Anda di halaman 1dari 5

Persoalan Ketenagakerjaan di DIY

Oleh : Restu Baskara

Kebijakan Cipta Kerja mengakibatkan dampak negatif terhadap sosial, ekonomi dan lingkungan. Sebagai
contoh, buruh tidak mendapatkan kepastian status kerja dan upah layak, petani terancam kehilangan
tanah dan akses kepada benih, dampak industri ekstraktif tanpa uji dampak lingkungan. Semangat
memperluas investasi untuk penciptaan lapangan kerja telah mengesampingkan kedaulatan ekonomi
rakyat.

Proses perundingan I-EU CEPA juga digelar tertutup dan tidak melibatkan partisipasi publik secara aktif
terutama kelompok masyarakat sipil untuk memberikan pandangan terhadap isi perjanjian tersebut.
Bahkan masyarakat sipil tidak menerima informasi terkait jadwal putaran perundingan hingga perundingan
tersebut berlangsung. Hal ini tentu mencederai proses demokrasi terlebih perundingan I-EU CEPA akan
berdampak langsung pada masyarakat luas.1

Peralihan tenaga kerja akan mengikuti perkembangan model industri berbasis digital, dimana industri jasa
akan mendapatkan porsi yang besar. Peralihan tidak hanya akan terjadi sebagai tenaga kerja pada industri
berbasis digital tetapi akan membawa pasar tenaga kerja pada tenaga kerja model baru. Model pekerja
berbasis digital seperti Ojek Online (Ojol) dimana model usaha dimiliki oleh mereka (kendaraan, lisensi
dan lainnya) menempatkan mereka pada posisi ambigu sebagai pekerja atau sebagai mitra usaha atau
pebisnis berbasis digital. Mereka jelas tidak mendapatkan perlindungan sebagai pekerja maupun
pengusaha.2
Hal ini terbukti dengan adanya perdebatan di kalangan ojol dan driver online (roda 4) itu sendiri, dimana
memposisikannya sebagai pekerja atau mitra usaha, yang saya lihat sendiri langsung pada tahun 2020
ketika saya bersama PBHI Yogyakarta mengadvokasi ojol dan driver online dalam kasus kredit macet
kendaraan bermotor karena dampak pandemi yang berjumlah 454 orang di DIY yang tergabung dalam
paguyuban Rembug Darurat leasing (RDL) yang menjadi debitur di 30 perusahaan pembiayaan (leasing).
Sehingga waktu itu adalah menuntut diterapkannya restrukturisasi/relaksasi kredit selama setahun tanpa
syarat.
Tabel Jumlah Angkutan Umum yang Terdaftardi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2017-2022
No Jenis Tahun
Angkutan 2018 2019 2020 2021 2022
7 Angk 16 63 325 816 1.102
utan
Sew
a
Khusus
Jumlah 2.48 2.32 2.10 2.18 2.380
6 6 9 8
Sumber: Transportasi Dalam Angka, Dishub DIY 2022

Tabel Penyedia Jasa Transpotasi Online di DIY

Jasa
N Transportasi Layanan
o
Online
Go-Ride dan Go-car, Go-Food, dan Go-Send,
1 Gojek dan
Go-Box

1
https://igj.or.id/desakan-koalisi-masyarakat-sipil-indonesia-untuk-keadilan-ekonomi-perundingan-indonesia-eu-cepa-berpotensi-
menimbulkan-krisis-demokrasi-iklim-dan-keadilan-sosial-di-indonesia/
2
https://igj.or.id/omnibus-law-cipta-kerja-dalam-mengadopsi-pasar-tenagakerja-berbasis-revolusi-industri-4-0/
Grab Food, Grab Car, Grab Taxi, Grab Bike,
2 Grab dan
Grab Express
3 Shopee Shopee Xpress, Shopee Food, dan Shopee
Mall
4 JogjaKita Jogja Ride, Jogja Send, Jogja Shop, dan Jogja
Food
5 Maxim Ojek online dan Taksi onlie

Hal yang hampir sama juga akan terjadi pada industri mikro dan kecil yang memanfaatkan fasilitas digital
atau aplikasi digital, dimana usaha-usaha individu atau dilakukan oleh beberapa orang tersebut akan
masuk dalam kategori yang tidak jauh berbeda dengan pekerja Ojol. UU Cipta Kerja ini tidak memberikan
antisipasi atau mempersiapkan hal ini. Pemerintah seharusnya mulai mempersiapkan perubahan UU
Ketenagakerjaan yang lebih mengantisipasi model pekerjaan baru agar mampu melindungi pekerja atau
pelaku industri mikro dan kecil dalam bisnis atau fasilitas digital.
Pandemi Covid-19 di Indonesia dan kemajuan teknologi informasi telah mempercepat transformasi digital
di kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) Indonesia. Dalam laporan tahun 2020, UNDP dan
Universitas Indonesia memperkirakan bahwa UKM menyumbang hampir 60% dari total PDB negara.
Survei terhadap 1.180 UKM di 15 provinsi di Indonesia menemukan 44 persen telah bergabung dengan
platform pasar online (marketplace) atau e-commerce selama Covid19. Pemerintah Indonesia juga
memberikan bantuan keuangan kepada lebih dari 9,1 juta UKM di tengah dorongan digitalisasi yang lebih
luas untuk merevitalisasi ekonomi Indonesia. Yogyakarta menjadi wilayah konsumen terbanyak pasar
online (marketplace) atau e-commerce kedua setelah Jakarta.

Keadaan Ketenagakerjaan di DIY


 Pada Februari 2023, jumlah angkatan kerja di D.I. Yogyakarta sebanyak 2,23 juta
orang. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 73,43 persen, mengalami
penurunan 1,25 persen poin dibandingkan Februari 2022.
 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2023 sebesar 3,58 persen,
mengalami penurunan 0,15 persen poin dibanding Februari 2022 (3,73 persen).
 Penduduk bekerja D.I. Yogyakarta sebanyak 2,15 juta orang, berkurang 396 orang dari
Februari 2022. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase terutama
pada Perdagangan Besar dan Eceran (0,66 persen poin), Pengangkutan dan
Pergudangan (0,51 persen poin), serta Aktivitas Keuangandan Asuransi (0,31 persen
poin). Sementara lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan terutama pada
Pendidikan (0,73 persen poin); Aktivitas KesehatanManusia dan Aktivitas Sosial (0,46
persen poin); dan Administrasi Pemerintahan,Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (0,38
persen poin).
 Sebanyak 1,26 juta orang (58,53 persen) bekerja pada kegiatan informal ataunaik 1.22
persen poin jika dibandingkan Februari 2022 sebesar 57,31 persen.
 Sebagian besar penduduk yang bekerja adalah pekerja penuh (67,68 persen).
Sementara pekerja paruh waktu sebesar 28,38 persen dan setengah penganggur 3,94
persen.
 Sebanyak 1,97 persen penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 (59,93 ribu
orang), terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (3,43 ribu orang), Bukan Angkatan
Kerja (BAK) karena Covid-19 (4,39 ribu orang), sementara tidak bekerja karena Covid-19
(1,70 ribu orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja
karena Covid-19 (50,42 ribu orang). Dibandingkan Februari 2022, turun sebanyak
221,41 ribu orang atau 78,70 persen.

Sumber : BPS 2023


KEADAAN KETENAGAKERJAAN
D.I. YOGYAKARTA FEBRUARI 2023
Berita Resmi Statistik No.31/05/Th. XXiV, 09 Mei 2022

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Jenis Kelamin dan


Daerah Tempat Tinggal (persen), Februari 2021-Februari 2023
4.28
TPT turun
0,15 persen poin
3.73
dibanding Februari
3.58
2022
4.79

4.17 4.41 3.95 4.06 3.90


3.54 3.48 3.70
2.96 2.94 2.75

Februari 2021 Februari 2022 Februari 2023

Laki-laki Perempuan Perkotaan Perdesaan

JAM KERJA PENDUDUK BEKERJA

Proporsi Pekerja Penuh


terus meningkat
meskipun masih lebih rendah
Tingkat Setengah Pengangguran (TSP)
daripada sebelum pandemi.

4.76% 6.97% 5.49% 3.94%


Tren Pekerja Penuh, Februari 2020-2023
Feb 2020 Feb 2021 Feb 2022 Feb 2023
72.17% 67.01% 67.68%
62.16%

Tingkat Pekerja Paruh Waktu

23.08% 30.87% 27.50% 28.38%


Feb 2020 Feb 2021 Feb 2022 Feb 2023
*)
≥35 Jam 1 - 34 Jam

1,46 juta orang 696,08 ribu orang


(67,68%) (32,32%) Feb 2020 Feb 2021 Feb 2022 Feb 2023

Keterangan
*): Termasuk sementara tidak bekerja

BADAN PUSAT STATISTIK


PROVINSI D.I. YOGYAKARTA
yogyakarta.bps.go.id
Jumlah penduduk yang bekerja pada setiap kategori lapangan pekerjaan menunjukkan
kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja. Struktur penduduk bekerja menurut lapangan
pekerjaan utama di D.I. Yogyakarta pada Februari 2021-Februari 2023 masih didominasioleh
tiga lapangan pekerjaan utama, yaitu pada Februari 2023 sektor Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan sebesar 21,48 persen; sektor Perdagangan sebesar 19,55 persen; dan sektorIndustri
Pengolahan sebesar 13,60 persen (Gambar 1). Kategori lapangan pekerjaan lainnyayang juga
cukup banyak berperan dalam penyerapan tenaga kerja adalah Penyediaan Akomodasi dan
Makan minum; Jasa Pendidikan; serta Jasa lainnya. Hal ini terkait dengan D.I. Yogyakarta
sebagai tempat tujuan wisata, budaya, dan kota pelajar.

Maraknya kembali D.I Yogyakarta sebagai destinasi wisata memberikan dampak ikutan terhadap
peningkatan lapangan pekerjaan pada sektor jasa lainnya (pariwisata), sektor perdagangan,
sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor industri pengolahan (kerajinan), dan sektor
transportasi. Selain itu pemberlakuan perkuliahan tatap muka sejak semester gasal Tahun
akademik 2022/2023 memberikan dampak ikutan pada peningkatan lapangan pekerjaandi
sektor penyediaan akomodasi dan makan minum (kos-kosan dan warung makan minum),sektor
perdagangan, dan sektor transportasi.
Dalam setahun terakhir (Februari 2022-Februari 2023), tiga besar lapangan pekerjaan utamayang
mengalami peningkatan persentase penduduk bekerja terutama pada Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor sebesar 0,66 persen poin;Pengangkutan
dan Pergudangan sebesar 0,51 persen poin; serta Aktivitas Keuangan dan JasaAsuransi sebesar
0,31 persen poin. Sebaliknya, lapangan pekerjaan utama yang mengalamipenurunan terutama
pada Pendidikan (0,73 persen poin); Aktivitas Kesehatan Manusia dan Aktivitas Sosial (0,46
persen poin); serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (0,38 persen
poin).
Berdasarkan status pekerjaan utama, penduduk bekerja dapat dikategorikan menjadi kegiatan
formal dan informal. Penduduk yang bekerja pada kegiatan formal mencakup status berusaha
dengan dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan/pegawai, sedangkan sisanya masuk dalam
kategori kegiatan informal (berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak
dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tak dibayar). Berdasarkan kategori tersebut, pada
Februari 2023 terdapat sebanyak 893,30 ribu orang atau 41,47 persen bekerja pada kegiatan
formal, dan sebanyak 1.260,60 ribu orang atau 58,53 persen bekerja pada kegiatan informal.
Selama setahun terakhir, jumlah pekerja formal mengalami penurunan sebesar 1,22 persen poin
dibandingkan Februari 2022. Sedangkan jika dibandingkan Februari 2021, persentase pekerja
formal mengalami penurunan sebesar 1,38 persen poin. Hal ini menunjukkan kondisi
ketenagakerjaan di D.I. Yogyakarta selama pandemi Covid-19 berangsur-angsur membaik dan
mulai kembali normal.

Buruknya Kondisi Ketenagakerjaan di DIY

Dari 22 indikator penyusun Indeks Demokrasi Indonesia, di DIY ada dua indikator diantaranya
masih berada pada kriteria ”buruk” yang kedua faktor tersebut adalah berada di sektor
ketenagakerjaan. Hal tersebut mencerminkan masih ditemuinya tantangan dan hambatan dalam
praktek demokrasi di wilayah D.I. Yogyakarta yang perlu diselesaikan. Indikator yang paling
rendah nilainya adalah Indikator Terjaminnya Kebebasan Berkumpul, Berekspresi, Berserikat,
dan Berpendapat antar Masyarakat (nilai 30,00). Rendahnya nilai indikator ini menunjukkan
bahwa masih adanya represi atau tekanan dari kelompok masyarakat yang satu terhadap
masyarakat lainnya yang menghalangi kebebasan berorganisasi, berekspresi maupun
berpendapat. Dan ini juga terjadi di dalam serikat buruh/pekerja dimana pemberangusan
kebebasan berserikat (union busting) masih marak terjadi di DIY. Pekerja di DIY masih minim
yang berserikat dan masih lemah perjuangannya.
Kemudian, indikator yang juga mencatatkan kinerja ”buruk” adalah Indikator Pemenuhan Hak-
hak Pekerja (nilai 59,83). Upaya memperbaiki kinerja ini diantara dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan persentase pekerja yang memiliki jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian,
dan dana pensiun. Upah Minimum Propinsi (UMP) DIY adalah UMP yang terendah di Indonesia
yaitu sebesar Rp. Rp 1.981.782,39. Jumlah ini naik 7,65% dibandingkan tahun sebelumnya Rp
1.840.915,53. Sehingga dengan upah sebesar itu tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup layak.
Dan tidak bisa mempunyai rumah karena harga rumah dan tanah di DIY adalah tertinggi ketiga
setelah Jakarta dan Bali. Hal ini lah yang menyebabkan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
tercatat sebagai provinsi yang memiliki ketimpangan sosial tertinggi di Indonesia.
Masalah ketenagakerjaan lainnya adalah belum semua tenaga kerja di DIY terlindungi jaminan
ketenagakerjaan. Masih banyak pekerja yang belum masuk dalam kepesertaan BPJS
Kesehatan. Jumlah peserta dari DIY belum mencapai 40 persen dari seluruh tenaga kerja di DIY.
Saat ini baru sekitar 57.000 orang tenaga kerja.3 Hal ini sebagai akibat kurangnya fungsi control
pemerintah. Di samping itu, cukup banyak perusahaan yang belum mendaftarkan tenaga magang
mereka menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Padahal sejatinya mereka perlu dilindungi juga
mengingat resiko kerjanya juga sama.
Lesunya ekonomi global sebaga akibat dari resesi global saat ini disebabkan proses recovery
paska Pandemi dan adanya perjanjian internasional yang merugikan Indonesia berpengaruh pula
terhadap PHK massal yang terjadi. Ditambah lagi dengan adanya perjanjian internasional yang
semakin mendikte Indonesia untuk mengikuti alur dari liberalisasi global membuat ketidakpastian
kerja. Negara yang seharusnya menjamin kepstian kerja bagi warga negaranya ternyata
menyerahkan kepada mekanisme pasar, sehingga Negara melepaskan tanggung jawabnya.
Sehingga yang terjadi adalah eksploitasi tenaga kerja Indonesia besar-besaran, yang kita tahu
sumber daya manusia di Indonesia banyak dan melimpah (terbesar keempat di dunia) dan akan
adanya bonus demografi.

3
https://yogya.inews.id/berita/banyak-tenaga-kerja-di-diy-belum-terdaftar-bpjs-ketenagakerjaan-ini-masalahnya

Anda mungkin juga menyukai