Anda di halaman 1dari 126

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

GLAUKOMA
Jl. Legoso Raya No. B4a
Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793.

POAG & PACG

1. Pengertian POAG ( Primary Open Angle Glaucoma) atau Glaukoma sudut


(Definisi) terbuka Primer merupakan Neuropati Optik dengan defek lapang
pandang dan peningkatan TIO merupakan faktor penyebab
terbanyak pada Gonioskopi sudut terbuka
PACG (Primary Angle Closure Glaucoma ) atau Glaukoma sudut
tertutup primer Neuropati Optik , defek lapang pandang, Sudut
tertutup atau sempit dengan TIO meninokat
2. Anamnesis - Rasa tidak nyaman di sekitar mata
- Sakit mata sampai kepala
- Penurunan visus sampai kebutaan
- Lapang pandang menyempit
- Tajam penglihatan turun mendadak
- Mata kadang merah
- Mual, dan kadang disertai muntah
3. Pemeriksaan fisik - TIO (Tekanan Intra Okular ) meningkat
- Visus : bisa normal / menurun
- Segmen anterior dangkal dengan peradangan sampai dengan
tenang
- Funduskopi: pelebaran “cupping” Defek Lapang Pandang
- Visus menurun
- Mata merah
- Injeksi konjungtiva
- Kornea edema
- COA dangkal
- Iris dilatasi
- Lensa keruh
4. Kriteria Diagnosis 1. TIO meningkat
2. Funduskopi : pelebaran cupping
3. Lapang pandang menyempit
4. Gonioskopi : sudut terbuka
5. Injeksi konjungtiva / injeksi silier
6. TIO meningkat, kornea edema
7. Papil/ iris dilatasi, lensa keruh
8. Gonioskopi : sudut sempit
5. Diagnosis Kerja Glaukoma sudut terbuka primer
Glaukoma sudut tertutup
6. Diagnosis Glaukoma sudut terbuka sekunder
Banding Glaukoma sudut tertutup
7. Pemeriksaan 1. Slit Lamp
Penunjang 2. Tonometri contact/ noncontact/ palpasi
3. Perimetri jika diperlukan
8. Tata laksana 1. Anti Glaukoma :
- Beta Blocker
- Miotikum
- Analog prostaglandin
- Gliserin / Manitol
- Diuretik (Brinzolamide)
- Miotikum
Pemberian obat disesuaikan dengan temuan hasil pemeriksaan
2. Iridotomi laser / iridektomi
3. Trabekulektomi
9. Edukasi 1. Kontrol berkala
2. Evaluasi Funduskopi
3. Evaluasi LapangPandang
4. Kontrol penyakit sistemis

10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam


Ad Sanationam : dubia ad bonam /malam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam/bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
Kepustakaan 1. AAO 2015-2016
Baecker and Shaffer
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

GLAUKOMA
Jl. Legoso Raya No. B4a
Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793.
PACG ( Primary Angle Closure Glaucoma) atau Glaukoma Sudut Tertutup Primer
1. Pengertian PACG (Primary Angle Closure Glaucoma ) atau Glaukoma sudut
(Definisi) tertutup primer Neuropati Optik , defek lapang pandang, Sudut
tertutup atau sempit dengan TIO meninokat
2. Anamnesis - Tajam penglihatan turun mendadak
- Mata kadang merah
- Sakit kepala
- Mual, dan kadang disertai muntah
3. Pemeriksaan fisik - Visus menurun
- TIO meninkat
- Mata merah
- Injeksi konjungtiva
- Kornea edema
- Iris dilatasi
- Lensa keruh
4. Kriteria Diagnosis 1. Injeksi konjungtiva / injeksi silier
2. TIO meningkat, kornea edema
3. Papil/ iris dilatasi, lensa keruh
4. Gonioskopi : sudut sempit
5. Humphrey bila meningkat ada defek lapang pandang
5. Diagnosis Kerja Primary Angle Closure Glaucoma
6. Diagnosis 1. Glaukoma Akut Sekunder
Banding 2. Glaukoma Maligna
3. Phacomorfic Glaukoma

7. Pemeriksaan 1. Gonioskopi
Penunjang 2. Humphrey Perimetry
3. OCT
4. Fotofundus
8. Tata laksana 1. Obat anti Glaukoma :
- Beta Blocker
- Diuretik (Brinzolamide)
- Miotikum
- Analog prostaglandin
- Gliserin / Manitol
2. Iridotomi laser/iridektomi
3. Trabekulektomi
9. Edukasi 1. Kontrolberkala
2. EvaluasiPerimetri tiap 6 bulan

10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam


Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Lama rawat -
14. Kepustakaan 1. AAO 2015-2016
Baecker and Shaffer
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

GLAUKOMA
Jl. Legoso Raya No. B4a
Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793.
NTG : Normal Tension Glaukoma
1. Pengertian NTG : Normal Tension Glaukoma : Glaukoma Tekanan Normal :
(Definisi) Neuropati Optik disertai defek lapang pandang, sudut terbuka
denqan TIO Normal
2. Anamnesis - Sakit kepala
- Lapang pandang menyempit
3. Pemeriksaan fisik - Visus Normal atau menurun
- Segmen anterior : tenang
- Funduskopi : pelebaran cupping
- Gonioskopi : sudut terbuka
4. Kriteria Diagnosis 1. TIO Normal
2. Funduskopi : Pelebaran cupping
3. Gonioskopi : sudut terbuka
4. Lapang pandang: menyempit
5. Diagnosis Kerja Normo Tension Glaucoma
6. Diagnosis 1. POAG
Banding 2. Anomali papil
7. Pemeriksaan 1. Gonioskopi
Penunjang 2. Humphrey Perimetry
3. OCT
4. Fotofundus
8. Tata laksana 1. Obat anti Glaukoma :
- Beta Blocker
- Miotikum
- Analog prostaglandin
- Gliserin / Manitol
2. Laser trabekuloplasti
3. Operasi trabekulektomi
9. Edukasi Pemakaian obat teratur
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi

13. Lama rawat Polilinik, bila operasi rawat inap selama 3 hari

14. Kepustakaan 1. AAO 2015-2016


Baecker and Shaffer
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

REFRAKSI
Jl. Legoso Raya No. B4a
Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793.
Buta Warna
1. Pengertian (Definisi) Buta Warna : Kelainan penglihatan yang diturunkan Color
Blindness) secara ginetik akibat ketidak mampuan seseorang
membedakan warna tertentu yang disebut juga.
Sex Linted kornea dibawa oleh kromosom x
2. Anamnesis - Kesulitan melihat warna tertentu
- Adakah riwayat penyakit tertentu → untuk mengetahui etiologi
(katarak, degenerasi makula, retinopati diabetikum, glaukoma,
neuropati optik)
3. Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan visus dengan koreksi terbaik
- Uji lshihara ( 38 Plate )
Ruang pemeriksaan harus cukup pencahayaan
Lama pengamatan masing - masing lembar maksimal 10 detik
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan status oftalmologi
5. Diagnosis Kerja Color blindness → Acquired atau inherited → parsial atau total

6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan 1. Funduskopi
Penunjang 2. Pemeriksaan lapang pandang
8. Tata laksana Sesuai dengan etiologi

9. Edukasi 1. Konseling genetik


2. Memilih pekerjaan yang tidak membutuhkan penglihatan
warna yang baik
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis

14. Indikator Medis

15. Kepustakaan 1. AAO 2015-2016


2. Baecker and Shaffer
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a REFRAKSI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Hipermetropia
1. Pengertian - Merupakan suatu anomali refraksi dimana sinar paralel tanpa
(Definisi) akomodasi akan difokuskan dibelakang retina
- Klasifikasi berdasarkan derajat:
 Ringan < + 3,00 D
 Sedang > +3,00 D - +5,00 D
 Berat > +5,00 D
2. Anamnesis - Penglihatan dekat kabur
- Cepat lelah
- Pada anak - anak : hipermetropia tinggi biasanya menyebabkan
strabismus konvergen
- Pada Hipermetroia tinggi : penglihatan jauh juga kabur
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan dan koreksi tajam pengelihatan

4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis


2. Pemeriksaan visus dan koreksi
5. Diagnosis Kerja Hipermetropia

6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan 1. Autorefraktometer
Penunjang 2. Streak retinoscopy
8. Tata laksana 1. Kacamata atau lensa kontak dengan koreksi spheris tertinggi
dengan taiam penglihatan terbaik
2. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan bedah refraktif
9. Edukasi Koreksi optik sebaiknya digunakan saat melakukan pekerjaan sehari-
hari
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. TingkatRekomen A/B/C
dasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat

16. Kepustakaan 1. AAO 2015-2016


2. Clinical Refraction Borish's (William J. Benjamin)
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN
Jl. Legoso Raya No. B4a
Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793 REFRAKSI
Astigmatisme

1. Pengertian - Kondisi Refraksi Mata dimana terdapat perbedaan derajat refraksi


(Definisi) pada meridian berbeda, tiap meridian akan, tiap meridian akan
memfokuskan sinar paralel pada titik fokus yang berbeda.
- Berdasrkan orientasi meridian dibagi atas: Astigmatisme reguler
dan irreguler
2. Anamnesis - Sakit kepala
- Penglihatan buram
- Head tilting
- Menengok untuk melihat jelas
- Memicingkan mata
- Memegang bahan bacaan lebih jelas
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan dan koreksi tajam pengelihatan

4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis


2. Pemeriksaan visus dan koreksi
5. Diagnosis Kerja - Astigmatisme, dibagi berdasarkan tetak titit fokus meridian utama
terhadap retina
1. Astigmatisma miopia simplek
2. Astigmatisma miopia kompositis
3. Astigmatisma mixtus
4. Astigmatisma hipermetropia simple
5. Astigmatisma hipermetropia kompositus
6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan 1. Autorefraktometer
Penunjang 2. Streak retinoscopy

8. Tata laksana 1. Kacamata atau lensa kontak


2. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan bedah refraktif
9. Edukasi Koreksi optik sebaiknya digunakan saat melakukan pekerjaan sehari
hari
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis

14. Indikator
Medis
15. Lama rawat

16. Kepustakaan 1. AAO 2015-2016


2. Clinical Refraction Borish's (William J. Benjamin)
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793 REFRAKSI

Miopia
1. Pengertian Suatukeadaanmatayangmempunyaikekuatanpembiasan yang
(Definisi) melebihi panjang bola mata, sehingga sinar sejajar yang
datang dibiaskan di depan retina
2. Anamnesis - Pengelihatan jauh kabur
- Cepat lelah
- Pada miopia tinggi terdapat degenerasi retina perifer
- Gambaran spot flooting dikarenakan deqenerasi vitreous
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan dan koreksi tajam pengelihatan
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan visus dan koreksi
5. Diagnosis Kerja Miopia, dibagi menjadi :
- Miopia ringan : - 3,00 D
- Miopia Sedang : -3,00 D s/d -6,00 D
- Miopia tinggi / berat : > -6,00 D
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. Autorefraktometer
Penunjang 2. Streak retinoscopy
8. Tata laksana 1. Kacamata atau lensa kontak dengan koreksi spheris terendah
dengan tajam pengelihatan terbaik
2. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan bedah refraktif
9. Edukasi Koreksi optik sebaiknya digunakan saat melakukan pekerjaan
sehari-hari
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan 1. AAO 2015-2016
2. Clinical Refraction Borish's (William J. Benjamin)
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a REFRAKSI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793

Amblyopia
1. Pengertian Amblyopia adalah Gangguan perkembangan penglihatanspatial
(Definisi) pada satu atau kedua mata terjadi pada siapaperkembangan
dihubungkan dengan kelainanstrabismus,kelainan refraksi dan
hambatan media.
2. Anamnesis - Riwayat kehamilan dan persalinan?
- Riwayat pgnyakit yang sama dalam keluaarga? pedigree
- Apakah penglihatan kabur perlahan?
- Adakah kabur melihat jauh/dekat?
- Apakah penyakit mengenai satu mata atau dua mata?
- Adakah mata juling?
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan oftalmologis (segmen anterior dan posterior)
4. Kriteria Diagnosis - Mata kabur
- Mata juling
5. Diagnosis Kerja Amblyopia
6. Diagnosis - Strabismic amblyopia
Banding - Anisometrik amblyopia
- Refractive amblyopia
- Deprivation amblyopia
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan refraksi objektif dan subjektif
Penunjang 2. Funduscopy
8. Tata laksana Penanganan ambliopia pada prinsipnya mencegah progresifitas
ambliopia

9. Edukasi Kepatuhan pasien dalam menjalani semua tindakan terapisangat


menentukan keberhasilan terapi,dalam hallni keria sama dan perhatian
orang tua sangat dibutuhkan.
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan The foundation of American academic ophthalmolcgy, basicand
nce Course. Refraction ;2010-2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PEDIATRIK


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Nasolacrimal Duct Obstruction (NLDO)
1. Pengertian Nasolacrimal Duct Obstruction (NLDO) adalah sumbatanpada
(Definisi) duktus nasolakrimal. Obstruksi duktus nasolakrimalkongenital
biasanya disebabkan karena belum terbukanyamembran Hassner.
Kelainan ini didapat seiak lahir.
2. Anamnesis - Mata berair sejak lahir
- Dapat disertai sekret atau tidak
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan dan koreksi tajam pengelihatan
4. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan mata umum
2. Terdapat epifora
3. Terdapat sekret
4. Pada saat daerah saJ<us lakrimal ditekan dengan jariakan
tampak regurgitasi sekret dari punqtum lakrimal
5. Diagnosis Kerja 1. Epiphora
2. Regurgitasi sekret dari pungtum lakrimal
3. TesAnel (-)
4. Probing
6. Diagnosis Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan ophthalmologiserta
Banding pemeriksaan penunjang.
7. Pemeriksaan 1. Tes Anel
Penunjang 2. Probing
3. Dakriosistografi
8. Tata laksana 1. Massage pada &akus lakrimal (usia< 6 bulan)
2. Probing, bila (+) pasang silikon intubasi (bila gagal 2 kali, lanjut
ke no.3)
3. Dakriosistorhinostomi dengan silikon tube
9. Edukasi 1. Melakukan massage 2 kali sehari
2. Membersihkan kotoran mata dengan tisu sekali pakai
3. Menjaga kebersihan anak
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah 1. Terjadi sejak lahir
Kritis 2. Tanda khas adalah epifora
3. Obstruksi bisa terbuka spontan pada usia 4-6 minggu
4. Resolve spontan pada 1 tahun pertama kehidupan.
5. Probing dilakukan setelah usia 1 tahun.
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan 1. AAO section 6
2. AAO section 7
3. Protap FKUI-RSCM
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PEDIATRIK


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793

Epidemik Keratokonjungtivitis
1. Pengertian Epidemik keratokonjungtivitis adalah konjungtivitis viral yang
(Definisi) sering disebabkan oleh adenovirus (DNA virus) dan terjadi
secara epidemik.
lnfeksi konjungtivitis viral adalah konjungtivitis folikularakut yang
biasanya unilateral dan disertai pembesaran kelelenjar limfe
preaurikular
2. Anamnesis - Nyeri periorbital
- Rasa mengganjal
- Mata merah
- Berair-air
- Sering pada anak-anak
3. Pemeriksaan fisik - Miks injeksi konjungtiva
- Edema konjungtiva
- Konjungtiva membran
- Erosi kornea
- lnfiltrat subepitel
4. Kriteria Diagnosis 1. Onset 2 minggu
2. Anamnesa
3. Pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Pemeriksaan klinis
Test imunochromatography
6. Diagnosis 1. Konjungtivitis atopi
Banding 2. Konjungtivitis alergi
7. Pemeriksaan Test lmunochromatography
Penunjang
8. Tata laksana 1. Suportif
2. Topikal steroid 3 -4 kali /hari
3. Artificialtears
4. Kompres dinqin
9. Edukasi 1. Membersihkan kotoran mata dengan tisue sekali pakai
2. Membersihkan kotoran mata sesering mungkin
3. Membuang tisue bekas pakai pada tempatnya (mencegah
penularan)
4. lstirahat dirumah atau izin dari sekolah
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah 1. Biasanya meluas secara epidemic
Kritis 2. Mudah menular
3. Perlu meningkatkan daya tahan tubuh
4. Pemberian suplemen roborantia bila perlu
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan 1. AAO section 6
2. AAO section 8
3. Protap FKUI-RSCM
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PEDIATRIK


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793

Retinopathy of Prematurity (ROP)


1. Pengertian ROP adalah retinopati bilateral berupa proliferasi
(Definisi) abnormaljaringan vascular retina yang terjadi pada bayi
prematuredimana svstem vaskularisasi retina perifer belum
lengkap
2. Anamnesis - Nyeri periorbital
- Riwayat kehamilan dan persalinan (factor resiko premature,
BBLR,BBL<1500 gram, masagestasi<30 minggu)
- Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga?Pedigree
- Riwayat trauma?
- Ada kotoran pada air ketuban? warna air ketuban?
- Apakah riwayat mata merah berulang? Ada rasa nyeri?
Tibatiba?
- Apakahada rasa silau?
- Apakah penglihatan kabur perlahan/mendadak?
- Apakah mata berair-air?
- Adakah terlihat mata seperti mata kucing?
- Adakah riwayat pemakaian obat yang lama?
- Adakah reaksi alergi obat?
- Riwayat mata merah?
- Apakah ada batuk yang lama? sakitgigi? Nyeri sendi?
Demam?
- Apakah memelihara kucing atau anjing?
- Apakah penyakit mengenai satu mata atau dua mata? ,
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan oftalmologis (segmen anterior dan posterior)
4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaaan:
- Pembuluh darah tumbuh tidak normal → ROP
- Fibrovaskular proliferation
Berdasarkan stadium ROP I-IV:
I: Demarkasi line
II: Lempeng-lempeng proliferasi fibrovascular ekstra
retinal(popcorn)
III: Ridge dengan proliferasi fibrovascular ekstra retinal
IV : Ablation retina subtotal
V : Ablation retina total
5. Diagnosis Kerja ROP
6. Diagnosis 1.katarak
Banding 2.Coats disease
3.Retinoblastoma
4.PHPV
7. Pemeriksaan Funduskopi indirek
Penunjang
8. Tata laksana - Followup sesuai stadium ROP
- Fotokogulasi
- CryotheraphY
- Buckle sclera danvitrektomi
- Injeksi avastin
9. Edukasi Follow up sesuai jadwal
10. Prognosis Sesuai stadium ROP
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan The foundation of American academic ophthalmology, basic and
efidence Course. Pediatric ophthalmology and Clinical
Strabismus. Section 6. San Fransisco California2010-2011: 352
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PEDIATRIK


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793

Ophthalmia Neonatorum
1. Pengertian Ophtalmia neonatorum adalah konjungtivitis yang terjadi dalam 1
(Definisi) bulan pertama kehidupan oleh agen termasuk bacterial,viral, dan
kimia.
2. Anamnesis - Riwayat kehamilan dan persalinan?
- Riwayat penyakit yang sama dalam keluaarga? pedigree
- Ada kotoran pada air ketuban? warna? kekentalan?
- Ada rasa nyeri? Tiba-tiba?
- Apakah ada rasa silau?
- Apakah penglihatan kabur perlahan/mendadak?
- Apakah mata berair-air?
- Adakah reaksi alergi obat?
- Riwayat mata merah?
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan oftalmologis (segmen anterior dan posterior)
4. Kriteria Diagnosis - Mata merah
- Sekret purulen
- Unilateral/bilateral
- Terjadi 1 bulan pertama kehidupan
5. Diagnosis Kerja Ophtalmia neonatorum
6. Diagnosis 1. Obstruksi duktus nasolakrmalis
Banding 2. Konjungtivitis neonatus
3. Konjungtivitis yang terjadi pada periode neonatus (bakteri,
viral, chlamidia, chemical)
4. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang Sediaan langsung sekret, kultur + resistensi
5. Tata laksana - N.gonorrhoe:penderita dirawat diruang isolasi, ceftriakson IV
atau IM 50 mg/kgBB I per hari selama 1 minggu, irigasi,topical
antibiotic jika kornea terlibat
- Chlamidia : oral eritromisin 50 mg/kgBB I hari dibagi 4
dosisselama 14 hari eritromisin, topikal eritromisin salep
6. Edukasi Bila penyebab gonnorhoe sangatinfeksius dan menyebabkan
perforasi kornea sampai kebutaan. Terapi harus ditujukan
kepada pasangan orang tua.
7. Prognosis Ad Vitam : bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
8. Tingkat Evidens I/II/III
9. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
10. Penelaah
Kritis
11. Indikator
Medis
12. Lama rawat
13. Kepustakaan The foundation of American academic ophthalmology, basic and
efidence Course. Pediatric ophthalmology and Clinical
Strabismus. Section 6. San Fransisco California2010-2011: 221
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PEDIATRIK


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793

Amblyopia
1. Pengertian Amblyopia adalah Gangguan perkembangan penglihatanspatial
(Definisi) pada satu atau kedua mata terjadi pada siapaperkembangan
dihubungkan dengan kelainanstrabismus,kelainan refraksi dan
hambatan media.
2. Anamnesis - Riwayat kehamilan dan persalinan?
- Riwayat pgnyakit yang sama dalam keluaarga? pedigree
- Apakah penglihatan kabur perlahan?
- Adakah kabur melihat jauh/dekat?
- Apakah penyakit mengenai satu mata atau dua mata?
- Adakah mata juling?
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan oftalmologis (segmen anterior dan posterior)
4. Kriteria Diagnosis - Mata kabur
- Mata juling (bisa ada/tidak)
5. Diagnosis Kerja Amblyopia
6. Diagnosis - Strabismic amblyopia
Banding - Anisometrik amblyopia
- Refractive amblyopia
- Deprivation amblyopia
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan refraksi objektif dan subjektif
Penunjang 2. Funduscopy
8. Tata laksana Penanganan ambliopia tergantung jenisnya, prinsipnya terdiri
dari:
1. Menghilangkan deprivasi
2. Koreksi kelainanrefraksi
3. Oklusi mata dominan
9. Edukasi Kepatuhan pasien dalam menjalani semua tindakan terapisangat
menentukan keberhasilan terapi,dalam hallni keria sama dan
perhatian orang tua sangat dibutuhkan.
10. Prognosis Ad Vitam: ad bonam
Ad Sanationam :dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan The foundation of American academic ophthalmology, basic
andnce Course. Pediatric ophthalmology and Clinical Strabismus
section 6. San Fransisco California 2010-2011:77
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a LENSA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793

Afakia
1. Pengertian Afakia adalah keadaan tidak ada lensa akibat koplikasi operasi
(Definisi) katarak sebelumnya
2. Anamnesis Keluhan utama: pengelihatan tetap kabur setelah operasi, ada
riwayat operasi katarak
3. Pemeriksaan fisik Visus : ≥ 1/60
TIO : normal
Lensa : tidak ada
Keratometri
Biometri
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat operasi katarak
2. Lensa tidak ada
5. Diagnosis Kerja Afakia
6. Diagnosis Afakia
Banding Astigmatisma
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium : Darah rutin dan Gula darah
Penunjang 2. Ultrasonografi bola mata
3. Keratometri
4. Biometri
8. Tata laksana 1. lnsersi lensa tanam dengan atau tanpa fiksasi sklera
2. Antibiotik oral
3. Antibiotik + steroid tetes
4. Analgetik oral
5. Steroid oral
9. Edukasi Komplikasi tindakan
Perawatan setelah operasi
10. Prognosis Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Tajam penelihatan
15. Lama rawat 2-5 hari
16. Kepustakaan American Academic of Ophthalmology ed 2012-2013
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a LENSA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793

Katarak Sekunder
1. Pengertian Katarak Sekunder : kekeruhan kapsul posterior setelah operasi
(Definisi) ekstraksi lensa dan insersi lensa tanam
2. Anamnesis Keluhan utama: pengelihatan kabur secara bertahap beberapa
bulan sampai tahun setelah operasi katarak
Riwayat penyakit yang mendasari
3. Pemeriksaan fisik Visus : 6/9 - 1/60
TIO : normal
Lensa : keruh
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat penyakit
2. Visus menurn perlahan
3. Lensa keruh
5. Diagnosis Kerja Katarak Sekunder (Postrior Capsutar Opacity= PCO)
6. Diagnosis 1. Katarak Sekunder
Banding 2. Katarak
3. Katarak Juvenil
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium : Darah rutin dan Gula darah
Penunjang 2. Ultrasonografi bola mata
3. Keratometri
4. Biometri
8. Tata laksana 1. Nd Yag laser
2. Antibiotik + steroi tetes
9. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakf dan Tindakan
3. Perawatan setelah operasi
10. Prognosis Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam - malam
Ad Fungsionam : ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Tajam penelihatan
Medis
15. Lama rawat 2-5 hari
16. Kepustakaan American Academic of Ophthalmology ed 2012-2013
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a LENSA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Katarak Komplikata
1. Pengertian Katarak Komplikata adalah kekeruhan lensa akibat dari kelainan
(Definisi) sistemik seperti OM atau kelainan intraokuler sep.erti Uveitis,
Glaukoma atau kelainan kongenital seperti Aniridia, atau
kelainan okuler yang menyebabkan kekeruhan lensa
2. Anamnesis Keluhan utama: pengelihatan kabur secara bertahap
Riwayat penyakit yang mendasari
3. Pemeriksaan fisik Visus : 6/9 - 1/~
TIO : normal - meningkat
Bilik Mata depan : Jernih - kekeruhan
Lensa : keruh (Kriteria LOCS)
Keratometri
Biometri
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat penyakit
2. Visus menurn perlahan
3. Lensa keruh
5. Diagnosis Kerja Katarak komplikata
6. Diagnosis 1. Katarak komplikata
Banding 2. Kataraksenilis
3. Katarak Juvenil
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium : Darah rutin dan Gula darah
Penunjang 2. Ultrasonografi bola mata
3. Keratometri
4. Biometri
8. Tata laksana 1. Ekstraksi lensa
2. lnsersi lensa tanam
3. Antibiotik + steroid tetes
4. Analgetik oral
5. Steroid oral
9. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakf dan Tindakan
3. Perawatan setelah operasi
10. Prognosis Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam - malam
Ad Fungsionam : ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Tajam penelihatan
Medis
15. Lama rawat 2-5 hari
16. Kepustakaan American Academic of Ophthalmology ed 2012-2013
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a LENSA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Katarak Senilis
1. Pengertian Katarak senelis adalah kekeruhan pada lensa yang berhubungan
(Definisi) dengan usia atau factor degenerasi.
2. Anamnesis Keluhan utama : penglihatan kabur seperti melihat asap atau
awan secara berangsur-anngsur, dapat disertai keluhan silau,
penglihatan monokuler diplopia dan lebih nyaman pada sore hari
atau keadaam agak redup.
3. Pemeriksaan fisik Visus : 6/9 - 1/~
TIO : normal - meningkat
Bilik Mata depan : Jernih - kekeruhan
Lensa : keruh (Kriteria LOCS)
Keratometri
Biometri
4. Kriteria Diagnosis 1. Usia penderita
2. Visus menurn perlahan
3. Lensa keruh
5. Diagnosis Kerja Katarak
6. Diagnosis 1. Katarak senilis
Banding 2. Katarak juveneile
3. Katarak traumatika
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium : Darah rutin dan gula darah
Penunjang 2. Ultrasonografi bola mata
3. Keratometri
4. Biometri
8. Tata laksana 1. Ekstraksi lensa
2. lnsersi lensa tanam
3. Antibiotik + steroid tetes
4. Analgetik oral
5. Steroid oral
9. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakf dan Tindakan
3. Perawatan setelah operasi
10. Prognosis Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Tajam penelihatan
Medis
15. Lama rawat 2-5 hari
16. Kepustakaan American Academic of Ophthalmology ed 2012-2013
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a LENSA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Katarak Senilis
1. Pengertian Katarak senelis adalah kekeruhan pada lensa yang berhubungan
(Definisi) dengan usia atau factor degenerasi.
2. Anamnesis Keluhan utama : penglihatan kabur seperti melihat asap atau
awan secara berangsur-anngsur, dapat disertai keluhan silau,
penglihatan monokuler diplopia dan lebih nyaman pada sore hari
atau keadaam agak redup.
3. Pemeriksaan fisik Visus : 6/9 - 1/~
TIO : normal - meningkat
Bilik Mata depan : Jernih - kekeruhan
Lensa : keruh (Kriteria LOCS)
Keratometri
Biometri
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat ruda paksa
2. Visus menurn tiba-tiba atau perlahan
3. Lensa keruh
5. Diagnosis Kerja Katarak traumatika
6. Diagnosis 1. Katarak senilis
Banding 2. Katarak juveneile
3. Katarak traumatika
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium : Darah rutin dan gula darah
Penunjang 2. Ultrasonografi bola mata
3. Keratometri
4. Biometri
8. Tata laksana 1. Ekstraksi lensa
2. lnsersi lensa tanam
3. Antibiotik + steroid tetes
4. Analgetik oral
5. Steroid oral
9. Edukasi 1. Jenis Penyakit dan perkembangannya
2. Komplikasi Penyakf dan Tindakan
3. Perawatan setelah operasi
10. Prognosis Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Tajam penelihatan
Medis
15. Lama rawat 2-5 hari
16. Kepustakaan American Academic of Ophthalmology ed 2012-2013
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a STRABISMUS


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Esotropia Basic / Esotropia Kongenital
1. Pengertian Merupakan Esotropia yang berkembang setelah usia 6 bulan dan
(Definisi) tidak berhubungan dengan akomodasi
2. Anamnesis  Onset umur 6 bulan
 Mata berdeviasi ke dalam
 Deviasi besar
 Menetap
 Komponen akomodasi rendah
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan segmen anterior dan posterior
Duksi dan versi
Cover uncover dan alternate cover test
4. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan segmen anterior dan posterior
2. Duksi dan versi
3. Cover uncover dan alternate cover test
4. Refraksi subjektif dan objektif datam siktoptegik
5. Hirschberg / krimsky untuk pasien yang tidak dapat dilakukan
cover test
5. Diagnosis Kerja Esotropia basic
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. Synophtophore
Penunjang 2. TNO
8. Tata laksana 1. Koreksi kelainan refraksi bila ada
2. Terapi ambliopia
3. Koreksi bedah dirakukan secepat mungkin seterah onset
(tidak lama setelah onset)
9. Edukasi  Luka operasi jangan terkena air langsung untuk sementara waktu
(± 2 minggu)
 Luka operasi jangan digosok- gosok sampai benar-benarsembuh
 Penggunaan obat yang sudah diresepkan sesuai petunjuk dokter
 Kontrol teratur sesuai petunjuk dokter untuk mengevaluasi hasil
operasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Tajam penelihatan
Medis
15. Lama rawat 2-3 hari
16. Kepustakaan American Academic of Ophthalmology ed 2012-2013
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a STRABISMUS


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Eksotropia
1. Pengertian Keadaan bolamata. yang bergulir keluar (eksodeviasi)
(Definisi) manifestasi deviasi divergen horizontalnya sudah tetao
2. Anamnesis  Bolamatapasien terlihat juling keluar
 Keadaan tersebut dapat menjadi progresif dan deviasinya
semakin besar
 Dapat disertaiambliopia disfungsi otot obliq (A atau V pattern)
ataupun deviasi vertikal
 Stereoaccuitynya dapat normal atau berkurang
kemampuannya
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan segmen anterior dan posterior
Tajam pengelihatan tanpa dan dengan koreksi
Gerakan otot bola mata: duksi dan versi
Pemeriksaan domain mata: cover test dan cover uncover test
4. Kriteria Diagnosis 1. Hirschberg / krimsky Duksi dan versi
2. Pemeriksaan refraksi subjektif
3. Pemeriksaan refraksi objektif dan streak retinoskopi dan
siktoptegik
4. Pemeriksaan besarnya deviasi dengan prisma cover test
tanpa koreksi dan dengan koreksi kaca mata
5. Diagnosis Kerja Eksotropia
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. Synophtophore
Penunjang 2. TNO
8. Tata laksana 1. Non Bedah : memaksimalkan tajam penglihatan dengan
kacamata dan atau terapi oklusi jika terdapat ambliopia
2. 2. Bedah : dilakukan jika terjadi progresifitas, jenis
pembedahan adalah reses dan resek otot bola mata pada
mata yang tidak dominan, jika deviasi besar (>50 PO) dapat
dipikirkan operasi 2 tahap non dominan, kemudian dominan
jarak 4 minggu
9. Edukasi  Luka operasi jangan terkena air langsung untuk sementara waktu
(± 2 minggu)
 Luka operasi jangan digosok- gosok sampai benar-benarsembuh
 Penggunaan obat yang sudah diresepkan sesuai petunjuk dokter
 Kontrol teratur sesuai petunjuk dokter untuk mengevaluasi hasil
operasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Tajam penelihatan
Medis
15. Lama rawat 2-3 hari
16. Kepustakaan American Academic of Ophthalmology ed 2012-2013
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a REKONSTRUKSI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Ektropion Involusional
1. Pengertian Ektropion lnvolusional adalah keadaan dimana tepi kelopak mata
(Definisi) berputar keluar yang berhubungan dengan usia disebabkan oleh
panjang kelopak horizontal yang berlebih karena pemanjangan
tendon kontur medial dan lateral dan disinsersi retrobtoe kelopak
bawah
2. Anamnesis  Epifora
 Mata Merah Kronis
 Mata tidak bisa menutup sempurna
3. Pemeriksaan fisik Kelopak bawah berbelok ke bawah
Bisa bagian lakral lebih besar dari pada lateral atau sebaliknya
Bergesernya lokasi punctum lakrimal
4. Kriteria Diagnosis 1. Horizontal Laxity : Distraction Test ≥ 8 mm
2. Punctum lakrimal Dislokasi > 1 mm
3. Disinsersi Retraktor bawah
5. Diagnosis Kerja Ektropion Involusional
6. Diagnosis Ektropion sebab lain
Banding
7. Pemeriksaan Fluoresence test
Penunjang
8. Tata laksana 1. Horizontal lidshortening
2. Tarsoconiunctival Diamond Excision
9. Edukasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Tajam penelihatan
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan 1. American Academic of Ophthalmology ed 2015-2016
2. Clinical Op0hthalmology: Kansky
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a REKONSTRUKSI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Nasolacrimal Duct Obstruction (NLDO)
17. Pengertian Nasolacrimal Duct Obstruction (NLDO) adalah sumbatanpada
(Definisi) duktus nasolakrimal. Obstruksi duktus nasolakrimalkongenital
biasanya disebabkan karena belum terbukanyamembran
Hassner.
Kelainan ini didapat seiak lahir.
18. Anamnesis - Mata berair sejak lahir
- Dapat disertai sekret atau tidak
19. Pemeriksaan Pemeriksaan dan koreksi tajam pengelihatan
fisik
20. Kriteria 1. Pemeriksaan mata umum
Diagnosis 2. Terdapat epifora
3. Terdapat sekret
4. Pada saat daerah saJ<us lakrimal ditekan dengan jariakan
tampak regurgitasi sekret dari punqtum lakrimal
21. Diagnosis 1. Epiphora
Kerja 2. Regurgitasi sekret dari pungtum lakrimal
3. TesAnel (-)
4. Probing
22. Diagnosis Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan ophthalmologiserta
Banding pemeriksaan penunjang.
23. Pemeriksaan 1. Tes Anel
Penunjang 2. Probing
3. Dakriosistografi
24. Tata laksana 1. Massage pada sakus lakrimal (usia< 6 bulan)
2. Probing, bila (+) pasang silikon intubasi (bila gagal 2 kali,
lanjut ke no.3)
3. Dakriosistorhinostomi dengan silikon tube
25. Edukasi 1. Melakukan massage 2 kali sehari
2. Membersihkan kotoran mata dengan tisu sekali pakai
3. Menjaga kebersihan anak
26. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
27. Tingkat I/II/III
Evidens
28. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
29. Penelaah 1. Terjadi sejak lahir
Kritis 2. Tanda khas adalah epifora
3. Obstruksi bisa terbuka spontan pada usia 4-6 minggu
4. Resolve spontan pada 1 tahun pertama kehidupan.
5. Probing dilakukan setelah usia 1 tahun.
30. Indikator
Medis
31. Lama rawat
32. Kepustakaan 1. AAO 2015-2016
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a REKONSTRUKSI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Entropion Involusional
1. Pengertian Entropion lnvolusional adalah inversi tepi kelopak mata yang
(Definisi) berhubunqan denqan usia (age related)
2. Anamnesis  Mata seperti ada yang menusuk
 Mata berair -air
 Riwayat penyakit infeksi (trachoma,herpes zooster)
 Riwayat operasi
 Riwayat trauma (panas, kimia)
3. Pemeriksaan fisik Overriding otot orbicularis preseptal
Horizontal atau vertical laxity
Retraction Laxity
Scarring
Ocular lrritation / lnflamation
4. Kriteria Diagnosis 1. lnversi Kelopak bawah
2. Konjungtivalisasi tepi kelopak mata
3. Pseudotrichiasis
4. Erosi pungtat Kornea
5. Ulkus
5. Diagnosis Kerja Entropion Involusional
6. Diagnosis Banding Trichiasis
Epiblepharon
7. Pemeriksaan Fluoresence test
Penunjang
8. Tata laksana 1. Suture techniques
2. Lateral tarsal strip
3. Weiss procedure
9. Edukasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Tajam penelihatan
15. Lama rawat
16. Kepustakaan 1. American Academic of Ophthalmology ed 2015-2016
2. Clinical Op0hthalmology: Kansky
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a REKONSTRUKSI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Ptosis
1. Pengertian Turunnya kelopak mata atas dibawah kedudukan yang normal
(Definisi) dan dapat menutupi aksis visual atau tidak dan terjadinya
dapat unilateral atau bilateral
2. Anamnesis  Mulai terjadinya ptosis
 Perubahan yanng. terjadi
 Adanya penyakit penyerta seperti: Horner syndrome,
myastenia gravis, guallian barre syndrome, botulism,
cerebral ptosis
 Riwayat keluarga ptosis
 Riwayat penyakit kelofpak mata yang pernah diderita
 Riwayat penyakit sistemik yang berhubungan
 Riwayat operasi
 Riwayat trauma
3. Pemeriksaan fisik Bell"s phenomen
Lid lag
MRD I dan 2
MLD
Fissura palpebra
LA
Skincrease
Tensilon test
Phenilephine test
4. Kriteria Diagnosis 1. Umursaatonset terjadinya ptosis
2. Photograf sebelum terjadi ptosis dan sekunder
3. Penyakit sistemik yang mendasari
5. Diagnosis Kerja Ptosis unilateral / ptosis bilateral
6. Diagnosis Banding Pseudoptosis
Enoftalmos
7. Pemeriksaan  Fotografi seluas muka
Penunjang  Tensilon
 lce pack test
 Reseksi levator
 Operasi aponemratis
 Frontal suspension
 Fasanela suruat procedure
8. Tata laksana 1. Fassanela servat
2. Advancement aponeurosis levator
3. Levator reseksi
4. Facia late suspension
9. Edukasi
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Tajam penelihatan
15. Lama rawat
16. Kepustakaan 1. American Academic of Ophthalmology ed 2015-2016
2. Clinical Op0hthalmology: Kansky
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a VITREO RETINA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Retinopati Diabetika
1. Pengertian Suatu penyakit pada pembuluh darah mikro reina yang
(Definisi) bersifat kronik progresif yang dapat mengancam penglihatan
dan dikaitkan dengan hiperglikemi berkepanianqan
2. Anamnesis 
Umumnya tidak ada gejala awal (sekalipun
padapemeriksaan fundussudah ada gangguan
pembuluh darah retina
 Umumnya, penglihatan buram terjadi bila ada
edemamakula
 Floaters terjadi akibat adanya bercak-bercak
perdarahanvitreus
 Penglihatan buram mendadak dapat terjadi
perdarahanvitreus yang lebih masif
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan tajam pengelihatan
Tonometri
Oftalmoskopi dalam kondisi pupil dilatasi
- Oftalmoskopi direk
- Oftalmoskopi indirek
4. Kriteria Diagnosis Retinopati diabetika diklasifikasikan berdasarkan ada
atautidaknya pembuluh darah baru yang abnormal, yaitu :
a. Retinopati nonproliferatif / Non proliferative Diabetic
Retinopathy (NPDR)
b. Retinopati proliferative / Proliferative Diabetic
Retinopathy(PDR)
c. Edema makula, dapat ditemukan pada setiap tahap
diatas
5. Diagnosis Kerja Berdasarkan gambaran klinisnya, NPDR dibagi menjadi
tahapan, yaitu :

i. Mild atau ringan : terdapat 1 atau lebih mikroaneurisma


ii. Moderate atau sedang . terdapat mikroaneurisma,
perdarahan dot blot, eksudat keras, cotton wool spots
(CWS), beading vena, penyempitan lumen arteri,
intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
iii. Severe atau berat : ditemukan kelainan yang terdapat
pada NPDR sedang diiambah dengan adanya satu
daritiga keadaan berikut (aturan 4:2.1 pada ETDRS) :
- Perdarahan dot blot di 4 kuadran retina
- Venous beading di 2 kuadran retina
- IRMA di 1 kuadran retina
iv. Very severe atau sangat berat : terdapat 2 dari
3karakteristik di atas
Berdasarkan tingkat proliferasi fibrovaskular, PDR dibagi
menjadi tahapan, yaitu :
i. Early atau PDR : pembuluh darah naru terdapat pada
diskus atau dalam jarak 1 DD (Disc Diameter) atau
neovaskularisasi di tempat lain
ii. High risk atau resiko tinggi : terdapat pembuluh darah
baru pada diskus (NVD) > ¼ % DD, atau NVD < ¼ DD
dengan perdarahan vitreus, atau pembuluh darah baru
di tempat lain (NVE) > ½ DD dengan perdarahan vitreus
iii. Advanced atau lanjut : kriteria pada High risk
ditambahdengan adanya ablasio retina traksional yang
melibatkanmakula, dengan ataqtanpa perdarahan
vitreus
6. Diagnosis Banding 1. Branch RetinalVein Occlusion (BRVO)
2. Central RetinalVein Occtusion (CRVO)
3. Ocular lschemic Syndrome
4. Retinopathy Hemoglobinopathies
7. Pemeriksaan  Foto Fundus
Penunjang  Ultrasonography (USG)
 Optical Coherence Tom,ography (OCT), terutama untuk
edema makula diabetika
 Konsultasi Penyakit Dalam
8. Tata laksana 1. Mata normal tanpa retinopati diabetika diperiksa setiap
tahun
2. NPDR ringan tanpa edema makula diperiksa setiap 6-12
bulan. Fotokoagulasi laser umumnya belum perlu
dilakukan
3. NPDR moderate tanpa edema makula, diperiksa setiap 4-
6 bulan. Fotokoagulasi laser umumnya belum perlu
dilakukan
4. NPDR.moderate dengan edema makula, diperiksa setiap
2-4 bulan. PemeriksaanOCT makula umumnyadiperlukan.
Fotokoagulasilaserumumnyadiindikasikan.
5. NPDR berat tanpa.edema makula, diperiksa setiap 4bulan.
Pada NPDR severe, resiko untuk menjadi FDR sangat
besar yaitu antara 10-40%. Pemeriksaan OCTsangat
diperlukan. Fotokoagulasi laser umumnya
diindikasikan
6. NPDR berat dengan edema makula, diperiksa setiap 2-
4bulan. Fotokoagulasi laser fokal/grid dan PRP
umumnyadiindikasikan
7. PDR dengan, atau tanpa CSME, diperiksa setiap 2-3bulan.
Fotokoagulasi laser segera dilakukan, sebelumterjadi
perdarahan vitreus
8. PDR dengan komplikasi lanjut yang tidak dapat
diterapilaser, diperiksa setiap 6 bulan
9. Edukasi Kontrol sistemik faktor-faktor resiko, yaitu kontrol glikemik
dan faktor sistemik lainnya secara optimal
10. Prognosis Dubia
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Tajam penelihatan
15. Lama rawat Rawat jalan
16. Kepustakaan 1. Pedoman Penanganan Retinopati Diabetika oleh
Persatuan Dokter Spesialis Mata lndonesia, Seminat
Vitreoretina, 2013)
2. AAO section 12 - Retina and vitreous
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a VITREO RETINA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Retinopati Hipertensi
1. Pengertian Suatu perubahan vaskular retina akibat tingkatan tekanan
(Definisi) darah sistemik untuk waktu yang lama
2. Anamnesis  Umumnya tidak ada gejala awal (sekalipun pada
pemeriksaan fundus sudah ada gangguan pembuluh
darah retina)
 Floaters terjadi akibat adanya bercak-bercak
perdarahan vitreus
 Penglihatan buram mendadak dapat terjadi perdarahan
vitreus yanq lebih masif
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan tajam pengelihatan
Tonometri
Oftalmoskopi dalam kondisi pupil dilatasi
- Oftalmoskopi direk
- Oftalmoskopi indirek
4. Kriteria Diagnosis Dijumpaivasokonstriksi fokal maupun luas pada anteriorretina,
crossing phenomen, copper wire dan silver wire,perdarahan,
eksudat, serta cotton wool spots.
Padakeadaan laniut dapat ditemukan star figure eksudat.
5. Diagnosis Kerja Klasifikasi Scheie :
a. Hipertensi :
- Grade 0: Pembuluh darah retina normal
- Grade 1 : Penyempitan arteriola yang difus, kaliber
arteriolar yang uniform
- Grade 2: Penyempitan arteriolar semakin jelas
dandidapatKan area fokal konstriksi arteriolar
- Grade 3 : Grade 2 + dengan perdarahan retina dan,
atau eksudat
- Grade 4 : Grade 3 + dapat ditemukan bersama
edemaretina, eksudat keras, papil edema
b. Arteriolar Sklerosis :
- Grade 0: Normal
- Grade 1 : Perubahan refleks dinding pembuluh arteri
yang mudah dilihat
- Grade 2 : Peningkatan refleks pembuluh arteriyang
nyata
- Grade 3 : Copper wire arteri
- Grade 4: Silver wire arteri
6. Diagnosis Banding 1. Branch RetinalVein Occlusion (BRVO)
2. Central RetinalVein Occtusion (CRVO)
3. Ocular lschemic Syndrome
4. Retinopathy Hemoglobinopathies
7. Pemeriksaan  Foto Fundus
Penunjang  Konsultasi Penyakit Dalam
 Konsultasi cabang ilmu lain sesuai keperluan
8. Tata laksana 1. Atasi hipertensinya (konsultasi penyakit dalam)
2. Bila dalam keadaan lanjut terjadi perdarahan vitreus dapat
dipertimbanokan tindakan vitrektomi pars plana
9. Edukasi Kontrol sistemik faktor-faktor resiko, yaitu meraih tekanan
darah sesuai target danfaktor sistemik lainnya secara optimal
10. Prognosis Dubia
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Tajam penelihatan
15. Lama rawat Rawat jalan
16. Kepustakaan AAO section 12 - Retina and vitreous
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a VITREO RETINA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Makulopati Diabetika
1. Pengertian Edema retina yang mengancam atau melibatkan makula, yang
(Definisi) merupakan konsekuensi visual dari permeabilitas vaskular
yang abnormal pada retinopati diabetika
2. Anamnesis  Mata tenang dengan tajam penglihatan menurun
 Dapat juga asimptomatik dan memiliki tajam
penglihatan yang normal
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan tajam pengelihatan
Tonometri
Oftalmoskopi dalam kondisi pupil dilatasi
- Oftalmoskopi direk
- Oftalmoskopi indirek
4. Kriteria Diagnosis Penebalan retina akibat edema makula diabetika dapat terjadi
secara lokal maupun difus
5. Diagnosis Kerja Klasifikasi (Clinically Significant Macular Edema
(CSME)menurut ETDRS:
i. Penebalan retina yang terletak pada bagian tengah
makulaatau dalam jarak 500 pm dari tengah makula
ii. Eksudat keras pada atau dalam jarak 500 pm dari
bagiantengah makula apabila terdapat penebalan retina
disekitarnya
iii. Zona penebalan retina lebih besar daripada 1 disc
area,apabila terdapat pada area dalam jarak 1 disc
diameter daribagian tengah makula
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan  Foto Fundus
Penunjang  Optical Coherence Tomography (OCT)
8. Tata laksana 1. CSME tanpa keterlibatan pusat makula, dengan
ketajamanpenglihatan normal : dilakukan fotokoagulasi
laser.Pemeriksaan OCT tidak dilakukan
2. CSME dengan keterlibatan pusat makula,
ketajamanpenglihatan normal atau berkurang sedikit (>78
huruf):dilakukan fotokoagulasi laser atau observasijika
sumberkebocoran sangat dekat dengan fovea dan tidak
ada lesiyang dapat diterapi dengan laser. PemeJiksaan
OCT belumperlu dilakukan
3. CSME dengan keterlibatan pusat makula,
ketajamanpenglihatan 78-24 huruf, keadaan afakia, dan
pemeriksaanOCT didapatkan ketebalan retina sentral >
250 pm:dilakukan injeksi intravitreal anti-VEGF dengan,
atau tanpalaser. Pada mata yang tidak responsif dapat
diberikanimplant fluocinolone intravitreal, namun ingatlah
efeksampingnya
4. CSME dengan keterlibatan pusat makula,
ketajamanpenqlihatan 78-24 huruf, keadaan pseudofakia,
dan pemerixsaan OCT didapatkan ketebalan retina sentral
> 250µm : dilakukan injeksi intravitreal anti-VEGF atau
triamcinolone dengan, atau tanpa laser tambahan. Pada
mata yang tidak responsif dapat dipertimbangkan implant
fluocinolone intravitreal
5. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman
penglihatan < 24 huruf, keadaan pseudofakia, dan
pemeriksaan ocT didapatkan ketebalan retina sentral >
250µm: observasi dapat dipertimbangkan, terutama jika
sudah berlangsung lama dan tidak ada respon Terhadap
terapi laser sebelumnya, atau jika mungkin terdapat .
iskemia makula, Pertimbangkan injeksi intravitreal
antiVEGF atau steroid setelah konsultasi yang cermat dan
informed consent
6. CSME dengan keterlibatan pusat makula, ketajaman
penglihata n < 24 huruf, dan pemeriksaan OCT didapatkan
traksi vitreoretina : pertimbangkan vitrektomi dengan, atau
tanpa terapi injeksi intravftreal anti-VEGF atau steroid
tambahan
9. Edukasi  Kontrol sistemik faktor-faktor resiko, yaitu kontrol glikemik dan
faktor sistemik lainnya secara optimal
 Kontrol ulang :
- Setiap 3-4 bulan : setelah menjalani laser makula selama
tidak ada hal-hal tertentu yang membutuhkan follow up
yang lebih sering
- Setiap bulan selama 1 tahun pertama : setelah menjalani
terapi anti-VEGF
- Pengawasan tekanan intraokular secara berkala: setelah
menjalani terapi steroid intravitreal

10. Prognosis Dubia


11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Tajam penelihatan
15. Lama rawat Rawat jalan
16. Kepustakaan AAO section 12 - Retina and vitreous
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a VITREO RETINA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Ablasio Retina
1. Pengertian Lepasnya lapisan neurosensoris retina dari pigmen epitelretina
(Definisi) Klasifikasi Ablasio Retina :
- Ablasio Retina Rhegmatogen :Pelepasan lapisan
neurosensoris retina dari epitelpigmen retina dengan
adanya cairan subretina yangmasuk lewat robekan retina
- Ablasio Retina Non Rhegmatogen
a. Traction Retinal Detachment:Pelepasan retina
sensoris dari epitel pigmenretina oleh tarikan
membran vitreus atau proliferasivitreoretina (PVR)
b. Exudative Retinal Detachment:Pengumpulan cairan
disubretina akibat adanyakerusakan epitel pigmen
terina atau pembuluh darahretina sehingga cairan
dapat masuk kedalamsubretina. Keadaan ini bisa
terjadi pada prosesinflamasi seperti penyakit Harada,
neoplasmakhoroid, hipertensi, dan ARMD
2. Anamnesis - Ablasio Retina Rhegmatogen : Mata tenang dengan
penglihatan menurun, seperti tertutup tirai, yang umumnya
diawali floaters dan, atau fotopsia
- Ablasio Retina Non Rhegmatogen .
a. Tractional Retinal Detachment: Mata tenang dengan
penglihatan menurun .
b. Exudative Retinal Detachment: Mata tenang dengan
penglihatan menurun, seperti tertutup tirai dimana
daerah yang mengalamitertutup tirai dapat berpindah-
pindah. Tidak ditemukan floaters atau fotopsia
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan tajam pengelihatan
Tonometri
Oftalmoskopi dalam kondisi pupil dilatasi
- Oftalmoskopi direk
- Oftalmoskopi indirek
4. Kriteria Diagnosis Klasifikasi Ablasio Retina Rhegmatogen :
1. Ablasio Retina Rhegmatogen Simpel, ditemukan :
2. Ablasio Retina Rhegmatogen dengan Proliferative
VitreoRetinopathy (PVR)
KlasifikasiAblasio Retina Non Rheqmatoqen :
1. Tractional Retinal Detacment
2.Exudative Retinal Detachment
5. Diagnosis Kerja Ablasio Retina Rhegmatogen :
a. Ablasio Retina Rhegmatogen Simpel, ditemukan :
- Schafer sign " tobacco dust appearance pada vitreus
- Robekan retina atau " retinal break " pada 90 - 95 %
kasus
- Retina terangkat, berundulasi atau ada lipatan (retinal
folds)
- Tanda-tanda khusus : garis demarkasi
- Subretinal fluid (SRF) iernih, bila sudah lama, kuning
- Tekanan intraokular menurun
b. Ablasio Retina Rhegmatogen dengan Proliferative
VitreoRetinopathy (PVR)
Dinilai berdasarkan klasifikasi tahun 1991
dengangambaran-gambaran sebagai berikut :
- Grade A : Kekeruhan vitreus, bercak-bercak pigmen
vitreus serla pigmen-pigmen di bagian inferior retina
- Grade B : Pengerutan permukaan dalam retina,
pengkakuan retina, menjadi kaku peningkatan turtositas
pembuluh darah, pinggiran robekan retina lingkar,
berkurangnya mobilitas vitreus
- CP 1 - 12: Bagian posterior dari ekuator, terlipatnya
seluruh tebal retina, fokal, difus maupun
sirkumferensial, subretina strands
- CA 1 - 12: Bagian anterior dari ekuator, terlipatnya
seluruh tebal retina, fokal, difus maupun
sirkumferensial, subretinal strands .
- Dinyatakan dalam luas daerah terkena berdasarkanjam
(clock hoiirs) atau jumlah kwadran
Ablasio Retina Non Rhegmatogen:
a. Traction Retinal Detachment, ditemukan :
- Membran vitreus dan jaringan proliferasi vitreoretina
(PVR).
- Retina tidak bergerak
- Retina yang terlepas konkaf kearah anterior danjarang
mencapai ora serrata
- Kadang-kadang disertai ablasio retina rhegmatogen
b. Exudative Retinal Detachment, ditemukan :
- Retina menggelembung dengan permulaan rata
- Shifting fluid
- Tidak ditemukan robekan retina
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. Foto fundus
Penunjang 2. Ultrasonografi mata, bila media keruh
8. Tata laksana Ablasio Retina Rhegmatogen:
a. Non bedah :
- Bedrest
- Positioning pasien
b. Bedah : dilakukan dalam anestesi umum atau lokal
- Pneumatic retinopexy:
Penyuntikan gas SF6 atau C3F8 murni kedalam rongga
vitreus yang diikuti dengan retinopexy pada daerah
robekan di retina
- Scleral buckling:
Menempatkan band sebanyak 360˚ dengan tire pada
daerah yang terdapat robekan retina. Tindakan ini
dapat diikuti oleh penyuntikan gas SF6 atau C3F8
murni kedalam rongga vitreus yang diikuti dengan
pemberian terapi cryo
- Vitrektomi pars plana:
Vitrektomi secara umum adalah tindakan
membersihkan vitreus dari rongga vitreus. Tindakan
vitrektomi ini memungkinkan pembebasan retina dari
traksi vitreoretina dan kekeruhan vitreus, drainase
cairan subretina secara internal, dan berbagai prosedur
vitreoretina lain, termasuk membrane peeling, injeksi
cairan perfluorokarbon dan silicone oil, serta retinopexy
secara langsung pada retina (endolaser). Tindakan ini
dapat dilakukan dengan atau tanpa kombinasi
pemasangan band 360˚. Pada vitrektomi untuk ablasio
retina, umumnya diikuti oleh pemberian tamponade
internal silicone oil atau gas SF6 atau C3F8 serta
aplikasi endolaser.
Ablasio Retina Non Rhegmatogen :
a. Traction Retinal Detachment :
- Pada PDR:
Fotokoagulasi laser sebelum Scleral Buckling dan
Vitrektomi dengan membrane peeling
- Dengan ablasio retina rhegmatogen :
Operasi Scleral Buckling dan vitrektomi
denganmembrane peeling dan gas
b. Exudative Retinal Detachment:
Pasien ditatalaksana sesuai dengan penyakit
yangmendasari terjadinya exudative retinal detachment
9. Edukasi Pasca bedah :
1. Monitor tekanan intlaokular
2. Positioning pasien sesuai dengan letak robekan retina
3. Pemberian antibiotika topikal dan kortikosteroid topikalselama
1-2 bulan
4. Pemberian midriatikum atau siklopegik selama 2 minggu -1
bulan
5. Pemeriksaan lanjut berkala pascaoperasi
- Bulan ke 1 : tiap 1 minggu
- Bulan ke 2 : tiap 2 minggu
- Bulanke 3-6 : tiap bulan
- Bulan 6 – 1 tahun : tiap 2 bulan

10. Prognosis Dubia


11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat 2-3 hari
16. Kepustakaan AAO Section 12 – Retina and vitreous
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a NEUROOFTALMOLOGI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Neuritis Optik Tipikal
1. Pengertian Peradangan pada nervus optikus yang berhubungan dengan
(Definisi) proses demielinisasi primer pada nervus optikus
2. Anamnesis - Penurunan tajam penglihatan mendadak pada satu atau dua
mata
- Nyeri pada pergerakan bola mata
- Tidak ada gejala neurologi lainnya
3. Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan oftalmologi umum
- Pemeriksaan warna dan sensitivitas kontras
- Pemeriksaan lapang pandangan
4. Kriteria Diagnosis 1. Penurunan tajam penglihatan yang bervariasi (dari 6/6
sampai Nol)
2. Penurunan persepsiwarna dan kontras yang bervariasi
3. RAPD (+) pada mata yang terkena
4. Kelainan lapang pandang (yang tersering adalah skotoma
sentral)
5. Papil Nervus ll
a. Dua pertiga pasien akan tampak normal
b. Sepertiga akan menunjukkan gambaran edema papil
yang ringan sampai moderat
c. Tidak ada gambaran eksudat keras maupun cotton
wool spot
5. Diagnosis Kerja Neuritis Optik Tipikal
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan MRI pada kasus yang berulang
Penunjang 2. Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, CRP, ESR, Renal
fungsi test, Liver Enzym, Creatin kinase, Glukosa,
Partialtromboplastin time, ANA.
3. Pemeriksaan Visual Evoked Potensial (VEP)s
4. Pemeriksaan Lumbal Pungsi untuk menyingkirkan
diagnosis banding
8. Tata laksana - Pemberian kortikosteroid setelah sebelumnya
dilakukankonsultasidengan spesialis penyakit dalam dan
spesialisanak sesuai dengan usia pasien untuk kontraindikasi
pemberian.
- Pengobatan dengan steroid mulai di tapering off setelah tajam
pengelihatan pasien menetap selama 2 minggu
9. Edukasi Kontrol berkala
Evaluasi funduskopi
Evaluasi lapang pandangan
Kontrol penyakit sistemik
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat 2-3 hari
16. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology, 2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller,
TheNeurophthalmology, Survival Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; ClinicalNeuroopthalmology
Walsh-Hoyt, 6th ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. selected systemic conditions withNeuro-
Ophthalmic Signs. Neuroophthalmology. Sec. Sth.American
Academy Ophthalmology. 2010:p 320-323
5. Ehlers, J P. et al." Neuro-Ophthalmology. The Wlls
EyeManual. Sth edition. Wiiliqm & Witkins. 2009:p.250-252.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a NEUROOFTALMOLOGI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Neuritis Optik Atipikal
1. Pengertian Peradangan pada nervus optikus yang berhubungan dengan
(Definisi) proses demielinisasi primer pada nervus optikus
2. Anamnesis - Penurunan tajam penglihatan mendadak pada satu atau dua
mata
- Nyeri pada pergerakan bola mata
- Tidak ada gejala neurologi lainnya
3. Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan oftalmologi umum
- Pemeriksaan warna dan sensitivitas kontras
- Pemeriksaan lapang pandangan
4. Kriteria Diagnosis 1. Penurunan tajam penglihatan yang bervariasi (dari 6/6
sampai Nol)
2. Penurunan persepsi warna : defisit warna merah dan hijau
3. Penurunan kontras sensitifitas
4. RAPD (+) pada mata yang terkena
5. Kelainan lapang pandangan (yang tersering adalah
skotoma sentral)
6. Papil Nervus ll dapat normal, edema maupun pucatDapat
ditemukan adanya kelainan lain pada mata seperti vitritis,
vaskulitis retina dan macula star
5. Diagnosis Kerja Neuritis Optik Atipikal
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium sesuai dengan perkiraan penyebab
Penunjang
8. Tata laksana Ditujukan pada infeksi yang mendasari
9. Edukasi Kontrol berkala
Evaluasi funduskopi
Evaluasi lapang pandangan
Kontrol penyakit sistemik
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat 2-3 hari
16. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology, 2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller,
TheNeurophthalmology, Survival Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; ClinicalNeuroopthalmology
Walsh-Hoyt, 6th ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. selected systemic conditions withNeuro-
Ophthalmic Signs. Neuroophthalmology. Sec. Sth.American
Academy Ophthalmology. 2010:p 320-323
5. Ehlers, J P. et al." Neuro-Ophthalmology. The Wlls
EyeManual. Sth edition. Wiiliqm & Witkins. 2009:p.250-252.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a NEUROOFTALMOLOGI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Non Arteritis Anterior lskemik Optik Neuropati (NAION)
1. Pengertian Penurunan tajam penglihatan mendadak pada satu mata pada
(Definisi) usia > 40 tahun yang disebabkan oleh penurunan perfusi pada
nervus optikus
2. Anamnesis - Penurunan tajam penglihatan mendadak pada satu atau dua
mata tanpa disertai rasa nyeri pada pergerakan
- Riwayat Hipertensi, hiperkolesterolemi, diabetes atau
hiperkoagulasi (dapat ditemui maupun tidak)
3. Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan oftalmologi umum
- Pemeriksaan warna
- Pemeriksaan lapang pandangan
4. Kriteria Diagnosis 1. Penurunan tajam penglihatan mendadak pada satu mata
tanpa disertai rasa nyeri pada pergerakan.
2. RAPD (+) pada mata yang terkena
3. Edema papil yang seringkali segmental dan disertai
perdarahan peripapil.
4. Gangguan lapang pandang : mayoritas skotoma altitudinal,
25% skotoma sentral
5. Tidak ditemukan adanya gejala polymyalgia atau Giant
cellarteritik
5. Diagnosis Kerja Non Arteritis Anterior iskemik Optik Neurophaty
6. Diagnosis - Optikus Neuritis A
Banding - AION
- Compressive optikus nerve tumor
- CRVO
7. Pemeriksaan a. ESR
Penunjang b. Homeostasis
c. Profil lipid
d. Gula darah
8. Tata laksana Tata Laksana dituiukan pada penvakit vanq mendasari
9. Edukasi Kontrol penyakit yang mendasari
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat 2-3 hari
16. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology, 2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller,
TheNeurophthalmology, Survival Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; ClinicalNeuroopthalmology
Walsh-Hoyt, 6th ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. selected systemic conditions withNeuro-
Ophthalmic Signs. Neuroophthalmology. Sec. Sth.American
Academy Ophthalmology. 2010:p 320-323
5. Ehlers, J P. et al." Neuro-Ophthalmology. The Wlls
EyeManual. Sth edition. Wiiliqm & Witkins. 2009:p.250-252.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a NEUROOFTALMOLOGI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Traumatik Optik Neuropati
1. Pengertian Kerusakan saraf optik akibat trauma pada kepala, mata atau bola
(Definisi) mata. dapat terjadi secara langsung, tidak langsung atau akibat
proses kompresi
2. Anamnesis Penurunan tajam penglihatan pada. satu mata atau dua
mendadak dan sering mata setelah trauma berat pada kepala
atau mata
3. Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan oftalmologi umum
- Pemeriksaan lapang pandangan
4. Kriteria Diagnosis 1. Buram mendadak setelah trauma kepala ataupun mata
2. Umumnya unilateral
3. Diplopia bisa ada ataupun tidhk ada
4. RAPD (+) pada mata yang terkena
5. Papil nervus optikus umumnya normal pada keadaan awal
kemudian memucat setelah 4 - 8 minggu
6. Dapat ditemukan adanya gangguan pergerakan
7. Terdapat gangguan lapang pandang
5. Diagnosis Kerja Traumatik Optik Neuropati
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan Pemeriksaan CT Scan/MRl orbita
Penunjang
8. Tata laksana - Beberapa pasien mengalami perbaikan dengan sendirinya
- Tatalaksana meliputi observasi, pemberian kortikosteroid,
operasi bila memungkinkan (orbital decompression atauorbital
canal decompression)
- Neuroprotektif agent
9.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat 2-3 hari
16. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology, 2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller,
TheNeurophthalmology, Survival Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; ClinicalNeuroopthalmology
Walsh-Hoyt, 6th ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. selected systemic conditions withNeuro-
Ophthalmic Signs. Neuroophthalmology. Sec. Sth.American
Academy Ophthalmology. 2010:p 320-323
5. Ehlers, J P. et al." Neuro-Ophthalmology. The Wlls
EyeManual. Sth edition. Wiiliqm & Witkins. 2009:p.250-252.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a NEUROOFTALMOLOGI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Papil Edema
1. Pengertian Edema pada kedua nervus optikus yang disebabkan oleh
(Definisi) peningkatan tekanan intrakranial oleh karena terdapatnya SOL
atau hidrosefalus yang dapat dibuktikan pada pemeriksaan
neuroimaging.
2. Anamnesis - Dapat ditemukan gejala neurologis seperti nyeri kepala hebat,
tinnitus pulsatile, non spesifik paraestesia, mual, muntah dan
gejala lain yang berhubungan dengan penyebabnya
- Terdapat keluhan Transient Visual Obscuration
- Fotopsia
- Diplopia
3. Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan oftalmologi umum
- Pemeriksaan warna
- Pemeriksaan lapang pandangan
4. Kriteria Diagnosis 1. Dapat ditemukan gejala neurologis seperti nyeri kepala
hebat, tinnitus pulsatile, non spesifik paraestesia, mual,
muntah dan gejala lain yang berhubungan dengan
penyebabnya
2. Terdapat keluhan Transient Visual Obscuration
3. Fotopsia
4. Terkadang dapat ditemukan adanya diplopia yang
disebabkanoleh parese N.lll, lV atau Vl karena peningkatan
tekanan intracranial
5. Tajam penglihatdn dapat normatatau menurun
6. Presepsiwarna dapat normalataupun menurun
7. Gangguan lapang pandangan
5. Diagnosis Kerja Papil edema
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan Pemeriksaan neuroimaging (CT Scan/MRl brain)
Penunjang
8. Tata laksana Ditujukan pada penyebabnya
9. Edukasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology, 2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller,
TheNeurophthalmology, Survival Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; ClinicalNeuroopthalmology
Walsh-Hoyt, 6th ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. selected systemic conditions withNeuro-
Ophthalmic Signs. Neuroophthalmology. Sec. Sth.American
Academy Ophthalmology. 2010:p 320-323
5. Ehlers, J P. et al." Neuro-Ophthalmology. The Wlls
EyeManual. Sth edition. Wiiliqm & Witkins. 2009:p.250-252.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a NEUROOFTALMOLOGI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Graves Ophtalmopati
1. Pengertian lnflamasi Subakut atau kronik pada otot ekstraokular atau
(Definisi) jaringan lunak orbita lainnya yang berhubungan dengan reaksi
autoimun terhadap keleniar tiroid
2. Anamnesis Ditemukan adanya hipertiroid atau hipotiroid namun pada
beberapa pasien dapat ditemukan eutiroid
3. Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan oftalmologi umum
- Pemeriksaan fungsi kelopak mata
- Pemeriksaan Hertel
- Pemeriksaan Lapang pandangan
4. Kriteria Diagnosis 1. Ditemukan adanya hipertiroid atau hipotiroid namun pada
beberapa pasien dapat ditemukan eutiroid
2. Pada pemeriksaan dapat ditemukan lid retraction, lid lag,
lagoftalmus, exoftalmus, gangguan gerak bola mata, diplopia,
oftalmoplegi, dan pembesaran otot ekstra
5. Diagnosis Kerja Graves Ophthalmopatv
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan - Pemeriksaaan laboratorium, untuk kadar hormon tiroid
Penunjang - Foto polos orbita
- CT Scan Orbita
8. Tata laksana  Tatalaksana dilakukan bersama dokter spesialis penyakit
dalam
 Bila ditemukan lagoftalmus dapat diberiksam artiflsial tears
untuk siang hari dan salep mata untuk malam hari untuk
mencegah kekeringan kornea
 Kortikostreoid dapat diberikan pada keadaan:
- Gangguan fungsi nervus optikus
- Diplopia akut
- Exoftalmus berat
- Tanda-tanda kongesti akut
 Dapat dilakukan dekompresi orbita apabila ditemukan adanya
kompresi nervus optikus
9. Edukasi Kontrol penyakit yanq mendasari
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam/bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology, 2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller,
TheNeurophthalmology, Survival Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; ClinicalNeuroopthalmology
Walsh-Hoyt, 6th ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. selected systemic conditions withNeuro-
Ophthalmic Signs. Neuroophthalmology. Sec. Sth.American
Academy Ophthalmology. 2010:p 320-323
5. Ehlers, J P. et al." Neuro-Ophthalmology. The Wlls
EyeManual. Sth edition. Wiiliqm & Witkins. 2009:p.250-252.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a NEUROOFTALMOLOGI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Methanol Toxic Optic Neuropathy
1. Pengertian Suatu keadaan penurunan visus dan gangguan nervus optikus
(Definisi) diakibatkan terdapatnya metanol di dalam pembuluh darah
2. Anamnesis 1. Riwayat minum alcohol (metanol)
2. Penurunan visus
3. Sakit kepala
4. Mual/muntah
5. Sakit perut
3. Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan oftalmologi umum
- Pemeriksaan sensitivitas warna
- Pemeriksaan sensitivitas kontras
- Pemeriksaan Lapang pandangan
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat minum alkohol
2. Penurunan tajam penglihatan yang bervariasi bersifatbilateral,
simetris, tidak nyeri, gradual dan progresif.
3. Penurunan persepsi warna dan kontras yang bervariasi
4. RAPD pada mata yang terkena (bisa ada atau tidak)
5. Kelainan lapang pandangan
6. Papil saraf optikus menunjukkan gambaran edema papilyang
ringan sampai moderat tanpa gambaran eksudat
kerasmaupun cotton wool spot
7. Asidosis metabolik
5. Diagnosis Kerja Methanol Toxic Optic Neuropathy
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan - Analisa gas darah
Penunjang - Pemeriksaan laboratorium
8. Tata laksana  Ada 4 tujuan utama :
- Menghambat alkohol dehidrogenase untuk mencegah
pembentukan metabolik toksis
- Koreksi asidosis dengan bikarbonat, pemberian etil alkohol
lV
- Penggunaan kofaktor enzim spesifik seperti asam folat,
thiamin, piridoksin untuk memodifikasi deleterious metabolik
pathways
- Pengeluaran toksin dan metabolit dengan hemodialisis
 Kriteria Memulai Terapi
- Plasma metanol > 20 mg
- Riwayat konsurnsi atau osmolar gap > 10 mosm/L
- Diduga konsumsi alkohol diantara:
1. PH arterial 7,3
2. Serum bikardonat < 2A mosm /L
3. Osmolar gap > 10 mosm/L
 Hemodialisa Hemodialisis urgent:
- Asidosis signifikan pH < 7,2 dengan terapi unresponsif
- Penurunan tanda vital mesipun telah dilakukan terapi
intensif
- Gagal ginjal
- Imbalans elektrolit yang berat
- Visus atau funduskopi abnormal
- Konsentrasi serum metanol > 50 mg/dl atau > 30 gr
9. Edukasi - Antisipasi dengan penyimpanan obat yang berbahaya
- Motivasi bagi ketergantungan
- Merujuk pasien ketempat ketergantungan obat
10. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad Fungsionam : dubia
Ad Sanationam : dubia
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology, 2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller,
TheNeurophthalmology, Survival Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; ClinicalNeuroopthalmology
Walsh-Hoyt, 6th ed/2005
4. Diany Y, MethanolToxic Optikus Neuropathy. Airlangga
University. Divisi Neuroophthalmology, 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a NEUROOFTALMOLOGI


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Ocular Myastenia Gravis
1. Pengertian Penyakit autoimun yang mengenai neuromuscular junction yang
(Definisi) menyebabkan kelemahan pada otot-otot bola mata
2. Anamnesis Kelemahan otot-otot semakin memburuk pada sore hari, dan
membaik dengan istirahat
3. Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan oftalmologi umum
- Pemeriksaan gerak bola mata
- Pemeriksaan fungsi kelopak mata
4. Kriteria Diagnosis 1. Ptosis
- Unilateral, bilateral, atau alternating
- Pada yang bilateral dapat simetris maupun tidak
- Onsetnya gradual atau intermiten
- Bervariasi dari hari ke hari umumnya lebih berat pada sore
hari atau saat kererahan
- Dapat membaik setetah beristirahat
2. Diplopia
- Horisontal, vertikal, atau oblik Keparah.an dipropia
bervariasi dari hari ke hari dan dalam satu hari
- Umumnya lebih berat pada sore hari dan saat lelah
- Dapat membaik setelah beristirahat
3. Kelainan sistemik (pada general miasthenia gravis)
- Kelemahan pada otot tubuh lainnya
5. Diagnosis Kerja Methanol Toxic Optic Neuropathy
6. Diagnosis - Eaton-Lambert syndrome
Banding - Third nerve palsy
- Horner Syndrome
- Thyroid Related Orbitopathy 5
- Orbital lnflamatory pseudotumor
- Myotonic dystrophy
7. Pemeriksaan - lce pack test
Penunjang - Sleep test
- Tensilon test
- Pemeriksaan serum Assays untuk anti-asetirkorine reseptor
antibodi atau anti muscre spesifik tinase
- Electromyografi
- CT scan thorax (untuk deteksi Thymoma)
8. Tata laksana 1. Asetilkolin esterase inhibitor (mestinon)
2.Kortikosteroid
3. Imunosupresan
4. Thymectomy (bila ada thymoma)Thymectomy (bila ada
thymoma
9. Edukasi Kontrol berkala
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam/bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology.
Neuroophthalmology, 2008
2. Anthony Pane, Michael Burdon, Neil r Miller,
TheNeurophthalmology, Survival Guide, 2007
3. Neil R Miller, Nancy J Newman;
ClinicalNeuroopthalmology Walsh-Hoyt, 6th ed/2005
4. Liesegang,G. Et all. selected systemic conditions
withNeuro-Ophthalmic Signs. Neuroophthalmology. Sec.
Sth.American Academy Ophthalmology. 2010:p 320-323
5. Ehlers, J P. et al." Neuro-Ophthalmology. The Wlls
EyeManual. Sth edition. Wiiliqm & Witkins. 2009:p.250-
252.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Corpus Alienum
1. Pengertian Corpus alienum : benda asing yang masuk pada mata dan
(Definisi) menyebabkan reaksi radang
2. Anamnesis Mata merah, berairdan mempunyai riwayat kelilipan, terasa
masuk sesuatu pada mata, sering terjadi pada pasien yang
pekerjaannya sebagai tukang las
3. Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan visus dengan menggunakan kartu Snellen atau
chart projector dengan koreksi terbaik serta menggunakan
pinhole
 Pemeriksaan TIO dengan tonometer non kontak
 Fluorescein test
 Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit
lamp
 Dilakukan pemeriksaan kelopak mata superior dengan
melakukan eversi
4. Kriteria Diagnosis Terlihat adanya corpus alienum menempel pada kornea
5. Diagnosis Kerja Corpus alienum
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan
Penunjang
8. Tata laksana  Ekstraksi korpus alienum dengan menggunakan anestesi
topical
 Bebat tekan selama 8 jam
 Antibiotic topikal dan pemberian air mata buatan setelah
bebat tekan dibuka
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Dry Eye Syndrome
1. Pengertian Dry eye syndrome : Kelompok kelainan pada mata akibat
(Definisi) produksi air mata berkurang atau evaporasi air mata berlebihan
yang berhubungan dengan ketidaknyamanan mata dengan atau
tanpa gejala gangguan penglihatan dan dapat menyebabkan
kelainan pada permukaan bola mata
2. Anamnesis lritasi, berair, pedas, perih, sensasi benda asing, gatal ringan,
fotofobia, penglihatan buram, intoleransi terhadap lensa kontak,
mata merah, secret mucous, frekuensi mengedip meningkat,
fluktuasi diurnal dimana gejala semakin sakit pada sore atau
malam hari
3. Pemeriksaan fisik  Anamnesis : riwayat pemakaian obat-obatan mata
sebelumnya, penggunaan lensa kontak, konjungtivitis alergi,
kelainan pada permukaan bola mata, pembedahan mata
sebelumnya, bell's palsy, pajanan asap rokok, kebersihan
kelopak dan wajah, atopi, menopause, inflamasi sistemik,
trauma, infeksi virus kronis, radiasi orbit, kelainan neurologis,
mulut kering, gigi berlubang, sariawan
 Pemeriksaan visus dengan snellen chart dengan koreksi
terbaik dengan menggunakan pinhole
 Pemeriksaan TIO dengan tonometer non kontak
 Pemeriksaan slit lamp untuk melihat segmen anterior,
melihat tanda kering, defisiensi air mata, peningkatan
evaporasi, dan melihat adanya iritasi okular lainnya
 Pemeriksaan eksternal pada kulit, kelopak mata, adneksa,
proptosis, fungsi saraf kranialis
 Schirmer test, break up time, ferning test, uji sensibilitas
kornea
4. Kriteria Diagnosis tanda kering, defisiensi air mata, peningkatan evaporasi, dan
melihat adanya iritasi okular lainnya
5. Diagnosis Kerja Dry eye syndrome
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan Pemeriksaan lab pada pasien yang dcurigai ada kelainan
Penunjang imunologis, konsultasi departemen lain seperti penyakit dalam,
neurologi, gigi mulut
8. Tata laksana  Edukasi dan modifikasi lingkungan
 Menghilangkan penyebab seperti obat-obatan topical atau
sistemik
 Subtitusi defisiensi dengan pemberian air mata buatan
 Terapi kelopak mata (higine kelopak mata dan kompres
hangat)
 Terapi faktor-faktor yang mengkontribusi seperti blefaritis,
atau meibomitis
 Perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tarsorafi bila dry eye
berat
 Konsul ke subdivisi rekonstruksi bila terdapat malformitas
pada kelopak mata, dan departemen lain bila terdapat
kelainan sistemik
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Erosi Kornea
1. Pengertian Erosi kornea : Erosi pada lapisan epitel kornea yang disebabkan
(Definisi) karena benda asinq ataupun trauma
2. Anamnesis Berair, pandangan kabur, sensasi benda asing, fotofobia
3. Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan visus dengan snellen chart dengan koreksi
terbaik dengan menggunakan pinhole
 Pemeriksaan TIO dengan tonometers non kontak
 Fluorescein test
 Pemeriksaan slit lamp untuk melihat segmen anterior
4. Kriteria Diagnosis Tampak fluorescein test (+) pada kornea
5. Diagnosis Kerja Erosi kornea
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan
Penunjang
8. Tata laksana  Bebat tekan selama 8 jam
 Antibiotic topikal dan air mata buatan
 Mencari penvebab
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Hordeolum
1. Pengertian Radang akut pada kelenjar meibom atau zeiss moll
(Definisi)
2. Anamnesis Benjolan pada kelopak mata, rasa mengganjal pada mata,
edema dan nyeri pada kelopak mata (daerah sekitar benjolan)
3. Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan visus dengan snellen chart dengan koreksi
terbaik dengan menggunakan pinhole
 Pemeriksaan TIO dengan tonometers non kontak
 Pemeriksaan segmen anterior menggunakan slit lamp
 Dilakukan pemeriksaan pada palpebra superior dengan
melakukan eversi kelopak mata
4. Kriteria Diagnosis Benjolan berbatas tegas, dalam palpebra dengan/atau palpebra
inferior yang berisi pus, superior dengan disertai disertai tanda-
tanda radang. Dapat berulang dan disertai komplikasi
konjungtivitis, blefaritis
5. Diagnosis Kerja Hordeolum
6. Diagnosis Kalazion
Banding
7. Pemeriksaan
Penunjang
8. Tata laksana  Pemberian antibiotik topikal
 Dilakukan insisi dan kuretase pada hordeolum dengan
anastesi lokal
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Keratitis
1. Pengertian Peradangan pada lapuisan kornea (bisa terbatas pada epitel saja
(Definisi) atau sampai ke stroma)
2. Anamnesis Keluhan utama: Mata merah, silau, pengelihatan kabur
3. Pemeriksaan fisik  Visus turun
 TIO normal
 Pemeriksaan sensibilitas kornea dan fluorescein test
 Slit tamp untuk melihat segmen anterior
 Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular
indirect ophthalmoscope) untuk pemeriksaan segmen
posterior
4. Kriteria Diagnosis 1. lnjeksi silier
2. Fluorescein test (+)
3. Sensibilitas meningkat bila disebabkan jamur
4. lnfiltrat (+)
5. Diagnosis Kerja Keratitis
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan
Penunjang
8. Tata laksana  Obat anti topical sesuai dengan gambaran klinis, misalnya
antiviral topical bila didiagnosa dengan infeksi virus
 Hentikan obat bila disebabkan oleh iatrogenic (toksik) dan
berikan air mata buatan
 Berikan kortikosteroid topikal bila tidak ada kontraindikasi
dan antiviral oral bila didiagnosa sebagai keratitis stromal
virus
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama 21 hari
Perawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Konjungtivitis
1. Pengertian Peradangan pada tonlungtiva yang dapat disebabkan oleh virus,
(Definisi) bakteri, reaksi alergi, reaksi toksik, trauma/iritasi
2. Anamnesis Keluhan utama: Mata merah, silau, kotoran mata (+), berair-air,
rasa mengganjal (sensasi benda asing)
3. Pemeriksaan fisik  Visus normal
 TIO normal
 Pemeriksaan flurocein test
 Slit lamp untuk melihat segmen anterior
 Lakukan eversi untuk melihat konjungtiva tarsal dan melihat
ada tidaknya papil, cobble itone, sikatrik, granuloma,
pseudomembran, atau membrane
 Pada konjungtiva bulbi umumnya ditemukan injeksi
konjungtiva tanpa injeksi siliar, serta melihat ada tidaknya
flikten
 Sekret dilihat berdasarkan bentuk dan kosistensinya
 Bila ditemukan infiltrat kornea maka didiagnosis sebagai
keratokonjungtivitis
 Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular
indirect ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen
posterior
4. Kriteria Diagnosis 1. lnjeksi konjungtiva, kemosis konjungtiva
2. Fluorescein test (-)
3. Sekret (+) bila disebabkan bakteri
5. Diagnosis Kerja Konjungtivitis
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan  Pewarnaan gram dan kultur agar darah
Penunjang  Cari faktor-faktor predisposisi sistemik (diabetes mellitus atau
immunocomprimised) atau lokal (dry eye, disfungsi kelenjar
meibom, atau obstruksi duktus nasolakrimal)
 Permeriksaan schirmer, break-up time, ferning, anel test, bila
dicurigai adanya presidposisi lokal
8. Tata laksana  Terapi sesuai penyebab
 Virus: kortikosteroid topical (komblndsi dengan antibiotic),
dan air mata buatan, bakteri : aniibiotika topical, bila alergi :
mast cell stabilizer, air mata buatan, antihistamin topical atau
sistemik, kortikosteroid topical hanya pada keadaan akut dan
perlu diwaspadai efek sampingnya
 Bila ditemukan pseudomembran dilakukan membrane
peeling
 Blla ditemukan trikiasis→ epilasi, enteropion, ektropion
(konsul divisi rekonstruksi mata)
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama
Perawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Litiasis
1. Pengertian Bintik kekuningan yang berisi lipid dan menempel pada
(Definisi) konjungtiva tarsalis superior atau inferior atau keduanya
2. Anamnesis Keluhan utama: rasa mengganjal pada mata
3. Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan visus dengan snellen chart dengan koreksi
terbaik dengan menggunakan pinhole
 Pemeriksaan slit lamp untuk melihat segmen anterior
 Lakukan eversi pada palpebra superior untuk melihat ada
tidaknya litiasis
 Bila ada komplikasi konjungtivitis, terapi sesuai protab
konjungtivitis
4. Kriteria Diagnosis Terlihat litiasis pada konjungtiva tarsalis superior atau inferior
atau keduanya
5. Diagnosis Kerja Litiasis
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan
Penunjang
8. Tata laksana  Ekstraksi litiasis
 Berikan salpe mata antibiotik topikal
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama rawat
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Trauma Kimia Bola Mata
1. Pengertian Trauma akibat bahan kimia yang mengenai mata dapat berupa
(Definisi) bahan cair, padat atau gas. Bahan kimia dapat dibedakan
menjadi asam, yaitu bahan yang memilkitingkat keasaman (pH)
kurang daritujuh yang menyebabkan proses koagulasi. Jenis
bahan kimia basa memiliki tingkat pH lebih dari tujuh dan
menyebabkan reaksi penyabunan.
2. Anamnesis Riwayat mata terkena zat kimia, penglihatan menurun nyeri, mata
merah
3. Pemeriksaan fisik  Anamnesis jenis bahan kimia penyebab, waktu dan larna
kontak sampai tindakan pembilasan, lamanya irigasi yang
telah dilakukan, tempat kejadian (rumah tangga, pekerjaan,
kriminal)
 Pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen chart
dengan koreksi terbaik dan menggunakan pinhole
 Tekanan intraokular diukur dengan tonometers aplanasi atau
schiotz jika kornea intak, jika terdapat defek pada kornea,
tekanan bola mata diperiksa dengan tekanan palpasi
 Pemeriksaan slit lamp untuk melihat segmen anterior
 Pemeriksaan segmen posterior bila memungkinkan
 Kertas lakmus untuk mengetahui pH bahan kimia
 USG bila segmen posterior sulit dinilai
4. Kriteria Diagnosis  Anamnesis jenis bahan kimia penyebab, waktu dan lama
kontak sampai tindakan pembilasan, lamanya irigasi yang
telah dilakukan, tempat kejadian (rumah tangga, pekerjaan,
kriminal)
 Pemeriksaan slit lamp untuk menentukan gradasi tingkat
keparahan.Gradasi klinis berdasarkan kerusakan stemcell
limbus (hughes):
i. Derajat l: iskemia limbus yang minimal atau tidak ada
ii. Derajat ll: iskemia kurang dari2 kuadran limbus
iii. Derajat lll: iskemia kurang dari 3 kuadran limbus
iv. Derajat lV: lskemia pada seluruh limbus, seluruh
permukaan epitel konjungtiva dan bilik mata depan
 PH bahan kimia
5. Diagnosis Kerja Trauma kimia bola mata
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. Tes flourescein untuk menilai kerusakan epitet kornea
Penunjang 2. Pemeriksaan siedel test untuk menilai aanya perforasi kornea
8. Tata laksana Prinsip penanganan trauma kimia adalah mengutamakan irigasi
sebanyak-banyaknya sebelum tindakan lain
a. Sebelum dibawa ke Rumah sakit harus dilakukan
pembilasan bagian mata yang terkena trauma kimia dengan
segera menggunakan bahan cairan apapun yang dapat
diminum yang tersedia dilokasi kejadian.
b. Penderita dirawat di rumih sakit bila trauma kimia asam
mengenai kedua mata. Semua penderita trauma kimia basa
harus dirawat.
c. Phase Kejadian ( lmmediate )
 Tujuan : menghilangkan maieri penyebab sebersih
mungkin
 Tindakan :
i. Pembilasan dilakukan segera, bila mungkin berikan
anestesi topikal terlebih dahulu. Pembilasan
dengan larutan non toksik (NaCl 0.9%, Ringer
laktat, dsb). Sampai pH air mata kembali normal
(dinilai dengan kertas Lakmus)
ii. Benda asing yang melekat dan jaringan bola mata
yang nekrosis harus dibuang (pada anak-anak, jlka
perlu dalam narkose ).
iii. Bila diduga telah terjadi penetrasl bahan kimia ke
dalam bllik mata depan (BMD) dilakukan irigasi
BMD dengan larutan RL
d. Phase akut ( sampai hari ke 7 )
 Tujuan : Mencegah terjadinya penyulit
 Prinsip :
- Mempercepat proses reepitelisasi kornea
- Mengontrol tingkat peradangan, mencegah infilitrasi
sel-sel radang, mencegahpembentukan enzim
kolagenase
- Mencegah infeksi sekuider
- Mencegah peningkatan tekanan bola mata
- Suplernent/ anti oksidan
- Tindakan pembedahan
e. Phase pemulihan (early repair: hari ke 7-21)
 Tujuan: Membatasi tingkat penyulit
 Problem:
- Hambatan re-epitelisasi kornea
- Gangguan fungsi ketopak mata
- Hilangnya sel goblet
- Ulserasi stroma yang dapat berlanjut menjadi
perforasi kornea
 Prinsip : sesuai dengan phase ll
f. Phase pemulihan akhir (late repair : setelah hari ke 21 )
 Tujuan:Rehabilitasi fungsi penglihatan
 Problem :
- Disfungsi sel Goblet
- Hambatan re-epitelisasi kornea
- Ulserasi stroma (gradasi lll dan IV)
 Prinsip : Mempercepat proses re-epitelisasi komea
atauoptimalisasi fungsi epitel permukaan, dan seterusnya
sesuaidengan phase il
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad Fungsionam : dubia
Ad Sanationam : dubia
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama 30 hari
Perrawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Trauma Mekanik Bola Mata
1. Pengertian Cedera langsung berupa ruda paksa yang mengenai jaringan
(Definisi) mata, beratnya kerusakan jaringan tergantung dari jenis trauma
dan jaringan yang terkena
2. Anamnesis Riwayat trauma pada mata sebelumnya, mekanisme trauma
3. Pemeriksaan fisik  Anamnesis mekanisme trauma, adakah penurunan
kesadaran, tanda vital
 Pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen chart
dengan koreksi terbaik dan menggunakan pinhole
 Tekanan intraokular diukur dengan tonometers aplanasi atau
schiotz jika kornea intak, jika terdapat defek pada kornea,
tekanan bola mata diperiksa dengan tekanan palpasi
 Pemeriksaan slit lamp untuk melihat segmen anterior
 Pemeriksaan segmen posterior bila memungkinkan
 Menentukan klasifikasi trauma menurut BETT (Birmingham
Eye Trauma Terminology)
4. Kriteria Diagnosis Menurut klasifikasi BETT
5. Diagnosis Kerja Trauma mekanik bola mata
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. USG untuk melihat kelainan segmen posterior
Penunjang 2. Rontgen orbita bilaada kecurigian fraktur dinding orbita atau
benda asing dalam rongga mata atau dalam orbita
3. Pemeriksaan siedel test
8. Tata laksana  Pada luka tembus yang minimal, tanpa kerusakan intraokular,
tidak ada prolaps, diberikan antibiotik sistemik atau dengan
topical dengan observasi yang keiat. Bira luka tembus dengan
birili mata yang normar, diberikan obat-obat supresi produksi
aquos, bebat tekan atau lensa kontak. Bila 3 hari tidak
berhasil, diiakukan penjahitan kornea
 Rapair korneoskrera untuk memperbaiki integritas bora mata
(tujuan primer) dan memperbaiki visls (tujuan sekunder). Bila
prognosis visus kurang baik dan mempunyai resiko simpatis
ofialmial dilakukan enukleasi
 Enukleasi primer hanya dirakukan pada kasus trauma mata
yang berat sehingga rekonsiruksi anatomi bota mata sudah
tidak memungkinkan
 Anestesi umum dipergunikan untuk repair bora mata, sebab
anestesi retroburbar atau periburbar akan meningkatkan
tekanan bola mata
 Pada akhir oprasi diberikan injeksi antibiotic-kortikosteroid.
Anribiotic intravitrea pada luka yang terkontaminasi yang
melibatkan viireus. Diberikan antibiotik salep mata kemudian
mata ditutup.
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
Perawatan pasca operasi:
- Pengangkatan benda asing intraokular, repair iris, ekstraksi
katarak, vitrektomi, insersi lensa intraokular merupakan
indikasi setelah repair primer laserasi korneo sclera
- Pemberian antibiotik intravena disesuaikan dengan derajat
trauma mata maupun keterlibatan organ tubuh lainnya, bisa
dilanjutkan dengan antibiotic oral golongan fluoroquinolone
selaml 7-10 hari pasca operasi. Antibiotic topical dipakai
sampai21 hari sedangkan kortikosteroid dan sikroplegia
dikurangi tergantung keadaan inflamasinya.
- Bila jahitan kornea tidak longgar dapat diletakkan sampai 3
bulan dan kemudian mulai dibuka secara bertahap
- Trauma mata akan meningkatkan resiko ablasio retina, maka
pemeriksaan segmen posterior harus sering dilakukan. Bila
fundus tidak terlihat, maka dilakukan USG. Koreksi
pengelihatan segera dilakukan bila memungkinkanpada
anak-anak kemungkinan ambliopia dapat terjadi bila
rehabilitasi visus ditunda.
10. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad Fungsionam : dubia
Ad Sanationam : dubia
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama 7 hari
Perrawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Trikiasis
1. Pengertian Tumbuhnya bulu mata kearah dalam mata, dapat disertai
(Definisi) dengan
2. Anamnesis Rasa mengganjal pada mata, bisa disertai dengan mata merah
dan berair-air bila disertrai dengan iritasi pada permukaan bola
mata
3. Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen chart
dengan koreksi terbaik dan menggunakan pinhole
 Fluorescein test bila dicurigai adanya iritasi
 Pemeriksaan tekanan intraokurar dengan
menggunakantonometer non kontak
 Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit
lamp
 Pemeriksaan seqmen posterior dengan
menggunakanfunduskopi indirek
4. Kriteria Diagnosis - Tumbuhnya bulu mata (silia) kearah dalam sehingga
dapat menyebabkan terjadinya iritasi pada permukaan
bola mata
- Dapat trjadi akibat kelainan paa palpebra misalnya
adanya enteropion ataupun sikatriks
5. Diagnosis Kerja Trikiasis
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan
Penunjang
8. Tata laksana  Epilasi bulu mata
 Pengobatan infeksi sesuai dengan protab
 Konsul ke subdivisi rekonstruksi bira terdapat
enteropionatau malformitas pada palpebra
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Penurunan visus
15. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Ulkus Kornea
1. Pengertian Radang ulseratif pada kornea (bisa sentral atau marginal)
(Definisi)
2. Anamnesis Mata merah, penurunan pengtihatan, riwayat trauma yang tidak
diobati sebelumnya, terdapat banyak kotoran mata
3. Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen chart,
hand movement, atau persepsi sinar
 Pemeriksaan tekanan intraokurar dengan
menggunakantonometer non kontak, bila tidak
memungkinkan, pengukuran dilakukan dengan palpasi
 Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit
lamp
 Pemeriksaan swnsibilitas kornea, flurocein test dan tes fistel
bila dicurigai adanya perforasi
 Pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan USG
atau funduskopi indirek
4. Kriteria Diagnosis - Mata merah, nyeri, pengelihatan kabur, dengan atau tanpa
seklret mata
- Pada pemeriksaan dapat ditemukan injeksi siliar, infiltrat
dan dapat menyebabkan komplikasi perforasi
kornea,uveitis, atau endolftalmitis
- Dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, parasit, neuropati,
trauma debu, ataupun akibat lagoftalmos
5. Diagnosis Kerja Ulkus kornea
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan 1. USG untuk melihat kelainan segmen posterior
Penunjang 2. Pemeriksaan gram dan KOH 10%, serta kultur resistensi
dari kerokan kornea
8. Tata laksana  Pemberian antibiotik topikal spektrum luas sambil
menunggu hasil kerokan kornea
 Terapi disesuaikan dengan hasil kerokan kornea →
gram(+)/(-), jamur atau parasit
 Bila hasil kultur resistensi sudah ada, terapi
diberikansesuai dengan tes sensitivitas
 Diberikan sulfas atropin 1%o dan.air mata buatan Bila
pada hasil kultur didapatkan jamur golonganfilamentosa
dapat diberika natamisin/amfoterisin B/varikonazole. Bila
pada hasil kultur didapat yeastdiberikan flukonazole
 Pemberian antibiotic sistemik atau antijamur peroraldapat
disesuaikan dengan tingkat keparahan
 Pemberian antiglaukoma diberikan pada ulkus yang sudah
melewati 1/3 stroma
 Bila sudah terdapat perforasi, desmetokel perlu dilakukan
tindakan bedah amnion graft/periosieal graft/ flap
konjungtiva/ fascia latta/ keratoplasti
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad Fungsionam : dubia
Ad Sanationam : dubia
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama 21 hari
Perawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Endoftalmitis
1. Pengertian Infeksi berat jaringan intraokuler
(Definisi)
2. Anamnesis Keluhan utama: pandangan mata sangat kabur, mata merah,
terasa sakit
3. Pemeriksaan fisik  Visus sangat menurun
 TIO dapat tinggi atau rendah
 Slit lamp untuk melihat segmen anterior
 Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atauindirect
ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen posterior
 USG bila pemeriksaan segmen posterior sulit dinilai
4. Kriteria Diagnosis 1. Visus sangat menurun, mata merah, terasa sakit
2. Pada pemeriksaan segmen anterior terrihat
peradanganberat dengan kornea edem, terdapat flbrin
hingga hipopion
5. Diagnosis Kerja Endoftalmitis
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan Pemeriksaan darah perifer lengkap, tes fungsi hatti, profil ginjal
Penunjang urinalisis bila pasien direncanakan untuk vitrektomi dan atau
operasi lainnya
8. Tata laksana  Pasien dirawat
 Persiapan untuk operasi vitrektomi
 Konsul pasien ke poli vitreoretina
 Bila tidak memungkinkan untuk operasi vitrektomi segera,
maka dilakukan injeksi antibiotika intravitreal.Lebih dipilih
antibiotika vankomycin dan ceftazidim, tetapi bila tidak
didapatkan maka dapat digantidengan cefazolin dan
tobramycin.
 Sebelum dirakukan injeksl intravitrear, rakukanpengambilan
specimen untuk kultur mikrobiologi
 Diberikan antibiotika sistemik dengan pirihan fertama adalah
antibiotika gorongan fruoroquinolon dan dapatditeruskan atau
diganti sesuai dengan hasil kultur dantes sensitifitas
 Terapi tambahan lain sesuai pemeriksaan lain
yangditemukan, seperti antiglaukoma bita TIO tinggi
 Bila tajam penglihatan sudah noi haka direncanakan
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama 4 hari
Perrawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Panoftalmitis
1. Pengertian peradangan berat seluruh jaringan bola mata, baik intraokuler
(Definisi) maupun jaringan ekstra okuler
2. Anamnesis Keluhan utama: umunya tidak dapat melihat, Mata merah,terasa
sakit, nyeri saat menggerakan bola mata, matamenoniol, dapat
disertai demam
3. Pemeriksaan fisik  Umumnya visus nol
 TIO dapat tinggi atau rendah
 Slit lamp untuk melihat segmen anterior
 Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atauindirect
ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen posterior
 USG bila pemeriksaan segmen posterior sulit dinilai
4. Kriteria Diagnosis 1. Umumnya visus nol
2. Pada pemeriksaan segmen anterior terrihat
peradanganberat dengan kornea edem, terdapat flbrin
hingga hipopion
3. Gangguan gerak bola mata
4. Biasanya disertai proptosis
5. Dapat disertai demam
5. Diagnosis Kerja Panoftalmitis
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan Pemeriksaan darah perifer lengkap, tes fungsi hatti, profil ginjal
Penunjang urinalisis bila pasien direncanakan untuk vitrektomi dan atau
operasi lainnya
8. Tata laksana  Pasien dirawat
 Persiapan pasien untuk operasi eviserasi danrekonstruksi bola
mata
 Diberikan antibiotika sistemik dengan pilihan pertama adalah
antibiotika golongan fluoroquinolon dan dapat diteruskan atau
diganti sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitifitas
 Lakukan pengambilan specimen pada saat eviserasi untuk
pemeriksaan kultur mikrobiologi
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama 17 hari
Perrawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Uveitis Anterior
1. Pengertian Radang yang mengenai iris dan badan siliaris
(Definisi)
2. Anamnesis Keluhan utama: Mata merah, silau, pengelihatan kabur
3. Pemeriksaan fisik  Visus turun
 TIO normal atau ≥ 21 mmHg
 Slit lamp untuk melihat segmen anterior
 Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atauindirect
ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen posterior
 USG bila pemeriksaan segmen posterior sulit dinilai
4. Kriteria Diagnosis 1. Injeksi silier, keratik presipitat (KPs), cells dan flares di bilik
maya depan, kadang-kadang ada hipopion
2. Sinekia posterior
3. Uveitis anterior ditegakan bila tidak ditemukan uveitis
intermediate atau uveitis posterior
5. Diagnosis Kerja Uveitis anterior
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan - Pemeriksaan darah perifer lengkap, hitung jenis, tes fungsi
Penunjang hatti, profil ginjal urinalisis, VDRL/TPHA, rontgen thorax,
tes mantoux
- Pemeriksaan laboratorium tambahan bila dicurigai adanya
kelainan sistemik yang mendasari
8. Tata laksana  Kortikosteroid topikal dan sikloplegik
 Pada inflamasi berat dapat diberikan kortikosteroid
oraldengan dosis imunosupresif
 Antiglaukoma bila TIO meningkat
 Pembedahan ekstraksi katarak dilakukan bila uveitis
sudah tenang selama 3 bulan dengan
memberikankortikosteroid sistemik 1 minggu sebelum
operasi dandilanjutkan setelah operasi dengan tappering
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama
Perrawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Uveitis Intermediate
1. Pengertian Radang yang mengenai badan silier posterior atau pars plana
(Definisi)
2. Anamnesis Keluhan utama:keluhan melihat floaters, penurunan tajam
pengelihatan, mengenai 2 mata, tanpa nyeri, tanpa mata merah,
tanpa fotofobia
3. Pemeriksaan fisik  Visus turun
 TIO normal atau ≥ 21 mmHg
 Slit lamp untuk melihat segmen anterior
 Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atauindirect
ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen posterior
 USG bila pemeriksaan segmen posterior sulit dinilai
4. Kriteria Diagnosis 1. Umumnya mengenai dua mata
2. Kekeruhan vitreus di belakang lensa dan di sekitar pars
plana yang difuse atau snow balls
3. Kadang terlihat cells di BMD (spill over)
4. Kadang terlihat sinekia posterior dan katarak
subkapsularis posterior
5. Pada kasus berat dapat terjadi cyclitic membrane atau
ablasio retina
6. Uveitis intermediate ditegakkan bila tidak ditemukan
uveitis anterior atau uveitis posterior
5. Diagnosis Kerja Uveitis intermediate
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan - Pemeriksaan darah perifer lengkap, hitung jenis, tes fungsi
Penunjang hatti, profil ginjal urinalisis, VDRL/TPHA, rontgen thorax,
tes mantoux
- Pemeriksaan laboratorium tambahan bila dicurigai adanya
kelainan sistemik yang mendasari
8. Tata laksana  Kortikosteroid topikal dan kortikosteroid oral
 Pada kasus berat dapat diberikan kortikosteroid melalui
injeksi orbital floor atau subtenon
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
Kritis
14. Indikator Penurunan visus
Medis
15. Lama
Perrawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a EED - UVEA


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Uveitis Posterior
1. Pengertian Inflamasi intraokuler yang melibatkan koroid, juga dapat
(Definisi) mengenai nervus optikus, retina (retinokoroiditis atau
korioletinitis), neuroretinitis. Dapat disebabkan oleh infeksi seperti
rBC, sifilis, toksoplasmosis dan infeksi sitomegalovirus. Dapat
juga disebaotan penyakitautoimun seperti vogt-koyagi-harada,
behcet,oftalmia simpatica atau penyakit autoimun sistemik
lainnya
2. Anamnesis Pengelihatan buram dapat terjadi mendadak yang kemudian
berjalan progresif, tanpa disertai mata merah, tidak sakit.Keluhan
melihat floaters (+)
3. Pemeriksaan fisik  Visus turun
 TIO normal atau ≥ 21 mmHg
 Slit lamp untuk melihat segmen anterior
 Oftalmoskopi indirek (lensa condensing atauindirect
ophtalmoscope) untuk pemeriksaan segmen posterior
 Foto fundus sebagai dokumentasi dan untuk evaluasi
pengobatan (follow up)
 Secara selektif lakukan fundus fluoresence angiography
 USG bila segmen posterior tidak dapat dilihat secara
langsung
 Periksa tekanan darah
 Pada uveitis yang berhubungan dengan keadaan sistemik,
identifikasi keadaan yang berhubungan seperti lesi kulit,
genital, neuroauditori, dan susunan saraf pusat
4. Kriteria Diagnosis 1. Penglihatan buram dapat terjadi mendadak yang
kemudian berjalan progresif, tanpa disertai mata
merah,tidak sakit. Keluhan melihat ftoaters (+)
2. ldentifikasi keadaan yang berhubungan seperti genital,
lesi kulit,neuroauditori dan susunan saraf pusat.
3. Pemeriksaan penunjang
4. Uveitis posterior ditegakkan bila tidak ditemukan uveitis
anterior atau intermediate
5. Diagnosis Kerja Uveitis posterior
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan - Pemeriksaan darah perifer lengkap, hitung jenis, tes fungsi
Penunjang hati, profil ginjal urinalisis, VDRL/TPHA, rontgen thorax,
tes mantoux, dan gula darah (sebagai data dasar dan
pedoman untuk pemberian terapi sistemik)
- Secara selektif lakukan tes serologi IgG dan IgM
toxoplasma,sitomegafovirus, herpes simplex dan HIV
penyaring
- Dalam keadaan dimana penyebab sulit ditentukan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka dapat
dipsrtimbangkanpemeriksaan polymerase chain reaction
(PCR) dengan pengambilan spesimen aquous humor atau
vitreus
8. Tata laksana  Bila diyakini penyebabnya adalah infeksi, maka berikan
pengobatan yang spesifik untuk infeksinya dan bila
dibutuhkan dapat ditambahkan kortikosteroid per oral
dosis imunosupresif 48-72 jam setelahnya (kecuali retinitis
CMV pada penderita HIV)
 Pemberian pulse iv metyl prednisolon untuk uveitis yang
bernubungan dengan VKH, bechet dan oftalmia simpatica
penyakit ini dapat diberikan imunosupresif lini kedua
 Kortikosteroid per oral dengan dosis tinggi di awal
diberikan selama 2 minggu dan diturunkan
berdasarkanrespon individual
 Bilapenyebabnya adalahretinitisCMV,makadiberikan
valganciclovir per oral, kecuali pasien tidak mampu maka
dpat dipertimbangkan pemberian ganciclovir intravitreal
 Pemberian imunosupresif lini kedua dapat
dipertimbangkan bila pada pemberian kortikosteroid
didapatkan efek samping, dengan dosis
tinggikortikosteroid tidak membelikan respon, atau
terjadirekurensi pada dosis di atas dosis rumatan
 Kortikosteroid lokal, seperti injeksi orbital floor,
subtenon,atau intravitreal dapat dipertimbangkan bila
dianggapperlu.
 Terapi komplikasi yang timbul berhubungan dengan
penyakitnya atau pengobatan seperti antiglaukoma dan
bila dibutuhkan dapat dilakukan terapi bedah filtrasi
 Tindakan pembedahan seperti ekstraksi katarak bilauveitis
sudah tenang selama 3 bulan dengan
memberikankortikosteroid sistemik 1 minggu sebelum
operasi dan dilanjutkan setelah operasi dengan tappering
9. Edukasi - Jenis Penyakit dan perkembangannya
- Komplikasi penyakit dan tindakan/treatment
- Follow up kepatuhan pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Penurunan visus
15. Lama 5 hari
Perrawatan
16. Kepustakaan American Academy of Ophthalmology
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PENYAKIT DALAM


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi adalah kondisi kronis dimana tekanan darah
(Definisi) meningkat diatas tekanan darah yg disepakati normal yaitu
tekanan darah sistole, > 140 mmHg dan tekanan darah diastole >
90 mmHg .
2. Anamnesis Anamnesis meliputi
- Riwayat hipertensi dan derajat tekanan darah
- Pengobatan anti hipertensi sebelumnya
3. Pemeriksaan fisik  Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk
di kursi setelair pasien istirahai selama 5 menit, kaki di
lantai dan lengan pada posisi setinggi jantung. Ukuran dan
petetakin mansei (panjang 12-13 cm,lebar 35 cm untuk
standar orang dewasa) dan stetoskop harus benar
(gunakan suara Korotkoff fase I dan V untuk penentuan
sistolik dan diastolik
 Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela antara I
sampai 5 menit; pengukuran tambahan dilakukan jikahasil
kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda
4. Kriteria Diagnosis

5. Diagnosis Hipertensi grade


6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan - Tes darah rutin
Penunjang - Glukosa darah
- Elektrokardiogram
8. Tata laksana  Terapi non farmakologis:
- Mengurangi asupan garam
 Terapi farmakologis:
- Angiotensin ll Receptor Blocker atau AT1, receptor
antagonis blocker (ARB)
- Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
- Diuretika, terutama jenis Thiazide
- Beta Blocker (BB)
 Kontrol ulang jika belum tercapai TD yang diharapkan (TD <
150/90 mmHg)
 Rujuk jika terdapat tanda-tanda hipertensi urgensi atau
hipertensi emergensi
9. Edukasi - Olah raga teratur
- Stop merokok
- Konsumsi obat teratur sesuai dosis
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama
Perrawatan
16. Kepustakaan 1. British Hypertenson socieiy. Guidelines for management of
hypertension: Report of the Fourth Working Party for the
British Hypertension Society. JHum Hypertension. 2004;1
8: 1 39-8 5.
2. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh
Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment ofHigh Blood
Pressure. Hypertension.2003 ;42.1206.52.
3. European Society of Hypertension – European Society of
Cardiology Guidelines Committee. 2003 European Society
of Hypertension – EuropeanSociety of Cardiology
Guidelines for the Managementof Arterial
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PENYAKIT DALAM


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Diabetes Melitus
1. Pengertian Suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh
(Definisi) hiperglikemia akibat defek pada :
a. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan
produksi glukosa hepatik) dan perifer (otot dan lemak)
b. Sekresi insulin oleh sel beta pankreas
c. Atau keduanya
2. Anamnesis Anamnesis meliputi:
- Riwayat DM sebelumnya
- Riwayat terapi sebelumnya
- Riwayat DM dalam keluarga
- Keluhan khas (gejala klasik) DM: poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya
- Keluhan tidak khas DM: lemah, kesemutan, gatal, mata
kabur, disfungsi ereksi
3. Pemeriksaan fisik Tanda-tanda komplikasi
4. Kriteria Diagnosis 1. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah sewaktu (plasma
vena) ≥ 200 mg/dl atau
2. Gejala klasik DM+ kadar glukosa darah puasa
(plasmavena) ≥126 mg/dlatau
3. Kadar glukosa darah plasma ≥200 mg/dl pada 2
jamsesudah makan
5. Diagnosis Kerja Diabetes melitus tipe 2
6. Diagnosis Banding Hiperglikemia reaktif
Toleransi Glukosa Darat Terganggu (TGT = IGT)
7. Pemeriksaan - Hb, leukosit, hitung jenis, LED (hematologi lengkap)
Penunjang - Glukosa darah puasa, sewaktu, 2 jam setelah makan
- Proteinuria
8. Tata laksana  Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea
 Penambah sensitivitas reseptor insulin : metformin
 Penghambat glukosidase alfa: acarbose
 Insulin basal
 Insuln prandial
 Kontrol ulang jika belum tercapai kdar gula darah optimal
(BSS < 200 mmHg)
 Rujuk jika terdapat tanda komplikasi akut DM
9. Edukasi - Kontrol teratur
- Diet DM
- Latihan jasmani
10. Prognosis Prognosis umumnya adalah dubia. Karena penyakit ini adalah
penyakit kronis, quo ad vitam umumnya adahh dubia ad bonam,
namun qua ad fungsionam dan sanationannya adalah dubia ad
malam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama
Perrawatan
16. Kepustakaan 1. PERKENI. Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe
2di lndonesia. 2006
2. PERKENI. Petunjuk pengelolaan diabeies melitus tipe 2.
2006
3. The Expert committee on The Diagnosis and crassification
of Diabetes Melritus Report of rhe Expert commiitee onThe
Diagnosis and classification of Diabetes Mellitus care,Jan
2003; 26 (Suppt.1)55-20
4. Suyono S. Type 2 diabetes meltitus is a B ceil
dysfunction.Prosiding Jakarta Diabetes Meeting zaoz. The
RecentManagement in Diabetes and its domplications :
From Molecular to crinic. Jakarta 2-3 Nov iooe.
Simposiumcurrent rreatment in rnternar Medicine 2000,
Jakarta, 11,-12 November 2000 : 18S-99
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PENYAKIT DALAM


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Asma Bronkiale
1. Pengertian Penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan
(Definisi) berbagai sel inflamasi menyebabkan saluran nafas- cenderung
untuk menyempit yang dapat sembuh spontan atau dengan
pengobatan dan adanya hiperreaktifitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan.
2. Anamnesis Anamnesis meliputi:
- Riwayat asma sebelumnya
- Derajat beratnya asma
- Riwayat pengobatan
3. Pemeriksaan fisik Ada tidaknya wheezin ekspirasi
4. Kriteria Diagnosis Gejala klinik yang khas dan riwayat asma sebelumnya
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung
7. Pemeriksaan
Penunjang
8. Tata laksana  Oksigen 4-5 liter/menit.
 Berikan nebulizer beta 2 agonis seperti salbutamol atau
Fenoterol 2,5 mg tiap 20 menit maksimal sebanyak 3 kali.
 Steroid bila belum dapat diatasi.
 Rujuk jika serangan iidak dapat teratasi
 Bila serangan akut dapat diatasi, ganti obat secara oral.
9. Edukasi Cari faktor pencetus terjadinya serangan akut asma. Setelah
keluar rumah sakit perlu dihindari faktor pencetus dan obat
pemeliharaan hanya diberikan pada penderita dengan asma
persisten.
10. Prognosis Tergantung berat gejala
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama
Perrawatan
16. Kepustakaan
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PENYAKIT DALAM


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Anemia
1. Pengertian Anemia adalah suatu keadaan menurunnya hemoglobin yang
(Definisi) menyebabkan penurunan kadar oksigen yang didistribusikan ke
seluruh tubuh sehingga menimbulkan berbagai keluhan.
2. Anamnesis Gejala anemia dijumpai pada anemia apabila kadar Hb turun
dibawah 8 g/dl badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-
kunang serta telinga berdenging
3. Pemeriksaan fisik Pucat, sianotik, atrofi papil lidah, alopesia, ikterik, rambut kusam,
takikardi, bising jantung, takipneu, konjungtiva pucat
4. Kriteria Diagnosis Nilai Hb < 10
5. Diagnosis Kerja Anemia
6. Diagnosis Banding - Anemia defisiensi besi
- Anemia aplastik
- Anemia penyakit kronik
7. Pemeriksaan Gambaran laboratorium: darah rutin lengkap
Penunjang
8. Tata laksana  Terapi penyakit dasar
 Transfusi : Hb <8 g%
Bila secara klinis terdapat gangguan
hemodinamik
 Obat : Preparat besidan asam folat
9. Edukasi Menjelaskan kepada pasien untuk mengkonsumsi preparat Fe
dan asam folat secara teratur
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama
Perrawatan
16. Kepustakaan
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PENYAKIT DALAM


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Penyakit Jantung Hipertensi
1. Pengertian Penebalan konsentrik otot jantung(hipertrofi konsentrik) akibat
(Definisi) kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi ditambah
dengan faktor neurohormonal
Berdasarkan NYHA (New York Heart Assosiation), derajat
penyakit jantung hipertensi dibagi menjadi:
 Kelas I : Aktivitas fisik tidak terbatas
 Kelas Il : Aktifitas fisik sedikit terbatas
 Kelas lll : Aktffitas fisik sangat terbatas
 Kelas lV : Sesak saat istirahat
2. Anamnesis Gejala klinis: sering asimtomatik, jika simtomatik disebabkan
oleh:
 Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti :
- Berdebar-debar
- Rasa melayang (dizzy)
- Impoten
 Penyakit jantung hipertensi vaskular seperti :
- Cepat capek
- Sesak napas
- Sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta)
- Bengkak kedua kaki atau penit.
 Gangguan vaskular lainnya adalah:
 Epistaksis
 Hematuria
 Pandangan kabur karena perdarahan retina
 Transient cerebral ischenne
3. Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan jantung:
- Batas jantung yang melebar
- S2 mengeras dikatup aorta
- Murmur diastolik
- Regurgitasi aorta
- S4 (gallop atriat atau presistotik)
- S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik
 Pemeriksaan paru :
- Ronki basah atau ronkhi kering (mengi)
 Pemeriksaan abdomen:
- Hepatomegall
- Ascites
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan  Laboratorium:
Penunjang - Darah lengkap
- BSS
 Elektrokardiografi: LVH
 Rontgen thorax: kardiomegali
 Echokardiografi
8. Tata laksana  Diuretik
 ARB/ACE inhibitor
 Beta Blocker
 Antagonis aldosteron
9. Edukasi Mengontol faktor resiko, edukasi pasien dan keluarga
10. Prognosis Prognosis buruk pada:
- penurunan fraksi ejeksi dan gagal jantung
- Menderita penyakit vaskuler
- Kerusakan kapasitas fungsi
- Usia lanjut
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama
Perrawatan
16. Kepustakaan Brau nwaldlg Heart Disease : Review And Assessment, Ninth
Edition,2012
Buku Ajar llmu Penyakit Dalam edisi ke-6, 2014
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PENYAKIT DALAM


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Aritmia
1. Pengertian Aritmia adalah variasi-variasi diluar irama normal jantung yang
(Definisi) kelainannya mungkin mengenai kecepatan, keteraturan, tempat
asal impuls atau urutan aktivasi, dengan atau tanpa adanya
penyakit jantung struktural yang mendasari
2. Pemeriksaan fisik Denyut jantung tidak teratur
3. Kriteria Diagnosis EKG : Aritmia
4. Tata laksana  Cari faktor penyebab kebasaan minum kopi, obat-pbatan
 Farmakologis: diltiazem, anti aritmia
5. Kepustakaan 1. Nasution SA, RanityaR, GinanjarE. Fibrasi Atrial, In: Buku
Ajar llmu Penyakit Daram, Jakarta : Pusat Informrsi dan
Penerbitan Bagian ilmu penyakit Daram FKUI:
2014,p.1365-1379
2. Makmun L, Aritmia Supra Ventrikular, ln : Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam, Jakaria : Pusat lnformasi dan penerbitan
Bagian llmu penyakit Dalam FKUI. 2014, p 1380-1384
3. Yamin M, Harun S,- ln : Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta : pusat Informasi dan penerbitan bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2014,p 1385-1389
4. AHA Guidelines for CPR and ECC. 2010
5. ESC Acute Myocardial lnfqrction Guidelines 2013
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PENYAKIT DALAM


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Hepatitis B
1. Pengertian Hepatitis B adalah virus yang menyerang hati, masuk melalui
(Definisi) darah ataupun cairan dari seseorang yang terinfeksi
2. Anamnesis  Riwayat hepatitis sebelumnya
 Riwayat pemakaian jarum suntik
 Riwayat transfusi darah
 Keluhan: lemas, kuning, BAK seperti teh
3. Pemeriksaan fisik  Skelara ikterik
 Hepatomegali
4. Kriteria Diagnosis HbsAg reaktif

5. Diagnosis Kerja Hepatitis B


6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan  Laboratorium:
Penunjang - HbsAg reaktif
 Pasien disarankan untuk pemeriksaan lanjutan ke RS tipe
A
8. Tata laksana Hepatoprotektor
9. Edukasi Edukasi mengenai cara penularan
10. Prognosis Dubia ad malam
11. Tingkat I/II/III
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Kepustakaan 1. Sanityoso, Andri. HepatitisViral Akut. Dalam: Sudoyo A,
Setiyohadi B, Alwi I, Simodibroto M, Setioti S, editors.
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta; Pusat
lnformasi dan Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI, 20A9:544-652
2. Acute Viral Hepatitis. Dalam : FauciA, Kasper D, Longo D,
Brounwald E, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J, editors.
Harrison's principles of internal medicine. 18th ed. United
States of America; The McGrow-Hill Companies, 2012.
3. Acute Viral Hepatitis. Dalam :Ausiello. Goldman. Cecil
Medicine 23'o edition. saunders : Philadhelphia.2007
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT MATA
KLINIK MATA UTAMA TANGERANG SELATAN

Jl. Legoso Raya No. B4a PENYAKIT DALAM


Ciputat Timur, Tangsel.
085710033353, 021-22741793
Konsul Penyakit Dalam Persetujuan Tindakan Mata
1. Pengertian Semua pasien yang akan dilakukan tindakan di bagian mata
(Definisi) dikonsulkan terlebih dahulu ke bagian penyakit dalam
2. Anamnesis  Riwayat hipertensi
 Riwayat DM
 Riwayat sakit jantung
 Riwayat asma
 Riwayat hepatitis
 Riwayat CVD
 Keluhan batuk I riwayat batuk lama
 Riwayat alergi obat
 Riwayat pengobatan sebelumnva
3. Pemeriksaan  Laboratorium: Hb, CT/BT, BSS, HbsAg
penunjang  EKG
 Rontgen thorax : sesuai indikasi
 Ekhokardiografi ; sesuai indikasi
 Laboratorium lain : sesuai indikasi
 Anestesi umum: laboratorium ureum, kreatinin, natrium,
kalium, rontgen thorax
4. Kriteria Persetujuan - Tidak batuk, tidak sesak
Tindakan - Obat-obat pengencer darah : stop H-3
- TD <150/90 mmHg
Lab: BSS < 200 mmHg, Hb > 8 g/dl
- EKG : tidak aritmia
- Cor/pulmo fungsional kompensata
- Ekhokardiografi : EF > 50%, tidak ada trombus

Anestesiumum :
- Rontgent thorax : Tidak ada tanda2 edema paru
- Lab: K <5,5
- Kreatinin <7,5
- Pasien TB paru : setelah menyelesaikan pengobatan fase
intensif
- Pasien Hepatitis B : Tindakan Kamis minggu ke 3
5. Kepustakaan 1. Sanityoso, Andri. Hepatitis Viral Akut. Dalam ;Sudoyo A,
SetiyohadiB, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S editors. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta; Pusat lnformasidan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam FKUI, 2009:544-652.
2. Acute Viral Hepatitis. Dalam : FauciA, Kasper D, Longo D,
Brounwald E, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J, editors.
Harrison's principles of internal medicine. 18th ed. United
States of America; The McGrow-Hill Companies,2012.
3. Acute Viral Hepatitis. Dalam : Ausiello. Goldman. Cecil
Medicine 23'o edition. Saunders : Philadhelphia.2007
4. Nasution SA, Ranitya R, Ginanjar E, FibrilasiAtrial, ln: Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam, Jakarta : Pusat lnformasidan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit DalamFKUI. 2014, p 1365-
1379
5. Makmun L, Aritmia Supra Ventrikular, ln : Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam, Jakarta : Pusat lnformasi dan Penerbitan
Bagian llmu Penyakit Dalam FKUI. 2014, p1380-1384
6. British Hypertenson Society. Guidelines for management of
hypertension: Report of the Fourth Working Party for the
British Hypertension Society. J Hum Hypertension. 2004;18:
139-85
7. T.Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh
Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
Hypertension, 2003 ;42 .1206.52.
8. PERKENI. Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di
lndonesia. 2006
9. PERKENI. Petunjuk pengelolaan diabetes melitus tipe 2.
2006.
10. The Expert Committee on The Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus Report of The Expert
Committee on The Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus Care, Jan 2003;26 (Suppl.1) 55-20

Anda mungkin juga menyukai