Anda di halaman 1dari 5

simplisia diekstrak terlebih dahulu menggunakan n-heksan, selanjutnya etil asetat, lalu etanol

untuk mendapatkan semua komponen. dengan prinsip like dissolved like, dimana pelarut
yang bersifat non polar akan melarutkan senyawa-senyawa non polar yang ada pada sampel,
begitupun pelarut yang bersifat semi polar dan polar.
Hasil skrining fitokimia saponin negatif pada ekstrak n-heksan karena saponin biasanya
berada dalam bentuk glikosida yang bersifat polar dan aktif membentuk busa ketika dikocok
di dalam air. Berbusa dalam pengujian ini karena saponin memiliki gugus polar dan non polar
yang membentuk misel. Misel memiliki kelompok kutub yang menghadap ke luar dan
kelompok nonpolar menghadap ke dalam, yang terlihat seperti busa
Adapun penampang bercak yang digunakan diantaranya adalah sitroborat 10% untuk
mengetahui adanya senyawa flavonoid, H2SO4 10% untuk penampak bercak universal,
FeCl3 10% untuk mengetahui senyawa fenol, sedangkan DPPH 0,2% untuk mengetahui
senyawa antioksidan yang terkandung didalam sampel.
Senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan dengan penampak bercak DPPH 0,2% dalam
metanol, menganalisis adanya senyawa fenol dengan penampak bercak FeCl3 10%,
menganalisa senyawa flavonoid menggunakan penampak bercak AlCl3, dan melihat senyawa
organik dengan penampak bercak H2SO4 10%.
Pada penampang bercak H2SO4 10% akan menghasilkan bercak hitam secara visual yang
diamati setelah dipanaskan agar bercak yang timbul semakin tampak. H2SO4 10 % ini
bersifat reduktor yang dapat memutuskan ikatan rangkap sehingga panjang gelombangnya
bertambah. Konsentrasi H2SO4 yang digunakan adalah 10% karena jika konsentrasinya
terlalu pekat maka dapat merusak lempeng namun jika konsentrasinya terlalu rendah maka
kemampuan pemutusan ikatannya tidak maksimal. Hasil yang diperoleh diduga terdapat
senyawa aktif antioksidan yaitu pada golongan flavonoid dan fenol yang ditandai dengan
adanya bercak warna hitam latar belakang kuning pada saat disemprot dengan penampang
bercak FeCl3 yang artinya ada nya senyawa golongan fenol , dan timbul bercak warna biru
kehijuan pada saat disemprot dengan menggunakan penampang bercak sitroborat yang
menandakan adanya senyawa golongan flavonoid.
Prinsip dari penetapan flavonoid dengan metode kolorimetri AlCl3 ialah adanya
pembentukkan kompleks antara AlCl3 dengan gugus keto pada atom C-4 dan dengan gugus
hidroksi pada atom C-3 atau C-4 yang bertetangga dari flavon dan flavonol yang akan
membentuk kompleks yang stabil dengan adanya AlCl3. Tetapi sebaliknya kompleks yang
terbentuk antara AlCl3 dengan gugus orto hidroksi memiliki sifat yang labil sehingga saat
ditambahkan asam akan terdekomposisi. Sedangkan kompleks antara AlCl3 dengan C-4 keto
dan C-3 atau 5-OH akan tetap stabil dengan adanya asam. Perubahan ini diidentifikasi
melalui absorbansi pada sinar tempat menggunakan spektrofotometri dengan panjang
gelombang 420 nm.
Penentuan kadar fenol dengan metode folin-ciocalteu ini dilakukan berdasarkan kemampuan
reagen folin-ciocalteu mengoksidasi gugus hidroksil (OH) dari senyawa golongan fenol.
Reaksi yang terjadi pada saat penambahan folinciocalteu adalah reaksi redoks, dimana
senyawa fenolik tersebut mereduksi fosfomolibdat dan fosfotungstat didalam folin-ciocalteu
sehingga membentuk molibdenum yang menghasilkan warna biru. Reaksi yang terjadi adalah
reaksi reduksi-oksidasi. Senyawa fenolik mereduksi fosfomolibdat fosfotungstat dalam Folin-
Ciocalteu membentuk molybdenum yang berwarna biru. Prinsip metode Folin-Ciocalteu
adalah reaksi oksidasi dan reaksi kolorimetrik untuk mengukur semua senyawa fenolik
dalam sampel uji. Pereaksi Folin-Ciocalteu merupakan larutan kompleks ion polimerik
yang dibentuk dari asam fosfomolibdat dan asam heteropolifosfotungstat.
warna folin yang belum tereduksi adalah berwarna kuning dan setelah tereduksi akan menjadi
hijau atau biru. Fungsi penambahan Na2CO3 untuk membentuk suasana basa agar terjadi
reduksi folin ciocalteu dengan gugus OH dari senyawa fenol. Pada saat warna biru yang
terbentuk semakin pekat itu artinya semakin besar senyawa fenolik maka semakin banyak ion
fenolat yang akan mereduksi asam heteropoli sehingga akan membentuk warna biru yang
semakin pekat.
Penentuan panjang gelombang DPPH diukur tanpa penambahan sampel, diketahui panjang
gelombang maksimum DPPH 60 ppm 515,5 nm.
Pada pengujian antioksidan DPPH akan menghasilkan nilai IC50 yang menyatakan seberapa
besar konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPPH sebanyak
50%. Perhitungan IC50 diperoleh dari penghambatan radikal bebas pada berbagai konsentrasi
ekstrak yang nanti akan mendapat hasil persen inhibisi dimana persen inhibisi tersebut dapat
didefinisikan sebagai radikal bebas yang berhubungan dengan konsentrasi yang diuji.
Sedangkan nilai IC50 yang diperoleh didefinisikan sebagai parameter yang digunakan pada
pengujian antioksidan DPPH. Semakin kecil nilai IC50 yang diperoleh maka semakin kuat
kemampuan sampel menangkal radikal bebas tersebut.
Potensi antioksidan ekstrak daun katuk diuji secara in vitro terhadap 1,1 -difenil2-
pikrrilhidrazil (DPPH) sebagai radikal bebas. Metode ini memanfaatkan pengukuran serapan
DPPH yang teroksidasi oleh larutan uji pada saat inkubasi sehingga diperoleh nilai absorbansi
yang lebih rendah dibandingkan nilai absorbansi kontrol (larutan stok DPPH – Metanol 1:1).
Daya antioksidan sampel ditunjukan dengan kemampuannya memudarkan warna ungu dari
senyawa radikal bebas DPPH dan kemudian diukur pada panjang gelombang serapan
maksimum DPPH. Daya antioksidan ini disebabkan karena DPPH memiliki satu atom N
yang elektronnya tidak berpasangan yang apabila bereaksi dengan senyawa yang dapat
meredam radikal bebas (senyawa antioksidan) maka akan terjadi pengikatan satu elektron
dengan atom yang dapat mendonorkan elektronya (atom H) membentuk
diphenylpicryhydrazin yang stabil.
Penetapan kadar flavonoid total pada ekstrak dilakukan secara kolorimetri menggunakan
metode Chang. Pada prinsipnya kolorimetri menggunakan aluminium klorida yang akan
membentuka kompleks stabil dengan gugus keto hidroksi maupun gugus ortodihidroksi. Oleh
karena itu, aluminium klorida dapat digunakan untuk mendeteksi kedua gugus tersebut dalam
molekul flavonoid. Kurva kalibrasi kuersetin digunakan untuk menunjukan hubungan
linieritas antara respon absorbansi larutan dengan konsentrasi larutan kuersetin yang terekam
pada instrumen. Penggunaan kuersetin sebagai standar karena kuersetin merupakan senyawa
yang paling luas penyebaranya dan melimpah di dalam tanaman.
Pengujian kadar abu bertujuan untuk mengetahui senyawa organik yang tidak menguap pada
saat pembakaran dan berkaitan dengan mineral internal dan eksternal. Hasil kadar abu total
yaitu 17% jumlahnya sangat besar apabila dibandingkan dengan simplisia lain seperti berasal
dari tanaman tingkat tinggi yang biasanya memiliki nilai < 10%. Kadar abu yang tingg
menunjukan bahwa komposisi mineral yang ada di dalam sampel makroalga Eucheuma
cottonii cukup tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh mengingat habitat hidup sampel
berasal dari laut dengan kadar salinitas yang cukup tinggi. Penetapan kadar abu tidak larut
asam bertujuan mengetahui jumlah abu atau mineral yang diperoleh dari faktor eksternal
yang bersumber dari pengotor seperti dari pasir atau silikat. Nilai Kadar abu tidak larut asam
diketahui sebesar 1% nilai ini sangat kecil dibandingkan dengan kadar abu total karena dapat
memungkinan mineral yang telah jadi abu larut dalam asam. Penetapan kadar sari larut air
bertujuan untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam air, sedangkan kadar sari larut
etanol bertujuan untuk mengetahui kadar yang larut dalam pelarut etanol. Dari kedua
parameter uji tersebut diperoleh nilai kadar sari larut air sebesar 17% dan kadar sari larut
etanil sebesar 6%. Nilai kadar sari ini menjadi pertimbangan untuk menentukan pelarut yang
digunakan pada proses ekstraksi dengan maserasi yaitu menggunakan pelarut etanol 70%.
Susut pengeringan dilakukan menggunakan alat moisture balance, tujuan dilakukan pengujian
ini untuk melihat.
pelarut n heksana dipilih karena bersifat non polar dan berguna untuk menarik senyawa non
polar seperti steroid,terpenoid,pigmen dan lemak. Pelarut etil asetat memiliki sifat semi polar
sehingga dapat berguna untuk menarik senyawa semi polar seperti klorofil dan untuk metanol
memiliki sifat polar dan berguna untuk menarik senyawa yang bersifat polar.
secara kualitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan mekanisme
memisahkan sampel berdasarkan tingkat kepolaran. Fase diam yang digunakan yaitu silika
gel F254, sedangkan fase gerak yang digunakan yaitu tiga pengembang yang memiliki
tingkat kepolaran berbeda tujuannya untuk mengetahui golongan senyawa yang memiliki
aktivitas antioksidan.
Kemudian hasil pemantauan ekstrak dengan penampak bercak universal H2SO4 10% akan
menghasilkan bercak berwarna hitam yang akan semakin tampak setelah dipanakan.
Penampak bercak FeCl3 digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa golongan fenolik yang
ditunjukan dengan bercak berwarna hitam pada latar belakang kuning. Penampak bercak
Lieberman Bouchard untuk mengetahui adanya senyawa steroid, ditunjukkan dengan bercak
hijau dan biru untuk terpenoid ditunjukkan dengan bercak warna orange kemerahan.
Penampak bercak Dragendroft untuk mengetahui senyawa alkoloid, ditunjukkan dengan
bercak warna coklat kehitaman. Penampak bercak sitroborat untuk mengetahui adanya
senyawa flavonoid dalam ekstrak yang ditunjukan dengan bercak berwarna biru kehijauan
dibawah sinar UV 366 nm.
Ekstraksi dilakukan dengan metode refluks bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil
asetat, dan etanol. Pelarut n-heksana dipilih karena sifatnya yang non-polar berguna untuk
menarik senyawa-senyawa non-polar seperti triterpenoid, steroid, pigmen, dan lemak. Pelarut
etil asetat memiliki sifat semi polar sehingga diharapkan dapat menarik senyawa-senyawa
semipolar seperti klorofil, aglikon flavonoid, dan asam fenolat bebas. Sedangkan pelarut
etanol memiliki sifat polar berguna untuk menarik senyawa-senyawa polar seperti alkaloid,
kumarin, heterosida flavonoid, tanin, glikosida, saponin, dan senyawa polar lainnya.
Pemantauan ekstrak menggunakan KLT silika gel F254 untuk mengetahui kandungan
golongan senyawa dan mengetahui aktivitas antioksidan secara kualitatif.
Pada hasil DPPH warna kuning menandakan adanya reaksi antara senyawa yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi dan gugus OH yang bereaksi dengan radikal bebeas DPPH.
Sedangkan dengan penampak bercak CUPRAC yang menandakan aktivitas antioksidan yaitu
dengan terbentuknya warna kuning dengan latar belakang biru toska. DPPH merupakan
senyawa radikal nitrogen. DPPH akan mengambil atom hidrogen yang terdapat dalam suatu
senyawa, misalnya senyawa fenol. Mekanisme terjadinya reaksi DPPH ini berlangsung
melalui transfer elektron. Larutan DPPH ini akan mengoksidasi senyawa dalam ekstrak
tumbuhan. Proses ini ditandai dengan memudarnya warna larutan dari ungu menjadi kuning.
Metode DPPH ini mudah digunakan, cepat, cukup teliti, dan baik digunakan dalam pelarut
organik, khususnya alkohol. Metode ini juga sensitif untuk menguji aktivitas antioksidan
dalam ekstrak tanaman. Akan tetapi, metode DPPH kurang sensitif untuk mengukur aktivitas
antioksidan selain dari senyawa fenolat. Sebelum pengujian terhadap sampel cari panjang
gelombang maksimum dari DPPH terlebih dahulu. Tujuan dari pengukuran panjang
gelombang maksimum adalah untuk mengetahui pada panjang gelombang berapa DPPH
dapat memberikan serapan maksimum. Didapatlah panjang gelombang maksimum DPPH
yaitu 516 nm. Diinkubasi selama 30 menit bertujuan untuk memaksimalkan reaksi antara
senyawa antioksidan yang terkandung didalam sampel dengan radikal bebas. Dalam
pengerjaan pembuatan kurva standar maupun pengujian terhadap sampel diharapkan dalam
kondisi wadah yang gelap dan ruangan yang tidak terlalu terang. Dikarenakan DPPH
mempunyai karakteristik sensitif pada cahaya sehingga dikhawatirkan kemampuannya dalam
meredam radikal bebas kurang maksimal. Warna violet tersebut akan diukur serapannya pada
panjang gelombang 517 nm karena adanya delokalisasi electron.
Prinsip kerja metode DPPH adalah adanya atom hidrogen dari senyawa antioksidan yang
berikatan dengan elektron bebas pada senyawa radikal sehingga menyebabkan perubahan dari
radikal bebas (diphenylpicrylhydrazyl) menjadi senyawa non-radikal
(diphenylpicrylhydrazine). Hal ini ditandai dengan perubahan warna dari ungu menjadi
kuning (senyawa radikal bebas tereduksi oleh adanya antioksidan)
Penetapan kadar fenol total dilakukan dengan penambahan pereaksi Folin-Ciocalteau. Folin-
Ciocalteau adalah pereaksi anorganik yang dapat membentuk larutan kompleks dengan
senyawa fenol. Warna yang terbentuk dapat dideteksi oleh sinar tampak pada panjang
gelombang 765 nm. Fenol sebagai metabolit sekunder dalam tanaman berpotensi sebagai zat
antioksidan. Hal ini disebabkan oleh keberadaan gugus hidroksil dalam senyawa fenol.
Gugus hidroksil dapat berfungsi sebagai penyumbang atom hidrogen ketika bereaksi dengan
senyawa radikal melalui mekanisme transfer elektron sehingga proses oksidasi dihambat.
Penetapan kadar flavonoid total dilakukan dengan penambahan pereaksi AlCl3 yang akan
membentuk ikatan kompleks dengan gugus hidroksil dari senyawa flavonoid. Perubahan ini
diidentifikasi melalui absorbansi pada daerah sinar tampak melalui alat spektofotometer.
Semakin banyak kandungan senyawa flavonoid dalam suatu ekstrak maka secara visual
warna kuning yang terbentuk akan semakin pekat.
Fase gerak dan fase diam pada KLT memiliki sifat yang berbeda hal ini bertujuan untuk
mengetahui sifat senyawa aktif yang akan di uji cenderung mengikuti fase diam atau fase
geraknya. Jika senyawa aktif memiliki sifat yang mirip dengan fase diamnya, maka senyawa
tersebut tidak akan terelusi dengan cepat mengikuti laju pergerakan solvent yang disebabkan
oleh daya kapilaritas, sehingga titik henti atau waktu retensi atau retention time (Rf),
sedangkan jika senyawa aktif cenderung memiliki sifat yang sama dengan fase geraknya,
maka senyawa tersebut akan cepat bergerak mengikuti arus kapilaritas dari solvent tersebut,

Panjang gelombang untuk metode ordon 420 nm, sedangkan chang 415 nm. Dan masa
inkubasinya ordon 60 menit, dan Chang 30 menit.

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui jumlah air dalam serbuk simplisia.
Perbedaan tersebut dikarenakan pada penetapan kadar air hanya persentase air saja yang
terhitung sedangkan pada penetapan susut pengeringan yang terhitung adalah air serta
senyawasenyawa yang mudah menguap lainnya.
Penetapan kadar abu total bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral internal dan
eksternal yang terdapat dalam serbuk simplisia.
Penambahan kloroform bertujuan sebagai antimikroba, karena air merupakan media
pertumbuhan mikroba. Pada penetapan kadar sari larut etanol, jika lebih banyak kadar sari
larut air lebih besar dari kadar sari larut etanol,yang berarti senyawa dalam simplisia daun
kawao lebih banyak yang bersifat polar.
Penetapan kadar abu tidak larut asam menunjukkan banyaknya abu non fisiologis seperti
silika, tanah dan pasir dalam serbuk simplisia.

Prinsip reaksi pada penetapan kadar fenol dengan metode Folin Ciocalteu adalah ion fenolat
akan mereduksi asam fosfomolibdatfosfotungstat (reagen folin ciocalteu) dalam kondisi basa
sehingga terbentuk senyawa kompleks molybdenumtungsten yang memberikan warna biru.
Ion fenolat akan terbentuk dalam kondisi yang basa melalui disosiasi proton dari suatu
senyawa alkali yaitu natrium karbonat.
Penentuan operating time pada spektrofotometri UV dilakukan dengan cara
mengamati absorbansi larutan pada waktu-waktu tertentu. Hal ini bertujuan untuk
menentukan waktu sempurnanya reaksi dan stabilnya reaksi yang ditunjukkan
dengan tidak adanya penurunan absorbansi.

Anda mungkin juga menyukai