Oleh:
IMAM ARIP R
312019022
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
i
lOMoAR cPSD| 27535826
DAFTAR GAMBAR
ii
lOMoAR cPSD| 27535826
DAFTAR TABEL
iii
lOMoAR cPSD| 27535826
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
B. Tujuan Penyederhanaan
3
4
B. Bilangan Biner
Dalam teknik digital, pada dasarnya proses, baik yang menyangkut operasi
aritmatik maupun pergeseran data ataupun konversi arfiara satuan, dilakukan
terhadap deretan bilangan biner, sehingga masukan maupun keluarannya secara
prinsip juga berupa angka biner. Sistem digital hanya mengenal bilangan biner
yang dipahami sebagai angka 0 (off) dan 1 (on) oleh rangkaian logika atau unit
pemroses mikroprosesor. Bilangan 0 diartikan sebagai masukan atau keluaran itu
berarus tegangan tertentu. Idealnya logika 0 akan dikenali sebagai 0V (nol Volt).
Sistem digital hanya mengenal bilangan biner yang dipahami rangkaian logika
dan mikroprosesor.
Bilangan 1 diartikan sebagai masukan atau keluaran yang beraras tegangan
tertentu, idealnya 5V (5 Volt). besaran arus masukan dan keluaran gerbang baik
pada kondisi "1" dan "0" di atas menentukan banyaknya gerbang yang mampu
didorong oleh satu gerbang didepan terhadap gerbang- gerbang dibelakangnya.
Sama halnya bilangan desimal, penjumlahan bilangan biner dilakukan mulai dari
digit paling tidak berarti (paling kanan, dengan pembobotan 2n terkecil), bila hasil
penjumlahan lebih besar dari 1 (1+ 1 biner) akan memberikan tambahan 1 kepada
digit di atasnya. Pengurangan bilangan biner dilakukan mulai dari digit paling
tidak berarti (paling kanan, dengan pembobotan 2n terkecil), bila besaran digit
pengurangan lebih besar dari yang dikurang (misalnya 1 terhadap 0), peminjaman
dilakukan terhadap digit denganpembobotan 2n lebih besar di atasnya.
Perkalian bilangan biner dilakukan dengan mengalikan bilangan yang dikali
dengan bilangan pengali yang dimulai dari digit paling tidak berarti (paling kanan,
dengan pembobotan 2n terkecil), setiap kenaikan satu digit bilangan pengali, hasil
perkalian untuk digit tersebut bergeser satu digit ke kiri (ke arah pcmbobotan 2n
tinggi), setelah semua digit pada bilangan pengali selesai dikalikan, maka bila
hasil penjumlahan tiap digit (mulai dari paling kanan) lebih besar dari 1 (1+ 1
biner) akan memberikan tambahan 1 kepada digit di atasnya. bilangan dasar yang
dipergunakan dalam sistem digital berbeda dengan bilangan dasar yang dikenal
dalam kehidupan praktis sehari-hari[2].
5
D. Fungsi Boolean
Fungsi Boolean seringkali mengandung operasi-operasi yang tidak perlu,
literal atau suku-suku yang berlebihan. Oleh karena itu, kita dapat
menyederhanakan fungsi Boolean lebih lanjut. Menyederhanakan fungsi Boolean
artinya mencari bentuk fungsi lain yang ekivalen tetapi dengan jumlah literal atau
operasi yang lebih sedikit. Penyederhanaan fungsi Boolean disebut juga
minimisasi fungsi. Dipandang dari segi aplikasi aljabar Boolean, fungsi Boolean
yang lebih sederhana berarti rangkaian logikanya juga lebih sederhana
(menggunakan jumlah gerbang logika lebih sedikit). Fungsi Boolean (disebut juga
fungsi biner) adalah pemetaan dari Bn ke B melalui ekspresi Boolean, kita
menuliskannya sebagai f : Bn B. yang dalam hal ini Bn adalah himpunan yang
beranggotakan pasangan terurut ganda-n (ordered n-tuple) di dalam daerah asal B.
Misalkan ekspresi Boolean dengan n peubah adalah E(x1, x2, ..., xn). Menurut
definisi di atas, setiap pemberian nilai-nilai kepada peubah x1, x2, ..., xn
merupakan suatu pasangan terurut gandan di dalam daerah asal B n dan nilai
ekspresi tersebut adalah bayangannya di dalam daerah hasil B. Dengan kata lain,
setiap ekspresi Boolean tidak lain merupakan fungsi Boolean. Misalkan sebuah
fungsi Boolean adalah f(x, y, z) = xyz + x’y + y’z. Fungsi f memetakan nilai –
nilai pasangan terurut ganda-3 (x, y, z) ke himpunan {0, 1}. Contoh pasangan
terurut ganda-3 misalnya (1, 0, 1) yang berarti x = 1, y = 0, dan z = 1 sehingga f(1,
0, 1) = 1 . 0 . 1 + 1’ . 0 + 0’ . 1 = 0 + 0 + 1 = 1. Bila sebuah fungsi Boolean
dikomplemenkan, kita memperoleh fungsi komplemen. Fungsi komplemen
berguna pada saat kita melakukan penyederhanaan fungsi Boolean. Fungsi
komplemen dari suatu fungsi f, yaitu f ’ dapat dicari dengan dua cara. Cara
pertama menggunakan hukum De Morgan, Cara kedua menggunakan prinsip
dualitas, dimana akan menentukan dual dari ekspresi Boolean yang
merepresentasikan f, lalu komplemenkan setiap literal di dalam dual tersebut.
Bentuk akhir yang diperoleh menyatakan fungsi komplemen [4].
BAB III
PERACANGAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penyderhanaan ini adalah
softwareLogic simulator (Logisim).
B. Prosedur Penyederhanaan
Prosedur pada penyederhanaan rangkaian logika dasar adalah sebagai
berikut.
1. Membuat rangkaian logika pada Trainer sesuai dengan
persamaan berikutini:
a)
b)
Buat tabel kebenaran untuk masing-masing persamaan.
2. Menyederhanakan persamaan-persamaan di atas (tulis pada kertas
buram) hingga mendapatkan hasil yang peling sederhana.
Memeriksa hasil yang didapatkan pada instruktur.
3. Juka hasil menyatkan benar, merangkai kembali pada Trainer
menggunakan persamaan hasil penyederhanaan. Membuat tabel
kebenarannya.
4. Membandingkann output dari tabel kebenaran pada masing-
masing persamaan (output pada rangkaian sebelum dan sesudah
menyederhanakan)
5. Memberi komentar perbandingan di atas.
6. Membuat persamaan logika dari rangkaian 1 pada gambar 1.
Merangkai di trainer, membuat tabel kebenarannya.
7
8
Gambar 1. Rangkaian 1
7. Menyederhanakan persamaan di atas, merangkai hasil
penyederhanaan di trainer. Mendapatkan tabel kebenarannya.
Membandingkan hasil pada langkah 6 dan 7. Memberi komen
BAB IV
PENYEDERHANAAN
A. Data Pengamatan
9
10
B. Pembahasan
gerbang AND 4-input yang merupakan nilai output akhir, gerbang AND 3-input
dan gerbang NOT 3 buah, sehingga dapat dirangkai seperti pada gambar di bawah
ini.
C=0, D=1 maka output Y=1; pada saat input A=1, B=0, C=1, D=0 maka output
Y=0; pada saat input A=1, B=0, C=1, D=1 maka output Y=1; pada saat input
A=1, B=1, C=0, D=0 maka output Y=1; pada saat input A=1, B=1, C=0, D=1
maka output Y=1; pada saat input A=1, B=1, C=1, D=0 maka output Y=0; pada
saat input A=1, B=1, C=1, D=1 maka output Y=1. Sedangkan Untuk sesudah
penyederhanaan diperoleh hasil, pada saat input A=0, B=0, C=0, D=0 maka
output Y=1; pada saat input A=0, B=0, C=0, D=1 maka output Y=1; pada saat
input A=0, B=0, C=1, D=0 maka output Y=1; pada saat input A=0, B=0, C=1,
D=1 maka output Y=1; pada saat input A=0, B=1, C=0, D=0 maka output Y=1;
pada saat input A=0, B=1, C=0, D=1 maka output Y=1; pada saat input A=0,
B=1, C=1, D=0 maka output Y=1; pada saat input A=0, B=1, C=1, D=1 maka
output Y=1; pada saat input A=1, B=0, C=0, D=0 maka output Y=1; pada saat
input A=1, B=0, C=0, D=1 maka output Y=0; pada saat input A=1, B=0, C=1,
D=0 maka output Y=1; pada saat input A=1, B=0, C=1, D=1 maka output Y=1;
pada saat input A=1, B=1, C=0, D=0 maka output Y=1; pada saat input A=1,
B=1, C=0, D=1 maka output Y=0; pada saat input A=1, B=1, C=1, D=0 maka
output Y=1; pada saat input A=1, B=1, C=1, D=1 maka output Y=1. Dapat dilihat
untuk niali tabel kebenarannya sedikit berbeda namun jumlah untuk output
berdilai 1 maupun 0 sama, hanya saja ada beberapa hasil yang berbeda saat
keadaan nilai inputnya sama.
Selanjutnya pada langkah 6 di prosedur diberikan Rangkaian 1 seperti pada
gambar di bawah ini
18
DAFTAR PUSTAKA
[3] Ali, Muhamad, dan Ariadie Chandra Nugraha. 2018. Teknik Digital
Teori dan Aplikasi. UNY Press: Yogyakarta.