Nama Mahasiswa : Fania Kurnia Dewi Tanggal Pemeriksaan :
NPM : 10522503 Nama Anggota : Kelas : 1PA22 Paraf Asisten :
1. Percobaan : Indera Penciuman
Nama Percobaan : Pembauan (membedakan wewangian) Nama Subjek Percobaan : Fania Kurnia Dewi Tempat Percobaan : Rumah a. Tujuan Percobaan : Untuk membedakan bahwa zat yang dibaui adalah zat yang berupa gas, serta membedakan beberapa wewangian mulai dari bau yang tidak enak sampai enak. b. Dasar Teori : Hidung manusia terdiri dari dua bagian rongga yang sama besar yang disebut nostril. Septum adalah dinding pemisah yang terbuat dari tulang yang sangat tipis. Rambut dan membran yang mensekresi lendir lengket melapisi lubang hidung. Untuk mengalirkan udara dari luar ke tenggorokan dan menuju paru-paru, rongga hidung terhubung ke bagian belakang tenggorokan. Langit- langit mulut kita, yang disebut palate, memisahkan rongga hidung. Di rongga hidung bagian atas terdapat sel-sel reseptor atau ujung-ujung saraf pembau. Ujung-ujung saraf pembau ini terhubung dengan rambut halus di selaput lendir. Rongga ini memiliki kapasitas untuk membau dengan baik. Indera penciuman merupakan organ dalam (alat rongga tubuh) yang erat kaitannya dengan saluran cerna. Beberapa rasa makanan yang berbeda merupakan kombinasi dari bau dan rasa. Reseptor penciuman adalah kemoreseptor. Reseptor penciuman adalah reseptor jauh atau telereseptor. Di antara sel-sel ini terdapat 10-20 juta sel reseptor. Bau yang masuk ke rongga hidung merangsang saraf penciuman (olfactory nerve). Bau berupa gas atau zat yang menguap masuk ke rongga hidung melalui lubang hidung. Indera penciuman melewati saluran penciuman melalui persimpangan pusat penciuman di lobus temporal otak, tempat sensasi ditafsirkan (Sri, Meity, Nurul, Laily, 2023). Mekanisme pembau adalah sebagai berikut: gas masuk ke hidung, larut pada selaput mukosa, merangsang silia sel reseptor, dan rangsangan dikirim ke otak untuk diproses. Kemoreseptor olfaktori dengan cepat mengadaptasi bau, tetapi terkadang tidak bisa merasakan baunya selama sekitar satu menit. Penyakit influenza menghasilkan lendir atau sputum, yang mencegah bau sampai ke ujung saraf pembau. Gas yang terhirup atau unsur-unsur halus mengurangi rasa penciuman. Jika mencium bau yang sama untuk waktu yang cukup lama, rasa penciuman ini sangat sensitif dan mudah hilang. Sebagai contoh, jika seseorang berada dalam suatu ruangan yang terlalu pengap, mereka tidak akan segera merasakan bau yang tidak enak. Di sisi lain, jika seseorang masuk ke ruangan dari udara yang lebih segar, bau itu akan segera menyerang hidung mereka. Selain itu, jika selaput lendir hidung kering, basah, dan membengkak seperti pilek, rasa penciuman menjadi lebih buruk. Kehilangan penciuman sepenuhnya juga dapat menjadi komplikasi dari cedera kepala (Florentina dan Stefanus, 2023). Kemampuan membau yang menurun biasanya merupakan tanda gangguan penciuman. Seseorang yang mengalami gangguan penciuman pernah mengalami gejala, seperti cedera kepala, flu, polip hidung, dll. Ada beberapa gangguan penciuman, yaitu : 1. Anosmia : hilangnya penciuman sebagian atau seluruhnya. 2. Dinosmia : kehilangan indra penciuman dan terkadang mencium aroma yang tidak sedap. 3. Parosmia : gangguan hidung ditandai adanya perubahan persepsi aroma/bau. 4. Hiposmia : Penyakit hidung yang ditandai dengan gangguan penurunan mencium aroma (Indah, 2021). c. Alat yang digunakan : Beberapa macam wewangian (sabun mandi, handsanitizer wangi peach, parfum bayi, bubuk teh, dan sirup marjan rasa melon), slayer penutup mata. d. Jalannya Percobaan : 1.1 Pertama-tama praktikan diminta menutup mata menggunakan kain. 1.2 Praktikan diminta untuk mencium bau dari beberapa wewangian yang sudah disajikan dibantu oleh kerabat. e. Hasil Percobaan : Benar semua. f. Kesimpulan : Dari percobaan bau yang masuk ke rongga hidung merangsang saraf penciuman (olfactory nerve). Bau berupa gas atau zat yang menguap masuk ke rongga hidung melalui lubang hidung. Menghirup menyebabkan lebih banyak gas masuk ke rongga hidung dan kemudian ke sinus bagian atas. Gas larut dalam lendir sebelum dapat mengaktifkan sel reseptor. Indera penciuman melewati saluran penciuman melalui persimpangan pusat penciuman di lobus temporal otak untuk diproses. g. Daftar Pustaka : Budiarti, I. S. (2021). Indra pembau;hidung. Jakarta: PT Bumi Aksara. M.Kes, S. U., M.Kes, N. M., M.Keb, N. K., & MPH, L. H. (2023). Buku ajar anatomi dan fisiologi. Jawa Tengah: Penerbit NEM. Sepe, M. D., & M.Si, D. S. (2023). Buku ajar anatomi fisiologi manusia. Yogyakarta: Zahir Publishing. 1. Percobaan : Indera Pengecap Nama Percobaan : Merasakan berbagai macam rasa. Nama Subjek Percobaan : Fania Kurnia Dewi Tempat Percobaan : Rumah a. Tujuan Percobaan : Memahami dan mengetahui bahwa lidah merupakan alat pengecap rasa serta membuat peta rasa. b. Dasar Teori : Lidah adalah organ sensorik dengan ribuan sel pengecap (reseptor). Hal ini ditunjukkan dengan adanya benjolan- benjolan kecil di permukaan lidah (papila). Orang dewasa memiliki 2.000- 4.000 simpul di lidah mereka. Simpul lidah merupakan sel sensorik yang berperan penting dalam mendeteksi rasa seperti asam, manis, pahit, pedas, dan asin. Lidah merupakan gabungan dari beberapa otot yang dapat bergerak tanpa bantuan tulang. Ini disebut hidrostat otot. Lidah adalah bagian tubuh yang sangat penting. Ini karena lidah mengandung kemoreseptor. Kemoreseptor adalah sel yang mengikat rangsangan kimia yang larut dalam air. Rasa makanan langsung dikenali karena adanya reseptor rasa atau taste buds. Rasa (lidah) selalu berhubungan dengan indra penciuman (hidung). Hal ini dikarenakan kedua rasa makanan tersebut tergolong berbeda. Aroma makanan diproses di dalam otak manusia, sehingga memungkinkan manusia untuk membedakan antara aroma makanan dan rasa dari jenis makanan tertentu (Indah, 2023). Semua selera diklasifikasikan sebagai kombinasi dari sensasi rasa dasar. 1. Rasa asam, asam memberikan rasa asam melalui konsentrasi ion hidrogen. Intensitas rasa sebanding dengan logaritma konsentrasi ion hidrogen, yang berarti bahwa makanan yang lebih asam memiliki rasa asam yang lebih kuat. 2. Rasa asin, rasa asin dihasilkan oleh garam terionisasi, terutama oleh konsentrasi ion natrium. Rasa asin disebabkan oleh kation garam, terutama kation natrium, tetapi anion juga berkontribusi pada rasa lebih rendah. 3. Rasa manis, rasa manis dihasilkan oleh berbagai jenis bahan kimia, termasuk gula, glikol, alkohol, aldehida, keton, amida, ester, beberapa asam amino, protein kecil, asam sulfonat, asam halogenasi, dan garam anorganik, seperti berilium dan timbal. 4. Rasa pahit, rasa pahit sebagian besar bahan anorganik. Rasa pahit biasanya ditemukan banyak mengandung racun yang mematikan, reaksi ini jelas merupakan bagian penting dari sensasi tersebut. 5. Rasa umami, umami berarti “lezat” dalam bahasa jepang yang berarti juga rasa yang menyenangkan. Makanan yang mengandung L-glutamat, seperti ekstrak daging dan keju (Guyton dan Hall, 2011). Lokasi reseptor dalam berbagai bentuk: - Belakang lidah: rasa pahit - sisi lidah: rasa asam - Ujung lidah: rasa manis - Bagian depan belakang lidah: rasa asin - Palatum (atap): rasa asam dan pahit (sedikit sensitif terhadap rasa manis dan asin) (Johan, 2018). c. Alat yang digunakan : Cotton bud, 5 larutan rasa (manis, asin, pahit, asam dan pedas) , sapu tangan atau tisu. d. Jalannya Percoban : 2.1 Siapkan larutan rasa ( manis, asin, pahit, asam, dan pedas). 2.2 Kemudian praktikan diminta mengambil cotton buds dan celupkan kedalam larutan yang sudah dibuat. Oleskan ke lidah. 2.3 Setelah dioleskan ke lidah lap lidah menggunakan tisu dan ulangi tahap tadi sampai larutan terakhir. 2.4 Catat hasilnya dikertas. e. Hasil Percobaan : - manis : benar - asin : benar - pahit : benar - asam : benar - pedas : benar f. Kesimpulan : Rasa makanan langsung dikenali karena adanya reseptor rasa atau taste buds. Aroma makanan diproses di dalam otak manusia, sehingga memungkinkan manusia untuk membedakan antara aroma makanan dan rasa dari jenis makanan tertentu. g. Daftar Pustaka : Budiarti, I. S. (2023). Indera pengecap;lidah. Jakarta: PT Bumi Aksara. Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2016). Guyton and hall textbok of medical physiology, thirteenth edition. Philadelphia: Elsevier. Harlan, J. (2018). Psikologi faal. Depok: Gunadarma.