Anda di halaman 1dari 24

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

(Hadist Tarbawi) (Dr. H. Abdul Wahab Syakhrani, S. Ag., MM)

ETIKA PESERTA DIDIK

OLEH
KELOMPOK 8
M. IBNU RABI : 20211100065

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH ASSUNNIYYAH


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAMBARANGAN
2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala limpahan taufiq, hidayah,
inayah serta karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas terstruktur
ini tepat waktu guna memenuhi tugas terstruktur untuk mata kuliah Hadis
Tarbawi.
Dan tidak lupa pula sholawat serta salam kita haturkan kepada penghulu
kita yakni baginda Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga, kerabat, tabi’in tabi’at
dan pengikut hingga akhir zaman.
Kami menyadari dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena
terbatasnya bahan, pengetahuan, dan pengalaman yang kami punya dalam
membuat makalah. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sehingga dikemudian hari kami dapat
memperbaiki penulisan selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi kami sendiri maupun perkembangan dunia
pendidikan.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bisa mendatangkan manfaat
untuk kita semua, terlebih untuk penulis sendiri. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.

Tambarangan, 12 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................... 2
D. Manfaat .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hadis Belajar dengan Niat Ibadah (Bukhari: 1) .................... 3
B. Hadis Belajar Secara Bertahap/Berjenjang (Bukhari: 5) ....... 11
C. Hadis Mempelajari Ilmu-ilmu yang Terpuji (Ibnu Majah:
3843) ..................................................................................... 14
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................... 19
B. Saran ....................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang
diberikan oleh pendidik kepada peserta didik sesuai dengan perkembangan
jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan. Peserta didik didalam mencari nilai-
nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut
ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci fitrah sedangkan
alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap niali hidup atas pendidikan
agama peserta didik.
Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik adalah makhluk yang
sedang berada dalam proses pekembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya
masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisiten
menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Dengan demikian, kita
membutuhkan materi lebih lanjut mengenai sifat-sifat yang harus ada dalam
peserta didik. Dalam sifat tersebut terdapat berbagai macam hal-hal yang harus
tertanam dalam diri penuntut ilmu, salah satunya ialah mempunyai niat yang
mulia dalam menuntut ilmu dan menghormati pendidik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan makalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana Hadis Belajar dengan Niat Ibadah (Bukhari: 1)?
2. Bagaimana Hadis Belajar Secara Bertahap/Berjenjang (Bukhari: 5)?
3. Bagaimana Hadis Mempelajari Ilmu-ilmu yang Terpuji (Ibnu Majah:
3843)?

1
2

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pembahasan tersebut, maka tujuan kami membuat makalah
ini sebagai berikut.
1. Untuk Mengetahui Hadis Belajar dengan Niat Ibadah (Bukhari: 1).
2. Untuk Mengetahui Hadis Belajar Secara Bertahap/Berjenjang (Bukhari:
5).
3. Untuk Mengetahui Hadis Mempelajari Ilmu-ilmu yang Terpuji (Ibnu
Majah: 3843).

D. Manfaat
Makalah ini diharapkan memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah:
1. Pembaca makalah terutama para mahasiswa/i dapat mempelajari,
mengembangkan dan mendalami materi Etika Peserta Didik.
2. Pembaca makalah terutama mahasiswa/i dapat mengemplementasikan
atau mempraktekkan materi Etika Peserta Didik dalam kehidupan sehari.
‫‪BAB II‬‬
‫‪PEMBAHASAN‬‬

‫)‪A. Hadis Belajar dengan Niat Ibadah (Bukhari: 1‬‬


‫ْ َْ‬ ‫َ َّ َ َ ْ ُ َ ْ ُّ َ ْ ُ َّ ْ ُ ُّ َ ْ َ َ َ َّ َ َ ُ ْ َ ُ َ َ َّ َ َ‬
‫ال َحدثنا َي ْح َيى ْب ُن َس ِِعيد اْْ ََ ِاِ ُّي‬ ‫حدثنا الحمي ِدي عبد الل ِه بن الزبي ِر قال حدثنا سفيان ق‬
‫ُ‬ ‫َّ‬
‫الل ْيث َّي َي ُق ُ‬ ‫َ َ َ ْ َ َ ُ َ َّ ُ ْ ُ ْ َ َ َّ ْ ُّ َ َّ ُ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َّ‬
‫ول َس ِم ِْعُ ُع َم َر‬ ‫اص ِ‬ ‫قال أخب ِرْي محمد بن ِإبر ِاهيم التي ِمي أْه س ِمع علقمة بن و ٍ‬
‫ق‬
‫الله َص َّلى ا َّلل ُه َع َل ْيه َو َس َّل َم َي ُق ُ‬ ‫َّ ُ َ ْ ُ َ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ ُ َ ُ َ َّ‬ ‫ْب َن ْال َخ َّط َ‬
‫ول‬ ‫ِ‬ ‫اب ِ ِض َي الله عنه على ال ِمنب ِر قال س ِمِعُ ِسول ِ‬ ‫ِ‬
‫َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ ْ َُ ُ َ َُْ ُ َُ َْ َ ْ ََ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫َّ َ ْ َ ْ َ ُ ِّ َّ‬
‫ات َو ِإْ َما ِلك ِّل ْام ِر ٍئ ما ْوى فمن كاُْ ِهجرته ِإلى دْيا ي َِيبها أو ِإلى امرأ ٍ‬ ‫ِإْما اْعمال ِبالني ِ‬
‫َْ ُ َ َ ْ َُ ُ َ َ َ َ َ‬
‫اج َر ِإل ْي ِه‬‫ين ِكحها ف ِهجرته ِإلى ما ه‬
‫)‪1. Mufradat (Kosakata‬‬
‫َّ َ َ‬
‫‪Menceritakan‬‬ ‫َحدثنا‬
‫‪Berkata‬‬ ‫َق َ‬
‫ال‬
‫ُ‬
‫‪Mendengar Aku‬‬ ‫َس ِم ِْعُ‬
‫ََ ْ ْ‬
‫‪Di Atas Mimbar‬‬ ‫على ال ِمن َب ِر‬
‫اْ ْع َم ُ‬ ‫َْ‬
‫‪Amal Perbuatan‬‬ ‫ال‬
‫ات‬ ‫ِّ َّ‬
‫‪Dengan Niat‬‬ ‫ِبالني ِ‬
‫ُ ُ‬
‫‪Hijrahnya‬‬ ‫ِه ْج َرته‬
‫‪Mengharapkan atau Mendapatkannya‬‬ ‫ُي َِ ُيب َها‬

‫‪3‬‬
4

2. Terjemah
Telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi Abdullah bin Az-
Zubair dia berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata,
bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al-Anshari berkata,
telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, bahwa
dia pernah mendengar 'Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi berkata; saya pernah
mendengar Umar bin Al-Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar

Rasulullah ‫ﷺ‬ bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan

(balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan, Barangsiapa


niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang
perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia
diniatkan”.
3. Penjelasan Hadist
a. Niat dan Pengelolaan Hati
Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Sesungguhnya setiap amal
bergantung pada niat”, maksudnya, diterima atau tidaknya, dan sah atau
tidaknya sebuah amalan bergantung pada niatnya, bukan terjadi atau
tidaknya amalan. Semua amalan terjadi karena niat. Seseorang yang
berwudlu pasti telah berniat berwudhu tetapi tidak semua orang berniat
berwudlu pasti berwudlu. Maksud setiap amal bergantung pada niat
adalah sifat amalan bergantung pada niatnya. Sama-sama salat dua rakaat,
jika satu orang berniat salat subuh dan yang lain berniat salat rawatib,
maka meskipun lahiriah amalnya sama tetapi esensinya berbeda.
Sabda beliau, “Dan bagi orang itu sesuai dengan yang diniatkan”
maksudnya besar kecil pahala tergantung pada niatnya. Maka orang yang
berniat melakukan salat wajib lebih besar pahalanya daripada orang yang
melaksanakan salat sunnat meskipun sama-sama dua rakaat. Di samping
itu, semakin kuat niatnya, semakin besar pahalanya. Meski hanya satu
amalan, jika dilakukan dengan niat yang benar maka bisa jadi pahalanya
5

akan banyak. Amalan di sini adalah seluruh yang diperbuat oleh hamba,
baik lisan, hati, dan anggota badan.
Sebagai contoh, ada dua orang bersedekah. Kedua-duanya
dengan niat dengan benar. Satu orang berniat: saya bersedekah karena
Allah, lainnya saya sedekah karena Allah kepada orang terdekat, kerabat
yang paling membutuhkan, maka yang kedua lebih banyak pahalanya
karena syariat menuntunkan untuk mendahulukan kerabat jika antara
kerabat dan bukan kerabat tingkat kebutuhannya sama. Secara lahir,
kedua amalan tersebut sama, yang membedakan adalah niatnya.
Dalam rincian yang lain; di sini, fungsi niat yang pertama adalah
membedakan amal kebiasaan atau amalan adat dengan ibadah. Firman
Allah dalam surat Al-Bayyinah,
َ َ َّ ۟ ُ ْ ُ َ َ ٰ َ َّ ۟ ُ ُ َ َ ٓ َ َ ُ َ ِّ ُ َ َ ْ َ َّ ۟ ُ َّ ۟ ُ ٓ
ٍ ‫ٱلََّ ٰو‬ ‫َو َما أ ِم ُر ٓوا ِإَّل ِل َي ِْع ُبدوا ٱلله ُمخ ِل َِين له ٱلدين حنفاء وي ِقيموا ٱلَلو ٍ ويؤتوا‬
َْ ُ َ َ
‫ين ٱلق ِّي َم ِة‬ ‫َوذ ٰ ِلك ِد‬
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
Itulah agama yang lurus. (Q.S. Al-Bayyinah [98]: 5)
Allah memberikan sebuah syarat, bahwa syarat agar amalan
ibadah diterima adalah dengan memurnikan ketaatan kepada Allah
(ikhlash). Maka, seseorang yang melakukan amal tanpa diniati untuk
beribadah kepada Allah akan sia-sia. Sebagai contoh, ada dua orang
melakukan sebuah amalan mandi. Orang pertama meniatkan amalannya
untuk bersuci dan mengikuti sunnah Rasulullah, sedangkan orang kedua
tidak meniatkan untuk apapun dan hanya melakukan rutinitas biasa. Oleh
karena itu, orang pertama mendapatkan pahala dan orang kedua tidak
mendapatkan pahala apapun. Contoh yang lain, dua orang sama-sama
duduk di masjid, yang satu diniatkan untuk istirahat melepas lelah dan
lainnya untuk i’tikaf, maka yang terakhirlah yang mendapatkan pahala.
Seorang menahan lapar dari sebelum terbit fajar sampai terbenam jika
6

tidak diniatkan untuk berpuasa tidak mendapat pahala, jika diniatkan


untuk puasa maka berpahala.
Maka ulama mengatakan, adat menjadi ibadah, namun, di
kalangan orang yang tidak soleh ibadah menjadi adat seseorang
dermawan karena tabiatnya, dan ketika berinfak adalah karena tabiatnya,
tanpa ada niat ibadah maka tidak bernilai ibadah.
Fungsi niat yang kedua adalah membedakan ibadah yang satu
dengan ibadah yang lainnya. Sama-sama dua rakaat yang satu rawatib
yang lainnya salat subuh, maka akan membedakan perolehan pahalanya.
Seseorang masuk mesjid, sama-sama dua rakaat akan berbeda dengan
niatnya meskipun zhahir gerakan dan bacaannya sama.
b. Perincian Masa Ikhlas
Pertama, niat ibadah tidak ditujukan untuk Alloh secara
keseluruhan maka ibadahnya bathil, seperti orang munafik yang
ibadahnya tidak untuk Allah, meski secara zhohir di mata manusia ibadah
ia beribadah.
Kedua, jika pada awalnya seseorang beribadah dengan niat untuk
mendapat ridho Allah kemudian di saat melakukan amalan muncul niat
yang lain. Keadaan ini dirinci menjadi dua hal, pertama, jika dia batalkan
niat awal atau mengganti niat pertama dan menggantinya kepada selain
Allah maka batal seluruh pahala aktivitasnya. Keadaan kedua, jika ia
menambah saja, dengan cara memperbagus amal. Di sini ulama berselisih
pendapat, pertama, amalan tetap berpahala dan tambahannya rusak.
Misalnya orang salat dua rakaat, rakaat pertama ikhlas dan rakaat kedua
suratnya dipanjangkan agar jama’ah kagum. Jika demikian, maka amalan
tambahan itu rusak pahalanya. Itu jika dia membiarkan niat tersebut. Jika
ia kemudian menolaknya dengan meluruskan kembali niatnya, maka tidak
memengaruhi pahala amalnya, insyaallah. Kedua, seluruh pahala amalan
batal. Di sini ulama berkata tentang kesinambungan amal. Salat adalah
amalan yang berkesinambungan, rakaat kedua bergantung pada rakaat
pertama, jika kedua rusak maka rakaat pertama rusak. Berbeda dengan
7

sedekah. Di dalam sedekah tidak ada kesinambungan amal; dengan kata


lain, orang bersedekah di satu tempat dihukumi dengan niat sendiri (niat
di tempat itu), dan sedekah di tempat lain dan di lain waktu dihukumi
dengan niat yang lainnya.
Ketiga, tentang orang yang senang dipuji. Orang tetap utuh
pahalanya jika merasa senang ketika dipuji. Misalnya, sesudah beramal
dia tahu jika ada orang yang melihatnya dan senang karena dilihat maka
pahala tetap. Berbeda jika ia menceritakan amal agar diketahui, perbuatan
ini merusak amal. Memperdengarkan amal sebelum melaksanakan
ataupun setelah melaksanakan.
c. Amal Ibadah dan Dunia yang Disyariatkan
Orang kadang beramal tidak hanya ingin mendapatkan pahala
akhirat saja, melainkan juga menginginkan pahala dunia. Kasus ini dapat
dirinci sebagai berikut: jika syariat mengaturnya, maka tidak mengapa,
tetapi jika syariat tidak mengaturnya maka tidak diperkenankan.
Jika sebuah amalan, syariat menunjukkan adanya pahala duniawi
maka boleh menyertakan keinginan mendapat dunia dalam amalan
tersebut. Misalnya bersilaturahim; karena kaidah silaturahim berfungsi
menyambung umur dan memperluas rezeki, orang kemudian boleh
meniatkannya untuk mendapat pahala akhirat sekaligus mendapat
keuntungan kelapangan rezeki. Hanya saja, pahala akan batal jika hanya
untuk mendapatkan kelapangan rizki saja maka batal. Jika amalan itu
syariat tidak menunjukkan adanya keuntungan duniawi maka tidak boleh,
misalnya ingin karirnya lancar lalu tahajjud.
Hanya yang lebih utama, setiap amalan hanya diniatkan untuk
pahala akhirat. Keuntungannya, dunia pasti akan diperoleh tanpa diniati.
Jadi, orang yang banyak silaturahim akan mendapatkan keuntungan dunia
secara otomatis. Tidak perlu meniatkan untuk dunia meskipun ada aturan
syarinya karena akan datang sendiri.
Dalam hadits ini, Nabi Muhammad Saw. memberikan kaidah.
“Barangsiapa hijrahnya pada Allah dan Rasul maka hijrahnya kembali
8

pada Allah dan Rasul”. Kata Allah dan Rasul diulang karena pentingnya
hal tersebut. Barangsiapa hijrahnya adalah untuk yang dia cari misalnya
perempuan yang dinikahi, maka hijrahnya kembali padanya. Penyebutan
tidak perlu diulangi karena hinanya hal tersebut.
d. Makna Hijrah
Pertama, hijrah ma’nawi. Makna hijrah secara syariat adalah
meninggalkan sesuatu demi Allah dan Rasul-Nya , mencari sesuatu yang
ada untuk mencari sesuatu di sisi-Nya. Meninggalkan kemaksyiatan
menuju kepada amal soleh, misalnya dari berjilbab belum benar menjadi
benar dalam berjilbab.
Kedua, hijrah demi Rasul-Nya adalah dalam rangka ittiba’. Dia
mencontoh Rasul dan senang terhadap tuntunan Rasul. Kedua hal ini
adalah hijrah hati atau hijrah maknawi. Kedua hijrah fisik, yakni terwujud
dengan berpindahnya jasad dari satu tempat ke tempat lainnya. Hijrah ini
dikategorikan ke dalam tiga perpindahan.
Pertama, meninggalkan negeri syirik ke negeri tauhid. Hukumnya
wajib sepanjang masa bagi yang mampu dalam segi finansial dan fisik,
yakni bagi orang yang tidak ampu melaksanakan syiar Islam di negeri
tersebut. Adapun jika dia mampu menzahirkan kewajiban Islam di negeri
tersebut, maka boleh tidak pindah.
Kedua, meninggalkan negeri yang penuh bid’ah ke negeri yang
penuh dengan sunnah. Maka orang yang tinggal di perkampungan yang
penuh dengan bid’ah dan ia harus melakukan bid’ah ketika ia tidak bisa
melaksanakan sunnah. Jika ia mau merubahnya, maka boleh tinggal
dengan syarat tidak terwarnai dengan amalan bid’ah.
Ketiga, meninggalkan negeri yang terdapat kemaksyiatan ke
negeri yang kurang kemaksyiatannya. Allohua’lam.
4. Pelajaran yang Dipetik
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadis tersebut bahwasanya barang
siapa mencari ilmu untuk menunjukkan riya’ dan sum’ah kepada orang lain
agar di anggap pandai, dan untuk mengelabuhi orang-orang bodoh dengan
9

cara angkuh dan sombong, dan menarik perhatian kepada orang lain, maka
jahanam sebagai balasan dengan apa yang telah ia lakukan.
Seorang peserta didik agar menghias dirinya dengan sifat-sifat yang
utama, selalu mendekatkan diri kepada Allah, tidak menggunakan ilmu yang
dipelajari untuk menonjolkan atau menyombongkan diri, bermegah-megahan
atau pamer kepandaian.1
Hendaknya peserta didik dalam menuntut ilmu memiliki niat yang
ikhlas hanya karena Allah ta’ala semata, juga berdasarkan sebuah hadits yang
sangat populer yang diriwayatkan oleh Amirul Mukminin ‘Umar bin Khattab

bahwasannya Rasulullah ‫ﷺ‬ bersabda: “Sesungguhnya semua amal itu

tergantung pada niatnya.’’ Apabila ilmu tidak didasari dengan keikhlasan niat,
dia berubah dari ibadah yang paling mulia menjadi kemaksiatan yang paling
hina. Dan tidak ada sesuatupun yang paling bisa menghancurkan ilmu semisal
riya’, baik riya’ yang menjerumuskan pada kesyirikan ataupun riya’ yang
menghilangkan keikhlasan, juga semisal sum’ah seperti kalau dia berkata:
“Saya mengetahui..... Saya hafal...’’.2
5. Biografi Singkat Perawi Sahabat
Umar bin Khattab mempunyai nama lengkap Umar bin Khattab Ibn
Nufail Ibn Abd al-‘Uzza Ibn Riyah Ibn Qurth Ibn Razah Ibn ‘Adiy Ibn Lu’aiy
al-Qurasyiy al-‘Adawiy. Umar lebih muda tiga belas tahun dari Nabi

Muhammad ‫ﷺ‬, karena Umar lahir tiga belas tahun setelah tahun Gajah

(tahun Kelahiran Nabi Muhammad ‫)ﷺ‬.3


Umar dilahirkan dari seorang Ibu yang mempunyai nama Hantamah
binti Hasyim bin Mughiroh bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Sedangkan

1
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h.183.
2
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Adab & Manfaat Menuntut Ilmu,
(Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005), h.10-11.

3
Abdul Wahhab An-Najjar, Al-Khulafa’ Al-Rasyidun, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
1990), h. 106.
10

Ayahnya bernama Nufail al-Quraisy, dari suku Bani Aidi.4 Nasab

Umarradhiyallahu ‘anhu bertemu dengan nasab Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬pada


Ka’ab Ibn Luay. Umar berasal dari kalangan keluarga terpandang suku ‘Aidiy
yang termasuk rumpun Quraisy. Sejak kecil Umar sudah memiliki kecerdasan
yang luar biasa, bahkan dengan kecerdasannya itu Umar bisa memprakirakan
hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Umar juga dipilih
menjadi Duta dari kabilahnya pada masa Jahiliyyah. Jika terjadi perselisihan
di antara para kabilah, maka Umarlah yang diutus untuk memisahkan dan
mendamaikan. Hal ini membuktikan bahwa Umar memiliki kecerdasan,
keadilan, serta kebijaksanaan.
Sebelum memasuki Islam, Umar lebih dulu dikenal sebagai salah satu
tokoh yang paling bertentangan dengan Nabi Muhammad. Pada tahun ke
enam kenabian barulah Umar masuk Islam. Saat itu Umar baru berusia dua
puluh tujuh tahun. Umar mendengar berita bahwa adiknya, Fatimah dan
suaminya telah masuk Islam. Saat itu juga Umar marah, Ia langsung
mendatangi rumah adiknya. Di kediaman adiknya itu, Umar meluapkan
kemarahannya dan menampar Fatimah beserta adiknya. Di puncak
kemarahannya, Umar melihat sebuah lembaran ayat Alquran yang menurut
sebagian riwayat adalah awalan surat Taha. Umar lalu membaca ayat tersebut.
Setelah membacanya, Umar merasakan damai dan tenang di hatinya. Karena

hal itulah Umar menemui Nabi Muhammad ‫ﷺ‬ di rumah al-Arqam yang

sedang melaksanakan dakwah secara sembunyi- sembunyi. Setibanya Umar di

sana, selain Hamzah bin Abdul Muttalib yaitu paman Nabi Muhammad ‫ﷺ‬,
para sahabat yang berada di dalam rumah al-Arqam menjadi ketakutan..
Dengan ketenangan dan wibawanya Nabi Muhammad menyambut
kedatangan Umar, melihat sikap yang ditunjukkan Nabi tersebut Umar
menjadi lemah dan takut. Setelah itu, Umar diperintahkan oleh Nabi untuk

4
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 1996), h. 901.
11

masuk Islam. Umar menerima perintah nabi kemudian menyatakan masuk


Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Umar bin Khattab meriwayatkan hadis sebanyak 537 hadis. Beliau
wafat di usia 63 tahun setelah 10 tahun menjabat menjadi khalifah. Ia wafat
pada hari Ahad di bulan Dzulhijjah 23 H/644 M.

B. Hadis Belajar Secara Bertahap/Berjenjang (Bukhari: 5)


ْ َ َ َّ ْ ُّ ْ َ ُ ُ ُ َ َ َ ْ َ َ َ َّ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َ ُ َ ْ َ َ َ َّ َ
‫الَّه ِر ِّي ح و َحدثنا ِبش ُر ْب ُن ُم َح َّمد‬ ‫حدثنا عبدان قال أخبرْا عبد الل ِه قال أخبرْا يونس عن‬
َّ ُ ْ َ َ َ ُ َ ْ َ ِّ ْ ُّ ْ َ ٌ َ ْ َ َ ُ ُ ُ َ َ َ ْ َ َ َ َّ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َ
‫ال أخ َب َ ِرْي ُع َب ْيد الل ِه ْب ُن‬ ‫قال أخبرْا عبد الل ِه قال أخبرْا يونس ومِعمر عن الَّه ِري ْحوه ق‬
ُ َ َ َ َ
َّ َ َ ْ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ُ َ َ َ َ َ َّ َ ْ ْ َ َّ ْ َ
‫اس َوَكان أ ْج َود َما‬ ِ ‫اس قال كان ِسول الل ِه صلى الله علي ِه وسلم أجود الن‬ ٍ ‫عب ِد الل ِه عن اب ِن عب‬
َ ُْ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ ْ َ َ ُ ْ ُ َ َْ َ َ َ ُ ُ
‫يل َوَكان َيلق ُاه ِفي ك ِّل ل ْيلة ِم ْن َِ َمضان ف ُيد ِاِ ُسه الق ْرنن‬ ‫َيكون ِفي َِ َمضان ِحين يلقاه ِجب ِر‬
َ ْ
‫الري ِح ال ُم ْر َسل ِة‬ِّ ‫الل ُه َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َأ ْج َو ُد ب ْال َخ ْير ِم ْن‬
َّ َّ َ َّ ُ ُ َ َ َ
‫فلرسول الل ِه صلى‬
ِ ِ
1. Mufradat (Kosakata)
َ َ َّ
Menceritakan ‫َحدثنا‬
Berkata َ ‫َق‬
‫ال‬
Orang yang Paling Dermawan َّ َ َ ْ َ
‫اس‬ِ ‫الن‬ ‫أجود‬
َ ُْ ُ َ َ
Beliau membaca atau mempelajari ‫ف ُيد ِاِ ُسه الق ْرنن‬
Alquran
Angin ‫الري ِح‬ِّ
َ ْ
Berhembus dengan Cepat ‫ال ُم ْر َسل ِة‬

2. Terjemah
Telah menceritakan kepada kami Abdan, dia berkata, telah
mengabarkan kepada kami Abdullah, telah mengabarkan kepada kami Yunus
dari Az-Zuhri dan dengan riwayat yang sama, telah menceritakan pula kepada
kami Bisyir bin Muhammad, beliau berkata, telah mengabarkan kepada kami
Abdullah, beliau berkata, telah mengabarkan kepada kami Yunus dan Ma'mar
dari Az-Zuhri seperti lainnya berkata, telah mengabarkan kepada kami
12

Ubaidullah bin Abdullah dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang paling lembut terutama
pada bulan Ramadlan ketika Jibril 'alaihis salam menemuinya, dan adalah
Jibril 'alaihis salam mendatanginya setiap malam di bulan Ramadlan,
dimana Jibril 'alaihis salam mengajarkan Alquran. Sungguh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam jauh lebih lembut daripada angin yang
berhembus.
3. Penjelasan Hadist

Hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. bertadarus


(membaca dan mempelajari) Alquran bersama Jibril selama bulan Ramadhan.
Selama tadarus ini, Jibril memberitahu letak dan urutan setiap ayat. Hadis ini
menjadi dalil bagi golongan ulama yang meyakini bahwa urutan ayat dan
surat Alquran adalah tauqifi yaitu berdasarkan tuntunan dari Nabi Muhammad
Saw. atas petunjuk Allah melalui malaikat Jibril.
Karena itu Jibril mengkhatamkan Alquran setahun sekali bersama
Nabi setiap bulan Ramadhan, sedangkan pada tahun dimana Rasulullah
meninggal, Beliau mengkhatamkan Alquran dua kali bersama Jibril.
Hadis ini sekaligus menunjukkan keutamaan membaca Alquran di
bulan Ramadhan, sehingga para sahabat dan generasi setelah mereka banyak
menyibukkan dirinya dengan Alquran ketika datang bulan Ramadhan.
Sebagaimana Imam Nawawi dalam At-Tibyan mengatakan bahwa
para ahli ibadah kalangan tabi’in mengkhatamkan Alquran bersama-sama
pada bulan Ramadhan, mereka melakukannya antara zuhur dan ashar, dan
antara maghrib dan isya dan melanjutkannya pada seperempat malam.
4. Pelajaran yang Dipetik
a. Dalam menuntut ilmu (belajar) hendakya seorang penuntut ilmu harus
bersabar dan penuh semangat dalam menjalaninya secara bertahap
dan berjenjang.
b. Dalam menuntut ilmu (belajar) hendaknya seorang penuntut ilmu
harus sering mengulang-ulangi pelajaran yang telah dipejari.
13

c. Dalam menuntut ilmu, hendaknya seorang penuntut ilmu harus


bersikap lemah lembut terhadap guru/pendidik yang mengajar kita.
d. Kita sebagai umat Islam harus sering-sering membaca dan
mempelajari Alquran terutama di bulan suci Ramadhan.
5. Biografi Singkat Perawi Sahabat
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Abbas bin Abdul
Muthallib bin Hasyim bin Abdi Manaf al Qursyi al Hasyimi.5 Beliau adalah
anak paman Rasul Abbas bin Abdul Muthallib. Ibundanya adalah Lubabah al
Kubra binti al Harits bin Hazan al Hilaliyah.
Ibnu Abbas lahir di kota Mekkah 3 tahun sebelum Rasul Hijrah ke
kota Madinah. Kelahiran beliau bertepatan dengan tahun pemboikotan Bani
Hasyim oleh orang-orang Quraisy. Ibnu Abbas selalu bersama Nabi di masa
kecilnya karena beliau termasuk salah satu kerabat dekat nabi dan karena
bibinya, Maimunah, adalah salah seorang istri Nabi Muhammad Saw..
Menurut Riwayat Bukhari, Ibnu Abbas dididik langsung oleh Rasul
dan Rasul meramalkan bahwa ia akan menjadi ahli Tafsir Alqurn. Pada tahun
36 H. beliau ditunjuk oleh Khalifah Utsman bin Affan untuk menjadi Amirul
Haj. Ia tidak berada di kota Madinah ketika Utsman terbunuh. Dalam
pertikaian antara Ali dan Muawiyah, Ibnu Abbas memihak kepada Ali.6 Di
akhir usianya, Ibnu Abbas mengalami kebutaan, namun hal itu tidak membuat
kendurnya semangat beliau untuk menggali nilai-nilai yang terkandung di
dalam Alquran serta terus bersikap kritis terhadap setiap perkembangan yang
terjadi di tengah umat pada masanya. Ibnu Abbas wafat pada tahun 68 Hijrah
dalam usia 70 tahun. Beliau wafat di kota Thaif dan dimakamkan di kota yang
sama.
Ibnu Abbas diberi gelar al Bahr yang berarti Samudra. Hal itu
disebabkan karena betapa dalam dan luas ilmu yang ia miliki. Kepakaran

5
Muhammad Husain Az Zahabi, Al Tafsir Wal Mufassirun Jilid 1, (Kairo: Maktabah
Wahbah, 2003), h. 50.

6
Mochtar Efendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Jilid I, (Palembang: Universitas
Sriwijaya, 2000), 14.
14

tersebut disebabkan kehidupan ilmiah yang selalu menghiasi hari-hari beliau,


dimana belajar dan mengajar adalah kesibukan-kesibukan yang tidak pernah
beliau tinggalkan. Beliau mengajarkan berbagai macam ilmu kepada muruid-
muridnya. Kadang-kadang beliau mengajarkan Fiqh, atau Ta’wil atau sejarah.
Ubaidillah bin Abdullah pernah mengatakan: “Tidaklah aku menyaksikan
orang alim yang duduk bersama Ibnu Abbas kecuali ia merendahkan diri
terhadap Ibnu Abbas. Dan tidaklah aku melihat orang yang bertanya kepada
IbnuAbbas kecuali ia akan mendapatkan ilmu dari jawaban Ibnu Abbas.”7Hal
itupun semakin ditopang oleh ketidakterlibatan beliau dalam percaturan
politik dan pemerintahan, kecuali hanya dalam waktu yang sangat sedikit,
yaitu ketika beliau ditugaskan oleh Ali bin Abi Thalib sebagai Amir di kota
Basrah.
Ibnu Abbas juga merupakan periwayat hadis. Dia meriwayatkan lebih
dari 1.600 hadis. Selepas masa Rasulullah saw, Ibnu Abbas juga menyaksikan
penaklukkan afrika bersama Ibnu Abu As-Sarah, Perang Jamal dan Perang
Shiffin bersama `Ali bin Abi Thalib. Pada akhir masa hidupnya, Ibnu Abbas
mengalami kebutaan. Beliau menetap di Tha`if hingga wafat pada tahun 68 H
di usia 71 tahun.

C. Hadis Mempelajari Ilmu-ilmu yang Terpuji (Ibnu Majah: 3843)


َ ‫يع َع ْن ُأ َس َام َة ْبن َزْيد َع ْن ُم َح َّمد ْبن ْال ُم ْن َكدِ َع ْن َجابر َق‬
‫ال‬ ٌ َ‫َح َّد َث َنا َعل ُّي ْب ُن ُم َح َّمد َح َّد َث َنا َو‬
ٍِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َْ َ ْ َّ ُ َ َ ْ َ َّ ُ َّ َ ُ َّ َّ َّ ُ ُ َ َ َ
‫ول الل ِه َصلى الله َعل ْي ِه َو َسل َم َسلوا الله ِعل ًما ْ ِاف ًِعا َوت َِع َّوذوا ِبالل ِه ِم ْن ِعلم َّل َينف ُع‬ ‫قال ِس‬
1. Mufradat (Kosakata)
َ َ َّ
Menceritakan ‫َحدثنا‬

Berkata َ ‫َق‬
‫ال‬
ُ
Mintalah atau Mohonlah ‫َسلوا‬

Muhammad Al Jazari, Asdul Ghabah Fi Ma’rifat Al Sahabah, Jilid III, (Khairo: Darul
7

Kutub al-Ilmiyyah, t.t.), h. 292.


15

ْ
Ilmu ‫ِعل ًما‬
َ
Bermanfaat ‫ْ ِاف ًِعا‬
َْ َ
Tidak Bermanfaat ‫َّل َينف ُع‬

2. Terjemah
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah
menceritakan kepada kami Waki’ daripada Usamah bin Zaid daripada

Muhammad bin Al Munkadir daripada Jabir dia berkata: Rasulullah ‫ﷺ‬


bersabda: “Mohonloh kalian kepada Allah ilmu yang bermanfaat, dan
berlindunglah kalian kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.”
3. Penjelasan Hadist
Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di -Rahimahullahu Ta’ala- ,
dalam hadis tersebut dijelaskan bahwasanya ilmu yang bermanfaat adalah
ilmu agama (yang diamalkan) dan ilmu yang mendukung untuk mempelajari
ilmu agama tersebut, seperti ilmu bahasa Arab dan semacamnya. Demikian
pula setiap ilmu yang bisa memperbaiki agama, dunia, dan akhlak manusia.
Dengan syarat bahwa agama-lah yang menjadi pokok, sedangkan yang lain
adalah tambahan dan penyokong untuk perbaikan agama seseorang.
Sedangkan menurut Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di -
Rahimahullahu Ta’ala- menjelaskan bahwa ada empat macam ilmu yang
tidak bermanfaat.
Pertama, ilmu yang 100% berbahaya, tidak ada manfaat sama sekali,
atau minimal bahaya ilmu tersebut lebih besar dibandingkan manfaatnya
(kebaikannya). Misalnya ilmu sihir. Contoh lain, seseorang belajar tentang
kesesatan (berbagai aqidah atau pemahaman yang menyimpang), namun dia
belum memiliki ilmu tentang kebenaran (‘aqidah shahihah). Seseorang
membaca buku-buku yang mengandung kesesatan, padahal dia tidak memiliki
“senjata” untuk melindungi dirinya.
16

Kedua, sibuk mempelajari ilmu duniawi (ilmu pengetahuan) yang


hukum asalnya adalah mubah, namun kesibukan tersebut menjadikannya lalai
dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupannya. Misalnya, kesibukan
tersebut menyebabkan orang tersebut lalai untuk menghadiri shalat berjamaah
bagi laki-laki tanpa ‘udzur (alasan yang dibenarkan syariat). Dalam kasus
semacam ini, ilmu tersebut menjadi ilmu yang tidak bermanfaat.
Ketiga, ilmu syar’i (ilmu agama), yaitu ilmu tentang Al-Qur’an dan
As-Sunnah, namun tidak diamalkan. Sebetulnya dia mengenal ilmu agama,
namun dia tinggalkan atau tidak diamalkan. Dia mengenal keburukan namun
justru menerjangnya. Ilmu syar’i yang tidak diamalkan, hanya menjadi ilmu
yang tidak bermanfaat.
Keempat, menyibukkan diri dengan ilmu alam atau ilmu modern
(seperti biologi, fisika, dan semisalnya) sehingga menyebabkan dirinya cuek
dan berpaling dari mempelajari ilmu agama. Orang yang membatasi diri
hanya mempelajari ilmu-ilmu alam tersebut, hanya akan menyebabkan
pelakunya bingung dan terjatuh dalam kesombongan. Fenomena semacam ini
bisa kita saksikan. Seseorang yang hanya sibuk mempelajari ilmu tersebut,
bukannya bertambah keimanan kepada Allah Swt., namun akhirnya menjadi
pengingkar Tuhan (atheis).
4. Pelajar yang Dipetik
a. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang masuk (dan menetap) ke
dalam relung hati (manusia), yang kemudian melahirkan rasa tenang,
takut, tunduk, merendahkan dan mengakui kelemahan diri di hadapan
Allah Swt.
b. Hasil dan pengaruh dari ilmu yang bermanfaat, yaitu menumbuhkan
dalam hati orang yang memilikinya rasa tenang, takut dan ketundukan
yang sempurna kepada Allah Swt. Ini berarti bahwa ilmu yang cuma
pandai diucapkan dan dihapalkan oleh lidah, tapi tidak menyentuh
apalagi masuk ke dalam hati manusia, maka ini sama sekali bukanlah
ilmu yang bermanfaat, dan ilmu seperti ini justru akan menjadi
bencana bagi pemiliknya.
17

c. Kita harus memilih dan mempelajari ilmu yang bermanfaat agar hidup
bahagia dunia dan akhirat serta terhindar dari dari hati yang tidak
khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak
dikabulkan.
d. Dalam hal menuntut ilmu, kita harus selalu berdo’a agar diberikan ilmu
yang bermanfaat dan dijauhkan dari ilmu yang tidak bermanfaat.
5. Biografi Singkat Perawi Sahabat
Nama lengkap beliau adalah Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram
bin Tsa’labah bin Ka’ab bin Ghanam bin Ka’ab bin Salimah bin Said bin Ali
bin Asad bin Saradah bin Tazid bin Jusyam bin al-Khazraj al-Anshori.
Abu Ahmad al-Madani berkata tentang Jabir bin Abdillah, dia adalah
sahabat Rasulullah dan anaknya pun sahabat nabi.

Guru-guru beliau diantaranya adalah Nabi ‫ﷺ‬, Khalid bin Walid,

Thalhah bin Ubaidillah, Abdullah bin Anas, Ali bin Abi Thalib, Umar bin
Khatab, Muadz bin Jabal, Abu Bakar Sidiq. Murid-murid yang meriwayatkan
hadis dari beliau diantaranya adalah Ibrahim bin Abdillah, Ibrahim bin
Abdurrahman bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi, Ismail bin Basyir, Abizzubair
(Muhammad bin Muslim al- Makki), Muhammad bin Munkadir.
Jabir bin Abdullah diistilahkan telah memeluk Islam ketika ia masih
kecil. Menurut sejarah, ia diketahui telah berjuang dalam perang sebanyak 19

kali di bawah komando Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Dan dia juga datang pada saat
menaklukkan Mekah.
Dalam perang Uhud, Jabir bin Abdullah tidak diizinkan oleh ayahnya
untuk perang Uhud. Jabir bin Abdullah memiliki 7 saudara (beberapa
berbakat sejarah benar yang menyebut 9) dan ayahnya akan dia untuk
mengurus keluarganya. Jadi, bukannya perang, tetapi Jabir bin Abdullah
meladeni tentara yang haus. Ayahnya tewas dalam perang Uhud bersama
dengan saudaranya iparnya, Amru bin Jamuuh, keduanya telah mencapai
hampir berusia masa zaman.
18

Jabir bin Abdullah meriwayatkan hadis sebanyak 1.547 hadis. Pasca


wafatnya Nabi Muhammad SAW, ia pernah melawat ke Mesir dan Syam dan
banyak orang menimba ilmu darinya dimanapun mereka bertemu dengannya.
Di Masjid Madinah ia memiliki kelompok belajar banyak orang orang
berkumpul untuk mengambil manfaat dan ketakwaan.
Beliau wafat menurut Abu Sulaiman bin Zabr pada tahun 72 H, tetapi
berbeda dengan Muhammad bin Yahya, beliau berpendapat Jabir bin Abdillah
wafat pada tahun 77 H, berbeda dengan Abu Nu’aim berpendapat Jabir bin
Abdillah wafat pada tahun 79 H.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Hadist Bukhari 1: menjelaskan hendaknya peserta didik dalam menuntut
ilmu memiliki niat yang ikhlas hanya karena Allah ta’ala semata, juga
berdasarkan sebuah hadits yang sangat populer yang diriwayatkan oleh Amirul

Mukminin ‘Umar bin Khattab bahwasannya Rasulullah ‫ﷺ‬ bersabda:

“Sesungguhnya semua amal itu tergantung pada niatnya.’’ Apabila ilmu tidak
didasari dengan keikhlasan niat, dia berubah dari ibadah yang paling mulia
menjadi kemaksiatan yang paling hina.

Hadis Bukhari 5: menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. bertadarus


(membaca dan mempelajari) Alquran bersama Jibril selama bulan Ramadhan.
Selama tadarus ini, Jibril memberitahu letak dan urutan setiap ayat. Hadis ini
menjadi dalil bagi golongan ulama yang meyakini bahwa urutan ayat dan surat
Alquran adalah tauqifi yaitu berdasarkan tuntunan dari Nabi Muhammad Saw.
atas petunjuk Allah melalui malaikat Jibril.
Hadis Ibnu Majah 3843: menjelaskan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu
agama (yang diamalkan) dan ilmu yang mendukung untuk mempelajari ilmu
agama tersebut, seperti ilmu bahasa Arab dan semacamnya. Demikian pula setiap
ilmu yang bisa memperbaiki agama, dunia, dan akhlak manusia. Dengan syarat
bahwa agama-lah yang menjadi pokok, sedangkan yang lain adalah tambahan dan
penyokong untuk perbaikan agama seseorang. Sedangkan ilmu yang tidak
bermanfaat. Sedangkan ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang 100%
berbahaya, tidak ada manfaat sama sekali, atau minimal bahaya ilmu tersebut
lebih besar dibandingkan manfaatnya (kebaikannya), sibuk mempelajari ilmu
duniawi (ilmu pengetahuan) yang hukum asalnya adalah mubah, namun
kesibukan tersebut menjadikannya lalai dari hal-hal yang bermanfaat untuk
kehidupannya dan masih banyak lagi.
19
20

B. Saran
Demikianlah makalah yang saya susun, semoga bermanfaat bagi pembaca
maupun pemakalah sendiri. Semoga materi yang terdapat di dalam makalah ini
bisa menambah wawasan tentang Etika Peserta Didik. Sebenarnya masih banyak
materi yang harus dibahas dalam makakah ini, berhubung keterbatasan saya dalam
mencari berbagai materi, maka hanya ini yang dapat saya sajikan.
Dan saya menyadari masih banyak kekeliruan dalam hal penyajian, baik itu
materi, penulisan, atau yang lainnya. Kami juga memohon saran yang konstruktif
agar dalam penyajian makalah kedepannya bisa lebih baik lagi. Atas kritik dan
sarannya saya ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Al Jazari, Muhammad, Asdul Ghabah Fi Ma’rifat Al Sahabah, Jilid III. Khairo:


Darul Kutub al-Ilmiyyah, t.t.
Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. Syarah Adab & Manfaat Menuntut
Ilmu. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005.
Efendi, Mochtar. Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Jilid I. Palembang: Universitas
Sriwijaya, 2000.
Husain Az Zahabi, Muhammad. Al Tafsir Wal Mufassirun, Jilid 1. Kairo:
Maktabah Wahbah, 2003.
Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media Group, 2010.

Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: PT Intermasa, 1996.

Wahhab an-Najjar, Abdul. Al-Khulafa’ Al-Rasyidun. Beirut: Dar al-Kutub al-


Ilmiyah, 1990.

21

Anda mungkin juga menyukai