bahwa pencetus peringatan-peringatan hari-hari besar
Islam, terutama peringatan Maulid Rasul adalah Sultan Agung
Shalahuddin al-Ayubiy. Di mana saat itu, keadaan ummat Islam
mengalami perpecahan yang sangat parah. Sementara musuh-
musuh Islam mengepung dari segala pencuru. Di wilayah barat,
ummat Islam menghadapi ancaman pasukan Salib, sedangkan
dari arah timur, menghadapi pasukan Mongol.
Karena untuk sebuah kebangkitan ummat Islam perlu adanya
momentum. Maka dengan kecintaan ummat ini kepada Nabinya,
maka dijadikanlah hari kelahiran manusia mulia ini sebagai
wahana mengumpulkan ummat dan sekaligus sebagai sarana
untuk menggugah kesadaran mereka untuk bersatu. Gagasan
cemerlang itu telah terbukti efektif untuk menyatukan ummat
ketika itu.
Hari ini, dengan besarnya tantangan yang harus dihadapi Ummat
Islam, berkumpulnya ummat Islam dalam satu kalimat sangatlah
urgent. Sama-sama ummatnya Nabi Muhammad dan sama-sama
mencintainya maka tidak ada alasan untuk tidak bersatu di
bawah panji “Laa ilaaha illaah, Muhammad Rasulullah”.
Sebagaimana seruah Allah kepada kita:
ُ ََ ََ َ َ ‫ه‬ َ ‫اع َتص ْ ْ ْ ْ ْ ُم‬
ْ َ
َ‫اَوََتَ َّرقكا‬ َ ‫كاَبح ْبْ َل‬
‫َاّلِلَج َماع‬ َ َ ‫“ و‬Dan berpegang tuguhlah dengan
tali (agama) Allah secara keseluruhan dan janganlah kalian
berpecah belah!” (ali Imaran: 103)
Sebagai ummat mayoritas, dan dianugerahi negara besar seperti
Indonesia ini, ummat Islam bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, juga menjaga
kesatuan dan persatuan bersama segenap anak bangsa.

﴾ 57 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


D. Tiga Aspek Keteladanan dari Diri Nabi
Saudaraku yang dirahmati Allah
Masih dalam suasana memperingati hari kelahiran Baginda Nabi
Muhammad, saw. marilah kita mengenal sebagian dari
kepribadian Nabi Muhammad, saw. untuk kita teladani, karena
Allah, Swt. َ berfirman:ْ ْ َ‫َ َْ ُ ه‬ ِّ ‫ه ُ ْ َ ه َ َ ه‬
‫ه‬ َ ْ َ‫ه‬
ُ َ ْ ‫اٰىَل ُك ْم‬
ََ ‫كَاّلِل ََوال ََ ْك َ َال َل َر ََوذف َر‬
‫َاّلِلَكَ َب ْ َنا‬ ‫َح َسمََل َمنَباٰىَيرج‬ ‫َاّلِلَأسك‬
َ ‫كل‬َ ‫َفَبس‬‫َي‬ ‫لقدَب‬
“Sungguh ada bagimu pada diri Rasulullah itu teladan yang baik,
(terutama) bagi orang yang berharap berjumpa Allah dan Hari
Akhir serta yang banyak mengingat Allah.”(Al-Ahzab: 21)
Menurut Imam Ibnu Katsir, ayat ini merupakan dasar utama
kewajiban meneladani Rasulullah, saw. yaitu dalam tiga aspek:
perkataan, perbuatan dan sifat-sifat-nya. Berikut ini adalah
uraian secara singkat tentang tiga aspek tersebut:
Pertama: Keteladanan dalam Aspek Ucapan
Nabi Muhammad dikenal sebagai orang yang paling jujur di
tengah kaumnya. Tidak ada seorang pun yang meragukan hal
itu, bahkan oleh musuhnya sekali pun. Maka ketika Kaesar
Hiraxlius bertanya kepada Abu Sufyan tentang hal itu, dengan
terus terang, dia (yakni Abu Sufyan) berkata: “Muhammad tidak
pernah berbohong kepada manusia, manalah dia akan
berbohong kepada Allah.” (H.r. Imam Bukhari dan Muslim.
Dan begitu pula pengakuan Abu Jahal, meski pun dia orang yang
sangat keras memusuhi Nabi, namun ketika ditanya oleh
keponakannya, al-Musawwar bin Makhramah, “Apakah paman
menuduhnya berdusta sebelum dia mengaku Nabi?” Dia
menjawab, “Tidak wahai keponakan-ku, bahkan dia pemuda
yang kami beri gelar al-amin, hingga dewasa pun dia tidak
pernah berdusta.” (Kitab Tajul Arus oleh az-Zubaidiy)
Rasulullah, saw. jujur dalam segala hal, bahkan dalam
candaannya. Kejujuran adalah tanda keimanan seseorang.
Sahabat Abu Darda’ pernah bertanya kepada Rasulullah, saw.
“Wahai Rasulullah, apakah seorang mukmin itu berbohong?”
Rasulullah, saw. menjawab:
َ َ َ َّ ْ ْ َ ُ ُْ َ
َ َ ‫اَل ََوَ َ َب ْ ْال ََ ْك َ َال َل زر ََم ْن َ َح ْ ْدث َفب ْ ْي‬
‫و‬ َ ْ ْ ‫“ َ َي َمن َ َب‬Tidaklah beriman kepada
Allah dan hari akhir orang yang berbicara lalu berdusta.” (Hr.

﴾ 58 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Ibnu Abi Dunya) Artinya, tidaklah pantas disebut seorang
mukmin jika suka berbohong.
Rasulullah, saw. mengingatkan kita tentang manfaat kejujuran
dan bahaya kebohongan. Dari Ibnu Mas’ud, ra. berkata:
Bersabda Rasulullah, ْ saw.: ْ َّ
َ ْ‫َو َم‬،َْ‫َال َج َّم‬
ُ ‫اَي َز‬
َ‫الَال ََّر ُجْ ُل‬ ََّ َ‫َوإٰىَال َ َّن ََي ْهْ َدخ‬، َ ْ ْ َ َ ْ َ ‫َ َفْه َّٰىَال‬،َ‫َعق ْا ُك ْمَبْال َص ْ ْ ْ ْ ْ ْد‬
َ َ َ َ ‫ص ْ ْ ْ ْ ْ ُ ْد ََ ََيهْ َد ْ َخَ ََّ ه َال َن‬
َّ َ َ ْ َ َ
َ
َ ََ َ ُ ُ ْ َ
‫َصديقا‬ َ ‫يصدََوِليتح َّر َالصدََح يَِيبتَ ََعمد‬
َ ‫َاّلِل‬
“Hendaklah kamu bersifat jujur! Sebab jujur itu membawa
kepada kebajikan dan kebajikan itu membawa ke surga.
Manakala seseorang selalu jujur dan berusaha untuk tetap jujur
sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur”.
َ ْ‫كب ََي ْهْدخََّ َال َّمْابَو َم‬
ُ ‫اَي َز‬ َ ‫َال َُ ُج‬ ْ َّ ُ ُْ َْ َ ْ َّ َ َ ْ ْ ُ َّ
َ‫َالر ُج ْ ُل‬
ََّ ‫ال‬ ‫ز‬ َ َ ‫َوإٰى‬
َ َ ‫كب‬ ‫َ ْفْ َهٰىَالبْ َي َّو َُي ْ َهْ َدخَ ََّ ْ َ َال هَج َّ ز‬،‫َوال َبْ َيو‬ ‫وإيْاكم‬
َ َ َ َ َ ُ َْ َ
َ ‫يب َيوَوِليتح َّر َالب َيوَح يَِيبتَ ََعمد‬
‫َاّلِلَكي َابا‬
“Dan hati-hatilah terhadap sifat pembohong, sebab kebohongan
itu membawa kepada kelicikan, dan sesunguhnya kelicikan itu
membawa ke neraka. Manakala seseorang selalu berbohong dan
berusaha untuk terus berbohong (licik dan culas), sehingga
dicatat di sisi Allah sebagai pembohong.” (Hr. Bukhari & Muslim)
Allah, saw. memerintahkan agar orang beriman bertaqwa
kepada Allah dan bersama orang yang jujur:
َ ُ ‫كاَاّلِل ََو ُفك‬
َْ ‫كاَم َعَال َّص ْ ْ ْ ْ ْاَق‬ َّ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
َ ‫كاَات ُق ه‬
”َ‫ي‬ ََْ ‫( ”يْآأيهْاَالْ َيينَآمم‬Wahai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kepada Allah dan bersamalah orang-orang
yang jujur!) [At-Taubah: 119]

Kedua: Keteladanan dalam Aspek Perbuatan


Di antara perkara yang mesti kita teladani dari perbuatan Nabi,
saw. adalah semangatnya dalam bersedekah. Sebagaimana
sebuah riwayat dari Uqbah bin al-Harits yang bercerita bahwa
pada suatu hari setelah sholat Asar tiba-tiba Rasulullah, saw.
bergegas memasuki rumahnya dan tidak lama kemudian kembali
lagi. Ketika ditanya kenapa, beliau menjawab: “Saya lupa di
rumah tertinggal satu lempeng emas untuk sedekah dan saya
tidak suka itu bermalam lagi (di rumahku), maka aku ingin
membagi-membagikannya.” (Hr. Bukhari)
Keteladanan Rasulullah, saw. dalam semangat bersedekah ini
ditiru oleh para sahabat-sahabatnya. Banyak sekali riwayat
menyebutkan hal itu, di antaranya adalah setelah turun ayat:
َ
‫َعق ه‬ َ ‫اَتمَ ُقكاَم َ ْ َ َّ ه‬
ُ َ َ َ ُّ ُ َّ ُ ُ َّ َ ْ ُ َ َ
َ‫ام‬ َ ‫نَش ٍءَف َهٰىَاّلِل ََب َه‬
‫ي‬ َ َ ‫لنَتمالكاَال َ َّنَح ي ََِٰت َمَق‬
َ ‫كاَمماَت َحبكٰىََوم‬
﴾ 59 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
“Kamu tidak akan mendapatkan kebajikan sehingga kamu
menginfaqkan dari sebagian apa yang kamu cintai, dan apa saja
yang kamu sedekahkan maka sesunggunya Allah Maha
Mengetahui.” (Ali Imran: 92)
Menurut Syaikh Muhammad Sayyid Thantawi, makna ayat itu
adalah: “Kamu tidak akan mendapatkan hakekat kebaikan dan
tidak akan sampai kepada pahalanya yang besar hingga
mendapatkan ridha Allah dan surga yang dijanjikan kepada
hamba-hamba-Nya yang sholih, sebelum kamu melepaskan
harta yang paling kalian cintai di jalan Allah. Dan apa saja yang
kamu berikan di jalan Allah meski pun sedikit, Allah akan
memberikan balasan lebih besar dari apa yang kamu berikan.”
Maka tidak heran, setelah mendengar ayat ini, banyak sahabat-
sahabat yang bersedekah dan mewakafkan harta yang paling
mereka cintai dan yang paling berharga demi mendapatkan
ridha-Nya. Di antaranya – seperti diriwayatkan oleh Anas bin
Malik, ra. -- adalah sahabat, Abu Thalhah, ra. Beliau dikenal
sebagai pemilik kebun kurma yang luas. Dan salah satu kebun
kurmanya yang paling dicintai adalah kebun kurma yang
berhadapan dengan masjid Nabawi yang disebut Bairuha’, di
mana Nabi sering masuk dan minum dari mata airnya yang
sangat bening.

Ketika turun ayat tersebut, Abu Thalhah, ra. mengahadap Nabi,


Saw. dan berkata: “Ya Rasulullah, Allah telah berfirman di dalam
Kitab-Nya: ‘Kamu tidak akan mendapatkan kebajikan sehingga
kamu menginfaqkan dari sebagian apa yang kamu cintai.’
Sungguh harta yang paling kucintai adalah Bairuha’, kebun itu
akan saya sedekahkan di jalan Allah, karena saya mengharapkan
kebaikan dan bisa menjadi simpananku di sisi Allah. Maka
aturlah, ya Rasulullah sesuai petunjuk Allah kepadamu!” (Hr.
Bukhari)

Buya Hamka dalam Tafsir al-Azharnya menceritakan kisah


tentang sup kepala kambing yang keliling hingga tujuh rumah.
Berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar, ra., bahwa ada seorang
sahabat yang mendapatkan hadiah sup kepala kambing. Ketika
hendak menyantapnya, di benaknya berkata ‘ini adalah makanan
yang paling saya sukai’, maka teringatlah ayat tadi, maka dia

﴾ 60 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


ingin menjadikannya sebagai sedekah kepada orang yang lebih
membutuhkan agar mendapatkan kebaikan.

Ibnu Umar mengatakan, “Maka ia kirimkan hadiah tersebut


kepada yang lain, dan secara terus menerus hadiah itu
dikirimkan dari satu orang kepada yang lain hingga berputar
sampai tujuh rumah, dan akhirnya kembali kepada orang yang
pertama kali memberikan.” (H.r. Baihaqi)

Begitulah semangat meneladani Rasulullah diamalkan oleh para


sahabat sehingga membentuk akhlaq dan prilaku yang tidak ada
tandingnya sepanjang sejarah manusia.

Ketiga: Keteladanan dalam Aspek Sifat-Sifat Nabi, Saw.


Di antara sifat-sifat Nabi yang perlu kita teladani adalah
kesabaran dan kelembutannya: Tentang kelembutan Nabi ini,
diceritakan oleh Sahabat Anas bin Malik, ra. sebagai pembantu
Rasulullah sejak kecil. Beliau berkata, "Aku menjadi pembantu
Nabi, saw. selama 9 atau 10 tahun. Selama itu tidak pernah
beliau mencelaku jika salah mengerjakan sesuatu. Tidak pernah
beliau berkata, "kenapa kau kerjakan demikian, kenapa tidak kau
tinggalkan ini atau itu?"

Anas bin Malik juga berkata: "Aku tidak pernah melihat orang
berakhlaq sebaik Rasulullah. Suatu hari beliau memerintahkanku
untuk suatu keperluan, saat itu usiaku masih 10 tahun. Ketika
sampai di pasar aku melihat banyak anak bermain, aku pun
bermain dengan mereka hingga aku lupa kalau sedang disurah
Rasulullah. Beliau pun terus menungguku. Karena lama tidak
datang, beliau pergi mencariku dan mendapatiku sedang
bermain dengan anak-anak di pasar. Leherku di pengangnya dari
belakang dan ketika aku menoleh, beliau tertawa dan tidak
memarahiku. "Ya Unais, apakah perintahku sudah kau lakukan?”
Tanyanya. Aku menjawab, “Belum ya Rasulullah, sekarang aku
baru akan pergi."

Itulah di antara sifat-sifat beliau yang dipuji oleh Allah dalam al-
َ ُ ُ َٰ َ َ َّ َ
Qur’an: ‫ْم‬
َ ٍ ْ‫َل َل ْق ْ ٍ" َع ْ َظ ْا‬ ْ ‫“ و َإ ْ ْ ْ َل ْع‬Dan sesungguhnya engkau benar-
benar berakhlaq yang agung.” (al-Qolam: 4)

﴾ 61 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Bertambahnya pengikut beliau juga karena kelembutan hati dan
kasih sayang beliau kepada ummat manusia. Maka Allah mengi-
َ َ ْ ُّ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ َ ‫َ َ ه‬ ْ َ َ
ngatkan:ََۖ ‫َح ْك َل‬ ‫كاَمن‬
َ َ ََََ ‫َاّلِل ََلمٌَل ُه ْمَ ََۖول ْكَكمٌَفظاَۚ َقاظَالقق‬
َ ‫ف َب َماَبح َم ٍََمن‬
“Maka sebab rahmat dari Allahlah kamu bersikap lemah lembut
kepada mereka, dan seandainya kamu bersikap kasar dan
berhati keras, niscaya mereka akan menjauh dari sekitarmu…”
(Ali Imran: 159)

Saudaraku yang dirahmati Allah


Meneladani kehidupan Rasulullah pada zaman sekarang ini
sangat dibutuhkan. Terutama di zaman di mana keteladanan dari
para pemimpin sedang mengalami kelangkaan. Generasi muda
pun sedang mengalami krisis keteladanan, sosok dan figur yang
tidak pantas dijadikan contoh, malah dipuja dan dijadikan
panutan. Sebagai ummat Islam sepatutnya kita mempelajari
sirah Nabi Muhammad dan mengenali segala sisi kehidupannya
agar kita memiliki panduan dan tolok ukur kebaikan dalam
bersikap dan prilaku sesuai tuntutan agama kita.

[][][][][]

﴾ 62 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


KEEMPAT
Bulan Rabiul Akhir

A. Tiga Arti Keislaman Kita


`

Saudaraku yang dirahmati Allah


Akhir-akhir ini, karena pengaruh sisi negatif dari media sosial
yang begitu dominan, banyak orang yang menganggap ringan
arti keislamannya. Menjadi muslim (pemeluk agama Islam) tidak
dianggap sebagai anugerah dan nikmat terbesar yang perlu
disyukuri dan dijaga hingga akhir hayat. Bahkan berislam itu
hanya dianggap sebagai trend musiman, sewaktu-waktu bisa
berubah arah sesuai keadaan. Maka di sini akan diterangkan
“Tiga Arti Penting Keislaman Kita.”

Islam adalah anugerah terbesar dari Allah, Swt. kepada hamba-


Nya. Karena tanpa Islam kita berada dalam kegelapan dan
kesesatan
َ selamanya. Sebagaimana Allah berfirman:
َ ْ ُ َْ
ْ ْ ‫َضة ٍل َُّمب‬ ُ َ
َ‫ي‬‫َ ر‬ ‫كاَمنَقبلَل َ يق‬
َ ‫و َإٰىَبا‬
“Dan sesungguhnya mereka dahulu sebelum itu (yakni sebelum
mengikuti NabiMuhammad, Saw.) berada dalam kesesatan yang
nyata.” (Ali Imran: 164)

Menurut Syaikh Abdur Rahman Sa’diy, “bahwa sebelum diutus-


nya Nabi Muhammad dengan membawa Islam, manusia tidak
mengetahui jalan menuju kepada Tuhannya, tidak mengerti
bagaimana membersihkan jiwa bahkan perbuatan bodoh
dianggap baik meski pun bertentangan dengan akal sehat.”

Saudaraku yang dirahmati Allah


Lalu apakah arti pentingnya keislaman kita? Untuk mendapatkan
jawaban dari pertanyaan ini, kita akan melihat Islam dari segi
bahasa, hakekat kehidupan dan syariat. Dengan kata lain, mari
kita memahami Islam dari dari 3 Aspek:

﴾ 63 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Pertama: Arti Islam dari segi Bahasa
Menurut bahasa, kata Islam berarti tunduk, patuh dan berserah
diri. Seperti makna kata “Islam” yang digunakan dalam firman
ْ ُ ‫َ َّ ْ َ َ َ ه‬
َْ ‫اَوتقه ََلق َج َب ْ ز‬
Allah, pada surat Ash-Shoffaat ayat 103: َ‫ي‬ ‫َفقماَأسقم‬
“Tatkala keduanya (Ibrahim dan Ismail) telah berserah diri
(yakni, telah tunduk dan patuh kepada perintah Allah swt.) dan
Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya.” (Ash-Shoffaat: 103)
Arti Islam dalam ayat tersebut mengandung makna:
1) Keyakinan hati
2) Ketundukan jiwa
3) Kepatuhan raga.5
Tiga makna tersebut tercermin dari sikap Ibrahim dan Ismail
setelah menerima perintah agar mengorbankan Ismail. Kedua-
nya yakin dengan sepenuh hati akan kebenaran perintah itu.
Maka mereka menundukkan jiwa atau nafsunya agar tidak
keberatan untuk melaksanakannnya dan patuh sepenuhnya
menjalankan perintah tersebut secara nyata.
Maka Islam dalam pengertian tersebut adalah sama dengan
pengertian iman, sebagaimana perkataan Imam Hasan al-Bashri,
bahwa “Iman itu bukan sekedar khayalan tidak pula sebagai
pemanis bibir namun adalah keyakinan yang terhunjam di dalam
hati dan dibuktikan dalam perbuatan”.

5
Keyakinan hati:
Seperti sikap keluraga Ibrahim (disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir):
Sarah, Ismail dan Ibrahim, as. sendiri ketika setan menggoda mereka
agar membatalkan penyembelilhan Islamil. Mereka berkata, “Demi
Allah, karena itu perintah-Nya maka akan tetap dilaksanakan.”
Ketundukan jiwa:
Yakni memasrahkan urusannya kepada Allah dengan sepenuh hati,
seperti pendapat al-Qurthubiy mengambil pendapat Ibnu Abbas dan
Ibnu Mas’ud: “‫ضا أ َ ْم َر ُه َما إلَى للاه‬
َ ‫ ”فَ َّو‬yakni, bahwa Ibrahim dan Ismail
telah menyerahkan urusannya kepada Allah”.
Kepatuhan raga:
Sebagaimana kepatuhan dan ketundukan Ibrahim dan Ismail kepada
perintah Allah. Sehingga perintah untuk menyembelih Ismail itu
benar-benar dilaksanakan secara nyata. (Lihat tafsir Ibnu Katsir, al-
Qurthubiy dan al-Baghowiy tentang ayat tersebut)
﴾ 64 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
Kedua: Arti Islam Dari Hakekat Kehidupan
Seorang Muslim yakin bahwa segala yang ada di alam semesta
ini hakekatnya hanyalah makhluq, hasil ciptaan Allah Yang Maha
Kuasa. Sebagai ciptaan, seluruh makhluq pasti bergantung
sepenuhnya kepada Sang Penciptaan-Nya. Maka di sinilah
seluruh makhluq harus ber-islam, yakni harus patuh dan tunduk
kepada ketentuan-Nya. Pengertian Islam seperti ini, cocok
dengan makna islam dalam firman Allah berikut ini:
َ َ ََ ‫اَوف ْر‬ َْ
َ ‫َاأ ْبض ََِ ْك َع‬ َ َُْ ‫ه‬
َ َ َّ ْ ‫كٰى ََول ُهَأ ْسق َم ََم‬ َْ َ َ
َ‫اَو َإل ْا َه َُي ْر َج ُعكٰى‬ ‫ز‬ َ‫ات‬
َ ‫نَفَالسماو‬
‫َي‬ ‫َاّلِلَيب‬
َ ‫ين‬ ‫أف ْن َََ ز‬
“Apakah mereka hendak mencari agama yang lain selain dari agama
Allah? Padahal kepada-Nya telah ber-islam (yakni tunduk) segala apa
yang di langit dan di bumi, baik suka maupun terpaksa dan kepada-Nya
mereka dikembalikan” (Ali Imran: 83)

Menurut Syaikh Muhammad Thanthawiy, keislaman (kepatuhan


dan ketundukan) dalam ayat ini terbagi menjadi dua model:
1) Keislaman secara sukarela
2) Keislaman secara terpaksa.
Keislaman secara sukarela adalah keislaman kaum beriman,
karena mereka dengan sukarela mahu menjalankan segala
syariat dan hukum-hukum Allah. Jenis keislaman inilah yang
akan menjadi amal sholeh yang diberi pahala surga di akhirat
nanti. Inilah yang disebut oleh Rasulullah, saw. dalam sabdanya:
“Setiap ummat-ku akan masuk surga kecuali orang yang
membang-kang.” Ada yang bertanya, “Siapakah orang yang
membangkang itu, Ya Rasulullah?” Jawab Nabi, “Siapa yang taat
kepadaku – yaitu mau mengikuti syariatku – maka dialah yang
akan masuk surga dan siapa yang bermaksiat – yaitu enggan
mengikuti syariatku – maka dialah orang yang membangkang.”
(Hr. Bukhari)
Sedangkan keislaman karena terpaksa adalah keislaman orang
kafir. Mereka akan terpaksa ber-islam yakni tunduk dengan
hukum Allah yang berlaku ke atas segala makhluq-Nya. Seperti
kematian, bahwa: “Segala yang bernyawa pasti merasakan kematian.”
(Ali Imran: 185) Maka ketika ajal mereka telah sampai, dengan
terpaksa mereka akan ber-islam (tunduk) dengan hukum kematian yang
telah ditetapkan oleh Allah. Namun keislaman jenis kedua ini tidak bisa
termasuk amal sholih dan tidak berhak mendapatkan pahala surga.

﴾ 65 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Ketiga: Arti Islam Menurut Syariat
Dalam sebuah riwayat oleh Khalifah Umar bin Khattab, ra.
yaitu sebuah hadits yang dikenal dengan hadits Jibril, di
mana Rasulullah ditanyai oleh Jibril tentang Islam. Maka
Rasulullah, saw. menjawabnya dengan menyebutkan 5
rukun Islam.
Kata beliau: “Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan engkau bersaksi
bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah, Engkau menegakkan
sholat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan dan berhaji ke
Baitullah jika ada kemampuan untuk perjalanannya ke sana.”

Berdasarkan hadits tersebut, arti berislam menurut syari’at Islam


itu adalah bahwa seorang itu telah menerima Islam manakala
bersedia dengan suka rela menjalankan 5 rukun Islam yaitu:
1) Bersyahadat, yaitu menerima sepenuhnya bahwa Tuhan satu-
satunya yang berhak disembah hanya Allah dan mengakui
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan-Nya yang harus diikuti
dan ditaati syariatnnya.
2) Melaksanakan sholat, karena sholat adalah batas terakhir
antara seorang itu dianggap muslim atau kafir. Jika dengan
sengaja seseorang meninggalkan sholat dan tidak bertaubat
maka dia bisa digolongkan ke dalam golongan kafir.
3) Menunaikan Zakat, yaitu bagi seorang muslim yang telah
memiliki harta yang cukup nishabnya, maka wajiblah dia
mengeluarkan sebagiannya untuk dizakatkan, sebagai
penyucian dan pembersihan terhadap jiwa dan hartanya.
4) Menjalankan puasa Ramadan, yaitu puasa sebulan penuh di
bulan Ramadan, bagi yang tidak berhalangan dan mampu
untuk menjalankan. Jika tidak mampu karena sakit atau ada
alasan yang bisa diterima oleh Syariat maka boleh diganti
dengan puasa di hari lainnya atau membayar fidyah.
5) Berhaji, atau melaksanakan haji ke Baitullah di Mekah sebagai
kewajian sekali seumur hidup bagi yang mampu secara
finansial, kondisi kesehatan dan keamanan perjalannya.

﴾ 66 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


B. Tiga Jalan Keselamatan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Tidak ada orang hidup di dunia ini yang tidak ingin selamat.
Terutama orang yang beriman, keselamatan yang didamba-
kannya adalah keselamatan yang sempurna; yaitu keselamatan
di dunia dan di akhirat. Mari kita bicara tentang “Tiga Jalan
Keselamatan,” menurut Rasulullah, saw.
Beliauْ bersabda:
ْ ْ َ َْ ْ َ ْ َ ْ ْ ُ ْ َ ْ َ َّ َ َ ْ َ َ َ ْ ‫َ َ ه ُ ْ َ ه " َ ْ َ ُ ه‬
َ ‫َوال َعد ُل َ ي‬،
َ‫َف‬ ِ َ ‫َفَالَق زرَوال‬
‫َوَالقصْ ْ ْ ْ ْد َ ي‬،ََ ‫ل ْ ْ ْ َْوَالعة َ ا‬
ْ ‫َفَال‬
‫َاّلِل َ ي‬
َ َ‫ْ“سةثَمم َجااتَ َلْْ ْ ْ ْ ْ ْا‬
َ َ َ َ َ
َ ‫الرضا”َ َ(ب َواهَال َب َْ َه َ ي ي‬
(‫ق‬ ‫َََو‬ ‫ال‬
“Ada tiga hal yang bisa menyelamatkan: (1) takwa kepada Allah
ketika bersendirian maupun bersama orang ramai, (2) bersikap
sederhana sewaktu kaya atau pun miskin dan (3) bersikap adil
dalam keadaan suka maupun marah.” (H.r. Baihaqiy)

Pertama: Bertaqwa kepada Allah ketika bersedirian mau


pun bersama orang lain.
Artinya, bahwa bertakwa itu hendaknya dilakukan dalam segala
keadaan. Dan bertaqwa hanyalah takut dan malu kepada Allah
semata, baik ada orang yang memperhatikan atau tidak.
Mungkin ketika ada orang yang memperhatikan atau bersama
orang lain, kita mudah menjadi sholih, namun ketika bersendirian
mungkin dengan mudah kita berani melanggar larangan Allah
atau bermasiat. Di sinilah ketaqwaan akan teruji. Itulah
sebabnya Rasulullah berpesan kepada sahabat Mu’adz bin Jabal:
َ ُْ ُ َ َ‫ه‬ َّ
َ ْ ْ ْ‫َح َْب َمْ ْ ْاَكم‬
(ٌ ‫“ ) َاتْ َ" َاّلِل‬Bertaqwalah kepada Allah, bagaimana pun
keadaan-mu!”
Semakna dengan pesan itu, Rasulullah saw. juga berpesan
َ َ ُ ْ َ َ‫ه‬ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ‫ه‬ َ
kepada Ibnu Abbas, ra.: (َ ْ ْ َ‫َاّلِل َت َج ْ ْد ُه َت َج ْ ْا‬ ‫َاحَ َظ‬، ْ ْ ‫َ)ا ْحَ َظ َاّلِل َيحَظ‬
“Jagalah Allah, Allah kan menjaga-mu; jagalah Allah, Engkau
akan mendapati-Nya di depan-Mu” Maksud menjaga Allah adalah
menjaga perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan begitu
Allah akan menjaga dan menolong kita.
Begitulah keuntungan dan manfaat bertaqwa kepada Allah
َ ْ ُ َ ‫)و َم ْن ََي َّت" ه‬
dengan sebenar-benarnya. (َ‫َاّلِل ََي ْج َع ْلَله ََمخ َرجا‬ َ
َ “Siapa yang
bertakwa kepada Allah, Dia akan menjadikan untuknya jalan
keluar.” (at-Tholaq: 2)

﴾ 67 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kedua: Bersikap sederhana, baik kaya atau pun miskin
Ini merupakan anjuran kesederhanaan dalam segala keadaan.
Ketika kaya tidak berlebih-lebihan dan berfoya-foya dalam
menggunakan hartanya. Namun juga tidak kikir untuk
mengeluarkan hartanya untuk kebaikan. Inilah salah satu dari
sifat Ibadur Rahmaan, hamba-hamba Allah dan orang yang akan
dilipatgandakan pahalanya, sebagaimana firman Allah:
َ َ َ َْ ْ َ َ َ ُ ُ‫َ ه َ َ َ ُ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ ْ ي‬
“‫يَذ َٰ َل َق َك َاما‬ ‫( ”وال َيينَ ََّذاَأ َقكاَلمَي ز‬dan (juga) orang-
ْ ََ‫لْ ْ ْ ْ ْفكاَولمَيقنواَوكاٰى‬
orang yang apabila membelanjakan hartanya, mereka tidak
berlebih-lebihan dan tidak pula kikir. Dan dia mengambil jalan
pertengahan) [al-Furqan: 67]
Bagi orang kaya, kesederhanaan adalah pertanda bhwa ia tak
tenggelam dalam gemerlap duniawi sekaligus sebagai peluang
untuk berbagi apa yang dimiliki. Jangan sampai kita menjadi
sangat kikir sehingga tidak peduli dengan kesulitan orang lain.
Saking kikirnya hingga kikir terhadap keluarga dan diri sendiri.6
Tentang sikap kikir ini, Rasulullah, saw. memperingatkan:
َّ ُّ ُ َ َ ْ َّ َ َّ ُّ ُ
(َ‫َف َه َماَأَق ََم ْنَق ْبقك ْمَالْ ْح‬،‫“ َ)َّ َّياك ْم ََوالْ ْح‬Jauhilah sifat pelit (sangat kikir)
karena ia merusak orang sebelum kamu.” (HR. Abu Dawud)
Bagi orang miskin, kesederhanaan adalah cara untuk tetap
bersyukur dan wajar dalam menjalani kekurangan. Jika
mendapatkan rizqi berupa harta, dia gunakan dengan baik dan
tepat sasaran. Mengetahui skala prioritas dan bisa membedakan
mana yang menjadi keperluan dan mana yang sekeder
keinginan. Dan bila sedang berkekurangan dia berusaha dengan
sabar dan dengan cara yang benar. Maka dia senantiasa
bersyukur dalam kemudahan dan bersabar dalam kesulitan.

Ketiga: Bersikap adil dalam suka maupun marah


Bersikap adil ketika hati sedang suka mungkin mudah dilakukan,
namun tetap bisa adil ketika sedang marah adalah sulit. Hanya
jiwa yang bertaqwalah yang mampu melakukannya. Itu bukan

6
Ada dua jenis kikir: 1) al-bukhlu (kikir) yaitu orang yang mempunyai
sesuatu yang bisa diberikan kepada orang lain namun dia tidak
bersedia untuk berbagi. 2) asy-syukh-khu (pelit), yaitu orang yang
punya harta namun untuk kegunaan diri dan keluarganya saja sangat
susah karena takut hartanya habis.
﴾ 68 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
perkara mustahi. Jika tidak, tidak mungkin Islam memerintah-
kannya. Dimulai latihan untuk bersabar dan mengendalikan
emosi, sifat mulia itu pelan-pelan akan bisa diwujudkan.
Begitu juga ajaran Islam untuk bersikap adil ketika marah. Islam
menghargai setinggi-tingginya orang yang bersikap adil walau
pun terhadap ْ ُ orang ُ ْ yang ُ َ َّdibenci. Sebagaimana Allah berfirman:
ْ َّ َ ْ َ ُ َ َ ْ ُ َّ َ ْ َ َ َ
“ََۖ َٰ ‫َلَأََت ْع َدلكاََاع َدلكاََ َكَأق َر ُو ََلقتق َك‬
َٰ ‫َع‬ ٍ ‫“وََيج زرممكمَشمْآٰىَقك‬
“Dan janganlah kebencianmu kepada suatu kaum membuatmu
tidak bisa berbuat adil, berbuat adillah! Karena itu lebih dekat
kepada ketaqwaan.” (al-Maidah: 8)
Allah menyediakan surga seluas langit dan bumi, serta ampunan-
Nya kepada orang yang bisa mengendalikan kemarahannya dan
memaafkan kesalahan orang lain terhadap dirinya: Allah Swt.
ْ ُ ‫َالماسَ ََوا ه‬
َّ َ َْ َ ْ َ ْ َ ْ َْ ْ َ
ََْ ْ ‫ّلِل َُي َح ََُّال ُم ْح َسْ ْ َم‬
Berfirman: (‫ي‬ ‫ز‬ ‫يَع زن‬ َ ‫ …“ )والك‬dan
ْ ‫اظ َم ْيَال اظَوالع َاف‬
mereka yang menahan kemarahan dan mema’afkan orang-orang
(yang bersalah kepadanya), dan Allah itu menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 134)
ُ َُ َ َ َ َ ْ َ َْ َ َ
ََ ‫كلَ"َأََْي‬
َ‫ن‬ َُ ‫اََََي َق‬
ٍَ ‫َم َم‬
َ َ‫ا‬ َ ََََ ‫ام‬ َ َ‫قالَبسْْكلَهللاَصَْْلَهللاَعقاهَوسْْقمَ"َ َََّ َذاَب‬
َ ‫اٰىََي َك ََ َال َق َا‬
ُ َ َ َ َ َ ْ َ ُ ُ َُ َ َ ْ ُ َ َُ َّ َ ُ َْ
َ‫م‬ ْ ُ
َ ٍ ‫ئَ َمسْ ْ َْْ ََق‬ ْ
َ‫ام زَر ر‬
َ َ‫ل‬ َ
َ ‫ح"ََ َعَلَ ََب‬َ ‫َو‬،
َ َ‫م‬ َ َ‫كبك‬
َ ‫ج‬َ ‫واَأ‬
َ ‫ل َي‬ َ ‫َو‬،
َ َ‫م‬ َ َََ ََّ‫؟ََ َق َُّمكا‬
َ ‫بك َك‬ َ َ‫اس‬ َ ‫الم‬ َ َ‫ن‬َ ‫كٰىَ ََع‬
َ ‫اف‬َ ‫َال َع‬
َ َّ َ ْ ‫َ َ َ ْ َز ْ ُ ُ ز‬
"ََ ‫ج َم‬َ ‫لَ َال‬
َ‫ل‬َ ‫اَأٰىََي َد‬
َ ََ ‫اَع‬
َ ‫َّذ‬َ
Rasulullah, saw. bersabda: “Kelak pada hari Kiamat, akan ada
penyeru yang menyeru: ‘Di mana orang yang suka memaafkan
orang lain? Ayo menghadap ke harimbaan Tuhanmu, dan
ambillah pahalamu!’ Dan menjadi hak bagi setiap muslim bila
memaafkan (orang lain) untuk masuk surga.” (Disebutkan oleh
Ibnu Katsir dalam tafsirnya)

C. Tiga Kekayaan yang Paling Berharga

Saudaraku yang dirahmati Allah


Allah, Swt.
َ berfirman:
َ‫اوَأ َل ٍام‬
ََ ْ ُ ْ َ َ َ ‫َسِال ه‬َ ْ ‫َ ََو ْالَ َّ ََ ََو ََ َُي ْمَ ُقك َ َه‬ َّ َ ُْ ْ ْ َ َ ‫َ ه‬
َ ََ ‫َالي‬
ٍ ‫َاّلِلَفبلَم ََبعي‬ َ َ ‫اَف‬
‫َي‬ َ َ ‫وال َيينَيب َنوٰى‬
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menginfaqkannya di jalan Allah, maka berikan kabar gembira
kepada mereka dengan azab yang pedih.” (At-Taubah: 34)

﴾ 69 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Ketika turun ayat ini, para sahabat sangat ingin mengetahui
apakah ada harta yang lebih baik dari emas dan perak yang patut
dijadikan simpanan bagi seorang muslim. Maka Rasulullah, saw.
َ ُ ُ ُ ‫ْ َ ُ ُ َ ه َ ه َ َْ ه َ ه ََ ْ َ ه ُ ْ َه‬
َ ََّ‫َعَل‬
menjawab: (‫يما َ ََه‬ َ ‫“ )أف ْقه ََلسْاٰىَذَا َفرَوققََشْ َافرَوِوجََم َممََت َعَمه‬Harta
terbaik adalah lisan yang berdzikir, hati yang bersyukur dan istri
yang beriman yang membantu keimanan (suami)-nya.” (HR.
Tirmidzi)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Mari kita fahami satu persatu tentang kekayaan yang paling
utama ini:
Pertama: Lisan yang selalu berdzikir
Kenapa lisan yang selalu berdzikir disebut sebagai kekayaan
paling utama? Sebab barang siapa yang selalu berdzikir dengan
hati dan lisannya, maka Allah akan mengingatnya.
ُْ َ َ ُ ْ ُ ُْ ْ ُُْ َ
َ َ ‫واَأذف ْرك ْم ََواشْ ْق ُرواَ َ ي ََوََتبَ ُر‬
Allah Swt. berfirman: ‫وٰى‬ ‫(َ فاذفر َ ي‬Karena itu,
ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku) [al-Baqarah: 152]
Dalam hadits qudsi, Rasulullah, saw. Allah berfirman: “Aku sesuai
dengan persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia
mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendiri, Aku akan
mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu
kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik
daripada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih)
Apakah ada kekayaan yang bisa menandingi nilai kedekatan
seorang hamba kepada Tuhannya? Diingat dan dijaga oleh Allah
tentu anugerah terbesar yang tidak ternilai dengan apa pun di
dunia ini. Oleh sebab itu ketika seorang meminta Rasulullah,
saw. untuk mengajarkan sesuatu yang bisa dijadikan amalannya,
ْ ْ ْ َ َ ُ ُ َ َ َ
َ ‫)ال َي ْ ْزال ََل َسْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْا ْ ْ ْ َبِ ْ ْ َبْ ْ ْاَ َم ْ ْن ََذك ْ ْ زر‬
Rasulullah, saw. menyarankan: (َ‫َهللا‬
“Hendaklah lidahmu senantiasa berdzikir kepada Allah ‘Azza wa
Jalla.” (HR. Tirmidzi)
Lisan yang senantiasa berdzikir kepada Allah sungguh
menguntungkan pemiliknya, karena akan memberikan keba-
hagiaan dan ketentraman dalam hatinya. Allah Swt. berfirman:

﴾ 70 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


ْ ُّْ ِ َ ْ َ
ُ ‫َال ُق ُق‬ ‫ْ ه‬ َ
(َ‫كو‬ ‫“ )أََ َبْ ْ َيك زرَالق ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ َْه َتَم َي‬Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Kedua: Hati yang Bersyukur
Hati yang bersyukur kepada Allah, Swt. mengakui bahwa semua
nikmat yang yang ia peroleh berasal dari Allah, Swt. dan oleh
karenanya ia akan selalu berfikir untuk menggunakan nikmat itu
untuk berbakti kepada-Nya.
Hati yang bersyukur kepada Allah, Swt. akan senantiasa qanaah
dan menerima dengan senang hati segala pemberian-Nya, baik
banyak mau pun sedikit. Ia tidak akan merasa kurang dan tamak
terhadap apa yang bukan menjadi miliknya.
Ketika makan atau menikmati nikmat Allah, dia akan selalu
bersyukur dengan lisannya sehingga Allah akan meredhainya.
Maka Rasulullah, َ َ َ ْ َّ Saw. bersabda: َ ْ َ ُ ْ َ ْ ْ َ ْ ْ َ َْ ْ َ َ ‫َّ ه‬
َ َ
‫َاللكََف َا ْح َمد ُهَعق َْ َها‬ َ ْ ‫َاأ ْكق ََ ََف َا ْح َم َد ُهَ َعق َْ َهاَأ ْو ََي‬
‫ل َو‬ ‫ََّٰىَاّلِلَل ْنضَعنَالعب َدَأٰىَيأ كل‬
“Sesungguhnya Allah meridhai hamba-Nya yang memuji-Nya
ketika makan dan minum.” (HR. Muslim)
Hati yang bersyukur kepada Allah, saw. akan selalu merasa
bertanggung jawab atas penggunaan nikmat, apakah untuk
bermaksiat atau untuk ketaatan kepada-Nya. Sebab semua
kenikmatan baik berupa umur, ilmu dan harta harus dipertang-
gungjwabkan
َ di hadapan
ْ Allah. Rasulullah, saw.
ْ bersabda:
َ
َ ‫اماَأف َم ُاه ََو َع ْنَع ْقمهَف‬
َ‫اماَف ََع َل‬ ُ ‫َع ْن‬
َ ‫َع ْم َرهَف‬ َ ‫َح يَِّ َُي ْسأ َل‬ َ َ َ ُ َُ َ
َ َ‫اَع ْبد ََي ْك َ َالق َا َام‬
َ َ َ َ َ َ ‫ز‬ َ َ ْ َ َ ْ ٍ ‫الَتزولَقدم‬
َ َ ‫اماَأ َق ُه ََو َع ْنَج ْسمهَف‬ َ ‫َو َع ْن ََمالهَم ْنَأ ْي َنَاف َت َس َب ُه ََوف‬
‫اماَأ ْبم َُه‬ َ َ َ َ َ َ ََ
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat
hingga ia ditanya mengenai: 1) umurnya untuk apa ia habiskan,
2) ilmunya untuk apa ia amalkan, 3) hartanya bagaimana ia
peroleh, 4) ke mana ia belanjakan dan (5) mengenai tubuhnya
untuk apa ia habiskan tenaganya.” (HR. Tirmidzi )

Ketiga: Istri Sholihah yang Membantu Kesholihan Suami


Istri sholeh adalah perhiasan dunia yang termahal, seperti sabda
ُ ُ ْ ْ ُّ َ َ َ ‫ُّ ْ َ َ َ ه‬
Rasulullah, saw.: (ََْ‫َول ْْ ُن ََمتْ زاعَالْْد َاْاَال َم ْرأ َال َّص ْ ْ ْ ْ ْ َال َح‬، ‫“ )الْد اْاَمتْاع‬Dunia ini
adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah
istri yang sholihah.” (Hr. Imam Muslim)
ُ ْ َّ َ َ ْ َ َ َ ُ َ ُ ْ ْ ُ ْ َ َ ْ َ َ ُ ْ َ
Sabdanya lagi: َ،‫اَيته‬ ‫َ ََّذاَ ظرََّلَه‬،َ‫اَيب َ ْ ْنَال َم ْر َء؟َال ََم ْرأ َال َّص ْ ْ ْ ْ ْ َالح‬ْ‫أََأل َنك ََبخ ْ زنَم‬
ُ ْ َ ََْ َ َ َ َ ُ َْ َ ََ َ َ
‫َوإذاَۚ اوَعمهاَح ََظت َه‬،‫( و َإذاَأمرَاَأِاعته‬Maukah kuberitahukan kepadamu
tentang apa yang sebaiknya dijaga oleh seorang laki-laki? Ialah

﴾ 71 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


istri sholihah, jika dipandang membuat hati senang, jika diperin-
tah taat dan jika suaminya tidak ada, dia akan menjaga kehorma-
tannya). [Hr. Abu Dawud dan Ibnu Majah]

Lebih dari itu, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah,


saw. bahwa istri sholihah itu bisa membantu suaminya untuk
menjadi lebih baik dan menguatkan keimanannya. Maka seorang
lelaki ketika hendak menikah harus mengutamakan keshalihan
calon istrinya dari pada kecantikan, keturunan dan hartanya.
Sebagaimana Rasulullah saw. menegaskan, “pilihlah yang
agamanya baik niscaya kamu beruntung.” (HR. Al-Bukhari)
Di samping itu seorang suami harus selalu memohon kepada
Allah agar dikarunia istri yang sholihah dan keturunan yang
sholih dan sholihah. Allah berfirman:
َْ ‫اج َع ْق َم ْاَل ْق ُم َّتق‬ ُ َ َّ َ ُ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َّ َ َ ُ ُ َ َ ‫َ ه‬
ْ ُْ ‫اَق َّر َ َأ ْع‬
ْ ‫ي ََو‬
‫ي َ ََّ َم ْا َم ْا‬ َْ َ ‫ر‬ َ ْ ‫( وال ْ َيين َيقكلكٰى َبكم ْاََ ََْلم‬Dan
ْ ‫اَمنَأِو َاجم ْاَوذبِلي ْ ََاتم‬
orang-orang yang berkata, ‘wahai Tuhan kami anugerah-kanlah
kepada kami istri-istri dan keturunan yang bisa menjadi penyejuk
mata (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang
bertaqwa!” (al-Furqan: 74)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Begitulah Rasulullah, saw. mengajarkan kepada ummatnya
tentang bagaimana kita menilai sesuatu yang paling berharga.
Bahwa kesenangan dan kebahagiaan itu tidak terletak pada
banyaknya simpanan harta berupa materi, namun ada sisi lain
yang bisa menjadi penyebab kebahagiaan dan kesenangan di
dunia bahkan hingga akhirat. Yaitu tiga perkara yang telah
diuraikan dalam khutbah di atas.

D. Tiga Tanda Ketaqwaan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Puasa Ramadan yang telah kita jalankan in sya Allah masih
berbekas pengaruhnya dalam diri kita. Bila tujuan puasa adalah
agar terbentuk pribadi bertaqwa kepada Allah, maka itulah
perkara berharga yang harus kita jaga dan kita pertahankan.

Sahabat Ibnu Mas’ud, ra. ketika menerangkan firman Allah:


“Ittaqullaaha haqqa tuqaatih” (surat Ali Imran:102) yang artinya:

﴾ 72 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


“bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa” beliau
berkata: “Sebenar-benar taqwa itu adalah:
ََ ُ َ ْ
1) “َْ ْ ْ ْ ْ ‫ أٰى َُيَ ْاع َفة َُي ْع َع‬/ an yuthaa’u falaa yu’shoo“ (Bahwa Allah
selalu ditaati bukan ditentang)
ْ ََ ْ
2) “َْ ْ ْ ْ ْ ‫ َو ُِليْ ْ ْيك ُر َفة َُين َس‬/ wa yudz-karu falaa yunsaa“ (Bahwa Allah
selalu diingat bukan dilupakan)
َْ ََ ْ ْ
3) “َ‫ َوأٰى َُيْْق ُرَفة َُيبَ ُر‬/ wa an yusy-karu falaa yukfaru“ (Dan bahwa
nikmat Allah itu selalu disyukuri bukan diingkari).”
Saudaraku yang dirahmati Allah
Pendapat Ibnu Mas’ud, ra. di atas menjelaskan bahwa orang
yang bertaqwa itu harus memiliki 3 kualitas dalam kepriba-
diannya:
Pertama: Allah selalu ditaati bukan ditentang
Orang bertaqwa selalu taat kepada Allah dan tidak mendurhakai-
Nya dan tentu juga taat kepada Rasul-Nya, sebagai mana firman
Allah.
ُ ْ ُ ُ َ َ َ ‫اع ه‬ ُ ِ‫َآم ُمكاَأ‬ ‫َ ُّ َ ه‬
َ ‫اَالي‬
َْ ‫كل ََوََت ْب ََقكاَأع َمالك‬
‫م‬ ْ ْ ْ ْ ‫كاَالر ُس‬
َّ ‫اع‬ ُ ِ‫كاَاّلِل ََوأ‬
َ َ
َ ‫ين‬
َ ‫“ ياَأيه‬Wahai orang-
orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada
Rasulnya dan janganlah kalian merusakkan amal-amal kalian)
dengan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat.” (Muhammad: 33)
Imam al-Qurthubiy, menukil perkataan al-Hasan, mengatakan
bahwa kemaksiatan dan dosa-dosa besar bisa merusakkan
pahala kebaikan. Oleh karena itu, orang bertaqwa akan berusaha
menjaga diri dari kemaksiatan dan berkomitmen menjalankan
ketaatan karena khawatir amalannya rusak karena dosa-dosa
yang dilakukan.

Kedua: Allah selalu diingat bukan dilupakan


Orang bertaqwa selalu mengingat Allah dan tidak menjadi orang
yang lalai
ْ dari
ُ َ َ
mengingat
ْ ْ Allah.
ْ Sebagaimana
ْ Allah
َ
berfirman:
َ ُ ْ
َْ ‫نَم َنَال َ افق‬ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ ُّ َْ َ ْ ْ َ َّ َّ
َ‫ي‬ ََْ ََ ‫اَو َلاََ ََوَوٰىَال َج ْه زر ََم َنَالق ْك َل ََبال د َو ََوال َص َال ََوََتب‬ ‫َفَ َ َس َتِّصع‬
‫واذفرَبك َ ي‬
َ
“Dan ingatlah nama Tuhanmu di dalam hatimu dengan merendahkan
diri dan rasa takut dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan
petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (dari
mengingat Allah).” (al-A’raf: 205)

Di antara cara supaya kita tidak tercatat sebagai orang yang lalai
dari mengiangat Allah adalah dengan sholat Dhuha minimal dua
rakaat setiap pagi. Separti anjuran Rasulullah, saw.:

﴾ 73 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


ْ َ ْ َ ْ ُ ْ ْ ْ َ َ ْ َ َ ُّ
َْ ‫َال َ افق‬ ‫َ ْ َ ه‬
(َ‫ي‬ ‫“ )منَصَلَال َحَبفعت ْ ز‬Barangsiapa yang menjalankan
ْ َ َ ‫َلمَيبتَ ََمن‬،َ‫ي‬
sholat dhuha dua rakaat, dia tidak tercatat dari golongan orang-
orang yang lalai.” (H.r. Thabraniy)

Ketiga: Nikmat Allah selalu disyukuri bukan diingkari


Orang yang bertaqwa selalu bersyukur dan tidak kufur terhadap
nikmat Allah: (َ‫وٰى‬ ُُْ َ ََ ُ ُ ْ َ ْ ُ ْ ُ ْ ْ ‫“ ) َف ْ ْ ْاذ ُف ُر‬Maka ingatlah
َ ‫وا َأذفركم َواش ْ ْ ْ ْ ْقرواَ َ ي َوَ َتبَر‬
‫َي‬
kepada-Ku Aku akan ingat kepada-mu dan bersyukurlah kepada-
Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (al-Baqarah: 152)

Menurut Ibnu Qayyim, syukur itu memiliki 3 rukun:


1. Penerimaan dengan senang hati akan segala nikmat Allah dan
merasa bahwa segala nikmat itu datangnya dari Allah
2. Pengakuan dengan lisan dan memuji Allah dengan ucapan
atas segala nikmat-Nya.
3. Penggunaan nikmat-Nya hanya untuk menaati Allah bukan
untuk bermaksiat terhadap-Nya.
Saudaraku yang dirahmati Allah
Demikianlah apa yang perlu kita realisasikan dalam kehidupan
sehari-hari kita, sebagai konsekuensi ketaqwaan kita kepada
Allah. Mudah-mudah Allah menjadikan kita kaum bertaqwa dan
mendapatkan kemenangan dunia dan akhirat.

E. Tiga Amalan Untuk Meraih Ketenangan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Segala kesulitan dan tekanan hidup, baik oleh himpitan hidup
atau kondisi lingkungan, bila dijalani dengan sabar dan tawakkal
kepada Allah, tidak hanya akan mendatangkan solusi bahkan
akan menjadi pahala dan kebaikan. Sebagaimana Rasulullah,
saw.
ُ bersabda: ْ ُ
َّ َّ‫ي‬ َ َ َ ‫ََم ََو َال‬
َ َ َ َ َ
ََ‫َحَِالْ ْ ْ ْكف‬، ‫َح َز ٍٰى ََوالَأذ ََوالَۚ م‬ ‫يََال ُم ْس ْ ْ َق َم ََم ْنَ َص ْ ْ ٍَ ََوال ََو َص ْ ْ ٍََوال‬ ُ ‫“ َم‬
ْ ْ ‫اَيص‬
َ ‫ه‬ َ َ ْ َ ‫ه‬ َّ َّ َ ُ َ ُ
.‫اه‬
ََ ‫اَمنَلَاياه َمتَ"َعق‬ َ ‫يْافهاَ ََّالَكَرَاّلِلََه‬
“Tidaklah seorang muslim tertimpa kesulitan, penyakit,
kegundahan, kesedihan, kesakitan dan tekanan batin bahkan
tertusuk duri, melainkan Allah akan menjadikannya sebagai
penghapus dosa-dosanya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

﴾ 74 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Akan tetapi kita tetap harus berikhtiyar untuk keluar dari
kesulitan menuju kemudahan, dari kegelisahan menuju
ketenangan. Dan itu sekurang-kurangnya dengan tiga cara
berikut ini:

Pertama: Berdoa agar diberi kesabaran dan keamanan


Sekuat-kuatnya jiwa manusia dalam mengarungi ujian hidup,
tetap butuh pertolongan Allah. Sebab kesabaran itu diperoleh
‫َ ْ َ َ َ ْ َ َّ ه‬
karena bantuan Allah, sebagaimana firman-Nya: (َ‫اّلِل‬
َ ‫)واص َ ْنَوماَص ُنكَ َََّ ََب‬
“Dan bersabarlah dan tidaklah kesabaran-mu itu melainkan
karena pertolongan dari Allah” (an-nahl: 127)

Namun untuk momohon pertolongan Allah, kita harus


menggunakan sarananya. Di antara sarana paling utama untuk
memohon pertolongann-Nya adalah dengan menjaga sholat kita.
َ ‫َالصاَر‬
Allah berfirman: (َ‫ِلين‬ َ ‫الص َة َََّ َّٰى ه‬
َّ ‫َاّلِل ََم َع‬ َّ ‫كاَاس َتع َُمكاَب‬
َّ ‫الص ْن ََو‬ ْ ‫َآم ُم‬
َ ‫ين‬ ‫َ ُّ َ ه‬
َ ‫اَالي‬
‫َز‬ َ َ ‫ز‬ َ َ َ ‫)ياَأيه‬
“Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan Allah
dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah bersama orang-
orang yang bersabar.” (al-Baqarah; 153)

Dengan sholat, kita berada dalam posisi paling dekat dengan-


Nya. Posisi di mana antara hamba dengan Tuhan tidak ada sekat
dan pendinding. Pada saat itu, ajukan permohonan dan Dia pasti
akan mendengarkan. Maka bacalah doa ini setiap usai sholat:
ُ ‫اَو َت َك َّف َم‬
َْ ‫اَم ْس ْ ْ ْ ْقم‬
(َ‫ي‬
َ ْ ْ َ َّ َ
َ ‫َعق َْ َماَ َص ْ ْ ْ ْ ْ َن‬ ‫“ )بكماَأف زرغ‬Ya Allah curahankanlah ke dalam
ََْ
hati kami kesabaran, dan (jika engkau wafatkan kami),
wafatkanlah kami sebagai orang-orang muslim!”

Hasil dari permohonan kita kepada Allah dengan kesabaran dan


sholat, dalam firman di atas, adalah “Allah akan membersamai
orang-orang yang bersabar, “Innallaaha ma’as shoobiriin.” Lalu
apa yang perlu kita risaukan jika Allah selalu bersama kita?

Kedua: Bertawakkal kepada Allah dalam segala urusan


Tawakkal adalah upaya menjalani hidup ini sesuai dengan yang
sepatutnya sambil menyerahkan urusan kita kepada Allah.
Seorang mukmin hanya bergantung harap dan mengandalkan
kesuksesannya kepada Allah semata-mata. Karena usaha dan
kekuatan
ْ
kita tidak
َ
lain adalah pemberian Allah.
َ ُ ْ ‫ْ َ ه‬ ‫ه‬ َ َ
(َ‫َاّلِل َفْ ْقْ ْ ََْ ْتْ ْ َكك ْ ْ ْ َل َالْ ْ ُمْ ْ َمْ ْمْ ْكٰى‬
َ ‫“ )وعْ َْل‬Dan kepada Allah, hendaklah orang-orang
mukmin bertawakkal (berpasrah diri).”

﴾ 75 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Perintah untuk bertawakkal seperti dalam ayat tadi disebut
Sembilan kali di dalam al-Qur’an. Itu menunjukkan pentingnya
bertawakkal bagi seorang mukmin.
Di antara keutamaan tawakkal adalah bahwa setan tidak akan
sanggup untuk menggodanya. Sebagaimana sebuah hadits,
menyebutkan bahwa Rasulullaah, saw. bersabda: “(Barangsiapa
keluar dari rumahnya) mengucapkan,”bismillaah, tawakkaltu
‘alallaahi, wa laa haula walaa quwwata illaa bil-laahi” maka akan
dikatakan kepadanya (oleh malaikat), “Kamu telah diberi
petunjuk, telah dicukupi dan telah dijaga.”

Maka setan yang akan menggodanya segera menyingkir darinya.


Lalu Setan itu berkata kepada setan yang lain, “Apa dayamu
terhadap seseorang yang sudah diberi petunjuk, dicukupi dan
dijaga?”

Dari hadits tersebut mengajarkan kepada kita, bahwa


bertawakkal itu bisa berupa tekad dalam hati dan diikrarkan
dalam bentuk ucapan doa, yaitu doa:
‫ْ َ َ ُ َ َّ ه‬ َ ‫َعَل ه‬ َ ُ ْ‫ه‬ ‫ه‬
(َ‫اّلِل‬
َ ‫َوالَحكلَوالَقك ََّال ََب‬،‫َاّلِل‬
َ ٌ‫مَاّلِلَتكبق‬
َ ْ ْ‫)ب ْس‬
َ “Dengan nama Allah, aku
bertawakkal (berserahdiri) kepada Allah, dan tiada daya dan
upaya kecuali dengan izin Allah.” (Hr. Abu Dawud, Turmudzi dan Nasai)

Ketika pagi kita bangun dan melaksanakan sholat, lalu


menyiapkan segala kebutuhan kerja, lalu melangkahkan kaki
keluar dari kediaman kita, jangan lupa pasang niat yang kuat
untuk bekerja mencari rizki yang halal. Serta jangan lupa
pasrahkan keselamatan dan kebaikan diri kita kepada Allah. Juga
baca doa di atas, in sya Allah tidak ada perkara yang perlu kita
risaukan karena kita sudah berada dalam jaminan Allah: diberi
petunjuk, dicukupi dan dijaga.

Ketiga: Senantiasa ingat Allah (dzikrullaah)


Dzikirullaah bisa berupa renungan dengan pikiran kita, untuk
memikirkan kebesaran Allah dalam diri kita dan di alam semesta.
Bisa dengan berdzikir dalam hati dengan menjaga rasa syukur
kita kepada Allah, memiliki harapan dan sangkaan baik kepada-
Nya bahwa Allah akan melindungi hamba-Nya yang beriman.

﴾ 76 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Dzikir bisa dengan cara menjaga prilaku kita dari perbuatan
tercela karena takut kepada Allah. Juga bisa berdzikir dengan
lisan, yaitu dengan mengucapkan kalimat-kalimat tahyyibah
(kalimat-kalimat yang baik). Seperti: membaca tasbih, tahmid,
takbir, tahlil, sholawat dan istighfar. Kita bisa membaca kalimat-
kalimat itu dalam segala keadaan. Bisa dibaca sambil bekerja
tanpa mengganggu pekerjaan kita, malahan bisa membuat
tentram dan konsentrasi penuh dalam bekerja.
Semua aspek dzikir yang disebut tadi, dari pikiran positif, hati
yang bersih, prilaku yang terpuji serta ucapan yang baik sangat
penting dalam menghadirkan ketenangan dan keaman hidup.
Sebagaimana Allah, Swt. berfirman:
ْ ُّْ ِ َ ْ َ ‫ْ ه‬
ُ ‫َال ُق ُق‬ َ ‫ْ ه‬ ُ ُ ُ ُ ُّْ ِ ‫كاَو َت َْ َم‬
َ ‫َآم ُم‬
َ ‫ين‬َ ‫“ )ا هل ْي‬Orang-orang
(َ‫كو‬ ‫َاّلِلَتَم َي‬
َ ‫َاّلِلََأََ َب ْ َيك زر‬
َ ‫ي َققوك ْهمَ َب ْ َيك زر‬ َ َ
yang beriman (kedaan hatinya) tenang dengan dzikrullah.
Ingatlah bahwa dengan mengingat Allah hati akan menjadi
tenang.” (Ar-Ra’du: 28)

[][][][][]

﴾ 77 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


KELIMA
Bulan Jumadil Awal

A. Tiga Sikap Menghadapi Ujian

Saudaraku yang dirahmati Allah


Dunia saat ini telah diuji oleh Allah dengan virus Covid-19.
Seluruh ummat manusia sama-sama merasakannya; baik muslim
atau pun non-muslim. Dan sepanjang sejarah manusia, bisa
dikatakan inilah wabah penyakit yang menyatukan sikap lahiriyah
seluruh ummat manusia dalam penanganannya.
Tidak kalah penting dari sikap lahiriyah dan menjalankan
protokol kesehatan, sebagai orang beriman, kita harus
memandang pandemi covid-19 dengan kaca iman agar menim-
bulkan 3 sikap yang benar bahkan berpahala:
Pertama: Yakin bahwa Allah tidak menimpakan suatu musibah
atau ujian melainkan pasti ada tujuan di sebalik itu semua.
Sebagaimana Allah berfirman:
َ ‫ه‬ ُ ‫ُ َُ َْ َ ه‬ َّ ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ‫َال ََ َس ُا‬
ْ َ َ
َ ‫ضَال َي َيع َمقكاَل َعق ُه ْم ََي ْر َج ُع‬
‫كٰى‬ ‫اس ََلا َييقهمَبع‬
‫َفَالنَو َالبح زر ََبماَكسبٌَأي َدخَالم ز‬
‫َي‬ ‫ظهر‬
“Tampak kerusakan di bumi dan di laut adalah diakibatkan oleh
perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah membuat
mereka merasai (akibat dari) sebagian apa yang mereka lakukan,
agar mereka kembali [ke jalan Allah]” (Ar-Ruum: 41)
Ayat ini menjelaskan tujuan Allah memberi ujian kepada
manusia, yaitu agar manusia kembali kepada-Nya. Para mufassir,
seperti Imam al-Qurthubiy dan Ibnu Katsir menjelaskan maksud
kembali kepada Allah adalah bertaubat, yaitu menyadari
kesalahan dan berusaha memperbaiki perbuatannya dengan
amal sholih dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kedua: Bersabar atas segala bala’ dan ujian. Karena seorang
mukmin yakin bahwa dunia ini adalah daarul bala’, tempat ujian.
Dan ujian itu tidak semata-mata keburukan, yaitu sesuatu yang
tidak menyenangkan bahkan kebaikan, yaitu suatu yang
menyenangkan juga merupakan ujian.

﴾ 78 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Sedangkan tujuan dari ujian, baik yang menyenangkan atau
yang tidak menyenangkan itu supaya kita melaluinya dengan
sabar. Agar ketika kembali kepada Allah kita selamat dan lulus
dari ujian. Sebagaina Allah berfirman:
َ ُ َ َْ َ ْ َ َّ ُ ََُْ َْْ ُ َ َ ْ َ ُّ ُ
َ ‫الل ََوالخ ْْ زن ََفتمََ ََۖو َإل َْماَت ْر َج ُع‬
‫كٰى‬ ‫مَب‬
َ ‫بلَ َ ر َذ َائقََالمك َتََو بقكب‬
“Setiap jiwa merasakan kematian, dan kami akan memberikan
ujian kepada kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan dan kepada Kami-lah kalian akan dikembalikan.” (al-
Anbiya’: 35)

Ketiga: Bersyukur kepada Allah, karena orang beriman tidak


pernah berputus asa dalam keadaan apa pun. Karena tidak ada
satu keadaan pun yang tidak bisa disyukuri, asalkan kita
mengerti caranya. Di antaranya dengan melihat keadaan orang
yang lebih tidak beruntung dari pada kita.

Rasulullah saw. bersabda:


ُ َ ‫َْ َُ ْ َ َ ه‬ َ َ َ َ ُ ْ َ
ُ ،‫كق ُكم‬ ُ ُ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ‫س‬
َ ُ ْ
ََ َ‫فه َكَأ ْجد ُبَأٰىَالَتزَبواَََ َع َم‬
َ‫َاّلِلَعق ْاك ْم‬ ‫واََّ َمنََكَف‬
َ ‫لَممكمَوالَتمظر‬ ‫ا ظ ُرواَ ََّ ََم ْنََكَأ‬
“Lihatlah (keadaan) orang yang ada di bawahmu, dan jangan
melihat (keadaan) orang yang ada di atasmu, sebab dengan
begitu akan membuatmu bisa lebih menghargai nikmat Allah
kepadamu.” (H.r. Bukhari dan Muslim).

Saat dunia “dihantui” oleh covid-19, jelas tidak mengenakkan.


Akan tetapi jika kita melihat orang lain yang terdampak lebih
buruk dari pada kita, tentu kita akan lebih bersyukur. Oleh
karena kita harus banyak berdoa, mudah-mudahan kita sekalian
dijauhkan dari bala’ yang tidak mengenakkan dan dihindarkan
dari ujian yang tidak mampu kita tanggung.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Coba kita renungkan nasehat indah yang dinisbatkan kepada
Sayyidina Ali, ra.ْ berikut ini:
ُ َ ْ َ ُ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ‫ْ َ َْ َ َ َ َ ْ َ َْ َ ُ َ ْ َ َ ُ ه‬
َ ‫َوأٌَ ََمأِ ه‬
‫وب‬ َ ‫َجر َعقا َالقدب‬
َ ٌ‫َوََإٰىَج ززع‬،
َ ‫ٌَمأجكب‬
َ ََ‫َوأ‬
َ ‫َعقَ َا ََ َال َقدب‬
َ ‫َّٰىَصنتَجر‬
َ
“Jika kamu bersabar (atas bala’), ketentuan Allah tetap berlaku
kepadamu, namun kamu mendapat pahala; dan jika kamu
berkeluh kesah (dengan-nya), ketentuan Allah pun tetap berlaku
kepadamu, namun kamu mendapatkan dosa.”

﴾ 79 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


B. Tiga Amalan Penghapus Dosa

Saudaraku yang dirahmati Allah


Kunci keselamatan dan keberuntungan manusia, terutama di
akhirat adalah kebersihan hati, yaitu dengan meninggalkan
maksiat dan melakukan kebaikan maka dosa-dosanya akan
diampuni dan diterima di sisi Allah dengan rahmat-Nya. Allah,
‫َ ه‬ َ ْ ْ َ
SWT. berfirman: (َّ‫“ )قْ ْ ْد َأف ْق ْح َ َم ْ ْن َت ْ َز‬Sesungguhnya beruntunglah
orang yang membersihkan diri.” (al-Ala: 14)
Maka Islam memberikan petunjuk dengan jelas bagaimana cara
membersihkan diri dari dosa-dosa (tazkiyyatun nafs). Tiga di
antaranya adalah:
Pertama: Berwudhu dengan Sebaik-Baiknya
Tentang amalan wudhu, Dr. Ali Jum’ah mantan Mufti Besar Mesir
mengatakan:
ْ َّ ‫َ َّ ْ ُ ُ َ َ ْ ه َّ َ َ ه‬ ِّ ُ َ ْ َّ ُ َ َ ُ ْ َّ
َََ ‫اَ زر َِّلي ََ ََوالَ َه َابَ َال ََبا َِ َم َّا‬
َ ‫َلقَهابَ َالظ‬
َ ‫َأٰىَالكضكءَبمز‬،َ ‫كءََ َكَأو ُلَاأ ْم زرَبق َه‬ ‫ََّٰىَالكض‬
“Sesungguhnya wudhu itu pokok segala urusan, sebab ia adalah
simbol kebersihan lahir dan batin…”
Sedangkan manfaat wudhu menurut syariat telah dijelaskan
langsung oleh Rasulullah, saw. dalam sabdanya:
َ ‫َّ َ َ َّ ُ َ ُ َ َ ْ َ ُ َ َ ْ َْ َّ َ ه ي‬
َ ‫ََتَق‬ ِّ َ ُ َّ ُ ُ َ ُ ُ ُ ْ ُ َ ‫َ َ َ َ َّ ُ َ َ ه‬
َ‫ََهَا‬ َ َِ ‫َة َََال َ ي‬
َ ْ ‫َم َ ََََََّۚ ََََرََلَهََمَاَََةَمَهََوَك َْيََالص‬
َ ْ ‫ََلََالص‬
‫ََيص ْ ي‬
َ ‫ََوض َْكءَهََسَم‬
َ ‫َح َس َْن‬
َ ‫َكض َْأََبَجَلََفَا‬
َ ‫َََيَت‬
“Tidaklah seseorang berwudhu lalu melakukannya dengan baik
kemudian mengerjakan sholat, melainkan (dosanya) akan
diampuni (oleh Allah) antara (waktu wudhu dan sholatnya tadi)
dengan sholat yang akan dikerjakan berikutnya.” (Hr. Muslim)
Menurut Dr. Ali Jum’ah, mantan Mufti Besar Mesir, ihsanul wudhu
(berwudhu yang baik) itu mesti melakukan tiga perkara:
1) Menjaga rukun-rukun wudhu, sunnah-sunnahnya dan
menyempurnakannya sebanyak tiga kali dengan tidak
tergesa-gesa.
2) Berwudhu setiap hendak sholat, meski pun masih punya
wudhu, sebab itu merupakan cahaya di atas cahaya dan
berpahala besar.
3) Menyadari pentingnya wudhu, sebab wudhu itu bukan hanya
untuk kebersihan badan semata-mata namun juga untuk
kesucian hati agar bisa bermunajat kepada Tuhan yang Maha
Mengetahui segala yang ghaib.

﴾ 80 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Maka orang yang berwudhu dengan sebaik-baiknya itulah yang
akan dihapuskan dosa-dosanya. Sebagaimana sabda Rasulullah,
saw.:
َ ْ َ ْ َ َّ‫ي‬ َ ْ َ َ َ َ ُ ُ ْ َ َ ْ َ َّ َ َ ْ َ
َ ‫َل ََ َاي ُاهَم ْن‬
َ َ‫حَِتخ ُر َ ََم ْنَت ْح ٌََأظَ زابَه‬ ،‫َج َس َده‬ َ ٌ‫َلرج‬،‫منَتكضأَفأحسنَالكضكء‬
“Barangsiapa yang berwudhu lalu melakukannya dengan
baik, maka akan keluar dosa-dosa dari badannya, hingga
keluar dari bawah kuku-kukunya.” (Hr. Muslim)
Kedua: Menjaga Sholat Lima Waktu dan Sholat Jum’at
َ َّ َ ُ َ ْ َ َ ُّ َ َ ‫ْ َ ْ ُّ ْ َ َ ْ ه‬
(ََ ‫َالصة‬ ‫اَشءَأجلَوََأجمل ََمن‬ ‫َفَالد ا ي‬‫“ )لي زي‬Di dunia ini tidak ada yang lebih
agung dan lebih indah dari pada Sholat.” Begitu kata, Syaikh Ali
Thantawi.
Betapa tidak, Allah telah menyebutkan indahnya keadaan ahli
sholat dengan firman-Nya:
ََ‫ك‬ ُ ُّ َ ْ َ ‫َ َ َٰ ُ ْ ُ ه َ ُ َّ َ َ ْ َ ُ َ َ ْ َ َ ه‬
ُ ُ ْ ْ ُ َ َ‫َٱّلِل َوب ْض َ َٰك َ ا‬
َ ‫كَ َهمَمنَأس زرَٱلسج‬
َ ‫َۖساماَم ََفَوج‬
َ ‫ترىهمَبفعاَسجداَيِت كٰىَف ةَمن ََ ز‬
“Engkau melihat mereka dalam keadaan ruku’ dan sujud, mereka
mencari karunia Allah dan ridha-Nya. Di wajah-wajah mereka
terdapat kesan sujud (berupa sinar kebahagiaan dan
keindahan).”
Lebih penting lagi sholat adalah sarana penyucian jiwa dari
segala dosa. Dan Rasulullah, saw. mengibaratkan sholat seperti
sungai. Beliau bersabda: “Tahukah kamu seandainya ada sungai
di depan pintu salah seorang dari kamu yang digunakan untuk
mandi setiap hari lima kali, apakah masih ada sisa kotoran di
badannya?” Mereka berkata, “Pasti tidak ada sedikit pun kotoran
yang tersisa.”
Maka Rasulullah bersabda:
َ َ ْ ُ َ ْ
.(‫اتَالخ ْم ر ََي ْم ُحكَهللا َََ َهاَالخَايا َ)بواهَالبخابخ‬ َ َّ ُ َ َ َ َ َ
َ ‫“في َل َمبلَالصقك‬
“Maka begitulah perumpamaan sholat lima waktu, dengannya
Allah menghapus dosa-dosa.” (H.r. Bukhari)
Dalam riwayat oleh Imam Muslim, Rasulullah, saw. juga
bersabda tentang keutamaan sholat: ُ
ْ ُ ْ ُ ْ َ َّ ُ َ ْ َ َ ‫ْ ُ ْ َ َّ َ ه‬ ْ َ ْ ُ
َ َ ‫شَالب َب َائ ُر‬ ‫لصق َكاتَالخ ْم ُ ََوال ُج ْم َعََ ََّ َالجمع َََكَاب ََلماََةمهنَماَلمَت‬
َّ ‫ا‬
“Sholat lima waktu dan sholat jum’at sampai jum’at berikutnya
adalah kaffarat (penghapus) bagi dosa-dosa di antara waktu-
waktu sholat itu, selagi dosa-dosa besar tidak dikerjakan.” (Hr.
Muslim)

﴾ 81 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Ketiga: Beramah Tamah dan Bersalam-salaman dengan
Saudara Muslim
Berjabatan tangan ketika bertemu, menurut sebuah riwayat
adalah tradisi yang dilakukan oleh orang-orang Yaman. Maka
ketika ada tamu dari Yaman, Rasulullah, saw. bersabda: “Telah
datang penduduk Yaman, dan mereka itu orang-orang yang
paling lembut hatinya.”
Anas bin Malik berkata: “Mereka adalah orang pertama yang
datang dengan tradisi berjabat tangan.” (Hadits shahih
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya)
Dalam riwayat Bukhari, Anas bin Malik menyebut bahwa
berjabatan tangan itu kemudian menjadi kebiasaan di kalangan
sahabat Rasulullah, saw. Sampai-sampai, Anas sendiri setiap hari
mengoleskan minyak ke tangannya untuk berjabat tangan
dengan sahabat-sahabatnya.
Kenapa para sahabat itu begitu semangat untuk berjabatan
tangan ketika bertemu saudara-saudaranya? Ternyata amalan
yang ringan dan menyenangkan ini, begitu besar keutamaannya.
Seperti yang disabdakan Rasulullah, saw. berikut ini:
َ َْ ْ َ ُ َّ َ َ َ َْ ْ َْ ْ ُ ْ َ
‫َ ََََّۚ ََ َرَل ُه َماَق ْب َلَأٰى ََيَ ي زنقا‬،‫ي ََيقت َق َا َاٰىَف ََت َص ْ ْاف َح َاٰى‬ َ ‫( م‬Tidaklah ada dua
‫اَمنَمس ْ ْ َقم ْ ز‬
orang muslim yang bertemu lalu saling berjabatan tangan,
melainkan akan diampuni dosa keduanya sebelum keduanya
berpisah.” (Hr. Abu Dawud)
Dalam riwayat َ َ َ َ َ َ lain, Rasulullah, saw.َ bersabda:
َّ ُ ُ َ َ ْ َ ََ ُ َ َ َ َ ‫َ ه‬ ْ ْ َ ‫ي‬ َ ْ ُ ْ َّ
َ‫اَيتماس َر ََو َبََالْ َج زر‬ ‫َ َوألي َََ َا َد ََه ف َصاف َحهَتماس َرتَلَ َاياَماَبم‬،‫قَال ُم َم َنَف َسق َمَعق ْا َه‬
‫ََّٰىَالم َمنَ ََّذاَل َ ي‬
“Seorang mukmin itu jika bertemu mukmin lainnya lalu berucap
salam dan menjabat tangannya akan berguguran dosa-dosanya
seperti bergugurannya daun-daun dari pohonnya.” (H.r. Thabrani)

C. C. Tiga Amalan Lisan


Saudaraku yang dirahmati Allah
Hari ini, menjaga lisan menjadi perkara yang sangat penting.
Karena banyak fitnah terjadi di tengah masyarakat gara-gara
orang tidak pandai menjaga lisannya. Di era sosmed seperti
sekarang ini, menjaga lisan sama juga dengan menjaga tulisan
yang akan dishare ke tengah publik. Sama-sama berdampak
negatif atau positif.

﴾ 82 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Maka Rasulullah, saw. pernah mengingatkan sahabat Muadz bin
Jabal – sambil memegang lidahnya – beliau bersabda: “Tahanlah
ini (yakni lisan-mu), jangan sampai mencelakai dirimu!” Sahabat
Muadz bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan disiksa
gara-gara omongan kami?”
Rasulullah, ْ ُ bersabda:
َ َ َّ ْ َ َّ ُّ ُ َ ْ َ َ ُ َ ُ َ َ ُّ ُ َ ْ َ
َ ََّ ََّ‫َعَل ََم َم ْالرَ ْم‬
(‫َح َص ْ ْ ْ ْ ْا َئ ْدَأل َس ْ ْ ْ ْ ْن َت َه ْم؟‬ َ َ‫َ ز‬ ‫َفَالم ْ زاب‬
‫َوَ ْلَيب ََْالم ْاس َ ي‬،‫)س َكقت ْ َأم ْ َي ْاَمع ْاذ‬
“Celakalah kamu, wahai Mu’adz, tidaklah manusia itu dijerem-
babkan ke dalam neraka melainkan buah dari ucapan-nya.” (Hr.
Ahmad dan Turmudzi)
Maka dalam tulisan kali ini, penulis ingin berbicara tentang “Tiga
Amalan Lisan Untuk Keselamatan.”

Pertama: Lisan Untuk Membuktikan Keimanan


Menggunakan lisan untuk kebaikan, di antaranya untuk saling
menasehati dalam kebenaran dan kesabaran akan menjadi
faktor penyelamat manusia dari kerugian di akhirat.
Telah disebutkan dalam surat ُ al-Asr: ‫َّ ه‬
َ‫الص ْ ز‬
‫ن‬ َ ‫اص ْكاَب ْال َح َ" ََو َت َك‬
َّ ‫اص ْكاَب‬ َ ‫كاَالصال َحات ََو َت َك‬
َّ َ َ َُ َ
‫كاَوع َمق‬ ‫َ ََََّال َيينَآمم‬،َ‫ل‬ ْ ُ ْ َ َ ْ ْ ‫ََّ َّٰى‬،َ‫َو ْال َع ِّْص‬
َ َ َ َ ‫َاْلَسنساٰىَل َ يقَل ر‬
َ َ ‫ز‬
“Demi masa, Bahwa manusia (terancam) mengalami kerugian,
kecuali yang beriman dan beramal sholeh dan saling perpesan
dalam kebenaran dan kesabaran.”
Menjaga lisan juga bukti kesempurnaan keimanan seseorang.
Rasulullah, saw. bersabda: ْ
ْ َ ُ َْ ْ ‫َ ْ َ ُْ ُ ه‬
َ ‫اّلِل ََوال ََ ْك َ َال َل زرَفق َاق ْلَل ْْ َناَأ ْو ََل َا ْص ُم‬
.‫ٌ !”َبواهَالبخابخَومسقم‬ َ ‫“منَباٰىَي َمن ََب‬
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka
hendaklah perkata yang baik atau (jika tidak) hendaklah diam!”
(Hr. Bukhari-Muslim)
Dan ditegaskan lagi dalam dua
َ riwayat beriku ini:
ُ ُ َ ‫َوَ ََي ْس َتقا ُم ََق ْق ُب ُه‬،
َ ‫َح يَِّ ََي ْس ََتق‬ َ ‫ام ََق ْق ُب ُه‬
َ ‫َح يَِّ ََي ْس َتق‬ َ ُ َ ُ َ ْ َ َ
َ ‫َع ْبد‬
(‫ام ََل َسا َه‬ َ َ َ ٍ ‫)ََيست َقامَ ََّيماٰى‬
“Tidaklah lurus iman seseorang sehingga lurus hatinya, dan
tidaklah lurus hatinya sehingga lurus lisannya.” (Dari Anas bin
Malik diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad)
َ ْ َ َ ْ َ َ َ ‫َ َُْ ُ َ ْ ه‬
(‫َح يَِّ ََيخ َزٰى ََم ْن ََل َس ْ ْ ْ ْ ْا َ ََه‬
َ َ ‫يماٰى‬ َ َْ‫“ )ََيبقغَعبْدَح َقاق‬Tidaklah seorang hamba
‫َاْل‬
mencapai hakekat iman sehingga ia menjaga lisannya.” (dari
Anas bin Malik, dikeluarkan oleh Imam Thabrani)

﴾ 83 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kedua: Lisan Untuk Mendamaikan
Seorang mukmin yang benar, tidak akan menimbulkan fitnah dan
kekisruhan di tengah ummat. Sebab keimanannya akan selalu
mendorongnya untuk berbuat baik. Maka dalam setiap
ucapannya selalu diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Jika
itu bisa menimbulkan masalah ia akan menahannya. Apalagi jika
itu mengandung gunjingan, fitnah dan adu domba yang akan
berakibat buruk terhadap masyarakat.

Dewasa ini, melalui Yu-TUBE, sebagian orang baik sadar atau


tidak, ada yang membentur-benturkan para tokoh atau para
ustadz dan sekaligus mengadu domba para pengikutnya, yaitu
dengan cara mengedit video ceramah-ceramah mereka dan
memberinya judul yang provokatif, misalnya: “Ustadz Fulan
Membungkam mulut si Ustadz Fulani…” Padahal keduanya tidak
berada dalam satu forum dan tidak sedang bertemu dalam satu
majlis ilmu. Apa yang diterangkan oleh Ustadz Fulan bukan
dalam persoalan yang dijawab oleh ustadz fulani, namun
dipaksakan oleh sang pengedit seolah-olah itu sebagai bantahan
dan sanggahannya. Perbuatan seperti ini benar-benar bentuk
adu domba yang sangat keji dan berbahaya bagi Ummat.

Jika pelakunya orang beriman hendaklah sadar, bahwa


perbuatan sedemikian itu – menurut hadits riwayat Bukhari dan
Muslim – adalah salah satu dari penyebab orang akan disiksa di
dalam kuburnya, bahkan penghalang dari masuk surga.
َ َ َّ ْ ُ ْ َ
Sebagaimana Rasulullah, saw. bersabda: (َ‫“ )َ ََيدل ُلَال َجمََ َّما ه‬Tidak
akan masuk surga pengadu domba” (Hr. Muslim)

Hendaklah nikmat lisan yang Allah anugerahkan kepada kita,


disyukuri dan digunakan untuk mendamaikan orang bukan untuk
menimbulkan permusuhan. Allah, Swt. berfirman:
ْ َّ َْ ْ َ َ ْ ْ ُ ‫اَ ْمََّ ََّ ََم ْنَأ َم َرَب َص ْ ْ ْ َد َق ٍََأ ْو ََم ْع‬
ُ َ ْ َ ْ ْ َْ َ َ
َ‫اسَ ََو َم ْنَ َي ََ َع ْل‬‫َالم‬ ‫ي‬ ْ ََ ‫ة‬ ْ ْ ْ ‫ص‬َّ َ‫و‬‫َأ‬ ِ‫و‬
ٍ ‫ر‬ ‫َفَك َب ْ رن ََمنَ جك‬ ‫ََل ْن‬
‫ز‬ ‫ر‬ َ
َ ‫اَعظ‬ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ‫ه‬ َ َ َ َ َ َْ َ َ
َ ‫ي‬
)991َ"‫اماَ(النساء‬ َ ‫اهَأج َر‬ َ ‫َاّلِلَفسكَِ َت‬ َ ‫ات‬ َ ‫ذ َٰ َل َاَ َت اءَم ْرض‬
“Tiada kebaikan dalam kebanyakan bisik-bisik mereka kecuali
orang yang menganjurkan untuk shadaqah atau kebaikan dan
mendamaikan di antara manusia, barang siapa yang melakukan
hal itu karena hendak mencari keridhaan Allah maka Kami akan
memberinya pahala yang agung.” (An-Nisa’: 114)

﴾ 84 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Ketiga: Lisan Untuk Berdzikir dan Memuji Allah
Di akhirat nanti, ada ahli surga yang menyesal. Bukan menyesal
kerena masuk surga tetapi menyesali apa yang tidak
dilakukannya ketika di dunia. Sebagaimana Rasulullah, saw.
َ َ‫ه‬ ُ ْ ْ َ َ َ َّ َّ َ ْ ُ ْ ُ َّ َ َ َ َ ْ
bersabda: ‫واَاّلِلَت َعا ََف ََها‬‫َساع ٍَ ََم َّرت َََ َه ْمَل ْم ََييك ُر‬ ‫لي َيتحلَأَلَالجم َََ ََََّعَل‬
“Tiada yang disesali oleh ahli surga kecuali berlalunya satu saat
(di dunia) yang tidak digunakannya untuk berdzikir kepada
Allah.” (Hr. Thabraniy dan Baihaqiy dari Muadz bin Jabal)

Begitu besarnya pahala berdzikir kepada Allah dan menggunakan


setiap waktu untuk berdzikir, sehingga ketika ditinggalkan
menimbulkan penyesalan di akhirat, meski pun ia masuk surga.

Ada seseorang yang meminta petunjuk Nabi agar diberi sebuah


amalan yang akan dijaganya, maka Nabi, saw. besabda:
‫َ ََ ُ َ ُ َ َ ْ َ ْ ْ ه‬
(َ‫َاّلِل‬ َ ْ ‫“ )ََيزال ََلس ْ ْ ْ ْ ْ ْا ْ ْ َبِب‬Biasakanlah lisanmu basah karena
َ ‫اَمن ََذك زر‬
berdzikir kepada Allah.” (Hr. Turmidzi)

Dua kalimat dzikir yang mudah diucapkan dengan lisan, namun


berat di timbangan dan dicintai oleh Allah adalah kalimat:
“Subhaanallaah wa bi-hamdi-hi, subhaanallaahil ‘adhiim” (Hr.
Bukhari – Muslim)

Rasulullah, saw. bercerita: “Aku bertemu Ibrahim, as. di malam


isra’, maka beliau berkata: ‘Wahai Muhammad, sampaikan
salamku kepada Ummat-mu, dan beritahukanlah kepada mereka
bahwa surga itu sangat harum debunya, sangat tawar airnya dan
ia adalah dataran luas (belum bertanam), maka tanamannya
adalah dengan bacaan ‘subhaanallaah, wal hamdu lillaah, wa laa
ilaaha illal-laah, wal-laahu akbar.” (Hr. Ahmad)

Maka jika kita ingin mendapatkan surga, penuh dengan


tanaman-tanaman yang indah, maka dari sekarang ini kita harus
memulai menanaminya dengan membasahi lisan kita dengan
banyak berdzikir, terutama dengan bacaan-bacaan dzikir di atas.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Nikmat lisan harus dioptimalkan untuk kebaikan dan untuk
meraih keselamatan di dunia dan akhirat. Maka gunakanlah lisan
untuk kebaikan; mendamaikan orang dan berdzikir kepada Allah.

﴾ 85 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Jika lisan hanya untuk menyakiti orang, menggunjing dan
membicarakan perkara-perkara buruk akan membuat kerugian
dan kebangkrutan di akhirat. Sebagaimana sebuah riwayat
menerangkan bahwa Rasulullah, saw. bertanya? “Tahukah kamu
siapakah orang yang bangkrut? Para sahabat berkata: “Orang
bangkrut di antara kami adalah orang yang tiada uang dan
harta.”
Rasulullah, saw. Bersabda: “Sesesungguhnya orang yang
bangkrut di kalangan ummatku adalah (orang yang) di hari
kiamat nanti, datang dengan (pahala) sholat, puasa dan zakat.
Namun dia juga datang (dengan dosa) akibat mencaci orang ini
dan menuduh orang itu, makan harta orang ini, menumpahkan
darah orang dan memukul orang itu. Maka akan diambil dari
kebaikannya untuk diberikan kepada orang ini dan orang itu,
sehingga ketika habis seluruh kebaikannya dan masih belum
cukup untuk diberikan maka kesalahan mereka (yang pernah
disakitinya) akan diambil untuk diberikan kepadanya sehingga
dia dicampakkan ke dalam neraka.” (Hr. Muslim) Na’udzuu
billaahi min dzaalik….

D. Tiga Etika Bicara di Ruang Publik


Saudaraku yang dirahmati Allah
Salah satu sifat orang bertaqwa adalah mejaga bicara dan
memperhatikan apa yang diucapkan kepada orang lain. Di sini
akan dicarakan tentang “Tiga Etika Bicara di Ruang Publik.”
Seorang muslim percaya bahwa segala perkataan dan perbuatan
pasti ada akibatnya. Bicara baik pasti ada pahala kebaikannya,
sebaliknya bicara buruk pasti ada juga balasan keburukannya.
Ayat-ayat dan hadits-hadits tentang itu sangat banyak, di
antaranya:
1. Firmana Allah dalam Surat Qaaf, ayat 18:
‫َ ْ َّ َ ْ َ ه َ ه‬ ُ ْ َ َّ
(َ‫ََْع َتاْْد‬ ْ‫اَيق ََظ ََمنَقك ٍلَ ََََّل ْدي ْ َهَبَقا‬ ْ‫“ )م‬Tidaklah orang mengucapkan
suatu perkataan melainkan di sisinya ada (malaikat
pencatatnya) yaitu Raqib dan ‘Atid.”
2. Surat Az-Zalzala, ayat 7-8
َ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ
(‫ال َذ َّبٍ َياَ َي ْ َرَُه‬ ْ ْ ْ‫ال َذ َّبٍ َل ْ ْْ َناَ َي ْ َر ُه َ* َومَْن َي ْع ْمْ ْ ْل َ َم ْب ْق‬ْ ْ ْ‫“ )فْم ْن َي ْع ْمْ ْ ْل َ َم ْب ْق‬Maka
barangsiapa yang melakukan kebaikan sebiji atom pun, dia

﴾ 86 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


akan mengetahui ganjarannya dan barangsiapa yang melaku-
kan keburukan sebiji atom pun dia akan melihat balasannya”.
3. Hadits dari Ibunda ‘Aisyah, ra.h yang diriwyatkan oleh Abu
Dawud dan Tirmidziy:
َ ْ ُ َ ‫َعَلَو ُجكَه ْمََّ َّال‬ َّ ْ َ َّ ُّ ُ َ ْ َ َ
َْ ‫َح َصْ ْ ْ ْ ْ ْا َئ ْدَأل َس ْ ْ ْ ْ ْن َت َه‬
‫م‬ َ َ َ
ُ
‫“ وَ ْلَيب ََْالم ْاس ي‬Dan tidaklah
‫َفَالم ْ زاب‬
manusia dimasukkan ke dalam neraka dari wajahnya (terlebih
dahulu) melainkan buah dari (keburukan) lidahnya.”
4. Orang yang suka menimbulkan keburukan di tengah
masyarakat dengan menyebarkan kebohongan dan hoaxs
diancam siksaan yang pedih di dunia dan akhirat.
Sebagaimana
ْ َ َ ْ ُّ ْ ‫ ه‬Allah, Swt. berfirman:
ََ َ‫اَوال َل َر‬‫َفَالد ا‬ ‫َال ََاح َْْ ْ ْ َُ ْ ه َ َ ُ ُ ْ َ َ ه‬
ْ َ َ َ
‫ين َُي َح ُّبكٰىَأٰىَِ َْ ْ َْع‬
‫َّ ه‬
َ ‫َالي‬
َ‫َفَال َيينَآم َمكاَلهمَعياوَأ َلام ي‬
‫َي‬ َ َ ُ َْ َ ُْ َ ُ َْ ُ‫ََ ه‬
َ ‫“َّٰى‬
)91َ"‫واّلِلَيعقمَوأ تمَََتعقمكٰى َ(المكب‬
“Sesungguhnya orang-orang yang suka terhadap tersebarnya
keburukan di kalangan orang-orang beriman, untuk mereka
siksaan yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah Maha
mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (An-Nuur: 10)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Marilah kita memperhatikan adab-adab dan etika berbicara dan
berkomunikasi yang benar sesuai dengan ajaran agama kita
yang mulia, seperti berikut ini:
1. Jujur dan Amanah dalam Bicara dan Membawa Berita
Seorang mukmin, kata Rasulullah, saw. “Tidak sepatutnya
berbohong.” Dan Allah Swt. memerintahkan agar orang beriman
itu bertaqwa dan berkata yang benar. Allah berfirman:
َ َ ُ ُ َ‫ه‬ ُ َّ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
(‫كاَاّلِل ََوقكلكاَق ْكََ َس ْ ْ ْ ْ ْ َديْْدا‬‫َآممكاَاتق‬ ‫“ )يْاَأيه ْاَالْ َيين‬Wahai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah
perkataan yang benar.” (al-Ahzab: 70)
Kejujuran merupakan akhlak paling mendasar bagi seorang
mukmin sedangkan kebohongan menjadi salah satu ciri
kemunafikan. Seperti Rasulullah saw. Bersabda,” Ciri orang
munafik ada tiga, yaitu: apabila berbicara, dia berdusta; apabila
berjanji, dia mengingkari; dan apabila diberi amanah, dia
berkhianat. (Hr. Bukhari)
Selain jujur dan berbicara yang benar, seorang mukmin juga
harus bersifat amanah, bisa dipercaya. Amanat dalam perkataan,
tidak hanya mengandung kejujuran dan kebenaran, namun juga

﴾ 87 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


menghendaki ketepatan dan kesesuaian dengan situasi dan
kondisinya. Jika pun benar tapi jika tidak tepat untuk diucapkan,
karena akan menimbulkan dampak 88ngina88a, maka seorang
mukmin akan menahan perkataannya terlebih dahulu. Menunggu
saat yang tepat untuk menyampaikannya.
Karena perkataan seorang, meskipun dianggap remeh, punya
konsekuensi dunia dan akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah,
saw.: “Ada seseorang yang sungguh-sungguh mengucapkan
suatu perkataan yang diridai Allah, dan dia tidak menyangka
bahwa perkataannya itu akan sampai pada suatu (derajat),
padahal akhirnya Allah menetapkan keredhaan-Nya untuk orang
itu hingga hari kiamat. Sebaliknya, ada seseorang yang sungguh-
sungguh mengatakan suatu perkataan yang dimurkai Allah, dan
dia tidak menyangka bahwa perkataannya itu bisa menjatuhkan
derajatnya, dan kemudian Allah menetapkan murka-Nya kepada
orang itu hingga hari kiamat.” (Diriwayatkan dalam kita al-
Muwatha Malik)

2. Memastikan Kebenaran Sebuah Ucapan dan Tidak


Mudah Menyebarkannya
Tidak semua berita yang beredar di media sosial berasal dari
sumber yang bisa dipercaya. Maka, kehati-hatian dan usaha
untuk melakukan cross-check menjadi keniscayaan bagi seorang
Muslim. Allah Swt berfirman:
َْ ‫َل ََماَ َف َع ْق َُت ْمَ َ اَم‬
َ‫ي‬
َ ُ ْ َُ
َٰ ‫كاَع‬ ‫اَب َج َهال ٍََفتص َبح‬ َ َْ ُ ُ ُ َّ َ َ َ َ َ ‫َ َ ُ ْ َ ه‬ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
ََْ َ ‫اس" َََنبٍَإ فتَِمكاَأٰىَت َصةبكاَقكم‬
َ ‫ياَأيهاَال َيينَآممكاَ ََّٰىَجاءبمَف‬
“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang
kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebena-
rannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena keti-
daktahuan-(mu) yang berakibat kamu menyesal atasi perbua-
tanmu itu.” (QS Al Hujurat: 6)
Ayat ini mengajarkan adab dalam menerima berita. Menurut
Syaikh As-Sa’di, ada tiga sumber berita dan cara menyikapinya.
Pertama, berita dari pihak yang dikenal pendusta harus ditolak.
Kedua, berita dari pihak yang dikenal dengan kejujurannya
(tsiqat), maka bisa diterima dan dibenarkan. Ketiga, berita yang
berasal dari orang fasik dan yang belum jelas sumbernya, harus
ditimbang-timbang untuk kemudian bisa diterima atau ditolak.
Menurut Imam An-Nawawi, kesengajaan bukanlah syarat
kebohongan. Artinya, walaupun seseorang tidak sengaja, lalai

﴾ 88 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


atau ceroboh dalam menyebarkan berita bohong, dia tetap
dihukumi berbohong dalam hukum manusia. Sikap cenderung
untuk mengatakan, memposting, atau membenarkan setiap
yang didengar dan dibacanya bisa membuat seseorang
terjerumus ke dalam kebohongan. Rasulullah, saw bersabda:
َ َ ْ ْ َ
ََ ‫“ ك ْق َ َبْ ْ ْال ْم ْر َء َكْ ْ ْ َي َبْ ْ ْاَأٰى َُي َحْ ْ ْدث َ َمْ ْ ْاَ َس ْ ْ ْ ْ ْ َم‬Cukuplah seseorang dikatakan
‫ع‬
berdusta jika suka membicarakan setiap apa saja yang dia
dengar.” (HR Muslim)
Tergesa-gesa menyebarkan berita, sebelum dipastikan
kebenarannya akan menimbulkan dampak buruk. Selain itu,
tegesa-gesa bersumber dari ajakan setan untuk menimbulkan
kerugian kepada pengikutnya. Sebagaimana sebuah riwayat me-
َ َّ ُ ْ ‫َ ه‬ َ َّ
َ َ َ‫َاّلِل ََوال َع َجقَ ََم َنَالْْ ْ ْ ْ ْ ْا‬
nyatakan: ‫اٰى‬ َ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ‫“ التأ‬Kehati-hatian itu dari
َ ‫ْنَمن‬
Allah, sedangkan ketergesa-gesaan itu dari setan.” (Kitab Az-
Zawaid)

3. Merpertimbangkan Manfaat dan Madaratnya


Seorang Mukmin dalam berbicara dan bertindak tidak boleh
terlepas dari pertimbangan manfaat dan madaratnya. Bahkan
sekali pun ada manfaat dari sebuah ucapan atau berita, namun
jika bahayanya lebih besar, maka menghindari bahaya yang lebih
besar harus diutamakan. Dalam hal ini, banyak kaedah yang
telah ditetapkan oleh syariat Islam. Di antaranya:
ْ ْ َ َ ‫ُ َ َّ ه‬ َ ْ ُ َ
1) ‫ح‬َ ‫َجق َََال َم َصْ ْ ْ ْ َال ز‬ ‫( َ ْبأَال َمَا َسْ ْ ْ ْ َدَمقد َعَل‬Dar’ul mafaasid muqaddamun
‘ala jalbil mashaalih), artinya: “Menghindari kerusakan
(keburukan) lebih diutamakan dari pada mendapatkan
kemaslahatan (kebaikan).
َ َّْ ‫( ال‬Ad-Dororu Yuzaaalu) Artinya, “segala kemudaratan
َُ ‫ِّصْ ْ ُب َُي َز‬
2) ‫ال‬
harus dihilangkan.” Maka, segala aktifitas berupa komentar,
sharing, atau apa pun yang berpotensi membahayakan diri,
keluarga, masyarakat dan bangsa harus dihindari. Allah Swt.
ُ َّ ُ ُُْ َ
berfirman: َََ ْ‫“ َوََتققكاَ َبْأ ْيْ َديك ْمَ ََّ َالت ْهقب‬Janganlah menjerumuskan
diri ke dalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 195)

Menjerumuskan diri sendiri dan orang lain ke dalam kebinasaan


adalah perbuatan yang haram. Maka, suatu perbuatan yang
mengantarkan pada perkara yang haram adalah haram. Hal itu
َ ‫َال َح َرا ََف ُه َك‬
sesuai dengan kaidah: َ‫َح َرا ه‬
ْ َّ
ََّ َ َ‫“ َماَأ‬Apa yang mengan-
َ
tarkan kepada keharaman, ia juga haram. (As-Sulami)

﴾ 89 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Saudaraku yang dirahmati Allah
Seorang Muslim haruslah berbegang teguh dengan ajaran Islam
dan menghindari segala perbuatan dan perkataan yang bisa
menimbulkan kerugian dan kerusakan terhadap diri sendiri atau
pun masyarakat. Seorang muslim akan menjaga perkara perikut
ini dalam bicara dan komunikasi sosisalnya:
1) Tidak berkata yang tidak ada gunanya, karena Rasulullah,
saw. Bersabda: “Sesungguhnya diantara (ciri) kebaikan Islam
seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak penting
baginya. (Hr. Ibn Majah dan At-Tirmidzi)
2) Tidak mencela dan menghina orang lain, karena Allah
َ َ َ َ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
berfirman: َ ٍ ‫َآممكاََ ََي ْس ْ ْ ْخ ْرَق ْك ه ََمنَق ْك‬ ‫“ ياَأيهاَال َيين‬wahai orang-orang
yang beriman, janganlah satu kaum menghina kaum yang
lain!” (Al-Hujurat: 13)
3) Tidak mengadu domba, memprovokasi dan menyatakan
ujaran kebencian terhadap َ ‫ ه‬orang atau golongan lain.
ْ َ َْ َ‫ه‬ ُ َ ُ ْ َ َ ‫َ َ َ ُ ُّ ه‬
َ ‫َعد َوا ََب ْْ زن ََعق ٍم‬ ‫َاّلِل َف َي ُس ُّبكا َاّلِل‬
َ ‫وٰى‬ َ ََ ‫“ وَ َِسبكا َال َيين َيدعكٰى ََمن‬Dan
janganlah kalian mencela orang-orang yang menyembah
(tuhan) selain Allah, sebab mereka akan (berbalik) mencela
Allah dengan rasa permusuhan tanpa dasar ilmu.” (Al-An’am: 108)

[][][][][]

﴾ 90 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


KEENAM
Bulan Jumadil Akhir

A. Tiga Urgensi Mempelajari Ilmu Agama

Saudaraku yang dirahmati Allah


Hari ini orang belajar agama Islam dan mendalaminya dicurigai
serta ditakutkan menjadi teroris. Karena alasan ini, sehingga ada
seorang Jendral yang berpesan agar jangan belajar agama
terlalu mendalam. Pendapat dan pesan seperti ini, memang
aneh. Karena seharusnya seorang tokoh berpesan: Belajarlah
agama secara mendalam, dengan baik dan benar agar tidak
salah dalam memahami dan mengamalkannya. Maka dalam
khutbah kali ini, khatib ingin menyampaikan tema: “Tiga Urgensi
Mempelajari Ilmu Agama”.

Pertama: Mengeluarkan Manusia dari Kegelapan


Jahiliyah kepada Cahaya Ilahi
ُّ َ ُ ُّ َ َ ُ ُ ْ ُ ُ َ َ ‫ه ُ َ ه‬
Allah Swt. berfirman:َ‫كب‬ َ ‫“ اّلِلَو َ ي ُّ َال َيينَآممكاَيخ زرجهمَمنَالظقم‬Allah
‫اتَ ََّ َالم ز‬
adalah penolong orang-orang beriman, Dia mengeluarkan
mereka dari berbagai kegelapan kepada Cahaya.” (al-Baqarah: 257)

Menurut Imam al-Baghawiy, “Berkat kasih sayang Allah dan


kebaikan-Nya, dikeluarkanlah manusia dari berbagai kegelapan:
kekafiran, kemaksiatan dan kebodohan kepada cahaya iman,
ketaatan dan ilmu; dengan begitu manusia akan terselamatkan
dari kegelapan kubur, kebangkitan dan hari kiamat, serta
berakhir kepada kenikmatan abadi, kesenangan dan
kebahagiaan selama-lamanya di akhirat.”

Karena kebodohan adalah bagian dari kegelapan, maka seorang


mukmin tidak akan keluar dari kegelapan jika tidak memahami
agamanya dengan baik dan benar. Sebagaimana Allah
َّ َ َ ‫َل ََبص ْ ْ ْ َن َأ‬
berfirman: َِۖ‫اَو َم زنَات َب َع َ ْ ي‬
َ ‫ه‬ ُ ْ َ َٰ َ ْ ُ
ٍ ْ َ َٰ ‫َاّلِلََع‬ َ ‫“ قلََ َي َهَس ْ ْ ْ َِ َ ي‬Katakanlah
ََّ َ‫اَلَأَعك‬
(Wahai Muhammad), inilah jalanku (agamaku), aku menyeru (manusia)
kepada Allah dengan bashirah (yakni: dengan ilmu dan keyakinan kuat)
yang kulakukan bersama orang yang mengikutiku…” [Yusuf: 108]

﴾ 91 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad, saw. agar
berdakwah bersama para pengikutnya dengan bashirah, yakni
dengan ilmu yang mendalam begitu juga perintah-Nya untuk
mengenal Allah dengan ilmu, sebagaimana firman-Nya.
‫َ ْ َّ ُ َ َ َ َّ ه‬
َُ َََّ َ‫“ فْاعق ْمَأ ْهَََ ََّل َٰ ْه‬Maka ketahuilah (dengan ilmu) bahwa tiada
‫َاّلِل‬
tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.” (Muhammad: 10)
Menurut syaikh as-Sa’diy, untuk mengenal Tuhan dengan benar
dan mengerti bahwa hanya Allah-lah, satu-satunya Tuhan yang
berhak disembah oleh hamba-Nya adalah dengan ilmu tauhid,
yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap mukmin. Jika tidak,
ia berdosa karena meninggalkan kewajiban menuntut ilmu
fardhu ‘ain dan tetap dalam kegelapan. Sebagaimana Allah
berfirman:
َ ْ ِّ
َََ ْ ْ ْ ْ ْ َٰ ‫َه ْم ََو ُِلي َعق ُم ُه ُمَٱَل َبت‬
ِّ َ ُ َ َٰ َ َ ْ ْ َ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ ُ َ َ َ َ ُ ْ ْ ‫َٱلي ََب َع َث‬ ‫ُ َ ه‬
َ ‫َفَٱأم ََ ْ ْ ْ ْ ْ ْنَبسْ َكََممهمَيتقكاَعقَ َهمَءاي ْ ْ ْ ْ ْ َت َه َوِليزف‬
َ َُ َ َ ْ ‫“ َْك‬
)2َ"َ‫ي َ(الجمع‬ ْ ْ ‫َوٱل َحكمََوإٰىَبا كا ََمنَقبلَل َقَضق َٰ لَمب‬
ُّ ْ ُ ْ َ َ
‫ٍ َ ر‬ َ
“Dia-lah (Allah) yang telah mengutus di kalangan orang-orang
yang buta huruf, seorang utusan dari diri mereka untuk
membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, membersihkan jiwa
mereka, mengajar-kan Kitab dan Hikmah (Sunnah) kepada
mereka, dan sesungguhnya mereka itu sebelum-nya (yakni:
sebelum menerima ajaran Rasul) adalah berada dalam
kegelapan yang nyata.” (al-Jumu’ah: 2)
Dari ayat ini jelaslah bahwa sebelum manusia menerima ajaran
Nabi Muhammad, saw. dan mempelajarinya, manusia berada
dalam kesesatan dan kegelapan. Dengan demikian mempelajari
ajaran Nabi Muhammad, yakni agama Islam adalah syarat utama
manusia terkeluar dari kegelapan dan kesesatan yang nyata.
Manfaat Kedua: Menyelematkan Kita dari Pertanyaan di
Akhirat
Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa kelak di akhirat kaki
seorang hamba belum akan bergerak menuju ke surga atau ke
neraka sebelum ditanyai tentang 4 perkara. Satu di antara-nya
َ ْ َ
adalah tentang ilmunya: ‫ل‬ََ ْ ْ ْ‫(“ َوع ْن ََعق َمْ ْ ْ َه ََف ْا َمْ ْ ْاَف َع‬ditainyai) tentang
ilmunya, sejauh mana ia sudah mengamalkannya.” (Hr. Turmudzi)
Ilmu yang akan ditanyakan di akhirat itu adalah ilmu agama,
karena itu wajib dipelajari oleh setiap muslim. Sebagaimana
ُ َ ‫ْ ْ َ َ ه‬ َ
Rasulullah, saw. bersabda: َ‫“ ِق ََُال َعق َمَف زرِلي ْ ََْعَلَب َل َُم ْسْ ْ َق ٍم‬Menuntut
ilmu itu sebuah kewajiban bagi setiap muslim.” (Hr. Ahmad)

﴾ 92 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Menurut Syaikh Ibrahim bin Ismail, ketika menerangkan hadits
ini dalam syarah kitab Ta’limul Muta’allim, “ilmu yang wajib
dipelajari oleh setiap muslim itu adalah ilmu yang bisa membawa
manusia untuk mengenal Allah dan mengenal Rasul-Nya sebab
dalam hal ini manusia tidak boleh sekedar taklid (atau mengikut
kata orang saja). Kemudian wajib juga seorang muslim untuk
mempelajari ilmu yang membawa kebaikan kepada keadaan
dirinya, seperti mengerti apa itu kekafiran, keimanan, sholat,
puasa, zakat dan perkara-perkara pokok agama Islam lainnya.”
Maka belajar ilmu agama tidak sekedar dianjurkan bahkan
diwajibkan. Jika seorang muslim tidak faham ajaran agamanya
dan tidak mau mempelajarinya – terutama dalam perkara yang
membawa keselamatan dunia dan akhiratnya – maka dia akan
menanggung dosa. Di akhirat nanti, dia akan ditanyai tentang
kewajiban yang ditinggalkannnya itu. Maka apabila ada seorang
muslim yang bersemangat untuk memahami agamanya demi
keselamatan dunia dan akhirat, maka tidak perlu dicurigai
macam-macam, apalagi dituduh sebagai calon teroris.
Manfaat Ketiga: Menjadi Penentu Kebaikan Seseorang
Tidak dipungkiri, bahwa ada orang yang dianggap faham agama,
namun perbuatannya bertentangan dengan apa yang difahami.
Seorang alim seperti ini, menurut Syaikh Az-Zarnuji dalam
Ta’limul Muta’allim, bisa menjadi fitnah di kalangan ummat
manusia. Beliau mengutip sebuah sya’ir:
‫ه‬ َ َْ ْ َ ْ ْ ‫ُ َ ْ َ ه‬ ُ َ ََ ُ ‫َ َُْ ْ ُ َ ه‬ ‫َ َ ه ْ َ ه ُ ََ َ ه‬
ََ ‫يَع َظ ْا َم‬ ْ ‫َفَالعال َم‬
‫اَفتمَ َ ي‬
َ ‫اَلَمتنس َ*ََم‬ َ ‫فسْْاََك ََب ْ هنَع ْ َْالمَمْتهتْ ْ ََ*ََوَافن ََممهَج‬
“Kerusakan besar (timbul karena) seorang ‘alim mutahattik
(orang yang dipandang faham agama namun tidak menjalankan
agamanya dengan baik dan benar), namun lebih besar lagi
(kerusakannya) orang bodoh (tidak faham agama) namun berpe-
nampilan sebagai ahli ibadah (ahli agama). Kedua-duanya
(menimbulkan) fitnah besar bagi alam semesta.”

Bagaimana pun, memahami agama dengan baik dan benar lebih


menjamin orang untuk menjadi lebih baik dari pada orang yang
tidak memahami agamanya. Seperti yang dinyatakan dalam
َ َ َ ْ ْ ُُْ َ ْ ْ ُُْ َ َ
sabda Rasulullah, saw.:َ‫َاْل ْس ْ ْ ْ ْ ْة َ ََّذاَف َق ُهكا‬
َ ‫َف‬
َّ ْ ْ ‫َال َج‬
‫اَ َقا ْ ْ ََ ََلا ْ ْابكم َ ي‬
َ ‫َف‬
‫ف َخا ْ ْابكم َ ي‬
“Maka sebaik-baik kalian sewaktu masih jahiliyyah (tetap) akan
menjadi yang terbaik di antara kalian, apabila faham (Islam).”
(Hr. Bukhari dalam Adab Mufrad)

﴾ 93 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Hadits di atas menjelaskan bahwa ketika belum mengenal Islam,
orang sudah menjadi yang terbaik, maka ketika masuk Islam dan
memahaminya dengan baik akan semakin menjadi yang terbaik
di antara orang-orang Islam yang lain. Hal itu juga ditegaskan
َ ْ ُ ْ َ ُ َْ َ ُ‫ه‬ ُ ْ َ
oleh sabda Rasulullah, saw.: َ‫ين‬ ‫( َمنَي زر َََاّلِلَ َبْ َهَل ْناَي ََقهْه َ ي‬Barang-
‫َفَالد ز‬
siapa yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah, maka dia akan diberikan
kefahaman yang mendalam dalam agamanya.) [Hr. Bukhari]

Begitu juga ummat Islam disebut sebagai ummat yang terbaik


apabila mereka menjalankan misi Islam, menjadi pelopor
kebaikan dan pencegah kemungkaran serta beriman kepada
Allah. Demikian itu disebutkan dalam firman Allah, Swt.:
َ ُْ َُْ ْ ْ َ َ ْ َََْ ْ ْ َ ْ ُْ َ َّ ْ َ ْ ُ َّ ُ َ ْ َ ْ ُ ْ ُ
َ ْ ْ‫اس َتْ ْأم ُروٰى َ َبْ ْال َم ْع ُرو َِ َوتمهكٰى َع زن َال ُممب زرَوت َممكٰى َ َب‬
(َ ‫اّلِل‬ ‫ز‬ ْ ْ ‫م‬ ‫ق‬‫)كمتم َل ْنَامْ ْ ٍَ َال زرجْ ٌْ ََل‬
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali
Imran: 110)

Maka syarat menjadi ummat terbaik adalah menjalan tugas amar


ma’ruf, nahi munkar dan beriman kepada Allah. Sedangkan hal
itu tidak akan bisa dijalankan dengan baik apabila ummat ini
tidak mempunyai ilmu dan memahami agamanya dengan baik
dan benar. Dengan demikian, jelaslah bahwa memahami ajaran
Islam secara baik dan benar itu akan menentukan dan
mempengaruhi kebaikan; baik secara pribadi pada diri seorang
muslim mau pun secara kolektif ummat Islam.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Dengan uraian di atas, sebagai seorang muslim kita harus yakin
bahwa mendalami ajaran agama Islam itu adalah sebuah
kewajiban bagi setiap individu muslim. Semakin baik pemaha-
manan kita terhadap agama ini, akan semakin baik keadaan diri
kita. Lebih penting lagi, ketika kita faham agama, setiap amal
kita ada landasan ilmunya sehingga setan pun sulit untuk
menggoda dan menyesatkan kita. Sebagaimana Rasulullah, saw.
َ ْ َ َّ َ ُّ َ ‫ه‬ ‫َ ه‬
bersabda: ‫“ ف َقاه ََو َاحدَأش ْدَعَلَالْ ْ ْاَ َاٰى ََم ْنَأل َ َع َاب ٍَد‬Seorang yang faham
agama sangat berat bagi setan untuk menggodanya dari pada
seribu ahli ibadah (yang tidak faham agama).” (Hr. At-Turmudzi)

﴾ 94 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


B. Tiga Alasan Kenapa Harus Berdoa

Saudaraku yang dirahmati Allah


Sebagian orang berkata: “Kenapa harus berdoa dan meminta
sesuatu kepada Allah, sedangkan kita sendiri tidak tahu apakah
yang kita minta itu sebenarnya baik atau buruk untuk diri kita?
Maka kita serahkan saja kepada Allah, biarlah Allah saja yang
menentukan nasib kita.”

Terhadap pendapat seperti ini, seorang Hukama’ berkata: “Aku


heran terhadap orang yang tidak mau berdoa, (karena alasan
seperti itu) sedangkan Nabi Ayyub saja ketika ditimpa sakit pun
berdoa dan meminta kesembuhan dengan berkata:
َ َ ُّ ُّْ َ ْ َّ َ َْ ُ َّ َ َٰ َ َ ْ َ ُّ َ
َّ ‫ٌَأ ْب َح ُم‬
ََْ ْ ‫َالر َاح َم‬
‫ي‬ ‫“ وأيكوَ ََّذَ اَ َبكهَأ ياَمس َ يَِالِّصَوأ‬Dan (ingatlah kisah)
Ayub, ketika ia (berdoa) menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah
Tuhan Yang Maha Penyayang.” (al-Anbiya’: 83)

Saudaraku yang dirahmati Allah


Ada tiga alasan kenapa kita harus berdoa:
Pertama: Doa adalah ibadah
Sebagaimana diterangkan dalam surat adz-Dzariyat ayat 56,
bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk
beribadah, maka doa adalah salah satu bentuk ibadah yang
paling agung dan paling penting yang harus dijalankan oleh jin
dan manusia.
Sedangkan ibadah itu terbagi menjadi dua; ibadah mahdhoh
(ibadah tertentu) dan ghairu mahdhoh (ibadah yang tidak
tertentu), maka doa pun ada yang tertentu yaitu bacaan sholat
kita, dan doa yang tidak tertentu, yaitu segala ucapan dan
permohonan kita kepada Allah di luar sholat.
Maka seluruh doa kebaikan yang kita panjatkan kepada Allah
adalah sebuah ibadah. Sebagaimana Rasulullah, saw. Bersabda:
ُ َ ْ ُ َ ُّ َّ
(َ َ‫“ َ)َّٰىَالدع َاءََ َكَال َع َبا‬Sesungguhnya Doa itu adalah ibadah”.

Beliau kemudian membaca ayat 60 surat Ghafir:


َ َّ َ َ ُ ُ ْ َ َ ‫َ َ َ َ ُّ ُ ُ ْ ُ ْ ْ َ ْ ُ ْ َّ ه َ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ ي‬
ََ ‫َج َهم َمََ َال زَر‬
‫ِلين‬ ‫كاَأس ْ ْت َجََلكمَ ََّٰىَال َيينَيس ْ ْتب َنوٰىَعن ََعباَ َ ياَس ْ ْادلقكٰى‬
‫وقالَبككمَاَع َ ي‬
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-

﴾ 95 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan
masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Hr. Ahmad)

Menurut Imam al-Qurtubiy, ayat ini menunjukkan bahwa berdoa


itu adalah ibadah, seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah,
saw. di atas. Karena itu barangsiapa yang enggan berdoa dan
beribadah kepada-Nya karena kesombongan akan diancam
dengan siksa neraka Jahannam. Maka doa harus dilakukan
dengan benar dan ikhlas.
َ ْ َ ُ َْ ْ َ‫ه‬ ُ ْ َ
Allah, Swt. berfirman: (َ‫ين ََول ْكَك زر َهَالك َاف ُروٰى‬
َ ‫َالد‬‫كاَاّلِل َُمخ َق َص ْيَله‬‫“ )فاَع‬Maka
beribadahlah (dengan berdoa) kepada Allah secara murni untuk
semata-mata karena-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak
menyukai.” (Ghafir: 14)

Karena doa itu ibadah, seandainya segala doa-doa yang kita


panjatkan tidak dikabulkan oleh Allah, kita pun tetap beruntung
dengan mendapatkan pahala berdoa, karena kita melakukan
ibadah dengan hati dan lisan.

Kedua: Doa adalah senjata seorang Mukmin


Ada orang yang beranggapan bahwa berdoa itu adalah tanda
kelemahan seseorang, maka ia tidak akan berdoa sebelum
benar-benar memerlukan. Kalimat ini kedengarannya hebat,
namun sebenarnya mengandung kesombongan. Kenapa? Sebab,
kita selalu butuh pertolongan Allah. Dalam setiap denyut nadi
dan hela nafas, kita bergantung kepada kemurahan-Nya.

Olek karena itu Rasulullah, Saw. mengajarkan doa (permohonan)


agar Allah menjaga diri kita dan tidak membiarkan kita tanpa
pertolongan-Nya walau sekedipَ َ mata:
َ ْ َّ َ َ ُ ‫َ ْ ْ ُ ه‬ ْ َ ْ َ َْ ْْ َ ََ ُ ْ َ َ ْ َ َّ ُ ‫ه‬
َ َ‫ََََّله‬،َ‫َوأ ْص َقحَ َ ي َشأ َ ياَبقه‬،َ
َ ‫َََّأ‬
ٌ َ ‫ي‬ ْ ْْ ‫َع‬
‫سَِرفَ ر‬ ‫َفةَت َكق َ يََِّ َ َ َ ي‬،َ‫القهمَبحمت َأبجك‬
“Ya Allah, Aku mengharpakan rahmat-Mu, janganlah Engkau
biarkan diriku berusaha sendiri tanpa pertolongan-Mu walau pun
sekedip mata. Dan, perbaikilah seluruh keadaanku, tiada Tuhan
yang berhak disembah selain Engkau.”

Betapa pun seorang manusia merasa hebat, tangguh dan tegar


menghadapi segala ujian, pada hakekatnya itu semua tidak
terjadi tanpa bantuan dan pertolongan dari Allah. Sebagaimana
ُ ْ ُّ ْ َ ْ َ ُ ُ ‫ه َ ه‬ َ ُ ْ ُ ُ َّ َ ُّ َ
َ ‫َِال َح َم‬
Allah, Swt. menyatakan: ‫اد‬ ‫َاّلِلََۖواّلِلََكَال َ ي‬
َ ََّ َ‫اسَأ ت ُمَالَق َر ُاء‬‫ياَأيهاَالم‬
﴾ 96 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
“Wahai sekalian manusia, kalian semua membutuhkan Allah,
sedangkan Allah Mahakaya (tidak membutuhkan bantuan
darimu) lagi Mahaterpuji.”(Fatir: 15)

Dalam kitab al-Mathaalib


َْ al-‘Aaliyah oleh Ibnu hajar,َ Rasulullah,
َ َ َّ ُ ُ َ َ ُ َ َ ُْْ ُ ُ َ ُّ
َ ‫ات ََواأ ْب ز‬
saw. bersaba: ‫ض‬ ‫َو َعماََالد ز‬،َ‫“ الدعاءَ َس ْة َالم َم زن‬Doa
َ ‫َو كبَالس ْماو‬،َ‫ين‬
adalah senjata bagi seorang muslim, tiang agama dan cahaya
langit dan bumi.”

Dengan senjata doa, seorang hamba beriman tidak akan merasa


lemah menghadapi ujian, namun juga tidak sombong karena
tahu bahwa kekuatannya semata-mata dari pertolongan Allah.
Namun di hadapan Allah dia menyadari kelemahannya dan selalu
merasa butuh pertolongan-Nya. Justru inilah sifat terpuji yang
harus dimiliki oleh seorang mukmin.

Dalam syariat islam, doa selalu dijadikan sebagai permulaan


amal. Sebagaimana lazim dipesankan kepada kita, “Berdoalah
sebelum melakukan perbuatan apa saja.” Justru dengan
berdoalah kita mendapat kekuatan dan pertolongan. Dan Allah
tidak suka kepada hamba-Nya yang tidak pernah berdoa untuk
meminta sesuatu kepada Allah. Rasulullah, saw. bersabda:
َ ْ َ َْ َ‫ه‬ ْ َ ْ ْ َ
(َ‫اه‬
َ ‫“ )منَلمَيس ْ ْ َألَاّلِلَي ْ ََْعق‬Barangsiapa yang tidak mau meminta
(kepada-Nya), Allah murka kepadanya.” (H.r. Ahmad)

Ketiga: Doa Membawa Keuntungan di dunia dan Akhirat


Cukuplah dengan hadits berikut ini sebagai dalil pentingnnya
berdoa. Rasulullah,
َّ saw.
ُ َ bersabda:
َ
َ َ ‫كَاّلِلَب َد ْع َك َل ْي َ َف ََهاَ ه‬ َ ‫“ َماَم ْن َُم ْسقم ََي ْد ُع ه‬
َ ‫اعَ ََب َح ٍمَ ََََّأ ْعَ ُاهََهاَ ََّ ْحد‬
َ َ‫َ َوََق‬،َ‫َّسم‬
َ َ ٍ َ ٍَ َ
ُ َْ َ
َ‫ِّصْ ْ ْ ْ َِْعمه‬ْ َ ّ ْ ُ َّ َ َّ
َ ‫َوإماَأٰىَيد َل‬،َ ُ َ َ ‫لَل ُهََع‬
ْ َ َ ‫ج‬ َ ‫َس َةث"ََّ َّماَأ ْٰى ََُي ََع‬
‫َوإماَأٰىَي ز‬،َ ‫َفَاللر‬ ‫ه‬ ‫َاَل‬
‫ه ُ ْ َِ ي‬ ‫ر‬ َ ‫ه‬ ‫ت‬ ‫ك‬ َ َ
َ ‫َالسكءَم ْبق َها” َ َق ُالكا"ََّ َذاَ ُ َْب ِ ُن ََق‬
َ ٍ
)‫ن‬َ َ ‫الَ"َ(اّلِلَأ ف‬ ُّ ‫م َن‬
َ َ َ َ َ
“Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan suatu
permohonan yang tidak mengandungi doa dan pemutusan tali
kekeluargaan, melainkan Allah akan memberinya di antara tiga
perkara: adakalanya dipercepat (terkabul)-nya di dunia, atau
dijadikan sebagai simpanan kebaikannya di akhirat atau
dijadikan penolak keburukan senilai apa yang dimintanya.”
Mereka berkata, “Kalau begitu, kami akan memperbanyak doa?”
Rasulullah menjawab, “Allah akan semakin memperbanyak
(kebaikan-Nya)” [Hr. Ahmad dan al-Hakim]

﴾ 97 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Dari hadits tersebut, jelas bahwa orang yang berdoa tidak akan
pernah rugi. Sebab dengan doa yang dipanjatkan bisa diwujud-
kan dalam salah satu kemungkinan:
1. Kemungkinan akan dikabulkan dengan segara apa yang
diinginkan di dunia
2. Atau disimpan sebagai ibadah dan amal sholeh yang pahala-
nya akan diterima di akhirat
3. Atau dijadikan sebagai penolak keburukan senilai keman-
faatan dunia yang dia minta tadi.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Dalam keadaan kondisi dunia seperti sekarang ini, di mana kita
sangat membutuhkan pertolongan Allah, maka janganlah kita
lengah untuk berdoa’ dan memohon rahmat dan pertolongan-
Nya. Kita harus lebih meningkatkan doa-doa kita dalam segala
situasi terutama dalam sholat kita. Mudahan-mudahan rahmat
dan taufiq Allah senantiasa menaugi kita.

C. Tiga Cara Mengundang Rahmat

Saudaraku yang dirahmati Allah


Situasi hari ini paling tepat bagi kaum muslimin untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah. Bukan malah menjauh bahkan
melanggar larangan-Nya. Artinya, dengan situasi di mana
pertolongan Allah dan perlindungan-Nya sangat kita butuhkan,
kita mesti meningkatkan kualitas iman dan taqwa agar kita
mendapatkan rahmat dan pertolongan-Nya. Maka di sini akan
diterangkan tentang “Tiga Perkara Penyebab Datangnya Rahmat
dan Pertolongan Allah.”

Pertama: Mendahulukan Kewajiban


Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Swt. Berfirman:
َ ُ ُ ْ َْ َ َّ َ َّ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ َ َ َ
ْ َ ‫َع ْب َد ْخَب‬
َ‫س ٍءَأ َح ََُّ ََّ ي َّ ََم َّماَاف ي َنضتهَعق ْا ََه‬
َ َ
َ ‫َ ي‬ َ ‫“ َم ْنَعاَ َ َ ي َو َلااَفقدَآذ ته ََبالحر َوَوماَتقر‬
‫و ََّ ي‬
“Barangsiapa memusuhi wali (kekasih)-Ku, maka Aku nyatakan
perang terhadap-Nya. Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri
kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Ku-sukai selain dengan
menjalankan kewajibannya kepada-Ku. Dan manakala hamba-Ku
senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan
sunnah (di samping yang wajib), maka aku akan (semakin)
mencintainya.

﴾ 98 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Jika Aku sudah mencintainya, Aku akan menjaga telinga yang dia
gunakan untuk mendengar, aku akan menjadi mata yang
digunakannya untuk melihat, Aku akan menjaga tangan yang
digunakannya untuk bekerja dan Aku akan menjadi kaki yang
digunakannya untuk berjalan. Sungguh jika dia memohon kepa-
da-Ku, Aku akan memberinya dan jika meminta perlindungan-
Ku, aku akan melindunginya.” (Hadits Qudsi, hr. Bukhori)
Dari Hadits tersebut bisa diambil beberapa pelajaran:
1. Untuk mendapatkan perlindungan Allah, kita harus berusaha
untuk menjadi kekasih (Wali) Allah, dengan melakukan ibadah
dan amalan yang bisa mengundang cinta Allah.
2. Mengutamakan pelaksanaan ibadah wajib, seperti: sholat
fardu, zakat dan puasa di bulan Ramadan, sebelum ibadah
sunnah. Ketika ibadah wajib dan sunnah sudah bisa
dijalankan dengan istiqomah dan konsisten, maka Allah akan
semakin mencintai kita.
3. Apabila Allah sudah mencintai kita, maka seluruh prilaku kita,
baik yang melibatkan anggota badan; seperti telinga, mata,
tangan dan kaki akan senantiasa dijaga oleh Allah agar tidak
digunakan untuk perbuatan dosa.

Maka kekasih Allah (auliya’ullaah) akan hidup tenang dan damai


karena tidak ada rasa takut dan sedih, baik di dunia mau pun di
akhirat. Sebagaimana firman Allah, Swt.:
ْ ُ ُ
َ ْ ‫َال َُب‬ َ ُ َّ َ ُ َ ُ َ َ ‫َ َّ ْ َ َ ه َ َ ْ ه َ ْ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َ ُ َ ه‬
َ ْ ْ ْ ْ ْ‫ل‬ ‫كاَيتقكٰىَ*َلهم‬ ‫َاّلِلَََلكَِعقَ َهمَوَََمَيحز كٰىَ*َال َيينَآممكاَوكا‬ ‫أَََّٰىَأولااء‬
ْ ْ َ َ َ ْ ُّ َ َ َ ْ َ ْ
َ (21َ-22"َ ‫اَو َ يفَال َل َرَََ)يكَسن‬‫َ يفَالحاا َ َالد ا‬
“Ingatlah sesungguhnya auliyaa’ullaah (para wali atau para
kekasih Allah) itu tidak ada rasa ketakutan atas mereka dan tidak
pula mereka berduka cita * mereka adalah orang-orang yang
beriman dan mereka bertaqwa * bagi mereka kabar gembira di
dalam kehidupan dunia dan di akhirat.” (Yunus: 62-64)

Kedua: Menghindari Murka Allah


Di antara perkara yang menyebabkan murka Allah kepada
seorang hamba adalah makanan, minuman dan apa yang
digunakan secara tidak halal. Perkara inilah yang menghalangi
pertolongan Allah dan tertolaknya doa.
Rasulullah, Saw. bersabda, (yang artinya): “sesungguhnya Allah
itu Maha Baik, tidak menerima kecuali yang baik dan Allah

﴾ 99 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


memerintahkan kepada orang-orang yang beriman seperti apa
yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul.”
Kemudian Rasulullah, saw. membaca firman Allah, Swt.:
ُ ْ َ َ َّ َ ُ ُ ُ ُ ُّ َ ُّ َ
(‫ات ََواع َمقكاَ َص ْ َال َحا‬ َ ‫كاَمنَالََب‬
َ ‫الرس ْلَبق‬ َ‫“ )ياَأيها‬Wahai para Rasul, makanlah
dari (makanan) yang baik-baik dan beramal-sholihlah!” Dan
beliau juga (membaca) firman Allah, Swt.:
ُ ََْ َ َ ََ َ ْ ُ ُ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
َْ ‫اَبِقم ْ ْ َاك‬
(‫م‬ ْ ْ ‫ات َم‬
َ ْ ْ ‫كاَمن ََِب‬َ ‫“ )ي ْ ْاَأيه ْ ْاَال ْ ْ َيين َآممكاَبق‬Wahai orang-orang yang
beriman makanlah dari yang baik-baik dari apa yang kami
anugerahkan kepada-mu!”
Kemudian beliau menyebut tentang seorang laki-laki yang
mengadakan perjalanan jauh; rambutnya acak-acakan dan
menengadahkan tangannya ke langit dan berdoa: “Wahai Tuhan!
Wahai Tuhan!” Namun makanannya haram, minumannya haram,
pakaiannya haram dan diberi makanan pun yang haram, maka
bagaimana dia akan dikabulkan doa-nya?”
Dari hadits dengan jelas menerangkan bahwa makanan,
minuman dan penggunaan barang-barang yang tidak halal akan
membuat doa kita tidak diijabah, permintaan tolong kita tidak
dijawab oleh Allah. Bahkan bisa mendatangkan keburukan-
keburukan yang lain, seperti: permasalahan rumah tangga dan
ketidakharmonisannya bisa juga karena apa yang kita berikan
kepada anak dan istri kita dari hasil yang haram.
Allah, SWT. Berfirman:
َ ْ ََ َ َ َ ْ ُ ْ َ َّ َ َ ْ َ ْ َ ََ ُْ َْ َ َ َ ََ َ ُُ
َ ََٰ ‫نَي ْح َق ْلَعق ْا َهَۚ َ يَِ َفقدََ َك‬
َ ‫َۚ َ َِ ََۖو َم‬
َ
‫َي‬ ‫اهَفا َحلَعقاكم‬ َ ‫اتَماَبِقماكمَوََتَ ك‬
َ ‫اَف‬ َ ‫كاَمنََِب‬
َ ‫بق‬
“Makanlah yang baik-baik dari apa yang kami anugerahkan
kepada-mu dan janganlah kamu berlebih-lebihan, maka murka-
Ku akan menimpa-mu. Dan barangsiapa yang ditimpa murka-Ku
maka sungguh dia akan celaka.” (Thaha: 81)
Menurut Syaikh Abdur Rahman As-Sa’diy, maksud firman Allah di
atas, yaitu “jangan kamu berlebih-lebihan dalam rizqi” adalah
menggunakan rizqi Allah untuk bermaksiat kepada-Nya. Maka
demikian itu akan membuat Allah murka dan menimpakan azab-
Nya kepada pelakunya.
Di antara penggunaan nikmat Allah untuk bermaksiat adalah
seseorang diberi Allah rizqi dari hasil yang halal dan dari kerja
yang baik-baik, namun hasilnya digunakan untuk berjudi, main
perempuan atau keburukan-keburukan yang lain, maka orang

﴾ 100 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


seperti ini telah menyalahgunakan nikmat Allah sehingga hasil
kerjanya menjadi tidak berkah dan menjauhkannya dari rahmat
Allah.
Ketiga: Bersikap Istiqomah
Istiqomah, yakni menjaga ketaatan dan mempertahankan
perilaku baik karena Allah hingga tutup usia adalah cara terbaik
untuk mendapatkan pertolongan dan rahmat Allah, baik di dunia
mau pun di akhirat. Sebagaimana firman Allah, Swt.:
َ ُ ُ َ َ ‫ََ َ ه‬ َ َ ْ َّ ُ ُ ‫َّ ه َ َ ُ َ ُّ َ ه‬
َ ‫َاستق ُامكاَفةَل ْكَِعق َْ َه ْم ََوَََ ْم ََي ْح َز‬
‫كٰى‬ ‫“ ََّٰىَال َيينَقالكاَبكماَاّلِلَسم‬Sesungguhnya
orang-orang yang menyatakan: “Tuhan Kami adalah Allah”
kemudian beristiqomah, maka tidak ada rasa keta-kutan atas
mereka dan tidaklah mereka berduka cita.” (al-Ahqaf: 13)
Menurut Syaikh Ali Thanthawi, sikap istiqomah akan selalu
menghadirkan kebahagian dan kegembiraan; tidak terusik oleh
kekhawatiran dan kesedihan. Saking pentingnya sikap istiqomah
maka Rasulullah, saw. berpesan: “Nyatakanlan: Aku beriman
kepada Allah dan beristiqomahlah!”
Dan sabdanya yang lain: “Bersederhanalah dan beristiqomahlah!
(karena) Ketahuilah bahwa seseorang di antara kamu tidak akan
selamat semata-mata karena amalnya.” Mereka bertanya,
“Apakah engkau juga, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Aku
juga begitu, kecuali jika Allah berkenan memberiku rahmat-Nya.”
(Hr. Riwayat Muslim)

Hadits ini menyakan bahwa segala amal baik kita tidak menjamin
keselamatan kita jika tidak diterima dan dirahmati oleh Allah.
Sedangkan kunci diterima dan dirahmati Allah itu adalah sikap
istiqomah kita. Dan kita baru bisa istiqomah (yaitu memper-
tahankan keatatan dan kebaikan hingga akhir hayat) ketika kita
menjalankannya dengan tidak berlebih-lebihan dan memaksa-
maksakan diri.
ُ َ َ ُ َ
Seperti sabda beliau: (‫كاَو َسْ ْ ْدَوا‬‫ )ق زابك‬Menurut Imam Nawawi, kata
“qaaribuu” adalah larangan berlebih-lebihan dalam beribadah
karena bisa mengakibatkan kejenuhan dan akhirnya tidak
berlanjut. Atau sebaliknya, adalah larangan memudah-
mudahkan ibadah sehingga sama-sekali tidak menjalankannya.”
Sedangkan“saddiduu”, kata Imam Nawawi adalah perintah agar
istiqomah. Lakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit, mulai

﴾ 101 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


dari yang wajib dan tambahkan yang sunnah lalu pertahankan
hingga ajal menjemput. Maka barangsiapa yang bisa istiqomah
dalam ketaatan seperti itu maka Allah akan merahmati dan
menjaga-Nya di dunia hingga akhirat. Caranya, Allah akan
kirimkan para malaikat untuk menjaga dan melindunginya dari
segala keburukan.

Seperti yang disebutkan adalam firman Allah, Swt.:


َ ُ َ ُ ُ ُ ‫َّ ه َ َ ُ ْ َ ُّ َ ه ُ ُ َّ ْ َ َ َٰ ُ ْ َ َ َْ َّْ ُ َ ْ ُ ْ َ َ ََٰٰٓ ُ َّ َ َ ُ ْ َ َ َ ْ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ ْ َ َّ ه ي‬
َ َ‫مت ْمَتكعدوٰى‬
َ ‫ََّٰىَٱل َيينَقالكاَبكماَٱّلِلَسمَٱستق مكاَتتنلَعقَ َهمَٱلمق َئقََأََتخافكاَوََتحز كاَوأب َلوا ََبٱلجم َََٱل ََِك‬
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: ‘Tuhan kami adalah
Allah, kemudian bersikap istiqomah, akan turun kepada mereka
para malaikat (memberi dukungan dengan mengatakan) ‘jangan
takut dan jangan bersedih, dan bergembiralah dengan surga
yang telah dijanjikan kepada-mu.” (Fussilat:30)
َ ُ َّ َ َ َ ْ ُ َ ْ ُ ُ ُ َٰٓ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ ْ ُّ َٰ َ َ ْ ْ ْ ُ ُ ٓ َ ْ ُ ْ َ
َ َ ‫اَماَت َدعكٰى‬‫َٱللرَ ََۖولكم ََفَهاَماَِْت ََهَأ َسكمَولكم ََفَه‬
َ ‫حنَأ َو َلااؤكم ََفَٱلحَك َ َٱلد ااَو َف‬
“(Malaikat itu berkata): Kami adalah pelindung-pelindungmu di
dalam kehidupan dunia dan di akhirat, dan kamu di sana akan
memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang
kamu minta.” (fussulat: 31)

D. Tiga Bahaya Makanan Haram

Saudaraku yang dirahmati Allah


Di akhir zaman, banyak manusia tidak peduli tentang apa yang
dimakan dan disuapkan ke dalam mulut anak dan istrinya,
apakah dari barang yang halal atau yang haram. Hal ini telah
diingatkan oleh Rasulullah, saw. dalam sebuah sabdanya:
ِ َ َ ْ َ َ َ ْ ْ ُ ُ َّ ‫اَي َبا‬
َ ‫َم ْنَحلَأ ْو‬،‫ال‬ ُ َ ‫ََ ه‬ َّ َ ‫َْي‬
َ‫النساا‬
‫ي‬ َ»َ ٍ ‫َح َرا‬ َ َ ‫َالرجل ََمنَأينَأصاوَالم‬ ‫َم َ ي‬،‫اسَِماٰى‬
‫«يأ َ ياَعَلَالم ز‬
“Akan datang pada suatu masa atas ummat manusia, di mana
orang tidak lagi peduli dari mana ia memperoleh harta apakah
dari yang halal atau yang haram.” (Hr. Nasa’iy dari Abu Hurairah)

Padahal di akhirat nanti asal usul harta itu harus dipertanggung


jawabkan di hadapan Allah, bahkan di dunia pun sudah ada
pengaruh buruk dan bahaya-nya. Maka di sini akan dibicarakan
tentang “Tiga Bahaya Makanan Haram.”

﴾ 102 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Bahaya Pertama: Kehilangan Berkah
Setiap muslim selalu berharap keberkatan dalam hidupnya,
terutama terkait rizqi. Sebab apalah arti banyak rizki yang berupa
harta jika tidak berkah. Sebagaimana makna berkah atau
barakah itu adalah kebaikan dan kemanfaatan yang banyak.
Maka jika rizqi kita tidak diberkati, sekali pun banyak harta, tidak
akan banyak guna dan manfaatnya. Jiwa pemiliknya akan terasa
hampa, hatinya tidak tenang dan selalu saja merasa kurang.

Sebab Allah, Swt. sudah menyebutkan dalam firman-Nya tentang


َ َ َّ ُ ‫َ َي ْم َح ُ" ه‬
ُ َ َ َ ‫َاّلِل‬
َ ‫َالركاَوِلي ْر َ ياَالصْ ْ ْ ْ ْدق‬
harta haram, terutama dari hasil riba:َ‫ات‬
"Allah akan menghilangkan keberkatan riba dan (sebaliknya)
akan menumbuhkan (keberkatan) shodaqah.” (al-Baqarah: 76)

Menurut Syaikh Abdur Rahman As-Sa’diy, “Allah akan menja-


dikan harta yang dihasilkan dari sumber haram, seperti hasil dari
riba, hilang berkah-nya dan menjadi sebab timbulnya berbagai
masalah. Jika disedekahkan tidak diberi pahala, bahkan bisa
menjadi bekal untuk masuk neraka. Sedangkan harta halal yang
disedekahkan akan menjadikannya berkah dan berkembang
pahalanya.”

Menurut Dhahhak7 yang bersumber dari Ibnu Abbas, ra. “bahwa


harta haram seperti riba itu tidak diterima oleh Allah untuk
sedekah, jihad, haji dan bersilatur rahim, malah akan
membuatnya celaka. Namun sebaliknya, harta halal yang
disedekahkan akan membuatnya diberkati di dunia dan
dilipatgandakan pahalanya di akhirat”.
Begitu juga harta dari hasil pencurian, perjudian, penipuan dan
sumber-sumber kotor lainnya akan menimbulkan dampak buruk
yang sama. Seperti sabda Rasulullah tentang jual beli yang dila-
ُ ْ َ ُ َ َ َ ََ ْ َ
kukan dengan cara menipu pembeli: (‫اَم َحقٌ َََ َرفَ َََ ْا َع َه َما‬‫)وإٰىَكتماَوفيب‬
“Dan jika keduanya (antara penjual dan pembeli) menutupi (apa

7
Dhahhak bin Muzahim dari Bani Hilal, kuniyahnya Abu Muhammad
atau Abu al-Qasim. Ahli tafsir, wadahnya ilmu dan mengutamakan
hidup zuhud, kata Qais dan Muslim, “Setiap petang Dhahhak selalu
menangis sambil berkata: ‘Aku tidak tahu, hari ini amal saya yang
bagaimana yang naik (ke langit).’” Beliau meninggal tahun 102 H.

﴾ 103 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


yang buruk) dan berbohong maka akan dihilangkan keberkatan
jual-belinya.”
Kesimpulan dari uraian di atas adalah bahwa seorang muslim
harus berhati-hati terhadap harta haram sebab akan menghi-
langkan keberkatan. Dan, terjadilah tiga perkara berikut ini:
1. Banyak harta tapi tidak banyak guna dan manfaatnya
2. Timbul banyak masalah di dunia dan membawa pemiliknya ke
neraka
3. Tidak diterima untuk sedekah, jihad, haji, umrah dan bersi-
latur Rahim.

Bahaya Kedua: Doa Tidak Terkabul


Doa adalah senjata bagi seorang muslim. Bahkan doa adalah
bukti bahwa seorang muslim itu lemah dan hanya bergantung
kepada Allah yang Maha Perkasa dan Maha Agung. Maka doa
adalah perkara yang sangat penting dalam kehidupan seorang
muslim. Namun, apa jadinya jika doa yang kita panjatkan kepada
Allah siang malam tidak dikabulkan.
Sebagaimana yang pernah dikeluhkan oleh penduduk Basrah
kepada Ibrahim bin Ad-ham, bahwa mereka berdoa agar Allah
menurunkan hujan dan mengentas mereka dari paceklik, namun
doa mereka tidak kunjung dikabulkan oleh Allah. Maka disinyalir
oleh Ibrahim bin Ad-ham, di antara penyebabnya adalah mereka
tidak memperhatikan makan dan minumnya.
Dan itulah yang diperingatkan oleh Rasulullah, saw.:
َ َّ ْ َ َ َ ‫َّ ُ َّ ه‬
(‫َاّلِل َِْ َاْ ْ ْ هَ ََ َ َيْقْ َبْ ْ ْ ُل َ َََّ َِْ ََْ َبْ ْ ْا‬ ‫ ََّٰى‬،‫“ )أ ُّيْ َهْ ْ ْاَالْمْ ْ ْاس‬Wahai sekalian manusia,
sesungguhnya Allah itu Mahabaik, tidak menerima kecuali yang
baik”. Dan, sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum
mukmin seperti yang diperintah-kannya kepada para utusan,
ُ ْ َ َ َّ َ ُ ُ ُ ُ ُّ َ ُّ َ
maka Allah berfirman: (َ‫ات ََواع َمقكاَ َص ْ َال َحا‬ َ ‫كاَمنَالََب‬ َ ‫اَالرس ْلَبق‬ ‫“ )ياأيه‬Wahai
para rasul, makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah yang
baik!” (al-Mukminun: 51)
ُ ََْ َ َ ََ َ ْ ُ ُ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
Dan juga firman Allah: (َ‫اَبِقماك ْم‬ ‫اتَم‬ َ ‫كاَمنََِب‬ َ ‫“ )ياأيهاَال َيينَآممكاَبق‬Wahai
orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik-baik apa
yang telah kami anugerahkan kepada kamu.” (al-Baqarah: 172)

Kemudian beliau menyebut, bahwa ada seorang lak-laki yang


melakukan perjalanan jauh sehingga rambutnya acak-acakan
dan berdebu, dia berdoa dengan mengangkat tangannya ke

﴾ 104 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


langit, “Ya Tuhan, Ya Tuhan…” sedangkan makan dan minumnya
dari barang haram, pakaiannya pun hasil dari barang haram,
bahkan memberi makan (keluarganya) dengan barang haram,
bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan”?
Saudaraku yang dirahmati Allah
Ketika kita mengetuk pintu dan tidak ada sahutan sedangkan
orangnya ada di dalam rumah, bukankah ini perkara yang
menyedihkan? Maka bagaimana kita tidak sedih, ketika menge-
tuk pintu langit dengan doa-doa namun semuanya ditolak.

Sungguh, betapa sedihnya jika Allah, Tuhan tempat kita bergan-


tung dan berharap tidak sudi mengabulkan permohonan kita.
Maka pahamilah bahwa di antara perkara yang menyebabkan
doa tertolak adalah:
1. Tidak memperhatikan makan dan minumnya
2. Tidak memperhatikan sandang dan papan
3. Tidak memperhatikan dari mana sumber penghasilannya.
Maka, jangan asal kenyang, asal bisa bergaya dengan Hp. dan
pakaian mahal, serta punya rumah dan kendaraan mewah, lalu
soal halal dan haram tidak diperhatikan.

Bahaya Ketiga: Kerusakan Hati


Rasulullah saw. pernah bersabda:
“Yang halal itu jelas, dan yang haram juga jelas di antara
keduanya ada perkara-perkara yang meragukan (syubhat),
banyak orang tidak mengetahuinya. Maka barangsiapa berhati-
hati terhadap yang syubhat itu berarti dia telah terbebas (dari
mencemarkan) agama dan dirinya, dan barang siapa yang
terjatuh dalam syubhat bagaikan pengembala yang mengem-
balakan (binatang gembalaannya) di dekat pagar, bisa-bisa
(gembalaannya) masuk ke dalam pagar.

Ingatlah setiap penguasa itu punya garis teritorial, sedangkan


garis
ْ
teritorialnya
َ ُ Allah
َ
adalah
َ َ
apa
ُ yang
َ
diharamkan.
َ َ ً َ
َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ َّ َ َ
"‫ه القل ُب‬
‫ أال و ِ ي‬،‫ و ِإذا فسدت فسد الجسد كله‬،‫ ِإذا صلحت صلح الجسد كله‬:‫"أال و ِإن ِ يف الجس ِد مضغة‬
(Ingatlah bahwa di dalam jasad ada segumpal daging, jika ia baik
maka baiklah seluruh badan dan jika ia rusak akan rusak pula
seluruh badan. Ingatlah itu adalah hati.) [Hr. Bukhori – Muslim]

﴾ 105 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Sedanngkan perkara yang membuat hati rusak, tidak lain adalah
makanan haram dan penghasilan haram. Sebagaimana dikata-
kan oleh Ibnu Hajar – rahimahullah – dalam Fathul Bari, “Hadits
di atas mengingatkan betapa pentingnya kesehatan hati, karena
kesehatan hati mempengaruhi kesehatan badan dan bahwa
penghasilan yang baik dan halal itu membawa dampak positif
bagi kesehatan hati.” Dan Imam Ahmad pernah ditanya,
“Dengan apa Anda melembutkan hati?” Beliau menjawab,
“Dengan makanan yang halal”.

Jika perut dipenuhi barang yang haram hati pun akan menjadi
gelap dan jiwa pun tertutup. Sehingga membuat jauh dari
bimbingan Allah. Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian
kaum salaf: “Begitu seorang hamba sekali saja makan makanan
haram, maka hatinya menjadi berbolak balik (tidak tenang)”.

Maka dampak buruk dari makanan haram bagi hati adalah:


1. Membuat hati berpenyakit, menjadi gelisah dan tidak tenang
2. Menjadikan keburukan jiwa manusia lebih dominan sehingga
menghalangi hidayah
3. Berpengaruh kepada kesehatan tubuh, malas dan tidak punya
daya untuk beribadah
Saudaraku yang dirahmati Allah
Sebagai muslim – terutama sebagai bapak – yang bertanggung
jawab terhadap keluarga, hendaklah kita menjaga kebaikan diri
kita dan keluarga kita. Sebagaimana Firman Allah:
َ ُ ْ ُ ُ ُ َُ َ ‫ه‬
(‫َآممكاَقكاَأ َ َس ْ ْ ْ ْ ْك ْم ََوأَ َقاك ْم َ ْ ْ ْ َابا‬ ‫“ ) َيْ ْ ْاَأ ُّي َهْ ْ َْا َالْ ْ ْ َيين‬Wahai orang-orang yang
beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka!” (at-
Tahrim: 6)
Kitalah yang bertanggung jawab untuk menyelamatkan mereka
dari murka Allah di dunia dan akhirat. Di antaranya dengan:
1. Memperhatikan makan dan minum untuk diri dan keluarga
kita, serta memastikan bahwa kita mendapatkannya dari
sumber yang halal.
2. Membiasakan mereka berhati-hati terhadap apa yang mereka
konsumsi jika kehalalannya diragukan lebih baik ditinggalkan.
3. Memberikan pendidikan agama yang baik agar mereka bisa
membedakan mana yang boleh dan tidak boleh, mana yang
halal dan mana yang haram.

﴾ 106 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


E. Tiga Amalan Memasuki Tahun Baru

Saudaraku yang dirahmati Allah


Tahun baru, bagi sebagian orang identik dengan kebebasan dan
kehura-huraan. Namun bagi ummat Islam, tahun baru – baik
yang mengikuti kalender qomariyah (bulan) atau pun syamsiyah
(matahari) -- mesti dijadikan sebagai momentum perubahan ke
arah yang lebih baik. Jelang pergantian malam tahun baru,
sebagai Muslim sekurang-kurangnya ada “Tiga Amalan yang
Mesti Dilakukan.”

Pertama: Muhasabah (Mengevaluasi diri)


Muhasabah, menurut Imam al-Mawardi, adalah bahwa
seseorang di malam harinya, berusaha untuk mengevaluasi apa
yang telah dilakukannya di siang hari. Jika perbuatan baik maka
hendaklah dilanjutkan dan diikuti dengan perbuatan lainnya yang
serupa. Namun jika itu perbuatan buruk maka harus diperbaiki
semampu daya, atau disusuli dengan perbuatan baik lainnya
agar menjadi penghapus kesalahannya dan berusaha untuk
meninggalkannya serta tidak mengulanginya di waktu akan
datang.

Allah, Swt. berfirman:


َ ُ َ َ َ ‫ه َ َّ ه‬ ُ َّ َ َ ْ َّ َ َْ ُ ََْ َ‫ه‬ ُ َّ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
َ َ‫نَ َب َماَت ْع َمقكٰى‬
َ‫َاّلِلَل َب ْ ه‬ ‫َآممكاَاتقكاَاّلِلَولتمظ ْرَ َ هَ َّماَقد َمٌ ََل ٍدََۖواتقكاَاّلِلََ ََّٰى‬ ‫ياَأيهاَال َيين‬
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah
dan hendaklah jiwa manusia memperhatikan apa yang telah
dilakukannya demi (kebaikan) untuk hari esok, dan bertaqwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Maha Mengawasi dengan
apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
َ ْ َّ َ َْ ُ ََْ
Menurut Ibnu Katsir, makna (َ‫)ولتمظ ْرَ َ ه ََّماَقد َمٌ ََل ٍد‬ adalah perin-
tah untuk muhasabah (evaluasi diri) dan memperhatikan amal
sholeh apa yang telah kita persiapkan untuk menghadapi
perhitungan di akhirat nanti di hadapan Allah, Swt.”

Oleh sebab itu, Khalifah Umar bin Khattab berkata: َ“


 Hisab (evaluasi)-lah dirimu َ ‫َحاس ُبكاَأ ْ َُ َس ُك ْمَق ْب َلَأ ْٰى َُت َح‬
‫اس ُبكا‬ َ
sebelum kelak kamu dievaluasi
(di hadapan Allah)!
َُ ُ ْ َ ُ ُْ ُ
 Dan timbanglah dirimu sebelum ‫َو زِ كاَأ َ َسك ْمَق ْب َلَأٰىَتكِ كا‬
kelak dirimu ditimbang

﴾ 107 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


 Karena dengan mengevaluasi
ََ
َ‫اوَۚ دا‬ َ ْ ‫َعق ْا ُك ْم َْف‬ َ ُ َ ْ ُ َّ َ
َ ْ ْ ‫َال َح َس‬
ْ ‫ي‬ َ ُ ُ ْ ‫َف َ ْه ُهَأَكٰى‬
َ
dirimu hari ini, akan memu- َ ‫اس ُبكاَأ َ َسك ُمَال ََ ْك‬
َ ‫أٰىَتح‬
dahkan hisab (perhitungan
amal)-mu kelak di akhirat.

Amalan Kedua: Tajdiidul Iman (Memperbarui iman)


Di tahun baru, banyak ujian terhadap keimanan. Di mana ahli
maksiat memuaskan nafsunya di malam tahun baru. Sementara
Ummat Islam dijejali opini tentang toleransi yang kebablasan;
tentang natalan bersama dan ucapan natal kepada pemeluknya.
Di sini tidak akan membicarakan hal itu, sebab sudah banyak
‘ulama yang menerangkannya. Namun yang perlu diingatkan
adalah bahwa ummat Islam punya prinsip toleransi yang jelas
dan tegas: (َ‫ين‬ َ َ ُُْ ُْ
‫“ )لكم َََيمكمَو َ ي َََ ز‬Bagimu agamamu dan bagiku aga-
maku” (al-Kaafirun: 6)
Berdasarakan ayat tersebut, Ummat Islam memahami makna
toleransi beragama yang benar. Bahwa menghormati agama
orang lain itu tidak harus dengan mencampuradukkan praktek
ibadah Islam ke dalam praktek ibadah agama lain; seperti
bersholawat, mengumandangkan adzan dan membaca al-Qur’an
di dalam sebuah tempat ibadah agama lain.
Maka saat di mana ujian terhadap keimanan datang bertubi-tubi,
tidak ada amalan terbaik selain memperbaiki keimanan kita.
Salah satu caranya adalah dengan menanamkan ajaran tauhid
(yakni keyakinan bahwa tiada tuhan yang berhak disembah
selain Allah) ke dalam hati kita. Sebagaimana Rasulullah, saw.
bersabda:
َُ ُ َ
 “Perbaharuilah keimananmu!” َ!‫َجدَواَ َّْي َما ك ْم‬
ََ َ ْ ُ َ َ ُ َ ْ َ ‫َ َ َ ُ َ ه‬
 Ditanyakan: “Bagaimana cara َ ‫َقال"َياَبسكل‬
َ ‫َوفا َ جدَََّيما مَا؟‬،‫َاّلِل‬
kami memperbaiki keimanan, ya
Rasulullah?”
‫ْ َ ْ َ َ َّ ه‬ ِْ َ َ
 (Beliau) bersabda: “Perbanyaklah َ‫ََََّلهَ ََََّاّلِل‬ َ ‫قال"َ َأ ف َ ُن‬
َ ‫واَمنَقك َل‬
ucapan “Laa ilaaha illal-Laah!”
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, dalam kitabnya “al-Ghunyah Li-
Thaalibiy Thariiqil Haq” berkata, “sangat dianjurkan ketika orang
Islam melihat gereja, sinagog, suara lonceng gereja, terompet
Yahudi (atau simbol-simbol agama mereka, seperti: salib atau
pohon natal) atau berjumpa sekumpulan kaum Kristen atau
Yahudi (yang sedang merayakan ibadah ala agama mereka)
untuk membaca:

﴾ 108 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


َّ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َ ْ َ ُ ‫ْ َ ُ ْ َ َ َّ ه‬
َ‫اَوا َح ْداَََ ْع ُب ْدَ ََََّ ََّ َّيَْ ُاه‬ ‫“ أش ْ ْ ْ ْ ْهْدَاٰىَََ ََّل ْه ََاََاّلِلَوح ْدهََ ز‬Aku bersaksi
ْ‫َيِلي ْ َلْه ََاله‬
bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah saja
satu-satunya, tiada sekutubagi-Nya. Dia Tuhan yang Maha Esa,
tidaklah kami menyembah kecuali hanya kepada-Nya.”
Maka dengan menegaskan dengan ucapan seraya meyakini
kebenarannya dalam hati, “kalimat laa ilaaha illal-Laah, tiada
tuhan yang berhak disembah selain Allah” akan mengokohkan
keimanan kita sehingga tidak akan goyah oleh pengaruh buruk
opini atau pendapat yang menyimpang, in Syaa Allah Ta’aala.
Amalan Ketiga: Bersyukur dan Berdoa
Pergantian tahun hendaknya mengingatkan kita bahwa hidup di
dunia ini tidak ada yang kekal. Semuanya akan pergi, apakah diri
kita yang pergi lebih dahulu atau orang-orang yang kita cintai.
Jika di tahun baru nanti kita masih diberi umur, kita harus banyak
bersyukur. Bersyukur karena kita masih diberi kesempatan untuk
memperbaiki kesalahan kita dan menggunakannya untuk
mencari bekal akhirat dengan amal sholeh.
Apalagi jika kita diberi kesehatan yang prima dan kesempatan
atau waktu luang, jangan sampai kita melalaikannya,
sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah, Saw.:
ُ َْ ُ َّ َ ‫ه‬ ‫ْ ََ َ ُْ ه‬
(َ‫اس"َال َص ْ ْ ْ ْ ْ َّحَ ََوالَ َراغ‬ َ ‫كٰىَف‬
َ َ ‫“ ) َ عمتْ َاٰىَم ب‬Ada dua nikmat yang
‫َهمْاَك َب ْن ََمنَالم ز‬
sering dilupakan oleh kebanyakan manusia: kesehatan dan
waktu luang.” (Hr. Bukhari)
Sebab kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan
Allah terhadap segala nikmat-Nya, sebagaimana Allah berfirman:
َّ َ ُ ُ ُ
(َ‫“ )سْ َّم َلْت ْسْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْألْ َّن َ َيْ ْك َمْ َئْ ْ ْ ٍي َعْ زن َالْمْ َعْاْ َْم‬Kemudian kamu benar-benar akan
ditanyai tentang segala nikmat.” (at-Takaatsur:8)
Begitu juga Rasulullah, saw. bersabada:
َ ْ َ ََ ُ َُ َ
“Dua kaki anak Adam tidak akan َ َ ‫اَاَ زنَأَ َ ََي ْك‬ ‫ََتزولَقدم‬
bergerak di hari Kiamat nanti sebelum َ
َ"‫َح يَِّ َُي ْسأ َلَع ْنَأ ْ َبك ْ رع‬ َ َ‫ْالق َا َام‬
َ َ
ditanyai tentang empat perkara:
ُ‫اه‬ َْ َْ ُ َ
1. Tentang umurnya untuk apa َ ‫ع ْنَعم زرَه ََفاماَأفم‬
ْ
dihabiskan, َ َ َ َ
2. Tentang kepemudaannya untuk ‫اماَأ ْبة َُه‬‫َوع ْنَش َب َاب َه ََف‬
apa dipergunakan,
ُ َ َْ َ َ ُ َ َ َْ َ ْ ْ
3. Tentang hartanya dari mana ‫اماَأ َق َه‬ ‫َو َم َال َه ََمنَأينَافتسبهَو َف‬
diperoleh dan untuk apa
dibelanjakan,

﴾ 109 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


َ َ ْ َ
4. Dan tentang ilmunya dalam hal ََ ‫َوع ْن ََعق َم َه ََماذاَع َم َل ََف‬
َ ‫اه‬
apa yang diamalkan.”
(Hr. al-Bazzaar dan Ath-Thabraniy)

Selain bersyukur karena bisa berada di penghujung dan di awal


tahun kita harus berdoa untuk memohon agar nikmat-Nya
dikekalkan dan dijaga dengan doa berikut ini:
َ َ َ
َ ََ ‫َسخ‬ ‫َع‬ َ َ َ َ ْ َ َ ُ َ َ َ َ ُّ َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ُ ُ َْ َّ ُ ‫ه‬
‫القهمَ ََّ ياَأعكذ ََب ََمنَِو َالَ َ ع َم َت َوتحك َلَع َافَ َت َوفجاء َ َ َ قم َت َوج َم ز‬
“Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari terlepasnya
nikmat-Mu (dariku), berubahnya kondisi kesehatan-(ku) dari-Mu,
mendadaknya hukuman-Mu (kepadaku) dan dari segala murka-Mu.”

Dan juga banyak berdoa agar diteguhkan iman dan islam kita
َ َ َْ ْ َ ُ ُ ْ َ ِّ َ ُ َ
dengan doa ini: (َ ‫كوَس َبٌَقق َ يَِعَل َََ َيم‬
َ ‫“ )ياَمققََالقق‬Wahai Tuhan Sang
Pembolak-balik hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”

[][][][][]

﴾ 110 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


KETUJUH
Bulan Rajab

A. Tiga Manfaat Taqwa

Saudaraku yang dirahmati Allah


Alhamdulillah dengan karunia Allah, kita diberi kesempatan
kembali memasuki salah satu dari 4 bulan yang paling dimuliakan
oleh Allah, yaitu bulan Rajab. Mudah-mudahan bisa kita gunakan
untuk mempersiapkan secara maksimal kedatangan bulan
Ramadan yang akan segera tiba. Marilah dari sekarang kita
tingkatkan amal kita, keimanan dan ketaqwaan kita kepada
Allah, SWT.
Saudaraku yang dirahmati Allah
Kali ini kita akan bicarakan sebuah tema tentang, “Tiga Manfaat
Taqwa”. Kita tahu bahwa taqwa itu tidak bisa dicapai dengan
cara instans. Itulah sebabnya, untuk bertaqwa dengan menjalan-
kan puasa Ramadan, para salafus sholih mempersiapkannya
minimal sejak tiga hingga enam bulan sebelumnya.
Di bulan Rajab ini adalah kesempatan kita untuk melakukan
persiapan tersebut, karena di bulan Rajab inilah saatnya kita
mulai menanam kebaikan. Seperti yang dikatakan oleh Syaikh
Abu Bakar al-Warraq al-Balkhi: “Bulan Rajab adalah bulan untuk
untuk menanam. Bulan Sya’ban adalah bulan untuk merawat
tanaman. Sedangkan bulan Ramadan adalah bulan untuk mema-
nen tananam.” Hasil tanaman kita pada bulan Rajab ini dan yang
dirawat pada bulan Sya’ban, akan kita petik buahnya berupa
ketaqwaan kepada Allah, Swt di bulan Ramadan nanti.
Namun agar tanaman kita, berupa ibadah dan amal sholih
menghasilkan buah yang baik dan memenuhi tujuannya, maka
harus dijalankan dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan
tuntunan syariat. Allah, ta’aala berfirman:
ْ ُ َْ َ ُ َ
ُ َُ َ ‫َال‬ َ ُ ُ ُ َ ْ َ ْ َ َ ‫ه‬
(َ‫كب‬ ‫“ )ال ْ ْ َيخَلق" َال َم ْكت ََوال َح َا ْ ْا ََل ََ ْبق َكك ْم َأ ُّيك ْم َأ ْح َس ْ ْ ْ ْ ْ ُن َع َمة َ َوَكَالع ززِليز‬Dialah
yang telah menciptakan kehidupan dan kematian agar Dia
menguji kalian siapakah di antara kalian yang paling baik amal-
nya, dan Dia Mahaperkasa lagi Mahapengampun.” (Al-Mulk: 02)

﴾ 111 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Maksud “ahsanu ‘amala / yang paling baik ‘amalnya” dalam ayat
tersebut, menurut Syaikh Fudhail bin ‘Iyadh, sebagaimana yang
dinukil oleh Imam al-Baghawi dalam Tafsir Ma’alimut Tanzil,
yakni: “Yang paling ikhlas dan yang paling benar.” Sebab, kata
beliau, tidak akan diterima suatu amal kecuali dilakukan dengan
ikhlas dan benar. Ikhlas jika tujuannya semata-mata karena Allah
dan benar jika dilakukan sesuai dengan sunnah.”
Saudaraku yang dirahmati Allah
Apabila ibadah dilakukan dengan ikhlas dan benar, maka akan
tercapailah tujuannya, yaitu bertaqwa kepada Allah. Setiap
perintah ibadah dalam al-Qur’an, menurut Ibnu Abbas, adalah
perintah untuk mentauhidkan dan menyembah hanya kepada
Allah untuk meraih ketaqwaan, yakni wiqayah atau
perlindungan-Nya dari azab neraka. Demikian disebutkan oleh
Imam al-Baghowi.
Sebagaimana Allah, Swt. berfirman:
َ ُ َّ َ ُ ‫ه‬ ُ َ َ ‫خَلق َق ُك ْم ََوا هل ْ ْي‬
)29َ " ‫ين ََمنَق ْب َقك ْم َل َعقك ْم َتتقكٰى َ(البقر‬
َ ‫َّ ُ ْ ُ ُ َ َّ ُ ه‬
‫واَبكك ُم َال ْ ْ َي‬‫َي ْ ْاَأ ُّي َه ْ ْاَالم ْ ْاس َاعب ْ ْد‬
َ
“Wahai manusia, sembalah Tuhanmu yang telah menciptakanmu
dan (juga menciptakan) manusia sebelum-mu, agar kalian
bertaqwa.” (al-Baqarah: 21)

“Bertaqwa” dalam ayat ini, menurut Syaikh Muhammad Sayyid


Thanthawiy, adalah untuk meraih tiga manfaat:
1. Kemenangan (al-Fauzi)
2. Petunjuk (al-Huda)
3. Keberuntungan (al-Falah)

Manfaat Pertama: Mendapat Kemenangan (al-Fauz)


َ َ َْ َّ ُ ْ َّ
Allah, Swt. Berfirman: (‫ي ََمَاِا‬ َ ََّ ) “Sesungguhnya bagi orang-
ْ ‫ٰىَ َلقمت َق‬
orang yang bertaqwa itu (mendapat) kemenangan (dengan
surga)” [An-Naba’: 31]
Dan firman-Nya yang lain:
ُ َ ُُ ُْ ْ ْ ََ ُْ َ ْ ُْ ْ ْ ُ َ َ ْ َ ُ ُ َ َ‫ه‬ ُ َّ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
َ‫وك َك ْمَ ََو َمن‬ ‫َآممكاَاتقكاَاّلِلَوقكلكاَقكََسْ ْ َديداَيصْ ْ َقحَلكمَأعمالكمَوِلي ََرَلكمَذ‬ ‫ياَأيهاَال َيين‬
)19َ"‫اماَ(اأحزاو‬ َ ‫َاّلِل ََو َب ُسكل ُه ََف َقدَفاَِفكِاَعظ‬
َ َ ْ َ َ َ ْ َ ‫ُيَع ه‬
َ ‫َ ز‬
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah
dan berkatalah yang benar, niscaya Allah akan mempebaiki
amal-amalmu dan mengampuni dusa-dosamu. Dan barangsiapa
yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia
mendapatkan kemenangan yang besar.” (al-Ahzab: 71)

﴾ 112 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Ayat di atas memastikan bahwa kemenangan itu pasti akan diraih
oleh orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang yang bisa
mengalahkan ego dan nafsunya agar tunduk kepada Allah dalam
segala perkataan dan perbuatannya.

Disebut kemenengan karena didapatkan dengan perjuangan dan


usaha keras terutama dalam memerangi hawa nafsu. Sebab
perlawanan paling berat dan berlangsung sepanjang hayat
adalahْ ْ perang melawan hawa nafsu. Allah, Swt. berfirman:
َ َ ََ ْ ْ ‫َال َج َّم‬
( ‫َه َال َم ْ ْأ َو‬
ْ َّ َ ْ َ ْ َّ َ َ َ َ َ ‫اِ ََم َق ْ ْا‬
‫َبك ْ ْ َه ََو َه َالمَ َ َع زن َال َه َك َ*َف ْ ْ َهٰى‬
َ َ ْ َ َّ َ
ْ ْ ‫“ )وأم ْ ْاَمن َل‬dan
‫ي‬
adapun orang yang takut kepada keagungan Tuhannya dan
mencegah dirinya dari keinginan (buruk) nafsunya, maka
sesungguhnya surgalah tempat kembalinya.” (an-Naazi’at: 40-1)

Manfaat Kedua: Mendapat Petunjuk (al-Huda)


Tidak ada manusia hidup yang tidak butuh pentunjuk. Tanpa
َ َ َ ُ َ
َْ ‫كاَمنَق ْب ُلَلَ َ ْ يقَض ْ ْ ْ ْة ٍل َُّم َب ْ ر‬
petunjuk manusia dalam kesesatan, (‫ي‬ َ ‫)و َإٰىَبا‬
“Dan sesunggunya mereka itu sebelum ada (petunjuk Rasul)
sungguh dalam kesesatan yang nyata.” (Ali Imran: 164)
Sedangkan petunjuk itu terbagi menjadi dua macam: hidayah
irsyad (petunjuk dari segi ilmu dan pemahaman) dan hidayah
taufiq (petunjuk yang berupa pertolongan Allah untuk membuat
orang bisa melakukan apa yang difahami). Di dunia ini, kita
membutuhkan kedua-duanya, baik untuk urusan ibadah atau
pun mu’amalah. Saking pentingnya mendapat hidayah, sehingga
dalam sholat, harus diminta dalam bacaan surat al-Fatihah,
sekurang-kurangnya 17 kali dalam sehari semalam.
Dengan bertaqwa hidayah itu akan kita dapatkan dan semakin
mendapat hidayah akan terus bertambah ketaqwaan kita.
Sebagaimana Allah, Swt. berfirman:
ُ ْ َ ُ َ ُ ُ َ َ َ َ ْ ‫َ ه‬
(َ‫)والْ ْ ْ َييْ ْ َْن َاَ ْ ْتْ ْ ْد ْواَِاََ ْ ْ ْم ََْ ْ ْد ََوآتْ ْ ْاَ ْ ْ ْم َت ْ ْق ْ ْ َكاَ ْ ْ ْم‬ “Dan orang-orang yang
mendapatkan petunjuk akan bertambahlah petunjuknya dan
akan didatangkan kepada mereka ketaqwaannya.” (Muhammad: 17)
Menafsirkan ayat ini, Syaikh Abdur Rahman as-Sa’diy berkata:
“Orang-orang yang mendapatkan petunjuk dengan keimanan
dan ketundukannya kepada kehendak Allah, akan ditambahkan
kepada mereka petunjuk karena Allah senang dengan apa yang
mereka lakukan; serta ditambahkan kepadanya ketaqwaan
dengan dimudahkannya untuk melakukan kebaikan dan dijaga

﴾ 113 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


dari keburukan. Maka orang yang mendapatkan hidayah itu
sekaligus mendapatkan dua balasan: ilmu yang bermanfaat dan
amal sholih.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan: “Orang-orang yang
menghendaki hidayah akan dimudahkan mendapatkannya,
dikokohkan di atas jalannya dan ditambahkan terus hidayahnya
serta diberi inspirasi dalam menyelesaikan persoalannya.”

Manfaat Ketiga: Mendapat Keberuntungan (Al-Falah)


Al-Qur’an adalah kitab hidayah. Namun hidayah al-Qur’an hanya
akan berguna dan berkesan dalam kehidupan orang-orang yang
bertaqwa. Sebagaimana firman Allah, Swt.:
(َ‫ي‬ ْ َ َََ ‫او‬
َْ ‫َبِلي ْ ْ ََ لَ َفا ْ ْْه لَ َ َُ ْ ْد َِّل ْق ُم َّتق‬ ْ َ َٰ َ
ُ ْ ْ ‫َالب َت‬ ْ ْ ‫“ )ذ َل‬Inilah Kitab al-Qur’an yang
َْ َ َ َ
Agung, tiada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi
orang-orang yang bertaqwa.” (al-Baqarah: 5)
Setelah menjelaskan siapa orang-orang yang bertaqwa, dalam
surat al-Baqarahُ ayat 3 hingga ayat ke-5, Allah berfirman:
َ ْ ْ ُ َ َ ُ َٰ َ َ َٰ َ ُ
َ َّ ‫ََد ََم‬
(َ‫نَبك ْ َه ْمَ ََۖوأول َٰ َئ ََ ُمَال ُمَ َق ُحكٰى‬ ‫“ )أول َئ َعَل‬Mereka itu, (yaitu orang-
orang yang bertaqwa) adalah mereka yang berada di atas jalan
petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (al-Baqarah: 5)
Beruntung artinya mendapatkan keberuntungan (al-Falaah),
menurut Syaikh Sa’di, yaitu memperoleh apa yang diinginkan
dan terhindar dari apa yang ditakutkan setelah menempuh
jalannya. Sedang jalan kepada keselamatan itu adalah
ketaqwaan kepada Allah, Swt. dengan:
 Mengimani (perkara ghaib) terutama dalam 6 rukun iman
 Menjalankan rukun Islam, terutama sholat dan zakat.

Dan hanya dengan bertaqwalah kebahagian dan keberuntungan


akan didapat. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah pepatah
َ َّ َّ َ َ َ ْ َّ َّ َ َ َ
Arab: (َََ ‫“ )ََ َسْ ْ َعاَ ََاَ ََبالتق َك ََوََفة َ ََاَ ََبالَاع‬Tiada kebahagiaan tanpa
ketaqwaan dan tidak ada keberuntungan tanpa ketaatan.”

﴾ 114 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


B. Tiga Tingkatan Golongan Muslim

Saudaraku yang dirahmati Allah


Sebagai muslim, semakin hari level keimanan dan keislaman kita
harus semakin ditingkatkan. Bukan sebaliknya, semakin turun
sehingga menjadi lemah dan bahkan hilang. Ada “Tiga Tingka-
tan Golongan Muslim” Seperti dalam firman Allah Swt.:
ْ ْ َْ ُ َ َ ‫ْ ه‬ ُ ‫َفم ْم ُه ْمَظال هم ََل َم َْسه ََوم ْم ُه ْم‬
ْ َ ْ ‫َم ْق َتص ه َ َ ْ ُ ْ َ ه‬
َُ ْ ‫اّلِلَذ َٰ َل ََ َكَالَ ُلَالب َب‬
‫ن‬ ََ َ‫ٰى‬ َ ‫د و َممهمَس َاَ"َ َبالخ ْ َن‬
َ َ ‫اتَ ََ َإذ‬ َ َ َ َ َ َ َ
“Maka ada di antara mereka: orang yang zhalim terhadap
dirinya, ada di antara mereka yang bersifat pertengahan, dan
ada di antara mereka yang bersegera (melakukan) kebaikan-
kebaikan dengan izin Allah. Itulah dia karunia (Allah) yang
besar.” (al-Fathir: 32)
Ayat di atas diawali dengan firman Allah, Swt.:
َ َ ْ َ َ ْ َ ‫ُ َّ ْ َ ْ َ ْ َ َ ه‬
(‫اَم ْن ََع َب َاَ ا‬
َ ‫“ )سمَأوبسماَال َبتاوَال َيينَاصْ ْ َََْم‬Kemudian kami wariskan kitab
kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba
Kami…” (al-Fatir: 32)
Menurut Ibnu Abbas, ummat yang diberi warisan kitab, yakni al-
Qur’an dan yang dipilih oleh Allah untuk mendapatkan karunia
yang besar adalah ummat Nabi Muhammad, saw. dan tentu yang
dimaksud adalah Ummat Islam. Namun, level dan derajat ummat
Nabi Muhammad dari segi keimanan dan amalnya tidak sama.
Maka ayat selanjutnya menerangkan ada tiga tingkatan Ummat
Nabi Muhammad, saw.:
1. Tingkatan terendah, golongan zhaalimun li-nafsi-hi
2. Tingkatan pertengahan, golongan muqtashid
3. Tingkatan tertinggi, golongan saabiqun bil-khairat

Berikut ini uraian tentang ketiga golongan tersebut:


Tingkatan Pertama: Golongan Zhaalimun Linafsi-hi
Mereka disebut zhaalimun li-nafsihi (berlaku zhalim terhadap diri
mereka sendiri) karena sebagai ummat Nabi Muhammad,
mereka belum sepenuhnya berkomitmen dengan ajarannya.
Namun, selagi masih sebagai ahli kiblat karena masih
menjalankan sholat dan ahli syahadat karena belum batal
syahadatnya, mereka tetap dianggap sebagai Ummat Nabi
Muhammad, saw.

﴾ 115 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Golongan ini kadang-kadang masih berbuat maksiat, namun
kemudian menyesal dan bertaubat, selagi tidak melakukan
perbuatan atau perkataan yang bisa membatalkan syahadatnya,
seperti:
1. Tidak menerima Allah sebagai Tuhannya, Muhammad sebagai
nabinya dan Islam sebagai agamanya.
2. Mengingkari salah satu dari rukun Iman dan rukun Islam
3. Membenci syariat Allah dan sunnah Nabi Muhammad
4. Melakukan perbuatan atau menyatakan perkataan yang jelas-
jelas menunjukkan kekafiran
Begitu juga golongan zhalimun li-nafsihi itu ada bermacam-
macam, di antaranya:
1. Mengaku muslim namun belum sepenuhnya melaksanakan
kewajiban agamanya seperti: sholat, zakat, puasa dan
kewajiban-kewajiban lainnya.
2. Sudah menjalankan kewajibannya terhadap Allah, seperti
sholatnya rajin dan penampilannya “islami”, namun akhlaq
dan prilakunya terhadap manusia masih tidak terpuji. Seperti
suka menyakiti orang dan ingkar janji.

Golongan ini dikhawatirkan akan mengalami kebangkrutan di


akhirat. Seperti dalam sabda Rasulullah, saw.:
َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ‫َّ ْ ُ ْ َ ْ ُ َّ ي َ ْ ي َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ ي‬
َِ
َ ‫اَوقي‬ ‫“ ََّٰىَالمَ َق ََمنَأم َ يَِيأ َ ياَيك َال َقاام ََ ََبصْ ْ ْة ٍ َو َصْ ْ ْاا ٍ َوِكا ٍ َوِليأ َ ياَقدَشْ ْ ْتمََي‬
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
”…ََ ََ َ‫اَو َس‬ ‫َياَوأ كلَمالََي‬
“Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku,
(adalah) orang yang datang pada hari kiamat dengan
membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat. Tetapi (karena)
dia suka mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta
orang ini, menumpahkan darah orang itu, dan memukul orang
ini; maka akan diambilkan dari sebagian kebaikannya untuk
orang ini dan akan diambilkan dari keburukan orang itu
untuknya dan jika sudah habis apa yang dia miliki, sementara
masih ada yang harus diberikan, maka kesalahan-kesalahan
mereka yang akan diambil untuknya sehingga membuatnya
(bangkrut) dan dicampakkan ke dalam neraka.” [HR. Muslim]

Maka berada di level ini, belumlah aman. Karena bisa saja ketika
sedang bermaksiat, malaikat maut mencabut nyawa kita. Maka,
nau’udzu billaah, kita mati dalam keadaan suu’ul khaatimah.
Meski pun seorang muslim yang ahli maksiat, tetap bisa masuk

﴾ 116 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


surga, namun akan melalui proses perhitungan amal yang sulit.
Mereka akan mengalami kengerian di padang mahsyar dan
kesulitan ketika berada di jembatan sirath, bahkan harus
menjalani hukuman di neraka terlebih dahulu, sebelum akhirnya
dimasukkan ke dalam surga.

Tingkatan Kedua: Golongan Muqtashid


Adalah tingkatan pertengahan dari ummat Nabi Muhammad,
saw. yaitu mereka yang sudah mampu berkomitmen menger-
jakan kewajiban namun belum sepenuhnya bisa menjalankan
kesunatan-kesunatan. Sudah sepenuhnya bisa meninggalkan
larangan-larangan Allah namun belum sepenuhnya bisa
meninggalkan perkara-perkara makruh.

Walau pun begitu, golongan inilah yang diharapkan bisa menjadi


cerminan Islam dan pembawa syiar rahmatan lil-‘aalamiin.
Asalkan bisa menjaga kewajiban meski pun kurang dalam amal
sunnahnya, dan menjauhi larangan meski pun kadang-kadang
masih berbuat makruh, in sya Allah akan selamat dan beruntung.

Sebagaimana yang pernah ditanyakan oleh seorang laki-laki dari


Najd kepada Rasulullah, saw. tentang Islam. Maka Rasulullah,
saw. menerangkan bahwa Islam itu adalah melaksanakan
kewajiban sholat, puasa dan zakat. Ketika ia bertanya apakah
ada kewajiban sholat, puasa dan zakat selain itu? Rasulullah,
saw. menjawab bahwa tidak ada kewajiban sholat lain selain
sholat lima waktu, kewajiban zakat selain zakat yang telah
ditentukan dan kewajiban puasa selain puasa Ramadan.
Selebihnya bersifat suka rela.

Orang itu kemudian menyatakan bahwa dia hanya akan


berkomitmen menjalankan apa yang diwajibkan saja. Mendengar
َ َ ْ َ َ
itu Rasulullah, saw. bersabda: (ََ‫“ )أفقحََّٰىَ َص ْ ْ ْد‬Dia beruntung jika
ucapannya dibuktikan.” (H.r. Bukhari)

Untuk menjadi golongan ini, minimal berkomitmen menjalankan


kewajiban dan meninggalkan larangan dengan sebenar-
benarnya. Sebab, walau pun kita sudah menjalankan kewajiban
bahkan sunnah-sunnah pun kita kerjakan, namun jika kita masih
suka melanggar larangan, maka sebenarnya kita masih berada
di level zhalimun li-nafsi-hi (zhalim terhadap diri sendiri).

﴾ 117 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


ْ َ َ ْ َ َٰ َ ْ َ َ َ َّ َّ
Ketika menafsirkan ayat: (‫َه َعْ ْ زن َالْ َْْ ْ ْحْْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ َاء ََوالْ ْ ُمَْْمْ ْقْ ْ زَر‬ ْ ْ‫) ََّٰى َالص ْ ْ ْ ْ ْ ْة َتْ ْم‬
“Sesungguhnya sholat itu mencegah perbuatan keji dan
mungkar” (al-Ankabut: 45) Ibnu Katsir menyebut sebuah riwayat
ُ َ َ ََ ْ ْ َ َْ َ ُ ُ َ ُ َْ
َ ‫) َم ْنَل ْمَتم َهْهَ َص ْ ْ ْ ْ ْةتْهَع زنَالَ ْحْ ْ ْ ْ ْ ْ َاء ََوال ُممب زَرَف‬
yang menyatakan: (‫ة َ َص ْ ْ ْ ْ ْة َلْ َه‬
“Barang siapa yang sholatnya tidak membuatnya berhenti dari
perbuatan keji dan mungkar maka sholatnya tidak bernilai sama
sekali.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Meski pun begitu, kita tidak boleh berkesimpulan bahwa “lebih


baik tidak sholat tapi berakhlaq baik dari pada ahli sholat tapi
berakhlaq buruk.” Kedua-duanya sama-sama buruk. Muslim
yang tidak menjalankan sholat juga buruk, karena mendurhakai
Allah. Begitu juga muslim yang sudah sholat tapi buruk
prilakunya juga buruk, karena tidak selaras (istiqomah) dengan
sholatnya. Maka yang belum sholat hendaklah mengerjakan
sholat dan yang sudah sholat hendaklah memperbaiki perbua-
tannya agar masing-masing diterima amalnya.

Tingkatan Ketiga: Tingkatan Tertinggi dari Ummat Nabi


Muhammad adalah golongan Saabiqun bil-Khairat
Menurut Ibnu Katsir, mereka ini adalah golongan muslim yang
mampu menjalankan segala kewajiban dan kesunatan bahkan
yang bersifat mubah. Ia juga bisa meninggalkan larangan yang
bersifat haram dan larangan yang bersifat makruh. Bahkan
perkara-perkara mubah (boleh) pun ia tinggalkan jika dipan-
dangnya kurang bermanfaat.

Golongan ini adalah orang yang senantiasa memperhatikan


keadaan lahir dan batinnya. Tidak pernah menunda-nunda
keinginannya untuk berbuat baik. Selalu membersihkan hatinya
dengan istighfar dan berprasangka baik kepada Allah dan kepada
manusia, membersihkan lisannya dengan dzikir dan menghiasi
perbuatannya dengan amal sholih. Golongan inilah yang disebut
oleh para ulama’ sebagai orang yang “bicaranya dzikir, diamnya
fikir dan geraknya memberi manfaat untuk orang lain.”

Keadaan mereka digambarkan oleh Rasulullah, saw. dalam


sebuah riwayat oleh Imam Ahmad:
 Sesungguhnya perumpamaan seorang mukmin itu laksana
َ َّ ْ ْ َ ْ ْ َ َّ
sepotong emas. (َََ َ‫) ََّٰى ََمب َلَال ُم َم زنَب َمب َلَال َقَ َع ََ ََم َنَالي‬

﴾ 118 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


 Dilelehkan dengan api tetap tidak berubah dan berkurang
َ َُ َ َْ َ َ ََ
ْ ‫اَفق ْم ََت َ َّْ ْن ََول ْم ََت ْم ُق‬
nilainya. (َ‫ص‬ ‫) َخَعقَهاَص َاحبه‬
 Dan demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh mukmin itu
َّ َ ْ ْ َ َّ َْ ‫َ ه‬
bagaikan lebah: (َََ ‫َ ََّٰى ََمب َلَال ُم َم زنَب َمب َلَالم ْحق‬،‫س َََ َا َد َه‬ ‫)وال َيخَ َ ي‬
 Yang dimakannya yang baik-baik dan yang dibuangnya juga
yang baik-baik. Ketika hinggap ia tidak mematahkan dan tidak
ْ ُْ
pula merusak. (َ‫ل ََول ْمَتَ َسد‬ ْ َ ‫اَو َو َق َع ٌْ ََفق ْم َُت ْب‬
َ ‫َو َو َض َع ٌْ ََِ ََ َب‬،‫ا‬
َ ‫)أ كق ٌْ ََِ ََ َب‬

Saudaraku yang dirahmati Allah


Begitulah tiga golongan dari Ummat Nabi Muhammad, saw.
dengan sifat-sifatnya masing-masing. Di mana menjadi ummat
beliau adalah suatu kemuliaan dan karunia yang besar yang
wajib disyukuri. Bentuk syukurnya adalah dengan berusaha
untuk menjadi ummatnya yang terbaik dan mencapai tingkatan
yang tertinggi.

Menurut Ikrimah,8 sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Katsir,


dari tiga golongan itu satu golongan akan merasakan azab
neraka dan dua golongan lainnya akan masuk surga dengan
kedudukannya masing-masing. Seperti yang disebutkan dalam
surat al-Waqi’ah (ayat 9-11):
َ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ
 (Yaitu) Golongan kanan, (َََ ْ ْ ْ‫او َال َم ْا َمم‬ ْ ْ ْ‫او َال َم ْا َممْ ْ ْ ََ َ َمْ ْ ْاَأص ْ ْ ْ ْ ْح‬ ْ ْ ْ‫)فْ ْ ْأص ْ ْ ْ ْ ْح‬
“Alangkah mulianya golongan kanan”
ْ ْ ُ َ ْ َ َ ْ َْ ُ َ ْ َ
 Golongan kiri, (َََ ْ‫اوَال َمْ ْ ْ ْ ْ ْأ َم‬ْ‫“ )وأص ْ ْ ْ ْ ْحْاوَالمْ ْ ْ ْ ْ ْأمْ َََمْاَأص ْ ْ ْ ْ ْح‬Alangkah
sengsaranya golongan kiri itu”.
َ ُ َ ُ
 Dan golongan terdepan dalam keimanan, (ََ‫َوال َّس ْ ْ ْ ْ َابقكٰىَال َّس ْ ْ ْ ْ َابقكٰى‬
َ ُ َّ َ ُ ْ َ ُ
َ ‫)أول َئ َالمقرك‬, mereka itulah orang-orang yang pertama masuk
‫كٰى‬
surga.
Menurut Abu Darda, 9 ra., golongan zhalimun li-nafsihi atau
golongan kiri (ashabul masy-amah) adalah mereka yang akan

8
Nama aslinya Ikrimah Maulana Ibnu Abbas, kuniyahnya Abu Abdullah
seorang tabi’in yang meriwayatkan hadits-hadits dari Ibnu Abbas ra. Ia berasal
dari Suku Barbari dari Maghribi. Ibnu Abbas memilikinya sebagai budak sejak
menjabat sebagai Gubernur Bashrah dalam kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ia
ahli di bidang hadits dan fatwa, juga ahli dalam bidang qira’at dan tafsir. Ia
masuk golongan qurra yang termasyur dan mufassir yang terkenal.
9
Abu Darda’ ra. adalah salah seorang shahabat Anshor dari Bani Ka’ab bin
Khajraj bin Harits al-Makhzumi. Ia adalah sahabat Ansor yang paling akhir
masuk Islamnya, yaitu pada perang Badar dan membela Nabi pada perang
Uhud. Beliau salah seorang perawi hadits, ahli ibadah dan pengajar al-Qur’an.

﴾ 119 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


merasakan kesusahan di akhirat dan mendapatkan perhitungan
amal dengan ketat. Adapun golongan kanan adalah golongan
muqtashid yaitu golongan yang mendapatkan perhitungan
secara ringan. Sedangkan golongan saabiqun bil-khairaat adalah
mereka yang masuk surga tanpa dihisab.

C. Tiga Sifat Ummat Terbaik

Saudaraku yang dirahmati Allah


Jika kita ditanya, apakah Sunnah Nabi Muhammad, saw. yang
paling utama? Bisa dijawab, “menganjurkan kebaikan dan
mencegah keburukan” atau dalam bahasa dakwahnya disebut:
al-amru bil-ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar. Kenapa? Sebab,
sepanjang hidup, itulah yang dilakukan oleh Rasulullah, saw.
kepada Ummatnya. Karena menjalankan tugas itulah, ummat
Islam disebut sebagai khairu ummah (sebaik-baiknya ummat).
Sebagimana firman Allah, Swt.: ْ
‫ه‬ َ ُ ُْ ْ ْ َ َ َْ َ ُْ َ َّ ْ َ ْ ُ َّ ُ َ ْ َ ْ ُ ْ ُ
ََ ْ ْ ‫وِ ََوتم َه ْكٰى َع زن َال ُممب زر ََوت َممكٰى َ َب‬
ََ ‫اّلِل‬ ْ َ
َ ‫اس َت ْ ْأم ُروٰى َ َب ْ ْالمع ُر‬
‫كمتم َل ْنَأم ْ ْ ٍَ َأل زرج ْ ٌْ ََلقم ْ ْ ز‬
“Kamu adalah ummat terbaik yang dikeluarkan untuk ummat
manusia; menganjurkan yang baik dan mencegah yang mungkar
dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Menurut Syaikh Muhammad Sayyid Thantawiy, ketika
menerangkan ayat tersebut, ummat Islam baru menjadi ummat
terbaik apabila mereka melakukan tiga perkara: 1) Menjadi
penganjur kebaikan, 2) Menjadi pencegah kemungkaran, dan 3)
Beriman kepada Allah. Sebaliknya, jika mereka meninggalkan

Pergi ke Syam untuk mengajarkan al-Qur’an dan agama Islam lalu menjadi
qadhi di Damskus hingga kekhalifan Utsman bin Affan.
Kisah keislamannya, adalah pada suatu hari, dua saudaranya seibu, Abdullah
bin Rawahah dan Muhammad Maslamah memasuki rumah nya lalu
menghancurkan patung sesembahannya. Ketika pulang, ia mengumpulkan
pecahan-pecahan patung itu sambil berkata: “Celaka kamu ini, kenapa kamu
tidak membela dirimu?” Mendenger itu istrinya berkata, “Kalau dia bisa
memberi manfaat atau madharat, pasti dia bisa membela diri.” Seketika itu dia
sadar dan segera berjumpa Rasulullah, saw. itu menyatakan keislamannya.

﴾ 120 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


tiga perkara tersebut, seperti yang dialami ummat Islam hari ini,
akan ditimpa kehinaan, kerendahan serta diliputi kemaksiatan
dan kefasikan.
Mari kita bicarakan tentang, “Tiga Sifat Ummat Terbaik” sebagai
berikut:
Pertama: Menjadi Penganjur Kebaikan
Allah, Swt. berfirman:
َ ُ ْ ُ ْ ُ ُ َ َٰ َ ُ َ ُ ْ َ َ ْ َََْ ُْ َ ْ َ ََُُْ ْ َ ْ
َ ‫وَِوِليمهكٰىَع زنَالممق زرََوأول َئ َََمَالمَ َقح َك‬
‫ٰى‬
َ ُ ْ َ ‫َ ْ َ ُ َ ُ ْ ُ َّ ه‬
َ ‫ولتبنَممكمَأمََيدعكٰىَ ََّ َالخ ْ زنَوِليأمروٰى ََبالمعر‬
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang
menyerukan kebaikan dan menganjurkan kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang mungkar, dan mereka itulah orang-
orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)
Untuk menjadi penganjur kebaikan dan pencegah kemungkaran,
cukup kita siapkan diri kita sebagai cermin bagi saudara kita yang
ُ ْ ْ
lain. Sebagaimana Rasulullah, saw. bersabda: (َ‫)الْ ُمْ َمْ ُن َ َمْ ْرآ َأ َلاْ ْ ْ َْه‬
“Seorang mukmin itu cemin bagi saudara (mukmin) yang lain.”
(Hr. Bukhari dalam Adab Mufrad dari Abu Hurairah)

Artinya, sebagai seorang muslim, kita harus siap untuk dijadikan


cermin bagi saudara kita yang lain. Fungsi kaca cermin adalah
untuk melihat apa yang baik dan apa yang buruk dari diri kita.
Maka, jika saudara kita melihat kebaikan dari diri kita, maka
jadilah sarana untuk menyempurnakan kebaikannya dan jika
keburukan yang terlihat, maka berusahalah memperbaiki diri
agar keburukan diri kita tidak menjadi penyebab keburukan
saudara kita.
Maka ketika seorang muslim sama-sama menyadari bahwa
dirinya dijadikan cermin bagi saudaranya, maka ia akan berhati-
hati dalam berbicara dan bertindak. Jika tidak bisa menganjurkan
kebaikan dengan kata-kata dan nasehat yang baik, sekurang-
kurangnya kita tidak melakukan keburukan di depan mata
mereka.
Apalagi jika setiap muslim tergerak hatinya untuk menjadi contoh
dan pionir dalam kebaikan, maka ummat ini akan terjaga dari
keburukan, bahkan akan mendapat kebaikan yang besar.
Rasulullah, saw. bersabda: َ‫َوأ ْج ُر ََم ْن‬،‫ا‬ َ َ‫َاْل ْس ْ ْ ْ َة َ ُس ْ ْ ْ َّم‬
َ ََ ‫َح َس ْ ْ ْ َمَ ََفق ُهَأ ْج ُر‬ ْ َْ َّ َ ْ َ
‫َف‬
ُ َ ْ َ َ َ
َ ‫منَس ْ ْ ْن ي‬
ْ َ ‫ص ََمنَأ ُجكب ََ ْم‬
‫َش هَء‬ َ ‫َۚ ْْنَأ ْٰى ََي ْم ُق‬‫ن‬ ‫اَم‬
َ ‫ه‬ََ ‫ل‬ ‫م‬َ ‫ع‬ Artinya: “Barangsiapa di dalam Islam
‫ي‬ ‫ز‬ ‫ز‬ َ
mempelopori prilaku kebaikan, maka ia akan mendapatkan

﴾ 121 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


pahalanya dan pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa
dikurangkan dari pahala mereka sedikit pun.” (Hr. Ahmad,
Muslim dan Turmudzi)
Dan juga berusaha untuk menjadi manusia yang bermanfaat
untuk orang lain, walau pun sekecil apa pun. Rasulullah, saw.
َّ َ ْ َّ ُ ْ َ
َ ‫اس َأَ َْ ْ ُع ْ ُه ْ ْم َ َل ْق ْمْ ْ ْ ز‬
bersabda: (‫اس‬ ‫“ )ل ْ ْن َال ْمْ ْ ْ ز‬Sebaik-baik manusia adalah
orang yang lebih bermafaat kepada sesamanya.” (Hr. Ibnu
Hibban)
Kedua: Menjadi Pencegah Keburukan
Rasulullah, saw. bersabda:
َْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ ْ َ َ َْ ْ ُ ْ
َ‫عَف َب َق َسْ ْا َ َهَف َهٰىَل ْم ََي ْسْ ْت ََ ْعَف َبقق َب ََه‬ َ ََ ‫َف َهٰىَلمَيسْ ْت‬،‫َم ْن ََبأ ََممك ْم َُممب َراَفق ُا َْ ْن ُه َََ َا َد َه‬
ْ ْ َ َ
َ ‫ َوذل َأضْ ْ ْ ْ َع ُ َاْل‬Artinya: “Barangsiapa di antara
)‫يم َاٰى َ(بواهَمسْ ْ ْ ْْقم‬ َ َ
kamu melihat kemungkaran maka hendaklah merubahnya
dengan tangannya, jika (dengan tangan) tidak mampu, maka
hendaklah dengan lisannya, dan jika (dengan lisan) juga tidak
mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-
lemahnya iman.” (Hr. Muslim)
Para ulama’ telah bersepakat tentang wajibnya mencegah
kemungkaran. Maka setiap muslim wajib mengambil bagian dari
kewajiban ini sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam
syarah al-Wafiy Hadits Arba’in Nawawiyah, dinyatakan bahwa
setiap muslim terkena hukum fardhu ‘ain, untuk mengingkari
kemungkaran dengan hati. Maka barang siapa yang tidak
mengingkari kemungkaran, minimal dengan hati, maka hilanglah
iman dari hatinya.
Cara mencegah kemungkaran berbeda antara satu orang dengan
yang lain. Bagi penguasa, maka cara mengikari kemungkaran
adalah dengan kekuasaannya atau bil-yadi (dengan tangan),
misalnya dengan membuat peraturan-peraturan yang tepat
untuk kebaikan masyarakat.
Bagi da’i atau orang yang punya kemampuan menasehati maka
dengan bicara atau nasehat yang baik. Namun jika tidak punya
kemampuan dengan dua cara tersebut, maka dengan hati; yaitu
dengan membenci kemungkaran dan tidak menjadi pendukung-
nya atau dengan medoakan pelakunya agar berhenti dari
perbuatan munkar.

﴾ 122 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Maka Seorang sahabat berkata: “Celakalah orang yang tidak
menganjurkan kebaikan dan mengingkari kemungkaran.”
Mendengar itu Ibnu Mas’ud berkata: “Bahkan celakalah orang
yang tidak mengenal dengan hatinya apa yang baik dan yang
buruk.” Maka bahaya meninggalkan ingkarul munkar
(mengingkari kemungkaran) adalah sangat buruk terhadap
ummat ini.
Sebagaimana sabda Rasulullah, saw. yang disampaikan oleh
Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq, ra.: “Tidak ada satu kaum yang
membiarkan kemaksiatan terjadi di tengah mereka, sedangkan
mereka mampu merubahnya melainkan nyaris Allah akan
meratakan azab-Nya kepada mereka juga.” (dikeluarkan oleh
Imam Abu Dawud)
Hadits ini sama dengan peringatan Allah dalam firman-Nya:
َ ْ ُ َ َ ‫ُ ْ َ َّ َ ْ ُ َّ ه‬
َ َ ‫َاّلِلَش َديدَال َعق‬
‫او‬ ‫كاَممكمَلاصَََۖواعقمكاَأٰى‬ ُ َ ‫َو َّات ُقكاَف ْت َمَ َََّ َُتص َ َّْ ه‬
َ ‫َيَال َيينَظقم‬ َ َ
“Dan takutlah kamu terhadap azab Allah yang tidak akan
menimpa orang-orang zholim dari kamu saja, dan ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah itu sangat keras siksaan-Nya.” (al-
Anfal: 25)
Maka terkait dengan ayat ini, Ibnu Abbas, ra. berkata: “Allah
memerintahkan kaum mukminin agar tidak mendiamkan
kemungkaran yang terjadi di depan mata mereka, sebab Allah
akan meratakan adzab-Nya terhadap pelaku kezhaliman dan
juga terhadap selainnya).” (Demikian dinukil oleh Imam al-
Baghawi dalam tafsirnya)
Ketiga: Beriman kepada Allah (Yu’minuuna billaah)
Selain dua kewajiban di atas sebagai syarat menjadi “khairu
ummah / ummat terbaik” dan sebagai amal sholih, pondasinya
juga harus dibangun; yaitu beriman kepada Allah dan tentu saja
juga beriman kepada rukun-rukun iman yang lain. Sebab, amal
kebajikan tanpa didasari iman, hanya akan menjadi kebaikan di
dunia saja, tidak akan menjadi kebaikan dan pahala di akhirat.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah, Swt.:
َ ْ َّ َ ْ ُ َ ْ َّ َ ْ ُ ْ ُ َ َ ‫َّ َ ُ ه‬
َ‫َف ََي ْك ٍ َعا َص ْ ْ ْ ٍ ََۖ ََ ََيق َد ُبوٰى ََم َّما‬ ‫واََ َرَك ْ َه ْمََۖأع َمال ُه ْمَك َر َم ٍاََاش ْ ْ ْتدتَب َهَالرِلي ْْح‬
َ ‫مبلَال َيينَكَر‬
ُ َ ْ ُ َ َّ َ ُ َ َٰ َ ْ َ ‫َ َ ُ َ َ َٰ ي‬
َ‫َش ٍءََذ َل ََكَال ةلَالب َعاد‬ ‫” كسبكاَعَل ي‬Perumpamaan orang-orang yang
ingkar (yakni tidak beriman) kepada Tuhannya, amalan-amalan
mereka seperti abu yang ditiup angin kencang di hari berangin
kencang yang mener-bangkan (segala amalnya) sehingga

﴾ 123 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


mereka tidak mampu mempertahankan (untuk mengambil
manfaat) dari apa yang mereka upayakan (di dunia) sama sekali.
Demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (Ibrahim: 18)
Ayat ini dijelaskan dalam Tafsir Jalaalain, bahwa ketiadan iman
membuat amal kebaikan mereka di dunia tidak sampai menjadi
kebaikan dan pahala di akhirat. Itulah sebabnya, menjadi pelopor
kebaikan dan pencegah keburukan saja tanpa dilandasi iman
kepada Allah tidak cukup. Maka Allah memerintahkan Ahli Kitab,
Yahudi dan Nasrani agar beriman dengan benar:
َّ َّ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ َّ ْ َ َّ َ ُ َ َ ْ َ ْ َّ ْ َ
َ ‫اوَآممكاَواتقكاَلبَ ْر ْاَعمهمَس ْ ْ ْ ْ ْةئْ َات َهمَو َأَلقمْاَمَجم‬
َ‫اتَالم َع َام‬ َ ْ‫“ ولكَأٰىَأَْلَال َبت‬Dan
seandainya Ahli Kitab (kaum Yahudi dan Nasrani) beriman dan
bertaqwa, niscaya akan kami hapuskan keburukan-keburukan
dari mereka dan niscaya akan kami masukkan mereka ke dalam
taman-taman surga yang penuh kenikmatan.” (Ibrahim: 18)
Dan َّ sekali َ lagi َ ْ tentang pentingnya keimanan, Allah berfirman:
َ َ ْ َ َ ْ َ َّ َ ُ َ َٰ َ ُ ْ َ ْ َّ ْ َ
َ‫ض ََول َٰ َبنَكْ ْ َي َُكا‬
‫ز‬ ‫ات ََم َن َال َّس ْ ْ ْ ْ ْ َمْ ْ َاء ََواأ ْب‬
ٍ
َ ‫اَعق َْه‬
ْ ْ‫مََ َرك‬ َ ْ ْ‫ولكَأٰى َأَْ ْل َالقر َآممكاَواتقكاَلَتحم‬
َ ْ َ ُ َ ُ َ ْ َ َ
َ ‫كاَيب َس ْ ْ ُب‬
‫كٰى‬ ‫مَبماَبا‬
َ َ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫أ‬ ‫ف‬ “Dan seandainya penduduk negeri (mahu)
beriman dan bertaqwa niscaya akan kami bukakan kepada
mereka (pintu-pintu) keberkatan dari langit dan bumi, akan
tetapi karena mereka mendustakan, maka kami siksa mereka
sebab apa yang mereka perbuat.” (Al-A’raaf:96)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Demikianlah kemulian ummat Islam dan kebaikannya terletak
pada syarat yang harus dipenuhi. Untuk menjadi ummat terbaik,
pengakuan iman dan islam saja tidak cukup, namun mestilah
menjadi pelopor dalam kebaikan dan juga sebagai pelopor dalam
meninggalkan keburukan yang dilandasi dengan keimanan yang
benar kepada Allah dan rukun-rukun Iman yang lainnya.

D. Tiga Persiapan Menjelang Ramadan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Ahli dunia, yakni orang yang hanya memikirkan kesenangan
dunia dan melupakan kesenangan akhirat bergembira dan
bersuka ria terhadap apa yang diinginkan dari dunia, Allah
‫َّ َ ه‬ ْ ْ َ ْ ُّ ُ َ َ ْ َ َ َ ْ ُّ َ َ ْ ُ َ َ
َ ْ ‫اَفَال َل َرَ َ َََّ ََمت‬
berfirman: (‫اع‬ ‫“ )وف زرحكاَ َب ْالحا ْا َ َالْْد ا ْاَوم ْاَالحا ْا َالْْد ا ْ َ ي‬Mereka
bergembira dengan kehidupan dunia, padahal tidaklah kehidu-

﴾ 124 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


pan dunia ini dibandingkan dengan akhirat kecuali kesenangan
yang sedikit sekali.” (ar-Ra’d: 26)
Sebaliknya, seorang mukmin bergembira dan berbahagia dengan
anugerah dan kesempatan untuk memperoleh kebaikan untukَ
ُ‫ه‬ ُ َ َْ ‫فرح‬
dunia dan akhiratnya. Allah, Swt. berfirman: (َ‫ي ََب َماَآتاَ ُمَاّلِل‬ ْ َ ‫ز‬
ْ َ ْ
‫“ َ)منَف ْ ْ ْ ْ ْ َق ََه‬Mereka bergembira dengan apa yang Allah berikan
kepada mereka, yaitu yang berupa karunia-Nya." (Ali Imran: 170)
Kedatangan bulan Ramadan bagi Mukmin sejati adalah sebuah
anugerah besar yang patut disyukuri dan disambut dengan
gembira. Sebab di dalamnya terdapat kebaikan dan kesempatan
untuk mendapatkan kelipatan pahala dan keutamaan dari Allah,
Swt. Tidak heran jika para ulama’ dahulu, kurang enam bulan
sebelum datangnya Ramadan telah berdoa untuk bisa hidup
sampai bulan Ramadan yang akan datang dan diterima amalnya.
Ibnu Rajab al-Hambali10 menyebutkan bahwa Ma’la bin Fadhl11
berkata: “Mereka (para ulama’) berdoa kepada Allah sejak enam
bulan sebelumnya untuk dapat disampaikan hidupnya hingga
bulan Ramadan yang akan datang.” Seorang dari mereka
ُ ‫َ َ َ ه‬ ِّ َ َ َ َ َ ِّ ‫ه‬
berdoa: (َِ ‫َو َسْ َْْق ْمَ َ ي ََب َم ْ ْ ْاٰى ََوِ َسْ ْ ْق ْمه ََم َْ ي‬،َ ‫“ )الق ُه َّمَ َسْ ْ ْق ْم َ ْ يَِ ََّ َبم ْ ْ ْاٰى‬Ya Allah,
serahkan diriku kepada Ramadan, dan serahkan Ramadan
untukku, serta terimalah ia (amalan di bulan Ramadan) dari-ku!”

Saudaraku yang dirahmati Allah


Dari kebiasaan dan amalan para ulama’ di atas, jelaslah bahwa
kedatangan bulan Ramadan itu sangat ditunggu-tunggu dan
dipersiapkan kedatangannya jauh sebelumnya. Maka di
penghujung bulan Jumadil Akhir dan memasuki bulan Rajab,

10
Ibnu Rajab, nama lengkapnya adalah Abdurahman ibn Syihabud-Din Ahmad
ibn Rajab Abul Faraj al-Baghdadiy al-Dimasyqiy al-Hanbaliy salah seorang
ulama’ dari Mazhab Hambali. Al-‘Alîmi menyebut Ibnu Rajab al-Hanbali
sebagai seorang berilmu yang mengamalkan ilmunya, zuhud, memiliki
keteladanan, al-hafidh yang tsiqah (ahli hadits yang terpercaya), penasihat
kaum muslimin, pengarang beberapa kitab yang indah, di antaranya: Lathâif
al-Ma’ârif fîmâ li Mawâsim al-‘Am min al-Wadhâif.” Lahir di kota Baghdad dari
keluarga yang saleh dan berilmu pada bulan Rabiul Awwal tahun 736H. dan
wafat pada bulan Rajab, tahun 795H.
11
Ma’la bin al-Fadl al-Uzdiy al-Bashriy, kuniyahnya Abul Hasan.

﴾ 125 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


sekurang-kurangnya ada tiga persiapan yang harus kita
perhatikan:
Pertama: Persiapan Mental
Persiapan mental yang dimaksud adalah persiapan dari segi
persepsi dan pandangan ilmiyah kita terhadap Ramadan, bahwa
berdasarkan ilmu yang kita miliki, ia merupakan kebaikan dan
anugerah yang harus disyukuri. Dan untuk membangun persepsi
positif terhadap Ramadan maka perlu didasarkan pengetahuan
dan ilmu yang benar tentang amalan dan keutamaan Ramadan.
Tentu saja mesti berdasarkan sumber-sumber utamanya, seperti
dari al-Qur’an dan Hadits, serta pendapat-pendapat para ulama’
yang muktabarah.

Persiapan pertama ini akan melahirkan sikap “bashiirah” yakni


kesadaran akan pentingnya Ramadan berdasarkan ilmu yang
mantap bukan sekedar ikut-ikutan, karena melihat orang lain
melakukan. Sikap bashirah, menurut Syaikh Sa’di adalah sikap
dan perbuatan yang didasarkan atas ilmu dan keyakinan tanpa
keraguan, sehingga bisa mempengaruhi dan menggerakkan
orang lain untuk melakukan kebaikan yang sama.
Allah, ْ Swt. berfirman:
ََْ ْ ‫لك‬
‫ي‬
ْ ُ َ َ َ َ ‫ه َ َٰ َ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ ُ ْ َ َ ه‬ ُ ْ َ َٰ َ ْ ُ
َ ‫اَمنَالم ز‬
َ ‫َاّلِلَوماَأ‬
َ ‫ََِۖوسبحاٰى‬
َ ‫َاّلِلََعَلَب َص ْنٍ َأ اَوم زنَاتبع َ ي‬
َ ََّ َ‫اَلَأَعك‬
‫قلََ َي َهَس َِ َ ي‬
“Katakanlah, inilah jalanku, aku mengajak (manusia)
kepada Allah atas dasar bashirah, (yakni atas dasar ilmu
dan keyakian tanpa keraguan) bersama orang yang
mengikutiku, dan Mahasuci Allah dan aku bukan termasuk
golongan orang-orang musyrik.” (Yusuf: 108)
Di samping itu, mental bashirah dapat membentuk sikap cerdas,
waspada dan antisipatif (mempersiapkan segala kemungki-
nannya). Sifat demikian itu, kurang lebihnya, seperti yang diung-
kapkan dalam sebuah hadits riwayat at-Tirmidziy:
‫ه‬ َ َّ َ َ َ َ َ ُ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ ُ َ ْ َ ْ ْ َ َْ َ َ َ ُ َ َْ َ َ ْ َ ُ َ ْ
َ ََ‫َوت َم َِْعَل‬،‫اجزَمنَأتبعَ َسهََكاَا‬
َ‫اّلِل‬ َ ‫َوالع‬،‫َوع َمل ََلماَبعدَالمك َت‬،‫البي َمنََاٰىَ َسه‬
“Orang cerdas itu adalah orang yang selalu mengevaluasi dirinya
dan berbuat untuk (apa yang akan terjadi) sesudah
kematiannya. Dan orang lemah (mental) itu adalah orang yang
selalu mengikuti keinginan hawa nafsunya dan berangan-angan
kosong kepada Allah.” Yakni mengharapkan sesuatu kepada
Allah namun dia tidak berusaha.” (Hr. Tirmidziy)

﴾ 126 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Maka persiapan terbaik dalam hal ini untuk menyambut
kedatangan bulan Ramadan, dalam dua bulan sebelum
kedatangannya, adalah meningkatkan kefahaman dan keilmuan
kita tentang Ramadhan sehingga apa yang akan kita jalankan
berupa amalan dan ibadah Ramdan nanti berdasarkan ilmu dan
keyakinan yang benar.

Kedua: Persiapan Spiritual


Manusia menjalani hari-harinya, terkadang menemukan harapan
yang menyenangkan atau kekhawatiran yang menyedihkannya.
Dua perkara tersebut tidak pernah lepas dari kehidupan manusia.
Namun bagi seorang mukmin, dua keadaan tersebut bisa saja
menjadi kebaikan kedua-duanya jika sikap mental dan
spiritualnya benar.

Sebagaimana Rasulullah, saw. menyatakan bahwa sifat istimewa


yang hanya dimiliki oleh orang muslim itu adalah bahwa dalam
segala situasi; baik berupa musibah atau anugerah selalu
menjadi kebaikan baginya.

Alasannya, kata Rasulullah, Saw.:


ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َّ َ ُ ْ َ َ ْ
َّ َْ ‫َل ْْ َناَل ُه ََوإ ْٰىَأ َص ْ ْ َاَ ْت ُه‬
‫ََ ُاءَ َص ْ ْ َ َنَفكاٰىَل ْْناَل َه‬ َ ‫“ ََّٰىَأص ْ ْاَتهَياءَش ْ ْقرَفكاٰى‬... (Karena)
jika diberi sesuatu yang menggembirakan, ia bersyukur, maka hal itu
merupakan kebaikan baginya, dan apabila ia ditimpa suatu keburukan
(musibah) ia bersabar, maka hal itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)

Apa yang menyebabkan bisa begitu? Tidak lain adalah sikap


mental dan spiritualnya yang telah matang dan dipersiapkan
dengan baik.

Maka kesiapan spiritual dalam menghadapi bulan ramadan tahun


ini juga perlu dilakukan. Jika kesiapan spiritual kita terhadap
Ramadhon buruk maka buruk pulalah prilaku batin kita
kepadanya. Misalnya tidak punya keyakinan bahwa Ramadan
adalah sebuah kesempatan untuk beramal dan meraih
pengampunan. Atau tidak memandang penting pengampunan
Allah, maka di bulan Ramadan nanti orang seperti itu cenderung
tidak ada perbedaan sikap dari bulan-bulan yang lain.

﴾ 127 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Maka kesiapan spiritual terkait hal ini adalah sikap batin dan
keyakinan kita terhadap kebaikan-kebaikan bulan Ramadan.
Sebagaimana Rasulullah, saw. bersabda:
َْ َّ َ َ ُ ُ َ ْ َ ‫اٰىََّي َمْا‬
َ َ ََ َ
َ‫اح َت َسْ ْ ْ ْ ْ ْا َبْاَۚ ََ َرَلْهَ َمْاَتقْد َ ََم ْنَذ َبْ َه‬
ْ ‫اَو‬ َ ْ َ
َ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ‫“ منَصْ ْ ْ ْ ْ ْا َبم‬Barangsiapa
berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari
Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari)
Bahwa sebentar lagi, kita akan menjalankan amalan-amalan
istimewa di bulan istimewa karena dorongan iman dan keyakinan
kita serta pengharapan kita kepada Allah, Swt. Keyakinan dan
pengharapan itulah yang akan menimbulkan perasaan batin
yang senang, bahagia bahkan serasa menunggu-nunggu
kedatangan kekasih yang lama terpisah. Allah, Swt. berfirman:
َ َ َ ُ ُ ََْْ َ َ َ
َ ْ ْ‫َل ْ هنَم َّم‬ َ ْ َ َ ‫“ ُقْ ْ ْل َب ََ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْل ه‬Katakanlah,
َ ‫اَي ْج َم ُع‬
‫كٰى‬ َ ْ ‫َاّلِل َو َك َرحم َت ْ ْ َه َف َب ْ ْي َلْ ْ َفقاَ َرحكاََك‬ َ َ
berkat karunia Allah dan rahmat-Nya, oleh karenanya hendaklah
bergembira mereka, ia lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.” (yunus: 58)”

Bagaiman tidak bergembira dengan kedatangan Ramadan,


sedangkan ia adalah bulan penuh kebaikan dan keberkatan.
Bulan yang tersedia di dalamnya segala keutamaan dan
pelitapatgandaan pahala. Di mana jauh kedatangannya
Rasulullah, saw. selalu mengabarkan segala kebaikan dan
keistimewaan kepada sahabat-sahabatnya.

Maka di antara kesiapan spiritual yang penting adalah harapan


dan doa kepada Allah agar kita benar-benar diberi kesempatan
untuk hidup di bulan Ramadan. Karena pentingnya doa itulah,
Syaikh Abdur Rahman al-Khudhair memandang tidak mengapa
mengamalkan hadits dhoif tentang doa meminta disampaikan
hidup di bulan Ramadan.
َ َ َ َ ْ ِّ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ ُ ‫ه‬
Beliau berkata: doa (َ‫اَب َم ْاٰى‬‫اَف ََب َج ٍََوش ْعباٰىَوكق م‬
‫ )القهمَب زابكَلم َ ي‬memang
tidak berdasarkan sumber yang shahih, namun jika seorang
muslim memohon kepada Allah untuk menyampaikan hidupnya
hingga bulan Ramadan dan memberinya taufiq agar mempu
menjalankan puasa dan sholat tarawih (qiyam ramadhan)
dengan baik serta mendapatkan lailatul qadarnya, artinya sebagi

﴾ 128 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


doa yang tidak semata-mata harus diucapkan pada awal bulan
Rajab, maka hukumnya boleh atau tidak mengapa.”

Ketiga: Persiapan Kesehatan Fisik


Setelah melakukan dua persiapan di atas, yaitu; kesiapan
mental dan spiritual, persiapan yang ketiga juga tidak kalah
pentingnya. Yaitu kesiapan fisik atau kesehatan fisik kita.
Karena Islam tidak hanya mensyariatkan ibadah semata-mata
dalam aspek ruhani saja, namun juga mengkombinasikan
antara tiga unsur manusia yang penting: ruh (spiritual), mental
(maknawi) dan jasadi (fisik).

Begitu juga ibadah puasa di bulan Ramadan, disyariatkan bagi


seorang muslim yang sehat mental dan fisiknya. Sebab seorang
muslim yang sakit jiwa dan mentalnya, juga sakit fisiknya maka
boleh untuk tidak puasa. Meskipun dibolehkan tidak berpuasa
dan boleh membayar kaffarat atau fidyah, namun tatap tidak
bisa disamakan kebaikan dan keutamaannya dengan orang yang
mampu menjalankannya dengan baik di waktunya, yakni di bulan
Ramadan.
Maka ikhtiyar menjaga kesehatan fisik seperti makan dan minum
yang baik, istirahat yang cukup dan olah raga yang teratur
dengan niat agar bisa menjalankan puasa, sholat dan haji
dengan sempurna adalah bagian dari ibadah dan pahalanya bisa
sebanding dengan ibadah-ibadah itu sendiri. Pandangan seperti
ini diyakini oleh semua ulama’ termasuk Hujjatul Islam, Imam al-
Ghozaliy. Seperti perintah Allah, swt.:
ُ ُ ‫َ ُ َّ ه‬ َ ُ َ ْ َ َ َ َّ ُ َ ُ ْ َ َ ْ َّ ُ ُّ َ
َ‫َاّلِل ََو َعد َّوك ْم‬
َ ‫اطَالخ ْا َلَت ْر ََ ُبكٰى ََب َهَعدو‬
َ ‫وأ َعدواَلهمَماَاستَعتمَمنَقك ٍ َو َمنَبك‬
“dan persipkanlah untuk mereka semaksimal usahamu berupa
kekuatan dan berupa kesiapan kuda-kuda yang ditambatkan,
dengan itu untuk menggentarkan musuh Allah dan musuh-mu…”
(al-Anfal: 60)
Ayat ini memang tidak secara langsung terkait dengan puasa,
namun bisa diambil pelaran, bahwa untuk melakukan tugas
penting dan berat kita harus mempersiapkan ketahanan fisik dan
sarana pendukungnya secara maksimal. Bukankah puasa selama
sebulan itu butuh ketahanan fisik bahkan harus melawan godaan
setan dan hawa nafsu sebagai musuh utama kita? Apa lagi
ْ َ َّ ْ َ
dalam kaedah fiqih disebutakan: (ََُ ْ ْ‫) َمْ ْاََ ََي َت ُّم َال َكا َجْ ْ َُ َََّ َ َبْ ْ َه َف ُه َكَال َكا َج‬

﴾ 129 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


“Sesuatu perkara, di mana kewajiban tidak dapat ditunaikan
kecuali dengannya, maka perkara itu menjadi wajib juga.”

Dalam hal ini, seperti menjaga kesehatan. Jika dengan sehat


orang bisa menjalankan puasa dengan sempurna maka ikhtiyar
menjaga kesehatan itu juga wajib hukumnya. Sebab itu, 2 bulan
sebelum kita berpuasa, marilah kita mempersiapkan kesehatan
fisik dengan sebaik-baiknya. Makan, minumlah yang sehat, halal
dan thayyib, istirahatlah yang cukup dan berolah ragalah dengan
teratur. Mudah-mudahan ramadan tahun ini kita menjadi
mukmin yang lebih baik dari sebelumnya, berhasil menjadi
manusia yang benar-benar bertaqwa.

[][][][][]

﴾ 130 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


KEDELAPAN
Bulan Sya’ban

A. Tiga Ilmu Fardhu ‘Ain


Saudaraku yang dirahmati Allah
Semoga Allah memberkati hari-hari kita dan menjadikan
kehidupan kita selalu dalam limpahan rahmat dan kasih sayang-
Nya. Oleh karena itu, marilah kita selalu menjaga keimanan dan
ketaqwaan kita kepada Allah; dengan berusaha mematuhi segala
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, mudah-mudahan kita
mendapat keberuntungan di dunia dan akhirat.
Saudaraku yang dirahmati Allah
Kedatangan bulan Ramadan yang sudah di ambang pintu, harus
disiapkan dengan sebaik-baiknya. Di antaranya dengan
persiapan ilmu dan pemahaman yang benar. Sebab, kata al-
Ghazaliy dan para ‘ulama’ lainnya: “al-Ilmu imaamun wal-‘amalu
taabi’u-hu” [Ilmu itu sebagai pemimpin sedangkan amal sebagi
pengikutnya]. Kualitas dan nilai ibadah kita, terutama di bulan
Ramadan bergantung kepada kualitas ilmu kita.
Dalam khutbah kali ini, Khatib ingin menerangkan “Tiga Ilmu
Fardhu ‘Ain” untuk persiapan menghadapi Ramadan.
Rasulullah, Saw. bersabda:
ُ َ ‫ْ ْ َ َ ه‬ َ
َ ٍ ‫“ ِق ََُال َعق َمَف زر ِْلي ْ ْ ْ ََْعَلَب َل َُم ْس ْ ْ ْ ْ َق‬Menuntut ilmu itu wajib atas setiap
‫م‬
Muslim” (HR. Ibnu Majah)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Berdasarkan hadits tersebut, menurut Imam al-Ghozali, bahwa
Ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim mukallaf adalah
tiga jenis ilmu:
1. Ilmu ‘Ibadah, yaitu ilmu untuk mengetahui bagaimana cara
beribadah serta hukum haram dan halal dalam bermu’amalah.
2. Ilmu Aqidah, yaitu ilmu untuk mentauhidkan Allah dan
mengetahui fifat-sifat-Nya.
3. Ilmu Akhlaq, yaitu ilmu tentang sifat-sifat dan keadaan hati
yang terpuji dan juga tentang sifat-sifat dan keadaan hati yang
tercela.

﴾ 131 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Tiga ilmu fardhu ‘ain ini, telah di-isyaratkan dalam hadits Jibril
tentang Iman, Islam dan Ihsan. Dan hal itu telah diterangkan
oleh Habib Zen bin Ibrahim bin Smith dalam Kitab “Hidayatut
Tholibiin fi Bayaani Muhimmaatid-Diin” atau yang dikenal dengan
Kitab Syarah Hadits Jibril.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Kewajiban Pertama: Mempelajari Ilmu tentang Ibadah
Dasarnya adalah hadits riwayat Imam Muslim berupa pertanyaan
Jibril kepadaَ Rasulullah, Saw. tentang Islam. Beliau bersabda:
َ َُْ َ َ ‫َو ُتق‬، ‫ْ ُ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َّ ه ُ َ َّ ُ َّ َ َ ُ ُ ه‬
َ، ‫َوت َ ي ي َاَال ََّزكا‬، ‫امَال َّصْ ْ ْة‬ َ
َ ‫َاّلِل‬
َ ‫كل‬ ْ ْ ْ ‫س‬‫اَب‬ ‫د‬ ‫حم‬ ‫َم‬ ‫أٰى‬‫َو‬ ‫َاّلِل‬ ََّ َ ‫ه‬‫ل‬ َّ َََ‫" َاْلسْ ْ ْ َُ َأٰىَِْْ ْ ْهدَأٰى‬
َ ‫َاس َت ََ ْع ٌَََّل ْاه‬ ْ َّ ُ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ
ْ ‫َال َب ْا ٌَََّٰى‬
"َ‫َس َِام‬ َ ََ ‫َوتحج‬،‫وتصك َبم اٰى‬
Artinya: “Islam itu adalah bahwa kamu bersaksi bahwa tiada
tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad
adalah Utusan Allah, kamu mendirikan Sholat, menunaikan
zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan berhaji ke baitullah jika
kamu mempu mengupayakan perjalannya ke sana.”

Menerangkan sabda Nabi tersebut, Habib Zen berkata: “Islam itu


adalah menjalankan dengan penuh ketundukan atas apa yang
dibawa oleh Nabi Muhammad berupa hukum-hukum syariat
Islam, sebagai agama yang diterima oleh Allah dan dijadikannya
sebagai agama bagi hamba-hamba-Nya, sedangkan agama
selainnya tidak diridhai dan tidak diterima.

Sebagaimana Allah berfirman:


َ ْ ‫َ ه‬ َ َ َّ
َۗ ُ ‫َاْل ْس ْ ْ ْ ْ ْة‬ َ ‫“ ََّٰىَالْْدين ََعمْْد‬Agama yang benarَ di sisiَ Allah
َ ‫َاّلِل‬ adalah
ْ َ ُ َ ُْ َ َُْ َ ْ ََْ ََْ َ َ
ْ ‫َاْل‬
Islam” (Ali Imran: 19) dan َ‫َف‬ ‫َي‬ ‫ك‬َ ‫َو‬ ‫ه‬‫م‬ َ
‫َم‬َ ‫ل‬ ‫ب‬‫ق‬‫نَي‬ ‫ق‬‫اَف‬‫يم‬ ََ
َ َ ‫ة‬ْ ْ ْ ْ ‫س‬ َ ‫ن‬ْ َۚ ‫ومنَيِت زغ‬
ََ ْ‫ايِلي‬
‫ْن‬ َ ْ ْ ْ
َ ْ َ
‫خ‬ ْ ‫ل‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ْ ‫م‬َ َ ‫ر‬َ ْ‫“ ْال َل‬dan barangsiapa yang mencari agama selain
‫ز‬ َ
Islam, maka tidak akan diterima darinya, dan di akhirat dia
termasuk golongan yang merugi.” (Ali-Imran: 85)

Maka seorang Muslim wajib memahami lima rukun Islam:


Syahadat, sholat, zakat, puasa ramadan dan haji. Lima perkara
itu adalah ibadah pokok kepada Allah sebagai kewajiban atas
setiap muslim mukallaf. Semua wajib difahami dan dipelajari
ilmunya, pengertiannya, cara-caranya, syarat dan rukunya serta
adab-adabnya. Sebab dengan ilmu, Ibadah kita tidak saja bisa
dilakukan dengan benar bahkan keutamaannya lebih besar.
Sebagaimana sabda Rasulullah, saw. tentang keutamaan

﴾ 132 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


berilmu: “Keutamaan seorang yang berilmu (‘alim) atas ahli
ibadah (yang tidak berilmu) seperti keutamaan sinar bulan
purnama di bandingkan cahaya bintang-bintang di langit.”
Kemudian َ ْ ْ lanjut ُ َ َ beliau:
َ َ َّ َ َ َ ْ َ َ َ َ ُ ْ َ ْ َّ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ُ ْ َّ َ
َ‫اَو َّبسكاَال َعق َمَف َم ْنَألْي‬ َ ْ‫َو َإ م‬،‫ا‬ ْ‫كاََيمْاباَوَ َََبَم‬
َ ‫َو َإٰىَاأ َِ َاْ َاءَل ْم َُي َك َبس‬،‫و َإٰىَالعقمْاءَوبسََْاأ َِاْ َاء‬
ٍّ َ َ
‫“ َبْ َْْ َه َألْ ْ ْي َ َبْ َح ْظ ََوا َف ْ رَر‬Sesungguhnya para ulama’ (ahli ilmu) adalah
perwaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi tidak
mewariskan dinar atau pun dirham, namun mereka mewariskan
ilmu. Maka barangsiapa mengambil bagiannya (dari ilmu) maka
dia telah mengambil bagian yang sempurna.” Demikian di
sebutkan dalam kitab Mukhtashar Minhajul Qaashidin.

Kewajiban Kedua: Mempelajari Ilmu tentang Aqidah


Dasarnya adalah lanjutan dari hadits di atas tentang pertanyaan
Jibril kepada Rasulullah, Saw. tentang Iman. Beliau bersabda:
َ َ َ ْ َ َ َْ َ َُْ ْ َْْ َ ُ َُ ُُ َ ََ َ ‫ْ ُْ َ ه‬
"َ‫يه‬ َ ‫( "أٰىَت َمن ََب‬Iman itu
َ ‫اّلِلَومة َئق َت َهَوفت َب َهَوبسْ َق َهَوالَك َ َال َل زرَوت َمن ََبالقد زبَل ْ زنَهَو‬
adalah bahwa Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Nya,
Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Hari Akhir dan beriman
dengan taqdir-Nya, baik dan buruknya).

Secara ringkas, Habib Zen bin Smith menyimpulkan bahwa


Aqidah kita adalah yakin dan ridha bahwa Allah adalah Tuhan
sesembahan kita, menerima Islam sebagai Agama, Muhammad
sebagai Nabi dan Rasul, al-Qur’an sebagi panduan, Ka’bah
sebagai kiblat, kaum muslimin sebagai saudara, berlepas diri dari
agama selain Islam, beriman dengan kitab-kitab yang diturunkan
dari Allah, percaya dengan seluruh rasul-Nya, malaikat-Nya,
seluruh taqdir-Nya dan hari Akhir. Juga beriman dengan apa saja
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad, saw. Dengan meyakini
itu semua kita hidup dan mati serta berdasarkan keyakinan itu
pula, semoga kita dibangkitkan dengan aman dan selamat dari
azab, berkat karunia Allah, Swt.

Antara rukun Islam dan rukun Iman tidak bisa dipisahkan. Ketika
seorang muslim menjalankan salah satu dari rukun Islam yang
lima, seperti puasa ramadan, misalnya. Maka tidak akan diterima
puasanya jika tidak didasarkan atas keimanannya kepada Allah.
Bahwa dia berpuasa karena dia percaya bahwa apa yang
dijalankannya adalah karena perintah Allah. Dan perintah itu
disampaikan oleh malaikat-Nya melalui wahyu kitab suci-Nya dan
dicontohkan oleh Rasul-nya; dan bahwa segala ketaatan dan
﴾ 133 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
kemaksiatan seseeorang sudah ada ketentuannya, namun
manusia tetap wajib berusaha untuk menempuh jalan yang
terbaik agar meraih taqdir baiknya. Jika taat, di akhirat akan
mendapatkan pahala surga dan jika maksiat, di akhirat akan
mendapat siksa di neraka. Na’uudzu billaahi min dzaalik.

Tentu saja iman dan akidah seseorang butuh dipupuk dan


dikuatkan. Dan tidak ada cara untuk itu selain dengan berusaha
mendalami ajaran-ajaran Aqidah Islam ala ahli sunnah wal
jamaa’ah. Akidah inilah yang harus kita jaga dan pertahankan
sampai mati dengan menanam kuat di dala hati kita tanpa
bercampur keraguan.

Allah berfirman:
ْ ْ ُ ُ َ َ ُ َ ْ َ ْ َّ ُ ُ َ َ ‫َآم ُمكاَب ه‬ ‫َّ َ ْ ُ ْ ُ َ ه‬
َ ‫َالي‬
َ َ َِ ْ ْ‫َفَ َس‬
َ‫ال‬ ‫كاَو َجاَدواَبأ ْم َك َاله ْم ََوأ َ َسْ ْ َهم‬َ‫كل َهَسمَلمَيرتا‬
َ ْ ْ‫اّلِلَوبس‬
َ َ
َ ‫ين‬
َ ‫ََّ ماَالم َممكٰى‬
َ ُ ‫َ ه ُ َ َ َٰ َ ُ ُ َ ََّ ي‬
َ ‫اّلِلََأول َئ ََمَالص ْ ْ ْ َاَق‬
‫كٰى‬ َ “Sesungguhnya orang-orang yang beriman
itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan
Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (al-Hujurat: 15)

Kewajiban Ketiga: Mempelajari Ilmu tentang Akhlaq


Dasarnya adalah lanjutan dari hadits di atas, pertanyaan Jibril
kepada Rasulullah, Saw. tentang Ihsan. Beliau bersabda:
َ ُ َّ َ َ ُ َ َّ َ َ َ َّ َ ‫َ ْ ُ َ ه‬
"َ‫َاّلِلَبْأ ْ َت َر ُاهَفْ َهٰىَل ْمَتب ْنَت َر ُاهَفْ َه ْه ََي َراك‬‫ "أٰىَتعبْد‬Artinya: “Ihsan itu adalah
bahwa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-
Nya, maka jika tidak melihatnya maka sengguhnya Dia melihat-mu.”

Hadits tersebut menerangkan tentang akhlaq batin seorang


hamba yang beribadah dengan benar kepada Allah. Maka Ihsan
adalah kesadaran yang mendalam akan muraqabatullah,
(pengawasan Allah) kepada dirinya sehingga dia akan selalu
menjaga prilaku batin dan prilaku lahirnya kapan saja dan di
mana saja. Tentang hal ini, Imam al-Ghazali berkata: “Hal ini
mengharuskan seorang hamba mengetahui keadaan (ahwal)
hatinya, yaitu sifat-sifat terpuji yang mesti dimiliki, seperti: sabar,
syukur, pemurah, baik hati, baik prilaku, jujur dan ikhlas. Juga
mengetahui tentang sifat-sifat hati yang tercela, seperti: dendam,
dengki, curang, sombong, riya’ pemarah, pembenci dan kikir.”

﴾ 134 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Habib Zen menambahkan: “Jika seorang hamba menyandang
kebaikan-kebaikan akhlaq sesuai dengan tuntunan sunnah nabi,
sambil melepaskan sifat-sifat tercela, yaitu kebalikan dari sifat-
sifat terpuji, maka orang itu telah mengamalkan tasawwuf
(dalam arti mempraktekkan kebersihan hati dan perilaku, bukan
tasawwuf dalam arti yang difahami secara salah oleh sebagian orang).

Maka semakin bertambah baik perilakunya, maka semakin baik


tasawwuf-nya (yakni kebersihan hatinya), sehingga dia akan
termasuk dari golongan yang dimaksud dalam sabda Nabi, saw.:
ُ ُ ْ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َْ ْ َ َ َ ُ َ ُ َ ْ
َ َ ‫َح ْس ْ ْ ْ ْ ْ ُنَالخق‬
" ُ َ‫َالق َا َام‬
َ َ ‫َف ََم ْ ْن َاٰىَالعب َدَيك‬
‫“ أسقْلَمْاَيكض ْ ْ ْ ْ ْع َ ي‬Perkara paling berat
yang diletakkan dalam timbangan seorang hamba pada hari
Kiamat adalah akhlaq terpuji.”

Saudaraku yang dirahmati Allah


Akhlaq dan sifat-sifat yang baik perlu dipelajari dan diperoleh dari
meneladani Nabi, shahabat dan para ulama’. Begitu juga
sebaliknya, mengetahui sifat-sifat tercela juga perlu ilmu dan
pengalaman. Sebab orang tidak akan tahu Islam dan kebaikan-
kebaikannya jika tidak mengetahui sifat-sifat buruk yang
bertentangan dengan Islam. Sebagiamana Sayyidina Umar, ra.
َ
pernah berkata: ََ ‫اَ َق ََّا‬ َ ْ ُ َْ َ ْ َ َ َ ْ ْ ِ ُ َْ َ
َ ‫“ ََيع زَر‬Tidak tahu Islam
َ ‫َاْلس ْ ْ ْة َمنَََيع زَرَِالج‬
orang yang tidak tahu (sifat-sifat) jahiliyah.”

Kesimpulannya: Sebagai seorang muslim yang ingin menga-


malkan Islam secara sempurna, maka sekurang-kurangnya mesti
mempelajari kewajiban pokok berislam seperti tiga ilmu fardu
‘ain di atas. Mudah-mudahan kita semua mendapatkan taufiq
dan inayah dari Allah agar mudah menepuh jalan-Nya.

B. Tiga Jalan ke Surga

Saudaraku yang dirahmati Allah


Menjalang memasuki bulan Ramadan, mudah-mudahan kita
sudah mempersiapkannya secara lahir dan batin. Kita
menyambut Ramadan dengan penuh rasa syukur atas
kesempatan bisa kembali lagi hidup di bulan Ramadan.

﴾ 135 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Saudaraku yang dirahmati Allah
Sekarang kita akan membicarakan tentang “Tiga Jalan ke Surga.”
Berdasarkan sebuah riwayat dari Jabir bin Abdullah al-Anshariy,
ra. bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, saw.:
ْ َ َ ‫َال َح َرا‬ْ ُ ْ َّ َ َ َ َ َ ْ ُ ْ ْ َ َ َ َ َ ُ ْ ُ َ ْ ُ ْ‫َ ْ َ َ َ ه‬
َ ‫َال َم ْب ُت‬
ََِ‫َول ْمََأ ز‬، ٌ‫َوحرم‬،‫َوأحققٌَالحةل‬،‫َوصْ ْمٌَبم ْ ْاٰى‬،‫ات‬ َ ‫وك‬ ٌ‫أبأيٌََّذاَصْ ْقا‬
َ َ َ َ َّ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ
َ‫ال"َ َع ْم ََب َو ُاه َُم ْسْ ْ ْ َق ه‬
‫م‬ ‫“ عَلَذ َل َشْ ْ ْ ْةئادَأأَل ُلَال َجمَ؟ َق‬Apa pendapatmu, (ya
Rasulullah)? Jika aku melaksanakan sholat wajib, menjalankan
puasa Ramadan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan
yang haram dan aku tidak menambahi sesuatu apa pun atas hal
itu; apakah aku bisa masuk surga?” Rasulullah, saw. menjawab:
“Iya, bisa.” (Hr. Muslim)

Dari hadits tersebut menerangkan bahwa tiga perkara; yaitu


melaksanakan sholat, berpuasa Ramadan dan menganggap halal
itu halal dan menggap haram itu haram adalah perkara pokok
dari pengamalan Islam. Dan bahkan bila seseorang kosisten
dengan hal itu akan menjadi jalan masuk ke surga.
Mari kita fahami hal itu dengan uraian berikut:
Jalan Pertama: Melaksankan Sholat Wajib
Sholat adalah amalan ibadah yang paling utama dan telah
menjadi darah daging dalam diri setiap shahabat. Bagaimana
tidak, keutamaan sholat sering ditanamkan oleh Rasulullah, saw.
kepada mereka. Di antaranya, beliau bersabda:
ُ َ َ ُ َ ْ َ ُ َّ ُ ُ ُ َ َ ُ َ ْ ْ ْ ُ َْ
َ ‫َالج‬
َ‫ها‬ ‫“ بأسَاأ ز‬Puncak dari perkara
َ ‫َو َذبو َس ْ ْم َام َه‬، َُْْ ‫َوعمكَهَالص‬، ‫مرَاْلس ْ ْة‬
ini adalah Islam, sedang tiangnya adalah sholat dan puncaknya
adalah jihad fii sabiilillaah.” (Hr. Thbarani)

Dalam riwayat lain beliau bersabda (yang artinya):


“Barangsiapa yang shalat seperti shalat kami, menghadap kiblat
kami dan makan sembelihan kami, maka dialah orang muslim
yang menjadi tanggungan Allah dan Rasul-Nya.” (Hr. Bukhari)
Beliau juga bersabda (yang artinya):
“Tiada agama bagi orang yang tidak shalat, karena kedudukan
sholat bagi Agama adalah seperti kedudukan kepala bagi badan.”
(Hr. Thabrani)
Terdapat beberapa hukum meninggalkan sholat, berkantung
keadaan pelakunya:

﴾ 136 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


1) Menurut ijma’ (kesepakatan para ulama’), meninggalkan
sholat karena mengingkari kewajibannya serta tidak
mengakui bahwa sholat itu adalah salah satu dari ibadah
fundamental atau ibadah yang pokok dalam Islam maka dia
dianggap telah murtad dari Islam, meski pun dia telah
bersyahadat. Jika mati masih dalam keadaan begitu, maka
tidak dimandikan secara Islam, tidak disholati dan tidak
dikuburkan di pemakaman muslim.
2) Jika meninggalkan sholat karena kemalasan, tapi masih
meyakini bahwa hukum sholat itu adalah wajib dan sebagai
perintah agama, maka tentang status hukumnya ulama’
berbeda pendapat:
 Menurut Abu Hanifah, hukumannya dipenjarakan dan
dicambuk sampai bertaubat dan mau melaksanakan sholat.
 Adapun menurut Imam Malik, Imam Syafii’i dan Imam
Ahmad, pelakunya diminta agar bertaubat namun jika tidak
mau bertaubat maka hukumannya adalah dibunuh. Namun
cara memperlakukan jenazahnya menurut Imam Syafi dan
Imam Malik tetap diperlakukan seperti jenazahnya orang
muslim karena ia dibunuh karena hukumannya bukan karena
murtad.
Sedangkan menurut Imam Ahmad, perlakuan terhadap
jenazah golongan kedua ini sama dengan perlakuan
terhadap golongan pertama. Pendapat ini senada dengan
pendapat para sahabat, seperti Umar bin Khattab, ra., Ibnu
Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, dan banyak lagi dari kalangan
tabiin. Mereka dihukum bunuh karena dianggap murtad,
sebab sudah diberi kesempatan untuk bertaubat namun enggan.
Saudaraku yang dirahmati Allah
Begitu pentingnya menjalankan sholat, sehingga pahalanya pun
begitu besar, yaitu menjadi salah satu jalan ke syurga maka
orang yang meninggalkannya juga sangat berat hukumannya.

Jalan kedua: Menjalankan Puasa Ramadan


Meskipun dalam hadits di atas, puasa menempati urutan kedua
setelah shalat, bukan berarti kedudukannya lebih rendah dari
sholat. Karena para ulama sepakat bahwa puasa juga merupakan
rukun Islam dan kewajiban yang fundamental.

﴾ 137 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Jika sholat mengingatkan seorang mukmin untuk mencegah
perbuatan keji dan mungkar setiap waktu. Puasa juga melatih
seorang mukmin untuk menaklukkan keinginan hawa nafsu dari
perbuatan-perbuatan tercela dan akhlak yang buruk.
Dengan berpuasa, seorang muslim berjuang untuk menahan
rasa lapar dan dahaga serta membiasakan diri dengan akhlaq
mulia, seperti: sabar, berkemahuan kuat, membebaskan diri dari
belenggu syahwat dan meteri, serta bisa merasakan penderitaan
orang miskin yang kelaparan. Dengan begitu akan timbul rasa
simpati dan empati kepada orang-orang miskin.
Karena pentingnya kedudukan puasa, sehingga puasa itu
dikatakan sebagai benteng dari segala keburukan dan dari api
neraka, serta sarana penghapus dosa-dosa dan jalan ke surga.
Sebagaimana Rasulullah, saw. bersabda:
َْ َّ َ َ ُ ُ َ َ ‫يما‬ َ َ ََ َ َ ْ َ
‫اح َت َس َاباَۚ ََ َرَله ََماَتقد َ ََم ْنَذ َب ََه‬
ْ ‫اَو‬ َ ََّ‫اٰى‬
َ ‫“ منَصا َبم‬Barangsiapa yang
berpuasa Ramadan dengan iman dan berharap pahala kepada
Allah maka akan diampuni (dosa-dosa) yang terdahulu.” (Hr.
Bukhari-Muslim)
Abu Umamah, ra. pernah berkata kepada Rasulullah, Saw.
“Perintahkanlah kepadaku satu amalan yang bisa membawaku
ke surga.” Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): “Puasalah,
sesungguhnya puasa itu tidak ada tandingannya.” Abu Umamah
bertanya lagi dan Rasulullah tetap memerintahkan agar
berpuasa. (Hr. Ahmad)
Sebagaimana pahala puasa itu sangat besar bagi pelakunya,
maka tidak menjalankan puasa tanpa alasan syar’iy, resikonya
juga berat. Maka hukumnya hampir sama dengan hukum orang
yang meninggalkan sholat. Para Ulama’ berpendapat:
1) Barangsiapa yang meninggalkan puasa karena mengingkari
kewajibannya maka dianggap telah kafir dan mustad dari
Islam, dan hukumnya seperti hukuman orang murtad seperti
dalam kasus meninggalkan sholat di atas.
2) Barangsiapa yang meninggalkan puasa karena kemalasan
atau karena sekedar tidak puasa tanpa alasan syar’iy maka
dianggap fasik, diragukan keislamannya bahkan bisa
membawanya keluar dari Islam. Ibnu Abbas meriwayatkan
sebuah hadits dari Rasulullah, saw. yang bersabda (artinya):
“Tali dan pondasi Islam itu ada tiga, di atasnya Islam dite-

﴾ 138 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


gakkan, dan barangsiapa yang meninggalkan salah satu
darinya, maka ia menjadi kafir dan halal darahnya. (Tiga
pondasi itu) adalah bersyahadat, shalat wajib dan puasa
Ramadan.” (Hr. Abu Ya’la dan Ad-Dailamiy)
3) Hukuman bagi seorang muslim yang berbuka puasa di siang
hari, jika syariat Islam ditegakkan adalah ditahan dan tidak
boleh makan dan minum di siang hari sehingga selesai bulan
Ramadan.
Kenapa Islam sangat keras terhadap pelanggaran perkara
pondamental tersebut, karena ini adalah bentuk kasih sayang
Allah kepada hamba-Nya, agar manusia bisa kembali ke
rahmatullah dan masuk surga-Nya.
Jalan ketiga: Mengahalkan yang Halal dan
Mengharamkan yang Haram
Maksud menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang
haram adalah jika syariat Islam menetapkan bahwa makanan,
minuman atau perbuatan itu halal, yakni boleh dimakan,
diminum dan dilakukan maka kita harus menganggapnya itu
halal. Boleh dikomsumsi dan boleh juga dilakukan. Sebaliknya
jika syariat Islam mengharamkannya, maka kita harus
menganggapnya demikian dan secara otomatis tidak
mengkonsumsi dan tidak melakukannya.

Sebab urusan halal dan haram itu adalah hak Allah dan Rasul-
Nya. Karena di antara prinsip keimanan kita kepada Allah adalah
keyakinan terhadap halalnya sesuatu yang telah ditetapkan
kehalalnya oleh Allah dan haramnya sesuatu yang telah
diharamkan oleh Allah. Bahkan orang yang menyalahi prinsip itu,
dianggap orang yang melampai batas, sebagaimana firman
Allah, ْ Swt.: َ
َ
ََ ‫ح ََُّال ُم ْعت َد‬
‫ين‬ َ ‫َاّلِلَل ُك ْم ََو ََ ََت ْع َت ُدواَََّ َّٰى ه‬
َ َ ‫َاّلِلََ َُي‬
َ ُ َ َ ُ َ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
ُ ‫كاَِ ََ َبات ََماَأ َح َّل ه‬‫ياَأيهاَال َيينَآممكاَََتحرم‬
َ َ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-
apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (al-Maidah: 87)

Ayat ini turun karena ada sebagian shahabat ingin mengharam-


kan atas diri mereka sebagian perkara yang halal dengan alasan
hendak bersikap zuhud. Yaitu tidak nikah agar bisa terus ibadah,
tidak berbuka dan akan terus puasa, dan tidak tidur untuk sholat
﴾ 139 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
malam terus. Rasulullah, saw. kemudian menegur mereka
dengan bersabda: “Aku saja tidur, berbuka puasa dan menikahi
perempuan. Maka siapa yang tidak tidak suka dengan sunnahku
maka dia tidak termasuk golonganku.” (Bukhari-Muslim)

Demikianlah prinsip-prisip dasar keislaman kita, mudah-


mudahan kita bisa menjalankan dengan baik dan semakin baik
lagi ketika kita berada di bulan Ramadan, dan tentu saja dimulai
dari hari ini.

C. Tiga Tanda Cinta

Saudaraku yang dirahmati Allah


Kita akan segera memasuki bulan Ramadan. Sebelum itu, ada
beberapa amalan yang bisa kita lakukan untuk membuktikan
cinta dan kepedulian kita terhadap keluarga, tetangga dan
kawan-kawan dekat kita. Maka kita gunakan akhir bulan Syawal
dan bulan Ramadan ini sebagai bulan untuk menjaga tiga
perkara:
1. Menjaga Keluarga
2. Menjaga Tetangga
3. Menjaga Kolega
Saudaraku yang dirahmati Allah
Seluruh ibadah dalam Islam, tidak hanya berdimensi spiritual dan
hanya berkait dengan Allah semata-mata, namun ia juga terkait
dengan dimensi sosial dan hubungan kita dengan sesama
manusia. Bahkan Seorang muslim sejati tidak hanya memikirkan
keselamatan dan kebahagiaan diri sendiri, melainkan juga
memperhatikan keselamatan dan kebahagiaan orang lain. Maka
kedatangan bulan Ramadan tahun ini, harus kita gunakan untuk
memperhatikan dan menjaga tiga perkara:
Pertama: Menjaga Keluarga
Sebagaimana dalam sebuah Riwayat dinyatakan bahwa di bulan
Sya’ban ini, khususnya di pertengahannya Allah memberi
ampunan kepada hamba-hamba-Nya kecuali orang yang menye-
kutukan-Nya dan orang yang masih menyimpan dendam dan
permusuhan terhadap saudaranya. Maka jangan sampai
memasuki bulan Ramadan ini, ada di antara kita yang masih
﴾ 140 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
bermusuhan dan memutus silatur rahim, sebab bahayanya
sangat besar. Sebagaimana Rasulullah, saw. bersabda:
َ ‫ُ َّ َ ه‬
)‫َ(متَ"َعق ْا َه‬ ‫اِ َع ََب َح ٍم‬
َ ْ َ ‫“ ََ ََي ْد ُل ُلَا ْل َج َّم ََ ََق ه‬Tidak akan masuk surga
َ ‫اِعَ–َيع َ ْ يِ"َق‬
َ
pemutus – yakni pemutus (hubungan) keluarga.” (Disepakati
Bukhari-Muslim)
Jika ayah ibu masih ada, maka merekalah orang pertama yang
harus disilatur rahimi. Jika tidak bisa datang secara langsung,
maka minimal dengan panggilan telpun atau menggunakan
kemudahan teknologi komunikasi saat ini. Selain kedua orang tua
adalah kerabat dekat kita, terutama jika ada di antara mereka
yang yatim dan miskin maka harus lebih diutamakan.
َ ْ ُْ َ ْ َ ‫َوك ْ ْال َكالْ ْ َد ْين ََّ ْح َس ْ ْ ْ ْ ْ ْا‬
Sebagaimana Allah berfirman: َ َٰ َ ‫اَو َك ْ َيخَالق ْر َ َٰا ََوال ََتْ ْا‬ َ ‫َ َ ز‬
ْ
ْ ْ ‫“ َوال َم َس ْ ْ ْ ْ َاف‬Dan kepada kedua orang tua, berbuat baiklah! Dan
َ‫ي‬‫ز‬
juga kepada kerabat dekat, anak-anak yatim dan orang-orang
miskin.” (An-Nisa’: 36)
Menjaga keluarga tidak hanya untuk kebaikan di dunia, bahkan
lebih penting lagi adalah untuk keselamatan mereka di akhirat,
َ ُ ْ ُ ُ ُ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
sebagaimana Allah berfirman: ‫َآممكاَقكاَأ َ َس ْ ْ ْ ْ ْك ْم ََوأَ َقاك ْمَ ْ َابا‬ ‫ي ْاَأيه ْاَال ْ َيين‬
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka!” (at-Tahrim: 6).
Jika bulan Ramadan adalah bulan pembebasan dari neraka,
maka kita harus memastikan keluarga kita: istri, anak, orang tua
dan kerabat dekat kita terbebas dari neraka. Caranya? Tentu saja
harus mengajak mereka semua berpuasa. Anak-anak kita yang
sudah akil-baligh dan semua yang sudah berkewajiban berpuasa,
kita pastikan mereka menjalankannya.
Jangan lupa jika diri kita, istri, anak-anak laki-laki atau perem-
puan kita, paman, bibi dan ponakan-ponakan kita yang masih
punya hutang puasa, di bulan Sya’ban ini kita ingatkan agar
sudah menunaikan utang puasanya. Demikian itulah di antara
cara menjaga “keluarga kita” dari api neraka.
Kedua: Menjaga Tetangga
Kedudukan tetangga dalam Islam sangat penting, baik tetangga
dekat atau tetangga jauh. Itulah sebabnya Rasulullah, saw.
bersabda: “Malaikat Jibril senantiasa berpesan kepadaku untuk
selalu berbuat baik terhadap tetangga, sehingga aku menyangka

﴾ 141 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


bahwa tetangga itu akan ikut mewarisi (harta warisan)” (HR
Bukhari dan Muslim).
ُ ْ ْ ُ ْ ْ
Dan Allah berfirman: ََ َ ْ ْ ْ‫“ َوال ْ َجْ ْ ْ زاب ََذخ َال ْق ْ ْر َ َٰا ََوال ْ َجْ ْ ْ زاب َال ْ ُج ْم‬dan berbuat
baiklah) kepada tetangga dekat dan tetangga jauh!” (an-Nisa’: 36)
Dalam sebuah riwayat, tetangga itu terbagi menjadi tiga tipe:
1. Tetangga dengan satu hak: yaitu tetangga non-muslim yang
tidak ada hubungan kerabat, maka mereka punya satu hak,
yaitu hak bertetangga dengan kita.
2. Tetangga dengan dua hak: yaitu tetangga muslim yang bukan
kerabat kita. Mereka punya dua hak, yaitu hak sebagai
sesama muslim dan hak sebagai tetangga.
3. Tentangga dengan 3 hak: yaitu tetangga muslim yang masih
berkerabat dengan kita. Mereka punya tiga hak: Hak sebagai
kerabat, hak sebagai muslim dan hak sebagai tetangga.
Secara umum kewajiban kita kepada tetangga adalah berbuat
baik kepada mereka dan tidak menyakitinya baik secara
perkataan mau pun dengan perbuatan. Sebagaimana Rasulullah,
ْ ََ ْ ْ ‫ه‬ ُ ُْ َ
saw. bersabda: )‫اّلِل ََوالْ ََْ ْك َ َال َلْ زر َفْة َ ُيْ َذ َ َجْ ْ ْ َاب ُه َ(متَ" َعقاْ ْ ْْه‬ ْ َ
َ ْ ْ ْ‫مْن َبْ ْ ْاٰى َيْ َمْن َ َب‬
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka
janganlah menyakiti tetangganya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Dan dalam redaksi hadits yang lain dinyatakan bahwa, “barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah
berbuat baik kepada tetangganya.”
Salah satu bentuk kebaikan kita kepada tetangga adalah
memperhatikan kemaslahatan mereka; baik dengan menasehati
mereka ketika butuh nasehat, menghibur mereka ketika bersedih
dan memberi hadiah atau mengirimkan makanan kepada
mereka. Dan memasuki bulan Ramadan ini, hendaklah kita
semakin baik dengan tetangga-tetangga kita dengan menjaga
dan memenuhi hak-hak mereka.
Ketiga: Menjaga Kolega
Teman dekat atau kolega, punya arti penting dalam kehidupan
kita. Sebab, baik dan buruknya seorang kawan akan
berpengaruh terhadap diri kita. Sebagaimana Sabda Rasulullah,
َ ُ ُ ُ ْ َْ َ َ ُ ُ َّ
‫ي‬
saw.: َ )‫بواهَأَكََاوََوالنمْْيخ‬ َ(َ ‫َفق ََمظ ْرَأ َح ْدب ْم ََم ْن َُيخ ْا َل ْ ْل‬،‫ينَل َقا َق ْ َه‬
‫الرج ْلَعَل َََ ز‬
(Seseorang itu (bergantung) kepada agama kawan dekatnya,

﴾ 142 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


maka hendaklah ia memperhatikan dengan siapakah ia bergaul.)
[Hr. Abu Dawud dan Turmudzi]
Syaikh az-Zarnuji menyebutkan sebuah bait syair tentang arti
َْ َ ْ
seorang teman: ‫ََبال ُمق َاب َٰى ََيقت َدخ‬
َ ُّ ُ َ ُ َ َ ْ ْ َ ْ ْ َ َ َْْ َ
َ ‫ِلين‬
‫ع زنَالمر َءَََِسْ ْ ْ ْ ْألَوَاب َِّصْ ْ ْ ْ َْق زرِليمهَ*َف لَق زر ر‬
“Tentang seseorang itu, tidak perlu kau tanyakan siapa dia,
cukup perhatikan siapakah teman dekatnya, sebab seseorang itu
sering mengikuti kawan dekatnya.” (Kitab Ta’limul Muta’allim)
Seorang muslim, tentu saja harus memperhatikan siapa yang
dijadikannya sebagai kawan dekat. Sebab, berdasarkan sabda
Nabi, saw. di atas, kawan bisa mempengaruhi agama kita, akhlaq
dan prilaku kita. Salah bergaul akan merugi,
ْ baik di dunia mau
َ َ ‫اح ََ ََبال َج‬
pun akhirat. Maka Allah berfirman: َ‫م‬
َّ َ
َ ‫“ والص‬Dan berbuat
baiklah kepada teman dekat!” (an-Nisa’: 36)

Menurut Syakh Abdur Rahman as-Sa’di, berbuat baik dengan


kawan dekat atau kolega itu tidak hanya membantunya untuk
memperbaiki urusan dunianya semata-mata namun juga
mendorongnya untuk berkometment terhadap agamanya.
Mendukungnya dalam kebaikan dan mencegahnya dari
keburukan. Saling menasehati dan menyemangati untuk berbuat
baik dan saling meringankan beban.
Kawan yang baik itu tidak akan membiarkan kawannya terjuru-
mus dalam dosa dan melakukan perbuatan yang melanggar
syariat agamanya. Oleh sebab itu, pastikanlah di bulan Ramadan
ini, kawan-kawan kita khususnya yang beragama Islam
menjalankan kewajibannya, yakni menjaga sholatnya dan
berpuasa Ramadan. Kawan-kawan seperti inilah yang benar-
benar sebagai kawan sejati di dunia dan akhirat. Sebagaimana
ْ
َ َّ ْ ْ‫“ َال َم ْر ُء ََم َع ََم ْن َأ َح‬Seseorang itu akan
Rasulullah, saw. bersabda: َ
bersama (di akhirat) dengan orang yang dicintainya” (Disepakati
oleh Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menerangkan bahwa kecintaan kita kepada seseorang
tidak hanya berakhir di dunia saja. Bahkan bisa menentukan
posisi kita di akhirat nanti. Jika orang yang kita cintai dan kita
idolakan adalah orang-orang buruk maka akan membawa kita
kepada keburukan di akhirat. Kita akan dipertemukan dengan
mereka dalam satu tempat.

﴾ 143 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Jika mereka ada di neraka, maka na-udzu billaah, kita akan
dipertemukannya di neraka. Sebaliknya, jika teman atau orang
yang kita cintai adalah orang baik, maka in syaa Allah akan
membawa kita kepada kebaikan. Jika mereka menjadi ahli surga,
mudah-mudahan kita dipertemukan mereka di surga juga.
Seperti harapan Imam asy-Syaafii’iy yang mengatakan:
ْ َ َ َْ ‫“ ُأح ََُّال َّص ْالح‬Aku mencintai orang-
َ ‫ي ََول ْس ْ ٌَُم ْم ُه ْمَ*َل َعَلَأٰىَأ‬
‫ال َََ َه ْمَش َْاع َه‬ ‫ي‬ َ ْ َ َ َ
orang sholeh meski pun aku tidak sholeh seperti mereka *
Karena aku berharap dengan mencintai mereka aku bisa
mendapatkan syafaatnya.
Saudaraku yang dirahmati Allah
Demikianlah tiga perkara yang bisa kita lakukan menjelang
kedatangan bulan Ramadan yang penuh berkah, maka agar
keberkatannya semakin besar, marilah kita libatkan seluruh
keluarga kita, tetangga dan kawan-kawan dekat kita untuk
menyambut dan menjalankannya dengan baik. Semoga kita
semua bersama dengan mereka di dunia dan di akhirat dalam
kebahagiaan abadi.

D. Tiga Tangga Kemulian

Saudaraku yang dirahmati Allah


Kita sekarang berada bulan Sya’ban, berarti selangkah lagi kita
akan memasuki ambang bulan Ramadan. Harapan tertinggi dari
seorang mukmin adalah mendapat rahmat, pengampunan Allah
dan pembebasan dari api neraka. Untuk itu, sekurang-kurangnya
ada tiga tangga yang harus dilalui. Di sini akan diterangkan “Tiga
Tangga Kemulian.”
Setiap muslim berharap mendapatkan keselamatan di dunia dan
akhirat. Namun keselamatan sejati adalah ketika seorang muslim
dapat selamat dari api neraka dan berhasil meraih surga.
Pertanyaannya, bagaimana caranya agar kita dilindungi oleh
Allah dari api neraka? Maka sekurang-kurangnya, ada tiga
tangga yang harus dilalui:
1. Menjalankan Ibadah dengan Benar
2. Meraih Tingkat Ketaqwaan Sejati
3. Mendapatkan Wiqayah (perlindungan) Allah

﴾ 144 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Tangga Pertama: Menjalankan Ibadah dengan Benar
Sebagaimana kita tahu dan yakin bahwa Allah menciptakan kita
bukan untuk main-main, melainkan untuk beribadah dan
mengabdi kepada-Nya. Sebagaimana yang diterangkan dalam
surat adz-Dzariyat: 56. Maka Allah menghendaki agar ketika kita
dipanggil untuk kembali kepada-Nya, kita dalam keadaan
menjadi manusia yang taat dan berserah diri kepada-Nya.
َ ُّ ‫كت َّنََّ ََّ ََوأ ُت‬
Allah berfirman: َ‫مَم ْس َق ُمكٰى‬
ُ َُ ََ َ ُ َّ َ َ ‫ه‬
‫َح"َتق َات َهَوََتم‬
ُ َّ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
‫َآممكاَاتقكاَاّلِل‬ ‫ياَأيهاَال َيين‬
َ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwallah kepada Allah
dengan sebenar-benar taqwa dan janganlah kalian mati kecuali
kalian sebagai orang-orang yang berserah diri kepada-Nya.” (Ali
Imran: 102)
Oleh sebab itu Allahlah, Tuhan yang berhak disembah dan
diibadahi. Sedangkan Ibadah yang dimaksud – seperti yang
didefinisikan oleh para ‘Ulama’ – adalah “segala perkara yang
dicintai dan diridhai oleh Allah baik berupa perkataan atau
perbuatan, baik yang lahir mau pun yang batin.”
Ibadah atau segala perkara yang dicintai dan diridhai oleh Allah
itu adakalanya terkait dengan perbuatan yang telah ditentukan
bentuk, cara dan waktunya seperti: sholat, puasa, zakat dan haji
atau yang disebut sebagai ibadah mahdhah, yakni ibadah murni
yang tidak boleh dikurang dan ditambah dan harus mengikuti
petunjuk syariat. Atau adakalanya berupa apa saja kebaikan
yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, namun waktu dan
caranya tidak terikat dengan ketentuan syariat. Ibadah jenis ini
disebut ibadah mutlak, seperti: berbakti kepada orang tua,
menghormati guru, bersilatur rahim, menuntut ilmu,
membangun sarana ibadah dan banyak lagi.
Ibadah mutlak seperti itulah yang dinyatakan dalam firman Allah,
َ ُ َّ َ ُ ‫ه‬ ُ َ َ ‫خَلق َق ُك ْم ََو هالي‬
َ ‫ين ََم ْنَق ْب َقك ْمَل َعقك ْمَتتق‬
Swt.: ‫كٰى‬
َ ‫َ ُّ َ َّ ُ ْ ُ ُ َ َّ ُ ه‬
‫واَبكك ُمَال َي‬‫“ يْاَأيهْاَالماسَاعبد‬Wahai
َ
manusia, beribadahlah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian
terjaga dari (api neraka)” (al-Baqarah: 21)
Tentang ayat ini, Syaikh Abdur Rahman as-Sa’diy, berkomentar:
“Ini adalah perintah umum kepada setiap manusia, yaitu supaya
melakukan segala bentuk ibadah (baik yang mahdhah mau pun

﴾ 145 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


yang mutlak), yaitu dengan melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya, serta membenarkan tujuan penciptaan
Allah atas dirinya, yaitu untuk beribadah hanya kepada-Nya.”
َ َ ُ ْ ُ ََ َ‫ه‬ ُ ُْ َ
Allah berfirman: “‫ل ْ ْ ْ ْ ْككاَ َب ْ َهَش ْ ْ ْ ْ ْ ْةئ ْا‬‫( ”واعب ْدواَاّلِلَوََِ ْز‬Dan beribadahlah
kepada Tuhan-mu dan janganlah kalian menyekutukan-Nya
sedikit pun!) [an-Nisa’: 36]
َ ‫َال َخاي‬ ْ َ َّ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ ْ ِ
Dan firman-Nya yang lain: َ‫ِلين‬ ‫َ ز‬ ‫ل َيَأيفٌَلاحبَنَعمق َولتبك ن ََمن‬
“Sungguh jika kalian menyekutukan Allah, niscaya akan rusaklah
amal-mu dan niscaya kamu akan termasuk gorang-orang yang
merugi.” (Az-Zumar: 65)
Dengan beribadah hanya kepada Allah, maka akan tercapailah
tujuan ibadah yang sebenarnya, yaitu mendapatkan perlin-
dungan dari api neraka. Sebagaimana ayat no. 21, surat al-
َ ُ َّ َ ُ ‫ه‬
Baqarah di atas diakhiri dengan firman-Nya, (َ‫ )لْ َعْقْكْ ْم َتْتْقْكٰى‬yang
maksudnya: “agar kalian terjaga dari api neraka”.

Tangga Kedua: Meraih Tingkat Ketaqwaan Sejati


Untuk mendapatkan perlindungan dari api neraka, maka kita
harus berusaha menjadi orang-orang yang benar-benar
bertaqwa. Sebagaimana Allah, Swt.:
َ ُ ْ َّ ُ َ َ َ ُ َّ َ َ ‫ه‬ ُ َّ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
َ ‫َح"َتق َات َه ََوََت ُمكت َّنَ َََّ ََوأ َت ْم َُم ْسْ ْ ْ ْ ْ َق ُم‬
)912َ"‫كٰى» َ( َآلَعمراٰى‬ ‫َآممكاَاتقكاَاّلِل‬ ‫«ياَأيهاَال َيين‬
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada
Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kalian mati
kecuali dalam keadaan berserah diri kepada Allah.” (Ali Imran: 102)
Katika menafsirkan ayat ini, Ibnu Abbas berkata: (maksud
sebenar-benarnya bertaqwa) adalah:
َْ ََ ْ َ ْ ََ ْ ُ ُْ ََ َ َُ ْ
“َ‫َو ُشْق ُرَفة َُيبَ ْر‬، ْ‫َو ُِلييك ُرَفة َُين َس‬،ْ‫ع‬
‫ “ أٰىَيَاعَفةَيع ي‬bahwa Allah itu ditaati
bukan didurhakai, diingat bukan dilupakan dan disyukuri bukan
diingkari.”
Menurut Mujahid, 12 “bertaqwa dengan sebenar-benarnya itu
adalah berjihad dengan sungguh-sungguh di jalan Allah dan
tidak takut dicemooh oleh orang lain dalam menjalankan

12
Mujahid bin Jabr atau Jubair (21-104H.) maula Saib bin Abu Saib al-
Makhzumiy al-Qurasyiy. Dia adalah imam, ahli fiqih, seorang alim yang
tsiqat (terpercaya) dan banyak meriwayatkan hadits. Juga dikenal
hebat dalam bidang tafsir, qira’ah dan hadits nabawiy.
﴾ 146 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
perintah-Nya dan menegakkan keadilan meski pun terhadap diri
sendiri, orang tua dan anak-anak sendiri.”
Menurut Anas, ra. “seseorang itu belum benar-benar bertaqwa,
sebelum bisa menjaga lisan (bicaranya).” Sebagaiman Rasullah
ْ َّ ‫َح َي َباَم‬ َ ‫َح يَِّ ََي َد َعَ َم َاَََ َب ْأ‬ ْ َ َ ُ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ َُْ َ
saw. bersabda: ‫اَب ُه ََبأس‬
َ ‫م‬ َ
َ ‫سَبه‬
َ َ
َ ‫ي‬َْ ‫َال ُم َّتق‬
ْ َ ‫كٰىَ َمن‬
َ ‫ََيبقغَالعبدَأٰىَيب‬
Artinya: “Seorang hamba tidak akan tergolong sebagai orang-
orang yang bertaqwa sehingga bisa meninggalkan apa (yang
dianggap) tidak bermasalah karena takut menjadi masalah.” (Hr.
Turmudzi)
Dan menurut Imam al-Baghawiy, bertaqwa itu adalah bahwa
kamu menjadikan wiqaayah (perlindungan) antara dirimu
dengan azab Allah. Dan wiqayaah (perlidungan) ini tidak akan
terwujud kecuali dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi
larangan-nya.
Manakala segala bentuk amalan ibadah bisa meningkatkan
ketaqwaan seseorang kepada Allah, maka ibadah puasa,
menurut Syakh As-Sa’diy, adalah salah satu penyebab
ketaqwaan yang paling besar. Karena di dalamnya terdapat
amalan untuk menjalankan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya. Dan itulah hakekat taqwa yang sebenarnya. Oleh
karena itu Allah berfirman:
َ ُ َّ َ ُ ‫ه‬
َ»‫كٰى‬
ُ َ َ ‫َعَلَا هل ْي‬
َ ‫ين ََم ْنَق ْب َقك ْمَل ََعقك ْمَتتق‬
َ َ ُ َ ُ َ َ ُ ُ ْ َ َ ُ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
َْ ‫«ي ْاَأيه ْاَال ْ َيينَآممكاَك َت ََْعقاكمَالص ْ ْ ْ ْ ْا ْا َبم ْاَك َت‬
َ
“Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa
sebagaimana telah diwajibkannya atas orang-orang sebelum
kalian agar kalian bertaqwa.” (al-Baqarah; 183)
Maka kedatangan bulan puasa tahun ini, harus kita jadikan
sebagai momentum penting untuk meraih ketaqwaan sejati dan
sekaligus meraih perlindungan Allah dari api neraka.
Tangga Ketiga: Mendatkan Wiqayah (Perlindungan) dari Allah
Di bulan Ramadan, kita dianjurkan untuk banyak memohon
pengampunan, surga dan dihindarkan dari azab neraka. Maka
َ ْ َ ْ ْ ُ ُ َ َ َّ ‫ه‬
doa yang selalu dibaca adalah: ِ َ ‫الق ُه َّمَ ََّ َعَكَك زر هِليمَت َح ََُّال َعَ َكَفاع ُ َع َْ ي‬
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan
Maha Mulia, suka mengampuni maka ampunilah (dosa-dosa)
َّ َ َ َ ُ َ َ َّ ْ َ َ َ ُ َ َّ ‫ه‬
َ‫“ الق ُه َّمَ ََّ اََسن ْس ْ ْ ْ ْأل زَبض ْ ْ ْ ْاك ََوال َجمَ ََو ُع ْكذ ََب َ َم ْنَ َس ْ ْ ْ ْخ ََ ََوالم ز‬Ya Allah,
kami!” ‫اب‬
kami memohon kepada-Mu ridha-Mu dan surga dan memohon
perlindungan-Mu dari murka-Mu dan azab neraka.”

﴾ 147 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Tentu saja pengampuan, masuk sorga dan terhindar dari neraka
adalah dambaan bagi setiap mukmin. Sebab kita semua yakin
bahwa mendapatkan semua itu adalah sebuah keberhasilan
sejati dan kebahagian hakiki. Sebagaimana Allah berfirman:
ُْ َّ َ ُ َ ْ ُ َ ُ ُ َ ْ َّ َ ُ َ َّ َ ْ ُ َ َ َْ ُ
َ‫كبك ْم ََي ْك َ َال َق َا ْا َم ْ ََ ََۖف َمنَِ ْح زز َ َع زن َالم ْ زاب ََوَأَ َلْ ْ َل‬ ‫«ب ْ ُّل َ َ ر َذ َائقْ َْ َال َم ْك َت َ َو َإ مْ ْاَتكفكٰى َأج‬
ُ ْ ُ َ َّ ْ ُّ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َّ َ ْ
)981َ"‫وب»َ(آلَعمراٰى‬ َ‫جمََفقدَفاََِو َماَالح َاا َالد َااَ َََّ ََمتاعَال ُر ز‬ َ ‫ ال‬Artinya: “Setiap
jiwa akan merasai kematian, dan sesungguhnya hanya di hari
kiamatlah pahala kalian akan disempurnakan, maka barangsiapa
yang dijauhkan (diselamatkan) dari api neraka dan dimasukkan
ke dalam surge, maka sungguh sukseslah dia, dan tidaklah
kehidupan dunia ini melainkan hanya kesenangan yang
menipun.” (Ali Imran: 185)
Al-Qur’an telah menjelaskan dengan gamblang cara menda-
patkan wiqayah (perlindungan) dari keburukan azab neraka. Hal
itu diterangkan dalam surat al-Insan ayat 5-11, yaitu:
1. Sebagai abrar, yaitu orang yang mencintai dan mengenal
Allah dengan baik serta berprilaku dan berakhlaq mulia
2. Sebagai ibadullah, yaitu orang-orang yang hanya
menghambakan diri kepada Allah, bukan kepada dunia
3. Selalu memenuhi nazar dan janjinya karena takut terhadap
akibat buruk di akhirat jika diingkari
4. Suka berbagi dengan orang lain, seperti memberi makan
orang miskin, anak yatim dan tawanan
5. Dan selalu takut kepada murka Allah

Sikap dan prilaku inilah yang akan membuat pelakunya dijaga


oleh Allah dari keburukan azab di akhirat. Sebagaimana
ُ ُ ‫ِّصْ ْ ْ ْ ْ ْ ََو‬
َ ‫ي‬ ُ َّ َ ْ َ ْ َ َٰ َ َّ َ ُ ‫َ َ َ ُ ُ ه‬
َ ْ َ َ ‫اَ ْم‬
dinyatakan oleh Allah: ‫وبا‬ ْ ْ ‫* فكق ْ ْاَم َاّلِل َيَذ َل ْ ْ َالَك َ َولق‬
َّ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َ
‫واَجمَ ََو َح زر َِليرا‬‫مَبماَص ْ ْن‬
َ َ‫ا‬
‫ز‬ ‫ج‬‫و‬ “Maka Allah jaga mereka dari keburukan
hari itu (yakni hari kiamat) dan Allah anugerahkan untuk mereka
kebahagiaan dan kesenangan, serta diberikan kepada mereka
surga dan sutera halus karena kesabaran mereka (melakukan 5
perkara di atas).” (al-Insan: 10-11)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Di bulan Ramadan yang sebentar lagi akan kita masuki, mudah-
mudahan bisa kita optimalkan kehadirannya sehingga kita bisa
meniti tiga tangga keselamatan di atas dan di penghujung bulan
Ramadan kita bisa mendapatkan pembebasan dari api neraka.

﴾ 148 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


E. Tiga Bekal Memasuki Bulan Ramadan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Taqwa adalah sebaik-baiknya bekal. Taqwa juga sebaik-baiknya
pakaian. Bahkan taqwa adalah sebuah kehormatan tertinggi. Di
ambang bulan Ramadan, kita ingatkan diri kita “agar berusaha
meningkatkan ketaqwaan kepada Allah dan menjadi orang-orang
yang benar-benar bertaqwa.”
Sebagai kaum muslim, Ramadan merupakan berkah dan rahmat
yang agung dari Allah Swt. Kedatangannya harus kita sambut
dengan rasa syukur dan suka cita. Sebagaimana Allah berfirman,
menerangkan kegembiraan orang-orang beriman menyambut
ْ َ ُ ‫ي َب ْ ْ َمْ ْ ْاَآ َتْ ْ ْا َُ ْ ْ ُم ه‬ َ
karunia Allah: ‫َاّلِل َ َم ْ ْ ْن َف ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ َقْ ْ ْ ََه‬ َْ
َ ْ ْ ْ ‫ ف ْ ْ زر َح‬Artinya: “Mereka
bergembira dengan apa yang Allah berikan kepada mereka
berupa karunia-Nya.” (Ali Imran: 170)
Untuk itu perlu diterangkan tentang “Tiga Bekal Bagi seorang
Muslim Memasuki Bulan Ramadan.”
Pertama: Bekal Iman dan keyakinan
Imam Bukhari menyatakan, bahwa iman itu bisa naik dan turun,
bertambah dan berkurang. Naik dengan ketaatan dan turun
dengan kemaksiatan. Maka kedatangan bulan Ramadan ini harus
dijadikan sebagai momentum untuk menaikkan iman. Sebab di
dalamnya banyak kesempatan untuk beramal sholeh dan taat
kepada Allah.
Begitu juga ketika kita telah siap untuk melaksanakan berbagai
ibadah di dalamnya; baik puasa Ramadannya, sholat wajib dan
sunnahnya, zakat dan shodaqahnya, mestilah dilakukan atas
dasar iman. Kita berpuasa bukan karena sedang musimnya orang
berpuasa atau beramal kebajikan. Sebab iman itulah yang
menentukan diterima dan tidaknya amal kita. Tidak sekedar
beramal baik dan kelihatan baik saja, namun harus didasarkan
kepada keyakinan dan iman kepada Allah.
Sebagaimana Allah, Swt. berfirman:
ُ َّ َ َ َ َ َ َ َ ُ َّ َ ْ ُ َ ‫ْ ُ َِ َٰ َ ُ َ ُ ْ ه‬ َ َ َ َ
َ‫َۖولم ْج زز َِليم ُه ْم َأ ْج ََرَم‬
َ َْ ْ‫اَمنَذف ررَأوَأ ِ َوَكَم َمن َفقمح ََةمْ ْه َحاْ ْا ََِب‬ْ ْ‫َم ْن َع َمْ ْ َل َ َص ْ ْ ْ ْ ْ ْ َالح‬
َ َُ َْ ُ َ
َ ‫ َبأ ْح َسْ ْ زنَماََا كاَيعمق‬Artinya: “Barangsiapa yang beramal sholih baik
‫كٰى‬
laki-laki dan perempuan sedangkan dia beriman, maka pasti kami
akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan pasti akan

﴾ 149 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kami beri balasan dengan balasan yang lebih baik dari apa yang
mereka kerjakan.” (an-Nahl: 97)

Menurut Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di, syarat sah dan


diterimanya amal kebajikan itu karena iman. Dengan
memadukan iman dan amal sholeh, seseorang baru akan
mendapatkan kehidupan yang baik, sebagaimana yang
dijanjikan oleh Allah dalam ayat di atas.

Seperti halnya puasa Ramadan yang akan kita jalankan,


hendaklah kita melakukannya karena keimanan kita kepada
Allah, barulah puasa kita ada hasil dan manfaatnya, bisa menjadi
sarana penghapusan dosa-dosa kita. Sebagaimana sabda
Rasulullah, saw.:
‫ه‬ َ ‫ ُغ ِف َر له ما تَ َق َّد‬،‫واحتِسابًا‬
ِ ‫م مِن َذ ْن ِب‬ ْ َ
‫َضان إيمانًا‬ َ ‫مَن صا‬
‫م َرم‬
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadan dengan iman dan
pengharapan, akan diampuni dosa-dosanya yang
terdahulu.” (Hr. Muslim dari Abu Hurairah)

Kedua: Bekal Harapan dan Optimisme


Seorang mukmin selalu optimis. Buktinya, mereka percaya akan
adanya balasan di akhirat. Sehingga seorang mukmin tidak
pernah berhenti beribadah karena yakin akan ada balasan yang
akan diterimanya di akhirat, meski pun di dunia tidak
didapatkannya.
Hal itu sesuai dengan firman Allah, Swt.:
َ َ َ َ‫اَو ََ َُي ْل ْكَبع َب َا‬
‫َبك َهَأ َحدا‬ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ ‫اٰى ََي ْر ُج‬
َ ‫َصال َح‬ َ َ
‫ ف َمنَب‬Artinya:“Maka
َ ََ ‫ز‬ َ ‫كَلقاءَبك َهَفقاعملَعمة‬ َ
barangsiapa yang berharap bertemu dengan Tuhannya maka
hendaklah beramal sholeh dan tidak menyekutukan dalam
menyembah-Nya dengan siapa pun.” (al-Kahfi: 110)
Menurut Ibnu Katsir, maksud “berharap bertemu dengan
Tuhannya” adalah berharap untuk mendapatkan balasan dan
ganjaran yang terbaik dari-Nya.
Sedangkan bukti optimisme dan harapan seseorang untuk
mendapatkan balasan terbaik adalah manakala dia terus
berusaha untuk melakukan amal-amal kebajikan; bersabar
dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan melakukan
kebaikan dengan senang hati. Itulah yang dimaksudkan dengan

﴾ 150 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


kata “ihtiisaaban” dalam sabda Rasulullah saw. yang diriwayat-
kan oleh Imam Muslim:
َْ َّ َ َ ُ ْ َ ‫ْاٰىََّيما‬
َ
‫َۚ ََ َرَلهَماَتقد َ ََمنَذ َب ََه‬،‫اَواح َتس ْ َْابا‬ ْ ‫ َمنَص ْْا َ ََب َم‬Artinya: “Barangsiapa
yang berpuasa Ramadan dengan iman dan penuh harapan, akan
diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.”

Makna ihtisaaban (penuh harapan) dalam berpuasa itu, menurut


Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, adalah “mengharapkan balasan
dari Allah.” Maka al-Khat-thabiy berkata: “Berpuasa dengan
ihtisaaban adalah mengharapkan ganjaran dari Allah dengan
disertai keadaan jiwa yang senang, tanpa ada rasa berat
menjalankannya dan tidak merasa terlalu lama waktunya.”

Puasa yang didasari iman dan pengharapan itulah yang akan


menjadi sarana penghapusan dosa-dosa yang terdahulu. Dan itu
menurut Imam Nawawi harus dilakukan dengan ihtisaban dalam
arti menjalankan puasa semata-mata karena Allah dan berharap
ridha-Nya bukan karena ingin dipuji oleh manusia.

Ketiga: Bekal Tekad dan perencanaan


Memasuki bulan Ramadan bagaikan memasuki sebuah arena
yang penuh dengan peluang dan kesempatan. Maka perlu ada
perencanaan; tentang apa yang mesti dilakukan. Jika tidak, kita
akan mengalami sok kultur, gagap situasi, sehingga tidak tahu
apa yang harus diperbuat. Akibatnya, bulan Ramadan berlalu,
kita pun tidak mendapatkan apa-apa.
Keadaan itulah yang diperingatkan oleh Nabi, saw.:
ُ َ ُْ َ َْ َ ْ َّ ُ َ َ َ َ ْ
َ‫َأٰىَي َ َرَله‬ ‫َسمَاَسن َس ْ ْ ْ ْ ْقخَقبل‬ ‫ َب َۚ َمَأ ُ ََب ُجْ ٍلََلْ َلَعقا َْه ََب َم ْ ْ ْ ْ ْاٰى‬Artinya: “Rugilah
orang yang kedatangan bulan Ramadan, lalu bulan itu pergi
(meninggalkannya) sedangkan dirinya belum memperoleh
ampunan Allah.” (Hr. Turmudzi)
Untuk itu, seorang muslim ketika memasuki bulan Ramadan
harus membuat perencaan dan bertekad untuk menjalankannya
dengan sebaik-baiknya. Contoh perencanaan program Ramadan
adalah:
1. Menjalankan puasa Ramadan dengan sempurna
2. Mendirikan sholat wajib lima waktu berjamaah di masjid
3. Melaksanakan sholat tarawikh setiap malam
4. Menunaikan zakat atau shodaqah di bulan Ramadan

﴾ 151 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


5. Mengkhatamkan al-Qur’an minimal sekali dalam satu bulan
Ramadan
6. Dan amal-amal shalih lainnya.

Semua rencana dan kegiatan selama Ramadan tersebut tidak lain


adalah dalam rangka meraih kemuliaan dan kebaikan bulan
Ramadan serta meraih tujuan berpuasa yaitu:
َ ُ َّ َ ُ ‫ه‬
1. ﴾‫ ) ﴿َل َعقك ْمَتتقكٰى‬2: 183) “agar menjadi orang yang bertaqwa”
َ ُ ْ َ ُ‫ه‬
2. ﴾‫( ﴿ل َعقك ْمَِْق ُروٰى‬2: 185) “Agar menjadi orang yang bersyukur”
َ ُ ُ ‫ه‬
3. ﴾‫( ﴿ل ََعق ُه ْم ََي ْرشدوٰى‬2: 186) “Agar mendapatkan bimbingan Allah”
َ ُْ ُ‫ه‬
4. Dan puncaknya adalah ﴾‫( ﴿ل َعقك ْمَتَ َق ُحكٰى‬2: 189), agar beruntung
di dunia mau pun di akhirat.

Marilah kita memohon kepada Allah, supaya memberikan taufiq


dan kekuatan kepada kita, agar kita mampu menjalankan seluruh
kegiatan ibadah di bulan Ramadan tanpa kendala yang berarti.

[][][][][]

﴾ 152 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


KESEMBILAN
Bulan Ramadan

A. Tiga Harapan dalam Berpuasa

Saudaraku yang dirahmati Allah


Seorang mukmin, sudah sepatutnya berbahagia dengan
kedatangan bulan suci Ramadan. Sebab bisa hidup di bulan
Ramadan adalah sebuah karunia agung. Inilah kesempatan
untuk membangun ketaqwaan yang sangat efektif. Sebagaimana
ditegaskan dalam firman Allah (al-Baqarah: 183), mengenai
َ ُ َّ َ ُ ‫ه‬
tujuan puasa adalah:َ ﴾‫“ ﴿ َلْ َعْقْكْ ْم َتْتْقْكٰى‬agar menjadi orang yang
bertaqwa” Imam al-Baghawi dan Syaikh As-Sa’diy satu pendapat
bahwa puasa itu adalah sarana paling efektif untuk mencapai
ketaqwaan sebab dengannya jiwa dan nafsu dipaksa atau
ditaklukkan untuk kebaikan.

Ramadan ini mesti kita jadikan sebagai kesempatan untuk


menggembleng jiwa agar meraih predikat sebagai orang yang
bertaqwa. Dan, dalam menjalankan puasa Ramadan ini, ada
“Tiga Harapan yang ingin Kita Raih.”
Harapan Pertama: Agar Menjadi Orang yang Bersyukur
َ ُ ْ َ ُ‫ه‬
﴾‫“ ﴿ل َعقك ْمَِْْ ْ ْق ُروٰى‬Mudah-mudahan kamu bersyukur.” (al-Baqarah:
185) Tidak banyak manusia bisa bersyukur, sebagaimana yang
dinyatakan oleh Allah, Swt.: َ‫كب‬ ُ ‫َالْ ُق‬
َّ َ َ ْ َ ‫َ َ ه‬
َ ‫“ وق َق‬Dan sedikit dari
‫الَمن ََعب َاَخ‬
hamba-hamba-Ku yang beryukur.” (Saba’: 13)
Agar manusia bersyukur Allah memberi janji penambahan nikmat
dan ancaman siksa-Nya yang amat pedih bagi yang ingkar.
‫ه‬ َ َ َ َّ ْ ُ ْ َ ْ ِ َ ْ ُ َّ َ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ِ ْ ُ ُّ َ َ َّ َ ْ َ
‫ و َإذَتْأذٰىَبككمَل َيَش ْ ْ ْ ْ ْقرتمَأ زِِليْْد كمََۖول َيَكَرتمَ ََّٰىَعْي َ ي‬Artinya: “Dan
َ ْ‫ااَلْ ْ ْ ْ ْ ْ َدي‬
‫ْد‬
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesung-
guhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrahim: 7)

﴾ 153 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Dengan puasa Ramadan dan menuntaskannya akan tumbuh rasa
ُ َ َ َ َ‫ه‬ ُ َ َّ ْ ُ ْ ُ
syukur. Allah Ta’aala berfirman: َ‫َلَ َمْاََْداك ْم‬ َٰ ‫َع‬ ‫َو َلتك َمقكاَال َعْد ََو َلتب َ ُنواَاّلِل‬
َ ُ ُ ْ َ ْ ُ ‫َ َ ه‬
َ ‫ ول ْ ْع ْ ْق ْ ْك ْ ْم َِْْ ْ ْ ْ ْ ْ ْق ْ ْر‬Artinya: “Dan hendaklah kamu mencukupkan
‫وٰى‬
bilangannya (yakni puasa Ramadan) dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (al-Baqarah: 185)
Dengan berpuasa kita tahu penderitaan orang lapar. Maka ketika
berbuka puasa, kita bersyukur sebab di luar sana ada orang yang
harus menahan rasa lapar berhari-hari karena ketiadaan apa
yang hendak dimakan. Sedangkan kita menahan lapar hanya
sehari, setelah itu berbuka dengan berbagai menu. Belum lagi
ada pahala yang disediakan oleh Allah di akhirat.

Inilah di antara maksud dariْ sabda ‫ ه‬Nabi,َ َ ُ saw.: ‫َ َ ه‬


ُ َّ َ َ‫َْ َ ي‬ ْ َْ َ َ َ
) ‫ْقمَعنَأاََرِلير‬
‫ي‬ ْ ْ ْ ْ ْ‫َبكهَ(ألرجهَمس‬ ‫َوف ْر َحَ ََح ْيَيقق‬،َ‫ي َُيَ ََر‬ َّ
ْ ‫َلقصْ ْ ْ ْ ْ َائ َمَف ْرحت َاٰىَ"َف ْرحَ ََح‬
“Untuk orang yang berpuasa ada dua kegembiraan: pertama
ketika waktu berbuka, kedua ketika waktu bertemu Tuhannya.”
(Dikeluarkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah)

Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang mesti kau dustakan dan
yang membuatmu tidak mahu bersyukur?

Harapan Kedua: Agar Mendapat Bimbingan


َ ُ ُ ‫ه‬
﴾َ‫“ ﴿َل َعق ُه ْم ََي ْرشْ ْدوٰى‬Mudah-mudahan mereka mendapat bimbingan”
(al-Baqarah: 186) Bulan Ramadan, di samping sebagai bulan
untuk memperbanyak tilawah al-Qur’an juga bulan untuk
memperbanyak doa kepada Allah, terutama doa untuk
mendapatkan bimbingnan-Nya.
ُ َُْْ َ َْ َ َ َ َّ َ ْ َ ُ ُ ‫َ َْ َ َْ َ ه‬ َ َ
َ‫كاَا‬
‫كاَُ َ ي َولَ ُ َمم ُ َ َي‬ ‫اَََع َك َالد زاعَ ََّذاََع َاٰىََۖفق َي ْس ْت َج َُب‬‫َو َإذاَ َس ْأل ََع َب َاَخَع يَِف َه ياَق زرِليَََۖأ َج‬
‫ه‬
َ ‫ ل َعقه ْم ََي ْرشْ ْ ْ ْ ْ ْد‬Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
‫وٰى‬
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka mendapatkan bimbingan.” (al-Baqarah: 186).

Mendapatkan bimbingan dan hidayah adalah perkara yang tidak


ternilai. Itulah sebabnya, setiap muslim harus memohon hidayah
sekurang-kurangnya 17 kali sehari semalam dalam sholatnya.

﴾ 154 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Dan itu terdapat dalam surat al-Fatihah yang menjadi rukunnya
sholat, Ihdinash-shiraathal mustaqim.

Dan yang dimaksud memohon hidayah di sini, menurut Ibnu


Katsir adalah hidayah irsyad berupa bimbingan ilmu dan
hidayah taufiq diberi kekuatan dan keteguhan untuk berada di
atas jalan kebenaran dan diberi kemampuan untuk menjalankan
apa yang sudah diketahui dan diyakini.

Maka di bulan Ramadan ini, kita harus bersungguh-sungguh


untuk memohon hidayah irsyad dan taufiq tersebut. Sebab jika
Allah telah memberikan hidayah kepada kita, menguatkan iman
dan islam dalam hati kita dan memberi kita kemampuan untuk
menjalankan syariat-Nya dengan baik maka itu tidak bisa dinilai
dengan dunia dan seisinya.
َ ُ َ ْ ُ ُ َ َ ُ َ ْ ْ ُ َ َ َ ْ ُ ْ َ َُ ُ‫ه‬
َ ‫اي‬
‫وٰى‬ َ َ ‫ َم ْن َ َي ْ ْهْ ْ ْ ََد‬Artinya:
َ ْ ْ ْ‫اّلِل َف ْه ْك َال ْم ْه ْتْ ْ ْ َدخ َۖ َوم ْن َي ْ ْ ْ ْ ْ ْ َقْ ْ ْل َفْ ْ ْأول َٰ ْ َئْ ْ ْ ََ ْم َال ْخ‬
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah orang
yang terbimbing dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah,
maka merekalah orang-orang yang merugi.” (al-A’raf: 172)

Harapan Ketiga: Agar Beruntung Dunia dan Akhirat


َ ُْ ُ‫هَ ه‬ ُ َّ َ
﴾َ ‫كاَاّلِلَل َعقك ْمَتَ َق ُحكٰى‬‫﴿َواتق‬ Artinya: “dan bertaqwalah kepada Allah,
mudah-mudahan kamu beruntung.” (al-Baqarah: 186)
Ayat ini masih di dalam rangkaian ayat-ayat tentang puasa
Ramadan. Dan, puncak kesuksesan orang yang berpuasa itu
adalah apabila ia berhasil meraih derajat taqwa. Dengan taqwa
itulah keberuntungan, baik di dunia mau pun di akhirat akan
diraih. Maka Bertaqwa kepada Allah dan berada di dalam jalan
hidayah adalah sebuah keberuntungan dan kesuksesan sejati.
Setelah menerangkan sifat-sifat orang yang bertaqwa dalam dua
ayat, 3 dan 4 dari surat al-Baqarah: yaitu mereka yang beriman
kepada Allah, menjalankan sholat dan berinfaq di jalan-Nya,
serta beriman kepada kitab-kitab-Nya dan yakin dengan hariُ
َ ْ ْ ُ َ َ ُ َ َّ ‫َل َ َُْ ْد ََم‬ َ َ َٰ َ
َ ‫نَبك ْ َه ْم َۖ ََوأول َٰ َئْ ْ ََ ُم َال ُمَ َق ُح‬
akhirat, Allah berfirman: ‫كٰى‬ َٰ ‫َع‬ ْ ْ‫أول َئ‬
Artinya: “Mereka itu berada di atas jalan petunjuk dari Tuhan
mereka dan mereka itulah orang-orang yang beruntung,” (al-
Baqarah: 5)

﴾ 155 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Maka puasa membangun jiwa bertaqwa, sedangkan taqwa
membawa kepada banyak keberuntungan dan keutamaan, di
antaranya:
1. Memperoleh jalan keluar
ْ ُ ‫ه‬ َ ‫ َو َم ْ ْن َ َي ْ ْ َّت ْ ْ" ه‬Artinya: “Dan barangsiapa
‫َاّلِل َ َي ْ ْ ْج ْ ْ َعْ ْ ْل َلْ ْ ْه َ َم ْ ْخ ْ ْ َر َجْ ْ ْا‬ َ
bertaqwa kepada Allah, Dia akan menjadikan untuknya
jalan keluar” (at-Thalaq:2)
2. Dimudahkan Urusan
َ ْ ‫َاّلِل ََي ْج َع ْ ْلَ هل ْ ْ ُه ََم ْن َأ ْمره َُي‬
‫لْ ْ ْ ْ ْ ْا‬ َ ‫نَي َّت" ه‬ َ ‫ َو َم‬Artinya:“Dan barangsiapa
َ‫ز‬ َ
bertaqwa kepada Allah, Dia akan menjadikan urusannya
menjadi mudah” (at-Thalaq:4)
3. Dihapuskan dosa dan diberi ganjaran yang besar
ُ َ ُ ْ َ َ ‫ه‬ َّ
ََ َ "
‫اّلِل َ ُي ْب َْ ْ ْر َع ْمْ ْ ْه َ َسْ ْ ْ ْ ْ ْ َة ْئْ ْ ْا َتْ ْ ْ َه ََو ُِلي ْ ْع ْ َظ ْ ْم َلْ ْ ْه َأ ْج ْ َرا‬ َ َ ْ ‫ َو َم ْن َ َي ْت‬Artinya: “Dan
barangsiapa bertaqwa kepada Allah, Dia akan member-
sihkan darinya dosa-dosanya dan memperbesar untuknya
pahalanya” (at-Thalaq:5)

B. Tiga Sebab Ramadan Bulan al-Qur’an


Saudaraku yang dirahmati Allah
Beberapa keistimewaan bulan Ramadan bisa dilihat dari nama
dan sebutan yang diberikan. Di antaranya, selain dikenal sebagai
syahrush-shiyaan (bulan puasa), Ramadan juga disebut sebagai
syahrul Qur’an (bulan al-Qur’an). Hal itu, sekurang-kurangnya
ada tiga alasan kenapa demikian.
Pertama: Ramadan Bulan Turunnya al-Qur’an
Tentang turunnya al-Qur’an di bulan Ramadan, diterangkan
ُ ُْ ُْ ‫َ َ ه‬ َ
dalam surat al-Baqarah, ayat 185: َ‫اهَالق ْرآٰى‬ َ ‫﴿َش ْ ْ ْ ْه ُر ََب َم ْ ْ ْاٰىَال َيخَأ زز َل ََف‬
َ ْ ُْ َ َ ُْ َ ََََ َّ ُ
َ﴾‫ات ََمنَالهد َوالَرق َاٰى‬ ‫ َد ََلقم ز‬Artinya: “Bulan Ramadan adalah
ٍ ‫اسَوكةم‬
bulan di mana al-Qur’an diturunkan, sebagai petunjuk bagi
ummat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
dan pembeda.” (al-Baqarah: 185)
Menurut Ibnu Jauziy dan juga disebutkan oleh Ibnu Katsir,
bahwa ada tiga pendapat tentang tafsir dari ayat tersebut:
1. Dinukil dari Ibnu Abbas, bahwa al-Qur’an itu diturunkan
sekaligus, yakni keseluruhannya sebanyak 30 Juz dari Lauhul
mahfuzh ke langit paling bawah dan ditempatkan terlebih

﴾ 156 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


dahulu di tempat yang disebut Baitul Izzah. Hal itu terjadi
pada bulan Ramadan sebelum diwahyukannya secara berang-
sur-angsur kepada Nabi Muhammad, saw. selama 23 tahun.
2. Menurut Mujahid, Dhahhak dan Sufyan Ibnu Uyainah, maksud
ayat itu adalah tentang turunnya kewajiban untuk berpuasa
Ramadan dan keutamaannya.
3. Sedangkan menurut Ibnu Ishaq dan Abu Sulaiman al-
Dimasqiy, ayat tersebut mengenai turunnya al-Qur’an
pertama kali kepada Nabi Muhammad, saw., yaitu terjadi
pada bulan Ramadan.

Meski pun ada tiga penafsiran berbeda tentang makna ayat di


atas, namun satu sama lain saling menguatkan tentang kemulian
Ramadan. Karena dari tiga pendapat itu dapat diketahui bahwa
segala peristiwa penting terkait al-Qur’an terjadi di bulan
Ramadan.
Bahkan Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa kitab-kitab terdahulu
juga diturunkan di bulan Ramadan. Seperti: Shuhuf Nabi
Ibrahim, as. diturunkan di malam pertama Ramadhan, Taurat
diturunkan kepada Nabi Musa, as. di malam keenam Ramadhan,
Injil diturunkan kepada Nabi Isa, as. di malam ketiga belas
Ramadhan dan Zabur diturunkan kepada Nabi Daud di malam
kedua belas Ramadhan.
Begitu juga al-Qur’an, sebagaimana pendapat Ibnu Abbas di
atas, diturun pada malam lailatul Qadar, yaitu di satu malam di
antara sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. Sebagaimana
ْ َْ ْ ُ ََْ َّ
Firman Allah: ‫َف َل ْاقْ ْ ْ ََ َالقْ ْ ْد زَب‬
‫“ ََّ ْ ْ ْاَأ زلمْ ْ ْاه َ ي‬Sesungnguhnya Kami telah
menurunkan al-Qur’an di malam kemuliaan.” (al-Qadar:1)

Kedua: Nabi Muhammad dan Jibri Tadarus al-Qur’an di


Setiap Malam bulan Ramadan
Di setiap waktu, Rasulullah, saw. adalah orang yang paling baik
hati dan paling dermawan. Apalagi ketika di bulan Ramadan,
kebaikan dan kedermawanan beliau semakin sempurna.
Sebagaimana sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, menyatakan
bahwa Rasulullah, saw. adalah orang yang paling baik hati dan
paling dermawan. Dan bertambah lagi kedermawanannya saat
bulan Ramadan, karena setiap malamnya beliau bertemu Jibril,
as. untuk tadarus al-Qur’an.” Menurut riwayat yang lain, antara

﴾ 157 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Nabi dan Jibril bergantian membaca dan menyimak bacaan al-
Qur’an.
Amalan beliau itulah yang diikuti dan diteruskan oleh para
sahabat dan tabiin, tabiit tabi’in hingga hari ini. Yaitu,
menghidupkan malam-malam Ramadan dengan tadarrus al-
Qur’an. Sebuah amalan yang sangat besar pahalanya dibanding
dengan ibadah sunnah yang lain. Itulah sebabnya di kalangan
salafus sholih sangat mengutamakan tilwah dan mengkha-
tamkan al-Qur’an di bulan Ramadan. Di antaranya, yang terkenal
adalah Sayyidina Utsman bin Affan, beliau mampu mengkha-
tamkan al-Qur’an hanya dalam satu rakaat shalat witir.
Imam Syafi’iy, selama satu bulan Ramadan, khatam al-Qur’an 60
kali. Maka Imam Azzuhriy berkata, “Bulan Ramadan itu adalah
bulan untuk membaca al-Qur’an dan untuk memberi makan
orang yang membutuhkan.” Bahkan Imam Malik, yang dikenal
sebagai ahli hadits, berhenti mengajarkan hadits dan member-
samai ahli ilmu ketika masuk bulan Ramadan dan beliau lebih
mengutamakan untuk membaca al-Qur’an dari mushaf. Begitu
juga diriwatkan tentang Sufyan Ats-Tsauriy, bahwa beliau
memilih untuk membaca al-Qur’an dari pada melakukan ibadah-
ibadah sunnah yang lain.
Maka sebagai ummat Nabi Muhammad, saw. yang ingin
mendapatkan syafaatnya, maka kita mesti mengikuti apa yang
dilakukan oleh beliau. Pumpung masih ada waktu, di sepulu
terakhir Ramadan ini, mari kita tingkatkan bacaan al-Qur’an
minimalnya kita bisa khatam sekali di bulan suci ini. Apalagi
begitu besar keutamaan yang akan kita dapatkan.
Rasulullah, saw. bersabda:
َ ْ َُ ْ َ ‫َ َ َه‬ ُ َ ‫ه‬ َ ْ َْ َ ََ ْ َ
‫ل ْ ْ ْ ْ َْأ ْمب َال َها‬
ْ ‫َوال َح َسْ ْ ْ ْ ْمَ ََب َع ز‬، َ‫َاّلِلَفقه ََب َهَحسْ ْ ْ ْ ْم‬
َ ‫او‬ َ ‫“ منَقرأَحرف‬Barangsiapa
َ ‫اَمن ََكت‬
membaca satu hurus saja dari kitab Allah (al-Qur’an) maka dia
akan mendapatkan satu kebaikan dan setiap satu kebaikan itu
akan diberikan lagi sepuluh kebaikan.” (Hr. Turmudziy)

Ketiga: Al-Qur’an dan Puasa Memberi sayafaat


Menunjukkan betapa puasa dan al-Qur’an tidak bisa dipisahkan
adalah karena kedua-duanya sama-sama akan memberi syafa’at
untuk pelaku puasa dan pembaca al-Qur’an. Sebagaimana
sebuah riwayat bahwa Rasulullah, saw. bersabda (yang artinya):

﴾ 158 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


“Puasa dan al-Qur’an akan memberi syafaat untuk hamba di hari
Kiamat kelak. Puasa berkata: “Ya Tuhan, aku mencegahnya dari
makan, minum dan menyalurkan syahwat (kepada istrinya) di
siang hari, maka berilah aku izin untuk menolongnya.” Al-Qur’an
juga berkata: “Wahai Tuhan, aka telah mencegahnya dari tidur
di malam hari karena membacaku, maka berilah aku izin untuk
menolongnya.” Maka keduanya diberi izin untuk menolong ahli
puasa dan pembaca al-Qur’an. Demikian riwayat yang terkenal
ini mengenai puasa dan al-Qur’an dari Abdullah bin ‘Amru)
Hadits-hadits tentang keutamaan puasa dan bacaan al-Qur’an
ُ ْ ُ ْ ُ َّ ُ ُ َ ُ َ َ َّ َ ْ َّ
sangat banyak di antaranya: َ‫َيْْدل ْ ُل ََمم ْه‬،‫َالر َِّلي ْاٰى‬ "‫َفَالجم ََْب ْاب ْاَيق ْالَل ْه‬
‫ََّٰى َ ي‬
ُ َ ‫ه‬ ْ ُ َ َ َ َّ ‫ ال‬Artinya: “Di surga ada
‫َالَي ْْدل ْْل ََممْ ْهَأح ْْدَۚ ْنَمز‬،ََْ ْ ‫َالقا ْْام‬
َ ‫َيك‬ ‫ائمكٰى‬ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ‫ص‬
sebuah pintu yang disebut Rayyan, di hari qiyamat yang akan
melewatinya untuk masuk surga hanyalah ahli puasa, bukan
yang lain.” (Hadits Muttafaq ‘alaih)
Dan sabda Nabi,َ saw.:
ْ َ ْ َ ‫ْ ُ ْ ُ َ َ َّ ُ َ ْ ي‬
َ َْ ‫َالق َا َامََ َش‬
"‫اعاَأ ْص ْ َح َاب َه َبواهَمسْْقم‬ َ َ َ ‫ َاق َرءواَالق ْرآٰىَف َه هَيأ َ ياَيك‬Artinya: “Bacalah
al-Qur’an, karena kelak di hari Kiamat ia akan datang untuk
memberi pertolongan bagi para sahabat-sahabatnya (yakni para
pembaca dan pengamalnya)” (Hr. Muslim)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Semoga di bulan Ramadan ini kita bisa menyempurnakan puasa
kita dengan baik dan bisa berinteraksi dengan al-Qur’an dengan
sebaik-baiknya pula. Sehingga ketika bulan Ramadan
meninggalkan kita, kita dalam keadaan terampuni dosa-dosa kita
dan menjadi hamba yang bertaqwa dengan sebenar-benarnya.

C. Tiga Cara Meraih Surga

Saudaraku yang dirahmati Allah


Bulan Ramadan dikenal sebagai bulan rahmat, ُ maghfirah dan
ْ َّ َ ُ َ
pembebasan dari neraka. Allah berfirman: َ‫ف َمنَِ ْح زز َ َع زنَالم زاب ََوأَ َل َل‬
َ َ ْ َ َ َ َّ َ ْ
َِ‫ الجمْ َْ َفقْ ْد َفْ ْا‬Artinya: “Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah
beruntung.” (Ali Imran: 185)

﴾ 159 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Lalu bagaimana caraanya supaya kita selamat dari api neraka?
Maka perlu diterangkan tentang “Tiga Cara Agar Selamat dari Api
Neraka.”
Cara Pertama: Membeli Surga dengan Rasa Takut
Setelah Nabi Adam dan Ibunda Hawa, diturunkan dari surga lalu
ditempatkan di bumi karena terbujuk oleh Iblis, maka misi hidup
anak keturunannya adalah berusaha untuk kembali lagi ke surga.
Untuk itu, mereka harus mengikuti petunjuk Allah agar
membawanya kembali ke surga.
‫َ َ َ َ ُ َ َ ََ َ ه‬ ُ َ ُ َّ َ َّ َ َّ َ
Sebagaimana firman Allah: َِ‫اوَفةَلك‬ ‫مَم َََِْْد َفمنَت َبعََ ْد‬ ‫فْ َهمْاَت ْأ َتممك‬
َ ُ ُ َ َ
َ ‫ عقی َهم ََوَََم ََتح َز‬Artinya: “Maka jika datang kepada-mu petunjuk,
‫كٰى‬
lalu barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, maka dia tidak akan
ditimpa ketakutan (di dunia) dan mereka tidak akan berduka cita
(di akhirat).” (al-Baqarah: 38)
َ
َ ٍ ‫اط َُّم ْسْ ْ ْ ْ ْت َق‬
‫ام‬ َ َ َٰ ََّ‫نَي َْْ ْ ْ ْ ْ ُاء‬ َ ‫اّلِل ََي ْد ُعكََّ َٰ َََابَال َّسْ ْ ْ ْ ْ َة ََو َِلي ْ ْهد‬
َ ‫خَم‬ ُ ‫ َو ه‬Artinya: “Allah
ٍ ََ َ َ َ ‫ز‬ َ
mengajak ke Darus Salaam (Surga / Negeri Kedamaian) dan
membimbing siapa yang dikehendaki ke jalan yang lurus”
(Yunus: 25)
Sementara itu setan berusaha untuk menyesatkan anak Adam
dan menginginkan mereka menjadi penghuni neraka. Allah, Swt.
َ َ َ ‫ه‬ ُ َ ْ َّ ُ ُ َ
berfirman: ‫ٰىَي َ ْ ْ ْ ْق ُه ْمَض ْ ْ ْ ْةَ ََب َعادا‬ ُ ‫اٰىَأ‬ َ‫ وِلي زرِليدَالْ ْ ْ ْ ْا‬Artinya: “Dan setan
ingin menyesatkan mereka kepada kesesatan yang jauh” (an-
Nisa’: 60)
َ ْ ْ ُ ُ َ ُ َْ ُ ْ َ َ َّ
َ‫او َال َّس ْ ْ ْ ْ ْ َع ْ ز‬
‫ن‬ َ ْ ْ ‫كاَمن َأص ْ ْ ْ ْ ْح‬ َ ‫ ََّ م ْ ْاَي ْ ْدع‬Artinya: “Dia (setan) itu
َ ‫كَحزك ْ ْه ََلابك‬
hanyalah mengajak golongan (pengikut)-nya agar menjadi
penghuni neraka sa’ir (yang amat panas).” (Fathir: 6)
Maka Nabi Muhammad, saw. mengibaratkan perjalanan untuk
kembali kepada Allah hingga bisa masuk Surga, seperti seorang
musafir yang ingin kembali ke rumahnya dengan selamat. Maka
ketakutannya bila terjadi apa-apa di jalan, membuatnya adlaja,
yakni berangkat lebih awal dan mempersiapkan bekal dengan
sebaik-baiknya.
ْ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ
َ ‫اِ َأ َْل َج‬
Rasulullah, saw. bersabda: ‫ل‬ََ ‫َو َم ْن َأَلج ََبقغ َال َم ْ زن‬، ْ ْ‫ من َل‬Artinya:
“Barangsiapa yang takut (khawatir tidak bisa sampai rumah
dengan selamat) maka dia akan berangkat lebih awal, dan

﴾ 160 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


barangsiapa yang berangkat lebih awal akan sampai rumah
dengan selamat.” (Hadits Hasan riwayat Turmudzi)
Menurut para ahli hadits, sabda Nabi di atas bermaksud bahwa
barangsiapa takut dan khawatir tidak bisa masuk surga maka
janganlah suka menunda-nunda ketaatannya kepada Allah. Dan
hendaklah ketakutan itu mendorongnya untuk menyiapkan bekal
sebanyak-banyaknya untuk akhirat. Sebab surga Allah itu mahal.
ُ َّ ْ ‫ْ َ َ ه‬ َّ َ ‫ْ َ َ ه َ ه‬ َّ َ
Rasulullah, saw. bersabda: ََ ‫َاّلِلَال َجم‬
َ َ‫َأََ ََّٰىَ َس ْ ْ ْ ْقع‬،َ‫َاّلِلَۚ َال َا‬
َ َ‫أََ ََّٰىَ َس ْ ْ ْ ْقع‬
Artinya: “Ingatlah dagangan Allah itu mahal, dan ingatlah
dagangan Allah itu adalah surga.” (Hr. riwayat Turmudzi)

Cara Kedua: Berdagang dengan Allah dari pagi


Seandainya ada orang yang menawarkan modal untuk kita
berdagang dengannya; modal darinya, dia sendiri yang
membelinya, bahkan kita diberi keuntungan besar. Kita pasti
dengan senang hati menerimanya. Namun itu sulit dilakukan oleh
manusia, tapi tidak sulit bagi Allah yang Maha Kaya. Dan benar,
Allah telah menawarkanَ hal itu kepada kaum ُّ beriman:
‫ُ ُ َ ه‬ َ َ ُ ُ َ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ ‫َ َٰذ ُّ َ ه‬
َ ‫كل َه‬‫ٱّلِلَ َو َب ُس‬
ََ ‫اوَأ َل ٍٍمَ*َت َممكٰىَب‬ ‫مَمنَعي‬ ‫َلَت َج َٰ ْ ْ ْ ْ َر َتمجٍك‬
َٰ ‫َع‬ ‫ی ْ ْ ْ ْأیهاَٱل َيینَءاممكاََلَأَلكم‬
َ َ ُ َ ُ َُ ُ ‫َ ه ٍ َ َُ َ ُ ُ َ ٍ ُ َ ه ه‬ َ ْ َ ُ َٰ َ ُ َ
َ ‫نَلكمَ َ ََّٰى َكمتمََتعقم َك‬
‫ٰى‬ َ ْ ‫َٱّلِل ََبأمك َٰ⁠ َلكمَ َوأ َ َسْ ْكمََذ َٰ⁠ َلكمَ َل‬
َ ‫ٍل‬ َ َ َ‫ وتج ْ ْ ْ ْ ْ ْ َهدوٰى ََف‬Artinya:
ِ ْ ْ ‫س‬
“Wahai orang-orang yang beriman, mahukah Kutunjukkan
kepada-Mu sebuah perdagangan yang akan menyelamatkanmu
dari azab yang pedih? * (yaitu) kamu beriman kepada Allah,
kepada Rasul-Nya, dan kamu berjihad di jalan Allah dengan harta
dan jiwamu. Itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Ash-
Shaff: 10-11)
Allah telah memberi modal besar untuk kita, berupa hati untuk
beriman; jiwa, raga dan harta. Semua itu adalah modal cuma-
cuma dari Allah untuk kita gunakan berdagang dengan Allah
dengan keuntungan selamat dari siksa neraka yang amat pedih
dan meraih surga yang penuh kenikmatan.
Barangsiapa siap menyambut tawaran Allah ini hendaklah
melakukannya sejak pagi hari, sebagaimana sabda Rasulullah,
ُ ُ ْ ُ ْ ُ َ ُ َ َْ ‫َْ ُ َ ه‬ َّ ُّ ُ
saw.: ‫وكقهْ ْْا‬ ‫ ب ْ ْل َالم ْ ْ ز‬Artinya: “Setiap
َ ‫اس َي ْ ْدوَفبْ ْ َْايع َ َسْ ْ ْ ْ ْ ْ ْه َفمع َتقهْ ْْاَأوَم‬
manusia telah berusaha dari sejak pagi hari, lalu dia menjual
dirinya, untuk membebaskannya (dari api neraka) atau untuk
membinasakannya (ke dalam neraka).” (Hr. Muslim)

﴾ 161 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Menurut ahli hadits, bahwa setiap manusia sejak pagi hari sudah
terbuka peluang untuk melakukan transaksi jual beli; tergantung
kepada siapa dia menjual. Jika ia menjual dirinya kepada Allah
dengan menaatinya berarti ia telah membebaskannya dari
neraka. Namun jika menjualnya kepada setan, dengan mengikuti
kemahuannya dan bermaksiat kepada Allah, berarti ia telah
mencampakkan dirinya ke neraka. Maka jalan satu-satunya
untuk membebaskan diri dari api neraka adalah dengan menjual
diri kita kepada Allah, yakni dengan menaati-Nya dan beribadah
hanya kepada-Nya.

Cara Ketiga: Mendapat Syafaat Nabi dengan Memper-


banyak Sujud
َ ُ ُ َّ َ َ ُ ُ َ َ ُ ُ َ َ ُ ‫َ ذ ُّ َ ه‬
َ ‫اَٱلي‬
Allah, Swt. bersabda: َ‫َبككم ََوٱف َعقكا‬ ‫ین ََء َاممكاَٱبف ُعكا ََوٱسْ ْجدواَوٱعبدوا‬ َ ‫ی َٰ ْ ْ ْ ْ ْ ْأیه‬
َ ُ ُ ‫ه‬ َ َّ
۩َ ‫ ٱلخ ْ َن َل َعقكم ََتَ َق ُحكٰى‬Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman;
ruku’, sujud dan sembahlah Tuhanmu serta berbuatlah
kebaijiakn agar kamu beruntung.” (al-Hajj: 77)
Menurut al-Baghawi, makna La’allakum tuflihuun adalah “agar
kamu berbahagia dan berhasil masuk surga”. Sedangkan
menurut As-Sa’diy, “agar kamu mendapatkan apa yang kamu
inginkan dan selamat dari apa yang kamu takutkan.” Maka
keinginan untuk mendapatkan surga dan selamat dari api neraka
yang kita takutkan, dapat dicapai dengan banyak menjalankan
sholat, yaitu yang diisyaratkan dengan perintahnya agar ruku’
dan sujud.
Maka suatu ketika ada seorang sahabat yang berkata kepada
Nabi, “Ya Rasulallah, mohonkanlah aku kepada Allah agar
menjadikanku sebagai salah satu orang yang mendapatkan
ََ ْ ْ ‫قنَ َال ُّس‬
syafaatmu!” Rasulullah, saw. bersabda: َ‫جك‬ َْ
ِ ‫أعَِب‬ Artinya:
َ ‫ي‬
“Bantu aku – untuk keinginanmu itu – dengan memperbanyak
sujud!” (Hadits Fatimah bin Husain bin Ali, ra.)
Nabi Muhammad, saw. tidak akan memberi syafaatnya jika orang
itu dengan terang-terangan mendurhakai Allah dan dengan
sengaja meninggalkan perintah-Nya. Karena syafaatnya tidak
diberikan cuma-cuma sebelum ada usaha dari orang yang berhak
mendapatkannya. Sebagaimana yang dinyatakan kepada
seorang sahabat yang meminta syafaatnya di atas, harus dibantu
dengan memperbanyak sujud, yakni memperbanyak sholat.

﴾ 162 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


D. Tiga Puncak Kemenangan Ramadan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Bulan Ramadan akan segera meninggalkan kita. Mumpung kita
masih berada di sepuluh hari terakhir, mari gunakan untuk
bersungguh-sungguh beribadah. Menghidupkan malam-
malamnya dengan sholat, baca al-Qur’an, memperbanyak tasbih
dan istighfar serta menuaikan hak harta kita dengan zakat,
shadaqah dan infaq.
Di akhir Ramadan ini, akan kita bicarakan tentang “Tiga Puncak
Kemenangan” hasil dari perjuangan kita selama satu bulan
Ramadan, yaitu:
1. Kemenangan Ketaatan atas Hawa Nafsu
2. Kemenangan Kebaikan Akhlaq atas Keburukan Prilaku
3. Kemenangan Spiritual atas Materi

Saudaraku yang dirahmati Allah


Setiap muslim yakin bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang
penuh berkah, yakni penuh dengan berbagai kebaikan.
Keberkatan itu membawa pengaruh positif dalam kehidupan
pribadi, keluarga bahkan masyarakat. Dan demikian itulah
sesungguhnya tujuan berpuasa di bulan Ramadan yang disebut
dengan satu kata, yakni “bertaqwa” kepada Allah. Hasil dari
bertaqwa itu terealisasikan dalam tiga kemenangan di atas dan
yang akan diterangkan sebagai berikut:

1. Kemenangan Ketaatan atas Hawa Nafsu


Dengan berpuasa selama satu bulan penuh, setiap muslim – in
syaa Allah -- telah berhasil menang dan menaklukkan hawa
nafsunya. Mereka lebih memilih menaati perintah Allah dari pada
keinginan hawa nafsunya. Itulah sebabnya, puasa menjadi
sangat istimewa dalam pandangan Allah.
Dalam sebuah hadits Qudsiy, Allah berfirman (yang artinya):
“Setiap perbuatan (amal) anak Adam adalah miliknya kecuali
puasa, karena ia adalah milik-Ku dan Aku yang akan
membalasnya...” Kenapa puasa itu sedemikian istimewa? Dalam
sebuah riwayat oleh Imam Bukhari, dijelaskan alasannya:
ُ َ ُ َ َ ُ َ
)‫ َيْ ْدع َش ْ ْ ْ ْ ْ ْه َكتْ ْه َوِ َعْ ْام ْ ْه ََم ْن َأ ْج َ يَل(بواهَالبخْ ْْابخ‬Artinya: “Dia (orang yang
berpuasa itu) meninggalkan keinginan syahwat dan makannya

﴾ 163 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


semata-mata kerena (taat) kepada-Ku.” Yakni, orang tidak
makan dan tidak minum karena semata-mata karena Allah.

Kemenangan ketaatan atas hawa nafsu, tentu saja bukan jalan


mudah. Perlu latihan dan pembiasan. Maka jika kita telah mampu
dan bahkan terbiasa mengendalikan keinginan makan, minum
dan syahwat kemaluan kita terhadap istri di bulan Ramadan,
maka meninggalkan perkara-perkara yang jelas-jelas haram
akan mudah dilakukan.
Apalagi puasa mengajarkan kita bersikap muraaqabatullah (yakni
merasa selalu diawasi oleh Allah), meski pun kita berada di
tempat yang tersembunyi dari pandangan manusia. Maka ahli
puasa akan senantiasa memilih taat kepada Allah daripada
bermkasiat.
Itulah sifat muslim yang kelak akan menjadi salah satu dari 7
golongan yang akan mendapatkan naungan di hari akhirat,
ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah, (satu di
antaranya adalah) “seorang laki-laki yang diajak (berbuat
mesum) oleh perempuan yang berpangkat dan rupawan, namun
‫ه‬ ُ َ َ
dia monolaknya dengan mengatakan: ‫َاّلِل‬ََ ِ‫ ََّ ْ يا َألْ ْ ْ ْ ْا‬Artinya:
“Sungguh aku takut kepada Allah.” [Hr. Bukhari dan Muslim]
Demikianlah kemenangan sejati, yaitu kemenangan ke atas
hawa nafsu. Dan puasa telah mengajarkan kita untuk selalu
menang melawan hawa nafsu.

2. Kemenangan Kebaikan Akhlaq atas Keburukan Prilaku


Dengan berpuasa selama satu bulan penuh, seorang muslim
telah membiasakan diri untuk berprilaku terpuji dan berakhlaq
baik. Karena puasa itu laksana madrasah yang menggembleng
muslim untuk menjadi orang yang bertaqwa, maka ketaqwaan
itu akan berpengaruh terhadap prilakunya.
Contohnya, jika ada orang yang memancing kemarahannya
dengan celaan atau kutukan, maka dia akan teringat bahwa dia
sedang puasa, sehingga dia tidak akan membalas dengan cacian
dan kutukan yang sama.

Itulah yang dimaksud oleh Rasulullah, saw. dalam hadits riwayat


Bukhari-Muslim dan Tirmidziy; bahwa “tidak ada artinya orang

﴾ 164 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


yang berpuasa, bila hanya sekedar menahan makan, minum dan
syahwat kemaluan, sedangkan ucapan dan prilakunya tidak
dijaga.”
Menurut Imam al-Ghazali, puasa yang benar itu jika dilakukan
dengan melibatkan tiga aspek: 1) Memenuhi syarat lahir: dengan
tidak makan, tidak minum, dan tidak menggauli istri dari terbit
fajar hingga tenggelamnya matahari; 2) Menjaga anggota
badan; mulut, mata, telinga, kemaluan, dan lain-lainnya, serta
3) Menjaga hati dan hanya mengarahkannya kepada Allah, Swt.
Maka dengan gemblengan selama satu bulan Ramadan untuk
menjaga mulut dan prilaku, seorang muslim sepatutnya telah
berhasil menjadi manusia yang berakhlaq mulia, seperti yang
telah dijelaskan dalam sebuh hadits mar’fu dari Abu Darda’:
َْ ََ َْ ََ َّ ‫َ َ ه‬ َّ َّ ُ ُْْ َ ْ
“َ‫خء‬ ‫َوََالَ ْ َاح ز‬،‫َوََالقع ْ َاٰى‬،‫ ”لي َالم َمن َ َب ْالَع ْ َاٰى‬Artinya: "Seorang
َ ‫َوََالب ْ َي‬،‫ش‬
mukmin itu bukanlah orang yang banyak mencela, melaknat,
berperangai buruk, dan mengucapkan perkataan kotor." (Hr.
Tirmidzi)

3. Kemenangan Spiritual atas Materi


Dengan berpuasa selama satu bulan penuh, seorang muslim
semestinya mendapatkan kemenangan spiritual atas materi.
Karena puasa telah membuka kesadaran bahwa kepuasan ruhani
jauh lebih utama dari kepuasan materi. Sebab materi tidak
bermakna jika tidak bisa menjadi sarana untuk meraih
kesuksesan ruhani dan ukhrawi. Sebagaimana firman Allah, Swt.:
َ َ ُ ْ
َ)98َ"َ‫ َوال َل َر َل ْْ هن ََوأ ْب يقَ(اأعَل‬Artinya: “Dan akhirat itu lebih baik dan
lebih kekal.” (al-A’ala: 18)
Maka kata Syaikh Sa’diy, “Seorang muslim yang berakal tidak
akan memilih perkara yang lebih rendah nilainya dan
meninggalkan perkara yang lebih tinggi nilainya, tidak akan
menjual kelezatan sesaat dengan meninggalkan kenikmatan
yang abadi. Maka mengutamakan kehidupan dunia dari pada
akhirat adalah pangkal segala kesalahan.”
Namun, arti kemenangan ruhani (spiritual) itu bukan berarti kita
tidak perlu materi. Karena kemenangan spiritual itu menjadikan
pandangan kita terhadap dunia menjadi terarah. Jika sebelum-
nya kita memandang dunia itu sebagai tujuan, sekarang kita

﴾ 165 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


fahami bahwa materi itu adalah sarana untuk meraih kebaha-
giaan di akhirat.
Harta bagi seorang muslim hanya dipegang di tangan bukan
sampai menguasai hatinya, sehingga tidak berat untuk
menggunakannya dalam kebaikan. Ketika ada orang butuh
bantuan, dia ringan untuk membantu dan jika waktunya
berzakat, dia mudah mengeluarkan zakatnya. Harta yang
ْ َ ْ
ُ ‫َال َم‬
dikelola seperti itulah yang dipuji oleh Rasulullah, saw.: َ‫ال‬ ‫َ عم‬
َّ ‫الصال ُحَل َّقر ُجل‬
َ ‫َالص َال ز‬
‫ح‬ ّ Artinya: “Sebaik-baik harta yang baik itu adalah
َ َ َ
(harta) yang dimiliki orang yang sholih.”
Untuk mengetahui apakah kita termasuk golongan ahli dunia
atau ahli akhirat, Sayyidana Ali memberi jawabannya: “Jika
datang dua orang kepadamu, yang satu hendak memberi dan
yang satu hendak meminta; jika kamu lebih senang diberi,
berarti kamu ahli dunia; dan jika kamu lebih senang memberi,
berarti kamu ahli akhirat.”
Syaikh Asy-Sya’rawiy 13 menambahkan, sifat ahli akhirat itu
adalah orang yang menyambut gembira orang yang datang
ْ َ َ
untuk ُ meminta, dan dia berkata: َ َ‫َم ْر َحبْْا ََب َم ْنَ َج ْ َاء ََل َا ْح َم ْ َلَِ َاَخَ ََّ َال َل َر‬
ْ َ
ٍَ‫ َبْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ زن َأجْ ْ ْ َر‬Artinya: “Selamat datang wahai orang yang datang
kepadaku untuk membawakan bekalku ke akhirat tanpa upah!”
Saudaraku yang dirahmati Allah
Demikian tiga kemenangan sejati yang hendaknya kita raih
setelah keluar dari bulan Ramadan dan kita layak mendapatkan
ucapan doa dan selamat dari saudara-saudara kita kaum
muslimin dengan doa: “Minal ‘aa-idiin wal faa-iziin…” (Semoga
kita termasuk orang-orang yang kembali kepada Allah dan
orang-orang yang mendapatkan kemenangan.”

[][][][][]

13
Muhammad Mutawalliy Asy-Sya’rawiy (1329-1419H.), mantan Menteri
Wakaf Mesir, seorang ‘alim, sebagai mufassir ma’aanil Qur’an kontemporer
yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan cara yang mudah dan sederhana. Beliau
dijuluki sebagai Imamnya para Dai.

﴾ 166 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


KESEPULUH
Bulan Syawal

A. Tiga Perkara yang Perlu Diketahui

Saudaraku yang dirahmati Allah


Marilah kita semua menjaga ketaqwaan kepada Allah dengan
sebenar-benar taqwa. Menjalankan segala yang diperintahkan
dan menjauhi segala yang dilarang. Dan ketahuilah bahwa Allah
itu senantiasa bersama orang-orang yang bertaqwa.
Selanjutnya, wajib kita bersyukur kepada Allah atas segala
nikmat dan karunia-Nya, di antaranya adalah nikmat iman dan
keamanan, sehingga kita bisa menjalankan ibadah dengan
tenang dan aman. Dalam hal ini, kita tidak boleh melupakan
saudara-saudara kita yang hari-hari ini sedang berjuang untuk
mempertahankan keimanan dan meraih kedamaian.
Di antaranya adalah saudara-saudara kita di Palestina yang
berjuang untuk kemerdekaan dan mempertahankan Masjdil Aqsa
dari dijarah dan dikuasai oleh kaum zionis Yahudi. Maka marilah
kita sisipkan doa-doa kebaikan untuk mereka agar Allah
senantiasa menolong perjuangan mereka hingga mendapatkan
kemenangan atas musuh-musuh-Nya.
Saudaraku yang dirahmati Allah
Kita ingin berbicara tentang kelanjutan amal sholih pasca
Ramadan. Di antaranya adalah amalan puasa 6 hari di bulan
Syawal. Maka ada tiga perkara yang perlu kita ketahui:
1. Amalan di Bulan Syawal
2. Hukum dan Keutamaan Puasa Syawal
3. Waktu dan Cara Melaksanakannya
Berikut ini penjelasan selanjutanya:
1. Amalan di Bulan Syawal
Seorang muslim tidak kenal pensiun dari beribadah. Setelah
melakukan satu jenis ibadah, seorang muslim akan segera
memulai bentuk ibadah yang lain. Sebagaimana Allah berfirman:

﴾ 167 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


َ َ ْ َ َ َ
ََْ ْ ْ ْ ْ ‫“ ف َهذاَف َرۚ ٌَفا َص‬Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain.” (Asy-Syarah: 7)
َ َ ‫َ َ َ ْ يَ ْ َ َ َ َّ ْ ُ َ ُ ْ َ َّ ه‬
‫َۚ ََُ ه‬
Dan Allah, Swt. berfirman: َ‫كب‬ ‫ومنَيق زنَِحسْ ْمََ ززََله ََفَهاَحسْ ْماََ ََّٰىَاّلِل‬
‫كبه‬ ُ َ
َ ‫ شْ ْق‬Artinya: “Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami
tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”
(asy-Syuura: 23)
Menurut Imam al-Baghawiy, maksud ayat di atas, adalah
“barangsiapa yang bertambah ketaatannya maka akan
dilipatgandakan pahala kebaikannya.”
Dan sebelumnya, Said bin Jubair dan ulama’ salaf yang lain
berkata: “Di antara bentuk balasan kebaikan adalah (dimudah-
kannya seseorang untuk melakukan) kebaikan seperti itu sesu-
dahnya. Sebagaimana balasan untuk keburukan adalah (orang
itu mudah) untuk melakukan keburukan lagi sesudahnya.”
Bahkan seorang Alim berkata, “tanda sebuah amal kebaikan itu
diterima oleh Allah adalah bahwa pelakukannya tidak berhenti
beramal bahkan tetap melanjutkan amal sholih-nya.”
Dengan demikian, menjaga dan melanjutkan kebaikan sesudah
melakukan suatu kebaikan adalah bentuk dari pahala kebaikan
itu sendiri dan sekaligus menjadi tanda bahwa kebaikan kita
diterima oleh Allah. Tentu saja kita harus tetap berdoa dan
berharap kepada Allah, agar seluruh amal ibadah kita diterima
dan tidak terputus pahalanya.
Allah memerintahkan agar kita berharap hanya kepada-Nya:
َ َ َ َ َ َٰ َ
َ ۚ‫َبك َف ْاب‬ ‫ و َإ‬Artinya: "Dan hanya kepada Tuhan-mu hendak-nya
kamu berharap.” (al-Syarh: 8)

2. Keutamaan Berpuasa 6 Hari di bulan Syawal


Di antara amalan yang besar keutamaannya dan sebagai
kelanjutan amalan Ramadan adalah berpuasa 6 hari di bulan
Syawal. Diterangkan dalam sebuah hadits Shahih, bahwa
َ َ ُ َ َ ْ َّ ُ َ َ َ َ َ َ ْ َ
Rasulullah, saw. bersabda: َ‫َباٰى‬،‫اَم ْنَشْ ْ ْ ْ َّك ٍال‬ َ ‫منَصْ ْ ْ ْا َبم ْ ْ ْ ْاٰىَسمَأتبعهَ َسْ ْ ْ ْت‬
ْ َّ
)‫ ك َص ْ ْ ْ ْ ْ َا ْ ْا َ َالْ ْْدَ زَر» َ(بواهَمسْ ْ ْ ْ ْْقم‬Artinya: “Barangsiapa yang berpuasa
Ramadan kemudian melanjutkannya dengan berpuasa 6 hari di

﴾ 168 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


bulan Syawal, (maka) ia seperti berpuasa setahun penuh.” (Hr.
Muslim)
Dijelaskan dengan sabda Nabi, Saw. di dalam hadits yang lain
adalah, “satu kebaikan itu digandakan menjadi sepuluh
kebaikan.” Maka puasa wajib satu bulan Ramadan dikalikan
sepuluh maka (nilainya) menjadi sepuluh (bulan), kemudian 6
hari di bulan syawal dikalikan sepuluh (menjadi) 60 hari atau
sama dengan 2 bulan. Maka seluruhnya menjadi satu tahun
puasa.
Karena kemurahan Allah, kata para Ulama’ – pahala puasa
Ramadan yang wajib itu sama dengan pahala puasa 10 bulan,
dan pahala 6 hari puasa Syawal itu disamakan dengan pahala
puasa wajib 2 bulan.
Karena keutamaannya yang sangat besar itu, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa sahabat Usamah bin Zaid
tidak pernah meninggalkan puasa 6 hari di bulan syawal sampai
beliau meninggal.
Menurut al-Hafizh Ibnu Rajab, puasa Syawal itu seperti puasa
Sya’ban, karena keduanya mengiringi puasa Ramadan.
Kedudukannya seperti sholat qabliyah dan ba’diyah. Bedanya,
puasa syawal pahalanya disamakan dengan pahala puasa
Ramadan sedangkan puasa Sya’ban pahalanya tetap sebagai
pahala puasa sunnah. Namun keduanya, seperti sholat rawatib,
bisa menjadi penyempurna bagi amalan wajib – seperti sholat
fardhu atau puasa Ramadan – yang mungkin ada
kekurangannya.
Walau pun begitu, para Ulama’ tetap berpendapat bahwa puasa
6 hari di bulan Syawal itu hukumnya sunnah bukan wajib.
Dengan kata lain, nilai pahalanya seperti pahala puasa wajib
namun hukumnya tetap sunnah.

3. Cara Pelaksanaan Puasa Syawal


Berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim di atas, sebagian
ulama’ berpendapat, bahwa puasa syawal itu sebaiknya
dilakukan setelah orang membayar utang puasanya terlebih
dahulu. Alasannya, pertama: dari sabda Nabi “barang siapa yang
berpuasa Ramadan…” menunjukkan bahwa itu adalah untuk

﴾ 169 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


orang yang telah menjalankan puasa sepenuh bulan Ramadan,
bukan puasa di sebagian bulan Ramadan.
Kedua, mengutamakan kewajiban itu lebih disukai oleh Allah dari
kesunnatan, sebagaimana sabda Rasulullah, saw. tentang firman
َ ُ ْ َ ْ َّ َّ َّ َ ْ َ َّ َ َّ َ َ
Allah, Swt.: )‫َمماَاف ي َنضْ ْ ْ ٌَْعق ْا َهَ(بواهَالبخابخ‬ ‫سْ ْ ْ ْ ٍءَأحَََّ ي‬
‫وماَتقروََّ ي َعب َدخَب ي‬
“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan
perkara yang lebih Kucintai selain menuaikan kewajibannya
kepada-Ku.” (Hr. Bukhari)
Dengan demikian pelaksanaan puasa 6 hari di bulan syawal,
adalah sebagai berikut:
1. Puasa suannah 6 hari di bulan syawal baru boleh dilakukan
setelah tanggal 1 Syawal, yaitu keesokan hari dari Idul fitri,
karena idul fitri adalah hari untuk makan dan minum serta
hari bersenang-senang.
2. Lebih utama jika dijalankan setelah menqada’ (berpuasa
untuk membayar) puasa ramadan yang ditinggalkan karena
uzur syar’iy; seperti sakit atau bepergian. Maka sebagian
ulama’ berpendapat, seandainya ada seorang yang tidak bisa
puasa selama bulan Ramadan seperti wanita hamil,
melahirkan atau menyusui, lalu di bulan syawal dia bisa
berpuasa maka diutamakan berpuasa qa’dha’ terlebih dahulu.
Dan jika tidak cukup hari untuk berpuasa syawal, maka bisa
dilakukannya di luar bulan tersebut.
3. Puasa 6 hari di bulan Syawal boleh dilakukan secara tidak
berurutan, boleh terpisah-pisah yang penting sebanyak 6 hari
dan diniatkan untuk menjalankan puasa sunnah syawal.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Demikianlah tentang amalan di bulan syawal, terutama
menjalankan puasa enam hari, mudah-mudahan kita tetap
bersemangat menjalankan segala amal ibadah, untuk menjaga
kesinambungan amal sholih kita. Dan jangan sampai kita keluar
dari bulan ini tanpa menjalankan amalan yang besar pahalanya
tersebut. Maka kepada Allah kita memohon taufiq-Nya dan agar
hati dan kaki kita dikokohkan berada di jalan-Nya hingga akhir
hayat kita.

﴾ 170 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


B. Tiga Cara Mempertahankan Kemenangan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Di bulan syawal ini, nuansa kemenangan masih terasa. Gema
takbir dan pengagungan Allah masih terngiang di telinga dan
membekas di dalam hati. Mudah-mudahan kesan-kesan
kebaikan Ramadan dapat kita pertahankan dan menjadi bekal
untuk kembali ke Ramadan berikutnya.
Marilah kita menjaga dan merawat kemenangan itu dengan
senantiasa bertaqwa kepada Allah untuk mendapat
َّ ْ َ ‫كاَاّلِل ََوا ْعْقْ ُمْكاَأ َّٰى ه‬
َ‫ه‬ ُ َّ
ََْ ْ ‫َاّلِل َ َمْ َع َالْ ُمْتْ َق‬
perlindungan-Nya: ‫ي‬ ْ‫ َواتْق‬Artinya: “Dan
bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah itu
bersama orang-orang yang bertaqwa.” (al-Baqarah: 194)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Di antara nikmat besar untuk ummat manusia di akhir zaman ini
adalah diutusnya Nabi Muhammd, saw. sebagai guru kehidupan.
Seperti yang dinyatakan dalam firman Allah:
ُ ِّ َ ْ ْ َ َ َ ْ ُ ُ ُ ِّ َ ُ َ ْ ُ ِّ َ ُ َ َ َ ْ ُ ْ َ ُ ْ َ ْ ُ َ ُ َْ َ ْ َ
َ‫حك َمَ ََو ُِلي َعق َُمكم‬
َ َ ‫اَفاك ْم ََب ُسْ ْ ْكََممكمَيتقكَعقاكمَآي َاتماَوِليزفاكمَوِليعقمكمَال َبتاوَوال‬
َ ‫بماَأبسْ ْ ْقم‬
َ َ ُ ُ َ
َ ‫ َّماَل ْمَتبك كاَت ْعق ُم‬Artinya: “Sebagaimana (Kami telah menyempur-
‫كٰى‬
nakan nikmat Kami kepadamu), Kami mengutus kepada-mu
seorang Rasul dari kalangan kamu untuk membacakan ayat-ayat
Kami kepada-mu, menyucikan dirimu dan mengajarkan
kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (sunnah-
sunnahnya), serta mengajarkan kepada-mu apa yang belum
kamu ketahui”. (al-Baqarah: 151)
Di antara sarana tazkiyyatun nafsi (pemberisihan jiwa) sebagai
kunci keselamatan manusia yang disyariatkan oleh Islam melalui
Nabi Muhammad, saw. adalah berpuasa di bulan Ramadan,
َ
seperti sabdaُ Rasulullah, saw.: َ‫اح َت َس ْ ْ َاباَل َر َ ََم ْن‬ َ َ‫َف َم ْنَ َص ْ ْ َام ُه ََو َق َام ُه‬
ْ ‫َّيما َا ََو‬
ِ ُ ُّ ُ ْ َ َ ْ َ ُُ
)‫ْاا‬ َ ‫ ذ‬Artinya: “…. Maka barangsiapa yang
‫وك َهَكَك ٍ َولدتهَأم َه»َ(بواهَالنسْ ي‬
menjalankan puasa Ramadan dan menegakkan sholatnya
dengan penuh keimanan dan pengharapan (akan ampunan
Allah), maka dia akan terlepas dari dosa-dosanya seperti di hari
ketika ibunya baru melahirkannya.” (H.r. Nasaa’iy)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Untuk menjaga nikmat Allah yang besar ini, yaitu agar kita tetap
mendapatkan nikmat bersama Rasulullah, saw. dan mendapat-

﴾ 171 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


kan manfaat dari ajarannya, sebagaimana yang dijelaskan dalam
kelanjutan ayat di atas, adalah ada tiga perkara:
Pertama: Banyak mengingat Allah
ُ ُْ ْ ُ ُْ َ
َْ ْ ْ ْ ‫وا َأذف ْ ْ ْ ْرك‬
‫م‬ ‫ ف ْ ْ ْاذف ْ ْ ْر َ ي‬Artinya: “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku akan
mengingatmu.” (al-Baqarah: 152) Ibnu Abbas, ra. berkata
tentang ayat ini, (bahwa Allah seolah-olah berfirman): “Ingatlah
kepada-Ku dengan menaati-Ku, maka Aku akan mengingatmu
dengan ampunan-Ku.” Dan berkata Said bin Jubair, r.h.:
“Ingatlah kepada-Ku dalam kenikmatan dan kesenangan,
niscaya Aku akan mengingatmu dalam kesulitan dan ujian.”
Menurut al-Baghawi, karena kebiasaan Nabi Yunus, as. yang
selalu dzirullah, selalu bertasbih dan mengingat Allah, maka dia
diselamatkan dan dikeluarkan dari perut ikan yang menelannya.
Allah, SWT. berfirman:
َ ُ ْ ْ َ ْ َ ُ َّ َ َ
َ ‫َف ََبَ َمْ َهَ ََّ َٰ ََي ْك َ َُي ْب َعب‬
* ‫كٰى‬ ََْ ْ ‫ فق ْكََأ ْهَب ْاٰى ََم َنَال ُم َس ْ ْ ْ ْ ْ َب َح‬Artinya: “Maka
‫ي * لق َبْث َ ي‬
kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak
mengingat Allah * niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu
sampai hari berbangkit.” (as-Shaffaat: 143)
Bacaan tasbih dan dzikir yang dibaca oleh Nabi Yunus, as. ketika
َ َ َّ
berada di perut ikan, menurut Said bin Jubair, r.h. adalah:”َ‫ََ ََّل َٰ ه‬
َ‫ي‬ ‫ه‬ َ ُ ُ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َّ
َْ ْ ‫ َ”َََّأ ٌَسْ ْبحا َ ََّ ياَكمٌ ََمنَالظ َال َم‬Artinya: “Tiada tuhan yang berhak
disembah kecuali Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya Aku
termasuk orang-orang yang zhalim.”
Maka doa yang didahului dengan dzikir: tasbih, tahmid, takbir
dan tahlil, menurut para ‘Ulama adalah lebih utama daripada doa
yang langsung diajukan. ُ َ َ َ Oleh sebab itu Rasulullah, saw.
َْ ‫اَأ ْعَِال َّسْ ْ ْ ْائق‬ ْ ُ ُْ َ ْ ‫َ ْ َ َ ُ ُْْ ُ َ ْ ْ َ ْ َ ْ ي‬
bersabda: َ‫ي‬ ََْ َ ‫َم‬ ‫ل‬ ْ ْ ْ َ
‫َأف‬ ‫ه‬‫ت‬ََ ‫ع‬‫منَش ْ ْ ْ قهَالقرآٰىَو َذك زرخَعنَمس ْ ْ ْأل َ يَِأ‬
“Barangsiapa yang disibukkan oleh al-Qur’an dan berdzikir
kepada-Ku, (sehingga lupa) untuk meminta kepada-Ku, maka
Aku akan memberinya sesuatu yang lebih utama dari apa yang
Ku-berikan kepada orang yang meminta kepada-Ku.” (Dari Abu
Said al-Khudri, ra.)
Dan banyak berdzikir kepada Allah adalah kunci keberuntungan,
َ ُْ ُ‫ه ه‬ َ ‫ َو ْاذ ُفْ ُر ه‬Artinya: “Dan
sbegaimana firman-Nya: ‫كٰى‬َ ‫واَاّلِل َك َب ْ َناَل َعقك ْم َتَ َق ُح‬
banyak-banyaklah mengingat Allah mudah-mudahan kamu
beruntung!” (al-Anfal: 45)

﴾ 172 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kedua: Bersyukur kepada Allah
ُْ َ َ ُ ْ
َ َ ‫ َواش ْ ْ ْ ْ ْقْ ُرواَ َ ي ََوَ َتْبَ ُر‬Artinya: “Dan bersyukurlah kepadaku, dan
‫وٰى‬
janganlah kamu ingkar terhadap-Ku” (al-Baqarah: ََ ْ ُْ 152) Di ayat
ْ ِ َ ‫َأِ َِليد َّ ُك ْمَ ََۖول‬ َ ْ ِ ْ ُ ُّ َ َ َّ َ ْ َ
yang lain Allah. Swt. berfirman: َ‫ي‬ ‫ز‬ ‫م‬ ‫ت‬
‫ر‬ ‫ق‬ ْ ْ ْ ْ ْ ‫ش‬ َ ‫و َإذَتأذٰىَبككمَل َي‬
‫ه‬ َ َ َ َّ ْ ُ ْ َ
‫ كَرتم َ ََّٰى َع ْي َ ي‬Artinya: “Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu
َ ْ ‫اا َلْْ ْ ْ ْ ْ ْ َدي‬
‫ْد‬
memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrahim: 7)

Menurut Ibnu Qayyim dalam kitab Madaarijus Saalikin ,


ََ ُ ُ ُ ُ ْ َ َ
Syukur itu adalah menampakkan kesan ‫مَ أ ر ِ ْ َ ُّ ُّ ُّ ِة‬ ‫الش ُّ ُّ ُّ ُّ ُّثر نع‬
nikmat Allah: :‫للا‬ِ
ً ََ ْ َ ‫َع ََل ل َسُّ ُّ ُّ ُّ ُّ ُّ ُّ ن‬
1. Di bibir dengan memuji Allah dan ُّ ُّ ‫د‬
ِِ ُّ ُّ ‫ع‬ ِ ًِ
mengakui nikmat-Nya ْ ‫َو‬
، ‫اع ِ ِ َتاف‬
ً ً ُ َْ َ
2. Di hati dengan kesaksian dan ،‫َو َعَل قل ِ ِه ش ُعمدا َو َم َح َّ ة‬
kecintaan kepada-Nya َ
ً ْ
3. Di anggota badan dengan ketundukan ‫َو َع َُّل َ ُّ ُّ َماَ ِحُّ ُّ ُّ ِه ا ُّ ِقُّ ُّ َ ُّ ُّ ُّ دا‬
ًَ َ َ
dan ketaatan kepada-Nya. ‫وط عة‬

Maka berdasarkan ini, syukur itu punya tiga rukun:


1. Bersyukur dengan lisan, yaitu dengan memuji Allah yang
memberikan nikmat
2. Bersyukur dengan hati, yaitu dengan memberi kesaksian dan
pengakuan bahwa segala nikmat itu datangnya hanya dari
Allah
3. Dan besyukur dengan anggota badan, yaitu dengan
menggunakan dan menundukkan anggota badannya untuk
menaati Allah.
Dan inilah di antara maksud dari firman Allah, SWT:
ْ َ َ َ َ َ َ ْ َّ َ
َ ‫َبكْ َف َحْد‬
‫ث‬ َ ْ‫ وأم‬Artinya: “Dan adapun dengan nikmat Tuhan-
ََ ْ‫اََ َمعم‬
mu, maka tampakkanlah!” (ad-Dhuha: 11)
Cara menampakkan nikmat Allah, menurut Katsir, adalah dengan
cara menceritakannya kepada orang lain (dengan penuh rasa
syukur dan dengan memuji Allah yang telah memberinya nikmat
itu). Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah, saw.:
َ َ َ َ َْ ْ ُ َ َ ْ َ َ ََْ ْ َ
‫اَوأ َت َّم َهاَعق َْما‬ َ ‫اَقاب‬
َ ‫قَه‬
َ ‫ واجعقماَشْ ْ ْ ْ َاف زرِلين ََل َمعم َت َمب َم ْي َََه‬Artinya: “Dan jadikanlah
kami sebagai orang yang mensyukuri nikmat-Mu, memuji-Mu

﴾ 173 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


karenanya dan menerimanya dengan senang hati. Dan,
sempurnakanlah nikmat-Mu kepada kami!”
Di antara cara menunaikan syukur kita kepada Allah adalah
dengan mengucapkan doa ini di setiap pagi dan petang:
ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ‫ه‬
َ‫َفقْ َال َح ْمْد‬، ْ‫َيِليْ َل‬ ‫ز‬ ََ‫َف َممْ َوحْدك‬، ْ‫َا ََم ْنَ َ ْع َمْ ٍََأ ْوَ َبْأ َحْ ٍد ََمنَلق َق‬
‫ي‬ َ ‫الق ُه َّمَ َمْاَأ ْص ْ ْ ْ ْ ْ َبح‬
ْ ُّ َ
‫ َولْ ْ ْ َالْْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْقْ ْ ْ ُ َر‬Artinya: “Ya Allah, apa yang kudapat dan (yang
didapatkan) oleh seorang hamba dari makhluq-Mu di pagi hari
ini (atau di petang hari), adalah semata-mata dari karunia-Mu,
tiada sekutu bagi-Mu, maka bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu
segala syukur.”
Rasulullah, saw. bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang
mengucapkannya di pagi hari dan di petang hari maka ia telah
menunaikan rasa syukurnya pada hari itu.” (Diriwayatkan oleh
Abdullah ibn Ghanam al-Bayaati)

Ketiga: Bersabar dalam segala keadaan


Allah, SWT, berfirman:
َ ‫َآم ُمكاَا ْس ْ ْ َتع َُمكاَبال َّص ْ ْ ْن ََوال َّص ْ ْ َة َََّ َّٰى ه‬
ََ ‫َاّلِل ََم َعَال َّص ْ ْ َاَ زر‬ َ ‫ين‬ ‫َ ُّ َ ه‬
َ ‫اَالي‬
‫ِلين‬ َ َ ‫ز‬ َ َ َ ‫ ياَأيه‬Artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman, memohonlah pertolongan kepada
Allah dengan kesabaran dan sholat, sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 153)

Para ulama’ membagi sabar dalam tiga macam:


1. Sabar dalam ketaatan
Karena nafsu manusia cenderung kepada kemalasan dan
keberatan jika diajak untuk menjalankan ketaatan dan
peribadatan, maka untuk menundukkannya butuh kesabaran.
Inilah yang disebut dalam firman Allah, SWT.:
ُ َ ُ َ َ ‫َبك ْ ُهمَب ْال َ َدا َ ََو ْال َع‬
َۖ‫سْ َُي زرِليدوٰى ََو ْج َهه‬
َ ُ َْ َ ‫َ ْ ْ َْ َ َ َ َ ه‬
َّ َ ‫كٰى‬‫ واصْ َنَ َسْ َمعَال َيينَيدع‬Artinya: “Dan
‫ي‬ َ
sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang berdoa
(beribadah) kepada Tuhannya di waktu pagi dan petang,
semata-mata mengharapkan keridhaan-Nya…” (al-Kahfi: 28)

2. Sabar terhadap kemaksiatan


Kemaksiatan selalu menarik keinginan nafsu untuk didatangi.
Maka orang yang berhasil mengendalikan nafsunya dan
bersabar terhadap ajakannya karena takut kepada Allah adalah
orang ْ yang beruntung. Allah berfirman:ْ ْ
َ ْ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َّ َ
ََٰ ‫َبك َه ََو َهَالمَ َ َع زنَال َه َك‬ َ َ ََ ‫َال َج َّم‬
‫َهَال َمأ َو ََٰ *َ وأماَمنَلاَِمقا‬
ْ َّ َ
‫ف َهٰى‬
‫ي‬

﴾ 174 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran
Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya *
maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal-(nya).” (an-
Naazi’at: 40-41)

3. Sabar dalam ujian


Dunia ini adalah daarul bala’ (tempat ujian), maka seorang
mukmin harus siap dan bersabar dalam segala ujian dari
Allah. Sebagaimana firman-Nya:
َ َّ َ ُ َْ َ َ َْْ َ َ ََْ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ‫َول َم ْب ُق َك َّ ُكمَب‬
ْ ‫ات َ ََو َب ز‬
َْ ْ ْ ْ ْ ‫ل‬ َ ‫ر‬َ َ ‫الب‬
‫م‬ ‫َو‬ ‫ز‬ َ ‫اأ‬ ‫َو‬ ‫ال‬
َ ‫ص َمن َاأمك‬
‫َو ق ر‬
َ ‫وع‬
‫س ْ ْ ْ ْ ْ ٍء َمن َالخك َِ َوالج ز‬‫َ ي‬
َ‫ِلين‬ َّ
َ ‫ الصْ ْ ْ ْ ْ َاَ زر‬Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 155)

Saudaraku yang dirahmati Allah


Itulah tiga cara untuk menjaga kemenangan dan nikmat Allah
yang telah kita peroleh, terutama nikmat menjadi ummat Nabi
Muhammd, saw.:
1. Dengan selalu mengingat Allah (dzikrullah) kita akan
mendapatkan ketenangan dan keberuntungan
2. Dengan bersyukur atas segala nikmat-Nya, membuat
kenikmatan yang kita peroleh akan ditambah dan dikekalkan.
3. Dengan kesabaran dalam segala keadaan kita akan
mendapatkan balasan terbaik dan penjagaan dari Allah
hingga meraih surga-Nya.

C. Tiga Kualitas Pribadi Bertaqwa

Saudaraku yang dirahmati Allah


Setelah memuji Allah dan bersholawat kepada baginda Nabi,
keluarga, sahabat dan para pengikut-nya, Khotib mengingatkan
kepada kita semua agar teguh dalam ketaatan dan ketaqwaan
kepada Allah. Sebagaimana Allah mengingatkan kita “agar
bertaqwa kepada-Nya untuk mendapatkan keberuntungan.”

Hari ini adalah jum’at terakhir di bulan Syawal, khatib ingin


mengingatkan kembali kepada diri kita semua, tentang hasil

﴾ 175 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


perjuangan selama bulan Ramadan yang – in sya Allah -- telah
kita raih, yaitu predikat sebagai orang-orang yang bertaqwa.
Mudah-mudahan kita tetap mempertahankan kesan dan
pengaruhnya demi kebaikan hari-hari kita ke depan.

Untuk itu, khatib perlu menukil pendapat sahabat Ibnu Mas’ud,


ra. tentang “Tiga Kualitas Pribadi Orang Bertaqwa”. Ketika
menerangkan firman Allah, Swt.: “Ittaqullaaha haqqa tuqaatih”
(surat Ali Imran:102) / “bertaqwalah kepada Allah dengan
sebenar-benar taqwa” Ibnu Mas’ud berkata:
ََ َ َ ْ
1. “َْ ْ ْ ْ ْ ‫ أٰى َُيَْ ْاع َفة َُي ْع َع‬/ an yuthaa’a falaa yu’shoo“ (Bahwa Allah
mesti ditaati bukan ditentang)
ْ ََ ْ
2. “َ‫ َو ُِلييك َرَفة َُين َس‬/ wa yudz-kara falaa yunsaa“ (Bahwa Allah mesti
diingat bukan dilupakan)
َْ ََ ْ ْ
3. “َ‫ َوأٰى َُيْْق َرَفة َُيبَ ُر‬/ wa an yusy-karu falaa yukfaru“ (Dan bahwa
nikmat Allah itu mesti disyukuri bukan diingkari).”

Saudaraku yang dirahmati Allah


Berdasarkan tafsir (penjelasan) Sahabat Ibnu Mas’ud, ra. di atas,
dapat difahami bahwa orang yang bertaqwa itu sekurang-
kurangnya harus merealisasikan tiga kualitas dalam kepriba-
diannya:

Kualitas Pertama: Orang bertaqwa selalu taat kepada Allah


dan tidak mendurhakai-Nya dan tentu juga taat kepada Rasul-
Nya, sebagai mana firman Allah.
ُ ْ ُ ُ َ َ َ ‫اع ه‬ ُ ِ‫َآم ُمكاَأ‬ ‫َ ُّ َ ه‬
َ ‫اَالي‬
َْ ‫كل ََوََت ْب ََقكاَأع َمالك‬
‫م‬ ْ ْ ْ ْ ْ‫كاَالر ُس‬
َّ ‫اع‬ ُ ِ‫كاَاّلِل ََوأ‬
َ َ
َ ‫ين‬
َ ‫ ياَأيه‬Artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah
kepada Rasulnya dan janganlah kalian merusakkan amal-amal
kalian) dengan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat.”
(Muhammad: 33)
Imam al-Qurthubiy, menukil perkataan al-Hasan, mengatakan
bahwa kemaksiatan dan dosa-dosa besar bisa merusakkan
pahala kebaikan.

Di antara perkara-perkara yang bisa merusak amal kebaikan


menurut para mufassir adalah:

﴾ 176 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


1) Riya’ dan sum’ah (pamer dan membangga-banggakan
kebaikan kepada orang lain)
2) ‘Ujub (merasa dirinya yang paling baik dan benar)
3) Mannan (mengundat-undat atau menyebut-nyebut kebaikan
yang pernah dilakukan kepada orang lain)

Oleh karena itu, orang bertaqwa hendaklah selalu berusaha


menjaga diri dari kemaksiatan baik lahir mau pun batin dan
berkomitmen menjalankan ketaatan agar amal kebaikannya
terus terjaga dan berpahala di sisi Allah, Swt.

Kualitas Kedua: Orang bertaqwa selalu mengingat Allah dan


tidak menjadi orang yang lalai dari mengingat-Nya. Sebagaimana
Allah, Swt. berfirman:
ُ َ َ ْ ُ ُْ َْ ْ َ ُ َ َ َ ُّ َْ َ َ ْ َ ْ َ َّ َّ ُ ْ َ
ََ ‫اَو َلاََ ََوَوٰىَال َج ْه زر ََم َنَالق ْك َل ََبال د َو ََوال َصْ ْ ْ ْ َال ََوََتب‬
َ‫نَم َن‬ ‫َفَ َ َسْ ْ ْ ْ َتِّصْ ْ ْ ْع‬
‫واذفرَبك َ ي‬
َ‫ي‬ َ ْ
َْ ْ ْ ْ ْ ْ ‫ الْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْا َفْ ْ ْ ْ َق‬Artinya: “Dan ingatlah nama Tuhanmu di dalam
hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dengan tidak
mengeraskan suara di waktu pagi dan petang dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai (dari mengingat Allah).”
(al-A’raf: 205)

Di antara cara supaya kita tidak tercatat sebagai orang yang lalai
dari mengingat Allah adalah dengan sholat Dhuha minimal dua
rakaat setiap pagi. Separti anjuran Rasulullah, saw.:
ْ َ ْ َْ ُ
َْ ‫َال َ افق‬ ْ ْْ ‫َص هَلَال ُّ ََح ََب ْف َع َت‬
َ ‫ ََم ْن‬Artinya: “Barangsiapa yang
َ‫ي‬ ْ َ َ ‫َل ْمَيبتَ ََمن‬،َ‫ي‬‫ز‬
menjalankan sholat dhuha dua rakaat, dia tidak tercatat dari
golongan orang-orang yang lalai.” (H.r. Thabraniy)

Kualitas Ketiga: Orang yang bertaqwa selalu bersyukur dan


tidak kufur (ingkar) terhadap nikmat Allah kepadanya. Allah
berfirman: ”َ‫وٰى‬ ُ ُ ْ َ ََ ُ ُ ْ َ ْ ُ ْ ُ ْ ْ ‫ ” َفْ ْ ْ ْاذ ُفْ ْ ُر‬Artinya: “Maka
َ ‫وا َأذفْ ْركْ ْم َواش ْ ْ ْ ْ ْ ْقْ ْرواَ َ ي َوَ َتْ ْبْ َْْ ْر‬
‫َي‬
ingatlah kepada-Ku Aku akan ingat kepada-mu dan bersyukurlah
kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (al-Baqarah: 152)

Menurut Ibnu Qayyim, Syukur itu memiliki 3 rukun:


1) Menerima dengan senang hati akan segala nikmat Allah dan
merasa bahwa segala nikmat itu datangnya dari Allah
2) Mengakui dengan lisan dan memuji Allah dengan ucapan atas
segala nikmat-Nya.

﴾ 177 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


3) Menggunakan nikmat Allah hanya untuk taat kepada-Nya,
bukan untuk bermaksiat dan mendurhakai-Nya.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Demikianlah apa yang perlu kita realisasikan dalam kehidupan
sehari-hari kita, sebagai konsekuensi ketaqwaan kita kepada
Allah. Mudah-mudah Allah menjadikan kita kaum bertaqwa dan
mendapatkan kemenangan dunia dan akhirat.

D. Tiga Kiat Menjaga Amal Kebaikan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Dari atas mimbar Jum’at ini, khatib kembali mengingatkan diri
sendiri dan seluruh jamaah, agar selalu bertaqwa kepada Allah
dengan sebenar-benarnya. Dan ketahuilah bahwa Allah akan
selalu bersama orang-orang yang bertaqwa.
Alhamdulillah, bulan Ramadan telah melatih dan membiasakan
kita untuk melakukan berbagai amal kebaikan dan ketaatan
kepada Allah. Maka setelah ditinggalkan oleh Ramadan,
diharapkan apa yang sudah biasa kita lakukan tetap kita
pertahankan dan kita jaga. Sebab bisa terus mempertahankan
kebaikan setelah melakukan satu kebaikan itu adalah tanda
kebaikan kita diterima oleh Allah.
Sebagaimana Allah berfirman:
َ ُ ْ‫زََلْ ُهَفَ َه‬
ْ َ َ ِْ َ‫َ َ ْ َ ْ ي‬
]22َ" ‫اَح ْس ْ ْ ْ ْ ْماَ الْْ ْ ْ ْ ْْكب‬ َ ََْ‫َح َس ْ ْ ْ ْ ْم‬ ‫ ومنَيق زن‬Artinya: “Barangsiapa
melakukan satu kebaikan, maka akan kami tambahkan
kepadanya dengan kebaikan lainnya.” (asy-Syura: 23)
Dalam hal ini, Said bin Jubair berkata: “Sesungguhnya di antara
balasan kebaikan itu adalah adanya kebaikan (lagi) sesudahnya.”
Dan berkata pula Ulama’ salaf: “Sesungguhnya di antara tanda
kebaikan itu diterima adalah adanya kebaikan (lagi) sesudahnya
dan diteruskannya dengan amal kebajikan seperti itu juga.”
Di sini akan kita bicarakan tentang “Tiga Kiat Agar Tetap Menjaga
Amal Kebaikan.” Agar kebaikan yang telah kita kerjakan selama
bulan Ramadan kemarin itu terhenti begitu saja, tanpa
dilanjutkan dan dipertahankan selanjutnya.

﴾ 178 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kiat Pertama: Mengetahui Keutamaan Menjaga Amal
Di antara keutamaan menjaga amal agar kita bersemangat untuk
melakukannya adalah:
1) Menjaga amal kebaikan akan membuat pelakunya akan tetap
mendapatkan pahala yang sama meski pun ia tidak
melakukannya seperti yang biasa dikerjakan karena ada
halangan.
Seperti orang yang selalu melakukan sholat berjamaah,
bersedekah di waktu lapang atau sempit, selalu membantu
orang yang kesulitan dan amal ketaatan lainnya, maka ketika
ada halangan atau udzur sehingga ia tidak bisa
melakukannya, maka ia akan tetap akan mendapatkan pahala
seperti biasanya. Begitulah Rasulullah, saw. bersabda:
َ َ ُ ْ ُ َ ُ ََ َ ْ َُْْ َ َ َ
َ ‫اٰى ََي ْع َم ُل َُمق‬
َ ‫اماَ َصْ ْ ْ ْح‬
«‫احا‬ َ َ َ “Jika ada
‫»َّذاَم زرضَالعبدَأوَسْ ْ ْ ْافرَك َتََله ََمبلَماَب‬
seorang hamba yang sakit atau bepergian, maka akan dicatat
untuknya (apa yang pernah ia dapatkan) ketika ia berada di
rumah dan dalam keadaan sehat.”
Menurut Ibnu Hajar, “hal ini hanya berlaku bagi orang yang
selalu mengerjakan amal ketaatan dan berniat untuk tetap
melakukannya sekiranya tidak ada halangan seperti sakit atau
bepergian.
2) Dibebaskan dari sifat-sifat kemunafikan dan dari api neraka
Seperti orang yang bisa menjaga sholatnya secara berjamaah
selama empat puluh hari dan mendapatkan takbiratul ihram-
nya imam, ia akan dibebaskan oleh Allah dari sifat-sifat
munafiq. Sebagaimana Rasulullah, saw. bersabda:
‫ه‬ َ ُ ْ ُ ُ ْ َ ْ َّ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َْ َ ْ ‫َ ْ َ ه ه‬
َ‫َم َن‬
ََ َ ‫َج َم ْاع ْ ٍََ ُيْد زبكَالتب َب ْ َن َاأ ْو َك َت َب ٌَْل ْه َََ َر َاءتْ َاٰى" َََ َر َاء‬ ‫اَف‬
‫َّلِلَأبك َع ْيَيكمْ َ ي‬
َ َ ‫منَص ْ ْ ْ ْ َْل‬
َ َ َ ‫َّ َ َ َ َ ه‬
َ َ ْ َ‫ الم ْ زابَوكراء ََمنَالم‬Artinya: “Barangsiapa yang sholat (fardhu)
َ‫ا‬
karena Allah selama empat puluh hari dengan berjamaah,
mendapatkan takbir pertamanya (imam), dicatat baginya dua
pembebasan: pembebasan dari api neraka dan pembebasan
dari kemunafikan.”
3) Menjadi jalan untuk husnul khatimah
Menjaga kesinambungan amal akan menjadi sebab husnul
khatimah, sebagai-mana sabda Rasaulullah, saw.:
َ َ
ََ ْ ‫وَِت َ ي يق ََم َص ْ زابعَال ُّس‬ ْ َْ ُ َ َ
‫كء‬ َ ‫ ص ْم َائعَالمع ُر‬Artinya: Artinya: “Selalu melakukan
kebaikan itu akan menjaga kematian yang buruk”

﴾ 179 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kiat Kedua: Mengetahui Keburukan Berputus Amal
Maksud dari berputus amal, adalah amal yang tidak kontinyu.
Seperti orang yang awalnya rajin beribadah dan taat kepada
Allah, kemudian berhenti tanpa uzur syar’i, (alasan sesuai
dengan syariat). Maka hal ini dikhawatirkan berakibat buruk
terhadap amalnya. Di antara dampak buruknya adalah:
1) Diperumpakan sebagai orang yang kurang waras dalam
َ ُ َ َ َْ ْ َ ََ ‫ه‬ ُ ُ َ ََ
firman Allah, Swt.: ‫نَب ْع َدَق َّك ٍ َأ كاسا‬ َ ‫ وََتبك كاَبال َ ي يَِ ق ٌَْۚ زله‬Artinya:
‫اَم‬
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang
menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat,
menjadi cerai berai kembali". (an-Nahl: 91)
Dalam ayat ini Allah melarang kita melanggar janji sesudah
diucapkan dengan pasti, begitu juga memutus amal kebaikan
sesudah lama dilakukan. Sebagaimana amal ibadah dan
kebaikan yang kita lakukan selama satu bulan Ramadan,
jangan sampai kita putus dari menjaganya. Hal itu
diumpamakan seorang wanita yang sudah bersusah payah
memintal benang, setelah rapi terpintal ternyata dicerai
beraikan lagi. Dan tidaklah prilaku sedemikain itu selain
perilaku orang yang kurang waras.

2) Dikhawatirkan mati dalam keadaan su’ul khatimah


Setiap orang tidak tahu kapan datang kematiannya. Maka di
situlah pentingnya menjaga amal kebaikan dan istiqamah
dalam beribadah. Sebab dikahawatirkan ketika kita sedang
dalam keadaan berputus amal kebaikan, tiba-tiba kematian
datang kepada kita. Na-uudzu billah, maka suul khatimah
(akhir hidup yang buruk) akan didapatinya.
Oleh sebab itu Allah berpesan dengan tegas:
َ ُّ ‫كت َّنََّ ََّ ََوأ ُت‬
)921َ"‫مَم ْس َق ُمكٰىَ(آلَعمراٰى‬
ُ َُ ََ
‫م‬‫َت‬
َ ُ َّ َ َ ‫ه‬
َ‫َح"َتق َات َهَو‬
ُ َّ ُ َ َ ‫َ ُّ َ ه‬
‫َآممكاَاتقكاَاّلِل‬ ‫ياَأيهاَال َيين‬
َ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama
Islam". (Ali Imran: 120)

Kata Syaikh Sa’diy, ini merupakan perintah Allah untuk hamba-


hamba-Nya agar benar-benar bertaqwa kepada-Nya dan
mempertahankannya sampai mati. Sebab keadaan akhir
seseorang ditentukan kebiasan yang selalu dia lakukan.

﴾ 180 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kiat Ketiga: Tetap menjaga amal meskipun sedikit
Sebagai seorang muslim, disamping tetap harus menjaga
kewajiban, seperti sholat lima waktu, juga sebaiknya menambah
dengan amal-amalan sunnah. Tidak harus banyak, namun
amalan-amalan sunnah kecil yang kita jaga dan kita lakukan
secara istiqomah adalah lebih baik dari bada banyak tapi terhenti
dan tidak ada kelanjutannya. Sebagaimana sabda Rasulullah,
saw. ketika ditanya, “Apakah amalan yang paling dicintai oleh
Allah? Beliau menjawab: “Adalah amal yang terus dijaga
kelanjutannya meski pun sedikit.” (Hr. Bukhari)
Dalam hal ini, adalah perlunya kita melanjutkan puasa Ramadan
dengan puasa 6 hari di bulan Syawal. Selain bisa diharapkan
menjadi tanda diterimanya puasa Ramadan kita, juga agar kita
mendapatkan pahala puasa wajib selama satu tahun.
Sebagaimana Rasulullah, saw. bersabada:
ْ َّ َ َ ُ َ َ ْ َّ ُ َ َ َ َ َ َ ْ َ
)‫َباٰىَك َص ْ ْ َاا َ َالدَ زَر»َ(بواهَمسْ ْْقم‬،‫اَم ْنَش ْ ْ َّك ٍال‬
َ ‫ منَص ْ ْا َبم ْ ْاٰىَسمَأتبعهَ َس ْ ْت‬Artinya:
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa
6 hari di bulan Syawal, ia seperti berpuasa satu tahun.” (H.r.
Muslim)
Sebab puasa satu bulan Ramadan berpahala puasa wajib selama
10 bulan, sedangkan puasa enam hari dinilai puasa selama dua
bulan, sehingga menjadi pahala puasa wajib selama setahun
penuh. Dengan demikian rugilah jika kita tidak berusaha untuk
menjalankan puasa 6 hari di bulan syawal karena sedemikian
besar pahalanya.
Namun yang perlu diperhatikan, sebagian ulama’ berpendapat,
bahwa pahala itu hanya bagi orang yang telah menyelesaikan
puasa sebulan Ramadan. Maka orang yang punya hutang puasa
mesti menjalankan puasa qadha’-nya dulu sebelum melakukan
puasa 6 hari di bulan syawal.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Demikianlah kiat-kiat untuk mempertahankan amal kebaikan,
agar kita tidak hanya menjadi muslim musiman, yaitu muslim
yang hanya menjalankan kebaikan di musim bulan Ramadan,
namun tetap menjaga dan melakukannya kapan saja dan di
َ َ ُ ُ َ َ َ َّ َ ْ ُ
mana saja. ‫كاَب َم ْا َ َّاا‬ ‫ كنَبكا َ ااَوََتبك‬Artinya: Jadilah kamu sebagai
hamba Allah yang mengabdi sepanjang waktu, bukan menjadi
hamba Allah di musim Ramadan saja.”

﴾ 181 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


KESEBELAS
Bulan Dzul Qa’dah

A. Tiga Cara Menjaga Kehormatan Bulan Haram

Saudaraku yang dirahmati Allah


Kita sedang berada bulan Dzul Qa’dah, 1442H. Di mana ia adalah
salah satu dari 4 bulan yang dimuliakan dalam Islam, yaitu: Bulan
Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah Muharram dan Rajab. Demikian itu
adalah kehendak Allah untuk menjadikan 4 bulan tersebut
sebagai bulan-bulan haram, yakni bulan yang dimuliakan.

Dengan qudrah (kuasa) dan iradah (kehendaknya)-Nya, Allah


berkehendak untuk melakukan sesuatu. Seperti diriwayatkan
dari Qatadah, rahimahullaah: “Allah memilih di antara malaikat
ada yang dijadikan sebagai utusan dan di antara manusia ada
yang dipilih sebagai nabi dan rasul. Di antara kalam-Nya,
dipilihlah Al-Qur’an dan di antara tempat-tempat di bumi,
masjidlah yang dipilih sebagai tempat mulia. Sedangkan di
antara 12 bulan, bulan Ramadan dan 4 bulan haramlah yang
dipilih sebagai bulan yang paling utama.

Begitu pula Allah telah menjadikan hari Jum’at sebagai penghulu


hari-hari, serta Lailatul Qadar (malam kemulian) ditetapkan-Nya
sebagai sebaik-baik malam.” Allah S.w.t berfirman:
ْ َ َْ ْ َ َ َ َّ َ َ َ ْ َ ‫اَفَك َتاو ه‬ ْ ْ َ َ َ َ َْ ‫َْ ه‬ ُّ َ َّ َّ
َ‫َمم َها‬
ََ ‫اتَواأبض‬ َ ‫َاّلِلَيك َلق ْ"َالسْ ْ ُماو‬ َ َ َ َ ‫لْ َْشْ ْ ْه َر َ ي‬‫َاّلِلَاسماَع‬
َ ‫كب ه ََعمد‬
‫ز‬ ‫﴿َ ََّٰى ََعد َالْْ ْ ُه‬
ُ ُ ْ َ َ ََُ ُ َ َ َ ‫ََْ ُ ه‬
]22َ "َْْ ْ‫َه َّن َأ َ َس ْ ْ ْ ْ ْك ْم َ﴾َ التوك‬ َ ‫ أبكع ْ َْ َح ُر َذ َل ْ ْ َالْ ْْدين َالقام َفة َتظ َقم‬Artinya:
َ ‫كاَف‬
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas
bulan dalam Kitabullah (Lauhul-mahfuz) di waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada (empat bulan
suci) yang disucikan, yaitu: Dzul-Qa’dah, Dzul-Hijjah, Muharam
dan Rajab. Itulah (ajaran) agama yang lurus. Maka janganlah
kalian menganiaya (di bulan-bulan tersebut) diri kalian sendiri

﴾ 182 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


(dengan melakukan kemaksiatan). Karena sesungguhnya
perbuatan maksiat yang dilakukan dalam bulan-bulan tersebut
dosanya lebih besar lagi…” (at-Taubah: 36)

Saudaraku yang dirahmati Allah


Sebagai kaum beriman, kita harus menghormati apa yang
ditetapkan kehormatan dan kemuliaan-nya oleh Allah dan
mengagungkan syiar-syiar-Nya. Allah, Swt. berfirman:
ُُْ َ َْ َ َّ َ ‫نَي َع ِّظ ْمَ َش ْ ْ ْ ْ ْ َعْائ َر ه‬ َ
ُ ‫(ذ َٰ لْ َ ََو َم‬
]22َ"َ‫كو)َ الحج‬
َ ‫اَمنَتقك َالقَق‬
َ ْ‫َاّلِلَفْ َه ه‬
َ َ َ Artinya: "Yang
demikian itu, barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar
(agama) Allah, maka sesungguhnya itu adalah sebagian (bukti)
ketaqwaan hati.” (al-Hajj: 32)

Lalu bagaimana cara menjaga kehormatan bulan-bulan haram


dan mengagungkan syiar-syiarnya? Sekurang-kurangnya ada
tiga cara:

Cara Pertama: Mengimani dan meyakini dengan hati dan


perbuatan, Yaitu dengan mengimani bahwa Allah telah memilih
di antara 12 bulan sejak diciptakan-Nya langit dan bumi, 4 bulan
ُ َ‫ ”م ْم َهاَأ ْ َبك َع ه‬Artinya:
yang dimuliakan. Sebagaimana firman-Nya: “َ‫َح ُر ه‬ َ
“Di antara 12 bulan itu ada 4 bulan yang dimuliakan.”

Menurut Imam Ibnu Katsir, 4 bulan itu adalah bulan Dzul Qa’dah,
Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab.” Maka, kata Qatadah:
“Agungkanlah apa yang diagungkan oleh Allah!”

Adapun syiar-syiar yang wajib diagungkan itu adakalanya terkait


dengan tiga perkara:
1) Terkait dengan tempat: Utamanya seluruh tempat yang ada
di masjidil haram, seperti Ka’bah, tempat Sa’iy, Hijir Ismail,
begitu juga masjid-masjid yang ada di dunia. Di antara cara
mengagungkannya adalah dengan menggunakannya sesuai
yang disyariatkan.
2) Terkait dengan Waktu: Seperti bulan-bulan haram, bulan
Ramadan, hari jum’at, malam lailatul qadar. Cara menga-
gungkannya adalah dengan memanfaatkan kebaikannya dan
menjalankan kesunatan-kesunatan di dalamnya.
3) Terkait dengan seluruh ajaran Allah, baik perintah dan
larangannya: Maka cara mengagungkannya adalah dengan

﴾ 183 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


menjalankan perintah-Nya dengan sungguh-sungguh dan
menjauhi larangan-Nya dengan sejauh-jauhnya.
Cara Kedua: Menjaga kehormatan bulan-bulan haram
Menjaga kehormatannya adalah dengan menjauhi perbuatan
dosa dan menghindari kemaksiatan. Sebagaimana Allah telah
ُ ُ ْ ْ َ َ َ
memperingatkan dalam ayat di atas: “َ‫“ ف ْة َت ْظ ْ َق ْ ُم ْكاَ َف َْ ْ َه ْ َّن َأ َْ َسْ ْ ْ ْ ْ ْك ْ ْم‬
Artinya: “Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri.”

Maksud dari larangan menganiaya diri sendiri, menurut Ibnu


Abbas, r.a., adalah larangan berbuat dosa dan maksiat kepada
Allah pada seluruh bulan, terutama pada 4 bulan haram tersebut.

Sedangkan menurut Ibnu Katsir, melakukan perbuatan dosa,


khususnya pada 4 bulan haram tersebut, dosanya lebih besar
dibanding perbuatan dosa di bulan-bulan yang lain. Seperti
halnya berbuat dosa di tanah haram, lebih besar dosanya dari
pada berbuat dosa yang sama di tempat yang lain.

Cara Ketiga: Memperbanyak ibadah dan amal sholih.


Jika berbuat keburukan di 4 bulan haram, lebih besar dosanya;
maka sebaliknya beribadah dan beramal sholih pada 4 bulan
tersebut, pahalanya juga lebih besar. Lalu beribadah dan amal
sholih apakah yang sebaiknya di lakukan di 4 bulan haram
tersebut?

Ibadah dan amal sholih apa saja bisa dilakukan, terutama sholat
wajib harus diutamakan dan dilakukan dengan lebih baik.
Selanjutnya bisa berupa amalan-amalan sunnah seperti sholat
nawaafil (sholat-sholat tambahan seperti qiyamullail, sholat hajat
dll.) serta bersedekah, puasa, silatur rahim, membaca al-Qur’an,
wirid, dzikir dan lain-lain. Sebab, kata imam Nawawi, jalan
menuju kebaikan itu banyak, turuqul khair katsirah.

Di antara sekian banyak jalan menuju kebaikan itu adalah


memperbanyak mengingat mati. Sebagaimana dianjurkan dalam
ْ ُّ ُ ُ ُّ ُ َ َ ُ ُ َّ َ ْ َ ْ ْ ْ ِْ
sebuah riwayat: ‫صَالي ْك َو ََو ُِلي ْز ََدَالد َاا‬ َ ‫ اف َ ُن‬Artinya:
‫واَمن ََذك زرَالمك َتَف َه هَيمح‬
”Perbanyaklah mengingat kematian, Sebab yang demikian itu
akan menghapuskan dosa, dan menyebabkan timbulnya
kezuhudan di dunia.” (Al-Mundziriy dalam “At-Targhib”, hadits
hasan riwayat Al-Bazzar dari Anas, ra.)

﴾ 184 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


B. Tiga Akhlaq Muslim

Saudaraku yang dirahmati Allah


Alhamdulillah, kita sedang berada di salah satu dari bulan-bulan
haram (bulan-bulan yang dimuliakan Allah), yaitu di bulan Dzul-
Qa’dah. Di mana amal-amal sholeh yang dilakukan di dalamnya
dilipatgandakan pahalanya, dan sangat dicintai oleh Allah.

Di sini, akan diterangkan tentang tiga akhalaq seorang muslim.


Dengannya hisab kita di hari akhirat akan diringankan dan
dimudahkan untuk masuk surga. Dan mari kita jadikannya
sebagai amalan di 4 bulan yang dimuliakan oleh Allah, yaitu
bulan Dzul-Qa’dah, Dzul-Hijjah, Muharram dan Rajab.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, ra.,


Rasulullah, S.a.w. mengajarkan bahwa “ada tiga perkara, jika itu
ada pada diri seseorang, Allah akan meng-hisab (memper-
hitungkan) amal-nya dengan mudah dan dimasukkan ke dalam
surga dengan rahmat-Nya. Tiga perkara itu adalah:
ُ َ ْ َ َ ُ ‫اس َب ُه ه‬
َ‫َاّلِل ََح َسابا ََي َس ْْنا ََوَأَلقه‬ َ ‫َاّلِلَ(صَْلَهللاَعقاهَوسْقم)َ" ََس َة هث ََم ْن َُك َّنَف ْاه‬
َ ‫َح‬ ‫َ َ َ ُ ُ ه‬
‫قالَبسْكل‬
ََ‫كَع َم ْنَظق َم َ ََو َتص ْل‬
َ ُ ََْ َ ََ َ ْ َ
َ َ
ْ ُ َ َ ‫َ ْ َ َ ُ َ ه‬ ُ َ َ َ ْ َ َ َّ َ ْ
َ َ ‫ع‬ ‫ت‬‫َو‬ ‫م‬‫ر‬ ‫َح‬ ‫ن‬ ‫َم‬ ِ‫َ ي‬ ‫ع‬ ‫َت‬ "َ ‫ال‬‫ق‬ َ‫؟‬ ‫َاّلِل‬
َ ‫كل‬ْ ‫س‬‫اَب‬‫َي‬ ‫ن‬ ‫م‬‫َل‬
َ "َ‫كا‬‫ال‬ ‫َق‬ ‫ه‬
َ َ ‫الجم ََ َََرح‬
‫ت‬‫م‬
َ َ
(‫َم ْنَقَ َع َ(بواهَالحاكم‬
Rasulullah Saw. bersabda: "Tiga perkara, jika ada dalam diri
seseorang maka Allah SWT. akan meng-hisab (memperhi-
tungkan amal)-nya dengan hisab (perhitungan) yang mudah dan
memasukkannya ke dalam Surga dengan rahmat-Nya.

Sahabat bertanya: “Untuk siapa itu wahai Rasulullah?” Rasul


menjawab: “(Itu untuk) kamu yang tetap mahu memberi orang
yang enggan memberimu, memaafkan orang yang menzhalimi-
mu dan menyambung orang yang memutus silatur rahim
dengan-mu.”. (HR. Al-Hakim).

Saudaraku yang dirahmati Allah


Hadits Nabi di atas, sesungguhnya mengajarkan sikap kemulian
dan kebesaran jiwa. Oleh sebab itu, dalam beberapa riwayat

﴾ 185 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


hadits yang lain, tiga perkara itu disebut sebagai akhlaq dunia
dan akhirat dan termasuk akhlaq paling mulia di sisi Allah.

Akhlaq Pertama: Dermawan


َ َ ْ َ
َ ‫َح َر َم‬ ُْ
‫“ تع َ ي‬Engkau tetap memberi dan berbagi kepada orang
‫َِمن‬
lain meski pun dia pelit terhadap-mu.”
Inilah kemuliaan Islam. Di mana, Islam tidak mengajarkan
kepada ummat-nya untuk membalas kekikiran seseorang dengan
kekikiran sepertinya. Bahkan sebaliknya, jika ada orang kikir
kepada kita, jangan dibalas dengan bersikap kikir dan bakhil
terhadapnya. Melainkan kita tetap bersifat pemurah kepadanya.

Sebab sifat bakhil dan kikir itu hanya merugikan pelakunya


ْ َ َ َ َ َ َّ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ
sendiri. Allah, Swt. berfirman: “َ‫اَي ْبخ ُلَع ْنَ َ َس ْ َه‬‫ ”ومنَيبخلَف َه م‬Artinya:
“dan siapa yang kikir, sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap
dirinya sendiri” (Q.s. Muhammad: 38)

Menurut Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di, kebakhilan sesorang itu


akan merugikan diri sendiri sebab akan membuat pelakunya
kehilangan pahala dan karunia dari Allah yang sangat besar. Dan
itu merupakan kerugian yang nyata.

Di samping itu, sifat bakhil akan membawa pelakunya untuk


menghadapi kesulitan hidup, terutama di akhirat nanti.
ْ َّ َ َْ
Sebagaimana firman Allah: َ*ََِْ ْ ْ ْ ْ ْ ‫َ*َوف ْي َوَ َب ْال ُح ْس‬ َِْ ‫اَم ْن ََب َخ ْ َل ََوا ْس ْ ْ ْ ْ ْت‬
َ ْ ‫َوأ َّم‬
َ ْ ُ ْ ُ ُ َ َ ُ َ َ
ْ ْ ْ‫ فسْ ْ ْميلْ ْ ْه ََلقعل‬Artinya: “Dan ada pun orang yang bakhil (kikir),
dan merasa tidak butuh bantuan orang lain, dan mendustakan
pahala kebaikan, maka akan kami permudahkan jalan menuju
kesusahan.” (al-Lail: 8-10)
Sedangkan mahu berbagi dan membantu orang lain tidak akan
َ َ َ ُ َ َ ََ َ
membuat kita rugi, seperti sabda Nabi: ٍََ ْ ‫الَع ْبْ ٍد ََم ْنَ َص ْ ْ ْ ْ ْدق‬ْ‫مْاَ قصَم‬
Artinya: “Tidak akan berkurang harta seorang hamba karena
disedekahkan.” (Hadits shohih riwayat at-Turmudziy)

Akhlaq Kedua: Pemaaf


َ َ ُ َ
َ ْ ْ‫َ َوت ْعَكَع َّم ْن َظق َم‬Artinya: "Engkau memaafkan orang yang zhalim
terhadap dirimu-mu”.

﴾ 186 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Inilah ajaran mulia Islam yang kedua. Yaitu larangan bersifat
pendendam. Sebagiamana yang telah dicontohkan langsung oleh
Nabi ketika penaklukan kota Mekah. Padahal bagi para peme-
nang perang, kemenangan adalah kesempatan untuk melam-
piaskan dendam.

Apalagi jika sebelumnya musuh telah memperlakukan mereka


dengan zholim, seperti yang dialami oleh Nabi Muhammad dan
pengikutnya sebelum hijrah. Maka penduduk Mekah ketika itu
mengira bahwa Muhammad akan membantai mereka atas apa
yang pernah mereka lakukan terhadap beliau dan pengikutnya
sebelumnya.

Namun ternyata, dugaan mereka itu salah. Nabi Muhammad


masuk dan menguasai kota Mekah sepenuhnya dengan damai.
Bahkan beliau mengumumkan bahwa hari itu adalah yaumul
marhamah, hari hari kasih sayang bukan yaumul malhamah, hari
pembantaian. Bahkan dikenal sebagai hari kemuliaan bagi
Ka’bah dan penduduk Mekah.

Al-Qur’an juga menerangkan bagaimana seorang muslim


mebalasa peralakuan buruk orang lain. firman Allah, Swt.
َ ‫َه َأ ْح َس ْ ْ ْ ْ ْ ُن َ َفْ ْه َذاَا هلْ ْي‬
َ ‫خََ ْة َمْ ْ َ ََو َك ْة َمْ ْ ُه َ َعْ ْ َد َاو ه َبْ ْأ َّ ْ ْ ُه ََو‬
َ‫َح َم ه‬
berfirman: ‫ام‬ َ َ ِ‫َا َْ َف ْع َبْ ْ هال َ ي‬
‫َي‬ َ َ ‫َ ي ي‬
Artinya: Imam Suyuti dalam tafsir Jalalain, menerangkan ayat ini
seperti berikut: “tolaklah keburukan itu dengan sikap yang lebih
baik.” (Seperti marah, hadapi dengan sabar, kebodohan hadapi
dengan kearifan dan perbuatan jahat hadapi dengan lapang dada
atau kemaafan). “Maka orang yang semula bermusuhan dengan-
mu akan tiba-tiba menjadi seperti teman dekat.” (Fussilat: 35)

Namun, jika kamu ingin membalas kezhaliman orang terhadap


dirimu, agar dia mengambil pelajaran dan tidak terus-menerus
melakukan kezhaliman, hendaklah dengan perlakuan yang
seimbang dengan perbuatannya kepadamu. Akan tetapi, jika
engkau mau memaafkannya maka Allah menjamin pahalanya.
Allah berfirman:
‫ه‬ َ ُ َّ ‫ه‬ َ ُ ْ َ َ ْ َ ََ ْ َ َُْ َ ‫َ َ َ َ ََ َ ََ ه‬
ََْ ْ ‫َاّلِلَ َ ََّ ْه ََ َُي َح ْ ََُّالظ ْ َال ََم‬
‫ي‬ َ ‫وجز ُاءَس ْ ْ ْ ْ ْةئ ْ ٍَ َس ْ ْ ْ ْ ْةئ َْ َمبقه ْاَََۖف َمنَعَ ْاَوأص ْ ْ ْ ْ ْقح َف ْأج ُرهَعَل‬
Artinya: "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang
serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka

﴾ 187 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang zalim” (As-Syura: 40)

Dalam situasi perang pun, di mana orang Islam diserang dan


diperangi oleh musuhnya, Islam tetap memerintahkan agar
pejuang Islam tidak melampaui batas. Allah, Swt. berfirman:
َ ْ َ َ ‫َّ ه‬ ُ َ َ َ َُ ُ َ َ ‫ه ه‬ َ ْ ‫ َو َقْات ُق‬Artinya:
ََ ‫َاّلِلََ َُي َحْ ََُّال ُم ْعتْ َد‬
‫ين‬ ‫ين َُيقْ َاتقك ك ْم ََوََت ْعتْدواََ ََّٰى‬‫َاّلِلَالْ َي‬
َ ‫كاَفَس ْ ْ ْ ْ ْ َِاْ َْل‬
‫َ َي‬
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi
kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas.” (al-Baqarah: 190)

Maksud “Janganlah kamu melampaui batas!”, menurut Ibnu


Abbas dan Mujahid adalah bahwa pasukan muslim tidak boleh
membunuh perempuan, anak-anak, orang tua, orang-orang
yang sedang beribadah dan para pendeta yang berada di
tempat-tempat ibadahnya. Dalam hal ini sesuai dengan riwayat
dari Imam Muslim tentang larangan Rasulullah, saw. terhadap
perbuatan melampuai batas tersebut.

Akhlaq Ketiga: Menjaga Silatur Rahim


َ ََ َ
َ ‫ َوت َص ْ ْ ْ ْ َل ََم ْنَقَ َع‬Artinya: “Engkau sambung orang yang memutus
silatar rahim dengan-mu”.
Keluhuran budi yang diajarkan Islam yang ketiga adalah tetap
berbaik-baik dengan orang yang sengaja memutuskan kekeluar-
gaan dengan kita. Apalagi jika itu msih keluarga dekat: seperti
ibu dan bapak kita sendiri, paman dan bibi kita, kemenakan atau
sepupu kita. Jika mereka berbuat buruk terhadap kita, janganlah
sikap baik kita kepada mereka menjadi berubah.

Sebagaimana dikisahkan, ada seseorang yang ingin menolong


seekor ular yang terjepit di sebuah batu. Namun ular itu malah
mematuknya dan orang itu tetap saja menolongnya. Maka orang
yang melihatnya berkata: “Kenapa ular yang sudah mematukmu
masih saja kau tolong?” Dengan senyum orang itu menjawab,
“sifat ular memang suka mematuk, sedangkan sifat manusia
adalah suka menolong. Saya tidak ingin berubah sifat dari sifat
manusia kepada sifat ular.”

﴾ 188 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kisah di atas sungguh sejalan dengan pesan dan ajaran Islam
yang mulia di atas. Pesan moralnya adalah bahwa perilaku buruk
orang terhadap kita jangan sampai merubah sifat kebaikan yang
kita miliki. Biarlah orang lain menyakiti kita namun kita tetap
harus berbuat baik. Mungkin ini terasa sulit, namun segala yang
sulit itu berbahala besar jika kita usahakan.

Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim,


Rasulullah, Saw. bersabda tentang manfaat shilatur Rahim:
ُ َْ َ ْ ُ َ ُْ ْ ْ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ ُ َّ َ ْ َ
‫َف َأس زرَه َفق َا َص ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْل ََب َح َمْ ْ ْ َه‬ ‫ من َيه َأٰى َيبس ْ ْ ْ ْ ْط َلْ ْ ْه َ ي‬Artinya:
‫َف زَبَِقْ ْ ْ َه َأوَينس ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْأ َلْ ْ ْه َ ي‬
“Barangsiapa ingin dilapangkan rizqinya dan dipanjangkan
usianya, maka hendaklah bershilatur rahim (menjaga tali kekera-
batannya).”

Menurut Imam Nawawi, di antara makna “dipanjangkan usia”


dalam hadits tersebut adalah:
 Diberi kesehatan dan kekuatan badan
 Diberi umur yang berkah dan dimudahkan untuk beribadah
 Waktunya berguna untuk kebaikan dunia dan akhirat
 Terjaga dari menyia-nyiakan waktu
 Dikenang kebaikan-kebaikannya walau pun sudah tiada

Sebaliknya, perbuatan memutus silatur rahim dan bersikap buruk


kepada keluarga akan berakibat buruk untuk kehidupan di dunia
َ َ َّ َ ْ ُ ُ ْ َ َ
dan akhirat. Rasulullah, saw. bersabda: ‫م‬َ ٍ ‫اِ ُع ََب َح‬
َ ْ ْ ْ‫َ َيْ ْ ْدلْ ْ ْل َالجمْ ْ َْ َق‬
Artinya: “Tidak akan masuk surga orang (yang sengaja)
memutus silatur Rahim.” (Muttafaq ‘alaih).

Saudaraku yang dirahmati Allah


Demikianlah Islam agama rahmat bagi alam semesta, begitu
indah dan humanis ajarannya. Maka seluruh ajaran Islam, selalu
menekankan untuk kebaikan dunia mau pun akhirat. Sebagai
ummat Islam, marilah kita berusaha untuk menjalankan ajaran
mulia agama ini demi kebaikan dan keselamatan kita di dunia
dan akhirat. Apalagi orang di luar Islam, selalu memperhatikan
kita sebagai pelakunya, bukan melihat ajarannya yang memang
tidak tampak sebelum kita mempraktekkannya.

﴾ 189 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


C. Tiga Karakter Muslim dalam Bermasyarakat

Saudaraku yang dirahmati Allah


Sekitar 25 tahun yang lalu, Mahathir Muhammad, yang ketika itu
sebagai Perdana Menteri Malaysia pernah menulis sebuah artikel
berjudul: “Islam, The Misunderstood Religion.” (Islam agama
yang disalahfahmi). Menurut beliau, salah faham terhadap Islam
itu bukan semata-mata oleh non-muslim saja, bahkan oleh
pemeluk Islam itu sendiri. Kesalahfahaman orang Islam sendiri
terhadap agamanya berakibat kepada kesalahan dalam
pengamalannya. Dan inilah yang dilihat oleh orang di luar Islam
tentang Islam, sehingga pandangan mereka terhadap Islam
semakin salah.

Hari ini, beberapa prilaku orang Islam yang sebenarnya bukan


dari ajaran Islam menjadi alasan bagi golongan Islamophobia
(takut secara berlebihan terhadap Islam) dan kaum atheis (anti
tuhan) untuk memburuk-burukkan Islam dan mengingkari
urgensi (kepentingan)-nya dalam kehidupan. Akibatnya Islam
bukan hanya disalahfahami bahkan menjadi agama yang dituduh
sebagai penyebab kekisruhan dan ketidakharmonian di tengah
masyarakat.

Sebagai seorang muslim yang yakin dengan kebenaran Islam,


kita harus membuktikan bahwa tuduhan itu tidak benar alias
salah. Maka kita harus berusaha memahami dan mengamalkan
Islam dengan baik dan benar. Seperti menjalankan adab dan
tatacara bermasyarakat menurut ajaran al-Qur’an. ْ Sebagaimana
ْ َ ْ ْ َ ْ ْ ْ ُ
Allah berfirman: ‫ي‬ََْ ْ ْ ‫ض َع ْ زن َال ْ َجْ ْ ْا ََ ْ َق‬‫ لْ ْ ْ َي َال ْ َع َْ ْ َك ََوأ ُم ْ ْر َ َبْ ْ ْال ْ ُع ْ ْر َِ َوأع ْ زر‬Artinya:
“Berilah maaf dan ajaklah orang untuk mengerjakan kebaikan,
serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (al-A’raf: 199)

Saudaraku yang dirahmati Allah


Menurut Syaikh Abdur Rahman as-Sa’diy, “Ayat di atas memuat
ajaran husnul khuluq (kebaikan prilaku) dan perkara yang
sepatutnya dilakukan oleh seorang muslim dalam pergaulan
sosial.” Maka dalam bermasyarakat, seorang muslim harus
memiliki tiga karakter berikut ini:

﴾ 190 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Pertama: Bisa Memaafkan Kesalahan Orang Lain
Dalam pergaulan sosial, kita tidak akan terlepas dari kesalahan,
baik diri kita yang melakukannya terhadap orang lain atau orang
lain yang melakukannya terhadap diri kita. Oleh sebab itu,
sebagai muslim kita diperintahkan agar menjadi seorang yang
bersifatْ pemaaf. Allah berfirman dalam beberapa ayat berikut ini:
ْ ُ
 ‫ل َيَال َعَ ََك‬
“Bersikaplah ْ pemaaf!” (al-A’raf: َ 199)
 ‫ي‬ َ ‫اص ََ ْحَََّ َّٰى ه‬
ََْ ْ ‫َاّلِل َُي َح ََُّال ُم ْح َس َم‬ ْ ‫َع ْم ُه ْم ََو‬
َ ُ ْ
‫فاع‬
َ
“Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguh-
nya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-
Maidh:ْ 13)
‫َ ه‬ َّ َ َْ َ ْ َ
 ‫ي‬ ََْ ْ ‫ََواّلِلَ َُُي َح ََُّال ُم ْح َس َم‬ َ‫اس‬
‫والع َاف ْيَع زنَالم ز‬
(Di antara sifat orang bertaqwa yang disediakan surga seluas
langit dan bumi adalah mereka yang) “memaafkan (kesala-
han) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” ْ َ ْ َّ (Ali Imran: 134)
َ ْ َ ‫َ َّ َّ َ َ َ َ ه‬
 ‫ال‬ََ ‫َالصَحَال َج َم‬ ‫اصَ زح‬ ‫و َإٰىَالساعََل َتاََََۖف‬
“Dan sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang, maka
maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (al-Hijr: 58)

Dalam sebuah riwayat, Ibunda Aisyah berkata tentang akhlaq


ُ َ َ َُ ‫ َو ََ ََي ْجزخَبال َّس ْ َة َئََال َّس ْ َة َئ ََ ََولب ْن ََي ْع‬Artinya: “Dan
َ َْ ‫كَو َِلي ْص‬
Rasulullah, saw.: ‫ح‬ َ َ َ ‫ز‬
beliau tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan,
akan tetapi beliau memaafkan dan berlapang dada.” (Hr. At-
Turmudzi)

Seorang muslim yang benar, akan selalu berusaha untuk


membersihkan hatinya dari rasa dengki, benci dan dendam
terhadap sesama muslim, maka doa yang selalu dipanjatkan
adalah: َ‫ين‬ َ ‫ينَ َس ْ ْ ْ ْ ْ َب ُقك َ ْاَبْ ْاْلي َمْاٰى ََو ََ ََت ْج َعْ ْل َْف َُق ُقوك َمْاَۚ اة َِّل هقْي‬
َ ‫اَوْل ْل َكا َمْاَا هلَْي‬
َ َ ْ ْ َ َّ َ
َ
‫ََ ُ َ َّ َ َّ َ َ ُ ه‬
َ ‫َي‬ َ َ َ َ َ َ َ ْ‫بكمْاَاۚ ََرَلم‬
‫امه‬ َّ
َ ‫ آممكاَبكم ْاَ ََّ ْ َبءوَِب َح‬Artinya: "Wahai Tuhan kami, ampuni kami
dan saudara-saudara kami yang mendahului kami dengan iman,
dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian terhadap orang-
orang yang beriman ada di dalam hati kami, wahai Tuhan kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Pengasih".

﴾ 191 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kedua: Menjadi Penganjur dan Teladan dalam Kebaikan
Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang muslim harus menjadi
pelopor kebaikan bukan pelopor keburukan. Maka Allah
berfirman ْ dalam
ْ beberapa ayat berikut ini:
 َِ َ ‫َوأ ُم ْر ََبال ُع ْر‬
“Ajaklah orangْ untuk mengerjakan kebaikan” (al-A’raf: 199)
‫َُْ ُ َ ه‬ َ َ ْ َََْ ْ ‫وٰىَب ْال َم‬ َ َُُْ َّ ْ َ ْ ُ َّ ُ َ ْ َ ْ ُ ُ
َ ‫وَِوتمهكٰىَع زنَال ُممق زرَوت َممكٰى ََب‬
 َ‫اّلِل‬ َ ‫ر‬ ُ ‫ع‬ َ ‫ر‬ ‫م‬ ‫أ‬‫َت‬ ‫اس‬
‫َ ز‬‫قم‬ ‫َل‬ ٌ ‫ج‬ ‫ر‬ ‫ل‬‫َأ‬
‫ٍ ز‬ َ‫م‬ ‫َأ‬‫ن‬ ْ ‫َل‬ ‫م‬‫كمت‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari
yangْ munkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110)
َ َ ْ َ َُُْ
ْ ‫وٰىَب ْال َم‬ ُ َ ُْْ َ َ ُ ُْْ َ
ْ ‫ات ََب ْع ُ ُه ْمَأ ْول َا ُاء ََب‬
 ‫وِ ََو َِليم َه ْكٰىَع زنَال ُممق زَر‬
َ ‫ر‬ُ ‫ع‬ َ ‫ر‬‫م‬‫أ‬ ‫َي‬ َ ‫ض‬ ‫ر‬ ‫ع‬ َ ‫م‬‫م‬َ ‫م‬ ‫ال‬‫َو‬ ‫كٰى‬‫م‬ ‫م‬َ ‫والم‬
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian
yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,
mencegah dari yang munkar...” (at-Taubah: 71)

Rasulullah, saw. juga bersabda:ُ ْ ُ


ُ ُ َ ‫َعق ْا ْ ْه َ َض ْ ْ ْ ْ ْ ْا َع َت ْ ْ ُه‬
َ ُّ َ ْ ْ ْ ُ ْ
‫َو َِلي ُحكِ ْ ْه ََم ْن ََو َبا َئ ْ ْ ََه‬، َ ‫َ َوال ُم َم ُن َألكَال ُم َم زن َيب‬،‫ال ُم َم ُن ََم ْرآ َال ُم ٍم زن‬
Artinya: “Seorang mukmin itu adalah cermin bagi saudara
mu’min yang lain, seorang mu’min akan menjaga harta dan
kehormatan saudaranya serta membelanya dari belakang. “ (Hr.
Abu Dawud dari Abu Hurairah)

Membela saudaranya dari belakang adalah dengan tidak menye-


barkan aib dan keburukannya; tidak menggunjing dan mencari-
َ َ ُ ُ ْ َّ َ ْ َ َ َ ُ َّ َ َ َ َ
cari kesalahannya. Allah berfirman: َ‫مَب ْع ْ ْا‬‫وََتجسْ ْسْ ْكاَوََي تََبع ْ ْك‬
Artinya: “Janganlah kalian mencaricari kesalahan dan menggun-
jing satu sama lain!” (al-Hujurat: 12)

Ketiga: Tidak Terpengaruh Perilaku Buruk Orang Lain


Di era teknologi internet dan media sosial yang begitu masif,
kebaikan dan keburukan berlomba-lomba mencari pendu-
kungnya masing-masing. Sebagai muslim yang mencintai
kebaikan, kita harus bijak dalam memilih dan memilah konten-
konten yang perlu dibaca dan disebarkan. Apakah bermanfaat
sehingga perlu disebarkan, atau berdampak buruk sehingga
harus dihapus dan dijauhkan dari publik.

Hidup di zaman penuh fitnah seperti sekarang ini, kita perlu


berhati-hati. Banyak akaun palsu bahkan akaun robot yang

﴾ 192 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


memancing kita untuk berkomentar buruk terhadap orang lain.
Bahkan cacian, makian dan tuduhan-tuduhan miring terhadap
para Ulama’ kita tidak terkendali. Padahal pelakunya mengaku
sebagai seorang Muslim.

Untuk menilai siapa sebenarnya dia cukup kita kembalikan


kepada ajaran Islam, apakah dia berakhlaq dan beradab Islam
atau tidak. Sebab Islam mengajarkan adab dalam berbicara dan
menyampaikan berita. Segala gunjingan, hasutan, umpatan dan
makian jelas perbuatan haram dan tergolong perilaku orang-
orang bodoh (sikap jahiliyah) yang harus dijauhi. Maka Allah
ْ َ ْ ْ َ
berfirman: ‫ي‬ََْ ْ ْ ‫ض َع ْ زن َالْ َجْ ْ ْا ََ ْ َق‬‫ وأعْ زر‬Artinya: “Berpalinglah dari orang-
orang bodoh!” (al-A’raf: 199)

Imam al-Qurthubiy dalam tafsirnya, menyebut sebuah riwayat


bahwa pada suatu hari Khalifah Umar, ra. kedatangan tamu,
Uyainah bin Hishn yang menuduh beliau tidak berlaku adil
kepadanya. Maka kemarahan Sayyidina Umar pun terpancing.
Namun keponakan orang itu mengingatkan beliau, – sambil
membaca ayat tersebut – bahwa Allah memerintahkan Nabi-Nya
agar memaafkan dan mengajak orang berbuat baik serta
berpaling dari orang jahil. Lalu dikatakan bahwa pamannya itu
termasuk orang jahil. Maka Khalifah Umar, ra. pun memaafkan
dan membiarkannya.

Dalam ayat lain Allah mengajarkan bagaimana seorang hamba


harus bersikap baik ketika menghadapi orang yang berperilaku
jahil atau berkata buruk kepadanya:
َ ُ َ َ ُ َ ْ ُ َُ َ َ َ َ َْ َ
‫اَقكٰى َقْ ْالكاَ َس ْ ْ ْ ْ ْة َمْ ْا‬ َْ ْ َ َ ُ ْ َ َ ‫َ َ ُ َّ ْ َ َٰ ه‬
َ ْ ْ‫ض ََك ْاَو َإذاَلْ ْاِبهم َالج‬
‫و َعب ْاََالرحم زن َال ْ َيين َيمْ ْ ْ ْ ْ ْكٰى َعَل َاأب ز‬
Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu
(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah
hati dan apabila orang-orang jahil mengata-ngatainya dengan
bicara bodoh, mereka membalasnya dengan kata-kata yang
penuh kedamaian.” (al-Furqan: 63)

Menurut Hasan al-Basri, ayat tersebut mengajarkan sikap yang


benar ketika menghadapi orang bodoh, yaitu orang-orang yang
suka mengata-ngatai buruk kepada orang-orang beriman,
dengan bersikap sabar dan tidak membalasnya dengan kata-kata
yang buruk, sebab kita akan menjadi sama seperti mereka. Allah

﴾ 193 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


ُ ْ َ ُ َّ
berfirman: َ ‫ ََّ ْ ْكْ ْ ْم َ ََّذاَ َمْ ْبْ ْقْ ْ ُهْ ْ ْم‬Artinya: “Sesungguhnya kamu, kalau
begitu sama seperti mereka.” (An-Nisa’: 140)

Saudaraku yang dirahmati Allah


Islam tdak pernah mengajarkan keonaran, kekisruhan dan
keburukan di tengah masyarakat. Bahkan Allah mengancam
dengan azab yang berat di dunia dan akhirat bagi orang yang
sengaja menyebarkan keburukan dan perbuatan keji di tengah
masyarakat. Allah berfirman:
ُ ‫اَو ْالل َر َ ََو ه‬
َ‫اّلِل‬ َ ‫َالد ْ ََا‬
ُّ ْ ‫ه‬
‫َف‬ ‫َع َي ه‬
‫اوَأ َلام‬
َ ْ ُ َُ َ ‫َ َْ َ ُ ْ ه‬
‫َفَال َيينَآممكاَلهم‬
َ َ
َْ ْ ْْ‫ين َُي َح ُّبكٰىَأٰىَِ َْْ ْ َْعَالَ َاح‬
‫َّ ه‬
َ ‫َالي‬
َ َ َ ‫ي‬ َ ‫ي‬ َ َ ‫ََّٰى‬
َ َ ُ
َ ‫ َي ْعق ُم ََوأ ت ْمَََت ْعق ُم‬Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin
‫كٰى‬
agar perbuatan keji tersiar di kalangan orang-orang beriman,
bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (An-Nur: 19)

Islam menghendaki pemeluknya selalu membawa manfaat


kepada masyarakatnya, maka Rasulullah, Saw. mengibaratkan
َّ ُ َ َّ ََ َ
seorang mukmin itu bagaikan lebah: ََََّ‫َالَتأك ُل‬،ََ ‫منَمبلَالم ْحق‬ ‫َمب ُلَالم‬
ُ َ َ
‫ َوالَت ْ ْ ْ ْ ْ ْع ََّالَِ ْ َََْ َبْ ْ ْا‬،‫ ِْ ََ ْ َبْ ْ ْا‬Artinya: "Perumpamaan seorang Mukmin
bagaikan lebah, ia tidak makan kecuali yang baik dan tidak
meletakkan (sesuatu) kecuali yang baik." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

D. Tiga Persiapan untuk Berkurban

Saudaraku yang dirahmati Allah


Di hari jum’at terakhir di bulan Dzulqa’dah ini, sangat tepat jika
kita mengingat kembali amalan dan syiar penting di bulan
Dzulhijjah, terutama terkait dengan amalan berkurban. Ada tiga
perkara yang akan dibicarakan di sini:
1. Makna dan Hikmah berkurban
2. Hukum berkurban
3. Larangan bagi orang yang hendak berkurban

Pertama: Memahami Makna dan Hikmah Qurban


Syariat berqurban berdasarkan firman Allah, Swt. surat al-
ْ َ َ
Kautsar: ‫ ف َصْ ْ ْ َل ََل َرَك ََوا َح ْ َر‬Artinya: “Dirikanlah shalat untuk Tuhan-
mu dan berqurbanlah!” (al-Kautsar: 2)

﴾ 194 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Al-Qur’an menyebut perintah berkurban dengan kata “an-nahr”
yang artinya menyembelih, yakni menyembelih salah satu dari 3
binatang qurban: onta, sapi dan kambing.
Ada tiga kata yang digunakan untuk menunjukkan amalan
penyembelihan hewan qurban:
1. Nahr, artinya menyembelih,
2. Ud-hiyyah, artinya binatang sembelihan
3. Qurban, artinya pendekatan diri kepada Allah.
Meskipun disebut dengan kata yang berbeda namun semuanya
menunjukkan satu amalan ibadah tertentu, yaitu “melakukan
penyembelihan hewan kurban di hari nahr (hari penyembelihan)
atau di hari idul Ad-ha demi berqurban (yakni mendekatkan diri
kepada Allah untuk meraih keridhaan-Nya).”
Maka berqurban artinya sebuah upaya untuk mendekatkan diri
(taqarrub) kepada Allah dengan merelakan sebagian harta-nya,
berupa binatang sembelihan untuk dikurbankan semata-mata
karena Allah.
Di antara hikmah dari amalan berkurban:
1. Meraih ketaqwaan dengan mengagungkan syiar Allah.
ُُْ َْ َ َّ َ ‫ َٰ َذل َك ََو َم ْن َُي َع ِّظ ْمَ َش ْ ْ ْ ْ ْ َعْائ َر ه‬Artinya: “Demikianlah
‫اَم ْنَتق َك َالققكو‬
َ ‫َاّلِلَفْ َه ه‬
َ َ ِ
(perintah Allah), dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar
Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”.
(al-Hajj: 3)
2. Menumbuhkan rasa syukur
Dengan berkurban, kita akan belajar untuk senantiasa
bersyukur dengan apa yang kita punya. Sebab ketika kita
ditaqdirkan oleh Allah berkelapangan rizqi, banyak orang lain
yang kekurangan. Allah, Swt. berfirman:
َ ُ ْ َ ْ ُ ‫َ َٰ َ َ َّ ْ َ َ ُ ْ َ ه‬
َ ‫مَِْْ ْ ْق ُر‬
‫وٰى‬ َ ‫ كي َل َسْ ْ ْخر اَاَلكمَلعقك‬Artinya: “Demikianlah Kami telah
menundukkan unta-unta (hewan-hewan kurban) itu kepada
kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (Q.s. Al-Hajj: 36)

Kedua: Mengerti Hukum Berkurban


Selain ayat 2 surat al-Kautsar sebagai dasar syariat berkurban,
juga berdasarkan hadits Rasulullah, saw. dan Ijma’ (kesepa-
katan) seluruh ulama’ dari zaman sahabat hingga hari ini.

﴾ 195 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Sedangkan tentang hukumnya, ada dua pendapat:
1. Hukumnya Wajib bagi orang yang mampu
Pendapat pertama ini dikeluarkan oleh Abu Yusuf, Rabi’ah, al-
Laits bin Sa’ad dan Imam Malik, berdasarkan perintah dalam
firman Allah surat al-Kautsar di atas dan berdasarkan sabda
Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Abu Hurairah.
َ َّ ْ َ َ َ َ ‫ه‬ ُ َ
‫ َم ْنَباٰىَلهَ َسْ ْ ْ َعَ ََول ْم َُي ْ ْ ْحَفم ََيق َر َك َّن َُم َصْ ْ ْم ا‬Artinya: “Barangsiapa yang
memiliki kelapangan (rizki) dan tidak berqurban, maka
janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah)
Dari dua dalil di atas, mereka memahami bahwa berkurban
bagi orang yang mempunyai kelapangan rizqi itu wajib
hukumnya.

2. Hukumnya Sunnah
Ini adalah pendapat kebanyakan ulama, yaitu bahwa
menyembelih qurban adalah sunnah mu’akkad (sunnah yang
sangat ditekankan pelaksanaannya, jika tidak dilakukan akan
kehilangan keutamaan yang besar). Pendapat ini dinyatakan
oleh para ulama dari kalangan Syafi’iyyah dan Hambali. Dan,
juga pendapat sahabat Abu Bakr, ‘Umar bin Khattab, Bilal,
Sa’id bin Al Musayyab, ‘Atho’, Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir.
Dasarnya adalah sabda Nabi, dengan kata-kata beliau berikut
َ ْ ُ ُ َ
ََ َ ْ ْ ‫ َوأ َباََأ َحدب ْمَأٰى َُي‬Artinya: “… dan salah seorang di antara
ini: ‫َح‬
kalian hendak berkurban…” Kata ini menunjukkan bahwa
berkorban itu tidak wajib, sebab Rasulullah mengaitkan
qurban dengan kemahuan atau kehendak seseorang bukan
kemestian yang wajib dijalankan.

Pendapat ini juga berdasarkan perbuatan Khalifah Abu Bakar dan


Umar yang mana keduanya pernah tidak menyembelih hewan
Qurban selama satu atau dua musim qurban karena menghindari
sangkaan bahwa berkurban itu hukumnya wajib. Apalagi,
menurut mereka, Rasulullah, saw. tidak mewajibkannya dan para
sahabat pun tidak ada yang menyelisihi pandangan mereka.

Maka ulama’ dari kalangan Syafi’iyah menyatakan bahwa qurban


itu disunnahkan bagi yang mampu, yaitu orang yang memiliki
harta untuk berqurban lebih dari kebutuhannya di hari Idul Adha,
hingga selama tiga hari tasyriq. Meskipun hukumnya sunnah,
menurut Syaikh Muhammad al-Amin Asy-Syinqithi, untuk

﴾ 196 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


mengambil jalan tengah dari dua pendapat tersebut, maka
sebaiknya bagi orang yang mampu dan punya kelapangan rizqi,
“Janganlah meninggalkan ibadah qurban, karena dengan berqur-
ban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan.”

Ketiga: Mengetahui Perkara yang tidak boleh dilakukan


bagi orang yang hendak berkurban
Mumpung masih ada waktu, siapa saja yang hendak berkurban,
sebelum masuk 1 Dzulhijjah, mulailah mencukur rambutnya atau
memotong kuku-kukunya agar di 10 pertama bulan Dzulhijjah
tidak dilakukan. Rasulullah, saw. bersabda:
َ ْ َ َ ْ ْ َ َ َ َ ُ ْ ْ ُ ُ َ َ َ َ َّ ْ
‫َفق ُا ْم َس َع ْنَش ْع زرَه ََوأظَ زابََه‬،َ‫َح‬ َ َ ‫اَبأ ْي َُت ْم‬
َ ‫ َّ َذ‬Artinya:
‫ََةل ََذخَال َحج َََوأباََأحدبمَأٰىَي ي‬
َ َ
"Siapa saja yang ingin berqurban dan apabila telah memasuki
awal Dzulhijjah (1 Dzulhijjah), maka janganlah ia memotong
rambut dan kukunya sampai ia berqurban" (HR. Muslim).

Pengkurban dilarang mencukur atau mencabut rambut yang ada


di badannya: dari rambut kepala, kumis, jenggot, ketiak dan
rambut kemaluan (kecuali rabut yang rontoh karena disisir atau
oleh sebab yang lain). Juga dilarang memotong kuku-kukunya.
Sedangkan, untuk larangan memotong kuku, Ulama Syafi'iyah
mengatakan segala macam bentuk merapihkan kuku, memo-
tong, menggigit atau memecahkannya itu dilarang.

Semua larangan ini hanya berlaku bagi kepala keluarga (shohibul


kurban) yang membeli dan membayar harga hewan kurbannya.
Larangan tersebut tak berlaku bagi anggota keluarga lainnya
meskipun namanya ikut berkurban. Namun jika larangan ini
dilanggar, tidak ada kaffarat (penebusan dengan sesuatu
amalan) atau fidyah (penggantian dengan sedekah) yang
diberlakukan, melainkan hanya diperintahkan untuk beristighfar
kepada Allah, Swt.

Menurut Imam asy-Syaukaniy, hikmah dari larangan memotong


rambut dan kuku selama 10 hari di awal bulan Dzulhijjah,
sebelum disembelih kurbannya, adalah supaya orang yang
berkurban tetap bersama seluruh bagian tubuhnya, termasuk
rambut dan kukunya untuk pembebasannya dari api neraka.

﴾ 197 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kedua Belas
Bulan Dzul Hijjah

A. Tiga Hikmah Berkurban

Saudaraku yang dirahmati Allah


Alhamdulillah kita berada di bulan Dzul Hijjah, bulan agung dan
mulia, di mana melakukan amal sholih di dalamnya sangat
dicintai oleh Allah, SWT.; baik amal yang melibatkan hati, bibir
atau badan, atau amalan yang melibatkan jiwa, raga dan harta
kita, seperti berhajji ke Baitullah.

Begitu juga mengagungkan syiar-syiar Allah seperti berkurban


dengan menyembelih binatang kurban seperti: onta, sapi, kerbau
dan kambing yang memiliki manfaat dan hikmah yang besar.
Maka kita perlu mengetahui “Tiga Hikmah Berkurban.”

Saudaraku yang dirahmati Allah


Menjalankan ibadah kurban bagi seorang muslim, mempunyai
arti dan hikmah yang penting, di antaranya tiga hal berikut ini:
1. Mengajarkan arti bersyukur
2. Sebagai pemicu kemuliaan jiwa
3. Meraih pengampunan dan pahala yang besar.

Hikmah Pertama: Menumbuhkan rasa syukur


Banyak orang yang tidak menyadari betapa besar nikmat Allah
yang didapatkannya. Maka mereka lalai dan tidak mahu
bersyukur kepada Allah, Sang Pemberi nikmat tersebut.
Sedangkan bersyukur itu adalah dengan menggunakan nikmat
Allah untuk taat kepada-Nya. Sebagaimana Allah, Swt.
ْ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َّ
berfirman: ‫ َّ اَأعَ َْماكَالب ْكس َرَ*َف َص ْ َل ََل َرَك ََوا َح ْ َر‬Artinya: “Sesungguhnya
Kami, (Allah) telah memberikan kepadamu nikmat yang sangat
banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkor-
banlah!” (al-Kautsar: 1-2)

﴾ 198 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Menurut Syaikh Abdur Rahman as-Sa’diy, setelah Allah
mengingatkan Nabi Muhammad akan nikmat dan karunia-Nya
yang sangat besar, Allah memerintahkan kepadanya agar
bersyukur atas nikmat itu dengan dua bentuk ibadah, yaitu
sholat dan berkurban.

Artinya, jika manusia enggan menjalan sholat dan tidak bersedia


untuk berkurban sedikit atau banyak dari hartanya, maka
manusia seperti itu adalah ingkar atau kufur atas nikmat-Nya.
Padahal setiap hari dia menghirup udara-Nya, makan rizqi-Nya,
tinggal di atas bumi-Nya dan menikmati berbagai macam
kenikmatan, baik lahir mau pun batin. Allah, SWT. berfirman:
‫َاّلِلَل َ َُ ه‬
‫كب ََّبح ه‬ َ ُ ْ ُ َ ‫ْ َ َ ه‬
َ ‫كَاَََّ َّٰى ه‬ ُّ َ َ
َ‫ام‬ َ َ َ َ‫ و َإٰىَت ُعدواَ َ عم‬Artinya: “Dan jika kalian
ْ ْ ْ‫َاّلِلَََتحص‬
menghitung nikmat Allah, kalian tidak akan mampu melaku-
kannya.” (an-Nahl: 18)

Menghitung saja tidak mampu, apalagi untuk membayar


harganya. Kita hitung satu saja di antara nikmat Allah, misalnya
oksigin yang kita hirup setiap hari. Berapa harga yang harus kita
bayar, padahal dalam sehari manusia menghirup ogsigin minimal
2.880 (dua ribu delapan ratus delapan puluh) liter dan harga per-
liternya kurang lebih Rp. 25.000,- Jika 2.880 liter per-hari
dikalikan Rp. 25.000 akan ketemu angka: Rp. 185 juta per-hari,
maka sebulan Rp.5,5 M. dan setahunnya Rp. 67,5 M. untuk biaya
bernafas saja. Masihkah kita tidak mahu bersyukur?

Maka bersyukur dalam surat al-Kautsar di atas berupa penggu-


naan nikmat Allah yang besar untuk dua hal:

1. Hablum minal-Laah, menguatkan hubungan dengan Allah,


Swt., terutamanya dengan menegakkan sholat semata-mata
karena Allah, sebagai pokok dari Ibadah.

2. Hablum minan-naas, menjalin hubungan dekat dengan


sesama manusia, di antaranya dengan berkurban, yaitu
ibadah yang punya pengaruh sosial.

﴾ 199 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Berkurban adalah salah satu bentuk syukur kita kepada Allah
sekaligus bermanfaat untuk membangun kepedulian sosial kita.
Dengan mensyukuri nikmat harta dan bersedia berbagi dengan
orang lain dalam bentuk kurban, Allah akan menjaga harta kita
bahkan menambahinya. Sebagaimana firman-Nya:
‫ه‬ َ َ َ َّ ْ ُ ْ َ ْ ِ َ ْ ُ َّ َ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ِ ْ ُ ُّ َ َ َّ َ ْ َ
‫ و َإذَتْأذٰىَبككمَل َيَش ْ ْ ْ ْ ْقرتمَأ زَِِليْْد كمََۖول َيَكَرتمَ ََّٰىَعْي َ ي‬Artinya: "Dan
َ‫ااَلْ ْ ْ ْ ْ ْ َديْْد‬
(ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrahim: 7)

Hikmah Kedua: Sebagai pembangun kemuliaan jiwa


Setiap ibadah mempunyai tujuan tertentu, dan tentu saja demi
kebaikan pelakunya -- seperti sholat untuk mencegah perbuatan
keji dan mungkar, berpuasa untuk membangun ketaqwaan jiwa
dan zakat untuk mensucikan lahir dan batin – maka di antara
hikmah berkurban adalah membangun kemuliaan jiwa.
Momentum setahun sekali amalan sunnah berkurban, bagaikan
episentrum (pusat ledakan) kebaikan dan penggugah kemuliaan
jiwa. Maka ketika Idul Adha tiba, dan seorang Muslim memiliki
kelebihan dan kelapangan rizki, menurut Syaikh Muhammad al-
Amin Asy-Syinqithi, jangan sampai tidak melakukan ibadah
kurban, karena akan kehilangan kesempatan untuk meraih
keutamaan yang sangat besar.

Sifat kikir dan enggan berkurban dengan sebagian harta yang


dicintai harus dilawan dan dijauhkan dari jiwa-jiwa kita, meski
pun tabiat manusia cenderung untuk berbuat demikian,
َّ ُّ ُ َْ َ ْ َ ‫ َو ُأ ْح‬Artinya:
sebagaimana firman-Nya: )928َ"‫ِّصْ ْ َتَاأ َ ُ َالْ ْحَََ(النسْْاء‬
"dan manusia itu menurut tabiatnya adalah kikir" (an-Nisa’: 128)

Maka sifat kikir itu harus diarahkan kepada sifat kebalikannya,


yaitu sifat dermawan. Agar orang tidak memandang harta
sebagai ukuran kemulian serta tidak memandang kemiskinan itu
sebagai suatu kehinaan. Allah, SWT. menolak dengan tegas
pandangan materialisme seperti itu.

﴾ 200 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


‫ْ َ َ ْ ُ ُ َ يُّ َ َ ْ ه‬ ْ ْ َ َ َٰ ‫َع‬ َ َ ُّ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ َّ َ َّ
َ*َ‫َالناثَأ كةَلما‬ ‫يَ*َوتأ كقكٰى‬ ْ ‫َلَِعا َال َمسْ ْ ْ َق‬ ‫ََۖبلَََتب زر ُمكٰىَال ََ َتامَ*َوََتحاضْ ْ ْكٰى‬ َ‫بة‬
َ َ ُ َْ ْ ‫َ ُ ُّ َ ْ َ َ َ ُ َ ز َّ َ ُ ه‬
‫ وت َحبكٰىَالمْالَحبْاَجمْاَ*َبةَ ََّذاََفْ ٌََاأبضََكْاََكْا‬Artinya: “Sekali-kali tidak
(demikian), sebenarnya (karena) kamu tidak memuliakan anak
yatim; dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang
miskin; dan kamu memakan harta warisan dengan cara
mencampur baur (antara yang halal dan yang bathil); dan kamu
mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
Jangan (berbuat demikian)! (Ingatlah!) ketika kelak bumi
digoncangkan secara bertubi-tubi.” (al-Fajr: 17-21)

Jadi, yang menentukan kemuliaan dan kehinaan seseorang itu


bukan karena banyak atau sedikitnya harta. Kehinaan manusia
justru karena mengukur segala kemuliaan dengan materi.
Padahal apa yang kita pakai akan rusak dan harta yang kita
makan akan berakhir di tempat pembuangan yang menjijikkan.
Benarlah kata sayyidina ‘Ali: “Barang siapa yang hanya berfikir
untuk memenuhi perutnya semata-mata, maka nilai dirinya tidak
lebih dari apa yang keluar dari perutnya.”

Hikmah Ketiga: Meraih Ampunan dan Pahala Besar


Selain memiliki manfaat dan hikmah duniawi dan nafsi seperti
yang dijelaskan di atas, Ibadah kurban juga membawa manfaat
ukhrawi. Dan untuk menjelaskan manfaat ukhrawi tersebut maka
cukuplah kita simak baik-baik sabda Rasulullah, saw. mengenai
hal itu, dalam sebuah hadits riwayat Imam Tirmidzi dan Ibnu
Majah dari Ibunda ‘Aisyah, r.ah., Rasulullah, saw. bersabda:
َ َ ْ َّ َّ َ َّ َ ْ َ َ َ ُ ْ َ َ َ
َ ٍ ََ ََ ْ ْ ‫ََ َراق‬
َ ‫َهللا َعزَوج ْ ْْل ََمن‬ َ ََّ ََّ ْ ْ ‫َعمة َأ َح‬
َ ‫َالم ْحر‬
‫ز‬ ‫ م ْ ْاَع َمْ ْ ْل َاَن َآَ َيك‬Artinya:
“Tidaklah Anak Adam mengerjakan suatu amalan di hari nahr
(hari penyembelihan binatang kurban) yang lebih dicintai oleh
Allah selain mengalirkan darah binatang kurban. Kelak di hari
kiamat ia akan datang dengan tanduknya, tulang-tulangnya dan
bulu-bulunya (untuk menjadi saksi kebaikannya). Dan sesung-
gunya sebelum darahnya sampai ke tanah telah terlebih dahulu
sampai di suatu wadah dari Allah (untuk di jadikan saksi di hari
ْ َ َ
kiamat) ‫( ف ْ ََ َْ ْ ُب ْكاَ ََ ْ َهْ ْ ْاَ َْ َسْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْا‬Maka relakanlah pengorbananmu itu
semata-mata karena Allah!”)

﴾ 201 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Dan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Hakim, Rasulullah, saw.
pernah bersabda kepada Fatimah: “Berdirilah untuk
menyaksikan binatang kurbanmu, karena (akan membuat) setiap
dosa yang kamu lakukan diampuni oleh Allah dari sejak tetesan
pertama darahnya. Sambil Kamu mengatakan: “Inna sholaati, wa
nusuki, wa mahyaaya, wa mamaati lil-llaahi Rabbil ‘aalamiin, laa
syariika la-hu, wa bi-dzaalika umir-tu wa ana awwalul muslimiin.”

Juga hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Zaid bin
Arqam. para shabat bertanya kepada Rasulullah, saw. “Ya
Rasulullah, apakah arti qurban ini?” Beliau menjawab: “Ini adalah
sunnah moyang kalian, Ibrahim, as.” Mereka bertanya lagi,
“Apakah yang akan kami dapatkan darinya?” Rasulullah, saw.
bersabda: “Setiap satu helai bulunya (akan kamu dapatkan) satu
kebaikan.”

Demikianlah di antara hikmah dari melaksanakan ibadah kurban,


mudah-mudahan kita bisa menghayati dan mengamalkan
dengan sebaik-baiknya. Yang tahun ini bisa berkurban mudah-
mudahan diterima oleh Allah dengan penuh keridhaan dan
kerahmatan-Nya, serta menjadi sebab bagi keberkatan diri, harta
dan keluarga kita. Sedangkan yang belum bisa melaksanakan,
mudah-mudahan tahun depan bisa melaksanakannya agar tidak
terlepas dari keutamaan-keutamaannya yang begitu besar.

B. Tiga Doa Mustajab Nabi Ibrahim, as.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Hari ini adalah hari jum’at kedua di bulan Dzulhijjah, dan kita
masih berada di sepuluh pertama dari bulan tersebut. Di mana
pada hari ini sebagian kita ada yang menjalankan ibadah puasa
sunnah tarwiyyah. Mudah-mudahan memperoleh keutamaannya
dan bisa meningkatkan iman dan taqwanya.

﴾ 202 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Selanjutnya, kita harus bersyukur kepada Allah, setelah hampir
dua tahun lebih dunia dicekam dengan wabah Covid-13, kini
telah berangsur-angsur aman. Namun, dalam keadaan apa pun,
perkara yang tidak boleh ditinggalkan oleh orang beriman adalah
tetap dekat kepada Allah, Swt. dan senantiasa bersandar
‫ه‬ َ
kepada-Nya. ‫َاّلِل‬
ََ ََّ َ‫ ف ََ ُّروا‬Artinya: “Maka segeralah kembali kepada
Allah!” (adz-Dzariyat: 50)

Kata Syaikh Muhammad Sayyid At-Thanthawiy, artinya:


“Tinggalkan kemaksiatan dan lakukanlah ketaatan; tinggalkan
kekufuran dan tunaikanlah kesyukuran serta jauhilah keburukan
dan kerjakanlah kebaikan!”

Di samping itu, perbanyaklah doa, mohonlah perlindungan dan


penjagaan-Nya. Allah berfirman:
َ َّ َ َ ُ ُ ْ َ َ ‫َ َ َ َ ُّ ُ ُ ْ ُ ْ ْ َ ْ ُ ْ َّ ه َ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ ي‬
‫ِلين‬ َ َ ََ‫َج َهم َم‬
ََ ‫ال زر‬ ‫كاَأسْ ْت َجََلكمََ ََّٰىَال َيينَيسْ ْتب َنوٰىَعن ََعباَ َ ياَسْ ْادلقكٰى‬
‫وقالَبككمَاَع َ ي‬
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan (do’a)-mu. Sesungguhnya orang-
orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan
masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Ghofir: 60)
َ ُ‫َ ْ ْ َْ ُ هَ َ َ ه‬
Rasulullah, saw. juga bersabda: "َ‫َاّلِلَعق ْا َه‬ َ َ َۚ‫ "منَلمَيدعَاّلِل‬Artinya:
“Siapa yang tidak mau berdoa (memohon) kepada Allah maka
Allah akan murka kepada-Nya.”

Saudaraku yang dirahmati Allah


Berdoa adalah salah satu dari amalan dan sunnah para Nabi.
Dengan berdoa, menunjukkan kelemahan dan kebergantungan
manusia kepada Tuhannya. Sedang keengganan untuk berdoa,
menunjukkan kesombongan dan keangkuhan manusia. Itulah
sebabnya, Allah murka kepada mereka yang tidak mau berdoa.

Di bulan Dzulhijjah ini, yakni bulan di mana puncak Ibadah haji


ada di dalamnya, mari kita meneladani Nabi Ibrahim, as. yang
menunjukkan hajat dan kebutuhannya kepada Allah, Swt.
dengan mengajukan permohonan. Di antaranya ada tiga doa
Nabi Ibrahim yang mustajab, yakni telah terbukti dikabulkan oleh
Allah, Swt. Doa tersebut bisa juga digunakan sebagai doa kita.
Apalagi tiga perkara yang diminta oleh Nabi Ibrahim adalah

﴾ 203 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


merupakan perkara yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang
yang beriman:

Doa Pertama: Nabi Ibrahim memohon agar anak keturunannya


senantiasa menegakkan sholat, dicintai oleh manusia dan
diberikan rizqi berupa buah-buahan agar mereka bersyukur.
ْ ‫امكاَال َّصَْ َة َ ََف‬
َْ ‫اج َع‬
َ‫ل‬ ُ ‫َبك َماَل ُاق‬ ْ َ َْ َْ
َّ َ ‫َال ُم َح َّر‬ َ َ ُ ُ ْ َ َ َّ َ
‫﴿بكماَ ََّ ْ ياَأ ْس ْقمٌ ََم ْنَذ َ َّبِلي َ ي يِ َََ َك ٍاََۚ ْْ زن ََذخَِ ْب رع ََعمدََة َت‬
َ َ
َ ُ ُ ْ ََ ْ ُ ‫َ ه‬ َ َّ ْ
َ ْ ُ ْ َ ْ ُْ ْ َ َّ َ َ ْ
]21َ "‫ات َلعقهم َيْ ْ ْ ْ ْ ْقروٰى َ﴾ َ ََّراَام‬ َ ‫اس َته زكخ َ ََّلَ َهم َوابِقهم ََمن َالبم َر‬ ‫أف َئْ ْ ْد ََمن َالمْ ْ ْ ز‬
Artinya: “Wahai Tuhan-ku, sungguh aku telah menempatkan
anak keturunanku di sebuah lembah gersang tanpa tanaman, di
sisi Rumahmu yang disucikan, Tuhanku agar mereka itu
menegakkan sholat, maka jadikanlah hati manusia merindukan
mereka dan anugerahkanlah kepada mereka berbagai buah-
buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim: 37)

Ada tiga pelajaran penting dari doa Nabi Ibrahim tersebut:


1) Orang tua harus mencarikan tempat tinggal bagi anak-
anaknya sebuah lingkungan yang kondusif untuk beribadah,
terutama agar mereka mudah menegakkan sholat dan
menarik orang-orang untuk datang mengunjunginya.
2) Orang tua harus selalu memikirkan keadaan anak-anaknya,
terutama dalam masalah sholat dan ibadahnya, bukan
masalah makan dan minumnya, pangkat dan jabatannya
karena semua itu telah ditetapkan oleh Allah.
3) Walau pun Mekah adalah negeri yang tandus dan tidak sesuai
untuk bercocok tanam, namun berkat doa nabi Ibrahim, as.
yang memohon agar anak keturunannya diberi berbagai
buah-buahan, hingga hari ini tidak ada buah-buahan yang
tumbuh di bumi ini, melainkan dengan mudah bisa dibeli di
pasar kota Mekah.

Doa Kedua: Doa memohon agar tempat tinggal anak keturu-


nannya menjadi tempat yang aman dan agar mereka dijauhkan
dari menyembah ْ ْ berhala. Beliau َ ْ َ ُ ْ berdoa:
َّ َ َ َّ َ َ ‫َاأ ْص َما‬ َ ْ َّ ْ َ َ ْ ْ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ
َ‫اس‬
‫اَمنَالم ز‬
َ ‫ن‬َ ْ ‫َ*َب َوَ ََّ ُه َّنَأضقق َنَك َب‬ ‫َِأٰىَ عبد‬ ‫َآمماَواجمب َ يَِوك َ ي‬ َ ‫﴿بوَاجعلََياَالبقد‬
‫كب ََبح ه‬ َ َ َ ْ َ َ َْ ُ َّ َ ْ َ َ ْ َ َ
‫َع َصْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْاا َفْ ْه َّ ْ ْ َ َۚ َُ ه‬
]22-21َ "‫ام﴾َ ََّراَام‬ َ َ ‫َي‬ ‫ن‬ ‫م‬‫َو‬ ِ ‫ي‬ ‫َم‬
َ ‫ه‬ْ ْ ‫ه‬َ ِ‫ فمن َت َبع َ ي‬Artinya:
ْ ْ ‫ف‬ َ
“Wahai Tuhan-ku, jadikanlah negeri ini (yakni Mekah) sebagai

﴾ 204 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


negeri yang aman dan jauhkanlah anak-anak keturunanku dari
menyembah berhala. Tuhan-Ku, sesungguhnya berhala-berhala
itu telah menjadi penyebab banyak manusia tersesat, maka
barang siapa yang mengikutiku maka sesungguhnya dia
termasuk golonganku dan barang siapa yang mendurhakaiku
maka sungguh Engakau adalah Tuhan yang Mahapengampun
lagi yang Mahapengasih.” (Ibrahim: 35-36)

Pelajaran yang bisa kita petik dari doa tersebut adalah:


1) Nabi Ibrahim, as. memperhatikan aspek keamanan dan
keselamatan bagi anak-anak keturunannya. Keamanan di
dunia dengan tidak adanya permusuhan dan kebencian.
Sedangkan keamanan di akhirat adalah apabila anak keturu-
nannya beraqidah yang benar, yaitu dengan tidak menyem-
bah berhala dan tuhan-tuhan lain selain Allah.
2) Nabi Ibrahim, as. mengetahui betapa besar bahaya patung-
patung dan berhala sebab banyak manusia sesat karenanya.
3) Ummat Islam yang benar, di samping sebagai pengikut Nabi
Muhammad adalah juga penerus ajaran Nabi Ibrahim, yaitu
menyembah Tuhan yang Maha Esa.

Doa Ketiga: Doa agar ada di antara keturunan dari nabi Ismail
yang ditinggalkan di Mekah, ada satu orang saja yang diutus
sebagai Rasul. Nabi Ibrahim, as. berdoa:
ِّ َ ُ َ َ َ ْ ْ َ َ َٰ َ ْ ُ ُ ُ ِّ َ ُ َ َ َٰ َ َ ْ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ ُ َ ْ ‫اَو ْٱب َع ْ ْثَف‬
َ ْ ‫﴿بك َم‬
َّ َ
ََ‫َه ْم‬
َ ‫حكم ََْوِليزف‬ َ ‫َهمَبس ْ ْ ْ ْ ْكََممهمَي َتقكاَعقَ َهمَءاي َت ْ َوِليعقمهمَٱل َبت ََْوٱل‬ َ َ
ْ ْ َ َ َّ
َ ﴾َ ‫ ََّ ْ ْ ْ َأ ْ ْ ٌْْ َٱل ْ ْ َع ْ ْ ززِلي ْ ْ ُْز َٱل ْ ْ َح ْ ْ َق ْ ْا ْ ْ ُْم‬Artinya: “Wahai Tuhan-ku, dan aku
memohon agar diutus di tengah mereka seorang rasul berasal
dari keturunan mereka (yaitu dari anak-anak Ismail) yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mengajari mereka
Kitab dan hikmah (Sunnah), serta membersihkan jiwa mereka.
Sesungguhnya Engkau Maha Agung lagi Maha Bijaksana” (al-
Baqarah: 129)

Pelajaran dari doa tersebut adalah:


1) Orang tua tidak boleh berputus asa untuk berdoa dan
berharap akan kebaikan anak-anaknya. Bukankan doa Nabi

﴾ 205 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Ibrahim itu baru terkabul setelah 3800 (tiga ribu delapan
ratus) tahun kemudian? yaitu dengan diutusnya Nabi
Muhammad, saw. sebagai nabi dan rasul terakhir dari
keturunan Nabi Ismail bin Nabi Ibrahim, as.
2) Anak keturunan yang membahagiakan orang tuanya adalah
mereka yang mampu memenuhi harapan orang tua dan
menjadi manusia yang bisa memberi bimbingan kepada orang
lain sebagai penjaga dan pengamal Kitab Allah dan Sunnah
Rasulnya.
3) Tidak semua apa yang kita minta, dikabulkan oleh Allah
seperti apa yang kita inginkan, namun terkadang diwujudkan
dalam bentuk yang lain. Hal itu semata-mata karena kuasa
dan kehendak Allah yang Maha Agung dan Bijaksana.
Sebagaimana Rasulullah, saw. bersabda:
ُ َ َ ََ ‫َْ ُ َ َْ ْ َ َ ْه‬ ْ ُ ْ ‫َِ(صَْْلَهللاَعقاهَوسْْقم)"َ َم‬ َّ
ُّ ‫قالَالم‬
ََ‫اع‬ ََ ‫كَبدعك ٍ َلي ََفَهاَ ََّسمَوََق‬ َ ‫اَمنَمس ْ َق ٍمَيدع‬ َ ‫ي‬
ْ ُ َ َ َّ َ ْ َّ َ ُ َ َ ْ َ ُ َ َ َ ُ ْ َّ " َ َ َ ْ َ ُ ُ َ ْ َ َّ َ
َ‫َف‬
‫َو َإم ْاَأٰىَي ْد َلرََْاَل ْه َ ي‬،‫ْب َح ٍمَ ََََّأعَ ْ ْاه َهللا َََه ْاَ ََّحُ ْد َسة ٍث َ ََّم ْاَأٰى َيعج ْلَل ْه ََعكت ْه‬
ُّ َ ْ َ َّ َ َ
)‫كءَمبقها َ(بواهَأحمدَوالحاكم‬ َ ‫ِّصَِعمهَمنَالس‬ ‫َو َإماَأٰىَي ز‬، َ‫ال َلر‬
“Tidaklah seorang muslim berdoa (memohon kepada Allah)
dengan suatu permohonan yang tidak mengandung dosa dan
memutus silatur Rahim, melainkan Allah akan memberinya
dengan doa itu satu dari tiga kemungkinan: (kemungkinan
pertama) doanya disegerakan di dunia; (kemungkinan kedua)
doanya dijadikan simpanan kebaikan buatnya di akhirat; dan
(kemungkinan ketiga) doanya dijadikan sebagai penolak
keburukan terhadap dirinya senilai kebaikan yang
dimintanya.” (Hr. Ahmad dan Hakim)

Saudaraku yang dirahmati Allah


Mudah-mudahan Allah memudahkan urusan kita dan menjadikan
kita sebagai orang-orang yang senantiasa bergantung harap
hanya kepada Allah dan selalu berdoa kepada-Nya. Apalagi doa
adalah senjata seorang Muslim dan tanda kedekatan seorang
hamba kepada Tuhannya. Keengganan untuk berdoa adalah
suatu kesombongan sebaliknya kemahuan untuk berdoa dan
memohon kepada Allah akan menghadirkan cinta-Nya.

﴾ 206 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


C. Tiga Pelajaran Hidup dari Nabi Ibrahim, as.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Masih banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari bulan Dzul
Hijjah. Terutama pelajaran dari Khalilullah, Nabi Ibrahim, as. Di
antaranya, “ada tiga pelajaran dari kehidupan beliau”.

Pelajaran Pertama:
Sebelum Allah berbicara tentang Nabi Ibrahim dalam ayat-ayat-
terkait, disebutkan-Nya “peringatan keras” terhadap Bani Israil.
Allah berfirman:
ُ ََ ‫َ َْ ََ ُْ َ ُ َْ َ ْ ه ََ َ َ ُ َ َ َ َ ه‬ ْ َّ َ َْ َ َّ َ ‫َو َّات ُق‬
َ‫َََ ْم‬ َ ‫كاَي ْك َمْاَََت ْج ززخَ َ ه َعنَ َ ر َش ْ ْ ْ ْ ْةئْاَوََيقبل ََممهاَعدلَوََتمَعهاَش ْ ْ ْ ْ َْاعََو‬
َ ُ َ ُ
ْ ‫ يم‬Artinya: "Dan takutlah kamu akan suatu hari, di waktu
َ ْ ْ ْ ‫ِّص‬
‫وٰى‬
tidak dapat menggantikan seseorang atas orang yang lain sedikit
pun dan tidak diterima suatu tebusan darinya, dan tidak akan
memberi manfaat kepadanya suatu syafaat dan mereka pun
tidak akan ditolong” (al-Baqarah: 123)

Saudaraku yang dirahmati Allah


Pelajaran dari ayat ini, menurut Abu Ja’far at-Thabariy, disebut-
kan dalam tafsir at-Thobariy, adalah:
1) Ayat ini merupakan peringatan dan ancaman keras terhadap
Bani Israil – dan orang-orang yang mengikuti prilaku penyim-
pangan dan kedurhakaan terhadap Allah dan Rasul-nya.

2) Bahwa segala kekayaan, anugerah dan kedudukan manusia


di dunia, jika tidak disyukuri dan digunakan untuk kebaikan,
tidak bisa menjadi tebusan dan penolong untuk dirinya dan
orang lain pada hari Kiamat.

3) Di akhirat, manusia tidak bisa menggantungkan harapan


kepada pangkat, jabatan dan kedudukan orang lain untuk
menyelamatkan dirinya. Sebab keselamatan itu terutamanya
berasal dari usaha sendiri ketika di dunia. Allah berfirman:
َّ ْ ‫َ ه‬
َٰ َ ْ ْ ْ ْ ْ‫”وأٰىَل ْي َ ََل َْلَسن َسْ ْ ْ ْ ْ َاٰىَ َََّ ََماَ َس‬
“َ‫َع‬ Artinya “Dan bahwa tidaklah yang
diperoleh oleh manusia (di akhirat nanti) selain apa yang dia
usahakan (ketika di dunia)”. (An-Najm: 39)

﴾ 207 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Pelajaran Kedua:
Sikap nabi Ibrahim dalam menjalani beberapa ujian. Allah
َّ َ ُ َ َْ َ َ َّ ُ َّ َ َ ُ ُّ َ َ ْ َٰ ‫َاَ َت‬
ْ ‫َوإذ‬
berfirman: َ‫اس َ ََّ َمْ ْا َم ْ ْا‬ َ
ٍ ْ ْ‫َل َ َََّ َر َاَام َبكْ ْه ََبك َقم‬
‫ات َف ْ ْأتمهن َۖ َقْ ْال َ ََّ يا َجْ ْ َاعق ْ ْ ََلقمْ ْ ز‬ ََ
Artinya: “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya
dengan beberapa kalimat (yaitu beberapa perintah), maka dia
menjalankannya dengan sempurna. (maka Allah) berfirman:
‘sungguh Aku menjadikan engkau sebagai imam (pemimpin) bagi
seluruh manusia’” (al-baqarah: 124).”

Menurut Syaikh Muhammad Sayyid Thantawiy, ayat tersebut


memberi pelajaran:
1) Dengan disebutkan nama Ibrahim sebelum menyebut lafazh
Rabb (Tuhan-Nya), menunjukkan bahwa Ibrahim, as. adalah
manusia yang diberi keistimewaan.

2) Kesuksesan Ibrahim melaksanakan unjian dengan baik adalah


karena sikapnya yang tidak menunda-nunda perintah Allah.
Beliau selalu sigap dan cepat melaksanakan perintah Allah
tanpa banyak bertanya tentang hikmah dan kegunaan
perintah itu.

3) Tidaklah manusia itu mendapatkan kesuksesan kecuali


setelah melalui ujian demi ujian hidup. Maka Nabi Ibrahim
diangkat sebagai pemimpin bagi ummat manusia, setelah
melewati berbagai ujian sebelumnya. Sebagaimana Allah
ْ َ َ َّ
َ ْ ‫َال ُع ْلْ ْ ْ ْ ْ َُي‬ ْ َ َ َّ َ
َ ْ ‫َال ُع ْلْ ْ ْ ْ ْ َُي‬
berfirman: ‫لْ ْ ْ ْ ْ ْا‬ ‫ز‬ ‫لْ ْ ْ ْ ْ ْاَ*َ ََّٰىَمع‬ ‫ز‬ ‫ ف َهٰىَمع‬Artinya: “Maka
sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sung-
guh bersama kesulitan itu ada kemudahan” (al-Insyirah: 5-6)

Pelajaran Ketiga:
Keturunan Nabi sekali pun tidak otomatis mewarisi kepemim-
pinannya jika mereka tidak bersikap adil. Allah berfirman:
َ ُ َ َ َ َ َ ‫ُ َ َّ ي‬
َْ ‫َع ْهْ ْدخَال هظْ ْالم‬ َ ْ ْ‫ ” َق‬Artinya: “Berkata Ibrahim,
“َ‫ي‬ ََْ َ ‫ال ََو َمنَذبِلي َ يِ َۖ َقْ ْال ََ َيمْ ْال‬
‘dan jadikan pula di antara keturunanku (sebagai pemimpin!’
Allah berfirman: ‘Janjiku itu tidak akan didapatkan oleh orang-
orang yang zholim.’” (al-Baqarah: 124)

Dari ayat tersebut, menurut para mufassir, dapat diambil


beberapa pelajaran sebagai berikut:

﴾ 208 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


1) Bahwa seorang manusia ketika mendapatkan kenikmatan
atau anugerah sebagai pemimpin boleh memohon kepada
Allah agar nikmat itu sampai juga kepada anak keturunannya.
2) Namun orang tua harus mendidik anak keturunannya dengan
sebaik-baiknya dan mempersiapkan mereka sebagai pelanjut
misi kebaikan orang tua. Sebab kepemimpinan itu tidak layak
diemban oleh genarasi penerus yang zholim.
3) Tidak semua anak seorang pemimpin layak mewarisi
kepemimpinan orang tuanya. Bahkan anak seorang nabi-pun,
jika tidak memenuhi syaratnya, terutama sebagai pelanjut
kebaikan dan keadilannya, maka tidak berhak untuk mewarisi
kepemim-pinan orang tuanya.
Saudaraku yang dirahmati Allah
Demikianlah tiga pelajaran yang bisa kita petik dari ayat-ayat al-
Qur’an sekitar kehidupan Nabi Ibrahim, as. Mudah-mudahan kita
bisa menjadi-kannya sebagai panduan dalam kehidupan kita.
َْ ُ َ ُ َْ َ
َ‫واَياَأو َ ي َاأ ْب َص ْ ْ ز‬
Allah Swt. berfirman: ‫اب‬ ‫ فاعت َن‬Artinya: “Maka ambillah
pelajaran, wahai orang-orang yang berpandangan sehat.” (al-
Hasyr: 2)

D. Tiga Misi Manusia di Muka Bumi

Saudaraku yang dirahmati Allah


Di bulan Dzul Hijjah kita banyak mendapatkan pelajaran tentang
arti perjuangan dan pengorbanan dari Nabi Ibrahim, as. maka di
bulan Agustus adalah bulan penting bagi bangsa Indonesia untuk
menghayati arti perjuangan dan kemerdekaan.

Hal itu menjadi pelajaran kepada kita bahwa tidak ada


kemerdekaan tanpa perjuangan dan pengorbanan. Begitu juga,
apalah arti suatu kemerdekaan bila hati dan pikiran kita masih
terkungkung oleh nafsu dan kebusukan. Karena perjuangan
untuk mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya adalah
pembebasan diri kita dari berbagai belenggu kegelapan hati,
jiwa, pikiran dan perbuatan menuju cahaya al-Qur’an dan
penghambaan semata-mata kepada Allah Ta’aala.

﴾ 209 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Sebagaimana Allah berfirman: َ
ْ ُّ َ ُ ُّ َ َ ُ ُ ْ ُ َ َّ َ ُ ُ ُ َ َ ْ َ َ َّ َ ُ ‫ه‬
َ‫كب َََ َإذ َ َه‬
‫اتََََّ َالم ز‬
َ ‫خَب َهَاّلِلَم زنَاتبع زَبض ْكا هَس ْبلَالس ْة َ َوِليخ زرجهمَمنَالظقم‬
َ ‫َي ْه َد‬
َ ْ َ َ
92َ" ‫اط َُّم ْسْ ْ ْ ْ ْ ْت َق ٍامَ(المائد‬ َ َ َٰ ََّ‫ وِلي ْهْ َديه ْم‬Artinya: “Dengan al-Qur’an,
ٍ ََ َ َ
Allah tunjuki orang yang mencari Ridha-Nya jalan kedamaian
dan mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada
cahaya dengan seizin-Nya dan (Allah) tunjuki mereka kepada
jalan yang lurus.” (al-Maidah: 16)

Menurut Raghib al-Asfahani dalam kitab adz-Dzariah ila Makaa-


rimi asy-Syari’ah, ada 3 misi (tugas utama) manusia hidup di
dunia ini, seperti yang diisyaratkan dalam ayat-ayat al-Qur’an.

Misi Pertama: Beribadah kepada Allah


ُ ُ ْ َ َّ َ ْ َ َّ ْ ُ ْ َ َ َ
Sebagaimana firman-Nya: )12َ"‫وٰىَ(اليابِليات‬
َ ‫وماَلققٌَال َجنَو َاْلَسن َ َََّ ََلاعبد‬
Artinya: “dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan
agar mereka beribdah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

Beribadah dan mengabdikan diri hanya kepada Allah adalah


bentuk kebebasan manusia yang tertinggi. Sebab jika manusia
tidak mengabdi kepada Allah, maka manusia akan diperhamba
oleh tuhan-tuhan lain selain-Nya. Dan tuhan-tuhan lain itu bisa
berupa harta, pangkat, jabatan, setan, dan hawa nafsunya
sendiri.

Selain itu, manusia juga bisa diperhamba oleh sesama manusia


dalam bentuk penjajahan dan kezhaliman. Dan oleh karena itu
Islam diturunkan di bumi ini dalam rangka membawa misi
pembebasan dari segala penindasan dan penghambaan oleh
sesama manusia.

Seperti yang dinyatakaan oleh sahabat Rabi’iy bin ‘Amir, utusan


Rasulullah saw. di hadapan panglima perang Persia. Beliau
berkata: “Aku diutus datang ke mari di hadapan kalian tidak lain
adalah untuk mengeluarkan manusia dari kezhaliman sesama
manusia kepada keadilan Islam dan dari kegelapan dunia kepada
cahaya dan keluasan dunia dan akhirat.”

Maka manusia merdeka itu, bukanlah mereka yang mampu


berbuat apa saja mengikuti hawa nafsunya dan bersenang-
senang tanpa batas dengan harta bendanya. Manusia merdeka

﴾ 210 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


adalah mereka yang hidup damai karena ketaatan dan pengab-
diannya kepada Allah dan menggunakan kekayaannya untuk
berbuat baik dan bermanfaat kepada diri dan orang lain; meng-
gunakan jabatan dan pengaruhnya untuk menolong manusia
yang lemah dan yang tertindas.

Misi Kedua: Menjadi Khalifah Allah


َ َ
Allah firman: ََََۖ‫ضَل َقا‬ ْ َ ْ ْ ‫َجاع هل‬
َ َْ َ َ ْ َ ُّ َ َ َ ْ َ
‫َفَاأب ز‬ ‫ و َإذَقالَبك ََلقمة َئق َََ ََّ يا َ َ ي‬Artinya: “dan
ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat,
‘sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.”
(al-Baqarah: 30)

Menurut para mufassir, bahwa Adam sebagai manusia pertama


disebut oleh Allah sebagai khalifah, yang artinya “pengganti”
karena manusia diciptakan di dunia ini sebagai pengganti jin.
Sebelumnya, para jin itulah yang menghuni bumi ini, namun
mereka melakukan kerusakan sehingga Allah menciptakan
manusia sebagai pengganti mereka.

Maka manusia ditugaskan oleh Allah di muka bumi ini sebagai


pengganti jin-jin yang tidak menunaikan tugasnya dengan baik.
Agar manusia menjalankan hukum-hukum Allah, menegakkan
keadilan dan melaksanakan norma-norma kebaikan. Maka
manusia terbaik adalah mereka yang menjalankan amanat Allah
dengan baik, taat kepada Allah dan bermanfaat kepada
َّ ْ ُ ُ َ ْ َّ ُ ْ َ
sesamanya. Rasulullah, saw. bersabda: "َ‫اس‬ ‫"لْ ْن َالْمْ ْ ْ ز‬
‫اس َأ َْْعْهْم َ َلْقْمْ ْ ْ ز‬
Artinya: (Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat
untuk manusia yang lain.)

Misi Ketiga: Memakmurkan (‘Imarah) Bumi


َّ ُ ‫وه َُس َّم َُت‬
Allah firman: َ‫وككاَ ََّل ْا َهََ ََّٰى‬
َ َ ََُْ َْ ْ َ
ُ ‫اَفا ْسْ ْ ْ َت ْ َ ُر‬‫ضَواسْ ْ ْتعمركم ََفَه‬ َْ ْ َ َ ُ َ َ ُ
َ
َ ‫َكَأَسنْ ْ ْأ كمَمنَاأب ز‬
‫ َب َاَقر ه‬Artinya: “…Dialah (Allah) Yang menciptakan kamu
َ ‫ِليَ َُّم َج ه‬
َ‫ا‬ ‫ي ز‬
dari tanah dan menjadikan kamu sebagai pemakmur-nya, maka
memohon ampunanlah kepada-Nya dan kemudian kembalilah
kepada-Nya, sesungguhnya Tuhan-ku Maha Dekat dan Maha
Mengabulkan (permohonan).” (Hud: 61)

Jika misi kedua manusia adalah sebagai khalifah (pengganti


makhluq yang merusak), maka misi manusia selanjutnya adalah

﴾ 211 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


sebagai penjaga dan pemakmur bumi. Karena makna ‘imarah
adalah melakukan pembinaan, penjagaan dan pembangunan.
Dan pembangunan itu bukan semata-mata berbentuk fisik,
seperti pembangunan sarana tempat tinggal, perumahan,
sandang dan pangan; namun juga berupa pembangunan non-
fisik seperti mental dan spiritual, akhlaq dan pemikirian, keadilan
dan kebijaksanaan.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Demikianlah tiga misi utama kita sebagai manusia hidup di dunia
ini. Dan sekaligus itulah misi manusia merdeka. Semoga kita bisa
mengisi kemerdekaan bangsa ini yang diraih dengan perjuangan
dan pengorbanan yang tidak sedikit oleh pendahulu kita. Dan
mengisi kemer-dekaan ini bukan dengan kebebasan yang
melanggar batas-batas agama dan norma-norma masyarakat,
namun dengan menjalankan 3 misi utama manusia yang
dijelaskan tadi.

E. Tiga Keburukan Tidur Saat Khutbah Disampaikan

Saudaraku yang dirahmati Allah


Ketika Adam diturunkan ke bumi, Allah memperingatkan
kepadanya bahwa bumi ini adalah tempat ujian, tempat
permusuhan antara satu sama lain. Namun jika mengikuti
petunjuk Allah dan mengamalkannya maka akan mendapat
kebahagiaan.
َ ُ َ َ ُ َ ُ َّ َ ْ َ َّ َ َ َ َ ْ ْ ُ ْ َ ْ ُ
Allah berfirman: َ َ ‫مَم َََِْْد َف َمنَت َب َعََ ْدا‬ ‫ققمْاَٱَ َبَكا ََممهْاَج َماعْاَََۖف ْ َهمْاَي ْأ َتةمك‬
َ ُ ُ َ َ ‫َ ه‬ َ َ
َ ْ ‫ ف ْة َل ْ ْكِ َع ْق ْ َْ ْ َه ْ ْم ََوَ ََ ْ ْم َ َي ْ ْح ْ َز‬Artinya: “Kami berfirman: ‘turunlah
‫كٰى‬
kamu semua dari surga, lalu jika datang kepadamu petunjuk
dariku, (maka ikutilah!) maka barangsiapa yang mengikuti
petunjuk-Ku maka tiada ketakutan atas mereka dan tiada pula
akan berduka.” (al-Baqarah: 38)

Makna “hudan” atau petunjuk dalam ayat di atas, menurut al-


Baghawiy adalah petunjuk dan penjelasan tentang syariat Allah
yang berasal dari rasul atau kitab suci-Nya. Artinya, kunci

﴾ 212 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


kebahagiaan anak Adam di dunia dan akhirat adalah apabila
mereka mahu mengikuti petunjuk syariat yang disampaikan
kepada mereka.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Di antara tujuan khutbah adalah untuk menyampaikan pesan-
pesan agama agar jamaah mendapatkan ilmu dan petunjuk.
Maka diwajibkan kepada para jamaah untuk mengikuti dan
mendengarkannya dengan seksama, agar mendapat pahala
jum’atan dengan nilai sempurna. Di antara perkara yang
mengurangi kesempurnaan jum’atan adalah “mengantuk atau
tertidur” ketika khutbah di sampaikan. Maka di sini, khatib akan
menerangkan “Tiga Keburukan Tidur Saat Khutbah Disam-
paikan.”

Keburukan Pertama: Perbuatan yang sangat dibenci


oleh para Sahabat Nabi
Seorang Ulama di kalangan tabi’in, Muhammad bin Sirin
rahimahullah berkata:
َ َ َ َ ُ ُ ُ ْ ْ َّ َ ُ ْ َ ُ
‫كاَيب َرَكٰىَالم ْك َ ََو َاْل َم ْا ُ ََيخَ ْ َُ ََو َِليقكلكٰى ََفاْ َْهَق ْكََشْ ْ ْ ْ ْ ْ َديْْدا‬ ‫ بْا‬Artinya: Adalah
mereka (kaum salaf: para sahabat dan tabi’in) sangat tidak suka
terhadap orang yang tidur ketika imam sedang khutbah, dan
mereka mencela keras terhadap perbuatan seperti itu.”

Kemudian Ibnu Sirin menambahkan, bahwa para sahabat tidak


suka dengan perbuatan seperti itu dan mereka mengatakan:
ُ َ ْ َّ َ ‫ َمْ َبْ ُقْ ُهْ ْم َبْ َمْ َبْ ْ ْل‬Artinya: “(Mereka yang tidur saat khatib
‫َيِليْ ْ ْ ٍَ َألَْْقْكا‬
‫َ ز‬
menyampaikan khutbahnya) seperti pasukan perang yang gagal,
(yakni kalah dan tidak mendapatkan apa-apa dari medan
perang).”

Kenapa begitu? Sebab seharusnya dari khutbah jum’at itu kita


mendapatkan nasehat dan pelajaran yang berguna untuk kita
jalankan. Namun sebaliknya, karena tidur, kita tidak mendapat-
kan apa-apa. Tidak ilmu tidak pula pahala jum’atan. Jika Allah
memuji orang yang mendengar ucapan orang lain, maka
sebaliknya Allah pula mencela orang yang tidak mendengar dan
memperhatikan orang lain yang sedang berbicara. Allah
berfirman:

﴾ 213 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


ْ ُ ُ ُ َ ََٰٰٓ َ ْ ُ َ ُ ‫ه َ َ ْ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ َ َّ ُ َ ْ َ َ ُ َٰٓ ُ ْ َ ََٰٰٓ َ ه َ َ َ َٰ ُ ُ ه‬
َ‫ََ ْمَأ ْولكا‬ َ ْ ‫ٱل ْ َيينَيس ْ ْ ْ ْ ْت َمعكٰىَٱلقكلَفَت َبعكٰىَأحس ْ ْ ْ ْ ْم ْههََأول َئ ْ َٱل ْ َيينََ ْدىهمَٱّلِلََۖوأول َئ‬
َٰ َ َْ ْ
َ َ ْ ْ ْ ‫ ٱأل ْ ْب‬Artinya: “Orang-orang yang mendengarkan ucapan lalu
َ
mengikuti yang terbaik darinya, mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk Allah dan mereka itulah orang-orang yang
memiliki pikiran yang cerdas.”

Dari ayat tersebut bisa diambil pelajaran:


1. Orang yang tidak mendengar perkataan atau nasehat orang
lain, tidak akan mampu mengambil pelajaran yang terbaik
dari perkataan orang lain
2. Orang yang tidak mendengar perkataan atau nasehat orang
lain akan terhalang dari mendapatkan bimbingan dari Allah
3. Orang yang tidak mendengar perkataan atau nasehat orang
lain tidak termasuk orang yang dipuji oleh Allah sebagai orang
yang berpikiran cerdas dan berhati bersih.
Maka jangan sampai gara-gara tidak bisa mengendalikan rasa
kantuk dan keinginan untuk tidur, kita menjadi orang-orang
yang dibenci oleh para pendahulu kita, para sahabat dan
generasi pertama dari ummat ini, sekaligus gara-gara itu kita
kehilangan banyak kebaikan seperti bimbingan dan petunjuk
dari Allah, Swt.
Keburukan Kedua: Kehilangan Pahala Jum’atan
Mayoritas (Jumhur) Ulama’ bersepakat bahwa mendengarkan
dua khutbah jum’at itu hukumnya wajib. Hal itu karena dua
khutbah jum’at merupakan pengganti dari dua rakaat sholat
zhuhur. Sehingga sholat jum’at hanya dijalankan dua rakaat,
karena dua rakaat lainnya telah digantikan dengan dua khutbah
jum’at. Sehingga ketika ada khutbah disampaikan, lalu ditinggal
ngantuk atau tidur, maka kuranglah pahala sholat jum’atnya.

Oleh karena itu, jamaah jum’at diharuskan untuk memper-


siapkan kehadirannya di hari jum’at dengan maksimal. Harus
benar-benar diniatkan untuk mengikuti sholat jum’at dengan
serius bukan dengan niat untuk istirahat dan sebagai pelepas
penat sehingga tidak berusaha untuk menahan kantuk dan tidur.

Itulah sebabnya kenapa kita dianjurkan untuk melakukan


amalan-amalan sunnah dan wajib seperti mandi sebelum
jumatan, agar badan terasa segar sehingga tidak mudah

﴾ 214 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


mengantuk. Begitu juga ketika masuk masjid jangan menyengaja
mencari sandaran, baik itu tiang atau tembok. Barangsiapa yang
dari awal masuk masjid dengan niat sedemikian maka pasti akan
mudah tidur saat khatib berkhutbah.

Maka, Rasulullah, saw. melarang jamaah duduk dengan


memeluk lutut. Sahal bin Mu’adz, ra. berkata:
ْ ْ ْ َ َ َ َ َ َ
ُ ُ‫َخط‬
‫ب‬ ْ ‫َع ْنَال َح ْب َك َ ََي ْك َ َال ُج ُم َع ََ ََو َاْل َما َُ ي‬ َ ُ
‫َلَهللاَعقاهَوسْ ْ ْ ْقمَ َه‬ ْ ْ ْ ْ‫َِ َص‬
َ
َ ‫ٰىَالم‬
‫ي‬ ‫ أ‬Artinya:
“Bahwasanya Nabi, saw. melarang orang duduk memeluk lutut,
ketika imam sedang berkhutbah.” [Hr. Tirmidzi dan Abu Dawud]
Sebab duduk sedemikian itu akan memudahkan datangnya
kantuk.

Jika berkata-kata saat khutbah jum’at menjadikan pahala


jum’atan kita menjadi sia-sia, apalagi dengan mengantuk. Dan
begitu juga ketika sedang ada khutbah, lalu orang bermain-main
dengan kerikil atau sesuatu yang memalingkan perhatiannya dari
mendengarkan khutbah maka akan mengakibatkan hilang pahala
jum’atannya. Sebagaimana sebuah hadits riwayat Imam Muslim:
ُ َ ُ ََ َ ْ َ َ َ ْ ََ ْ
“َ‫َج ْم َعََله‬‫َومنَل اَفة‬،‫”م ْن ََم َّ َال َح َع ْ َْفقدَل ا‬
َ Artinya: “Barangsiapa yang
bermain-main dengan kerikil (yakni berbuat sesuatu yang
membuat seseorang tidak mendengarkan khutbah) maka dia
telah berbuat sia-sia, dan barangsiapa berbuata sia-sia maka
tidak ada keutamaan jum’atan baginya.” Maka dengan tidur atau
ngantuk, adalah perbuatan lebih buruk dari sekedar berkata dan
memainkan kerikil saat khutbah berlangsung.

Keburukan Ketiga: Bisa Membatalkan Sholat


َّ َ َّ َ َْ َ َ
Imam Al-Khattabi rahimahullah berkata, َ َ ‫َه َعم َه ْ ْا ََأ َه ْ ْاَت ْج َق ْ ْ َُ َالم ْك‬
ْ ُ ْ َ َ ْ ُ
َّ ُ َ َ َ ُ َّ َ َ َ
َََ ْ ْ‫َو ِْلي ْمم ُع ََم زن َا ْس ْ ْ ْ ْ ْ َت َمْ ْ زاع َالخَ َب‬، ‫ فتعرض َِهْ ْابتْ ْه ََلقمق ز‬Artinya: “Perbuatan ini
‫ض‬
dilarang, (yakni duduk dengan memeluk lutut) karena ini bisa
menyebabkan ngantuk, sehingga bisa jadi wudhunya batal (jika
tertidur sangat pulas), dan terhalangi mendengarkan khutbah.”
Dalam madzab Syafi’iy, tidur yang bisa membatalkan wudhu
dalam beberapa keadaan, sebagaimana yang disebutkan oleh
Imam As-Syirazi dalam Al-Muhaddzab sebagai berikut: “Adapun
tidur (dalam kaitannya dengan wudhu), maka dirinci sebagai
berikut. Jika seseorang tertidur dan dia berada dalam kondisi

﴾ 215 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


berbaring, menelungkup, atau bersandar (kepada sesuatu),
maka wudhunya batal. Namun jika orang tersebut tertidur dalam
kondisi duduk dan pantatnya tetap (tidak berubah-ubah) di
lantai, maka yang tertulis dalam beberapa kitab (fikih Syafi’i)
bahwa wudunya tidak batal.”

Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim dalam Fiqih Sunnah Wanita,
menyatakan bahwa tidur yang membatalkan wudhu adalah yang
lelap, yakni tidur menghilangkan kesadaran dan sudah tidak lagi
terusik dengan suara di sekelilingnya. Maka mayoritas fuqaha
sepakat, tidur yang menjadi penyebab membatalkan wudhu
adalah tidur dalam posisi yang memudahkan keluarnya angin.
Seperti, tidur berbaring dengan posisi miring atau tidur sambil
duduk dengan posisi miring.

Walau pun begitu, kita tetap harus berhati-hati, sebab ketika kita
tertidur dan kehilangan kesadaran, dikhawatirkan ketika kentut
َ َ ْ
kita tidak sadar, karena Nabi, saw. bersabda: َ‫َف َم ْن‬،‫َال َع َْم َاٰى‬
َ ‫زو َب ُاءَال َّس ْ ْ َه‬
ْ َّ َ َ َ ْ َ َ َ
‫ ْا َفالَتكض ْ ْ ْ ْ َْأ‬Artinya: “Pengendali dubur itu adalah kedua mata,
barang siapa tidur hendaklah ia berwudhu”.

Oleh sebab itu Imam Maliki dan Hambali berpendapat, tidur


dapat membatalkan wudhu karena dianggap sebagai perbuatan
yang menghilangkan akal atau ingatan. Sementara hilang akal
termasuk dalam perkara yang membatalkan wudhu.

Saudaraku yang dirahmati Allah


Sholat jum’at sebagai sarana untuk menghapuskan dosa-dosa
antara jum’at kemarin dengan jum’at ini, dan seterusnya. Namun
jika jum’atan kita tidak tertunaikan dengan sempurna, maka
fungsi jum’at sebagai penghapus dosa itu tidak akan terlaksana.
Semoga kita bisa menjalankannya dengan baik dan dimudahkan
untuk meraih kebaikan-kebaikan yang telah dijanjikan oleh Allah.

[][][][][]

﴾ 216 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


A. Menjaga Kemenangan
PESAN-PESAN
Dua Hari Raya

PESAN IDUL FITRI


Menjaga Kemenangan
Dengan Tiga Sifat Orang Bertaqwa
ُ ْ ‫ه ُ َُْ ه ُ َُْ ه ُ َُْ َ ه‬
َ‫ّلِلَال َح ْمد‬
َ َ ‫َو‬،‫ن‬
َ ‫َاّلِلَأ ف‬،‫َاّلِلَأ فن‬،‫اّلِلَأ فن‬
Jama’ah sholat Idul Fitri yang Berbahagia
Pada hari ini, kumandang takbir bergema di seluruh jagad raya,
mengagungkan Allah dan menyucikan nama-Nya. Sebagai
bentuk syukur dan bahagia atas kemenangan Ummat Islam
dalam berjihad melawan hawa nafsu selama sebulan penuh.
Bagi ummat Islam, bulan Ramadan adalah bulan jihad dan
kemenangan. Karena selama satu bulan, di samping harus
berjuang melawan hawa nafsu, sering juga harus menghadapi
musuh-musuh Allah sebagaimana yang dialami saurara-saudara
kita di Palestina hari ini. Dengan izin Allah, kaum muslimin selalu
mendapatkan kemenangan, baik terhadap hawa nafsu mau pun
terhadap musuh-musuh-nya.

Di antara kemenangan-emenangan itu adalah: pertama keme-


nengan kaum muslimin, pada bulan Ramadan, tahun 2 hijriyah
pada perang Badar Kubra dan kemenangan fathu Mekah pada
tgl. 17 Ramadan, th. 8 Hijriyah. Hingga kemenangan bangsa
Indonesia dengan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus
1945M. bertepatan dengan tgl. 9 Ramadan, th. 1364H.
ُ ْ ‫ه ُ َُْ ه ُ َُْ ه ُ َُْ َ ه‬
َ‫ّلِلَال َح ْمد‬
َ َ ‫َو‬،‫ن‬
َ ‫َاّلِلَأ ف‬،‫ن‬
َ ‫َاّلِلَأ ف‬،‫ّلِلَأ فن‬
َ ‫ا‬
Ma’aasyiral Mukminin, Jama’ah sholat Idul Fitri yang berbahagia
Namun, kemenangan kaum muslimin yang terbesar di
bulan Ramadan adalah ketika berhasil meraih predikat
sebagai orang-orang yang bertaqwa, karena itu meru-

﴾ 217 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


pakan kemuliaan tertinggi dan sebagai tujuan utama ber-
puasa, yaitu “La-‘allakum tattaquun” agar kalian bertaqwa.
Namun kemenangan Ramadan itu harus tetap dijaga dan
dipertahankan dengan menjalankan dan mewujudkan nilai-nilai
ketaqwaan pasca Ramadan dalam keadaan apa pun, sabagai-
َ ُْ ُ َ َ‫ه‬ َّ
mana Rasulullah bersabda: “ٌَْ ْ ‫َح َْب َم ْ ْاَكم‬ ‫ َ”ات َ" َاّلِل‬Artinya: “Bertaq-
walah kepada Allah bagaimana pun keadaanmu!” (Hr. Tirmidzi)

Untuk mengikuti petunjuk al-Qur’an atau al-hadits, bagaimana


kita seharusnya berprilaku sebagai orang yang bertaqwa, dalam
surat al-Baqarah ayat 2-5, Allah telah menjelaskan sifat-sifat
orang-orang yang bertaqwa: ‫ي‬
َّ ْ ِّ ُ ْ َ َََ ‫او‬
ََْ ْ ‫َبِليْ ْ ْ ََ َل ََفا ْ ْ َْه َل ََْ ْ ْد َلق ُمت َق‬
ْ َ َٰ َ
ُ ْ ْ ْ‫َالب َت‬ ْ ْ ْ‫ذ َل‬
َ
Artinya: “Inilah Kitab yang tidak diragukan sama sekali di
dalamnya sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.”
(al-Baqarah: 2)

Orang yang bertaqwa -- yang tidak meragukan kebenaran


al-Qur’an dan menjadikannya sebagai petunjuk itu --
adalah mereka yang memiliki 3 sifat utama:
1. Beriman kepada Allah meskipun tidak bisa melihat-Nya,
maka mereka membangun hablun minallaah (dengan
menegakkan sholat) dan hablum minan-naas (dengan
menginfaqkan sebagian hartanya)
2. Beriman dengan misi kerasulan baik rasul yang terakhir
mau pun rasul-rasul sebelumnya.
3. Beriman kepada hari akhirat.
ُ ْ ‫ه ُ َُْ ه ُ َُْ ه ُ َُْ َ ه‬
‫ّلِلَال َح ْم َد‬
َ َ ‫َو‬،‫ن‬
َ ‫َاّلِلَأ ف‬،‫َاّلِلَأ فن‬،‫اّلِلَأ فن‬
Ma’aasyiral Mukminin, Jama’ah sholat Idul Fitri yang berbahagia

Sifat Pertama: Orang bertaqwa itu beriman kepada Allah


meski pun tidak melihat-Nya, membangun hablun minal-Laahi
dengan menegakkan sholat dan hablum-minan-naasi dengan
َ ْ َ ُ ْ ُ َ ‫ه‬
berinfaq (bersedekah). Allah berfirman: َََ ْ ْ ْ ‫ال ْ ْ ْ َيي ْْن َي ْ َم ْم ْكٰى َ َب ْ ْ ْال ْ ْ ْا‬
َ ُ ُ َ ْ َ َ َّ َ َ َ َّ َ ُ ُ َ
َ‫اَبِقماَ ْم َُي َمَقكٰى‬ ‫ وِلي َقامكٰىَالص ْ ْ ْ ْ ْة َو َمم‬Artinya: “(yaitu) mereka yang
beriman kepada yang ghaib, yang mendi-rikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada
mereka”. (al-Baqarah:3)

﴾ 218 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Orang bertaqwa adalah orang yang beriman kepada yang gaib,
terutama kepada Allah meski pun tidak bisa melihat-Nya, karena
ayat-ayat-Nya bisa dilihat dengan nyata.

Pandemi covid-19 adalah salah satu dari sekian banyak ayat-ayat


Allah yang menunjukkan tentang kekuasaan dan keesaan-Nya.
Virus yang banyak menimbulkan kematian dan merebak dengan
cepat ke seantero dunia adalah merupakan kehendak dan kudrat
Tuhan yang Mahaesa dan Mahakuasa untuk menguji hamba-
Nya. Sebagaimana firman Allah, Swt.:
ْ ُ َ ْ َ ُ َ َ َ ُ َ ْ ْ ُ ُّ ْ ُ َ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ
ُ َُ َ ‫َال‬ ‫ه‬
")2َ " ْ ‫كب َ(المق‬ ‫ال ْ َيخَلق" َالمكت َوالحا ْا ََلَبقككم َأيكم َأحس ْ ْ ْ ْ ْن َعمةَ َوَكَالع ززِليز‬
Artinya:“Dialah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan
agar Dia menguji kalian, siapakah di antara kalian yang paling
baik perbuatannya.” (al-Mulk: 2)

Dalam menghadapi ujian dari Allah, orang bertaqwa akan


berusaha ikhlas menjalaninya dan benar dalam menyikapinya, di
samping melakukan dua perkara sebagai berikut:
1. Membangun hubungan kuat dengan Allah (hablum mina-
llaah), seraya menegakkan sholat dan menjadikannya sebagai
sarana meminta pertolongan kepada-Nya. Sebagai-mana
yang diperintahkan oleh Allah, Swt.:
َ َّ َ ْ َّ ُ َ ْ َ
َ َ ‫الصة‬ َ ‫ واست َعَم‬Artinya: Artinya: “Mohonlah pertolongan
‫كاَبالص زنَو‬
(kepada Allah) dengan kesabaran dan sholat!” (Al-Baqarah: 45)
2. Menjalin hubungan sosial; di antaranya dengan menunaikan
hak-hak kaum dhua’afa dengan hartanya. Sebagaimana
sebuah riwayat dari Anas bin Malik berkata:
ََ َ َ َ َ َ ْ َّ َ َ َ
ََ ‫واَبال َّص ْ ْ ْ ْدق َََف َهٰىَال َبة َءََ ََيتخ ََِّال َّص ْ ْ ْ ْدق‬ ُ َ
َ ‫ ب َافر‬Artinya: “Segerakanlah
bersedekah, karena bala’ / musibah itu tidak akan melangkahi
shadaqah.” (Hr. Baihaqiy)

Orang bertaqwa selalu memadukan antara dua perkara: usaha


dan doa. Tidak hanya berdoa tanpa usaha dan juga tidak hanya
berusaha tanpa doa, memadukan antara:
1. Ikhtiyar ruhani: dengan sholat, doa, istighfar, sedekah dan
beribadah yang ikhlas dan benar sesuai syariat.

﴾ 219 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


2. Ikhtiyar duniawi; seperti dalam kasus penanganan covid-19,
mengikuti protokol covid sebagai langkah-langkah antisipatif
dan menjalani pengobatan yang tepat bagi yang mengala-
minya.

Dengan dua perkara inilah syarat-syarat ber-tawakkal itu baru


َ ُ ْ ْ ‫ه َْ َ ه‬ َ َ
terpenuhi. Allah, Swt. berfirman: َ ‫َاّلِل َفق ََت َكك ْ َل َال ُم َممكٰى‬
َ ‫ وعَل‬Artinya:
“Dan kepada Allah, maka hendaklah orang-orang beriman itu
bertawakkal (berserah diri)!” (Qs. Ali Imran: 122)

Menurut Syaikh Muhammad Sayyid Thantawiy, “Tawakkal yang


benar itu adalah dengan berusaha menjalani sebab-sebab yang
dibenarkan oleh syariat, baru kemudian menyerahkan hasilnya
kepada Allah.” (Qs. Ali Imran: 122) Dengan kata lain, tawakkal
itu baru benar setelah didahului atau dibarengi dengan usaha.
ُ ْ ‫ه ُ َُْ ه ُ َُْ ه ُ َُْ َ ه‬
َ‫ّلِلَال َح ْمد‬
َ َ ‫َو‬،‫ن‬
َ ‫َاّلِلَأ ف‬،‫ن‬
َ ‫َاّلِلَأ ف‬،‫اّلِلَأ فن‬
Ma’aasyiral Mukminin, Jama’ah sholat Idul Fitri yang berbahagia

Sifat Kedua: Orang bertaqwa, percaya dengan misi para


nabi dan rasul. Seperti yang diterangkan dalam penggal pertama
َ َ ُ َ ُ َ ُ ْ َ ‫َ ه‬
surat al-Baqarah ayat 4: َ ْ ْ ‫ين َُي َممكٰى ََب َم ْ ْاَأ زز َل َ ََّل ْا ْ ْ ََو َم ْ ْاَأ زز َل ََمنَق ْب َق‬ ‫وال ْ ْ ََي‬
Artinya: “Dan mereka beriman dengan apa yang diturunkan
kepada-mu (Muhammad) dan apa yang diturunkan sebelum-
mu…” (Qs. Al-Baqarah: 4)
Beriman kepada risalah nabi Muhammad dan nabi-nabi
sebelumnya, yaitu bahwa mereka sama-sama mengajak ummat
manusia agar menyembah hanya kepada Allah, bertaqwa
kepada-Nya dan menaati rasul. Sebagaimana dakwah Nabi Nuh,
as. dan nabi-nabi lainnya adalah:
ُ َ ُ ُ َّ َ َ ‫ه‬ ُ ُْ
َ ‫ أ َٰى َاعبْ ْدواَاّلِل َواتقكه َوأ َِاع‬Artinya: “Hendaklah kalian menyembah
َ ‫كٰى‬
Allah, bertaqwa kepada-Nya dan menaatiku.” (yaitu menaati
rasul yang diutus kepada ummatnya masing-masing). (Nuh: 7)

Dengan meyakini bahwa para rasul membawa misi yang sama,


maka orang bertaqwa percaya dengan pasti bahwa alam
semesta ini adalah ciptaan Satu Tuhan. Maka seluruh manusia
dari pertama hingga terakhir dengan berbagai warna kulit dan

﴾ 220 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


bahasanya adalah ciptaan-Nya dan mereka bersaudara. Maka
kemulian manusia bukan ditentukan oleh warna kulit atau
keturunannya, melainkan karena ketaqwaannya.

Sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah dalam haji wada’ (yang


artinya): “Wahai manusia, sesungguhnya Tuhanmu itu Satu,
moyang-mu juga satu, setiap kalian adalah keturunan Adam dan
Adam itu dari tanah. Orang yang paling mulia di antara kamu
adalah yang paling bertaqwa. Maka tidaklah orang Arab lebih
utama dari orang non-Arab melainkan dengan ketaqwaan."

Karena itu orang bertaqwa tidak akan pernah menyombongkan


keturunannya; tidak akan menindas kaum lain karena suku dan
rasnya; serta tidak akan menyakiti orang lain dengan lisan atau
perbuatannya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad, saw.:
َ َ ََ َّ ‫َ َ ه‬ َّ َّ ُ ُْْ َ ْ
ََ ‫ش ََوَ َال َبْ ْ ْ َي‬
‫خء‬ ‫ لي َالم َمن َ َبْ ْ ْالَعْ ْ ْ َاٰى َوَ َالقعْ ْ ْ َاٰى َوَ َالَْ ْ ْ َاح ز‬Artinya: “Seorang
mukmin itu bukan yang suka mencela, melaknat, melakukan
keburukan dan mengucapkan kata-kata kotor.” (Hr. Tirmidzi)

Orang bertaqwa mempunyai kepedulian terhadap sesama, tidak


akan membiarkan tetangganya kelaparan sedangkan dia bisa
tidur nyenyak, karena itu bertentangan dengan keimanannya,
Rasulullah, saw. bersabda:َ،‫َجم َب َه‬
ْ َ
ََّ َ‫َج َائ هع‬ َ َ ‫اتَ َش ْ ْ ْ ْ ْ ْب َعا‬
َ ‫َو َج ُاب ُه‬،‫ا‬ َ َ ْ َ
‫َاَمنَب‬ َ َ َ
‫مْاَآمن َ ي‬
ُ
‫ َوَ َك ََي ْعق ُم َ َبْ ْ ْ ََه‬Artinya: “Tidak beriman kepadaku orang yang tidur
dengan perut kenyang sedangkan tetangga dekatnya kelaparan
dan ia mengetahuinya.” (Hr. Thabrani)

Mereka adalah orang-orang yang suka berbagi dalam keadaan


ْ َ ُ ُ َ ‫ه‬
lapang atau sempit, seperti dalam firman Allah: َ‫َف‬ ‫ي‬ َ ‫الْ ْ ْ َييْن َي َمَقكٰى‬
ْ ُ ‫َالماسَ ََو ه‬
َّ َ َْ َ ْ َ ْ َ ْ َْ ْ َ َّ َّْ َ َّ َّ
ََْ ْ ‫اّلِل َُي َح ََُّال ُم ْح َسْ ْ ْ َم‬
‫ي‬ ‫ز‬ ‫يَع زن‬ ْ ‫اظ َم ْيَال اظَوالع َاف‬
َ ‫الِّصْ ْ ْ ْ َاءَوالك‬‫ اللْ ْ ْ ْ َاءَو‬Artinya:
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imaran: 134)
ُ ْ ‫ه ُ َُْ ه ُ َُْ ه ُ َُْ َ ه‬
َ‫ّلِلَال َح ْمد‬
َ َ ‫َو‬،‫ن‬
َ ‫ّلِلَأ ف‬
َ ‫َا‬،‫َاّلِلَأ فن‬،‫اّلِلَأ فن‬
Ma’aasyiral Mukminin, Jama’ah sholat Idul Fitri yang berbahagia

﴾ 221 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Sifat Ketiga: Orang bertaqwa meyakini akan adanya hari
akhirat, seperti yang diterangkan dalam penggal kedua surat
َ ُ ُ ْ ُ َ ْ َ
al-Baqarah ayat 4: .... ‫كٰى‬ َ ‫ و َكال َلرََََمَي‬Artinya: “... dengan akhirat,
َ ‫كقم‬
mereka meyakini-nya.” (Qs. Al-Baqarah: 4)

Meyakini hari akhirat akan melahirkan sifat-sifat kecer-dasan


hakiki, seperti disebutkan dalam sabda Rasulullah, saw.:َ‫الب َي ََم ْن‬
‫ه‬ َ َ َ َْ ْ ْ َ ْ ‫ْاَب ْعْ ْ ََد َ ْال‬ َ ‫اٰى َ َ َْ َس ْ ْ ْ ْ ْ ْ ُه‬
َ ْ ‫َو َعمْ ْ َل َلم‬، َ َ
ََ ‫َوتم َِّْ َعَل‬،‫ا‬
‫َاّلِل‬ َ ْ َْ‫َوال َعْ ْ َاج ُز ََم ْن َأت َب َع َ َ َس ْ ْ ْ ْ ْ ْهََكا‬، ‫مك َت‬ َ َ َ
Artinya: “Orang cerdas itu adalah orang yang bisa menaklukkan
nafsunya dan beramal untuk bekal (kehidupan) sesudah
kematiannya, sedangkan orang yang lemah (akal) itu adalah
orang yang suka mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan
kepada Allah (tanpa berusaha).” (Hr. Tirmidzi)

Maka orang bertaqwa itu:


1) Selalu mengevaluasi diri dan mengendalikan hawa nafsunya.
Orang bertaqwa senantiasa mengevaluasi keadaan dirinya.
Jika baik untuk dunia dan akhiratnya maka dia akan lakukan,
namun jika buruk untuk dunia dan akhiratnya maka dia akan
tinggalkan.
Amalan muhasabah (evaluasi) diri itulah yang dianjurkan oleh
Khalifah Umar, ra.:
ُ ْ َ ُ ُْ
 ‫ َحا َسْ ْ ُبكاَأ َ َس ْ ْك ْمَق ْب َلَأٰىَت َحا َسْ ْ ُبكا‬Artinya: “Evaluasi dirimu sebelum
kelak kamu dievaluasi (di akhirat)!”
َُ ُ ْ َ ُ ُْ ُ
 ‫ َو زِ كاَأ َ َسْ ْ ْك ْمَق ْب َلَأٰىَتكِ كا‬Artinya: “Timbang-timbanglah (amal)-
mu sebelum kelak amalmu ditimbang.”
ْ ُ ُْ ُ ْ َ َ َ ْ ْ ‫َعق ْا ُك ْم‬ َ ُ ْ ُ َّ َ
 ََ ‫َأٰى َت َحْ ْا َس ْ ْ ْ ْ ْ ُبكاَأ َ َس ْ ْ ْ ْ ْك ُم َال ََ ْك‬،‫او َۚ ْ ْدا‬
َ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ‫َف َال َحس‬
‫َي‬ َ ‫ فْ ْ َه ْ ْه َأَ َكٰى‬Artinya:
“Karena dengan kamu mengevaluasi diri hari ini, kelak akan
lebih mudah bagimu menjalani perhitungan di hari esok (di
akhirat).”
‫ه‬ َ ُْ َ ْ َ َ ُ ُ َ ‫َاأ ْف َن‬ َ ْ َ ْ َ ‫ َو َت َز َِّلي ُم‬Artinya: “Dan
 ََ ْ ‫َي ْك َم َئ ْ ٍيَت ْع َرض ْ ْ ْ ْ ْكٰى َالَتخ ْق ََممك ْم َل ْ َاف َا‬، ‫ز‬ ‫ض‬ ‫كاَلقعر ز‬
perbaikilah amalmu untuk ditampakkan pada perhitungan
akbar, di mana ketika itu tidak ada satu pun darimu yang
akan tersembunyi.” (Hr. Ibnu Abi Dunya)

2. Selalu memikirkan bekal dan keselamatan akhiratnya. Orang


bertaqwa memandang dunia ini berdasarkan petunjuk Allah
yang Mahabenar, seperti dalam firman-Nya:

﴾ 222 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


ُ ُ ْ ُ َ َ َّ َ ْ ُّ ُ َ َ ْ َ َ
 )981َ "‫وبَ(آلَعمراٰى‬ ‫ وم ْ ْاَالحا ْ ْا َال ْ ْْد ا ْ ْا َ َََّ َمت ْ ْاع َال ر ز‬Artinya: “Tidaklah
kehidupan dunia ini kecuali hanyalah kesenangan yang
menipu.” (Ali Imran: 185)
َ َ َ َ َ َ ََ َ ‫َ ُ َ ْه‬ ُ ْ ْ ُّ ْ َُ َ ُ ْ ُ َْ
 َ‫اَول ْْ هنَأَ َمة‬ ‫ال ََوال َبمكٰى زَِِليمََال َح َاا َ َالد َااَ ََۖوال َب َاق َااتَال َّص ْ ْ ْ َالحاتَل ْن ََعمدَبك َسكاب‬‫الم‬
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia tetapi amal shalih-lah yang lebih baik pahalanya di
sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (al-
Kahf: 46)
Menurut Syaikh As-Sa’diy, maksud dari “al-baaqiyaat as-
shaalihaat” adalah segala amal shalih seperti: sholat, bacaan
tasbih, tahmid, istighfar, shadaqah dan segala kebaikan lainnya.
Maka semua itu adalah perkara yang akan menjadi simpanan di
akhirat dan bisa diharapkan untuk menjadi penolong bagi
pemiliknya di akhirat nanti.
Terhadap dunia tidak rakus dan tamak, serta tidak sekedar
berfikir dirinya untung, meski pun orang lain buntung. Sebab dia
yakin akan adanya kehidupan sesudah kematian, segala amal
perbuatannya kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan
َ َّ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ ُ َ َ َ ْ َ َّ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ
Allah. َ ‫اَي َر ُه‬
َ ‫َي‬
ٍ‫ فمنَيعم ْ ْل ََمبق ْ ْال َذبٍ َل ْناَيره َ*َومنَيعم ْ ْل ََمبق ْ ْال َذب‬Artinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya. * Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya pula.” (Qs. Az-Zalzalah: 7-8)
Maka orang yang bertaqwa selalu berhati-hati dalam mencari
dunia. Jika selama Ramadan dia selalu berhati-hati agar tidak
batal puasa meski pun dengan setetes air masuk ke kerong-
kongannya, maka setelah puasa dia harus lebih berhati-hati dari
harta haram dari masuk ke dalam perutnya dan perut keluar-
ganya, karena itu penyebab orang masuk neraka.
ُ ْ ‫ه ُ َُْ ه ُ َُْ ه ُ َُْ َ ه‬
َ‫ّلِلَال َح ْمد‬
َ َ ‫َو‬،‫ن‬
َ ‫َاّلِلَأ ف‬،‫َاّلِلَأ فن‬،‫اّلِلَأ فن‬
Jama’ah sholat Idul Fitri yang berbahagia
Semoga kita selalu dalam bimbingan Allah dan dimasukkan
dalam golongan orang-orang yang beruntung di dunia dan
َ ْ ْ ُ َ َ ُ َ َّ ‫َل َ َُ ْد ََم‬ َ َ َٰ َ ُ
َ ‫نَبك ْ َه ْم َ ََۖوأول َٰ َئ ْ ََ ُم َال ُمَ َق ُح‬
akhirat. ‫كٰى‬ َٰ ‫َع‬ ْ ‫ أول َئ‬Artinya: “Mereka
itu berada dalam petunjuk dari Tuhan mereka, dan mereka itu
adalah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Al-Baqarah: 4)

﴾ 223 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


PESAN IDUL ADHA

Sikap Mukmin dalam Menghadapi Ujian

ُ ْ ‫ه ُ َُْ ه ُ َُْ ه ُ َُْ َ ه‬


َ‫ّلِلَال َح ْمد‬
َ َ ‫َو‬،‫ن‬
َ ‫َاّلِلَأ ف‬،‫َاّلِلَأ فن‬،‫اّلِلَأ فن‬
Jamaah Sholat Idul Adha yang berbahagia
Hingga pagi hari ini, tgl 10 Dzul Hijjah 1442H, telah lebih dua
tahun dunia dicekam oleh wabah COVID-19. Dan, pada
gelombang kedua penyebarannya, angka kematian di negara
kita sungguh sangat tinggi. Maka di sela-sela takbir, tahmid dan
tahlil, mari kita memohon perlindungan Allah dari segala musibah
bencana secara lahir dan batin.

Jamaah Sholat Idul Adha yang berbahagia


Di pagi ini pula, marilah kita merenung dan mengevaluasi diri;
mungkin kita ikut memberi andil dalam kesalahan dan dosa
sehingga Allah menimpakan bala’ dan ujian ini. Maka mari
perbanyak istighfar dan bertaubat, serta berusaha untuk
memperbaiki diri dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada
Allah, Swt. sambil terus bersabar dalam menghadapi ujian dan
bala’. Allah, Swt. berfirman:
‫ه‬ َ َ َ ْ ُ ُ ََ َ َ ْ ْ َ
ُّ ‫كَال َع ْز ََم َن‬
َ ‫َالر ُس ْ ْ ْ ْ ْ ْ َل ََوََِ ْس ْ ْ ْ ْ ْت ْع َجْ ْلَل ُه ْم‬ َ ‫ ف ْاص ْ ْ ْ ْ ْ َنَبم ْاَص ْ ْ ْ ْ ْنَأول‬Artinya: “Maka
bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai
keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah
kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (al-Ahqaf: 35)
Dalam khutbah Idul ‘Adha di pagi hari ini, khatib ingin
menerangkan “Tiga Sikap Mukmin Menghadapi Ujian.” Menurut
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, dalam ujian Allah, kita mesti tetap:
1. Menjalankan kewajiban kita kepada Allah
2. Tidak melanggar larangan-Nya, dan
3. Tidak berkeluh kesah dan berputus asa

Mari kita memahami tiga perkara tersebut dengan lebih rinci


sebagai berikut:
Kesabaran Pertama: Habsun nafsi ‘alaa faraa-idhillaah, yaitu
menahan diri (tetap bersabar) dalam menjalankan perintah dan
kewajiban kepada Allah.

﴾ 224 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Kesabaran seperti inilah yang telah dicontohkan oleh sosok Ulul
‘azmi (pribadi yang kuat dan sabar), yaitu Nabi Ibrahim, as.
dalam menghadapi ujian Allah, Swt. Meski pun diuji dengan
berbagai macam ujian, beliau tetap menghadapinya dengan baik
dan tetap melaksanakan perintah Allah dengan sempurna.
ُ ُّ َ َ َ ْ َٰ َ ْ َ
Maka Allah memujinya dengan berfirman-Nya: َ‫َبكْ ْه‬ ‫و َإ َذَاَتَل َ َََّر َاَام‬
َّ ُ َّ َ َ َ
)921َ" ‫اتَف ْأتمهنَََۖ(البقر‬ ْ ‫م‬
ٍ َ َ‫ق‬‫ك‬ ‫ب‬ Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim
diuji oleh Tuhannya dengan berbagai ujian, lalu dia menjalaninya
dengan sempurna.” (al-Baqarah: 124)
Kata “atamma-hunna” menurut Syaikh Muhammad Sayyid
Thantawi, mengindikasikan bahwa Ibrahim, as. tetap melaksa-
nakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya sehingga berhasil
menjalani ujian terhadap dirinya dengan kekuatan tekad dan
keyakinan. Hal itu tercermin dari doa yang dipanjatkannya:
ْ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ ‫َ َّ َ َ ْ َ َ َ ه‬
َُ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ‫اَو َإل ْا َال َم َص‬
‫ن‬ ‫ بكماَعقا َتككقماَو َإلا َأ ِم‬Artinya: "Ya Tuhan kami hanya
kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkau-
lah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali".
(al-Mumtahanah: 4)

Di antara ujian berat yang berhasil diatasi oleh Nabi Ibrahim, as.
adalah perintah agar menyembelih putranya, yaitu Ismail, as.
Allah telah menerangkan sikap kesabaran Ibrahim dan putra-nya
saat hendak melaksanakan ujian tersebut dalam 5 ayat surat
ash-shaffaat berikut ini:
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim memba-
ringkan anaknya di atas pelipis-nya, maka Allah memanggilnya:
ْ ُّ َ ْ َّ ْ َ
“Wahai Ibrahim, (‫َالرؤ َِلي ْ ْا‬ ٌْ ْ ‫“ )ق ْ ْد َ َصْ ْ ْ ْ ْ ْ ْدق‬sesungguhnya kamu telah
membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami mem-
beri balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguh-
nya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor hewan sembelihan yang
besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di
kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)" Kesejah-
teraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesunggunya
dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (ash-Shaffaat:
105-110)

﴾ 225 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Pantaslah kemudian beliau ditetapkan sebagai salah satu ulul
‘azmi di antara 4 orang utusan Allah dan menjadi suri
ُ ْ َ َْ
tauladan sepanjang zaman. Allah, Swt. berfirman: َ‫ق َد با ٌَلك ْم‬
ُ َ َ َ ‫ُْ َ ه َ َ َه ْ َْ َ َ ه‬
‫ أس ْك َحس ْمَ َ ي‬Artinya: “Sungguhlah ada bagimu
‫َفَ َََّر َاَامَوال َيينَمع َه‬
contoh (keteladanan) yang baik pada diri Ibrahim dan orang-
orang yang bersamanya…” (al-Mumta-hanah: 4)
Maka dalam menghadapi ujian berupa ancaman wabah
Covid-19 ini atau ujian-ujian lainnya, kita bisa meneladani
sikap Nabi Ibrahim, as.:
1. Tawakkal kepada Allah, Swt. dan berserah diri kepada-
Nya setelah berikhtiyar secara manusia, yaitu berusaha
sebaik mungkin dengan memenuhi sebab-sebab
keberhasilan sebuah usaha.
2. At-Tasdiq, yaitu yakin dan percaya bahwa jika Allah yang
mendatangkan penyakit maka Dia pulalah yang akan
menurunkan obat dan penawarnya.
3. Al-Inaabah, yaitu bertaubat, menyadari kesalahan dan
melakukan perbaikan diri.
4. Ad-Du’aa, senantiasa memanjatkan doa dan memohon
pertolongan kepada Allah, Swt.
Empat perkara itu merupakan sikap ihsan, yaitu sikap terbaik
dalam menghadapi ujian. Dengan itu Allah akan membu-
kakan jalan keluar dari segala persoalan dan ujian yang kita
ْ َ َ َ َّ
ََْ ْ ‫ََّ اَك َٰي َل َ ْج ززخَال ُم ْح َس ْ ْ ْ َم‬
hadapi. Dalam hal ini, Allah berfirman: ‫ي‬
Artinya: “Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik.” (ash-shaffaat: 105)
ُ ْ ‫ه ُ َُْ ه ُ َُْ ه ُ َُْ َ ه‬
َ‫ّلِلَال َح ْمد‬
َ َ ‫َو‬،‫ن‬
َ ‫َاّلِلَأ ف‬،‫َاّلِلَأ فن‬،‫اّلِلَأ فن‬
Jamaah Sholat Idul Adha yang berbahagia
Kesabaran Kedua: Habsun nafsi ‘an mahaarimillaah, menahan
diri dari melanggar larangan-larangan Allah, atau bersabar terha-
dap godaan dunia sehingga tidak gelap mata dan menerjang
larangan Allah.
Ada sebagian orang, bahkan mungkin diri kita, ketika diuji oleh
Allah dihadapi-nya dengan sikap kekanak-kanakan. Karena, tidak
terima dengan ujian Allah, lalu dengan sengaja perintah Allah
ditinggalkan dan larangan-Nya dilanggar. Sikap sedemikian tidak
ubahnya seperti sikap anak kecil yang ketika dimarahi oleh orang

﴾ 226 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


tuanya, tidak terima lalu ngambek dan tidak mengindahkan
perintah serta larangannya. Dengan bersikap begitu, dia merasa
bisa melampiaskan kekesalannya.
Allah memperingatkan sikap buruk seperti itu:
َ َ َّ ُ َ َ ‫َ َ َ ْ َ َ َّْ ه‬
َ ‫ين َكَ ُروَا َ َس ْ ْ ْ ْ ْ َبقكاَ َ ََّ ُه ْم ََ َُي ْع َج ُز‬
‫وٰى‬ ‫ وَ َيحس ْ ْ ْ ْ ْي َال ْ ْ َي‬Artinya: “Dan janganlah
orang-orang yang kafir (ingkar) itu mengira, bahwa mereka
dapat lolos (dan menang melawan Allah). Sesungguhnya mereka
tidak dapat melemahkan-(Nya).” (al-Anfal:59)
Sikap mengahadapi ujian dengan tidak melanggar larangan Allah
itu telah dicontohkan oleh seorang sahabat mulia, Ka’ab bin
Malik, ra. Lantaran beliau tertinggal dari mengikuti perang Tabuk
karena menunda-nunda keberangkatan, maka Rasulullah, saw.
memerintahkan penduduk Madinah untuk memboikotnya; tidak
diajak bicara hingga di pasar dan masjid. Bahkan diperintahkan
pula untuk menjauhi istrinya. Dalam keadaan seperti itu, datang-
lah utusan dari Raja Ghassan, raja Kristen yang mengiriminya
surat yang isinya:
“Amma ba’du: ‘telah sampai berita kepadaku bahwa sahabatmu
(Muhammad) telah mengucilkanmu. Padahal Tuhan tidak menja-
dikanmu tetap berada di tempat yang hina dan tersia-sia, maka
datanglah kepada kami, niscaya kami akan memuliakanmu.”
Setelah membaca surat tersebut, Sahabat Ka’ab bin Malik
menangis lalu membakar surat itu di atas tungku, sambil berkata,
“Sungguh ini adalah ujian yang lebih besar.”

Allahu akbar wa lillaahil hamd! Seandainya Sahabat Ka’ab bin


Malik berjiwa kekanak-kanakan, tidak sabar dan lemah imannya
dalam menghadapi ujian, niscaya tawaran Raja Ghassan itu akan
disambut dengan gembira. Bagaimana tidak? Di saat dia diboikot
dan tidak diorangkan oleh sahabat-sahabatnya sendiri, ada
tawaran dari seorang raja yang akan memuliakannya, tentu saja
dengan resiko kemurtadannya.
Maka beliau melihat hal itu adalah ujian yang lebih berat. Itulah
ِ ‫ل ُم‬
makna dari doa Rasulullah, saw.: " ‫صَِِِِبَ َتفَا دِي ِِيفِفَا‬ ْ َ‫"و َََل ت‬
ْ ‫ج َع‬
Artinya: “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan musibah (terhadap
dunia kami) membawa bencana terhadap agama kami.” (yakni
membuat kami meninggalkan agama kami).

﴾ 227 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Namun beliau bersikap dewasa, sabar dan penuh iman. Sehingga
surat itu dibakarnya dan dianggap sebagai ujian yang lebih besar
dari sekedar diboikot oleh sahabat-sahabatnya. Maka tepat pada
hari ke-50 dari pemboikotannya, Ka’ab bin Malik bercerita:
“Setelah waktu subuh, ketika saya berada di atas rumah, di mana
seperti firman Allah “dada ini terasa sesak dan bumi terasa
sempit padahal ia begitu luasnya”, saya mendengar dari atas
bukit suara orang berseru dengan keras, ‘Wahai Ka’ab bin Malik,
bergembiralah!” Saya langsung sujud syukur karena saya yakin
telah datang pembebasan dari Rasulullah, saw.”
Setelah itu, penduduk Madinah berduyun-duyun mendatanginya
untuk mengucapkan selamat atas pembebasannya dan lebih
istimewa lagi, kisahnya juga diabadikan di dalam al-Qur’an surat
at-Taubah ayat 118, sebagai bentuk keridhoan Allah dan Rasul
atas kesabarannya menghadapi ujian.
ُ ْ ‫ه ُ َُْ ه ُ َُْ ه ُ َُْ َ ه‬
َ‫ّلِلَال َح ْمد‬
َ َ ‫َو‬،‫ن‬
َ ‫َاّلِلَأ ف‬،‫َاّلِلَأ فن‬،‫اّلِلَأ فن‬
Jamaah Sholat Idul Adha yang berbahagia
Kesabaran Ketiga: Habsun nafsi ‘anit tasakh-khuti wasy-
syikaayati li-aqdaarillaah, menahan diri dari membenci dan
berkeluh kesah terhadap perkara yang sudah menjadi ketentuan
Allah.
Menurut Sayyidina Ali, ra. dalam menghadapi ujian itu ada dua
pilihan, bersabar atau berkeluh kesah, namun tetap berbeda
ْ َ َ َ ْ َ ْ َ ‫ْ َ َْ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ َ ْ ُ ه‬
konsekuensinya: َ ‫ت‬ ‫ر‬ ‫َج‬ ٌ ‫ع‬ ‫ز‬
َ‫ز‬ ‫َج‬ ‫ٰى‬‫إ‬َ ‫َ*َو‬‫كب‬‫ج‬ ‫أ‬‫َم‬ ٌ ‫أ‬‫َو‬‫ََّٰىَصْ ْ ْ ْنتَجرتَعقا َالمق َاَب‬
‫ َعْ ْ ْقْ ْ ْاْ ْ ْ َ َا ْلْ ْ ْ َمْ ْ ْ َقْ ْ ْاَ ُب ََوأ ْ ْ ْ ْ ٌَ َ َمْ ْ ْ ْأ ُِ َبه‬Artinya: "Jika kamu bersabar (dalam
َ
menghadapi ujian), ketentuan Allah tetap berlaku atas dirimu,
namun kamu akan diberi pahala. Dan jika kamu berkeluh kesah
(dalam ujian), ketentuan Allah pun tetap berlaku atas dirimu,
namun kamu akan mendapatkan dosa.”

Selama kita masih bertuhankan Allah dan tinggal di kolong


langitnya, maka kita harus ridha dengan segala ketentuan Allah
dan bersabar atas ujian-Nya. Renungkanlah firman Allah dalam
َْ َْ َ َ َ ِ َ َ َ َْ َ ْ َ
hadits Qudsi berikut ini: َ‫َفق َاقت َم ْ ََبكا‬،‫اا ََوَ ََي ْصْ ْ ْ َ زنَعَل ََبة َ ِ يا‬
‫منَََيرض ََبق ْ ْ َ ي‬
ْ
َ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ
ِ ْ ْ ْ ْ ْ‫حٌَ َس‬
)‫ماا‬
‫َي‬ ‫َت‬ ‫ر‬ ‫خ‬ ‫ا‬‫ل‬ ‫َ(و‬ ‫اخ‬‫ك‬ْ ْ ْ ْ ْ ‫س‬َ Artinya: “Barangsiapa yang tidak ridha
terhadap ketentuan-Ku dan tidak sabar atas ujian-Ku, maka
hendaklah dia mencari tuhan selain-Ku dan hendaklah dia keluar

﴾ 228 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


dari bawah kolong langit-Ku.” (Hr. Baihaqi dalam kita Syu’abul
Iman dan Thabrani)
Apalagi ujian adalah bentuk cinta Allah kepada hamba-Nya.
َ َ
ُ ‫داَا ََت‬ َ َ َ َّ
Sebagaimana sabda Rasulullah, Saw.: َ‫ُه‬ َ ‫َّٰىَهللاَت َعا ََّذاَأح َََّع ْب‬
ُ‫ُه ََف َص ْ ْ ْ ْ ْ َ َنَب ْ ْا َف ْ ْأه‬ ْ ‫َ َف ْ ْه ََذ‬، Artinya: “Sesungguhnya Allah itu apabila
ُ ‫اَاَ َت‬
َ
mencintai seorang hamba, Dia akan menguji-Nya, jika diuji dan
dia bersabar, Allah akan memberinya balasan.” (Hr. Tirmidziy)
Terakhir, mari kita meneladani sikap Sayyidina Umar, ra. dan
cara pandang beliau terhadap ujian Allah Swt. Beliau berkata:
ْ ْ ُ َ ْ ْ َ ْْ ْ ْ ُ َ ْ ْ َ َْ َ‫َلَ َف ْاَْ َه‬ َ َ َ َّ َ َ ُ ُ ْ َ
ََ َ‫أعظ‬
َ‫م‬ َ َ‫ن‬
َ ‫مََي َب‬
َ َ‫إذَل‬
َ ‫َو‬
َ ِ
َ َ ‫َََي‬
ََ ‫ف‬
َ َ َ‫ن‬
َ ‫مََي َب‬
َ َ‫َّذَل‬ َ ٍ ‫أبكَْ ََعَََ ََع‬
َ َ:‫م‬ َ َ ََّ ‫َع‬ َ َ ‫َلََت َعَْا‬ ََ ۗ
َ َ َ ‫اٰى‬
َ َْ‫َََّب‬
َ َ‫ة ٍَء‬
َ ‫ٌَْ ََ َب‬
َ ْ‫اَاَ َتََقا‬
َ َْ‫م‬
َّ ْ َ َ َْ ُْ ْ ْ َ ُْ
َ 14.‫اوَ ََعقَ َْا ََه‬ َ َ ‫الب ََك‬
َ َ‫ج َك‬َ ُ ‫إذَأَ َْب‬
َ ‫اَب ََهَ ََو‬
ََ ‫ض‬ َ ‫الر‬
َ ََ ‫ح َر‬َ ‫مََأ‬ َ َ‫إذَل‬
َ ‫ََم َم َهَ َو‬
“Tidaklah aku diuji dengan sebuah ujian melainkan aku menda-
pat empat nikmat Allah:
1. (Ni’mat) karena ujian itu tidak menimpa agama-ku,
2. (Ni’mat) karena aku tidak diuji dengan yang lebih besar
3. (Ni’mat) karena aku masih bisa ridha menerima ujian
4. (Ni’mat) karena aku berharap dengan pahalanya.”
ْ ‫ه ُ َُْ ه ُ َُْ ه ُ َُْ َ ه‬
‫ّلِلَال َح ْمد‬
َ َ ‫َو‬،‫ن‬
َ ‫َاّلِلَأ ف‬،‫َاّلِلَأ فن‬،‫اّلِلَأ فن‬
Jamaah Sholat Idul Adha yang berbahagia
Sungguh indah sikap orang beriman dalam menghadapi ujian.
Bahkan sebuah ujian bisa menjadi nikmat bila benar cara
pandang dan menyikapinya. Mudah-mudahan Allah memberi kita
keimanan, kesabaran dan hikmah dalam menghadapi ujian.
Sehingga segala ujian dan cobaan, bisa berubah menjadi berkah
dan hikmah untuk kita.

[][][][][]

14
Dinukil dari Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin oleh al-Ghazali, Maktabah
Syamilah, Juz. 4, Hal. 129.
﴾ 229 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
FIQIH SINGKAT
Khutbah Jum’at

A. Pengertian Khutbah

Khutbah adalah rangkaian pembicaraan yang ditujukan oleh


Khatib (Pengkhutbah) kepada jama’ah (sekumpulan pendengar-
nya) yang mengandung nasehat dan pelajaran untuk mendorong
orang agar beramal atau mencegah mereka dari keburukan demi
memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.

Khutbah juga ditujukan untuk perbaikan pribadi, keluarga dan


masyarakat serta menumbuhkan kesadaran agar menjalankan
agama dengan baik dalam segala aspeknya. Sebagaimana
khutbah juga dimaksudkan untuk menyampaikan pesan-pesan
terkait dengan kabar gembira dan balasan surga, juga tentang
peringatan tentang azab neraka.15

Dalam pengertian Syariat, khususnya khutbah jum’at adalah


penyampaian pesan-pesan agama oleh khatib di hari jum’at
dengan rukun-rukun dan adab-adab tertentu yang mengandung
dorongan dan larangan, kabar gembira dan ancaman serta
motivasi kebaikan dan peringatan tentang bahaya keburukan
demi meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.16

B. Rukun Khutbah

Khutbah, terutama khutbah jum’at, memiliki rukun-rukun (tiang-


tiang pokok) 17 yang tidak boleh ditinggalkan walau satu saja.

ْ
15 ‫َ"الخَابَ"َتعر‬www.alukah.net
" ُ‫ِليَهاَوأَمَتهاَفَاْلس‬
‫ي‬
16 https://ketabonline.com/ar/books/
17 Kata “rukun” berasal dari bahasa Arab “al-ruknu”, jamaknya “al-arkaanu”,

artinya tiang penyangga utama. Dalam istilah fiqh, rukun berarti sesuatu yang
ada dalam suatu amalan yang harus dikerjakan, jika ditinggalkan maka amalan
tersebut batal atau tidak sah.

﴾ 230 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Khutbah jum’at itu terdiri dari dua khutbah, disebut khutbah
pertama dan khutbah kedua yang dipisahkan dengan duduknya
khatib, kurang lebih selama bacaan surat al-Ikhlash. Jika salah
satu rukunnya tidak terpenuhi, maka khutbah yang disampaikan
dianggap tidak sah. Ada pun rukun-rukun khutbah jum’at
menurut madzhab Syafiiy18 ada lima, sebagai berikut:19

1. Memuji Allah dalam kedua khutbah


Pujian kepada Allah dilafazhkan dengan redaksi hamdalah
(bacaan: al-hamdulillah) atau dengan kata ْ bentukannya,
‫َ َ ه‬ ُ َ ُ ‫ْ َ ُ ه‬
ََ َ ‫َح ْمد‬،
seperti kalimat: ‫اَّلِل‬ ‫ ْح َمدَهللا‬،‫َأ َح َمدَهللا‬،‫ي‬
َْ ‫َّلِل ََب َوَال َعالم‬
َْ َ َ ‫الح ْمد‬
Hal ini didasarkan kepada riwayat oleh Abu Dawud, bahwa
ُ َ ْ ُ َ ‫ُبْ ُّلَب َة َََ َُي ْبْ َد ُأَفاْْهَبْ ْال َح ْمْد ه‬
Rasulullah, saw. bersabda: َ َ ‫َّلِلَفه َكَأجْي‬ َ َ َ َ َ َ ٍ
)َ‫ (بواه َأَ ْ ْْكََاو‬Artinya: “Setiap kalam (pembicaraan) yang tidak
dimulai dengan pujian kepada Allah maka akan berkurang
berkahnya.” (Hr. Abu Dawud)
Juga didasarkan riwayat Imam Muslim dari Jabir, ra. bahwa
“khutbah Rasulullah, saw. pada hari jum’at dengan memuja dan
memuji Allah dengan pujian yang selayaknya disandang-Nya.”
Ahmad berkata, “(setelah itu) Orang-orang senantiasa mengha-
turkan pujian kepada Allah dan bersholawat untuk Nabi, saw.”

2. Bershalawat kepada Nabi Muhammad, saw. dalam


kedua khutbah
Bacaan sholawat kepada Nabi dengan menggunakan bentuk
‫ه‬
sholawat mana pun yang ada. Minimalnya adalah membaca: َ‫الق ُه َّم‬
َ
‫ َصْ ْ ّلَعَل َُم َح َّم ٍَد‬Alasannya, setiap ibadah yang di dalamnya disebut
nama Allah maka perlu juga disebut nama Rasul-Nya, seperti
halnya bacaan adzan. Pendapat ini telah dikuatkan dengan
pendapat Imam Ahmad di atas, yakni kebiasaan orang-orang
dari dadulu setiap mengawali pembicaraan (berkhutbah) dengan
memuji Allah dan bersholawat.

18
Menurut Abu Zakaria an-Nawawi (asy-Syafiiy) dan Abu Muhammad ibnu
Qudamah (al-Hambaliy), rukun-rukun khutbah dari madzhab Syafiiy dan
Hambali lebih banyak kesamaannya daripada perbedaannya.
19
Zen bin Ibrahim bin Zen bin Smeth, “At-Taqriiratus Sadiidah fil Masaail
Mufiidah, Qismul ‘Ibaadat”, Daarul ‘Uluum al-Islamiyah, Surabaya, Cet. Ke-4,
2006. Hal. 331-332.

﴾ 231 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


3. Pesan taqwa dalam kedua khutbah
Yakni pesan dan peringatan kepada jama’ah agar senantiasa
bertaqwa kepada Allah dengan menjalankan perintah dan
meninggalkan larangan-Nya serta mempe-ringatkan mereka
akan azab neraka, tidak hanya tentang keburukan dan kerugian
duniawi semata-mata.

4. Membaca ayat al-Qur’an dalam salah satu khutbah


Dalam salah satu dari dua khutbah, apakah di khutbah pertama
atau kedua, harus ada ayat al-Qur’an yang dibaca. Sedangkan
syarat ayat yang dibaca adalah yang bisa difahami secara
sempurna walau pun satu ayat pendek.

Dasarnya adalah hadits dari Jabir bin Samrah, ra. dalam riwayat
Muslim, bahwa dalam khutbahnya, Rasulullah, saw. membaca
ayat-ayat al-Qur’an untuk mengingatkan manusia. Dan inilah
yang dijadikan dasar oleh Ibnu Qudamah dan juga disebutkan
dalam Kitab al-Umm oleh Imam Syafi’iy tentang wajibnya
membaca ayat al-Qur’an dalam salah satu khutbah.

5. Doa untuk Kaum Muslimin dalam khutbah kedua


Dalam khutbah kedua, khotib wajib mendoakan kaum muslimin.
Boleh mengkhususkan doanya kepada para jama’ah yang
mendengarkan khutbahnya dan juga disunnahkan untuk
mendoakan para pemimpin dari kaum muslimin. Amalan ini,
menurut Imam Nawawi telah berlaku dari sejak generasi salaf.

C. Penerapan 5 Rukun Khutbah


dalam Teks Khutbah

Khutbah Pertama
ْ َ ُ َ ُ َ ‫َّ ْ َ ْ َ ه‬
َ‫َّلِل َ ْح َمْ ْ ْد ُه ََوَسن ْس ْ ْ ْ ْ ْ َت َعَمْ ْ ْ ُه ََوَسن ْس ْ ْ ْ ْ ْ َت ََ ُرَُه‬ ‫ََّٰى َالْحْمْ ْ ْد‬
َ ُْ ُ ُ ‫اّلِل ََم ْن‬
‫ه‬ َ ُ ْ َ ُ َ َْ َ ُ ََ َ َ
Rukun 1 َ‫وبَأ َ َسما‬ ‫ز‬ ‫َي‬ ََ ‫وَسن ْسته َد َيهَوَسنْق ُرهَو ُعكذ ََب‬
Memuji Allah ُ
َ‫َُم َ ْ ْ ْ ْ َّلَل َه َ َو ََم ْن‬
ُ ‫َاّلِلَف‬ َ ‫َو َسْ ْ ْ ْ َة َئاتَأ ْع َمال َم‬
ُ ‫َم ْن ََي ْهده ه‬،‫ا‬
ََ
dalam khutbah
‫َ َّ ه‬ ْ ُ َ ْ َ ُ َ َ َ َ َْ ْ
pertama
َُ‫اّلِل‬ َ‫َوأشْ ْ ْ ْ ْ ْهدَأَٰىَالََّلهََّال‬،‫ُي ْ ْ ْ ْ ْ ْقْلَفََُاَخَله‬
ُُ ُ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ ُ َّ ُ َ ْ َ ُ َ َ َ َ ُ َ ْ َ
‫َالَيِلي َلهَوأشهدَأٰىَمح َّمداَع ْبدهَوبسكل َه‬
‫ز‬ ‫وحده‬
َ

﴾ 232 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


َ َّ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َّ ُ َ َّ َ
Rukun 2
Bershalawat َ‫ي ََو َعَل‬ ْ ْ ‫َاأ َم‬
‫ز‬ ‫والصم َوالسة ََعَلَسا َد اَمحم ٍد‬
َّ َْ َ َّ
dalam khutbah
pertama َ .‫ِلين‬ ََ ‫اَ زر‬ َ َ‫َال‬
َ ‫ي‬ ْ َ َ َ
ْ ‫ء َال َهَوصح َب َهَالََ َب‬ َ

َْ ُ َْ ُ ‫َّ َ ْ ُ َ َ ه‬
Rukun 3
Pesan taqwa
َ ‫سْ ْ ْ ْ ْ ْ ََو َإ َّي ْاك ْم َََتق َك‬ َ‫وضَ ََّ ي‬ ‫َاّلِل ُ ي‬
َ ‫َأ‬ َ ُ َ‫َ َعب ْا‬:‫أم ْاَبع َْ َد‬
dalam khutbah
َ‫اط‬ َ َ َ َ ْ َ ُ ُ َّ َ ‫ه‬
َ ْ َْْ ْ ْ ْ‫اتَعَلَالِّص‬ َ ْ‫َفْاتقكهَوأو َصْ ْ ْ ْ ْ ْاكم َْ َبْ ْالبب‬،‫اّلِل‬ َ
pertama
َ ْ ُ َ َ َ َ ْ ُْ
َ ‫ي‬ َ ْ ‫الَالم َم َم‬ َ َِ ‫المست َق َامََوعَلََس‬ َ

Rukun 4
َ‫كل ََم ْن ََب ْع َد‬ َ ‫َالر ُس‬َّ "‫﴿و َم ْن َُي َْ َاق‬ َ َ"َ ‫َاّلِل ََت َعا‬ ُ ‫كل ه‬ ُ ‫َي ُق‬
Membaca ayat َ
ِّ ُ َْ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َّ َ َ َ ُ ْ ُ َْ َّ َ َ ‫َم‬
di salah satu
dari dua khutbah َ‫يَ َكل َه‬ ْ ‫الَالم َم َم‬ َ َ َِ ‫اَت َب ْ هيَل َ ُه َْالهد َ ََو َِّليت َب َع ََۚ ْن َْس‬ َ
(boleh dibaca di
kedua khutbah) .﴾‫س َاءتَم َص ْ َنا‬ َ ‫َماَتك َو ص َق َهَجهم َمَو‬
َ

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah


Dari atas mimbar ini, khatib berpesan agar kita
Pesan taqwa
semua bertaqwa kepada Allah dengan
dalam bahasa
Indonesia menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangannya demi meraih keselamatan
dunia dan akhirat.

Isi khutbah Kaum Muslimin yang dirahmati Allah


pertama Misi islam adalah mengajak manusia untuk
meraih kebahagiaan abadi, dari dunia hingga
akhirat. Namun kebahagian dunia hanyalah
sementara dan semu, sedangkan kebahagiaan
akhiratlah yang abadi dan hakiki.
Untuk meraihnya ada tiga jalan yang harus
ditempuh: dengan iman, Islam dan Ihsan.
Berikut penjelasan dari tiga jalan tersebut: ……
َََ ْ ُْ ْ ْ َ ُ َ َ َ
َِْ‫َو َ َع ْ ْ َ ْ ي‬، ‫آٰىَالب ْ ْ زْر َِليم‬ َ ‫َفَالق ْ ْْر‬ ‫ب ْ ْْابكَهللاَ َولك ْ ْْم‬
Penutupan َُ‫َأ ُقْ ْ ْ ْ ْْكل‬،‫َال َحقْ ْ ْ ْْام‬ ْ ْ َ َ ‫َ َّ ْ َ ي َ َ َ زي‬
Khutbah َ َ ‫ْيك ز ْر‬ ْ ْ ْ ْ‫ْأتَوال‬ َ ْ ْ ْ ْ‫َو َإيْ ْ ْ ْْاكم ََمْ ْ ْ ْْنَالي‬
pertama َْ‫َال َعظ ْ ْ ْ ْ ْْا َمَ ْ ََول ُك ْ ْ ْ ْْم‬ َ‫ََ ْ ْ ْ ْْيا َوأ ْس ْ ْ ْ ْ َْت ْ َ ُرَهللا‬ َ ْ
‫ق ْ ْ ْ ْْك‬
‫َي‬ َ َُ َ ْ
ُ‫م‬ ْ َّ ُ ْ َ ُ ُ َّ ُ ْ ُ ْ ‫َ ْ َ َ ي‬
َ ‫فاست ََروهََّ هََكَال َكبَالر َحا‬

﴾ 233 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


‫‪Khutbah Kedua‬‬
‫‪Antara khutbah pertama dengan khutbah kedua dipisahkan dengan‬‬
‫‪duduknya khatib, kurang lebih selama bacaan surat al-Ikhlas.‬‬ ‫َ‬

‫َ ُّ ْ ُ ُ َ َ َ‬ ‫ا ْل َح ْم ُدََل َ‬
‫‪Rukun 1‬‬ ‫َلَت ْك َف ْا َق َهَ‬‫َلَ ََّ ْح َس ْ ْا َ َهَوالْ ْ ْقرَلهَع‬ ‫َع َ‬ ‫َ‬
‫َ ْ َ ُ ْ َ َ َّ ُ َ ْ َ ُ َّ‬ ‫َ‬
‫َو ْام َتمْا َ ْ َه َوأَشْ ْ ْ ْ ْ ْهْدَأٰىَال ََالْهَ ََّالَهللاَوأشْ ْ ْ ْ ْ ْهْدَأٰىَ‬
‫‪Memuji Allah‬‬
‫‪dalam khutbah‬‬
‫‪kedua‬‬
‫َ َ َ َ ُ َ َّ َ َ ْ ُ ُ َ َ ُ ْ ُُ‬
‫ساد اَمحمداَعبدهَوبسكل َه َ‬ ‫َ‬

‫‪Rukun 2‬‬
‫َو َعَلَا َل َه ََوا ْص َح َاب ََهَ‬ ‫اَم َح َّم ٍد ََ‬ ‫َس َاد َ ُ‬ ‫القه َّم َ َ َ َ‬ ‫ُ‬
‫‪Bershalawat‬‬ ‫َصلَعَل َ‬
‫‪dalam khutbah‬‬
‫بنا َ‬ ‫اَك ْْ َ‬ ‫َ َ ِّ ْ َ ْ ْ َ‬
‫‪kedua‬‬ ‫وسقمَِس َقام َ‬ ‫َ‬

‫ْ َ ََ َ َْ‬ ‫َّ َ ْ ُ َ ُّ َ َّ ُ َّ ُ‬
‫َوا ت ُه ْكاَ‬
‫‪Rukun 3‬‬
‫‪Pesan taqwa‬‬ ‫اسَاتق َكاَاهللاَ َفاماَأمر َ‬ ‫أماَبع َد‪َ،‬فااَايهاَالم‬
‫َ َ َ‬
‫‪dalam khutbah‬‬
‫‪kedua‬‬ ‫َع َّماَ َهَ َوِ َج َر َ َ‬
‫ه‬ ‫ُ ُ‬ ‫َّ ْ‬ ‫ال ََت َ‬ ‫َف َق ْ ْ َ‬
‫َ‬

‫ْ‬
‫اّلِل ََم ََ‬ ‫َف َُم ْحك َم َالت ْ زنِليْ َْ‬
‫َ‬

‫نَ‬ ‫ْل َ(أعكذ َ َب ْ ْ ُ ْ َ‬ ‫َي‬ ‫ا‬‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ع‬


‫" َْ ُ ْ ُ َ َ‬ ‫ال َّْْ ْ ْ ْ ْ ْ ْا ََْاٰى َّ‬
‫ال ََوال َبمكٰى زَِِليمََال َح َاا َ َ‬
‫‪Rukun 4‬‬
‫‪Membaca ayat‬‬ ‫َالر َج َام) َ اَلم‬ ‫ْ َ‬
‫َ ُ َ ْه َ ََ َ َ‬ ‫ُ‬ ‫ُّ ْ‬
‫‪di salah satu‬‬
‫‪dari dua khutbah‬‬ ‫َبك َس َك َاباَ‬ ‫الد َااَ ََۖوال َب َاق َااتَال َّصْ ْ ْ َالحاتَل ْن ََعمد‬
‫َ‬
‫َول ْْ هنَأ َمةَ َ‬
‫َ ُ ُ َ ُّ ْ َ َ َ َّ‬ ‫ال ََتعا َ"َ(َّ َّٰى َ‬ ‫َو َق َ‬
‫َِ‬‫َلَالم َ َ‬ ‫آلئقتهَيصْقكٰىَع‬ ‫َ‬ ‫َهللا ََو َم‬ ‫َ‬
‫َ‬ ‫ِّ‬ ‫َآم ُم ْكاَ َص ْ ْ ُّق ْك َ‬ ‫اَالي ْي َن َ‬ ‫ُّ َ ه‬
‫اَعق ْا َه ََو َس ْ ْق ُم ْكاَِ ْس ْ ْ َق ْا َما)َ‬ ‫َ‬ ‫يآَايه‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ُ َّ َ َ َ َ َ َ‬
‫َآلَس ْ ْ ْا َد اَ‬ ‫القهمَصْ ْ ْلَعَلَسْ ْ ْا َد اَمحم ٍدَوعَل‬
‫َ َّ‬ ‫َّ َ َ َ َّ ْ َْ َ‬ ‫َ َ‬
‫‪Pendahu-‬‬
‫‪luan doa‬‬
‫يََ‬ ‫َالتاب َع ْْ ْ‬
‫َ‬ ‫ي ََوت َاب َ يَع‬ ‫مح َّم ٍدَوعَلَالصحاب َََوالت َاب َع ْ‬
‫ُ َ‬
‫َع َّم ْ َ‬ ‫ض َ‬ ‫َ‬
‫اَم َع ُه ْمَ‬ ‫َو ْاب َ‬ ‫ل ُه ْمَ َب ْ َا ْح َس ْ ْ ْ ْ ْ ْ ٍاٰى َََا َ َي ْك َ َال ْْد ْي زن ََ‬
‫ْ َْ َ َ ُ ه‬ ‫ْ‬ ‫َ َر ْح َم َتْ ْ ْ َ َ َيْ ْ ْاَا ْب َح َم َّ‬
‫َّلِل ََب َوَ‬ ‫ي‪َ،‬والح ْمْ ْ ْد َ َ‬ ‫َالر َاح َم ْ َ‬
‫ي"َ َ‬ ‫َ ْال َعالم َْ‬
‫َْ‬
‫ي ََو ْال ُم ْ م َمْ ْ ْات ََو ْال ُم ْسْ ْ ْ ْ ْ ْقم ْ َْ‬ ‫َاۚ َ ْرَل ْق ُم ْ مم ْ َْ‬ ‫ه ُ َّ ْ‬ ‫َ‬

‫يَ‬ ‫ََْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫القهم‬
‫َم ْم ُه ْم ََو ْاأ ْم َكاتََّ َّ َ َ َسْم َْعَه‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫َ‬ ‫َوال ُمسْ َقم َ َ‬
‫َ‬ ‫ْ‬
‫‪Rukun 5‬‬
‫‪Doa untuk‬‬ ‫َُُ‬ ‫َ‬ ‫ِّ َ‬ ‫ات‪َ،‬اَ َأحا َاء ََ‬
‫ه‬ ‫َ ْ ه ُ ْ ُ َّ‬
‫‪Seluruh Kaum‬‬
‫‪Muslimin‬‬
‫كوَ‬
‫ي َ َق َق َ َ‬ ‫م َأل ْ َ َ ََ ْْ ََْ‬ ‫ات‪َ،‬اَ َلق َُه َّ َ‬ ‫َ َال ْْد َع َك َ َ‬ ‫ق زرِلي َْ َم َجاْ ْ‬
‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫ي َ‬ ‫َ‬
‫اح ََم ْ َْ‬ ‫الر َ َ‬ ‫مَ ََّ‬ ‫حَ‬‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫"ََياَأَ َب َ‬ ‫َ‬ ‫لح َ‬ ‫يَ ََعَلَ ََا َ‬
‫َ‬ ‫س ََق ََم ْ ََْ‬ ‫َال َُم ْ َ‬
‫ين َ َۚ ْ َنَ َض ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ِّال َْ‬ ‫َ‬ ‫ه ُ َّ ْ ْ َ ُ َ‬ ‫َ‬

‫‪Doa-doa‬‬
‫ي ََوالَ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َاج َعقم ْ ْاََ ْ ْدا َُم ْهت ْ ْ َد ََ‬ ‫القهم‬
‫‪khusus‬‬
‫ُ ِّ َْ ه ُ َّ ْ يُ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ‬
‫ي‪َ،‬القهمَاسنَعكب َاتماَوء َامنَبوع َاتماَواف ََماَ‬ ‫م َ قْ َ‬
‫‪﴾ 234 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar‬‬
‫َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ ُ َ َّ َ َ َ ْ ُّ ْ‬
‫‪(bisa doa‬‬
‫‪untuk para‬‬
‫اَفَالْْد َاَْاَ‬ ‫اَء َاتمْ َّ َ ي‬ ‫ِ‪َ،‬بكمْ‬ ‫مْاَأَممْاَو َقمْاَيَمْاَ تخك َ‬
‫)‪pemimpin‬‬ ‫َ‬ ‫َ َ َ َ َ َ ََ‬ ‫َ َ َ َ ْ‬
‫اب َ‬ ‫َاللر َ َحسمََو َقماَعياوَالم زَ‬ ‫حسمََو َ يف َ‬
‫َس َاد َ ُ‬ ‫َ َ َ ه‬
‫اَم َح َّم ٍد ََو َعَلَآ َل َه ََو َص ْح ََب َهَ‬ ‫َ‬
‫َعَل َ‬ ‫َالق ُه َّم َ‬ ‫وصل‬
‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ُ ْ َ َ ََ َ َ َ ْ‬ ‫ْ َ ْ َْ َ ْ‬
‫ل"َس ْ ْ ْ ْبحاٰىَبك َبوَال َعز َ َعماَ‬ ‫ي‪َ،‬بَ ْ ْ ْ ْ َ‬ ‫اجم َع ْ َ‬
‫َ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ َ ه َ ْ ُ ْ َ ْ َْ َ ْ َ ْ ُ ه‬
‫‪Penutupan‬‬
‫‪doa‬‬
‫َّلِلَ‬
‫ي َوالحمد َ َ‬ ‫ٰى ‪َ،‬وس ْ ْ ْم َعَلَالمرس ْ ْ ْ َق ْ َ‬ ‫ي َص ْ ْ ْاَك َ‬
‫ْ‬
‫يَ‬ ‫َب َوَال َعال َم ْ َْ‬
‫َ‬ ‫ْ‬
‫َ‬

‫َّ َ َ ْ ُ ُ ُ ْ ْ ْ ْ‬ ‫َ‬
‫مَ َبا َلعد َل ََوا َْل ْح َس َاٰى ََو َإ ْيت َآءَ‬‫هللا‪ََّٰ َ،‬ىَهللاَيأم َرك َ‬ ‫َع َباَ ََ‬
‫ْ ْ‬ ‫ْ ْ‬ ‫ْ ُْ َ ََْ َ َ ْ َ‬
‫َع‪َ،‬‬‫َع زنَالَ ْحْ ْ ْ َْآء ََوا ُلممب زر ََوا َلب ي َ‬ ‫ذخَالقراَوِليمَه‬
‫‪Penutupan‬‬ ‫واَهللا َْالْ َعْظْ ْاْمََ‬
‫َ‬ ‫َ َ ُ ُ ْ َ ه ُ ْ َ َ ه ُ ْ َ َ ْ ُُ‬
‫‪Khutbah‬‬ ‫ْ َ‬ ‫يْ َعْظْكْم َلْعْقْكْم َت ْ ْ ْيكْروٰى َواذفْر‬
‫َهللاَ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ ُْ‬
‫َلَ َ َع َمْ َهَي ززَكمَولْ َيكر ََ‬ ‫َع َ‬‫َيْ ْي ُك ْر ُك ْم ََوا ْشْ ْ ْ ْ ْ ْ ُق ُر ْو ُه َ‬
‫َّ َ َ‬ ‫ْ‬
‫َالصة !َ َ‬ ‫نَ–َأ َق َم‬ ‫أف َ َْ‬
‫َ‬
‫َّ َ َ‬
‫َالصة !َ“ ‪Khutbah kedua bisa diakhiri dengan kalimat‬‬ ‫”أ َق َم‬
‫‪(tegakkanlah sholat!) tanpa harus ditutup dengan‬‬
‫‪ucapan salam.‬‬

‫‪D. Doa-Doa Pilihan Untuk Khutbah Kedua‬‬

‫‪Berikut ini adalah doa-doa khusus sesuai dengan keadaan, bisa‬‬


‫‪dipilih oleh khatib untuk dipanjatkan dalam khutbah kedua‬‬
‫‪setelah membaca doa untuk kaum muslimin.‬‬

‫‪1. Doa untuk kemulian Islam dan kaum muslimin dan‬‬


‫‪agar menjadi pengamal Islam dengan baik‬‬

‫ي ََوا ْ ُ ْ‬
‫ِّصْ ْ َْ‬ ‫لْ ْ ْك ْ َْ‬ ‫ُ َّ َّ ْ ْ َ َ َ ْ ُ ْ ْ َْ َ َّ َ ْ َ َ ْ ْ‬
‫َاللْ ْ ْ ْكَوا ُلم ْ ز َ ْ‬ ‫ْلسْ ْ ْم َوالمسْ ْ ْ َق َم ْيَوأ َذل‬ ‫القهمَأ َعزَا ََ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫ه‬
‫ع َب َاَ َك َْا ُلم َكحدين َالقه َّمَاج َعقماَمنَاأع َمالَالصْ ْ ْ ْالحاتَعام َْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫قي‪َ،‬‬ ‫َ ْ‬ ‫َ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ه‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ْ ُ َْ ْ ْ ُ ْ َ َْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ِّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ه‬ ‫َ‬ ‫َ َ َ‬
‫يَالمص َْقَمحم ٍدَصَْْلَهللاَ‬ ‫َاّلِلَمعظم ْي‪َ،‬ومنَس ْ‬ ‫ومنَش ْع َائر ََ‬
‫َ َ ْ َ َ ز ه َ ُ َّ َْ َ َ َّ َ ز َ َ ْ َ ز ْ ْ َ َ َ ُ َ َّ َ ُ‬
‫اَق َّر َ َأ ْع ُْيَْ‬
‫ر‬ ‫اَمنَأِو َاجمْاَوذبِليْ َاتمْ‬ ‫َعقَاَْ ََهَوسْ ْ ْ ْ ْ ْقمَمت َب َع ْي َبكمْاََََْلمْ َ‬

‫‪﴾ 235 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar‬‬


َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ُّ ْ َ َ َّ َ َ َ َْ َّ ُ ْ َ ْ َ ْ َ
ََ‫َح َس ْم‬ َ ‫َاللر‬
َ ‫اَفَالد ااَحسْمََو َ يف‬
‫اَآتم َ ي‬
َ ‫اَلقمت َق ْيَ ََّماما َبكم‬
َ ‫واجعقم‬
َّ َ َ َ َ َ
َ َ ‫و َقماَعياوَالم زاب‬
“Ya Allah, agungkanlah agama Islam dan kaum muslimin, dan
hinakanlah kesyirikan dan kaum musyrikin serta tolonglah
hamba-hambamu yang bertauhid. Ya Allah jadikanlah kami
pengamal perbuatan baik (amal shalih), pengagung syiar-syiar
Allah, dan pengikut sunnah-sunnah Nabi. Wahai Tuhan kami,
berikanlah kebaikan untuk kami di dunia dan kebaikan di akhirat
serta lindungilah kami dari azab neraka!”

2. Memohon Keamanan dan Ketentraman Bangsa serta


Anugera Pemimpin yang Baik
ََ َ
َ‫اج َعْ ْل زَوَ َيتمْا‬ َ ْ َ‫اَو ُو ََ َ َُأ ُم ْكب‬
ْ ‫اَو‬ َ ْ‫اَوأ ْصْ ْ ْ ْ ْ ْق ْحَأئ َّم َت َم‬ َ ْ‫اَفَأ ْو َِْا َم‬ْ َّ َّ ُ ‫ه‬
َ ‫ه‬ ‫ز‬ َ َ
َّ
َ
َ َّ ‫ي‬ َ َ ْ‫َآمم‬
َ ‫القهم‬
َ ْ َْ
َ ْ َ َّ ُ َ ْ َ َّ َ َ َ َ
ْ ْ ‫َلاف َواتقاكَواتبعَبضْ ْ ْ ْ ْاكَياَبوَالعال َم‬ َ َ َ َ َ َ
َ َ ‫َو َ ي‬
َ "‫ي َالقهمَوف‬ ‫ز‬ ‫َفامن‬
َ َ َ َ ُ ُْْ َ َ َ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ َ ْ
ََْ ‫َالبَ ْا َْ َال َصْ ْ ْ ْ ْ ْ َال َح‬ ‫َوابِق ْه‬،‫اك‬
َ ْ ْ ْ ْ ْ ْ‫َف زَبض‬ ‫َواجع ْلَعمق ْه‬،‫اَله ْداك‬ َ ْ ‫أمر‬
َ َ ْ َْ ْ ْ ُ ْ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ َّ ‫َ ز َ َ َ َ َّ َ ْ َْ ه َ ُ ي‬
َ
َ‫ي َ َل َقعم َل‬ َ ْ ‫ي َالقهمَوف"َج َمَعَوَ َأم زرَالمسْ ْ َق َم‬ َ ْ ‫الما َصْ ْحََياَبوَالعال َم‬
َ‫م‬ ‫ُ َ ْ َ َ ه‬ ‫َ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ َ ُ َّ َ َ َ ُ َ َّ َ ه‬
َ ‫َبقت َاب َوتح َقا َمَي َع َواتب زاعَسم َََ َِا َمحم ٍدَصَلَهللاَعقا َهَوسق‬

“Ya Allah, berilah kami keamanan tinggal di tanah air kami,


perbaikilah para pemimpin kami dan para pemegang urusan
kami, jadikanlah pemegang kepemimpinan kami orang-orang
yang takut dan bertaqwa kepada-Mu serta yang mencari ridha-
Mu, wahai Tuhan Penguasa alam semesta. Ya Allah mudahkanlah
pemegang urusan kami untuk mendapatkan bimbingan-Mu dan
jadikan perbuatan mereka selalu dalam ridha-Mu. Berilah mereka
para pendamping dari orang-orang sholih, wahai Tuhan Pengu-
asa alam semesta. Ya Allah mudahkanlah seluruh orang yang
memegang urusan kaum muslimin untuk bisa mengamalkan
Kitab-Mu, berhukum dengan syariat-Mu dan mengikuti sunnah
Nabi-Mu, Muhammad, saw.”

﴾ 236 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


3. Doa untuk keikhlasan dalam beramal dan
pertolongan buat Kaum Muslimin
ْ َّ ُ ‫ه‬ ْ َ ْ َ ْ ْ َ َ ْ ْ َ ُ ْ َ َّ َّ ُ ‫ه‬
ْ ‫م َاَ ُ ز‬
َْ َْ ْ ْ ْ ‫ِّص‬ َ ‫َاَ َلق َه‬،‫َو َال ََع َمْ َْْ َل‬
َ ‫َف َ َال َق َك َل‬ َ ‫ةّلِل‬ َ‫ل‬ َ ‫اْل‬
َ َ َ ْ ْ ْ‫م ََّ ْ َْْا َََسنسْ ْ ْ ْ َْْأَل‬ َ ‫اَ َلق َه‬
َ ْ ُ ْ ُ َّ ُ ‫ه‬ َ َ ُ ْ ‫ْ ُ ْ َ ْ َ َْ َ ْ ُ ْ َْ زي‬
َ‫م َ َوََلاْ ْا‬ َ ‫ن َلَ َه‬ َ ‫م َك‬ َ ‫َاَ َلق َه‬،‫ل َ َمك َْاٰى‬ َ َْْ‫ف َب‬
َ َ‫ي‬ َ ْ ‫ن َ َال َم َ َم ََم‬
َ ‫ي َ ََم‬
َ ْ َََ ‫َالمسْ ْ ْ ْ َْْ َت ْ ْ ْ ْ َْْع‬
َ ُّ َ َ ْ َّ َ َ ٍ َ ْ ْ ُ ْ ‫َ ه ُ َ َّ َ َ زي‬ َ َ
َ‫خََيا‬ َ ‫اَق زَك‬ َ ‫ِّصَ ََْي‬ ْ ‫مَََب َال ََر ز ََ َوالم ز‬ َ ‫لَلَ َه‬َ ‫مَ َعج‬ َ ‫َاَ َلق َه‬،‫اَوظَ ََه ْنا‬ََ ‫َو ُم ََعَم‬،‫ا‬ ََ ‫ََوَ َصَْْ ْ َن‬
‫َ ْ ُ ه ُ َّ َ ْ َ َ َ َّ ْ َ َ ُ َ َ َ َ ُ َ ْ ه‬
َ‫اج ََم َْع‬ َ ْ َ‫م‬ َ َّ ‫م َاَ َلق َُه‬ََََ ‫كَ َو َع َدو‬ َ ‫َع َدو‬ َ َ‫مَ َوأَ ََ َبَ ََ َو ََائرَالسْ ْ ْ ْ َك ََءَ َعَل‬ َ ‫َاَ َلق َه‬،‫َع زَزَِلي َز‬
َ ْ َّ َ َ َ ْ َ َ ْ َ
َ ‫ي‬ َْ ْ ‫وَ َال ََعالَ ََم‬
َ ‫اَب‬ََ ‫ح" ََي‬ َ ‫َال‬
َ َ‫يَ َعَل‬ َْ ْ ‫س ََق ََم‬ َ ْ ‫َال ُم‬
َ َ‫بَ ََق ََم‬
“Ya Allah, sungguh kami memohon diberi keikhlasan dalam
perkataan dan perbuatan! Ya Allah, bantulah orang-orang yang
tertindas dari kalangan kaum mu’mini di mana pun mereka
berada. Ya Allah, jadilah Engkau sebagai penolong, pemberi
bantuan dan penguat bagi mereka! Ya Allah percepatlah
pembebasan dan pertolongan untuk mereka, wahai Tuhan Yang
Maha Kuat dan Maha Perkasa. Ya Allah, timpakan bencana
kepada musuh-Mu dan musuh mereka! Ya Allah satukanlah
kalimat kaum muslimin di atas kebenaran, wahai Tuhan
Penguasa alam semesta!”

4. Doa memohon perlidungan dari bala’ (ujian) dunia


dan akhirat.
َ َّ َ ْ ْ َ َ َ َ َ َ ْ ُّ َ َ َ ُ ْ َ َ َّ ُ ‫ه‬
َ"‫اَب َح‬ َ ْ ‫م‬ ‫َع‬ ِ َ‫ا‬‫ز‬ ‫َو‬ َ ‫ر‬ ‫َالل‬
َ ‫او‬ َ ‫ي‬ ْ ‫ع‬ ‫اَو‬ ْ ‫ا‬ ‫ْد‬ ْ ‫ل‬‫َا‬ ‫ء‬َ ‫ة‬ ‫اَمنَب ْلَب‬ َ ْ ‫القهمَع ْ َافم‬
َُ‫ َۚ ََ َرَهللا‬، ‫اوَالل َر‬ َ ‫اَو َع ْ َي‬ َ ْ ‫َيَالْ ُّْد ْ َا‬َّ َ ْ َ َ ََ ْ َ
‫آٰىَالع َظا َمَو َِا ْ َالب زرِلي َم‬
ُ
‫الق ْر‬
ََ َ َ َّ َ
َ‫الوََك َاء‬
َ ‫َعماَال ة َء ََو‬ َ ‫مَ َو ْاب َف ْع‬ ‫ْ َْ ه‬
َ َّ ‫َالق ُه‬،‫ي‬ َّ ‫اَول ُه ْمََ َر ْح َم َت َ ََياَأ َْب َح َم‬
َ ْ ‫َالر َاح َم‬ َ ‫ل َم‬
َ َ َ َ
ََ َ َ‫َ َ َ ُه‬
َ‫َع ْن ََبقْ َد ْاََيا‬ َ ‫اَب ََ َن‬
َ ْ‫اَو َم‬ َ ْ‫يَ َمْاَظ َه َرَم ْم َه‬ َْ َ‫الزَِ َل ََوالَ ي‬ ‫المحنَبقهْاَو‬
ْ َ َ َ َ َ َ َ َْ ْ ْ ُ
َ َ َ ‫ز‬ َ ‫و‬
َ َ ْ َ َ َ َ
َ َ َ ‫لاصََوعنَس َائ زر ََبة َََالمس َق َم ْيَعامََياَذاَالجة َلَو َاْلفرا‬
"Ya Allah, bebaskan kami dari ujian dunia dan siksaan di akhirat,
dan dengan hak al-Qur’an yang agung dan Nabi-Mu yang mulia,
hindarkanlah kami dari keburukan dunia dan siksa akhirat!
Mudah-mudahan Allah berkenan mengampuni kami dan mereka
(kaum muslimin) berkat rahmat-Mu, wahai Tuhan yang Maha
Pengasih. Ya Allah, angkat (hilangkan) dari kami harga-harga
yang melambung tinggi, wabah penyakit dan berbagai ujian

﴾ 237 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


serta gembapa bumi, bencana yang tampak dan yang tidak
tampak khususnya dari negeri kami ini, dan umumnya dari
seluruh negeri-negeri kaum muslimin, wahai Tuhan Pemilik
Keagungan dan Kemuliaan.”

5. Doa untuk Persatuan Ummat dan Kemenangan atas


Musuh-Musuh Allah.
َ َ ْ ْ ُ ُ َْ ْ َ ْ ِّ َّ ُ ‫ه‬
َ،‫ي‬ ََْ ْ ‫اح ََم‬ ََّ َ ‫م‬
َ َ ‫الر‬ َ َ ‫" َ َي َْْاَأَ َْب‬
ََ ‫ح‬ َ‫ح‬ َ َ‫ي َ ََعَل‬
َ ‫َال‬ ََْ ْ ‫كو َ َال َُم ْسْ ْ ْ ْ َْْ ََق ََم‬
َ َ ‫ي َ َق َق‬
َ ْ ََ َ ‫اَلقهم َأَل‬
َ ْ ُ ْ ُ ْ َ َ َّ ُ ُ ُ ْ ْ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ ْ َّ ُ ‫ه‬
ََ‫مَ َعَل‬ ََ َ ْ َْْ ْ‫َواَِّص‬ َ ‫ة‬ َ َ َْْ ْ ْ‫لَالس‬ َ ‫مَسْ ْ َْْ َب‬
ََ ََ ‫اَ ََد‬ َ ‫مَ َو‬ َ ‫اتََ َة َم َه‬
َ ‫حَ َذ‬ َ ‫مَأَصْ ْ َْْ ََق‬
َ ‫اَلقه‬
َ َّ ُ َ َ َ َ َ َ َ ُ ْ َّ ُ ‫َ ُ َ َ َ َ ُ َ ْ َ َ ُّ َ َ ُ ه‬
َََ ‫يم ََ َو ََف َت َاب ََ َوسَْم‬ َ ََ ََ ْ َ‫ِّص‬
ْ َ‫مَا‬ َ ‫َاَلقه‬،‫ِليز‬ َ ‫اَع زَز‬ َ ‫خََي‬ َ ‫اَق زَك‬
َ ‫مََي‬ ََ
ََ ‫كَ َو َع َد َو‬ َ ‫َع َد َو‬
ُ َ َ ُّ َ َ َ َ َ
َ .‫ِليز‬
َ ‫اَع زَز‬
َ ‫خََي‬ َ ‫اَق زَك‬ َ ‫َ ََِ َا َََي‬
“Ya Allah, tautkanlah di antara hati kaum muslimin di atas
kebenaran, wahai Tuhan yang Maha Pengasih, ya Allah
perbaikilah hubungan di antara mereka, tunjukilah mereka jalan-
jalan kedamaian, tolonglah mereka terhadap musuh-Mu dan
musuh mereka, wahai Tuhan yang Maha Kuat dan Maha Perkasa,
ya Allah menangkanlah agama, kitab dan sunnah Nabi-Mu, wahai
Tuhan yang Maha Kuat dan Maha Perkasa!”

6. Doa Memohon dibebaskan dari Kesulitan dan


Kesembuhan bagi yang sakit serta ampunan bagi
muslim yang meninggal
ْ ْ ُ ْ ْ َ َ َ َْ ْ َ َْ ْ َ ْ َ َ َّ ُ ‫ه‬
ََْ ْ ‫وك‬
َ‫ي‬ ََ ‫وَ َال ََم َب َُر‬ َ ‫ثَكَ َر‬ َ َََْ‫يَ َو‬ َ ْ ‫نَ َال َُم ْسْ ْ ْ ْ َْْ ََق ََم‬ َ ‫يَ ََم‬ َ ْ ‫كم‬ََ ‫َال ََم َْه َُم‬
َ ‫َ َّم‬ َ ََ ‫مَ َفر‬ َ ‫اَلقه‬
َّ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ ‫ه‬ َ ْ َ
َ‫و‬
َ ‫اَب‬ َ ‫يََي‬ َْ ْ ‫لم ْس ْ َْْ ََق ََم‬
َُ ‫ض ََا‬ َ ْ ‫اَو َم َْر‬ َ َ‫َم َْرض ْ َْْا‬ َ َ َْْ ْ ‫مَ َواش‬ َ َّ ‫َاَلقه‬،‫ي‬ َْ ْ ‫نَ َال َُم ْس ْ َْْ ََق ََم‬
َ ‫ََم‬
ْ َ َّ ُ ‫َْ ه‬ ْ ْ َ‫َْ ه ُ َّ ْ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ ي‬ ْ
ََ ‫مَضْ ْ ْ ْ َْْا ََع‬ َ ‫َاَلقه‬،‫ي‬ َ ْ ‫َال َمسْ ْ ْ ْ َْْ ََق ََم‬ ُ َ ‫ا‬ َ ‫اَو َم َك‬ َ َْ ‫اۚ َََ َرَََل َم َكتَْا‬ َ َ‫م‬ َ ‫َاَلقه‬،‫ي‬ َ ْ ‫َال َعَْالَ ََم‬
َ ْ ُ ْ َّ ُ ‫َْ ه‬ َ َْ َ ََ ْ َ َ َ
َ‫َابََِق َما‬ َ ‫ َاَلقهم‬.‫ي‬ َ ْ ‫اح ََم‬ ََّ َ‫م‬
َ َ ‫الر‬ ََ ‫ح‬ َ َ ‫مَََياَأَ َْب‬ َْ ‫او ََِ ََع‬
َ ْ ‫نَ َس ْ ْ ْ َْْ ََة َئ ََات ََه‬ َ‫ج‬ َ ‫مَ َوَت‬ َ ‫حسْ ْ ْ َْْ َم ََات َه‬ َ
َ َّ ُ َ َ َّ َ َ َ ُ ُ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َّ ُ
ََ‫ة ََ َق َر‬ َ َْ‫اَوالص‬ َ ‫وك َم‬ َ ‫عَ َق َق‬ َ َ‫آٰىَ َبََك‬ َ ‫لَ َال َق َر‬ َ َ ‫اج َع‬ َ ‫اأََسن ََََب ََ َو‬ َ ‫اكَ َو‬ َ َْ‫ح َب ََ َوزَبض‬ َ
َ َْ َ ْ ُ ْ َ َ ُْ
َ َ ‫اَََي َم‬ ََ ‫ِّصَ ََ َم‬
َ َ‫أَ َعَ ََن َماَوا‬
“Ya Allah, lepaskanlah kegundahan orang-orang yang gundah di
kalangan kaum muslimin, lapangkanlah kesulitan orang-orang
yang mengalami kesulitan di kalangan kaum muslimin! Ya Allah
sembuhkanlah yang sakit di antara kami dan yang sakit di

﴾ 238 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


kalangan kaum muslimin! Ya Allah ampunilah yang meninggal di
antara kami, dan yang meninggal di antara kaum muslimin! Ya
Allah lipatgandakanlah kebaikan-kebaikan mereka dan
ampunilah kesalahan-kesalahan mereka, wahai Tuhan yang
Maha Pengasih! Ya Allah, anugerah-kanlah cinta-Mu kepada
kami juga keridhaan-Mu serta kedekatan dengan-Mu. Dan
jadikanlah al-Qur’an laksana keindahan musim semi di hati kami,
juga sholat sebagai penyejuk pandangan mata kami dan
menangkanlah agama-Mu dengan kami.”

7. Doa memohon agar Allah mempekerjakannya untuk


kebaikan dan dihindarkan dari bekerja untuk
keburukan
َ ْ ُ َ َ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ َّ َ َ َ ْ َّ َ ْ َْ َ
َ‫نَلَ َما‬ َ ‫َك‬،‫ا‬
َ ‫ةصَْْ َم‬ َ‫ل‬ َ َ‫ن‬ َ َْْ‫ح َس‬ َ َ‫اَوأ‬
َ َ‫لَأَ َم َر‬ َ ‫ح َم َََََت َك‬
َ ‫الر‬َ ‫لَ َو‬ َ َ َْْ ََ ‫اَوا َسَْْ ََعَ َال‬ ََ ‫اَي‬ََ ‫ََبََّك َم‬
َْ َ ْ َ َ َ ْ َْ َ َ ُ ُْ َ َ َ َ َ
َ‫س َت َْع ََم َق َما‬
َ ‫َا‬،
ََ ‫ك‬
َ ‫اء‬ َُ ُ ‫اَت َم‬
َ ‫ِّصَََْب ََهَأَ َوََل َا‬ َ ‫اَب َم‬ ََ َْ‫ِّص‬َ َ‫َا‬،‫ا‬َ ‫ن‬ َ ْ َْ‫اَوَ َص‬
َ‫ن‬ ََ ‫َم‬
َ ْ ‫اَوظَ ََه‬ َ ‫اَو َُم ََع‬ ََ َ‫ََوََلا‬
ْ ُ َ َّ َ َ َ َ َ‫ْ َ َ َ ُه‬ ْ ُ َ
َ‫اَولَْ َي‬ َُ َْ‫اََ َهَْ َد ََاي َتَْ ََََل َم‬
َ َْ‫اَي َْر َضْ ْ ْ ْ َْْاْ ََ َعم‬ ََ َْ‫َََلم‬،
َ َ َْ‫حبَْاب‬ َ َ‫لَ َبَْ ََهَأ‬ َُ َْ َ َْْ ْ ْ ْ َِْْ‫ا‬َ َْ‫ََفام‬
َّ َ ُ ْ ْ َ َ ُ ْ ُ َ َْ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ َ
.‫اََف َهَ َع َما‬ َ‫اَي َ َ َ َب ََ َو ز‬ َ ‫يَ َم‬ َ ْ ‫اَوَك‬
َ ‫لََ َة َم َم‬ َ‫ح‬ َ ‫ةماََََّلَ َا ََهَ َو‬ َ ‫اص‬َ َ ‫ََ َم ََك‬
“Wahai Tuhan kami, Tuhan Yang Maha Luas karunia dan rahmat-
Nya, Kuasailah urusan kami dan perbaikilah penyelesaian
(urusan) kami, dan jadilah Engkau sebagai Pemimpin, Penolong
Penguat dan Pemberi kemenangan kepada kami, tolonglah kami
seperti Engkau tolong para kekasih-Mu, dan pekerjakanlah kami
seperti engkau telah menyibukkan orang-orang yang Kau cintai,
tunjukilah kami dengan hidayahmu kepada perkara yang Engkau
ridhai dan genggamlah ubun-ubun kami ke arahnya, dan
cegahlah diriku dari perkara yang Engkau murkai dan
palingkanlah ia dari kami!”

8. Memohon Perlindungan Dengan Kelembutan Allah


dari perbuatan Maksiat
ْ ْ َ ْ‫َ َ ْ َ ُ َ َ َّ ي‬ ْ َ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ ْ َّ ُ ‫ه‬
َ‫نَ ََو َال ََع ََ ََك‬َ َْْ ْ ْ ْ ‫كلَ َوالس‬ َ َْْ ْ ْ ْ ‫ح َس‬
َ ‫اٰىَ َو َال َق َب‬ َ ْ ‫اْل‬
ََ ‫ّلِلَ ََو‬
َ ‫ة‬ َ‫ل‬َ ‫اْل‬
َ ‫اَالهَْ َدايَْ َََ َو‬
َ َْ‫َابََِقم‬
َ ‫اَلقهم‬
ََ‫ع‬ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َّ َ َ َ َ ْ َ
َ َْْ ْ ْ ْ‫لَ َال َكا َس‬َ‫ة‬ َ‫ح‬ َ ‫ََ َال‬
َ َِ‫الر‬
َ ‫خ ََات َم ََََ َو‬
َ ‫نَ َال‬ َ َْْ ْ ْ ْ‫حس‬َ ‫ََ َو‬َ ‫الت َوَك َََ َوالصْ ْ ْ َْْ َد‬
َ ‫اف َا َََ َو‬
ََ ‫َو َال َع‬
َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ َ ‫َ ْ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َْ َ ْ ُ َ ه‬
ََ َْ‫افَ َت‬ ََ َْ‫َ َََْ ََ َوع‬ َ ‫َ َََْ ََ َوَل‬َ ‫يَََسنس ْ ْ ْ َْْأَلَْ ََ َََ زرَك َتَْ ََ َو َع‬
َ ْ ‫اَأف َر ََاأَ َف َر َم‬
َ َْ‫َي‬،ََ َْ‫َو َال َنف‬
َْ ْ َ َْ َ ُُْ َ ُّ َ َ ْ َ ُ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ
َ‫اأَيا َ ََََا َع َص ْ ْ ْ َْْ َم َما‬َ ‫كوَ َو‬
َ َ ‫اتَ َال َق َق‬
َ َ ‫نََت َق َق َب‬ َ ‫كذَََب ََ ََم‬َ ‫ََ َع‬،َ َْ‫حب‬ َ ‫ح َم َتَْ ََ َو‬
َ ‫كَ َوَب‬َ ‫َوََك َر‬

﴾ 239 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


َ َ َ ْ َّ َ َ َ َْ ْ َْ ْ َ
َ َ‫نَأذ‬
َ ‫اَم‬
ََ َْ‫ح ََمم‬
َ ‫َا‬،‫ا‬ َُ َْ‫نَ َم‬
ََ َْ‫اَي َْر َض ْ ْ ْ َْْاْ ََ َعم‬ َ‫خ ْْ ر‬
َ ‫اَب‬
ََ َْ‫َاش ْ ْ ْ َْْ ََ َقم‬،
ََ َ َ ‫والسْْا‬
َ ََ ‫اض‬ َ ‫نَ َال ََم َعَْ َ ي‬
َ ‫ََم‬
َ َ َ َّ ُ َ َ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َ َ ْ ْ َّ
.‫َ َم َما‬
َ َ‫ل‬
َ ‫ل َرَََ َب‬ َ َ ‫ال‬
َ َ‫ل‬ َ َ ‫ج َع‬ َ ‫اَا‬
ََ ‫كم َم‬
ََ ‫َ َم‬ َ َ‫ن‬ َ ‫اَب ََ َع‬ ََ ‫ش ََ َق َم‬
َ ‫َا‬،
ََ ‫اس‬َ ‫الم ز‬َ
“Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami hidayah, keikhlasan,
ihsan, diterima ibadah, ditutupi keburukan, pengampunan,
afiyat, diterima taubat, kejujuran, husnul khatimah, rizqi yang
halal, luas kemanfaatannya dan berkah. Wahai Tuhan yang Maha
Pemurah, kami memohon kepada-Mu dengan kelembutan, kasih
sayang, kemaafan, rahmat dan cinta-Mu, kami memohon
perlindungan dari berbolak-baliknya hati dan berbolak-baliknya
hari, lindungilah kami dari perbuatan maksiat dan dosa-dosa,
sibukkanlah kami dengan kebaikan yang membuat Engkau ridhai
kepada kami, jagalah kami dari gangguan manusia, sibukkanlah
kami dengan-Mu dari pada sibuk dengan kegundahan hati kami,
jadikanlah akhirat sebagai perhatian kami yang paling utama!”

9. Doa untuk Mendapatkan Segala Kebaikan


َ َ َّ َ ْ َ َ َ ُّ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ُ ْ َْ َّ ُ ‫ه‬
َ‫ن‬ ََ ْْ ‫ل‬
َ ‫َو‬،َ َ ‫جا ز‬ َ َ ‫الم‬
َ َ‫ن‬ َ ْ‫ل‬
َ ‫َو‬،
َ ‫اء‬ ََ ‫الد َع‬
َ َ‫ن‬ َ ْ‫ل‬ َ َََ َ‫نَ َال ََم ْس َْْأَل‬
َ ‫َو‬، َ ْ‫ل‬
َ ََ ‫اَأَس َْْأََل‬ َ َََّ‫اَلقهم‬
َْ‫ل‬ َََ ََََْ َ َ ْ َْ َ َ َ َ ْ َْ َ َ َ َّ َ ْ َ َ ‫ْ َ َ َ ي‬
َ َْ‫َوَسق‬، َ ‫َوَس َِ َتمََْا‬،َ ‫ات‬ َ َْ‫نَ َال َمم‬ َ ْ‫ل‬
َ ‫َو‬،
َ َ ‫حاَْا‬ َ ‫نَ َال‬ َ ْ‫ل‬َ ‫َو‬،
َ ‫او‬ َ ‫الب َك‬
َ َ‫ن‬َ ْ‫ل‬ َ ‫َو‬،
َ ‫ل‬ َ َْ‫َال َعم‬
َْ‫َوا َْۚ َََ َر‬،
ََ ‫ة َت َم َْا‬ َ َ َ ْ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ْ َ َ َ َ ََ ْ َ َ
َ َْْ ْ ْ ْ ْ‫لَص‬َ َْ‫َوَت َقب‬، َ ‫عَ ََ َبجَْا َتم َْا‬ َ ‫َو َابَف‬،
َ ‫"َ ََّيمَْا م َْا‬َ ‫ح َق‬
َ ‫َو‬، َ ‫َم َك زَاَِِلينم َْا‬
َّ َ ْ َ ُْ َ ََّ َ ُ ْ ََ َ َ َ
.َََ ‫ج َم‬َ ‫نَ َال‬
َ ‫َم‬ََ َ‫اتَ َال َعَل‬ ََ ‫ج‬ َ ‫الد َب‬
َ ََ ‫سأََل‬ َ ‫َ َوََسن‬،‫َئ َاتما‬
ََ ََ ‫ل‬ َ
“Ya Allah, Aku memohon kepada-Mu sebaik-baik permohonan,
sebaik-baik doa, sebaik-baik keberhasilan, sebaik-baik
pekerjaan, sebaik-baik balasan, sebaik-baik kehidupan dan
sebaik-baik kematian! Teguhkanlah hati kami, beratkanlah
timbangan amal kami, jadikanlah iman kami sejati, angkatlah
derajat kami, terimalah sholat kami, dan ampunilah kesalahan-
kesalahan kami dan kami memohon kepadamu tingkatan
tertinggi dari surga.”

10. Doa agar dikuatkan dalam ketaatan dan ditetapkan


di atas hidayah
ََ َ َ َ َ ََ ُُ ْ ََ َْ ُ ُ ْ َ ِّ َ ُ َ َّ ُ ‫ه‬
َََ ‫َو‬، َ ََ ‫اع ََت‬
َ َِ
َ َ‫اَعَل‬ َ ‫وك َم‬
َ ‫ٌَ َق َق‬ َ ‫َس َب‬،
َ َ‫اب‬ َ‫اأَْب َص ْ ْ َْْ ز‬
َ ‫كوَ ََو‬
َ َ ‫ََ َال َق َق‬َ ‫اَم َق َق‬
َ ‫اَلقهم ََي‬
ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ ْ َّ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ََ ُُ ْ ُ
َ‫نا‬ََ ْ ‫اَل‬
َ َْ‫كمم‬
َ ‫لََي‬َ َْ‫اجع‬
َ ‫َو‬،َ‫ا‬
َ َْ‫َََي ََنم‬ََ ‫اَف‬
َ ‫َ ََت ََ ََتمَْ َ ي‬ َ ‫َو‬،َ‫ا‬
َ َْ‫اَبعَْ َدََََّ َذَََْ َدَي َتم‬
َ َْ‫وكم‬
َ ‫غَ َق َق‬
َ ‫َتزَز‬
﴾ 240 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar
َ َ َ ْ َْ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ ْ
َ،‫ََا‬ َ َ ‫ابَاَأَ ََو‬
َ ‫ال ََر‬ َ‫نَأَ َع َم ز‬
َ ْ‫ل‬
َ َ‫ل‬َ ‫اج َع‬
َ ‫َو‬،َ‫ا‬
َ ‫نََي َك ََمْ َم‬
َ ‫نَاَ ََم‬
َ ْ ‫اَل‬
َ َ‫لَ َۚ َد‬
َ ‫اج َع‬َ ‫َ َو‬،َ‫س َما‬ َ َ ‫نَأَ َم‬
َ ‫ََم‬
َّ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َّ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ
.‫اضَ َع َما‬َ ‫ٌَ َب ر‬ َ ََ‫اكَ َوأ‬
َ ‫اَي َك َََ َق َق‬
َ ‫ام َم‬
ََ ‫نَأََي‬َ ْ‫ل‬َ ‫َو‬،َ‫ا‬
َ ‫ام َه‬ َ ‫اَل َك ََات‬
َ ‫نَأَ َع َم ََال َم‬
َ ْ‫ل‬
َ ‫َو‬
“Ya Allah, wahai Tuhan Yang membolak-balikkan hati dan
pandangan, teguhkanlah hati kami untuk menaati-Mu, janganlah
Engkau belokkan hati kami setelah mendapat hidayah-Mu,
janganlah Engkau memberi ujian kepada kami terhadap agama
kami, jadikanlah hari kami (yang sekarang) lebih baik dari yang
kemarinya, dan jadikanlah hari esok kami lebih baik dari hari
kami yang sekarang, jadikanlah sebaik-baik umur kami yang
terakhirnya, dan sebaik-baik amal kami yang penutupannya, dan
sebaik-baik hari-hari kami adalah hari ketika kami berjumpa
dengan-Mu sedangkan Engkau ridha kepada kami.”

[][][][][]

﴾ 241 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Bahan Rujukan

 Kutub Tafaasir:
1. Ibnu Jarir ath-Thabari, (Imam ath-Thabari), “Jami al-
Bayan ‘an Ta’wil al-Quran”
2. Abu al-Fida’ Ismail bin Umar Ibnu Katsir, “Tafsir al-Quran
al-Azhim / tafsir Ibnu Katsir”.
3. Al-Baghawi, Abu Muhammad al-Hasan bin Mas’ud. “Tafsir
Ma’alim at-Tanzi/ Tafsir al-Baghawil”.
4. Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaludin as-Suyuthi.
“Tafsir Jalalain / al-Jalalain.”
5. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, “Taisir al-Karim
ar-Rahman fi Tafsiri Kalami al-Mannan.”
6. Muhammad Sayyid Thanthawi. “Tafsir al-Wasith lil-Qur’an
al-Karim.”
7. Al-Maududi, Sayyid Abul A’la, “Tafhiimul Qur’an.”

 Kutubus Sittah:
1. Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, “Shahih al-
Bukhari, al-Musamma bi-al-Jami al-Musnad as-Sahih al-
Mukhtasar min Umur Rasulilah SAW wa Sunanihi wa
Ayyamihi.”
2. Al-Qusyairi an-Naisaburi, Al-Imam Abul Husain Muslim bin
al-Hajjaj, “Al-Jami / Kitab Shahih Muslim.”
3. An-Nasa'iy Al-Khurasany, Ahmad bin Syuaib, “As-Sunan
as-Sughra / Sunan An-Nasa'i”.
4. As-Sijistaniy, Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats, “Sunan
Abu Dawud.”
5. At-Tirmidziy, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, “Jami
at-Tirmidzi / Sunan at-Tirmidzi.”
6. Al-Quzwainiy, Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin
Abdullah bin Majah, “Sunan ibnu Majah.”

 Kitab Kumpulan Hadits-Hadits:


1. An-Nawawi, Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf, “Riyadhus
Sholihin.”
2. An-Nawawi, Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf, “Al-
Arba’I’in an-Nawawiyyah.”

﴾ 242 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


3. An-Nawawi, Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf, “Al-
Adzkaar an-Nawaawiyyah.”
4. Al-Mundziri, Zakiyyuddin Abdul ‘Adhim bin Abdul-
Qawiy bin Abdullah bin Salamah Abu Muhammad. “At-
Targhib wat-Tarhib”
5. Dr. Mushthafa Dieb Al Bugha, “Nuzhatul Nuzhatul
Muttaqin Nudzhatul Muttaqin Syarah Riyadus Sholihin.”
6. Dr. Musthafa Dieb Al-Bugha & Dr. Muhyiddin Mistu. “Al-
Wafi' (Syarah Arba'in Imam Nawawi)
7. Ad-Dimyaathiy, al-Haafizh Syarafud Diin Abdul Mu’min bin
Khalaf. “al-Matjarur Raabih fii Tsawaabil ‘Amali Shaalih.”
8. Al-Habib Zen bin Ibrahim bin Smeth, “Syarah Hadits Jibril
– Hidaayatut Thaalibiin fii Bayaani Muhimmati ad-Diin: al-
Islam, al-Imaan, al-Ihsan.”

 Kitab Figh Asy-Syaafi’iy:


1. Al-Ashfahani, ‘Allamah Al-Qadhi Abi Syuja’ Ahmad bin Al-
Husain.“Al-Ghayah wa At-Taqrib (Matan Abi Syuja’).”
2. Asy-Syirazi Imam Abu Ishaq. “Al-Muhadzdzab fi Fiqh Al-
Imam Asy-Syafi’i.”
3. Ad-Dimasyqi asy-Syafii, al-Imam Taqiyuddin Abu Bakr bin
Muhammad al-Husaini al-Hisni. “Kifayah al-Akhyar fi Halli
Ghayah al-Ikhtishar (Kifayatul Akhyar).
4. al-Habib `Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin
Umar al-Masyhur. “Bughyatul Mustarsyidiin.”
5. Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazi, “Fathul Qarib Al-Mujib -
Syarah Matan Abi Syuja’.”
6. Dr. Musthofa Dieb al-Bugho, “At-Tdzhiib fi Adillati Matnul-
Ghaayah wat-Taqriib.”
7. Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadhrami. “Safinah An-
Najah.”
8. Al-Kaaf, Syaikh Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin
Salim, “At-Taqriiraat as-Sadiidah fii al-Masaail al-
Mufiidah.”

﴾ 243 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


 Kitab Turats:
1. Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad ath-
Thusi asy-Syafi'i, “Ihyaa’ Ulumiddin.”
2. Al-Hambali, Al-Hafizh Ibnu Rajab. “Lathaa-if al-Ma’aarif
fii-maa li-Mawaasimi al0’Aami minal Wazhaa’if.”
3. Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa'd al-Zar'i, Abu
Abdullah Syamsuddin Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, al-
Dimashqiy, “al-Fawaaid.”
4. Al-Kediri al-Jamfesi, Syekh Ihsan Muhammad Dahlan,
“Siraajuth Thaalibiin, Syarah Minhajul ‘Aabidin ilaa
Jannati Rabbil ‘Aaalamiin lil-Ghazaaliy.”
5. Ad-Dimyathiy al-Bakriy, Syekh al-Imam Abi Bakr bin as-
Sayyid Muhammad Syatha, “Kifaayatul Atqiyaa’ wa
Minhajul Asfiya’.”
6. Al-Mawaahibi, Syaikh Abu Ath-Thayyib Burhanuddin bin
Mahmud bin Ahmad bin Hasan, “Ihkaamul Hikam fii
Syarhil Hikam.”
7. As-Samarqandi al-Hanafii, Abu Laits Nashr bin
Muhammad. “Tanbihul Ghofiliin.”

 Kitab Tsaqaafah:
1. Al-Qasimi, Syaikh Muhammad Jamaluddin bin
Muhammad bin Sa’id. “Mauizhatul Mu’min min Ihyaa
Uluumiddin.”
2. Al-Qardhawiy, Dr. Yusuf. “Fii Fiqhil Awwaliyaat, Diraasah
Jadiidah fii Dhau’il Qur’aan was Sunnah.”
3. Al-Qardhawiy, Dr. Yusuf. “al-Halaal wal Haraam fil
Islam.”
4. Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki, “Mafahim Yajib An
Tushahah.”
5. Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki, “Khashaaish al-
Ummat al-Muhammadiyah.”
6. Al-Jazaairi, Abu Bakar. “Minhajul Muslim.”

[][][][][]

﴾ 244 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Tentang Penulis

Hamim Thohari, lahir di Lamongan 8 Okt. 1968. Setamat SD dan


MI di desanya, Hamim melanjutkan ke Pesantren Taman
Pengetahuan, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur (1982-1988).
Setamat dari Pesantren sempat masuk IAIN Sunan Ampel
Surabaya, hanya 2 Semester kemudian masuk LIPIA Jakarta.

Dari jenjang takmili di LIPIA, Hamim kemudian melanjutkan S1-


nya di International Islamic University Malaysia (IIU-M) dan
kemudian mengikuti kuliyah di ISTAC (International Institute of
Islamic Thought and Civilization atau Institut Antarabangsa
Pemikiran dan Tamadun Islam) di Kuala Lumpur, sebagai
audient student. Setelah 9 tahun di Malaysia, Hamim kembali
ke tanah air untuk merintis pesantren di Kab. Purbalingga, Jawa
Tengah.

Karena masih trial and error, pesantren rintisannya di


Purbalingga belum berhasil. Hamim kemudian bertekad untuk
berhijrah ke Kutai Timur, tepatnya di Kota Sangatta bersama
keluarga. Di kota tambang inilah Hamim kemudian diminta
untuk menjadi pembina jaamah Masjid al-Barokah PT.
PAMAPERSADA NUSANTARA Site KPC Sangatta.

Setelah dua tahun di Sangatta, Hamim memulai merintis lagi


pesantren baru dari tahun 2016. Alhamdulillah kemudian berdiri
pesantren dengan nama “Pesantren al-Qur’an Sangatta Taqwa”,
disingkat (PAQUSATTA). Bermula dengan 5 santri, sekarang (th.
2022) telah memiliki jenjang Tsanawiyah dan Aliyah.

Selain sebagai pengasuh pesantren dan dai di berbagai propinsi


bahkan hingga ke manca negara: Timor Leste, Australia dan
Hongkong, Hamim juga penulis beberapa karya fenomenal, di
antaranya Qur’an Tikrar (Qur’an untuk hapalan) dan Metode
Rubaiyat (Cara Cepat dan Menyenangkan Belajar Membaca al-
Qur’an).

﴾ 245 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar


Tentang Buku Ini

“Selama tiga tahun, terkumpullah materi-materi


khutbah jum’at ini yang layak untuk dijadikan
sebuah buku. Apalagi tulisan Ustadz Hamim yang
banyak menekankan tentang adab dan akhlaq itu
memang cocok untuk dijadikan sebagai buku
bacaan dan pegangan bagi setiap karyawan
muslim PT. PAMAPERSADA NUSANTARA di mana
pun job site-nya.” (Bambang AW. Deputy Project
Manager, PT. PAMAPERSADA NUSANTARA, Site
KPCS - 2012-2022)

“Salah satu tool dan sarana yang mendorong


keberanian mereka (para khatib internal PAMA)
adalah materi khutbah jum’at yang selalu disiapkan
oleh K.H. Hamim Thohari, Pembina Kerohanian
Karyawan PT. PAMAPERSADA NUSANTARA, Site
KPCS. Materi khutbahnya yang selalu menyajikan
tema-tema aktual dibuat sedemikian ringkas,
padat dan jelas. Selalu berkisar dalam tiga
pembahasan pokok, sehingga mudah diikuti dan
mudah diingat oleh jamaah.” (Aris Setiyawan –
Ketua DKM Al-Barokah)

﴾ 246 ﴿ Serba Tiga Pesan-Pesan Mimbar

Anda mungkin juga menyukai